GAMBARAN HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT L.) S …digilib.unila.ac.id/32128/2/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
hoangquynh -
Category
Documents
-
view
250 -
download
0
Transcript of GAMBARAN HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT L.) S …digilib.unila.ac.id/32128/2/SKRIPSI TANPA BAB...
GAMBARAN HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)
(Skripsi)
Oleh
Pratami Dwi Rahmawati
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
GAMBARAN HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)
Oleh
PRATAMI DWI RAHMAWATI
Salah satu pemanfaatan biji pepaya sebagai obat adalah sebagai media kontrasepsialami. Zat aktif steroid, triterpenoid, dan alkaloid yang terkandung dalam ekstrakbiji papaya mampu menurunkan jumlah sel spermatogenik. Dengan adanyapengurangan jumlah sel spermatogenik dan sel Sertoli maka akan menyebabkanpengurangan pada tebal epitel tubulus seminiferus. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui populasi sel spermatogenik, diameter dan ketebalanepitel tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrakbiji pepaya (Carica papaya L.). Penelitian ini bersifat eksperimental denganmenggunakan mencit jantan sebagai hewan uji. Rancangan yang digunakan yaituRancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 kelompok perlakuan dan 1kelompok kontrol dengan lima kali ulangan. Dosis yang digunakan dalampenelitian ini adalah: 2 mg/kgBB, 4 mg/kgBB, dan 8 mg/kgBB. Data yangdiperoleh dianalisis menggunakan Analysis of Varian (ANOVA) untukmengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Apabila terdapat perbedaanyang nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan taraf5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji pepaya terhadapspermatogenesis mencit dapat mengakibatkan penurunan jumlah sel spermatosit,sel spermatid, dan tebal epitel tubulus seminiferus mencit secara signifikan,namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penurunan jumlahsel spermatogonia dan diameter tubulus seminiferus.
Kata Kunci: Obat Tradisional, Media Kontrasepsi, Biji Pepaya, TubulusSeminiferus.
GAMBARAN HISTOLOGI TUBULUS SEMINFERUS MENCIT
(Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK
BIJI PEPAYA (Carica papaya L.)
Oleh
Pratami Dwi Rahmawati
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Marga Kencana, pada tanggal 21
Maret 1996, merupakan putri pertama dari tiga
bersaudara pasangan Ayahanda M. Danur dan Ibunda
Sulasmi, S.P. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar
di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 03 Marga Kencana
pada tahun 2008, pendidikan menengah pertama di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tulang
Bawang Udik pada tahun 2011, dan pendidikan menengah atas di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Tumijajar pada tahun 2014. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas Lampung
(UNILA) pada Program Studi Biologi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pada tahun 2017, penulis melaksanakan Kerja Praktik (KP) dengan judul
“Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) di Balai Benih Ikan Mulya Asri
Tulang Bawang Barat”.
v
Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga turut aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai anggota Bidang Kominfo
Tahun 2015-2016.
Dengan Ridho ALLAH SWT,
Kupersembahkan karya kecilku ini kepada Ibu dan Bapakkutercinta
yang senantiasa memanjatkan doa untuk putri tercintanyadan
telah menghantarkan diriku sampai jenjang ini dengansegala daya upaya
tanpa kenal lelah. Juga untuk para sahabatku tersayang.
Serta Almamater dan Para Pendidikku Yang Kusayangi.
MOTTO
Sekali gagal bukan berarti selamanya, sedangkan berhasil itu
tentang seberapa keras kamu mau berusaha. Sebagaimana
firman ALLAH SWT:
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka
apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Q.S. Al-Insyirah: 6-8).
viii
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah
serta cinta dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul ”Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Mencit (Mus
musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.)”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Science Bidang Biologi
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Lampung.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak
yang selalu memberi semangat dan dorongan agar terus maju. Pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtuaku tercinta, Bapak M. Danur dan Ibu Sulasmi yang telah
banyak memberikan perhatian, kasih sayang, serta doa , juga dukungan baik
moril maupun materiil. Terima kasih atas semuanya.
2. Untuk kedua adikku, Ade Asiyah Trie Utami dan Arif Setiawan. Aku selalu
berharap bisa menjadi inspirasi dan contoh yang baik untuk kalian berdua.
Terus semangat dalam menuntut ilmu.
3. Bapak Dr. Hendri Busman, M.Biomed, selaku pembimbing 1 yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberi semangat dan
ix
dukungan untuk tidak putus asa. Terimakasih atas bimbingan, arahan, saran
serta masukan yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr. NuningNurcahyani, M.Sc., selaku pembimbing 2 dan Ketua Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Lampung.yang dengan sabar membimbing,
memberi perhatian, dan membagi ilmu serta membantu penulis menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membantu penulis dalam
memperbaiki skripsi ini.
6. Ibu Dra. Martha Lulus Lande, M.P., selaku Pembimbing Akademik.
7. Bapak Prof. Warsito, DEA., Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas
Lampung.
8. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staff Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Unversitas Lampung, khususnya di Jurusan Biologi atas
ilmu, dukungan, dan pengalaman yang telah banyak diberikan kepada penulis.
9. Terkhusus untuk sahabat sekaligus rekan tim penelitian Eka Ratna Susmala
Dewi yang telah berjuang bersama-sama dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
10. Sahabat-sahabatku, Anggun Fitriyani, Rita Yulianti, Wunang Teguh, Risca
Dian yang secara tidak langsung sudah memberi semangat bagi penulis.
11. Sahabat jauhku Sca, yang selalu jadi penyemangat dan penyedia konsumsi dari
awal penelitian hingga skirpsi ini selesai.
12. Sahabat-sahabatku di kampus Nana, Puput, Milsa, Suminta yang selalu
memberi dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
13. Teman-teman angkatan 2014 Dicky, Ayu Wulan, Elok, Dian Anggraini,
Kamel, Nida, Kiki, Dian Neli, Deni, Elen, Afan, Koko, Messy, Febrina, Adel,
Oksa, Tunggul serta semuanya atas kebersamaan, dukungan dan bantuannya
dalam penyusunan skripsi ini.
14. Teman-teman KKN Wayakrui Dita, Nenek, Kak Cyn, Kuplek, Rambe, Bang
Doni. Terimasih untuk kebersamaan yang terjalin sampai saat ini.
15. Almamaterku tercinta Universitas Lampung dan semua pihak yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Hanya ALLAH SWT yang dapat membalas kebaikan kalian semua. Semoga ini
akan menjadi hal yang terbaik untuk kita semua. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam penulisan dikemudian hari.
Bandar Lampung, 03 Juli2018
Pratami Dwi Rahmawati
xi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... ......... ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................... ......... iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................... ......... iv
PERSEMBAHAN........................................................................ ......... vi
MOTTO ....................................................................................... ......... vii
SANWACANA ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI.......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. xv
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1B. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3C. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3D. Kerangka Pemikiran .................................................................. 4E. Hipotesis .................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 6
A. Mencit (Mus musculus L.) ......................................................... 6B. Spermatogenesis pada Mencit.................................................... 8C. Sistem Reproduksi Mencit Jantan.............................................. 9D. Hormon Reproduksi pada Mencit ............................................. 12E. Pepaya (Carica papaya L.) ........................................................ 17
xii
III. METODE PENELITIAN.............................................................. 23
A. Waktu dan Tempat..................................................................... 23B. Alat dan Bahan........................................................................... 23C. Prosedur Kerja ........................................................................... 24D. Pengamatan ................................................................................ 28E. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................. 31F. Analisis Data.............................................................................. 32G. Diagram Alir Metode Penelitian................................................ 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 34
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 341. Sel Spermatogenik ............................................................... 342. Diameter Tubulus Seminiferus ............................................ 393. Ketebalan Epitel Tubulus Seminiferus ................................ 40
B. Pembahasan................................................................................ 421. Sel Spermatogenik ............................................................... 42
a. Sel Spermatogonia ......................................................... 42b. Sel Spermatosit .............................................................. 45c. Sel Spermatid ................................................................. 46
2. Diameter Tubulus Seminiferus ............................................ 483. Ketebalan Epitel Tubulus Seminiferus ................................ 49
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 53
A. Kesimpulan.................................................................................. 53B. Saran ........................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 54
LAMPIRAN........................................................................................... 59
xiii
DAFTAR TABEL
HalamanTabel 1. Rata-rata jumlah sel spermatogonia setelah pemberian ekstrak
biji pepaya (Carica papaya L.) ................................................. 34
Tabel 2. Rata-rata jumlah sel spermatosit setelah pemberian ekstrakbiji pepaya (Carica papaya L.) ................................................. 36
Tabel 3. Rata-rata jumlah sel spermatid setelah pemberian ekstrak bijipepaya (Carica papaya L.) ....................................................... 37
Tabel 4. Rata-rata diameter tubulus seminiferus mencit(Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak biji pepaya(Carica papaya L.).................................................................... 39
Tabel 5. Rata-rata ketebalan epitel tubulus seminiferus mencit(Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak biji pepaya(Carica papaya L.).................................................................... 41
Tabel 6. Hasil analisis uji statistik One Way ANOVA pengaruh ekstrakbiji pepaya terhadap spermatogonia mencit .............................. 61
Tabel 7. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruh ekstrakbiji pepaya terhadap spermatogonia mencit .............................. 61
Tabel 8. Hasil analisis uji statistik One Way ANOVA pengaruhekstrak biji pepaya terhadap spermatosit mencit ...................... 63
Tabel 9. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruh ekstrakbiji pepaya terhadap spermatosit mencit ................................... 63
Tabel 10. Hasil analisis uji statistik One Way ANOVA pengaruhekstrak biji pepaya terhadap spermatid mencit ....................... 64
Tabel 11. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruh ekstrakbiji pepaya terhadap spermatid mencit.................................... 65
Tabel 12. Hasil analisis uji statistik One Way ANOVA pengaruhekstrak biji pepaya terhadap diameter tubulus
xiv
seminiferus mencit ................................................................. 66
Tabel 13. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruh ekstrakbiji pepaya terhadap diameter tubulus seminiferus mencit ..... 66
Tabel 14. Hasil analisis uji statistik One Way ANOVA pengaruhekstrak biji pepaya terhadap tebal epitel tubulus seminiferusmencit...................................................................................... 68
Tabel 15. Hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pengaruhekstrak biji pepaya terhadap tebal epitel tubulus seminiferusmencit...................................................................................... 68
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tubulus Seminiferus Mencit. a)Sel Spermatogonium,b)Sel Spermatosit, c)Sel Spermatid, d)Sel Sertoli,e)Sel Leydig, f)Lumen Tubulus ............................................ 10
Gambar 2. Buah Pepaya.......................................................................... 19
Gambar 3. Diagram Alir Metode Penelitian ........................................... 33
Gambar 4. Pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)terhadap rata-rata jumlah sel spermatogonia mencit(Mus musculusL.).................................................................. 35
Gambar 5. Pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)terhadap rata-rata jumlah sel spermatosit mencit(Mus musculus L.)................................................................. 37
Gambar 6. Pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)terhadap rata-rata jumlah sel spermatid mencit(Mus musculusL.).................................................................. 38
Gambar 7. Pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)terhadap rata-rata diameter tubulus seminiferu smencit(Mus musculus L.)................................................................. 40
Gambar 8. Pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)terhadap rata-rata ketebalan epitel tubulus seminiferusmencit (Mus musculus L.) ..................................................... 42
Gambar 9. Penampang melintang tubulus seminiferus mencit(Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak biji pepaya(Carica papaya L.) pada kelompok kontrol denganperbesaran 400X. a) sel spermatogonia, b) sel spermatosit,c) sel spermatid, d) diameter tubulus seminiferus,e) tebal epitel tubulus seminiferus. Pewarnaan: HematoxylinEosin (HE)............................................................................. 50
xvi
Gambar 10. Penampang melintang tubulus seminiferus mencit(Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak biji pepaya(Carica papaya L.) pada dosis 2 mg/40 grBB denganperbesaran400X. Pewarnaan: HematoxylinEosin (HE)........................................................................... 51
Gambar 11. Penampang melintang tubulus seminiferus mencit(Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak biji pepaya(Carica papaya L.)pada dosis 4 mg/40 grBB denganperbesaran 400X. Pewarnaan: HematoxylinEosin (HE).......................................................................... 51
Gambar 12. Penampang melintang tubulus seminiferus mencit(Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak biji pepaya(Carica papaya L.) pada dosis 8 mg/40 grBB denganperbesaran 400X. Pewarnaan: HematoxylinEosin (HE).......................................................................... 52
Gambar 13. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian......................... 70
Gambar 14. Proses Pembuatan Ekstrak Biji Pepaya............................... 71
Gambar 15. Ekstrak Murni Biji Pepaya Setelah di Evaporasi ................ 71
Gambar16. Larutan Stok Yang Telah diencerkan dalam Aquabides ...... 72
Gambar 17. Proses Pencekokan Ekstrak Biji Pepaya Pada Mencit ........ 72
Gambar 18. Proses Pembiusan Mencit.................................................... 72
Gambar 19. Proses Pembedahan Mencit................................................. 72
Gambar 20. Proses Pengambilan Testis Mencit...................................... 73
Gambar 21. Proses fiksasi testis mencit dalam formalin ........................ 73
Gambar 22. Proses Trimming ................................................................. 73
Gambar 23. Tahap-tahap perendaman embedding cassettedalam berbagai jenis larutan................................................ 74
Gambar 24. Macam-macam Larutan yang digunakan dalam prosesdehidrasi`............................................................................. 74
Gambar 25. Proses Pencetakan menggunakan Parafin ........................... 75
Gambar 26. Proses Pemotongan Testis menggunakanMikroton............................................................................. 75
xvii
Gambar 27. Proses pewarnaan menggunakanHematoxylin Eosin............................................................. 75
Gambar 28. Preparat Histologi Testis yang telah ditutupmenggunakan cover glass ................................................... 76
Gambar 29. Proses Pengukuran diameter dan KetebalanEpitel Tubulus Seminiferus Mencit .................................... 76
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan Negara megabiodiversity karena keanekaragaman
flora maupun faunanya yang tinggi. Famili tumbuhan yang terdapat di
Indonesia diperkirakan sekitar 100-150 famili, dan jumlah tersebut sebagian
besar mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman industri,
tanaman buah-buahan, tanaman rempah-rempah, dan tanaman obat-obatan
(Nasution, 1992; Sutarno, 2015). Tumbuhan sendiri berperan sebagai
produsen dalam rantai makanan, yang artinya menjadi sumber makanan bagi
makhluk hidup lain baik hewan maupun manusia.
Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu Negara pengguna
tumbuhan obat terbesar di dunia bersama dengan Negara lain di Asia, seperti
Cina dan India. Namun menurut Widjaya et al.(2014), penggunaannya belum
terdokumentasi dengan baik. Beberapa penelitian yang menggunakan
tumbuhan sebagai obat yakni Crinum asiaticum L. sebagai obat perawatan
pasca melahirkan (Rahayu et al., 1999), Imperata cylindrica sebagai obat
darah tinggi (Jonathan dan Hariadi, 1999), Alstonia scholaris sebagai obat
malaria (Mogea et al., 2001) serta Jathropa curcas sebagai obat penurun panas
(Susiarti et al.,1999).
2
Salah satu pemanfataan tumbuhan obat di Indonesia yang banyak dilakukan
adalah sebagai bahan antifertilitas (Santosa,1993). Penggunaan kontrasepsi
sendiri dilakukan agar dapat menekan angka pertumbuhan penduduk yang
tinggi. Mengingat laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia yang
akan mempengaruhi tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Untuk
itu diperlukan upaya untuk menekan pertumbuhan penduduk yang tinggi
tersebut.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan media
kontrasepsi yang memenuhi syarat antara lain dapat menimbulkan keadaan
azoospermia (semen) total, mudah digunakan, tidak menimbulkan efek
samping dan toksik, tidak mengganggu libido maupun perilaku seksual serta
bersifat reversibel (Prajogo et al., 2003; Wilopo, 2006). Hal ini yang menjadi
alasan dikembangkannya alternatif konrasepsi pria dari bahan herbal.
Pemanfaatan bahan alam sebagai pengganti agen kontrasepsi diharapkan tidak
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan dan tentunya aman
digunakan.
Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai media kontrasepsi
adalah pepaya. Senyawa kimia yang terdapat pada pepaya memiliki spektrum
yang luas dari phytochemical termasuk, polisakarida, vitamin, mineral, enzim,
protein, alkaloid, glikosida, lemak dan minyak, lektin, saponin, flavonoid,
sterol (Siburian et al., 2008).
Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pepaya mempunyai
potensi sebagai bahan antifertilitas yakni penelitian dari Siburian et al. (2008),
3
(Udoh et al., 2005) serta Lohiya et al., (2002). Dari penelitian tersebut
diketahui bahwa ekstrak biji pepaya dapat mengurangi populasi
spermatogonium dan spermatosit primer tikus jantan (Rattus norvegicus L.)
serta menurunkan tingkat kesuburan tikus pada tingkat post-testikular secara
signifikan. Ekstrak biji pepaya juga dapat mengganggu fungsi reproduksi
pada tikus jantan galur Wistar melalui poros hipofisis-gonad. Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukan penelitian dengan pemberian ekstrak biji pepaya
(Carica papaya L.) untuk mengetahui gambaran histologi tubulus seminiferus
mencit jantan (Mus muculus L.).
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap:
1. Populasi sel spermatogenik antara lain sel spermatogonia, sel spermatosit,
dan sel spermatidmencit (Mus musculus L.).
2. Diameter tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.).
3. Tebal epitel tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.).
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang manfaat biji pepaya yang dapat dijadikan obat kontrasepsi alternatif
bagi pria yang aman serta menjadi landasan bagi penelitian selanjutya.
4
D. Kerangka Pemikiran
Manfaat tentang biji pepaya masih belum banyak diketahui selain digunakan
sebagai bibit lalu hanya dibuang dan tidak dimanfaatkan untuk hal yang lain.
Namun, di India biji pepaya digunakan sebagai obat kontrasepsi.
Biji merupakan cikal bakal terbentuknya bagian lain dari tumbuhan seperti
akar, daun, dan batang sehingga aktivitas metabolismenya tinggi. Di dalam
biji terdapat senyawa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit
merupakan senyawa yang dihasilkan dari proses metabolisme yang terjadi di
dalam biji. Biji pepaya dapat dijadikan sebagai media kontrasepsi karena
kandungan terbanyak dari senyawa metabolit sekunder terdapat pada bijinya
(Yuniwati, 2008).
Menurut Yurnadi (2002), biji pepaya mengandung senyawa metabolit
sekunder golongan triterpenoid, flavonoid, alkaloid, saponin, dan tannin serta
enzim proteolitik seperti papain dan cymopapain. Menurut Wijayakusuma
dan Wirian (1992), kandungan senyawa aktif pada biji pepaya tersebut diduga
bersifat antifertilitas yang dapat digunakan sebagai bahan kontrasepsi. Selain
itu, Wiji (2006) menambahkan bahwa enzim papain dan cymopapain
mempunyai kemampuan menguraikan ikatan-ikatan dalam molekul protein
sebagai bahan baku sintesis hormon reproduksi, sehingga protein terurai
menjadi polipeptida dan dipeptida akibatnya sintesis hormon reproduksi akan
menurun. Hal tersebut dapat menurunkan jumlah sel sertoli dan sel
spermatogenik yang dapat berakibat terdegenerasinya sel tubulus seminiferus.
5
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ekstrak biji papaya
(Carica papaya L.) menurunkan :
1. Populasi sel spermatogenik yaitu sel spermatogonia, sel spermatosit, dan
sel spermatid mencit (Mus musculus L.).
2. Diameter tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.).
3. Tebal epitel tubulus seminiferus mencit (Mus musculus L.)
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mencit (Mus musculus L.)
Kedudukan taksonomi mencit dalam ITIS (2018) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Infrakingdom : Deuterostomia
Phyllum : Chordata
Subphyllum : Vertebrata
Infraphyllum : Gnathostomata
Superclass : Tetrapoda
Class : Mamalia
Subclass : Theria
Infraclass : Eutheria
Order : Rodentia
Suborder : Myomorpha
Superfamily : Muroidea
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculusL.
7
Mencit termasuk hewan pengerat dan merupakan mamalia yang sering
digunakan sebagai hewan percobaan.selain dapat dipelajari secara efektif, juga
dapat memberikan keterangan dasar untuk kepentingan manusia (Effendi dan
Manafis, 2002).
Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phyllum chordata.
Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga
dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu
hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan
famili muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama spesies Mus
musculus L (Priyambodo, 1993).
Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna
putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit
merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam
hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor
internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit;
faktor eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya.
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur
3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8
minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus.
Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo,
1998).
Mencit termasuk hewan poliestrus, siklusnya berlangsung setiap 4-5 hari
sekali, lamanya birahi berlangsung antara 9-20 jam, estrus terjadi 20-40 jam
8
seletah partus. Penyapihan dapat menginduksi estrus dalam 2-4 hari. Cara
perkawinan mencit berdasarkan rasio jantan dan betina dibedakan atas
monogamus, triogamus, dan harem sistem. Monogamus terdiri dari satu
jantan dan satu betina, triogamus terdiri dari satu jantan dan dua betina,
sementara harem terdiri dari satu .jantan dan lebih dari tiga betina dalam satu
kandang (Yuwono et al., 2006).
B. Spermatogenesis Pada Mencit
Spermatogenesis adalah rangkaian peristiwa sitologi yang bertujuan
menghasilkan spermatozoa misal dari spermatogonia pada mamalia.
Spermatogenesis berlangsung dalam tubulus seminiferus testis dan
berlangsung secara berkesinambungan sepanjang masa reproduksi (Soeradi
dan Nugroho, 2002).
Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi sel
yang lebih besar yang disebut spermatosit primer. Sel-sel ini membelah secara
mitosis menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar. Kemudian
mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama besar
juga (Walker dan Barnes, 1988).
Proses pematangan spermatid menuju pada pembentukan spermatozoa disebut
spermiogenesis. Peristiwa ini terjadi setelah meiosis selesai, dalam suatu
rangkaian perubahan teratur yang mentransformasikan spermatid bulat kecil
menjadi spermatozoa yang memanjang dan mempunyai ekor (Bevelander dan
Ramaley, 1988).
9
Tahap dalam proses spermatogenesis menurut Bevelander dan Ramaley
(1988) terdiri atas:
1. Pembentukan aukrosom
2. Perubahan dalam bentuk dan derjat kondensasi dari nukleus
3. Pembentukan flagellum yang kelak akan menjadi motil (dapat bergerak)
4. Pembentukan kembali dari sitoplasma yang ekstensif termasuk
pembentukan selubung mitokondrium.
C. Sistem Reproduksi Mencit Jantan
Menurut Kusumawati (2004) alat reproduksi mencit jantan terdiri dari testis,
saluran reproduksi, kelenjar kelamin, dan penis. Testis berjumlah sepasang
dan terletak di dalam skrotum. Saluran kelamin berpangkal pada testis dan
bersambung ke uretra yang kemudian menjadi bagian dari penis dan
merupakan jalan bersama bagi urin, sekresi kelenjar-kelenjar pelengkap dan
sel-sel kelamin jantan. Kelenjar kelamin terletak pada atau di sekitar dan
bermuara ke dalam uretra.
Testis berbentuk bulat panjang dengan sumbu memanjang ke arah vertikal.
Fungsi testis ada dua macam, yakni menghasikan hormon seks jantan
(androgen) dan menghasilkan gamet jantan (sperma). Testis dibungkus oleh
kulit dan tunika albugenia, di dalam terdapat lobus. Lobus merupakan
kantung-kantung kecil yang berbentuk kerucut yang berisi tubulus
seminiferus. Sperma dihasilkan di dalam tubulus seminiferus yang merupakan
lebih dari 90% masa testis (Patodiharjo, 1992 dan Nalbdanov, 1990).
10
Testis mencit terdiri dari tubulus seminiferus dan jaringan stroma (Gambar 1).
Sel generatif dan sel Sertoli pada lapisan dalam epitel tubulus seminiferus,
sedangkan pembuluh darah, limfa, sel saraf, sel makrofag, dan sel Leydig
terdapat pada jaringan stroma (Yatim, 1996).
Gambar 1. Tubulus Seminiferus Mencit. a)Sel Spermatpgonium, b)SelSpermatosit, c)Sel Spermatid, d)Sel Sertoli, e)Sel Leydig,f)Lumen tubulus
Sumber :Dokumentasi Pribadi
Menurut Toelihere (1981) sel generatif yang masih muda disebut
spermatogonia yang selanjutnya akan mengalami spermatogenesis menjadi
spermatozoa. Setiap tubulus mempunyai selaput dasar (membran basalis)
terdiri dari jaringan ikat dengan bagian luarnya yang kaya akan pembuluh-
pembuluh darah. Pembuluh darah ini tidak menembus membran basalis dan
makanan bagi sel-sel spermatogenik yang ada di dalam tubulus diperoleh
dengan jalan difusi. Menurut Junquiera dan Cameriro (1988) potongan
d
a b
e
c
f
11
melintang tubulus seminiferus memperlihatkan sel-sel turunan spermatogenik
(spermatogonium, spermatosit perimer, spermatosit sekunder, spermatid)
tersebar dalam 4 sampai 8 lapisan yang menempati ruangan antara lamina
basalis dan lumen tubulus. Sel-sel ini membelah beberapa kali dan akhirnya
berdiferensiasi menghasilkan spermatozoa.
Yatim (1996) melaporkan bahwa sel Setoli yang terdapat pada epitel tubulus
seminiferus memiliki ukuran besar dan terletak di antara deretan sel
spermatogenik. Inti sel Sertoli berbentuk lonjong dengan nukleolus besar dan
kromatin kurang jelas, memiliki banyak retikulum endoplasma (RE) halus dan
sedikit RE kasar, badan golgi yang berukuran besar, banyak mitokondria dan
lisosom. Guyton (1994) menambahkan, sel-sel ini berhubungan dengan proses
spermatogenesis. Sel-sel Sertoli mensekresi cairan yang membasahi sel-sel
germinal dan cairan tambahan ke dalam lumen tubulus seminiferus, sebagai
nutrisi bagi sperma yang berkembang dan baru dibentuk. Sel-sel Sertoli juga
mensekresi hormon Factor inhibisi muller, ABP, estradiol, dan inhibin.
Selama spermatogenesis, kelebihan sitoplasma pada spermatid dilepaskan
sebagai bahan residu. Kepingan sitoplasma ini difagositosis dan rombak oleh
lisosom sel Sertoli.
Menurut Junqueira dan Cameriro (1988) saluran kelamin intratestis meliputi
tubulus rektus, rete testis, dan duktus eferen. Ujung tubulus seminiferus
berhubungan dengan rete testis dengan perantara struktur yang dikenal sebagai
tubulus rektus. Tubulus rektus dicirikan dengan hilangnya sel spermatogenik
secara berangsur-angsur dengan bagian awal yang hanya terdiri dari sel Sertoli
12
sebagai unsur dindingnya. Tubulus rektus bersambung denganrete testis yang
terletak di mediastium, yaitu penebalan tunika albugenia. Rete
testismerupakan jalinan sambungan yang bersinambungan secara luas, dibatasi
epitel kuboid.
Duktuli eferen memiliki epitel yang terdiri dari kelompok sel kuboid tanpa
silia diselingi sel bersilia ke arah epididimis. Sel tanpa silia mengabsorbsi
cairan yang disekresikan tubulus seminiferus. Aktivitas sel bersilia dan
absorbsi cairan menimbulkan aliran cairan yang menggerakkan spermatozoa
ke arah epididimis. Duktus eferen berangsur-angsur bersatu membentuk
duktus epididimis dari epididimis (Junquiera dan Cameriro, 1988).
D. Hormon Reproduksi pada Mencit
Menurut Syaifuddin (2011), hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel
atau kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke
organ target atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang
dapat menolong mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh. Hormon dapat
memberikan efeknya pada struktur-struktur target dengan cara :
1. Mengubah fungsi gen
2. Memengaruhi jalur-jalur metabolik secara langsung
3. Mengontrol perkembangan organ-organ spesifik atau produk-produk
sekretorisnya.
Hormon adalah zat kimia berupa getah yang dihasilkan kelenjar endokrin dan
disekresi secara alami yang kemudian dibawa darah ke areal yang dituju atau
13
ditentukan. Adanya hormon menimbulkan efek tertentu sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Oleh karena itu, sama halnya dengan sistem tubuh
lainnya, sistem reproduksi juga mempunyai hormon yang memberikan efek
dan fungsi dalam perkembangannya (Luqman, 1999).
a. Klasifikasi Hormon Reproduksi Berdasarkan Unsur Pembentuknya
Semua hormon berpartisipasi dalam semua aspek reproduksi. Partisipasi
ini mungkin melalui kerja langsung terhadap fungsi fisiologik lingkungan
internal yang menjamin keberhasilan reproduksi atau pengaruh tidak
langsung. Hormon-hormon reproduksi dibagi dalam tiga kategori menurut
unsur pembentuknya, yakni golongan protein (peptida), golongan steroid,
dan golongan asam lemak.Berikut penjelasan dari ketiga golongan hormon
diatas, sebagai berikut.
1. Hormon protein atau polipeptida bermolekul besar dengan berat
molekul 300-70.000 dalton dengan sifat-sifat mudah dipisahkan oleh
enzim sehingga tidak dapat diberikan melalui oral tetapi harus
diberikan melalui suntikan (Contohnya : Gn-RH).
2. Hormon steroid mempunyai berat molekul 300-400 dalton. Hormon
steroid alami tidak efektif apabila diberikan melalui oral, tetapi steroid
sintesis dan yang berasal dari tumbuhan dapat diberikan melalui oral
maupun suntikan (Contohnya : estrogen, progesteron, dan androgen).
3. Hormon asam lemak mempunyai berat molekul 400 dalton dan hanya
dapat diberikan melalui suntikan (Contohnya: prostaglandin) (Luqman,
1999).
14
b. Hormon-hormon Reproduksi Primer
1. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak di dalam legokan pada dasar ruang otak
yang dikenal sebagai sella turcic. Kelenjar ini mensekresikan
sejumlah hormon-hormon, seperti Melanophore Stimulating Hormone
(MSH) dan Vasopressin juga disekresikan oleh kelenjar hipofisis.
MSH mengatur sintesis dan penyebaran melanin sedangkan
Vasopressin mempengaruhi tekanan darah dan keseimbangan air dalam
tubuh.
2. Hormon-hormon gonadotropin
Kelenjar adenohipofisis mensekresikan tiga hormon gonadotropin
yaitu, FSH, LH, dan LTH. Hormon-hormon ini sangat penting dalam
pengaturan ovarium dan testis untuk produksi ovum dan spermatozoa
dan pelepasan hormon-hormon gonadal yaitu testosteron, estradiol, dan
progesterone (Anonim, 2016).
Fungsi utama FSH menstimulasi pertumbuhan dan pematangan folikel
deGraaf di dalam ovarium dan spermatogenesis di dalam tubuli
semeniferi testis. FSH murni menstimulir pertumbuhan folikel pada
hewan betina yang dihipofisektomi tetapi tidak menyebabkan ovulasi,
luteinisasi, atau stimulasi terhadap jaringan interstistial ovarium.
Luteinizing Hormon (LH) bekerja sama dengan FSH untuk
menstimulir pematangan folikel dan pelepasan estrogen. Sesudah
pematangan folikel, LH menyebabkan ovulasi dengan menggertak
15
pemecahan dinding sel dan pelepasan ovum. FSH dan LH bersifat
sinergistik dalam pengaruhnya terhadap gonad. Keduanya terdapat
dalam berbagai perbandingan yang berimbang sesuai dengan berbagai
kondisi atau tahap siklus kelamin dari berbagai jenis hewan.
Luteotropic Hormone (LTH) atau Prolaktin.Hormon ini merupakan
hormon protein dengan berat molekul 22.000 sampai 35.000. prolaktin
yang berasal dari domba dan sapi tampaknya terdiri dari satu rantai
peptida tunggal dengan suatu konfigurasi siklis dan mengandung
jembatan-jembatan disulfide (Anonim, 2016).
3. Hormon Gonadal
Gonad, yaitu testis pada hewan jantan dan ovarium pada hewan betina
sebagai organ-organ kelamin merupakan tempat pembentukan hormon-
hormon kelamin jantan dan betina selain fungsinya sebagai penghasil
gamet atau sel-sel kelamin. Pada umumnya, hormon-hormon gonadal
berfungsi mempertahankan organ-organ kelamin pelengkap dan sifat-
sifat kelamin sekunder (Linda dan Danny, 2008).
Androgen atau testosteron merupakan hormon kelamin jantan
diproduksi di dalam testis dan sedikit oleh korteks adrenal. Selain
androgen, testis juga menghasilkan sejumlah kecil
estrogen.Testosteron dan testis berfungsi untuk:
a. Diferensiasi seksual organ-organ kelamin luar dan penurunan testis
kedalam skrotum pada fetus yang baru lahir.
16
b. Keratinisasi epithel praeputium, pemisahan glands penis dari
praeputium, serta pertumbuhan penis dan praeputium pada
pubertas.
c. Pertumbuhan dan kelangsungan fungsi kelenjar-kelenjar kelamin
untuk menghasilkan cairan atau plasma semen pada waktu
ejakulasi.
d. Keinginan kelamin atau libido dan kesanggupan untuk ereksi serta
ejakulasi.
e. Perkembangan sistem-sistem kelamin sekunder yang khas bagi
hewan jantan, misalnya pertumbuhan tanduk, bentuk tubuh yang
kecil pada pinggul, jengger ayam dan perubahan suara.
f. Kelangsungan sekretoris dan aktivitas absorbsi dan struktur ductulli
eferentes, epididimis, ductus defferensia termasuk ampula.
g. Spermatogenesis, perkembangan dan pematangan spermatid dan
spermatozoa didalam saluran-saluran testiskuler dan
memperpanjang umur sperma di dalam epididymis.
h. Aktifitas metabolik terhadap protein (Linda dan Danny,2008).
Pada prinsip nya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus
(bagian dari otak). Hipotalamus mengatur sekresi banyak kelanjar yang
lain, terutama melalui pituitari yang mengontrol kelenjar-kelenjar yang
lain. Hipotalamus akanmemerintahkan kelenjar pituitari untuk
mensekresikan hormonnya dengan mengirim faktor regulasi ke lobus
anteriornya dan mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya. Fungsi
17
hormon reproduksi yakni merangsang keluarnya hormon-hormon lain,
mempengaruhi fungsi gonad, activator sexual, mempertahankan
kebuntingan, dan melisis corpus luteum (Dellmaan, 1992).
E. Pepaya (Carica papaya L.)
1. Morfologi dan Taksonomi Pepaya
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian Selatan dan
bagian Utara dari Amerika Selatan. Tanaman ini menyebar ke Benua
Afrika dan Asia serta India.Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai
negara tropis, termasuk Indonesia di abad ke-17 (Kalie, 1996). Menurut
Cronquist (1981), suku Caricaceae memiliki empat marga, yaitu Carica,
Jarilla, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga marga pertama merupakan
tanaman asli Meksiko bagian Selatan serta bagian Utara dari Amerika
Selatan, sedangkan marga keempat merupakan tanaman yang berasal dari
Afrika.Marga Carica memiliki 24 jenis, salah satu diantaranya adalah
papaya. Kedudukan taksonomi tanaman pepaya dalam ITIS (2018) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
18
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Brassicales
Family : Caricaceae
Genus : Carica
Species : Carica papaya L.
Bentuk dan susunan tubuh bagian luar tanaman pepaya termasuk tumbuhan
yang umur sampai berbunganya dikelompokkan sebagai tanaman buah-
buahan semusim, namun dapat tumbuh setahun lebih. Sistem
perakarannya memiliki akar tunggang dan akar-akar cabang yang tumbuh
mendatar ke semua arah pada kedalaman 1 meter atau lebih menyebar
sekitar 60-150 cm atau lebih dari pusat batang tanaman. Batang tanaman
berbentuk bulat lurus, di bagian tengahnya berongga, dan tidak
berkayu.Ruas-ruas batang merupakan tempat melekatnya tangkai daun
yang panjang, berbentuk bulat, dan berlubang. Daun pepaya bertulang
menjari dengan warna permukaan atas hijau-tua, sedangkan warna
permukaan bagian bawah hijau-muda (Kalie, 1996). Morfologi tumbuhan
pepaya dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Gambar 2. Buah PepayaSumber :Barus (2008)
2. Kandungan Biji Pepaya
Biji pepaya dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional karena
mengandung sejumlah bahan aktif. Menurut Sukadanaet al. (2008) bahan
aktif yang terkandung dalam biji pepaya mampu bekerja untuk
memperbaiki kondisi yang sakit. Secaratradisional biji pepaya dapat
dimanfaatkan sebagai obat cacing gelang, gangguan pencernaan, diare,
penyakit kulit, bahan baku obat masuk angin dan kontrasepsi pria.
Yuniwati (2008) melaporkan bahwa biji pepaya mengandung senyawa
metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolitmerupakan senyawa
yang dihasilkan dari proses metabolisme yang terjadi di dalam biji. Biji
pepaya mengandung senyawa metabolit primer seperti lemak 9,5%, protein
8,5%, abu 1,47%, karbohidrat 9,44%, dan cairan 71,89%. Menurut Kamil
(1986) karbohidrat yang terdapat pada biji pepaya dipakai sebagai sumber
energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkecambahan, pembelahan
dan pemanjangan sel sebagai bahan pembentuk dinding sel baru. Lemak
20
lebih banyak terdapat pada biji sebagai cadangan, sumber energi bagi
pertumbuhan tanaman. Fungsi utama air dan protein adalah sebagai
pembentukan protoplasma pada permulaan pertumbuhan. Biji pepaya
diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan glikosida
alkaloid, triterpenoid, flavonoid, saponin, dan tanin. Kandungan senyawa
metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji
pepaya. Disampingmengandung senyawa metabolit sekunder,biji pepaya
juga mengandung enzim proteolitik seperti papain dan chymopapain
(Yurnadiet al., 2002).
Triterpenoid yang terdapat dalam biji pepaya merupakan senyawa yang
kerangka karbonnya berasal dari 6 satuan isoprene dan secara biosintesis
diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid jenis
tetrasiklik memiliki keserupaan dan kemungkinan adanya kaitan
biogenesis dengan steroid. Senyawa ini dianggap sebagai senyawa antara
biosintesis steroid, senyawa harus dibuat sekurang-kurangnya dalam
jumlah kecil, oleh semua makhluk yang mensistesis steroid (Harborne,
1987).
Rustaman dan Anshori (2005) menyatakan bahwa ekstrak biji pepaya
mengandung bahan aktif steroid, triterpenoid, alkaloid, dan estradiol (E2)
maupun hormon progesteron (P4) yang dapat menyebabkan terganggunya
sekresi FSH dan LH. Estradiol menyebabkan penekanan hipotalamus dan
hipofisis anterior sehingga menyebabkan GnRH dan hormon Gonadotropin
(FSH dan LH) terhambat. Hormon progesteron akan menghambat sekresi
21
FSH yang mengakibatkan gangguan proses spermatogenesis, FSH juga
berperan penting dalam menunjang tahap pematangan maupun reduksi
meiosis dari spermatosit menjadi spermatid.
3. Pengaruh Enzim Papain Terhadap Struktur Tubulus Seminiferus
Papain pada pepaya merupakan suatu protease, yaitu enzim pemecah
protein. Papain termasuk endopeptidase, bersifat menghidrolisis ikatan
peptida yang terletakdi tengah rantai peptida. Menurut Wiji (2006), papain
dan chymopapain yang terkandung dalam ekstrak biji pepaya mempunyai
kemampuan menguraikan ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga
protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Protein sebagai bahan
baku sintesis hormon reproduksi, jika protein teruraimaka sintesis hormon
reproduksi juga menurun.
Menurut Satriyasa (2010), papain dapat menekan spermatogenesis dan
menyebabkan degenerasi tubulus seminiferus. Papain dapat merusak
organel sel Sertoli dan sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit,
spermatid, dan spermatozoa). Penurunan jumlah sel Sertoli dan sel
spermatogenik diakibatkan penurunan kadar hormon reproduksi sehingga
komponen sel dan tubulus seminiferus mengalami degradasi. Bila keadaan
ini berlanjut menyebabkan proses spermatogenesis terganggu dan akhirnya
jumlah spermatozoa menurun.
Wiji (2006) melaporkan bahwa mekanisme penghambatan
spermatogenesis oleh papain adalah masuk melalui saluran cerna,
kemudian terjadi penyerapan di usus setelah itu masuk ke dalam peredaran
22
darah menuju hipotalamus sehingga dapat menekan sekresi GnRH.
Akibatnya sekresi FSH dan LH juga menurun. Penurunan FSH akan
mempengaruhi sel Sertoli dalam menghasilkan nutrien dan hormon ABP.
Penurunan ABP akan berakibat pada gangguan spermatogenesis seperti
penurunan spermatogonium. Spermatogonium merupakan stem cell dari
sel-sel spermatogenik, jika spermatogonium berkurang maka terjadi
penurunan spermatozoa.
23
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Maret 2018 di
Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung. Pembuatan ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.)
dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Untuk pembuatan preparat
histologi dilakukan di Laboratorium Patologi Balai Penyidikan dan Pengujian
Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung.
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau yang berfungsi
untuk membelah buah pepaya, nampan yang berfungsi untuk menampung biji
pepaya, oven yang berfungsi untuk mengeringkan biji pepaya, alat penumbuk
yang berfungsi untuk menghaluskan biji pepaya, penyaring dan pompa vacum
yang berfungsi untuk menyaring filtrat, timbangan yang berfungsi untuk
menimbang biji pepaya, gelas ukur yang berfungsi untuk mengukur
banyaknya etanol yang dibutuhkan, tabung reaksi yang berfungsi untuk
menampung filtrat hasil reaksi, botol film yang berfungsi untuk menampung
ekstrak biji pepaya, pipet tetes yang berfungsi untuk mengambil ekstrak biji
24
pepaya, jarum suntik yang berfungsi untuk alat pencekok ekstrak biji pepaya,
alat bedah yang berfungsi untuk membedahhewan uji, mikroskop yang
berfungsi untuk mengamati preparat histologi, rak kandang mencit yang
berfungsi untuk meletakkan kandang mencit, kandang mencit (sekam padi,
tempat makan dan minum serta pakan mencit) yang berfungsi untuk tempat
tinggal mencit, label yang berfungsi untuk memberi label pada objek
pengamatan, tisu yang berfungsi untuk membersihkan sisa zat warna pada
objek gelas, dan alat tulis yang berfungsi untuk mencatat data hasil penelitian.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji pepaya yang berfungsi
untuk bahan utama yang di uji efeknya , alkohol yang berfungsi untuk
setrilisasi, aquabides yang berfungsi untuk larutan pada perlakuan kontrol,
mencit jantan (Mus musculus L.) yang berfungsi untuk hewan uji dan larutan
kloroform yang berfungsi untuk larutan pembius saat pembedahan.
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Ekstrak
Menyiapkan biji pepaya kemudian dibersihkan. Setelah dibersihkan, biji
pepaya kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari dan dikeringkan
menggunakan oven sampai benar-benar kering. Biji pepaya yang sudah
kering dihaluskan dengan cara ditumbuk sehingga berbentuk serbuk kering
atau seperti tepung. Kemudian tepung biji pepaya direndam dalam etanol
untuk dimaserasi. Cairan yang diperoleh kemudian disaring dengan
bantuan pompa vacum sehingga menghasilkan filtrat. Filtrat kemudian
dievaporasi menggunakan rotari evaporator hingga terbentuk ekstrak.
25
Pada saat akan digunakan, ekstrak biji pepaya ditimbang sesuai dengan
dosis perlakuan. Ekstrak yang didapatkan disimpan dalam botol film di
tiap-tiap dosis.
2. Pemeliharaan Mencit
Hewan uji yangdigunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan
sebanyak 20 ekor berumur 3 bulan, fertil, dengan berat 30-40 gram yang
dibagi dalam 4 kelompok yaitu satu kelompok kontrol, dan tiga kelompok
perlakuan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Sebelum diberi
perlakuan, semua mencit di aklimatisasi terlebih dahulu selama satu
minggu. Mencit diberi makan pellet dan air minum yang dilakukan dua
kali setiap harinya, perlakuan dilakukan selama 35 hari.
3. Perhitungan Penetapan Dosis
1 ml = 0,86 g
0,4 ml = ekstrak yang diperlukan dalam satu kali pencekokan
Contoh
Perlakuan C : Dosis 45mg/40gBB dalam 0,4 ml aquabides
45 mg = ...... ml
45 mg/ 0,86 g = 0,045 g/ 0,86 g x 1 ml
= 0,052 ml x 14 x 50
= 36,4 ml
Keterangan : 14 = lama waktu pemberian ekstrak
50 = jumlah atau banyaknya mencit (Agustina, 2008).
26
Sehingga dalam penelitian ini, banyaknya ekstrak biji pepaya yang akan
disediakan untuk 20 ekor mencit selama 35 hari pemberian ekstrak adalah:
1. Kelompok K= Kontrol Aquabides
2. Kelompok P1= 2 mg/40gBB0,35ml
3. Kelompok P2= 4 mg/40gBB0,87 ml
4. Kelompok P3= 8 mg/40gBB 1,23 ml
4. Pemberian Perlakuan
Sebelum perlakuan, dilakukan penimbangan berat badan mencit. Mencit
jantan dibagi dalam 4 kelompok perlakuan, masing-masing terdiri dari 5
ekor. Pada penelitian ini ekstrak biji pepaya diberikan secara oral atau
dicekok dengan menggunakan aquabides sebagai kontrol sehingga
menurut Yorijuly (2012) presentase yang digunakan adalah 1%. Hewan
uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan dengan berat
sekitar 40 gram, sehingga rumus perhitungan volume penggunaan
aquabides yaitu sebagai berikut.
Volume pemberian = Berat x Persen Pemberian
=40 gram x 1%
=40 gram x (1 ml/100 gram)
= 0,4 ml
Menurut Chirstijanti (2009), dosis ekstrak biji pepaya yang diberikan
adalah sebagai berikut :
A. Kolompok K : Kontrol
B. Kolompok P1 : 10 mg/200 gr BB
27
C. Kolompok P2 : 20 mg/200 gr BB
D. Kolompok P3 : 40 mg/200 gr BB
Dosis tersebut diberikan pada hewan uji Tikus Putih yang beratnya 5 x
dari berat mencit (Mus musculus L) sehingga dosis ekstrak biji pepaya
yang digunakan adalah :
A. Kelompok K(kontrol) diberi 0,4 ml aquabides.
B. Kelompok P1 diberi dosis 2 mg/40 g BB dalam 0,4 ml aquabides .
C. Kelompok P2diberi dosis 4 mg/40 g BB dalam 0,4 ml aquabides.
D. Kelompok P3diberi dosis 8 mg/40 g BB dalam 0,4 ml aquabides.
Pencekokan dilakukan setiap pagipada pukul 08.00 WIB selama 35 hari.
5. Proses Pembedahan Mencit
Setelah mencit diberi perlakuan selama 35 hari, kemudian dilakukan
pembedahan. Mencit yang dibedah terlebih dahulu diberi kloroform dan
diletakkan pada bak parafin. Spesimen dibuka perutnya untuk diambil
testisnya. Testis yang telah dipotong difiksasi dengan buffer formalin 10%
di dalam botol, kemudian dibawa ke Laboratorium Patologi Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar
Lampung untuk dibuat preparat histologi sehingga tubulus seminiferus
dapat diamati.
28
D. Pengamatan
1. Teknik Pembuatan Slide
a. Trimming
Trimming merupakan poses pemotongan tipis jaringan setebal kurang
lebih 4 mm dengan orientasi sesuai organ yang akan dipotong yaitu
pada bagian testis. Proses ini dilakukan setelah sebelumnya spesimen
yang berupa potongan organ difiksasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan pengawet yang berupa buffer formalin atau 10%
formalin. Setelah itu potongan jaringan testis tersebut dimasukkan ke
dalam embedding casette.
b. Dehidrasi
Proses dehidrasi dilakukan dengan menggunakan tissue processor
yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam jaringan.
Proses ini dilakukan secara bertahap dengan menggunakan larutan
alkohol (konsentrasi 70-100%). Setelah proses dehidrasi selesai
dilanjutkan dengan proses clearin’ menggunakan larutan xylol dan
impregnasi menggunakan larutan paraffin.
c. Embedding
Setelah melalui proses dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam
embedding cassette dipindahkan ke dalam base mold, kemudian diisi
29
dengan parafin cair, yang selajutnya dilekatkan pada balok kayu
ukuran 3x3 cm.
d. Cutting
Proses cutting dilakukan dalam ruangan dingin. Sebelumnya blok
terlebih dahulu didinginkan. Pemotongan diawali dengan pemotongan
kasar yang selanjutnya dilakukan pemotongan halus dengan ketebalan
4-5 mikron. Setelah dipotong, pilih lembaran potongan yang paling
baik, apungkan di air. Kemudian pindahkan lembaran jaringan ke
dalam water bath selama beberapa detik sampai mengembang
sempurna. Selanjutnya menempatkan jaringan pada slide bersih
dengan cara menyendok lembaran jaringan tersebut di dalam water
bath. Setelah itu, slide ditempatkan pada inkubator (suhu 370C)
selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
e. Staining
Setelah jaringan melekat sempurna, selanjutnya di lakukan pewarnaan
slide dengan menggunakan teknik pewarnaan Hematoxylin Eosin
(HE).
f. Mounting
Penetesan bahan mounting dilakukan dengan menggunakan canada
balsam dan ditutup dengan coverglass, cegah jangan sampai terbentuk
gelembung udara.
30
g. Pembacaan Slide
Pembacaan slide dilakukan dengan memeriksa slide di bawah
mikroskop cahaya dan membedakan antara spermatogonia,
spermatosit, dan spermatid dari tubulus seminiferus mencit tersebut.
2. Parameter Yang Diamati
Preparat testis diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya,
pengamatan meliputi sel-sel spermatogenik dari lapisan basalis kearah
lumen tubulus seminiferus.
Parameter yang diamati dalam penelitian adalah jumlah sebagai berikut.
1. Populasi sel spermatogenik yaitu sel spermatogonia, sel spermatosit,
dan sel spermatid.
2. Diameter tubulus seminiferus
3. Tebal epitel tubulus seminiferus
Pengamatan sel-sel spermatogenik dilakukan dengan menghitung jumlah
sel-seltersebut secara manual. Penghitungan jumlah sel-sel tersebut
dilakukan pada setiap tubulus seminiferus yang telah dipilih. Pengamatan
dilakukan pada potongan melintang tubulus seminiferus yang diambil
secara random.
Pengukuran diameter dan tebal epitel tubulus seminiferus dilakukan
dengan menggunakan mikrometer pada lensa okuler. Pengukuran
diameter tubulus seminiferus menggunakan mikroskop dengan perbesaran
31
40 x 10, pengamatan sel-sel spermatogenik dilakukan dengan mikroskop
dengan perbesaran 40 x 10.
E. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan mencit jantan
sebagai hewan uji. Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Digunakan metode RAL karena unit eksperimen
dianggap bersifat homogen dan perlakuan dilakukan secara acak.
Penelitian ini terdiri dari 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol
dengan lima kali ulangan.
1. Kelompok Kontrol (K) : Perlakuan dengan aquabides
2. Kelompok Perlakuan I (P1) : Kelompok perlakuan 1, mencit
diberiektrak biji pepaya sebanyak
2 mg/gBB.
3. Kelompok Perlakuan II (P2) :Kelompok perlakuan 2, mencit
diberiekstrak biji pepaya sebanyak
4 mg/gBB.
4. Kelompok Perlakuan III (P3) : Kelompok perlakuan 3, mencit
diberi ekstrak biji papaya sebanyaK
8 mg/gBB.
32
Adapun rancangan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut.
Keterangan :
K : Kelompok Kontrol U1 : Ulangan 1
P1 : Kelompok Perlakuan 1 U2 : Ulangan 2
P2 : Kelompok Perlakuan 2 U3 : Ulangan 3
P3 : Kelompok Perlakuan 3 U4 : Ulangan 4
U5 : Ulangan 5
F. Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Apabila terdapat
perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) dengan taraf 5%.
P2U5P2U3P3U5KU1
P1U1 P2U4P3U1P2U2
P1U3 P3U4KU2P2U1
KU5 P1U2 KU3P3U3
KU4 P3U2 P1U4P1U5
33
G. Diagram Alir Metode Penelitian
Gambar 3. Diagram Alir Metode Penelitian
Mulai
Persiapan Penelitian:
Persiapan Hewan Uji Persiapan Bahan Persiaan Alat
Penyusunan Laporan
Interpretasi Data
Perlakuan Dengan Pemberian Ekstrak Biji pepaya
Analisis preparat histologi tubulusseminiferus
Selesai
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian
ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap mencit (Mus musculus L.):
1. Tidak berpengaruh terhadap jumlah sel spermatogonia.
2. Berpengaruh terhadap jumlah sel spermatosit pada dosis 8 mg/40grBB.
3. Berpengaruh terhadap jumlah sel spermatid.
4. Tidak berpengaruh terhadap diameter tubulus seminiferus.
5. Berpengaruh terhadap ketebalan epitel tubulus seminiferus.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek jangka panjang terhadap
fertilitas dari pemberian ekstrak bijipepaya sebagai bahan antifertilitas serta
perlu dilakukan uji toksisitas ekstrak biji pepaya terhadap organ-organ yang
terkait seperti hepar dan ginjal.
54
DAFTAR PUSTAKA
Adimunca, C. 1996. Kemungkinan Pemanfaatan Ekstrak Buah Pare sebagaiBahan Kontrasespsi Pria. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran. Vol. 112.Hlm. 12-14.
Agustina, I. 2008. Aktivitas Folikulogenesis Mencit (Mus musculus L.) SetelahPemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.). Srikpsi.Jurusan Biologi FMIPA.Unila. Lampung
Anonim. 2016. Hormon Reproduksi.https://veterinariangirl.wordpress.com/2016/02/06/hormon-reproduksi/diakses pada tanggal 28 Mei 2018 pukul 00.01 WIB.
Barus, A. 2008.Agroteknologi Tanaman Buah-buahan. USU-Press. Medan.
Bevelander, G dan Ramaley. 1988.Dasar-dasar Histologi. Penerbit Erlangga.Jakarta.
Campbell, Reece-Mitchell. 2004. Biologi, Edisi Kelima, Jilid 3. Alih BahasaWasmen Manulu. Erlangga. Jakarta
Christijanti, W. 2009. Penurunan Jumlah dan Motilitas Spermatozoa SetelahPemberian Ekstrak Biji Pepaya (Kajian Potensi Biji Papaya sebagai BahanKontrasepsi Alternatif). Biosaintifika.Vol.1(1). Halaman 19-26
Cronquist, A. 1981.An Integrated System of Classification of Flowering Plants.New York.Columbia University Press.477
Danial. 2005. Pengaruh Pemberian Timbal (Pb) Asetat Peroral terhadap BeratTestis, Diameter dan Tebal Epitel Tubulus Seminifreus Testis Mencit(Mus musculus) Jantan.Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca SarjanaUnuversitas AirlanggaSurabaya. Surabaya.
Dellmaan, B. 1992.Buku Teks Histologi Veteriner II 3rd. UI Press. Jakarta.
Effendi, E.M.dan S. Manafis. 2002. Respon Komposisi Dosis HormonPMSGDan HCG Terhadap Hasil Superovulasi dan Perkembangan In VitroEmbrio Mencit umur 2 hari.Ekologia.Vol.2. No. 1.Hlm.19-24.
55
Elyal, B dan D. Kusmana. 2002. Pengaruh Infus Daun Puding(Polyscias gulfolyet L.H Bailey) Terhadap Kualitas Spermatozoa Tikusjantan (Rattus norvegicus) Galur DDY. Jurnal makara, sains. Vol. 6. No.2. Hlm. 99-104.
Guyton, A.C.1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7 Bagian III.ECGPenerbit Buku Kedokteran. Jakarta
Harborne, J.B.1987. Metode Fitokimia.ITB. Bandung.
Heckert, L. L., D. Michael, dan Grisworld. 2002. The Expression of theFollicle stimulating Hormone Receptor in Spermatogenesis.Article theEndocrine Society al rights of reproduction in any from reserved. Pages129-148.
Integrated Taxonomic Information System (ITIS). 2018. Taxonomic Hierarchy ofCarica papaya L.http://itis.gov/servlet/singlerpt? Diakses pada Tanggal 7Juni 2018 pukul21.58 WIB
Integrated Taxonomic Information (ITIS). 2018. Taxonomic Hierarchy of MusmusculusL.http://itis.gov/servlet/singlerpt? Diakses pada Tanggal 7 Juni2018 pukul21.59 WIB
Isnaeni, W. 2006.Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Jonathan, J. and B.P.J. Hariadi. 1999. Imperata cirillo. In: de Padua, L.S., N.Bunyapraphatsara, and R.H.M.J. Lemmens (eds). Plants Resources ofSouth-East Asia No. 12 (1).Medicinal and Poisonous Plant 1.Leiden:Backhuys Publishers.
Junquiera, L. C. dan Cameriro. 1988. Basic Hitology. 3rd Edition.Terjemahan: H.Dharma.ECG Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Kalie, M. B. 1996. Bertanam Pepaya. Edisi Revisi. PenerbitSwadaya. Jakarta.
Kamil, J. 1986. Tekonologi Benih. Angkasa. Padang.
Kusumaningrum, E. 2008. Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya (Carica papayaL.) terhadap Spermatogenesis Mencit (Mus musculus). Skripsi tidakditerbitkan. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.Surabaya.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba.Gadjah MadaUniversity Press.Yogyakarta.
Linda J. H.,and J. S. Danny. 2008. At a Glance: Sistem Reproduksi.EGC. Jakarta.
56
Lohiya, M., Mishra, Pathak, Sriram, Bhande, and Panerdoss. Chloroformextract of Carica papaya seeds induces long-term reversible azoospermiain Langur monkey. Asian J Androl. 2002. 4 (1): 17-26.
Luqman, M., 1999.Fisiologi Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas Airlangga. Surabaya.
Mogea, J.P., D. Gandawidjaja, H. W. Adinata, R.E. Nasution, dan Irawati.2001.Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan PengembanganBiologi-LIPI. Bogor.
Nalbdanov, A. V. 1990. Fisiologi reproduksi pada Mamalia dan Unggas.Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Nasution, R.E. 1992. Prosiding Seminar dan Loka Karya Nasional Etnobotani.Departement Pendidikan dan Kebudayaan RI-LIPI. Perpustakaan NasionalRI. Jakarta.
Nwaehujor, C. O., J. O. Ode, M. R. Ekweredan, and R. I. Udegbunam. 2014.Anti-fertility effect of fraction from Carica papaya (PawPaw) Linn.Metanholrootextract in male Wistar rats.Arabian Journal of Chemistry.Halaman 1-6.
Patodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.
Prajogo B, Widjiati, dan M. Tandjung.2003. Pengaruh Fraksi PolifenolGendarussa vulgaris Nees.pada Penurunan Aktivitas HialuronidaseSpermatozoa Mencit melalui Uji Fertilisasi in Vitro.J Penelit MedEksakta, 4(1).
Prajogo, B., S. A. Whida, E. Wiwied, dan Widjiati. 2007. Pengaruh DaunJustica gendrarrusa Burnn. F. Terhadap Pacuan Apoptosis Sel KankerPayudara.Jurnal Pharmacon. Vol 9.No. 1. Hlm. 21-26.
Priyambodo. 1993. Pengendalian Hewan Tikus Terpadu. Penebar Swadaya.Jakarta.
Purnomo, B.B. 2008.Dasar-dasar Urologi.Fakultas Kedokteran UniversitasBrawijaya. Malang.
Rahayu, M., Wardah, dan Hamzah. 1999. Pemanfaaatan tumbuhan sebagai obattradisional oleh suku Saluan, Sulawesi Tengah. Seminar PERHIPBACabang Jakarta.Universitas Pancasila.Depok.23 Juli 1999.
Rustaman, M .A., danJ. A. Anshori. 2005. Skrining Fitokimia Tumbuhan diKawasan Gunung Kuda Kabupaten Bandung Seabagai PenelaahanKeanekaragaman Hayati.Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
57
Santosa, S. O. 1993. Perkembangan Obat Tradisional di Indonesia dan Upayapengembangan Sebagai Obat Alternatif. Universitas Indonesia. Jakarta.
Satriyasa, B.K. 2005. Fraksi Heksan Ekstrak Biji Pepaya Muda DapatMenghambat proses Spermatogenesis mencit jantan Lebih Besar DaripadaFraksi Metanol Ekstrak Biji Pepaya Muda. Jurnal Penelitian Juli 2005.Bagian Fharmakologi Ilmu Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.Bali.
Satriyasa, B. K. dan W. I. Pangkahila. 2010. Fraksi Heksan dan fraksi MetanolEkstrak Biji Pepaya Muda Menghambat Spermatogonia Mencit (MusMusculus) Jantan.Jurnal Veteriner. 11 (1): 36-40.
Sherwood, L., Kldanorf, Hillar, Yance, dan H., Paul. 2005. AnimalPhysiology Form Gees to Organism. Thomson Books/cole. United States.
Siburian, J., J. Marlina dan A. Johari. 2008. Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya(Carica papaya L.) Pada Tahap Prakopulasi Terhadap Fungsi ReproduksiMencit (Mus musculus L.)Swiss Webster Betina.Laporan Penelitian. PSPendidikanBiologi Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Jambi.1:1-5.
Soeradi, O. dan Y. A. Nugroho. 2002. Toksisitas Akut dan Efek PemberianEkstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap StrukturAnatomi Tubulus Seminiferus Testis Tikus Putih.Jurnal Bahan AlamIndonesia. 1(1):35-37.
Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan danPenggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Tikus Laboratorium(Rattus norvegicus): 37- 57. Penerbit Universitas Indonesia.
Sukadana, I. M., S. R. Santi dan N. K. Juliarti. 2008. Aktivitas AntibakteriSenyawa Golongan Triterpenoid dari Biji Pepaya (Carica papaya L.).Jurnal Kimia. 2(1): 15-18.
Susiarti, S., E. Munawaroh, and S.F.A.F. Horsten. 1999. JatrophaL. In: dePadua,L.S., N. Bunyapraphatsara, and R.H.M.J. Lemmens (eds). PlantsResources of South-East Asia.No. 12 (1).Medicinal and Poisonous Plant1.Backhuys Publishers. Leiden.
Sutarno. 2015. Biodiversitas Indonesia: Penurunan dan Upaya Pengelolaanuntuk Menjamin Kemandirian Bangsa. Vol 1(01).
Syaifuddin. 2011.Fisiologi Tubuh Manusia.Salemba Medica. Jakarta.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Angkasa. Bandung.
Udoh, P.,I. Essien, dan F. Udoh. Effercts of Carica papaya (paw-paw) seed
58
extracton the morphology of pituitary-gonad axis of male Wistar rats.PhytothRes. 2005. 19:1065-1068.
Walker, V. dan Barnes, diterjemahkan oleh Soegiri, N. 1988.Zoologi Umum.Erlangga. Jakarta.
Widjaya, E. A., Y. Rahayuningsih, J. S. Rahajoe, R. Ubaidillah, I. Maryanto, E. B.Waluyo, dan G. Semiadi. 2014. Kekinian Keanekaragaman HayatiIndonesia. LIPI Press.Kementrian Lingkungan Hidup dan Bappenas.
Wilopo, S.A. 2006. Perkembangan Teknologi Kontrasepsi Pria Terkini, GemaPria,http://pikas.bkkbn.go.id/gemapria/ articledetail.php.
Wijayakusuma, D., dan Wirian. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat d3244Wiji, I. 2006. Pengaruh Filtrat Buah Pepaya (Carica papaya L.) Muda tehadap
Jumlah Spermatozoa.Skripsi Tidak Diterbitkan. Jurusan Biologi FMIPAUniversitas Muhammadyah Malang. Malang.
Yatim, W. 1996.Histologi.Tarsito. Bandung.
Yorijuly. 2012. Perhitungan dosis untuk hewan percobaan. http:/yorijuly14.Wordpress.com/2017/11/01/perhitungan-dosis-untuk-hewan-percobaan.Diakses tanggal 1 November 2017 pukul 10.23 WIB
Yuniwati, M. dan A. Purwanti. 2008. Optimasi kondisi proses minyak biji pepaya.Jurnal Teknologi Technoscientia. Jurusan Teknik Kimia. Yogyakarta ISTAkprind. 1(1): 76
Yurnadi, S. P., D. P. Ari, dan O. Soeradi. 2002. Pengaruh Penyuntikan Ekstrakbiji pepaya (Carica papaya.) terhadap Konsentrasi Spermatozoa danKeadaan Sel Spermatogenik Tikus jantan (Rattus norvegicus L.) strainLMR. Makara, Kedokteran dan Kesehatan, 5(1): 19-25.
Yuwono S.S., E. Sulaksono, dan R. P. Yekti. 2006. Keadaan Nilai Normal BakuMencit Strain CBR Swiss Derived di Pusat Penelitian Penyakit Menular.http://www.kalbefarma.com/filesedk/15keadaannilainormal92.pdf/15- -0keadanilainormal/92.html