Fp_ Makslah Filsafat Pendidikan Hakikat Manusia
-
Upload
muhammad-annur -
Category
Data & Analytics
-
view
113 -
download
6
Transcript of Fp_ Makslah Filsafat Pendidikan Hakikat Manusia
MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN
“ Hakikat Manusia “
Dosen Pembimbing : Dr.Dadan Suryana
Disusun Oleh
Kelompok V
Silfi Nurfitra 15005033
Qodrija Qolbi 14003080
Muhammad Hafizh Annur 15076059
Romai Aisah 15022035
Selma Rama Dini
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya. Beserta shalawat dan salam bagi kekasih Allah, Rasulullah SAW, yang telah
memperjuangkan Islam di permukaan bumi ini.
Alhamdulillah, pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Hakikat Manusia” dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah filsafat pendidikan.
Makalah ini berbicara mengenai hakikat manusia menurut pandangan agama,
pandangan filsafat, pandangan ilmu pengetahuan dan manusia sebagai makhluk budaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah filsafat
pendidikan serta rekan rekan yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini,
sehingga bisa sampai di hadapan pembaca pada saat ini. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi tercapainya makalah yang baik.
Demikianlah makalah ini kami hadirkan, semoga mampu memberikan manfaat bagi
diri kami khususnya dan masyarakat luas umumnya. Aamiin.
Padang, 01 Oktober 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemampuan manusia untuk menggunakan akal dalam memahami
lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia berfikir.
Dengan berfikir manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan
memang sebagian besar perubahan yang terjadi dalam diri manusia merupakan akibat
dari aktivitas berfikir. Ini berarti bahwa tanpa berfikir kemanusiaan manusia tidak
mempunyai makna bahkan mungkin tak pernah ada.
Berfikir memungkinkan manusia untuk memperolah pengeahuan, dalam
tahapan selanjutnya. Pengetahuan ini dapat menjadi pondasi penting bagi keguatan
berfikir yang lebih mendalam. Hal ini bertujuan agar manusia dapat berubah dari
tidak tahu menjadi tahu, dengan mengetahui perbuatan maka ia akan beramal bagi
kehidupannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiaman pandangan agama tentang manusia?
2. Bagaimana pandangan filsafat tentang manusia?
3. Bagaimana pandangan ilmu pengetahuan tentang manusia?
4. Bagaimana manusia sebagai makhluk budaya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan agama tentang manusia
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan filsafat tentang manusia
3. Untuk mengetahui bagaimana pendangan ilmu pengetahuan tentang manusia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan agama tentang manusia
Manusia perlu mengenali hakekat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk
menguasai alam dan jagat raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga mampu
mengenali ke-Maha Perkasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan kehidupan
ciptaanNya. Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan hakekat dirinya,
manusia menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang harus diisi dengan
patuh dan taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangan Allah.
Islam memiliki pandangan yang optimistik tentang manusia. Dalam ajaran Islam,
manusia yang lahir dalam keadaan fitri, suci dan bersih adalah merupakan makhluk
terpuji dan dimuliakan meskipun pada kondisi-kondisi tertentu manusia dipandang
sebagai makhluk yang rendah. Dalam bukunya Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan
Agama, Murtadha Muthahhari telah menunjukkan bagaimana Islam dan Al-Quran
memandang manusia. Berikut ini adalah sebagian ayat-ayat Al-Quran yang dikutip dan
dianalisis oleh Muthahhari berkenaan dengan masalah tersebut :
1. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.
Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah…………” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.2:30)
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi………., untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS.6:165)
2. Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, manusia
sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar sanubari mereka. Jadi segala keraguan dan
keingkaran kepada Tuhan muncul ketika manusia menyimpang dari fitrah mereka
sendiri.
Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak keturunan Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi. Oleh karena itu hadapkanlah wajahmu kepada keyakinan yang
lurus sebelum datang dari Allah suatu hari yang tidak dapat ditolak
kedatangannya. (QS.30:43)
3. Manusia dalam fitrahnya memiliki sekumpulan unsur surgawi yang luhur, yang
berbeda dengan unsur-unsur badani yang ada pada binatang, tumbuhan dan benda-
benda tak bernyawa. Unsur-unsur itu merupakan suatu senyawa antara alam nyata dan
metafisis, antara rasa dan nonrasa(materi), antara jiwa dan raga.
(Dialah) yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, dan yang memulai
penciptaan manusia dari lempung, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
saripati air yang hina (air mani), kemudian menyempurnakannya dan meniupkan ke
dalam (tubuh)nya ruh-Nya…(QS.32:7-9)
4. Penciptaan manusia benar-benar telah diperhitungkan secara teliti, bukan suatu
kebetulan. Karenanya manusia merupakan suatu makhluk pilihan.
Kemudian Tuhannya memilihnya, menerima tobatnya dan membimbingnya.
(QS.20:122)
5. Manusia bersifat bebas dan merdeka. Mereka diberi kepercayaan penuh oleh Tuhan,
diberkahi dengan risalah yang diturunkan melalui para nabi, dan dikaruniai rasa
tanggung jawab. Mereka diperintahkan untuk mencari nafkah di muka bumi dengan
inisiatif dan jerih payah mereka sendiri, mereka pun bebas memilih kesejahteraan atau
kesengsaraan bagi dirinya.
Sesungguhnya telah Kami tawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
tetapi mereka semua enggan memikulnya dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya. Manusialah yang mau memikul amanat itu, sungguh ia sangat
zalim dan bodoh. (QS.33:72)
Sesengguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur
yang hendak Kami uji (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia
mendengar dan melihat, ke jalan lurus Kami telah membimbingnya, ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS.76:2-3)
6. Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan martabat. Tuhan, pada kenyataannya,
telah menganugrahi manusia keunggulan-keunggulan atas makhluk-makhluk lain.
Manusia akan menghargai dirinya sendiri hanya jika mereka mampu merasakan
kemuliaan dan martabat tersebut, serta mau melepaskan diri mereka dari kepicikan
segala jenis kerendahan budi, penghambaan dan hawa nafsu.
Sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di darat
dan di lautan…., dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang telah Kami
ciptakan. (QS.17:70)
7. Manusia memiliki kesadaran moral. Mereka dapat membedakan yang baik dari yang
jahat melalui inspirasi fitri yang ada pada mereka.
Demi jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah telah mengilhamkan ke
dalam jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. (QS.91:7-8)
8. Jiwa manusia tidak akan pernah damai, kecuali dengan mengingat Allah. Keinginan
mereka tidak terbatas, mereka tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka
peroleh. Di lain pihak, mereka lebih berhasrat untuk ditinggikan ke arah perhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Abadi.
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hatinya menjadi tentram dengan mengingat
Allah.(QS.13:28)
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk
mencapai Tuhanmu, maka kamu pasti menemukan-Nya. (QS.84:6)
9. Segala bentuk karunia duniawi diciptakan untuk kepentingan manusia. Jadi manusia
berhak memanfaatkan itu semua dengan cara yang sah.
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu….. (QS.2:29)
Dan Dia telah merundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi.(QS.45:13)
10. Tuhan menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya. Tunduk patuh kepada
Tuhan menjadi tanggung jawab manusia.
Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(QS.51:56)
Demikianlah pandangan Islam dan Al-Quran tentang manusia, disamping hal positif
terdapat pula sisi negatif pada dirinya. Manusia berulang-kali diangkat derajatnya,
berulang-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh menggungguli alam surga,
bumi dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih
berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahannam sekalipun.
Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga
mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah.” Oleh karena
itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib
akhir mereka sendiri dan ingin menjadi seperti apa. Oleh Tuhan kita terlahir sebagai
manusia, maka akankah kita kembali lagi sebagai manusia? Wallahu a’lam
bisshawab.
B. Pandangan filsafat tentang manusia
Dalam ilmu mantiq (logika) manusia disebut sebagai Al-Insanu hayawanun nathiq
(manusia adalah binatang yang berfikir). Nathiq sama dengan berkata-kata dan
mengeluarkan pendapatnya berdasarkan pikirannya. Sebagai binatang yang berpikir
manusia berbeda dengan hewan. Walau pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis
manusia tidak berbeda dengan hewan, namun hewan lebih mengandalkan fungsi-fungsi
kebinatangannya, yaitu naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya
fungsi kebinatangan juga ditentukan oleh struktur susunan syaraf bawaan. Semakin tinggi
tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin
kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.
Pada primata yang lebih tinggi (bangsa monyet) bahkan dapat ditemukan intelegensi
yaitu penggunaan pikiran guna mencapai tujuan yang diinginkan sehingga
memungkinkan binatang untuk melampaui pola-pola kelakuan yang telah digariskan
secara naluri. Namun setinggi-tingginya perkembangan binatang, elemen-elemen dasar
eksistensinya yang tertentu masih tetap sama.
Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apa pun. Tetapi
memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari
pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama.
Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan
tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi secara tertulis tentang hal ini
baru terlacak pada masa Para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales
(abad 6 SM)
Berikut pandangan filsafat terhadap manusia dari beberapa sudut pandang yakni
dari:
1. Teori descendensi
Teori ini meletakkan manusia sejajar dengan hewan berdasarkan sebab mekanis.
Artinya manusia tidaklah jauh berbeda dengan hewan, dimana manusia termasuk hewan
yang berfikir, melakukan segala aktivitas hidupnya, manusia juga tidak beda dengan
binatang yang menyusui.
Beberapa ahli filsafat berbeda pemikiran dalam mendefinisikan manusia. Manusia
adalah makhluk yang concerned (menaruh minat yang besar) terhadap hal-hal yang
berhubungan dengannya, sehingga tidak ada henti-hentinya selalu bertanya dan berpikir
a. Aristoteles (384-322 SM), seorang filosof besar Yunani mengemukakan bahwa
manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang
berbicara berdasarkan akal-pikirannya. Juga manusia adalah hewan yang berpolitik
(zoonpoliticon, political animal), hewan yang membangun masyarakat di atas famili-
famili menjadi pengelompokkan yang impersonal dari pada kampung dan negara.
Manusia berpolitik karena ia mempunyai bahasa yang memungkinkan ia
berkomunikasi dengan yang lain.
Dan didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang
harus dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan
suatu cita keadilan.
b. Berdasarkan Thomas Hobbes, Homo homini lupus artinya manusia yang satu serigala
manusia yang lainnya (berdasarkan sifat dan tabiat) Nafsu yang paling kuat dari
manusia adalah nafsu untuk mempertahankan diri, atau dengan kata lain, ketakutan
akan kehilangan nyawa.
c. Menurut Nietsche, bahwa manusia sebagai binatang kekurangan (a shortage animal).
Selain itu juga menyatakan bahwa manusia sebagai binatang yang tidak pernah selesai
atau tak pernah puas ( das rucht festgestelte tier ). Artinya manusia tidak pernah
merasa puas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Julien, bahwa manusia
manusia tak ada bedanya dengan hewan karena manusia merupakan suatu mesin yang
terus bekerja ( de lamittezie). Artinya bahwa dari aktivitas manusia dimulai bangun
tidur sampai ia tidur kembali manusia tidak berhenti untuk beraktivitas.
d. Menurut Ernest Haeskel, bahwa manusia merupakan (animalisme), tak ada sanksi
bahwa segala hal manusia sungguh-sungguh ialah binatang beruas tulang belakang
yakni hewan menyusui. Artinya bahwa tidak diragukan lagi manusia adalah sejajar
dengan hewan yang menyusui.
e. Menurut Adi Negara bahwa alam kecil sebagian alam besar yang ada di atas bumi.
Sebagian dari makhluk yang bernyawa, sebagian dari bangsa antropomoker, binatang
yang menyusui, akan tetapi makhluk yang mengetahui keadaan alamnya, yang
mengetahui dan dapat menguasai kekuatan alam di luar dan di dalam dirinya (lahir
dan batin).
2. Metafisika
Metafisika adalah teori yang memandang keberadaan sesuatu dibalik atau di belakang
fisik. Dalam teori ini manusia dipandang dari dua hal yakni:
a. Fisik, yang terdiri dari zat. Artinya bahwa manusia tercipta terdiri dari beberapa
sel, yang dapat di indera dengan panca indera.
b. Ruh, manusia identik dengan jiwa yang mencakup imajinasi, gagasan, perasaan
dan penghayatan semua itu tidak dapat diindera dengan panca indera.
3. Psikomatik
Psikomatik memandang manusia hanya terdiri atas jasad yang memiliki kebutuhan
untuk menjaga keberlangsungannya artinya manusia memerlukan kebutuhan primer
(sandang, pangan dan papan) untuk keberlangsungan hidupnya. Manusia terdiri dari
sel yang memerlukan materi cenderung bersifat duniawi yang diatur oleh nilai-nilai
ekonomi (dinilai dengan harta / uang) artinya manusia memerlukan kebutuhan
duniawi yang harus dipenuhi, apabila kebutuhan tersebut sudah terpenuhi maka
mereka akan merasa puas terhadap pencapaiannya.
Manusia juga terdiri dari ruh yang memerlukan nilai spiritual yang diatur oleh nilai
keagamaan (pahala). Dalam menjalani kehidupan duniawi manusia membutuhkan
ajaran agama, melalui ceramah keagamaan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya.
Dalam hal ini manusia ingin menjadi manusia yang paling sempurna. Untuk menjadi
manusia sempurna haruslah memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
a. Rasionalitas
b. Kesadaran
c. Akal budi
d. Spiritualitas
e. Molaritas
f. Sosialitas
g. Keselarasan dengan alam.
C. Pandangan Ilmu Pengetahuan Tentang Manusia
Hampir semua disiplin itu pengetahuan dalam bahasannya berusaha menyelidiki dan
dan mengerti tentang makhluk yang bernama manusia. Secara khusus tujuan-tujuan
pendidikan adalah memahami dengan mendalam tentang hakekat manusia itu sendiri.
Aritoteles (384-32 SM) mengatakan bahwa manusia itu adalah hewan berakal sehat, yang
mengeluarkan pendapatnya yang berbicara berdasarkan akal pikirannya ( Zaini dan
ananto, 1986 :4) hal itu tentu saja dengan tetap menilai seperangkat perbedaan antara
manusia dengan hewan itu secara umum.
Menurut tinjauan islam, manusia adalah pribadi atau individu, yang berkeluarga dan
selalu bersilaturrohmi dan mengabdi Tuhan. Manusia juga adalah pemeliharaan alam
sekitar, wakil Allah SWT. Diatas permukaan bumi ini( Muntasir, 1985 : 5). Manusia
dalam pandangan islam selalu berkaitan dengan kisah tersendiri, tidak hanya sebagai
hewan tingkat tinggi yang berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, berbicara. Islam
memandang manusia sebagai makhluk sempurna dibandingkan sengan hewan. Dan
makhluk ciptaan Tuhan yang lain, karena itu manusia disuruh menggunakan akalnyadan
indranya agar tidak salah memahami mana kebenaran yang sesungguhnya dan mana
kebenaran yang dibenarkan, atau dianggap benar (jalaludin dan usman said , 1994: 28).
Eksistensi manusia yang padat itulah yang perlu ( dan seharusnya) dimengerti untuk
pemikiran selanjutnya. Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk religius, yang
dengan pernyataan itu mewajibkan manusia memperlakukan agama sebagai suatu
kebenaran yang harus dipatuhi dan diyakini ( muhaimin, 1989 : 69). Untuk itu, adalah
sangat penting membangun manusia yang sanggup melakukan pembangunan diniawi,
yang mempunyai arti bagi hidup pribadi diakherat kelak. Dengan kata lain, usaha ilmu
tersebut dalam rangka pembinaan manusia ideal merupakan progarm utama dalam
pendidikan modern ( pendidikan yang lebih maju) pada masa-masa sekarang ini.
D. Manusia sebagai makhluk budaya
Pengertian kebudayaan ditinjau dari bahasa sansakerta “budhayah” (jamak), budhi=budi/akal.
Jadi kebudayaan adalah hasil akal manusia untuk mencapai kesempurnaan EB. Taylor
mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan serta yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Atau diartikan pula segala
sesuatu yang diciptakan manusia baik materi maupun non material melalui akal. Budaya itu tidak
diwariskan secara generative (biologis) tapi melalui belajar.
Makhluk budaya artinya makhluk yang berkemampuan melakukan hal-hal yang positif,
menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan bertanggung jawab. Sebagai makhluk berbudaya,
manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi dirinya
maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya.
Manusia adalah mahluk budaya artinya mahluk yang berkemampuan menciptakan
kebaikan, kebenaran, keadilan dan bertanggung jawab. Sebagai mahluk berbudaya,
manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya. Sebagai catatan bahwa
dengan pikirannya manusia mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan kehendaknya
manusia mengarahkan perilakunya dan dengan perasaannya manusia dapat mencapai
kebahagiaan.
Adapun sarana untuk memelihara dan meningkatkan ilmu pengetahuan dinamakan
LOGIKA. Sarana untuk meningkatkan dan memelihara pola perilaku dan mutu kesenian
adalah ETIKA dan ESTETIKA.
Tujuan dari pemahaman bahwa manusia sebagai mahluk budaya, agar dapat dijadikan
dasar pengetahuan dalam mempertimbangkan dan mensikapi berbagai problematic
budaya yang berkembang di masyarakat sehingga manusia tidak semata-mata merupakan
mahluk biologis saja namun juga sebagai mahluk social, ekonomi, politik dan mahluk
budaya.
Menurut Koentjaraningrat : “kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar”. Kebudayaan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai sikap, makna, hirarkhi, agama, waktu, peranan hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok
besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.
Dengan hasil budaya manusia, maka terjadilah pula kehidupan. Pola kehidupan inilah
yang menyebabkan hidup bersama dan dengan pola kehidupan ini dapat mempengaruhi
cara berfikir dan gerak social. Dengan memfungsikan akal budinya dan pengetahuan
kebudayaannya, manusia bias mempertimbangkan dan menyikapi problema budayanya.
Kebudayaan perlu dikaji agar kita bias mengembangkan kepribadian dan wawasan
berfikir. Kebudayaan diciptakan manusia dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
manusia dalam rangka mempertahankan hidup serta meningkatkan kesejahteraannya.
Dalam proses perkembangan kebudayaan terjadi pula penyimpangan dari tujuan
penciptaan kebudayaan yang disebut MASALAH KEBUDAYAAN. Masalah kebudayaan
adalah segala system/tata nilai, sikap mental, pola berfikir pola tingkah laku dalam
berbagai aspek kehidupan yang tidak memuaskan bagi warga masyarakat secara
keseluruhan. Masalah tata nilai dapat menimbulkan kasus-kasus kemasyarakatan antara
lain : DEHUMANISASI, artinya pengurangan arti kemanusiaan seseorang. Jadi kita
melihat Dehumanisasi terjadi akibat perubahan sikap manusia sebagai dampak dari
penyimpangan tujuan pengembangan kebudayaan. Untuk mengantisipasi hal itu, manusia
harus dikenalkan pada pengetahuan kebudayaan dan filsafat. Melalui filsafat bias
memaknai tentang etika, estetika dan logika
Jadi melalui kajian pengetahuan budaya, kita ingin menciptakan atau penertiban dan
pengolahan nilaii-nilai insane sebagai usaha memanusiakan diri dalam alam
lingkungannya baik secara fisik maupun mental. Manusia memanusiakan dirinya dan
lingkungannya, artinya manusia membudayakan alam, memanusiakan hidup dan
menyempurnakan hubungan insane.