gangguan kecemasan

24
BAB I PENDAHULUAN Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat dan merupakan respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau peristiwa yang mengancam kehidupannya. Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah ‘’anxiety neurosis’’. Kata anxiety diambil dari kata ‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’ . Pada mulanya Freud mengartikan kecemasan (anxietas) sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui sistem saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian kecemasan ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Dapat pula diartikan sebagai suatu respon terhadap situasi yang berbahaya. Kecemasan merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,tidak menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala- gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respons mental dan fisik terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara mendasar lebih

description

gangguan kecemasan

Transcript of gangguan kecemasan

Page 1: gangguan kecemasan

BAB I

PENDAHULUAN

Kecemasan merupakan pengalaman emosional yang berlangsung singkat

dan merupakan respon yang wajar, pada saat individu menghadapi tekanan atau

peristiwa yang mengancam kehidupannya.

Pada tahun 1894, Freud menciptakan istilah ‘’anxiety neurosis’’. Kata

anxiety diambil dari kata ‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’ .

Pada mulanya Freud mengartikan kecemasan (anxietas) sebagai transformasi

lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui sistem saraf otonom

dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian kecemasan ini diartikan

sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan

yang direpresi. Dapat pula diartikan sebagai suatu respon terhadap situasi yang

berbahaya. Kecemasan merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,tidak

menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya

kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-

gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik.

Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respons

mental dan fisik terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara

mendasar lebih merupakan respon fisiologis ketimbang respon patologis terhadap

ancaman. Sehingga orang cemas tidaklah harus abnormal dalam perilaku mereka,

bahkan kecemasan merupakan respon yang sangat diperlukan. Ia berperan untuk

menyiapkan orang untuk menghadapi ancaman (baik fisik maupun psikologik).

Perasaan cemas atau sedih yang berlangsung sesaat adalah normal dan hampir

semua orang pernah mengalaminya

Menurut DSM-IV yang termasuk gangguan kecemasan adalah gangguan

panik dengan dan tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik,

fobia spesifik dan sosial, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres

pascatraumatik, gangguan stress akut, gangguan kecemasan menyeluruh,

gangguan kecemasan karena kondisi medis umum, gangguan kecemasan akibat

Page 2: gangguan kecemasan

zat dan gangguan kecemasan yang tidak ditentukan, termasuk gangguan

kecemasan-depresif campuran.

Gangguan kecemasan disebabkan oleh situasi atau obyek yang sebenarnya

tidak membahayakan yang mengakibatkan situasi atau obyek tersebut dihindari

secara khusus atau dihadapi dengan perasaan terancam. Perasaan tersebut tidak

berkurang walaupun mengetahui bahwa orang lain menganggap tidak berbahaya

atau mengancam.

Jika memeriksa pasien dengan kecemasan, klinisi harus membedakan

antara jenis kecemasan yang normal dan patologis. Pada tingkat praktis,

kecemasan patologis dibedakan dari kecemasan normal oleh penilaian pasien,

keluarganya, teman-temannya, dan klinisi kemudian menunjukkan akan adanya

kecemasan patologis. Gejala kecemasan patologis antara lain rasa was-was yang

berlebihan, ketakutan, penarikan diri dari masyarakat dan lingkungan, kesukaran

berkonsentrasi dan berfikir, gejala-gejala somatik seperti tremor, panas dingin,

berkeringat, sesak napas, jantung berdebar, serta dapat pula ditemui gejala

gangguan persepsi seperti depersonalisasi, derealisasi dan mungkin terdapat gejala

yang lain. Kecemasan normal ditemukan misalnya pada bayi yang ditinggal orang

tuanya, anak yang masuk sekolah untuk pertama kalinya, orang dewasa yang

menghadapi hari tuanya dan saat mau meninggal, seorang istri yang ditinggal

suaminya menuju garis depan, seorang buruh yang dikeluarkan dari pekerjaannya.

Pada umumnya kecemasan merupakan fenomena normal dalam

mengiringi proses pertumbuhan dan perkembangan, pada pengalaman-

pengalaman baru dan pada hal-hal yang belum pernah dicoba.

Terapi yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan cemas

adalahkemungkinan dengan mengkombinasikan manajemen krisis,

farmakoterapeutik, dan psikoterapeutik.

Page 3: gangguan kecemasan

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Cemas (anxietas) merupakan pengalaman yang bersifat subjektif,

tidak menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan

akan adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali

disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan

aktifitas otonomik.

“ Anxietas adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak

menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan

terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah

yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. 

Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung

berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau

buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan

gelisah.”

B. ETIOLOGI

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga

menyebabkan terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori

tersebut antara lain :

1. Teori psikoanalitik

Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari

penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali

kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi

sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah

pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam

kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan

untuk menghilangkan kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi

kecemasan, yaitu kemampuan untuk mengalami kecemasan dan

Page 4: gangguan kecemasan

menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang

mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai respon

terhadap berbagai situasi selama siklus hidup.

Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut

kehilangan cinta atau persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara

psikodinamik dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang dialami seorang

pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa

tingkat perkembangan yang bervariasi.

2. Teori Perilaku

Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan

lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis

dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas

segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model pembelajaran

sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan

meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.

3. Teori eksistensial

Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk

kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi

untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut

dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.

Teori kognitif-perilaku

Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,

disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada

lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang

sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.

Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien

GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga

tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan

Page 5: gangguan kecemasan

penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar

monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.

Kontribusi Ilmu Biologi

1. Sistem saraf otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh

pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit

kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya,

takipnea).

2. Neurotransmitter

Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan

dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah

norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah

satu eksperimen untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di

mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif

(misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic

narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi

hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih

lanjut mengganggu respon perilaku hewan.

3. Norepinefrin

Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan

kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal

otonom, merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat.

Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan

dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang

buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada

lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka

ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang.

Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus

seruleus menghasilkan respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari

daerah yang sama atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan

hewan untuk membentuk respon ketakutan.

Page 6: gangguan kecemasan

4. Serotonin

Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian

untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai

hasil test pada stres akut menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT)

yang meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus

lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh

pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapi dalam

beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di

OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis

reseptor, dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan

kemungkinan adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan

sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak

dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem limbik (khususnya amigdala

dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan

bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan

fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin,

menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan

kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik

halusinogen dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD)

dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan

perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang

menggunakan obat ini.

5. GABA

Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh

penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA

pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis

gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah

obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan

umum, potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti

alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan

panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon),

Page 7: gangguan kecemasan

menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan

panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa

pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari

reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara

langsung.

6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis

Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres

psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol

berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi

dan kontribusi untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus,

dan pembentukan memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem

reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang

berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius,

termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin,

dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit

kardiovaskular.

7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)

Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH

mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi

selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan

stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan

pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga

menghambat berbagai fungsi neurovegetative, seperti asupan makanan,

aktivitas seksual, dan program endokrin untuk pertumbuhan dan

reproduksi.

C. EPIDEMIOLOGI

Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang

paling lazim terjadi di masyarakat umum. Di Amerika Serikat, dilaporkan

prevalensi gangguan cemas pada orang dewasa sebesar 2,9% dari seluruh

populasi, sedangkan di Indonesia diperkirakan adalah sebanyak 6-7%.

Page 8: gangguan kecemasan

Wanita lebih banyak mengalami gangguan cemas dibandingkan pria,

dengan rentang usia 16-40 tahun.

D. PATOFISIOLOGI

Kecemasan berhubungan dengan multiple struktur otak dan fungsi

abnormal dari sistem beberapa neurotransmiter : Nor Epinefrin /NE, γ-

aminobutyric acid / GABA, dan serotonin (5-HT).

Ada beberapa Teori Neurokimia (Neurochemical Theories) :

Model nor Adrenergic

Teori ini menyatakan bahwa sistem saraf autonom penderita

ansietas bersifat hipersensitif dan mempunyai reaksi yang berlebihan

terhadap berbagai jenis stimulus / rangsangan. Sebagai respon terhadap

stimulus yang mengancam/berbahaya, maka LC (locus ceruleus)

sebagai pusat alarm, akan mengaktivasi release NE dan menstimulasi

sistem saraf simpatik & parasimpatik. Obat-obat anxiogenik (misal

yohimbin & isoproterenol) akan menstimulasi LC dan meningkatkan

aktivitas NE sehingga memicu gangguan ansietas maupun panik.

Sebaliknya obat-obat anxiolytic atau antipanic (misal BZs,

antidepresan, klonidin) akan menghambat LC, menurunkan aktivitas

NE dan menghambat efek obat-obat anxiogenik.

Model reseptor Benzodiazepine

Secara fungsional dan struktural, reseptor BZ berhubungan dengan

reseptor GABA tipe A (GABAA) dan chanel ion Cl yang dikenal

sebagai GABA – BZ receptor complex. GABA sebagai

neurotransmiter inhibitori mayor dalam CNS, mempunyai kekuatan

sebagai pengatur atau penghambat pada sistem 5 – HT, NE, dan DA.

Pada waktu GABA terikat pada masing2 reseptor tersebut, maka

chanel ion Cl membuka & menyebabkan influks ion muatan negatif Cl

sehingga menyebabkan hiperpolarisasi membran sel dan menyebabkan

penurunan eksitabilitas sel saraf.

Model Serotonin

Page 9: gangguan kecemasan

Ansietas berhubungan dengan abnormalitas fungsi 5 – HT. 5 – HT

sebagai neurotransmiter inhibitori mempunyai aksi yang diatur oleh

minimal 13 sub tipe reseptor yang berbeda. Aktivitas 5 – HT yang lebih

besar akan mengurangi aktivitas NE dalam LC, menghambat pertahanan /

hilangnya respon melalui daerah abu-abu periaqueductal dan mengurangi

release CRF dari hipotalamus. (Obat-obat SSRIs selektif akan

menghambat manifestasi panik). Aktivitas 5 – HT yang rendah akan

menyebabkan disregulasi neurotransmiter lain. NE mempunyai aksi pada

terminal 5 – HT presinaptik sehingga menurunkan release 5 – HT,

sebaliknya aktivitasnya pada reseptor postsinaptik akan meningkatkan

release 5 – HT.

E. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala

psikologik.

1.    Gejala somatik

•    Gemetar

•    Nyeri punggung dan nyeri kepala

•    Ketegangan otot

•    Napas pendek, hiperventilasi

•    Mudah lelah, sering kaget

•    Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia,

palpitasi, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)

•    Parestesia

•    Sulit menelan

2.    Gejala psikologik

•    Rasa takut yang berlebihan  dan sulit untuk dikontrol

•    Sulit konsentrasi

•    Insomnia

•    Libido menurun

•    Rasa mual di perut

Page 10: gangguan kecemasan

•    Hipervigilance (siaga berlebih)

F. DIAGNOSIS

Gangguan cemas menyeluruh, menurut DSM-IV-TR, ditandai

dengan pola yang sering, kekhawatiran terus-menerus dan kegelisahan

yang tidak sesuai dengan dampak dari peristiwa atau keadaan yang

merupakan fokus dari rasa khawatir. Perbedaan antara gangguan cemas

menyeluruh dan kecemasan yang normal ditekankandalam kriteria yang

menggunakan kata-kata yang berlebihan dan sulit dikendalikan; dan gejala

yang menyebabkan penurunan yang signifikan.

a. Kecemasan yang berlebihan dan khawatir dapat terjadi harian atau

minimal selama minimal 6 bulan, atau pada beberapa acara atau

kegiatan (seperti pekerjaan atau saat aktivitas sekolah).

b. Orang yang mengalami kesulitan untuk mengontrol rasa khawatir.

c. Kecemasan dan kekhawatiran berkaitan dengan tiga (atau lebih) dari

enam gejala berikut (dengan setidaknya beberapa gejala ada selama 6

bulan terakhir).

Catatan: Hanya satu gejala saja yang diperlukan pada anak.

1) Kegelisahan atau perasaan tegang saat mendekati hari yang

ditentukan.

2) Menjadi mudah lelah

3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran akan kosong

4) Mudah marah

5) Ketegangan otot

6) Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai tidur, atau tidur tidak

nyenyak)

d. Fokus dari kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada isi

daripada gangguan Axis I, misalnya, kecemasan atau kekhawatiran

yang bukan tentang serangan panik (seperti pada gangguan panik),

menjadi malu bila muncul di depan umum (seperti dalam fobia sosial),

berada jauh dari rumah atau kerabat dekat (seperti pada gangguan

Page 11: gangguan kecemasan

kecemasan perpisahan), kenaikan berat badan (seperti dalam anoreksia

nervosa), memiliki beberapa keluhan fisik (seperti pada gangguan

somatisasi), atau memiliki penyakit yang serius (seperti dalam

hypochondriasis), dan kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi

secara eksklusif selama gangguan stres pasca trauma.

e. Kecemasan, khawatir, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan

yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam social atau

pekerjaan.

f. Gangguan itu bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat

(misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis

umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara khusus

selama gangguan mood, gangguan psikotik, atau pervasive

developmental disorder.

Berdasarkan PPDGJ III, pedoman diagnosis untuk gangguan cemas

menyeluruh (F41.1) adalah:

1. penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang

berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai

beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan

situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau mengambang)

2. gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung

tanduk, sulit konsentrasi, dsb)

ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat

santai); dan

overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung

berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala,

mulut kering, dsb)

3. pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk

ditenangkan serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.

Page 12: gangguan kecemasan

4. adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa

hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama

gangguan anxietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi

kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan anxietas fobik,

gangguan panik, atau gangguan obsesif-kompulsif.

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Gangguan anxietas fobik (F.40)

Anxietas yang timbul harus terbatas pada terutama terjadi dalam

hubungan setidaknya dua dari situasi berikut : banyak orang atau

keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian

sendiri.

2. Gangguan campuran anxietas dan depresi (F.41.2)

Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, masing-masing

tidak menunjukkan gejala yang berat untuk menegakkan diagnose

sendiri. Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup

berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua

diagnosis tersebut harus dikemukakan. Dan diagnosis gangguan

campuran tidak dapat digunakan.

3. Gangguan anxietas campuran lainnya (F.41.3)

Memenuhi kriteria gangguan anxietas menyeluruh dan juga

menunjukkan meskipun hanya dalam jangka waktu yang pendek

ciri-ciri yang menonjol dari kategori gangguan F40-49, akan tetapi

tidak memenuhi kriteria secara lengkap.

H. PENATALAKSANAAN 

1.    Farmakoterapi 

Page 13: gangguan kecemasan

a.    Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian

benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan

sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan

waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah

terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata

2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2

minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-

anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan

operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan

Benzodiazepin antara lain:

•    Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-

10 mg (im/iv), broadspectrum

•    Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari,

broadspectrum

•    Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas

dan anti-insomnia. Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk

pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal.

•    Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas

dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai

anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang

terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin

tetap aktif.

•    Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas

dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai

anti-anxietas.

•    Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk

anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan

mempunyai komponen efek anti-depresi.

b.    Non-benzodoazepin (Buspiron)

Page 14: gangguan kecemasan

Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron

lebih efektif dalam  memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala

somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10

mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah

2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah

menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang

baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama

antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan

tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi

Buspiron sudah mencapai maksimal.

2.    Psikoterapi

a.    Terapi kognitif perilaku

Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa

pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian

stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan menjadi

faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir,

merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada

modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan

menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan,

bertanya,  berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah

arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah

tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif.Tujuan terapi kognitif

perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan

emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang

bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang

dihadapi.  Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung

mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali

gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan

pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.

b.    Terapi suportif

Page 15: gangguan kecemasan

Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali

potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya,

agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan

pekerjaannya.

c.    Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai

penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi

objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan

komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi

lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar

pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

I. PROGNOSIS

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis

yang berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, durasi

gejala, dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi.

Karena, tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien

dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis

gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan. Namun, demikian

beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan

dengan onset gangguan kecemasan menyeluruh. Terjadinya beberapa

peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan

akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Hal ini berkaitan pula

dengan berat ringannya gangguan tersebut. Menurut definisinya, gangguan

kecemasan menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin

seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya akan mengalami

gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

Page 16: gangguan kecemasan