Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

18
Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel Griseofulvin Anindya Hana Iradhati, Mahdi Jufri Departemen Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia. Email: [email protected] Abstrak Griseofulvin merupakan obat antifungi yang memiliki kelarutan yang buruk serta dapat memberikan efek samping apabila digunakan secara oral dalam jangka panjang; seperti proteinuria, nefrosis, leukopenia, dan hepatitis. Griseofulvin dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutannya. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengevaluasi formulasi mikroemulsi gel untuk penggunaan topikal sehingga meningkatkan kelarutan dan keamanan griseofulvin. Formula mikroemulsi yang didapatkan dari hasil optimasi mengandung 5% asam oleat sebagai fase minyak, 25% tween 80 sebagai surfaktan, dan 20% etanol (96%) sebagai kosurfaktan. Pengamatan organoleptis menunjukkan mikroemulsi memberikan warna kuning dan transparan, sementara mikroemulsi gel memberikan warna kuning dan agak keruh. Sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel yang dihasilkan memiliki ukuran globul 158.0 nm dan 226.0 nm dan stabil pada penyimpananpada temperatur 4 o C ± 2 o C, 25 o C ± 2 o C, dan 40 o C ± 2 o C. Formulation and Physical Stability Test of Griseofulvin Microemulsion Gel Abstract Griseofulvin is an antifungal drug with low solubility and several serious side effects that could occur when used orally for long period of time, such as proteinuria, nephrosis, leucopenia, and hepatitis. Griseofulvin solubility could be enhanced by formulating it into microemulsion. The main objective of this research is to make and evaluate the formulationof griseofulvon microemulsion gel for topical use to increase the solubility and safety of the drug. The optimized microemulsion formula contains 5% oleic acid as oil phase, 25% tween 80 as surfactant, and 20% etanol (96%) as cosurfactant. Organoleptic observation of microemulsion showed clear and transparent yellowish color, while the microemulsion gel showed hazy yellowish color. Both microemulsion and microemulsion gel have alcoholic smell. The globule size of microemulsion and microemulsion gel are 158.0 nm and 226.0, respectively. Griseofulvin microemulsion gel was stable at temperature 4 o C ± 2 o C, 25 o C ± 2 o C, and 40 o C ± 2 o C. Keywords: antifungal, griseofulvin, microemulsion gel, physical stability, formulation Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Transcript of Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Page 1: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel Griseofulvin

Anindya Hana Iradhati, Mahdi Jufri

Departemen Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia.

Email: [email protected]

Abstrak

Griseofulvin merupakan obat antifungi yang memiliki kelarutan yang buruk serta dapat memberikan efek samping apabila digunakan secara oral dalam jangka panjang; seperti proteinuria, nefrosis, leukopenia, dan hepatitis. Griseofulvin dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutannya. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengevaluasi formulasi mikroemulsi gel untuk penggunaan topikal sehingga meningkatkan kelarutan dan keamanan griseofulvin. Formula mikroemulsi yang didapatkan dari hasil optimasi mengandung 5% asam oleat sebagai fase minyak, 25% tween 80 sebagai surfaktan, dan 20% etanol (96%) sebagai kosurfaktan. Pengamatan organoleptis menunjukkan mikroemulsi memberikan warna kuning dan transparan, sementara mikroemulsi gel memberikan warna kuning dan agak keruh. Sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel yang dihasilkan memiliki ukuran globul 158.0 nm dan 226.0 nm dan stabil pada penyimpananpada temperatur 4oC ± 2oC, 25oC ± 2oC, dan 40oC ± 2oC.

Formulation and Physical Stability Test of Griseofulvin Microemulsion Gel

Abstract

Griseofulvin is an antifungal drug with low solubility and several serious side effects that could occur when used orally for long period of time, such as proteinuria, nephrosis, leucopenia, and hepatitis. Griseofulvin solubility could be enhanced by formulating it into microemulsion. The main objective of this research is to make and evaluate the formulationof griseofulvon microemulsion gel for topical use to increase the solubility and safety of the drug. The optimized microemulsion formula contains 5% oleic acid as oil phase, 25% tween 80 as surfactant, and 20% etanol (96%) as cosurfactant. Organoleptic observation of microemulsion showed clear and transparent yellowish color, while the microemulsion gel showed hazy yellowish color. Both microemulsion and microemulsion gel have alcoholic smell. The globule size of microemulsion and microemulsion gel are 158.0 nm and 226.0, respectively. Griseofulvin microemulsion gel was stable at temperature 4oC ± 2oC, 25oC ± 2oC, and 40oC ± 2oC.

Keywords: antifungal, griseofulvin, microemulsion gel, physical stability, formulation

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 2: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Pendahuluan Griseofulvin merupakan obat antijamur yang efektif pada beberapa spesies jamur seperti

Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton (International Agency for Research on Cancer

[IARC], 2001). Griseofulvin bersifat praktis tidak larut dalam air dan termasuk kelas II pada

Biopharmaceutical Classification System (BCS), yang berarti obat tersebut memiliki kelarutan

rendah namun permeabilitas tinggi (Tanaka, Waki & Nagata, 2013). Kelarutan yang rendah

dalam air menyebabkan griseofulvin memiliki laju disolusi rendah, yang kemudian menyebabkan

rendahnya bioavailabilitas obat. Kelarutan griseofulvin yang rendah dapat ditingkatkan dengan

diformulasikan dalam bentuk sediaan mikroemulsi (Aggarwal, Goindi & Khurana, 2013). Hal

inilah yang mendasari pemilihan bentuk sediaan mikroemulsi gel griseofulvin.

Griseofulvin dapat menyebabkan beberapa efek samping sistemik apabila diberikan

secara oral dalam jangka panjang (Moghimipour, Salimi & Leis, 2013). Efek samping yang dapat

muncul adalah proteinuria, nefrosis, leukopenia, hepatitis, gangguan pembekuan darah, kenaikan

enzim liver, hiperbilirubinemia, dan pendarahan pada saluran pencernaan (U.S National Library

of Medicine [NLM], 2016). Untuk menghindari munculnya efek samping tersebut, sediaan

mikroemulsi gel griseofulvin ditujukan untuk penggunaan topikal.

Tinjauan Teoritis Griseofulvin

Griseofulvin merupakan antifungi yang umum digunakan untuk mengatasi infeksi yang

disebabkan oleh spesies Microsporum, Epidermophyton dan Trichophyton. Griseofulvin bekerja

dengan menginhibisi proses mitosis jamur dengan merusak spindel mitosis melalui interaksi

dengan mikrotubulus (Moghimipour, Salimi & Leis, 2013). Griseofulvin bersifat praktis tidak

larut dalam air, mudah larut dalam dimetilformamid dan tetrakloroetan, dan sukar larut dalam

metanol dan etanol anhidrat (British Pharmacopoeia Commission Secretariat, 2013). Griseofulvin

diklasifikasikan dalam BCS (Biopharmaceutical Classification System) kelas II, yaitu memiliki

kelarutan rendah namun permeabilitas tinggi (Tanaka, Waki & Nagata, 2013) yang menyebabkan

bioavailabilitasnya rendah sehingga mengurangi efektivitas terapi. Umumnya griseofulvin

digunakan secara oral untuk infeksi pada kulit kepala, rambut, kuku, dan kulit; namun terdapat

penelitian yang menunjukkan griseofulvin juga memberikan efek yang baik saat digunakan

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 3: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

secara topikal (Aggarwal, Goindi & Khurana, 2013). Griseofulvin memberikan cukup bukti

karsinogenesis pada uji terhadap hewan coba (IARC, 2001).

Mikroemulsi

Mikroemulsi merupakan emulsi dengan ukuran droplet 1-100 nm, umumnya 10-50 nm.

Mikroemulsi bersifat stabil secara termodinamik, jernih, memiliki tegangan antarmuka air dan

minyak yang sangat rendah, dan terbentuk secara spontan. Mikroemulsi terbentuk karena

konsentrasi surfaktan mencapai atau melebihi konsentrasi misel kritis atau critical micelle

concentration (Maya, 2006). Penampilan mikroemulsi yang jernih disebabkan ukuran droplet

fase terdispersi yang lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya tampak, sehingga

mikroemulsi tidak menghamburkan cahaya seperti emulsi konvensional (Talegaonkar, Negi &

Sharma, 2015). Mikroemulsi tersusun atas fase minyak, fase air, surfaktan, dan kosurfaktan.

Kosolven dapat ditambahkan untuk melarutkan zat-zat yang sukar larut dalam fase air maupun

fase minyak.

Mikroemulsi merupakan salah satu cara untuk mengenkapsulasi obat dengan

memerangkap obat dalam droplet air atau minyak pada fase terdispersi dalam sistem mikroemulsi

tersebut. Mikroemulsi dapat meningkatkan kelarutan obat lipofilik dan meningkatkan absorbsi

obat perkutan sehingga cocok digunakan untuk sediaan topikal (Moghimipour, Salimi & Leis,

2013). Berdasarkan komposisi komponennya, mikroemulsi dapat dibagi menjadi mikroemulsi

minyak dalam air, mikroemulsi air dalam minyak, dan mikroemulsi bikontinu.

Emulgel

Emulgel merupakan emulsi yang dibentuk menjadi gel dengan penambahan gelling agent

yang sesuai. Sediaan emulgel merupakan salah satu sistem penghantaran obat topikal yang

penting karena memiliki dua sistem pelepasan, yaitu gel dan emulsi (Singh, Bala, Seth & Kalia,

2014). Sediaan emulgel memiliki beberapa kelebihan seperti memiliki sifat aliran tiksotropik,

tidak terasa berminyak, mudah tersebar, mudah dihilangkan dari permukaan kulit, dapat

melembabkan kulit, tidak meninggalkan bekas, waktu kadaluarsa yang lebih lama, dan memiliki

penampilan yang baik (Singla, Saini, Joshi & Rana, 2012).

Emulgel dapat digunakan untuk meningkatkan penghantaran topikal obat hidrofobik

dengan meningkatkan absorbsi obat sehingga meningkatkan bioavailabilitas obat (Singh, Bala,

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 4: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Seth & Kalia, 2014). Obat hidrofobik tidak dapat langsung dicampurkan ke dalam basis gel

karena memiliki kelarutan yang rendah, karena itu obat hidrofobik didispersikan terlebih dulu di

dalam droplet minyak dalam fase terdispersi emulsi, kemudian emulsi tersebut ditambahkan basis

gel hingga terbentuk emulgel. Hal ini menyebabkan emulgel lebih stabil dari bentuk sediaan lain.

Kelebihan lain dari sediaan emulgel adalah mudah dibuat dan bahan-bahan yang digunakan

murah dan mudah didapatkan. Bahan pembentuk emulgel adalah minyak, air, bahan pengemulsi,

gelling agent, dan dapat ditambahkan peningkat permeasi (permeation enchancers).

Uji Stabilitas Sediaan Farmasi

Stabilitas sediaan farmasi diartikan sebagai berapa lama suatu sediaan mempertahankan

keadaan dan karakteristik saat pengemasan selama masa penyimpanan dan penggunaannya. Uji

stabilitas mengevaluasi faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas dari zat aktif atau sediaan

yang akan digunakan untuk memprediksi waktu kadaluarsa (shelf life), cara penyimpanan, dan

pelabelan zat aktif atau sediaan tersebut. Uji stabilitas fisik mengukur beberapa parameter seperti

tampilan fisik, konsistensi, keseragaman bobot dan kandungan, kejernihan (untuk cairan),

kandungan air, ukuran dan bentuk partikel, dan integritas kemasan. Sementara uji stabilitas kimia

mengukur degradasi produk, potensi zat aktif, aktivitas eksipien, dan lain-lain. Untuk uji

stabilitas mikrobiologis mengukur perubahan mikrobiologi yang terjadi pada sediaan, seperti

pertumbuhan mikroorganisme dan efektivitas pengawet (Bajaj, Singla & Sakhuja, 2012).

Terdapat empat metode uji stabilitas sediaan farmasi, yaitu uji stabilitas sebenarnya, uji

stabilitas dipercepat, uji stabilitas sampel pertinggal, dan uji stabilitas terhadap siklus suhu. Pada

uji stabilitas sebenarnya (real-time stability testing),   durasi pengujian lebih lama dari waktu

kadaluarsa untuk melihat degradasi produk yang terjadi pada kondisi penyimpanan. Pada uji

stabilitas dipercepat (accelerated stability testing), produk diuji dengan beberapa temperatur yang

lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Data yang didapatkan dari uji stabilitas dipercepat dapat

digunakan untuk memperkirakan waktu kadaluarsa (shelf life) atau untuk membandingkan

kestabilan beberapa formulasi yang berbeda. Uji stabilitas sampel pertinggal (retained sample

stability testing) dilakukan pada produk yang telah dipasarkan. Pengujian paling sedikit

dilakukan pada satu sampel pertinggal dari satu bets tiap tahun. Metode uji stabilitas terhadap

siklus suhu (cyclic temperature stress testing) menguji sampel terhadap perubahan suhu, yang

ditujukan untuk meniru kondisi penyimpanan saat produk telah dipasarkan. Periode uji umumnya

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 5: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

adalah 24 jam untuk meniru siklus harian bumi. Suhu maksimum dan minimum percobaan

ditentukan berdasarkan beberapa faktor, seperti suhu penyimpanan produk yang disarankan dan

degradasi produk. Pengujian disarankan untuk dilakukan sebanyak 20 siklus.

Metode Penelitian Pembuatan Pseudo-ternary Phase Diagram

Pembuatan diagram fase pseudo-terner bertujuan untuk mengetahui apakah formula yang

digunakan akan memberikan sediaan mikroemulsi yang baik. Diagram fase pseudo-terner akan

menunjukkan konsentrasi air, minyak, dan campuran surfaktan-kosurfaktan yang akan digunakan

pada formulasi yang dapat menghasilkan mikroemulsi. Pembuatan diagram fase pseudo-terner

dilakukan dengan metode titrasi air (water titration method). Campuran surfaktan dan

kosurfaktan (Tween 80-Etanol 96% 5:4) dan fase minyak (asam oleat) dicampurkan dengan rasio

1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 5:5, 6:4, 7:3, 8:2, dan 9:1. Kemudian campuran tersebut diteteskan aquadest

dengan pengocokan hingga terbentuk cairan jernih yang menandakan mikroemulsi. Diagram fase

pseudo-terner dibuat dari hasil percobaan yang didapatkan, menggunakan program CHEMIX

School versi 3.60 (demo).

Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi asam oleat, tween 80,

dan etanol 96% yang menghasilkan formula mikroemulsi griseofulvin yang terbaik. Konsentrasi

asam oleat yang digunakan adalah 5%, 7%, dan 9%. Konsentrasi tween 80 yang digunakan

adalah 20%, 25%, 30%, dan 35%. Konsentrasi etanol yang digunakan adalah 20% dan 25%.

Formulasi mikroemulsi yang terbaik adalah formulasi yang memberikan hasil larutan jernih

ketika dilihat secara organoleptis.

Pembuatan Mikroemulsi Gel Griseofulvin

Mikroemulsi dibuat dengan mencampurkan bahan-bahan ke dalam fase minyak atau fase

air secara terpisah. Aquadest dan tween 80 dicampurkan dan dipanaskan hingga suhu 40oC.

Griseofulvin dilarutkan ke dalam asam oleat, kemudian dicampurkan dengan campuran aquadest

dan tween 80 menggunakan homogenizer dengan kecepatan 5000 rpm. Etanol 96% lalu

ditambahkan ke dalam campuran fase minyak dan air sambil terus diaduk dengan homogenizer.

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 6: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Mikroemulsi kemudian didiamkan hingga stabil selama 24 jam.

Basis gel dibuat pada wadah yang terpisah. Carbopol 940 dilarutkan dalam air sambil

diaduk, kemudian ditambahkan trietanolamin sedikit demi sedikit. Campuran carbopol 940 dan

trietanolamin kemudian diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 2000 rpm hingga

terbentuk basis gel. Basis gel kemudian didiamkan hingga stabil selama 24 jam.

Setelah didiamkan, mikroemulsi kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam

basis gel sambil diaduk menggunakan homogenizer dengan kecepatan 3000 rpm hingga terbentuk

mikroemulsi gel griseofulvin.

Evaluasi Sediaan Mikroemulsi Gel Griseofulvin

Evaluasi yang dilakukan pada sediaan mikroemulsi gel griseofulvin adalah evaluasi

secara organoleptis, pengukuran distribusi ukuran globul, pengukuran pH, dan pengukuran

viskositas dan rheologi.

Pengamatan organoleptis yang dilakukan adalah pengamatan bentuk, warna, bau, dan

kejernihan sediaan. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu.

Pengukuran distribusi ukuran globul dilakukan dengan alat particle size analyzer.

Pengukuran distribusi ukuran globul mikroemulsi dilakukan pada minggu ke-0 dan ke-8.

Pengukuran pH sediaan diukur dengan pH meter. pH sediaan yang diinginkan yaitu

berada dalam rentang pH kulit yaitu 5,5-5,9. Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi dengan

dapar pH 4 dan 7. Pengukuran pH dilakukan setiap minggu selama 8 minggu. Pengukuran

dilakukan sebanyak tiga kali.

Pengukuran viskositas dan rheologi dilakukan dengan alat viskometer Brookfield.

Pengukuran dilakukan pada suhu ruang pada minggu ke-0 dan ke-8.

Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel Griseofulvin

Uji stabilitas fisik yang dilakukan pada sediaan mikroemulsi gel griseofulvin adalah

cycling test, uji penyimpanan pada temperatur 4oC ± 2oC, uji penyimpanan pada temperatur 25oC

± 2oC, uji penyimpanan pada temperatur 40oC ± 2oC, dan uji mekanik (sentrifugasi).

Cycling test dilakukan sebanyak 6 siklus. Tiap siklus terdiri atas penyimpanan sediaan

pada temperatur 4oC ± 2oC selama 24 jam dan penyimpanan sediaan pada temperatur 40oC ± 2oC

selama 24 jam. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali. Pengamatan yang dilakukan adalah

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 7: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

pengamatan kondisi fisik secara organoleptis dan pengamatan pemisahan fase.

Uji penyimpanan pada temperatur 4oC ± 2oC dilakukan dengan menyimpan sediaan

mikroemulsi pada temperatur 4oC ± 2oC selama 8 minggu. Pengamatan yang dilakukan adalah

pengamatan kondisi fisik secara organoleptis dan perubahan pH setiap 2 minggu. Percobaan

dilakukan sebanyak tiga kali. Uji penyimpanan pada temperatur 25oC ± 2oC dan 40oC ± 2oC

dilakukan dengan cara yang sama.

Uji mekanik (sentrifugasi) dilakukan menggunakan sentrifugator. Sampel dari sediaan

mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian tabung dimasukkan ke dalam

sentrifugator lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3800 rpm selama 5 jam. Perlakuan ini setara

dengan efek gravitasi selama 1 tahun. Pengamatan dilakukan secara organoleptis. Kondisi fisik

sediaan dibandingkan sebelum dan sesudah disentrifugasi. Percobaan ini dilakukan tiga kali.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Pembuatan Pseudo-ternary Phase Diagram

Diagram fase pseudo-terner dibuat untuk mengetahui kisaran konsentrasi air, minyak, dan

campuran surfaktan-kosurfaktan yang memberikan hasil sediaan mikroemulsi. Diagram fase

pseudo-terner yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 1. Daerah mikroemulsi ditunjukkan

dengan warna biru. Titik merah menunujukkan formulasi yang digunakan pada pembuatan

mikroemulsi gel griseofulvin.

Diagram fase pseudo-terner menunjukkan semakin besar kadar asam oleat dan semakin

kecil kadar campuran surfaktan-kosurfaktan, semakin kecil kadar air yang ditambahkan untuk

menghasilkan mikroemulsi. Pada campuran dengan rasio asam oleat dan surfaktan-kosurfaktan

1:9, air yang ditambahkan sebanding dengan jumlah asam oleat dan campuran surfaktan-

kosurfaktan. Sementara, pada campuran dengan rasio asam oleat dan surfaktan-kosurfaktan 1:9,

air yang ditambahkan hanya 1/10 dari jumlah total campuran. Hal ini dapat disebabkan pada

konsentrasi asam oleat yang tinggi, fase luar merupakan fase minyak, sehingga penambahan air

dalam jumlah banyak menyebabkan mikroemulsi tidak stabil.

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 8: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Gambar 1. Diagram fase pesudo-terner mikroemulsi

Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi minyak, surfaktan, dan

kosurfaktan terbaik yang akan digunakan dalam formula mikroemulsi gel griseofulvin. Hasil

percobaan pendahuluan menunjukkan semakin besar kadar asam oleat, semakin besar kadar

tween 80 dan etanol 96% yang dibutuhkan untuk menghasilkan mikroemulsi. Hal ini disebabkan

semakin besar kadar minyak, semakin besar kadar HLB butuh (required hydrophile-lipophile

balance) untuk membuat emulsi (Sinko, 2006). Selain itu, semakin banyak fase minyak yang

digunakan, semakin banyak volume minyak yang dibentuk menjadi globul, sehingga mengurangi

kadar surfaktan (Maya, 2006). Sehingga, semakin besar kadar asam oleat yang digunakan dalam

formulasi, semakin besar pula HLB butuh dan kadar surfaktan yang diperlukan untuk membentuk

misel, sehingga kadar tween 80 dan etanol 96% yang dibutuhkan juga semakin besar. Kadar fase

dalam yaitu asam oleat yang besar juga membuat emulsi lebih tidak stabil karena tegangan

antarmuka lebih besar, sehingga membutuhkan lebih banyak tween 80 dan etanol 96%.

Dari hasil percobaan, dipilih kadar asam oleat 5%, tween 80 25%, dan etanol 20% untuk

digunakan pada formula mikroemulsi gel griseofulvin.

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 9: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Tabel 1. Hasil percobaan pendahuluan formulasi sediaan mikroemulsi

Formula Asam Oleat (%) Tween 80 (%) Etanol 96% (%) Aquadest (%) Hasil F1 5 20 20 55 Keruh

25 50 Jernih 25 20 50 Jernih

25 45 Jernih 30 20 45 Jernih

25 40 Jernih 35 20 40 Jernih

25 35 Jernih F2 7 20 20 53 Keruh

25 48 Jernih 25 20 48 Keruh

25 43 Jernih 30 20 43 Jernih

25 38 Jernih 35 20 38 Jernih

25 33 Jernih F3 9 20 20 51 Keruh

25 46 Keruh 25 20 46 Keruh

25 41 Keruh 30 20 41 Keruh

25 36 Jernih 35 20 36 Jernih

25 31 Jernih

Pembuatan Mikroemulsi Gel Griseofulvin

Kadar asam oleat yang digunakan adalah 5% karena memberikan hasil mikroemulsi yang

stabil dengan kadar tween 80 dan etanol 96% terkecil. Kadar tween 80 yang digunakan adalah

25% dan kadar etanol 96% yang digunakan adalah 20%. Penggunaan tween 80 dan etanol 96%

dalam kadar terkecil yang memberikan hasil mikroemulsi ditujukan untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya iritasi pada kulit. Tween 80 dan etanol 96% dapat mengiritasi kulit

(National Library of Medicine [NLM], 2016; Lachenmeier, 2008). Etanol 96% juga dapat

menyebabkan dermatitis, khususnya pada pasien dengan defisiensi aldehid dehidrogenase

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 10: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

(Lachenmeier, 2008). Basis gel terdiri atas 1% carbomer 940, 1% trietanolamin, dan aquadest.

Basis gel yang dibuat didiamkan selama 24 jam sebelum dicampurkan dengan mikroemulsi,

untuk menghilangkan gelembung yang terperangkap dalam gel.

Tabel 2. Formula mikroemulsi gel griseofulvin

Komposisi Mikroemulsi Kadar dalam Formula (%) Griseofuvin 0,2 Asam Oleat 5 Tween 80 25 Etanol 96% 20 Aquadest 24,8 Basis Gel : 25

Carbopol 1 Trietanolamin 1 Aquadest 98

Evaluasi Organoleptis

Mikroemulsi griseofulvin memberikan warna kuning transparan dan berbau alkohol.

Mikroemulsi gel griseofulvin memberikan warna kuning, agak keruh, dan berbau alkohol.

Mikroemulsi tidak menunjukkan pemisahan fase sebelum dan sesudah penambahan basis gel,

yang berarti mikroemulsi tersebut stabil. Saat dioleskan sediaan mikroemulsi gel terasa dingin,

hal ini disebabkan konsentrasi etanol 96% yang tinggi.

Pengukuran Distribusi Ukuran Globul

Tabel 3. Hasil pengukuran ukuran globul dan zeta potensial

Sediaan Minggu ke Ukuran globul (nm) Polydispersity index (pdi) Zeta Potensial (mV) Mikroemulsi 0 ±158.0 0.241  

8 ± 127.0 0.266 -30.1 Mikroemulsi gel 0 ± 226.0 0.288  

8 ± 145.4 0.541 -21.9

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 11: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Pengukuran ukuran globul dilakukan dengan particle size analyzer zetasizer ver. 6.20

(Malvern). Ukuran globul mikroemulsi pada minggu ke-0 yaitu 158.0 nm tidak memenuhi

kriteria ukuran globul mikroemulsi, yaitu 1-100 nm. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tween

80 dan etanol 96% yang digunakan cukup rendah. Semakin tinggi kadar surfaktan-kosurfaktan,

semakin kecil ukuran globul karena fase internal tersolubilisasi dalam surfaktan (Shinde,

Pokharkar & Modani, 2012). Sediaan mikroemulsi masih terlihat jernih walaupun memiliki

ukuran globul >100 nm karena emulsi dengan ukuran globul dibawah 200 nm memberikan

tampilan transparan (Kumar, Kushwaha & Sharma, 2014). Ukuran globul mikroemulsi gel lebih

besar dibandingkan sediaan mikroemulsi. Hal ini disebabkan penambahan gel memperbesar

ukuran globul mikroemulsi.

Hasil pengujian ukuran partikel pada minggu ke-8 menunjukkan penurunan ukuran

partikel. Namun hal tersebut diikuti dengan keseragaman ukuran globul yang berkurang. Hal ini

dapat dilihat dari polydispersity index mikroemulsi dan mikroemulsi gel yang meningkat, serta

jumlah puncak grafik ukuran partikel mikroemulsi gel yang lebih dari satu.

Penurunan ukuran partikel yang diikuti dengan berkurangnya keseragaman ukuran globul

sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel griseofulvin dapat disebabkan flokulasi partikel-

partikel berukuran besar, sehingga hasil pembacaan particle size analyzer menunjukkan ukuran

partikel kecil namun tidak seragam. Hal ini dapat terjadi akibat fenomena Ostwald Ripening.

Sediaan nanopartikel dengan zeta potensial lebih besar dari +30 mV dan lebih kecil dari

-30 mV menunjukkan stabilitas yang baik, sementara sediaan dengan nilai zeta potensial yang

kecil menunjukkan aggregasi partikel yang cepat akibat gaya Van der Waals (Júnior, 2014;

Sinko, 2006). Dapat disimpulkan bahwa sediaan mikroemulsi lebih stabil dibandingkan sediaan

mikroemulsi gel.

Pengukuran pH

Hasil pengukuran pH mikroemulsi dan mikroemulsi gel secara berurutan adalah 5,52 dan

6,11. pH mikroemulsi lebih asam dibandingkan pH mikroemulsi gel, hal ini disebabkan

penambahan basis gel yang memiliki pH lebih besar dari mikroemulsi. pH sediaan yang bersifat

asam dapat disebabkan griseofulvin, etanol 96%, dan asam oleat yang bersifat keasaman. pH

rata-rata sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel tidak mempengaruhi aktivitas griseofulvin,

karena griseofulvin tidak stabil hanya pada pH ekstrem (di bawah 1 atau di atas 13). Nilai rata-

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 12: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

rata pH sediaan mikroemulsi gel berada di atas rentang pH kulit, tetapi hal ini masih dapat

ditoleransi karena pH masih dibawah 8.0. pH yang terlalu basa (8,0-9,0) dapat menyebabkan

berkurangnya flora normal kulit dan mempermudah invasi perkutan oleh bakteri patogen (Barel,

Paye & Maibach, 2009).

Pengukuran Viskositas dan Rheologi

(a) (b)

Gambar 2. (a) Diagram sifat alir mikroemulsi gel pada minggu ke-0 dan (b) Diagram sifat alir mikroemulsi gel pada

minggu ke-8

Viskositas sediaan mikroemulsi gel griseofulvin diukur menggunakan spindel no. 5 pada alat

Viskometer Brookfield. Diagram sifat alir sediaan mikroemulsi gel menunjukkan sifat alir pseudoplastis.

Cairan dengan sifat aliran pseudoplastis tidak dapat ditentukan viskositasnya dengan suatu nilai tunggal,

karena tidak terdapat bagian kurva yang linear (Sinko, 2006). Viskositas sediaan mikroemulsi gel diukur

saat minggu ke-0 pada kecepatan spindel 20 rpm adalah 7200 cp (centipoise). Pada minggu ke-8,

viskositas sediaan mikroemulsi gel pada kecepatan spindel 20 rpm adalah 7500 cp (centipoise).

Kenaikan nilai viskositas dapat disebabkan karena terjadi flokulasi globul pada sediaan.

Cycling Test

Sediaan mikroemulsi gel disimpan pada temperatur 4oC ± 2oC selama 24 jam dan

kemudian disimpan pada temperatur 40oC ± 2oC yang merupakan 1 siklus. Percobaan dilakukan

0  

0.02  

0.04  

0.06  

0.08  

0.1  

kecepa

tan  geser  

tekanan  geser  

kecepatan  rendah  ke  kecepatan  4nggi  

kecepatan  4nggi  ke  kecepatan  rendah  

0  

0.02  

0.04  

0.06  

0.08  

0.1  

kecepa

tan  geser  

tekanan  geser  

kecepatan  rendah  ke  kecepatan  4nggi  

kecepatan  4nggi  ke  kecepatan  rendah  

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 13: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

sebanyak 6 siklus. Sediaan mikroemulsi gel griseofulvin tetap stabil setelah pengujian, tidak

menunjukkan pemisahan, sineresis, dan pembentukan kristal. Hal ini menunjukkan mikroemulsi

gel stabil secara fisik.

Uji penyimpanan pada temperatur 4oC ± 2oC

Gambar 3. Grafik perubahan pH rata-rata sediaan selama penyimpanan 8 minggu pada suhu 4oC ± 2oC

Hasil pengujian setelah penyimpanan selama 8 minggu menunjukkan sediaan stabil

karena tidak terjadi perubahan warna, bau, maupun sineresis, namun kekentalan sediaan

meningkat. Hal ini disebabkan viskositas cairan meningkat apabila terjadi penurunan suhu

(Sinko, 2006). Pengujian terhadap pH sediaan selama penyimpanan pada suhu 4oC ± 2oC selama

8 minggu memberikan hasil fluktuatif dan cenderung menurun. Penurunan pH dapat disebabkan

ionisasi pada asam oleat atau etanol 96%. Fluktuasi pH tidak mempengaruhi aktivitas

griseofulvin karena griseofulvin masih stabil pada pH di atas 1 atau di bawah 13.

Uji penyimpanan pada temperatur 25oC ± 2oC

Hasil pengujian setelah penyimpanan selama 8 minggu menunjukkan sediaan stabil

karena tidak terjadi perubahan warna, bau, maupun sineresis. Pengujian terhadap pH sediaan

memberikan hasil fluktuatif dan cenderung menurun, namun uji statistik terhadap data hasil

pengujian menunjukkan perbedaan pH sediaan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 tidak

signifikan, yang menunjukkan sediaan stabil secara kimia.

0  

5  

10  

0   2   4   6   8  

pH  

minggu  ke-­‐  

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 14: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Gambar 4. Grafik perubahan pH rata-rata sediaan selama penyimpanan 8 minggu pada suhu 25oC ± 2oC

Uji penyimpanan pada temperatur 40oC ± 2oC

Gambar 5. Grafik perubahan pH rata-rata sediaan selama penyimpanan 8 minggu pada suhu 40oC ± 2oC

Hasil pengujian setelah penyimpanan selama 8 minggu menunjukkan sediaan stabil

karena tidak terjadi perubahan warna, bau, maupun sineresis. Pengujian terhadap pH sediaan

memberikan hasil fluktuatif dan cenderung menurun, namun uji statistik terhadap data hasil

pengujian menunjukkan perbedaan pH sediaan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 tidak

signifikan, yang menunjukkan sediaan stabil secara kimia.

Uji Mekanik (Sentrifugasi)

Uji mekanik bertujuan untuk melihat efek gravitasi terhadap kestabilan sediaan

mikroemulsi gel. Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan 3800 rpm selama 5 jam yang setara

0  

5  

10  

0   2   4   6   8  pH

   

minggu  ke-­‐  

0  

5  

10  

0   2   4   6   8  

pH  

minggu  ke-­‐  

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 15: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

dengan gaya gravitasi selama setahun. Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil uji

sentrifugasi sediaan mikroemulsi gel griseofulvin menunjukkan tidak terjadi pemisahan fase

ataupun pemisahan mikroemulsi dari gel yang menunjukkan sediaan stabil terhadap efek gravitasi

selama setahun.

(a) (b)

Gambar 6. Foto sediaan mikroemulsi gel (a) sebelum uji sentrifugasi dan (b) setelah uji sentrifugasi

Kesimpulan

Formula mikroemulsi gel griseofulvin yang terbaik adalah formula dengan tween 80

dalam konsentrasi 25% sebagai surfaktan, etanol 96% sebagai kosurfaktan dalam konsentrasi

20%, asam oleat sebagai fase minyak dalam konsentrasi 5%, dan basis gel dengan konsentrasi

20%. Basis gel yang digunakan mengandung 1% carbopol sebagai gelling agent dan 1%

trietanolamin sebagai pengatur pH. Sediaan mikroemulsi memberikan warna kuning transparan,

sementara sediaan mikroemulsi gel memberikan warna kuning namun agak keruh. Sediaan

mikroemulsi dan mikroemulsi gel berbau alkohol.

Sediaan mikroemulsi dan mikroemulsi gel memiliki ukuran globul 158.0 nm dan 226.0

nm. Hasil uji stabilitas fisik menunjukkan sediaan mikroemulsi gel stabil pada penyimpanan pada

temperatur 4oC ± 2oC, 25oC ± 2oC, dan 40oC ± 2oC selama 8 minggu. Hasil cycling test

menunjukkan sediaan mikroemulsi gel stabil terhadap perubahan suhu. Hasil uji sentrifugasi

menunjukkan sediaan mikroemulsi gel stabil terhadap efek gravitasi selama setahun.

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 16: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Saran

Konsentrasi tween 80 dan etanol 96% sebagai surfaktan dan kosurfaktan dapat dierbesar

untuk memperkecil ukuran globul mikroemulsi. Pengujian aktivitas antijamur dapat pula

dilakukan untuk mengetahui efektivitas sediaan.

Daftar Referensi Aggarwal, N., Goindi, S., & Khurana, R. (2013). Formulation, characterization and evaluation of

an optimized microemulsion formulation of griseofulvin for topical application. Colloids and Surfaces. B, Biointerfaces, 105, 158–66.http://doi.org/10.1016/j.colsurfb.2013.01.004

Bajaj, S., Singla, D., & Sakhuja, N. (2012). Stability Testing of Pharmaceutical Products. Journal of Applied Pharmaceutical Science, 2(3), 129–138. http://doi.org/10.7324/JAPS.2012.2322

Barel, A. O., Paye, M., & Maibach, H. I. (Eds.). (2009). Handbook of Cosmetic Science and Technology (Third Edit). New York: Informa Healthcare USA, Inc.

Barros, M. E. da S., Santos, D. de A., & Hamdan, J. S. (2007). Evaluation of susceptibility of Trichophyton mentagrophytes and Trichophyton rubrum clinical isolates to antifungal drugs using a modified CLSI microdilution method (M38-A). Journal of Medical Microbiology, 56(May), 514–518. http://doi.org/10.1099/jmm.0.46542-0

Chee-Leok, G., Tay, Y. K., Ali, K. bin, Mong, T. K., & Chew, S. S. (1994). In Vitro Evaluation of Griseofulvin, Ketoconazole, and Itraconazole Against Various Dermatophytes in Singapore. International Journal of Dermatology, 33(10), 733–738.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. (Ed. ke IV). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

International Agency for Research on Cancer. (2001). IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, 79, 75–89.

International Conference on Harmonisation of Technical Requirements for Registration of Pharmaceuticals for Human Use. (2003). ICH Harmonised Tripartite Guideline - Stability Testing of New Drug Substances and Products Q1A (R2). http://doi.org/10.1136/bmj.333.7574.873-a

Jadhav, C., Kate, V., & Payghan, S. A. (2014). Investigation of effect of non-ionic surfactant on preparation of griseofulvin non-aqueous nanoemulsion. Journal of Nanostructure in Chemistry, 5, 107–113. http://doi.org/10.1007/s40097-014-0141-y

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 17: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Júnior, A. A. J., & Baldo, J. B. (2014). The Behavior of Zeta Potential of Silica Suspensions. New Journal of Glass and Ceramics, 4(April), 29–37. http://doi.org/10.4236/njgc.2014.42004

Kumar, A., Kushwaha, V., & Sharma, P. K. (2014). Pharmaceutical Microemulsion: Formulation, Characterization and Drug Deliveries Across Skin. International Journal of Drug Development and Research, 6(1), 1–21.

Lachenmeier, D. W. (2008). Safety Evaluation of Topical Applications of Ethanol on the Skin and Inside the Oral Cavity. Journal of Occupational Medicine and Toxicology, 16, 1–16. http://doi.org/10.1186/1745-6673-3-26

Maya, L. (2006). Pembuatan Sediaan Mikroemulsi dari Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus). Skripsi. Fakultas FMIPA Universitas Indonesia.    

McLafferty, E., Hendry, C., & Farley, A. (2012). The Integumentary System: Anatomy, Physiology and Function of Skin. Nursing Standard, 27(3), 35–42. http://doi.org/10.7748/ns2012.09.27.3.35.c9299

Moghimipour, E., Salimi, A., & Leis, F. (2012). Preparation and Evaluation of Tretinoin Microemulsion Based on Pseudo-Ternary Phase Diagram. Advanced Pharmaceutical Bulletin, 2(2), 141–147. http://doi.org/10.5681/apb.2012.022

Moghimipour, E., Salimi, A., & Hassanvand, S. (2013). Permeability Assessment of Griseofulvin Microemulsion Through Rat Skin. International Journal of Pharmaceutical, Chemical and Biological Sciences, 3(4), 1061–1065.

Natalia, M. (2012). Uji Stabilitas Fisik dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) yang Diformulasikan sebagai Sediaan Nanoemulsi Gel (Nanoemulgel). Skripsi. Fakultas FMIPA Universitas Indonesia.

Noveon Inc. (2002). Neutralizing Carbopol and Pemulen Polymers in Aqueous and Hydroalcoholic Systems.

The Pharmaceutics and Compounding Laboratory – UNC Eshelman School of Pharmacy. (2016). Pharmlabs.unc.edu. Diakses 17 Mei 2016, dari http://pharmlabs.unc.edu/labs/gels/agents.htm

Polysorbate 80 - National Library of Medicine HSDB Database. (2016). Toxnet.nlm.nih.gov. Diakses 17 Mei 2016, dari https://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/a?dbs+hsdb:@term+@DOCNO+4359

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (Eds.). (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients (Sixth Edit). London: Pharmaceutical Press.

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016

Page 18: Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Mikroemulsi Gel ...

Simon, P. (2012). Formulasi dan Uji Penetrasi Mikroemulsi Natrium Diklofenak dengan Metode Sel Difusi Franz dan Metode Tape Stripping. Skripsi. Fakultas FMIPA Universitas Indonesia.

Singh, P., Bala, R., Seth, N., & Kalia, S. (2014). Emulgel: A Novel Approach to Bioavailability Enhancement. International Journal of Recent Advances in `Pharmaceutical Research, 4(2), 35–47.

Singla, V., Saini, S., Joshi, B., & Rana, A. C. (2012). Emulgel: A New Platform for Topical Drug Delivery. International Journal of Pharma and Bio Sciences, 3(1), 485–498.

Sinko, P. J. (Ed.). (2006). Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika (5th ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Shinde, U., Pokharkar, S., & Modani, S. (2012). Design and Evaluation of Microemulsion Gel System of Nadifloxacin. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 74(3), 237–247. http://doi.org/10.4103/0250-474X.106066

Talegaonkar, S., Negi, L. M., & Sharma, H. (2015). Encapsulation via Microemulsion. In M. Mishra (Ed.), Handbook of Encapsulation and Controlled Release (p. 247). Florida: CRC Press.

Tanaka, Y., Waki, R., & Nagata, S. (2013). Species Differences in the Dissolution and Absorption of Griseofulvin and Albendazole, Biopharmaceutics Classification System Class II Drugs, in the Gastrointestinal Tract. Drug Metabolism and Pharmacokinetics, 28(6), 485–490. http://doi.org/10.2133/dmpk.DMPK-13-RG-022

The Department of Health. (2013). British Pharmacopoeia. London: The Department of Health.

Tween 80 | C32H60O10 - PubChem. (2016). Pubchem.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses pada 17 Juli 2016, dari https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/443315

U.S. National Library of Medicine. (2016). DailyMed - GRISEOFULVIN- griseofulvin tablet. Diakses 11 Januari 2016 pada 7.52 WIB, dari http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/drugInfo.cfm?setid=6149c044-58bb-402c-a4b5-18b96dd9b3b9

Formulasi dan ..., Anindya Hana Iradhati, FF UI, 2016