Fraktur Vertebra
-
Upload
ririn-wahyuni -
Category
Documents
-
view
191 -
download
4
Transcript of Fraktur Vertebra
Fraktur VertebraKristine E. Ensrud, M.D., M.P.H., and John T. Schousboe, M.D., Ph.D.
Seorang wanita berusia 72 tahun datang dengan riwayat nyeri di punggung belakang dalam 2
bulan ini, yang tidak membaik dengan ibuprofen dan menyebabkan kesulitan berjalan dan
berpakaian. Dari anamnesis, ia melaporkan mengalami kehilangan tinggi badan sekitar 5 cm (2
inch) sejak ia masih muda. Pada pemeriksaan, terdapat kifosis ringan di tulang belakang torakal
tetapi tidak terdapat djumpai nyeri. Dari foto tulang belakang lateral menunjukkan vertebra L2
dengan tampilan bikonkaf, temuan yang sesuai dengan fraktur vertebra (Gambar 1). Bagaimana
seharusnya penatalaksanaan kasus ini?
Permasalahan Klinis
Fraktur vertebra-deformitas pada korpus vertebra yang diidentifikasi dengan pemeriksaan
pencitraan tulang belakang lateral dan ditandai dengan bentuknya-merupakan manifestasi
osteoporosis yang paling sering. Fraktur vertebra dari tulang belakang torakal dan lumbar terjadi
sekitar 700.000 dari 1,5 juta fraktur osteoporotik yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat1.
Fraktur ini biasanya diidentifikasi secara klinis ketika pasien datang dengan keluhan nyeri
punggung, dan radiografi tulang belakang diinterpretasikan sebagai fraktur dari korpus vertebra,
biasanya di zona transisi torakolumbar atau region midtorakal2. Namun, berbeda dengan tipe
fraktur lainnya, kebanyakan fraktur vertebra tidak datang untuk mendapatkan pertolongan medis
saat fraktur tersebut terjadi. Hanya seperempat sampai sepertiga insidensi fraktur yang
diidentifikasi dari pemeriksaan pencitraan yang didiagnosis secara klinis2,3.
Fraktur vertebra radiografik yang sering terjadi secara sederhana berhubungan dengan
nyeri punggung dan kualitas hidup yang terkait dengan kesehatan4,5; kemungkinan nyeri
punggung, penurunan kualitas hidup terkait kesehatan, dan diagnosis klinis meningkat dengan
keparahan dan jumlah fraktur. 3-5Fraktur vertebra radiografik yang baru (misalnya tidak tampak
pada foto sebelumnya) menyebabkan peningkatan risiko nyeri punggung dan back-related
disability; kekuatan hubungan ini lebih besar pada individu dengan fraktur vertebra yang
PRAKTEK KLINIS
dikeketahui secara klinis.6,7 Disabilitas yang diakibatkan oleh fraktur dapat menjadi lebih besar
pada pasien dengan fraktur lumbal dibandingkan dengan fraktur torakal.5,6
Fraktur vertebra pada orang dewasa berhubungan dengan peningkatan risiko kematian,8
tetapi peningkatan risiko ini disebabkan sebagian besar oleh penyakit yang mendasari (misalnya
kelemahan) yang menyebabkan fraktur vertebra dan kematian. Fraktur vertebra radiografik dan
fraktur vertebra klinis menyebabkan risiko lebih tinggi untuk terjadinya fraktur panggul dan
fraktur lainnya9; peningkatan risiko ini hanya dijelaskan secara parsial akibat densitas mineral
tulang yang rendah diantara pasien dengan fraktur vertebra. Dengan demikian, adanya fraktur
vertebra memiliki efek yang penting pada risiko fraktur berikutnya dan berpengaruh pada
keputusan terapi untuk mengurangi risiko ini.
Strategi dan Bukti
Evaluasi
Fraktur vertebra pada wanita terjadi pertama kali biasanya setelah mengalami menopause.
Prevalensi dan insidensi fraktur vertebra radiografik meningkat dengan bertambahnya usia,
dengan prevalensi diantara wanita berkulit putih meningkat dari 5% sampai 10% antara usia 50-
59 tahun dan hingga 30% atau lebih pada usia 80 tahun atau lebih. Angka prevalensi yang
dilaporkan lebih rendah pada wanita berkulit hitam, wanita asia, dan laki-laki. Di antara wanita
usia lanjut berkulit putih tanpa adanya fraktur vertebra, risiko tiap tahunnya yaitu 0,9% pada
mereka yang berusia 65 tahun atau lebih; diantara mereka yang berusia 80 tahun atau lebih,
risiko tiap tahunnya sebesar 1,7%. Selain daripada usia tua, faktor risiko klinis insidensi fraktur
vertebra yaitu fraktur sebelumnya, riwayat terjatuh sekali atau lebih, inaktivitas, merokok,
penggunaan glukokortikoid sistemik (risiko meningkat dengan paparan kumulatif yang
meningkat), penyakit medis kronik saat ini (misalnya penyakit paru obstruktif kronik, arthritis
rheumatoid seropositif, penyakit Crohn’s), dan indeks massa tubuh yang rendah. Pada populasi
yang tidak termasuk dalam risiko osteoporosis atau fraktur, penurunan tinggi badan (misalnya
penurunan ≥4 cm sejak usia 25 tahun) memiliki sensitivitas yang rendah (31-56%) dan nilai
prediktif positif (14 sampai 26%) untuk adanya fraktur vertebra radiografik tetapi nilai prediktif
negative yang tinggi (≥86%).
Pemeriksaan fisik menunjukkan konveksitas sagital vertebra torakal yang berlebihan
(hiperkifosis, atau dowager’s hump), terutama di antara pasien dengan anterior wedge fracture
vertebra torakal. Namun, kifosis berat sering dijumpai pada dewasa tua tanpa fraktur vertebra
radiografik.
Densitas Mineral Tulang
Densitas mineral tulang yang rendah, yang diukur dengan penggunaan absorpsiometri x-ray dual
energy (DEXA), menghasilkan odds yang lebih tinggi untuk terjadinya fraktur radiografik
prevalen dan peningkatan risiko insidensi fraktur vertebra (odds rasio atau rasio hazard untuk
tiap-tiap pengurangan 1-SD densitas mineral tulang belakang atau tulang panggul, 1,5 sampai
2,0). Meskipun prevalensi fraktur vertebra radiografik paling tinggi di antara orang-orang dengan
osteoporosis (ditentukan oleh skor T di tulang belakang atau panggul -2,5 atau kurang [≥2,5 SD
dibawah rata-rata densitas mineral tulang untuk dewasa muda yang sehat]), lebih dari sepertiga
wanita pasca menopause dengan fraktur vertebra radiografik prevalen memiliki skor T pada
vertebra dan tulang panggul lebih dari -2,5. Prevalensi fraktur verterbra radiografik di antara
waniat berusia 60 tahun atau lebih dengan massa tulang yang rendah (skor T di panggul atau
vertebra, -1,5 sampai -2,4) telah dilaporkan berkisar antara 14 sampai 18%.
Gambar 1. Foto Radiografi Lateral
Foto menunjukkan fraktur bikonkaf, derajat 2, pada
vertebra L2
Diagnosis
Meskipun riwayat medis dan pemeriksaan dapat mengarahkan kepada kemungkinan fraktur
vertebra klinis, diagnosis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan tulang belakang.
Pada kebanyakan kasus, foto vertebra lateral dilakukan untuk indikasi lainnya yang
membuktikan adanya fraktur vertebra, tetapi seringnya, temuan secara tidak sengaja ini tidak
dilaporkan oleh radiologist atau jika dilaporkan tidak ditindak lanjuti oleh dokter yang merawat
pasien.
Foto lateral vertebra torakal dan lumbar telah menjadi standar penatalaksanaan. Tidak
terdapat consensus terhadap fraktur vertebra, tetapi berbagai metode penatalaksanaan kualitatif
dan kuantitatif telah dikembangkan. Metode semikuantitatif yang dikembangkan oleh Genant
dkk, telah secara luas diterima dan dipakai dalam praktek klinis. Metode yang menggunakan
tampilan kualitatif dari bentuk vertebra dan derajat reduksi tinggi vertebra pada dimensi anterior,
mid, dan posterior untuk menilai korpus vertebra sebagai normal, fraktur yang tidak pasti, atau
ditandai dengan fraktur yang ringan, sedang, dan berat (lihat gambar di appendiks suplementer,
yang tersedia dengan full text article di NEJM.org). Penggunaan yang memadai dari metode ini
memerlukan pengetahuan tentang perkembangan deformitas (misalnya penyakit Scheuermann’s
[osteokondrosis vertebral end plates] dan deformitas yang didapat (misalnya osteoarthritis) yang
tidak mewakili fraktur dan mengenali tampilan yang mengarahkan kepada fraktur selain
osteoporosis (misalnya ekspansi korteks atau lisis trabekula atau dimana saja di korteks, temuan
yang mengarahkan ke kanker). Penelitian telah menujukkan bahwa metode semikuantitatif
Genant memiliki reliabilitas interobserver yang baik, concurrent validity (misalnya fraktur
prevalen yang disebabkan oleh densitas mineral tulang yang rendah), dan validitas prediktif
(misalnya fraktur prevalen yang memperdiksikan risiko insiden terjadinya fraktur tidak
tergantung kepada densitas mineral tulang).
Pemeriksaan terhadap fraktur vertebra prevalen asimptomatik dapat dilakukan saat
pemeriksaan densitas mineral tulang dengan penggunaan foto vertebra lateral yang ditunjang
oleh fan-beam DEXA dan software yang cocok. Istilah pemeriksaan fraktur vertebra (VFA)
menunjukkan pada pencitraan tulang belakang densitometrik dari T4 sampai L4 dengan tujuan
untuk mengidentifikasi fraktur vertebra prevalen. Dibandingkan dengan foto vertebra, foto VFA
(gambar 2) lebih menghasilkan hasil yang tidak dapat dievaluasi (khususnya ketika digunakan
untuk memeriksa vertebra superior hingga T7) tetapi memiliki paparan terhadap radiasi yang
kurang (3µSv untuk VFA vs. 600 µSv untuk foto lateral vertebra torakal), secara substansial
mengurangi paralaks (misalnya proyeksi distorsi) yang sering dijumpai pada vertebra pada foto
yang diambil dengan cone-beam-x-ray standar, dan lebih nyaman bagi pasien, karena pencitraan
dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan pemeriksaan densitas mineral tulang. Ketika
metode semikuantitatif digunakan dengan metode pencitraan untuk mengidentifikasi fraktur
vertebra, VFA dan foto tulang belakang memiliki reliabilitas intraobserver dan interobserver
yang sama dan concurrent validity. Foto VFA memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 90%
untuk mendeteksi fraktur berat dan sedang; foto ini lebih inferior dibandingkan dengan radiografi
standar untuk mendeteksi fraktur ringan, tetapi fraktur ringan tidak sekuat prediksi patah tulang
sedang sampai berat berikutnya.
Foto vertebra standar dan VFA biasanya tidak diindikasikan pada pasien dengan skor T
densitas mineral tulang yang sangat rendah (-2,5 atau lebih rendah) atau tinggi (lebih tinggi
daripada -1,5), karena bukti fraktur vertebra tidak mungkin memperngaruhi manajemen
perawatan pasien. Namun, di antara wanita pasca menopause dengan skor T antara -1,5 dan -2,4
bagi seseorang dengan manfaat terapi farmakologis yang tidak pasti, identifikasi fraktur vertebra
prevalen dapat mengubah manajemen. Menurut analisis cost-effectiveness, penggunaan baik foto
vertebra maupun VFA untuk menilai vertebra pada wanita ini-dengan resep bifosfonat-
diharapkan dapat menghasilkan penurunan angka fraktur untuk satu penambahan biaya
(<$50.000 per kualitas kualitas hidup yang disesuaikan yang diperoleh dalam 1 tahun).
Metode lain pencitraan tulang belakang (misalnya computed tomography dan magnetic
resonance imaging) dan radionuclide bone scanning biasanya diperutuntukkan bagi pasien
dengan kebutuhan tambahan informasi untuk mengevaluasi ketajaman fraktur atau untuk
membedakan fraktur osteoporotic dari fraktur patologis.
Terapi
Manajemen Nyeri
Fraktur vertgebra klinis dapat menyebabkan nyeri yang cukup berat sehingga memerlukan
hospitalisasi. Data dari penelitian random, controlled trials yang mengevaluasi efikasi medikasi
nyeri pada pasien dengan fraktur vertebra akut sangat kurang, tetapi dalam prakteknya, obat
nonsteroid antiinflamasi, analgesic (termasuk narkotik dan tramadol), lidokain transdermal, dan
agen yang digunakan untuk menekan nyeri neuropatik (trisiklik antidepresan) biasanya
digunakan. Meskipun nyeri fraktur vertebra akut biasanya reda dalam beberapa minggu, narkotik
sering dibutuhkan secara temporer untuk memfasilitasi pergerakan dan menghindari istirahat
yang berkepanjangan. Penelitian kecil, random, kontrol placebo menunjukkan bahwa kalsitonin
(yang diberikan dengan injeksi intramukular atau dengan nasal spray) dapat mengurangi nyeri
punggung yang diakibatkan oleh fraktur vertebra akut. Teriparatid dan bifosfonat dapat
mengurangi nyeri punggung dengan mencegah fraktur vertebra yang baru, tetapi effektivitasnya
dalam mengurangi nyeri akibat fraktur vertebra akut belum di coba dalam penelitian random.
Rehabilitasi
Bukti yang terbatas dari penelitian kecil, random, terkontrol yang mencakup pasien dengan
fraktur vertebra klinis mendukung penggunaan program latihan terapetik untuk mengurangi nyeri
dan meningkatkan kekuatan, keseimbangan, status fungsional, dan kualitas hidup, tetapi
temuannya tidak konsisten antara seluruh penelitian.
Back braces (ortosis vertebra) telah digunakan untuk terapi pasien dengan fraktur
vertebra akut, tetapi keuntungannya dan kerugiannya belum diteliti secara ketat. Hasil dari
penelitian kecil, random, unblind menunjukkan penggunaan back brace kaku selama bangun
dalam beberapa jam selama 6 minggu atau penggunaan back brace nonrigid selama 2 jam per
hari selama 24 minggu dapat mengurangi nyeri dan disabilitas setelah fraktur vertebra klinis.
Gambar 2. Perbandingan Vertical Fracture Assessment (VFA) densitometrik dengan foto vertebra lateral
standar dari torakal dan lumbar
Dibandingkan dengan foto radiografik, gambar yang diambil dengan VFA memiliki resolusi yang lebih rendah
(korteks vertebra dan end plates kurang jelas) dan tidak mendeteksi tulang belakang torakal pada level superior
hingga T7 (Panel A, panah). Namun, pada foto tulang belakang standar, proyeksi distorsi (paralaks) umum
dijumpai (Panel B dan C, panah)
Vertebroplasti dan Kifoplasti
Operasi tambahan vertebra (vertebroplasti atau kifoplasti) telah dilakukan dengan
meningkatnya frekuensi di Amerika Serikat; pada tahun 2005, 66 setiap 100.000 biaya
pengobatan Medicare beneficiaries menjalani vertebroplasti. Penelitian observasional telah
melaporkan pengurangan nyeri, disabilitas, dan lamanya masa rawat inap di rumah sakit di
antara pasien dengan fraktur vertebra akut yang menjalani operasi ini dibandingkan dengan
pasien yang tidak dioperasi, tetapi penelitian ini rentan terhadap bias yang besar.
Dua penelitian random, open-label yang dilakukan pada wanita dengan fraktur vertebra
akut dengan nyeri (rata-rata durasi nyeri punggung 4-6 minggu) menunjukkan pengurangan nyeri
dan peningkatan fungsi fisik di antara pasien yang menjalani kifoplasti atau vertebroplasti, tetapi
perbandingan untuk tiap-tiap penelitian ini yaitu untuk perawatan biasanya, bukan operasinya.
Dengan demikian, keuntungan yang didapat dapat terjadi karena efek placebo. Penelitian kecil,
random lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan dalam nyeri dan status fungsional dengan
vertebroplasti dibandingkan dengan terapi konservatif pada pasien dengan fraktur vertebra yang
nyeri yang terjadi dalam 8 minggu sebelumnya. Selain itu, dalam dua penelitian random dan
double blind yang membandingkan vertebroplasti dengan sham procedure, pasien dengan fraktur
vertebra yang nyeri yang telah diidentifikasi dalam 12 minggu sebelumnya tidak memiliki
keuntungan dari vertebroplasti terutama dalam hal nyeri, disabilitas fungsional, atau kualitas
hidup.
Durasi gejala rata-rata sebelum dilakukan operasi yaitu 12-13 minggu dalam satu
penelitian dan 16-20 minggu dalam penelitian lainnya. Sejak vertebroplasti dan kifoplasti
dianjurkan sebagai yang paling efektif untuk nyeri fraktur akut, analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini pada subgroup pasien yang mengalami nyeri dengan durasi yang leboh singkat,
tetapi analisis ini tidak menunjukkan bahwa vertebroplasti lebih menguntungkan dibandingkan
dengan sham procedure. Namun, kekuatan untuk mendeteksi perbedaan di anatara grup masih
terbatas.
Vertebroplasti dan kifoplasti merupakan operasi invasif yang memiliki risiko kecil untuk
terjadinya kebocoran semen epidural, yang menyebabkan kerusakan nerve-root (pada 0,4-4%
pasien), dan emboli paru semen simptomatik (sekitar 0,1% pasien). Yang lebih mengkhawatirkan
yaitu kemungkinan bahwa operasi akan meningkatkan risiko fraktur vertebra berikutnya dengan
meningkatkan muatan mekanik pada vertebra yang berdekatan pada mereka yang diterapi. Tidak
ada risiko yang tinggi untuk fraktur vertebra selanjutnya dari vertebroplasti atau kifoplasti yang
dilaporkan pada penelitian random yang dilakukan saat ini, tetapi penelitian ini tidak
memperkuat hasil ini.
Kalsium dan Vitamin D
Semua pedoman penalalaksanaan osteoporosis saat ini merekomendasikan asupan kalsium
adekuat (≥ 1000 mg/hari) dan vitamin D (≥ 600 IU/hari). Namun, tidak ada penelitian placebo-
controlled dan random menunjukkan adanya pengurangan risiko insiden fraktur vertebra
radiografik atau klinis dengan penggunaan kalsium saja, vitamin D saja, atau kalsium yang
dikombinasikan dengan vitamin D.
Farmakoterapi
Terapi farmakologis ditunjukkan mengurangi risiko fraktur selanjutnya pada orang dengan
fraktur vertebra radiografik dan atau klinis yang bukan diakibatkan oleh trauma atau kanker,
terlepas dari ada atau tidaknya gejala yang berhubunga atau skor T densitas mineral tulang.
Penelitian besar, random, dan placebo-controlled yang dilakukan pada wanita dengan
osteoporosis pasca menopaus (kriteria inklusi yaitu densitas mineral tulang yang rendah atau
fraktur vertebra radiografik prevalen) telah menunjukkan efikasi berbagai farmakoterapi dalam
mengurangi risiko insiden fraktur vertebra klinis atau radiografik (Tabel 1). Agen yang diteliti
yaitu bifosfonat oral (alendronat, ibandronat, dan risedronat), bifosfonat intravena (asam
zoledronat), modulator reseptor estrogen selektif (bazedoksifen, lasofoksifen, dan raloksifen),
hormone paratiroid, denosumab, strontium ranelat, dan kalsitonin, meskipun efikasi kalsitonin
yang dilaporkan dalam mengurangi fraktur vertebra yang baru masih dipertanyakan. Terapi
dengan bifosfonat (kecuali ibandronat, dengan tidak adanya data yang tersedia), lasoksifen,
strontium, denosumab, atau teriparatid juga telah ditunjukkan mengurangi risiko fraktur
nonvertebra, dan terdapat bukti alendronat, risedronat, asam zoledronat, atau denosumab
mengurangi risiko fraktur panggul. Alendronat generik sering digunakan sebagai terapi lini
pertama karena efikasinya dalam mengurangi fraktur vertebra dan nonvertebra (termasuk
panggul), profil keamanannya selama 10 tahun penggunaan, dan biaya relatifnya.
Area Ketidakpastian
Nilai foto vertebra tidak pasti pada pasien dengan terapi farmakologi yang direkomendasikan
berdasarkan indikasi lain daripada fraktur vertebra (misalnya skor T densitas mineral tulang -2,5
atau lebih rendah). Informasi mengenai status sehubungan dengan fraktur vertebra prevalen
dapat meningkatkan prediksi fraktur vertebra baru di luar itu yang didukung oleh alat penilaian
risiko, seperti Fracture Risk Assessment Tool (FRAX) dari Wrold Health Organization, tetapi
tidak diketahui apakah kasus untuk prediksi insiden faktur tulang lainnya dan sepanjang apakah
informasi ini akan mengubah penatalaksanaan pada pasien. Di antara pasien dengan fraktur
vertebra prevalen atau pasien dengan osteoporosis, efikasi terapi farmakologik dalam mencegah
fraktur selama periode 3-5 tahun belum pasti, dan risiko dan keuntungan dari menghentikan
terapi selama beberapa waktu belum diketahui. Data tambahan dari penelitian random, blinded,
dan well-controlled dibutuhkan untuk menentukan apakah operasi augmentasi vertebra dilakukan
dalam 6 minggu pertama setelah menonaktifkan fraktur vertebra efektif dan aman. Penelitian
juga menjamin pasien dengan fraktur vertebra klinis untuk menentukan efek spinal orthoses dan
program latihan terhadap nyeri jangka panjang, pergerakan, status fungsional, dan kualitas hidup.
Tabel 1. Medikasi untuk mengurangi risiko fraktur pada wanita pasca menopause dengan fraktur vertebra
prevalen
Pedoman dari Ahli Sosial
The International Society for Clinical Densitometry telah menerbitkan pedoman untuk menilai
fraktur vertebra. Beberapa organisasi, termasuk National Osteoporosis Foundation, The
European Society for Clinical and Economic Evaluation of Osteoporosis and Osteoarthritis, dan
The American College of Physicians, telah menerbitkan pedoman diagnosis dan terapi
osteoporosis yang menempatkan implikasi manajemen identifikasi fraktur vertebra dan
efektivitas agen farmakologi dalam pencegahan fraktur. Rekomendasi dalam artikel ini
umumnya sesuai dengan pedoman-pedoman ini.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Anamnesis dan pemeriksaan pada pasien dalam skema mengarahkan kepada fraktur vertebra
klinis, tetapi diagnosis harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan pencitraan tulang belakang.
Identifikasi fraktur vertebra menunjukkan diagnosis osteoporosis, tanpa memperhatikan skor T
densitas mineral tulang. Menghilangkan nyeri dan mempertahankan pergerakan menjadi tujuan
langsung yang membutuhkan terapi narkotik jangka pendek. Meskipun terdapat ketidakpastian
tentang efek latihan terapeutik, kami merekomendasikan targeted physical therapy program
yang menggabungkan postural retraining dan latihan untuk meningkatkan kekuatan otot
ekstensor punggung dan pergerakannya.
Karena fraktur vertebra dihubungkan dengan peningkatan risiko fraktur di masa depan,
tujuan jangka panjang harus mengurangi risiko fraktur selanjutnya. Kami merekomendasikan
asupan kalsium 1000-1200 mg/hari dan asupan vitamin D 600-800 IU/hari (melalui makanan,
suplemen, atau keduanya), meskipun keuntungan pendekatan ini dalam mengurangi risiko
fraktur vertebra selanjutnya belum pasti. Meskipun berbagai medikasi mengurangi risiko fraktur
vertebra baru, kami merekomendasikan inisiasi terapi dengan alendronat generic,
mempertimbangkan efikasinya dalam mengurangi insiden fraktur, termasuk fraktur panggul, dan
keamanannya serta biaya yang relatif rendah.