GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP STATUS IMUNISASI …repository.utu.ac.id/239/1/BAB...
Transcript of GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP STATUS IMUNISASI …repository.utu.ac.id/239/1/BAB...
i
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAPSTATUS IMUNISASI BAYI DI GAMPONG UJONG
TANOH DARAT KECAMATAN MEUREUBOKABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
NURVIKA07C10104128
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH ACEH BARAT
2013
ii
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAPSTATUS IMUNISASI BAYI DI GAMPONG UJONG
TANOH DARAT KECAMATAN MEUREUBOKABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
NURVIKA07C10104128
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH ACEH BARAT
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak merupakan buah hati yang sangat berharga, yang akan menjadi
pengganti orang tuanya dikemudian hari, maka sering dikatakan anak adalah
penerus bangsa. Untuk mempersiapkannya diperlukan anak-anak Indonesia yang
sehat baik fisik maupun mental sehingga bermanfaat untuk bangsa dan negara.
Maka disamping pengobatan yang diberikan apabila seorang anak menderita
penyakit, upaya pencegahan melalui imunisasi merupakan pilihan. Imunisasi
dilakukan untuk kepentingan dua arah yaitu mencegah penyakit bagi individu
yang rentan dan membentuk kekebalan penyakit bagi masyarakat luas atau disebut
Herd Immunity (IDAI, 2011)
Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga
mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut. Imunisasi
telah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat yang sangat penting.
Program imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa dan
merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam mencegah penyakit menular.
Imunisasi juga telah berhasil menyelamatkan begitu banyak kehidupan
dibandingkan dengan upaya kesehatan masyarakat lainnya. Program ini
merupakan intervensi kesehatan yang paling efektif, yang berhasil meningkatkan
angka harapan hidup (Depkes RI, 2010).
Menurut WHO, sekitar 194 negera maju maupun sedang berkembang tetap
melakukan imuniasi rutin pada bayi dan balitanya. Di Eropa imunisasi rutin
dilakukan di 43 negara, Amerika 37 negara, Australia dan sekitarnya 16 negara,
2
Afrika di 53 negara, Asia 48 negara. Negara maju dengan tingkat gizi dan
lingkungan yang baik tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya,
karena terbukti bermanfaat untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah
penyebaran ke anak di sekitarnya. Setiap tahun sekitar 85 -95 % bayi di negara-
negara tersebut mendapat imunisasi rutin, sedangkan sisanya belum terjangkau
imunisasi karena menderita penyakit tertentu (Yuli, 2011).
Secara nasional, berdasarkan estimasi bersama oleh WHO dan UNICEF,
meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam beberapa tahun
terakhir dalam peningkatkan cakupan imunisasi rutin, namun Indonesia masih
menempati peringkat keempat di antara negara-negara Asean dengan sejumlah
besar anak-anak yang tidak divaksin atau hanya mendapatkan sebagian vaksinasi
saja. Bayi –bayi di Indonesia yang di imunisasi setiap tahun sekitar 90 % dari
sekitar 4,5 juta bayi yang lahir. Artinya setiap tahun ada 10 % bayi (sekitar
450.000 bayi) yang belum mendapat imunisasi, sehingga dalam 5 tahun menjadi
2 juta anak yang belum mendapat imunisai dasar lengkap. Bila terjadi wabah,
maka 2 juta balita yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap akan mudah
tertular penyakit berbahaya tersebut, akan sakit berat, meninggal atau cacat. Selain
itu mereka dapat menyebarkan penyakit tersebut kemana-mana bahkan sampai ke
negara lain, seperti kasus polio yang sangat merepotkan dan menghebohkan
seluruh dunia ( Depkes RI, 2010).
Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang cakupan imunisasinya
sangat rendah. (Yuli Rahmad, The Globe Jurnal). Perwakilan UNICEF Indonesia
Angela Kearney dalam kampanye Polio dan Campak di Banda Aceh,
menyebutkan, Aceh merupakan salah satu provinsi yang cakupan imunisasinya
3
sangat kecil di Indonesia. Karenanya, pihaknya berkomitmen mengurangi resiko
wabah lebih lanjut dari virus yang sangat menular ini. Gubernur Aceh, Irwandi
Yusuf juga mengatakan pencapaian imunisasi di Aceh masih rendah. Dari sekitar
100.462 bayi usia 0 hingga 1 tahun yang menjadi sasaran pemberian imunisasi,
realisasinya rata-rata baru mencapai 60 persen. Pencapaian tahun ini masih
rendah, tapi jika dibanding tahun 2009 yang hanya 36 persen, ini sudah cukup
baik walaupun kita belum mencapai pada angka minimal yaitu 80 persen
(serambinews, 2010).
Cakupan imunisasi pada bayi di dinas kesehatan Aceh Barat tahun 2013
menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran bayi sebanyak 3750, tercatat bahwa
hanya 66% yang mendapat vaksin BCG, 70% mendapat vaksin polio 52% vaksin
DPT serta 75% yang mendapat vaksin campak. Sedangkan di Kecamatan
Meureubo, dari 520 orang sasaran bayi hanya 5,8% yang mendapat vaksin BCG,
2,1% polio3, 5,2% polio4, 7,1% mendapat DPT/HB2 dan 2,9% yang mendapat
vaksin DPT/HB3, serta 5,8 yang mendapat vaksin campak (Dinkes Aceh Barat,
2013).
Khusus di Desa Ujong Tanoh Darat, cakupan imunisasi masih tergolong
sangat rendah. Dari laporan hasil imunisasi rutin bayi di Puskesmas Meureubo,
tercatat bahwa dari 51 sasaran bayi hanya, 27% HB0, 49% yang mendapatkan
vaksin BCG, 43% mendapat vaksin polio, 48% vaksin DPT, serta hanya 46%
yang mendapat vaksin campak (Puskesmas Meureubo, 2013).
Beberapa studi menemukan bahwa tingkat pengetahuan berhubungan
dengan cakupan imunisasi. Tingkat pengetahuan seorang ibu pada program
4
imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini
amat diperlukan untuk kalangan orang tua (Rahayu, 2009).
Berbagai fenomena yang terjadi di atas, maka penulis ingin melakukan
penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap
Status Imunisasi Bayi di Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan dari penelitian ini adalah
bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan ibu terhadap imunisasi bayi di
Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu terhadap status
imunisasi bayi di Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten
Aceh Barat.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran ibu terhadap status imunisasi bayi di Gampong
Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat pada
Pengetahuan baik.
2. Untuk mengetahui gambaran ibu terhadap status imunisasi bayi di Gampong
Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat pada
Pengetahuan kurang baik.
5
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
1. Sebagai tambahan pengetahuan kepada para pembaca baik dalam hal penulisan
karya ilmiah maupun teori- teori tentang imunisasi.
2. Sebagai tambahan bahan bacaan yang berguna bagi para mahasiswa Universitas
Teuku Umar khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya.
1.4.2. Manfaat Aplikatif
1. Bagi instansi, hasil penelitian ini bisa dijadikan informasi dan bahan
pertimbangan dalam menyusun kegiatan atau program imunisasi yang akan
dilaksanakan pada masa yang akan dating.
2. Bagi ibu, sebagai tambahan pengetahuan dan salaha satu upaya meningkatkan
pengetahuan ibu khususnya tentang imunisasi.
3. Bagi peneliti, untuk mengetahui dan mendapat pengalaman yang nyata dalam
melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu dalam imunisasi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa,
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek).
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan
sikapnya terhadap stimulus.
7
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan.
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya dan merupakan pengetahuan yang rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
8
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakkan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari
pendidikan (Notoatmodjo, 2003).
2.2 Imunisasi
Imunisasi merupakan upaya yang dilakukan guna mencegah penyakit
tertentu, dengan jalan memberikan kekebalan secara pasif. Bayi yang diimunisasi
berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Kekebalan
(imunitas) seseorang dapat diperoleh sejak lahir yaitu imunitas bawaan (innate
immunity) dan ada juga imunitas yang diperoleh (acquired immunity). Proses
terjadinya imunitas dalam tubuh ada secara aktif yaitu apabila seseorang
menderita penyakit tertentu seperti cacar air (varicella) dan campak (measles)
atau diberikan imunisasi DPT, BCG dan lain-lain. Dikatakan imunitas secara aktif
yaitu karena tubuh sendiri yang berusaha membuat pertahanan dengan
membentuk antibodi setelah terinfeksi dengan bibit penyakit tadi, maupun melalui
rangsangan dengan memberikan vaksin yang berisikan kuman-kuman penyakit
yang telah dilemahkan atau toxin kuman penyakit yang disebut toxoid (Sampama,
2000).
9
Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan
penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang
paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah
jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya,
maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu
masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-
masalah dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orang tua yang
masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang imunisasi, sampai
jadwal imunisasi yang terlambat.
Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang
kurang memperhatikan sistem ‘rantai dingin’ (cold chain), cara menyuntiknya
karena ada vaksin yang harus disuntikkan ke dalam otot tapi ada juga yang ke
lemak. Reaksi samping setelah imunisasi dapat ditemukan reaksi umum (sistemik)
seperti demam ringan setelah imunisasi DPT. Demam itu sendiri adalah suatu
reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan. Untuk mengurangi demam dan rasa
tidak nyaman bisa diberikan obat penurun panas.
Kekebalan yang diperoleh secara aktif biasanya bertahan lama, malah
seumur hidup. Selain kekebalan aktif tersebut ada juga yang diperoleh secara pasif
yaitu kekebalan yang diperoleh karena bawaan sejak lahir, misalnya bayi yang
baru lahir sampai berumur di bawah sembilan bulan tidak akan terkena campak
karena dalam tubuhnya telah ada antibodi yang diperoleh dari ibunya sewaktu
berada dalam kandungan (Sampama, 2000).
10
2.2.1. Perkembangan Imunisasi di Indonesia
Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk
membasmi penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia
ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi
dinyatakan negara bebas cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai
diperkenalkan imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk
memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis dan
tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai diperkenalkan
antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal sebagai
Kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI) (Depkes RI, 2005).
Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru
mencapai 4%. Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan
menjadi 73% pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk
memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan bantuan
donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID) program berupaya
mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai dinginnya serta
melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989,
sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan
imunisasi dasar secara teratur (Depkes RI, 2000).
Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai
UCI yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada akhir tahun
1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi sosial dan pengembangan
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada
11
akhir tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi
lengkap sebelum ulang tahunnya yang pertama. (Depkes RI, 2000).
Dengan capaian program Imunisasi dasar rutin lebih dari 80%, selama 10
tahun sejak tahun 1995 sampai 2005, maka di Indonesia tidak ditemukan kasus
polio. Tetapi pada Maret 2005, ditemukan virus polio liar yang berasal dari
Nigeria di desa Cidahu Jawa Barat. Kemudian kasus polio menyebar ke beberapa
provinsi. Sehingga untuk memutus rantai penularannya, pemerintah segera
melakukan imunisasi serentak pada daerah-daerah yang terdapat kasus polio.
Kemudian imunisasi dilanjutkan dengan 5 kali putaran Pekan Imunisasi Nasional
pada tahun 2005 dan 2006. Dengan dilakukannya upaya imunisasi tersebut,
sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio liar di Indonesia (Simbolon, 2010).
Mulai tahun 1992 diperkenalkan imunisasi Hepatitis B di beberapa
kabupaten di beberapa propinsi dan mulai tahun 1997 imunisasi Hepatitis B
dilaksanakan secara nasional. Sampai saat ini program imunisasi di Indonesia
secara rutin memberikan antigen BCG, DPT, Polio, Campak, dan hepatitis B
(Simbolon, 2010).
2.2.2. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat,
karena dengan imunisasi tubuh akan membuat zat antibodi dalam jumlah yang
cukup banyak sehingga anak menjadi kebal atau imun terhadap penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi tersebut (Achmadi, 2006).
Program imunisasi dasar merupakan salah satu program priorotas Dirjen
PPM&PL (Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan).
12
Adapun dalam imunisasi dasar meliputi DPT, Polio, BCG, Campak dan Hepatitis.
Sebagai sasaran adalah bayi berumur 0-1 tahun. Tujuan dari imunisasi dasar
adalah tercapainya kekebalan Penyakit yang dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I) pada masyarakat (Depkes RI, 2005).
Tanpa imunisasi sekitar 2 dari 100 kelahiran hidup akan meninggal karena
batuk rejan, 2 dari 100 kelahiran hidup akan meninggal karena tetanus. Imunisasi
yang dilakukan dengan memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak dari
penyakit-penyakit tertentu. Walaupun saat ini fasilitas pelayanan untuk imunisasi
telah tersedia di masyarakat tetapi tidak semua bayi telah dibawa untuk
mendapatkan imunisasi yang lengkap (Depkes RI, 1997).
2.2.3. Lima Imunisasi Dasar Lengkap
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan
dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi
BCG untuk TBC yang berat seperti TBC pada selaput otak, TBC Milier (pada
seluruh lapangan paru) atau TBC tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin
yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian
imunisasi BCG adalah satu kali dan diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan,
kemudian cara pemberian imunisasi BCG melalui intra dermal. Efek samping
pada BCG dapat terjadi ulikus pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis
regional, dan reaksi panas (Hadinegoro, 2005).
Vaksin ini wajib diberikan yang gunanya mencegah penyakit TB
(Tuberkulosis). Vaksin BCG bisa 80 persen efektif mencegah TBC selama jangka
13
waktu 15 tahun. Imunisasi BCG hanya dilakukan sekali, efektifnya saat bayi
berusia 1 bulan. Suntikan ini akan menampakkan 'bisul' kecil di daerah yang
disuntik. Bila tidak, harus dilakukan suntikan ulang
TBC merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia. Kuman
TBC masuk ke dalam tubuh manusia, utamanya melalui paru-paru dengan cara
menghirup udara yang terkontaminasi dengan kuman TBC. Anak-anak yang
terpapar oleh kuman TBC untuk pertama kalinya, akan menderita penyakit TBC
yang dikenal dengan sebutan komplek primer. Kuman yang berhasil ditangkap di
saluran pernapasan bronkhus, lalu diseret ke dalam kelenjar limfe. Namun karena
kuman TBC ini amat bandel untuk dimatikan, kadang kuman TBC malah bisa
menginfeksi kelejar limfe. Bila anak dengan pertahanan tubuh yang cukup karena
memliki status gizi yang baik, maka umumnya tubuh dapat menahan serangan
infeksi TBC, dan penyakitnya tidak berkembang. Sampai tahap tersebut anak
yang bersangkutan sukses menahan serangan kuman TBC. Pada anak-anak
penyakit TBC dapat menimbulkan komplikasi, menjalar ke otak dan
menimbulkan meningitis (meningitis tuberculosa). Penyakit ini sangat berbahaya,
karena menimbulkan kematian dan kelainan saraf apabila survive dan dapat
menimbulkan kecacatan yang permanen (Achmadi, 2006).
Daya kekebalan yang ditimbulkan oleh vaksin BCG amat bervariasi. 85
persen daya kekebalan yang telah ditimbulkan oleh pemberian vaksin BCG
semasa lahir akan menurun efektifitasnya ketika anak menjelang dewasa.
Meskipun terdapat kontroversi terhadap pemberian vaksin BCG, terutama dalam
hal kemampuan perlindungan terhadap serangan TBC, ada kesepakatan bahwa
pemberian BCG dapat mencegah timbulnya komplikasi seperti radang otak atau
14
meningitis yang diakibatkan oleh TBC pada anak. Dengan demikian, BCG masih
bermafaat khususnya dalam mencegah timbulnya cacat pascameningitis. Dengan
kata lain, vaksin BCG masih diperlukan bagi anak-anak (Achmadi, 2006).
2. Imunisasi DPT (Diptheri, Pertusis, dan Tetanus)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
difteri. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang mengandung racun kuman
difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih dapat merangsang
pembentukan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT adalah tiga
kali, dengan maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat sedikit
(tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh
membuat zat anti, kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup. Waktu
pemberian imunisasi DPT melalui intra muskular.
Vaksin ini wajib diberikan yang merupakan campuran dari tiga vaksin
yaitu untuk mencegah penyakit difteri (yang menyerang tenggorokan), pertusis
(batuk rejan), dan tetanus (infeksi akibat luka yang menimbulkan kejang-kejang).
Vaksin ini diberikan sebanyak 4 kali dan pertama kali saat bayi berumur lebih dari
enam minggu. Lalu saat bayi berumur 4 dan 6 bulan. Suntikan terakhir biasanya
diberikan saat anak berusia di atas 1 tahun.
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek
ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam
sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih empat jam,
kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock (Hadinegoro, 2005).
15
3. Imunisasi Polio
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan
vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi polio
adalah empat kali. Waktu pemberian imunisasi polio pada umur 0-11 bulan
dengan interval pemberian 4 minggu. Cara pemberian imunisasi melalui oral (
Hadinegoro, 2005).
Vaksin ini wajib diberikan karena ancaman polio yang masih ada. Vaksin
ini untuk menangkal kelumpuhan akibat virus polio. Vaksin polio pertama
diberikan setelah lahir. Kemudian vaksin ini diberikan 3 kali, saat bayi berumur 2,
4, dan 6 bulan. Pemberian vaksin ini bisa diulang pada usia 18 bulan dan 5 tahun.
4. Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
campak pada anak karena penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini
adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu
kali. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9-11 bulan. Cara pemberian
imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat
terjadi ruam pada tempat suntikan dan panas (Hadinegoro, 2005).
Vaksin MMR melindungi anak dari tiga virus: campak (yang
menyebabkan demam tinggi dan ruam tubuh-lebar), gondong (yang menyebabkan
rasa sakit wajah, pembengkakan kelenjar liur, dan kadang-kadang pembengkakan
skrotum pada laki-laki), dan rubella atau campak Jerman (yang dapat
menyebabkan kecacatan lahir jika infeksi terjadi selama kehamilan). Vaksin ini
16
pertama diberikan pada anak saat usia 12 hingga 15 bulan dan pada usia antara 4
dan 6 tahun.
5. Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
hepatitis yang kendungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi
pemberian imunisasi hepatitis tiga kali. Waktu pemberian imunisasi hepatitis B
pada umur 0-11 bulan. Cara pemberian imunisasi ini adalah intramuskular
(Hadinegoro, 2005).
Vaksin ini wajib diberikan ke bayi bahkan sebelum ia meninggalkan
rumah sakit. Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah masuknya
VHB, yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Vaksin ini diberikan sebanyak 3
kali. Aturannya, bila suntikan ke-1 dilakukan pada usia 1 bulan, jangka waktu
suntikan ke-2 antara 1-2 bulan kemudian, sedangkan suntikan ke-3 dilakukan
sampai 5 bulan kemudian. Vaksin ini melindungi bayi dari virus hepatitis B yang
sulit disembuhkan yang mana balita bisa terkena dari ibu yang mengidap hepatitis
selama proses persalinan.
2.2.4. Usia dan Jadwal Imunisasi
Usia yang baik untuk diberikan imunisasi secara lengkap adalah sebelum
bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, berilah
imunisasi sedini mungkin setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi
sebelum bayi berumur 1 tahun, hal ini berkaitan dengan semakin menurunnya
daya tahan tubuh bayi yang diperoleh dari ibunya. Khusus untuk campak dimulai
segera setelah anak berusia 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat
17
kekebalan dalam tubuh anak dihambat oleh karena masih adanya zat kekebalan
yang berasal dari darah ibu.
Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus diberikan serta jumlah
dosis juga sudah ditentukan sesuai dengan kebutuhan tubuh bayi. Penggabungan
pemberian imunisasi DPT dengan Hepatitis B (HB) yang dinamakan DPT+HB
Combo dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan jenis imunisasi, mengurangi
jumlah suntikan imunisasi dan menghemat biaya vaksin.Untuk jenis imunisasi
yang harus diberikan lebih dari sekali juga harus diperhatikan rentang waktu
antara satu pemberian dengan pemberian berikutnya.
2.2.5. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah tuberculosis, difteri,
pertusis, tetanus, hepatitis B, polio, dan campak. Berikut ini akan dijelaskan
secara ringkas mengenai bahaya penyakit-penyakit tersebut :
a. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa (disebut juga batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui pernafasan
lewat bersin atau batuk . Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan
berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya
adalah batuk terus-menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. Gejala lain
tergantung pada organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan
kelemahan dan kematian (Depkes RI, 2005).
b. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Gejala
18
awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan.
Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil.
Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang
berakibat kematian (Depkes RI, 2005).
c. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Penyebaran pertusis
adalah melalui tetesan-tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala
penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama-
kelamaan batuk menjadi parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan
keras. Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat
menyebabkan kematian (Depkes RI, 2005).
d. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi
melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit
adalah kaku otot pada rahang disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku
otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti
menyusui (sucking) antara 3-28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang
yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang
akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian
(Depkes RI, 2005).
e. Hepatitis B
19
Hepatitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis b yang merusak hati. Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan
yang tidak aman, dari ibu ke bayi selama proses persalinan dan melalui hubungan
seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada
ialah merasa lemah, gangguan perut, dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi
kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun
kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrhosis hepatic, kanker
hati dan menimbulkan kematian (Depkes RI, 2005).
f. Polio
Penyakit polio dapat dicegah dengan pemberian vaksin polio. Dikenal
sebagai penyakit lumpuh pada anak. Penyakit ini ditandai dengan panas badan,
sakit tenggorokan, mual, sakit kepala, diare, kekakuan pada leher, punggung dan
lengan. Penyakit ini dapat menyebabkan kesulitan bernafas, kelumpuhan dan
kematian. Merupakan penyakit yang masih banyak ditemukan pada anak lebih
dari 2 tahun. Keluhannya berupa panas badan, lemah, lidah menjadi kotor. Pada
kasus yang berat dapat menimbulkan perdarahan usus, penurunan kesadaran,
meningitis sampai menimbulkan kematian (Depkes RI, 2005).
g. Campak (measles)
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus measles. Disebarkan
melalui droplet bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah
demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis (mata merah). Selanjutnya
timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta
kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi
saluran nafas (pneumonia) (Depkes RI, 2005).
20
2.2.6. Efek samping Imunisasi
Dewasa ini pemberian imunisasi dapat dikatakan sudah aman, meskipun
demikian karena vaksin yang dimasukkan merupakan kuman yang telah
dilemahkan maka biasanya setelah pemberian imunisasi bayi mengalami gejala
umum seperti demam disertai perilaku rewel dan menangis. Sebenarnya gejala
demam dan panas itu merupakan hal yang menunjukkan reaksi vaksin di dalam
tubuh sehingga tidak perlu dicemaskan (Aguslina, 2007).
Bagi ibu yang bayinya telah diimunisasi sering kali salah menafsirkan
gejala tersebut, hal ini berakibat bayinya tidak dibawa untuk imunisasi pada
jadwal berikutnya (Achmadi, 2006).
Sesuai dengan keputusan KONIKA (Kongres Nasional Ilmu Kesehatan
Anak) tahun 1984 bahwa sakit ringan bukanlah indikasi kontra untuk pemberian
imunisasi. Hal ini perlu diperhatikan oleh para petugas kesehatan sebab hal
tersebut sangat berbeda dengan anggapan lama bahwa imunisasi dapat diberikan
hanya pada anak yang sehat (Depkes RI, 1997).
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan pengembangan program imunisasi
(Depkes RI, 1990) imunisasi dapat diberikan kepada :
1. Anak sehat
2. Anak pilek
3. Anak batuk rejan/tanpa sesak nafas. Bila anak batuk berat obati dulu dan
imunisasinya ditunda sampai batuknya sembuh.
4. Anak diare,enam kali
5. Kurang gizi, derajat ringan dan sedang, berikan terutama vaksinasi Campak
karena merupakan kelompok resiko tinggi untuk terserang campak.
21
6. Sakit ringan yang lain
7. Alergi
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Pengetahuan Imunisasi Bayi
PengetahuanTeori :
Bloom dan RogersDalam Notoatmodjo (2003)
Imunisasi bayi
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat Deskriptif. Metode deskriptif adalah
menggambarkan secara keseluruhan suatu objek penelitian, dengan desain cross
sectional (mengukur variabel dependen dan independen pada waktu yang
bersamaan dengan satu kali kunjungan untuk hasil penelitian) yaitu untuk
mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi bayi di
Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat pada pada tanggal 8 sampai 21 September tahun
2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki Bayi di
Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat yang
berjumlah 51 orang, data ini di dapat dari kujungan ibu yang mengimunisasikan
bayinya ke posyandu di Desa Ujong Tanoh Darat.
3.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan total
populasi. Menurut Arikunto (2002) apabila sampel kurang dari 100 maka dapat di
ambil dari seluruh jumlah populasi yaitu berjumlah 51 orang.
23
3.4. Metode Pengumpulan data
3.4.1. Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan
menggunakan kueisioner yang telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya
meliputi : Pengetahuan dan Imunisasi Balita.
3.4.2. Data Sekunder
Didapat dari Dinas Kesehatan, Puskesmas Meureubo, Kader posyandu
Ujong Tanoh Darat dan literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel PenelitianNo Variabel Keterangan
Variable Independen1. Pengetahuan Definisi Pemahaman para ibu tentang pemberian
imunisasiCara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik
2. Kurang BaikSkala ukur Ordinal
Variabel Dependen2. Imunisasi Definisi Pemberian lima imunisasi dasar lengkap
Bayi yaitu imunisasi BCG, DPT, Polio, CampakDan Hepatitis B
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. lengkap
2. Tidak lengkapSkala ukur Ordinal
24
3.6. Aspek Pengukuran Variabel
1. Pengetahuan
- Baik : Apabila responden menjawab benar dengan skor > 50% = > 15
- Kurang : Apabila responden menjawab benar dengan skor < 50% = ≤ 15
2. Imunisasi bayi
- Lengkap : Apabila responden menjawab benar dengan skor > 50% = >7,5
- Tidak Lengkap : Apabila responden menjawab benar dengan skor < 50%= ≤ 7,5
3.7. Teknik Analisis Data
3.7.1 Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan analisa yang digunakan untuk menjelaskan
karakteristik masing-masing variabel yang akan diteliti. Dalam penelitian ini
analisa univariat di gunakan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan angka atau
nilai karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan ibu tentang
imunisasi.
3.7.2 Analisa Bivariat
Digunakan untuk menentukan variabel tabulasi silang guna melihat tingkat
pengetahuan ibu terhadap pemberian imunisasi.
25
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Ditinjau dari letak geografisnya, Desa Ujong Tanoh Darat Kecamatan
Meureubo Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 3 dusun dengan jumlah penduduk
3199 jiwa dengan 617 KK. Luas wilayah ini ±17,8 Ha / m luas wilayah desa ini
digunakan untuk pemukiman dan sarana umum ( sekolah, tempat ibadah, kuburan,
perkebunan dan sebagainya). Desa Ujong Tanoh Darat ini dibatasi oleh wilayah-
wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan Sungai Ujong Tujoh / Sungai Peureubee
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Peunaga Cut Ujong
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Peunaga Cut Ujong, Gunung
Kleng, Rantau Panjang Timur, dan Desa Mesjid Tuha.
Sebelah barat Berbatasan dengan Desa Mesjid Tuha dan Desa Ranup
Dong.
4.1.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat, dimana penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 8
September sampai 21 September 2013. Dari data yang dikumpulkan terdapat 51
sampel dari jumlah populasi yang ada. Data di kumpulkan melalui kuesioner dan
wawancara dan di hitung secara manual.
26
4.1.2 Analisa Univariat
4.1.2.1 Pekerjaan
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Ibu yang
Memiliki Bayi di Gampong Ujong Tanoh Darat Tahun 2013
No Pekerjaan Frekuensi Persentase1.2.3.
Ibu Rumah TanggaPNSPetani
29517
571033
51 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden
pekerjaan terbanyak dari subjek penelitian ini adalah ibu rumah tangga yaitu
sebanyak 29 orang (57%) dan yang paling sedikit adalah yang bekerja sebagai
PNS sebanyak 5 orang (10%).
4.1.2.2 Pengetahuan
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Pengetahuan
Terhadap Status Imunisasi Bayi di Gampong Ujong Tanoh Darat
Tahun 2013
No Pengetahuan Frekuensi Persentase1.2.
BaikKurang baik
2229
4357
51 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, diketahui
tingkat pengetahuan responden tentang imunisasi dapat dilihat sebahagian besar
responden yakni sebanyak 29 orang (57%) yang pengetahuannya dikategorikan
kurang baik.
27
4.1.2.3 Imunisasi
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Menurut Status Imunisasi
Bayi di Gampong Ujong Tanoh Darat Tahun 2013
No Status Imunisasi Frekuensi Persentase1.2.
LengkapTidak lengkap
2328
4555
51 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari Tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 responden, diketahui
status imunisasi bayi dapat dilihat sebahagian besar responden yakni sebanyak 28
orang (45%) yang dikategorikan lengkap.
4.1.3 Analisa Bivariat
Hasil penelitian Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Imunisasi Bayi di
Gampong Ujong Tanoh Darat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat,
dapat dilihat dari tabel 4.4 di bawah ini:
Tabel Dari 4.4 Tabulasi Silang Tingkat Pengetahuan Ibu Terhadap Status
Imunisasi Bayi di Gampong Ujong Tanoh Darat Tahun 2013
No PengetahuanImunisasi
JumlahLengkap Tidak lengkapF % F % F %
1. Baik 13 59 9 41 22 1002. Kurang Baik 10 34 19 66 29 100
Jumlah 23 28 51
Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari data tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa dari 51 respoden, 22 orang
responden yang berpengetahuan baik terdapat 13 orang (59%) yang lengkap
imunisasinya, dan dari 29 orang yang berpengetahuan kurang baik terdapat 19
orang ( 66%) yang tidak lengkap imunisasinya.
28
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan Pengetahuan Ibu yang mengimunisasikan
bayinya di Gampong Ujong Tanoh Darat Tahun 2013, berpengetahuan baik 22
orang terdapat 13 orang (59%) yang lengkap dalam pemberian imunisasinya, yang
berpengetahuan kurang baik 29 orang terdapat 19 orang (66%) tidak lengkap
dalam pemberian imunisasi pada bayinya.
Berdasarkan dari hasil penelitian di Gampong Ujong Tanoh Darat Ibu
yang memiliki pengetahuan kurang baik lebih banyak tidak membawa bayi
mereka ke posyandu untuk di imunisasi, karena menurut para Ibu jika bayinya di
imunisasi maka bayinya akan demam dan juga menurut mereka bayinya akan
sehat-sehat saja jika tidak di imunisasi.
Sebahagian besar pengetahuan ibu masih dalam tingkat kurang baik yaitu
29 orang (57%) dari 51 responden. Menurut Notoadmodjo (2010) untuk
meningkatkan pengetahuan seseorang menjadi baik dengan cara promosi
kesehatan dan penyuluhan-penyuluhan. Maka diharapkan dari hasil penelitian ini
petugas kesehatan meningkatkan promosi kesehatan kepada mesyarakat
Menurut Meliono (2007) pengetahuan adalah gejala yang ditemui dan
diperoleh dari manusian melalui pengamatan indrawi, pengetahuan muncul ketika
seseorang menggukan indra atau akal budidaya benda kejadian tertentu yang
belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Menurut Ranuh (2010) seorang ibu yang rutin membawa bayinya
keposyandu untuk dapa mencegah penyakit tertentu karena dengan imunisasi
tubuh akan membuat antibodi dalam jumlah yang cukup banyak sehingga anak
menjadi kebal atau imun terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
29
tersebut. Oleh karena itu jika lengkapnya seorang bayi di imunisasi semakin besar
sisten kekebalan tubuhnya agar terhindar dari berbagai macam penyakit.
Berdasarkan dari hasil penelitian dan teori yang ada dapat disimpulkan
bahwa dengan baiknya tingkat pengetahuan ibu maka kepedulian ibu terhadap
status kesehatan anak akan menjadi baik pula.
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Gampong Ujong Tanoh Darat
Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat, tentang Gambaran Tingkat
Pengetahuan Ibu Terhadap Status Imunisasi Bayi, maka penulis mengambil
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
1. Tingkat pengetahuan ibu terhadap imunisasi bayi di Gampong Ujong Tanoh
Darat dari 51 responden yang termasuk kategori baik terdapat 22 orang (43%)
dan kurang baik 29 orang (57%).
2 Ibu yang mengimunisasi bayinya di Gampong Ujong Tanoh Darat dari 51
responden terdapat 23 orang (45%) yang lengkap imunisasinya dan 28 orang
(55%) tidak lengkap imunisasinya.
3. Tingkat pengetahuan ibu terhadap status imunisasi bayi di Gampong Ujong
Tanoh Darat dari 22 orang responden yang dikategorikan kurang baik
terdapat 13 orang (59%) yang lengkap imunisasinya, dan dari 29 orang
responden yang dikategorikan kurang baik terdapat 19 orang (66%) yang
tidak lengkap imunisasinya.
31
5.2 Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat mengembangkan veriabel
penelitian dan sampel penelitian lebih banyak tentang status imunisasi bayi.
2. Bagi institusi diharapkan akan lebih mengembangkan penelitian lebih lanjut
mengenai imunisasi dan dapat memberikan informasi atau penyuluhan
kepada ibu yang mengimunisasi bayinya tentang imunisasi, dan menjelaskan
dampak apa saja yang akan terjadi pada bayi jika kurang di imunisasi.
3. Bagi pemerintah dan dinas kesehatan untuk lebih meningkatkan program
promosi kesehatan tentang pemberian imunisasi pada ibu- ibu.
4. Bagi responden yang mengimunisasikan anaknya lebih memahami imunisasi
dan mengikuti promosi kesehatan atau penyuluhan-penyuluhan tentang
imunisasi yang diadakan petugas kesehatan setempat.
5. Imunisasi sangat penting bagi seorang bayi demi meningkatkan kekebalan
tubuh maka di harapkan membawa bayi untuk di imunisasi, baik di posyandu
maupun di Puskesmas terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, 2006. Imunisasi Mengapa Perlu, http://www.pascaunhas.net/jurnal_pdf di akses 20 januari 2012.
Aguslina, Fazidah, 2007. Hepatitis B Ditinjau Dari Kesehatan Masyarakat danUpaya Pencegahan. FKM USU.http://www.library.usu.ac.id.
Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Yogyakarta .
Azwar S., 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta.http://www.gdl-res.badan litbang kesehatan.com..
Depkes RI. 2000. Imunisasi Bayi. Jakarta
. 2010. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta.
. 1998. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan DasarJakarta.
Dinas Kesehatan Aceh, 2012, Profil Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh.
Dinas Kesehatan, 2013. Data Cakupan Imunisasi. Aceh Barat.
Hadinegoro, dkk. 2005. Pedoman Imunisasi di Indonesia Edisi 3. IDAI (IkatanDokter Anak Indonesia). Jakarta.
Nadesul H. 2000. Makanan Sehat Untuk Ibu Hamil. Jakarta : Puspa Swara.
Nesti, 2012, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : SalembaMedika.
Notoatmodjo S. 1997. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu PerilakuKesehatan.Yogyakarta : Andi Offset.
. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta.Jakarta.
.2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian IlmuKeperawatan. Pedoman.
Rahayu, Sri. 2009. Faktor- Faktor yang mempengaruhi perilaku orang tuadalam memberikan imunisasi anak. Sumatera Utara : USU Press.
Rahmad Yuli. 2011. Cakupan Imunisasi di Aceh Masih Rendah. The GlobeJurnal.
Sari, Nurdiana. 2012. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Polio PadaBayi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta
Sampama, I, 2000. Perbandingan Tanggap Kebal Imunisasi Hepatitis Dosis ke-1 umur 0-7 hari dan umur 3 bulan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah(HST) Propinsi Kalimantan Selatan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.http://digilib.gunadarma.ac.id (Diakses tanggal 21 Mei 2012)
Simbolon, A. 2010. Pengaruh Karakteristik dan Lingkungan sosial budayaterhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi 0-7 hari diKelurahan Aek Muara Pinang Kecamatan Sibolga Selatan Kota Sibolga.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. http:// Repositoy USU. ac.id(Diakses tanggal 14 April 2012)
Prawirohardjo S. 1994. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka. Jakarta.
Purwodarminto. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid I. Jakarta : BalaiPustaka.
. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid II. Jakarta : BalaiPustaka.
Puskesmas. 2013. Data Jumlah Bayi dan Cakupan Imunisasi. Meureubo