GAMBARAN KUALITAS UDARA AMBIEN (SO2,NO2,TSP) … · 2017. 9. 28. · Jakarta Governor Decree No....
Transcript of GAMBARAN KUALITAS UDARA AMBIEN (SO2,NO2,TSP) … · 2017. 9. 28. · Jakarta Governor Decree No....
GAMBARAN KUALITAS UDARA AMBIEN (SO2,NO2,TSP)
TERHADAP KELUHAN SUBYEKTIF GANGGUAN PERNAPASAN
PADA PEDAGANG TETAP DI KAWASAN TERMINAL BUS
KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2017
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
PUTRI DEWI RIANI
1112101000077
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/ 2017 M
i
ii
iii
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKLUTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Maret 2017
Nama : Putri Dewi Riani Nim : 1112101000077
Gambaran Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP) Terhadap Keluhan
Subyektif Gangguan Pernapasan Pada Pedagang Tetap di Kawasan
Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
( xxii + 106 halaman, 4 gambar, 10 tabel, 3 bagan, 16 lampiran)
ABSTRAK
Keluhan subyektif gangguan pernapasan merupakan salah satu gejala yang
dirasakan oleh seseorang salah satunya diakibatkan oleh pencemaran udara dari
paparan polutan di udara ambien terutama di kota-kota besar seperti DKI Jakarta.
Seperti disampaikan dalam Profil Kesehatan DKI Jakarta tahun 2012 yang
menunjukkan, sekitar 46% penyakit masyarakat bersumber dari pencemaran udara
,antara lain: gejala pernapasan (43%), iritasi mata (1,7%) dan asma (1,4%). Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran kualitas udara ambien
(SO2,NO2,TSP) terhadap keluhan subyektif gangguan pernapasan pada pedagang
tetap di kawasan Terminal Bus Kampung Rambutan yang dilaksanakan pada
bulan Desember-Januari tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian ini adalah
pedagang tetap dan kualitas udara ambien di kawasan Terminal Kampung
Rambutan. Selain itu, dilakukan pula pengukuran faktor meteorologi di area
terminal. Sampel pedagang tetap sebesar 72 responden dan sampel udara ambien
dilakukan di 4 titik area di kawasan terminal selama 1 jam pengukuran untuk gas
SO2, NO2 ,dan TSP. Analisis data menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 61 (84,7%) pedagang tetap
mengalami keluhan subyektif gangguan pernapasan dengan keluhan terbesar
adalah bersin (68,1%). Pengukuran kualitas udara ambien tertinggi berada di titik
area X2 yaitu jalur keluar terminal antar kota dengan nilai rata-rata konsentrasi
SO2, NO2 ,dan TSP adalah 45,72 µg/m3, 168,97 µg/m
3, dan 133,3 µg/m
3.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 tahun 2001,
hasil pengukuran polutan TSP melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu
sebesar 90 µg/m3
selama 1 jam pengukuran.Selanjutnya, nilai rata-rata
pengukuran faktor meteorologi seperti kelembaban udara, suhu udara, dan
kecepatan angin adalah 51%, 34,4 oC, dan 0,92 meter/detik. Kejadian keluhan
subyektif gangguan pernapasan terbesar berdasarkan kualitas udara ambien terjadi
pada pedagang tetap di titik area jalur keluar terminal antar kota sebesar 97%
v
dimana berbanding lurus dengan rata-rata konsentrasi SO2, NO2, dan TSP yang
tinggi.
Pengendalian pencemaran udara ambien di kawasan Terminal Kampung
Rambutan sebaiknya dengan melakukan pemantaun rutin dan berkala kualitas
udara ambien di kawasan terminal. Selanjutnya, bagi pedagang tetap dapat
melakukan proteksi untuk meminimalisir polutan yang terhirup saat berdagang
menggunakan masker.
Kata Kunci : Gangguan Pernapasan, Kualitas Udara Ambien, SO2, NO2, TSP,
Faktor Meteorologi, Pedagang Tetap
Daftar Bacaan : 71 (1995-2016)
vi
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
ENVIRONMENTAL HEALTH MAJOR
Undergraduate Thesis, March 2017
Name: Putri Dewi Riani NIM: 111210100077
OVERVIEW OF AMBIENT AIR QUALITY (SO2,NO2,TSP) TO
SUBJECTIVE COMPLAINT RESPIRATORY DISORDERS AT
PERMANENT MERCHANT IN KAMPUNG RAMBUTAN BUS
TERMINAL EAST JAKARTA 2017
(xxii + 106 pages, 4 pictures, 10 tables, 3 draft, 16 attachments)
ABSTRACT
Subjective complaints of respiratory disorders are one of the symptoms
that occured to someone caused by air pollution from exposure of pollutants in
ambient air, especially in big cities like DKI Jakarta. As presented in the Health
Profile of Jakarta in 2012 which showed that about 46% of disease community
originate from air pollution, such as: respiratory symptoms (43%), eye irritation
(1.7%) and asthma (1.4%). Therefore, this study aims to see an overview of
ambient air quality (SO2, NO2, TSP) to the subjective complaints of respiratory
problems on permanent merchant in Kampung Rambutan Bus Terminal that was
conducted in December-January 2017. This study is a quantitative research and
using cross-sectional design study. The samples of this research are permanent
merchants and the ambient air quality in the area of terminal. Furthermore, also
conducted measurements of meteorological factors in the terminal area. There are
72 respondents from the permanent merchants and ambient air samples conducted
at four points in the terminal area for 1 hour measurement for gas SO2, NO2, and
TSP. The analysis of data is using univariate analysis.
The results showed that 61 (84.7%) permanent merchants have subjective
complaint respiratory disorders with the biggest complaint was sneezing (68.1%).
The highest ambient air quality measurements at X2 area which is an exit area for
inter-city terminal by the average value of the concentration of SO2, NO2 and TSP
respectively amounted to 45.72 ug/m3, 168.97 ug/m
3, and 133.3 ug/m
3. Based on
Jakarta Governor Decree No. 551 of 2001, TSP pollutant measurement results
exceeded the quality standards established at about 90 ug/m3 for 1 hour
measurement. Then, the average value measurements of meteorological factors
such as air humidity, air temperature, and wind speed are 51%, 34,4 oC, and 0.92
meters/second. The cases of subjective complaints respiratory disorders based on
the ambient air quality measurement occur on permanent merchant at exit area
intercity terminal amount 97% which is proportional with high average
concentration of SO2, NO2 and TSP.
vii
Ambient air pollution in the area of Kampung Rambutan Terminal can be
controlled with routine and periodic monitoring of ambient air quality.
Furthermore, the permanent merchant can make protection to minimize inhaled
pollutants by using mask when working.
Keywords : Respitory Disorders, Ambient Air Quality, SO2, NO2, TSP,
Meteorological Factors, Permanent Merchant
Reference : 71 (1995-2016)
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama Lengkap : Putri Dewi Riani
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 05Maret 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Golongan Darah : A
No. Hp : 085711774295
Alamt : Jl. HOS Cokroaminoto, Gg. Delima Putih RT 004/001 Larangan
Utara, Ciledug Tangerang
Alamat Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2012-sekarang : Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2009-2012 : SMA N 90 Jakarta
2006-2009 : SMP N 161 Jakarta
2000-2006 : SDN Kreo 04 Tangerang
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT, Pemelihara Alam Semesta yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini yang berjudul “Gambaran Kualitas Udara (SO2, NO2,
TSP) Terhadap Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Pada Pedagang Tetap
di Kawasan Terminal Bus Kampung Rambutan, Jakarta Timur Tahun 2017”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang,
sehingga tujuan penulisan skripsi ini akan tercapai.
Adapun dalam penulisan, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
laporan skripsi ini, khususnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syahid Jakarta Prof.
Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes
2. Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syahid Jakarta Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., P.hD
3. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, PhD selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini.
4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan proposal
skripsi ini.
5. Para dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen Peminatan
Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan pengajaran dan ilmu yang bermanfaat.
6. Keluarga penulis yaitu Bapak dan Ibu Penulis serta saudara penulis Putra
Kurnia Sandi, Roy Dwi Stiawan, dan Rio Sugiantoro yang selalu
x
mendoakan, memotivasi dan mendukung penulis dalam penyelesaian
skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Lingkungan angkatan 2012: Sarah
Apriliya, Nurmarani, Anisa Apriliyani,Bella Kurnia, Annisa Dwi Lestari,
Sri Widiastuti, Yolanda Mutiara, Yufa Zuriya, Tyas Indah Permatasari,
Isnaeni Putri, Juwita Wijayanti, Ukhty Rahmah Sari Manap, Azizah,
Hanifatunnisa At-thoriqoh, Nadira Khairani, Ainia Nurul Aqida, Destinia
Putri, Yola Dwi Putri, Hanun Haffiya, Putri Ayuni, Syifa Azkiya, Abd
Rohim, Ivanullah Angriawan Wibisono, dan Agus Dwi Putra.
8. Sahabat Saya dari awal perkuliahan “LIMA”: Nurmarani, Anisa
Apriliyani, Nuni Puspa Syahidah, dan Sekar Wigati Suprapto yang selalu
memberikan semangat, motivasi, dan dukungan kepada penulis selama
proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.
9. Sahabat Tersayang saya: Efrinda, Noviandira, Sabrina, Kurnia, Irsalina,
dan Tri yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca maupun saya
penulis secara pribadi. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kata-kata
yang kurang berkenan di hati pembaca.
Wassalamualaikum Wr.Wb
xi
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG............................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................................... iii
ABSTRAK.......................................................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN............................................................................................................. xvi
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian.................................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 8
1. Tujuan Umum........................................................................................ 8
2. Tujuan Khusus....................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian........................................................................................ 9
1. Bagi Terminal Bus Kampung Rambutan............................................... 9
2. Bagi Peneliti........................................................................................... 9
3. Bagi Pedagang Tetap............................................................................. 10
F. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 12
A. Gangguan Pernapasan................................................................................... 12
1. Anatomi Sistem Pernapasan Manusia.................................................... 12
2. Definisi Gangguan Pernapasan.............................................................. 16
3. Gejala Gangguan Pernapasan................................................................ 16
4. Penyebab Gangguan Pernapasan........................................................... 19
xii
B. Faktor Individu yang Mempengaruhi Keluhan Gangguan Pernapasan......... 20
C. Jenis-Jenis Udara............................................................................................ 22
1. Udara Ambien......................................................................................... 22
2. Udara Emisi............................................................................................. 22
D. Pencemaran Udara.......................................................................................... 23
1. Definisi Pencemaran Udara..................................................................... 23
2. Sumber Pencemaran Udara..................................................................... 24
3. Dampak Kesehatan Akibat Pencemaran Udara...................................... 25
4. Pengaruh Unsur Meteorologi Terhadap Pencemaran Udara................... 25
E. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional................................................ 28
F. Sulfur Dioksida (SO2).................................................................................... 29
1. Definisi dan Karakteristik....................................................................... 29
2. Sumber............................................................................ ....................... 30
3. Dampak SO2............................................................................................ 31
a. Terhadap Kesehatan......................................................................... 31
b. Terhadap Lingkungan...................................................................... 31
4. Populasi Rentan Terhadap SO2............................................................... 32
5. Toksikologi SO2..................................................................................... 32
6. Baku Mutu SO2....................................................................................... 33
G. Nitrogen Dioksida (NO2)............................................................................... 33
1. Definisi dan Karakteristik....................................................................... 33
2. Sumber.............................................................................. ..................... 33
3. Dampak NO2........................................................................................... 34
a. Terhadap Kesehatan......................................................................... 34
b. Terhadap Lingkungan....................................................................... 34
4. Populasi Rentan Terhadap NO2............................................................... 35
5. Toksikologi NO2...................................................................................... 35
6. Baku Mutu NO2....................................................................................... 35
H. Total Suspended Particulate (TSP)................................................................ 36
1. Definisi dan Karakteristik....................................................................... 36
2. Sumber............................................................................... .................... 37
3. Dampak TSP............................................................................................ 38
xiii
a. Terhadap Kesehatan......................................................................... 38
b. Terhadap Lingkungan....................................................................... 39
4. Populasi Rentan Terhadap TSP............................................................... 39
5. Toksikologi TSP...................................................................................... 40
6. Baku Mutu TSP....................................................................................... 40
I. Kerangka Teori............................................................................................... 40
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.......................... 43
A. Kerangka Konsep........................................................................................... 43
B. Definisi Operasional....................................................................................... 46
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN........................................................................ 48
A. Desain Penelitian............................................................................................ 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................................... 48
C. Populasi............................................................................................ .............. 49
D. Sampel.............................................................................................. ............. 49
E. Pengambilan Sampel...................................................................................... 50
1. Sampel Responden.................................................................................. 50
2. Sampel Udara Ambien............................................................................. 54
F. Sumber Data.................................................................................................... 56
G. Cara Pengumpulan Data.................................................................................. 56
1. Pengukuran Konsentrasi Udara Ambien.................................................. 56
a. Pengukuran SO2 Udara Ambien....................................................... 56
b. Pengukuran NO2 Udara Ambien....................................................... 58
c. Pengukuran TSP Udara Ambien....................................................... 60
2. Pengukuran Faktor Meteorologi.............................................................. 63
3. Lembar Kuisoner..................................................................................... 63
H. Pengolahan Data............................................................................................. 64
I. Analisis Data.................................................................................................. 65
1. Analisis Univariat.................................................................................... 65
BAB V. HASIL PENELITIAN......................................................................................... 67
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................................... 67
B. Gambaran Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan, Karakteristik
Individu, Kualitas Udara Ambien, dan Faktor Meteorologi...........................
68
xiv
1. Gambaran Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan................................ 69
2. Gambaran Jenis Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan....................... 69
3. Gambaran Karakteristik Pedagang Tetap................................................... 70
4. Gambaran Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP).................................. 73
5. Gambaran Faktor Meteorologi.................................................................. 74
6. Distribusi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan
Karakteristik Pedagang Tetap....................................................................
76
7. Distribusi Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP) Berdasarkan Faktor
Meteorologi................................................................................................
78
8. Distribusi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan
Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP)....................................................
80
BAB VI. PEMBAHASAN.................................................................................................. 82
A. Keterbatasan Penelitian..................................................................................... 82
B. Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan.........................................................
C. Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP)...........................................................
D. Faktor Meteorologi............................................................................................
E. Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP) Berdasarkan Faktor
Meteorologi.......................................................................................................
F. Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan Kualitas Udara
Ambien..............................................................................................................
82
88
92
94
97
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN.............................................................................. 102
A. Simpulan................................................................................................ ........... 102
B. Saran....................................................................................................... ........... 105
1. Bagi Terminal Bus Kampung Rambutan.................................................... 105
2. Bagi Peneliti Selanjutnya............................................................................ 105
3. Bagi Pedagang Tetap................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ xvii
LAMPIRAN
xv
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional 28
Tabel 3.1 Definisi Operasional 46
Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan pada
Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan Jakarta
Timur Tahun 2017
69
Tabel 5.2 Gambaran Jenis Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
pada Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan
Jakarta Timur Tahun 2017
70
Tabel 5.3 Gambaran Karakteristik Pedagang Tetap di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
71
Tabel 5.4 Gambaran Kualitas Udara Ambien (SO2, NO2, TSP) di
Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
73
Tabel 5.5 Gambaran Faktor Meteorologi di Terminal Kampung
Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
75
Tabel 5.6 Distribusi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Berdasarkan Karakteristik Pedagang Tetap di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
76
Tabel 5.7 Distribusi Faktor Meteorologi Terhadap Kualitas Udara
Ambien dan Dampaknya dengan Jenis Keluhan Subyektif
Gangguan Pernapasan pada Pedagang Tetap di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
79
Tabel 5.8 Distribusi Kualitas Udara Ambien Terhadap Keluhan
Subyektif Gangguan Pernapasan pada Pedagang Tetap
di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
80
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Sistem Pernapasan Manusia 12
xvi
Gambar 4.1 Denah Pengukuran Sampel Udara Ambien Terminal
Kampung Rambutan
54
Gambar 4.2 Titik Koordinat Peletakkaan Alat Pengukuran Udara Ambien
Terminal Kampung Rambutan
55
Gambar 5.1 Denah Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur
67
Daftar Bagan
Bagan 2.1 Kerangka Teori 42
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 45
Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel 52
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gangguan pernapasan seperti ISPA, asma, dan bronkitis
menjadi penyebab morbiditas terbanyak yang dilaporkan oleh pusat
pelayanan kesehatan, puskesmas, klinik, dan rumah sakit di Indonesia
terutama di kota besar seperti DKI Jakarta (Mulia, 2005). Seperti
dikemukakan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menunjukkan, prevalensi ISPA, Pneumonia, dan TB Paru di Indonesia
tahun 2013 tidak berbeda jauh dengan prevalensi ketiga penyakit tersebut
pada tahun 2007 dan DKI Jakarta termasuk ke dalam 10 provinsi yang
memiliki angka kasus yang tinggi. Gangguan pernapasan akan
mengakibatkan beberapa reaksi atau gejala yang muncul sebagai bentuk
pertahanan tubuh seperti: batuk, bersin, nyeri tenggorokan, nyeri dada ,dan
sesak napas (Fitria, 2009). Gangguan pernapasan tersebut dialami oleh
berbagai kalangan mulai dari anak-anak hingga lansia.
Salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kasus
gangguan pernapasan adalah tingginya pencemaran udara di kota besar.
Hal ini dibuktikan dengan Profil Kesehatan DKI Jakarta tahun 2012 yang
menunjukkan, sekitar 46% penyakit masyarakat bersumber dari
pencemaran udara antara lain: gejala pernapasan (43%), iritasi mata
(1,7%) dan asma (1,4%). Tidak berbeda dengan hasil studi pendahuluan
yang dilakukan peneliti sebelumnya, menunjukkan dari 10 orang pedagang
tetap di kawasan Terminal Kampung Rambutan yang di wawancarai
2
secara subyektif mengakui sebesar tujuh pedagang mengalami keluhan
gangguan pernapasan dalam dua minggu terakhir dengan gejala yang
timbul, diantaranya: tujuh pedagang mengeluh batuk, sembilan pedagang
mengeluh bersin, lima pedagang mengeluh nyeri tenggorokan, tiga
pedagang mengeluh sesak napas, dan satu pedagang mengeluh nyeri dada.
Pedagang menjadi populasi berisiko mengingat mereka beraktivitas di luar
ruangan di kawasan terminal bus yang padat pergerakan aktivitas jasa
transportasi dan tingkat polusinya.
DKI Jakarta menjadi salah satu wilayah yang tinggi tingkat
pencemaran udara ambiennya. Udara ambien merupakan udara bebas di
permukaan bumi pada bagian troposfir yang mempengaruhi kesehatan
manusia, makhluk hidup ,dan unsur lingkungan hidup lainnya (Permen LH
No 12 Tahun 2010). Hal tersebut berbanding lurus dengan data Badan
Pusat Stastistik (BPS) yang menunjukkan pertumbuhan kendaraan
bermotor di DKI Jakarta selama lima tahun terakhir mencapai 9,93% per
tahun dan pada tahun 2014 mencapai 17.523.967 unit kendaraan. Adapun
jenis-jenis zat pencemar udara di lingkungan yang berdampak negatif
terhadap kesehatan ,seperti: CO, NOx, SOx, O3, HC, Particulate Matter,
CO2, H2, H2S, dan Cl2 (Simanjuntak, 2007). Data Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2004, di beberapa provinsi terutama di kota-kota besar seperti
Medan, Surabaya dan Jakarta, emisi kendaraan bermotor merupakan
kontribusi terbesar terhadap konsentrasi NO2, CO, TSP ,dan O3 di udara
yang jumlahnya lebih dari 50% (Simanjuntak,2007).
3
Diketahui pula penyebaran dan akumulasi bahan pencemar di
udara dipengaruhi oleh keadaan meteorologi seperti suhu, kelembaban
udara, dan kecepatan angin (Syech dkk, 2012). Parameter meteorologi
berpengaruh besar pada dispersi dan penyisihan pencemar udara secara
alami. Dengan demikian, informasi meteorologi merupakan hal penting
dalam menentukan langkah-langkah pengendalian pencemaran udara dari
berbagai sumber pencemar baik industri maupun sistem transportasi
(Istikharotun dkk, 2016).
Polutan di udara ambien yang berpotensi tinggi menyebabkan
gangguan pernapasan pada manusia adalah NO2, SO2 dan Total Suspended
Particulate (TSP) karena bersifat iritan pada saluran pernapasan manusia.
Seperti dampak gas NO2 yang menyebabkan gejala mata perih dan berair
pada konsentrasi rendah, paparan jangka panjang akan meningkatkan
penyakit pernapasan seperti bronkitis kronik, pembengkakan paru-paru
sehingga mengakibatkan sulit bernafas dan berujung pada kematian
(Akdemir, 2014; Sugiarti, 2009). Paparan gas SO2 menimbulkan efek
kesehatan seperti: timbulnya iritasi tenggorokan pada konsentrasi 8-12
ppm, menyebabkan iritasi mata pada konsentrasi 20 ppm, dan terjadi
pembengkakan membran mukosa serta pembentukan mukus,
memperburuk seseorang dengan kondisi asma, PPOK dan bronkitis
(Depkes, 2007; Tugaswati, 2007). Sedangkan, efek kesehatan akibat TSP
yang masuk ke dalam saluran pernapasan akan menyebabkan timbulnya
reaksi mekanisme pertahanan tubuh non spesifik berupa batuk, bersin,
4
gangguan transpor mukosiliar, dan fagositosis oleh makrofag (Setiawan,
2002).
Emisi gas mobil dan pembangkit listrik dinyatakan sebagai sumber
dari gas NO2 di udara ambien dimana menjadi pencetus terjadinya kabut
fotokimia pada area perkotaan dan industri. Begitupula dengan gas SO2
dan Total Suspended Particulate (TSP) yang banyak dihasilkan dari hasil
kegiatan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, bensin, batubara) pada
sektor industri dan transportasi. Badan kesehatan dunia (WHO)
menyatakan bahwa tahun 1997-2003 jumlah SO2 di udara telah mencapai
ambang batas (Simanjuntak, 2007). Sedangkan, pengukuran yang
dilakukan pada tahun 2003 di wilayah Jakarta, Bekasi, Bogor dan
Tangerang menunjukkan konsentrasi TSP di Jakarta jauh melebihi baku
mutu yaitu sebesar 310,38 µg/Nm3 (Gindo, 2007 dalam Yulaekah, 2007).
Menurut Environmental Protection Agency (EPA), standar SO2 dan
NO2 udara ambien pada satu tahun pengukuran masing-masing adalah 0,03
ppm dan 0,053 ppm. Sedangkan, baku mutu SO2, NO2, dan TSP udara
ambien di Indonesia pada 1 jam pengukuran masing-masing adalah 900
µg/Nm3
,400 µg/Nm3
dan 90 µg/Nm3
(PP RI No 41 Tahun 1999 dan
KepGub DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001).
Terminal bus menjadi salah satu lokasi yang tinggi tingkat
pencemaran udaranya karena menjadi pusat kegiatan jasa transportasi.
Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur merupakan terminal terbesar
ke dua di Provinsi DKI Jakarta dengan luas area sebesar 141.000 m2 yang
telah beroperasi sejak tahun 1992. Terminal Bus Kampung Rambutan
5
merupakan terminal berjenis penumpang tipe A yang berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar provinsi dan angkutan
kota serta pedesaan. Berdasarkan data bulanan armada angkutan umum
Terminal Kampung Rambutan tahun 2016, pada bulan juli terdapat 34.221
unit kendaraan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2015),
menjelaskan bahwa masih banyak dari armada bus yang tercatat di dinas
terkait sudah tidak layak beroperasi sehingga berpotensi menimbulkan
pencemaran udara.
Padatnya aktivitas di terminal membuka peluang usaha bagi para
pedagang sehingga banyak pedagang menetap dan berjualan di area
tersebut. Pedagang tetap adalah orang yang berdagang secara menetap di
suatu lokasi dalam kurun waktu tertentu dan memiliki tempat yang tetap
seperti: kios, lapak, ruko, atau warung (Syamsiah dkk, 2008). Pedagang
tetap tersebut menjadi salah satu populasi berisiko terhadap paparan
polutan udara ambien di kawasan Terminal Kampung Rambutan karena
mereka berjualan atau beraktivitas di luar ruangan (outdoor) yang tinggi
tingkat pencemarannya dalam jangka waktu yang cukup lama dalam
sehari. Oleh karena itu, para pedagang tersebut berpotensi besar
mengalami keluhan gangguan pernapasan. Pada penelitian ini, penulis
tertarik untuk melihat lebih jauh prevalensi keluhan subyektif gangguan
pernapasan pada pedagang tetap secara keseluruhan dan melihat gambaran
kualitas udara ambien (SO2, NO2, dan TSP) di kawasan Terminal
Kampung Rambutan, Jakarta Timur Tahun 2017.
6
B. Rumusan Masalah
Keluhan gangguan pernapasan timbul dengan gejala seperti: bersin,
batuk, nyeri tenggorokan, nyeri dada, sesak napas dapat menjadi indikator
yang menunjukkan adanya konsentrasi polutan yang besar di lingkungan.
Adapun jenis polutan udara yang dapat menyebabkan kondisi tersebut
adalah gas SO2, NO2 dan TSP. Selain itu, keberadaan polutan SO2, NO2
dan TSP di udara ambien sangat dipengaruhi oleh unsur meteorologi
seperti: kelembaban, suhu ,dan kecepatan angin.
Diketahui dampak kesehatan akibat ketiga polutan tesebut adalah
inflamasi terhadap saluran napas manusia dengan beberapa gejala timbul
seperti: nyeri tenggorokan, sesak napas, nyeri dada, dan sebagainya
(Depkes, 2007; Akdemir, 2014; Yulaekah, 2007). Hasil studi pendahuluan
di lokasi menunjukkan dari 10 orang pedagang tetap di kawasan Terminal
Kampung Rambutan yang di wawancarai 7 diantaranya mengakui
mengalami keluhan gangguan pernapasan seperti: 7 pedagang mengeluh
batuk, 9 pedagang mengeluh bersin, 5 pedagang mengeluh nyeri
tenggorokan, 3 pedagang mengeluh sesak napas, dan 1 pedagang
mengeluh nyeri dada. Hal tersebut terjadi karena adanya potensi
konsentrasi gas polutan SO2, NO2 ,dan TSP yang cukup tinggi di kawasan
tersebut.
Terminal Kampung Rambutan berlokasi di wilayah Jakarta Timur
sangat berpeluang tinggi untuk tercemar ketiga polutan tersebut. Salah satu
populasi rentan di terminal yang dapat terkena dampak adalah pedagang
tetap karena pedagang tetap beraktivitas di luar ruangan dan terpapar
7
langsung oleh polutan di udara ambien dalam jangka waktu yang lama.
Oleh karena itu, para pedagang rentan mengalami gangguan pernapasan
akibat polutan di udara ambien.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran jenis keluhan subyektif gangguan pernapasan
pada pedagang tetap di kawasan Terminal Kampung Rambutan,
Jakarta Timur tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran karakteristik individu pedagang tetap di kawasan
Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017?
3. Bagaimana gambaran kualitas udara ambien (SO2,NO2,dan TSP) di
kawasan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017?
4. Bagaimana gambaran faktor meteorologi (kelembaban udara, suhu
udara dan kecepatan angin) di kawasan Terminal Kampung Rambutan,
Jakarta Timur tahun 2017?
5. Bagaimana distribusi keluhan subyektif gangguan pernapasan
berdasarkan karakteristik individu pedagang tetap di kawasan
Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017?
6. Bagaimana distribusi faktor meteorologi terhadap kualitas udara
ambien (SO2,NO2,dan TSP) dan dampaknya dengan jenis keluhan
subyektif gangguan pernapasan di kawasan Terminal Kampung
Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017?
8
7. Bagaimana distribusi keluhan subyektif gangguan pernapasan pada
pedagang tetap berdasarkan kualitas udara ambien (SO2,NO2,dan TSP)
di kawasan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017?
D. Tujuan Penelitian
Berikut ini tujuan dilakukannya penelitian, antara lain:
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kualitas udara ambien (SO2,NO2,dan TSP)
terhadap keluhan subyektif gangguan pernapasan pada pedagang tetap
di kawasan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran jenis keluhan subyektif gangguan
pernapasan pada pedagang tetap di kawasan Terminal Kampung
Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017.
b. Mengetahui gambaran karakteristik individu pedagang tetap di
kawasan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017.
c. Mengetahui gambaran kualitas udara ambien (SO2,NO2,dan TSP)
di kawasan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun
2017.
d. Mengetahui gambaran faktor meteorologi (kelembaban, suhu dan
kecepatan angin) di kawasan Terminal Kampung Rambutan,
Jakarta Timur tahun 2017.
9
e. Mengetahui distribusi keluhan subyektif gangguan pernapasan
berdasarkan karakteristik individu pada pedagang tetap di kawasan
Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017.
f. Mengetahui distribusi faktor meteorologi terhadap kualitas udara
ambien (SO2,NO2,dan TSP) dan dampaknya dengan jenis keluhan
subyektif gangguan pernapasan di kawasan Terminal Kampung
Rambutan, Jakarta Timur tahun 2017.
g. Mengetahui distribusi keluhan subyektif gangguan pernapasan
pada pedagang tetap berdasarkan kualitas udara ambien
(SO2,NO2,dan TSP) di kawasan Terminal Kampung Rambutan,
Jakarta Timur tahun 2017.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Terminal Kampung Rambutan
Memberikan informasi gambaran kualitas udara ambien SO2, NO2, dan
TSP di Terminal Kampung Rambutan sebagai area publik, agar
kedepannya dapat melakukan pemantauan rutin dan membuat
kebijakan untuk meminimalisir konsentrasi gas polutan yang
berpotensial tinggi terhadap kesehatan.
2. Bagi Peneliti
Memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menambah pengetahuan
dan pengalaman dalam melakukan pengaplikasian keilmuan kesehatan
lingkungan yang telah diberikan di bangku perkuliahan.
10
3. Bagi Pedagang Tetap
Memberikan informasi dan masukan kepada pedagang di kawasan
Terminal Kampung Rambutan dengan mengetahui risiko kesehatan
akibat paparan SO2, NO2 ,dan TSP.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul “Gambaran Kualitas Udara Ambien
(SO2,NO2, dan TSP) Terhadap Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Pada Pedagang Tetap di Kawasan Terminal Kampung Rambutan, Jakarta
Timur Tahun 2017”. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester IX
Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain
studi Cross Sectional yang akan dilaksanakan pada bulan Desember-
Januari tahun 2017. Responden penelitian adalah pedagang tetap di
kawasan Terminal Kampung Rambutan dengan jumlah sebesar 72
pedagang yang dibagi kedalam empat titik area. Pengambilan sampel
responden menggunakan metode total sample dan pengambilan data
responden dilakukan dengan metode wawancara untuk mengetahui
distribusi keluhan subyektif gangguan pernapasan serta jenis gejala yang
timbul. Kemudian, untuk mengetahui konsentrasi ketiga polutan tesebut di
udara ambien akan dilakukan pengambilan sampel udara pada empat titik
yang mewakili kawasan terminal dan dilakukan pengambilan sampel udara
sebanyak satu kali pengukuran selama satu jam untuk gas SO2, NO2 dan
11
TSP. Adapun pengukuran polutan gas SO2 dilakukan dengan acuan SNI
19-7119.7-2005 mengenai uji kadar sulfur dioksida dengan metode
Pararosanilin. Selanjutnya, polutan gas NO2 dengan acuan SNI 19-
7119.2-2005 mengenai cara uji kadar nitrogen dioksida dengan metode
Griess Saltzman dan pengukuran TSP udara ambien dilakukan dengan
acuan SNI 19-7119.3-2005 menggunakan peralatan High Volume Air
Sampler (HVAS) dengan metode gravimetri.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Pernapasan
1. Anatomi Sistem Pernapasan Manusia
Sistem pernapasan berfungsi sebagai pendistribusi udara dan
penukar gas sehingga oksigen dapat disuplai dan karbon dioksida
dapat dikeluarkan dari sel-sel tubuh. Selain sebagai pendistribusi dan
pertukaran gas, sistem pernapasan secara efektif menyaring,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang kita hirup selama
bernapas. Organ pernapasan juga mempengaruhi pembentukan suara,
termasuk berbicara yang kita gunakan dalam komunikasi verbal
(Soemantri,2008). Saluran pernapasan manusia dibagi menjadi saluran
pernapasan atas dan bawah. Organ saluran pernapasan atas terletak di
luar toraks atau rongga dada, sementara saluran pernapasan bawah
terletak hampir seluruhnya di dalam rongga dada. Berikut pembagian
saluran pernapasan manusia, yaitu:
Gambar 2.1 Sistem Pernapasan Manusia
13
a. Saluran pernapasan atas
Berikut bagian-bagian dalam tubuh manusia yang membentuk
sistem saluran pernapasan atas pada manusia, antara lain:
Hidung
Hidung merupakan pintu masuk pertama udara yang kita
hirup. Udara masuk dan keluar sistem pernapasan melalui
hidung yang terbentuk dari dua tulang hidung dan beberapa
kartilago. Lapisan mukosa hidung adalah sel epitel bersilia
dengan sel goblet yang menghasilkan lendir. Udara yang
melewati rongga hidung dihangatkan dan dilembabkan. Bakteri
dan partikel polusi udara yang terjebak dalam lendir oleh silia
pada lapisan mukosa secara kontinyu menyapu lendir ke arah
faring (Asih dan Cristantie, 2004).
Faring
Faring atau tenggorok adalah pipa berotot berbentuk
cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Faring digunakan pada saat menelan (digestion)
dan bernapas. Faring memiliki beberapa bagian seperti:
nasofaring, orofaring, dan laringo faring (Soemantri, 2008).
Laring
Laring atau kotak suara merupakan bagian sistem
pernapasan yang dibentuk oleh struktur epitalium yang
berhubungan dengan faring dan trakea. Fungsi utama laring
14
yaitu untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas
bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses
terjadinya batuk (Soemantri, 2008).
b. Saluran pernapasan bawah
Berikut bagian-bagian dalam tubuh manusia yang
membentuk sistem saluran pernapasan bawah pada manusia, antara
lain:
Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring yang bercabang
menjadi dua bronkus. Trakea bersifat fleksibel, berotot, dan
memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk
huruf C. Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang
mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir
(Soemantri, 2008).
Bronkus dan Bronkiolus
Ujung distal trakea membagi menjadi bronkus primer
kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Segmen dan
subsegmen bronkus bercabang lagi berbentuk seperti ranting
masuk ke setiap paru-paru disebut dengan brinkiolus. Bronkus
disusun oleh jaringan kartilago sedangkan, bronkiolus yang
berakhir di alveoli tidak mengandung kartilago. Saluran
pernapasan mulai dari trakea sampai bronkus terminalis tidak
mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan
Anatomical Dead Space (Soemantri, 2008).
15
Alveoli
Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat
kecil, dan merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius
sehingga memungkinkan pertukaran gas O2 dan CO2. Fungsi
utama dari unit alveolus adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di
antara kapiler pulmoner dan alveoli (Soemantri, 2008).
Paru-Paru
Paru-paru terletak di rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada di atas tulang iga pertama. Paru-paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua
lobus. Bagian kanan dan kiri paru tediri atas percabangan
saluran yang membentuk pohon bronkial, jutaaan alveoli dan
jaring-jaring kapilernya, dan jaringan ikat. Sebagai organ, fungsi
paru-paru adalah tempat terjadinya pertukaran gas antara udara
atmosfir dan udara dalam aliran darah (Asih dan Cristantie,
2004).
Toraks
Toraks atau rongga dada terdiri atas rongga pleura kanan
dan kiri. Pada bagian tengah disebut mediastinum. Toraks
memiliki peranan penting dalam pernapasan karena bentuk elips
dari tulang rusuk dan sudut perlekatannya ke tulang belakang
membuat toraks menjadi lebih besar ketika dada dibusungkan
dan menjadi lebih kecil ketika dikempiskan. Perubahan dalam
16
ukuran toraks inilah yang memungkinkan proses inspirasi dan
ekspirasi (Asih dan Cristantie, 2004).
2. Definisi Gangguan Pernapasan
Pada kondisi normal, saluran pernapasan manusia dalam keadaan
sehat mampu mengatasi polutan yang masuk bersama udara
pernapasan tanpa menyebabkan gangguan yang berarti ataupun
dampak jangka panjang. Sedangkan, pada individu yang sensitif, atau
pada saat terjadi polusi yang cukup tinggi, polutan dapat berkontribusi
terhadap terjadinya peningkatan gejala gangguan pernapasan atau
penyakit pernapasan (Fitria, 2009). Menurut Alsagaff dan Mukty
(2005), gangguan pernapasan adalah adanya keluhan pada saluran
pernapasan akibat terpapar polutan udara, dimana semakin lama
individu terpapar polutan udara maka kemungkinan adanya keluhan
pernapasan semakin besar
3. Gejala Gangguan Pernapasan
Polutan yang masuk ke saluran pernapasan bersama udara saat
bernapas akan mengakibatkan sejumlah reaksi pertahanan tubuh
dengan beberapa keluhan atau gejala antara lain: batuk, bersin,
aktivitas mukosilier, spasme laring, bronkokonstriksi, atau takipneu
(Fitria, 2009). Berikut ini penjelasan mengenai keluhan atau gejala
yang timbul pada individu yang mengalami gangguan pernapasan,
yaitu:
17
a. Batuk
Batuk merupakan refleks protektif yang disebabkan oleh
iritasi pada percabangan trakeobronkial. Batuk juga merupakan
gejala paling umum dari penyakit pernapasan. Menghirup asal,
debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling
umum. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara
khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang paling menonjol.
Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan
paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol],
berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk
keras mengonggong, serak dan batuk pendek) (Asih dan Cristantie,
2004).
b. Bersin
Bersin sama terjadinya pada proses refleks batuk. Bersin
terjadi di saluran hidung akibat adanya iritasi pada saluran hidung,
impuls aferennya berjalan di dalam saraf maksilaris ke tulang
belakang (Muluk,2009).
c. Iritasi Tenggorokan
Iritasi tenggorokan atau faringitis adalah peradangan dari
faring (bagian belakang tenggorokan antara amandel dan laring).
Hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal, termasuk virus (seperti
yang menyebabkan pilek dan mononucleosis), ragi, dan bakteri
(seperti yang menyebabkan radang tenggorokan). Hal-hal lain yang
dapat menyebabkan sakit tenggorokan termasuk merokok,
18
menghirup udara tercemar, minum alkohol, demam, atau alergi
hewan peliharaan ketombe, serbuk sari, dan cetakan. Virus adalah
penyebab paling umum dari faringitis (sakit tenggorokan) (CFCP,
2012). Rasa sakit radang tenggorokan timbul dengan gejala gatal,
perih, bahkan sakit saat menelan air liur (UMHS, 2012).
Sedangkan, menurut CFCP (2012), Gejala dari sakit atau iritasi
tenggorokan seperti tenggorokan merah, demam, sakit kepala,
muntah (pada anak yang mengalami strep throat), sakit saat
menelan, dan tonsil bengkak.
d. Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas atau
sesak napas dan merupakan perasaan subjektif individu yang
mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering
menjadi salah satu manisfestasi klinis yang dialami klien dengan
gangguan pulmonal dan jantung (Asih dan Cristantie, 2004).
Menurut Rab (1996), dispnea yaitu kesulitan bernapas yang
disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jaringan tubuh tidak
sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Adapun
penyebab kurangnya oksigen karena tekanan oksigen saat inspirasi
yang rendah misalnya pada tempat yang tinggi dan juga akibat gas-
gas polutan yang berbahaya.
e. Nyeri Dada
Nyeri dada berkaitan dengan masalah pulmonal dan
jantung. Batuk dan infeksi pleuritis dapat menyebabkan nyeri dada.
19
Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri dada terasa tajam menusuk
dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada
jenis ini terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi
dengan baik, nyeri meningkat dengan gerakan dinding dada seperti
saat batuk atau bersin dan napas dalam (Asih dan Cristantie, 2004).
4. Penyebab Gangguan Pernapasan
Permukaan paru-paru sangat luas dimana luas permukaannya
sekitar 70-80 m2. Permukaan total paru-paru yang luas ini hanya
dipisahkan oleh membran tipis dari sistem sirkulasi, secara teoritis
akan mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya
benda asing seperti: debu, bakteri, dan virus yang masuk bersama
dengan udara inspirasi (Muluk, 2009). Diantara banyak penyebab
gangguan pernapasan yang terjadi, polutan udara yang buruk saat
ini menjadi peluang besar terjadinya banyak gangguan pernapasan
yang di alami oleh masyarakat. Polutan di udara seperti: PM10,
NO2, SO2, dan O3 merupakan polutan berbahaya bagi saluran
pernapasan manusia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
PM10, NO2, dan O3 merupakan polutan udara yang bersifat reaktif
dan dapat memicu kerusakan jaringan dalam saluran pernapasan
melalui mekanisme stres oksidatif dan inflamasi saluran napas,
baik pada penderita asma maupun individu yang sehat
(Fitria,2009). Lebih lanjut lagi dalam Sandra (2013), menjelaskan
polutan udara yang dapat mengakibatkan gangguan pada saluran
pernapasan adalah gas NO2, SO2 , formaldehida, ozon dan partikel
20
debu. Polutan tersebut bersifat mengiritasi saluran pernapasan yang
dapat mengakibatkan gangguan fungsi paru. Hal ini dibuktikan
dengan hasil penelitian Sandra (2013) mengenai keluhan gangguan
pernapasan pada Polantas Surabaya menunjukkan, mengalami
keluhan batuk kering (85,7%), keluhan batuk berdahak (57,1%),
dan keluhan sesak napas disertai batuk (46,6%).
B. Faktor Individu Yang Mempengaruhi Keluhan Gangguan
Pernapasan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
pernapasan pada manusia, antara lain:
1. Jenis Kelamin
Menurut Noor (2008), menjelaskan jenis kelamin menjadi salah
satu variabel deskriptif yang dapat memberikan perbedaan angka/rate
kejadian pada pria dan wanita. Perbedaan insiden penyakit menurut
jenis kelamin dapat timbul karena bentuk anatomis, fisiologis dan
sistem hormonal yang berbeda. Pria merupakan risiko untuk asma
pada anak-anak. Sebelum usia 14 tahun, prevalensi asma pada anak
laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding dengan anak perempuan (Oemiati
dkk, 2010). Selain itu, studi epidemiologi mengenai faktor risiko
untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis baik secara retrospektif
maupun prospektif didapatkan hasil bahwa laki-laki memiliki risiko
lebih besar daripada wanita. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa
21
faktor seperti perbedaan genetik, jumlah rokok yang dihisap, atau
adanya pencemaran di tempat kerja (Mukono, 2008).
2. Usia
Usia menjadi salah satu karakteristik individu yang dapat
memberikan gambaran tentang faktor penyebab penyakit ataupun
faktor sekunder yang harus diperhitungkan untuk meneliti perbedaan
frekuensi penyakit dengan variabel lainnya (Halim, 2000). Seiring
bertambahnya usia, maka seseorang lebih berisiko dan rentan terhadap
penyakit atau gangguan saluran pernapasan karena, degenerasi otot-
otot pernapasan dan elastisitas jaringan yang menurun. Seperti hasil
Riskesdas tahun 2007 dalam Oemiati dkk (2010), menjelaskan
prevalensi asma meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Kelompok usia ≥75 tahun memiliki risiko 4,3 kali terkena asma
dibandingkan dengan kelompok ≤14 tahun. Hal ini pun sejalan dengan
penelitian Yulaekah (2007), didapatkan bahwa ada hubungan
bermakna antara paparan debu terhirup dengan gangguan fungsi paru
pada kelompok umur 31-40 tahun. Sedangkan, pada kelompok umur
20-30 tahun tidak ada hubungan antara paparan debu terhirup dengan
gangguan fungsi paru.
3. Masa Kerja
Semakin lama manusia terpapar debu di tempat kerja yang bisa
dilihat dari lama bekerja maka debu kemungkinan akan tertimbun di
paru-paru. Lama bekerja bertahun-tahun dapat memperparah kondisi
22
kesehatan pekerja karena frekuensi pajanan yang sering (Suma’mur,
2009).
4. Lama Pajanan
Lama pajanan polutan di udara ambien mempengaruhi keparahan
gangguan pernapasan yang diderita oleh seseorang. Menurut
Kusnoputranto (2000), menjelaskan durasi dan frekuensi pemajanan
tunggal atau multiple akan menghasilkan efek pemajanan baik akut
maupun kronis, sehingga lama seseorang mendapatkan pemajanan dan
seberapa kerap pemajanan mengenai subjek dampaknya pun semakin
bervariasi.
5. Perilaku Merokok
Perilaku merokok dapat memperberat kinerja paru-paru untuk
mendapatkan udara bersih, sehingga rentan terhadap penyakit
pernapasan. Menurut Tarlo dkk (2010), merokok pada orang dewasa
dapat menimbulkan berbagai gangguan sistem pernapasan seperti
kanker paru, gejala iritan akut, asma, gejala pernapasan kronik,
penyakit obstruktif paru kronik, dan infeksi pernapasan.
C. Jenis-Jenis Udara
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara, udara dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Udara Ambien
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang berada di dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia
23
yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk
hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Jadi dapat dikatakan, udara
ambien berada di sekitar manusia yang berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat.
2. Udara Emisi
Udara emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang
dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkan ke
dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai
potensi sebagai unsur pencemar.
D. Pencemaran Udara
1. Definisi Pencemaran Udara
Pencemaran udara saat ini menunjukkan kondisi yang cukup
memprihatinkan. Adapun sumber pencemaran udara yang terjadi
akibat dari berbagai aktivitas manusia seperti: industri, transportasi,
perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut memberikan
kontribusi yang besar sebagai pencemar udara. Dampak dari
pencemaran udara tersebut menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia
(Depkes, 2011). Dalam Peraturan Menteri Lingkungana Hidup No. 12
Tahun 2010 tentang pelaksaan pengendalian pencemaran udara di
daerah yang dimaksud pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara
24
yang telah ditetapkan. Pada tingkat konsentrasi tertentu zat-zat
pencemar udara dapat berakibat langsung terhadap kesehatan manusia,
baik secara mendadak atau akut, menahun atau kronis/sub klinis dan
dengan gejala-gejala yang samar. Gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pencemaran udara dengan sendirinya akan
mempengaruhi daya kerja seseorang, yang berakibat turunnya nilai
produktivitas serta mengakibatkan kerugian ekonomis pada jangka
panjang dan timbulnya permasalahan sosial ekonomi keluarga dan
masyarakat (Budiyono, 2001). Komponen paling besar dalam polusi
udara di perkotaan adalah NO2, O3 dan particulate matter.
2. Sumber Pencemaran Udara
Pencemaran udara yang terjadi di lingkungan disebabkan oleh
berbagai sumber baik secara alami maupun akibat aktivitas manusia.
Menurut Sugiarti (2009), pencemaran udara yang diakibatkan oleh
sumber alamiah, seperti letusan gunung berapi dan yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia seperti: emisi transportasi ,dan emisi pabrik atau
industri. Pencemaran udara pun dapat terjadi baik dalam ruangan
tertutup (indoor) maupun luar ruangan (outdoor). Adapun sumber
pencemaran udara dapat diklasifikasikan menjadi sumber bergerak
seperti: aktivitas lalu lintas, kendaraan bermotor, dan transportasi laut.
Sedangkan, sumber tidak bergerak seperti pembangkit listrik, industri,
dan rumah tangga.
25
3. Dampak Kesehatan Akibat Pencemaran Udara
Menurut Budiyono (2001), zat pencemar di udara pada konsentrasi
tertentu dapat berakibat langsung terhadap kesehatan manusia baik
secara mendadak atau akut, menahun atau kronis dengan gejala yang
samar. Dimulai dari iritasi saluran pernapasan, iritasi mata, dan alergi
kulit sampai dengan timbulnya kanker paru. Gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pencemaran udara dengan sendirinya akan
mempengaruhi daya kerja seseorang, yang berakibat turunnya nilai
produktivitas serta mengakibatkan kerugian ekonomis pada jangka
panjang dan timbulnya permasalahan sosial ekonomi keluarga dan
masyarakat. Adapun akibat yang timbul pada tubuh manusia karena
bahan pencemar udara dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: jenis
bahan pencemar, toksisitas dan ukuran partikelnya. Bahan oksidan
seperti gas O3 dapat mengiritasi mukosa saluran pernapasan yang
berakibat pada peningkatan insiden penyakit saluran pernapasan
kronik yang nonspesifik ,seperti asma dan bronkitis. Sedangkan, bahan
organik seperti partikel debu dapat menyebabkan pneumokoniosis dan
penyakit lainnya. Lain halnya dengan gas CO yang masuk ke dalam
sirkulasi darah dalam tubuh manusia yang bersifat neurotoksik.
4. Pengaruh Unsur Meteorologi Terhadap Pencemaran Udara
Unsur meteorologi berpengaruh besar pada dispersi dan
penyisihan pencemar udara secara alami. Dengan demikian, informasi
meteorologi merupakan hal penting dalam menentukan langkah-
langkah pengendalian pencemaran udara dari berbagai sumber
26
pencemar baik industri maupun sistem transportasi (Istikharotun dkk,
2016). Berikut ini beberapa unsur meteorologi yang mempengaruhi
konsentrasi polutan di udara, yaitu:
Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah jumlah kandungan uap air di
udara atau tekanan uap yang teramati terhadap tekanan uap jenuh
untuk suhu yang diamati dan dinyatakan dalam persen (Neiburger,
1995). Sedangkan, menurut Tjasyono (2004), yang dimaksud
kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung
dalam massa udara pada waktu dan tempat tertentu. Secara singkat,
pengukuran kelembaban di udara dilakukan dengan pengukuran
kelemababan relatif. Kelembaban relatif adalah perbandingan
antara tekanan uap air yang terukur dengan tekanan uap air pada
kondisi jenuh yang dinyatakan dalam persen. Kelembaban relatif
dapat diukur menggunakan higrometer atau psikometer.
Kelembaban relatif akan berubah sesuai dengan tempat dan waktu.
Menjelang tengah hari maka kelembaban akan relatif berangsur-
angsur turun kemudian bertambah besar pada sore hari hingga
menjelang pagi.
Hubungan kelembaban udara dengan konsentrasi pencemar
di udara ambien yaitu jika kelembaban udara tinggi dapat
menyebabkan dispersi udara menjadi lambat karena banyaknya uap
air di udara akan memperlambat aliran udara baik secara horizontal
maupun vertikal sehingga konsentrasi polutan menjadi tinggi.
27
Sedangkan, kelembaban udara rendah mengartikan bahwa udara
memiliki kandungan uap air yang jumlahnya sedikit. Pada saat itu
dispersi udara akan terjadi lebih cepat karena udara dapat bergerak
tanpa terhambat oleh uap air sehingga konsentrasi polutan di udara
menjadi rendah (Syech dkk, 2012).
Suhu Udara
Suhu udara merupakan unsur iklim di atmosfer yang sangat
penting karena berubah sesuai tempat dan waktu. Suhu udara akan
berfluktuasi dengan nyata setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu
akan terganggu apabila turbulensi udara atau pergerakkan massa
udara menjadi sangat aktif, misalnya pada kondisi kecepatan angin
tinggi (Tjasyono, 2004).
Menurut Okrofoar (2014) dalam Istikharotun dkk (2016),
menjelaskan bahwa perbedaan temperatur mempengaruhi
konsentrasi polutan di udara ambien dan konsentrasi pencemar
akan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya temperatur.
Kecepatan Angin
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan
bumi dimana bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke
daerah bertekanan udara rendah. Angin diberi nama sesuai dengan
dari air mana angin datang. Kecepatan angin berubah dengan jarak
diatas permukaan tanah dan perubahannya cepat pada paras
(elevasi) rendah (Tjasyono, 2004). Kecepatan angin adalah rata-
rata laju pergerakan angin yang merupakan gerakan horizontal
28
udara terhadap permukaan bumi suatu waktu yang diperoleh dari
hasil pengukuran harian. Kecepatan angin dapat diukur dengan
suatu alat yang dinamakan anemometer (Neiburger, 1995).
Menurut Tasic dkk (2013) dalam Isirokhatun dkk (2016)
menjelaskan, semakin tinggi kecepatan angin, maka konsentrasi
polutan di udara akan semakin kecil karena polutan tersebut
terbawa angin menjauhi lokasi pengukuran. Semakin tinggi
kecepatan angin, maka pencemar akan terdilusi melalui dispersi
sehingga peningkatan kecepatan angin akan mempercepat
terjadinya dispersi dan dilusi pencemar udara sehingga konsentrasi
pencemar rendah.
E. Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Nasional
Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat,
energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien (PP
RI No.41 Tahun 1999). Berikut ini, tabel baku mutu kualitas udara ambien
secara nasional.
Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional
No. Parameter Waktu
Pengukuran
Baku Mutu Metode Analisis Peralatan
1 SO2
(Sulfur
Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Thn
900 ug/Nm3
365 ug/Nm3
60 ug/Nm3
Pararosanilin Spektrofotometer
2 CO
(Karbon
1 Jam
24 Jam
30.000 ug/Nm3
10.000 ug/Nm3
NDIR NDIR Analyzer
29
Monoksida) 1 Thn
3 NO2
(Nitrogen
Dioksida)
1 Jam
24 Jam
1 Thn
400 ug/Nm3
150 ug/Nm3
100 ug/Nm3
Saltzman Spektrofotometer
4 O3
(Oksidan)
1 Jam
1 Thn
235 ug/Nm3
50 ug/Nm3
Chemiluminescent Spektrofotometer
5 HC
(Hidro
Karbon)
3 Jam 160 ug/Nm3 Flame Ionization Gas
Chromatografi
6 PM10
(Partikel <
10 um)
24 Jam 150 ug/Nm3 Gravimetric Hi – Vol
PM 2.5* 24 Jam
1 Jam
65 ug/Nm3
15 ug/Nm3
Gravimetric
Gravimetric
Hi – Vol
Hi – Vol
7 TSP
(Debu)
24 Jam
1 Jam
230 ug/Nm3
90 ug/Nm3
Gravimetric Hi – Vol
8 Pb(Timah
Hitam)
24 Jam
1 Jam
2 ug/Nm3
1 ug/Nm3
Gravimetric
Ekstraktif
Pengabuan
Hi – Vol
AAS
9 Dustfall
(Debu
Jatuh)
30 Hari 10
Ton/Km2/Bulan
(Pemukiman)
20
Ton/Km2/Bulan
(Industri)
Gravinetric Cannister
10 Total
Fluorides
(as F)
24 Jam
90 Hari
3 ug/Nm3
0,5 ug/Nm3
Spesific ion
Electrode
Impinger atau
Continous
Analyzer
11 Fluor
Indeks
30 Hari 40 ug/100 cm2
dari kertas
limed filter
Colourimetric Limed Filter
Paper
12 Klorin dan
Klorin
Dioksida
24 Jam 150 ug/Nm3 Spesific ion
Electrode
Impinger atau
Continous
Analyzer
13 Sulfat
Indeks
30 Hari 1 mg SO3/100
cm3 Dari Lead
Peroxide
Colourimetric Lead Peroxida
Candle
30
F. Sulfur Dioksida (SO2)
1. Definisi dan Karakteristik
Gas SO2 merupakan gas tidak berwarna dengan bau yang tajam.
Berbentuk cair dalam tekanan rendah dan sangat mudah larut dalam
air. Gas ini dihasilkan oleh aktivitas yang berhubungan dengan
pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak). Di alam, SO2
berada di udara akibat erupsi gunung berapi. Saat SO2 masuk di
lingkungan dan berada di udara maka dapat membentuk asam sulfit,
sulfur trioksida, dan sulfat. Gas SO2 dapat larut di dalam air dan
membentuk asam sulfur bahkan tanah pun dapat menyerap SO2
(ATSDR, 1998).
2. Sumber
Sumber gas SO2 di udara dihasilkan oleh pembangkit tenaga listrik,
pembakaran, pertambangan dan pengolahan logam, sumber daerah
(pemanasan domestik dan distrik), dan sumber bergerak (mesin diesel).
Lokasi yang berdekatan dengan industri, maupun lokasi yang memiliki
lalu lintas tinggi akan memiliki konsentrasi SO2 yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lokasi yang letaknya jauh dari industri dan
memiliki lalu lintas rendah (BPLHD, 2015). Sedangkan, menurut
Mulia (2005), sumber pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber
alamiah dan buatan. Sumber alamiah gas SO2 seperti: gunung berapi,
pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara
biologis. Kemudian, sumber buatan berasal dari pembakaran bahan
31
bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung sulfur
tinggi.
3. Dampak SO2
a. Terhadap Kesehatan
Dampak gas SO2 terhadap kesehatan manusia adalah
terganggunya saluran pernapasan dan iritasi mata. Pada konsentrasi
yang sangat tinggi dapat menimbulkan kematian. Konsentrasi gas
SO2 sampai 38 ppm pernah terjadi di Belgia mengakibatkan 60
orang tewas serta ratusan sapi dan ternak lainnya mati
(Manik,2007). Hal ini sejalan dengan Depkes (2007), bahwa gas
SO2 dapat menyebabkan timbulnya keluhan kesehatan iritasi
tenggorokan jika kadar pencemar tersebut mencapai 8-12 ppm. Gas
ini sangat berbahaya bagi manusia terutama pada konsentrasi di
atas 0,4 ppm. Gas SO2 mudah menjadi asam dan menyerang
selaput lendir pada hidung, tenggorokan sampai pada paru-paru.
Pada konsentrasi 1-2 ppm, bagi orang yang sensitif serangan gas
ini menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena langsung
namun, orang yang cukup kebal akan terasa teriritasi pada
konsentrasi 6 ppm dengan pemaparan singkat. Pemaparan gas SO2
lebih lama dapat menyebabkan peradangan yang lebih hebat pada
selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan sistem pernapasan,
kerusakan dinding epithalium dan kematian (Sugiarti, 2009).
32
b. Terhadap Lingkungan
Gas SO2 bereaksi di atmosfir membentuk hujan asam. Zat-
zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk
membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga
jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan
meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang
terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman (BPLHD,
2015).
4. Populasi Rentan Terhadap SO2
Anak-anak dan orang dewasa yang tinggal di sekitar industri atau
padat lalu lintas dapat terkontaminasi SO2 di udara karena gas ini
bersifat iritan terhadap saluran pernafasan dan menyebabkan
pembengkakan membran mukosa serta pembentukan mukus yang
dapat meningkatkan hambatan aliran udara pada saluran pernafasan
(ATSDR, 1998). Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok
yang peka seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru serta pada
kelompok lanjut usia (Tugaswati, 2007).
5. Toksikologi SO2
Gas SO2 masuk ke dalam tubuh saat bernapas melalui hidung
hingga ke paru-paru. Gas ini sangat mudah dan cepat masuk ke aliran
darah melalui paru-paru. Saat masuk ke tubuh, SO2 berubah menjadi
sulfat dan keluar bersama dengan urin (ATSDR, 1998).
33
6. Baku Mutu SO2
Environmental Protection Agency (EPA) merekomendasikan untuk
jangka waktu lama dalam kurun satu tahun pengukuran rata-rata
konsentrasi SO2 yang diperbolehkan tidak melebihi 0,03 ppm.
Sedangkan, baku mutu dalam waktu 24 jam rata-rata konsentrasi SO2
tidak melebihi 0,14 ppm (ATSDR, 1998). Di DKI Jakarta nilai baku
mutu SO2 udara ambien berdasarkan SK Gubernur Nomor 551 Tahun
2001 selama 1 jam pengukuran adalah 900 µg/Nm3
(0,34 ppm) dan 260
µg/Nm3 (0,2 ppm) pada pengukuran 24 jam.
G. Nitrogen Dioksida (NO2)
1. Definisi dan Karakteristik
Gas NO2 merupakan gas yang dapat larut dalam air, berwarna
merah kecoklatan dan bersifat oksidator kuat. Saat larut dalam air
membentuk asam nitrit (HNO3) dan ketika bereaksi dengan sinar
matahari (UV) serta VOC akan membentuk polutan sekunder yaitu O3.
Gas NO2 memiliki masa hidup lebih panjang dan sangat mampu
berpindah-pindah tempat (EPA, 1999). Menurut Martono (2004), gas
NO2 menimbulkan bau, berwarna kuning pucat. Oleh karena itu, gas
ini menganggu jarak pandang dan dapat menimbulkan iritasi pada
saluran napas pada konsentrasi 1,5-2,0 ppm (Martono, 2004).
2. Sumber
Dalam skala global, umumnya keberadaan NO2 di alam bersumber
dari aktivitas manusia. Secara alami, sumber NO2 berasal dari
34
perpindahan gas NO di stratosfer, aktivitas vulkanik, aktivitas bakteri
dan kilat namun keberadaanya dalam konsentrasi yang sangat rendah.
Dalam jumlah besar gas NO2 dihasilkan dari pembakaran bahan bakar
fosil dan emisi mesin kendaraan bermotor. Di udara ambien, gas nitrit
dioksida berubah menjadi nitrogen dioksida di atmosfer (WHO, 2000).
3. Dampak NO2
a. Terhadap Kesehatan
Gas NO2 lebih bersifat toksik dibandingkan gas NO. Organ
tubuh yang paling peka terhadap gas NO2 adalah paru-paru. Gas
polutan ini dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-
paru sehingga mengakibatkan sulit bernafas dan berujung pada
kematian. Diketahui pula, dalam konsentrasi rendah gas NO2
menyebabkan iritasi pada mata dengan gejala mata perih dan berair
(Sugiarti, 2009). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Akdemir (2014), bahwa NO2 bersifat iritan pada organ pernapasan,
dan paparan jangka panjang akan meningkatkan kelainan atau
penyakit pernapasan seperti bronkitis kronik.
b. Terhadap Lingkungan
Sama halnya dengan gas SO2, gas NO2 pun menyebabkan
terbentuknya hujan asam di atmosfir. Seperti diketahui, hujan asam
akan menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan, kematian
baik pada flora maupun fauna serta kerusakan fisik pada bangunan
(BPLHD, 2015).
35
4. Populasi Rentan Terhadap NO2
Kelompok populasi yang memiliki riwayat penyakit pernapasan
lebih rentan terhadap gas NO2 seperti orang yang memiliki PPOK akan
sensitif pada konsentrasi 0,3 ppm. Selain itu, orang beriwayat penyakit
asma pun lebih sensitif dengan NO2 dalam konsentrasi 0,2-0,3 ppm
dalam jangka waktu 30 menit. Anak-anak juga lebih rentan terhadap
polutan ini, karena mereka lebih aktif dan dalam masa perkembangan
yang banyak membutuhkan udara untuk paru-paru (WHO, 2000).
5. Toksikologi NO2
Gas NO2 masuk ke dalam tubuh manusia melalui proses
pernapasan. Sebesar 70-90% dapat terabsorpsi ke dalam saluran
pernafasan manusia, dan latihan fisik ataupun olahraga dapat
memperbesar jumlah NO2 yang terabsorpsi ke dalam tubuh. Hasil
beberapa studi menunjukkan, bahwa gas NO2 terdeposit di jaringan
saluran pernapasan bawah baik pada manusia, dan hewan percobaan
(mencit, kelinci). Orang yang terpapar NO2 dapat diketahui melalui
pengujian darah dan urin dengan melihat kandungan nitrit serta asam
nitrat (WHO, 2000).
6. Baku Mutu NO2
Berdasarkan EPA, nilai standar konsentrasi NO2 udara ambien
dalam satu tahun pengukuran sebesar 0,053 ppm. Di Indonesia,
menurut baku mutu udara ambien nasional dalam PP No 41 Tahun
1999 tercantum bahwa baku mutu udara ambien NO2 adalah 150
µg/Nm3
untuk pengukuran waktu 24 jam dan 400 ug/Nm3
untuk
36
pengukuran waktu 1 jam. Sedangkan, baku mutu NO2 di Provinsi DKI
Jakarta berdasarkan SK Gubernur 551 Tahun 2001 yaitu 400 µg/M3
(0,2 ppm) untuk 1 jam pengukuran dan 92,6 µg/Nm3
(0,05 ppm) untuk
24 jam pengukuran.
H. Total Suspended Particulate (TSP)
1. Definisi dan Karakteristik
Total Suspended Particulate (TSP) mengacu kepada seluruh
partikulat yang ada di atmosfer seperti debu. Partikulat merupakan
istilah yang digunakan untuk menggambarkan partikel yang
tersuspensi di udara, dapat berupa padatan maupun cairan, dan
merupakan salah satu bentuk polusi yang paling nyata karena tampil
dalam bentuk kabut yang menyelimuti kota atau wilayah. Partikulat
memiliki rentang ukuran yang cukup besar. Ukuran tersebut dikenal
sebagai diameter aerodinamik yang mengacu pada unit kepadatan dari
bentuk partikel dengan sifat aerodinamik yang sama, misalnya
kecepatan jatuh. Partikulat yang penting bagi kesehatan masyarakat
adalah PM10 dan PM2,5. Polusi oleh partikel merupakan campuran dari
padatan yang berukuran mikroskopik dan droplet cairan yang
tersuspensi di udara, yang tersusun dari sejumlah komponen kimia
termasuk zat asam seperti nitrat dan sulfat, bahan kimiawi organik,
logam, partikel debu, dan zat yang bersifat alergen (Fitria, 2009).
Untuk partikel yang lebih besar seperti partikel tanah, abu terbang, abu
kayu, dan jelaga mengandung mineral seperti silikon, alumunium,
37
potasium, kalsium dan lainnya (Alias dkk, 2007). Menurut Wardhana
(2004), TSP memiliki berbagai bentuk diantaranya:
a. Aerosol yaitu partikel yang terhambur dan melayang di udara.
b. Kabut (fog) yaitu aerosol yang berupa butiran-butiran air di
udara.
c. Asap (smoke) yaitu aerosol campuran antara butiran padat dan
cairan yang terhambur di udara.
d. Debu (dust) yaitu aerosol berupa butiran padat yang terhambur
dan melayang di udara karena hembusan angin.
e. Mist yaitu butiran-butiran zat cair (bukan butiran air) yang
terhambur dan melayang di udara.
f. Fume yaitu aerosol yang berasal dari kondensasi uap panas
khususnya uap logam.
g. Plume yaitu asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri
atau pabrik.
h. Haze yaitu setiap bentuk aerosol yang menganggu pandangan di
udara.
i. Smog yaitu bentuk campuran dari asap dan kabut.
j. Smaze yaitu campuran antara smog dan haze.
2. Sumber
Sumber pencemaran TSP atau partikel berasal dari aktivitas
industri, pembakaran bahan bakar fosil kendaraan bermotor, badai
pasir, pembakaran hutan serta gunung berapi secara alami. Ukuran
diameter yang ada di udara berkisar antara 0,0005 - 500 dm dimana
38
partikel terkecil akan hilang karena perpaduan gerak brown dan
partikel besar akan jatuh akibat pengaruh gravitasi (Siregar, 2005).
Sedangkan menurut Wardhana (2004), sumber TSP secara alami
berasal dari debu tanah kering yang terbawa angin, abu dan bahan-
bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi,
dan semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi.
Selain itu, sumber TSP di lingkungan akibat aktivitas manusia yaitu
sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri,
kebakaran hutan, dan gas buangan alat transportasi. Adapun jenis
industri yang berpotensi besar sebagai sumber TSP adalah industri besi
dan baja, industri semen, industri petrokimia, industri kertas dan pulp,
pabrik tepung, pabrik tekstil, pabrik asbes, pabrik insektisida ,dan
pabrik elektronika.
3. Dampak Total Suspended Particulates (TSP)
a. Terhadap Kesehatan Manusia
TSP dilingkungan memiliki beragam jenis dan ukuran. Setiap
ukuran TSP di udara dapat mempengaruhi kesehatan manusia.
Partikulat yang berukuran dari 5 mikron akan mengiritasi saluran
pernapasan dan merangsang respon imun sehingga dapat memicu
timbulnya penyakit perpanasan seperti bronkitis. Kemudian,
penumpukan sejumlah partikulat yang menempel pada saluran
pernapasan secara kontinyu akan menyebabkan penebalan dinding
bronkus, menyebabkan batuk, dan meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi pernapasan (Yulaekah, 2007). Sedangkan, ukuran partikel 3-5
39
mikron akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas tengah. Selain
itu, partikel debu dengan ukuran 1-3 mikron disebut dengan debu
respirabel merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan
tertimbun mulai dari bronkiolus sampai alveoli paru-paru (Sholihah
dkk, 2008). Hal ini didukung oleh penelitian Lestari (2000) dalam
Sholihah dkk (2008), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
konsentrasi debu tinggi dengan terjadinya kelainan faal pada paru.
Debu yang masuk ke saluran pernapasan menyebabkan reaksi
mekanisme pertahanan non-spesifik berupa batuk, bersin, produksi
lendir berlebih, dan gangguan fagostosis makrofag.
b. Terhadap Lingkungan
Efek TSP di lingkungan dapat mengurangi jarak pandang karena,
dapat mengakibatkan kabut yang menyelimuti suatu wilayah. Selain itu,
akibat adanya berbagai kandungan baik logam, komponen organik dan
lainnya di dalam TSP dapat berefek buruk baik hewan dan tanaman di
lingkungan (Fitria, 2009).
4. Populasi Rentan Terhadap Total Suspended Particulates (TSP)
Keberadaan TSP di lingkungan dalam konsentrasi rendah ataupun
tinggi dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Adapun populasi
yang rentan terhadap paparan TSP adalah orang yang memiliki riwayat
penyakit jantung ataupun penyakit paru, para lanjut usia, dan anak-
anak (Fitria, 2009).
40
5. Toksikologi Total Suspended Particulates (TSP)
Manusia dapat terpapar polutan TSP melalui saluran pernapasan
saat mengirup udara bebas. Polutan TSP yang masuk kedalam saluran
pernapasan akan menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme
pertahanan tubuh non spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transpor
mukosiliar, dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di saluran
pernapasan akan terangsang sehingga menimbulkan penyempitan.
Keadaan ini biasanya terjadi jika konsentrasi partikulat melebihi
ambang batas. Sistem mukosiliar juga akan mengalami gangguan dan
menyebabkan jumlah lendir bertambah. Jika lendir semakin banyak
atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna maka akan terjadi
obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat
(Setiawan, 2002).
6. Baku Mutu Total Suspended Particulates (TSP)
Menurut PP No 41 Tahun 1999 dan Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No 551 Tahun 2001, baku mutu udara ambien untuk partikel
debu tersuspensi (TSP) selama pengukuran 24 jam sebesar 230
µg/Nm3 dan pengukuran 1 jam sebesar 90 µg/Nm
3.
I. Kerangka Teori
Gangguan pernapasan merupakan efek negatif terhadap kesehatan
yang paling dominan terjadi akibat pencemaran udara. Gangguan
pernapasan yang terjadi dapat timbul dengan gejala yang ringan ataupun
berat. Dalam skala ringan, keluhan gangguan pernapasan dapat timbul
41
dengan gejala seperti: bersin, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri dada, dan
sesak napas yang dapat menunjukkan adanya konsentrasi polutan yang
besar di lingkungan dalam paparan singkat (Depkes, 2007; Akdemir,
2014; Yualekah, 2007). Selain itu, hal yang mempengaruhi gangguan
pernapasan pada manusia seperti: jenis kelamin, usia, masa kerja, dan
perilaku merokok (Oemiati dkk, 2010; Tarlo dkk, 2010). Pencemaran
udara di lingkungan semakin tinggi karena, penggunaan bahan bakar fosil
oleh sektor industri dan transportasi sehingga menurunkan kualitas
lingkungan yang terjadi terutama di kota besar seperti DKI Jakarta (Astra,
2010). Polutan SO2, NO2 dan TSP merupakan jenis polutan paling
dominan yang dikeluarkan oleh emisi kendaraan. Diketahui pula
penyebaran dan akumulasi bahan pencemar di udara dipengaruhi oleh
keadaan meteorologi seperti suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin
(Syech dkk, 2012).
Terminal bus menjadi salah satu lokasi yang tinggi tingkat
pencemaran udaranya karena padatnya aktivitas transportasi di wilayah
tersebut. Selanjutnya, pedagang tetap di kawasan terminal Kampung
Rambutan menjadi populasi yang berisiko terpapar polutan-polutan di
udara ambien karena beraktivitas di luar ruangan dengan waktu yang
cukup lama dalam sehari.
42
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi dari Depkes (2007), Akdemir (2014), Yulaekah (2007),
Syech dkk (2012), Oemiati dkk (2010), Tarlo dkk (2010)
Sumber Cemaran :
- Transportasi
- Industri
Konsentrasi Kimia
Udara:
- SO2
- NO2
- TSP
Status Kesehatan
Faktor Meteorologi :
- Kelembaban Udara
- Suhu Udara
- Kecepatan Angin
Karakteristik
Individu:
- Jenis Kelamin
- Usia
- Masa Kerja
- Lama Kerja
- Perilaku Merokok
43
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Terminal bus menjadi salah satu lokasi yang tinggi tingkat
pencemaran udaranya karena menjadi pusat kegiatan jasa transportasi.
Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan
adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, oksida karbon,
hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Dibandingkan dengan
sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga listrik, jenis
pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak
sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada
kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida
nitrogen, sulfur dan karbon (Tugaswati, 2007). Data Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2004 menunjukkan bahwa di beberapa provinsi terutama di
kota-kota besar seperti DKI Jakarta emisi kendaraan bermotor menjadi
kontribusi terbesar terhadap konsentrasi NO2, CO, TSP, dan O3 di udara
yang jumlahnya lebih dari 50% (Simanjuntak, 2007).
Penyebaran dan akumulasi bahan pencemar di udara sangat
dipengaruhi oleh keadaan meteorologi seperti suhu, kelembaban udara dan
kecepatan angin (Syech dkk, 2012). Pada penelitian ini variabel faktor
meteorologi seperti kelembaban, suhu udara, dan kecepatan angin hanya
menjadi variabel yang memperjelas besarnya konsentrasi polutan SO2,NO2
44
dan TSP di udara ambien dan tidak dilakukan uji hubungan secara
statistik.
Diketahui jenis-jenis polutan seperti SO2, NO2, dan TSP
merupakan jenis polutan yang bersifat iritan terhadap saluran pernafasan
manusia. Pada paparan jangka pendek dan dalam konsentrasi rendah pun
dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan terutama
menyebabkan gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan tersebut akan
mengakibatkan beberapa reaksi atau gejala yang muncul sebagai bentuk
pertahanan tubuh seperti: batuk, bersin, nyeri tenggorokan, nyeri dada ,dan
sesak napas (Fitria, 2009). Pada penelitian ini, variabel keluhan subyektif
gangguan pernapasan diperjelas dengan variabel karakteristik individu
seperti jenis kelamin, usia, masa kerja, lama pajanan, dan perilaku
merokok. Selanjutnya, dilakukan tabulasi silang (crosstab) untuk melihat
proporsi keluhan subyektif gangguan pernapasan yang terjadi sesuai
dengan karakteristik individu pada pedagang tetap sebagai responden
namun, tidak dilihat kekuatan hubungan secara statistik antar variabel.
Berikut bagan 3.1 yang menampilkan kerangka konsep pada penelitian ini.
45
.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Konsentrasi
(SO2, NO2, dan TSP)
udara ambien
Kelembaban Udara
Suhu Udara
Kecepatan Angin
Keluhan Subyektif
Gangguan
Jenis Kelamin
Usia
Masa Kerja
Lama Pajanan
Perilaku Merokok
46
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Variabel Dependen
1. Keluhan Subyektif
Gangguan
Pernapasan
Suatu keluhan pada saluran
pernapasan yang dirasakan oleh
pedagang tetap dalam 2 minggu
terakhir pada saat berada di
kawasan Terminal Kampung
Rambutan yang ditandai dengan
beberapa gejala seperti: batuk,
bersin, iritasi tenggorokan, sesak
napas, dan nyeri dada.
Wawancara Kuisoner 1. Ya
2. Tidak
Ordinal
Variabel Independen
1. Konsentrasi Sulfur
Dioksida (SO2)
Rata-rata kandungan gas sulfur
dioksida yang terdapat dalam
Metode
pararosanilin
Midget Impinger
dengan analisis
µg/Nm3
Rasio
47
satuan volume udara ambien pada
satu waktu pengukuran di
kawasan Terminal Kampung
Rambutan
spektrofotometer
2. Konsentrasi Nitrogen
Dioksida (NO2)
udara ambien
Rata-rata kandungan gas nitrogen
dioksida yang terdapat dalam
satuan volume udara ambien pada
satu waktu pengukuran di
kawasan Terminal Kampung
Rambutan
Metode griess
saltzman
fritted bubbler
dengan analisis
spektrofotometer
µg/Nm3
Rasio
3. Konsentrasi TSP
udara ambien
Rata-rata kandungan TSP yang
terdapat dalam satuan volume
udara ambien pada satu waktu
pengukuran di kawasan Terminal
Kampung Rambutan.
Metode
gravimetri
High Volume
Sampler
µg/Nm3
Rasio
4. Kelembaban Udara Jumlah kandungan uap air yang
ada dalam udara ambien di
kawasan Terminal Kampung
Rambutan
Pengukuran Thermohygrometer % Rasio
48
5. Suhu Udara Keadaan panas dan dinginnya
udara ambien di kawasan
Terminal Kampung Rambutan
Pengukuran Thermohygrometer 0C Rasio
6. Kecepatan Angin Kecepatan aliran udara yang
bergerak pada udara ambien di
kawasan Terminal Kampung
Rambutan
Pengukuran Anenometer Meter/detik Rasio
7. Jenis Kelamin Jenis kelamin sesuai yang tercatat
di kartu tanda penduduk
responden.
Wawancara Kuisoner 1. Laki-Laki
2. Perempuan
Nominal
8. Usia Usia responden yang dihitung
dalam tahun sejak lahir sampai
pada saat penelitian dilakukan.
Wawancara Kuisoner Tahun Rasio
9. Masa Kerja Jangka waktu responden sejak
mulai berdagang di kawasan
terminal Kampung Rambutan
sampai tahun dilakukannya
pengumpulan data.
Wawancara Kuisoner Tahun Rasio
10 Lama Pajanan Jangka waktu responden Wawancara Kuisoner Jam Rasio
49
berdagang dalam sehari di
kawasan terminal Kampung
Rambutan.
11. Perilaku Merokok Perilaku responden menghisap
rokok. Mengacu kepada indeks
Brinkman (IB) dengan klasifikasi,
sebagai berikut:
a. Perokok ringan (0-199)
b. Perokok sedang (200-599)
c. Perokok berat (>600)
Wawancara Kuisoner Indeks Brinkman Rasio
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan survei yang bersifat deskriptif-kuantitatif
untuk mendeskripsikan konsentrasi SO2, NO2 dan TSP udara ambien,
faktor meteorologi terhadap polutan (kelembaban udara, suhu udara, dan
kecepatan angin), serta keluhan subyektif gangguan pernapasan yang
diderita oleh pedagang tetap di kawasan terminal Kampung Rambutan,
Jakarta Timur. Studi deskriptif dapat memberikan manfaat yaitu untuk
membuat penilaian terhadap kondisi di masa sekarang, untuk memberikan
rekomendasi perbaikan terkait masalah tersebut di masa yang akan datang
(Notoatmodjo, 2012).
Desain studi yang digunakan adalah cross sectional (potong
lintang) dimana pengumpulan data terkait variabel dependen dan variabel
independen dilakukan pada satu waktu yang bersamaan (Point Time
Approach) (Notoatmodjo, 2012). Studi cross sectional deskriptif bertujuan
untuk mengetahui angka prevalensi penyakit atau masalah kesehatan yang
di distribusikan menurut waktu, tempat dan orang (Lapau, 2013).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Terminal Bus Kampung
Rambutan yang berada di di Jalan TB. Simatupang, Jakarta Timur dengan
49
luas area sebesar 141.000 m2.
Adapun waktu penelitian akan dilaksanakan
pada bulan Desember sampai dengan Januari tahun 2017.
C. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit di dalam pengamatan yang kita
lakukan (Hastono dan Sabri, 2011). Populasi pada penelitian ini adalah
pedagang tetap yang memiliki tempat berjualan (kios, lapak, warung) di
kawasan Terminal Kampung Rambutan. Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan terdapat populasi pedagang tetap baik di kawasan terminal antar
kota dan dalam kota Terminal Kampung Rambutan dengan jumlah total
sebesar 199 pedagang.
D. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai/karakteristiknya
kita ukur nantinya untuk menduga karakteristik dari populasi (Hastono dan
Sabri, 2011). Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan perhitungan rumus berikut (Lemeshow et al,1997):
n =
–
Keterangan :
n : Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z21 –α/2 : 1,96 pada tingkat kepercayaan 95%
d : Derajat presisi yang diinginkan sebesar 10%
N : Besar populasi (199 pedagang tetap)
50
P : Perkiraan proporsi 50% (0,5)
Maka didapatkan perhitungan sebagai berikut:
n =
n = 64,9978 65 Responden (Pedagang Tetap)
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapatkan jumlah sampel
minimal sebesar 65 pedagang tetap di kawasan Terminal Kampung
Rambutan. Untuk meminimalisir terjadinya kehilangan sampel (dropout),
maka ditambahkan 10% dari jumlah sampel sehingga menjadi 72 sampel
pedagang tetap.
E. Pengambilan Sampel
1. Sampel Responden
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan
menggunakan total sample atau sampling jenuh. Adapun kriteria
ekslusi sampel penelitian sebagai berikut:
a. Kriteria Ekslusi
Pedagang memiliki riwayat penyakit atau faktor keturunan
yang berhubungan dengan penyakit saluran pernapasan atau
alergi sebelumnya.
Hasil observasi menunjukkan, sampel pedagang tetap
tersebar di empat area di kawasan Terminal Kampung Rambutan.
Berikut daftar ke empat titik responden tersebut.
Area ruang tunggu antar kota (X1) : 25 pedagang
Area jalur keluar antar kota (X2) : 95 pedagang
51
Area ruang tunggu dalam kota (X3) : 25 pedagang
Area jalur keluar dalam kota (X4) : 54 pedagang
Berdasarkan data diatas diketahui jumlah populasi pedagang
tetap sebesar 199 pedagang. Selanjutnya, peneliti menentukan
pedagang yang dijadikan sampel pada masing-masing area dengan
melakukan perhitungan menggunakan rumus proporsi sampel
sebagai berikut.
ni =
x n
Keterangan:
ni : Jumlah sampel yang diinginkan setiap area
N : Jumlah seluruh populasi pedagang di kawasan terminal Kp.
Rambutan
Ni : Jumlah populasi pada setiap area
n : Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan pada populasi
Berikut perhitungan sampel masing-masing area:
Area ruang tunggu antar kota (25 pedagang)
ni =
x 72 = 9 pedagang
Area jalur keluar antar kota (95 pedagang)
ni =
x 72 = 34 pedagang
Area ruang tunggu dalam kota (25 pedagang)
ni =
x 72 = 9 pedagang
52
Area jalur keluar dalam kota (54 pedagang)
ni =
x 72 = 20 pedagang
Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat alur
pengambilan sampel melalui bagan berikut ini.
Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel
Terdeteksi Eligible Sample
n = 72
Analisis Univiariat
n = 72
X1 = 9
pedagang
X2 = 34
pedagang
X3 = 9
pedagang
X4 = 20
pedagang
Populasi
N= 199
Wawancara Terstruktur
n = 72
53
Pada bagan 4.1 dijelaskan mengenai alur pengambilan
sampel yang dilakukan pada penelitian ini. Adapun populasi
penelitian ini adalah pedagang tetap yang berada di kawasan
Terminal Bus Kampung Rambutan baik di terminal antar kota
maupun terminal dalam kota yang berjumlah sebesar 199
pedagang. Selanjutnya dilakukan perhitungan sampel
menggunakan rumus Lemeshow (1997), dimana didapatkan besar
sampel pedagang tetap sebesar 72 responden yang dibagi ke dalam
empat titik area yang mewakili area Terminal Kampung Rambutan.
Kemudian 72 sampel tersebut dihitung menggunakan rumus
proporsi sampel untuk didistribusikan ke empat titik area tersebut.
Adapun persentase participation rate dalam populasi ini sebesar
36,2 % dari total populasi pedagang tetap.
Pembagian jumlah sampel di setiap titik area diantaranya:
X1 (area ruang tunggu terminal antar kota) sebesar 9 responden,
X2 (area jalur keluar terminal antar kota) sebesar 34 responden, X3
(area ruang tunggu terminal dalam kota) sebesar 9 responden, dan
X4 (area jalur keluar terminal dalam kota) sebesar 20 pedagang.
Variabel-variabel pada pedagang tetap yang diteliti dalam
penelitian ini adalah karakteristik individu dan keluhan subyektif
gangguan pernapasan yang dialami oleh pedagang tetap
menggunakan instrumen kuisioner dengan metode wawancara.
Selanjutnya, setiap variabel-variabel tersebut dilakukan analisis
secara univariat untuk melihat proporsi atau frekuensi dari
54
karakteritik individu dan keluhan subyektif gangguan pernapasan
pada pedagang tetap tersebut.
2. Sampel Udara Ambien
Pengukuran sampel udara ambien didasarkan kepada SNI
19-7119.6-2005 mengenai penentuan lokasi pengambilan contoh
uji pemantauan kualitas udara ambien. Dimana kriteria yang
digunakan diantaranya: area dengan konsentrasi pencemar tinggi,
area dengan kepadatan penduduk tinggi, dan mewakili seluruh
wilayah studi. Adapun pengukuran SO2, NO2, dan TSP akan
dilakukan satu kali pengukuran pada siang hari berdasarkan
Peraturan Menteri LH No.12 Tahun 2010 pada rentang waktu siang
hari antara pukul 10.00 -14.00 wib.
Pengukuran polutan tersebut akan dilakukan selama satu
jam pada empat titik lokasi pengukuran untuk melihat
perbandingan konsentrasi polutan tersebut yang mewakili kawasan
terminal dengan gambaran sebagai berikut.
Gambar 4.1 Denah Pengukuran Sampel Udara Ambien Terminal
Kampung Rambutan
X3
X1
X2 X4
55
Keterangan:
X1 = titik pengambilan sampel udara di kawasan terminal antar kota ruang
tunggu
X2 = titik pengambilan sampel udara di kawasan terminal antar kota jalur keluar
X3 = titik pengambilan sampel udara di kawasan terminal dalam kota ruang
tunggu
X4 = titik pengambilan sampel udara di kawasan terminal dalam kota jalur
keluar
Adapun waktu pengukuran akan dilakukan pada hari kerja
(weekdays) yaitu senin-jumat. Setelah dilakukan pengukuran maka
akan dilakukan pencatatan hasil, seperti: nilai pengukuran, mean,
lower dan upper data untuk ketiga polutan udara tersebut.
Titik koordinat peletakkan alat pengukuran udara ambien
berada di titik tengah (middle). Berikut peta koordinat peletakkan
alat saat pengukuran udara ambien di Terminal Kampung
Rambutan.
Gambar 4.2 Titik Koordinat Peletakkaan Alat Pengukuran Udara
Ambien Terminal Kampung Rambutan
X3
X1
X2
X4
56
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dengan
melakukan pengukuran langsung. Data primer pada penelitian ini
adalah lembar kuisioner dan lembar pengujian konsentrasi SO2,
NO2, dan TSP, serta lembar pengukuran faktor meteorologi
(kelembaban udara, suhu udara, dan kecepatan angin) di udara
ambien kawasan Terminal Kampung Rambutan.
G. Cara Pengumpulan Data
1. Pengukuran konsentrasi udara ambien
a. Pengukuran SO2 udara ambien
Pengukuran gas SO2 udara ambien dilakukan berdasarkan acuan
SNI 19-7119.7-2005 dengan prosedur sebagai berikut:
Prinsip
Gas SO2 diserap dalam larutan penyerap tetrakloromerkurat
membentuk senyawa kompleks diklorosulfonatomerkurat.
Dengan menambahkan larutan pararosanilin dan formaldehida,
kedalam senyawa diklorosulfonatomerkurat maka terbentuk
senyawa pararosanilin metil sulfonat yang berwarna ungu.
Konsentrasi larutan di ukur pada panjang gelombang 550 nm.
Bahan
Larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) 0,04 M,
larutan standar natrium metabisulfit (NA2S2O5), larutan Iod 0,01
N, larutan indikator kanji, larutan HCl 1M, Larutan natrium
tiosulfat (Na2S203) 0,01 N, larutan asam sulfamat (NH2SO3H)
57
0,6%, larutan asam fosfat (H3PO4) 3M, larutan kerja
pararosanilin hidroklorida (C19H17N3.HCl) 0,2%, larutan
formaldehida (HCHO) 0,2%, dan larutan penyangga asetat 1M.
Peralatan
Penyerap midget impinger, labu ukur, pipet volumetrik,
gelas ukur, gelas piala, tabung uji, spektrofotometer UV-Vis,
timbangan analitik, buret, tabu erlenmeyer, oven, kaca arloji,
termometer, barometer, pengaduk dan botol reaksi.
Tata cara pengambilan contoh uji udara selama 1 jam
- Susun peralatan pengambilan contoh uji
- Masukkan larutan penyerap SO2 sebanyak 10 ml ke masing-
masing botol penyerap. Atur botol penyerap agar terlindung
dari hujan dan sinar matahari langsung
- Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir 0,5
L/mnt sampai 1 L/mnt, setelah stabil catat laju alir awal F1
(L/mnt)
- Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam dan catat
temperatur dan tekanan udara
- Setelah 1 jam, catat laju akhir F2 (L/mnt) dan kemudian
matikan pompa penghisap
- Diamkan selama 20 menit setelah pengambilan contoh uji
untuk menghilangkan penganggu.
58
Tata cara pengujian contoh uji udara selama 1 jam
- Pindahkan larutan contoh uji ke dalam tabung uji 25 ml dan
tambahkan 5 ml air suling untuk membilas
- Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi dengan
menggunakan kurva kalibrasi
- Lakukan langkah-langkah di atas untuk pengujian blanko
dengan menggunakan 10 ml larutan penyerap.
Perhitungan konsentrasi SO2 udara ambien
Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan
contoh uji selama 1 jam dihitung menggunakan rumus dengan
satuan µg/Nm3.
Keterangan:
C : Konsentrasi NO2 (µg/Nm3).
a :Jumlah SO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari
kurva kalibrasi (µg).
V :Volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi
normal 250C, 760 mmHg (m
3).
b. Pengukuran NO2 udara ambien
Pengukuran gas NO2 udara ambien dilakukan berdasarkan
acuan SNI 19-7119.2-2005 dengan prosedur sebagai berikut:
59
Prinsip
Gas NO2 dijerap dalam larutan Griess Saltzman sehingga
membentuk suati senyawa azo dye berwarna merah muda yang
stabil setelah 15 menit. Konsentrasi larutan ditentukan secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 550 nm.
Bahan
Hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H), larutam asam
asetat glasial (CH3COOH pekat), air suling bebas nitrit, larutan
induk NEDA,C12H15CL2N2 ,aseton (C3H6O), larutan penyerap
griess saltzman, larutan standar nitrit (NO2).
Peralatan
Botol penyerap fritted bubbler, labu ukur, pipet mikro,
gelas ukur, gelas piala, tabung uji, spektrofotometer dilengkapi
kuvet, neraca analitik, oven, botol pyrex berwarna gelap,
desikator, alat destilasi, dan kaca arloji.
Tata cara pengambilan contoh uji udara selama 1 jam
- Susun peralatan contoh uji
- Masukkan larutan penyerap Griess Saltzman sebanyak
10 ml ke dalam botol penyerap. Atur botol penyerap agar
terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung
- Hidupkan pompa penghisap udara dan atur kecepatan alir
0,4 L/mnt, setelah stabil catat laju alir awal (F1)
- Setelah 1 jam catat laju alir akhir (F2) dan kemudian
matikan pompa penghisap
60
- Analisis dilakukan di lapangan segera setelah
pengambilan contoh uji.
Tata cara pengujian contoh uji udara selama 1 jam
- Masukkan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat
spektrofotometer, lalu ukur intensitas warna merah
muda yang terbentuk pada panjang gelombang 550 nm
- Baca serapan contoh uji kemudian hitung konsentrasi
dengan menggunakan kurva kalibrasi.
Perhitungan konsentrasi NO2 udara ambien
Konsentrasi gas NO2 dalam contoh uji dapat dihitung
dengan rumus berikut.
Keterangan:
C : Konsentrasi NO2 (µg/Nm3).
b :Jumlah NO2 dari contoh uji hasil perhitungan dari
kurva kalibrasi (µg).
V :Volum udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi
normal 250C, 760 mmHg.
c. Pengukuran TSP udara ambien
Pengukuran TSP udara ambien dilakukan berdasarkan
acuan SNI 19-7119.3-2005 dengan prosedur sebagai berikut:
61
Prinsip
Udara dihisap melalui filter di dalam shelter dengan
menggunakan pompa vakum laku alir tinggi sehingga
partikel terkumpul di permukaan filter. Jumlah partikel
yang terakumulasi dalam filter selama periode waktu
tertentu dianalisa secara gravimetri. Hasil yang ditampilkan
dalam bentuk satuan massa partikulat yang terkumpul per
satuan volum udara contoh uji udara yang diambil sebagai
µg/m3.
Bahan
a. Filter serat kaca
b. Filter fiber silika
c. Filter selulosa
Peralatan
Peralatan HVAS dilengkapi skala/meter, timbangan
analitik dengan ketelitian 0,1 mg, barometer yang mampu
mengukur hingga 0,1 kPa (1 mmHg), manometer
diferensial yang mampu mengukur hingga 4 kPa (40
mmHg), pencatat waktu yang mampu membaca selama 24
jam ±2 menit, pencatat laju alir mampu membaca laju alir
dengan ketelitian 0,03 m3/menit, termometer ,dan desikator.
Tata cara pengambilan contoh uji udara selama 60 menit
- Tempatkan filter pada filter holder
62
- Tempatkan alat uji di posisi dan lokasi pengukuran menurut
metoda penentuan lokasi titik ambien
- Nyalakan alat uju dan catat waktu serta tanggal, baca
indikator laju alir dan catat pula laju alurnya (Q1) untuk
diteruskan pembacaan hasil dan kalibrasinya. Catat pula
temperatur dan tekanan baromatik. Sambungkan pencatat
waktu ke motor untuk mendeteksi kehilangan waktu karena
gangguan listrik
- Lakukan pengambilan contoh uji selama 1 jam. Selama
periode pengambilan, baca laju alir, tekanan barometer
minimal 2 kali, dikumpulkan hingga seluruh data tekumpul
pada akhir pengukuran.
- Catat semua pembacaan seperti baca laju alir (Q2),
temperatur, dikumpulkan hingga seluruh data terkumpul
pada akhir pengukuran
- Pindahkan filter secara hati-hati, jaga agar tidak ada
partikel yang terlepas, lipat filter dengan partikulat
tertangkap di dalamnya. Tempatkan lipatan filter dalam
alumunium foil dan tandai untuk identifikasi.
Tata cara pengujian contoh uji udara selama 30-60 menit
Kondisikan filter pada desikator (kelembaban 50%)
atau diruangan ber-AC dan biarkan selama 1 jam dan
timbang filter sampai diperoleh berat tetap (W2).
Perhitungan konsentrasi TSP udara ambien
63
- Konsentrasi TSP dalam contoh uji dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut.
Keterangan:
C : Konsentrasi massa partikel tersuspensi (µg/Nm3)
W1 : Berat filter awal (g)
W2 : Berat filter akhir (g)
V : Volum contoh uji udara (m3)
2. Pengukuran Faktor Meteorologi
Pengukuran faktor meteorologi seperti: kelembaban udara,
kecepatan angin,dan suhu udara dilakukan bersamaan saat pengukuran
kualitas udara ambien di empat titik area yang berbeda di kawasan
Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur. Adapun peralatan yang
digunakan untuk pengukuran suhu udara dan kelembaban
menggunakan Thermohygrometer. Sedangkan, pengukuran kecepatan
angin menggunakan alat Anemometer.
3. Lembar Kuisioner
Kuisioner dalam penelitian ini digunakan untuk melihat variabel
dependen berupa keluhan subyektif gangguan pernapasan pada
pedagang tetap di kawasan terminal Kampung Rambutan. Kemudian,
variabel independen yaitu: jenis kelamin, usia, masa kerja, lama
64
pajanan dan perilaku merokok. Untuk perilaku merokok mengacu pada
indeks Brinkman dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Perokok ringan (0-199)
b. Perokok sedang (200-599)
c. Perokok berat (>600)
Adapun rumus yang digunakan dalam Indeks Brinkman.
H. Pengolahan Data
Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan
kesimpulan yang baik, maka diperlukan pengolahan data. Pengolahan data
yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan, antara lain:
1. Data Editing
Data yang didapatkan dari hasil pengamatan lapangan dan
kuisioner dilakukan penyuntingan terlebih dahulu. Proses editing ini
dilakukan dengan pengecekan dan melakukan perbaikan terhadap
hasil-hasil yang tidak lengkap atau kurang oleh peneliti agar dapat
ditelusuri kembali kepada responden/informan yang bersangkutan.
2. Data Coding
Pada proses ini dilkaukan pengklasifikasian data dan memberikan
kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan
dikumpulkannya data penelitian. Peneliti membuat kode untuk setiap
jawaban yang terdapat pada kuisioner. Kegiatan koding ini sangat
berguna pada saat memasukkan data nantinya.
Jumlah rata-rata rokok yang dihisap (batang) x lama merokok (tahun)
65
3. Data Sctructure
Pada proses data sctructure akan dikembangkan sesuai dengan
analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang
dipergunakan.
4. Data Entry
Data entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan oleh peneliti ke dalam program pengolah data
diantaranya data konsentrasi polutan, faktor meteorologi, karakteristik
individu, dan keluhan subyektif gangguan pernapasan pada pedagang
tetap.
5. Data Cleaning
Semua data yang telah di input perlu dicek kembali untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan sebagainya. Maka perlu dilakukan koreksi
dengan cara pembersihan data dengan melihat distribusi frekuensinya.
I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Untuk data
numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, standar deviasi,
dan nilai minimal maksimalnya. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabel (Notoatmodjo, 2012). Adapun variabel yang dilakukan
66
analisis univariat pada penelitian ini yaitu: gambaran keluhan subyektif
gangguan pernapasan, karakteristik individu pedagang (jenis kelamin,
usia, masa kerja, lama pajanan, perilaku merokok), dan gambaran
konsentrasi SO2, NO2 dan TSP serta faktor meteorologi di udara
ambien kawasan terminal Kampung Rambutan dengan diketahui
hasilnya dalam bentuk mean, median, standar deviasi, distribusi dan
persentase masing-masing variabel. Selain itu, akan dilakukan tabulasi
silang (crosstab) untuk melihat proporsi keluhan subyektif gangguan
pernapasan (variabel dependen) pada pedagang tetap berdasarkan
karakteristik individu serta konsentrasi polutan SO2, NO2 dan TSP
(variabel independen) udara ambien pada empat titik pengukuran di
kawasan terminal.
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Terminal Bus Kampung
Rambutan Jakarta Timur. Terminal Bus Kampung Rambutan merupakan
terminal berjenis penumpang tipe A yang berfungsi melayani kendaraan umum
untuk angkutan antar kota dan antar provinsi. Berikut ini gambar denah
Terminal Bus Kampung Rambutan.
Gambar 5.1 Denah Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur
Sumber: Googlemaps
Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur merupakan terminal
terbesar ke dua di DKI Jakarta dengan luas area sebesar 141.000 m2 yang
telah beroperasi sejak tahun 1992. Terminal ini berlokasi di Jl. T.B.
Simatupang RT11/RW4 Kampung Rambutan Ciracas, Kota Jakarta Timur.
Lokasinya di sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Tol Jagorawi dan
68
sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (JORR).
Terminal Bus Kampung Rambutan terbagi menjadi dua bagian, yaitu
terminal bus Antar Kota dan terminal bus Dalam Kota (Laporan Tahunan
Terminal Bus Kampung Rambutan, 2016).
Terminal Bus Dalam Kota telah dibangun sejak 1 Oktober 1990 dan
diresmikan 1 Oktober 1992 dengan luas tanah sebesar 8,72 Ha. Terminal ini
berfungsi melayani angkutan umum di dalam kota yang terdiri dari bus
Mayasari Bakti, Kopaja, Metro Mini, Koantas Bima, KWK, Koasi ,dan
Angkut. Sedangkan, Terminal Bus Antar Kota telah dibangun sejak
November 1991 dan diresmikan 01 Oktober 1992 dengan luas tanah sebesar
15 Ha. Terminal ini berfungsi melayani angkutan umum antar kota atau
antar provinsi pada beberapa wilayah di pulau Jawa dan Sumatera (Laporan
Tahunan Terminal Bus Kampung Rambutan, 2016). Adapun fasilitas bagi
pengunjung dan penumpang di terminal ini cukup lengkap. Fasilitas yang
disediakan di Terminal Kampung Rambutan seperti: ruang tunggu, kios-
kios, mushola, toilet umum, klinik dan ruang laktasi bagi ibu menyusui.
B. Gambaran Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan, Karakteristik
Individu, Kualitas Udara Ambien, dan Faktor Meteorologi
Pada sub bab ini akan ditampilkan analisis univariat dari beberapa
variabel, yaitu: variabel dependen dan variabel independen. Adapun variabel
dependen penelitian ini adalah keluhan subyektif gangguan pernapasan dan
variabel independen nya adalah karakteristik individu, kualitas udara ambien,
69
dan faktor meteorologi. Hasil dari penelitian ini akan ditampilkan pada tabel
5.1 sampai dengan tabel 5.8 sebagai berikut.
1. Gambaran Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Variabel dependen pada penelitian ini adalah keluhan subyektif
gangguan pernapasan yang dialami oleh pedagang tetap di kawasan
Terminal Bus Kampung Rambutan dalam dua minggu terakhir.
Tabel 5.1
Gambaran Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan pada
Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur
Tahun 2017
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Ya 61 84,7
Tidak 11 15,3
Total 72 100
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan distribusi pedagang yang
mengalami keluhan gangguan pernapasan sebesar 61 (84,7%) pedagang
dari total 72 pedagang yang diwawancarai dan menunjukkan bahwa
sebagian besar pedagang tetap di kawasan Terminal mengalami keluhan
gangguan pernapasan.
2. Gambaran Jenis Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Gangguan pernapasan dapat diketahui dengan munculnya beberapa
gejala atau keluhan seperti: batuk, bersin, nyeri tenggorokan, sesak napas,
dan nyeri dada. Berikut ini tabel 5.2 yang akan menampilkan mengenai
70
gambaran jenis keluhan subyektif gangguan pernapasan yang dialami oleh
pedagang tetap di kawasan Terminal bus Kampung Rambutan.
Tabel 5.2
Gambaran Jenis Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan pada
Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur
Tahun 2017 (n= 61)
No Jenis Keluhan N %
1. Batuk 31 50,8
2. Bersin 49 80,3
3. Nyeri Tenggorokan 33 54,1
4. Sesak Napas 14 22,9
5. Nyeri Dada 18 29,5
Berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuisioner didapatkan
hasil pada tabel 5.2 yang menunjukkan keluhan batuk sebesar 31 (50,8%),
bersin sebesar 49 (80,3%), nyeri tenggorokan sebesar 33 (54,1%), sesak
napas sebesar 14 (22,9%), dan nyeri dada sebesar 18 (29,5%). Berdasarkan
data di atas diketahui jenis keluhan gangguan pernapasan yang paling
banyak timbul pada responden adalah bersin (80,3%) dan terendah sesak
napas (22,9%).
3. Gambaran Karakteristik Pedagang Tetap
Karakteristik Individu pada penelitian ini merupakan variabel
independen yang diketahui dapat mempengaruhi terjadinya keluhan
subyektif gangguan pernapasan pada pedagang tetap di kawasan Terminal
Bus Kampung Rambutan. Adapun karakteristik individu yang dilihat
71
adalah jenis kelamin, usia, masa kerja, lama pajanan, dan perilaku
merokok. Berikut ini tabel 5.3 yang menampilkan gambaran dari
karakteristik pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan.
Tabel 5.3
Gambaran Karakteristik Pedagang Tetap di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
Variabel Mean Median SD Min-Maks Total
n %
Usia 39,74 41 11,523 16-65
Masa kerja 10,71 9,00 7,368 3-24
Lama Pajanan 13,90 14,00 5,044 2-24
Jenis Kelamin
Laki-laki 45 62,5
Perempuan 27 37,5
Perilaku
Merokok
Ya 46 63,9
Tidak 26 36,1
Kategori Indeks Brinkmann
Tidak Merokok 26 36,1
Ringan(1-99) 26 36,1
Sedang(200-599) 15 20,8
Berat(≥600) 5 6,9
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa jumlah pedagang tetap
di Terminal Kampung Rambutan dari 72 responden yang
diwawancarai lebih banyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 45
(62,5%).
72
b. Usia
Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa responden di kawasan
Terminal Kampung Rambutan rata-rata berusia 39 tahun. Adapun
umur tertinggi berusia 65 tahun dan terendah berusia 16 tahun.
c. Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.3, dapat dilihat bahwa rata-rata masa kerja
responden di kawasan Terminal Kampung Rambutan yaitu 10 tahun
dengan masa kerja tertinggi sebesar 24 tahun dan terendah sebesar tiga
tahun.
d. Lama Pajanan
Lama pajanan atau lama pedagang bekerja dalam sehari di kawasan
Terminal Kampung Rambutan berdasarkan tabel 5.3 memiliki rata-rata
sebesar 13 jam dengan nilai tertinggi sebesar 24 jam dan terendah
sebesar dua jam dalam sehari.
e. Perilaku Merokok
Perilaku merokok pada penelitian di diklasifikasikan berdasarkan
Indeks Brinkmann. Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sebagian
besar pedagang yang memiliki perilaku merokok yaitu sebesar 46
(63,8%) responden. Berdasarkan klasifikasi Indeks Brinkmann dapat
dilihat bahwa responden yang memiliki kategori sebagai perokok
ringan sebesar 26 (36,1%) responden, kategori perokok sedang sebesar
15 (20,8%) responden, dan kategori perokok berat sebesar 5 (6,9%)
responden.
73
4. Gambaran Kualitas Udara Ambien (SO2, NO2, TSP)
Kualitas udara ambien yang di ukur pada penelitian ini
diantaranya: polutan SO2, NO2, dan TSP. Ketiga jenis polutan tersebut
berpotensial menimbulkan gangguan kesehatan pada saluran
pernapasan manusia. Adapun pengukuran udara dalam penelitian ini
dilakukan di empat titik area yang berbeda di kawasan Terminal
Kampung Rambutan. Berikut ini tabel 5.4 yang menampilkan hasil
konsentrasi polutan SO2, NO2, dan TSP di empat titik area pengukuran
tersebut.
Tabel 5.4
Gambaran Kualitas Udara Ambien (SO2, NO2, TSP)
di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur
Tahun 2017
Variabel
Konsentrasi
(µg/m3)
Mean Median Min-Maks Baku
Mutu
Udara (Kepgub
DKI
Jakarta No
551 th 2001)
X1 X2 X3 X4
Polutan
SO2
43,90 56,43 31,53 51,02 45,72 47,46 31,53 - 56,43 900
µg/m3
Polutan
NO2
146,49 205,49 136,85 185,46 168,57 165,97 136,85-205,49 400
µg/m3
Polutan
TSP
116,66 152,77 125,00 138,88 133,3 131,94 116,66-152,77 90
µg/m3
Keterangan:
X1 : Area Ruang Tunggu Terminal Antar Kota X3 : Area Ruang Tunggu Terminal Dalam
Kota
X2 : Area Jalur Keluar Terminal Antar Kota X4 : Area Jalur Keluar Terminal Dalam
Kota
Berdasarkan Grafik 5.4, diketahui untuk polutan SO2 dan NO2
konsentrasi tertinggi dan terendah berada pada titik pengukuran yang
74
sama yaitu area jalur keluar terminal antar kota dengan konsentrasi
masing-masing 56,43 µg/m3
dan 205,49 µg/m3. Kemudian, konsentrasi
terendah berada di titik X3 atau area ruang tunggu terminal dalam kota
dengan konsentrasi masing-masing 31,53 µg/m3
dan 136,85 µg/m3.
Sedangkan, polutan TSP konsentrasi tertinggi berada pada titik
pengukuran area jalur keluar terminal antar kota dengan konsentrasi
152,77 µg/m3
dan terendah pada titik pengukuran area ruang tunggu
terminal antar kota dengan konsentrasi 116,66 µg/m3.
Berdasarkan hasil pengukuran polutan SO2 dan NO2 yang
dilakukan, dapat dilihat bahwa konsentrasi polutan di empat titik area
tersebut masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 551 Tahun 2001 yaitu untuk
polutan SO2 sebesar 900 µg/m3 dan polutan NO2 sebesar 400 µg/m
3
untuk satu jam pengukuran namun, untuk hasil pengukuran polutan
TSP di empat titik tersebut seluruhnya melampaui baku mutu udara
ambien yaitu untuk polutan TSP sebesar 90 µg/m3
dalam satu jam
pengukuran.
5. Gambaran Faktor Meteorologi
Konsentrasi polutan-polutan yang berasal dari emisi kendaraan
atau industri di udara ambien keberadaannya sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor meteorologi seperti: kelembaban udara, suhu udara, dan
kecepatan angin (Istikharotun dkk, 2016). Berikut ini tabel 5.5 yang
75
menampilkan data faktor meteorologi yang diukur pada empat titik
area di kawasan Terminal Kampung Rambutan.
Tabel 5.5
Gambaran Faktor Meteorologi di Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
Keterangan:
X1 : Area Ruang Tunggu Terminal Antar Kota X3 :Area Ruang Tunggu Terminal
Dalam Kota
X2 : Area Jalur Keluar Terminal Antar Kota X4 : Area Jalur Keluar Terminal Dalam
Kota
Dari hasil pengukuran di lapangan, ditunjukkan pada tabel 5.5
diketahui bahwa kelembaban udara tertinggi berada di titik area ruang
tunggu terminal antar kota dan terendah berada di titik area ruang tunggu
terminal dalam kota dengan masing-masing konsentrasi sebesar 57% dan
44% dengan nilai rata-rata sebesar 51%. Kemudian, suhu udara tertinggi
berada di titik area jalur keluar terminal antar kota dan area jalur keluar
terminal dalam kota dengan nilai yang sama yaitu sebesar 36,1 0C. Untuk
suhu udara terendah berada di titik area ruang tunggu terminal antar kota
sebesar 32,4 0C dan memiliki nilai rata-rata sebesar 34,4
0C. Selanjutnya,
hasil pengukuran kecepatan angin tertinggi berada di area titik area ruang
tunggu terminal antar kota sebesar 1,6 m/detik dan terendah berada di area
Variabel
Nilai Mean Median Min-
Maks X1 X2 X3 X4
Kelembaban
Udara
(%)
57,0 49,0 54,0 44,0 51,0 51,5 44,0 - 57,0
Suhu Udara
(0C)
32,4 36,1 33,3 36,1 34,4 34,7 32,4 – 36,1
Kecepatan
Angin
(m/det)
1,6 0,56 0,70 0,82 0,92 0,76 0,56 – 1,60
76
titik area jalur keluar terminal antar kota sebesar 0,56 m/detik dengan nilai
rata-rata 0,92 meter/detik.
6. Distribusi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan
Karakteristik Pedagang Tetap
Pada penelitian ini, terjadinya keluhan subyektif gangguan pernapasan
yang dialami oleh pedagang tetap di kawasan Terminal Kampung
Rambutan dipengaruhi oleh karakteristik dari pedagang tersebut. Adapun
karakteristik yang diteliti seperti: jenis kelamin, usia, masa kerja, lama
pajanan, dan perilaku merokok. Berikut ini tabel 5.6 yang akan
menampilkan tabulasi silang antara keluhan subyektif gangguan
pernapasan terhadap karakteristik pedagang tetap.
Tabel 5.6
Distribusi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan
Karakteristik Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan
Jakarta Timur Tahun 2017
Variabel Kategori Keluhan Subyektif
Gangguan Pernapasan
N %
Jenis Kelamin Laki-Laki 37 60,7
Perempuan 24 39,3
Usia < 39 Tahun 26 42,6
≥ 39 Tahun 35 57,4
Masa Kerja < 10 Tahun 32 52,5
≥ 10 Tahun 29 47,5
Lama Pajanan < 13 Jam 26 42,6
≥ 13 Jam 35 57,4
Perilaku Merokok Ya 37 60,7
Tidak 24 39,3
77
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa distribusi keluhan
subyektif gangguan pernapasan menurut jenis kelamin pada pedagang
tetap lebih banyak dialami oleh laki-laki yaitu sebesar 37 (60,7%)
responden.
b. Usia
Berdasarkan tabel 5.6, dapat dilihat bahwa distribusi keluhan
subyektif gangguan pernapasan menurut usia pada pedagang tetap di
kawasan Terminal Kampung Rambutan lebih banyak dialami oleh
pedagang berusia ≥39 tahun yaitu sebesar 35 (57,4%) responden.
c. Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.6, distribusi keluhan subyektif gangguan
pernapasan berdasarkan masa kerja lebih banyak dialami oleh pedagang
tetap yang memiliki masa kerja <10 tahun sebesar 32 (52,5%) responden.
d. Lama Pajanan
Lama pajanan atau lama pedagang tersebut saat bekerja di
Terminal Kampung Rambutan dalam sehari. Berdasarkan tabel 5.6,
distribusi pedagang yang memiliki keluhan subyektif gangguan
pernapasan berdasarkan lama pajanan adalah pedagang yang bekerja ≥13
jam dalam sehari yaitu sebesar 35 (57,4%) responden.
e. Perilaku Merokok
Pedagang tetap yang memiliki keluhan subyektif gangguan
pernapasan berdasarkan perilaku merokok dalam tabel 5.6 dapat dilihat
bahwa pedagang yang mengalami keluhan gangguan pernapasan banyak
78
terjadi pada pedagang yang memiliki perilaku merokok yaitu sebesar 37
(60,7%) responden.
7. Distribusi Faktor Meteorologi terhadap Kualitas Udara Ambien dan
Dampaknya dengan Jenis Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Parameter meteorologi seperti: kelembaban udara, suhu udara, dan
kecepatan angin berpengaruh besar pada dispersi dan penyisihan zat
pencemar udara secara alami yang berasal dari transportasi ataupun
industri (Istikharotun dkk, 2016). Pada selanjutnya konsentrasi zat
pencemar atau polutan di udara ambien akan memperanguhi status
kesehatan seseorang yang akan menimbulkan berbagai gejala gangguan
saluran pernapasan. Berikut ini tabel 5.7 yang menampilkan distribusi
faktor meteorologi terhadap kualitas udara ambien dan pengaruhnya
terhadap jenis keluhan gangguan pernapasan pada pedagang tetap di
Terminal Kampung Rambutan.
Pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa konsentrasi polutan SO2, NO2,
dan TSP tertinggi sama-sama berada di area jalur keluar terminal antar
kota dan dipengaruhi oleh faktor meteorologi yang serupa. Polutan di titik
area tersebut dipengaruhi oleh kelembaban udara yang rendah yaitu 49%,
suhu udara yang tinggi yaitu 36 ᵒC, dan kecepatan angin yang rendah yaitu
0,56 met/detik.
79
Tabel 5.7
Distribusi Faktor Meteorologi Terhadap Kualitas Udara Ambien dan
Dampaknya dengan Jenis Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
pada Pedagang Tetap di Terminal Kampung Rambutan Jakarta
Timur Tahun 2017
Area Faktor Meteorologi Konsentrasi Polutan
(µg/m3)
Jenis Keluhan
(%)
Kelembaban
Udara
(%)
Suhu
Udara
(ᵒC)
Kecepatan
Angin
(Met/det)
SO2
NO2
TSP
X1 57,0 32,4 1,6 43,9 146,49 116,66*
- Batuk (55,5)
- Bersin (44,5)
- Nyeri Tenggorokan
(33,3)
- Sesak Napas (33,3)
- Nyeri Dada (22,7)
X2 49,0 36,1 0,56 56,43 205,49 152,77*
- Batuk (61,8)
- Bersin (82,4)
- Nyeri Tenggorokan
(58,8)
- Sesak Napas (26,5)
- Nyeri Dada (35,3)
X3 54,0 33,3 0,70 31,53 136,85 125,00*
- Batuk (22,2)
- Bersin (55,5)
- Nyeri Tenggorokan
(33,3)
- Sesak Napas (22,2)
- Nyeri Dada (11,1)
X4 44,0 36,1 0,82 51,02 138,88 185,46*
- Batuk (15,0)
- Bersin (80,0)
- Nyeri Tenggorokan
(35,0)
- Sesak Napas (10,0)
- Nyeri Dada (15,0) Keterangan:
X1 : Area Ruang Tunggu Terminal Antar Kota X3 : Area Ruang Tunggu Terminal Dalam Kota
X2 : Area Jalur Keluar Terminal Antar Kota X4 : Area Jalur Keluar Terminal Dalam Kota
(*) Melebihi Baku Mutu Udara Ambien TSP 90 µg/m3 Sesuai Keputusan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 551 Tahun 2001
Adapun jenis keluhan subyektif gangguan pernapasan terbesar
yang dirasakan oleh pedagang tetap yang berada di area jalur keluar
80
terminal antar kota tersebut adalah bersin (82,4%) diikuti oleh batuk
(61,8%) serta nyeri tenggorokan (58,8%). Hampir diseluruh titik area
pengukuran, bersin menjadi peringkat pertama keluhan yang dirasakan
oleh pedagang tetap di area terminal.
8. Distribusi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan
Kualitas Udara Ambien (SO2, NO2, TSP)
Pada penelitian ini, keluhan gangguan pernapasan diketahui dapat
diakibatkan oleh polutan di udara ambien. Adapun polutan yang
berpotensial mempengaruhi kesehatan saluran pernapasan manusia adalah
gas SO2, NO2, dan TSP. Berikut ini tabel 5.8 yang akan menampilkan
distribusi keluhan subyektif gangguan pernapasan pada pedagang
berdasarkan kualitas udara ambien di Terminal Kampung Rambutan.
Tabel 5.8
Distribusi Kualitas Udara Ambien Terhadap Keluhan Subyektif
Gangguan Pernapasan pada Pedagang Tetap
di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2017
Area Konsentrasi Polutan (µg/m³)
Keluhan Subyektif
Gangguan Pernapasan
(%)
SO2 NO2 TSP
X1 43,9 146,49 116,66*
66,6
X2 56,43 205,49 152,77*
97,0
X3 31,53 136,85 125,00*
55,5
X4 51,02 138,88 185,46*
85,0
Keterangan:
X1 : Area Ruang Tunggu Terminal Antar Kota X3 : Area Ruang Tunggu Terminal Dalam Kota X2 : Area Jalur Keluar Terminal Antar Kota X4 : Area Jalur Keluar Terminal Dalam Kota
(*) Melebihi Baku Mutu Udara Ambien TSP 90 µg/m3
dalam 1 Jam Pengukuran
Sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001
81
Pada tabel 5.8 dapat dilihat bahwa kejadian keluhan gangguan
pernapasan paling tinggi terjadi pedagang tetap di area jalur keluar
terminal antar kota dengan persentase sebesar 97% dimana hal tersebut
berbanding lurus dengan tingginya konsentrasi polutan SO2, NO2, dan TSP
di area tersebut dibandingkan ketiga titik area lainnya.
82
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Terminal Kampung Rambutan
Jakarta Timur dengan subjek penelitian pedagang tetap untuk melihat
gambaran kualitas udara ambien (SO2,NO2,TSP) terhadap keluhan
subyektif gangguan pernapasan. Adapun keterbatasan penelitian ini ,yaitu:
1. Pada penelitian ini lembar kuisioner yang digunakan belum dilakukan
uji validitas dan reabilitas sehingga dapat terjadi kemungkinan bias
pada hasil penelitian.
2. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan data lingkungan
udara ambien secara agregate sehingga tidak dapat melihat besarnya
paparan polutan yang diterima per individu dan tidak dapat dibuktikan
adanya hubungan serta pengaruhnya antara kualitas udara ambien
dengan keluhan subyektif gangguan pernapasan secara statistik.
B. Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Keluhan pernapasan adalah gangguan yang terjadi pada saluran
pernapasan akibat selalu terpapar polutan udara. Semakin lama individu
terpapar polutan udara maka kemungkinan adanya keluhan pernapasan
semakin besar (Alsagaff dan Mukty, 2005). Hasil penelitian Purnamasari
(2014), menunjukkan bahwa 85% pedagang kaki lima di Jalan Margonda
Raya mengalami ISPA akibat paparan debu PM10. Sama hal nya dengan
83
penelitian Sandra (2013), dimana Polantas Polwiltabes Surabaya sebagian
besar mengalami keluhan pernapasan yaitu sebesar 61,9% akibat paparan
gas SO2, NO2, dan debu dengan gejala batuk kering dan berdahak serta
sesak napas. Pada penelitian Djafri (2007), menjelaskan bahwa gangguan
saluran pernapasan pada murid sekolah dasar di DKI Jakarta dengan
pajanan polutan udara ambien memiliki hubungan yang signifikan dimana
empat gejala yang timbul seperti: nyeri tenggorokan, hidung berair, batuk
dan sesak napas memiliki angka kesakitan (incidence rate) yang tinggi
pada wilayah yang pajanannya tinggi pula.
Hasil pengumpulan data di lapangan menunjukkan, bahwa hampir
sebagian besar pedagang tetap di kawasan Terminal Kampung Rambutan
mengalami keluhan subyektif gangguan pernapasan selama dua minggu
terakhir yaitu sebesar 61 (84,7%) pedagang dari 72 pedagang tetap yang
diwawancarai. Berdasarkan penuturan para pedagang, mereka sudah
terbiasa dengan kondisi di lingkungan terminal yang cukup besar polusi
udaranya. Pada awal mulai berdagang di Terminal Kampung Rambutan,
mereka lebih sensitif dan sering sekali mengalami gangguan pernapasan
namun, semakin lama mereka berdagang selama bertahun-tahun, gejala
gangguan pernapasan yang timbul semakin berkurang. Hal tersebut
dimungkinkan akibat kesensitivan saluran pernapasan para pedagang tetap
sudah menurun sehingga tidak terlalu peka terhadap paparan polutan di
udara ambien terminal. Hal ini dapat terjadi apabila konsentrasi polutan
SO2, NO2, dan TSP di udara ambien masih beradi di bawah baku mutu.
Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku kepada populasi yang sangat sensitif
84
terhadap polutan dalam jumlah sangat kecil karena akan memperparah
kondisi mereka seperti seseorang yang memiliki riwayat penyakit
pernapasan dengan riwayat PPOK dan asma yang sudah kronis.
Adapun jenis keluhan subyektif gangguan pernapasan yang dialami
oleh pedagang ,diantaranya: batuk, bersin, nyeri tenggorokan, sesak napas,
dan nyeri dada. Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat diantara kelima
keluhan tersebut, bersin menjadi jenis keluhan terbesar dan paling umum
yang dirasakan oleh pedagang dengan persentase sebesar 80,3% dan
keluhan terendah adalah sesak napas dengan persentase sebesar 22,9%.
Apabila dilihat pada tabel 5.7, di empat titik pengukuran menjelaskan
bahwa bersin dan batuk menjadi keluhan terbesar yang dialami oleh
pedagang tetap selain nyeri tenggorokan, sesak napas, dan nyeri dada.
Bersin dan batuk menjadi salah satu gejala yang paling umum dirasakan
akibat keberadaan polutan di udara ambien sebagai bentuk pertahanan
tubuh nonspefisik apabila konsentrasi polutan terutama partikulat atau TSP
melebihi ambang batas (Setiawan, 2002).
Jika keluhan subyektif gangguan pernapasan dilihat berdasarkan
karakteristik individu pedagang seperti pada tabel 5.6 dapat dilihat bahwa
pedagang berjenis kelamin laki-laki lebih besar memiliki keluhan
subyektif gangguan pernapasan sebesar 60,7% dibandingkan dengan
perempuan yang hanya 39,3%. Hal ini sejalan dengan studi epidemiologi
mengenai faktor risiko untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
baik secara retrospektif maupun prospektif didapatkan hasil bahwa laki-
laki memiliki risiko lebih besar daripada wanita. Hal tersebut disebabkan
85
oleh beberapa faktor salah satunya adalah perbedaan genetik (Mukono,
2008). Selain itu, perbedaan anatomi fisiologi antara laki-laki dan
perempuan juga mempengaruhi terjadinya gangguan pernapasan. Seperti
dikatakan oleh Guyton (1997), dimana perbedaan anatomi paru-paru
antara laki-laki dan perempuan yaitu untuk volume dan kapasitas seluruh
paru pada wanita kira-kira 20-25% lebih kecil daripada laki-laki. Kapasitas
rata-rata pria dewasa muda kira-kira 4,6 liter dan pada wanita dewasa
muda kira-kira 3,1 liter. Hal ini yang menyebabkan kejadian gangguan
pernapasan lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita karena pria
lebih banyak membutuhkan udara sehingga udara ambien yang berpolutan
lebih besar terhirup pada saluran pernapasan pria.
Berdasarkan usia, pedagang yang berusia ≥39 tahun memiliki
persentase keluhan subyektif gangguan pernapasan lebih tinggi sebesar
57,4% dibandingkan dengan pedagang yang berusia <39 tahun yang hanya
sebesar 42,6%. Hal tersebut menjelaskan bahwa peningkatan usia akan
mempengaruhi terjadinya gangguan pernapasan pada pedagang. Seperti
yang dikatakan dalam Winarti (1999), dimana pertambahan usia akan
mempengaruhi jaringan tubuh, fungsi elastisitas jaringan paru berkurang
dan kekuatan bernafas menjadi lemah dan volume udara pada saat
pernapasan akan menjadi lebih sedikit, serta menyebabkan fungsi paru
seseorang menurun. Hal tersebut sejalan pula dengan penelitian Sandra
(2013), dimana terdapat hubungan yang signifikan pada polantas berusia
lebih dari 40 tahun yang lebih banyak menderita gangguan pernapasan dan
86
lebih berisiko 1,3 kali lebih besar akibat terpapar polutan udara ambien
dibandingkan polantas yang berusia kurang dari 40 tahun.
Jika berdasarkan masa kerja, bahwa lamanya masa kerja pedagang
tetap tidak berpengaruh terhadap terjadinya keluhan gangguan pernapasan.
Dimana pedagang yang memiliki masa kerja <10 tahun lebih besar
mengalami gangguan subyektif gangguan pernapasan yaitu sebesar 32
pedagang atau 52,5% dibandingkan dengan pedagang yang memiliki
masa kerja ≥10 tahun dimana jumlah pedagang yang mengalami keluhan
subyektif gangguan pernapasan sebesar 29 orang atau 47,5%. Hal ini dapat
terjadi karena pedagang yang memiliki masa kerja <10 tahun sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki dan berusia ≥39 tahun sehingga, terjadinya
presentase keluhan subyektif gangguan pernapasan lebih tinggi. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Sandra (2013), dimana hasil uji regresi
logistik ganda diketahui masa kerja tidak mempengaruhi keluhan
pernapasan dan fungsi paru yang terjadi pada Polantas di Surabaya dengan
nilai pv >0,05. Diketahui dalam penelitian tersebut bahwa polantas yang
memiliki masa kerja kurang dari rata-rata sebagian besar telah berumur
>40 tahun sehingga dapat dilihat yang mengakibatkan masa kerja bernilai
tidak signifikan secara statistik karena adanya faktor lainnya yaitu usia.
Apabila berdasarkan lama pajanan maka pedagang yang memiliki
lama pajanan ≥13 jam perhari lebih besar mengalami keluhan subyektif
gangguan pernapasan sebesar 35 orang atau 57,4% dibandingkan dengan
pedagang yang memiliki lama pajanan <13 jam perhari yaitu sebesar 26
orang atau 42,6% yang mengalami keluhan subyektif gangguan
87
pernapasan. Hal tersebut sejalan dengan Kusnoputranto (1995), yang
mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi gangguan pernapasan salah
satunya adalah intensitas dan lama keterpajanan dari zat pencemar. Sama
halnya dengan Mukono (2008) yang mengatakan, paparan kronis udara
yang tercemar akan meningkatkan morbiditas terutama timbulnya gejala
penyakit saluran pernapasan dan menurunnya fungsi paru-paru. Bagitupula
hasil penelitian Purnamasari (2014), yang menunjukkan hasil uji statistik
dengan nilai OR=12,4 dimana pedagang kaki lima di jalan Margonda yang
bekerja di atas 10 jam lebih berisiko 12 kali lipat untuk terkena ISPA
dibandingkan dengan pedagang yang bekerja di bawah 10 jam. Selain dari
lama pajanan, kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan akan
semakin besar pula apabila dilihat dari masa kerja para pedagang tetap di
terminal yang beberapa di antaranya telah mencapai hingga dari 20 tahun.
Selanjutnya, keluhan subyektif gangguan pernapasan apabila
berdasarkan perilaku merokok diketahui bahwa pedagang yang memiliki
perilaku merokok lebih banyak mengalami keluhan subyektif gangguan
pernapasan sebesar 37 (60,7%) pedagang dibandingkan dengan pedagang
yang tidak memiliki perilaku merokok yang hanya sebesar 24 (39,3%).
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wijayanto (2009),
yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
merokok dengan kejadian ISPA karena rokok dapat meningkatkan
terjadinya kelainan fungsi paru-paru. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
(2007), menjelaskan bahwa asap rokok dapat menyebabkan iritasi
persisten pada saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan
88
kerentanan terhadap berbagai penyakit sistem pernapasan manusia.
Diketahui kebiasaan merokok di Indonesia telah menjadi bagian dari
kehidupan dan tradisi di beberapa daerah. Hal ini yang membuat kebiasaan
merokok sulit dilepaskan atau dihentikan sehingga membuat prevalensi
penyakit pernapasan di Indonesia semakin besar.
C. Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP)
Hasil pengukuran kualitas udara di kawasan Terminal Kampung
Rambutan, menunjukkan untuk konsentrasi polutan SO2 di empat titik area
pengukuran masing-masing memiliki nilai sebesar 43,90 µg/m3, 56,43
µg/m3, 31,53 µg/m
3, dan 51,02 µg/m
3 dan memiliki nilai rata-rata 45,72
µg/m3. Dimana area jalur keluar terminal antar kota memiliki konsentrasi
tertinggi dan area ruang tunggu terminal dalam kota memiliki konsentrasi
terendah. Hal ini terjadi karena area jalur keluar antar kota merupakan area
outdoor tanpa adanya penutup dan berada langsung di jalan raya.
Sedangkan, area ruang tunggu dalam kota merupakan area indoor sebagai
ruang tunggu yang memiliki atap pelindung pada bangunannya.
Apabila ke-empat hasil pengukuran polutan SO2 tersebut
dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Tahun No 551 Tahun 2001 maka akan
menunjukkan hasil yang masih berada di bawah baku mutu udara ambien
yang ditetapkan sebesar 900 µg/m3
atau 0,34 ppm untuk satu jam
pengukuran. Meskipun, paparan masih berada di bawah baku mutu namun,
paparan yang terjadi secara terus-menerus dalam waktu lama akan
89
meningkatkan potensi terjadinya keluhan saluran pernapasan. Adapun
potensi terjadinya keluhan saluran pernapasan pun akan bertambah besar
kepada populasi yang berisiko walaupun konsentrasi SO2 di udara ambien
kecil terutama pada orang yang memiliki penyakit paru-paru, asma, dan
lainnya (Tugaswati,2007).
Untuk hasil pengukuran polutan NO2 di empat titik area di
kawasan Terminal Bus Kampung Rambutan masing-masing memiliki nilai
konsentrasi sebesar 146,49 µg/m3, 205,49 µg/m
3, 136,85 µg/m
3, dan
185,46 µg/m3 yang memiliki nilai rata-rata sebesar 168,57 µg/m
3. Dimana
konsentrasi tertinggi dan terendah masing-masing berada di titik area jalur
keluar antar kota dan ruang tunggu dalam kota. Adapun ke-empat hasil
pengukuran tersebut jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 41 Tahun 1999 dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Tahun No
551 Tahun 2001 maka hasilnya menunjukkan masih berada di bawah baku
mutu yang ditetapkan sebesar 400 µg/m3
atau 0,2 ppm untuk satu jam
pengukuran. Sama halnya dengan polutan SO2, meskipun hasil konsentrasi
NO2 masih berada di bawah baku mutu. Apabila paparan terus terjadi
dalam jangka waktu lama maka akan meningkatkan potensi terjadinya
gangguan pernapasan pada pedagang tetap di area tersebut.
Selanjutnya, untuk hasil pengukuran polutan Total Suspended
Particulate (TSP) di empat titik area menunjukkan nilai konsentrasi
masing-masing sebesar 116,66 µg/m3, 152,77 µg/m
3, 125,00 µg/m
3, dan
138,88 µg/m3
dengan nilai rata-rata sebesar 133,33 µg/m3. Dimana
konsentrasi tertinggi dan terendah masing-masing berada di titik area jalur
90
keluar antar kota dan ruang tunggu antar kota. Apabila semua hasil
pengukuran tersebut dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor
41 Tahun 1999 dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Tahun No 551
Tahun 2001 maka didapatkan bahwa ke empat konsentrasi TSP tersebut
telah melampaui baku mutu yang ditetapkan sebesar 90 µg/m3
untuk satu
jam pengukuran. Tingginya hasil pengukuran TSP di lapangan sejalan pula
dengan tingginya keluhan subyektif gangguan pernapasan yang paling
tinggi muncul yaitu bersin dan batuk. Seperti disampaikan oleh Yulaekah
(2007), dimana penumpukan sejumlah partikulat yang menempel pada
saluran pernapasan secara kontinyu akan menyebabkan penebalan dinding
bronkus, menyebabkan bersin dan batuk, serta meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi pernapasan.
Selanjutnya, bervariasinya hasil pengukuran kualitas udara ambien
tersebut tidak terlepas dari pengaruh faktor meteorologis di area tersebut.
Adapun faktor meteorologi yang mempengaruhi seperti: kelembaban
udara, kecepatan angin, suhu udara, curah hujan dan lainnya (Istikharotun
dkk, 2016). Berdasarkan penuturan staf Dinas Perhubungan Terminal Bus
Kampung Rambutan menjelaskan, bahwa di kawasan Terminal belum
pernah dilakukan pemantauan kualitas udara ambien. Sebaiknya, upaya
pengendalian pencemaran udara harus dilakukan oleh pihak Terminal
Kampung Rambutan bekerjasama dengan intansi terkait seperti Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) provinsi DKI Jakarta
untuk melakukan pemantauan rutin dan berkala terhadap kualitas udara
ambien di kawasan Terminal Kampung Rambutan karena terminal
91
merupakan area publik dimana banyak masyarakat yang menggunakan
jasa transportasi, berjualan dan bekerja di area ini. Hal ini sesuai dengan
Program Langit Biru (PLB) yang dicanangkan sejak tahun 1996 dimana,
program ini bertujuan untuk mengendalikan pencemaran udara khususnya
bersumber dari sektor transportasi dengan melakukan pemantauan kualitas
udara ambien dan pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor,
penggunaan bahan bakar bersih, serta melakukan pengembangan
manajemen transportasi (Fitria, 2009 dan Pergub DKI Jakarta No 92
Tahun 2007).
Pengendalian pencemaran udara lain yang dapat dilakukan di area
terminal oleh pihak Terminal Bus Kampung Rambutan yaitu melakukan
penanaman pohon dan tanaman yang memiliki fungsi sebagai penyerap
polutan diudara. Seperti hasil penelitian Nasrullah dkk (2000),
menunjukkan pohon yang memiliki serapan tinggi terhadap polutan seperti
NO2, dan debu hingga 100 µg/g selama 60 menit adalah pohon dadap
kuning, kaliandra, trembesi dan jambu biji. Selain itu, pohon kenanga,
mlinjo, flamboyan, kembang merak, asam kranji, kapuk, cempaka, dan
nangka juga dapat menyerap polutan dengan tinggi di udara. Hal lainnya,
melakukan penanaman tanaman seperti tanaman hias sansevieria atau
dikenal lidah mertua karena tanaman ini diketahui dapat menyerap gas-gas
berbahaya berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh NASA (National
Aeronautics and Space Administration) Amerika Serikat tahun 1999,
dimana sansevieria mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan
92
berbahaya yang ada di udara seperti gas CO, CO2,SO2, benzene, dan
formaldehyde (Rosha dkk,2013).
D. Faktor Meteorologi
Konsentrasi polutan-polutan di udara ambien sangat dipengaruhi
oleh faktor meteorologi di wilayah tersebut. Pengukuran di lapangan
dilakukan siang hari pada bulan januari saat kawasan di Indonesia masuk
berada dimusim penghujan namun, saat pengukuran tidak terjadi hujan dan
cuaca di kawasan tersebut cenderung cerah dan panas. Berikut ini
pembahasan hasil pengukuran faktor meteorologi di kawasan Terminal
Bus Kampung Rambutan diantaranya.
Hasil pengukuran kelembaban udara di kawasan Terminal
menunjukkan, pada empat titik area pengukuran masing-masing memiliki
rentang nilai sebesar 44%-57% dengan rata-rata 51%. Dimana kelembaban
udara tertinggi dan terendah masing-masing berada di titik area ruang
tunggu antar kota dan jalur keluar antar dalam kota. Hal tersebut terjadi
karena area ruang tunggu antar kota merupakan area yang tertutupi oleh
atap bangunan sehingga kelembabannya lebih tinggi dibandingkan, dengan
area jalur keluar dalam kota yang merupakan area jalur keluar yang berada
di jalan raya tanpa tertutupi oleh atap bangunan. Kelembaban udara di
Terminal Kampung Rambutan tergolong rendah. Menurut Mukono (2008),
kelembaban udara <60% termasuk dalam kelembaban yang relatif rendah.
Hal tersebut akan mempengaruhi konsentrasi polutan di udara ambien.
Pada kelembaban yang relatif rendah maka konsentrasi SO2 akan rendah
93
pula namun, hal ini berbanding terbalik dengan peningkatan konsentrasi
NO2 dan TSP apabila kelembaban udara dalam keadaan rendah.
Kemudian, hasil pengukuran suhu udara di kawasan Terminal
Kampung Rambutan memiliki rentang nilai 32,4-36,1 0C dengan nilai rata-
rata 34,7 0C. Dimana suhu udara tertinggi dan terendah masing-masing
berada di titik area jalur keluar antar kota, jalur keluar dalam kota dan area
ruang tunggu antar kota. Untuk area jalur keluar antar kota dan jalur keluar
dalam kota memiliki nilai suhu udara yang sama karena sama-sama berada
pada area jalur keluar terminal yang berada di jalan raya dan terkena sinar
matahari secara langsung tanpa atap atau bangunan pelindung. Sedangkan,
area ruang tunggu antar kota merupakan area yang terlindungi oleh atap
bangunan sehingga, tidak terkena paparan langsung sinar matahari. Oleh
karena itu, suhu udara di ruang tunggu antar kota lebih rendah
dibandingkan dengan area jalur keluar antar kota dan jalur keluar dalam
kota. Menurut Okrofoar (2014) dalam Istikharotun dkk (2016),
menjelaskan perbedaan temperatur mempengaruhi konsentrasi polutan di
udara ambien dan konsentrasi pencemar akan cenderung menurun seiring
dengan meningkatnya temperatur. Hal tersebut berlaku untuk polutan NO2,
dimana konsentrasinya akan meningkat seiring dengan penurunan suhu
udara. Berbeda dengan jenis polutan SO2 dan TSP dimana, konsentrasinya
akan semakin meningkat seiring dengan pertambahan suhu udara
(Instantinova dkk, 2012).
Selanjutnya, hasil kecepatan angin di kawasan Terminal Bus
Kampung Rambutan memiliki rentang nilai sebesar 0,56-1,60 meter/detik
94
dengan rata-rata nilai 0,92 meter/detik dimana, area yang memiliki
kecepatan angin tertinggi dan terendah masing-masing berada pada titik
area rua tunggu dan jalur keluar terminal antar kota. Menurut Tasic dkk
(2013) dalam Istikharotun dkk (2016) menjelaskan, semakin tinggi
kecepatan angin, maka konsentrasi polutan di udara akan semakin kecil
karena polutan tersebut terbawa angin menjauhi lokasi pengukuran.
Semakin tinggi kecepatan angin, maka pencemar akan terdilusi melalui
dispersi sehingga peningkatan kecepatan angin akan mempercepat
terjadinya dispersi dan dilusi pencemar udara sehingga konsentrasi
pencemar rendah.
E. Kualitas Udara Ambien (SO2,NO2,TSP) Berdasarkan Faktor
Meteorologi
Peranan faktor meteorologi seperti: kelembaban udara, kecepatan
angin dan suhu udara sangat mempengaruhi konsentrasi polutan-polutan
yang berasal dari aktivitas transportasi maupun industri di udara ambien.
Seperti dikatakan oleh Istikharotun dkk (2016), unsur meteorologi
berpengaruh besar pada dispersi dan penyisihan pencemar udara secara
alami. Dengan demikian, informasi meteorologi merupakan hal penting
dalam menentukan langkah-langkah pengendalian pencemaran udara dari
berbagai sumber pencemar baik industri maupun sistem transportasi. Pada
tabel 5.7 digambarkan bahwa nilai konsentrasi polutan SO2, NO2, dan TSP
yang diukur pada beberapa titik di kawasan Terminal Kampung Rambutan
memiliki gambaran faktor meteorologi yang hampir serupa namun, nilai
95
konsentrasi setiap polutan dipengaruhi oleh faktor meteorologi yang
berbeda-beda.
Hasil penelitian ini menunjukkan, ketiga jenis polutan yaitu SO2,
NO2, dan TSP yang mewakili kualitas udara ambien di Terminal Kampung
Rambutan konsentrasi tertingginya berada di titik area jalur keluar antar
kota yang memiliki kelembaban udara yang rendah yaitu 49%, suhu udara
yang tinggi yaitu 36,1 0C dan kecepatan angin yang rendah yaitu 0,56
meter/detik dibandingkan dengan ketiga titik area lainnya. Sementara itu,
rata-rata konsentrasi polutan terendah berada di titik area ruang tunggu
dalam kota yang memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi sebesar
54%, suhu udara sebesar 33,30
C ,dan kecepatan angin sebesar 0,56
meter/detik.
Maka dapat dikatakan dari hasil penelitian di atas, bahwa jika
konsentrasi polutan di udara ambien tinggi maka faktor meteorologi
seperti: kelembaban udara akan rendah, suhu udara akan tinggi, dan
kecepatan angin akan rendah pula. Sebaliknya, jika konsentrasi polutan di
udara ambien rendah maka faktor meteorologi seperti kelembaban udara
akan tinggi, suhu udara akan rendah, dan kecepatan angin akan tinggi. Hal
ini sejalan dengan penelitian Syech dkk (2012), yang menunjukkan bahwa
polutan NO2 di udara ambien akan tinggi jika kelembaban udara rendah
yang menunjukkan bahwa udara memiliki kandungan uap air yang
jumlahnya sedikit. Pada saat itu dispersi udara akan terjadi lebih cepat
karena udara dapat bergerak tanpa terhambat oleh uap air sehingga
konsentrasi polutan NO2 menjadi tinggi. Begitupula dengan kecepatan
96
angin, dimana kecepatan angin yang rendah menyebabkan udara tidak
menyebar dari stasiun, akibatnya reaksi antara polutan dan air terjadi dan
menyebabkan konsentrasi polutan NO2 tinggi. Hal ini berbeda pada hasil
penelitian untuk faktor suhu udara yang menunjukkan, suhu udara tinggi
berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi polutan NO2 di udara
namun, hal ini tidak sejalan dengan penelitian Syech dkk (2012), yang
menyatakan jika suhu udara tinggi membuat densitas udara di dekat
permukaan bumi menjadi lebih rendah daripada udara di atasnya
menyebabkan terjadinya aliran konveksi ke atas yang membawa polutan
sehingga konsentrasi polutan menjadi rendah. Penjelasan tersebut sejalan
dengan Okroafor (2014) dalam Istikharotun dkk (2016), yang menyatakan
perbedaan temperatur mempengaruhi konsentrasi polutan di udara ambien,
dimana konsentrasi pencemar menurun seiring dengan meningkatnya
temperatur khususnya untuk polutan NO2.
Sementara itu, untuk hasil penelitian polutan SO2 dilapangan
menunjukkan semakin tinggi konsentrasi polutan maka faktor meteorologi
seperti: suhu udara akan tinggi, kelembaban udara semakin rendah, dan
kecepatan angin semakin rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian
Instantinova (2012), yang menunjukkan hubungan suhu terhadap
konsentrasi gas SO2 adalah berbanding lurus yaitu jika adanya
peningkatan suhu udara, maka konsentrasi gas SO2 juga akan semakin
meningkat. Hal tersebut dikarenakan suhu yang tinggi akan mempercepat
disosiasi gas SO2 menjadi S dan O2 sehingga jumlahnya di udara semakin
banyak. Sebaliknya, hubungan konsentrasi gas SO2 dengan kelembaban
97
adalah berbanding terbalik yaitu jika konsentrasi kelembaban semakin
naik, maka konsentrasi SO2 akan semakin menurun.
Selanjutnya, hasil konsentrasi polutan TSP dilapangan
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi TSP di udara ambien
maka faktor meteorologi seperti: kelembaban udara semakin rendah, suhu
udara semakin tinggi, dan kecepatan angin semakin rendah. Hal tersebut
sejalan dengan hasil penelitian Yahaya dan Ahmad (2006), yang
menunjukkan bahwa konsentrasi TSP dipengaruhi oleh kelembaban dan
memiliki korelasi yang bermakna sebesar 80,5% dimana jika kelembaban
udara meningkat maka akan menurunkan konsentrasi TSP serta sebaliknya
kelembaban yang rendah akan meningkatkan kadar TSP. Hal tersebut juga
berbanding lurus dengan suhu udara, dimana jika intensitas matahari
semakin tinggi maka akan meningkatkan suhu udara di sekitar area
pengukuran dan meningkatkan konsentrasi TSP karena dispersi partikulat
di udara akan berkurang. Untuk faktor kecepatan angin berlaku untuk
semua jenis polutan, dimana jika kecepatan angin rendah maka
meningkatkan konsentrasi polutan di udara. Sebaliknya, apabila kecepatan
angin tinggi maka konsentrasi polutan di udara akan semakin rendah.
F. Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan Berdasarkan Kualitas
Udara Ambien
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 5.8 menjelaskan,
bahwa konsentrasi terbesar polutan SO2, NO2, dan TSP di kawasan
Terminal Bus Kampung Rambutan berada di titik area jalur keluar
98
terminal antar kota dibandingkan ketiga titik area lainnya. Adapun
konsentrasi masing-masing polutan sebesar 56,43 µg/m3, 205,49 µg/m
3,
dan 152,77 µg/m3
namun, dari ketiga polutan tersebut yang konsentrasinya
melampaui baku mutu udara ambien yang ditetapkan oleh Keputusan
Gubernur DKI Jakarta Tahun No 551 Tahun 2001 adalah polutan TSP
sebesar 90 µg/m3
dalam satu jam pengukuran. Sementara itu, polutan SO2
dan NO2 masih berada di bawah baku mutu yang ditetapkan.
Keluhan subyektif gangguan pernapasan yang terjadi pada
pedagang tetap di kawasan Terminal Bus Kampung Rambutan rata-rata
paling besar terjadi kepada pedagang yang bermukim dititik area jalur
keluar antar kota yaitu sebesar 97% dibandingkan dengan ketiga titik area
lainnya dengan keluhan terbesar bersin dan batuk seperti yang tercantum
pada tabel 5.7 pada bab 5. Hal tersebut menunjukkan, bahwa tingginya
konsentrasi polutan di udara ambien pada suatu titik area akan berbanding
lurus dengan peningkatan jumlah kasus keluhan subyektif gangguan
pernapasan yang dialami oleh pedagang di kawasan tersebut. Hal ini
seperti yang dijelaskan oleh Mukono (2008), yang mengatakan bahwa
pajanan NO2 akan menyebabkan terjadinya peradangan bronkus. Pemicu
terjadinya peradangan tersebut karena di dalam saluran pernapasan
manusia polutan NO2 akan terhidrolisis membentuk asam nitrit dan asam
nitrat yang bersifat korosif terhadap mukosa saluran napas kemudian
menyebabkan infeksi pada bronkus semakin meningkat. Infeksi pada
bronkus ini dapat menimbulkan keluhan gangguan pernapsan berupa rasa
nyeri pada dada. Adapun efek terjadinya keluhan gangguan pernapasan
99
juga dikarenakan adanya paparan dari berbagai gas polutan sekaligus,
terutama gas-gas yang berkontribusi terhadap terjadinya keluhan gangguan
pernapasan seperti SO2 dan TSP.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Fitria (2009), yang
mengatakan bahwa beberapa penelitian membuktikan bahwa PM10, NO2,
dan SO2 merupakan polutan udara yang bersifat reaktif dan dapat memicu
kerusakan jaringan dalam saluran pernapasan melalui mekanisme stres
oksidatif dan inflamasi saluran napas, baik pada penderita asma maupun
individu yang sehat. Lebih lanjut lagi dalam Sandra (2013), menjelaskan
polutan udara yang dapat mengakibatkan gangguan pada saluran
pernapasan adalah gas NO2, SO2, formaldehida, ozon dan partikel debu.
Polutan tersebut bersifat mengiritasi saluran pernapasan yang dapat
mengakibatkan gangguan fungsi paru. Hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitian Sandra (2013) yang menunjukkan, terdapat hubungan yang
bermakna dengan nilai p-value 0,002 dari hasil uji statistik linier pada
polantas Surabaya mengalami keluhan batuk kering (85,7%), keluhan
batuk berdahak (57,1%), keluhan sesak napas disertai batuk (46,6%)
akibat konsentrasi polutan SO2.
Proteksi yang dapat dilakukan oleh pedagang tetap di kawasan
Terminal Kampung Rambutan sebagai area yang cukup tinggi tingkat
pencemaran udaranya untuk meminimalisir masuknya polutan di udara ke
saluran napas yaitu dengan penggunaan masker saat bekerja. Pada saat
penelitian dilakukan, sebagian besar pedagang tetap tidak menggunakan
masker. Hanya terlihat satu sampai dua pedagang yang menggunakan
100
masker di kawasan tersebut. Kaitannya dengan penggunaan masker seperti
hasil penelitian Purnamasari (2014), menunjukkan pedagang kaki lima di
sekitar Jalan Margonda Depok dengan kebiasaan tidak menggunakan alat
pelindung diri seperti masker memiliki risiko sebesar 36 kali lebih besar
terkena ISPA akibat paparan PM10 dibandingkan dengan pedagang kaki
lima dengan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri. Menurut
Kusnoputranto (1995), penggunaan alat pelindung diri menjadi alternatif
untuk melindungi pekerja dari bahaya-bahaya kesehatan di tempat atau
lingkungan kerja.
Adapun jenis masker terbaik yang dapat digunakan saat terjadi
pencemaran udara yang tinggi adalah masker N95. Masker ini merupakan
jenis respirator ringan, sederhana, half-face, termasuk respirator air
purifying device dan sekali pakai dimana dapat memberikan proteksi 8-12
kali lipat lebih baik daripada masker bedah yang dapat mengahalangi 95%
partikel yang masuk terutama partikulat namun, keterbatasan masker ini
hanya dapat digunakan hingga delapan jam, tidak direkomendasikan bagi
orang yang memiliki gangguan pernapasan dan penyakit jantung, lanjut
usia serta hamil karena masker ini membuat sulit bernapas sehingga
kebutuhan oksigen tidak terpenuhi secara optimal (CDC, 2010). Selain itu,
proteksi sehari-hari yang dapat dilakukan adalah mengonsumsi makanan
dan minum bergizi. Salah satunya adalah meminum susu karena susu
mengandung berbagai macam manfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Kandungan di dalam susu seperti protein, vitamin, dan mineral sangat
dibutuhkan bagi tubuh. Manfaat mengonsumsi susu adalah dapat
101
menetralisir racun yang diserap oleh tubuh, meningkatkan efisiensi kerja
otak, menyembuhkan luka dengan cepat, mencegah penuaan dini,
menambah kekuatan pada tulang, menambah kekebalan tubuh dan lainnya.
Oleh karena itu, disarankan untuk orang yang sering terpapar oleh zat
toksik untuk meminum susu segar. Terutama susu bersumber hewani
seperti susu sapi atau susu kambing karena kandungan nutrisinya lebih
baik dibanding susu bersumber nabati (Praja, 2014).
102
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab
sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar pedagang memiliki keluhan subyektif gangguan
pernapasan sebesar 61 pedagang atau 84,7% dari total 72 responden
yang di wawancarai.
2. Jenis keluhan subyektif gangguan pernapasan yang paling besar
timbul pada pedagang tetap adalah bersin sebesar 49 (80,3%)
responden dan terendah sesak napas sebesar 14 (22,9%) responden.
3. Karakteristik individu pedagang yang diteliti adalah usia, jenis
kelamin, masa kerja, lama pajanan, dan perilaku merokok.
a. Jenis kelamin pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan
untuk laki-laki sebesar 62,5% dan perempuan sebesar 37,5%.
b. Usia pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan berkisar
antara 16-65 tahun dengan nilai rata-rata usia 39,74 tahun dan nilai
tengah 41 tahun.
c. Masa kerja pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan
berkisar antara 3-24 tahun dengan nilai rata-rata sebesar 10,71
tahun dan nilai tengah 9 tahun.
103
d. Lama pajanan pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan
ketika berjualan berkisar antara 2-24 jam dengan nilai rata-rata
sebesar 13,90 jam dan nilai tengah 14 jam.
e. Pedagang tetap di Terminal Kampung Rambutan yang berperilaku
merokok sebesar 63,8%. Dimana sebesar 36,1% perokok ringan,
20,8% perokok sedang, dan 6,9% perokok berat.
4. Pengukuran kualitas udara ambien dilakukan untuk melihat
konsentrasi polutan SO2, NO2, dan TSP di kawasan Terminal
Kampung Rambutan Jakarta Timur di empat titik area yaitu ruang
tunggu terminal antar kota, jalur keluar terminal antar kota, ruang
tunggu terminal dalam kota, dan jalur keluar terminal dalam kota.
Nilai rata-rata konsentrasi SO2, NO2, dan TSP adalah 45,72 µg/m3,
168,97 µg/m3, dan 133,3 µg/m
3.
5. Nilai rata-rata pengukuran faktor meteorologi di empat titik area untuk
kelembaban udara, suhu udara, dan kecepatan angin adalah 51%,
34,4 0C, dan 0,92 meter/detik.
6. Keluhan subyektif gangguan pernapasan menurut karakteristik
individu pedagang tetap, antara lain:
a. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki memiliki persentase tertinggi
keluhan subyektif gangguan pernapasan sebesar 60,7%
b. Berdasarkan usia, pedagang berusia ≥39 tahun memiliki
persentase tertinggi keluhan subyektif gangguan pernapasan
sebesar 57,4%.
104
c. Berdasarkan masa kerja, persentase tertinggi keluhan subyektif
gangguan pernapasan pada pedagang dengan masa kerja <10 tahun
sebesar 52,5%.
d. Berdasarkan lama pajanan, persentase tertinggi keluhan subyektif
gangguan pernapasan pada pedagang dengan lama pajanan ≥13
jam sebesar 57,4%.
e. Berdasarkan perilaku merokok, persentase tertinggi keluhan
subyektif gangguan pernapasan pada pedagang yang berperilaku
merokok sebesar 60,7%.
7. Konsentrasi polutan di udara ambien di kawasan Terminal Kampung
Rambutan dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Untuk polutan SO2
dan TSP konsentrasinya meningkat apabila kelembaban udara rendah,
suhu udara tinggi dan kecepatan angin rendah. Sedangkan, polutan
NO2 akan meningkat konsentrasinya apabila suhu udara rendah,
kelembaban udara rendah, dan kecepatan angin rendah.
8. Keluhan subyektif gangguan pernapasan pada pedagang tetap menurut
kualitas udara ambien. Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi
polutan SO2, NO2, dan TSP pada titik X2 atau jalur keluar terminal
antar kota memiliki konsentrasi tertinggi dibandingkan dengan tiga
titik pengukuran lainnya masing-masing yaitu 56,43 µg/m3, 205,49
µg/m3, dan 152,77 µg/m
3. Hal ini berbanding lurus dengan keluhan
subyektif gangguan pernapasan pada pedagang tetap dengan nilai
terbesar berada di area jalur keluar antar kota dengan persentase
sebesar 97%.
105
B. Saran
1. Bagi Terminal Kampung Rambutan
a. Pihak Terminal Bus Kampung Rambutan sebaiknya bekerjasama
dengan BPLHD Provinsi Jakarta untuk melakukan pemantauan
rutin dan berkala kualitas udara ambien di area terminal sebagai
area publik.
b. Pihak Terminal Bus Kampung Rambutan sebaiknya bekerjasama
dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk melakukan
pemantauan emisi dan kelayakan kendaraan sesuai peraturan yang
berlaku bagi kendaraan umum yang beroperasi di area terminal
untuk meminimalisir polutan yang dihasilkan.
c. Sebaiknya melakukan penanaman pohon dan tanaman yang
berfungsi sebagai penyerap polutan udara di sekitar area terminal
seperti: pohon kenanga, cempaka, asam kranji, jambu biji, tanaman
lidah mertua dan lainnya.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya sebaiknya mengambil data paparan polutan
yang diterima per individu agar dapat melihat pengaruh dan
hubungan antara polutan udara ambien dengan keluhan gangguan
pernapasan.
b. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan uji validitas dan
reabilitas pada instrumen penelitian seperti lembar kuisioner untuk
meminimalisir bias yang terjadi.
106
3. Bagi Pedagang Tetap
a. Pedagang sebaiknya menggunakan masker saat berdagang di area
terminal untuk meminimalisir polutan-polutan berbahaya di udara
ambien yang dapat terhirup.
b. Untuk meningkatkan kekebalan dan menetralisir racun didalam
tubuh sebaiknya pedagang mengonsumsi susu murni setiap
harinya.
xvii
DAFTAR PUSTAKA
Akdemir, Andac. 2014. The Creation of Pollution Mapping and Measurement of
Ambient Concentration of Sulfur Dioxide and Nitrogen Dioxide with
Passive Sampler. Journal of Environmental Health Science and
Engineering 12:111
Alias, Masitah dkk. 2007. PM10 and Total Suspended Paticualates (TSP)
Measurements in Various Power Stations. The Malaysian Journal
Sciences Vol 11 (1) h:255-261
Alsagaff, H dan Mukty, H.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press
Asih, Yasmin Niluh Gede dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan Medikal
Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC
Astra, I Made. 2010. Energi dan Dampaknya Terhadap Lingkungan. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika Vol 11 (2) h: 131-139
ATSDR. 1998. Public Health Statement : Sulfur Dioxide
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen RI
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. Laporan Statistik Transportasi DKI
Jakarta Tahun 2015
Budiyono, Afif. 2001. Pencemaran Udara : Dampak Pencemaran Udara pada
Lingkungan. Jurnal Berita Dirgantara Vol.2 (1) h: 21-27
Buku Pedoman Depkes RI.2011. Parameter Pencemaran Udara dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan. diunduh pada :
http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF (10 Februari 2017)
BPLHD DKI Jakarta .2015. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2015
CDC. 2010. NIOSH- Approved N95 Particulate Filtering Facepiece Respirators
.(Online). diunduh pada: https://www.cdc.gov/niosh/npptl/topics
/respirators/disp_part/n95list1.html (20 Februari 2017)
CFCP. 2012. Sore Throat: Easing the pain of a sore throat. The College of
Family Physicians of Canada
xviii
Djafri, Defriman. 2007. Survival Anaylisis Gangguan Pernapasan Dengan
Tingkat Pajanan Pencemaran Udara Di DKI Jakarta (Studi Cohort
Pada Murid Sekolah Dasar). Jurnal Kesehatan Masyarakat,
September Vol 2 (1) h: 124-132
Departemen Kesehatan RI. 2007. Parameter Pencemaran Udara. (Online).
Diunduh pada : http://www.depkes.go.id/downloads/udara.pdf(21
Januari 2017)
Departemen Kesehatan RI. 2012. Profil kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Diunduh
pada: http://www.depkes.go.id/dowloads/
PROFIL_KES_PROVINSI_2012/11%20Profil Kes.Prov. DKIJakarta
_2012.pdf (13 Desember 2016)
EPA. 1999. Technical Bulletin : Nitrogen Oxides (NOx), Why and How They Are
Controlled
Fitria, Laila. 2009. Program Langit Biru : Kontribusi Kebijakan Pengendalian
Pencemaran Udara Kota Terhadap Penurunan Penyakit Pernafasan
Pada Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Col 4 (3) h: 109-
114
Guyton, A.C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Halim, D. 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates
Hastono, Sutanto Priyo dan Luknis Sabri. 2010. Stastistik Kesehatan. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada
Istikharotun, Titik dkk. 2016. Kontribusi Parameter Meteorologi dan Kondisi
Lalu Lintas Terhadap Konsentrasi Pencemar NO2 di Kota Semarang.
Jurnal Presipitasi Vol 12 (2) h: 48-56
Istantinova, dkk. 2012. Pengaruh Kecepatan Angin. Kelembaban, dan Suhu
Udara terhadap Konsentrasi Gas Pencemar Sulfur Dioksida (SO2)
dalam Udara Ambien di Sekitar PT Inti General Yaha Steel
Semarang. (Online). Jurnal Tugas Akhir Fakultas Teknik Undip. Di
unduh pada http://eprints.undip.ac.id/40926/.pdf (30 Desember 2016)
Jakartapedia. 2015. Terminal Bus. (Online). Diunduh pada :
http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Terminal_Bus (20 Mei
2016)
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001 Tentang Penetapan
Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Provinsi
DKI Jakarta
xix
Kusnoputranto, Haryanto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Badan Penerbit
Kesehatan Masyarakat FKM UI, Dirjen DIKTI, Depdikbud
Kusnoputranto, Haryoto. 1995. Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Badan Penerbit
Kesehatan Masyarakat FKM UI, Dirjen DIKTI, Depdikbud.
Lapau, Buchari. 2013. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Yayasan Pustaka
Obor Indonesia
Lemeshow, Stanley, David W. Homsmer dkk. 1997. Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan (terjemahan). Universitas Gadjah
Mada.Yogyakarta
Martono, Hendro dan Ninik Sulistiyani. 2004. Kondisi Pencemaran gas Nitrogen
Dioksida di Udara Jakarta Pada Titik Nol Meter dan 120 Meter dari
Jalan Raya. Buletin Penelitian Kesehatan Vol, 32 (1) h: 36-42
Manik. 2007. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit
Djambatan
McCafferty, G. 2005. Air Pollution Adversly Affecting 98% Residents. New
Release, Synovate Ltd
Mulia, R. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Muluk, Abdul. 2009. Pertahanan Saluran Pernapasan. Majalah Kedokteran
Nusantara Vol 42 (1) h: 55-58
Mukono, H.J. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Saluran Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press
Nasrullah, Nizar dkk. 2000. Pengukuran Serapan Polutan Gas NO2 pada
Tanaman Tipe Pohon, Semak dan Penutup Tanah dengan
Menggunakan Gas NO2 bertanda 15
N. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN h:181-187
Neiburger. 1995. Memahami Lingkungan Sekitar Kita. Bandung: Penerbit ITB
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta
Oemiati, Ratih dkk. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit
Asma di Indonesia. Jurnal Media Litbang Kesehatan Volume XX
Nomor 1 h: 41-49
xx
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara di daerah
Peraturan Pemerintah RI No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara
Purnamasari, Santi Rahayu. 2014. Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Pada Pedagang di Sepanjang Jalan Margonda, Depok Dengan Kadar
PM10 di Udara Ambien Tahun 2014. SKRIPSI FKM Universitas
Indonesia
Praja, Denny Indra. 2014. Islamic Food Combining- Menu Sehat Nabi
Muhammad. Yogyakarta: Garudhawaca
Rab, T. 1996. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Penerbit Hipokrates
Rosha, Putri Tiara dkk. 2013. Pemanfaatan Sansevieria Tanaman Hias Penyerap
Polutan Sebagai Upaya Mengurangi Pencemaran Udara di Kota
Semarang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 3 (1) h: 1-6
Sandra, Christyana. 2013. Pengaruh Penurunan Kualitas Udara Terhadap Fungsi
Paru dan Keluhan Pernapasan Pada Polisi Lalu Lintas Polwiltabes
Surabaya. Jurnal IKESMA Vol 9 (1) h: 1-8
Setiawan, Ady. 2002. Hubungan TSP dengan Fungsi Paru di Lingkungan Industri
Semen (Studi Pada Semen Cibinong Pabrik Cilacap). Tesis Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Soemantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Siregar, Edy Batara Mulya. 2005. Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan
Pengaruhnya pada Manusia. Jurnal e-USU Repository h : 1-18
Simanjuntak, Agus Gindo. 2007. Pencemaran Udara. Buletin Limbah Vol 11 (1)
h: 34-41
Sholihah, Qomariyatus dkk. 2008. Pajanan Debu Batubara dan Gangguan
Pernapasan Pada Pekerja Lapangan Tambang Batubara. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol 4 (2) h:1-8
SNI 19-7119.6-2005 Tentang Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji
Pemantauan Kualitas Udara Ambien
SNI 19-7119.3-2005 Tentang Cara Uji Kadar TSP dengan High Volume Air
Sampler (HVAS) Menggunakan Gravimetri
xxi
SNI 19-7119.2-2005 Tentang Cara Uji Nitrogen Dioksida dengan metode Griess
Saltzman Menggunakan Spektrofotometer
SNI 19-7119.7-2005 Tentang Cara Uji Sulfur Dioksida dengan metode
Pararosanilin Menggunakan Spektrofotometer
Suma’mur, P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes).
Jakarta: CV Sagung Seto
Sugiarti. 2009. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia.
Jurnal Chemical Vol. 10 (1) h: 50-58
Syech. Riad, Sugianto dan Anthika. 2012. Faktor-Faktor Fisis yang
Mempengaruhi Akumulasi Nitrogen Monoksida dan Nitrogen
Dioksida di Udara Pekanbaru
Syamsiah, Siti dkk.2008. Ilmu Pengetahuan Sosial 5. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional
Tarlo, Susan M dkk. 2010. Occupational and Environmental Disease. UK. Wiley-
Balckwell Press
Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung : Penerbit ITB
Tugaswati, A.T. 2007. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya
Terhadap Kesehatan.Jakarta
UMHS. 2012. Sore Throat. Patient Education Handout Associated with
University of Michigan Hospitals and Health Center Clinical Care
Guideline
WHO. 2000. Air Quality Guideline-Second Edition: Nitrogen Dioxide. WHO
Regional For Europe,Copenhagen Denmark
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).
Yogyakarta: Penerbit Andi
Winarti.1999. Hubungan Pencemaran Udara dengan Fungsi Paru Pedagang
Wonokromo Surabaya. Skripsi Universitas Airlangga Surabaya
WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. WHO. Jenewa
xxii
Wijayanto, A. 2009. Pajanan PM 10 dan Kejadian ISPA Pada Pekerja Pabrik
Pembuatan Batako di Kabupaten Banyuasih Tahun 2008. Tesis
Program Pasca Sarjana FKM, Universitas Indonesia
Yahaya, Noor Zaitun dan Ahmad Farhan Mohd Sadullah. 2006. The Analysis of
Total Suspended Particles (TSP) Emitted by The Motor Vehicle in A
Urban Areas: Kuala Terengganu Case Study. Proceedings of the 1st
International Conference Natural Resources Engineering &
Technology 24-25th July 2006 h:322-329
Yulaekah, Siti. 2007. Paparan Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur (Studi Desa Mrisi Kecamatan
Tanggungharjo Kabupaten Grobogan). Tesis Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro Semarang
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya Putri Dewi Riani, Mahasiswi Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta sedang melakukan penelitian tentang “GAMBARAN KUALITAS UDARA
AMBIEN (SO2,NO2,TSP) TERHADAP KELUHAN SUBYEKTIF GANGGUAN
PERNAPASAN PADA PEDAGANG TETAP DI KAWASAN TERMINAL KAMPUNG
RAMBUTAN, JAKARTA TIMUR TAHUN 2017” untuk menyelesaikan tugas akhir pada
studi S1 saya.
Adapun manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi kepada instansi terkait
seperti Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta, kepala
Terminal Kampung Rambutan dan tentunya pedagang tetap mengenai kualitas udara di
terminal serta potensi risiko kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara di kawasan
terminal. Agar kedepannya pihak terkait melakukan pemantauan rutin untuk meminimalisir
pencemaran udara yang ada di terminal untuk meningkatkan kesehatan pekerja, pengunjung,
pedagang dan masyarakat di kawasan terminal.
Untuk itu saya meminta kesukarelaan bapak/ibu untuk berpartisipasi dan memberikan
waktu untuk mengisi kuisoner penelitian ini. Karena, partisipasi bapak/ibu sangat diharapkan
dan dapat membantu kelancaran penelitian ini.
Demikian, mohon bantuan bapak/ibu sekalian.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Contact Person
Putri (0857 1177 4295)
KUISONER PENELITIAN
GAMBARAN KUALITAS UDARA AMBIEN (SO2,NO2,TSP) TERHADAP
KELUHAN SUBYEKTIF GANGGUAN PERNAPASAN PADA PEDAGANG TETAP
DI KAWASAN TERMINAL KAMPUNG RAMBUTAN, JAKARTA TIMUR TAHUN
2017
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami dengan
menjawab semua pertanyaan yang ada di kuisoner ini. Informasi yang anda berikan kami
akan jaga kerahasiannya. Jika anda bersedia di mohon untuk menandatangani lembar
persetujuan yang telah disediakan.
Data Responden
1. Area Responden : _______________
2. Nama Responden : _______________
3. Hari/Tanggal Wawancara : _______________
Responden
(.....................................)
A. Identitas Responden KODING
(Diisi
Peneliti)
A1 Nomor Responden [ ]
A2 Nama [ ]
A3 Nomor Hp/ Tlp [ ]
A4 Jenis Kelamin a. Laki-laki
b. Perempuan
[ ]
A5 Usia
__________ Tahun
[ ]
B. Identifikasi Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
Pilihlah jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling benar (a, b atau c) dengan
checklist/tanda silang/melingkari!
Apakah anda mengalami keluhan gangguan pernapasan seperti di bawah ini
saat berdagang di terminal dalam 2 minggu terakhir?
KODING
(Diisi
Peneliti)
B1 Mengalami batuk berdahak atau kering?
a. Ya
b. Tidak
[ ]
B3 Mengalami bersin?
a. Ya
b. Tidak
[ ]
B3 Mengalami nyeri tenggorokan (rasa perih,
rasa gatal)?
a. Ya
b. Tidak
[ ]
B5 Mengalami sesak atau sulit saat bernapas?
a. Ya
b. Tidak
[ ]
B6 Mengalami Nyeri pada dada (rasa
tertekan/terbakar)?
a. Ya
b. Tidak
[ ]
C. Identifikasi Karakteristik Responden
Pilihlah jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling benar (a, b atau c) dengan
checklist/tanda silang/melingkari!
KODING
(Diisi
Peneliti)
C1 Sudah berapa anda mulai berdagang di
kawasan terminal kampung rambutan?
____Tahun
[ ]
C2 Berapa lama anda bekerja dalam sehari?
____ Jam
[ ]
D. Identifikasi Perilaku Merokok
Pilihlah jawaban yang menurut Bapak/Ibu paling benar (a, b atau c) dengan
checklist/tanda silang/melingkari!
KODING
(Diisi
Peneliti)
D1 Pernahkah anda menjadi seorang perokok
sebelumnya?
(Jika Tidak, pertanyaan berakhir di D1 dan
jika Ya, lanjutkan ke pertanyaan D2)
a. Ya
b. Tidak
[ ]
D2 Apakah anda merokok dalam 6 bln terakhir ?
a. Ya
b. Tidak
[ ]
D3 Sejak umur berapa anda pertama kali
merokok?
____Tahun
[ ]
D4 Rata-rata berapa banyak rokok yang biasa
anda hisap per hari?
_____ Btg/hari
[ ]
D5 Berapa lama anda menjadi perokok aktif?
____ Tahun
Titik area X1 Titik area X1
Titik area X3 Titik area X4
1. Tabel Output Frekuensi Jenis dan Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan
B1_KelPernapasan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 61 84.7 84.7 84.7
Tidak 11 15.3 15.3 100.0
Total 72 100.0 100.0
B2_Batuk
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 31 50,8 50,8 50,8
Tidak 30 49,2 49,2 100.0
Total 61 100.0 100.0
B3_Bersin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 49 80,3 80,3 80,3
Tidak 12 19,7 19,7 100.0
Total 61 100.0 100.0
B4_NyeriTenggorokan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 33 54,1 54,1 54,1
Tidak 28 45,9 45,9 100.0
Total 61 100.0 100.0
B5_SesakNapas
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 14 22,9 22,9 22,9
Tidak 47 77,1 77,1 100.0
Total 61 100.0 100.0
B6_NyeriDada
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 18 29,5 29,5 29,5
Tidak 43 70,5 70,5 100.0
Total 61 100.0 100.0
2. Tabel Output Frekuensi Karakteristik Individu
A4_JenisKelamin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-Laki 45 62.5 62.5 62.5
Perempuan 27 37.5 37.5 100.0
Total 72 100.0 100.0
D1_StatusMerokok
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya 46 63.9 63.9 63.9
Tidak 26 36.1 36.1 100.0
Total 72 100.0 100.0
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak
Merokok 26 36.1 36.1 36.1
Ringan 26 36.1 36.1 72.2
Sedang 15 20.8 20.8 93.1
Berat 5 6.9 6.9 100.0
Total 72 100.0 100.0
Descriptives
Statistic Std. Error
A5_Usia Mean 39.74 1.358
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 37.03
Upper Bound 42.44
5% Trimmed Mean 39.73
Median 41.00
Variance 132.789
Std. Deviation 11.523
Minimum 16
Maximum 65
Range 49
Interquartile Range 19
Skewness -.120 .283
Kurtosis -.495 .559
C1_TahunDagang Mean 10.71 .868
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 8.98
Upper Bound 12.44
5% Trimmed Mean 10.40
Median 9.00
Variance 54.294
Std. Deviation 7.368
Minimum 3
Maximum 24
Range 21
Interquartile Range 12
Skewness .582 .283
Kurtosis
-1.012 .559
C3_LamaJamDagan
g
Mean 13.90 .594
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 12.72
Upper Bound 15.09
5% Trimmed Mean 13.82
Median 14.00
Variance 25.441
Std. Deviation 5.044
Minimum 2
Maximum 24
Range 22
Interquartile Range 6
Skewness .510 .283
Kurtosis .109 .559
3. Tabel Output Uji Normalitas Variabel Karakteristik Responden (Usia, Masa Kerja,
dan Lama Pajanan)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
A5_Usia .079 72 .200* .982 72 .410
C1_MasaKerja .183 72 .000 .862 72 .000
C3_LamaPajanan .130 72 .004 .936 72 .001
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
4. Tabel Output Deskriptif Kualitas Udara Ambien
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
A1_SO2 4 31.53 56.43 45.7240 10.76217
A2_NO2 4 136.85 205.49 1.6857E2 32.36275
A3_TSP 4 116.67 152.78 1.3333E2 15.87631
Valid N
(listwise) 4
5. Tabel Output Deskriptif Faktor Meteorologi
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
B1_Kelembaban 4 44.00 57.00 51.0000 5.71548
B2_Suhu 4 32.40 36.10 34.4750 1.91202
B3_KcpatanAngi
n 4 .56 1.60 .9200 .46562
Valid N
(listwise) 4
6. Tabel Output Crosstab Keluhan Subyektif Gangguan Pernapasan terhadap
Karakteristik Individu
A4_JenisKelamin * B1_KelPernapasan Crosstabulation
Count
B1_KelPernapasan
Total Ya Tidak
A4_JenisKelami
n
Laki-Laki 37 8 45
Perempuan 24 3 27
Total 61 11 72
E1_UsiaRata2 * B1_KelPernapasan Crosstabulation
Count
B1_KelPernapasan
Total Ya Tidak
E1_UsiaRata2 <39 Tahun 26 5 31
>39 Tahun 35 6 41
Total 61 11 72
E2_MasaKerjaRata2 * B1_KelPernapasan Crosstabulation
Count
B1_KelPernapasan
Total Ya Tidak
E2_MasaKerjaRata
2
<10 Tahun 32 5 37
>10 Tahun 29 6 35
Total 61 11 72
E3_LamaPajananRata2 * B1_KelPernapasan
Crosstabulation
Count
B1_KelPernapasan
Total Ya Tidak
E3_LamaPajananRata
2
<13 jam 26 5 31
>13 Jam 35 6 41
Total 61 11 72
D1_StatusMerokok * B1_KelPernapasan
Crosstabulation
Count
B1_KelPernapasan
Total Ya Tidak
D1_StatusMeroko
k
Ya 37 9 46
Tidak 24 2 26
Total 61 11 72