GAMBARAN JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN ...Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Kendari...
Transcript of GAMBARAN JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN ...Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Kendari...
-
GAMBARAN JUMLAH TROMBOSIT PADA PASIEN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RSUD KOTA KENDARI
SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH :
UMMUL FATHANAH AL IMAM HUSEN
NIM P00341015045
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
-
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Ummul Fathanah Al Imam Husen
NIM : P00341015045
Tempat, Tanggal Lahir : Kendari, 02 Januari 1996
Suku / Bangsa : Tolaki / Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 05 Mandonga, tamat tahun 2008
2. SMP Negeri 03 Kendari, tamat tahun 2011
3. SMA Negeri 06 Kendari, tamat tahun 2014
4. Sejak tahun 2015 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan.
-
vi
MOTTO
Man Jadda WaJada, Barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
Hiduplah dengan selalu berdoa dipagi hari, sabar dan ikhlas menjalani hidup
serta mengakhiri hari dengan bersyukur
Janganlah selalu berputus asa karena dibalik setiap masalah akan ada jalan
untuk melaluinya dan percayalah kau pasti mampu melewatinya.
“Dan Allah Menyukai Orang-Orang Yang Bersabar – Ali Imran: 146”
Kupersembahkan untuk Almamaterku
Ayah dan ibu tercinta
Keluargaku tersayang
Doa dan Nasehat Untuk Menunjang Keberhasilanku
-
vii
ABSTRAK
Ummul Fathanah Al Imam H (P00341015045) Gambaran Jumlah Trombosit
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Kendari Sulawesi
Tenggara. Yang dibimbing oleh Sitti Rahmi Misbah dan Ruth Mongan (xv +
44 halaman + 5 tabel + 6 lampiran). Pemeriksaan jumlah trombosit salah satu
pemeriksaan yang sering dilakukan pada penyakit Diabetes Melitus tipe 2 dan
berbagai penyakit lainnya. Peningkatan trombosit, menandakan adanya kerusakan
jaringan, meliputi keadaan infeksi, inflamasi dan keganasan yang menyebabkan
cedera vaskuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jumlah
trombosit pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Kendari Sulawesi
Tenggara. Metode penelitian ini adalah Deskriptif yang dilakukan selama dua
tahap yaitu pada tanggal 20 Maret – 28 Maret 2018 dan 5 Juni – 7 Juni 2018.
Jumlah populasi sebanyak 120 dengan sampel penelitian yang berjumlah 36 orang
yang diambil secara Accidental sampling. Data diperoleh dari data sekunder dan
primer. Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dinarasikan.
Hasil penelitian menunjukkan dari 36 sampel sebagian besar pasien Diabetes
Melitus tipe 2 memiliki hasil normal sebanyak 27 (75%) pasien, dan yang
mengalami peningkatan 9 (25%) pasien. Hubungan Jumlah Trombosit Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Mengalami Cedera Vaskuler dan Tidak
Mengalami Cedera Vaskuler.
Kata Kunci : Diabetes Melitus Tipe 2, trombosit.
Daftar Pustaka : 42 (2000 - 2017)
-
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Gambaran Jumlah Trombosit Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara”. Penelitian ini di susun dalam rangka
melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program diploma
III (DIII) pada Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan.
Rasa hormat, terimakasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya
kepada Ayahanda Abdul Samad Husen dan Ibunda tercinta Hariati Hanasa atas
semua bantuan moril maupun materil, motivasi, dukungan dan cinta kasih yang
tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang penulis jalani selama menuntut
ilmu sampai selesainya karya tulis ini.
Proses penulisan karya tulis ilmiah ini melewati perjalanan panjang, dan
penulis banyak mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan rasa terimakasih
kepada Ibu Sitti Rachmi Misbah S.Kp.,M.Kes selaku pembimbing I dan Ibu Ruth
Mongan,B.Sc.,M.Pd selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
pikiranya dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab guna memberikan
bimbingan serta petunjuk kepada penulis dalam proses penyusunan karya tulis
ilmiah ini hingga dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis juga tunjukan
kepada :
1. Askrening,SKM.,M.Kes. Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari
2. Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sultra yang telah
memberikan izin penelitian kepada penulis dalam penelitian ini
3. Anita Rosanty, S.ST.,M.Kes selaku ketua jurusan Analis Kesehatan,
Fonnie E. Hasan, DCN.,M.Kes selaku penguji I dan Reni Yunus,
S.Si.,M.Sc selaku penguji II yang telah memberikan kritik dan saran dalam
karya tulis ilmiah ini .
-
ix
4. Tuty Dwiyana, Amd.Anakes, SKM sebagai kepala laboratorium RSUD
Kota Kendari yang telah mengijinkan melakukan penelitian.
5. Dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan atas segala
fasilitas dan pelayanan akademik yang diberikan selama penulis menuntut
ilmu
6. Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kakaku tersayang
Mushaf Al Imam Husen, S.H serta adikku Hafish Tasya Aisyah Husen
serta Leni Andriyani dan keponakan tersayang Muh. Habib Al Huda yang
telah memberikan dukungan dan motivasi.
7. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada sahabat-
sahabatku, Aida Dwi Agnes, Fadillah Eka Wardani, Siskia Azizah,
Nurhidayah, Asma, Riska Novianti, Adewina, Yanda, Fina, Sinta, Tini,
dan Made. Serta seluruh rekan-rekan, mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kendari khusunya jurusan Analis Kesehatan 2015-2018 yang penulis tak
bisa sebutkan satu persatu.
Sebagaimana manusia biasa yang tidak pernah luput dari
kesalahan, penulis menyadari sepenuhnya dengan segala kekurangan dan
keterbatasan yang ada, sehingga bentuk dan isi Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh
dari kesempurnaan dan masih teradapat kekeliruan dan kekurangan.Oleh karena
itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT, senantiasa melimpahkan rahmatnya-Nya
kepada kita semua.Semoga Karya Tulis Ilmiahini dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
selanjutnya. Karya ini merupakan tugas akhir yang wajib dilewati dari masa studi
yang telah penulis tempuh, semoga menjadi awal yang baik bagi penulis Amin.
Kendari, Juli 2018
Peneliti
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... v
MOTTO ................................................................................................................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Diabetes Melitus .............................................................. 6
1. Pengertian Diabetes Melitus ................................................................. 6
2. Faktor Penyebab .................................................................................... 7
3. Gejala Klinis Diabetes Melitus ............................................................. 8
4. Klasifikasi Diabetes Melitus ................................................................. 8
5. Kelainan Darah Pada Tipe Diabetes Melitus ...................................... 10
B. Tinjauan Umum Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................. 12
1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2 .................................................... 12
2. Faktor Risiko Pada DM Tipe 2 ........................................................... 13
3. Pathogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................ 14
4. Pengaruh Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Darah ........................... 15
-
xi
C. Tinjauan Darah .......................................................................................... 17
1. Pengertian Umum Darah ..................................................................... 17
2. Komponen Darah ................................................................................ 18
D. Tinjauan Trombosit ................................................................................... 19
1. Pengertian Trombosit .......................................................................... 19
2. Produksi Trombosit ............................................................................. 20
3. Struktur Trombosit .............................................................................. 21
4. Fungsi Trombosit ................................................................................ 22
5. Mekanisme Sumbat Trombosit ........................................................... 23
6. Kelainan Jumlah Trombosit ................................................................ 24
E. Tinjauan Pengambilan Darah Vena .......................................................... 25
F. Tinjauan Pemeriksaan Trombosit Metode Automatik .............................. 26
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ........................................................................................ 28
B. Kerangka Konsep ...................................................................................... 29
C. Variabel Penelitian .................................................................................... 29
D. Defenisi Oprasional .................................................................................. 30
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 31
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 31
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 31
D. Jenis Data .................................................................................................. 32
E. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................................... 32
F. Instrument Penelitian ................................................................................ 32
G. Prosedur Penelitian ................................................................................... 34
H. Pengolahan Data ....................................................................................... 35
I. Analisa Data .............................................................................................. 36
J. Pengolahan Data ....................................................................................... 36
-
xii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 37
B. Hasil Penelitian ......................................................................................... 38
C. Pembahasan ............................................................................................... 39
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 43
B. Saran ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Sampel Berdasarkan Umur Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Sampel Berdasarkan Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Trombosit dan Gula Darah Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Trombosit Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 2 Master Tabel
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 4 Surat Izin Dari Badan Penelitian Dan Pengembangan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 6 Dokumentasi Proses Penelitian
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes
Association, 2017).
Diabete Melitus diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu DM tipe 1
disebabkan oleh destruksi sel beta, umumnya menjurus pada defisiensi insulin
absolut, dapat terjadi karena autoimun atau idiopatik, DM tipe 2 disebabkan
oleh resistensi insulin, defisiensi insulin relatif, serta defek sekresi insulin
disertai resistensi insulin, DM tipe lain disebabkan oleh defek genetik fungsi
sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, pengaruh obat dan zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang
jarang, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM, dan DM
gestasional yang terjadi ketika masa kehamilan (Perkeni, 2011).
World Health Organization (WHO) menyatakan penderita DM
sebanyak 422 juta orang di dunia dan menyebabkan kematian pada tahun 2014
sebanyak 8,5% pada orang dewasa yang berusia 18 tahun keatas, dan tahun
2015 di perkirakan 1,6 juta kematian disebabkan oleh diabetes. Kini Indonesia
menempati urutan ke 5 terbesar dalam jumlah penderita DM di dunia pada
tahun 2002 setelah negara India, Korea Selatan, Bhutan, dan Bangladesh.
Prevalensi nasional DM di Indonesia adalah 1,1% dengan prevalensi DM pada
penduduk berusia diatas 15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan
(Riskesdas, 2007). Kematian karena DM sendiri di Indonesia yaitu pada laki-
laki sebesar 6,6% atau 36.400 ribu jiwa dan pada perempuan sebesar 7,3%
atau 63.000 ribu jiwa, dengan umur 30-69 tahun sebanyak 20.100 dan umur
>70 tahun sebanyak 16.300 pada laki-laki dan umur 30-69 tahun sebanyak
28.000 dan umur >70 tahun sebanyak 34.000 pada perempuan (WHO, 2016).
-
2
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara menyatakan bahwa DM
merupakan penyakit degeneratif atau tidak menular yang selalu ada dalam
daftar 10 penyakit tidak menular. Pada tahun 2015 penyakit DM menempati
urutan ke-9, dan pada tahun 2016 menempati urutan ke-4 dengan jumlah kasus
sebesar 2.983. Hal tersebut secara eksplisit menunjukkan meningkatnya
jumlah penderita DM setiap tahunya yang dikarenakan adanya fenomena
global yang timbul akibat pola makan dan gaya hidup masyarakat yang
berubah makin praktis dan serba cepat (DINKES, 2017). Data yang diambil di
RSUD Kota Kendari menunjukkan jumlah kasus DM pada rawat jalan pada
tahun 2015 sebanyak 576 kasus, tahun 2016 sebanyak 489 kasus dan tahun
2017 dari bulan Januari-Oktober sebanyak 213 kasus, hal ini menunjukkan
terjadi penurunan angka kejadian diabetes melitus pada pasien rawat jalan di
RSUD Kota Kendari.
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor
risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor
genetik yang kedua adalah faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan
merokok tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok,
konsumsi alkohol, indeks masa tubuh, lingkar pinggang dan umur
(Lumingkewas, 2014).
Keadaan hiperglikemia, dan resistensi insulin yang terjadi secara
berkepanjangan pada DM tipe 2 dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari
system homeostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan
penderita DM tipe 2 berada dalam keadaan hiperkoagulasi dan menyebabkan
kelainan trombosit didalam darah. Selain itu adanya faktor viskositas darah
sangat berpengaruh terhadap terjadinya resistensi insulin dalam kejadian DM
tipe 2, viskositas darah membatasi pengiriman glukosa, insulin oksigen, dan
jaringan aktif secara metabolic. Viskositas darah juga merupakan faktor
penyebab disfungsi endotel. Perubahan viskositas darah berpotensi kuat
sebagai mediator resistensi vaskuler perifer. Meningkatnya viskositas darah
menyebabkan pengiriman glukosa, insulin, dan oksigen jadi terhambat. Hal ini
-
3
dapat menyebabkan stroke, bahkan bisa menyebabkan kematian
(Lumingkewas, 2014).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Widiarto (2013), bahwa jumlah
penderita DM yang berusia 15-49 tahun berjumlah 24 orang (33,3%) dan yang
berusia 50 tahun berjumlah 48 orang (66,7%). Insiden peningkatan kejadian
meningkat pada usia > 40 tahun (Suyono, 2009). Bertambahnya usia juga
merupakan faktor risiko DM tipe 2 secara epidemiologi (Purnamasari, 2009).
Penderita DM dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 31 orang (43,1%) dan
perempuan berjumlah 41 orang (56,9%). Pada usia dibawah 60 tahun terjadi
perubahan angka yaitu perempuan lebih sering terkena DM. Secara
keseluruhan, prevalensi diabetes lebih tinggi pada laki-laki, tetapi ada lebih
banyak kasus pada perempuan yang sering terkena DM, hal ini dikarenakan
perempuan cenderung memiliki berat badan lebih (obesitas), aktivitas fisik
yang kurang, serta adanya pengaruh faktor hormonal yang merupakan faktor
risiko terjadinya diabetes.
Penelitian yang dilakukan oleh Widiarto (2013), pada pasien DM tipe
2 dengan komplikasi vaskuler dan tanpa komplikasi vaskuler memiliki nilai
trombosit terendah pada dengan komplikasi vaskuler 157000/L dan tanpa
komplikasi vaskuler 150000/L. Penurunan trombosit masih dalam rentang
normal, hal ini mungkin diakibatkan karena pergantian trombosit (platelet
turnover) mengalami peningkatan sebagai akibat dari aktivitas trombosit yang
meningkat sehingga jumlah trombosit dalam sirkulasi darah berkurang.
Sedangkan nilai trombosit tertinggi dengan komplikasi vaskuler 611000/L
dan tanpa komplikasi vaskuler 601000/L. Peningkatan jumlah trombosit hal
ini dikarenakan peningkatan konsumsi perifer atau penggunaan trombosit
terlebih pada DM, karena pada pasien DM lebih mudah terjadi cedera vaskuler
karena proses stress oksidatif dan peradangan. Selain itu bisa diakibatkan
karena waktu hidup trombosit menurun dan pergantian trombosit meningkat
yang mengarah pada peningkatan regenerasi trombosit oleh megakariosit dan
terjadi pelepasan trombosit baru yang hiperaktif ke dalam aliran darah.
-
4
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Palimbunga (2013),
menyatakan jumlah trombosit pada pasien DM tipe 2 yang menggunakan
aspirin memiliki nilai terendah yaitu 139.000/l dan tertinggi yaitu
337.000/l, sedangkan yang tidak menggunakan aspirin memiliki jumlah
trombosit terendah yaitu 184.000/l dan tertinggi yaitu 551.000/l. Pada
umumnya jumlah trombosit yang ditemukan pada pasien DM tipe 2 yang
menggunakan aspirin masih termasuk dalam rentang normal (150.000-
450.000/l) Hal ini disebabkan aspirin berperan dalam menghambat fungsi
enzim cyclooxygenase-1 pada trombosit secara ireversibel dan menghambat
produksi tromboksan A dan tidak berpengaruh terhadap jumlah trombosit
(Palimbunga, 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar trombosit
pada pasien DM tipe 2. Sementara itu, berdasarkan penelusuran literatur yang
telah dilakukan, peneliti belum banyak menemukan hasil penelitian tentang
gambaran kadar trombosit pada pasien DM tipe 2, khususnya di Indonesia dan
adanya perbedaan hasil penelitian oleh beberapa peneliti di berbagai belahan
dunia. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan penelitian agar dapat mengetahui
bagaimana gambaran jumlah trombosit pada pasien DM tipe 2 di RSUD Kota
Kendari Sulawesi Tenggara.
-
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, permasalahan yang
diajukan pada penelitian ini adalah: “Bagaimana Gambaran Jumlah Trombosit
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kota Kendari Sulawesi
Tenggara ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran
trombosit pada pasien DM tipe 2 Di RSUD Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUD
Kota Kendari.
b. Mengetahui trombosit pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Kota Kendari
D. Manfaat Penelitian
1. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai gambaran kadar trombosit pada pasien DM tipe 2.
2. Bagi Instansi Kesehatan
Dengan diketahuinya gambaran rombosit dapat digunakan sebagai
monitoring pada penderita DM tipe 2.
3. Bagi Peneliti
a. Sebagai media pelajar untuk menambah wawasan peneliti tentang
gambaran kadar trombosit pada pasien DM tipe 2.
b. Menambah pengetahuan bagi peneliti sebagai bekal untuk diterapkan
dalam dunia kerja.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah
(American Diabetes Association, 2017).
Diabetes mellitus (DM) yang dikenal dengan kencing manis atau
kencing gula. Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik
disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Kadar
glukosa dalam darah kita biasanya berfluktuasi, artinya naik turun
sepanjang hari dan setiap saat, tergantung pada makan yang masuk dan
aktivitas fisik seseorang (Mistra, 2005).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu
suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Smeltzer,
2002).
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu
mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini
menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula darah yang tingginya
sudah membahayakan (Setiabudi, 2008).
Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang
dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal
kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon
pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa
dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau
-
7
jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes.
Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar
gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.
(Setiabudi, 2008).
2. Faktor Penyebab
Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit DM dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu :
a. Pola makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori
yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini
disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg
mempunyai kecendrungan lebih besar untuk terserang DM
dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.
c. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga
yang terkena juga.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang
menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat
menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam
mensekresikan hormone yang diperlukan untuk metabolisme dalam
tubuh, termasuk hormone insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi
pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal ini
menyebabkan sel pada pankreas tidak bekerja secara optimal dalam
mensekresikan insulin.
-
8
3. Gejala Klinis Diabetes Melitus
Gejala klinis Diabetes Melitus dapat di golongkan menjadi gejala
akut dan kronik (Perkeni, 2011):
a. Gejala akut penyakit diabetes melitus
Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke
penderita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala
apapun sampai saat tertentu. Biasanya akan menunjukkan gejala awal
yaitu banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsi) dan
banyak kencing (poliuria).
Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbul
gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu
3-4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak segera diobati, akan timbul
rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebut dengan
koma diabetik.
b. Gejala kronik diabetes melitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderiata diabetes
melitus adalah kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-
tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk, mata kabur,
biasanya sering ganti kaca mata, gatal di sekitar kemaluan terutama
wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual
menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil sering mengalami
keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau bayi lahir
dengan berat 4 kg.
4. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2014), diabetes melitus
dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes melitus tipe 1.
DM tipe 1 adalah diabetes melitus yang bergantung insulin.
DM tipe 1 merupakan penyakit autoimun kronis yang disebabkan
adanya kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi
-
9
insulin. Kondisi ini ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau
antibodi sel antiislet dalam darah. Pada diabetes melitus tipe ini
biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan
insulin dari luar.
b. Diabetes melitus tipe 2.
DM tipe 2 adalah diabetes melitus yang tidak bergantung
insulin. Hal ini disebabkan karena DM tipe 2 masih mampu
mensekresi insulin namun dalam kondisi kurang sempurna karena
adanya resistensi insulin dan keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia,
dan resistensi insulin yang terjadi secara berkepanjangan dapat
meningkatkan aktivitas koagulasi dari system homostasis. Perubahan
keseimbangan hemostasis ini menyebabkan penderita diabetes mellitus
berada dalam keadaan hiperkoagulasi (Benyamin, 2006).
Keadaan ini menyebabkan kelainan trombosit yaitu perubahan
patologi pada pembuluh darah yang mengakibatkan penyumbatan
arteria dan abnormalitas trombosit sehingga memudahkan terjadinya
adhesi dan agregasi di dalam darah.
c. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional
(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor
resiko pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25
tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus,
infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4
kg.
d. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik
lain yang berhubungan dengan diabetes melitus. Beberapa hormon
seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat
-
10
antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut
dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini.
5. Kelainan Darah Pada Tipe Diabetes Melitus
a. Diabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 adalah kekurangan insulin pankreas akibat
destruksi autoimun sel B pankreas, berhubungan dengan HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu pada suatu kromosom dan
beberapa autoimunitas serologik dan cell mediated, DM yang
berhubungan dengan malnutrisi dan berbagai penyebab lain yang
menyebabkan kerusakan primer sel beta sehingga membutuhkan
insulin dari luar untuk bertahan hidup. Kelaianan didalam darah
karena adanya penyakit autoimun pada DM tipe 1 erat kaitanya
dengan sel darah putih yang menunjukkan adanya infiltrasi leukosit
dan destruksi sel Langerhans. Sel langerhans sendiri adalah sel-sel
imunitas yang ada diseluruh bagian epidermis kulit (Husain, 2010).
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen
infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan
kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas
yang menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan
defisiensi insulin pada DM tipe 1. Faktor-faktor yang diduga berperan
memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,
coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada
masa bayi (Schteingart, 2006).
b. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes tipe 2 tidak mempunyai hubungan dengan HLA,
virus atau auto imunitas. DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin
pada jaringan perifer yang diikuti produksi insulin sel beta pankreas
yang cukup. DM tipe 2 sering memerlukan insulin tetapi tidak
bergantung kepada insulin seumur hidup (Husain, 2010).
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja
dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan
-
11
meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada
atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga
terjadi hiperglikemia dalam waktu yang lama. Keadaan hiperglikemia,
dan resistensi insulin yang terjadi secara berkepanjangan pada DM
tipe 2 dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari system
homeostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan
penderita DM tipe 2 berada dalam keadaan hiperkoagulasi dan
menyebabkan kelainan trombosit didalam darah. Trombosit sendiri
merupakan komponen darah yang berperan dalam proses pembekuan
darah. Kelainan dalam darah pada DM tipe 2 akan menyebabkan
perubahan keseimbangan hemostasis pada penderita DM tipe 2
sehingga menimbulkan terjadinya thrombosis atau keadaan dimana
terjadi pembentukan masa abnormal yang berasal dari komponen-
komponen darah di dalam system peredaran darah. Adanya
pembentukan masa abnormal menyebabkan terjadinya peningkatan
dua kali lipat pergantian trombosit terjadi karena waktu kelangsungan
hidup trombosit yang menurun dan peningkatan masuknya trombosit-
trombosit baru ke dalam sirkulasi (Benyamin, 2006).
c. Diabetes melitus dengan kehamilan
DM gestasional adalah DM yang berkembang saat kehamilan.
Resistensi insulin berhubungan dengan perubahan-perubahan
metabolik yang terjadi selama kehamilan dan adanya peningkatan
kebutuhan insulin mungkin menyebabkan terjadinya IGT (Impaired
Glucose Tolerance) atau adanya kegagalan toleransi glukosa (Powers,
2005).
Wanita dengan DM Gestasional memiliki keparahan yang
lebih besar dari resistensi insulin dibandingkan dengan resistensi
insulin terlihat pada kehamilan normal. Mereka juga memiliki
penurunan dari peningkatan kompensasi dalam sekresi insulin
didalam darah. Walaupun diabetes tipe ini hanya terjadi pada waktu
kehamilan, tetapi bila tidak ditangan dapat menyebabkan kelainan
-
12
serta merujuk pada DM tipe 1. Wanita dengan GDM yang memiliki
bukti autoimun sel islet. Prevalensi dilaporkan antibodi sel islet pada
wanita dengan GDM berkisar 1,6-38%. Prevalensi autoantibodi lain,
termasuk autoantibodi insulin dan antibodi asam glutamat
dekarboksilase, juga telah variabel. Wanita-wanita ini mungkin
menghadapi risiko untuk mengembangkan bentuk autoimun diabetes
di kemudian hari (Benyamin, 2006).
B. Tinjauan Umum Diabetes Melitus Tipe 2
1. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) atau disebut sebagai Non-
Insulin-Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) merupakan salah satu tipe
DM akibat dari insensitivitas sel terhadap insulin (resistensi insulin) serta
defisiensi insulin relatif yang menyebabkan hiperglikemia. DM tipe ini
memiliki prevalensi paling banyak diantara tipe-tipe lainnya yakni
melingkupi 90-95% dari kasus diabetes (American Diabetes Association,
2014).
Menurut International Diabetes Federation-6 (IDF-6) tahun 2013,
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik tubuh tidak dapat menghasilkan cukup dari hormon insulin
atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Insulin bertindak
sebagai kunci yang memungkinkan sel-sel tubuh mengambil glukosa dan
menggunakannya sebagai energy. Diabetes Melitus tipe 2 merupakan
kelompok kelainan dengan karakteristik seperti resistensi insulin,
gangguan sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa. DM tipe 2
didahului dengan suatu periode homeostasis glukosa yang abnormal yaitu
impaired fasting glucose (IFG) atau impaired glucose tolerance (IGT)
(IDF, 2013).
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2016).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
-
13
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2016).
2. Faktor Risiko Pada DM Tipe 2
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe 2
(Smeltzer, 2010) antara lain:
a. Kelainan genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik.
b. Usia
Umumnya penderita DM tipe 2 mengalami perubahan fisiologi
yang secara drastis, DM tipe 2 sering muncul setelah usia 30 tahun ke
atas dan pada mereka yang berat badannya berlebihan sehingga
tubuhnya tidak peka terhadap insulin.
c. Gaya hidup stress
Stres kronis cenderung membuat seseorang makan makanan
yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak.
Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan
stresnya. Tetapi gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko
engidap penyakit DM tipe 2.
d. Pola makan yang salah
Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk berlebihan)
yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).
Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi
lebih disebabkan jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga
cadangan gula darah yang disimpan didalam tubuh sangat berlebihan.
Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang tergolong gemuk.
-
14
3. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Insulin di produksi oleh sel pankreas, yang dalam keadaan normal
pankreas secara spontan akan memproduksi insulin saat kadar gula darah
tinggi. Proses awalnya adalah jika kadar gula darah rendah, maka
glukagon akan dibebaskan oleh sel alfa pankreas, kemudian hati akan
melepaskan gula ke darah yang mengakibatkan kadar gula dalam darah
menjadi normal. Sebaliknya jika kadar gula darah tinggi, maka insulin
akan di bebaskan oleh sel beta pankreas, kemudia sel lemak akan mengikat
gula yang mengakibatkan gula darah kembali normal. Resistensi insulin
merupakan ketidaksanggupan insulin member efek biologik yang normal
pada kadar gula darah tertentu. Dikatakan resistensi insulin bila
dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak untuk mencapai kadar gula
darah yang normal. Adapun kriteria obyektik kadar gula darah yaitu
rendah 200 mg/dl
(Guyton, 2012).
Obesitas, resistensi insulin, dan sindroma metabolik biasanya
mengawali perkembangan Diabetes Melitus tipe 2. Hiperinsulinemia
merupakan karakteristik bagi penderita DM tipe 2, hal ini terjadi sebagai
upaya kompensasi oleh sel beta pankreas terhadap penurunan sensitivitas
jaringan terhadap efek metabolisme insulin, yaitu suatu kondisi yang
dikenal sebagai resistensi insulin (Guyton, 2012).
Resistensi insulin merupakan bagian dari serangkaian kelainan
yang disebut metabolic syndrome. Beberapa gambaran sindrom metabolik
yaitu obesitas, resistensi insulin, hiperglikemia, abnormalitas lipid, dan
hipertensi. Penurunan sensitivitas insulin menganggu penggunaan dan
penyimpanan karbohidrat, yang akan meningkatkan kadar gula darah dan
merangsang peningkatan sekresi insulin sebagai upaya kompensasi.
Perkembangan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa
biasanya terjadi secara bertahap, yang dimulai dengan peningkatan berat
badan dan obesitas. Akan tetapi, mekanisme antara obesitas dan resistensi
insulin belum pasti. Kemungkinan lain terjadinya Diabetes Melitus tipe 2
-
15
adalah sel jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah resisten
terhadap insulin, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan
akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini umumnya terjadi
pada pasien yang gemuk atau mengalami obesitas (Putri, 2012).
Hiperglikemia, hiperinsulinemia, dan resistensi insulin yang terjadi
secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari system
homostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan
penderita diabetes mellitus berada dalam keadaan hiperkoagulasi
(Benyamin, 2006)
Keadaan hiperglikemia pada pasien diabetes melitus dapat
menyebabkan terjadinya perubahan patologi pada pembuluh darah,
mengakibatkan penebalan tunika intima “hyperplasia membrane basalis
arteria”, penyumbatan arteria dan abnormalitas trombosit sehingga
memudahkan terjadinya adhesi dan agregasi. Pada keadaan infeksi
peningkatan kadar fibrinogen dan reaktivitas trombosit yang bertambah
menyebabkan peningkatan agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi
darah menjadi lambat dan mudah terjadi perlekatan trombosit pada
dinding arteria yang sudah kaku, ini akan menyebabkan gangguan
sirkulasi atau angiopati. Manifestasi angiopati ini dapat berupa
penyempitan dan pemyumbatan pembuluh darah perifer terutama pada
tungkai bawah kaki (Benyamin, 2006).
4. Pengaruh Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Darah
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit yang sangat
kompleks, seringkali sudah disertai dengan komplikasii mikro maupun
mikrovaskuler. Beberapa rekomendasi terapi menyatakan bahwa
penurunan kadar gula darah secara baik dan tepat mendekati nilai normal
dapat menurunkan komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler
(Benyamin, 2006).
Trombosit merupakan komponen darah yang berperan dalam
proses pembekuan darah. Trombosit yang berperan dalam pembekuan
darah ini bisa turun (trombositopenia) apabila dalam keadaan tidak
-
16
normal. Penyebab trombosit karena dua hal yaitu kerusakan trombosit di
peredaran darah, atau kurangnya produksi trombosit di sumsum tulang
(Sherwood, 2001).
Hiperglikemia, hiperinsulinemia dan resistensi insulin yang terjadi
secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari sitem
hemostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan
penderita diabetes melitus berada dalam keadaan hiperkoagulasi. Pada
pasien dengan diabetes melitus terjadi disfungsi dari trombosit, dimana
terjadi peningkatan adhesi dan aktivitas trombosit pada respon agonis
sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan agregasi trombosit
(Benyami, 2006).
Perubahan daya beku darah menjadi salah satu faktor utama yang
berperan dalam patofisiologi terjadinya thrombosis. Trombosis adalah
suatu keadaan dimana terjadi pembekuan massa abnormal yang berasal
dari komponen-komponen darah di dalam system peredaran darah.
Terjadinya thrombosis pada penderita DM dapat menyebabkan terjadinya
trombositopenia. Thrombosis menjadi salah satu penyulit yang dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Sekitar 80% kematian
pada penderita DM disebabkan thrombosis, tiga perempatnya karena
kardiovaskular (Carr, 2001).
Selain dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit pada DM
tipe 2 beberapa keadaan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
jumlah trombosit (Trombositosis). Hal ini disebabkan adanya peningkatan
pergantian trombosit (platelet turnover) dan aktivasi karena kerusakan
pembuluh darah maupun terjadi perdarahan. Ketika pergantian trombosit
meningkat, terjadi peningkatan ukuran trombosit yang lebih besar dan
reaktif pada proses hemostasis yang memproduksi banyak tromboksan A2
dan trombosit yang lebih besar bersifat lebih trombogenik (Zuberi, 2008).
Peningkatan dua kali lipat pergantian trombosit terjadi karena
waktu kelangsungan hidup trombosit yang menurun dan peningkatan
masuknya trombosit-trombosit baru ke dalam sirkulasi. Ketika pergantian
-
17
trombosit meningkat, terjadi peningkatan ukuran trombosit yang lebih
besar dan reaktif yang dilepaskan dari megakariosit sumsum tulang
belakang, sehingga bersifat lebih trombogenik (Zuberi, 2008).
Trombosit pada pasien diabetes melitus telah terbukti menjadi
hiperreaktif dengan peningkatan adesi, aktivasi, dan agregasi trombosit.
Beberapa mekanisme yang diduga berperan dalam peningkatan reaktivitas
trombosit antara lain: disebabkan oleh kelainan metabolisme dan seluler
yang dikelompokkan ke dalam kategori: hiperglikemia, resistensi insulin,
dan kondisi-kondisi metabolik yang berkaitan dengan penyakit diabetes
(obesitas, dislipidemia dan inflamasi), serta kelainan-kelainan seluler
lainnya (Kodiatte, 2012).
C. Tinjauan Darah
1. Pengertian Umum Darah
Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai
fungsi transportasi O2, karbohidrat, metabolit, mengatur keseimbangan
asam basa, dan mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran)
yaitu membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot)
untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, serta pengaturan hormone dengan
membawa dan mengantarkan dari kelenjar ke sasaran. Jumlah darah dalam
tubuh bervariasi tergantung dari berat badan seseorang. Pada orang dewasa
yaitu 1/13 BB atau kira-kira 4,5-5 liter. Faktor lain yang menentukan
banyak darah adalah umur, pekerjaan, keadaan jantung, dan pembuluh
darah . Jumlah total darah pada manusia seberat 70 kg adalah 5 liter
(Syaifuddin, 2009).
Darah bersifat alkaline dengan pH yang mencapai 7,35-7,45, serta
darah mempunyai viskositas atau kekentalan 3/4 lebih tinggi dari viskositas
air yaitu 1.048-1.066. Pada orang dewasa dan anak-anak, sel darah merah,
sel darah putih dan sel pembeku darah dibentuk dalam sumsum tulang.
Sumsum seluler yang aktif dinamakan sumsum merah dan sumsum yang
tidak aktif dinamakan sumsum kuning. Sumsum tulang merupakan salah
satu organ yang terbesar dalam tubuh karena ukuran dan beratnya hampir
-
18
sama dengan hati. Pada aliran darah juga terdapat jenis karbohidrat yang
dikonsumsi oleh manusia yang akan terkonversi menjadi glukosa di dalam
hati. Glukosan akan berperan sebagai salah satu molekul utama untuk
pembentukan energy di dalam tubuh. Kadar glukosa yang berlebihan di
dalam tubuh akan menyebabkan metabolisme glukosa tidak sempurna dan
dapat menyebabkan Diabetes Melitus. (Syaifuddin, 2009)
2. Komponen Darah
Darah terdiri dari dua komponen utama yaitu plasma darah yang
merupakan bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit,
dan protein darah dan butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri
dari komponen-komponen sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan trombosit (Bakta, 2006).
a. Plasma Darah
Plasma merupakan cairan darah (55 %) sebagian besar terdiri
dari air (95%), 7% protein, 1% nutrien, di dalam plasma terdapat sel-
sel darah dan lempingan darah, Albumin dan Gamma globulin yang
berguna untuk mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan gamma
globulin juga mengandung antibodi (imunoglobulin ) seperti IgM, IgG,
IgA, IgD, IgE untuk mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme.
Didalam plasma juga terdapat zat/faktor-faktor pembeku darah,
komplemen, haptoglobin, transferin, feritin, seruloplasmin, kinina,
enzym, polipeptida, glukosa, asam amino, lipida, berbagai mineral, dan
metabolit, hormon dan vitamin-vitamin (Evelyn, 2009).
b. Sel-sel darah
Sel-sel darah kurang lebih 45 % terdiri dari eritrosit atau sel
darah merah (44%), sedang sisanya 1% terdiri dari leukosit atau sel
darah putih dan trombosit atau keping darah. Sel Leukosit terdiri dari
Basofil, Eosinofil, Neutrofil, Limfosit, dan Monosit (Evelyn, 2009).
1) Sel Darah Merah/Eritrosit
Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf dengan
diameter sekitar 7,5 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian
-
19
tengahnya 1 mikron atau kurang. Eritrosit tersusun atas membran
yang sangat tipis sehingga sangat mudah untuk diffusi oksigen,
karbon dioksida dan sitoplasma. Eritrosit tidak mempunyai inti sel
dan memiliki umur 120 hari dalam sirkulasi darah (Evelyn, 2009).
2) Sel Darah Putih/Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam system
imunitas tubuh. Jumlah dalam keadaan normal adalah 5000-10.000
sel/mm3. Leukosit terdiri dari 2 kategori yaitu granulosit dan
agranulosit. Granulosit yaitu sel darah putih yang didalamnya
terdapat granula, dan agranulosit merupakan bagian dari sel darah
putih yang mempunyai 1 sel lobus dan sitoplasmanya tidak
mempunyai granula (Evelyn, 2009).
3) Trombosit/Keping Darah/Platelet
Trombosit dalam darah berfungsi sebagai faktor pembeku
darah dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Jumlahnya
dalam darah dalam keadaan normal sekitar 150.000 sampai dengan
300.000/ml darah dan mempunyai masa hidup sekitar 1 sampai 2
minggu atau kira-kira 8 hari (Evelyn, 2009).
D. Tinjauan Trombosit
1. Pengertian Trombosit
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak
berinti dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit matang akan
berukuran 2-4 m. Setelah keluar dari sumsum tulang, sekitar 20-30%
trombosit mengalami sekuestrasi di limpa. Jumlah trombosit normal dalam
darah tepi adalah 150.000-400.000/l dengan proses pematangan selama
7-10 hari di dalam sumsum tulang (Syaifuddin, 2009).
Trombosit merupakan sel yang memiliki zona luar yang jernih dan
zona dalam yang berisi organel-organel sitoplasmik. Pada permukaan
trombosit di selubungi oleh reseptor glikoprotein yang digunakan untuk
reaksi adhesi dan agregasi yang mengawali pembentukan sumbat
hemostasis. Energy yang di peroleh trombosit untuk kelangsungan
-
20
hidupnya berasal dari fosforilasi oksidatif (dalam mitokondria) dan
glikolisis anaerob (Aster, 2007).
Trombosit memegang peranan penting dalam proses pembekuan
darah dan hemostasis (menghentikan aliran darah). Saat terjadi kerusakan
pada dinding pembuluh darah, maka trombosit akan berkumpul di tempat
tersebut dan menutup kerusakan pada dinding pembuluh darah dengan
cara saling melekat satu sama lain dan menggumpal (hemostasis),
selanjutnya terjadi proses bekuan darah. Kemampuan ini dimungkinkan
karena trombosit memiliki dua jenis zat yaitu prostaglandin dan
tromboksan yang segera dikeluarkan bila terjadi kerusakan atau kebocoran
dinding pembuluh darah. Zat ini juga mempunyai efek vasokontriksi
pembuluh darah sehingga aliran darah berkurang dan membentuk proses
bekuan darah (Syaifuddin, 2009).
2. Produksi Trombosit
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak
berinti dan terbentuk di sumsum tulang. Trombosit dihasilkan oleh
sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi menjadi megakariosit dan
dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Prekursor megakarosit,
megakaroblast, muncul melalui proses diferensiasi sel induk hemopoetik.
megakariosit ini mengalami reflikasi inti endomitotiknya kemudian
volume sitoplasma akan membesar seiring dengan penambahan lobus inti,
kemudian sitoplasma akan menjadi granula dan trombosit dilepaskan
dalam bentuk platelet atau keping-keping (Hoffbrand, 2007).
Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoetin
yang dihasilkan di hati dan ginjal. Trombosit mempunyai reseptor untuk
trombopoetin dan mengeluarkannya dari sirkulasi. Trombosit berperan
penting dalam hemopoesis dan penghentian perdarahan dari cedera
pembuluh darah. Trombosit atau platelet sangat penting untuk mejaga
hemostasis tubuh (Hoffbrand, 2007).
Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan cara
melepaskan diri (fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya
-
21
(megakariosit) melalui rangsangan trombopoetin. Megakariosit berasal
dari megakarioblasyang timbul dari proses diferensiasi sel asal hemapoetik
precursor myeloid paling awal yang membentuk megakariosit.
Megakariosit matang, dengan proses replikasi endomitotik inti secara
sinkron, volume sitoplasmanya bertambah besar pada waktu jumlah inti
bertambah dua kali lipat, sitoplasma menjadi granular dan selanjutnya
trombosit dibebaskan. Trombosit yang dihasilkan oleh megakariosit adalah
4000 trombosit. Interval waktu dari diferensiasi sel asal sampai dihasilkan
sel trombosit pada manusia dibutuhkan waktu kurang lebih 10 hari. Umur
trombosit normal 7-10 hari, diameter trombosit rata-rata 1-2 m dan
volume sel rerata 5,8 fl. Hitumg trombosit normal sekitar 150-400 x 103/l
(Hoffbrand, 2007).
Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbatan mekanis
selama respon hemostatik normal terhadap luka vaskuler. Trombosit juga
penting untuk mempertahankan jaringan apabila terjadi luka. Trombosit
ikut serta dalam usaha menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami
kehilangan darah dan terlindungi dari benda asing. Trombosit melekat
(adhesi) pada permukaan asing terutama serat kolagen. Trombosit akan
melekat pada trombosit lain (agregasi), selama proses agregasi terjadi
perubahan bentuk trombosit, yaitu perubahan bentuk yang menyebabkan
trombosit akan mengeluarkan isinya. Masa agregasi akan melekat pada
endotel, sehingga terbentuk sumbat trombosit yang dapat menutup luka
pada pembuluh darah, sedangkan sumbat trombosit yang stabil melalui
pembentukan fibrin (Hoffbrand, 2007).
3. Struktur Trombosit
Trombosit mempunyai banyak ciri khas yang fungsional sebagai
sebuah sel, walaupun tidak mempunyai inti dan tidak dapat berproduksi.
Membrane trombosit terdiri atas 2 lapis fosfolipid dan pada permukaannya
terdapat glikoprotein. Glikoprotein ini berfungsi sebagai reseptor.
Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi
trombosit. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (Gp Ia).
-
22
Glikoprotein Ib dan IIb/IIIa penting dalam perlengkatan trombosit pada
von Williebrand factor (vWF) dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa
juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi
trombosit (Guyton, 2007).
Sitoplasma pada trombosit terdapat beberapa faktor aktif seperti (1)
molekul aktif dan myesin, sama seperti yang terdapat dalam sel-sel otot,
juga protein kontraktil lainnya yang dapat menyebabkan trombosit
berkontraksi; (2) sisa-sisa reticulum endoplasma dan apparatus golgi yang
mensintesis berbagai enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium;
(3) mitokondria system enzim yang mampu membentuk adenosine difosfat
(ADP); (4) system enzim yang mensintesis prostaglandin, yang merupakan
hormon setempat yang menyebabkan berbagai jenis reaksi pembuluh
darah dan reaksi jaringan setempat lainnya; (5) suatu protein penting yang
disebut faktor stabilisasi fibrin; (6) faktor pertumbuhan yang dapat
menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah
dan fibroblast, sehingga dapat menimbulkan pertumbuhan seluler yang
akhirnya memperbaiki dinding yang rusak (Guyton, 2007).
Permukaan membran sel trombosit terdapat lapisan glikoprotein
yang menyebabkan trombosit menghindari perlekatan pada endotel normal
dan melekat pada daerah dinding pembuluh darah yang terluka, terutama
sel-sel endotel yang rusak, dan bahkan melekat pada jaringan kolagen
yang terbuka dibagian pembuluh darah. Membran sel trombosit juga
mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan
berbagai hal dalam proses pembekuan darah (Guyton, 2007).
4. Fungsi Trombosit
Trombosit pada waktu bersinggungan dengan permukaan
pembuluh yang rusak, maka sifat-safat trombosit segera berubah secara
drastik yaitu trombosit mulai membengkak, bentuknya menjadi irregular
dengan tonjolan-tonjolanyang mencuat dari permukaannya; protein
kontraktilnya berkontrasi dengan kuat dan menyebabkan pelepasan
granula yang mengandung berbagai faktor aktif; trombosit menjadi lengket
-
23
sehingga melekat pada serat kolagen, mensekresi sejumlah besar ADP;
dan enzim-enzimnya membentuk tromboksan A2, yang juga disekresikan
kedalam darah. ADP dan tromboksan kemudian mengaktifkan trombosit
yang berdekatan, dank arena sifat lengket dari trombosit tambahan ini
maka akan menyebabkan melekat pada trombosit semula yang sudah aktif
sehingga membentuk sumbat trombosit. Sumbat ini mulanya longgar,
namun biasanya dapat berhasil menghalangi hilangnya darah bila luka di
pembuluh darah yang berukuran kecil. benang-benang fibrin terbentuk dan
melekat pada trombosit selama proses pembekuan darah, sehingga
terbentuklah sumbat yang rapat dan kuat (Guyton, 2007).
5. Mekanisme Sumbat Trombosit
Proses hemostasis yang normal, trombosit memenuhi tugasnya
membentuk sumbat trombosit, maka harus terdapat trombosit dalam
jumlah memadai di dalam sirkulasi dan trombosit tersebut harus berfungsi
normal. Fungsi hemostasis yang normal memerlukan peran serta trombosit
yang berlangsung secara teratur, yang penting dalam pembentukan sumbat
hemostatik primer yang pada awalnya membentuk, adhesi trombosit,
agregasi trombosit, dan akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai
rekrumen trombosit lainnya (Guyton, 2007).
a. Adhesi Trombosit
Terjadinya cedera pada pembuluh darah trombosit akan
melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Trombosit
menjadi aktif apabila terpajan dengan kolagen subendotel dan bagian
jaringan yang cedera. Adhesi trombosit melibatkan suatu interaksi
antara glikoprotein membrane trombosit dan jaringan yang terpajan
atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor protein plasma
yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan yang
integral dan kompleks dengan faktor koagulasi anti hemofilia VIII
plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membran
trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya
-
24
lekat trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta
dengan endotel atau jaringan yang cedera. Maka terbentuklah sumbat
hemostatik primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan
rekrutmen trombosit lain akan menghasilkan suatu massa trombosit
lengket dan dipermudah oleh proses agregasi trombosit (Guyton,
2007).
b. Agregasi Trombosit
Agregasi merupakan suatu kemampuan trombosit untuk
melekat satu sama lain untuk membentuk suatu sumbat. Agregasi awal
terjadi akibat kontak permukaan dan pembebasan ADP dari trombosit
lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal ini disebut gelombang
agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya
trombosit yang terlibat, maka akan lebih banyak ADP yang dibebaskan
sehingga terjadi gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih
banyak trombosit. Agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk
trombosit dari discoid menjadi bulat. Gelombang agregasi sekunder
merupakan suatu fenomena ireversibel, sedangkan perubahan bentuk
awal dan agregasi primer masih reversible (Guyton, 2007).
6. Kelainan Jumlah Trombosit
Kelainan kuantitatif trombosit antara lain :
a. Trombositosis yaitu keadaan dimana didapatkan jumlah trombosit
dalam darah tepi lebih dari batas atas nilai rujukan (>400.000/l)
dapat bersifat primer atau sekunder. Biasanya pada keadaan
infeksi, inflamasi dan keganasan (Kosasih, 2008).
b. Trombositopenia didefenisikan sebagai jumlah trombosit yang
kurang dari batas bawah nilai rujukan (
-
25
yang berkurang, kelainan distribusi atau dekstruksi yang meningkat
(Kosasih, 2008).
E. Tinjauan Pengambilan Darah Vena
Pembuluh darah memegang peranan penting bagi semua mekanisme
yang terjadi didalam tubuh, karena fungsi utamanya selain membawa oksigen
dan asupan nutrisi ke seluruh tubuh, juga berperan penting dalam mekanisme
imun tubuh. Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh
karena itu istilah phlebotomy sering dikaitkan dengan venipuncture (Maulana,
2009).
Pembuluh darah yang digunakan untuk pengambilan darah dalam
pemeriksaan trombosit adalah vena yaitu pembuluh yang berperan
mengantarkan darah ke jantung. Vena dimulai sebagai pembuluh darah kecil
yang terbentuk dari penyatuan kapiler. Vena kecil-kecil ini bersatu menjadi
vena lebih besar dan membentuk batang vena, yang makin mendekati jantung
makin besar ukurannya. Volume pengambilan darah vena lebih banyak
daripada kapiler. Pada pengambilan darah vena (venipuncture), umumnya
diambil dari vena median cubital, pada anterior lengan (sisi dalam lipatan
siku). Vena ini terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak
ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan, vena chepalica atau
vena basilica bisa menjadi pilihan berikutnya. Venipuncture pada vena
basilica harus dilakukan dengan hati-hati karena letaknya berdekatan dengan
arteri brachialis dan syaraf median. Jika vena cephalica dan basilica ternyata
tidak bisa digunakan, maka pengambilan darah dapat dilakukan di vena di
daerah pergelangan tangan. Lakukan pengambilan dengan dengan sangat hati-
hati dan menggunakan jarum yang ukurannya lebih kecil (Pearce, 2006).
Ada dua cara dalam pengambilan darah vena, yaitu cara manual dan
cara vakum. Cara manual dilakukan dengan menggunakan alat suntik (syring),
sedangkan cara vakum dengan menggunakan tabung vakum (vacutainer).
Pengambilan darah vena secara manual dengan alat suntik (syring )
merupakan cara yang masih lazim dilakukan di berbagai laboratorium klinik
dan tempat-tempat pelayanan kesehatan. Alat suntik ini adalah sebuah pompa
-
26
piston sederhana yang terdiri dari sebuah sebuah tabung silinder, pendorong,
dan jarum. Berbagai ukuran jarum yang sering dipergunakan mulai dari
ukuran terbesar sampai dengan terkecil adalah: 21G, 22G, 23G, 24G dan 25G.
Pengambilan darah dengan suntikan ini baik dilakukan pada pasien usia lanjut
dan pasien dengan vena yang tidak dapat diandalkan (rapuh atau kecil).
Pengambilan darah dengan cara vakum menggunakan jenis tabung yang
berupa tabung reaksi yang hampa udara, terbuat dari kaca atau plastik. Ketika
tabung dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung
dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai. Jarum
yang digunakan terdiri dari dua buah jarum yang dihubungkan
oleh sambungan berulir. Jarum pada sisi anterior digunakan untuk menusuk
vena dan jarum pada sisi posterior ditancapkan pada tabung. Jarum posterior
diselubungi oleh bahan dari karet sehingga dapat mencegah darah dari pasien
mengalir keluar. Sambungan berulir berfungsi untuk melekatkan jarum pada
sebuah holder danmemudahkan pada saat mendorong tabung menancap pada
jarum posterior. Keuntungan menggunakan metode pengambilan ini adalah,
tak perlu membagi-bagi sampel darah ke dalam beberapa tabung. Cukup
sekali penusukan,dapat digunakan untuk beberapa tabung secara bergantian
sesuai dengan jenis tesyang diperlukan (Maulana, 2009).
F. Tinjauan Pemeriksaan Trombosit Metode Automatik
Pemeriksaan trombosit dapat dilakukan dengan menggunakan alat
automatic. Pemeriksaan automatic atau pemeriksaan dengan menggunakan
alat Haematologi analyzer adalah cara otomatis dengan menggunakan alat
hitung otomatis yang berprinsip pada impedansi yaitu berdasar pengukuran
besarnya resistensi elektronik antara dua elektrode. Untuk mencegah
trombosit – trombosit melekat pada permukaan asing, dianjurkan
menggunakan alat – alat gelas yang dilapisi silikon atau alat plastik. hasil yang
sangat teliti. Pada prinsipnya alat ini akan memungkinkan sel-sel masuk pada
flow chamber untuk dicampur dengan diluents, kemudian dialirkan ke apartura
yang berukuran lebih kecil yang memungkinkan sel lewat satu persatu. Aliran
yang keluar dilewatkan medan listrik untuk kemudian sel dipisahkan sesuai
-
27
muatannya. Teknik dasar pengukuran flow cytometri adalah impedansi listrik
dan pendar cahaya. Teknik impedansi berdasar pengukuran besarnya resistensi
elektronik antara dua elektroda. Teknik pendar cahaya akan menghamburkan
memantulkan atau membiaskan cahaya yang berfokus pada sel, oleh karena
sel memiliki granula dan indeks bias berbeda maka akan menghasilkan pendar
cahaya berbeda dapat teridentifikasi sehingga jumlah trombosit yang diperiksa
mengeluarkan hasil yang akurat (Kiswari, 2014).
Penggunaan sampel untuk hitung jumlah trombosit adalah adalah
darah vena dengan antikoagulan etilen diamine tetra acetid acid (EDTA),
Natrium (Na), Kalium (K2 dan K3) adalah bentuk garamnya yang mengubah
ion-ion kalsium dan kecepatan melarutkan fibrinogen darah agar tidak beku,
sehingga K3EDTA lebih dianjurkan menjadi referensi pada perhitungan
dengan cara autometik, sedangkan untuk hitungtrombosit dengan apusan
darah EDTA. Dengan menggunakan alat Haematology analyzer lebih banyak
trombosit yang dapat dihitung (Kiswari, 2014).
-
28
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik tubuh tidak dapat menghasilkan cukup dari
hormon insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. Pasien
DM tipe 2 yang akan diperiksa merupakan pasien yang didiagnosa mengalami
hiperglikemia, yang mengakibatkan kondisi adanya peningkatkan aktivitas
koagulasi yaitu peningkatan agregasi dan adhesi dari system homeostasis dan
menyebabkan gangguan pada trombosit.
Peningkatan aktivitas koagulasi dari system hemeostasis ini
menyebabkan penderita DM tipe 2 berada dalam keadaan hiperkoagulasi dan
menyebabkan kelainan trombosit didalam darah. Pengambilan darah pada
pasien DM tipe 2 dilakukan melalui phlebotomy dengan cara melakukan
penusukan pada pembuluh darah vena. Tujuan diambilnya darah melalui vena
bertujuan untuk mendapatkan sampel darah yang baik dan memenuhi syarat
untuk dilakukan pemeriksaan serta mendapatkan volume darah yang cukup
untuk dilakukan pemeriksaaan trombosit.
Salah satu cara untuk mengetahui jumlah trombosit pada pasien DM
tipe 2 adalah melakukan pemeriksaan trombosit dengan haematology analyzer
menggunakan alat Dirui BF-6600 yang berprinsip pada impedansi yaitu
berdasar pengukuran besarnya resistensi elektronik antara dua electrode.
Dimana jika jumlah trombosit menunjukkan 150.000-450.000 l, maka
dikatakan normal dan tidak normal jika nilai trombosit 450.000/l.
-
29
B. Kerangka Fikir
Terdiagnosa Hiperglikemia
Pengambilan Darah Vena
sebanyak 3 cc
Pemeriksaan Trombosit
Hematologi Analyzer
Dirui BF-6600
Kadar Trombosit
Normal Tidak Normal
Pasien Diabetes Melitus
Tipe II
Hiperkoagulasi Trombosit
dari Sistem Hemeostasis
Peningkatan
Agregasi
Peningkatan
Adhesi
-
30
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu jumlah trombosit pada pasien
diabetes melitus tipe 2.
D. Defenisi Oprasional
1. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang diperiksa pada penelitian ini adalah
pasien yang terdiagnosa oleh dokter mengalami hiperglikemi.
2. Trombosit adalah sel yang berperan dalam proses pembekuan darah.
3. Pemeriksaan trombosit yang akan dilakukan pada penelitian ini dengan
haematology analyzer menggunakan alat Dirui BF-6600 untuk mengetahui
jumlah trombosit yang beredar dalam darah.
4. Jumlah trombosit pada pasien diabetes melitus adalah hasil pemeriksaan
trombosit yang dilakukan pada pasien diabetes melitus tipe 2
menggunakan alat Dirui BF-6600.
Kriteria Objektif Trombosit
a. Normal jika nilai trombosit : 150.000-450.000/l
b. Tidak normal jika nilai trombosit : 450.000/l
Kriteria Objektif Kadar Gula Darah
a. Rendah : 200 mg/dl
-
31
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu
untuk mengetahui jumlah trombosit pada pasien diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari dengan dua tahap, yaitu tahap pertama pada tanggal 20
Maret – 28 Maret dan tahap kedua tanggal 5 Juni – 7 Juni 2018.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosa
mengalami diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kota Kendari dari bulan
Januari – Oktober sebanyak 213 kasus dan diambil jumlah dari 1 bulan
terakhir di tahun 2017, yaitu pada bulan Oktober sebanyak 120 orang.
2. Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan teori Arikunto
(2006) bahwa jika dalam populasi lebih dari 100 orang, maka jumlah
sampel yang diambil adalah 10-30%. Mengingat jumlah populasi dalam
penelitian ini 120 orang maka penentuan jumlah sampel menggunakan
rumus sebagai berikut :
30% 120 =
Maka, besar sampel dalam
penelitian ini yaitu 36 sampel dengan teknik pengambilan sampel
Accidental sampiling.
-
32
D. Jenis Data
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pasien
yang melakukan pemeriksaan trombosit meliputi darah vena.
2. Data skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh dari dokumen RSUD
yang meliputi gambaran umum RSUD Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan mulai dari observasi awal,
pengumpulan jurnal, study literature hingga pencatatan hasil pemeriksaan
trombosit menggunakan alat automatic.
F. Instrument Penelitian
1. Alat
No. Nama Alat Fungsi
1. Torniquiet Untuk pengebat atau pembendung
pembuluh darah pada organ yang akan
dilakukan penusukan phlebotomy dan
juga untuk menambah tekanan vena yang
akan diambil, sehingga akan
mempermudah proses penyedotan darah
kedalam spuit.
2. Sarung tangan Untuk mengurangi resiko petugas
kesehatan terkena infeksi dari pasien.
Mencegah penularan flora kulit petugas
kepada pasien.
Mengurangi kontaminasi tangan petugas
kesehatan dengan mikroorganisme yang
dapat berpindah dari satu pasien ke pasien
lain.
3. Masker Untuk menahan cipratan yang keluar
-
33
sewaktu petugas kesehatan berbicara,
batuk, bersin, dan juga mencegah cipratan
darah atau cairan tubuh uang
terkontaminasi masuk kedalam hidung
atau mulut petugas kesehatan.
4. Spuit 3 cc Untuk pengambilan darah atau pemberian
injeksi intravena dengan volume tertentu.
5 Tabung EDTA 10% Tempat penampungan darah yang berisi
antikoagulan agar darah tidak membeku.
6. Needle Jarum yang digunakan untuk pengambilan
secara vakum.
7. Vacuum tube Membantu pengambilan darah secara
langsung dari vena psien.
8. Plester Untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas
phlebotomy.
9. Dirui BF 6600 /
Haematology
analyzer
Untuk menghitung jumlah trombosit
secara automatic
10. Rotator Untuk Mengoyangkan tabung agar antara
sampel darah dan EDTA dapat homogeny
sempurna.
2. Bahan
No. Bahan Fungsi
1. Kapas alkohol 70% Untuk menghilangkan kotoran yang
menganggu pengamatan letak vena
sekaligus mensterilkan area penusukan
agar resiko infeksi bisa ditekan.
2. EDTA 10% Menghambat proses pembekuan darah.
-
34
G. Prosedur Penelitian
1. Pra Analitik
a. Persiapan pasien : Menjelaskan kepada pasien terhadap tindakan
yang akan dilakukan.
b. Persiapan sampel : Diambil sampel darah vena dan dimasukkan ke
dalam tabung EDTA.
2. Analitik
a. Prosedur pengambilan darah
1) Salam pada pasien.
2) Lakukan pendekatan pasien dengan tenang dan ramah, usahakan
pasien senyaman mungkin.
3) Jelaskan maksud dan tujuan tentang tindakan yang akan dilakukan.
4) Minta pasien meluruskan lengannya, pilih tangan yang banyak
melakukan aktivitas.
5) Minta pasien untuk menggepalkan tangannya.
6) Pasangkan tourniquet kira-kira 10 cm diatas lipatan siku.
7) Pilih bagian vena mediana cubiti atau chepalica. Lakukan perabaan
(palpasi untuk memastikan posisi vena. Vena teraba seperti pipa
kecil, elastic dan memiliki dinding tebal.
8) Jika vena tidak teraba, lakukan pengerutan dari arah pergelangan
ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit pada daerah lengan.
9) Bersihkan kulit pada bagian yang akan diambil dengan kapas
alkohol 70% biarkan mongering, dengan catatan kulit yang sudah
dibersihkan jangan dipegang lagi.
10) Tusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap keatas.
Jika jarum telah masuk kedalam vena, akan terlihat darah masuk
kedalam semprit (flash). Usahakan sekali tusuk vena, lalu
tourniquet dilepas.
11) Setelah volume darah mencapai 3 cc, minta pasien membuka
kepalan tangannya.
-
35
12) Letakkan kapas ditempat suntikkan lalu segera lepaskan/tarik
jarum . tekan kapas beberapa saat lalu plester selama 15 menit.
13) Darah dimasukkan kedalam tabung EDTA 10% melalui dinding
tabung, lalu di homogenkan dengan antikoagulan dalam tabung
EDTA 10%.
14) Setelah itu diletakkan di rotator agar plasma darah tidak
mengendap.
b. Prosedur pemeriksaan menggunakan alat autometik
1) Siapkan alat dan bahan.
2) Ambil tabung yang berisi sampel darah pasien di alat rotator.
3) Kemudian buka tutup tabung sampel darah.
4) Kemudian tekan tuas, lalu tunggu jarum akupuntur probe keluar
dan isapkan sampel.
5) Klik Add pada layar komputer lalu masukan data pasien dan klik
Save agar data pasien tersimpan.
6) Tunggu sampai hasilnya keluar dan terprint secara otomatis.
3. Pasca analitik
Nilai normal trombosit : 150.000-450.000 l.
H. Pengolahan Data
Data yang didapatkan dari hasil pemeriksaan di periksa ulang untuk
memastikan keabsahan data. Data dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin,
umur, berat badan, dan nilai glokosa darah kemudian data ditabelkan dalam
bentuk tabel distribusi.
-
36
I. Analisa Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
X=
(Chandra, 2010)
Keterangan :
X : Jumlah presentase variable yang diteliti
f : Jumlah responden berdasarkan variable
n : Jumlah sampel penelitian
k : Kontanta (100%)
J. Penyajian Data
Data yang telah dianalisa ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan dinarasikan, kemudian disimpulkan berdasarkan tujuan awal
penelitian.
-
37
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di laboratorium RSUD Kota Kendari dimana
merupakan laboratorium yang telah memenuhi syarat sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 24 Tahun 2016. Laboratorium RSUD Kota Kendari
terdiri atas ruang sampling yaitu ruang untuk mengambil dan menerima
sampel pasien, Ruang Registrasi yaitu ruang pendaftaran dan pengambilan
hasil pemeriksaan, Ruang Pemeriksaan Hematologi, Ruang Pemeriksaan
Kimia Darah, Ruang Pemeriksaan Bakteriologi dan Parasitologi, Ruang
Pewarnaan BTA (Basil Tahan Asam), Ruang Dokter Patologi Klinik, Ruang
Jaga, Ruang Tunggu Pasien, Ruang Penyimpanan Logistik, Pantry, dan WC.
Adapun penelitian bertempat di ruang pemeriksaan hematologi yang
merupakan ruang pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui keadaan sel-
sel darah dan keping darah menggunakan alat Dirui BF-6600, yang difasilitasi
dengan westafel pembuangan limbah infeksius yang langsung mengarah ke
saluran instalasi pembuangan air limbah serta beberapa alat untuk
pemeriksaan hematologi lainnya.
Tenaga kerja yang ada di laboratorium RSUD Kota Kendari sebanyak
11 orang dengan srata pendidikan dokter spesialis sebanyak 2 orang, magister
sebanyak 2 orang, pendidikan srata 1 sebanyak 2 orang dan diploma sebanyak
9 orang.
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan Jumlah Trombosit Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari yang dilakukan
selama dua tahap yaitu tahap pertama pada tanggal 20 Maret - 28 Maret dan
tahap kedua tanggal 5 Juni – 7 Juni 2018. Dengan besar sampel sebanyak 36
pasien, yang terdiri atas 14 laki-laki dan 22 perempuan yang merupakan
pasien diabetes melitus tipe 2 lalu dilakukan pemeriksaan Trombosit.
-
38
1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Laboratorium
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-Laki 14 38,89
Perempuan 22 61,11
Total 36 100
Sumber: Data Primer Diolah 2018
Berdasarkan tabel 5.1 pasien diabetes melitus tipe 2 pemeriksaan
trombosit paling banyak dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 22
pasien dengan persentase 61,11%.
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi Sampel Berdasarkan Umur Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Laboratorium Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Umur Frekuensi (n) Persentase (%)
43-45 4 11,11
46-55 12 33,33
56-65 16 44,44
>65 4 11,11
Total 36 100
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.2 pasien diabetes melitus tipe 2 pemeriksaan
trombosit dibagi atas 4 kelompok umur berdasarkan klasifikasi WHO
(2016), dimana pada umur 43-45 (dewasa akhir), umur 46-55 (lansia
awal), umur 56-65 (lansia akhir), dan umur >65 (masa manula). Dengan
hasil paling banyak di umur 56-65 (lansia akhir), sebanyak 16 pasien
dengan persentase 44,11%.
-
39
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi Sampel Berdasarkan Kadar Gula
Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Hasil Frekuensi (n) Persentase (%)
Rendah 0 0
Normal 3 8,33
Tinggi 33 91,67
Total 36 100
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.3 pasien diabetes melitus tipe 2 hasil pemeriksaan
glukosa darah paling banyak ditemukan dengan kadar tinggi sebanyak 33
pasien dengan persentase 91,67%
2. Variabel Penelitian
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Trombosit dan Gula Darah Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kendari
Trombosit
Gula Darah
Gula Darah Normal Gula Darah Tinggi
Normal 3 0
Tinggi 24 9
Total 27 9
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa keadaan kadar gula darah dan
trombosit yaitu sebanyak 3 pasien memiliki kadar gula darah normal
dengan trombosit normal, sebanyak 24 pasien dengan kadar gula darah
tinggi akan tetapi memiliki jumlah trombosit normal, dan 9 pasien
memiliki kadar gula darah tinggi disertai peningkatan jumlah trombosit
-
40
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Trombosit Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Kendari
No Hasil Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Normal 27 75
3. Tinggi 9 25
Total 36 100
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2018
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan trombosit
pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Kendari dari 36 pasien banyak ditemukan hasil dengan nilai normal
sebanyak 27 pasien dengan persentase 75%
C. Pembahasan
Pada penelitian ini terbagi atas beberapa karakteristik yaitu jenis
kelamin, umur dan kadar gula darah. Jenis kelamin terdiri atas 14 (38,89%)
pasien laki-laki dan 22 (61,11%) pasien perempuan. Berdasarkan karakteristik
umur pasien DM tipe 2 tertinggi pada rentang umur 56-65 sebanyak 16
(44,44%) pasien. Hasil ini sejalan dengan penelitian Allorerung (2016),
dimana pada perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita diabetes
melitus dibanding laki-laki, hal ini berhubungan dengan kehamilan yang dapat
meningkatkan kenaikan berat badan serta secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Dan pada usia lebih dari 40
tahun maka beresiko terkena DM tipe 2 dikarenakan adanya intoleransi
glukosa dan proses penuaan yang menyebabkan kurangnya sel beta pancreas
dalam memproduksi insulin, serta pada usia >45 tahun akan terjadinya
penurunan fungsi tubuh dalam memetabolisme glukosa (Allorerung, 2016)
Hasil pemeriksaan glukosa darah yang ditemukan dengan kadar tinggi
melebihi 200 mg/dl sebanyak 33 (91,67%) pasien, sedangkan kadar normal
150-200 mg/dl sebanyak 3 (8,33%) pasien. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Kosasih (2017), dimana tubuh tidak mampu untuk memproduksi insulin yang
cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan kalori serta menyebabkan
terjadinya hiperglikemia yang membuat kadar glukosa darah akan tinggi dan
-
41
bermanifestasi menjadi DM tipe 2 selain itu dapat disebabkan oleh faktor
konsumsi makanan yang dapat meningkatkan kadar gula darah menjadi tinggi,
untuk hasil pemeriksaan glukosa darah dengan kadar sedang hal ini dapat
disebabkan oleh diet nutrisi yang tepat, olahraga, dan pengobatan yang teratur
(Kosasih, 2017).
Dari hasil kadar gula darah dan trombosit ditemukan sebanyak 3
pasien dengan kadar gula darah normal dengan jumlah trombosit normal, 24
pasien dengan kadar gula darah tinggi dimana jumlah trombosit normal, dan 9
pasien dengan kadar gula darah tinggi disertai adanya peningkatan trombosit.
Hal ini sesuai dengan teori Benyamin (2006) menyatakan keadaan
hiperglikemia pada pasien DM tipe 2 dapat meningkatkan aktivitas koagulasi
dari system hemostasis dan perubahan keseimbangan hemostasis ini
menyebabkan penderita DM tipe 2 menimbulkan disfungsi dari trombosit,
dimana terjadi peningkatan adhesi dan aktivitas trombosit pada respon angonis
sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan agregasi trombosit saat
terjadi cedera vaskuler.
Penelitian ini memperlihatkan hasil trombosit dengan jumlah normal
sebanyak 27 (75%) pasien dan trombosit yang mengalami peningkatan
sebanyak 9 (25%) pasien. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Widiarto (2013), dimana salah satu faktor yang menyebabkan jumlah
trombosit normal karena tidak terjadinya cedera vaskuler dari adanya proses
stress oksidatif dan peradangan yang menimbulkan peningkatan konsumsi
perifer atau penggunaan trombosit berlebih pada pasien DM tipe 2 (Widiarto,
2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2015), bahwa ada
hubungan peningkatan jumlah trombosit pada pasien DM tipe 2 yang
mengalami cedera vaskuler dan infeksi sehingga menyebabkan kejadian
adhesi dan agregasi trombosit meningkat.
Dari penelitian pemeriksaan jumlah trombosit beberapa peningkatan
jumlah trombosit bersifat sedang. Karena itu satu kali pemeriksaan saja belum
bisa dijadikan kesimpulan terjadi cedera vaskuler yang mengakibatkan
-
42
kerusakan jaringan yang parah. Jumlah trombosit yang berada sedikit diatas
normal tak selalu menunjukkan seseorang mengalami infeksi, inflamasi, dan
keganasan. Karena itu, satu kali pemeriksaan saja belum bisa dijadikan dalil
untuk membuat kesimpulan.
Corwin (2000) juga menyatakan peningkatan jumlah trombosit dalam
sirkulasi darah berkaitan dengan peningkatan resiko thrombosis (pembekuan
darah) dalam system pembuluh. Peningkatan primer dapat terjadi pada
leukemia atau polisitemiavera, penyakit sumsum tulang dan peningkatan
sekunder terjadi karena adanya infeksi, olahraga, stress dan ovulasi.
Kekurangan dari penelitian ini adalah jumlah sampel atau sampel yang
terbatas dan tidak semua pasien mengalami cedera atau infeksi. Namun
sampel merupakan pasien Diabetes Melitus tipe 2, sampel dalam penelitian ini
berjumlah 36 pasien, terdiri dari 14 laki-laki dan 22 perempuan.
-
43
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasark