Gabung

16
NEUROPROTEKTOR Neuroproteksi merujuk kepada preservasi dari struktur dan atau fungsi neuronal. Pada kasus cedera yang terus menerus (cedera neurodegeneratif), preservasi relatif dari integritas neuronal termasuk menurunkan angka neuronal loss seiring dengan berjalannya waktu. 1 Neuroprotektor merupakan opsi terapi yang banyak digunakan pada kelainan susunan saraf pusat (SSP / Central Nervous System, CNS) seperti penyakit neurodegeneratif, stroke, Traumatic Brain Injury, dan Spinal cord injury. 2 Neuroprotektor bertujuan untuk mencegah atau memperlambat progresi penyakit dan secondary injuries dengan menghentikan atau memperlambat proses kerusakan/kehilangan neuron. 2 Meskipun terdapat perbedaan pada gejala atau cedera yang berhubungan dengan kelainan CNS, kebanyakan mekanisme yang mendasari neurodegenerasi adalah sama. Mekanisme yang umum termasuk peningkatan level dari stres oksidatif, disfungsi mitokondria, eksitoksisitas, perubahan inflamasi, akumulasi besi, dan agregasi protein. 2,3,4 Kebanyakan mekanisme dari terapi neuroprotektor menargetkan pada terapi stres oksidatif dan eksitoksisitas yang mana keduanya memiliki asosiasi yang sangat tinggi dengan kelainan CNS. Stres oksidatif dan eksitoksisitas tidak hanya menyebabkan kematian sel

description

gabung

Transcript of Gabung

Page 1: Gabung

NEUROPROTEKTOR

Neuroproteksi merujuk kepada preservasi dari struktur dan atau fungsi neuronal.

Pada kasus cedera yang terus menerus (cedera neurodegeneratif), preservasi relatif

dari integritas neuronal termasuk menurunkan angka neuronal loss seiring dengan

berjalannya waktu.1 Neuroprotektor merupakan opsi terapi yang banyak

digunakan pada kelainan susunan saraf pusat (SSP / Central Nervous System,

CNS) seperti penyakit neurodegeneratif, stroke, Traumatic Brain Injury, dan

Spinal cord injury.2

Neuroprotektor bertujuan untuk mencegah atau memperlambat progresi

penyakit dan secondary injuries dengan menghentikan atau memperlambat proses

kerusakan/kehilangan neuron.2 Meskipun terdapat perbedaan pada gejala atau

cedera yang berhubungan dengan kelainan CNS, kebanyakan mekanisme yang

mendasari neurodegenerasi adalah sama. Mekanisme yang umum termasuk

peningkatan level dari stres oksidatif, disfungsi mitokondria, eksitoksisitas,

perubahan inflamasi, akumulasi besi, dan agregasi protein. 2,3,4 Kebanyakan

mekanisme dari terapi neuroprotektor menargetkan pada terapi stres oksidatif dan

eksitoksisitas yang mana keduanya memiliki asosiasi yang sangat tinggi dengan

kelainan CNS. Stres oksidatif dan eksitoksisitas tidak hanya menyebabkan

kematian sel neuron, tetapi ketika dikombinasi dapat menimbulkan efek sinergis

yang dapat menyebabkan degradasi yang lebih luas. Maka dari itu, membatasi stre

oksidatif dan eksitoksisitas merupakan aspek yang sangat peting dalam

neuroproteksi. Adapun terapi neuroprotektor yang umum digunakan, antara lain

adalah antagonis glutamat dan antioksidan yang bertujuan untuk membatasi

eksitoksisitas dan stres oksidatif. 5

Page 2: Gabung

Pembagian neuroprotektor dapat diklasifikasikan berdasarkan farmakologinya,

yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :6

Page 3: Gabung
Page 4: Gabung
Page 5: Gabung
Page 6: Gabung
Page 7: Gabung

Salah satu mekanisme terjadinya kerusakan neuron adalah efek dari stres

oksidatif. Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara

Page 8: Gabung

prooksidan dan antioksidan sehingga terbentuk ROS (Reactive Oxygen Species)

yang berlebihan. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan diri yang akan menekan

jumlah ROS dan melindungi sel dari kerusakan oksidatif, akan tetapi sistem ini

dapat rusak akibat konsumsi antioksidan yang rendah, inflamasi, penuaan,

maupun radiasi. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap stres

oksidatif karena tingkat metabolisme aerob yang tinggi, kadar lipid yang tinggi,

dan aktivitas katalase yang rendah.7 Stres oksidatif dapat secara langsung merusak

neuron atau memicu kaskade kerusakan sel yang berupa disfungsi mitokondria,

gangguan transkripsi DNA, serta aktivasi sel glial. Efek dari radikal bebas dapat

dikontrol dengan antioksidan hingga batas tertentu. Antioksidan dapat dibagi

menjadi antioksidan endogen dan eksogen. Selain antioksidan endogen, terdapat

beberapa zat yang mengandung efek antioksidan dan berpotensi menjadi

neuroprotektor.6

Page 9: Gabung

Mekanisme antioksidan adalah sebagai ROS scavenger yakni “pemangsa

ROS”. Salah satu cara yang lain adalah dengan aktivasi gen supresor inflamasi

sehingga sitokin proinflamasi dan proses inflamasi juga dihambat. Contoh

antioksidan dengan mekanisme tersebut adalah alpha-phenyl-tert-butylnitrone.

Selain itu, mekanisme lain adalah mitochondria-targeted antioxidants di mana

antioksidan berdifusi ke dalam mitokondria dan meningkatkan selektivitas

membran mitokndria sehingga meningkatkan reaksi fosforilasi oksidatif.6

Excitotoxicity adalah mekanisme tubuh di mana terjadi overeksitasi dari

reseptor glutamat, terutama reseptor NMDA sehingga terjadi influks ion kalsium

yang pada akhirnya menumpuk di neuron. Ion kalsium merupakan second

messenger proses di dalam sel sehingga terjadi regulasi sel yang tidak teratur,

berupa edema yang berakibat pada kematian sel neuron. Hal inilah yang

menyebabkan antagonis glutamat maupun antagonis reseptor NMDA merupakan

neuroprotektor yang cukup baik. Salah satu contoh antagonis reseptor NMDA

adalah Ifenprodil, traxoprodil. Ion magnesium memblok NMDA channel sehingga

magnesium disebut juga antagonis NMDA nonkompetitif.6

YOSE

Terdapat beberapa jenis neuroprotektor yang paling banyak digunakan, yakni

citicoline, piracetam, dan simarc.

1. Citicoline

Citicoline adalah molekul organik kompleks yang berfungsi dalam

biosintesis sebagai intermediat dari phosphatidylcholine (PtdCho) pada

membran sel. Citicoline disebut juga CDP-choline (cytidine 5’-

disphosphocholine). Citicoline dibentuk oleh dua molekul yakni cytidine

dan choline yang dihubungkan rantai bifosfat. Citicoline dapat dibentuk

secara endogenous maupun didapat secara eksogenous.8

Secara farmakokinetik, absorbsi citicoline secara oral cukup cepat

dengan jumlah kurang dari satu persen yang diekskresikan melalui feses,

urin, dan CO2. Kadar puncak adalah satu jam setelah konsumsi dan 24 jam

setelah konsumsi (bifasik). Citicoline larut dalam air dengan

Page 10: Gabung

bioavalabilitas lebih dari 90%. Metabolisme terjadi di usus dan hati yakni

proses hidrolisis dengan metabolit berupa choline dan cytidine lalu

diabsorbsi untuk direfosforilasi kembali membentuk cytidine trifosfat dan

choline monofosfat. Waktu paruh eliminasi citicoline melalui CO2 adalah

56 jam dan 71 jam melalui urin.8

Mekanisme kerja dari efek neuroproteksi citicoline adalah dengan8:

mempertahankan kadar cardiolipin (suatu komponen membran

mitokondria) dan shingomyelin;

mempertahankan kadar asam arakidonat dari PtdCho dan

phosphatidylethanolamine;

sedikit meningkatkan level PtdCho;

menstimulasi sintesis gluthatione dan aktivitas gluthatione

reduktase

meningkatkan peroksidasi lipid;

mengembalikan fungsi Na+/K+-ATPase.

Selain itu, otak menggunakan citicoline untuk sintesis acetylcholine

sehingga jumlah choline untuk produksi phophaticylcholine menjadi

berkurang. Hal ini akan meningkatkan kebutuhan choline yang jika tidak

tercukupi melalui eksogenous maka fosfolipid pada membran sel dapat

didegradasi untuk membentuk choline yang dibutuhkan.8,9

Menurut Adibhatla (2002), citicoline memiliki efek postif terhadap

banyak jenis cedera otak. seperti pada kasus traumatic brain injury (TBI),

disebutkan bahwa citicoline mengurangi defisit kognitif dan meningkatkan

kadar acetylcholine serta menurunkan disfungsi blood-brain barrier dan

edema. Sedangkan pada kasus perdarahan intracerebral, dapat terjadi

peningkatan fungsi, menurunkan luas daerah iskemik akan tetapi tidak

memiliki efek terhadap volume perdarahan/hematom.9

Fungsi lain adalah sebagai penghambat deposisi beta-amyloid,

yakni suatu protein neurotoksik yang berperan dalam patofisiologi

penyakit Alzheimer. Selain itu, citicoline juga terbukti meningkatkan

pelepasan norepinefrin, dopamin, dan serotonin.8,10

Page 11: Gabung

2. Piracetam

3. Simarc

DAPUS :

1. Casson RJ, Chidlow G, Ebneter A, Wood JP, Crowston J, Goldberg I.

"Translational neuroprotection research in glaucoma: a review of

definitions and principles". 2012.Clin. Experiment. Ophthalmol. 40 (4):

350–7.

2. Seidl SE, Potashkin JA. "The promise of neuroprotective agents in

Parkinson's disease". 2011. Front Neurol 2: 68. Dunnett SB, Björklund

A (June 1999).

3. "Prospects for new restorative and neuroprotective treatments in

Parkinson's disease". Nature 399 (6738 Suppl): A32–9.

4. Andersen JK. "Oxidative stress in neurodegeneration: cause or

consequence?". 2004. Nat. Med. 10 Suppl (7): S18–25.

Page 12: Gabung

5. Zádori D, Klivényi P, Szalárdy L, Fülöp F, Toldi J, Vécsei L.

"Mitochondrial disturbances, excitotoxicity, neuroinflammation and

kynurenines: Novel therapeutic strategies for neurodegenerative

disorders". 2012. J Neurol Sci 322 (1–2): 187–91.

6. Jain KK. 2011. Neuroprotective Agents. The Handbook of

Neuroprotection. USA: Springer.

7. Bizimenyera ES, Aderogba MA, Eloff JN, Swan GE. Poetntial of

neuroprotective antioxidant-based therapeutics from Peltophorum

africanum sond. (Fabaceae). 2007. Afr. J. Trad. CAM 4(1): 99-106.

8. Thome Research. Citicoline. 2008. Alternative Medicine Review 13(1): 50-

57.

9. Adibhatla RM, Hatcher JF, Dempsey RJ. Citicoline: neuroprotective

mechanisms in cerebral ischemia. 2002. Journal of Neurochemistry 80:

12-23.

10. Doijad RC, Pathan AB, Pawar NB, Baraskar SS, Maske VD, Gaikwad SL.

Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed Dose

Combination. 2012. Asian Journal of Biomedical and Pharmaceutical

Sciences 2(12): 15-20.

11.