hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten...

78
HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN KETEPATAN IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN BANYUMAS TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2 Minat Utama Epidemiologi Lapangan (Field Epidemiologi Training Program-FETP) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Diajukan oleh: Mariati NIM : 09/ 293259/ PKU/ 10792 Kepada PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012 TESIS

description

campak

Transcript of hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten...

Page 1: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN KETEPATAN IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN BANYUMAS

TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Derajat Sarjana S-2

Minat Utama Epidemiologi Lapangan (Field Epidemiologi Training Program-FETP) Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan

Diajukan oleh: Mariati

NIM : 09/ 293259/ PKU/ 10792

Kepada PROGRAM PASCA SARJANA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2012

TESIS

Page 2: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

ii

Page 3: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat

menyusun tesis yang berjudul Hubungan kelengkapan dan ketepatan imunisasi

campak dengan kejadian penyakit campak di Kabupaten Banyumas. Tesis ini

disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S-2 pada

Pendidikan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada T.A. 2011/2012.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak. Sehubungan dengan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih, M.A., M.Med.Ed., Ph.D., selaku Dekan

Fakultas Kedokteran UGM.

2. Prof. dr. Siswanto Agus Wilopo, SU., MSc., ScD., selaku Direktur Program

Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM.

3. Prof. dr. Hari Kusnanto, Dr.PH, selaku ketua minat Field Epidemiology

Training Program (FETP).

4. dr. Mei Neni Sitaresmi, SpAK, PhD., selaku Pembimbing Utama.

5. Trisno Agung Wibowo, SKM.,M.Kes., selaku Pembimbing Pendamping.

6. Dr. dr. Radjiman., selaku Ketua Dewan Penguji.

7. Prof. dr. Hari Kusnanto, DrPH dan dr. Retno Sutomo, SpA, PhD, SpOG,

M.Kes., selaku penguji tesis.

8. dr. Any Pratiwi, M.Kes. selaku Pembimbing lapangan

9. Seluruh bapak dan ibu dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan

dan pengarahan serta ilmu selama pendidikan di Program S-2 FETP UGM.

10. Para Staf Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Field Epidemiology Training

Program (FETP) yang telah banyak membantu selama pendidikan di

Program S-2 FETP UGM.

iii

Page 4: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

11. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas yang telah memberikan

kesempatan kepada kami untuk melaksanakan karya siswa di Dinas

Kesehatan Kabupaten Banyumas.

12. Para kepala bidang dan para kepala seksi beserta seluruh staf dan

karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas teristimewa Bidang P2M

dan P2PL.

13. Ummi, kakak, Ipar, adik dan ponakanku tercinta atas do’a, cinta, kasih

sayang dan dorongan serta semangatnya.

14. Teman-teman mahasiswa Field Epidemiology Training Program, Program

Pascasarjana UGM Angkatan 2009, kakak dan adik angkatan yang turut

membantu dalam kegiatan pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah

banyak memberikan bantuan dalam proses penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun, penulis harapkan guna

perbaikan di masa mendatang.

Yogyakarta, Januari 2012

Mariati

iv

Page 5: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Januari 2012

Mariati

v

Page 6: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul i

Halaman Persetujuan Kata Pengantar Pernyataan

ii

iii

v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar x

Intisari Abstrak

xi

xii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Manfaat Penelitian 5

E. Keaslian Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

A. Telaah Pustaka 7

B.

C.

Landasan Teori

Kerangka Teori

28

32

D. Kerangka Konsep 32

E. Hipotesis Penelitian 32

BAB III METODE PENELITIAN 33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian 33

B. Lokasi dan waktu penelitian 33

C. Populasi dan sampel penelitian 34

vi

Page 7: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

D

E

Besar Sampel

Identifikasi variabel

35

35

F.

G

H

Definisi Operasional

Instrumen Penelitian

Pengolahan data

35

36

36

I. Cara Analisis Data 36

J.

K.

L.

Etika Penelitian

Keterbatasan penelitian

Jalannya penelitian

36

36

37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38

A. HASIL PENELITIAN 38

B. PEMBAHASAN 49

BAB V A.

B.

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

SARAN

58

58

58

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................

Lampiran ...................................................................................................................

60

67

vii

Page 8: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4

Tabel 5

Tabel 6

Tabel 7

Tabel 8

Tabel 9

Tabel 10

Distribusi penentuan evikasi vaksin dengan studi kasus

control …………………………………………………........

Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi dengan

Mengguanakan Vaksin DPT/ HB Kombo menurut

Tempat Lahir Bayi …………………………………..………

Jadwal Pemberian Imunisasi pada Bayi Rekomendasi

IDAI 2010 ……………………………………………………

Kapadatan penduduk menurut kecamatan kabupaten

Banyumas tahun 2008 ……………………………………..

Distribusi penduduk menurut jenis pendidikan dan jenis

kelamin kabupaten banyumas tahun 2008 ………………

Distribusi frekuensi karakteristik responden pada

kelompok kasus campak dan kontrol pada balita di

Kabupaten Banyumas tahun 2007-2011 …………………

Distribusi kasus berdasarkan umur saat mendapat

imunisasi pada balita di Kabupaten Banyumas 2007-

2011 ………………………………………………………….

Distribusi frekuensi kasus campak pada balita

berdasarkan umur saat mendapat imunisasi campak per

puskesmas di Kabupaten Banyumas 2007-2011……….

Distribusi status penyakit, umur imunisasi dan umur

sakit campak pada balita per puskesmas dan desa di

Kabupaten Banyumas 2007-2011…………………………

Distribusi status imunisasi dan ketepatan waktu

imunisasi pada kasus kontrol di Kabupaten Banyumas

2007-2011 …………………………………………………...

Hal

19

22

23

36

37

39

40

41

42

43

viii

Page 9: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

Tabel 11

Tabel 12

Distribusi frekuensi variabel penelitian penyakit campak

pada balita berdasarkan status imunisasi campak, odds

ratio dan efikasi vaksin campak di Kabupaten

Banyumas 2007-2011 ……………………………………..

Hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi

campak dengan kejadian penyakit campak di

Kabupaten Banyumas 2007-2011 ………………………..

44

45

ix

Page 10: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Teori simpul (dasar) Inti permasalahan Kesehatan …….

Kerangka Teori ……………………………………………..

Kerangka Konsep ………………………………………….

Rancangan penelitian ………………………………………

Peta Kabupaten Banyumas ……………………………….

Sebaran kasus penyakit campak di kabupaten

Banyumas 2009-2010 ..…………………………………….

Peta Sebaran kasus penyakit campak per desa dan

puskesmas di Kabupaten Banyumas 2007-2011………..

Hal

25

28

28

29

34

38

43

x

Page 11: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

INTISARI

Latar belakang: Sekitar 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahun karena komplikasi campak. Kejadian luar biasa (KLB) campak sering terjadi di Kabupaten Banyumas, diantarnya tahun 2008 dengan Attack Rate (AR=11%), Case fatality rate (CFR=16,67%) dan 2009 kembali terjadi KLB 3 kali,. Pencapaian Desa Universal child immunization (UCI) Kabupaten Banyumas Tahun 2009 sebesar 99,4%. Program imunisasi campak seharusnya menurunkan angka kejadian penyakit campak. Tujuan: Untuk mengetahui hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak di Kabupaten Banyumas. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan metode kasus kontrol. Kasus campak adalah balita yang dinyatakan sebagai penderita campak berdasarkan diagnosis dokter puskesmas yang berasal dari laporan puskesmas dan tercatat pada program surveilans Dinas Kesehatan Banyumas tahun 2007-2011. Kontrol adalah Balita sehat yang berasal dari posyandu yang sama dengan kasus. Jumlah sampel masing- masing 113 orang untuk kasus dan kontrol. Variabel bebas penelitian ini adalah status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak sedangkan variabel terikat adalah kejadian penyakit campak. Analisis data dengan analisis bivariat . Hasil : Jumlah kasus campak di Kabupaten Banyumas tahun 2007-2011 sebanyak 113 kejadian. Hasil analisis bivariate menunjukkan bahwa status imunisasi campak (OR = 2,773, 95%CI 1,329-5,783 dan p= 0.008) dan Ketepatan imunisasi campak (OR =3,085, 95%CI 1,793-5,307 dan p = 0,00) berhubungan dengan kejadian penyakit campak pada Balita di Kabupaten Banyumas Kesimpulan : Balita yang tidak mendapat imunisasi campak tepat waktu mempunyai risiko terkena penyakit campak 3 kali lebih besar dibandingkan anak yang mendapat imunisasi campak tepat waktu di Kabupaten Banyumas. Kata kunci: Imunisasi, campak, Ketepatan imunisasi.

xi

Page 12: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

xii

HUBUNGAN STATUS IMUNISASI DAN KETEPATAN IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI KABUPATEN BANYUMAS

CORRELATION BETWEEN IMMUNIZATION STATUS

AND TIME APPROPRIATENESS IN MEASLES IMMUNIZATION AND THE INCIDENCE OF MEASLES AT DISTRICT OF BANYUMAS

Mariati1, Mei Neni Sitaresmi2, Trisno Agung Wibowo3

ABSTRACT

Background: Approximately 30,000 children of Indonesia die annually due to measles complications. Campak outbreaks occurred at District of Banyumas in 2008 with Attack Rate (AR=115), Case Fatality Rate (CFR=16.67%) and in 2009 outbreaks occurred three times. Achievement of Universal Child Immunization (UCI) of villages at District of Banyumas in 2009 was 99.4%. Program of measles immunization should reduce incidence rate of measles disease. Objective: To identify correlation between immunization status and time appropriateness in measles immunization and the incidence of measles disease at District of Banyumas. Method: The study was analytic observational with case control method. Cases were underfives diagnosed as having measles disease at health center and included in the surveillance program of Banyumas District Health Office in 2007-2011. Control comprised healthy underfives registered in the same integrated service post with the cases. Samples of each case and control consisted of 113 people. The independent variables were immunization status and time appropriateness in immunization whereas the dependent variable was the incidence of measles disease. Data analysis used bivariate technique. Result: There were as may as 113 cases of measles disease in 2007-2011. The result of bivariate analysis showed score of measles immunization was OR=2.733, 95%CI 1.329-5.783 and p=0.008 and time appropriateness in measles immunization was OR=3.085, 95%CI 1.793-5.307 and p=0.00, both were associated with the incidence of measles disease at District of Banyumas. Conclusion: Underfives that did not get measles immunization on time appropriateness had risk for having measles three times greater than those that had it on time appropriateness at District of Banyumas. Keywords: immunization, measles, time appropriateness. 1. Kampala Health Center, District of Sinjai, South Sulawesi . 2. Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University. 3. Health Office, Yogyakarta Special Territory. 

Page 13: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kerjasama global menjadi salah satu acuan dalam

pembangunan bidang kesehatan. Salah satu kerjasama global

tersebut adalah Millennium Development Goals (MDG's). Target MDGs

tahun 2015 yang tertuang dalam kerja sama global di point empat (4)

adalah mengurangi angka kematian anak. Target MDGs: Kematian

anak Tahun 2015 adalah 32 per 1000 kelahiran hidup dan imunisasi

adalah upaya yang sangat efektif untuk menurunkan angka kematian

anak.

Salah satu upaya yang efektif untuk menurunkan angka

kematian anak adalah dengan menurunkan penyakit yang Dapat

Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Diantara penyakit pada anak-anak

yang dapat dicegah dengan vaksin, campak adalah penyebab utama

kematian anak. Oleh karena itu pencegahan campak merupakan faktor

penting dalam mengurangi angka kematian balita. Telah disepakati 22

tujuan dalam pertemuan dunia tentang anak, salah satunya adalah

mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Di seluruh

Negara Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) dan South

East Asia Region (SEARO), imunisasi campak rata-rata umur 9-12

bulan dan merupakan imunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi di

antara imunisasi wajib lainnya (BCG, DPT, Polio, Hepatitis dan

Campak). Dengan demikian, diasumsikan bayi yang mendapatkan

imunisasi campak telah mendapatkan imunisasi lengkap. Berarti

besarnya cakupan imunisasi campak juga menggambarkan besarnya

cakupan bayi yang telah mendapatkan imunisasi lengkap.(Depkes,

2009).

Departemen Kesehatan telah menetapkan tujuan akhir program

imunisasi pada akhir tahun 2000 yaitu eradikasi polio, eliminasi tetanus

1

Page 14: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

2

neonatorium dan reduksi campak. Namun angka kejadian campak di

Indonesia sejak 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per

tahun demikian juga frekuensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB)

campak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Tetapi Case

Fatality Rate (CFR) berhasi diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur

terbanyak menderita campak adalah kurang 12 bulan diikuti umur 1-4

dan 5-14 tahun.(IDAI, 2010).

Sekitar 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahun karena

komplikasi campak artinya 1 anak meninggal tiap 20 menit karena

setiap tahun lebih dari 1 juta anak Indonesia yang belum diimunisasi

campak. Hasil laporan penyelidikan KLB campak di kelurahan Rua,

Kecamatan Pulau ternate kota Ternate, mei 2009 menyimpulkan

bahwa kasus terjadi pada golongan umur <5 tahun (72%) dan

sebanyak 72% kasus mendapat imunisasi campak dan kasus memiliki

status gizi sedang dan rendah (Depkes 2009).

Frekuensi KLB campak di Kabupaten Banyumas yang

meningkat di tahun 2008 dengan Attack Rate (AR=11%), Case fatality

rate (CFR=16,67%) kembali tejadi lagi pada tahun 2009 di 3 tempat

pada wilayah kerja puskesmas Lumbir, puskesmas Purwojati dan

Puskesmas Patikraja. Desa cidora (puskesmas Lumbir) dengan Attack

Rate (AR 12%), desa Purwojati (puskesmas Purwojati) (AR=12%) dan

desa Patikraja (Puskesmas Patikraja( (AR=5,6%). Sementara

pencapaian desa Universal child immunization (UCI) Kabupaten

Banyumas Tahun 2009 99,4%. Program imunisasi campak seharusnya

dapat menurunkan angka kejadian penyakit campak.

Peningkatan kasus campak di Tahun 2009 terjadi pada bulan

Mei sedangkan Tahun 2010 terjadi dibulan April. Kasus campak masih

muncul bahkan terjadi KLB. Jumlah penderita campak tahun 2009

sebanyak 186 kasus terjadi peningkatan dari tahun 2008 sebanyak

124 kasus atau meningkat 50% kasus campak (Dinkes Kabupaten

Banyumas 2010).

Page 15: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

3

Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan

Program Imunisasi (PPI) atau Expanded program on immunization

(EPI) di Indonesia dilaksanakan sejak tahun 1977. (IDAI, 2008). PPI

merupakan program pemerintah dibidang imunisasi guna mencapai

komitmen internasional yaitu universal child immunization (UCI) pada

akhir 1982 menjadi komitmen internasional dalam rangka child

survival pada akhir tahun 1990. Program UCI secara nasional dicapai

pada tahun 1990 diantaranya cakupan campak minimal 80% sebelum

umur 1 tahun. salah satu yang termasuk dalam program PPI adalah

imunisasi campak dengan tujuan akhir (ultimate goal) sesuai dengan

komitmen internasional adalah reduksi campak (RECAM).

Tujuan program imunisasi campak adalah untuk melindungi

anak yang masih muda dari infeksi campak yang berat, dapat

memberikan imunitas jangka panjang serta mencegah penularan

penyakit lebih luas (Setiawan,2008). Umur optimum untuk mendapat

imunisasi tergantung situasi epidemiologi penyakit campak di suatu

Negara serta pertimbangan program. Umur anak saat mendapat

imunisasi sangat bervariasi dari 6-15 bulan namun ini masih menjadi

masalah untuk didiskusikan.

Serokonversi yang terjadi ditentukan oleh antibodi maternal

spesifik terhadap virus campak pada tubuh. Oleh karena itu disarankan

umur optimal agar terjadi serokonversi dan kemungkinan mendapat

penyakit campak sebelum umur tersebut (Setiawan,2008). Sudah

terbukti bahwa program imunisasi dapat memperbaiki kehidupan anak-

anak di negara berkembang. Daerah yang prevalensi penyakit campak

masih tinggi, imunisasi campak dilakukan secara rutin pada umur 9

bulan. Daerah yang jarang penyakit campak, dilakukan pemberian

imunisasi umur 12-15 bulan (Setiawan,2008).

Pencapaian Desa UCI Kabupaten Banyumas Tahun 2009

sebanyak 99,4% dan untuk Tahun 2010 sampai dengan Juni sebanyak

41% dari 331 sasaran/ desa. Pencapaian Imunisasi dan Desa UCI

Page 16: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

4

Kabupaten Banyumas selama 4 Tahun terakhir dengan target dan

pencapai desa UCI bahwa target Kabupaten Banyumas telah

melampaui target kabupaten yaitu 97% maupun target nasional yaitu

95% (Dinkes Kabupaten Banyumas 2010).

Cakupan imunisasi dan pencapaian UCI dari tahun 2007–

2010 yang ada di Kabupaten Banyumas telah mencapai target namun

kejadian kasus Campak masih saja ada.

Sebagai perbandingan Kecamatan Ambal merupakan salah

satu kecamatan di Kabupaten Kebumen yang mencapai UCI selama 6

tahun berturut dengan cakupan lebih dari 85%. Cakupan ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuwono dan Lubis (1987) di

Kabupaten Kuningan bahwa cakupan lebih dari 90% anak-anak yang

kebal terhadap campak hanya 29,8%. Hasil penelitian ini sesuai

kenyataan bahwa walaupun Kabupaten Banyumas telah mencapai

UCI namun masih saja terjadi kejadian luar biasa campak.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, Perumusan masalah

penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah kasus campak pada balita di Kabupaten Banyumas berhubungan dengan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak?”

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Hubungan kejadian penyakit campak pada balita dengan status

imunisasi campak di Kabupaten Banyumas.

2. Hubungan kejadian penyakit campak pada balita dengan ketepatan

imunusasi campak di Kabupaten Banyumasas .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Banyumas.

Sebagai bahan masukan dalam peningkatan mutu dalam pelayanan

imunisasi untuk pencegahan kejadian penyakit campak.

Page 17: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

5

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat menambah studi kepustakaan dan

diharapkan menjadi masukan yang berarti dan bermanfaat

3. Bagi Peneliti : dapat memberikan pengetahuan dan menambah

wawasan ilmu penegetahuan dalam penelitian ilmiah.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang hubungan kelengkapan dan ketepatan

imunisasi Campak dengan kejadian penyakit campak belum pernah

dilakukan di Kabupaten Banyumas.

Adapun Penelitian tentang imunisasi campak yang pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti dengan fokus penelitian dan metode

serta tempat yang berbeda adalah :

1. Suardiyasa (2008)

Penelitian tentang faktor-faktor risiko kejadian penyakit campak

pada balita di Kabupaten Tolitoli propinsi Sulawesi Tengah bahwa

ada hubungan bermakna secara statistik signifikan (p<0,05) antara

belum pernah menderita penyakit campak, status imunisasi, status

gizi dan pengetahuan ibu dengan kejadian penyakit campak pada

anak balita di Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah.

2. Siregar (2002)

Penelitian tentang faktor risiko utama menimbulkan kejadian

campak pada anak umur 9 bulan – 6 tahun pada saat kejadian luar

biasa (KLB) di Kabupaten Bogor tahun 2002. Metode yang

digunakan adalah case control.

3. Duski (2001)

Penelitian Duski di Tahun 2000 dengan judul Hubungan status

imunisasi campak dengan kejadian campak pada anak usia

dibawah 5 tahun saat peristiwa KLB campak di Desa Pagerageung

Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya, metode ini

menggunakan kohort dengan variabel yang berpengaruh terhadap

kejadian campak adalah status imunisasi.

Page 18: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

6

Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian

yang akan penulis lakukan adalah dalam pengamatan status imunisasi

dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak di

kabupaten Banyumas.

Page 19: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

A. Epidemiologi Penyakit Campak 1. Pengertian Campak

Campak adalah penyakit sangat menular dengan gejala

prodromal seperti demam, batuk, coryza/pilek dan conjungtivitis,

diikuti munculnya ruam makulopapuler yang menyeluruh diseluruh

tubuh(Setiawan,2008). Penyakit campak yang masuk kedalam

masyarakat yang belum pernah terserang akan mengakibatkan

kematian yang banyak. Perkembangan vaksin hidup yang

dilemahkan sudah berhasil namun peyakit campak masih

merupakan penyebab kematian bayi dan anak yang terbesar di

Negara sedang berkembang dan juga di Negara industri yang

sudah maju (Setiawan,2008).

2. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh virus golongan

paramyxoviridae. Campak adalah virus lipid diselimuti beruntai

tunggal RNA virus di Paramyxoviridae keluarga dan Morbillivirus

genus. Anggota lain dari genus ini adalah virus rinderpest ternak

dan virus distemper anjing, tetapi manusia adalah tuan rumah

hanya virus campak. Dari 6 protein struktural utama dari virus

campak, 2 yang paling penting dalam hal induksi kekebalan adalah

hemaglutinin (H) dan protein fusi (F) protein. Antibodi penetralisir

diarahkan terhadap protein H, dan antibodi terhadap proliferasi F

protein batas selama infeksi virus. Variasi kecil dalam komposisi

genetik juga telah diidentifikasi yang mengakibatkan tidak

berpengaruh pada imunitas protektif tapi memberikan penanda

molekuler yang dapat membedakan antara jenis virus. Tanda

7

Page 20: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

8

tersebut telah bermanfaat dalam evaluasi penyebaran endemik

campak.

3. Masa Inkubasi Masa inkubasi penyakit campak berada diantara 8-13 hari

dengan rata-rata 10 hari (Dirjen P2PL 2009) sedangkan menurut

setiawan 2008, 10-14 mulai dari mendapat paparan sampai

munculnya gejala klinis. Gejala prodormal pertama penyakit adalah

demam, lemas, anoreksia, disertai batuk, pilek dan konjungitvitis

dan berkhir 2 sampai 3 hari. Periode ini, mukosa pada pipi muncul

lesi punctat kecil berwarna putih yang merupakan tanda diagnostic

dini penyakit campak yang biasa disebut koplik’s spots(Setiawan,

2008.

4. Sumber dan cara penularan Sumber penularan campak adalah manusia sebagai

penderita. Penularan dapat terjadi melalui batuk, bersin (sekresi

hidung). Penularan campak terjadi 1-3 hari sebelum panas (Dirjen

P2PL 2009).

5. Pengobatan Pengobatan penyakit infeksi virus sampai saat ini belum

ada yang dapat menyembuhkan secara efektif sehingga sebagian

penderita akan sembuh sendiri, meninggal atau mengalami cacat

seumur hidup. Antivirus standar juga tidak dapat menyembuhkan

penyakit campak. Ribavirin dapat menghambat replikasi virus

campak secara in vitro dan mungkin dapat mengurangi gejala

penyakit yang berat pada saat terjadi infeksi akut (Setiawan, 2008).

Penderita immunocompromised yang menderita pneumonitis

campak diberi obat ribavirin aerosol ternyata tidak mmeperlihatkan

bukti perbaikan yang jelas tetapi dari laporan-laporan kasus

ternyata rebavirin yang diberikan secara intravena lebih

memberikan efek.

Page 21: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

9

6. Epidemiologi Penyakit campak sering terjadi pada anak usia dibawah 15

tahun dengan angka kematian di Indonesia sebanyak 0,6% di

tahun 1996. Di daerah dengan cakupan imunisasi campak yang

rendah selama beberapa tahun akan terjadi akumulasi kelompok

rentan campak sehingga dapat menimbulkan KLB. Bagi penderita

campak dengan status gizi buruk sering menimbulkan komplikasi

yang berat bahkan kematian (Depkes 2009).

Indonesia termasuk dalam 47 negara sebagai penyumbang

kematian karena kasus campak didunia. Program imunisasi

campak di Indonesia dimulai tahun 1982, dan pada tahun 1991

Indonesia telah mencapai imunisasi dasar lengkap universal child

immunization (UCI) secara nasional, meskipun demikian masih ada

beberapa daerah yang cakupan imunisasi campaknya masih

rendah sehingga sering terjadi kejadian luar biasa (KLB) campak.

Salah satu tahapan dalam upaya pemberantasan campak ialah

Tahap Reduksi Campak yang salah satu strateginya ialah

Surveilans (Dirjen P2PL. 2009. Muchlastriningsih 2005).

Sebagai dampak program imunisasi tersebut terjadi

kecenderungan penurunan insidens campak pada semua golongan

umur. Pada bayi (< 1 tahun) dan anak umur 1-4 tahun terjadi

penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14

tahun relatif landai.

Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap Rumah

Sakit pada tahun 1982 adalah sebesar 73 kasus kematian dengan

angka fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) sebesar 4,8 %

dan mengalami penurunan sebesar 80 % pada tahun 1996 (16

kematian, CFR 0.6%).

Di beberapa daerah terutama daerah dengan cakupan

imunisasi campak rendah atau pada daerah dengan akumulasi

Page 22: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

10

kelompok rentan/suseptibel yang tidak tercakup imunisasi dalam

beberapa tahun (3-5 tahun) sering terjadi KLB campak. Distrbusi

kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur

1-4 tahun dan 5-9 tahun,dan pada beberapa daerah dengan

cakupan imunisasi tinggi dan merata cenderung bergeser pada

kelompok umur yang lebih tua (10 -14 tahun).

Pemeriksaan serologi untuk menegakkan diagnosa campak

pada KLB dari sampel yang diambil menunjukkan 87,5% sampai

dengan 95% IgM (+) dan dari pemeriksaan virologi di Jawa Tengah

(Tegal, Kendal, Wonogiri, Pemalang) dan Irian Jaya telah dapat

diisolasi virus campak dengan type G2 yang berasal dari Pemalang

serta Irian Jaya, yang masih sama dengan type virus di Indonesia

(Depkes, 2005)

Propinsi Jawa Tengah dan DIY pada tahun 2009 masih

ditemukan kasus campak dan rubella sebanyak 70 kasus, kasus

terbanyak terjadi pada golongan umur 1-5 tahun diikuti umur 6-10

tahun kemudian umur 0-1 tahun dan seterusnya bahkan terjadi

pada umur dewasa yaitu umur 35 tahun. Jumlah kasus campak di

Jawa Tengah mulai tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 terus

meningkat dari 1.987 kasus meningkat menjadi 28.955 kasus pada

tahun 2000.

7. Patogenesis

Campak terdiri dari 4 tahap: masa inkubasi, penyakit

prodromal, fase exanthematous, dan pemulihan. Selama inkubasi,

virus campak berpindah ke kelenjar getah bening regional. Sebuah

terjadi kemudian viremia primer yang menyebarkan virus ke sistem

retikuloendotelial. Sebuah viremia sekunder menyebar virus ke

permukaan tubuh. Penyakit prodromal mulai mengikuti viremia

sekunder dan berhubungan dengan nekrosis epitel dan

pembentukan sel raksasa di jaringan tubuh. Sel yang dibunuh oleh

fusi membran sel-untuk-sel plasma yang berhubungan dengan

Page 23: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

11

replikasi virus yang terjadi pada jaringan tubuh, termasuk sel-sel

sistem saraf pusat (SSP). Virus shedding dimulai pada fase

prodromal. Dengan onset ruam, produksi antibodi dimulai dan

replikasi virus dan gejala mulai mereda. Campak virus juga

menginfeksi sel CD4 + T, mengakibatkan penekanan respon imun

Th1 dan banyak efek imunosupresif lainnya.

8. Infeksi Campak Tanpa Gejala Pada individu dengan antibodi yang diperoleh secara pasif,

seperti bayi dapat terjadi suatu bentuk subklinis campak. Ruam

mungkin tidak jelas, singkat atau jarang. Demikian juga, beberapa

individu yang telah menerima vaksin saat terkena campak. Orang

dengan campak tanpa gejala atau subklinis tidak terjangkit virus

campak dan tidak menularkan infeksi untuk kontak rumah tangga.

Pasien mulai sakit demam tinggi dan sakit kepala diikuti

dengan munculnya ruam makulopapular pada ekstremitas yang

menjadi petechial dan purpura dan berkembang dalam arah

sentripetal.

9. Diagnosis. Konfirmasi serologi yang paling mudah dibuat oleh

identifikasi imunoglobulin M (IgM) antibodi dalam serum. Antibodi

IgM muncul bersamaan dengan munculnya ruam pada kulit dan

pada sebagian besar penderita dapat dideteksi 3 hari sesudah

munculnya ruam pada kulit. Antibodi IgM cepat meningkat dan

kemudian menurun sehingga tidak dapat dideteksi sesudah 4-12

minggu (Setiawan, 2008.

Jika spesimen serum dikumpulkan <72 jam setelah onset

ruam dan negatif untuk antibodi campak, spesimen ulangi harus

diperoleh. Konfirmasi serologi juga dapat dilakukan dengan

demonstrasi kenaikan 4 kali lipat pada antibodi IgG dalam

spesimen akut dan konvalesen diambil 2-4 minggu

kemudian. isolasi virus dari darah, urin, atau sekresi pernafasan

Page 24: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

12

dapat dicapai oleh budaya di Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit (CDC) atau laboratorium lokal atau negara. Diagnosis

kasus campak terdiri dari:

a. Kasus klinis adalah kasus yang menunjukkan gejala panas,

rash dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata

merah.

b. Kasus konfirmasi adalah kasus klinis yang disertai hasil

konfirmasi laboratorium serologis (IgM + atau kenaikan titer

antibody 4 kali) atau kasus campak yang mempunyai kontak

langsung (hubungan epidemiologi) dengan kasus konfirmasi

dalam periode 1-2 minggu (Dirjen P2PL 2009).

10. Diagnosa Banding

a. German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik,

tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipital, servikal

bagian posterior, belakang telinga.

b. Eksantema subitum. Ruam akan muncul bila suhu badan

menjadi normal. Rubella infantum (eksantema subitum)

dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum

tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi

enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam

campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit.

Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam

biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas

terlibat. Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau

pemberian obat biasanya membantu mengenali penyakit serum

atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai

dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi

batuk dan konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada

meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam

papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan

Page 25: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

13

daging angsa di atas dasar eritematosa relatif mudah

dibedakan. 11. Komplikasi

Komplikasi biasanya sering terjadi pada anak-anak dibawah

usia 5 tahun dan anak-anak dengan gizi buruk. Komplikasi dapat

berupa radang telinga tengah, radang paru (pneumonia) atau

radang otak (ensefalitis). Kematian pada penyakit campak bukan

karena penyakit campaknya sendiri melainkan karena komplikasi

dengan radang otak/paru. kesakitan dan kematian akibat campak

pada pasien <5 tahun usia (terutama <1 tahun usia) dan orang-

orang tahun 20> usia.

Komplikasi campak sebagian besar disebabkan oleh efek

patogen virus pada saluran pernafasan (pneumonia) dan sistem

kekebalan tubuh. Pneumonia adalah penyebab paling umum

kematian pada campak. Patogen bakteri yang paling umum adalah

S. pneumoniae, H. influenzae, dan S. aureus. Obliterans

bronchiolitis. Croup, trakheitis, dan bronkiolitis adalah komplikasi

umum pada bayi dan balita dengan campak. Pneumonitis terjadi

pada 58% pasien dengan keganasan yang terinfeksi dengan

campak, dan ensefalitis terjadi pada 20%

12. Pencegahan Vaksin profilaksis biasanya diberikan pada bayi yang

berumur lebih dari 9 bulan dalam 72 jam setelah mendapat

paparan inveksi virus. Normal human immunoglobulin (NHIG) dapat

diberikan jika bayi kontak lebih dari 72 jam tapi tidak lebih dari 7

hari (Setiawan, 2008).

Pemberian imunisasi vaksin campak dalam 72 jam sangat

efektif karena masa inkubasi galur vaksin lebih singkat (4-6 hari)

sedangkan masa inkubasi virus campak tipe liar adalah 10-14 hari.

Page 26: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

14

13. Imunisasi Campak Tahun 1963 dibuat dua jenis vaksin campak yaitu 1). Vaksin

dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonston B).

2). Vaksin yang berasal dari virus yang dimatikan. Virus yang

dimatikan adalah virus campak yang berada dalam larutan formalin

yang dicampur dengan garam aluminium.(IDAI, 2008).

Dosis minimal yang baku untuk pemberian vaksin campak

yang dilemahkan adalah 1000 TCID 50 atau 0,5 ml. Vaksin hidup,

pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat

memberikan hasil yang baik. Diajurkan pemberiannya secara

subkutan tapi dapat juga diberikan secara intramuscular.

Di Negara yang sedang berkembang angka kejadian

campak masih tinggi dan seringkali dijumpai penyulit. WHO telah

menganjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi saat umur 9

bulan.

Imunisasi campak tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak

dengan imonudefisiensi primer, pasien TB yang diobati, pasien

kanker atau transplantasi organ, yang mendapat pengobatan

imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised

yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa imunosupresi

berat dan tidak ada bukti kekebalan terhada campak bisa

mendapat imunisasi campak. 14. Konsep Imunisasi Campak

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Imunisasi memuat antara lain:

a. Pengertian umum Imunisasi: 1) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga

bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan

menderita penyakit tersebut.

Page 27: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

15

2) Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk

mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan.

3) Imunisasi lanjutan adalah imunisasi ulangan untuk

mempertahankan tingkat kekebalan di atas ambang

perlindungan atau untuk memperpanjang masa

perlindungan.

4) Bulan Imunisasi Anak Sekolah yang selanjutnya disebut

BIAS adalah bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada

anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap

tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1, 2 dan 3 di

seluruh Indonesia.

5) Universal Child Immunization yang selanjutnya disebut UCI

adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara

lengkap pada semua bayi. Bayi adalah anak dibawah umur 1

tahun.

6) Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari

kuman, komponen kuman,atau racun kuman yang telah

dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang

kekebalan tubuh seseorang.

b. Aspek Imunologi Imunisasi Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan

kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,

sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak

terjadi penyakit (IDAI 2008). Jika dilihat dari cara timbulnya,

terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan passif dan

kekebalan aktif.

1) Kekebalan pasif : kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,

bukan di buat oleh indivudu itu sendiri. Misalnya: kekebalan

pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang

diperoleh setelah pemberian suntikan immunoglobulin.

Page 28: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

16

Kekebalan pasif tidak belangsung lama karena akan

dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG 28 hari,

sedangkan waktu paruh immunoglobulin lainnya lebih

pendek.

2) Kekebalan aktif: kekebalan yang di buat oleh tubuh sendiri

akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau

terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif berlangsung lebih

lama daripada kekebalan passif karena adanya memori

imunologi.

c. Tujuan Imunisasi Imunisasi bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit

tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu

pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan

penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola.

d. Respon imun Respon imun : respon tubuh berupa urutan kejadian yang

kompleks terhadap antigen (Ag) berguna mengeliminasi antigen

tersebut. Pertahanan tubuh dikenal dua macam:

1) Mekanisme pertahanan nonspesifik atau nonadaptif ataupun

innate artinya tidak ditujukan berbagai macam antigen.

2) Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif

khusus pada satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih

cepat dan lebih banyak pada pemberian antigen berikutnya

ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada

pengenalan pertama kali antigen.

e. Keberhasilan imunisasi Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor

yaitu status imun pejamu, faktor genetik pejamu serta kualitas

dan kuantitas vaksin (IDAI 2008)

Page 29: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

17

1) Status imun pejamu

Antibodi spesifik terjadi pada pejamu terhadap vaksin

yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi.

Misal pada bayi yang semasa janin mendapat antibodi

maternal spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi

campak diberikan pada saat kadar antobodi spesifik campak

masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang

memuaskan.

Status imun mempengaruhi juga hasil imunisasi.

Individu yang mendapat obat imunosupresan, menderita

defisiensi imun congenital. Dengan adanya defisiensi imun

merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena

dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut.

Demikian halnya vaksinasi pada individu yang menderita

penyakiit infeksi sistemik misal campak, Tb milier akan

mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.

Gizi buruk juga akan menurunkan fungsi sel sistem

imun missal makrofag dan limfosit. imunitas selular menurun

dan imunitas humoral spesifitasnya rendah.

2) Faktor genetik pejamu

Variabilitas genetik mempengaruhi interaksi antara

sel-sel imun. Secara genetik respon imun manusia dapat

dibagi atas responder baik, cukup dan rendah terhadap

antigen tertentu. Ini akan memberikan respon rendah

terhadap antigen tertentu tetapi terhadap antigen lain dapat

lebih tinggi. Karenanya tidak heran bila ditemukan

keberhasilan vaksinasi tidak 100%.

Agamaglobulin yang terangkai dengan kromosom x

yang hanya ada pada anak laki-laki atau penyakit alergi yaitu

penyakit yang menunjukkan perbedaan responsi imun

terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang

Page 30: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

18

diturunkan. Faktor tersebut mendukung adanya peran

genetik dalam respon imun hanya saja mekanisme yang

sebenarnya belum di ketahui.

3) Kualitas dan kuantitas vaksin

Vaksin adalah mikroorganisme yang diubah sehingga

patogenesitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap

mengandung sifat antigenesitasnya. Faktor keberhasilan

vaksin ditentukan oleh kualitas dan kuantitas vaksin

diantaranya: a) Cara pemberian vaksin, ini akan

mempengaruhi respon imun yang timbul. b) Dosis Vaksin,

dosis yang terlalu tinggi atau terlalu rendah mempengaruhi

respon imun yang terjadi. c) Frenkuensi pemberian

mempengaruhi respon imun yang terjadi. d) Ajuvan adalah

zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respon

imun terhadap antigen. f) Jenis Vaksin, vaksin hidup akan

menimbulkan respon imun lebih baik dibanding vaksin mati.

f. Efikasi Vaksin Campak Pemeriksaan serologi dilakukan untuk menilai vaccine

efficacy (VE) tetapi tergantung dengan laboratorium dengan

biaya yang mahal sehingga tidak dapat dilakuka secara luas di

lapangan. Evikasi vaksin adalah kemampuan vaksin campak

melindungi terhadap penyakit bagi mereka yang sudah

diimunisasi yang dihitung dalam %. Efektivitas vaksin

diperkirakan dengan mengurangi dari 1 paparan odds rasio

untuk kasus divaksinasi dibandingkan divaksinasi kontrol (1 -

rasio odds. Karena campak masih sangat langka pada anak-

anak (rata-rata tahunan, 2 kasus/100, 000 penduduk), rasio

odds diperkirakan risiko relatif. (Sonja et al)

Distribusi penentuan efikasi vaksin (EV) dengan studi

kasus kontrol dapat dilihat pada tabel 1.

Page 31: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

19

Tabel 1. Distribusi penentuan evikasi vaksin dengan studi kasus kontrol

Imunisasi kasus kontrol Vaksin Tidak vaksin

a c

b d

RR=OR= ad bc VE (%) = (1-RR)x100

= (1-ad)x100 bc

15. Status imunisasi dan Ketepatan Imunisasi Campak

Penyelenggaran program imunisasi harus dimaksimalkan

karena cakupan imunisasi yang tinggi dapat memberikan gambaran

status kekebalan bayi terhadap penyakit.

Status imunisasi yang diberikan akan sangat berguna untuk:

a) Menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit

menular. b) Memberikan kekebalan terhadap penyakit menular

tertentu, sehingga biaya pengobatan tidak diperlukan.

Apabila Bayi atau balita tahan terhadap beberapa penyakit

berbahaya, maka Bayi atau balita tersebut akan tumbuh dan

berkembang menjadi manusia yang sehat. Mereka yang telah

diimunisasi tersebut kadang menimbulkan reaksi samping imunisasi

tetapi para orang tua tidak perlu khawatir terhadap imunisasi yang

dilakukan terhadap anak-anaknya dan juga wanita hamil dan usia

subur. Suntikan hanya menyebabkan sakit sedikit untuk sesaat, hal

itu wajar dan tidak perlu dikhawatirkan.

16. Antibodi maternal dan imunisasi a. Penyebaran Antibodi Maternal Melalui Plasenta

Antibodi bayi baru lahir telah didapat sejak berada dalam

kandungan. Antibodi yang didapat dari ibu kandungnya

sehingga disebut antibodi maternal. Antibodi maternal melalui

plasenta menyeberang dari tubuh ibu ke tubuh janin. Titer

antibodi di dalam tubuh ibu terkadang lebih rendah jika

Page 32: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

20

dibandungkan dengan titer antibodi bayi. Antibodi maternal bayi

dapat melindungi dirinya dari serangan penyakit. Bayi juga

terlindung dari serangan penyakit yang diperoleh antibodi dari

ibu saat menyusui.(Setiawan , 2008).

Titer immunoglobulin G (IgG) bayi baru lahir lebih tinggi

dari pada titer di dalam tubuh ibunya. Antibodi maternal spesifik

terhadap antigen virus campak biasanya menghilang pada

bulan pertama kehidupan, sementara sistem imun neonates

sendiri mulai tumbuh dan berkembang (Setiawan, 2008). Bayi

mulai mempunyai risiko tinggi untuk infeksi ini terjadi pada saat

antibodi maternal mulai menurun dan menghilang. Saati itulah

imunisasi bayi sangat penting disaat maternal mulai menurun.

Tujuan pemberian imunisasi campak sedini mungkin

adalah untuk mempersempit windows of susceptibility terhadap

infeksi campak yaitu jarak antar terjadinya penurunan antibodi

maternal dari bayi yang diperoleh dari ibu dan antibodi yang

muncul sebagai akibat imunisasi. (Setiawan, 2008)

b. Pengaruh Antibodi Maternal Terhadap Respon Imun Bayi

Antibodi maternal (IgG) yang diperoleh secara pasif

dapat menghambat respon imun terhadap vaksin yang diberikan

kepada bayi. Usaha telah banyak dilakukan agar penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi pada bayi muda dapat

dihindari. (Setiawan, 2008)

c. Faktor-Faktor Antibodi Maternal Yang Menghambat Respon Imun

Terhadap Vaksin

Faktor utama hambatan respon antibodi terhadap vaksin

oleh antibodi maternal adalah titer antibodi maternal saat

dilakukan imunisasi. Antibodi maternal hanya hidup dalam tubuh

bayi hanya beberapa minggu saja. Jika imunisasi ditunda

selama satu bulan maka titer antibodi maternal dalam tubuh

bayi akan turun 50%. Strategi lain yang bisa dilakukan untuk

Page 33: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

21

mengatasi efek hambatan antibodi maternal adalah 1) menunda

pemberian imunisasi sampai titer antibodi maternal tidak ada, 2)

dosis antigen vaksin dinaikkan yang digunakan untuk

mengimunisasi, 3) mengembangkan vaksin yang dapat

diberikan lewat mukosa karena konsentrasi antibodi maternal

yang mencapai mukosa jauh lebih rendah dibandingkan dengan

yang terdapat di dalam serum (Setiawan, 2008).

17. Jadwal Imunisasi Campak

a. Jadwal imunisasi rekomendasi dari Depkes RI Tahun 2005 Imunisasi Campak yang hanya diberikan satu kali pada

usia 9 bulan, dalam kajian Badan Penelitian dan

Pengembangan Depkes ternyata kurang memberikan

perlindungan jangka panjang. Oleh karena itu, campak

diberikan penguat pada saat masuk sekolah dasar melalui

program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah). Vaksin yang

diberikan pada imunisasi rutin meliputi:

1) Pada Bayi : Hepatitis B, BCG, Polio, DPT dan Campak.

2) Pada Anak Sekolah : DT , Campak dan TT.

3) Pada WUS : TT.

Pemberian imunisasi pada bayi berdasarkan jadwal

rekomendasi dari Depkes RI 2005 dapat dilihat pada tabel 2.

Page 34: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

22

Tabel 2. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Dengan Menggunakan Vaksin DPT/ HB Kombo

Menurut Tempat Lahir Bayi

Umur Jenis Imunisasi Tempat Bayi lahir di rumah: 0 bulan (0-7 hari) HB 1 Rumah 1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu* 2 bulan DPT1/HB kombo 1,Polio2 Posyandu* 3 bulan DPT/ HB Kombo 2, Polio3 Posyandu* 4 bulan DPT/ HB Kombo 3, Polio4 Posyandu* 9 bulan Campak Posyandu* Bayi lahir RS/ Bidan praktek : 0 bulan HB 1 RS/RB/Bidan# 2 bulan DPT1/HB kombo 1,Polio2 RS/RB/Bidan# 3 bulan DPT/ HB Kombo 2, Polio3 RS/RB/Bidan#

4 bulan DPT/ HB Kombo 3, Polio4 RS/RB/Bidan# 9 bulan Campak RS/RB/Bidan#

* : Atau tempat pelayanan lain # : Atau posyandu Sumber: Depkes RI, 2005

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pemberian imunisasi

Campak dapat diberikan pada bayi yang berumur 9 bulan baik

yang lahir di Rumah/ rumah sakit atau bidan praktek.

b. Jadwal imunisasi campak rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Jadwal imunisasi IDAI secara berkala dievaluasi untuk

penyempurnaan, departemen kesehatan/WHO, kebijakan global

dan pengadaan vaksin di Indonesia. Secara garis besar Jadwal

imunisasi tahun 2008 sama dibandingkan dengan jadwal tahun

2004 yang tertera pada buku imunisasi edisi kedua. Perbedaan

terletak pada penambahan vaksin yang dianjurkan (non-PPI)

serta jadwal imunisasi varisela yang dianjurkan diberikan pada

umur 5 tahun (jadwal tahun 2007), pada jadwal 2008

ditambahkan vaksin rotavirus dan HPV (human papilloma virus).

Jadwal imunisasi rekomendasi dari IDAI Tahun 2010 dapat

dilihat pada tabel 3.

Page 35: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

23

Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Rekomendasi IDAI 2010

 Vaksin Keterangan

BCG Optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tuberculin pra-BCG tidak dimungkinkan, BCG dapat diberikan, namun harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu dievaluasi lebih lanjut (diagnostic TB)

Hepatitis B Pertama diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir. Polio OPV 0 diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di RB/RS

diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV atau IPV.

DTP Diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan DTP umur 18 bulan dan 5 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan. Untuk anak umur diatas 7 tahun dianjurkan.

Campak Diberikan pada umur 9 bulan, vaksin ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal imunisasi Kementrian Kesehatan.

Hib Diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Diberikan terpisah atau kombinasi.

Pneumokokus ( PCV )

Dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan. Pada umur 7 – 12 bulan, diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur > 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur 15 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1 kali.

Influenza Diberikan pada umur > 6 bulan, setiap tahun. Pada umur < 9 tahun yang mendapat vaksin influenza pertama kalinya harus mendapat 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

MMR Dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan diberikan pada umur 5-7 tahun.

Tifoid Tifoid polisakarida injeksi diberikan pada umur ³ 2 tahun, diulang setiap 3 tahun.

Hepatitis A Hepatitis A diberikan pada umur > 2 tahun, dua kali dengan interval 6-12 bulan..

HPV Jadwal vaksin HPV bivalen 0, 1, 6 bulan; vaksin tetravalen 0, 2, 6 bulan. Dapat diberikan mulai umur 10 tahun.

Varisela Dapat diberikan setelah umur 12 bulan

terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12 tahun

Sumber : IDAI 2010. Koordinasi pelayanan imunisasi rutin oleh swasta

diperlukan untuk penyediaan vaksin dan pelaporan. Prosedur

yang dilakukan pada komponen ini adalah : Skrining, menjaring

sasaran di semua pintu masuk BP/KIA atau dalam kegiatan

MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Petugas harus

mengantisipasi adanya penolakan terhadap imunisasi. Alasan

Page 36: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

24

yang biasa dikemukakan oleh keluarga harus dibicarakan agar

tindakan yang tepat dapat diberikan. Misalnya imunisasi

campak tidak perlu diberikan pada anak yang pernah menderita

campak yang ditandai dengan gejala pathognomonis campak

yaitu hiperpigmentasi dan deskuamasi.

B. Landasan Teori Sebagian besar penyakit yang diderita manusia dikaitkan dengan

interaksi hubungannya dengan lingkungan. Interaksinya tersebut

menimbulkan masuknya atau dimasukkannya zat, bahan, makanan,

minuman, udara yang mengandung benda hidup atau benda mati

berbahaya. Zat berbahaya didalam tubuh menimbulkan mengeluarkan

racun atau toxin yang membuat kinerja suatu organ tubuh terganggu.

Terkadang tubuh juga memberikan reaksi terhadap benda asing yang

masuk membuat zat tersebut menjadi berlipat – lipat kali bahayanya atau

meningkatkan toxicitynya, misalnya : metilasi untuk detoksifikasi pyridine

menghasilkan methyl pyridinium chloride (8 kali lebih beracun). Merunut

sejarahpun, banyak para ahli menyebutkan bahwa terjadinya penyakit

selalu dikaitkan dengan fenomena alam atau dengan kondisi

lingkungannya diantaranya Hippocrates 460 – 377 SM, Jhon Snow 1854

dan sebagainya. Secara nyata kondisi suatu lingkungan dapat

menurunkan dan meningkatkan derajat kesehatan manusia. Sehingga

berlandaskan semua itu, diyakini bahwa tidak ada penyakit yang tanpa

disebabkan oleh faktor risiko dari lingkungan.

Deskripsikan mekanisme kekebalan (immune system) dalam

proses hubungan interaktif antara komunitas dengan mikroorganisme,

misalnya virus atau bakteri. Sistem kekebalan tubuh manusia diantaranya

adalah kekebalan tubuh tidak spesifik, yakni ditujukan untuk menangkal

masuknya segala macam zat dari luar yang asing bagi tubuh dan dapat

menimbulkan penyakit, seperti berbagai macam bakteri, virus, parasit atau

zat-zat berbahaya bagi tubuh. Sistem kekebalan yang tidak spesifik

berupa pertahanan fisik, kimiawi, mekanik dan fagositosis. Pertahanan

Page 37: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

25

fisik berupa kulit dan selaput lendir sedangkan kimiawi berupa enzim dan

keasaman lambung. Pertahan mekanik adalah gerakan usus, rambut

getar dan selaput lendir. Pertahanan fagositosis adalah penelanan kuman

atau zat asing oleh sel darah putih dan zat komplemen yang berfungsi

pada berbagai proses pemusnahan kuman atau zat asing. Kerusakan

pada sistem pertahanan ini akan memudahkan masuknya kuman atau zat

asing ke dalam tubuh. Adapun kejadian penyakit dalam perspektif

lingkungan dan variabel kependudukan dapat digambarkan dalam teori

simpul (Ahmadi,2008) dapat dilihat pada gambar 2.

fisik berupa kulit dan selaput lendir sedangkan kimiawi berupa enzim dan

keasaman lambung. Pertahan mekanik adalah gerakan usus, rambut

getar dan selaput lendir. Pertahanan fagositosis adalah penelanan kuman

atau zat asing oleh sel darah putih dan zat komplemen yang berfungsi

pada berbagai proses pemusnahan kuman atau zat asing. Kerusakan

pada sistem pertahanan ini akan memudahkan masuknya kuman atau zat

asing ke dalam tubuh. Adapun kejadian penyakit dalam perspektif

lingkungan dan variabel kependudukan dapat digambarkan dalam teori

simpul (Ahmadi,2008) dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2 : Teori Simpul (Dasar) Inti permasalahan Kesehatan Masyarakat

Teori Simpul (Dasar) Inti permasalahan Kesehatan Masyarakat

Sumber : Dasar-Dasar Penyakit berbasis Wilayah Sumber : Dasar-Dasar Penyakit berbasis Wilayah

Teori simpul pada gambar 2 menggambarkan tentang patogenesis

atau kejadian penyakit yang dapat diuraikan melalui 5 tahapan proses

atau simpul yaitu :

Teori simpul pada gambar 2 menggambarkan tentang patogenesis

atau kejadian penyakit yang dapat diuraikan melalui 5 tahapan proses

atau simpul yaitu :

Sumber Penyakit

Lingkungan : - Udara - Air - Pangan - Vektor Penular - Manusia

Perilaku

Manajemen Kesehatan

Sehat

Sakit

Iklim + Topografi

Lingkungan Strategis/ Politik 2 3 4 1

a. Simpul 1 disebut sumber penyakit, yakni sesuatu yang secara konstan

atau titik yang mengeluarkan agent penyakit. Agent Penyakit adalah

komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit

melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang

a. Simpul 1 disebut sumber penyakit, yakni sesuatu yang secara konstan

atau titik yang mengeluarkan agent penyakit. Agent Penyakit adalah

komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit

melalui kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang

Page 38: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

26

juga komponen lingkungan) Berbagai agent penyakit yang baru

maupun lama dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok besar yaitu:

1) Mikroba : virus, amuba, jamur, bakteri, parasit dan lain-lain.

2) Kelompok fisik : kekuatan radiasi, energy kebisingan dan kekuatan

cahaya.

3) Kelompok bahan kimia toksik : pestisida, merkuri, kadmiun, CO,

H2S dan lain-lain.

b. Simpul 2 disebut komponen lingkungan, yakni suatu media transmisi

atau media lingkungan yang dapat memindahkan agent penyakit

tersebut. Agent penyakit pada simpul 2 ini terdiri dari 5 komponen

yaitu: udara, air, tanah, binatang/serangga dan manusia. Media

transmisi tidak memiliki potensi penyakit kalau didalamya tidak

mengandung bibit penyakit atau agent penyakit.

c. Simpul 3 disebut perilaku pemajanan, yakni komponen – komponen

pada suatu penduduk yang berperan dalam patogenesis penyakit.

d. Simpul 4 disebut kejadian penyakit, yakni outcome atau dampak yang

ditimbulkan dari hubungan interaktif antara penduduk dengan

lingkungan yang memiliki potensi bahaya kesehatan (sakit atau sehat).

e. Simpul 5 disebut variabel suprasistem, yakni kejadian penyakit masih

dipengaruhi oleh variabel – variabel lain yang berpengaruh (iklim,

topografi, temporal dan lainnya). Sementara yang menjadi ukuran

untuk parameter simpul 2, 3 dan simpul 4 adalah :

1) Simpul 2 : Udara (kualitas fisik, biologi dan kimianya), air (kualitas

fisik, biologi dan kimia), tanah/pangan, binatang/serangga,

manusia/secara langsung.

2) Simpul 3 : Behavioural exposure, status gizi, pengetahuan, sosial

ekonomi dan lain – lain

3) Simpul 4 : Tekanan darah, kelainan fungsi otak

(Elektroensefalogram/EEG), kelainan fungsi jantung

(Elektrocardiogram/EKG), BTA dalam sputum, kadar gula darah.

Page 39: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

27

Dalam perspektif ekosistem kejadian penyakit adalah sebuah

proses survival of the fittest sebuah spesies, khususnya manusia melawan

organisme. Mikroorganisme yang hanya bisa hidup didalam tubuh

manusia salah satunya adalah virus cacar, virus polio, bakteri

haemophilus influenza dan parasit yang hanya bisa berkembangbiak di

dalam tubuh manusia adalah virus dengue. Ketika berkembang biak dan

mengikuti aliran darah atau cairan tubuh manusia, maka akan

mengeluarkan toksin yang dapat merusak sel – sel tubuh. Sehingga pada

akhirnya racun atau toksin tersebut merusak organ – organ manusia

seperti jantung, otak, ginjal, paru – paru dan sebagainya.

Penyakit campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus

campak yang sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan panas,

batuk, pilek, konjutivitis dan ditemukan spesifik enantem (koplik’s spot),

diikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh. Bertahun-tahun

kejadian penyakit campak terjadi pada anak-anak balita meminta banyak

korban tetapi masyarakat belum menyadari bahayanya; bahkan ada mitos

jangan memberikan obat apa saja pada penderita sebelum bercak-bercak

merah pada kulit keluar. Bahaya penyulit penyakit campak dikemudian

hari adalah: a) Kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan

berkepanjangan pasca campak. b) Sindrom subakut panensifilitis (SSPE)

pada anak >10 tahun. c) Munculnya gejala penyakit tuberculosis paru

yang lebih parah pasca mengidap penyakit campak yang berat yang

disertai pneumonia.

Penderita penyakit campak dapat menularkan infeksi dalam waktu

2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit masih ada.

Faktor risiko kejadian penyakit campak adalah belum pernah terkena

campak, status imunisasi, status gizi, pengetahuan ibu, kepadatan hunian

serta status vitamin A.( Suardiyasa, 2008).

Vitamin A adalah salah satu zat gizi mikro yang diperlukan oleh

tubuh yang berguna untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunitas) dan

kesehatan mata.

Page 40: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

28

C. Kerangka Teori

Sumber: Ahmadi (2008) dan Suardiyasa (2008)

D. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel tergantung

Imunisasi Campak: - Status - Ketepatan

Kasus Campak

Bayi

Gambar 3. Kerangka Teori

Status : 1. Mendapat

imunisasi campak

2. Imunisasi campak tepat waktu

Imunisasi : a. Campak

Penyakit Campak

Agent : - Virus campak

Host : - Umur - Jenis Kelamin - Belum pernah terkena campak - Imunitas dan reaksi tubuh - Status gizi - Vitamin A - Riwayat kontak penderita campak

Environment: - Hygine dan sanitasi yang buruk - Kepadatan hunian dalam

ruangan

Gambar 4. Kerangka konsep

E. HIPOTESIS PENELITIAN 1. Ada hubungan antara kejadian penyakit campak pada anak Balita

dengan status imunisasi campak di Kabupaten Banyumas.

2. Ada hubungan antara kejadian penyakit campak pada anak Balita

dengan ketepatan imunisasi campak di Kabupaten Banyumas

Page 41: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

29

BAB III METODE PENELITIAN

A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN

1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan

pendekatan case control study. Bertujuan untuk mengetahui hubungan

status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian

penyakit campak kabupaten Banyumas.

2. Rancangan Penelitian

Penderita Campak

Imunisasi campak: tepat, tidak tepat

Imunisasi campak: ya, tidak

Imunisasi campak: tepat, tidak tepat

Imunisasi campak: ya, tidak

Bukan Penderita Campak

Gambar 5. Rancangan Penelitian kasus control

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan diwilayah kabupaten Banyumas Provinsi

Jawa Tengah daerah dengan kasus campak yang tinggi. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 s/d September 2011.

Page 42: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

30

C. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian adalah balita yang tinggal di Kabupaten

Banyumas dari tahun 2007 s/d tahun 2011.

2. Sampel Kasus campak adalah balita yang dinyatakan sebagai penderita

campak yang tercatat dari register rawat jalan pada Puskesmas di

wilayah Kabupaten Banyumas dari tahun 2007 s/d 2011. informasi

status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak ditanyakan pada ibu

balita dan catatan petugas imunisasi.

a. Kriteria inklusi kasus:

1) Balita yang menderita campak.

2) Mempunyai catatan riwayat imunisasi.

3) Tercatat pada laporan program surveilans Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyumas 2007 s/d 2011.

4) Tinggal di Kabupaten Banyumas.

5) Bersedia menjadi subyek penelitian.

Kontrol adalah balita sehat yang tercatat di posyandu sama

dengan kasus yang sebelumnya telah dilakukan matching berdasarkan

umur balita dengan selisih usia dengan kasus maksimal umur 6 bulan

di Kabupaten Banyumas dari tahun 2007 s/d tahun 2011.

a. Kriteria inklusi kontrol:

1) Balita yang sehat.

2) Mempunyai catatan riwayat imunisasi.

3) Bersedia menjadi subyek penelitian.

4) Tercatat pada posyandu yang sama dengan kasus di wilayah

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2007 s/d 2011.

5) Selisih usia dengan kasus maksimal umur 6 bulan.

6) Tinggal di Kabupaten Banyumas.

Page 43: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

31

D. Besar Sampel Besar sampel adalah menggunakan total sampel kasus campak

yang ada di Kabupaten Banyumas. Penelitian untuk pengujian hipotesis

pada study case control dengan menggunakan total sampel yang ada di

Kabupaten Banyumas yaitu sebanyak 113 kasus dan 113 kontrol. E. Identifikasi Variabel

Variabel bebas adalah status imunisasi dan ketepatan waktu

imunisasi campak sedangkan variabel terikat adalah kejadian penyakit

Campak.

F. Definisi Operasional 1. Status imunisasi adalah apakah balita tersebut telah diimunisasi

campak atau tidak.

Cara Pengambilan data : catatan imunisasi yang ada di ibu balita, buku

KIA, kohor bidan dan buku bantu bidan desa

Skala pengukuran: nominal (ya : sudah imunisasi campak, tidak: bila

tidak imunisasi campak)

2. Ketepatan imunisasi campak adalah dengan indikator status imunisasi

campak dan diberikan tepat waktu (umur 9 bulan ± 28 hari).

Cara Pengambilan data : catatan imunisasi yang ada di ibu balita, buku

KIA, kohor bidan dan buku bantu bidan desa.

Skala pengukuran : Nominal (ya/tidak)

3. Kasus campak adalah balita dengan gejala klinis campak (demam,

rash, salah satu dari : batuk, pilek/beringus atau conjungtivitis) yang

didiagnosa oleh dokter puskesmas, ada dari tahun 2007 s/d 2011 di

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Cara Pengambilan data : Register kasus campak dari rawat jalan dan

rawat inap di Puskesmas Kabupaten Banyumas.

Skala pengukuran : Nominal (Ya/Tidak)

4. Kontrol adalah balita sehat yang tercatat di posyandu sama dengan

kasus di Kabupaten Banyumas dari tahun 2007 s/d tahun 2011).

Page 44: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

32

Cara Pengukuran : kontrol diambil dengan acak sederhana dari daftar

pelayanan posyandu di Kabupaten Banyumas.

Skala pengukuran : Nominal (Ya/Tidak).

G. Instrumen Penelitian Instrumen Penelitian yang digunakan adalah:

1. Kuesioner terstruktur

2. Alat tulis.

3. Kartu Menuju Sehat (KMS)/kartu imunisasi, Buku bantu bidan,

untuk memastikan status imunisasi campak.

4. Register pasien rawat jalan dan register rawat inap puskesmas.

5. Register petugas imunisasi puskesmas dan posyandu.

H. Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan komputer dengan program SPSS.

I. Cara Analisis Data

Analisis data hasil penelitian dengan menggunakan analisis

bivariat. Analisis bivariat adalah Analisis antara variabel bebas dengan

variabel tergantung untuk melihat hubungan masing-masing variabel

bebas dengan variabel terikat. Analisis dilakukan dengan tabel silang 2x2

untuk menghitung nilai odds ratio dan nilai confidence interval (CI). Uji

statistik yang digunakan adalah Chi square dengan menggunakan tingkat

kemaknaan 95% (α = 5%).

J. Etika Penelitian

Responden akan mendapat penjelasan mengenai maksud dan

tujuan penelitian. Semua informasi dan data yang diperoleh dari

responden hanya akan dipergunakan untuk keperluan penelitian dan

dijaga kerahasiaannya, dan subyek penelitian lembar persetujuan

kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

K. Keterbatasan Penelitian

1. Untuk diagnosis pada kasus, peneliti tidak melakukan diagnosis pasti

lagi, diagnosis diperoleh dari informasi yang diperoleh dari register

kasus campak di Kabupaten Banyumas.

Page 45: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

33

2. Kasus campak diambil dari data kasus penyakit campak yang

dilaporkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas serta daftar

register rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas sehingga belum

sepenuhnya menggambarkan keadaan seluruh kasus campak bila ada

kasus yang tidak terlaporkan atau tidak diketahui oleh petugas

kesehatan.

L. Jalannya penelitian

1. Tahap persiapan dan pelaksanaan

a. Konsultasi dengan pembimbing tentang persiapan penelitian

b. Melakukan pengumpulan data awal laporan penyakit Campak di

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2007 s/d 2011.

2. Pengolahan dan analisis data

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengecekan

kelengkapan data, pengkodean, data ditabulasi, dianalisis dan

diintrepretasikan.

3. Penyusunan penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan yang terdiri dari

hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan dan saran, setelah

melalui proses pembimbingan dan disetujui oleh pembimbing maka

peneliti melakukan seminar hasil sampai dengan pendadaran.

Page 46: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Banyumas

a. Letak geografis dan topografi.

Kabupaten Banyumas adalah salah satu bagian wilayah

Propinsi Jawa Tengah terletak diantara 108o 39'17'' - 109o 27' 15''

Bujur Timur dan 7o 15' 05'' - 7o 37' 10'' Lintang Selatan dengan

ketinggian antara 200 sampai 1.500 M diatas permukaan laut

(Dinkes Banyumas, 2011).

Kabupaten Banyumas terdiri dari 27 Kecamatan dan

berbatasan dengan wilayah beberapa Kabupaten yaitu: 1) sebelah

utara wilayah Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang, 2)

sebelah barat wilayah Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Brebes,

3) sebelah timur wilayah Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten

Purbalingga dan Kabupaten Kebumen, 4) sebelah selatan wilayah

Kabupaten Cilacap. Peta Kabupaten Banyumas dapat dilihat pada

gambar 6 (Dinkes Banyumas, 2011).

Gambar 6 Peta Kabupaten Banyumas

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2011

Page 47: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

35

Wilayah Kabupaten Banyumas memiliki struktur tanah yg

terdiri atas: 1) Bagian Utara sepanjang perbatasan Kabupaten

Banyumas dengan Kabupaten Brebes struktur tanahnya berupa

tanah kapur. 2) Bagian Timur Laut (Kecamatan Tambak dan

Sumpiuh) pada umumnya terdiri dari tanah lempung. 3) Bagian

Tenggara (Kecamatan Jatilawang dan Kebasen) struktur tanahnya

adalah tanah Galih. 4) Bagian Barat Laut (Kecamatan Pakuncen

dan Gumelar) struktur tanahnya berpasir.

36

Wilayah Kabupaten Banyumas dibagi dalam kelompok

menurut ketinggian dari permukaan laut yaitu: 1) <25 M dpl ;

Kecamatan Jatilawang, Kalibagor, Karang Lewas, Kebatan,

Kemranjen, Rawalo, Sokaraja, Sumpiuh dan Tambak. 2) 25 - 99 M

dpl ; Kecamatan Kalibagor, Kedung Banteng, Karang Lewas,

Kembaran, Somagede, Lumbir, Patikraja, Purwojati, Purwokerto

Utara, Purwokerto Timur, Purwokerto Barat, Purwokerto Selatan,

Sumbang, Wangon dan Sokaraja. 3) 100 - 499 M dpl; Kecamatan

Somagede, Cilongok, Pekuncen, Ajibarang, Banyumas dan

Baturaden. 4) 500 - 1000 M dpl; Kecamatan Pekuncen, Cilongok,

Gumelar, Kedung Banteng, Baturaden dan Sumbang. 5) > 1000 M

dpl; Kecamatan Pekuncen, Sumbang, Baturaden dan Cilongok

Luas Wilayah Kabupaten Banyumas 132.759 Ha atau 3,8%

dari luas Provinsi Jawa Tengah terdiri dari tanah sawah 32.951 Ha

(24,82%, tanah lain 99.808 Ha (75.18%) dan tanah kering 0 Ha

(0%).

b. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk kabupaten Banyumas Tahun 2008

sebesar 1.193 jiwa/km2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan

Kembaran dengan tingkat kepadatan sebesar 9.178 jiwa/ km2,

kepadatan penduduk terendah pada Kecamatan Lumbir sebesar

475 jiwa/ km2 dapat dilihat pada tabel 4.

Page 48: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

36

Tabel 4. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Kabupaten Banyumas tahun 2008.

No.

Kecamatan Luas wil.

(km 2) Jumlah

desa&kel.Jumlah

penduduk Jumlah rumah tangga

Rata-rata jiwa/rumah

tangga

Kepadatan Penduduk/k

m2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27

Lumbir Wangon Jatilawang Rawalo Kebasen Kemranjen Sumpiuh Tambak Somagede Kalibagor Banyumas Patikraja Purwojati Ajibarang Gumelar Pekuncen Cilongok Karanglewas Pwt. Barat Pwt.Timur Pwt.Utara Pwt.Selatan Sokaraja Kembaran Sumbang Baturaden Kd.Banteng

02.6660.7848.1649.6454.0060.7160.0152.0340.1135.0938.0943.2337.8666.5093.9592.70

105.3432.5060.2245.5353.4225.9229.92

7.408.429.01

13.75

101211

912151412

9121213101510162013

7677

1816191214

48,47372,43856,76147,06957,65865,72655,93448,32235,97149,46647,41448,69234,44488,11048,85265,527

113,16154,40951,23664,16444,11165,40773,51667,16171,24343,99752,352

14,85818,65517,04013,66013,95217,88814,35912,36210,11013,45013,38014,567

9,90426,51215,49120,00432,18015,65212,90614,18312,13417,17920,98018,47321,18312,32613,698

3.33.93.33.44.13.73.93.93.63.73.53.33.53.33.23.33.53.54.04.53.63.83.53.63.43.63.8

4721,1921,179

9481,0681,083

932929897

1,4101,2451,126

9101,325

520707

1,0741,674

8511,409

8262,5232,4579,0768,4614,8833,807

JUMLAH 1,327 331 1,571,614 437,086 3.6 1,184Sumber: BPS Kabupaten Banyumas, 2008.

c. Tingkat pendidikan

Berdasarkan data dari Badan Kependudukan Catatan Sipil

dan Keluarga Berencana (BKCKB) sampai akhir Tahun 2007

jumlah penduduk berdasarkan tingkat Pendidikan dapat dilihat

pada tabel 5.

Page 49: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

37

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Pendidikan dan Jenis Kelamin Kabupaten Banyumas Tahun 2008

No. Jenis Pendidikan

Jenis Kelamin

Jumlah % Laki-laki % Perempuan %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Tidak sekolah

Belum sekolah

Tidak Tamat SD

Tamat SD

SLTP/Sederajat

SLTA/Sederajat

Diploma I/II

Diploma III

D IV/S-1

S-2/S3

127.726

130.115

332.895

133.446

131.172

3.780

8.806

17.307

1.465

153

14,40

14,67

37,54

15,05

14,79

0,43

0,99

1,95

0,17

0,02

126.848

140.875

346.848

120.626

103.148

4.995

8.518

13.379

679

65

14,65

16,27

40,05

13,93

11,91

0,58

0,98

1,54

0,08

0,01

254.574

270.990

679.743

254.072

234.320

8.775

17.324

30.686

2.144

218

14,52

15,46

38,78

14,49

13,37

0,50

0,99

1,75

0,12

0,01

Total 886.865 100 865.981 1.752.846 100

Sumber: BKCKB Kab. Banyumas 2008.

Tabel 5 dapat dilihat tingkat pendidikan paling banyak

adalah tidak tamat SD (38,78%) sedangkan tingkat pendidikan

paling sedikit adalah S2/S3 sebesar (0,01%).

d. Mata pencaharian

Data yang diperoleh dari BKCKB Kabupaten Banyumas

pada Tahun 2007, Jenis pekerjaan penduduk di Kabupaten

Banyumas 10 besar adalah sesuai urutan sebagai berikut : Belum/

tidak bekerja (25,46%), pelajar/ mahasiswa (16,35%), mengurus

rumah tangga (14,53%), petani/ pekebun (11,28%), buruh harian

lepas (8,19%), karyawan swasta (6,46%), wiraswasta (4,09%),

pedagang (3,06%), buruh tani (2,72%), PNS (1,10%) dan lainnya.

e. Data kasus campak

Kabupaten Banyumas, yang terdiri dari 27 kecamatan

dan 39 Puskesmas masih terdapat kasus campak yang menyebar

dari tahun 2009-2010 seperti pada gambar 7.

Page 50: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

38

Gambar 7 Sebaran Kasus Penyakit Campak di Kabupaten

Banyumas Tahun 2009-2010 Sumber : Dinkes Banyumas 2010

Pada gambar 7 dapat dilihat bahwa kasus campak di

Kabupaten Banyumas masih menyebar dibeberapa wilayah

kecamatan antara lain Karanglewas, Kedungbanteng, Baturaden,

Sumpiuh dan Purwokerto Barat juga terdapat kasus campak .

Kejadian Luar Biasa (KLB) terjadi sebanyak 20 kali tahun

2009 di Kabupaten Banyumas dan terbanyak terjadi pada KLB

Campak yaitu 3 kali KLB (Puskesmas Lumbir, Puskesmas

Purwojati dan Puskesmas Patikraja). Namun di tahun 2010 terjadi

pergeseran kasus Campak dimana lokasi KLB Tahun 2009 tidak

lagi terdapat kasus Campak di Tahun 2010.

Tatalaksana kasus dilakukan di sarana pelayanan

kesehatan. Pematauan pada saat KLB oleh Dinas Kesehatan

Banyumas dibantu oleh petugas puskesmas dan bidan desa

sehingga penatalaksanaan kasus tidak hanya menjadi tanggung

jawab keluarga penderita. Penanganan kontak adalah dengan

pemantauan kasus kontak serumah, teman sekelas, teman

bermain dan teman di TPA (Taman Pendidikan Alquran) dilakukan

pula oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kota, puskesmas bidan

desa dan perangkat desa setempat (Dinkes Banyumas, 2011).

Page 51: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

39

2. Gambaran karakteristik responden di Kabupaten Banyumas tahun

2007-2011.

Responden penelitian ini berjumlah 226 orang yang terdiri dari

113 kasus dan 113 kontrol. Karakteristik responden dapat dilihat pada

tabel 6.

Tabel 6. Distribusi frekuensi karakteristik responden pada kelompok kasus campak dan kontrol pada anak balita

di kabupaten banyumas tahun 2007-2011

Karakteristik Responden Kasus Kontrol Total

Jumlah (n=113) % Jumlah

(n=113) % n=226 %

Umur Balita Jenis kelamin balita

Mean Laki-laki Perempuan

24,5

49 64

43,4 56,6

23,6

53 60

46,9 53,1

102 124

45,1 54,9

Pendidikan orang Tua

SD SMP SMA DIII/PT Tidak sekolah

47 36 18 9 3

41.6 31,9 15.9 8,0 2,7

52 30 20 9 2

46,0 26.5 17,7 8,0 1,8

99 66 38 18 5

43,8 29,2 16,8 8,0 2,2

Pekerjaan orang Tua

Buruh Petani Swasta PNS Pedagang IRT

44 8

26 10 14 11

38,9 7,1

23,0 8,8

12,4 9,7

46 7

30 6

13 11

40,7 6,2

26,5 5,3

11,5 9,7

90 15 56 16 27 22

39,8 6,6

24,8 7,1

11,9 9,7

Penghasilan orang tua

<750.000 >750.000

88 25

77,9 22,1

85 28

75,2 24.8

173 53

76.5 23.5

Dari tabel 6 menunjukkan menurut karakteristik responden

antara kasus dan kontrol dapat dilihat bahwa pada kelompok

terbanyak jenis kelamin perempuan pada kasus 56,6% dan kontrol

53,1%. Pendidikan orang tua balita pada kelompok kasus terbanyak

pendidikan SD 41,6% dan kontrol 46,0%. Berdasarkan pekerjaan

orang tua balita pada kelompok kasus terbanyak pekerjaan buruh

38,9% dan kontrol 40,7%. Sedangkan penghasilan orang tua balita

pada kelompok kasus terbanyak pada kelompok < Rp750.000 (77.9%)

dan kontrol (75.2%).

Page 52: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

40

3. Distribusi kasus mendapat imunisasi campak berdasarkan umur Pada

Balita

Berdasarkan kasus campak pada balita yang mendapat

imunisasi berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 Distribusi kasus berdasarkan umur saat mendapat imunisasi pada balita di Kabupaten Banyumas 2007-2011

Umur imunisasi (bulan)

Umur sakit campak (bulan) Total < 8 % 8-9 % 10-12 % 13-36 % 37-59 % Jml %

< 8 8-9 10-12 13-24

3 5 3 1

25,0 41,7 25,0 8,3

2 8 2 1

15,4 61,5 15,4 7,7

0 7 2 0

0,0 77,8 22,2 0,0

0 41 15

2

0,0 70,7 25,9 3,4

1 12

7 1

4,8 57,1 33,3 4,8

6 73 29

5

5,3 64,6 25,7 4,4

Total 12 10,6 13 11,5 9 8,0 58 51,3 21 18,6 113 100

Tabel 7 dapat dilihat bahwa umur balita saat sakit campak

tertinggi pada umur 13-36 bulan yaitu 51,3% sedangkan umur saat

mendapat imunisasi campak kurang dari 8 bulan memiliki persentase

kasus campak yaitu 10,6%.

4. Distribusi frekuensi kasus campak pada balita berdasarkan umur dan

umur saat mendapat imunisasi campak di Kabupaten Banyumas 2007-

2011

Berdasarkan kasus campak pada balita berdasarkan umur

dan umur saat mendapat imunisasi campak per puskesmas dapat

dilihat pada tabel 8.

Page 53: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

41

Tabel 8 Distribusi frekuensi kasus campak pada balita berdasarkan umur dan umur saat mendapat imunisasi campak per puskesmas

di Kabupaten Banyumas 2007-2011

Puskesmas Umur sakit campak

(buan) Total Umur Imunisasi (bulan) Total

< 8 % >9 % Jml % < 8 % 8-9 % >10 % Jml %

Karang Lewas Kembaran II Sokaraja II Purwokerto Utara II Purwokerto Barat II Wangon II Purwokerto Utara I Cilongok I Purwojati Kedung banten Baturaden I Kalibagor Sumpiuh II Sumbang II Somagede

0 0 0 2 0 0 0 0 0 3

19 2 0 2 0

0,0 0,0 0,0 7,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

10,7 67,9 7,1 0,0 7,1 0,0

6 3 4 8 6 1 4 3 2

14 15 7 4 5 3

7,1 3,5 4,7 9,4 7,1 1,2 4,7 3,5 2,4

16,5 17,6 8,2 4,7 5,9 3,5

6 3 4

10 6 1 4 3 2

17 34 9 4 7 3

5,3 2,7 3,5 8,8 5,3 0,9 3,5 2,7 1,8

15,0 30,1 8,0 3,5 6,2 2,7

0 0 0 2 2 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0

0,0 0,0 0,0

28,6 28,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

42,9 0,0 0,0 0,0 0,0

9 4 7 7 7 2 7 5 3

24 45 11 7 7 5

6,0 2,7 4,8 4,7 4,7 1,3 4,7 3,3 2,0

16,0 30,0 7,3 4,7 4,7 3,3

3 2 1

11 3 0 1 1 1

10 20 7 1 7 1

4,3 2,9 1,4

15,9 4,3 0,0 1,4 1,4 1,4

14,5 29,0 10,1 1,4

10,1 1,4

12 6 8

20 12 2 8 6 4

34 68 18 8

14 6

5,3 2,7 3,5 8,8 5,3 0,9 3,5 2,7 1,8

15,0 30,1 8,0 3,5 6,2 2,7

Total 28 24,8 85 75,2 113 100 7 3,1 150 66,4 69 30,5 226 100

Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa umur saat sakit campak

untuk umur kurang dari 8 bulan dan umur lebih dari 9 bulan ada

perbedaan proporsi dimana sebagian besar saat umur sakit campak

diatas 9 bulan sebanyak 85 orang. Jika dilihat dari setiap puskesmas

yang tertinggi adalah puskesmas Baturaden yaitu 30,1% dan yang

terendah adalah puskesmas Wangon II 0,9%.

Pada tabel 8 juga dapat dilihat bahwa saat mendapat

imunisasi untuk umur kurang dari 8 bulan dan umur lebih dari 9 bulan

ada perbedaan proporsi dimana sebagian besar saat imunisasi umur

diatas 9 bulan sebanyak 219 orang. Jika dilihat dari setiap puskesmas

yang tertinggi adalah puskesmas Baturaden yaitu 30,1% dan yang

terendah adalah puskesmas Wangon II 0,9%.

Page 54: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

42

5. Distribusi kasus kontrol status penyakit, umur saat imunisasi campak umur saat sakit campak pada Balita

Distribusi kasus kontrol status penyakit, umur saat imunisasi campak umur saat sakit campak

pada Balita dapat dilihat pada table 9.

Tabel 9 Distribusi status penyakit, umur imunisasi dan umur sakit campak pada balita per puskesmas dan desa Kabupaten Banyumas

No Puskesmas Desa Status Penyakit

Total Umur Imunisasi

(bulan) Total Umur Sakit

Campak (bulan) Total Kasus Kontrol < 8 > 9 < 8 > 9

1 Purwokerto Utara I : Bancar K 3 3 6 0 6 6 0 3 3

LW 1 1 2 0 2 2 0 1 1

2 Purwokerto Utara II : Grendeng 2 2 4 0 4 4 1 1 2

Krg Wangka 2 2 4 0 4 4 0 2 2

Sumampir 6 6 12 2 10 12 1 5 6

Bantarsoka 3 3 6 0 6 6 0 3 3

Pasir manc 2 2 4 1 3 4 0 2 2

Rejasari 1 1 2 1 1 2 0 1 1

3 Sumbang II : Bj Sari W 2 2 4 0 4 4 0 2 2

Gandatapa 2 2 4 0 4 4 1 1 2

Kotayasa 2 2 4 0 4 4 1 1 2

4 Sumpiuh II : Boganging 2 1 3 0 3 3 1 1 2

Selandaka 5 6 11 0 11 11 0 5 5

5 Kedungbanteng : Dawuhan W 5 5 10 0 10 10 0 5 5

KrgNangka 12 12 24 0 24 24 3 9 12

6 Kalibagor : Kalibagor 2 2 4 0 4 4 0 2 2

Kaliori 2 2 4 0 4 4 1 1 2

Krg Dadap 1 1 2 0 2 2 0 1 1

Pajerukan 1 1 2 0 2 2 0 1 1

7 Baturaden I : Katenger 2 2 4 0 4 4 0 2 2

Kebumen 6 6 12 1 11 12 3 3 6

Krg Tengah 8 8 16 0 16 16 5 3 8

Kutasari 10 10 20 0 20 20 6 4 10

Pamijen 5 5 10 1 9 10 3 2 5

Purwosari 3 3 6 1 5 6 2 1 3

8 Karanglewas : Kediri 3 3 6 0 6 6 0 3 3

Krg Kemiri 3 3 6 0 6 6 0 3 3

9 Sokaraja II : Kedondong 1 1 2 0 2 2 0 1 1

Klahang 1 1 2 0 2 2 0 1 1

Lemberang 2 2 4 0 4 4 0 2 2

10 Cilongok II : Panembanga 2 2 4 0 4 4 0 2 2

Rancanaya 1 1 2 0 2 2 0 1 1

11 Kembaran II : Pliken 3 3 6 0 6 6 0 3 3

12 Purwojati : Purwojati 2 2 4 0 4 4 0 2 2

13 Somagede : Somagede 2 2 4 0 4 4 0 2 2

Susukan 1 1 2 0 2 2 0 1 1

Tanggeran 1 1 2 0 2 2 0 1 1

14 Wangon II : Windunegar 1 1 2 0 2 2 0 1 1

Total 113 113 226 7 219 226 28 85 113

Page 55: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

43

6. Sebaran kasus penyakit campak per desa

Sebaran penyakit campak pada penelitian ini disetiap desa di

kabupaten Banyumas dapat dilhat pada gambar 7.

Gambar 7. Peta sebaran kasus penyakit campak per desa dan puskesmas di kabupaten Banyumas 207-20011

Gambar 7 dapat dilihat sebaran kasus setiap desa tertinggi tiap

puskesmas adalah puskesmas Baturaden I dan kedungbanteng yang

ditandai dengan titik kecil pada gambar.

7. Distribusi Frekuensi Status Imuniasi Campak pada Kasus dan Kontrol

di Kabupaten Banyumas 2007-2011.

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi

variabel penelitian dari ketepatan waktu mendapat imunisasi campak

dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Distribusi status imunisasi dan ketepatan waktu imunisasi pada kasus kontrol di kabupaten Banyumas 2007-2011.

Variabel penelitian (status imunisasi dan ketepatan

imunisasi campak) Kasus

(n= 113)

Kontrol

(n=113)

Total

226  Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Tidak Imunisasi Tidak tepat waktu Tepat waktu

28 45 40

24,8 39,8 35,4

12 30 71

10,6 26,5 62,8

40 75

111

17,7 33,2 49,1

Page 56: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

44

Tabel 10 menunjukkan bahwa status imunisasi terbanyak pada

kelompok kontrol adalah status imunisasi dapat dan tepat 62,8%

sedangkan terendah adalah kelompok kontrol yang tidak mendapat

imunisasi 10,6%.

8. Efikasi Vaksin Campak

Untuk mengetahui efikasi vaksin pada balita yang diimunisasi

pada umur kurang 8 bulan dan di atas 9 bulan dengan menggunakan

metode kasus kontrol. Kasus dan kontrol adalah satu posyandu. Balita

yang mendapat imunisasi campak berdasarkan umur balita dapat

dilihat pada tabel 11.

Table 11. Distribusi frekuensi variabel penelitian penyakit campak pada anak balita berdasarkan status imunisasi campak di Kabupaten

Banyumas 2007-2011

Status Imunisasi Campak Kasus Kontrol OR EV % (1-OR) n % n %

a. Status Imunisasi Campak 1. dapat 2. tidak

85 28

75,2 24,8

101

12

89,4 10,6

0,36

63,9

Menurut Depkes (2005) efikasi vaksin campak yang dipakai program

diperkirakan 95%.

9. Analisis bivariat status Imunisasi Campak dan ketepatan imunisasi

campak dengan Kejadian Penyakit Campak Klinis di Kabupaten

Banyumas 2007-2011

Analisis bivariat dalam penelitian ini bertujuan untuk

menentukan hubungan antara variabel status imunisasi dan ketepatan

imunisasi campak dengan variabel kejadian penyakit campak pada

anak balita. Uji yang digunakan adalah uji X² (chi square) dengan

α=5% dan untuk melihat apakah variabel berhubungan atau tidak

dilihat dari odds ratio (OR) dengan Confidence interval (CI) 95%. Hasil

penelitian analisis ini dapat dilihat pada tabel 12.

Page 57: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

45

Tabel 12. Hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak di Kabupaten Banyumas tahun 2007-2011.

Variabel penelitian Kasus Kontrol OR CI X2 p n=113 % n=113 %

a. Status Imunisasi 1. Tidak dapat imunisasi 2. Dapat imunisasi

28 85

24,8 75,2

12

101

10,6 89,4

2,773

1,329-5,783

7,776

0,008

b. Ketepatan Imunisasi

1. Tidak imun+imun tidak tepat waktu

2. Imunisasi tepat waktu

73

40

64,6

35,4

42

71

37,2

62,8

3,085

1,793-5,307

17,014

0,000

Dari tabel 12 dapat dilihat bahwa variabel status imunisasi dan

ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak

diantaranya adalah:

a. Status imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak.

Pada point a (tabel 12) tabulasi silang dipaparkan bahwa

dari 113 balita yang terkena penyakit campak dan status imunisasi

campak. Hasil analisis bivariat dari yang tidak imunisasi campak

dan mendapat imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak

didapatkan hasil odds ratio 2.773 (CI 95% 1.329-5.783) dengan p

0.008. Dari point a dapat diinterpretasikan bahwa balita yang tidak

imunisasi campak mempunyai risiko terkena penyakit campak

2.773 kali dibandingkan dengan balita yang mendapat imunisasi.

b. Ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak.

Pada point b (tabel 12) tabulasi silang dipaparkan bahwa

dari 113 balita yang terkena penyakit campak dan ketepatan

imunisasi campak. Hasil analisis bivariat dari balita yang imunisasi

tidak tepat waktu dan imunisasi tepat waktu dengan kejadian

penyakit campak didapatkan hasil odds ratio 3,085 (CI: 1,793-5,307

dengan p 0,000. Dari point b dapat diinterpretasikan bahwa balita

yang imunisasi campak tidak tepat waktu mempunyai risiko terkena

penyakit campak 3,085 kali dibandingkan dengan balita yang

mendapat imunisasi tepat waktu.

Page 58: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

46

B. Pembahasan 1. Karakteristik responden penelitian

Balita yang termasuk dalam penelitian ini adalah penderita

campak yang didiagnosis oleh dokter. Berdasarkan jenis kelamin,

proporsi penyakit campak pada anak balita di Kabupaten Banyumas

jenis kelamin perempuan 56,6% lebih banyak dibandingkan dengan

laki-laki 53,1% (tabel 6).

Hasil penelitian ini juga menemukan proporsi pendidikan orang

tua balita penderita penyakit campak terbanyak SD 41,6%, diikuti SMP

sebesar 31,9%, SMA sebesar 15,9% dan perguruan tinggi 9% (tabel

6). Dengan tingkat pendidikan seseorang merupakan salah satu

proses perubahan perilaku, semakin tingkat pendidikan seseorang

semakin diperhitungkan dalam memiliki tempat pelayanan kesehatan.

Pendidikan juga dapat mendewasakan diri seseorang serta berprilaku

baik mempengruhi perilaku (Azwar, 1996). Semakin tinggi

pengetahuan dan pendidikan seseorang semakin membutuhkan pusat

pelayanan kesehatan bagi diri dan keluarganya. Wawasan

pengetahuan seseorang yang tinggi maka semakin menyadari

pentingnya kesehatan bagi kehidupan dan termotivasi untuk

melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih

baik (Slamet, 1999)

Berdasarkan jenis pekerjaan orang tua balita penderita campak

adalah buruh 38,9% diikuti petani 7,1%, swasta 23,0%, PNS 8,8%,

pedagang 12,4 dan ibu rumah tangga 9,7%.

2. Efikasi Vaksin Campak

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa Nilai efikasi vaksin

menunjukan kualitas vaksin yang digunakan program imunisasi di

Kabupaten Banyumas. Angka efikasi jika dilihat dari status imunisasi

sebesar 63,9% masih berada dibawah standar efikasi nasional 85%.

Artinya secara nasional yang masih ditoleransi setiap 100 anak yang

diimunisasi yang tidak terlindungi sebesar 15 anak, sedangkan di

Page 59: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

47

kabupaten Banyumas jumlah anak yang tidak terlindungi lebih banyak

(sekitar 36 anak dari 100 sasaran). Efikasi vaksin tidak dapat di hitung

untuk tiap desa maupun puskesmas karena pada tabel silang 2 x 2

terdapat sel yang kosong sehingga efikasi vaksin hanya dapat dihitung

tingkat kabupaten.

Efikasi vaksin yang rendah ini dapat bisa dilihat dengan adanya

KLB di Puskesmas Sokaraja sebanyak 30 kasus di bulan Desember

2011. Jika dilihat dari cakupan imunisasi campak pada di Kabupaten

Banyumas dari tahun 2007-2011(97%-100%) menunjukan pencapaian

yang tinggi bahkan mencapai desa UCI. Dimana pencapaian cakupan

imunisasi seharusnya menurunkan angka kejadian penyakit campak.

Penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wisnuwijoyo (2003) 61,56% di Kab Sukoharjo. Rendahnya

kemampuan imunisasi campak yang dapat melindungi anak yang

dapat diimunisasi dan tidak imunisasi mengakibatkan akumulasi

kelompok rentan.

Daya guna vaksin diharapkan sebesar 85% namun

kenyataannya hanya sebesar 63,9%. Hal ini mungkin disebabkan oleh

beberapa hal, yaitu :

a. Cold chain (rantai dingin)

Potensi vaksin sampai ke Puskesmas masih cukup baik. namun

masih perlu pengawasan pada cara membawa vaksin dari

puskesmas sampai ke Posyandu sampai akhirnya ke konsumen

cukup dipertanggungjawabkan agar mutu vaksin tetap terjaga.

Termos vaksin yang ada di kabupaten Banyumas ada 2 jenis yaitu

termos vaksin dan termos biasa. Jenis termos ini yang digunakan

oleh petugas imunisasi dari Puskesmas ke Posyandu.

Secara umum semua vaksin sebaiknya disimpan disimpan pada

suhu +2 s/d +80C. Vaksin campak yang belum dilarutkan mati

dalam 7 hari. Vaksin campak walaupun disimpan pada suhu -25

s/d- 150C,umur vaksin tidak lebih lama dari suhu +2 s/d +80C yaitu

Page 60: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

48

tetap 2 tahun. Vaksin campak yang belum dilarutkan tidak perlu

disimpan di suhu -25 s/d -150C atau freezer. Vaksin campak yang

telah dibuka tidak habis harus dibuang setelah 8 jam. Untuk

mengetahui kedayagunaan vaksin pada konsumen dengan melihat

hasil serokonversi (kenaikan titer antibodi) sebelum dan sesudah

vaksin namun peneliti tidak melaksanakan tahap ini.

b. Tekhik pemberian vaksin oleh petugas

Petugas yang biasa memberikan imunisasi yang ada di puskemas

kabupaten Banyumas, adalah dokter, bidan desa dan perawat

namun belum semua petugas pernah mengikuti pelatihan

imunisasi.

Menurut penjelasan dari pengelola imunisasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Banyumas, Nuning Mardiyati, SKM bahwa selain dari

masalah vaksin dan jarak juga perlu dilihat kepatuhan mentaati

standar oerasional pelaksanaan Imunisasi serta pengawasan dari

kepala puskesmas terhdap petugas imunisasi. Penyebab lain

adalah keterbatasan tenaga, waktu dan beban tugas sehingga saat

sasaran berada di posyandu langsung diberikan imunisasi.

Prosedur tekhik pemberian yang harus dilakukan oeh petugas

diantaranya: 1. Pembersihan kulit, tempat suntikan harus

dibersihkan dengan antiseptic sebelum dilakukan imunisasi. 2.

Pemberian suntikan dianjurkan melalui subkutan dalam namun jika

petugas kesehatan belum berpengalaman dianjurkan intra

muscular.

c. Host

Faktor lain yang berpengaruh terhadap efikasi vaksin campak

adalah faktor pada anak yaitu kemapuan anak membentuk

antibodi. Gizi anak merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi efikasi vaksin. Point ini juga peneliti tidak

melaksanakan.

Page 61: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

49

d. Kualitas vaksin

Untuk kualitas vaksin yang ada di kabupaten Banyumas telah

sesuai dengan penelitian penyakit menular badan penelitian dan

pengembangan kesehatan DEPKES RI. Telah memenuhi syarat

yang ditetapkan oleh WHO (Titer 10 3,0/0,5 ml). untuk segi kualitas

vaksin tidak ada permasalahan karena potensi vaksin cukup baik

(memenuhi standar WHO).

Kualitas vaksin dapat dipertahankan dengan memperhatikan

penyimpanan dan trasnportasi vaksin harus memenuhi syarat yang

baik yaitu: disimpan dalam lemari es dalam suhu tertentu,

transportasi vaksin didalam kotak dingin, tidak terendam air,

terlindung dari sinar matahari langsung, belum meleati tanggal

kadaluarsa, indicator suhu berupa VVM(vaccine vial monitor) atau

feezer watch/tag belum melampaui batas tertentu yaitu bila warna

kotak segi empat sama atau lebih gelap daripada lingkaran

sekitarnya (VVM C / D) berarti tidak diperkenankan diberikan ke

pasien.

3. Hubungan antara status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak di Kabupaten Banyumas 2007-2011.

Salah satu pencegahan yang cukup efektif dan efisien dalam

mencegah kejadian suatu penyakit adalah dengan melalui pemberian

imunisasi. Diantara penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

adalah penyakit campak. Status imunisasi anak tidak hanya ditentukan

oleh dapat tidaknya imunsiasi melainkan masih banyak faktor yang

perlu mendapat perhatian (Ayubi, 2009).

Jumlah kematian akibat campak di tahun 2008 diperkirakan

164.000 (115.000-222.000) (WHO,2011). Berdasarkan data WHO

memperkirakan tahun 2010 bahwa trend cakupan campak terus

meningkat positif. Imunisasi saat ini diperkirakan mencegah 2,5 juta

Page 62: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

50

kematian disemua kelompok umur dari difteri, tetanus, batuk rejan dan

campak. Di Indonesia Cakupan imunisasi campak pada anak diusia 1

tahun dari tahun 2007-2010 cukup meningkat 83%-89% (WHO,2011)

Program imunisasi merupakan upaya kesehatan yang cukup

sederhana akan tetapi memiliki daya guna yang cukup tinggi. Oleh

sebab itu, imunisasi memerlukan pendekatan yang kompleks.

diantaranya adalah dibutuhkannya manajemen yang bagus dalam

pengelolaan imunisasi serta peran serta masyarakat, khususnya ibu

yang memiliki anak (Djohari, et al, 1985)

Perkembangan imunisasi yang begitu pesat pada akhir-akhir ini,

berefek pada pencapaian pengendalian penyakit yang sangat pesat.

Upaya pengendalian penyakit, terutama penyakit yang dapat ditularkan

melalui udara seperti campak atau infeksi pernafasan lainnya, tidak

lain dengan cara pemberian imunisasi (Dick, 1992; Akkramuzzaman, et

al. 2002).

Program imunisasi yang dilaksanakan pada tingkat puskesmas

baik yang dilaksanakan berdasarkan program rutin ataupun program

tambahan (pemberian suplemen) pada penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi. Pemberian imunisasi pada anak, sebaiknya

diberikan secara lengkap, agar dapat terhindar dari berbagai macam

masalah kesehatan (Lydon et al., 2008).

Pemberian imunisasi dianjurkan agar tubuh mendapatkan

respon imun yang maksimal. Pemberian imunisasi sekiranya dilakukan

sedini mungkin, berdasarkan kebutuhan. Pemberian imunisasi

sebaiknya dilakukan pada saat bayi, hal tersebut dikarenakan adanya

risiko penyakit yang lebih besar. Selain itu, hal ini juga dapat

mengurangi angka kematian pada bayi (Madsen, et al., 2002).

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang

dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu imunisasi campak. Status

imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dalam penelitian ini

menunjukkan hasil diantaranya adalah:

Page 63: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

51

a. Hubungan status imunisasi campak dengan kejadian penyakit

campak.

Hasil analisis bivariat pada point a (tabel 13) dari yang tidak

imunisasi campak dan mendapat imunisasi campak dengan

kejadian penyakit campak didapatkan hasil odds ratio= 2.773 ;(CI

95% = 1,329-5,783 dengan p value=0.008. Dari point a dapat

diinterpretasikan bahwa balita yang tidak mendapat imunisasi

campak mempunyai risiko terkena penyakit campak 2.773 kali

dibandingkan dengan balita yang mendapat imunisasi dan secara

statistik bermakna dengan nilai p=0.008. Dan perhitungan

Population Attribute Risk (PAR) adalah 23,88% dengan kata lain

kasus penyakit campak dapat dicegah sekitar 23,88% dengan

menghilangkan faktor risiko tidak imunisasi campak pada balita.

b. Ketepatan imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak.

Hasil analisis bivariat pada point b (tabel 13) dari balita yang

imunisasi tidak tepat waktu dan imunisasi tepat waktu dengan

kejadian penyakit campak didapatkan hasil odds ratio= 3,085 ;(CI:

1,793-5,307 dengan p =0.000. Dari point b dapat diinterpretasikan

bahwa balita yang tidak imunisasi campak tepat waktu mempunyai

risiko terkena penyakit campak 3,085 kali dibandingkan dengan

balita yang mendapat imunisasi tepat waktu dan secara statistik

bermakna dengan nilai p=0.000. Dan perhitungan Population

Attribute Risk (PAR) adalah 51,48% dengan kata lain kasus

penyakit campak dapat dicegah sekitar 51,48% dengan

menghilangkan faktor risiko jika anak balita mendapat imunisasi

campak tepat waktu.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Suardiyasa, 2008 menunjukkan bahwa status imunisasi

merupakan variabel yang berhubungan dengan kejadian penyakit

campak pada balita di Kabupaten Toli-Toli dimana status imunisasi

mempunyai nilai OR sebesar 38,089 (CI=95% : 16.592-87,438)

Page 64: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

52

dengan p =0,000 yang berarti mempunyai hubungan yang sangat

signifikan dimana anak yang status imunisasinya tidak lengkap

berisiko menderita penyakit campak 38,089 kali dibandingkan

dengan anak yang mempunyai status imunisasi lengkap.

Meskipun di Kabupaten Banyumas telah mencapai target

imunisasi campak, kenyataan dilapangan bahwa tidak menjamin

mata rantai infeksi campak akan terputus dengan cakupan

imunisasi yang tinggi. Dilaporkan dari beberapa daerah bahwa

karena adanya kelompok umur diluar sasaran imunisasi diatas 5

tahun yang rentan infeksi sehingga dapat berperan sebagai sumber

pnularan (Kusnanto, 1992). Anak umur 6-8 bulan sudah rentan

terhadap penyakit campak, dengan insidensi sebesar 248 per

1000. Kedayagunaan vaksin campak sebesar 70,25% dan odds

ratio 3,3 artinya bahwa kemungkinan terkena campak bagi anak

yang belum divaksinasi campak 3,3 kali dari anak yang sudah

divaksinasi campak. Ditemukan pula bahwa insidensi campak

terbanyak pada umur 9-14 bulan (Kristiani, 1988). Bayi umur 6

bulan memiliki titer antibodi yang rendah terhadap virus campak

sehingga rentan terhadap penyakit campak, dibawah umur

vaksinasi campak yang dianjurkan baik oleh depkes maupun IDAI

(9 bulan).

Kesulitan yang dialami untuk mencapai dan

mempertahankan angka cakupan yang tinggi bersama-sama

dengan keinginan untuk menunda pemberian imunisasi sampai

hilang antibodi maternal merupakan sesuatu yang berat dalam

pengendalian penyakit campak. Anak-anak di Negara berkembang,

maternal antibodi akan hilang pada usia 9 bulan dan di negara

maju diatas 15 bulan.

Cakupan pelayanan vaksinasi dan waktu pemberian yang

tepat merupakan salah satu indikator keberhasilan manajemen

program imunisasi. Faktor lain yang berpengaruh adalah rantai

Page 65: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

53

dingin, mutu pelayanan kesehatan yang terkait.(kusnanto et

al,1997).

Kekebalan alami campak dari ibu (maternal antibody)

kepada bayi paling lama bertahan pada bayi sampai usia 9 bulan,

maka selebihnya harus diberikan imunisasi buatan untuk

mendapatkan kekebalan yang permanen. (Dirjen P2PL 2009).

Rendahnya kekebalan individu dan masyarakat terhadap penyakit

campak sehingga ketika virus bersirkulasi dengan cepat

menyebabkan ledakan kasus, akibat banyaknya anak yang belum

terlindungi (Dirjen P2PL, 2009)

Namun jika dilihat dari analisis bivariat dengan melihat

status imunisasi campak yaitu ketepatan pemberian imunisasi

campak dengan kejadian penyakit campak. Dari analisis ini dapat

dilihat ada hubungan bermakna secara biologi dengan OR = 3,085

dengan CI 95%= 1.793-5,307 serta bermakna secara statistik p =

0.000. Ini dapat diinterpretasikan bahwa Kejadian penyakit campak

pada anak balita akan meningkat 3,085 pada anak yang mendapat

imunisasi campak tidak tepat waktu dibandingkan dengan balita

yang mendapat imunisasi campak tepat waktu di Kabupaten

Banyumas tahun 2007-2011.

Penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pemberian

imunisasi campak dengan kejadian penyakit campak. Namun

keberhasilan imunisasi masih tergantung pada faktor lain selain

status imun diantaranya faktor genetik pejamu serta kualitas dan

kuantitas vaksin ( IDAI, 2008).

Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak melihat secara

mendalam faktor keberhasilan imunisasi yaitu (IDAI,2008) :

1) Status imun Penjamu

Pada bayi yang semasa janin mendapat antibodi maternal

spesifik terhadap virus campak, hasil imunisasi campak tidak

akan maksimal jika diberikan pada saat kadar antibodi spesifik

Page 66: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

54

campak masih tinggi. Bayi yang mendapat Obat tertentu,

menderita infeksi sistemik serta mengalami gizi buruk akan

mempengaruhi pula kualitas vaksin. Namun dalam penelitian ini

tidak di telusuri mengenai status imun bagi Pejamu.

2) Faktor genetik Pejamu

Penyebab lain dari keberhasilan imunisasi adalah variabel

genetik yang dapat mempengaruhi interaksi antara sel-sel imun.

Genetik respon imun diantaranya responder baik, cukup dan

rendah. Pada antigen tertentu akan memberikan respon rendah

tapi antigen lain dapat lebih tinggi. Ini pula yang bisa

mempengaruhi keberhasilan vaksinasi tidak 100% meskipun

target imunisasi di suatu daerah mencapai target. Hal ini bisa

dilihat di Kabupaten Banyumas yang target imunisasi campak

diatas 90% namun masih banyak kasus penyakit campak yang

ditemukan.

3) Kualitas dan kuantitas Pejamu

Dari cara pemberian vaksin, dosis vaksin, frekuensi pemberian

ini juga bisa mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Karena

dalam menilai kualitas vaksin atau untuk mengetahui potensi

vaksin harus dilakukan pemeriksaan laboratorium yang rumit

maka sebisa mungkin kualitas vaksin harus di pertahankan.

Untuk mempertahankan kualitas vaksin diperlukan

penyimpanan dan transportasi yang memenuhi syarat rantai

vaksin yang baik. Di Kabupaten Banyumas telah melaksanakan

prosedur yang telah ada namun pelayanan di tingkat posyandu

yang luput dari pemantauan. Ini dapat dilihat dari penggunaan

termos vaksin standar yang dimiliki puskesmas jauh lebih sedikit

dibanding dengan jumlah posyandu yang ada. Sebagai contoh

puskesmas Karanglewas, Kedungbanteng dan Baturaden I

masing-masing memiliki 76, 82 dan 30 posyandu, termos vaksin

6, 3 ,8 dan termos biasa 10,16 , 21. Akibatnya kadang-kadang

Page 67: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

55

petugas imunisasi hanya menggunakan termos biasa yang ada

dan tidak dilengkapi dengan alat pengukur suhu yang

sederhana. Ini penting untuk pemantauan suhu mengingat

waktu vaksin diangkut ke tempat-tempat vaksinasi atau

posyandu. Pada proses pemberian imunisasi juga sering terjadi

petugas imunisasi lupa menutup rapat termos vaksinnya.

Kesulitan lain dalam penelitian ini adalah data yang

kurang lengkap baik petugas surveilans maupun petugas imunisasi

puskesmas serta hanya melihat klinis campak tanpa konfirmasi

laboratorium. Untuk itu Program case based measles surveilans

(CBMS) yang sedang berlangsung di kabupaten Banyumas perlu

pemantapan sosialisasi. Pelaksanaan CBMS yang baik dapat

membantu penanggulangan dan pengendalian penyakit campak.

Tujuan dari sosialisasi CBMS adalah 1). Terlaksananya

pengumpulan data campak dan mengetahui gambaran

epidemiologinya yang meliputi : waktu, tempat, kejadian, umur, dan

status imunisasi, di setiap unit pelayanan kesehatan, puskesmas

dan rumah sakit. 2) Terlaksananya analisis data penyakit campak

dan faktor-faktor risiko yang menjadi pencetusnya, di setiap tingkat

unit pelayanan administrasi kesehatan. 3) Terlaksananya

penyelidikan epidemiologi setiap KLB (kejadian luar biasa) penyakit

campak dan sesegera mungkin melakukan konfirmasi laboratorium.

4) Terlaksananya case base surveilans (surveilans berbasis kasus)

secara bertahap. 5) Terwujudnya pengambilan keputusan dengan

menggunakan data surveilans.

Page 68: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Balita yang tidak mendapat imunisasi campak akan berisiko terkena

penyakit campak 2,773 kali dibandingkan dengan balita yang

mendapat imunisasi campak di Kabupaten Banyumas tahun 2007-

2011.

2. Balita yang mendapat imunisasi campak tidak tepat waktu akan

berisiko terkena penyakit campak 3,085 kali dibandingkan dengan

balita yang mendapat imunisasi campak tepat waktu di Kabupaten

Banyumas tahun 2007-2011.

B. Saran 1. Memperkuat imunisasi rutin campak dan penelaahan jadwal

imunisasi mengingat pentingnya pemberian imunisasi tepat waktu.

2. Meningkatkan kinerja petugas imunisasi/ bidan disetiap pelayanan

imunisasi.

3. Pemantapan sosialisasi CBMS terutama petugas puskesmas dan

pos kesehatan desa.

4. Memperkuat surveilans berbasis masyarakat.

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor keberhasilan

imunisasi campak.

57

Page 69: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

57

DAFTAR PUSTAKA

Aaby, P., Jensen, H., Samb, B., Cisse, B., Sodemann, M., Jakobsen, M., et al. (2003). Differences in female-male mortality after high-titre measles vaccine and association with subsequent vaccination with diphtheria-tetanus-pertussis and inactivated poliovirus: reanalysis of West African studies. Lancet, 361(9376), 2183-8. doi: 10.1016/S0140-6736(03)13771-3.

Achmadi, U.F, Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Wilayah. Available from: http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/e0208823ba78576c6169daf277c7e35df53bd7a8.pdf) [Accessed 21 Mart 2011].

Achmadi, U.F, (2008), Manajemen Penyakit berbasis wilayah. Universitas Indonesia-Press, Jakarta.

Anies. (2006). Manajemen penyakit berbasis lingkungan solusi mencegah dan menanggulangi penyakit menular. (A. Subandi, Ed.) (pp. 138-144). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Retrieved from http://books.google.co.id/books?id=3SXRVbX8cMcC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false.

Akkramuzzaman, S.M., Cutts, F.T., Hossain, Md.J., Wahedi, O.K, Nahar, N., Islam, D., Shaha, N.C., and Mahalanabis, D. (2002) Measles vaccine effectiveness and risk factors for measles in Dhaka, Bangladesh. Bulletin of the world health organization, 20 (10), pp 776-782.

Ayubi, D. (2009) Kontribusi pengetahuan ibu terhadap status imunisasi anak di tujuh provinsi di Indonesia. Jurnal pembangunan Indonesia, 7(1), pp 8-16.

A.H. Markum. (2002). Imunisasi. Jakarta : FKUI.

Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara.

Biellik, R., Madema, S., Taole, A., Kutsulukuta, A., Allies, E., Eggers, R., et al. (2002). First 5 years of measles elimination in southern Africa: 1996-2000. Lancet, 359(9317), 1564-8. doi: 10.1016/S0140-6736(02)08517-3.

Badan Pusat Statistik, Banyumas, 2009, Indikator Kesejahteraan Rakyat dan Standar Indikator Kesra Kabupaten Banyumas, BPS Banyumas.

Brunelly, PA, 1988 Measles vaccin one or two disease Peddiatrics 81.5

Page 70: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

58

Chin, James, (2000), Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17 tahun Editor penterjemah : Dr. I Nyoman Kandun, MPH.

Departemen Kesehatan RI. (1999). Status Gizi dan Imunisasi Ibu dan

Anak di Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI (2009)a. Pedoman Penyilidikan Dan

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular Dan Keracunan, Direktorat P2PL. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2009)b. Profil Kesehatan Indonesia, Pusat

Data kesehatan, Jakarta Departemen Kesehatan RI. (2006).

www.p3skk.litbang.depkes.go.id/policy.htm Departemen Kesehatan RI. (2005), Keputusan menteri kesehatan RI

tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi, Jakarta. Departemen Kesehatan RI (2010) Imunisasi efektif menekan angka

kesakitan dan kmatian Bayi (internet), Available from : <http://www.penyakitmenular.info/def_menu.asp?menuID=11&menuType=1&SubID=2&DetId=802> [Accessed 21 December 2010].

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,

2005, Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(2009) Sub Direktorat Surveilans Epidemiologi Monthly Epidemiological Report Laporan Bulanan Epidemiologi. Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(2009) Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian luar Biasa (KLB) Penyakit menular dan Keracunan, Depkes RI. Jakarta.

Dick, G. (1992) Practical immunization. MTP press, London

Dick, G. (1995). Imunisasi dalam Praktek. Jakarta : Hipokrates.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. (2005). Prosedur Tetap Penanganan KLB dan Bencana Propinsi Jawa Tengah. Semarang : Dinas Kesehatan. Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2008). Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah.

Page 71: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

59

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2009). Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2006). Profil Kesehatan

Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2007). Profil Kesehatan

Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2008). Profil Kesehatan

Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2009)a. Profil Kesehatan

Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, (2009)b Evaluasi Program,

Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas (2010). Profil Kesehatan

Kabupaten Banyumas. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (1999) Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Barat, Bandung. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (2000) Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Barat, Bandung.

Ditjen PPM&PLP. (1994) Petunjuk Teknis Penyakit Campak. Ditjen PPM&PLP.(1994) Pencatatan dan Pelaporan Kasus Campak. Ditjen PPM&PLP, 1995. Petunjuk Tekhnis Reduksi Campak di Indonesia. Djohari, A; Utoyo, B dan Ilyanto, S. (1985) Memasyarakatkan imunisasi

dalam rangka penurunan mortalitas bayi dan anak. Universitas Indonesia, Jakarta.

Duski, Oki, (2001) Hubungan Status Imunisasi Campak Dengan Kejadian

Campak pada Anak Usia Dibawah 5 Tahun Saat Peristiwa Wabah Campak Di Desa Pagerageung Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2000. Tesis, Program Studi Epidemiologi Kekhususan Epidemiologi Lapangan. Program PascaSarjana UI. Jakarta.

Page 72: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

60

Environmental Health & Safety, Monday, July 5, 2010, Beberapa Pertanyaan Seputar Penyakit Berbasis Lingkungan. Available from : <http://idanputri.blogspot.com/2010/07/beberapa-pertanyaan-seputar-penyakit.html> [Accessed 22 Mart 2011].

Giesecke, J 1994. Modern Infections Desease Epidemiology, London. Hal:

68, 223. Gunawan S, 1987. Pengembangan Program Imunisasi di Indonesia.

Dalam Laporan Semiloka Campak dan Kaitannya Dengan Kelangsungan Hidup Anak di Indonesia, Jakarta. Hal. : 51

Harjati, J, 1989. campak dan Permasalahannya, Atmajaya, Jakarta. Hal:8

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Satgas Imunisasi (2008), Pedoman

Imunisasi di Indonesia, Badan Penerbit Ikatan Anak Dokter Indonesia, Jakarta.

Ikatan Dokter Anak Indonesia, (2010) Pedoman Pelayanan Medis(2010),

Jakarta. Indan Entjang. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti. Jawetz, E., Melnick, J. L., dan Adelberg, E. A, 1984, Mikrobiologi, Edisi 16

Editor penterjemah : dr. Gerard Bonang, EGC, hal. 331- 333.

Lemeshow, S, Lwanga, S.K. , Jr, David, W. H & Klar Janelle (1997), Besar sampel dalam penelitian kesehatan, diterjemahkan oleh drg. Dibyo Pramono, SU, MDSc, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Lydon, P., Beyai, P. L., Chaudhri, I., Cakmak, N., Satoulou, A., and

Dumolard, L. (2008). Government financing for health and specific national budget lines: the case of vaccines and immunization. Vaccine, 26(51), 6727-6734.

Kusnanto, H. (1992) Faktor-Faktor yang mempengaruhi penurunan titer

vaksin campak deri pusat penyimpanan di kanwil depkes diy sampai di posyandu. Laporan penelitian. UGM. Yogyakarta.

Kusnanto, H. Wilopo,S.A. Sarjono, A. Rusito,H. (1997) Pencapaian

Program Imunisasi pada Anak Usia 12-23 bulan di Kabupaten Purworejo, Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat, FK, UGM, Yogyakarta.

Page 73: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

61

Kristiani, (1988) Vaksinasi Campak Pada Anak Umur 6-36 Bulan Dengan Berbagai Tingkat Gizi Di Kecamatan Salam Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. Tesis UGM. Yogyakarta

Madsen, K.M., Hviid, A., Vestergaard ,M., Schendel, D., Wohlfahrt, J.,

Thorsen, P., Olsen, J., and Melbye, M. (2002) A population-based study of measles, mumps, and rubella vaccination and autism. Journal Of Medicine, 347 (19), pp 1477-1482.

Masykuri, N, 1987. Beberapa Metoda yang dapat Dipakai Dalam

Penelitian Campak. Dalam: Semiloka campak dan Kaitannya dengan Kelangsungan Hidup anak di Indonesia, Jakarta. hal ; 114-121.

Muchlastriningsih, E (2005) Penyakit-penyakit Menular yang Dapat

Dicegah dengan Imunisasi di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Murti, Bhisma. (1997), Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta. Orenstein WA, Bernier RH, Dondero TJ, Hinman AR, Marks JS, Bart KJ,

Sirotkin B. (1985) Field evaluation of vaccine efficacy. Bulletin of World Health Organization;63(6):1055–1068

Padri, Salma. (2002) Hasil Penelitian: Evikasi Vaksin Campak pada Balita (15-59 bulan) di Kabupaten Serang, 1999-2000. Balitbangkes. Departemen Kesehatan dan Kesejateraan Sosial RI, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran no. 134. Hal 21-23.

Paul Courtright, David Fine, Robin L. Broadhead, L. M. & M. V. (2002). Abnormal vitamin A cytology and mortality in infants aged 9 months and less with measles. Annals of Tropical Paediatrics, 22, 239-243.

Perkembangan Teori Terjadinya Penyakit. Available from : <http://www.kesmas.tk/2010/10/perkembangan-teori-terjadinya-penyakit.html> [Accessed 29 December 210]

Purnomo, H. (1996) Faktor-faktor yang Berhubungan Terhadap Kejadian

Campak Pada anak Usia 12-24 bulan di Kota Madya Jakarta Selatan. Tesis, UI, Jakarta.

Program Pacsasarjana Program IKM. (2005) Panduan Penyusunan

Tesis, Universitas Gadjah Mada.

Page 74: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

62

Ranuh, I.G.N. (2005). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Relly, C.M.J. (1961). Living Attenuated Measles Virus Vaccine in Early

Infancy. Study of The Roleof Passive antibody in Immunization. New Engl Journal Medicine. 265, 165

Richart M, Behrman, Robert M, Kliegman, Hal B, J. (2004, February). Nelson Textbook of Pediatrics, 17th Edition. The Nurse Practitioner. doi: 10.1097/00006205-200402000-00009. Section 11-viral infections. Chapter 225-Measles

Robert L. Davis, MD, Piotr Kramarz, MD, Karl Bohll, John Mullooly, Steve Black, Hendry Shinefield, Eilleen Eriksen, Frank Destefano, Robert Ch, (2001), Measles-Mump-Rubella and Other Measles-Containing Vaccines Do Not Increase The Risk For inflammatory Bowel Disease, Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine/ Vol. 155. Pg 354-359.

Robert M. Kliegman, Richard E. Behrman, Hal B. Jenson, B. F. S. (2007). Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. (J. Fletcher, Ed.)Archives of Disease in Childhood (18th ed., Vol. 40). Philadelphia. doi: 10.1136/adc.40.211.338. Chapter 243. Measles.

Salimo Harsono, 8 April 2009. Peran Imunisasi untuk Menunjang Tumbuh Kembang Balita anak Indonesia Berkualitas disampaikan dalam acara pengukuhan sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Available from : <http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=156> [Accessed 29 December 2010]

Sastroasmoro, S, Ismael S (2010), Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi Ke-3, Sagung Seto, Jakarta.

Setiasih, A, (2011), Faktor Risiko Kejadian Difteri di Kota Surabaya Propinsi Jawa Timur. tesis, UGM, Yokyakarta.

Setiawan, I. M. (2008) Penyakit Campak, Sagung Seto. Jakarta. Siregar, K (2002) Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Umur 9

bulan - 6 tahun Pada Saat KLB di Kabupaten Bogor tahun 2002. Tesis. UI. Jakarta

Slamet, Margono (1999). Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-Prinsip

Manajemen Mutu Terpadu, IPB Bogor.

Page 75: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

63

Sonja S. Hutchins, Anita Dezayas, Kristen Le Blon d, Janet Heath, William Bellini, Susette Audet, Judy Beeler, Wendy Wattigney, and Lauri Markowitz (2012) Evaluation of an Early Two-Dose Measles Vaccination Schedule. American Journal of Epidemiology. USA

Suardiyasa, I M (2008) Faktor-Faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak

pada Balita di Kabupaten Tolitoli propinsi Sulawesi Tengah. tesis, UGM, Yogyakarta.

Sub PIN dan Pemberian Vitamin A. (2007). Laporan kampanye campak.pdf (pp. 99-105). Provinsi Jawa Timur.

Susanto, L.H. (1999) Hubungan Antara Potesi Vaksin Campak dengan Rantai Dingin di Kecamatan Ambal Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Tesis, UGM, Yogyakarta.

Timmreck, T. C. (2005). Epidemiologi suatu pengantar Edisi 2. Palupi Widyastuti, Ed. Jakarta. Buku Kedokteran EGC. hal. 45,46,96,101,129.

Widodo Darmowandowo, Parwati S. Basuki, Campak . Available from : <http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-esnj280.htm> [Accessed 22 Mart 2010].

Wisnuwijoyo, A.P. (2003) Pengelolaan Vaksin, Penatalaksanaan Imunisasi Campak dan Efikasi Vaksin Campak di Kabupaten Sukoharjo. Tesis, UGM, Yogyakarta.

World Health Organization (2011)a. Global Immunization Data [Accessed

25 Januari 2011] http://www.who.int/immunization_monitoring/Global_Immunization_Data.pdf

World Health Organization (2011)b. Global Health Observatory Data

Repository [Accessed 25 Januari 2011] http://apps.who.int/ghodata/?vid=80100#

Yuwono, D (1987). Efektifitas Imunisasi Campak dan Faktor-faktor yang

mempengaruhinya Sukabumi dan Kuningan Propinsi Jawa Barat, Laporan PTM Litbang Kes. RI.

Page 76: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

64

1. Kontrol. 2. kontrol

Kuesioner Penelitian

PROGRAM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MINAT FIELD EPIDEMIOLOGI TRAINING PROGRAM (FETP) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

TAHUN 2010 JUDUL PENELITIAN :

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK KLINIS DI KABUPATEN BANYUMAS Puskesmas : ___________________ Posyandu : ___________________

I. IDENTITAS

a. Identitas Anak

1. Nama : ___________________

2. Tanggal Lahir : ___________________

3. Jenis Kelamin : L / P

4. Umur : ___________________

5. Anak ke : ___________________

6. Status Imunisasi anak : a. Ya b. Tidak

Jika ya, ke pertanyaan nomor 7

Jika tidak, langsung ke pertanyaan nomor 9

7. Tanggal Imunisasi :

8. Imunisasi campak di :

a. Posyandu

b. Puskesmas

c. Rumah sakit

d. Lainnya : ……………………

9. Jika Tidak, mengapa? : (untuk orang tua)

a.tidak tahu

b.mahal/bayar

Page 77: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

65

b. Identitas Ibu :

1. Nama : ___________________

2. Alamat : ___________________

3. Umur : ___________________

4. Pendidikan :

1. Tidak tamat SD

2. Tamat SD

3. Tamat SLTP

4.Tamat SLTA

5. Tamat D3/ Perguruan Tinggi

5. Jumlah Penghasilan keluarga per bulan :

Rp............................ 6. Jumlah anak : ________

7. Informasi tentang imunisasi campak didapat

dari :

a. Kader Penyuluhan posyandu

b. Buku

c. Media Massa

d. Keluarga/ kerabat

e. Petugas kesehatan

8. Sumber informasi :

a. KMS/ catatan puskesmas

b. Kartu imunisasi

9. Pernah mendapat penyuluhan imunisasi

campak?

a. Ya

b. Tidak

Page 78: hubungan status imunisasi dan ketepatan imunisasi campak dengan kejadian campak di kabupaten banyumas

66

Imunisasi yang sudah diberikan :

Jenis Imunisasi

Umur anak saat

diberikan imunisasi

Tgl Pemberian imunisasi campak

Biaya Tempat Vit A

Campak

II. Jika pernah mendapat imunisasi campak :

a. Siapa petugas yang memberi imunisasi?

b. Bagaimana chold chainnya?(Chold chain dichek oleh

petugas/peneliti): _____oC

c. Berapa suhu chold chain/termos yang dipakai untuk membawa

vaksin?(dengan thermometer) _______ oC