fraktur basis kranii

43
PENGELOLAAN FRAKTUR BASIS CRANII I. PENDAHULUAN Statistik negara-negara yang sudah maju bahwa trauma kapitis mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seorang tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka waktu panjang. Jika kita meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kapitis, maka 50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung pada trauma. Komplikasi ini berupa perubahan tonus pembuluh darah serebral, perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang biasa menyebabkan gangguan pada tekanan darah, PO2 atau keseimbangan asam-basa. Fraktur basis kranial sekitar 21% dari semua semua patah tulang tengkorak dan 4% dari semua kasus cedera kepala. Secara klinik, fraktur basis kranial lebih sering diidentifikasi berdasarkan temuan klinis, seperti kelumpuhan saraf kranial dan kebocoran CSF. 1,2 Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa. Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakan

description

xxx

Transcript of fraktur basis kranii

Page 1: fraktur basis kranii

PENGELOLAAN FRAKTUR BASIS CRANII

I. PENDAHULUAN

Statistik negara-negara yang sudah maju bahwa trauma kapitis mencakup

26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seorang tidak

bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka waktu panjang. Jika kita

meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kapitis, maka

50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% disebabkan oleh

gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung

pada trauma. Komplikasi ini berupa perubahan tonus pembuluh darah serebral,

perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang biasa

menyebabkan gangguan pada tekanan darah, PO2 atau keseimbangan asam-basa.

Fraktur basis kranial sekitar 21% dari semua semua patah tulang tengkorak dan

4% dari semua kasus cedera kepala. Secara klinik, fraktur basis kranial lebih

sering diidentifikasi berdasarkan temuan klinis, seperti kelumpuhan saraf kranial

dan kebocoran CSF.1,2

Otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat badan orang dewasa.

Otak menerima 20% dari curah jantung dan memerlukan sekitar 20% pemakaian

oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan

jaringan yang paling banyak memakan energi dalam tubuh manusia. Metabolisme

otak merupaka proses yang kontinue, tanpa adanuyaa masa istirahat. Bila aliran

darah terhenti selama 10 detik maka sudah akan kehilangan kesadarn, dan

penghentian dalam beberapa menit dapat menyebabkan kerusakan irreversible.3

II. ANATOMI

Kegunaan dari tulang kepala adalah melindungi otak dari cedera. Kepala

terdiri atas kulit kepala, tengkorak dan otak. Kulit kepala terdiri atas lima lapis

jaringan lunak yang membungkus tengkorak. Lapisan paling dalam disebut galea

yang terdiri atas jaringan konektif kasar. Tulang tengkorak dibentuk oleh kranium

dan tulang-tulang fasialis dimana hanya dapat bergerak pada temporomandibulare

join. Kranium terdiri atas 8 tulang yang menyatu dan dihubungkan oleh sutura.

Page 2: fraktur basis kranii

Tulang-tulang tersebut yaitu frontal, parietal, temporal, sphenoid, occipital dan

ethmoid, yang kemudian dihubungkan oleh sutura.4,5

Dasar cavum intrakranial dibagi dalam tiga area. Fossa anterior terdapat

diatas tulang orbita, tempat lobus frontal otak. Fossa posteromedia ke puncak

stenoid merupakan temapt dari lobus temporal cerebellum dan batang otak tedapat

pada fossa posterior, dibelakang puncak petrous. Daerah yang terbuka atau

foramen, pada daerah paling belakang dari aspek midline fossa posetrios adalah

foramen magnum tempat keluarnya batang otak menuju ke spinal cord dalam

canalis spinalis.4

Struktur anatomi yang paling penting difossa cranial anterior adalah orbita

dan sinus paranasal. Tulang orbita merupakan rute untuk penyebran infeksi dan

tumor karena sangat dekat dengan fossa anterior. Dinding posterior sangat tipis

dan berbatasan dengan sinus sagital dan dura lobus frontal. Aspek posterior

termasuk kanal opyik, fisura orbital superior dan fisura orbital inferior. Celah

orbitall superior membawa oculomotor, troklearis, abdusen dan nervus

ophtalmicus, serta pembuluh darah mata. Fisura orbital inferior mentransmisikan

nervus maksilaris dan pembuluh darah infraorbital, juga berhubungan dengan

fossa infratemporal dan fossa pterygomaksilaris. Bagian lateral fisura orbita

inferior merupakan penanda bedah penting untuk osteotomi orbital lateral selama

reseksi anterior basis cranii. Canal optik mentransmisikan nervus optikus dan

arteri ophtalmicus.6

Menings, tiga membran yang membungkus susunan saraf pusat. Dari

lapisan terluar hingga terdalam, dura mater, arachnoid mater dan pia mater.

Duramater adalah selaput tidak elastis kuat yang terdiri dari dua lapissan.

Biasanya kedua lapisan tersebut melekat erat, tetapi dibagian-bagian tertentu

keduanya terpisah dan membentuk rongga berisi darah, sinus dura, atau pada

rongga yang lebih besar, sinus vena. Darah vena yang berasal dari otak mengalir

kesinus-sinus ini untuk dikembalikan ke jantung.7

Arachnoid mater adalah lapisan lunak yang memiliki banyak pembuluh

darah dengan gambaran seperti jaring laba-laba. Ruang antara arachnoid dan

piamater dibawahnya disebut ruang subarachnoid, terisi oleh CSF. Penonjolan-

Page 3: fraktur basis kranii

penonjolan jaringan arachnoid yaitu sinus arachnoidalis, menembus celah dura

siatasnya dan menonjol kedaalam sinus dura. Melalui permukaan vilus inilah CSF

direarbsorpsi kedalam darah yang beredar didalam sinus-sinus.7

Lapisan menings paling dalam adalah piamater. Piamater adalah lapisan

yang paling rapuh. Lapisan inibanyak mengandung pembuluh darah dan melekat

erat kepermukaan otak, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Didaerah-daerah

tertentu lapisan ini menyelam kedalam otak untuk membawa pasokan pembuluh

darah yang kaya berkontak dengan sel ependim yang melapisi ventrikel.7

Otak terdiri atas batang otak, cerebellum dan cerebrum. Batang otak terdiri

atas tiga bagian yaitu medulla oblongata, pons dan midbrain. Medulla oblongata

mengontrol bermacam-macam fungsi vegetatif seperti denyut nadi, tekanan darah,

respirasi. Pons merupkan relay station antara cerebrum, batang otak, cerebellum

dan juga mengandung nukleus nervus kranial.4

Midbrain metupakan bagian yang penting pada trauma kepala kepala

karena midbrain terletak paa posisi yang mudah terluka oleh takik tentorial.

Kemampuan mempertahankan kesadaran, oculomotor (N.III) nuclei (reflek

cahaya) dan peduncel cerebral mengandung motor fibers turun dari cerebrum ke

batang otak dan spinal cord semuanya terdapat dalam midbrain. Ini merupakan

tempat kemampuan mempertahankan kesadarn. Gangguan pada midbrain dapat

mengakibatkkan koma, dilatasi pupil dan respon motor abnormal. Portio medial

lobus temporal terletak pada salah satu sisi midbrain dan hipotalamus langsung

terletak didepannya.4

Gambar 1. Basis cranii

Page 4: fraktur basis kranii

Fossa anterior

Fossa kranialis anteror terdiri atas dua tulang yaitu tulang ethmoid dan

tulang frontal. Inilah yang membentuk dasar, samping dan dinding anterior basis

cranii. Batas ke fossa media adalah lesser wing tulang sphenoid. Pada basis cranii

anterior terdapat sepasang rongga orbita dan pada bagian atas dari cavum nasal.

Prosesus clinoid anterior dan planum sphenoidale, membentuk atap sinus

sphenoid, yang menandakan batas posterior. Tulang frontal membentuk batas

lateral. Tulang frontal merupakan tempat foraminia supraorbital, yang bersama

sinus frontalis membentuk 2 penanda bedah yang penting dalam pendekatan yang

melibatkan anterior basis cranii.6,8

Ditengah fossa kranial anterior ada plate cribriform, yang merupakan

bagian dari tulang ethmoid. Nervus olfaktorius melintasi plate cribirform yang

dilindungi oleh dura dan ditertutup oleh ruang subarachnoid. Terdapat perbedaan

ketinggian antara tulang ethmoid dan plate cribriform. Ditengah plate cribriform

merupakan prosesus tulang sagital, crista galli yang kadang terjadi pneumotisasi.

Falx cerebri membagi dua bagian otak bermuara di crista galli.8

Dinding medial paling dekat dengan apex dan dibentuk oleh prosesus

orbital, lacrimal, ethmoid dan tulang sphenoid. Dinding medial mentransmisikan

arteri ethmoid anterior dan posterior melalui foraminanya masing-masing.

Formina membantu dalam mengindetifikasi sutura line frontoethmoid, yang

menandakan batas inferior dari fossa cranial anterior. Foramen arteri ethmoid

posterior juga penting bagi lokalisasi kana optik dan saraf optik, yang terletak

sekitar 0,5cm dari posterior.6

Sinus ethmoid ditemukan di inferior dari fossa cranial anterior dan medial

orbita. Sinus frontalis sebagai evagination sel-sel udara ethmoid kedalam tulang

frontal dan mempunyai dinding anterior yang tebal dan dinding posterior yang

tipis. Dinding posterior berbatasan dengan sinus sagitalis suoerior dan dura lobus

frontal. Proses infeksi dan tumor dapat berlanjut hingga intracranial oleh

hubungan ini.6

Duramater menempel dipuncak anterior frontal crest dan crista galli untuk

membentuk falx cerebri, yang menghubungkan sinus sagitalis superior dan

Page 5: fraktur basis kranii

inferior. Sinus drain sagital superior dan vena diploic frontal breschet, membentuk

jalur yang potensial untuk menyebarkan infeksi hingga intracranial sehingga dapat

menyebabkan komplikasi seperti trombosis sinus sagital, empiema dan abeses.6

Fossa media

Fossa media dibagi atas fossa pitutary (sella tursica), yang berisi kelenjar

hipofisis ditengahnya. Disisi posterior fossa hipofisis, clivus turun kearah

posterior. Fossa hipofisi dibentuk oleh sphenoid body dengan lesser wing dan

greater wing tulang sphenoid.8

o Greater wing tulang sphenoid terdiri dari dua plate tulang yang turun dari

kedua sisi fossa hipofisis dan membentuk bagian dari dasar dari fossa

kranii media.

o Lesser wing tulang sphenoid berjalan horizontal kearah lateral fossa

cranial.

Diantara lesser wing dan greater wing tulang sphenoid terdapat gap, fisura

orbita superior, yang berisi saraf trochlearis, saraf abdusen, saraf oculomotoris,

saraf oftalmikus dan pembulh darah orbital superior.8

Sphenoid body membentuk bagian tengah dari fossa media dan tempat untuk

sella tursica. Sella tursica dapat ditemukan antara prosesus clinoid anterior dan

posterior. Tuberculum sellae berbentuk olive dan berada dianterior antara sulcus

chiasma dan sella tursica. Hipofiseal atau fossa pituitari terletak tepat diposterior

tuberculum sellae. Dorsum sellae merupakan yang paling posterior, didaerah ini

terletak alur sigmoid untuk arteri carotis interna yang melintasi apex petrosa

melalui sinus cavernosus.6

Fossa kranial media dibentuk oleh tulang temporal, yang terdiri dari petrosa,

skuamosa dan timpani. Atap rongga timpani dan antrum merupakan bagian dasar

dari fossa cranii media.8

Kanal optik, mengandung saraf oprtk dan arteri oftalmik, terletak difossa

cranial media. Dari lateral hingga apex petrous merupakan ganglion trigeminal

dari nervus trigeminal. Ganglion tigeminal muncul sebagai saraf mandibula

foramen ovale dan sebagai saraf maksilaris dari foramen rotundum. Foramen

spinosum mentransmisika arteri meningeal media. Foramen lacerum,

Page 6: fraktur basis kranii

mentransmisikan saraf petrosal superfisial, yang terletak didepan kanal karotid

dimana terdapat arteri karotid.8

Setelah memasuki rongga tengkorak, arteri carotis interna berjalan dari canalis

carotis lateral ke sinus cavernosus.8

Dasar dan dinding lateral mempunyai lekukan untuk arteri meningeal media,

yang berjalan anterolateral dari foramen spinosum dan terbagi menjadi cabang

frontal dan parietal, yang menyebrang ke pterion dan berjalan keposterior. Pterion

adalah sutura berbentuk H, ditulang frontal dan pertemuan dengan tulang parietal.

Sutura ini berukuran sekitar 3,5 cm dibelakang sutura zygomaticofrontal dan 4 cm

diatas arkus zygomatic. Pterion terbuat dari tulang yang tipis dan dapat dengan

mudah patah dsaat trauma. Jika retak, dapat mengakibatkan cedera pada cabang

anterior dari arteri meningeal media dan dapat menyebabkan epidural hematom.6

Bagian petrosa dari tulang temporal membentuk batas posteromedial dari

fossa kranial media. Sinus petrosus superior menciptakan lekukan longitudinal

dipunggung petrosa. Ujung petrosa anteromedial merupakan tempat untuk

ganglion trigeminal atau ganglion gasserian yang biasa disebut sebagai meckle

cave. Sepanjang superomedial tulang petrous temporal, atap dari kanal karotis dan

sering sekali pecah.6

Fisura orbita superior, foramen ovale dan foramen spinosum terletak didalam

anteroposterior dan mediolateral plane. Berawal dari prosesus clinoid anterior,

fisura orbita superior dan menuju ke apex orbita lalu mentransmisikan nervus

okulomotoris, nervus trochlearis, cabang lacrimal, frontal serta nasosiliaris dan

nervus abdusen. Juga mentransmisikan vena optalmikus superior.6

Fossa posterior

Fossa kranial posterior dipisahkan dari fossa cranial media oleh tepi dari

piramida petrosa. Ditengah petrosa merupakan pembukaan dari meatus acusticus

internus, yang mentransmisikan nervus vestibulocochlearis, nervus fasialis dan

pembuluh darah labirin. Dasar tengkorak posterior terutama terdiri dari tulang

oksipital, dengan kontribusi dari tulang sphenoid dan tulang temporal. Bagian

basal tulang oksipital dan basis sphenoid membentuk basis kranii posterior. Dua

daerah ini bergabung membentuk clivus midline.6,8

Page 7: fraktur basis kranii

Piramida berbatasan langsung dengan sinus sigmoid, yang mengalir ke

bulbus jugulasir dan keluar dai fossa cranial bersama dengan nervus

glossofaringeal, nervus vagus dan nervus accesorius melalui foramen jugularis.

Foramen magnum merupakan foramen terbesar difossa kranial posterior, yang

memungkinkan masuknya medulla oblongata dan arteri vertebra ke cavum

kranial.8

Yang menutupi otak adalah duramater, yang terdiri dari lapisan dalam dan

luar. Lapisan luar membentuk periosteal penutup dari tulang tengkorak.

Periosteum internal tersebut menempel dekat dengan crista galli. Pada dinding

sinus frontal, periosteum secara bertahap berpisah dari tulang.8

Sulkus sigmoid dapat ditemukan diaspek lateral fossa kranial posterior

dibagian mastoid tulang temporal dan berakhir diforamen jugularis. Sulkus untuk

sinus petrosal inferior berada diposterior clivus dan anterior apex petrous. 8

III. FISIOLOGI

Tekanan perfusi otak (cerebral perfusion pressure)

Sangat penting untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada

penderita cedera kepala agar tekanan perfusi otak tetap normal. Hal ini sama

pentingnya dengan tekanan intrakranial.9

Tekanan perfusi otak adalh tekanan arteri rata-rata dikurangi tekanan

intrakranial.9

CPP ~MAP – ICP

CPP = Cerebral Perfusion Pressure

MAP = Mean Systemic Arterial Pressure

ICP = Intrakranial Pressure

Tekanan perfusi otak kurang dari 70 mmHg secara umum behubungan

dengan rendahnya luaran cedera kepala.9

Aliran darah otak

Normal aliran darah otak kira-kira 50cc per 100gr otak permenit. Dibawah

20-25cc per 100gr permenit, aktifitas EEG secara bertahap menghilang dan pada

sekitar 5cc per 100gr permenit terjadi kematian sel atau kerusakan irreversibel.

Pada orang-orang yang tidak mengalami cidera, mekanisme autoregulasi akan

Page 8: fraktur basis kranii

menjaga aliran darah otak tetap konstan pada tekanan darah rata-rata antara 50-

160mmHg. Dibawah 50mmHg terjadi penurunan aliran darah otak bertahap dan

diatas 160mmHg terjadi dilatasi pasif dari pembuluh darah otak dan peningkatan

aliran darah otak. Mekanisme autoregulasi ini sering terganggu pada penderita

cedera kepala, dengan akibat penderita dapat mengalami cedera otak sekunder

karena iskemia yang disebabkan oleh episode hipotensif.9,10

Jaringan saraf pusat sangatlah lembut (lunak). Sifat ini ditambah dengan

kenyataan bahwa sel saraf yang rusak tidak dapat digantikan karena neuron tidak

mampu membelah diri, menyebabkan jaringan rapuh dan tidak tergantikan ini

harus terlindung dengan baik. Terdapat empat keistimewaan yang melindungi SSP

dari cedera.7

1. SSP terbungkus oleh struktur tulang yang keras. Kranium (tengkorak)

melindungi otak dan kolumna vertebralis mengelilingi korda spinalis.

2. Tiga membran yang melindungi dan mengandung zat makanan, yaitu

menings, terletak antara tulang penutup dan jaringan saraf.

3. Otak “terapung” dalam suatu bantalan cairan serebrospinal (CSF)

4. Sawar darah otak yang sangat selektif dan membatasi akses zat-zat

didalam darah kedalam jaringan otak yang rentan.

VI. ETIOLOGI

Cedera kepala sering terjadi dinegara industri, menyerang pada pasien

pada saat-saat prima dalam kehidupan. Untuk menekankan betapa besarnya

masalah medis dan sosial dari masalah ini, hanya perlu diketahui bahwa hampir

10 juta orang maerika menderita cedera kepala setiap tahunnya, 20% cukup serius

untuk menyebabkan kerusakan otak. Diantara laki-laki dibawah usia 35 tahun,

kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian dan lebih dari 70%

melibatkan cedera kepala.11

Pukulan pada tengkorak menyebabkan fraktur jika toleransi elastik dari

tulang terlampui. Lesi intrakranial bermakna yang menyertai dua pertiga fraktur

tengkorak, dan adanya fraktur tengkorak meningkatkan kesempatan berkali-kali

lipat terjadinya hematom subdural atau epidural. Akibatnya, fraktur dianggap

mempunyai kepentingan primer sebagai penanda dari tempat dan keparahan

Page 9: fraktur basis kranii

cedera. Fraktur juga menyebabkan cedera saraf kranialis yang berat dan

menimbulkan jalan masuk kedalam cairan serebrospinal (CSF) untuk bakteri

(meningitis) dan udara (pneumosefalus). Fraktur diklasifikasikan sebagai linear,

basilaris, gabungan atau depresi; fraktur linear merupaka 80% dari semua fraktur

tengkorak dan paling sering berkaitan dengan hematom subdural atau epidural.11

Fraktur tengkorak basiler kebanyakn tidak berkomplikasi, tetapi dapat

menybabkan kebocoran CSF, pneumosefalus atau fistula kavernosakarotis.

Fraktur dari tulang tengkorak basilaris sering disertai oleh tanda hemotimpanum

(darah dibelakang membran timpani), ekimosis tertunda diatas prosesus

mastoideus (battle sign), atau ekimosis periorbital (racoon eyes). Cairan CSF

biasanya bocor melalui lamina kribriformis atau sinus yang berdekatan dan timbul

sebagai sekret berair dari hidung (rinore CSF). Adanya rinore atau meningitis

rekuren merupakan suatu indikasi bedah untuk perbaikan dura yang robek

dibawah fraktur.11

V. PATOFISIOLOGI

Cedera pada basis cranii dapat dibedakan menjadi burst fracture dan bending

fracture

o Fraktur bending disebabkan trauma langsungdan tepat kearah tengkorak.

Yang akan menghasilkan depresi tulang pada sisi yang terkena impact

dengan ciri fraktur kominutif atau perforasi.

o Fraktur burst disebabkan oleh benda yang permukaannya luas dan trauma

tidak langsung ke tulang tengkorak. Kekuatan yang dihasilkan

diteransmisikan dan di daerah yang tulangnya tipis, karena ealstisitas yang

minimal menyebabkan kerusakan.

Page 10: fraktur basis kranii

Gambar . (a)fokus trauma menyebabkan

pembentukan fisura primer pada sisi tulang yang

berlawanan (b)dampak diarea yang luas pada

tulang menyebabkan kompresi dan akhirnya terjadi

burst fraktur

Pukulan pada tengkorak menyebabkan fraktur jika toleransi elastik dari

tulang terlampui. Lesi intrakranial bermakna yang menyertai dua pertiga fraktur

tengkorak, dan adanya fraktur tengkorak meningkat berkali-kali lipat kesempatan

hematom subdural atau epidural. Akibatnya, fraktur dianggap mempunyai

kepentingan primer sebagai penanda dari tempat dan keparahan cedera. Fraktur

juga dapat menyebabkan cedera saraf kranialis berat dan menimbulkan jalan

masuk kedalam cairan serebrospinal untuk bakteri dan udara atau kebocoran CSF.

Fraktur diklasifikasikan sebagai linear, basilaris, gabungan atau depresi.11

Fraktur tulang tengkorak terjadi karena benturan kecelakaan, kompresi

atau tembakan. fraktur dapat terjadi ditempat benturan maupun tempat yang jauh

dari benturan,termasuk pada dasar tengkorak.12

VI. DIAGNOSA

Fraktur tulang dasar tengkorak biasanya berdiri sendiri, kadang saja

merupakan lanjutan dari fraktur kalvarium. Pada umunya terjadi pada os

petrosum, atap orbbita, atau pada basis, atau pada basis oksiput. Diagnosis

berdasarkan anamnesis dan gejala klinis sperti pendarahan dari hidung atau

telinga serta hematom disekitar mastoid atau orbita. Fraktur yang menyilang fosa

media dapat menimbulkan gangguan kelenjar hipofisis berupa diabetes insipidus.

Page 11: fraktur basis kranii

Robekan duramater dapat menimbulkan rinorea atau otorea. Likuorea dapat

terjadi beberapa saat setelah trauma.12

VI.I. Gejala klinis

Eyelid hematoma (hematoma keloopak mata)

Hematoma pada kelopak mata dapat itmbul akibat cedera pada cedera

kraniofasial atau pada atap orbita. Kelainan ini dapat timbul unlateral atau

bilateral dan juga berwarna biru pada tahap awal. Pembengkakan dapat mengnggu

pembukaan kelopak mata.8

Kelopak mata dibagi oleh septum orbita, yang memungkinkan lokalisasi

cedera diwilayah orbita. Cedera kraniofasial mengakibat terlihatnya hematoma

ventral yang hanya terdapat pada septum orbita, yang mana dapat dilihat segera

setelah trauma.8

Cedera dari basis cranii memperlihatkan hematoma pada dorsal dan

ventral ke esptum orbita, karena semakin panjang jarak kekelopak mata,

hematoma ini dapat diamati segera setelah cedera terjadi.8

Jika udara masuk ke apparatus kelopak mata dari hidung dan sinus

paranasal (misalnya pada cedera atap sinus ethmoid, yang meluas ke orbita roof),

dapat menyebabkan emfisema pada kelopak mata. Hal ini dapat didentifikasi

dengan adanya krepitasi. 8

Seiferth Sign

Seiferth sign adalah hematoma submucosal yang terlihat pada atap faring

yang dapat terjadi dengan fraktur yang melibatkan sinus sphenoid atau ethmoid

posterior. Fleksibel endoskopi digunakan untuk mengevaluasinya. 8

Gangguan Penciuman

Gangguan penciuman dapat disebabkan oleh cedera langsung (avulsi

nervus olfaktori pada plate cribriform) atau trauma tidak langsung pada nervus

olfaktori. Berbagai metode dapat digunakan untuk menguji kemampuan

penciuman. 8

Bau memiliki ambang deteksi dan pengenalan bau. Pengujian zat dapat

dibagi menjadi:

Page 12: fraktur basis kranii

o Bau murni yang hanya dapat merangsang saraf penciuman (kopi, vanili,

kayu manis)

o Bau yang juga merangsang saraf trigeminal (mentol, formalin, amoniak,

cuka)

o Bau yang juga merangsang indra perasa (chloroform, piridin)

Disfungsi penciuman , hanya mempengaruhi saraf trigeminal dan sensasi rasa

yang dirasa. Bensin adalh salah satu contoh zat yang cocok untuk melakukan uji

sederhana kemampuan penciuman (tes uji kemampuan penciuman subjektif).

Sebuah kapas yang dicelupkan kedalam bensin diletakkan didepan satu lubang

hidung (dengan lubang hidung lainnyta ditutup). Jika penciuman pasien intak

maka dia dapat mencium bau bensin tersebut. 8

Uji simulasi dengan menempatkan aroma murni (misalnya peppermint atau

kayu manis) dilidah. Jika pasien anosmia, ia akan mengalami sensasi manis atau

dingin. Jika pasien memiliki ageusia, maka ai akan mengakami sensasi sejuk. 8

CSF Rhinorea

Kebocoran cairan serebrospinal dapat terjadi sebagai trauma cedera primer

maupun sekunder (beberapa minggu hingga bulan setelah trauma). Rinorea cairan

serebrospinal dapat terjadi hanya jika ada fistula cairan serebrospinal (terdapat

hubungan antara ruang intrakranial dan ruang udara di tulang wajah. 8

Kebocoran cairan serebrospinal dapat didiagnosis dengan menggunakan

endoskopi, tes imunologi, contras radiografi atau dengan metode dye. 8

CSF otore

CSF otore disebabkan oleh hancurnya pertahanan yang memisahkan

telinga tengah dengan CSF diotak. Ketika itu terjadi maka CSF akan keluar dari

telinga.13

CSF otore yang terjadi setelah trauma seringkali akan berhenti dengan

spontan dalam 1-2 minggu. Jika tidak maka diperlukan tindakan operasi.13

Pneumocephalus

Pneumochepalus yaitu adanya udara diintrakranial. Penigkatan tekanan

dihidung dan sinus paranasal meyebabkan udara bocor melalui defect pada basis

Page 13: fraktur basis kranii

cranii yang akan mengakibatkan adanya udara di epidural,subdural/subarachnoid

maupun intracerebral.8

Meningitis

Meningitis terjadi dalam hitungan jam atau hari setelah cedera. Hal ini

disebabkan oleh infeksi keventrikel. Tanda-tanda khas dari meningitis adalah

mengantuk, leher kaku, kernig atau lasgue sign positif. 8

VI.II. Laboratorium

Evaluasi rinorea cairan serebrospinal

Dasar metode untuk mendeteksi adanya basilar skull injuri disertai dengan

kebocoran CSF yaitu sebagai berikut:

Glukosa/Protein Analisis

Kosentrasi glukosa dan protein lebih tinggi pada cairan cerebrospinal

dibandingkan dengan discharge pada hidung. Salah satu metode untuk mendeteksi

kebocoran cairan serebrospinal yaitu dengan menentukan kandungan glukosa dan

protein sekresi pada hidung. Nilai diagnostik dari tes ini terbatas, karena

kemungkinan kontaminasi dengan darah, sekresi lakrimal atau air liur. Pengujian

harus dilakukan dengan menggunakan strip test standar. 8

Diagnosis Immunologi kebocoran CSF

Deteksi beat-2 transferin dianggap sebagai standar untuk mengevaluasi

ketika kita mensuspek adanya kebocoran CSF. Pengujian sangat penting dan

dilakkukan untuk menyingkirkan cedera basis cranii. 8

Sebuah sampel uji dikumpulkan dalam botol kecil atau spons kecil yang

ditempatkan disalah satu lubang hidung atau telinga untuk beberapa saat. Cairan

Page 14: fraktur basis kranii

ini kemudian diuji untuk beta-2 transferin menggunakan elektroforesis gel yang

sudah dimodifikasi. Positif bila beta-2 transferin ditemukan dalam serum pasien. 8

Metode Dye

Metode dye menggunakan pewarna intratekal untuk mengamati

ekstravasasi kedalam hidung dan sinus paranasal sebagai bukti adanya kebocoran

CSF. Metode yang sering digunakan meliputi pewarnaan sodium fluorescein dan

CSF skintigrafi, yang keduanya digunakan terutama unutk medteksi kebocoran

CSF. 8

Diagnostik Imaging Fraktur Basis Cranii Anterior

Standar saat ini dalam mendiagnosis fraktur yang dicurigai sebagai fraktur

basis cranii anterior adalah dengan menggunakan computer tomography (CT).

Gambar diambil di axial (sinus frontal dan dinding lateral sinus sphenoid) dan

koronal (plate cribriform dan atap ethmoid). 8

Radiografi konvensional harus dibatasi penggunaannya sebagai alat

skreening untuk fraktur. Untuk CT imaging dan evaluasi fraktur basis cranii

anterior akibat pergeseran osseous, kenaikan antara setidaknya 2mm untuk

memastikan visualisasi; untuk pencitraan sinus sphenoid, kenaikan antara irisan

haru 4 mm. 8

Gambar. (a)fraktu disisi kanan basis kranii (b)fraktur disisi kiri basis cranii

(c)terlihat kebocoran iotrolan disinus paranasal

Adanya udara diintraserebral merupakan tanda pasti dari fistula (walaupun

tanpa disertai pergeseran osseous). Lokalisasi dari pneumocephalus bisa di

subdural, subarachnoid atau epidural. 8

Page 15: fraktur basis kranii

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya

cedera dan dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh

suatu tim yang terdiri dari paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah saraf.

Radiologi, anestesi dan rehabilitasi medik. Pasien dengan cedera kepala harus

ditangani dan dipantau terus sejak tempat kecelakaan, selama perjalana dari

tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat darurat, kamar radiologi,

sampai keruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab sewaktu-waktu bisa

memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya.14

1. Pengelolaan Pra Rumah Sakit

Pengelolahan pasien dewasa dengan trauma kepala harus

berdasarkan pemeriksaan klinis dan Glasgow Coma Scale dan Galsgow

Coma Scale Score. Kru ambulans juga harus sepuhnya terlatih dalam

penggunaan Glasgow Coma Scale untuk dewasa dan pediatrik, serta dalam

mendeteksi cedera walaupun tanpa kecelakaan dan harus

menyampaikannya ke UGD ketika tanda dan gejala-gejala tersebut

muncul. Prioritas kerja mereka yakni mengobati ancaman terbesar terlebih

dahulu dan menghindari kerusakan lebih lanjut. Prioritas pengelolaan

semua pasien gawat darurat adalah stabilisasi jalan nafas, pernafasan dan

sirkulasi (ABC) sebelum memperhatikan cedera lainnya. Diagnosis

penurunan kesadaran akibat keracunan hanya dapat ditegaakan setelah

kemungkinan cedera otak telah disingkirkan.15,16

Pasien yang menderita cedera kepala dan memiliki resiko berikut harus

dilakukan immobilisasi leher, seperti:16

o GCS < 15 pada penilaian awal oleh tenaga kesehatan profesional

o Nyeri atau kaku pada leher

o Defisit neurologis fokal

o Parestesia di ekstremitas

o Kecurigaan klinis lainnya mengenai cedera tulang leher

Page 16: fraktur basis kranii

Immobilisasi leher harus dipertahankan sampai semua pemeriksaan klinis

dan pencitraan (jika perlu) menunjukkan hasil yang aman untuk melepas

immobilisasi.16

Glasgow Coma Scale dan turunannya Glasgow Coma Scale Score

digunakan secara luas untuk menilai pasien, baik sebelum mupun setelah tiba

di Rumah Sakit. GCS menyediakan kerangka kerja untk menggambarkan

keadaan pasien melalui tiga aspek respon membuka mata, verbal, dan motorik,

masing-masing bertingkat sesuai dengan tingkat keparahan. Skor GCS

merupakan indeks yang dibuat dengan menambahkan ketiga respon tersebut.

Skor ini dapat memberikan ringkasan yang berguna dan dasar untuk sistem

klasifikasi, namun memiliki informasi yang kurang dari deskrimpsi secara

terpisah dari ketiga respon tersebut.15

Pemeriksaan nervus kranial, reaksi pupil, dan pemeriksaan neurologis

pada ekstremitas, pola dan kekuatan gerakan, dapat memberikan informasi

tambahan mengenai penyakit dan tingkat keparahan kerusakan otak. Informasi

mengenai mekanisme cedera, luka, dan komplikasi lainnya juga harus

diperhatikan.15

Pasien dengan cedera kepala dapat dinilai dengan mengunakan bantuan

GCS atau skor GCS.15

Page 17: fraktur basis kranii

Mencegah atau meminimalkan penyebab cedera otak sekunder, seperti

hioksemia dan hipotensi, merupakan komponen penting dari perawatan pra

Rumah Sakit. Episode hipoksemia dan hipotensi dapat memberikan prognosis

yang buruk. Sebuah studi menemukan bahwa pasien cedera otak yang disertai

hipoksemia pra Rumah Sakit (didefinisikan sebagai sianosis atau apneu)

prognosisnya lebih buruk. Hipoksemia dan hipotensi juga tidak jarang

dijumpai pada trauma pediatrik. Intubasi endotrakeal pasien anak sering

berhasil jika dilakuakn oleh tenaga yang berpengalaman, namun tidak selalu

tersedia dalam pengelolaan pra Rumah Sakit. Intubasi nasotrakeal harus

dihindari jika terdapat kemungkinan adanya fraktur basis kranii atau facial

karena komplikasinya yakni beralihnya selang nasotrakeal ke otak. Tulang

belakang leher harus selalu distabilkan karena sebagian besar cedera tulang

belakang pada pasien pediatrik adalah pada regio leher akibat kepala anak-

anak yang relatif besar, otot-otot dan ligamen leher yang masih lemah, dan

ossifikasi tulang leher yang belum lengkap. Pedoman-pedoman saat ini sangat

menyarankan bahwa pasien trauma kepala pediatrik harus langsung diabawa

ke pusat trauma pediatrik.17

2. Pengelolaan Rumah Sakit

Pasien yang telah didiagnosis menderita cedera kepala harus langsung

diangkut ke fasilitas yang telah diidentifikasi memiliki sumber daya yang

diperlukan untuk keperluan resusitasi, investigasi, dan pengelolaan awal

setiap pasien dengan multipel trauma. Diharapkan setiap Rumah Sakit dan

semua unit neurologiyang menerima pasien langsung dari tempat trauma

memiliki sumber daya yang sesuai untuk usia pasien.16

Pasien yang masuk ke gawat darurat dengan penurunan kesadaran (GCS <

15) harus dinilai segera, dan pasien dengan GCS kurang dari atau sama

dengan 8 harus lebih awal ditangani untuk segera dirawat oleh tenaga

profesional dalam memberikan pengelolaan jalan napas dan membantu

resusitasi serta dilakukan pemeriksaan radiologi.16

Fokus utama dari penilaian gawat darurat pada pasien dengan cedera

kepala adalah adanya resiko cedera otak dan fraktur cervikal .16

Page 18: fraktur basis kranii

Semua pasien dengan cedera kepala harus segera dinilai oleh tenaga

terlatih maksimal dalam 15 menit setelah tiba di Rumah Sakit. Selanjutnya

dilakukan dengan menetapkan apakah pasien tersebut memiliki resiko tinggi

atau rendah cedera otak dan atau fraktur servikal dengan menggunakan

pemeriksaan klinis dan pencitraan (kepala dan servikal).16

Pada pasien yang dianggap berisiko tinggi untuk cedera otak dan atau

fraktur servikal, pemeriksaan harus diperluas keseluruh pemeriksaan klinis

dan permintaan CT-scan kepala dan atau servikal.16

Pasien yang telah menjalani pemeriksaan awal, dan dianggap memiliki

resiko rendah untuk menderita cedera otak dan atau fraktur servikal, harus

diperiksa kembali dalam waktu 1 jam setelahnya.16

Nyeri harus dikelola secara efektif karena dapat menyebabkan kenaikan

tekanan intrakranial. Bidai anggota badan yang fraktur sangat membantu,

kateterisasi juga akan mengurangi iritabilitas. Analgetik hanya boleh

diberikan di bawah pengawasan dokter.16

3. Rujukan ke Unit Bedah Saraf

Rujuk ke Unit Bedah Saraf

Semua pasien baru dengan kelainan radiologi harus didiskusikan oleh ahli

bedah saraf. 15

Seorang pasien, baik dewasa maupun anak-anak, dengan trauma kepala

harus dirujuk ke hali bedah saraf jika:15

o Hasil CT scan di Rumah Sakit menunjukkan adanya lesi intrakranial

o Ketika pasien memenuhi kriteria untuk CT scan namun fasilitas tidak

memadai

o Ketika pasien memiliki gejala klinis yang membutuhkan pemeriksaan,

monitoring, ataupun menejemen yang sesuai dari ahli bedah saraf, terlepas

dari hasil CT scan

o Tanpa memperhatikan hasil CT scan, alasan lainnya pasien haeus dirujuk

ke bedah saraf termasuk coma yang menetap (GCS kurang dari sama

dengan 8) setelah resusitasi awal, kebingungan yang dialami lebih dari 4

jam, pemburukan GCS, tanda neurologis fokal progresif, kejang tanpa

Page 19: fraktur basis kranii

perbaikan, dicurigai atau ditemukan luka tembus, ditemukannya cairan

serebrospinal.

Semua pasien dengan cedera kepala berat (skor GCS 8/15 atau kurang)

harus di transfer dan di rawat sistem 24 jam di ICU.15

Dalam merujuk pasien, harus ditetapkan konsultan yang ditunjuk sebagai

penanggung jawab messkipun proses transfer pasien sangat mendesak,

resusitasi dan stabilisasi awal pada pasien harus selesai dimonitoring

menyeluruh sebelum pasien dikirim untuk mecegah komplikasi selama

perjalanan. Seorang pasien yang hipotensi persisten meskipun telah

diresusitasi, tidak boleh di bawa sampai penyebab hipotensi telah

diidentifikasi dan pasien telah stabil. Semua pasien dengan GCS kurang dari

sama dengan 8 yang membutuhkan rujukan ke unit bedah saraf, harus

diintubasi dan diventilasi.15

Intubasi dan ventilasi harus dilakukan segera pada keadaan-keadaan berikut:

o Coma-tidak mengerjakan perintah, tidak bicara, tidak membuka mata

(yakni GCS ≤ 8)

o Hilangnya refleks laring

o Insufisiensi ventilasi yang dinilai dari analisa gas darah: hipoksemia (PaO2

< 13 kPa) atau hiperkarbia (PaCO2 > 6kPa)

o Hiperventilasi spontan yang menyebabkan PaCO2 < 4 kPa

o Respirasi irreguler

Langkah pertama dalam pengobatan setiap pasien adalah untuk

mengevaluasi dan mengelola serius cedera yang mengancam jiwa. Pengelolaan

definitif fraktur basis cranii yang mengancam jiwa dengan kebocoran CSF harus

ditunda hingga kondisi pasien stabil dan optimal untuk hasil bedah yang baik.

Pasien yang tidak memerlukan perawatan operasi diamati selama 48 jam hingga

terjadi kebocoran CSF berhenti spontan. Bedah intervensi dilakukan segera

mungkin pada pasien dengan cedera otak terbuka, terdapat benda asing, fratur

depresi atau kerusakan tengkorak yang luas. Kebocoran CSF yang disertai

komplikasi intrakranial seperti meningitis, abses intrdural atau subdural dan

empiema, merupakan indikasi lain untuk dura repair.18

Page 20: fraktur basis kranii

Tidak adanya fistula CSF, patah tulang temporal, kelumpuhan wajah,

gangguan pendengaran atau kebutaan maka pengelolaan fraktur basis kranii yaitu

nonoperatif. Pengobatan konservatif meliputi pemberian antibiotik intravena

selama 5 hari hingga terjadi penyembuhan dura.19

Penanganan operatif diindikasikan untuk fistula CSF pasca trauma dengan

meningitis, fraktur tulang petrosa yang melintang dengan keterlibatan kapsul

optik, patah tulang temporal dengan kelumpuhan kelumpuhan wajah lengkap.

Pengobatan termasuk subtotal petrosectomi. Operasi terdiri dari exenteration

traktus sel udara tulang temporal dan obliterasi tuba eustacius. Setelah struktur

terluka diperbaiki (misalnya nervus fasialis atau arteri karotis) atau terexenterasi

(misalnya kapsul optik), rongga yang dihasilkan dengan graft lemak endogen dan

flap otot temporalis.19

Pengobatan medika mentosa

Pendekatan perawatan intensif cedera kepala berat berhasil menurunkan

mortalitas dari sekitar 50% pada tahun 1970 menjadi 36% pada saat ini. Tujuan

utama protokol perawatan intensif adalah mencegah kerusakan sekunder terhadap

otak yang sudah mengalami kerusakan primer. Prinsip utama ialah bagaimana

memberikan lingkungan yang optimal terhadap neuron yang cedera sehingga

terjadi perbaikan yang mengarah pada proses normal. Sebagai tambahan bagi

tindakan fisiologis yang dapat memberikan lingkungan optimal terhadap sel otak,

banyak obat-obat baru yang secara klinis telah diuji pada cedera kepala berat.

Namun demikian pemakaian obat-obat tertentu memerlukan konsultasi dengan

ahli bedah saraf.9

Cairan intravena

Cairan intravena diberikan untuk resusitasi dan menjaga agar penderita

tetap normovolemia. Konsep dehidrasi yang diperkenalkan pada masa lalu,

sekarang jauh lebih merugikan dibanding faedahnya terhadap penderita.

Walaupun demikian, jangan memberikan cairan yang berlebihan. Secara khusus

ditekankan, jangan memberikan cairan hipotonis. Pemberian cairan glukose dapat

menyebabkan hiperglisemia, yang sudah diketahui berbahaya bagi otak yang

mengalami cedera. Oleh karena itu cairan yang dianjurkan adalah garam normal

Page 21: fraktur basis kranii

atau ringer laktat untuk resusitasi pemeriksaan kadara sodium harus dilakukan

dengan hati-hati. Hiponatremia berhubungan dengan edema otak, harus dicegah

atau diterapi dengan agresif.9

Hiperventilasi

Hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati. Hiperventilasi berfungsi

menurunkan Pco2 dan menyebabkan kontriksi pembuluh darah otak. Penurunan

volume intrakranial menolong untuk menurunkan tekanan intrakranial.

Hiperventilasi yang agresif dan berkepanjangan dapat menyebabkan iskemia otak

karena vasokonstriksi yang berat yang justru menyebabkan iskemia otak karena

vasokonstriksi yang berat menyebabkan penurunan perfusi otak. Pada masa kini

hiperventilasi digunakan secara moderat dan jangka waktu terbatas yang

dimungkinkan. Secara umum, dijaga agar Pco2 berada pada level 30mmhg atau

lebih. Level antara 25 dan 30 mmhg masih dapat diterima bila terjadi peninggian

tekanan intrakranial. Namun demikian, segala cara harus dilakukan untuk

mencegah hiperventilasi penderita dengan Pco2 dibawah 25mmHg.9

Manitol

Manitol 20% digunakan secara luas untuk menurunkan tekanan

intrakranial. Dosis yang secara luas diterima adalah 1g/kg berat badan secara

bolus intravena. Dosis besar manitol tidak boleh diberikan pada penderita yang

hipotensi karena akan memperberat hipovolemia. Indikasi kat pemberian manitol

adalh penderita komatous yang sebenarnya normal, normal pupil yang kemudian

menjadi dilatasi tanpa atau dengan hemiparesis. Pada kasus ini diberikan dosis

besar (1g/kg) bolus intravena, cepat (5menit) dan penderita segera dibwa untuk

CT-Scan ataupun langsung kekamar operasi. Manitol juga diindikasikan pada

penderita dengan dilatasi pupil bilateral tanpa reaksi yang tidak hipotensif.9

Furosemida

Obat ini digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial. Diuresis dapat

ditingkatkan dengan kjombinasi kedua onat ini. Dosis yang diberikan antara 0,3-

0,5 mg/kg berat badan intravena. 9

Page 22: fraktur basis kranii

Antikonvulsan

Epilepsi pasca trauma terjadi pada 5% dari semua penderita yang masuk

rumah sakit dengan cidera kepala tertutup dan 15% pada cidera kepala berat. Tiga

faktor utama yang berhubungan dengan terjadinya epilepsi. 9

o Kejang yang timbul pada minggu pertama

o Pendarahan intraserebral

o Fraktur depresi

Penelitian terdahulu menunjukan adanya keuntungan yang bermakna pada

pemberian antikonvulsan untuk pencegahan, namun demikian, penelitian yang

lebih baru menunjukan bahwa phenytoin menurunkan insiden kejang pada

minggu pertama trauma, tetapi tidak setelahnya. Studi tersebut nampak

menyarankan menghentikan pemberian antikonvulsan pencegahan setelah minggu

pertama. Diazepam atau lorazepam dapat digunakan untuk mengontrol kejang

secara cepat. 9

Operatif

1. Basis cranii anterior

a. Pertimbangan umum

Craniotomi basal bifrontal setelah insisi koronal memungkinkan

ispeksi ke seluruh basis cranii anterior termasuk kedua lateral serta

bagian sentral. Namuan diperlukan perhatian khusus untuk melakukan

kraniotomi basal sejauh mungkin, bahkan jika sinus frontal harus

dibuka. Manajemen sinus frontal yang benar sangat dianjurkan untuk

menghindari kemplikasi operasi, seperti mucocels. Hal ini dapat

dicapai dengan dua cara:20

I. Kranialisasi lengkap sinus frontal diikuti dengan pemisahan

yang cermat terhadap sinus paranasal dan rongga hidung dari

fosa kranial.

II. Rekronstruksi sinus frontal dapat dipertimbangkan pada kasus

tertentu. Tindakan ini mengharuskan ductus nasofrontal dapat

mengalir.

Page 23: fraktur basis kranii

b. Perbaikan frontobasal dengan menggunakan periosteal flap20

1) Melokalisasi defek dura, lalu memisahkan dura dari dasar

tengkorak anterior. Ini dilakukan untuk mengurangi penarikan

kembali oleh lobus frontal. Setelah itu menggunakan dissector

untuk membebaskan dura dari dasar tengkorak anterior.

2) Melokalisasi arteri ethmoid anterior dan posterior saat keluar

dari tulang. Membedah dura disekeliling plate cribriform untuk

memisahkan saraf olfactori.

3) Jumlah diseksi posterior tergantung sejauh mana fraktur.

Elevasi dura subfrontal dari planum sphenoidale dapat

mencapai sejauh tuberculum sella dan punggung sphenoid

medial. Hal ini memungkinkan untuk menarik kembali lobus

frontal jauh kedalam basis kranial anterior dengan

menggunakan retraktor penahan disetiap sisi.

4) Melokalisasi segmen fraktur dan/atau defek dura dan

menghilangkan fragmen tulang yang bergeser.

5) Dalam beberapa kasus, untuk kelancaran dan ketajaman sudut

mungkin cukup dengan burr.

6) Flap perikranium dimasukkan dan harus reline dengan defek

fraktur basis kranial.

7) Bila mungkin, flap pericranial harus dijahit ke dura.

8) Menyambung dura ke flap tulang sangat dianjurkan untuk

menghindari epidural hematom pasca operasi.

9) Penggantian bone flap menggunakan internal fixation dengan

tekhnik fiksasi tiga titik.

10) Rekonstruksi defek tulang. Dengan menggunakan tulang

pengganti untuk mengisi defek tulang agar menghindari

deformitas kosmetik.

c. Endoscopi repair untuk kebocoran CSF20

Page 24: fraktur basis kranii

1) Rinore CSF trauma yang terjadi fosa kranial anterior dan/atau

menengah dapat diobati dengan tekhnik endoscopi dengan

intratekal lumbal fluorescein.

2) Injeksi lumbar intratekal fluorescein. Pasien dapat diposisikan

terlentang dimeja operasi dengan tubuh diangkat hingga sudut

antara 10-45 derajat. Kepala dapat diputar keahli bedah jika

perlu. Endoskopi dimasukkan kedalam lubang hidung

(kanan,kiri atau keduanya) dan penanda anatomi

divisualisasikan. Penggunaan alat seperti set data fusion, CT

dan MRI sangat membantu.

3) Identifikasi defek. Dengan menggunakan fluorescein blue light

filter system dan fluorescein barrier filter yang dipasang pada

lensa endoskopi sehingga dapat membantu untuk

memvisualisasikan lokalisasi defek dura. CSF fistula dapat

terlihat dengan cahaya hijau yang khas.

4) Perbaikan defek. Beberapa tekhnik yang ada untuk perbaikan

defek dan graft dapat digunakan termasuk autolongus nsal,

extra nasal dan graft heterolongus. Defek tulang dapat

diperbaiki dengan menggunakan tulang rawan septum, bagian

dari turbinate hidung tengah, vomer dan lainya. Graft

autolongus ekstranasal yang paling sering adalah lemak perut

atau fascia lata. Pada defek yang lebih besar , flap vaskularisasi

nasoseptal dapat digunakan.

5) Setelah defek tertutup, efektivitas dan kehandalan diperiksa

dengan menggunakan manuver valsava dan dalam kasus-kasus

khusus, tes fluorescein intraoperatif.

d. Post-operatif20

o Perawatan intensif 24 jam

o Rawat inap 5-8 hari (untuk mencegah kebocoran CSF

berulang)

o Penggunaan antibiotik spektrum luas

Page 25: fraktur basis kranii

o Dan setelah 5-7 hari direkomendasikan radiologi kontrol secara

rutin hari berikutnya setelah keluar dari ICU

2. Basis kranii media20

a. Perhatian umum

Kraniotomi lateralis setelah insisi kulit memberikan kemungkina

untuk inspeksi seluruh lateral basis kranii termasuk bagian atas tulang

petrous. Perhatian khusus harus dilakukan untuk melakukan

kraniotomi sejauh mungkin setelah pengangkatan temporari dari arkus

zygoma.

Salah satu perhatian bahwa rekronstruksi basis kranii lateral setelah

trauma hanya diperlukan pada sejumlah kecil kasus. Biasanya, setelah

fraktur kejadian rinore dapat diselesaikan dengan konservatif.

b. Perbaikan ekstradural fossa media menggunakan fascia flap20

1) Setelah trepanasi subtemporal dilakukan, elevasi secara hati-hati

lobus temporal dilokasi fraktur basis kranii dilakukan.

2) Melokalisasi segmen-segmen fraktur dan/atau dura defek dan

menghilangkan fragmen tulang

3) Dalam beberapa kasus, mungkin cukup dengan burr.

4) Memotong flap fascia pedikel temporal dari tulang yang

mendasarinya

5) Flap fascia pedikel temporal dibawa kedalam ruang intrakranial

dan disitu fossa kranial media ditutup.

6) Tergantung dari ukuran laserasi dura, flap fasci dura temporal yang

harus dijahit kedura. Untuk mencapai penutupan yang sempurna,

penggunaan tekhnik sealant sangat dianjurkan.

7) Memposisikan dura ke margin tulang dengan 4-5 jahitan

8) Ganti flap tulang menggunakan internal fiksasi dengan tekhnik

fiksasi tiga titik. Suspensi jahitan dura dan flap tulang sangat

dianjurkan untuk menghindari kemungkinan epidural hematom

pasca operasi.

Page 26: fraktur basis kranii

c. Post-operatif20

o Perawatan intensif 24 jam

o Rawat inap 5-8 hari (untuk menyingkirkan kebocoran CSF

berulang)

o Penggunaan antibiotikk spektrum luas selama dan setelah prosedur

untuk 5-7 hari berikutnya dianjurkan

o Kontrol radiologi secara rutin pada hari berikutnya setelah

meninggalkan ICU.

3. Basis kranii posterior20

a. Modalitas pengobatan

Fraktur dasar tengkorak posterior jarang dan terjadi hanya 5% dari

semua fraktur dasar tengkorak. Namun, mereka memerlukan perhatian

khusus karena tingkat kematiannya yang tinggi. Tiga komplikasi yang

paling penting yang terkait dengan patah tulang basis kranii posterior

adalah:

o Kompresi otak akibat efek massa (epidural hematom atau

intracerebellar hematom)

o Hidrosefalus akut akibat oklusi ventrikel ke-4

o Ketidakstabilan kranioservikal akibat fraktur occipital codylar.

b. Modalitas penganan dalam kasus lesi massa fossa posterior

1) Fraktur fossa posterior berhubungan dengan epidural hematom

membutuhkan kraniotomi yang cukup luas untuk melihat

seluruh area yang berdarah. Menggunakan tipikal burr

holes(kadang hanya perlu satu lubang)

2) Lesi massa epidural dieksplorasi dan dihapus dengan

menggunakan perangkat hisap dan dissector. Dalam kasus

pembengkakan otak yang signifikan, flap tulang tidak diganti

pada saat ini, namun flap tulang disimpan dalam frezer (-72 °C)

dan diganti pada saat operasi kedua, biasanya 3-6 bulan setelah

operasi pertama. Ketika tidak ada pembengkakan, bone flap

diganti dan diperbaiki saat operasi primer.

Page 27: fraktur basis kranii

3) Dalam kasus subdural hematom fossa posterior, dura langsung

dibuka tepat diatas hematoma dengan menggunakan insisi

bentuk-X.

4) Subdural hematom dievakuasi dengan menggunakan suction

dan dissector untuk menghindari cedera korteks serebral.

Ketika pembengkakan menjadi parah, extended duraplsty

dilakukan dan flap tulang tidak diganti pada saat ini.

c. Post-operatif20

o Perawatan intensif 24 jam

o Rawat inap 5-8 hari (untuk menyingkirkan terlangnya CSF)

o Penggunaan antibiotik spektrum luas selama dan setelah

prosedur untuk 5-7 hari berikutnya dianjurkan.

o Kontrol radiologi dilakukan secara rutin pada hari berikutnya

setelah pasien meninggalkan ICU