FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

16
47 FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL PADA KONSTRUKSI DIATESIS BAHASA JEPANG (REFERENTIAL AND NONREFERENTIAL INDEXICAL FUNCTIONS IN JAPANESE VOICE CONSTRUCTIONS) Otsuka Hiroko Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363 Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected] Dadang Suganda Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363 Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected] Bambang Kaswanti Purwo Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363 Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected] Cece Sobarna Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363 Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected] Tanggal naskah masuk: 16 Oktober 2017 Tanggal revisi terakhir: 28 Mei 2018 Abstract This paper discusses the indexical functions and meanings of Japanese voice constructions which in Western linguistic tradition are considered as the devices for expressing propositional and referential meanings of relationships between participants and situations depicted by verbs. Using the referential and nonreferential indexicals framework, this research aims to explain the functions of Japanese voice constructions in order to express nonpropositional meanings. Indexical functions and meanings are explained by paradigmatic contrasting over the meaning of constructions that constitute a set of limited options available in determining ‘speaker’s choice’. This paper explains that another function of the referential indexical is to express the speaker’s evaluative meanings such as affective/emotive stances towards participants of events that have been so far considered by the researchers to be expressed through nonreferential indexicals. This paper also explains that the nonreferential indexical meanings of Japanese voice constructions include mental attitudes which cover attitudes of maintaining self-image, being considerate of other people’s feeling, etc. The result of the research proves that both referential and nonreferential indexical functions in Japanese voice constructions are closely related to Japanese socio-cultural life. Key words: constitutive context functions, referencial indexicals, nonreferential indexicals, socio-cultural meanings, paradigmatic choice Abstrak Penelitian ini membahas fungsi dan makna indeksikal konstruksi diatesis bahasa Jepang. Dalam tradisi linguistik Barat, konstruksi diatesis merupakan peranti

Transcript of FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Page 1: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

47

FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL PADA KONSTRUKSI DIATESIS BAHASA JEPANG

(REFERENTIAL AND NONREFERENTIAL INDEXICAL FUNCTIONS IN JAPANESE VOICE CONSTRUCTIONS)

Otsuka HirokoFakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected]

Dadang Suganda Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected]

Bambang Kaswanti Purwo Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected]

Cece SobarnaFakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran

Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363Ponsel: 08122031561, Pos-el: [email protected]

Tanggal naskah masuk: 16 Oktober 2017Tanggal revisi terakhir: 28 Mei 2018

Abstract

This paper discusses the indexical functions and meanings of Japanese voice constructions which in Western linguistic tradition are considered as the devices for expressing propositional and referential meanings of relationships between participants and situations depicted by verbs. Using the referential and nonreferential indexicals framework, this research aims to explain the functions of Japanese voice constructions in order to express nonpropositional meanings. Indexical functions and meanings are explained by paradigmatic contrasting over the meaning of constructions that constitute a set of limited options available in determining ‘speaker’s choice’. This paper explains that another function of the referential indexical is to express the speaker’s evaluative meanings such as affective/emotive stances towards participants of events that have been so far considered by the researchers to be expressed through nonreferential indexicals. This paper also explains that the nonreferential indexical meanings of Japanese voice constructions include mental attitudes which cover attitudes of maintaining self-image, being considerate of other people’s feeling, etc. The result of the research proves that both referential and nonreferential indexical functions in Japanese voice constructions are closely related to Japanese socio-cultural life.

Key words: constitutive context functions, referencial indexicals, nonreferential indexicals, socio-cultural meanings, paradigmatic choice

Abstrak

Penelitian ini membahas fungsi dan makna indeksikal konstruksi diatesis bahasa Jepang. Dalam tradisi linguistik Barat, konstruksi diatesis merupakan peranti

Page 2: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

48

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

untuk menyatakan makna proposisional mengenai hubungan di antara partisipan dengan situasi yang digambarkan verba. Dengan menggunakan kerangka indeksikal referensial dan nonreferensial, penelitian ini mencoba menjelaskan fungsi konstruksi diatesis bahasa Jepang yang bermakna nonproposisional. Fungsi dan makna indeksikal dijelaskan melalui pengontrasan paradigmatis terkait makna konstruksi yang membentuk seperangkat opsi terbatas dalam penentuan pilihan penutur. Penelitian ini menjelaskan bahwa indeksikal referensial berfungsi pula menyatakan makna evaluatif penutur seperti ‘stance’ afektif/emotif terhadap partisipan peristiwa yang selama ini oleh peneliti dinyatakan melalui indeksikal nonreferensial. Penelitian ini menjelaskan pula bahwa makna indeksikal nonreferensial konstruksi diatesis bahasa Jepang dapat mencakup sikap mental yang meliputi sikap menjaga citra diri, sikap menimbang rasa orang lain, dan sebagainya. Hasil penelitian membuktikan bahwa, baik fungsi indeksikal referensial maupun nonreferensial pada konstruksi diatesis bahasa Jepang berhubungan erat dengan kehidupan sosial budaya Jepang.

Kata kunci: fungsi konteks konstitutif, indeksikal referensial, indeksikal nonreferensial, makna sosial budaya, pilihan paradigmatis

1. PendahuluanMenurut Oatey (2000:2), dalam komunikasi

interaktif semua bahasa memiliki dua fungsi utama, yaitu menyampaikan informasi serta membentuk dan memelihara hubungan sosial. Fungsi menyampaikan informasi adalah fungsi bahasa yang berkenaan dengan konten/makna proposisional atau referensial, yaitu terkait dengan apa yang dikatakan dan fungsi membentuk dan memelihara hubungan sosial (selanjutnya disebut fungsi sosial), berkaitan dengan apa yang dilakukan atau dengan bagaimana sesuatu hal diutarakan (Ochs, 1990; Matsuki, 1999; Koyama, 2008, 2009). Semua teks wacana (discourse) mengandung makna referensial dan makna sosial budaya (lihat Silverstein, 1976). Namun, peristiwa pertuturan hanya diteliti dari makna referensial karena teknik dan sarana analisis linguistik Barat secara keseluruhan diperuntukkan menganalisis makna referensial (Silverstein, 1976:14--5), sedangkan objek penelitian fungsi dan makna sosial hampir secara keseluruhan mengenai aspek fungsi interpersonal pada wacana konversasi melalui pendekatan prinsip kerja sama, pendekatan politeness, atau strategi face threatening act.

Pada kenyataannya fungsi sosial pada bahasa teramati pada wacana yang bukan wacana konversasi, seperti wacana naratif. Melalui analisis data teks wacana naratif pribadi (personal narrative), makalah ini memperjelas fungsi indeksikal pada sistem diatesis bahasa Jepang yang berfungsi untuk menyatakan construal penutur mengenai peristiwa, termasuk makna evaluatif,

afektif/emotif, sikap sosial budaya, seperti stance, dan identitas diri. Selama ini belum terdapat penelitian indeksikal mengenai makna-makna tersebut pada konstruksi diatesis karena diatesis dianggap sebagai peranti untuk menyatakan makna proposisional atau referensial.

Kondisi tersebut sebagian merupakan dampak pandangan linguistik modern yang menyatakan bahwa makna evalutatif dan emotif yang berkaitan dengan penutur adalah makna subjektif. Berkebalikan dengan makna evaluatif dan emotif, makna proposisional dianggap sebagai makna objektif. Dengan demikian, makna evaluatif dan emotif menjadi terbatas diteliti pada bidang kajian modalitas (lihat Nakau 1994:36).

Teks naratif pribadi yang menjadi bahan penelitian ini adalah teks klausa tunggal yang mengandung sebuah konstruksi diatesis. Klausa tunggal menggambarkan peristiwa dalam bentuk hubungan salah satu partisipan yang bertindak atas partisipan lain (Croft,1998:80) atau menggambarkan situasi verbal sebagaimana construe ‘dipahami’ penutur. Mengenai alasan konstruksi diatesis menjadi bahan penelitian ini, pertama karena pada hakikatnya teks naratif pribadi merupakan wacana pertuturan mengenai pengalaman diri penutur dan kedua karena peranti bahasa yang terutama digunakan untuk mengekspresikan pengalaman pribadi adalah konstruksi diatesis yang berupa klausa berpredikat verbal.

Jenis dan fungsi konstruksi diatesis relatif bervariasi pada setiap bahasa. Penelitian ini

Page 3: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

49

memandang sistem diatesis sebagai sistem yang terdiri atas konstruksi yang masing-masing memiliki fungsi yang tidak dapat disubstitusi satu dengan yang lainnya sehingga dapat digunakan secara komplementer. Konstruksi merupakan skema simbolis (Langacker, 2003) dan satuan linguistis yang terdiri atas pasangan forma dengan makna (Goldberg, 1995:1; 2006:1) atau forma dengan fungsi (Goldberg, 1998:205). Pengetahuan mengenai fungsi dan makna tersebut termasuk pengetahuan gramatikal konvensional yang dimiliki masyarakat pengguna bahasa partikuler.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kognitif-fungsional dan semiotik sosial untuk meneliti aspek kognitif, psikologis, dan sosial budaya pada ekspresi bahasa secara terin-tegrasi. Dalam menganalisis fungsi dan makna indeksikal digunakan metode kualitatif induktif serta introspektif dan intuitif. Metode introspektif yang dimaksud adalah analisis fungsi dan makna yang dilakukan berdasarkan pengetahuan gramatikal konvensional yang dimiliki peneliti sebagai penutur asli bahasa yang diteliti.

Kerangka indeksikal referensial dan nonreferensial tersebut dilengkapi dengan teknik analisis kontrastif paradigmatis, yaitu pengontrastifan makna di antara konstruksi pilihan alternatif paradigmatis. Kontrastif paradigmatis dilakukan dengan cara menyajikan konstruksi yang secara aktual dipilih dengan konstruksi yang potensial dipilih, tetapi tidak jadi dipilih. Verschueren (1999:58) mengatakan bahwa suatu pilihan membangkitkan atau mengingatkan orang akan pilihan alternatif lain yang tidak dipilih (choice evoke or carry along their alternatives), bahkan efek komunikasi dapat muncul juga dari alternatif lain yang tidak dipilih tersebut1. Sebagai contoh pilihan paradigmatik, perhatikanlah bagian huruf tebal dan miring dan unsur leksikal yang membentuk hubungan paradigmatis pada (4a), (4b), (4c), dan (4d) yang masing-masing mengonstitut konteks yang berbeda terhadap entitas yang sama.(4a) Dia lumayan baik orangnya.(4b) Dia cukup baik orangnya.(4c) Dia // baik orangnya. (4d) Dia memang baik orangnya. (pada bahasa cakapan tanda // direalisasikan

sebagai jeda)Dengan mengontraskan (4a) dengan (4b),

(4c), dan (4d) dapat lebih jelas diketahui konteks yang diintensikan oleh penutur. Pada tahap analisis, konstruksi pilihan potensial yang membentuk seperangkat opsi bersama data aktual disediakan peneliti dengan cara introspektif.

Alternatif paradigmatis sebagai seperangkat opsi merupakan properti yang disediakan bahasa (Slobin, 1996:74-75). Pengertian tersebut dijadikan landasan teori linguistik sistemis fungsional dengan istilah systemic choice (pilihan sistemis) atau paradigmatic choice (pilihan paradigmatik) sebagai sumber untuk membuat makna (meaning-making) (lihat Halliday, 1994:xiv; Halliday dan Mathiessen 2006 [1999]:24, 2004/2014:23).

2. Kerangka TeoriBerdasarkan pengetahuan akan fungsi dan

makna konstruksi tersebut, penutur memilih salah satu konstruksi dari seperangkat opsi terbatas (limited set of options) (Slobin, 1987:1) yang tersedia pada bahasa partikuler (Berman dan Slobin, 1994). Penelitian ini mengasumsikan bahwa dalam menentukan pilihan konstruksi, penutur mempertimbangkan fungsi dan makna indeksikal referensial dan nonreferensial.

Indeksikal merupakan satu di antara

trikotomi tanda (sign) dalam ilmu semiotika Peirce (1955) yang berfungsi menunjuk objek secara tidak langsung, seperti weathercook yang menunjuk arah angin, asap yang menunjuk adanya api, dan sebagainya (Chandler,1994–2017; Kataoka, 2002, 2009), kemudian dikembangkan di bidang linguistik antropologis dan semiotika sosial melalui penelitian para linguis, seperti penelitian oleh Silverstein (1976, 1993, 2003), Ochs (1990, 1992), dan Koyama (2008, 2009, 2012). Para linguis tersebut mengembangkan pengertian indeksikal untuk meneliti hubungan bahasa dengan sosial budaya.

Page 4: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

50

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

Silverstein (1976) menggunakan istilah shifters, yaitu istilah yang digunakan Jakobson (1957) untuk menyebut indeksikal referensial. Istilah tersebut berkaitan dengan referen indeksikal yang selalu berpindah-pindah, bergantung kapan dan di mana peristiwa pertuturan berlangsung. Indeksikal yang tradisional atau ortodoks adalah deiksis. Pada hakikatnya fungsi indeksikal adalah fungsi bahasa untuk mengindeks konteks. Indeksikal merupakan unsur bahasa yang melabuhkan anchor kode semantik koreferensial ke dalam peristiwa pertuturan referensial yang aktual (Silverstein, 1976:24).

Silverstein (1976) membagi indeksikal atas dua jenis, yaitu indeksikal referensial, sebagai indeksikal yang berkontribusi terhadap makna proposisional, dan indeksikal nonreferensial, yaitu sebagai indeksikal yang tidak berkontribusi terhadap makna proposisional yang independen dari peristiwa pertuturan yang referensial (Silverstein, 1976:29). Bagan 1 menjelaskan indeksikal referensial dan nonreferensial yang berfungsi mengontekstualisasi secara presupposing dan kreatif. Unsur linguistis yang berada di atas garis pembatas vertikal mengindikasikan bahwa unsur tersebut menunjukkan kedua fungsi kontekstualisasi dengan kadar yang berbeda, sesuai dengan posisi ditempatkannya.

Makna referensial adalah makna yang berkaitan dengan apa yang dikatakan. Oleh karena itu, penelitian ini menganggap bahwa sebagian makna emotif dan evaluatif yang dinyatakan konstruksi diatesis terkait dengan peristiwa termasuk ke dalam makna indeksikal referensial. Fungsi indeksikal nonreferensial adalah fungsi untuk menyatakan makna yang tidak berkaitan dengan makna referensial atau berhubungan dengan apa yang dilakukan atau dengan bagaimana sesuatu hal diutarakan. Makna sosial budaya meliputi makna emotif, identitas diri, stance, disposisi atitudinal, menimbang rasa, dan sebagainya yang disebut dengan istilah socio-cultural disposition (Ochs, 1990:292).

Indeksikalitas sangat efektif dalam meneliti multifungsi konstruksi gramatikal yang bermakna sekematis, juga efektif untuk meneliti fungsi dan makna satuan linguistis, seperti konstruksi yang maknanya tidak dapat langsung dipahami dari makna setiap komponen konstruksinya karena konstruksi merupakan pasangan forma dengan fungsi. Makna indeksikal pada umumnya bersifat polisemi, tetapi polisemi tersebut tidak menimbulkan keambiguan untuk diinterpretasikan karena dalam penggunaan bahasa secara nyata pada teks/konteks, makna indeksikal sudah jelas tanpa perlu inferensi pihak petutur.

Pertimbangan konteks konstitutif penutur adalah pertimbangan mengenai fungsi kontekstualisasi konstruksi. Fungsi kontekstualisasi terbagi atas dua, yaitu presuposisional dengan kreatif (Silverstein, 1976, 2001[1981]) atau rekontekstualisasi dengan prekonteksutualisasi (Ochs, 1992:345). Penentuan pilihan forma linguistis, yaitu code-choice pada konteks-mikro, dapat menentukan sebagian situasi sosial pada konteks-makro (Levinson, 1997, 2002).

Ochs (1990, 1992) mengaplikasikan gagasan Silverstein (1976) tersebut ke model analisis makna sosial budaya melalui hubungan konstitutif di antara makna langsung dengan makna taklangsung indeksikal sosial. Ochs (1990:296) menggarisbawahi bahwa dimensi makna disposisi afektif dan disposisi epistemologis (beliefs, knowledge) merupakan dimensi sosial budaya yang sering digunakan untuk kontekstualisasi dimensi sosial budaya lainnya. Disposisi adalah istilah yang menunjuk pada makna karakter, watak, tabiat/temper, atau mood. Bagan 2 berikut menjelaskan hubungan konstitutif di antara kedua dimensi sosial budaya (Ochs, 1990:297).

Ochs (1990) menyamakan indeksikal sosial dengan indeksikal nonreferensial. Penelitian ini mengikuti pembagian indeksikal menurut Silversitein (1976) dan tidak menggunakan makna langsung dan tidak langsung menurut Model Ochs (1990, 1992) karena penelitian ini tidak membatasi lingkup pada indeksikal sosial.

Sebatas pengetahuan penulis belum terdapat penelitian mengenai penentuan konstruksi oleh penutur berdasarkan pertimbangan konteks konstitutif terhadap fungsi indeksikal referensial dan fungsi indeksikal nonreferensial pada konstruksi diatesis. Silverstein (1976) memperhatikan fungsi kreatif yang teramati

Page 5: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

51

pada indeksikal nonferensial dan kurang memperhatikan fungsi kreatif pada indeksikal referensial. Fungsi evaluatif sebagai fungsi indeksikal referensial konstruksi diatesis bahasa Jepang patut dipandang sebagai fungsi kreatif.

Pada akhir bagian pendahuluan ini perlu didefinisikan pengertian subjektif pada penelitian ini yang berbeda dengan pengertian subjektif pada teori modalitas. Pada penelitian ini subjektif didefinisikan sebagai pengertian yang berkenaan dengan posisi penutur sebagai locus atau pusat deiktis untuk memahami dunia sekelilingnya. Dunia sekeliling penutur yang merupakan medan deiktis disebut pula sebagai konteks (lihat Silverstein, 1976). Pengertian yang mirip dengan locus dan pusat deiktis adalah konsep vantage point (Langacker 1990, 1991b) dan construal subjektif (Langacker, 2008:77).

Pada penelitian ini makna dianggap sebagai hasil konseptualisasi penutur melalui proses kognitif, yaitu proses seorang penutur memahami dan membahasakan peristiwa dengan memilih skema/forma linguistis yang disebut construal. Constual merupakan konsep kunci linguistik kognitif. Sebuah konstruksi dilihat sebagai satuan simbolis skematis (schematic symbolic assembly) (Langacker, 2003), yaitu pola representasi yang mencerminkan construal peristiwa.

Melalui analisis teks naratif pribadi, penelitian ini menjelaskan penentuan oleh penutur yang dilakukan berdasarkan pertimbangan konteks konstitutif terhadap fungsi dan makna referensial dan nonreferensial konstruksi diatesis bahasa Jepang. Konstruksi diatesis bahasa Jepang merupakan konstruksi yang memiliki ciri dan sifat subjektif deiktis sebagai peranti ekspresi construal. Melalui pendekatan indeksikal referensial dan nonreferensial, diharapkan dapat secara efektif menjelaskan fungsi konteks konstitutif konstruksi diatesis bahasa Jepang yang meliputi aspek makna referensial evaluatif sampai dengan makna sosial budaya dalam pertimbangan konteks konstitutif penutur tersebut.

3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Construal Subjektif Deiktis dan Ciri

Zero-encodingConstrual subjektif deiktis yang merupakan

ciri konstruksi diatesis bahasa Jepang tecermin

pula sebagai fenomena zero-encoding, yaitu pronomina persona pertama atau kata penyebutan diri penutur yang dikodekan secara sifar/nol. Perhatikanlah contoh (5) berikut yang merupakan kalimat pembuka naratif pribadi karangan siswa sekolah dasar Jepang di Jakarta yang dimuat pada rubrik Minamijuuji, surat kabar berbahasa Jepang yang terbit di Jakarta. Pada kalimat pembuka tersebut tidak terdapat pronomina persona pertama, tetapi pada kalimat terjemahannya ditambahkan kata saya dengan tanda -φ (zero) di dalam kurung.

Glossing yang khusus digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: ( D T G = auxiliary (-tekuru); LK = linker, KAUS= kausatif).(5) Kyonen no shichi gatsu Honkon kara tahun

lalu LK Juli bulan Hongkong dari Indoneshia ni hikkoshi - teki-mashi-

ta. Indonesia DAT pindah rumah-DTG -POL-PFV

‘Tahun lalu (saya-φ) datang pindah dari Hongkong ke Indonesia (sini).

(Kelas 4 SD Minamijuuji)Konstruksi yang menggunakan auxiliary

direksional, seperti kalimat (5), selanjutnya disebut konstruksi direksional -tekuru (auxiliary -tekuru berasal dari verba bermakna datang [kuru]). Konstruksi direksional -tekuru menunjukkan direksionalitas sentripetal dan mengindeks locus penutur sebagai pusat deiktis yang disebut juga titik zero/nol. Contoh (5) terjadi saat penutur sedang berada di Indonesia sebagai pusat deiktis.

Perhatikanlah Gambar 1 yang menjelaskan skema prototipe verba kuru yang dapat berlaku pula pada auxiliary (-tekuru). Trajector yang datang memasuki domain penutur dinyatakan dengan -tekuru tanpa referensi kepada penutur karena penutur sebagai pusat deiktis berada

Page 6: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

52

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

di luar immediate scope, yaitu wilayah tempat sesuatu yang terdapat di dalamnya dibahasakan. Sebaliknya, konstruksi direksional yang menunjukkan direksionalitas sentrifugal adalah konstruksi -teiku ‘pergi’ yang merupakan oposisi konstruksi -tekuru. Fenomena zero-encoding pada konstruksi direksional tersebut dapat dikatakan sebagai indikasi direksionalitas deiktis.

Langacker (1990) mengatakan bahwa zero-encoding adalah indikasi subjektivitas penutur. Langacker (ibid) membagi ekspresi atas ekspresi objektif dan subjektif berdasarkan kehadiran unsur referensi penutur. Pada contoh (6a) berikut terdapat referensi kepada penutur (me), maka contoh (6a) adalah ekspresi objektif, sedangkan contoh (6b) yang tanpa referensi kepada penutur adalah ekspresi subjektif. (6a) Vanessa is sitting across the table from me.(6b) Vanessa is sitting across the table. (Langacker 1990)

Fenomena zero-encoding berbeda dengan elipsis. Menurut data kuantitatif yang dikalkulasikan peneliti, dari 326 buah kalimat pembuka pada karangan teks rubrik Minamijuji, terdapat 298 data yang menuturkan peristiwa dengan melibatkan diri penutur. Di antara 298 data tersebut terdapat 106 buah kalimat pembuka tanpa referensi kepada penutur, yaitu zero-encoding. Di antara 106 data kalimat zero-encoding, 50 buah kalimat penutur menjadi agen perbuatan. Data ini membuktikan bahwa unsur yang merupakan zero-encoding bukan elipsis karena unsur yang terdapat pada kalimat pembuka tidak dapat dipulihkan secara anaforis ataupun dari konteks eksternal.

Fenomena zero-encoding merupakan indikasi keterlibatan penutur sebagai kognisator sehingga dapat dikatakan bahwa zero-encoding mengindikasikan posisi penutur sebagai pusat deiktis, seperti pada kalimat (7) berikut.(7) Hoomu made iku to, kakko ii densha ga peron sampai pergi LK, bagus bentuk

kereta NOM hayai supiido de hashi-t-teki - mashi-ta. cepat kecepatan dgn lari-LK-DTG -POL-

PFV ‘Ketika (saya-φ) pergi ke peron, kereta

listrik yang berbentuk keren datang dengan kecepatan tinggi.’

(Siswa kelas 1 SD Minamijuuji)

Fenomena zero-encoding tidak hanya terdapat pada kalimat pembukanya. Sebuah naratif dari awal sampai dengan akhir dapat dibuat tanpa kata penyebutan diri. Kalimat (7) merupakan bagian dari sebuah karangan yang terdiri atas 13 buah klausa dengan jumlah huruf 284 dan di dalam karangan tersebut sama sekali tidak terdapat kata penyebutan diri. Oleh karena itu, zero-encoding patut dipandang sebagai salah satu indikasi subjektif deiktis bahasa Jepang. Fenomena zero-encoding teramati pada semua konstruksi diatesis bahasa Jepang. Langacker (1990) memandang fenomena zero-encoding sebagai ekspresi deiktis subjektif yang egosentris.

Penelitian ini berbeda pandangan dengan Langacker. Definisi ekspresi subjektif deiktis tidak dapat bergantung pada zero-encoding saja, tetapi harus dilihat sebagai pola konstruksi yang memungkinkan zero-encoding. Zero-encoding tidak selalu terdapat pada suatu pola konstruksi yang didefinisikan sebagai subjektif deiktis karena kata penyebutan diri dapat muncul sesuai dengan tuntutan gramatika dan gramatika wacana.

Ciri deiktis konstruksi diatesis bahasa Jepang adalah direksionalitas. Selain konstruksi direksional -teiku dan -tekuru, konstruksi benefektif bahasa Jepang menunjukkan direksionalitas deiktis sentripetal atau sentrifugal. Dalam bahasa Jepang terdapat tiga macam konstruksi benefaktif, yaitu konstruksi dengan auxiliary –tekureru (seseorang memberi benefit kepada penutur) dan -temorau (penutur menerima benefit dari seseorang) yang menunjukkan direksionalitas sentripetal serta -teageru/-teyaru (penutur memberi benefit kepada seseorang) yang menunjukkan direksionalitas sentrifugal. Perhatikanlah konstruksi benefaktif -tekureru (8) yang merupakan kalimat pembuka pada teks naratif hasil karangan siswa SD. Karena konstruksi benefaktif tersebut secara sentripetal mengindeks pusat deiktis, pada konstruksi ini berlaku pula zero-encoding penutur secara default. (8) Natsuyasumi ni nihon kara itoko no libur musim panas pada Jepang dari sepupu-

LK Nao-kun to Shino-chan ga ki-tekure -

mashi-ta. 1 dan 1 NOM datang-BEN-POL-

PFV ‘Pada libur musim panas tahun ini dari

Jepang datang sepupu (saya-φ) Nao dan Shino.’ (Siswa kelas 1 SD Minamijuuji)

Page 7: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

53

Pada kalimat (8) penutur bukan partisipan perbuatan yang digambarkan verba, tetapi pada teks (8) konstruksi benefaktif -tekureru merepresentasikan peristiwa kedatangan sepupu penutur ke Indonesia sebagai perbuatan yang memberi pengaruh tertentu terhadap diri penutur. Selain fungsi menunjukkan direksionalitas, seperti diuraikan di atas, pada konstruksi benefaktif terdapat fungsi mengevaluasikan peristiwa yang berkaitan dengan keterpengaruhan (affectedness) sebagai makna indeksikal referensial. Makna evaluatif seperti makna keterpengaruhan (affectedness) tersebut dapat dijelaskan secara efisien melalui pengontrasan paradigmatis di antara seperangkat opsi lainnya, yang akan diuraikan pada butir 3.2.

Zero-encoding teramati pula pada pola konstruksi diatesis lainnya, seperti konstruksi kausatif pada kalimat (9) berikut. Kalimat (9) mengandung dua buah klausa, yaitu klausa relatif dengan auxiliary aspek imperfektif (-teiru) dan sebagai klausa utama konstruksi kausatif. Pada contoh (9) auxiliary -teiru berfungsi sebagai pemarkah evidensialitas mengenai ke-hadiran penutur sebagai pengamat/observer pada tempat dan saat peristiwa (Yamada, 1999, 2000; Sadanobu, 2006; Honda, 2011). Menurut konsep evidensialitas tersebut, penerima pengaruh (affectee) pada klausa utama (9) dapat diidentifikasikan sebagai penutur yang saat kejadian berada di pusat deiktis untuk meng-construe situasi. (9) Tonari no kodomo ga renshuu shi- teiru tetangga LK anak GA latihan lakukan-

IMPV hetakusona baiorin ga nak - ase - ta. tidak pandai biola NOM menangis-

KAUS-PFV ‘Jeleknya suara biola anak tetangga yang

sedang latihan itu membuat (saya-φ) menangis (terharu).’ (Rasen:57)

Sebelum dilanjutkan ke uraian butir 3.2, perlu diuraikan konsep direksionalitas pada

konstruksi diatesis lain, seperti konstruksi aktif dan pasif. Direksionalitas pada konstruksi diatesis aktif dan pasif adalah direksionalitas berdasarkan arah pengaruh perbuatan yang digambarkan verba, seperti dari agen yang mengarah ke pasien pada Gambar 2. Tanda tr, trajectory, adalah partisipan yang memperoleh perhatian penutur yang disebut prominence/salience.

Jika konstruksi-konstruksi diatesis tersebut digunakan sebagai teks naratif pribadi untuk menuturkan pengalaman penutur, trajector menjadi identik dengan penutur, direksionalitas berupa arah perbuatan tersebut dapat diintegrasikan dengan direksionalitas deiktis. Dengan demikian, fenomena zero-encoding pada konstruksi diatesis lainnya dapat dijelaskan melalui kerangka subjektif deiktis yang sama. Contoh (10) berikut merupakan zero-encoding pada diatesis aktif yang merupakan kalimat pembuka naratif pribadi jenis teks novel.(10) Musume ga umare-ta koto kara anak perempuan NOM lahir-TA NMLZ

dari hanas - a - neba naranai. menceritakan - LK- harus ‘(saya-φ) harus menceritakan mulai dari

kelahiran putri saya.’ (Musume to Watashi)

Dengan demikian, pada penelitian ini direksionalitas konstruksi diatesis pada teks naratif pribadi secara terintegrasi dapat dilihat sebagai direksionalitas subjektif deiktis berdasarkan construal subjektif. Pandangan penelitian seperti tersebut dapat diperkuat oleh pendapat Shibatani (2006:250) yang memandang oposisi aktif/pasif dan direct/inverse sebagai pembagian tugas untuk mengindikasi arah perbuatan menurut pusat deiktis (the active/ passive and direct/ inverse systems divide the task of indicating the direction of an action with regard to the deictic center).

Dalam bahasa Jepang terdapat pula oposisi aktif/pasif dan direct/ inverse. Secara tipologis, inverse termasuk diatesis (lihat Givón, 2001, Shibatani, 2006). Dalam bahasa Jepang konstruksi diatesis direct dan diatesis aktif sama, tetapi untuk menyebut hubungan oposisi, disebutkan bahwa aktif beroposisi pasif dan direct beroposisi inverse. Pemarkah diatesis inverse pada bahasa Jepang adalah auxiliary direksional -tekuru dan

Page 8: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

54

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

benefaktif -tekureru (Koga, 2008; Shimizu, 2010; Sumida, 2010a, 2011b). Pengertian diatesis inverse pada penelitian ini adalah konstruksi yang berfungsi membalikkan arah perbuatan yang digambarkan verba secara sentrifugal ke arah sentripetal secara construal. Namun, tidak semua konstruksi direksional -tekuru berfungsi sebagai diatesis inverse. Penelitian ini sejalan dengan Shimizu (2010) yang berpendapat bahwa penggunaan -tekuru sebagai gramatikal obligator tidak dianggap sebagai konstruksi inverse. Contoh (11) merupakan konstruksi direksional gramatikal obligator dan contoh (12) merupakan pemakaian sebagai diatesis inverse, yaitu bukan pemakaian obligator. Dengan demikian, contoh (12) dapat dianalisis sebagai hasil pilihan penutur melalui pilihan paradigmatis. (11) Tomodachi ga denwa shi-teki-ta. teman NOM menelpon- DTG -PFV ‘Teman menelpon (saya-φ)’(12) Hitori no onna ga niran-deki-ta. seorang LK wanita NOM menatap tajam-

DTG -PFV ‘Seorang wanita menatap (saya-φ) dengan

sorotan mata yang tajam.’Penelitian ini menganggap diatesis inverse

yang berfungsi membalikkan arah perbuatan sentrifugal yang digambarkan verba menjadi arah sentripetal secara construal. Konstruksi inverse (12) berfungsi mengubah konstruksi aktif contoh (13) berikut yang sentrifugal menjadi sentripetal sesuai dengan construal mengenai arah perbuatan yang memengaruhi penutur. (13) Hitori no onna ga watashi wo seorang LK wanita NOM 1 ACC nira - n - da. menatap tajam-LK -PFV ‘Seorang wanita menatap saya dengan

sorotan mata yang tajam.’Motivasi mengubah pola direct yang

sentrifugal pada contoh (13) ke pola inverse yang sentripetal (12). Shibatani (2006:245) menjelaskannya sebagai motivasi pragmatis mengenai tingkat relevansi wacana pasien yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan agen. Givón (2001:93) dan Shimizu (2010) berpendapat bahwa diatesis inverse digunakan jika topikalitas pasien relatif lebih tinggi daripada topikalitas agen.

3.2 Penentuan Pilihan Konstruksi me-lalui Pilihan ParadigmatisButir ini mengeksplanasikan fungsi dan

makna indeksikal konstruksi diatesis melalui pertimbangan konteks konstitutif penutur untuk memilih salah satu konstruksi dari seperangkat opsi paradigmatis. Perhatikanlah konstruksi benefaktif (14a) dan konstruksi aktif (14b). Seperti terlihat pada (14a), konstruksi -tekureru dapat menyatakan makna benefit bagi penutur yang bukan partisipan (lihat Yamada, 2000, 2000--2002; Sawada, 2007; Shibatani, 2006:240). (14a) [(8)]Natsuyasumi ni nihon kara itoko no libur musim panas pada Jepang dari

sepupu LK nao-kun to Shino-chan ga ki-tekure -

mashi-ta. 3 dan 3 NOM datang-BEN-

POL-PFV ‘Pada libur musim panas tahun ini dari

Jepang datang sepupu (saya-φ), Nao dan Shino.’ (Siswa kelas 1 SD Minamijuuji)

(14b) Natsuyasumi ni nihon kara itoko no libur musim panas pada Jepang dari sepupu

LK nao-kun to Shino-chan ga ki-mashi-ta. 3 dan 3 NOM datang-POL-PFV ‘Pada libur musim panas tahun ini dari

Jepang datang sepupu (saya-φ) Nao dan Shino.’Konstruksi (14a) dan opsi paradigmatis

(14b) secara konteks konstitutif berbeda pada makna referensial dan sosial. Pemarkah kasus partisipan pada (14a) dan (14b) adalah sama. Struktur kedua konstruksi pun sama, yaitu konstruksi aktif, kecuali pada penggunaan auxiliary benefaktif. Konstruksi aktif (14b) yang polos tanpa auxiliary secara indeksikal referensial menyatakan ketidakterlibatan penutur dalam peristiwa secara psikologis dan secara indeksikal nonreferensial menyatakan sikap ketidakacuhan penutur terhadap partisipan peristiwa.

Fungsi diatesis bahasa Jepang merupakan peranti untuk menyatakan sikap mental penutur terhadap peristiwa, seperti sikap mental positif, negatif, dan netral (Sumida, 2010a, 2011b). Selain fungsi evaluatif tersebut, konstruksi

Page 9: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

55

diatesis juga berfungsi untuk menyatakan makna evaluatif lain, seperti bagaimana penutur terlibat dalam peristiwa atau pengaruh apa yang diterimanya dari peristiwa yang digambarkan verba, baik sebagai partisipan maupun bukan partisipan.

Makna evaluatif indeksikal referensial pada (14a) adalah (i) rasa menghargai keinisiatifan sepupu untuk datang ke Indonesia dan (ii) kedatangan tersebut membawa efek yang baik pada pihak penutur. Makna menghargai keinisiatifan pada (i) tersebut berkaitan dengan fungsi konstruksi benefaktif -tekureru yang tidak mengindeks perbuatan yang disertai suatu kausativitas. Sebagai benefaktif yang dapat menyatakan suatu kausativitas, seperti permintaan dari pihak penutur untuk berbuat sesuatu dinyatakan oleh konstruksi benefaktif -temorau, tetapi tidak termasuk ke dalam pertimbangan paradigmatis karena sebagai kalimat pembuka tidak mungkin dimulai dengan konteks kausatif.

Pada makna indeksikal nonreferensial (14a) terlihat keterkaitannya dengan makna indeksikal referensial (i) dan (ii). Secara indeksikal nonreferensial, konstruksi benefaktif tersebut mengindeks stance penutur sebagai orang yang peduli terhadap kebaikan pihak lain dan mengindeks pula perasaan akrab penutur terhadap sepupu. Ochs (1990, 1992, 1993, dan lain-lain) menyebut fungsi bahasa untuk menyatakan sikap mental dan sikap sosial, yang disebut dengan istilah language socialization. Konstruksi benefaktif bahasa Jepang secara indeksikal referensial menyatakan makna evaluatif positif atas perbuatan pelaku dan secara indeksikal nonreferensial menyatakan stance (peduli orang) dan keakraban sehingga dapat dikatakan bahwa konstruksi benefaktif dapat berfungsi menyatakan makna sosial budaya, baik melalui indeksikal referensial maupun melalui indeksikal nonreferensial. Dengan demikian, seharusnya sebutan indeksikal sosial tidak tepat jika disamakan dengan indeksikal nonreferensial.

Berikut adalah pilihan paradigmatis konstruksi pasif (15a) dan konstruksi opsi diatesis benefaktif -temorau (15b) dan -tekureru (15c).

Ringkasan Cerita: Pada satu hari di sekolah, guru memanggil seorang demi seorang murid

yang dianggap tidak memiliki ayah untuk diberi surat pemberitahuan tentang acara mencari kerang di pantai khusus untuk keluarga anak-anak seperti itu. Penutur tidak sudi menerima ajakan tersebut karena ayahnya hanya jarang pulang ke rumah.(15a) Shougakkou de ichimai no printo sekolah dasar di 1 lembar LK hand out wo watas-are-ta koto ga aru. ACC beri-PAS-PFV pernah ‘Waktu di SD pernah (aku-φ) diberi/

disodori selembar surat pemberitahuan.’ (Tokyo Tower)(15b) Shougakkou de ichimai no printo wo sekolah dasar di 1 lembar LK hand out

ACC watashi-temora-t-ta koto ga aru. memberi- BEN- LK-PFV pernah ‘Waktu di SD pernah (aku-φ) menerima

selembar surat pemberitahuan.’(15c) Shougakkou de sensei ga ichimai no sekolah dasar di guru NOM 1 lembar LK printo wo watashi-tekure-ta koto ga aru. hand out ACC memberi-BEN-PFV pernah ‘Waktu di SD pernah guru memberi selembar

surat pemberitahuan (kepadaku-φ) .’Konstruksi pasif bahasa Jepang bermakna

aspek kompletif dan secara construal memfokus pada atau mem-profile fase efek atau perubahan situasi yang terjadi pada pasien (lihat Koga, 2008). Dengan menggunakan konstruksi pasif, kalimat (15a) mengindikasikan penutur (-φ) yang merupakan subjek konstruksi pasif mengalami efek psikologis tertentu dari perbuatan diberikan selembar surat permberitahuan. Konstruksi pasif dapat melatarbelakangkan eksistensi pelaku perbuatan sehingga lebih melatardepankan fase efek perbuatan tersebut. Meskipun konstruksi pasif langsung seperti (15a), secara gramatikal tidak dapat diidentifikasi makna penilaian positif ataupun negatif mengenai efek yang diterima penutur, pelatardepanan fase efek perbuatan tersebut secara prekontekstualisasi mengindikasikan perasaan yang tidak mengenakan bagi penutur.

Konstruksi benefaktif -temorau (15b) secara struktural mirip dengan pasif yang memfokuskan fase penutur yang menerima efek dari perbuatan agen yang memberi tanpa referensi kepada agen. Berbeda dengan (15b), konstruksi benefaktif -tekureru (15c)

Page 10: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

56

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

memfokuskan agen perbuatan memberi. Fungsi kontekstualisasi kreatif atau prekontekstualisasi terlihat pada konteks (15a) karena dalam konteks berikutnya penutur menyatakan rasa dongkol terhadap guru. Dengan demikian, contoh (15b) dan (15c) yang menyatakan makna kepedulian atau makna menghargai perbuatan pemberi, secara konteks konstitutif tidak berkontribusi prekonteksutalisasi dengan teks tersebut sehingga (15a) mengindikasikan adanya suatu efek psikologis pada penutur yang tepat dipilih.

Secara indeksikal nonreferensial penggunaan konstruksi pasif bahasa Jepang mengindeks sikap pertuturan yang lebih tegas atau lugas mengenai efek suatu kejadian, sedangkan contoh (15b) dan (15c) mengindeks sikap pertuturan yang halus dan menunjukkan stance ‘peduli’ terhadap pelaku perbuatan. Teks berfungsi pula memperlihatkan stance tersebut kepada pendengar/pembaca. Dari analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa terlihat suatu keterkaitan di antara makna referensial dengan makna sosial pada konstruksi diatesis.

Berdasarkan analisis terhadap konstruksi direksional, benefaktif, dan pasif yang telah diuraikan dapat dikatakan bahwa konstruksi diatesis bahasa Jepang adalah konstruksi yang tergramatikalisasi untuk merepresentasikan peristiwa melalui berbagai aspek pengaruh. Hal tersebut teramati pula pada konstruksi kausatif (16a) yang dikontraskan secara paradigmatis dengan benefaktif -temorau (16b) berikut.

Ringkasan Cerita: Penutur dan adik laki-lakinya, Tetsuo, selama ini sangat akrab sebagai kakak beradik, tetapi mereka diam-diam mengetahui bahwa mereka bukan saudara kandung dan berangsur-angsur menyadari keduanya saling mencintai. Penutur dibesarkan orang tua Tetsuo karena waktu ia kecil orang tua kandung meninggal dalam kecelakaan. Saat ini penutur minggat dari rumah orang tua dan menginap di rumah bibi yang baru-baru ini diyakini penutur sebenarnya ia kakak kandungnya. Penutur memutuskan pulang ke rumah orang tua bersama Tetsuo dan untuk sementara hidup tenang sebagai kakak dan adik lagi. (16a) Yuugata, Tetsuo ga yatteki-tara, sore hari 3 NOM datang.kemari-jika watashi no ookina nimotsu wo mot-ase-te, 1 LK besar barang ACC bawa-KAUS-

LK

ryoushin no tokoro ni kae-t-te, kedua orang tua LK tempat ke pulang-

LK-LK shibaraku wa soshiranu kao wo shite untuk sementara pura-pura tidak tahu apa-

apa odayakani seikatsushi-you. tenang hidup - DES

(16b) Yuugata, Tetsuo ga yat-teki-tara, watashi no sore hari 3 NOM datang-DTG -jika 1 LK ookina nimotsu wo mo -t - temora -t -te,.... besar barang ACC bawa-LK-BEN- LK

-LK ‘Nanti sore, jika Tetsuo sudah datang ke

sini, (saya-φ) akan minta tolong/menyuruh dia membawakan barang bawaan saya yang besar dan kembali ke rumah orang tua, lalu untuk sementara waktu (saya) akan hidup tenang dengan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.’

(Kanashii Yokan)Konstruksi (16a) merupakan konstruksi

diatesis kausatif. Kausatif bahasa Jepang secara skematis menyatakan kausativitas, seperti pada ilustrasi sebelah kanan Gambar 3 berikut, yaitu W sebagai causer memberi pengaruh dalam terjadinya perbuatan. Sebagai perbandingan, skema konstruksi diatesis pasif tidak langsung pada ilustrasi sebelah kiri Gambar 3 W sebagai affectee penerima pengaruh dari perbuatan.

Konstruksi merupakan skema yang bersifat abstrak dan skema tidak mengelaborasikan makna jenis kausativitas. Makna jenis kausativitas yang relatif konkret terealisasi pada teks aktual. Jenis kausativitas yang relatif konkret yang dimaksud ialah adanya pemaksaan, baik secara fisik maupun melalui instruksi, pengizinan, pembiaran, pemfasilitasan, penyebaban, dan perasaan bertanggung jawab.

Page 11: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

57

Konstruksi benefaktif -temorau (16b) pun dapat menyatakan skema kausativitas, di samping menyatakan makna evaluatif benefaktif. Pilihan potensial (16b) lebih cocok untuk jenis teks konversasi karena menyatakan kepedulian penutur terhadap pihak yang dipengaruhi serta stance perilaku sosial penutur sebagai orang yang peduli atas jasa pihak lain. Pilihan (16a) lebih efektif untuk teks naratif pribadi yang bersifat soliloquy (pembicaraan di dalam hati) seperti di atas.

Pilihan (16a) secara efektif menggambarkan aspek pikiran penutur secara murni tanpa makna evaluatif benefaktif atau stance perilaku sosial penutur, seperti terdapat pada (16b). Teks (16a), teks yang aktual digunakan, menyatakan makna kausatif tanpa memberi informasi konkret mengenai cara memaksakan-nya. Informasi yang abstrak tersebut memberi peluang kepada petutur/pembaca untuk bebas memperkirakan sikap dan kata-kata yang akan diucapkan penutur. Konstruksi kausatif (16)a secara indeksikal nonreferensial menunjukkan perasaan akrab serta stance manja penutur terhadap Tetsuo, sebagai “adik tiri” dan juga sebagai “kekasih”.

Dalam penerjemahan bahasa asing ke dalam bahasa Jepang teramati penggunaan konstruksi diatesis yang berbeda dengan teks bahasa sumber. Teks terjemahan dalam bahasa Jepang (17a) merupakan konstruksi benefaktif -tekureru, sedangkan teks sumber dalam bahasa Indonesia (17b) merupakan konstruksi diatesis direct.(17a) Saiwai kono hi no joukyaku wa untung ini hari LK penumpang TOP tabinare no shita chiteki koukishin no terbiasa perjalanan jauh intektual

keingintahuan LK ousei na hitobito de (...) itsu no ma ni ka kuat LK orang-orang LK tanpa sadar

lama waktu toki ga sugi-tekure-ta. waktu NOM berlalu-BEN-TA (Erisa shuppatsu) (17b) Untunglah penumpang hari itu terdiri atas

orang-orang cerdik cendekia. (…) Waktu berlalu tanpa kusadari’. (Keberangkatan)

Teks terjemahan (17a) sebagai konstruksi benefaktif -tekureru menyatakan penilaian positif terhadap peristiwa waktu berlalu, yaitu dampak positif bagi penutur. Dengan demikian, pada teks terjemahan bahasa Jepang (17a) makna penilaian

positif menjadi lebih jelas melalui hubungan korespondensi di antara unsur adverbial (saiwai/untunglah) dengan unsur benefaktif sugi-tekure-ta/berlalu, sedangkan pada teks (17b) penilaian positif dinyatakan secara adverbial saja. Contoh perbandingan terjemahan bahasa Jepang dengan teks asli bahasa asing mengindikasikan bahwa perbandingan dengan bahasa asing dapat pula membantu analisis pengontrasan paradigmatis mengenai fungsi konteks konstitutif.

Berikutnya analisis pilihan paradigmatis di antara konstruksi diatesis inverse dengan konstruksi benefaktif -tekureru. Benefaktif -tekureru berfungsi sebagai diatesis inverse untuk konstruksi transitif (lihat Sumida 2010a, 2011b). Teks (18) merupakan teks yang secara efektif menggunakan kontrastivitas paradigmatis dalam serangkaian teks. Pada klausa kedua digunakan diatesis inverse -tekuru yang mengindeks penilaian negatif dan pada klausa ketiga digunakan diatesis inverse -tekureru yang mengindeks penilaian positif. Pengontrasan makna konstruksi yang terdapat dalam serangkaian wacana ini sekaligus menjadi bukti bahwa penutur bahasa Jepang memanfaatkan pilihan paradigmatis secara konteks konstitutif. (18) (Sono sensei wa) Boku ga ichiban itu guru TOP aku GA paling shinraishi-ta sensei de, shuushoku-shita percaya-TA guru LK bekerja-TA hou ga ii yo t-te i-t-tekuru sensei ga lebih baik FP LK-QUO berkata-LK-DTG

guru GA hotondo no naka Iguchi sensei dake wa hampir semua antara 3 guru hanya

TOP ongaku wo yare - t - te i -t - tekure - ta. musik ACC lakukanlah-QUO berkata-

LK- BEN -TA (NHK Covers 2016-9-3 Blue encount’s

interview) ‘(Guru itu) guru yang paling kupercayai dan

sementara hampir semua guru mengatakan bahwa sebaiknya (kamu) bekerja saja (jika sudah lulus), kecuali hanya Pak guru Iguchi yang mendorongku dengan mengatakan untuk terus bermain musik.’Konstruksi inverse berfungsi melatardepankan

fase suatu benda atau perbuatan yang mengarah ke penutur dan melatardepankan fase dampak pada penutur (lihat Shimizu, 2010) sehingga konstruksi inverse -tekuru pada klausa kedua mengindeks apa

Page 12: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

58

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

yang dikatakan guru-guru lain kepada penutur tidak berdampak atau tidak memengaruhi keinginannya untuk meneruskan musik. Konstruksi benefaktif tekure-ta pada klausa ketiga mengindeks penilaian positif dan rasa menghargai terhadap sikap dan perkataan guru Iguchi. Secara konteks konstitutif, penggunaan konstruksi inverse pada klausa kedua berfungsi prekontekstualisasi untuk teks pada klausa ketiga. Secara indeksikal nonreferensial, konstruksi inverse -tekuru menunjukkan sikap tidak acuh atau perasaan tidak suka kepada guru-guru, sedangkan konstruksi inverse -tekureru menunjukkan perasaan akrab dan suka pada guru Iguchi.

4. Penutup4.1 Simpulan

Pada bidang semiotik sosial dan linguistik antropologis, fungsi indeksikal nonreferensial diteliti sebagai indeksikal sosial budaya sehingga indeksikal nonreferensial disebut dengan indeksikal sosial, sementara fungsi sosial budaya pada indeksikal referensial kerap tidak diperhatikan. Penelitian ini telah mengonfirmasi adanya fungsi indeksikal sosial pada indeksikal referensial. Makna sosial budaya pada indeksikal referensial dengan indeksikal nonreferensial berbeda. Makna sosial yang dinyatakan indeksikal referensial adalah makna yang berkaitan dengan makna evaluatif terhadap perbuatan dan situasi yang digambarkan verba atau perasaan terhadap partisipannya. Makna sosial yang dinyatakan indeksikal nonreferensial adalah makna stance, sikap atitudinal, identitas diri, dan sebagainya yang tidak berhubungan dengan peristiwa referensial.

Konstruksi diatesis bahasa Jepang secara konstan menyatakan bahwa makna evaluatif penutur yang berfungsi konteks konstitutif

sebagai makna sosial budaya. Dalam hal ini construal penutur mencakup makna sosial budaya. Secara indeksikal referensial konstruksi diatesis bahasa Jepang mengindeks makna penilaian positif/negatif, benefaktif/malefaktif/adversatif, volisionalitas, dan kausativitas. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa di antara makna indeksikal referensial dengan makna indeksikal nonreferensial terlihat keterkaitan. Misalnya konstruksi inverse mengindikasikan hal bahwa penutur tidak menerima dampak fisik dan dampak psikologis sebagai makna referensial evalutatif dan indeksikal nonreferensial mengindikasikan ketidaksukaan terhadap pelaku perbuatan. Hubungan keterkaitan tersebut mirip dengan hubungan konteks konstitutif Ochs (1990, 1993) yang melihatnya sebagai makna langsung dengan makna taklangsung. Perlu ditegaskan bahwa penelitian ini berbeda dengan konsep makna langsung dengan taklangsung Model Ochs tersebut.

4.2 SaranPermasalahan yang belum terjelaskan

sepenuhnya adalah hubungan di antara indeksikal referensial dan indeksikal nonreferensial. Sebagaimana ditegaskan sebelumnya, penelitian ini berbeda dengan konsep makna langsung dengan taklangsung Model Ochs (1990, 1993), yaitu makna langsung yang mengonstitut makna taklangsung. Namun, di antara makna indeksikal referensial dan nonreferensial teramati suatu keterkaitan, yaitu makna indeksikal referensial berkontribusi untuk membentuk makna indeksikal nonreferensial. Oleh karena itu, masih perlu kajian lebih lanjut mengenai hubungan di antara kedua indeksikal, baik terhadap konstruksi diatesis maupun konstruksi pada kategori lainnya.

Daftar Pustaka Berman, R. A., & Slobin, D. I. 1994. Relating events in narrative: A crosslinguistic developmental

study. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.Chandler, Daniel. 1994--2017.Paradigms and Syntagms. Semiotics for Beginners. (e-text boook)

[http://visual-memory.co.uk/daniel/Documents/S4B/]Croft, William. 1998. The Structure of Events and the Structure of Language. The New Psychology

of Language: Cognitive and Functional Approaches to Language Structure. Tomasello, Michael. (Ed). Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.pp.67-92.

Page 13: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

59

Croft, William. 2009. Toward a social cognitive linguistics. New directions in cognitive linguistics. Evans, Vyvyan. Pourcel, Stéphanie (eds.). Amsterdam/ Philadelphia: John Benjamins Publishing.

Givón, Talmy. 2001 .Syntax, Vol. 2. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamin Publishing Company.Goldberg, Adele E. 1995. Constructions: A Construction Grammar Approach to Argument Structure.

The University of Chicago.Goldberg, Adele E. 1998. Patterns of Experience in Patterns of Language. Tomasello (Ed). The New

Psychology of Language:Cognitive and Functio-nal Approaches to Language Struc-ture. Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Goldberg, Adele E. 2006. Constructions at Work: The Nature of Generalization in Language. Oxford/ New York: Oxford University Press.

Halliday, M.A.K. 1994. An Introduction to Functional Grammar. Second Edition. London, Melbourne, Auckland: Edward Arnold.

Halliday, M.A.K. & Matthiessen, C. 2006. Construing Experience Through Meaning: A Language-based Approach to Cognition. London/New York: Continuum

(2014)Halliday’s Introduction to Functional Grammar.4th edition. USA and Canada: Routledge.Honda, Akira. 2011. Kyoudou Chuui to Kanshukansei (Joint attention and Intersubjectivity). Sawada,

Harumi (Ed). Hitsuji Imiron Kouza 5: Shukansei to Shutaisei. Tokyo. Hitsujishobo. pp.127--148.

Jakobson, Roman. 1957. Shifters, verbal categories and the Russian verb. Harvard University, Dept. of Slavic Languages and Literatures, Russian Language Project, 1957.

Kataoka, Kuniyoshi. 2002. Shijiteki, Hi-shijiteki Imi to Bunka teki Jissen: Gengo Shiyou ni okeru ‘Shihyousei’ ni tsuite (Referential/nonreferential meaning and cultural significance: ‘Indexicality’ in language use). The Japanese Journal of Language in Society (Shakai Gengo Kagaku). Vol.4. No.2. The Japanese Association of Sociolintuistic Sciences. pp.2--41.

Kataoka, Kuniyoshi. 2009. Kougo Tegamibun ni okeru Jitai to Emoji no Shihyouteki Tokusei: Sono Tokushusei to Fuhensei ni tsuite. Ronshuu: Ibunka to shiteno Nihon. Graduate School of International Language and Culture. Nagoya University. Symposium International. pp.103--12.

Koga, Hiroaki. 2008. ‘Tekuru’ no Voisu ni Kanrensuru Kinou. Mori, Nishimura, Yamada, Yoneyama. (eds.). Kotoba no Dainamizumu (Dinamisme Bahasa). Tokyo: Kuroshioshuppan. pp.241-257.

Koyama, Wataru. 2008. Kigou no Keifu: Shakai Kigouron-kei Gengojinruigaku no Shatei. Tokyo: Sangensha.

Koyama, Wataru. 2009. Indexically Anchored on to the Deictic Center of Discourse: Grammar, Sociocultural Interaction and ‘Emancipatory Pragmatics’. Journal of Pragmatics. Volume 41, Issue 1, January 2009. Elsevier. pp.79--92.

Koyama, Wataru. 2012. Komyunikeeshon Ron no Manazashi. Tokyo: Sangensha.Langacker, Ronald W. 1990. Subjectification. Cognitive Linguistics 1-1, pp.5-38. Langacker, Ronald W. 1991. Concept, Image, and Symbols: The Cognitive Basis of Grammar. New

York: Mouton de Gruyter. Langacker, Ronald W. 1998. Conceptualization, Symbolization, and Grammar. Tomasello (Ed). The

New Psychology of Language: Cognitive and Functional Approaches to Language Structure. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Page 14: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

60

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

Langacker, Ronald W. 2003. Constructions in cognitive grammar. English Linguistics 20:41-83. Journal of the English Linguistic Society of Japan.

Langacker, Ronald W. 2008. Cognitive Grammar: A Basic Introduction. New York: Oxford University Press.

Levinson, Stephen C. 1997.Contextualizing contextualization cues. Eerdmans, S., Prevignano, C., Thibault, P. (eds.). Discussing communication analysis 1: John J. Gumperz. Lausanne: Beta Press.

Levinson, Stephen C. 2002. Contextualizing “contextualization cues”. Eerdmans, Prevignano, Thibault. (eds.). Language and Interaction: Discussions with John J. Gumperz John. Amsterdam/ Philadelphia: Benjamins Publishing Company. pp.3—40.

Matsuki, Keiko. 1999. On the Narrative Approach in Anthropology: Poetics and Politics of Cultural Representation. Doshisha Studies in Language and Culture. Vol.1. No.4. Kyoto: Doshisha University. pp.759—780.

Nakau, Minoru. 1994. Ninchi Imiron no Genri (Principles of Cognitive Semantics). Tokyo: Taishuukanshoten.

Oatey, Helen Spencer. (Ed.). 2000. Culturally Speaking: Managing Rapport through Talk across Cultures. London/New York: Continuum International Publishing Group (Judul buku terjemahan bahasa Jepang: Ibunka Rikai no Goyouron: Riron to Jissen. 2004.) Tokyo: Kenkyusha.

Ochs, Elinor. 1990. Indexicality and Socialization. Stigler et al. (eds.). Cultural Psycology: Essays on Comparative Human Development. University of Chicago. pp. 287--308.

Ochs, Elinor. 1992. Indexing Gender. Reprintded. Rethinking Context: Language as an Interactive Phenomenon. Duranti, Alessandro dan Goodwin, Charles (eds.). pp.335--353. Cambridge University Press.

Ochs, Elinor. 1993. Constructing Social Identity: A Language Socialization Perspective. Reserach on Lang

Ochs, Elinor. 1996. Linguistic Resources for Socializing Humanity. In Rethinking Linguistic Relativity, Gumperz, J. J. and Levinson, S. C. (eds.), 407--437. Cambridge: Cambridge University Press.

Ochs, Elinor. 1999. Language Socialization. Journal of Linguistic Anthropology. Special Issue: Language Matters in Anthropology. Lexicon for a New Millenium. Duranti, A. (Ed.). Malden: Blackwell. pp. 227-230.

Peirce, Charles S. 1955. Logic As Semiotic: The Theory of Signs. Philosophical Writings of Peirce. New York. Dover Publications. pp. 98--119.

Sadanobu, Toshiyuki. 2006. Shin-nai Jouhou no Kizoku to Kanri: Gendai Nihongo Kyoutsuugo ‘teiru’ no Evidentiality na Seishitsu ni tsuite (Evidentiality dan ‘teiru’ pada bahasa Jepang standar modeern). Nakagawa, Masayuki, Sadanobu, Toshiyuki. (eds.). Gengo ni Arawareru ‘Seken’ to ‘Sekai’. Tokyo: Kuroshioshuppan. pp.167--192.

Sawada, Jun. 2007. Japanese Benefactive Constructions and the Nature of Benefaction: Mainly Concerning the Beneficiary in the Te-kureru Construction. Journal of Japanese Grammar. 2007. Vol. 7. No.2. The Society of Japanese Grammar. Tokyo: Kuroshioshuppan.

Shibatani, Masayoshi. 2006. On the Conceptual Framework for Voice Phenomena. Linguistics 44(2). pp.217--269.

Page 15: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

Otsuka HirOkO et al.: Fungsi indeksikal reFerensial...

61

Shimizu, Keiko. 2010. Nihongo “Doushi + tekuru” Koubun no Gyakkoutai Youhou ni Tsuite (The Japanese verb + te Kuru construction as inverse voice). Bulletin of Faculty of Letters. Vol.16(69) Kumamoto: Kumamoto Prefectral University. pp47--75.

Silverstein, Michael. 1976. Shifters, linguistic categoryies, and cultural description. Basso, Keith, Henry, A. Selby. (eds.) Meaning in Anthoropology. Albuquerque: University of New Mexico Press. pp.11--55.

Silverstein, Michael. 1993. Metapragmatic Discourse and Metapragmatic Function. (Diakses 27-1-2015).

Silverstein, Michael. 2001[1981]. The Limits of Awareness. Linguistic Anthropology: A Reader. Duranti, A. (Ed.). Malden: Blackwell. pp. 382–401.

Silverstein, Michael. 2003. Indexical Order and the Dialectics of Sociolinguistic Life. Language & Communication. Vol.23, Issues 3–4. Elsevier Ltd. pp.193–229.

Slobin, Dan I. 1987.Thinking for Speaking. Proceedengs of the Thirteenth Annual Meeting of the Berkeley Linguistics Society. pp.435--445.

Slobin, Dan I. 1996. From “Thought and Language” to “Thinking for Speaking”. In Rethinking linguistic relativity, Gumperz, J. J. and Levinson, S. C. (eds.). Cambridge: Cambridge University Press. pp.70--96.

Sumida, Tetsuro. 2010a. Nihongo Komyunikeeshon ni Okeru Voisu no Kinou (Passive and Inverse in Japanese Communication). Jurnal Studi Bahasa dan Sastra Jepang. Vol.74. No.1. The Japanese Language and Literature Associaton of Korea.

Sumida, Tetsuro. 2011b. Idou Doushi ‘KURU’ no Bunpouka to Voisu Kinou. Disertasi. Kobe: Kobe University.

Teramura, Hideo. 1982 [1986]. Nihongo no Shintakusu to Imi (Sintaks dan Semantik Bahasa Jepang). Vol.1. Tokyo: Kurhoshioshuppan.

Verschueren. Jef. 1999. Understanding Pragmatics. London. Edward Arnold Limited/NY: Oxford University Press.

Yamada, Toshihiro. 1999. Temorau Juekibun no Hatarakikake-sei wo Meggutte (On the causativity of temorau construction). Bulletin: Handai Nihongo Kenkyuu. No.11. Osaka: Osaka University.

Yamada, Toshihiro. 2000. Nihongo ni Okeru Benefakutibu no Kijutsuteki Kenkyuu. (Dissertation. Osaka University).

Yamada, Toshihiro. 2000--2002. Nihongo ni Okeru Benefakutibu no Kijutsuteki Kenkyuu. No.1-No.14. Nihongogaku. Tokyo: Meijishoin.

Daftar Sumber DataData Media CetakLily, Franky. 2005. Tokyo Tower. Tokyo: Fusousha.Nh. Dini. 1993. Keberangkatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama (Buku terjemahan Bahasa

Jepang: 1984. Funachi, Megumi (trj). Erisa Shuppatsu. Dandansha).Rubrik Minami Juujisei. 2010—2011 Karangan Siswa SD pada Surat Kabar Jakaruta Shinbun.Shishi, Bunroku. 2015[1955/56]. Musume to Watashi. Tokyo: Chikumashobo.Yoshimoto, Banana 1996. Rasen. Tokyo: Shinchosha.Yoshimoto, Banana. 2006. Kanashii Yokan. Tokyo: Gentousha.

Page 16: FUNGSI INDEKSIKAL REFERENSIAL DAN NONREFERENSIAL …

62

Metalingua, Vol. 16 No. 1, Juni 2018:47–62

Data Media TelevisiNHK Covers 2016-9-3 Blue encount’s interview.

(Endnotes)1 ‘Finally, choices evoke or carry along their alternatives. In other words, any choice of a form motivated by its

placement along any dimension of meaning not only designates that specific placement but conjures up the entire dimension as well.’ (Verschueren 1999:58)