Fraktur Non Union

32
BAB III TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI FRAKTUR Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Apabila kulit di tempat fraktur tetap utuh (intak) maka disebut dengan fraktur tertutup, bila kulit atau rongga tubuh telah ditembus maka disebut dengan fraktur terbuka, rentan terhadap kontaminasi dan infeksi. (1) II. ETIOLOGI Trauma Trauma langsung menyebabkan tulang patah pada tempat impaksinya dan jaringan lunak sekitarnya ikut rusak. Cedera langsung biasanya membelah tulang secara transversal atau membentuk fragmen ‘butterfly’. Bila tulang remuk, bentuk fraktur menjadi kominutiva dengan kerusakan jaringan lunak sekitar yang luas. Trauma tidak langsung menyebabkan tulang patah pada daerah yang lebih jauh dari beban inisial biasanya jaringan lunak sekitar tetap utuh. (1) Stress Repetitif Fraktur terjadi pada tulang normal yang menerima beban berat berulang kali. Beban berat berulang tersebut menyebabkan deformitas kecil yang menginisiasi proses remodeling normal (resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru). Apabila pajanan stress dan deformasi terjadi 9

description

Fraktur Non Union

Transcript of Fraktur Non Union

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAI. DEFINISI FRAKTUR

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural dari tulang. Apabila kulit di tempat fraktur tetap utuh (intak) maka disebut dengan fraktur tertutup, bila kulit atau rongga tubuh telah ditembus maka disebut dengan fraktur terbuka, rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.(1)II. ETIOLOGI Trauma

Trauma langsung menyebabkan tulang patah pada tempat impaksinya dan jaringan lunak sekitarnya ikut rusak. Cedera langsung biasanya membelah tulang secara transversal atau membentuk fragmen butterfly. Bila tulang remuk, bentuk fraktur menjadi kominutiva dengan kerusakan jaringan lunak sekitar yang luas. Trauma tidak langsung menyebabkan tulang patah pada daerah yang lebih jauh dari beban inisial biasanya jaringan lunak sekitar tetap utuh. (1) Stress Repetitif

Fraktur terjadi pada tulang normal yang menerima beban berat berulang kali. Beban berat berulang tersebut menyebabkan deformitas kecil yang menginisiasi proses remodeling normal (resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru). Apabila pajanan stress dan deformasi terjadi berulang kali dalam jangka waktu yang lama, proses resorpsi lebih cepat dari proses penggantian, menyisakan area yang rentan terjadi fraktur. (1) Fraktur Patologis

Fraktur dapat terjadi meski hanya dengan beban normal bila tulang sudah melemah akibat perubahan struktur. (1)III. KONFIGURASI

Kemampuan tiap tulang untung bertahan dari trauma tergantung dari beberapa faktor, termasuk di dalamnya kekuatan tulang atau densitasnya, arah trauma, tipe traumanya dan kemampuan otot serta ligamen sekitar tulang untuk mengabsorbsi kekuatan trauma. Tipe trauma yang berbeda, menghasilkan pola fraktur yang berbeda. Trauma langsung pada tulang menyebabkan fraktur transversus. Fraktur oblik pendek disebabkan oleh trauma aksial (kompresif), sedangkan fraktur oblik panjang disebabkan oleh kombinasi trauma aksial dan rotasional. Pola fraktur kupu-kupu mengindikasikan adanya bending force. (2)

Gambar 8. Konfigurasi Fraktur (2)IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pada inspeksi, tampak bengkak (kecuali pada fraktur yang letaknya jauh di dalam jaringan seperti fraktur collum femur), deformitas (angulasi, rotasi dan pemendekan) atau pergerakan abnormal (pada lokasi patahan), ekimosis (disebabkan oleh ekstravasasi darah ke subkutan) yang tampak setelah beberapa hari. (5)

Pada palpasi, pemeriksa dapat mendeteksi nyeri tekan tajam yang terlokalisir pada lokasi patahan. (5)

Pada pergerakkan, lihat pergerakan aktif pasien dengan memintanya untuk menggerakan sendi yang distal dari lokasi fraktur.(1) Nyeri hebat dan spasme otot timbul pada pergerakan pasif. (5)V. RADIOGRAFI

Pemeriksaan radiografi pada lokasi cedera sebaiknya dalam posisi anteroposterior (AP) dan lateral, dan menunjukkan persendian di proksimal dan distal lokasi cedera.(2) Pada anak-anak, dibutuhkan foto x-ray dari ekstremitas kontralateralnya untuk membandingkan karena adanya penampakan epifisis yang masih imatur. (1)VI. DIAGNOSIS

Fraktur dideskripsikan berdasarkan lokasi (diafisis, metafisis, epifisis atau intra-artikular), ekstensi (komplit atau inkomplit), konfigurasi (transversal, oblik, spiral), hubungan antar fragmen tulang (undisplaced atau displaced translasi, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi), hubungan fraktur dengan lingkungan eksternal tubuh (tertutup atau terbuka) dan ada atau tidaknya komplikasi. (5)VII. PROSES PENYEMBUHAN TULANG1. Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan membentuk hematoma di sekeliling dan di dalam patahan tulang. Tulang pada permukaan patahan kekurangan suplai darah sehingga terjadi kematian sel 1 atau 2 mm dari akhir fragmen. (1)2. Inflamasi dan proliferasi selular

Dalam 8 jam, terjadi reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel-sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi sel punca mesenkimal di periosteum, menembus ke kanalis medularis dan otot-otot di sekitarnya Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan selular yang membentuk perancah di sekitar lokasi patahan. Hematoma perlahan diabsorpsi dan terbentuk pembuluh kapiler baru di area tersebut. (1)3. Pembentukan kalus

Sel punca mesenkimal bersifat osteogenik, sehingga sel tersebut berubah menjadi sel kondroblas yang membentuk kondroid yaitu bahan dasar tulang rawan, sedangkan di tempat yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteoid yaitu bahan dasar tulang (3).Osteoklas membersihkan tulang-tulang yang sudah mati. Massa selular yang tebal dengan pulau-pulau tulang imatur dan kartilago membentuk kalus atau semacam bidai pada permukaan periosteal dan endosteal tulang. Woven bone semakin padat dengan mineral-mineral, sehingga pergerakan pada lokasi fraktur semakin berkurang secara progresif dan dalam 4 minggu setelah cedera, fraktur kembali menyatu. (1)4. Konsolidasi

Aktivitas osteoklas dan osteoblast terus berlanjut sehingga woven bone bertransformasi menjadi tulang lamelar. Osteoklas menembus debris-debris pada garis fraktur dan osteoblast mengisi jarak sisa antar fragmen dengan tulang baru. Proses ini lambat dan perlu beberapa bulan hingga tulang cukup kuat untuk membawa beban normal. (1)5. Remodeling

Dalam waktu bulanan hingga tahunan, masih terjadi proses resorpsi dan pembentukan tulang secara terus menerus. Tulang lamelar yang lebih tebal terbentuk di tempat yang menopang beban tinggi, penopang yang sudah tidak dibutuhkan dibuang dan kavitas medular kembali terbentuk. (1)

Gambar 9. Penyembuhan Tulang (a) Hematoma; (b) inflamasi dan proliferasi; (c) Pembentukan kalus; (d) konsolidasi; (e) remodeling (1)

Prediksi penyembuhan fraktur dapat menggunakan Perkins timetable yaitu, fraktur oblik pada esktremitas superior akan menyambung dalam 3 minggu, untuk konsolidasi dikali 2, untuk ekstremitas inferior dikali 2 dan untuk fraktur transversus dikali 2 lagi. Rumus yang lebih baru adalah fraktur oblik pada ekstremitas superior membutuhkan waktu 6 hingga 8 minggu untuk konsolidasi, ekstremitas bawah butuh waktu 2 kali lebih lama. Tambahkan 25% bila fraktur bukan oblik atau fraktur pada femur. (1)VIII. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN FRAKTUR (4)1. Faktor Sistemik

a. Umur

b. Level aktivitasc. Status nutrisi

d. Faktor hormonal

i. Hormon pertumbuhan (Growth Hormone)

ii. Kortikosteroid (Osteonekrosis mikrovaskular)

iii. Lain-lain (Tiroid, esterogen, androgen, kalsitonin, paratiroid, prostaglandin)

e. Penyakit (Diabetes, anemia, neuropati)f. Defisiensi vitamin A, C, D, K

g. Obat-obatan (NSAID, antikoagulan, faktor XII, calcium-channel blocker, sitotoksin, difosfonat, fenitoin, sodium florida, tetrasiklin)h. Nikotin atau alkohol

i. Hiperoksia

j. Faktor pertumbuhan sistemik

k. Temperatur lingkungan

l. Trauma sistem saraf pusat

2. Faktor Lokalis

a. Faktor tidak tergantung cedera, pengobatan atau komplikasi

i. Tipe tulang

ii. Tulang abnormal

1. Nekrosis karena radiasi2. Infeksi

3. Tumor dan kondisi patologis lainnya

iii. Denervasi

b. Faktor tergantung cedera

i. Derajat kerusakan lokal

1. Fraktur compound2. Fraktur kominutiva

3. Kecepatan (velocity) terjadinya cedera4. Kadar vitamin K1 sirkuler rendah

ii. Luasnya kerusakan suplai vaskular ke tulang, fragmennya (osteonekrosis makrovaskular) atau jaringan lunak di sekitar; keparahan cederaiii. Tipe dan lokasi fraktur

iv. Hilangnya tulang

v. Interposisi jaringan lunak

vi. Faktor pertumbuhan lokal

c. Faktor tergantung penatalaksanaan

i. Luasnya trauma karena pembedahan

ii. Pengalihan aliran darah karena pemasangan implaniii. Derajat dan jenis rigiditas fiksasi internal maupun eksternal dan pengaruh waktu

iv. Derajat, durasi dan arah deformasi tulang dan jaringan lunak karena beban

v. Luasnya permukaan kontak antar fragmen

vi. Faktor stimulasi osteogenesis pasca trauma (bone grafts, bone morphogenetic protein, stimulasi elektris, teknik operasi, stasis vena intermiten)d. Faktor berhubungan dengan komplikasi

i. Infeksi

ii. Stasis vena

iii. Alergi bahan metalIX. PENATALAKSANAAN FRAKTUR Prinsip pengobatan fraktur adalah (13)1. Recognition

Mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :

Lokalisasi fraktur

Bentuk fraktur

Teknik pengobatan

Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan2. Reduction

Reduksi fraktur bila perlu, dan dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intra-artikuler, diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas serta kemungkinan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah :

Alignment yang sempurna

Aposisi yang sempurna

Angulasi < 5 derajat pada tulang panjang anggota gerak bawah dan lengan atas, angulasi sampai 10 derajat pada humerus dapat diterima. Terdapat kontak minimal 50 % dan over-riding tidak melebihi 0,5 inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.

Metode reduksi (14) : Manipulasi tertutup

Manipulasi tertutup biasanya dilakukan di bawah anastesi umum. Teknik ini hanya mengembalikan fragmen tanpa membuka jarignan lunak, untuk disimpaksi bila perlu dan menyesuaikan fragmen-fragmen tulang semirip mungkin dengan posisi sesungguhnya.

Traksi mekanis dengan atau tanpa manipulasi

Biasanya dilakukan pada fraktur batang femur dan beberapa jenis fraktur atau displacement vertebre servikal. Traksi dapat diaplikasikan dengan beban atau dengan screw dengan tujuan reduksi penuh secara cepat (dengan penggunaan anastesi) atau reduksi gradual dengan traksi agak lama (tanpa anastesi) Reduksi operatif

Bila reduksi tidak dapat dilakukan atau dipertahankan dengan metode konservatif, fragmen tulang yang patah dapat direduksi dengan operasi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang melibatkan permukaan articular atau bila fraktur terkomplikasi dengan kerusakan pada nervus atau arteri3. Retention imobilisasi fraktur4. Rehabilitation mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkinX. KOMPLIKASI INISIAL FRAKTUR (IMMEDIATE) (5)Komplikasi lokal

1. Cedera kulit

a. Dari luar abrasi, laserasi, luka tusuk, luka penetrasi, hilangnya kulitb. Dari dalam penetrasi ke kulit oleh fragmen fraktur yang menonjol keluar

2. Cedera vaskular

Fraktur yang sering dihubungkan dengan kerusakan arteri besar adalah fraktur di sekitar lutut, siku, fraktur humerus dan fraktur batang femur. Pembuluh arteri dapat terpotong, robek, terkompresi atau terbentur oleh cedera awal atau oleh fragmen tulang yang patah. Meskipun penampakan luarnya normal, intima pembuluh darah dapat terputus dan pembuluh darah dapat tersumbat oleh trombus, atau segmen arteri mengalami spasme. Kerusakan yang terjadi bervariasi mulai dari suplai darah inadekuat hingga iskemia, kematian jaringan dan gangren periferal. (1)

Pasien dengan cedera vaskular akan mengeluhkan parestesia atau kebas di ujung jari kaki atau tangan. Ekstremitas yang cedera tampak pucat dan terasa dingin atau agak sianosis dengan pulsasi lemah atau tidak ada. Pemeriksaan angiogram dilakukan segera bila dicurigai adanya cedera vaskular. Bila hasilnya positif, penatalaksanaan segera harus dilakukan tanpa menunda. (1)

Bebat dan bidai harus dilepas, dan bila pada pemeriksaan rontgen menunjukkan kemungkinan arteri terjepit maka perlu dilaksanakan reduksi segera. Sirkulasi dinilai setiap 30 menit dan bila tidak ada perubahan maka harus dilakukan eksplorasi untuk menyambung pembuluh yang terputus atau mengganti pembuluh yang tersegmentasi dengan cangkok vena. Bila terjadi trombosis, endarterektomi dapat mengembalikan aliran darah. (1)3. Cedera neurologis

a. Otak

b. Korda spinalis

c. Nervus perifer

Cedera saraf sering terjadi pada fraktur humerus atau cedera sekitar siku maupun lutut. 90% cedera saraf tertutup dapat sembuh dalam waktu 4 bulan. Bila proses penyembuhan tidak terjadi dalam waktu yang diperkirakan, dan bila pemeriksaan konduksi saraf dan EMG menunjukkan tidak ada tanda-tanda penyembuhan, harus dilakukan eksplorasi saraf. (1)

Cedera saraf terbuka dapat dieksplorasi saat debridement dan diperbaiki saat itu pula atau saat penutupan luka. (1)

Kompresi saraf akut kadang terjadi pada fraktur ada dislokasi di sekitar pergelangan tangan. Keluhan kebas atau parestesia pada distribusi nervus medianus atau ulnaris harus diwaspadai. Bila tidak terjadi perbaikan dalam 48 jam setelah reduksi fraktur maka harus dilakukan eksplorasi dan dekompresi saraf. (1)4. Cedera otot

5. Cedera organ viseral

a. Toraks jantung dan pembuluh darah besar, trakea, bronkus dan parub. Traktus gastrointestinal intra-abdominal, hepar, traktus urinarius

Komplikasi pada organ lain1. Cedera multipel

2. Syok hemoragik

XI. KOMPLIKASI DINI FRAKTUR

Komplikasi lokal1. Sekuele komplikasi inisial

a. Nekrosis kulit

b. Gangren

Gas gangren terbentuk oleh infeksi clostridium sp terutama Clostridium welchii, yang merupakan organisme anaerob yang bertahan dan berkembang biak di jaringan dengan tekanan oksigen rendah. Tempat infeksi tersering dari bakteri ini adalah luka kotor dengan otot nekrosis yang sudah ditutup tanpa debridement yang adekuat. Toksin yang diproduksi oleh organisme tersebut merusak dinding sel dan menyebabkan nekrosis jaringan serta menyebar ke jaringan sekitarnya. (1)

Gejala klinis tampak dalam 24 jam pertama. Pasien mengeluhkan nyeri intens dan bengkak pada sekitar luka dengan cairan kecoklatan keluar dari luka lalu terjadi peningkatan frekuensi nadi dan tercium bau khas gangren. Keadaan pasien dapat memburuk dengan cepat, menjadi toksemik dan koma hingga kematian. (1)c. Iskemia Volkmann (sindrom kompartemen)

Fraktur pada tangan atau kaki memiliki resiko terjadi iskemia berat meskipun tidak ada kerusakan pada pembuluh darah besar. Perdarahan, edema atau inflamasi (infeksi) dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada kompartemen osseofasial, menyebabkan penurunan aliran kapiler, kemudian iskemia otot, edema yang lebih masif dengan tekanan yang lebih besar dan iskemia yang lebih dalam. Sebuah siklus yang berakhir lebih kurang 12 jam dengan nekrosis nervus dan otot dalam kompartemen. Nervus dapat beregenerasi tetapi infark pada otot tidak dapat kembali pulih dan akan digantikan dengan jaringan ikat tidak elasis (kontraktur iskemik volkmans). (1)

Gejala klasik iskemi adalah 5 P yaitu pain, paraesthesia, pallor, paralysis, pulselessness. Otot yang iskemik sangatlah sensitif bila diregangkan. Ketika ujung jari kaki atau tangan diekstensikan secara pasif, akan timbul nyeri pada otot betis atau tangan. (1)

Pengobatan sindrom kompartemen adalah dengan dekompresi. Bebat, cast dan perban harus disingkirkan dan tidak perlu di elevasikan (elevasi ekstremitas menyebabkan penurunan tekanan di ujung kapiler dan memperparah iskemia otot). Fasiotomi dilakukan dan lukanya dibiarkan terbuka dan diinspeksi 2 hari kemudian. Bila ada tanda-tanda nekrosis otot, dapat dilakukan debridement dan bila jaringannya sehat, luka dapat dijahit kembali atau dilakukan skin-graft. (1)d. Trombosis vena

e. Komplikasi organ viseral

2. Komplikasi persendiana. Fraktur yang melibatkan persendian dapat menyebabkan hemartrosis akut dan membutuhkan aspirasi. (1)b. Infeksi (sepsis artritis) dari luka terbuka

3. Komplikasi tulang

a. Infeksi

Pada fraktur terbuka dapat terjadi infeksi sedangkan pada fraktur tertutup jarang terjadi infeksi kecuali dilakukan operasi terbuka. Infeksi luka pasca trauma adalah penyebab tersering osteitis kronik. (1)b. Nekrotik avaskular

Beberapa regio rentan terjadi iskemia dan nekrosis tulang setelah cedera, yaitu kaput femur (setelah fraktur atau dislokasi sendi coxae), bagian proksimal tulang scaphoid, tulang luna, dan korpus talus (setelah fraktur di bagian kolumnya).(1)

Pemeriksana xray menunjukkan peningkatan densitas tulang yang khas yang dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu osteoporosis dan kolapsnya tulang trabekula. Zona pertemuan tulang normal dengan segmen nekrotik tulang menyebabkan pertumbuhan tulang baru yang tampak sebagai peningkatan densitas tulang secara radiografi. (1)

Penatalaksanaan diperlukan bila fungsi sendi terganggu. Pada orang dewasa lanjut usia dengan nekrosis pada kaput femur perlu dilakukan artroplasti. Avaskular nekrosis pada tulang scaphoid atau talus dapat diterapi simtomatis saja tetapi terkadang dibutuhkan pula artroidesis. (1)Komplikasi pada organ lain1. Emboli lemak

2. Emboli paru

3. Pneumonia

4. Tetanus

5. Delirium tremens

XII. KOMPLIKASI LANJUT FRAKTURKomplikasi lokal

1. Komplikasi pada sendi

a. Kekakuan sendi persisten

Kekakuan sendi setelah fraktur sering terjadi terutama pada lutut, siku, bahu dan sendi-sendi di tangan. Kadang persendian itu sendiri ikut cedera (ditandai dengan hemartrosis dan menyebabkan adesi sinovial), dan sering kali karena edema, fibrosis kapsul, ligament dan otot di sekitar sendi atau adesi jaringan lunak di sekitar tulang. Kondisi ini diperparah dengan imobilisasi yang terlalu lama. (1)b. Osteoartritis pasca trauma

Fraktur pada persendian dapat menyebabkan kerusakan pada kartilago sendi yang menyebabkan terjadinya osteoartritis dalam beberapa bulan. Meskipun kartilago sendinya sembuh, iregularitas permukaan sendi dapat menyebabkan stress lokalis dan merupakan faktor predisposisi terjadinya osteoartritis dalam beberapa tahun. (1)2. Komplikasi pada tulang

a. Gangguan penyembuhan fraktur

i. Delayed union

Delayed union disebabkan oleh faktor biologis, biomekanis atau faktor dari pasiennya sendiri. Faktor biologis termasuk di dalamnya, suplai darah yang kurang, kerusakan parah jaringan lunak, dan robekan periosteum. Faktor biomekanis yaitu pemasangan bidai yang kurang sempurna, fiksasi yang terlalu kaku dan adanya infeksi. Pada pemeriksaan x-ray tampak pembentukan kalus sedikit atau inkomplit atau reaksi periosteal, tetapi ujung fragmen tulang tidak tampak sklerotik ataupun atrofi. Penatalaksanaan konservatif delayed union menganut dua prinsip penting yaitu untuk mengeliminasi penyebab terjadinya delayed union dan untuk menginduksi penyembuhan. (1)ii. Malunion

Malunion adalah ketika penyambungan antar fragmen terjadi dalam posisi yang tidak memuaskan (angulasi, rotasi atau pemendekan yang terlalu besar). Malunion disebabkan oleh reduksi kurang sempurna, imobilisasi yang inadekuat, atau pada fraktur kominutiva dan tulang osteoporosis. (1)

Deformitas biasanya dapat terlihat tetapi kadang dibutuhkan pemeriksaan x-ray untuk memastikannya. Rotasi femur, tibia, humerus atau antebrachii dapat terlihat bila foto x-ray dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. (1)

Malunion dapat diperbaiki dengan manipulasi ulang dengan pedoman sebagai berikut (1):

Pada orang dewasa, fraktur sebaiknya direduksi kembali sepersis mungkin dengan posisi anatomis. Angulasi lebih dari 10 15 derajat pada tulang panjang dapat diperbaiki dengan manipulasi atau dengan osteotomi dan fiksasi

Pada anak-anak, deformitas angular dekat ujung fragmen tulang biasanya akan mengalami remodeling seiring perjalanan waktu, tetapi deformitas rotasional tidak akan mengalami remodeling.

Pada ekstremitas bawah, pemendekan lebih dari 2 cm mengindikasikan perlunya dilakukan prosedur penyamaan panjang.iii. Non Union

Fraktur non union adalah fraktur yang gagal menyatu dan tidak menunjukan proses penyembuhan dari 2 hingga 3 bulan waktu yang diperkirakan terjadi penyembuhan. Fraktur non union dapat disebabkan oleh gangguan vaskularisasi atau kurangnya stabilitas antar fragmen. Noncompliance, neuropati, konsumsi alkohol, merokok adalah faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya non union.(1) Fraktur non union dibagi menjadi hipertrofi dan atrofi. Fraktur non union hipertrofi memiliki suplai darah yang baik bagi kedua fragmen, menunjukkan berbagai derajat pembentukan kalus, dan dapat diobati dengan meningkatkan stabilitas mekanis pada lokasi fraktur dengan fiksasi internal ataupun eksternal atau dengan stimulasi elektris. (1)

Fraktur non union hipertrofi dibagi menjadi : (4) Fraktur non union Elephant Foot yang sangat hipertrofik dan kaya akan kalus. Disebabkan oleh fiksasi dan imobilisasi inadekuat atau penumpuan berat badan yang terlalu dini pada fraktur yang sudah direduksi dengan fragmen yang masih vital

Fraktur non union Horse Hoof yang agak hipertrofik dan sedikit akan kalus. Disebabkan oleh fiksasi yang kurang stabil dengan plate dan screw. Ujung fragmen menunjukkan adanya kalus yang insufisien untuk penyambungan tulang seutuhnya dan kemungkinan ada sedikit sklerosis

Fraktur non union oligotrofik yang tidak hipertrofik, tetapi vaskularisasinya baik dan tidak terbentuk kalus. Biasanya disebabkan oleh pergeseran besar dari fragmen frakturnya, distraksi antar fragmen atau fiksasi internal tanpa aposisi akurat antar fragmennya

Fraktur non union atrofi atau avaskular adalah fraktur non union dengan nekrosis tulang, tanpa adanya pembentukan kalus, seringkali terdapat kesenjangan antar fragmen fraktur dan membutuhkan eksisis tulang-tulang yang sudah tidak vital serta implantasi stimulus biologis (contohnya bone graft) dan pemasangan perangkat mekanis yang sifatnya menstabilkan. (2)

Fraktur non union atrofi dibagi menjadi (4) Fraktur non union Torsion Wedge dengan adanya fragmen intermediat yang menyebabkan penurunan atau penghentian suplai darah. Fragmen intermediat telah sembuh dan menempel pada fragmen utama tetapi sisi satunya tidak. Biasanya tampak pada fraktur tibia yang dilakukan pemasangan plate dan screw.

Fraktur non union kominutiva dengan adanya satu atau lebih fragmen intermediat yang nekrotik. Pemeriksaan radiografi menunjukan tidak adanya pembentukan kalus. Biasanya disebabkan oleh patahnya plate yang digunakan untuk stabilisasi fraktur pada masa akut.

Fraktur non union defek dengan hilangnya fragmen diafisis tulang. Ujung fragmen masih vital tetapi penyembuhan tulang tidak memungkinkan. Seiring perjalanan waktu, ujung fragmen menjadi atrofi. Biasanya terjadi setelah fraktur terbuka, sekuestrektomi pada osteomyelitis dan reseksi tumor.

Fraktur non union atrofik adalah hasil akhir ketika fragmen intermediet hilang dan jaringan parut kekurangan sel osteogenik potensial. Ujung fragmen mengalami osteoporosis dan atrofi.Fraktur non union sering ditemukan pada (4) : Fraktur terbuka

Fraktur yang terinfeksi

Fraktur segmental dengan gangguan suplai darah terutama pada fragmen bagian tengah

Fraktur kominutiva karena trauma berat

Fraktur dengan fiksasi yang kurang baik

Fraktur dengan imobilisasi dalam rentang waktu inadekuat

Fraktur dengan reduksi terbuka yang kurang baik

Fraktur yang tertarik menjauh (distraksi) oleh traksi atau karena plate dan screw Fraktur pada tulang yang teriritasib. Gangguan pertumbuhan

c. Infeksi persisten

d. Osteoporosis pasca trauma

e. Sudecks dystrophy

3. Komplikasi pada otot

a. Myositis osifikans pasca trauma

Osifikasi hipertrofik pada otot kadang terjadi setelah cedera, terutama pada dislokasi sendi siku atau benturan pada brachialis, deltoid atau quadrisep. (1)

Segera setelah cedera, pasien mengeluhkan nyeri, bengkak dan nyeri tekan. Foto x-ray tampak normal tetapi pemeriksaan bone scan menunjukkan peningkatan aktivitas. Pada 2 3 minggu berikutnya, nyeri akan berkurang tetapi pergerakan sendi terbatas, dengan foto x-ray menunjukkan kasifikasi jaringan lunak. Pada minggu ke 8, massa tulang akan terara dengan jelas dan tampak di pemeriksaan x-ray. (1)

Penatalaksanaan dengan latihan peregangan otot pada jaringan yang cedera setelah itu persendian diistirahatkan pada posisi fungsinya hingga nyerinya hilang. Beberapa bulan kemudian ketika kondisi sudah stabil, dapat dilakukan eksisi massa tulang. (1)b. Ruptur tendon

4. Komplikasi pada saraf

Deformitas tulang dan sendi dapat terjadi akibat terjeratnya saraf lokal dengan gejala kebas, parestesia, penurunan kekuatan dan atrofi otot pada distribusi nervus. Beberapa nervus yang sering terjerat adalah nervus ulnaris, nervus medianus dan nervus tibialis posterior. (1)Komplikasi pada organ lain

1. Batu ginjal

2. Neurosis akibat kecelakaan

XIII. ANATOMI HUMERUS

Ujung proksimal humerus terdiri dari kaput humerus (berbentuk sepertiga bola) menghadap ke medial, atas dan bawah, terpisahkan dengan tuberkel mayor dan minor oleh kollum anatomikum. Kedua tuberkel dipisahkan oleh sulkus intertuberkularis (sulkus bisipitalis). Kaput humerus dan batang humerus dipisahkan oleh surgical neck (kolum sirurgikum) yang dilekati oleh nervus aksilaris dan pembuluh sirkumfleksia humeri. Batang humerus berbentuk sirkuler pada bagian proksimal dan pipih di bagian distalnya. Pada aspek posterior batang humerus terdapat sulkus nervi radialis yang merupakan insersi triseps medial dan lateral yang diantaranya terdapat nervus radialis dan pembuluh profunda. (6)

Nervus radialis berasal dari cabang terminal korda posterior pleksus brachialis dan memasuki sulkus nervi radialis, posterior dari tuberositas deltoidales, lalu berlanjut ke arah posterolateral, menempel dengan tulang, memberikan persarafan motorik bagi otot trisep. Nervus radialis keluar dari sulkus radialis dari sisi lateral humerus, kira-kira 10 hingga 15 cm distal dari acromion lateral (nervus menempel ketat dengan septum intermuskular lateralis sehingga rentan terhadai cedera traksi). (7)

Pada ujung distal humerus terdapat kapitulum di bagian lateral untuk artikulasi dengan kaput radialis dan troklear di bagian medial untuk artikulasi dengan trochlear notch ulnaris. Epikondilus medial lebih besar dari epikondilus lateral, dengan letak lebih distal dan terdapat sulkus untuk nervus ulnaris pada aspek posteriornya. (6)

Suplai darah untuk batang humerus disediakan terutama oleh arteri nutrisi yang merupakan percabangan dari arteri brachialis yang penetrasi ke humerus pada sepertiga proksimal humerus sisi medial. (7)

Gambar 10. Aspek Anterior dan Posterior Humerus Sinistra (8)XIV. PREVALENSI FRAKTUR HUMERUS

Insidensi fraktur humerus adalah sebesar 5 7 % dari seluruh jenis fraktur dengan prevalensi 40 % untuk fraktur humerus proksimal, 20 % untuk fraktur diafisis humerus dan 40 % untuk humerus distal. (9)

Fraktur batang humerus sering terjadi pada dewasa muda dan dewasa lanjut usia ( ( 60 tahun ) dan paling sering terjadi pada bagian sepertiga medial. (1)XV. BIOMEKANIKA TRAUMA FRAKTUR BATANG HUMERUS

Fraktur batang humerus pada populasi dewasa lanjut usia biasanya disebabkan oleh cedera terpuntir atau terjatuh, sedangkan pada populasi dewasa muda biasanya disebabkan oleh kecelakaan, jatuh dari ketinggian dan sebagainya. Bila tidak ada riwayat trauma, perlu dicurigai etiologinya fraktur patologis yaitu metastasis tumor atau osteoporosis berat. (10)

Fraktur batang humerus biasanya disebabkan oleh trauma langsung sehingga menyebabkan konfigurasi fraktur menjadi transversal atau kominutiva. Trauma tidak langsung lebih sering menyebabkan konfigurasi fraktur spiral. (5)XVI. ANATOMI PATOLOGIS

Perubahan posisi fragmen tergantung dengan lokasi fraktur dan jaraknya terhadap insersi otot deltoid. Bila garis fraktur proksimal dari insersi otot deltoid, fragmen proksimal akan teradduksi oleh otot pektoralis mayor, otot latissimus dorsi dan otot teres mayor, sedangkan fragmen distalnya tertarik ke proksimal oleh otot deltoid, otot bisep dan trisep. Bila garis fraktur distal dari insersi otot deltoid, fragmen proksimal akan terabduksi oleh otot deltoid dan fragmen distalnya teritarik ke proksimal oleh bisep dan trisep. (1)(11)XVII. DIAGNOSIS

Pasien datang dengan keluhan lengan atas terasa nyeri, tampak memar dan bengkak. Perlu dilakukan tes nervus radialis sebelum dan sesudah terapi, dengan cara ekstensi aktif sendi metakarpofalangeal; ekstensi aktif pergelangan tangan dapat menyesatkan karena ekstensor carpi radialis longus terkadang berasal dari cabang yang terletak proksimal dari letak cederanya. (1)XVIII. PENATALAKSANAAN

Lebih dari 90% fraktur batang humerus dapat sembuh tanpa operasi. Angulasi anterior sebanyak 20 derajat, angulasi varus sebanyak 30 derajat dan aposisi bayonet hingga 3 cm tidak akan mengganggu fungsi atau penampilan. (12)

Fraktur transversal batang humerus dapat direduksi di bawah anastesi dan dilakukan pemasangan U-slab. Union secara klinis dapat dicapai dalam 6 minggu, setelah itu sendi siku dapat digerakkan. Fraktur spiral atau kominutiva batang humerus tidak membutuhkan reduksi karena gravitasi cukup untuk menyejajarkan fragmen patahan tulang setelah itu dapat dilakukan pemasangan U-slab. (5)

Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan fleksi sendi siku 90 derajat dan bagian lengan bawah disanggah menggunakan arm sling. (1)

Indikasi penggunaan hanging cast termasuk didalamnya adalah fraktur sepertiga medial humerus dengan displacement dan pemendekan lengan, terutama pada konfigurasi fraktur spiral atau oblik. Fraktur tranversus atau oblik pendek merupakan kontraindikasi relatif pemasangan hanging cast karena adanya potensi distraksi dan komplikasi penyembuhan. (12)XIX. PENATALAKSANAAN OPERATIF

Indikasi mutlak dilakukannya operasi pada fraktur humerus mencakup adanya cedera multipel yang berat, fraktur terbuka, fraktur segmental, fraktur patologis, adanya displacement intra artikular dari fraktur, adanya floating elbow, non union dan gangguan nervus radialis. (1)

Indikasi reduksi terbuka dengan fiksasi interna pada fraktur humerus adalah adanya cedera arteri brachialis yang membutuhkan perbaikan arteri atau hilangnya fungsi nervus radialis secara progresif. (5)

Fiksasi dapat dilakukan dengan compression plate and screw, interlocking intramedullary nail atau semi-flexible pins dan fiksasi eksterna. (1)

Gambar 11. Indikasi Operasi pada Fraktur Humerus (10)XX. KOMPLIKASI FRAKTUR HUMERUS

Cedera nervus radialis sering terjadi pada fraktur batang humerus, tetapi bukan merupakan indikasi dilakukannya reduksi terbuka kecuali terdapat defisit progresif pada otot-otot yang dipersarafi nervus tersebut. Bila dalam lebih kurang 3 bulan belum ada perbaikan maka perlu dilakukan eksplorasi pada nervus radialis.(5) Cedera nervus radialis dapat ditandai dengan adanya wrist drop dan paralisis ekstensor metakarpofalangeal. (1)

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya kerusakan saraf maupun vaskular. Kerusakan saraf dapat terjadi saat (4) : Saat kejadian cedera biasanya menyebabkan neurapraksia, aksonotmesis atau traksi cedera agak jarang dan neurotmesis sangat jarang. Biasanya neurotmesis ditemukan pada fraktur terbuka

Saat proses manipulasi dan imobilisasi, neurapraksia dapat terjadi dan bila tekanan tidak dilepaskan, dapat berlanjut menjadi aksonotmesis. Biasanya disebabkan oleh terjepitnya saraf di antara fragmen patahan tulang.

Saat proses fiksasi internal, neurapraksia atau aksonotmesis dapat terjadi dari manipulasi saraf.

Fraktur non union terjadi pada 10% fraktur batang humerus. Jarak antar fragmen dapat timbul karena distraksi, overriding, interposisi jaringan lunak atau hilangnya fragmen tulang. Pada pasien dewasa lanjut dengan tulang yang sudah osteoporosis terjadi penurunan fungsi karena adanya pseudoartrosis dapat dilakukan reduksi terbuka fiksasi internal. (4)

Kebanyakan fraktur non union humerus dapat diperbaiki dengan reduksi terbuka, bone graft dan plate. Eksisi jaringan fibrotik dan refreshment ujung fragmen tulang biasanya meningkatkan keberhasilan terapi. Bila lokasi fraktur terekspos (terbuka), sangat disarankan menggunakan bone graft dari iliac crest.(4) Reduksi dapat dipertahankan menggunakan intermedullary nail atau compression plate. (1)

Kekakuan sendi juga sering terjadi dan dapat diminimalisir dengan mulai aktivitas sedini mungkin.(1)PAGE 9