Fraktur Dan Dislokasi

38
Laporan PBL MODUL II FRAKTUR DAN DISLOKASI BLOK KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI Skenario 2 KELOMPOK 5 10542022110 Sahid. P Zein Tuharea 10542016810 A. Fitri ekawati.s 10542017210 Taufiq Hidayat 10542017610 Nur Fauziah Agussalim 10542022410 Satriani 10542023410 Dewi Syartika 10542023910 Ruslan 10542024710 Herwiq Ismail 10542007909 Fardimayanti Abidin 10542011409 Rieska Adriati Fahri 1102090086 Titin Arniyanti 1102090097 Bella Anggreani Sari PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

Transcript of Fraktur Dan Dislokasi

Page 1: Fraktur Dan Dislokasi

Laporan PBL

MODUL II

FRAKTUR DAN DISLOKASI

BLOK KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI

Skenario 2

KELOMPOK 5

10542022110 Sahid. P Zein Tuharea

10542016810 A. Fitri ekawati.s

10542017210 Taufiq Hidayat

10542017610 Nur Fauziah Agussalim

10542022410 Satriani

10542023410 Dewi Syartika

10542023910 Ruslan

10542024710 Herwiq Ismail

10542007909 Fardimayanti Abidin

10542011409 Rieska Adriati Fahri

1102090086 Titin Arniyanti

1102090097 Bella Anggreani Sari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

Page 2: Fraktur Dan Dislokasi

KASUS II

Laki – laki 28 tahun datang ke puskesmas dengan nyeri dan deformitas pada sendi panggul

kiri, dan luka pada tulang kering kanan, setelah jatuh dari pohon dengan ketinggian sekitar 4

meter. Tanda – tanda vital normal. Pada pemeriksaan fisik tampak sendi panggul tertekuk dan

tidak bisa digerakkan. Pada tulang kering kanan tampak luka kotor dengan terlihat pecahan

tulang.

KATA SULIT

Deformitas

suatu jenis defek yang di tandai dengan bentuk atau posisi abnormal dari suatu bagian

tubuh

KATA KUNCI

1. Nyeri dan deformitas pada sendi panggul kiri

2. Luka pada tulang kering kanan

3. Sendi panggul tertekuk dan tidak bisa digerakkan

4. Tulang kering kanan tampak luka kotor dengan terlihat pecahan tulang.

PROBLEM CASE

1. Bagaimana anatomi dari ekstremitas inferior?

2. Apa saja etiologi fraktur ?

3. Jelaksan klasifikasi fraktur dan dislokasi?

4. Bagaimana tindakan atau penanganan awal pada kasus tersebut?

5. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dari kasus tersebut?

6. Bagaimana penatalaksanaan selanjutannya?

7. Bagaimana tahap penyembuhan tulang?

8. Komplikasi apa saja yang bisa terjadi?

9. Bagaimana prognosis dari kasus tersebut?

10. Bagaimana menurut perspektif islam?

Page 3: Fraktur Dan Dislokasi

PEMBAHASAN

1. Anatomi ekstremitas inferior

Page 4: Fraktur Dan Dislokasi
Page 5: Fraktur Dan Dislokasi

2. Etiologi fraktur

Page 6: Fraktur Dan Dislokasi

a. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat

itu

b. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur

berjauhan

c. Proses penyakit: kanker dan riketsia

d. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat

mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakan

e. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat

menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)

3. klasifikasi fraktur dan dislokasi

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan

jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.

Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar

Fraktur dapat dibagi menjadi :

a. Fraktur tertutup (closed),bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka

terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:

Derajat I :

Luka <1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

Derajat II :

Laserasi >1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi

Fraktur kominutif sedang

Derajat III :

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,

otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.

Page 7: Fraktur Dan Dislokasi

Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:

a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat

kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa

melihat besarnya ukuran luka.

b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar

atau kontaminasi masif.

c. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki

tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

Gambar : Fraktur berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar

Berdasarkan bentuk patahan tulang

a. Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang

tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya

mudah dikontrol dengan pembidaian gips.

b. Spiral

Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi

ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit

kerusakan jaringan lunak.

c. Oblik

Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya

membentuk sudut terhadap tulang.

d. Segmental

Fraktur terbuka Fraktur tertutup

Page 8: Fraktur Dan Dislokasi

Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak

dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai

darah.

e. Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan

jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.

f. Greenstick

Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana

korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis

ini sering terjadi pada anak – anak.

g. Fraktur Impaksi

Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang

berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.

h. Fraktur Fissura

Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti,

fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.

Gambar : Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang

Transversal Spiral Oblik Segmental

Page 9: Fraktur Dan Dislokasi

Kominuta Greenstick Impaksi Fissura

Berdasarkan lokasi pada tulang fisis

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan,

bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan

fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi.

Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat

aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau

fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris

a. Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan,

prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.

b. Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui

tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.

c. Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan

kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng

pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi

anatomi.

d. Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan

terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan

mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

e. Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan

pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

Gambar : Fraktur Menurut Salter – Harris

Page 10: Fraktur Dan Dislokasi

Klasifikasi Dislokasi

Dislokasi sendi panggul adalah keadaan dimanakaput femur keluar dari

socketnya pada tulang panggul (pelvis). Penyebab : trauma dengan gaya/tekanan

yangbesar seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang ditabarak mobil,

atau jatuh dari ketinggian.

Dislokasi Posterior

Paling sering terjadi 80-90% , biasanya disebabkan kecelakaan kendaraan bermotor.

Tekanan ditransmisikan melalui 2 cara yaitu:

a. Selama deselerasi yang cepat,lutut membentur dashboard dan menghantarkan

tekanan melalui femur ke panggul.

b. Jika tungkai ekstensi dan lutut terkunci,tekanan dapat dihantarkan dari floorboard 

melalui tungkai atas dan bawah ke sendi panggul.

Klasifikasi Thompson-Epstein didasarkan padapenemuan radiografi, yaitu:

Type I : Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment 

  Type II : Dislocation associated with a single large posterior wall fragment 

  Type III : Dislocation with a comminuted posterior wall fragment 

  Type IV : Dislocation with fracture of the acetabular floor 

  Type V : Dislocation with fracture of the femoral head

Page 11: Fraktur Dan Dislokasi

Klasifikasi Steward dan Milford didasarkan pada stabilitas fungsi panggul, yaitu:

Type 1 : No fracture or insignificant fracture 

Type 2 : Associated with a single or comminuted posterior wall fragment,but the hip 

remains stable through a functional range of motion 

Type 3 : Associated with gross instability of the hip joint secondary to loss of

structural  support 

Type 4 : Associated with femoral head fracture

Gejala klinis :

1. Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internalrotasi

2. Tungkai tampak lebih pendek

3. Teraba caput femur pada panggul

Dislokasi Anterior

Dislokasi anterior paling sering disebabkan oleh tekanan hiperekstensi

melawan tungkai yang abduksi sehingga mengangkat kaput femur keluar dari

asetabulum. Biasanya kaput femur tetap di lateral otot obturator eksternus tetapi dapat

juga ditemukan di bawahnya (dislokasi obturator) atau di bawah otot iliopsoas dengan

hubungan ke ramus pubis superior (dislokasi pubis).

Klasifikasi dislokasi sendi panggul anterior menurut Epstein yaitu:

Page 12: Fraktur Dan Dislokasi

 

Type I: Superior dislocations, including pubic and subspinous 

  IA : No associated fractures 

  IB : Associated fracture or impaction of the femoral head 

  IC : Associated fracture of the acetabulum 

 

Type II: Inferior dislocations, including obturator, and perineal 

  IIA : No associated fractures 

  IIB : Associated fracture or impaction of the femoral head 

  IIC : Associated fracture of the acetabulum

Gejala Klinis :

1. Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi

2. Tak ada pemendekan tungkai

3. Benjoan di depan daerah inguinal dimana kaput femurdapat diraba dengan mudah

4. Sendi panggul sulit digerakkan

Dislokasi Sentral

Dislokasi sentral adalah fraktur-dislokasi, dimana kaput femur terletak di

medial asetabulum yang fraktur. Ini disebabkan adanya tekanan lateral melawan

femur yang adduksi dijumpai pada kecelakaan kendaraan bermotor.

Gejala Klinis : 1. Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet dibagian lateral

2. Gerakan sendi panggul terbatas

Klasifikasi menurut penyebabnya dislokasi dikelompokkan menjadi :

a. Dislokasi kongenital, yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir akibat kesalahan

pertumbuhan, paling sering terjadi pada sendi pinggul.

b. Dislokasi spontan/patologik, yaitu dislokasi akibat penyakit struktur sendi dan

jaringan sekitar sendi.

c. Dislokasi traumatik, yaitu dislokasi akibat cedera dimana sendi mengalami

kerusakan akibat keke

4. Tindakan atau penanganan awal pada kasus tersebut

Penanganan awal / primary survey

Page 13: Fraktur Dan Dislokasi

Primary survei merupakan keadaaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis

perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka

parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai

secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang dapat dan

kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini

merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang

mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut:

A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)

B : Breathing, menjaga pernapasan dengan ventilasi

C : Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrhage control)

D : Disability : status neurologis

E : Exposure/environmental control : buka baju penderita tapi cegah hipotermia

Selama primay survey, keadaan yang mengancam jiwa harus dikenali, dan

resusitasinya dilakukan saat itu juga.

A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)

Yang pertama harus dinilai pada tahap ini adalah kelancaran jalan napas. Ini

meliputi:

Obstruksi total

Biasanya hal ini disebabkan karena tertelannya benda asing yang lalu

menyangkut dan menyumbat di pangkal larink

Obstruksi parsial

Hal ini biasanya pasien masih dalam keadaan bernafas sehingga timbul

berbagai macam ragam suara, yaitu :

gargling : suara tambahan ini timbul karena disebabkan oleh cairan (darah,

sekret, aspirasi lambung dsb),

snoring : bunyi ini timbul karena lidah yang jatuh kebelakang (mengorok)

selalma memeriksa dan memperbaiki airway, harus diperhatikan bahwa tidak

boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau refleksi dari leher. Curiga adanya kelainan

vertebra didasarkan pada adanya riwayat trauma. Dalam keadaan kecurigaan

fraktur servikal, harus dipakai alat imobilisasi. Bila alat imobilisasi ini harus

dibuka untuk sementara maka harus dilakukan imobilisasi manual.

Pengelolaan Jalan nafas

1. Penghisapan (suction) bila ada cairan

2. Menjaga jalan nafas secara manual

3. Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre)

Page 14: Fraktur Dan Dislokasi

Tekniknya dengan meletakan salah satu tangan dibawah leher penderita dan

tangan yang lainnya pada dahi, kemudian lakukan ekstensi. Head tilt akan

memposisikan kepala pasien pada “posisi sniffing” dengan lubang hidung

menghadap ke atas. Kemudian pindahkan tangan yang menyangga leher,

letakan dibawah simfisis mandibula, sehingga tidak menekan jaringan lunak

dari submental triangel dan pangkal lidah. Mandibula kemudian didorong ke

depandan ke atas hingga gigi atas dan bawah bertemu.

4. Angkat rahang (jaw thrust)

Penolong berada diatas kepala penderita, letakan kedua

tangan disamping pipi penderita, pegang rahang pada

sudutnya, kemudian angkat mandibula ke arah depan.

Siku penolong dapat diletakan diatas permukaan

dimana penderita berbaring.

B : Breathing

Airway yang baik belum tentu menjamin ventilasi yang yang baik. Pertukaran gas

yang terjadi pada saat bernapas mutlak untuk pertukaran oksigen dan

karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yan baik meliputi fungsi yang baik dari par,

dinding dada dan diafragma. Maka dari itu, dalam taha ini harus dilakukan teknik

penilaian sebagai berikut :

LOOK : melihat pernafasan,pengembangan dada dan apakah ada obstruksi jalan

nafas à lidah jatuh ke belakang

LISTEN : mendengar suara nafas dari mulut atau hidung à suara mendengkur

FEEL : merasakan hembusan nafas à ada hembusan nafas

Perlukaan yang menimbulkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension

pnmuothorax, flail chest dengan kontusio paru dan open pneumothorax. Keadan-

keadaan ini harus dilakukan pada saat melakukan primary survey.

Penanganan yang bisa lakukan ya itu edengan pemberian Oksigen :Kanul hidung

(nasal canule) dan Masker oksigen (face mask)

C : Circulation

a. Volume darah dan cardiac output

Suatu kedaan hipotensi pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh

hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka di perlukan

penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita. Ada 3 dalam

Page 15: Fraktur Dan Dislokasi

penemuan klini yang adalam hitungan detik dapat memberikan informasi

mengenai keadaan hemodinamik ini, yaitu :

1. Tingkat kesadaran : bila volume darah menurun, perfusi otak dapat

berkurang yang akan dapat mengakibatkan penurunan kesadaran.

2. Warna kulit : penderita yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan

ekstremitas jarang dalam keadaan hipovolemia. Sebliknya, wajah yang

pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat, merupakan tanda

hipovolemia.

3. Nadi : nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemi, walaupun

dapat disebabkan dengan keadaan lain. Kecepatan nadi yang normal bukan

jaminan bahwa normovolemi. Nadi yang tiak teratur biasanya menandakan

adanya gangguan jantung. Tidak ditemukannya pulsasi pada arteri besar

merupakan pertanda diperlukannya resusitasi segera.

b. Perdarahan

Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara

(pneumatic splinting device) juga digunakan untuk mengontrol perdarahan .

Spalk jenis ini harus tembus cahaya untuk dapat dilakukan pengawasan

perdarahan. Tourniquet sebaiknya tidak digunakan karena dapat merusak

jaringan dan menyebabkan iskemia distal, shingga tourniquet hanya dipakai

bila ada maputasi traumatik.

Penanganan : Lakukan Tredelenburg manuver (angkat kaki pasien 45˚ ke atas)

dan resusitasi cairan.

D : Disability

Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh pnurunan oksigenasi dan penurunan

perfusi ke otak atau disebabkan trauma langsung pada otak. Nilai Keadaan

Neurologis secara cepatParameter : tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,

tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat (level) cedera spinal. Tingkat kesadaran dinilai

dengan AVPU scoring atau GCS scoring.

Metode Penilaian AVPU

merupakan Penilaian sederhana yang dapat digunakan secara cepat

A = Alert/Awake : sadar penuh

V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah

P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri

U = Unresponsive : tidak bereaksi

Page 16: Fraktur Dan Dislokasi

Dan penilaian ukuran serta reaksi pupil : Ukuran dalam millimeter

Respon terhadap cahaya / reflek pupil : ada / tidak, cepat atau lambat,

Simetris/anisokor.

Metode penilaian GCS (glasgow coma scale)

penilaian GLASGOW COMA SCALE (GCS), dengan menggunakan kriteria:

a. MATA (E= EYE RESPONSE)

4 Membuka mata spontan

3 Membuka mata bila diperintah

2 Membuka mata dengan rangsangan nyeri

1 Tidak membuka mata walau dengan berbagai rangsangan

b. MOTORIK ( M = MOTORIK RESPONSE)

6 Bergerak sesuai perintah

5 Dapat bereaksi menyingkirkan nyeri

4 Fleksi siku pada rangsangan nyeri

3 Fleksi spasti/ abduksi lengan atas dengan rangsangan nyeri

2 Reaksi ekstensi dengan rangsangan nyeri

1 Tidak ada respon dengan rangsangan nyeri

c. VERBAL ( V= VERBAL RESPONSE)

5 Identifikasi yang tepat terhadap waktu, tempat dan orang ( berbicara orientasi

baik)

4 Bingung dengan waktu, tempat dan orang, dapat diajak bicara tapi kacau

3 Respon verbal terhadap pertanyaan tidak tepat, tidak realistik, jawaban yang

tidak sesuai dengan pertanyaan, mengulang kata-kata, mengucapkan kata-kata

tidak sopan, dapat diajak bicara tapi tidak mengerti

2 Merintih, mengomel

1 Tidak ada respon terhadap pertanyaan, tidak ada suara/ kata-kata

E: Exposure / kontrol lingkungan

Penderita harus ddi buka keseluhuran pakaiannya, sering dengan cara mengguting,

guna memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian di buka penting

penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut

hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intravena yang dihangatkan.

Yang penting adalah suhu tubuh penderita, bukan rasa nyaman petugas.

5. Penegakkan diagnosis

Page 17: Fraktur Dan Dislokasi

Anamnesis tambahan

• Riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian)

• Klejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut

Pem. Fisis

Inspeksi (Look)

Seluruh pakaian yang melekat pada ekstremitas pasien harus

dilepaskan dari tungkai. Gambaran dari ekstremitas tersebut harus dicatat

adakah luka terbuka, memar, bengkak, dan hangat pada perabaan. Luka harus

diperiksa ukurannya, lokasinya, dan derajat kontaminasinya.

a. Deformitas

Deformitas sering menunjukkan level dari fraktur. Dari adanya

kelainan bentuk, bisa diduga adanya fraktur dari tulang.

b. Membandingkan dengan tungkai yang kontralateral

Untuk melihat apakah ada udem di bagian tungkai, maka tungkai yang

sakit di bandingkaan dengan yang sehat. Beratnya udem juga

memperlihatkan tingkat keparahan dari cidera.

c. Warna

Warna dari ekstremitas memberikan informasi mengenai perfusi dari

tungkai. Warna yang kemerah-merahan menunjukkan oksigenasi darah di

kapiler baik. Warna yang keabu-abuan menunjukkan penurunan dari

oksigenasi jaringan.

d. Gerakan

Setelah melihat tungkai pasien, seorang dokter harus melihat apa yang

bisa pasien lakukan dengan tungkainya sebelum melakukan palpasi atau

memanipulasinya. Perhatikan saat fleksi, ekstensi dari lutut, ankle, dan

ujung kaki. Terkadang pasien merasa sakit pada bagian ini saat

pemeriksaan

Manifestasi Klinis

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang  

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai

alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen

tulang.

Page 18: Fraktur Dan Dislokasi

Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan

eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan

ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi  normal otot bergantung pada integritas tulang tempat

melengketnya obat.

Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan

dibawah  tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain

sampai 2,5 sampai 5,5 cm

Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba

adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen

satu dengan lainnya.

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah

beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera

Palpasi / feel : palpasi pada ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi

persendian di atas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi,

dan krepitasi

Gerakan / moving

Pem. Trauma di tempat lain : kepala, thoraks, abdomen, pelvis. Sedangkan

pada pasien fulltrauma, pemeriksaan awal di lakukan menurut protokol ATLS.

Langkah pertama airway, breathing, dan circulation

Pem. Penunjang

• Lab : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross test, dan

urinalisis

• Radiologi : pada lokasi fraktur

6. Penanganan lanjutan

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitive, orinsip

pengobatan ada empat ( 4 R ), yaitu :

1. Recognition ; diagnosis dan penilaian fraktur

Page 19: Fraktur Dan Dislokasi

Prinsip pertama adalah mengatahui dan menilai keadaan fraktur dan

anamnesis,

pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan :

a. Lokalisasi fraktur

b. Bentuk fraktur

c. Menentukan tekhnik yang sesuai untuk pengobatan

d. Komplikasi yang mungkin terjadi selamam dan sesudah pengobatan

2. Reduction ;reduksi fraktur bila perlu

Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat

diterima. Posisi yang bsik adalah :

a. Aligmen yang sempurna

b. Posisi yang sempurna

3. Retention ; imobilisasi fraktur

4. Rehabilitation ; mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin

PENATALAKSANAAN DISLOKASI PANGGUL

Harus di lakukan reposisi secepatnya dalam 6 jam, bila tidak akan menimbulkan

kesulitan dan komplikasi berupa nekrosis avaskular dikemudian hari.

1. Penanganan dislokasi panggul tipe posterior

Reduksi di lakukan dengan anestesi umum meurut beberapa cara:

a. Metode Allis

Penderita dalam posisi tidur terlentang, asisten menahan panggul dan

menekannya. Operator melakukan fleksi pada lutut sebesar 900 dan

tungkai di adduksi ringan dan dirotasi medial. Lengan bawah di

tempatkan di bawah lutut dan di lakukan traksi vertical dan kaput femur

diangkatdaribagian posterior asetabulum. Pangguldanlutut di ekstensikan

secara hati-hati.

Page 20: Fraktur Dan Dislokasi

b. Metode Bigelow

Penderita di letakkan dalam posisi tidur terlentang, asisten melakukan

traksi berlawanan dan tahanan pada daerah spina iliaka anterior superior

dan ilium. Operator memegang tungkai yang terkena pada daerah

pergelangan kaki dengan satu tangan, serta tangan lain di belakang lutut.

Tungkai di fleksi 900 atau lebih pada daerah abdomen dan di lakukan traksi

longitudinal. Dengan carai ni ligament akan mengalami relaksasi dan

kaput femur berada di bagian posterior aseta bulum. Kaput femur di

bebaskan dari muskulus rotator dengan melakukan rotasi dan

menggerakkan tungkai kedepan dan ke belakang (rocking). Selanjutnya

dalam keadaan traksi, kaput femur di gerakkan ke dalam asetabulum

dengan manipulasi abduksi, rotasi eksterna serta ekstensi pada panggul.

c. Metode Stimson

Penderita dalam keadaan tidur tengkurap dan tungkai bawah yang

mengalami trauma di biarkan tergantung pada pinggir meja. Panggul di

imobilisasi oleh asisten dengan carra menekan sacrum. Dengan tangan

kiri operator memegang pergelangan kaki dan melakukan fleksi pada lutut

sebesar 900 dengan tangan kanan menekan kebawah pada daerah tungkai

bawah di bawah lutut. Dengan gerakan rocking dan rotasi pada tungkai

serta tekanan langsung pada daerah kaput femur dapat dilakukan reposisi.

Page 21: Fraktur Dan Dislokasi

2. Penanganandislokasipanggultipe anterior

Reposisi dislokasi anterior di anjurkan dengan mempergunakan metode Allis

dengan urutan sebagai berikut:

a. Fleksi lutut untuk mendapatkan relaksasi otot hamstring.

b. Abduksi penuh pada panggul disertai dengan fleksi

c. Melakukan traksi longitudinal sesuai dengan aksis femur

d. Asisten menahan kaput femur dengan telapak tangan

Apabila tidak berhasil dapat dicoba dengan metode Bigelow terbalik. Setelah

dilakukan reposisi, di lanjutkan dengan traksi kulit untuk beberapa hari dan

setelah itu dipasang spika panggu lselama 4-6 minggu

3. Penanganan dislokasi panggul tipe sentral

Reduksidislokasisentralmemerlukan skeletal traksi untuk beberapa

minggu karena dislokasi sentral disertai fraktur pada asetabulum.

Keadaan-keadaan yang memerlukan reposisi terbuka yaitu jika:

1. Kaput femur menembus m. iliopsoasatau m. rektus femoris dan terjepit di

dalamnya (interposisi soft tissue)

2. Kaput femur merobek kapsul sendi bagian anterior dan menyebabkan

keadaan button hole

3. Terdapat fraktur femur atau asetabulum

4. Untuk mengambil fragmen tulang pada persendian

5. Reposisi tertutup tidak berhasil

6. Cedera nervus skiatiki atrogenik

7. Terdapat fragmen yang inkarserata

Penatalaksanaan fraktur :

Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :

1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Page 22: Fraktur Dan Dislokasi

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena

terluka jaringan

disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat

diberikan obat penghilang

rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang

fraktur). Tehnik

imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.

a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.

b. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang

yang patah

1. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.

Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu

diperlukan lagitehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi

eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.

a. Penarikan (traksi) :

Menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada tempatnya.

Sekarang sudah jarangdigunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan utama untuk

patah tulang paha dan panggul.

b. Fiksasi internal :

Page 23: Fraktur Dan Dislokasi

Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada

pecahan-pecahan tulang.

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan

akan menyatu dengansempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat

gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.

4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya

sendi. Maka dari itudiperlukan upaya mobilisas

7. tahap penyembuhan tulang

Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan,

akan mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses

penyembuhan dalam 3 tahap besar:

Page 24: Fraktur Dan Dislokasi

1. Fase inflamasi

Fase ini terjadi segera setelah tulang mengalami fraktur dan akan berakhir dalam

beberapa hari. Ketika terjadi fraktur, terjadi perdarahan yang akan memicu reaksi

inflamasi yang ditandai dengan hangat dan pembengkakan. Inflamasi meliputi

1)pemanggilan sel inflamasi (makrofag, PMN) yang mensekresikan enzim lisosom

untuk mencerna jaringan mati dan memanggil sel pluripoiten serta fibroblast oleh

mekanisme prostaglandin dan 2) pembekuan darah di lokasi fraktur yang bernama

Hematoma. Suplai oksigen dan nutrisi diperoleh dari tulang dan otot yang tidak

terluka. Hal ini diperlukan untuk stabilisasi struktural awal dan sebagai fondasi untuk

membentuk tulang baru. Fase ini merupakan fase paling kritis. Penggunaan obat

antiinflamasi dan sitotoksik pada satu minggu awal akan mengganggu reaksi

inflamasi dan menghambat penyembuhan tulang. Kelainan medikasi juga dapat

mengganggu fase ini.

2. Fase perbaikan (bone production)

Fase ini diawali ketika jaringan bekuan darah hasil inflamasi digantikan dengan

perlahan dengan jaringan fibrosa yang mensekresikan bahan osteoid yang perlahan

termineralisasi dan juga bahan tulang rawan yang dinamakan “soft callus”.

Pembentukan “soft callus” ini berlangsung kira-kira 4-6 minggu. Pada fase ini juga

terdapat pembentukan pembuluh darah baru  dan dihambat oleh nikotin. Selama

proses penyembuhan, “soft callus” akan digantikan dengan “hard callus” yang berisi

tulang lamellar yang mana dapat dilihat dengan sinar X.  Fase pembentukan “hard

Page 25: Fraktur Dan Dislokasi

callus” memerlukan waktu 3 bulan, dan fiksasi diperlukan untuk mendukung dan

mempercepat osifikasi.

3. Fase remodelling

Tahap akhir ini memakan waktu beberapa bulan dan diperankan oleh osteoklas.

Dalam fase ini, tulang terus menjadi kompak dan kembali ke bentuk semula. Dan juga

aliran darah di area juga kembali. Ketika remodeling sudah adekuat (kekuatan tulang

akan diperoleh kira-kira 3-6 bulan), weightbearing seperti berjalan dapat

mendukung remodeling lebih lanjut.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN

1. Faktor sistemik

Umur: anak-anak lebih cepat sembuh daripada orang dewasa

Nutrisi: nutrisi yang tidak adekuat akan enghambat proses penyembuhan

Kesehatan umum: penyakit sistemik seperti diabetes dapat menghambat

penyembuhan

Aterosklerosis: mengurangi penyembuhan

Hormonal: GF mendukung penyembuhan, kortikosteroid menghambat

penyembuhan

Obat: obat antiinflamasi non-steroid (ibuprofen) mengurangi healing

Rokok : kandungan nikotin pada rokok menghambat penyembuhan di fase

perbaikan

2. Faktor local

Derajat trauma lokal: fraktur yang kompleks dan merusak jaringan lunak

sekitarnya lebih sulit sembuh

Area tulang yang terkena: bagian metafisis lebih cepat sembuh daripada bagian

diafisis

Tulang abnoemal (tumor, terkena radiasi, infeksi) lebih lambat sembuh

Derajat imobilisasi: pergerakan yang banyak dapat menghambat

penyembuhan, weighbearing dini

8. Komplikasi

a. Komplikasi dini (≤ 1 minggu)

Page 26: Fraktur Dan Dislokasi

tulang : infeksi, osteomyelitis

jaringan lunak : lepuh (akibat dari udem), dekubitus (disebabkan karen

penekanan dari gips)

otot : terputusnya serabut otot, sindrom crush (hal ini dapat menyebabkan

gagal ginjal)

pembuluh darah : perdarahan terus menerus,

saraf : compressi, neurofraksi, neurometsis, aksonmetsis

b. lanjut (> 1 minggu)

delaied union : proses penyembuhan yang lambat

nonunion : tidak terjadi proses penyembuhan

malunion : penyembuhan yang tidak normal sehingga dapat menyebabkan

terjadinya deformitas

osteomyelitis kronik

kekakuan sendi

9. prognosis

PrognosisPada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan

serta tata laksana daritim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika

penanganannya cepat, makaprognosisnya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya.

Sedangkan dari tingkat keparahan, jikafraktur yang di alami ringan, maka proses

penyembuhan akan berlangsung dengan cepatdengan prognosis yang baik. Tapi jikalau pada

kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk.bahkan jikalau parah, tindakan yang dapat

di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi.Selain itu penderita dengan usia yang

lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia lanjut.

Page 27: Fraktur Dan Dislokasi

REFERENSI

1. Fraktur. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fracture.html . Update

terakhir: 3 Agustus 2008.

2. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, ed revisi, EGC. Jakarta:

1998. pp. 1138-96

3. Mangunsudirejo RS. Fraktur, penyembuhan, penanganan, dan komplikasi, buku 1.

Edisi 1. Semarang: 1989

4. Fraktur. Diunduh dari http://www.klinikindonesia.com/bedah/fraktur.php. Update

terakhir: 7 Januari 2009

5. Fraktur Femur. Diunduh dari: http://medisdankomputer.co.cc/?p=380. Update

terakhir: 15 Maret 2009

6. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone.

Makassar: 2007. pp. 352-489

7. Buckley R, Panaro CDA. General principles of fracture care. Diunduh dari

http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-

Care.htm. Update terakhir: 19 Juli 2007

8. Fraktur Terbuka. Diunduh dari http://bedahugm.net/Bedah-Orthopedi/Fraktur-

Terbuka.html. Update terakhir: 8 Januari 2009

9. Anatomi Femur. Diunduh dari http://doctorology.net. Update terakhir: 6 Juni 2009

10. ATLS (advanced Trauma life support) edisi ketujuh