GANGGUAN KONVERSI angga

25
BAB I GANGGUAN KONVERSI 1.1 PENDAHULUAN Gangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder). 1,2 1

description

dicky angga

Transcript of GANGGUAN KONVERSI angga

BAB IGANGGUAN KONVERSI

1.1 PENDAHULUANGangguan konversi juga disebut disosiatif karena dahulu di anggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat dijelaskan secara medis. Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralisis dan pseudoseizure), atau fungi sensorik (anesthesia sarung tangan dan kaus kaki, glove and stocking anaesthesia). Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental (keuntungan primer) dan didapatkannya keuntungan praktis seperti perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder).1,2Gangguan konversi berkaitan dengan gangguan kecemasan. Dari beberapa literatur mengatakan bahwa gangguan konversi bisa merupakan bagian dari gangguan somatoform atau pada gangguan disosiatif, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan somatoform, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini muncul secara bersamaan.1,2

DEFENISIGangguan konversi (conversion disorders) menurut DSM-IV didefinisikan sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (sebagai contohnya paralisis, kebutaan, dan parastesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Disamping itu diagnosis mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala. Adapun menurut PPDGJ III gangguan konversi atau disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan segera (awareness of identity and immediate sensations), dan kendali terhadap gerakan tubuh. 1,3Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu, terhadap ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk digunakan segera, serta gerakan-gerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan konversi diperkirakan bahwa kemampuan mengendalikan secara sadar dan selektif ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam. Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana beberapa kehilangan fungsi masih berada dalam pengendalian volunter.3Dalam penegakan diagnosis gangguan konversi harus ada gangguan yang menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang.3

EPIDEMIOLOGIGangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Tetapi juga gangguan konversi ini tidak jarang ada dalam kasus-kasus psikiatri. Prevelensinya hanya 1 berbanding 10.000 kasus dalam populasi. Dalam beberapa referensi bisa terlihat bahwa ada peningkatan yang tajam dalam kasus-kasus gangguan konversi yang dilaporkan, dan menambah kesadaran para ahli dalam menegakkan diagnosis, menyediakan kriteria yang spesifik, dan menghindari kesalahan diagnosis antara disosiatif identity disorder, schizophrenia atau gangguan personal. 1,2,4 Orang-orang yang umumnya mengalami gangguan konversi ini sangat mudah dihipnotis dan sangat sensitive terhadap sugesti dan lingkungan budayanya,namun tak cukup banyak referensi yang membetulkan pernyataan tersebut. 5,6Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.1

ETIOLOGI Gangguan konversi belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini terjadi pertama pada saat anak- anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam perjalanan penyakitnya gangguan konversi ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan konversi.2,4,5 Istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.Pandangan behavioral mengenai gangguan disosiatif agak mirip dengan berbagai spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :1,2,4,5,7 Kepribadian yang labil : Pelecehan seksual Pelecehan fisik Kekerasan rumah tangga ( ayah dan ibu cerai ) Lingkungan sosial yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.

TANDA DAN GEJALA Pada gangguan konversi, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam. Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan konversi meliputi : 8,9 Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan, Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi) Identitas yang buram Depersonalisasi

FAKTOR RESIKOOrang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa kecil sangat berisko besar mengalami gangguan konversi. Anak-ana dan dewasa yang juga memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan prosedur medis yang infasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan konversi ini.

DIAGNOSISGangguan disosiatif (konversi) dibedakan atau diklasifikasikan atas beberapa pengolongan yaitu : 1,3 F444.0 Amnesia DisosiatifF.44.1 Fugue DisosiatifF.44.2 Stupor DisosiatifF44.3 Gangguan Trans dan KesurupanF44.4-F44.7 Gangguan konversi dari gerakan dan PenginderaanF44.4 Gangguan motorik Disosiatif F.44.5 Konvulsi DsosiatifF.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifF44.7 Gangguan konversi campuranF44.8 Gangguan konversi lainnyaF44.9 Gangguan konversi YTT

Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut ini harus ada : 1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum pada F44. 2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala tersebut. 3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang jelas dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun disangkal pasien).

A . F444.0 Amnesia Disosiatif Ciri utama adalah hilangnya daya ingat, biasanya mengenal kejadian penting yang baru terjadi yang bukan disebabkan karena gangguan mental ogranik atau terlalu luas untuk dijelaskan. Pada Amnesia disosiatif biasanya didapati gangguan ingatan yang spesifik saja dan tidak bersifat umum. Informasi yang dilupakan biasanya tentang peristiwa yang menegangkan atau traumatik, dalam kehidupan seseorang. Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas pribadi seseorang, tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh. Diagnostik pasti memerlukan : 1. Amnesia, baik total maupun persial, mengenai kedian baru yang bersifat stress atau traumatic. 2. Tidak ada gangguan otak egmency

B. F44.1 Fugue Disosiatif Memilih semua ciri amnesia disosiatif ditambah gejala perilaku melakukan perjalanan meninggalkan rumah. Pada beberapa kasus, penderita mungkin menggunakan identitas baru. Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif.

Untuk diagnosis pasti harus ada : 1. Ciri-ciri amnesia disosiatif 2. Dengan sengaja melakukan perjalanan tertentu melampaui jerak yang biasa dilakukannya sehari-hari. 3. Tetap memepertahankan kemampuan mengurus diri yang mendasar dan melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang yang belum dikenalnya.

C. F.44.2 Stupor Disosiatif Perilaku individu memenuhi kriteria untuk stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda penyebab fisik. Seperti juga pada gangguan-gangguan konversi lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik dalam bentuk kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau interpersonal yang menonjol. Stupor Disosiatif bisa didefinisikan sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan gerakan voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, seperti misalnya cahaya, suara, dan perabaan ( sedangkan kesadaran dalam artian fisiologis tidak hilang ). Untuk diagnosis pasti harus ada :

1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi. 2. Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut. 3. Adanya masalah atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress. D. F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan Merupakan gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilangan sementara penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; dalam beberapa kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat. Gangguan trans yang terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multiple tidak boleh dimasukkan dalam kelompok ini.

E. F44.4-F44.7 Gangguan Konversi dari Gerakan dan Penginderaan Di dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan ataupun kehilangan pengideraan . oleh sebab itu pasien biasanya mengeluh tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan fisik yang dapat ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu. Selain itu, penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya biasanya menunjukkan bahwa ketidakmampuan akibat kehilangan fungsinya membantu pasien dalam upaya untuk menghindar dari konflik yang kurang menyenangkan atau untuk menunjukkan ketergantungan atau penolakan secara tidak langsung. Diagnosis harus ditegakkan dengan sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf atau pada individu yang tadinya menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal.

Untuk diagnosis pasti : 1. Tidak didapat adanya tanda kelainan fisik. 2. Harus diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan menyusun suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu timbul.

F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif Bentuk yang paling lazim dari gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak. Pralisis dapat bersifat parsial dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk inkoordinasi dapat terjadi, khusussnya pada kaki dengan akibat cara jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar.

F44.5 Konvulsi Disosiatif Dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal gerakannya akan tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh saat serangan dan inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.

F44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif Bagian kulit yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas yang menjelskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan kedokterannya. Meskipun ada gangguan penglihatan, mobilitas pasien serta kemampuan motoriknya sering kali masih baik. Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengn hilang rasa dan penglihatan.

F44.7 Gangguan Konversi Campuran Campuran dari gangguan-gangguan tersebut di atas.

F. F44.8 Gangguan Konversi lainnya Sindrom Ganser Ciri-ciri dari gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang biasanya disertai beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik dan harus dimasukkan di sini.

KOMPLIKASI Orang-orang dengan gangguan konversi beresiko besar mengalami komplikasi, yang terdiri dari : Mutilasi diri Gangguan seksual Alkoholisme Depresi Gangguan saat tidur,mimpi buruk, insomnia atau berjalan sambil tidur Gangguan kecemasan Gangguan makan Sakit kepala berat

PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. Penanganan penyakit ini sebagai berikut: Terapi obat. Terapi ini sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Barbiturat kerja sedang dan singkat, seperti tiopental, dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan Benzodiazepine seperti lorazepam 0,5-1 mg tab (bersama dengan saran bahwa gejala cenderung dikirim pada satu jam atau lebih) dapat berguna untuk memulihkan ingatannya yang hilang. Amobarbital atau lorazepam parentalPengobatan terpilih untuk fugue disosiatif adalah psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Hipnosis menciptakan keadaan relaksasi yang dalam dan tenang dalam pikiran. Saat terhipnotis, pasien dapat berkonsentrasi lebih intensif dan spesifik. Karena pasien lebih terbuka terhadap sugesti saat pasien terhipnotis. Ada beberapa konsentrasi yang menyatakan bahwa bisa saja ahli hipnotis akan menanamkan memori yang salah dalam mensugesti. Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan konversi ini. Bentuk terapinya berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang dialami. Psikoterapi untuk gangguan konversi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif. Terapi kesenian kreatif. Dalam beberapa referensi dikatakan bahwa tipe terapi ini menggunakan proses kreatif untuk membantu pasien yang sulit mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka. Seni kreatif dapat membantu meningkatkan kesadaran diri. Terapi seni kreatif meliputi kesenian, tari, drama dan puisi. Terapi kognitif. Terapi kognitif ini bisa membantu untuk mengidentifikasikan kelakuan yang negatif dan tidak sehat dan menggantikannya dengan yang positif dan sehat, dan semua tergantung dari ide dalam pikiran untuk mendeterminasikan apa yang menjadi perilaku pemeriksa.

PENCEGAHAN

Anak- anak yang secara fisik, emosional dan seksual mengalami gangguan, sangat beresiko tinggi mengalami gangguan mental yang dalam hal ini adalah gangguan konversi. Jika terjadi hal yang demikian, maka bersegeralah mengobati secara sugesti, agar penangan tidak berupa obat anti depresan ataupun obat anti stress, karena diketahui bahwa jika menanamkan sugesti yang baik terhadap usia belia, maka nantinya akan didapatkan hasil yang maksimal, dengan penangan yang minimal. 1,2,5,

KESIMPULANSecara umum gangguan konversi (dissociative disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan ( sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh.8,9Gangguan konversi bukanlah penyakit yang umum ditemukan dalam masyarakat. Dalam beberapa studi, mayoritas dari kasus gangguan konversi ini mengenai wanita 90% atau lebih, Gangguan konversi bisa terkena oleh orang di belahan dunia manapun, walaupun struktur dari gejalanya bervariasi.8,9Ada beberapa penggolongan dalam gangguan konversi, antara lain adalah Amnesia Disosiatif, Fugue Disosiatif, Stupor Disosiatif, Gangguan Trans dan Kesurupan, Gangguan Motorik Disosiatif, Konvulsi disosiatif dan juga Anestesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif. 8,9 Penatalaksanaan dengan menggali kondisi fisik dan neurologiknya. Terapi obat. sangat baik untuk dijadikan penangan awal, walaupun tidak ada obat yang spesifik dalam menangani gangguan konversi ini. Biasanya pasien diberikan resep berupa anti-depresan dan obat anti-cemas untuk membantu mengontrol gejala mental pada gangguan konversi ini. Bila tidak ditemukan kelainan fisik, perlu dijelaskan pada pasien dan dilakukan pendekatan psikologik terhadap penanganan gejala-gejala yang ada. 8,9

DAFTAR PUSTAKA1. Hadisukanto Gitayanti. Gangguan Konversi. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2010. hal. 268-272. 2.Kaplan Harold I., Sadock Benjamin J., dan Grebb Jack A. Gangguan Konversi. Dalam: Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Edisi ke-7. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. hal. 74-78.3.WHO. Gangguan Disosiatif (Konversi). Dalam: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. Jakarta: Dept. Kesehatan RI; 1993. hal. 196-208.4.Anonym. Conversion Disorder. In: Diagnostic Criteria DSM-IV-TR. Washington, DC: American Psychiatric Associaton. y: 2000.p231-2.5.Gelder Michael, Mayou Richard, and Geddes John. Dissociative and Conversion Disorder. In: Psychiatry. Third Edition. New York: Oxford. y: 2005. p94-5.6.Anonyme . Conversion Disorders. In: Neuropsychiatry and Behavioral Neuroscience. New York: Oxford. y:2003. p339-427.Kay Jerald, Tasman Allan, and Lieberman Jefffrey A. Conversion Disorder. In: Psychiatry Behavioral Science and Clinical Essentials. USA: W.B. Sauders Company. y:2000. p419-22.8.Powsner Sith. Conversion Disorder in Emergency Medicine. [online]. 2011. [cited 2011 Marc 20]. Available from: http//www.emedicine.com9.Anonym. Conversion Disorder. [online]. 2011. [cited 2011 Marc 20]. Available from: http//www.merckmanuals.com

11