OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

85
OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON TESTOSTERON UNDEKANOAT SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Oleh: RETNO KEMALA DEWI 105102003341 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M/1431 H

Transcript of OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Page 1: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON

TESTOSTERON UNDEKANOAT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi

Oleh:

RETNO KEMALA DEWI

105102003341

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M/1431 H

Page 2: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 3: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR–

BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN.

Jakarta, Januari 2010

Penulis

RETNO KEMALA DEWI

Page 4: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

LEMBAR PERSEMBAHAN

“Saat satu pintu kebahagiaan tertutup, pintu yang lain terbuka, tapi kadang kita memandang terlalu lama pada pintu yang tertutup itu,

sehingga kita tidak melihat pintu yang terbuka untuk kita”

(Alexander Graham Bell)

“Banyak orang yang tidak menyadari betapa dekatnya ia dengan keberhasilan ketika ia sudah menyerah”

(Unknown)

Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tua Ayah dan Ibu

yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan dan doa

kepada penulis selama ini.

Page 5: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 6: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT

karena hanya dengan rahmat dan hidayah–Nya lah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Optimasi Formulasi

Mikroemulsi Sediaan Hormon Testosteron Undekanoat”

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan

gelar Sarjana Farmasi, pada program studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam menyelasaikan skripsi ini penulis telah mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And Selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt dan Ibu Nurmeilis, M.Si, Apt selaku

ketua dan sekretaris Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberi kesempatan dan fasilitas dalam melakukan

penelitian ini.

3. Ibu Azrifitria, M.Si, Apt selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan

bimbingan, pengarahan dan masukan kepada penulis selama penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Farida Sulistiawati, M.Si, Apt selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan kepada penulis selama

penelitian dan penyusunan skripsi ini.

i

Page 7: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

5. Bapak Zamzami, Kak Pia, seluruh dosen dan staf Program Studi Farmasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua, Ibu dan Ayah, Adik, serta seluruh anggota keluarga yang

telah memberikan doa, semangat dan dukungan baik moral maupun material.

7. Om Wateno yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama

ini.

8. Kakak Eris, Kakak Nurul, Kakak Prita dan Kakak Pipit yang telah membantu

penulis selama penelitian.

9. Teman seperjuangan Dini Ika Prasetyaningsih yang telah berjuang bersama

penulis selama penelitian.

10. Teman-teman Farmasi A dan Farmasi B Angkatan 2005 atas persahabatan

dan persaudaraan yann terjalin selama ini.

11. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yan telah

membrikan bantuan serta dukungan kepada penulis selama penelitian dan

penyusunan skripsi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, ilmu farmasi pada khususnya dan masyarakat

pada umumnya.

Jakarta, Januari 2010

Penulis

ii

Page 8: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

ABSTRAK

JUDUL : Optimasi Formulasi Mikroemulsi Sediaan Hormon Testosteron

Undekanoat.

Testosteron undekanoat (TU) adalah obat yang hidrofobik. Mikroemulsi

adalah sebuah sistem dispersi yang dapat meningkatkan kelarutan obat hidrofobik.

Pada penelitian ini, dilakukan optimasi formulsi mikroemulsi dengan bermacam–

macam komposisi dari surfaktan, minyak, kosurfaktan dan air. Kemudian

diperoleh mikroemulsi dengan komposisi 30% tween 80 dan 10% tween 20

sebagai komponen surfaktan, 24% isopropil miristat (IPM) dan 24% castor oil

(CO) sebagai fase minyak, 10% n–butanol sebagai kosurfaktan dan 2% air. Hasil

evaluasi mikoemulsi TU menunjukan kondisi stabil selama 2 bulan penyimpanan

pada suhu 4º C dan 27º C.

Kata kunci : testosteron undekanoat, mikroemulsi, stabilitas

iii

Page 9: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

ABSTRACT

TITLE : Optimization Formulation of Microemulsion of Hormone Dosage

Testosterone Undecanoate.

Testosterone undecanoate (TU) is a hydrophobic drug. Microemulsion is a

dispersion system which could help to increase the solubility of hydrophobic drug.

In this research, where is subject was optimized microemulsion formulation by

using various composition of surfactants, oils, cosurfactants and water. Then,

obtained microemulsion which contain 30% tween 80 and 10% tween 20 as

surfactant components, 24% isopropyl myristate (IPM) and 24% castor oil (CO)

as oil phase, 10% n–butanol as a cosurfactant and 2% water. The result of

evaluation shows that microemulsion which contain TU was stable during two

months of storing at 27° C and 4° C.

Keyword : testosterone undecanoate, microemulsion, stability

iv

Page 10: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

ABSTRAK ..................................................................................................... iii

ABSTRACT ................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1.Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2.Perumusan Masalah .................................................................. 3

1.3.Hipotesa .................................................................................... 3

1.4.Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.5.Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

2.1. Testoteron Undekanoat ............................................................. 5

2.2.Mikroemulsi .............................................................................. 7

2.3.Surfaktan ................................................................................... 9

2.4.Kosurfaktan............................................................................... 13

2.5.Isopropil Miristat....................................................................... 14

2.6.Castor Oil ................................................................................. 14

2.7.Tween 80 .................................................................................. 15

2.8.Tween 20 .................................................................................. 15

2.9.n-butanol ................................................................................... 16

v

Page 11: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................... 18

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 19

4.1.Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 19

4.2.Bahan dan Alat .......................................................................... 19

4.2.1.Alat ................................................................................. 19

4.2.2.Bahan .............................................................................. 19

4.3.Cara Kerja ................................................................................. 19

4.3.1.Pembuatan Sediaan Mikroemulsi ..................................... 19

4.3.2.Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ......................................... 21

a. Pengukuran Bobot Jenis Mikroemulsi.......................... 21

b.Uji pH .......................................................................... 21

c. Uji Sentrifugasi ........................................................... 21

d. Pengamatan Makroskopik Mikroemulsi ...................... 21

e. Cycling Test ................................................................ 22

f. Penentuan Ukuran Partikel Mikroemulsi ...................... 22

g. Uji Viskositas .............................................................. 23

h. Analisa Kualitatif Testosteron Undekanoat .................. 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 24

5.1.Hasil................. ......................................................................... 24

1. Pembuatan Sediaan Mikroemulsi ......................................... 24

2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ............................................. 26

5.2.Pembahasan.... .......................................................................... 31

1. Pembuatan Sediaan Mikroemulsi ......................................... 31

2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ............................................. 34

vi

Page 12: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 42

A. Kesimpulan...... .......................................................................... 42

B. Saran............... ............................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA ............. ........................................................................ 43

LAMPIRAN ........................ ............................................................................ 46

vii

Page 13: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Bahan Mikroemulsi dengan Variasi Konsentrasi Fase Minyak,

Surfaktan dan Air ............................................................................ 20

2. Hasil Percobaan Pembuatan Sediaan Mikoemulsi ................................ 25

3. pH ME 10 Pada Suhu 4º C, 27º C dan 40º C ........................................ 26

4. Hasil Uji Stabilitas Suhu Rendah ......................................................... 27

5. Hasil Uji Stabilitas Suhu Ruang........................................................... 28

6. Hasil Uji Stabilitas Suhu Tinggi .......................................................... 29

7. Viskositas ME 10 Minggu Ke–0 .......................................................... 30

8. Viskositas ME 10 Minggu Ke–8 .......................................................... 30

9. Konversi Dosis ............................................... ..................................... 62

viii

Page 14: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Kimia Testosteron Undekanoat................................................. 5

2. Mekanisme Aksi dari Testosteron Undekanoat ....................................... 6

3. Diagram Fase Formula Mikroemulsi ME 10 .......................................... 24

4. Hasil Optimasi Formula Mikroemulsi .................................................... 46

5. Hasil Uji Sentrifugasi ME 10 ................................................................. 48

6. Hasil Uji Stabilitas ME 10 .................................................................... 49

7. Hasil Uji Cycling Test ME 10 ................................................................ 49

8. Kurva Hubungan Nilai pH ME 10 dengan Waktu Penyimpanan............. 50

9. Kurva Nilai Viskositas ME 10 ............................................................... 50

10. Hasil KLT ME 10....... ......................................................................... 51

11. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 suhu 4º C ............................ 53

12. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Suhu 27º C ......................... 54

13. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Suhu 40º C ......................... 55

14. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Cycling Test ....................... 56

ix

Page 15: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Optimasi Formula Mikroemulsi... ................................................. 46

2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ............................................................... 47

3. Uji Normalitas Nilai pH Terhadap Lama Penyimpanan .......................... 57

4. Uji Homogenitas Nilai pH Terhadap Lama Penyimpanan ...................... 58

5. Uji Analisa Varian (ANOVA) Satu Arah Nilai pH Terhadap Lama

Penyimpanan............. ............................................................................ 59

6. Peralatan.................... ............................................................................ 60

7. Penghitungan Dosis... ............................................................................ 62

x

Page 16: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 17: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rancangan dari suatu bentuk sediaan yang tepat memerlukan

pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologis dari semua bahan–

bahan obat dan bahan–bahan farmasetik yang akan digunakan dalam

membuat produk tersebut. Obat dan bahan–bahan farmasetik yang akan

digunakan harus tercampurkan satu dengan yang lain untuk menghasilkan

suatu produk yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan aman

(Ansel, 1989).

Kelarutan dari obat hidrofobik dengan kelarutan rendah terhadap

air telah menjadi perhatian besar dalam beberapa tahun. Kegunaan secara

klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya

daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat

tersebut di dalam tubuh (Lawrence, 2000). Kelarutan suatu zat berkhasiat

yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena

kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan.

Variasi teknik kelarutan melibatkan penggunaan pelarut tambahan dan

surfaktan yang berhubungan dengan penyesuaian pH. Tindakan

konvensional seperti penggunaan pelarut tambahan pembawa minyak dan

tindakan modern seperti pencampuran misel, liposome, kompleksasi

dengan cyclodekstrins dan emulsi mempunyai beberapa keterbatasan (Date

A.A, 2008).

1

Page 18: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Mikroemulsi telah berkembang menjadi pembawa baru untuk

penghantaran dari obat hidrofobik. Mikroemulsi merupakan suatu sistem

dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi. Bila dibandingkan

dengan emulsi, banyak karakteristik dari mikroemulsi yang membuat

sediaan ini menarik untuk digunakan sebagai salah satu sistem

penghantaran obat (drug delivery system). Mikroemulsi stabil secara

termodinamik, transparan, isotropik, dispersi koloidal viskositas rendah

yang terdiri dari mikrodomain dari minyak dan atau air yang distabilkan

oleh lapisan antarmuka dari pertukaran molekul surfaktan dan kosurfaktan,

dapat disterilkan secara filtrasi, mempunyai daya larut yang tinggi serta

mempunyai kemampuan berpenetrasi yang baik . Keistimewaan mereka

yang menarik seperti pembentukan yang spontan, pembuatan yang mudah,

kapasitas kelarutan yang tinggi dan sifat pertahanan diri mereka yang

membuat mereka menjadi pembawa yang terpilih (Date A.A, 2008).

Mikroemulsi dapat dibuat untuk sediaan topikal, intradermal, pulmonal,

okular, intramuskular dan sediaan oral.

Pada penelitian ini, akan dilakukan percobaan pembuatan sediaan

mikroemulsi dengan testosteron undekanoat (TU) sebagai model obat.

Testosteron undekanoat (17–hydroxyl–4 androsten–3–one 17–undekanoat)

adalah suatu hormon yang bersifat hidrofobik karena mempunyai nilai log

(P) sebesar 7,24. Testosteron undekanoat merupakan suatu alifatik, ester

asam lemak testosteron yang sebagian diabsorpsi lewat usus dan

mengandung sistem limfatikus setelah pemberian secara oral. Testosteron

undekanoat secara oral juga telah diuji sebagai kontrasepsi tunggal atau

2

Page 19: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

dikombinasikan dengan misalnya siproten asetat (CPA) pada kontrol

fertilitas pria. Ada beberapa hal yang menyebabkan TU secara oral

diberikan sebagai kontrasepsi kurang baik diantaranya frekuensi

pemberian, ukuran testosteron serum, kurangnya penekanan gonadotropin

dan spermatogenesis (Ilyas S).

Ada pula penelitian yang berhasil ditemukan di Cina, yaitu

testosteron undekanoat (TU) suntikan yang mempunyai efek jangka

panjang. Penyuntikan TU 500mg dan TU 1000mg dilarutkan dalam

minyak biji teh tiap 4 minggu, dengan hasil 11 dari 12 pria yang disuntik

TU 500 mg mencapai azoospermia dan seorang lagi mencapai konsentrasi

sperma 1 juta/ml. Sedangkan dengan penyuntikan TU 1000mg semua dari

12 pria menjadi azoospermia(Gu, et all, 2004)

Formulasi untuk tetosteron undekanoat saat ini berupa larutan

dalam minyak castor (castor oil). Sediaan dengan pembawa minyak

mempunyai kelemahan yaitu mudah menjadi tengik, viskositas

sediaannya menjadi tinggi. Untuk itu dibuat suatu inovasi sediaan yaitu

mikroemulsi. Bentuk sediaan mikroemulsi ini mempuyai kelebihan yaitu

stabil secara termodinamik, daya larut yang tinggi, kemampuan

berpenetrasi yang baik serta pembuatannya yang mudah.

Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi formulasi mikroemulsi

sediaan dengan zat aktif hormon testosteron undekanoat menggunakan

berbagai komposisi surfaktan dan minyak dan dievaluasi kestabilannya.

3

Page 20: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

1.2. Perumusan Masalah

Apakah hormon testosteron undekanoat dapat dibuat sediaan

mikroemulsi yang stabil secara fisika dan kimia?

1.3. Hipotesa

Hormon testosteron undekanoat dapat dibuat dalam bentuk sediaan

mikroemulsi yang stabil secara fisik dan kimia.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan formulasi mikroemulsi yang terbaik dari

sediaan mikroemulsi hormon testosteron undekanoat dengan menggunakan

surfaktan dan kosurfaktan.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi

tentang sediaan mikroemulsi hormon testosteron undekanoat serta untuk

mendapatkan pembawa baru untuk obat–obat yang bersifat hidrofobik.

4

Page 21: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 22: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Testosteron Undekanoat

Gambar 1. Rumus bangun Testosteron Undekanoat

Rumus molekul : C30H48O3

Bobot molekul : 456,70

Testosteron undekanoat merupakan suatu alifatik, ester asam lemak

testosteron yang sebagian diabsorpsi lewat usus dan mengandung sistem

limfatikus setelah pemberian secara oral (Ilyas S).

Testosteron undekanoat merupakan suatu bentuk ester dari

testosteron alami. Bentuk aktif testosteron dihasilkan dari hidrolisis

esternya. Efek utama dari testosteron hasil hidrolisis TU tersebut terjaadi

setelah adanya ikatan testosteron terhadap reseptor spesifiknya yang

memebentuk kompleks homon-reseptor. Komplek hormone-reseptor

tersebut masuk ke dalam inti sel dimana ia akan memodulasi transkripsi

gen-gen tertentu setelah terikat dengan DNA (Ilyas S, 2008).

5

Page 23: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

pengaturan

hipofisis

spermatogenesis

testosteron diferensiasi

seksual

virilisasi

Gambar 2. Mekanisme aksi dari Testosteron Undekanoat

Testosteron undekanoat ini juga memiliki efek samping yaitu efek

ringan pada penggunaan oral, seperti adakalanya mual, testosteron

undekanoat dapat menimbulkan efek serius diantaranya (Tjay T.H, 2002):

1. Efek virilisasi pada wanita, dengan gejala seperti acne, tumbuhnya

rambut di muka, suara menjadi rendah dan gangguan haid.

2. Menekan spermatogenesis dan degenerasi tubuli mani. Bila digunakan

dalam waktu lama akan menyebabkan azoospermia akibat hambatan

sekresi FSH/LH serta perombakan testosteron menjadi estradiol.

3. Efek feminisasi, terutama gynecomastic, terutama pada anak-anak.

4. Udema dan naiknya berat badan akibat retensi garam dan air,

khususnya pada dosis tinggi.

5. Penyakit kuning (hepatitis cholestatic).

6. Tumor hati.

testis Sel target reseptor

5α-reduktase dihidro- testosteron

6

Page 24: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

7. Hiperplasia prostat. Pada laki-laki usia lanjut, testosteron dapat

merangsang pembesaran prostat karena hiperplasia, hal ini

menyebabkan obstruksi.

8. Gangguan pertumbuhan. Hati-hati memberikan testosteron pada anak

prapubertas, sebab dapat terjadi pubertas prekoks. Testosteron

mempercepat pernutupan epifisis sehingga mungkin anak tidak akan

mencapai tinggi badan yang seharusnya.

9. Hiperkalsemia. Hiperkalsemia dapat muncul pada wanita penderita

karsinoma payudara yang diobati dengan testosteron.

2.2. Mikroemulsi

Mikroemulsi merupakan sediaan yang stabil secara termodinamik,

transparan, dispersi dari minyak dan air distabilkan oleh lapisan antarmuka

dari molekul surfaktan. Surfaktannya mungkin murni, campuran atau

kombinasi dengan zat tambahan lain. Sistem homogen ini bisa disiapkan

dengan bermacam-macam konsentrasi surfaktan dan rasio minyak dan air

(20-80%) semuanya cairan dengan viskositas rendah (Swarbrick J, 1994).

Istilah mikroemulsi secara tidak langsung menyatakan hubungan

yang dekat dengan emulsi biasa. Ini menyesatkan karena mikroemulsi

mencakup sejumlah mikrostruktur yang berbeda, kebanyakan mempunyai

sedikit kesamaan dengan emulsi dua fase klasik. Mikroemulsi mudah

dibedakan dari emulsi normal dengan transparansi mereka, viskositas

rendah, dan pada dasarnya lebih kepada kestabilan mereka secara

termodinamik (Swarbrick J, 1994). Selain itu, mereka terbentuk secara

spontan saat komponennya dicampur dalam perbandingan yang tepat.

7

Page 25: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Mereka bisa terdispersi secara M/A atau A/M, tapi ukuran tetesannya

sangat kecil 5-140 nm dibanding emulsi.

Mereka pada dasarnya sistem misellar yang mengembang, tapi

dengan jelas perbedaan antara misel yang berisi pelarut minyak dan sebuah

tetesan minyak yang dikelilingi oleh lapisan antarmuka yang sebagian

besar komposisinya berupa surfaktan. Syarat yang diperlakukan untuk

formasi dan stabilitas mereka adalah pencapaian dari tegangan antarmuka

yang sangat rendah. Ini umumnya tidak mungkin untuk mencapai tegangan

antarmuka terendah yang dibutuhkan dengan surfaktan tunggal, dan ini

penting untuk memasukkan amfifil kedua, biasanya alkohol rantai panjang

menengah, dalam formulasi. Amfifil kedua menunjuk pada kosurfaktan

(Lawrence, 2000).

Meskipun mikroemulsi mempunyai banyak keuntungan dari pada

emulsi terutama transparasi dan stabilitas mereka, mereka membutuhkan

surfaktan dalam jumlah besar pada formulasinya yang membatasi

pemilihan komponen yang dapat diterima. Mikroemulsi terdiri dari misel

mengembang (M/A), misel terbalik (A/M) dan struktur bicontinuous.

Mikroemulsi sekarang ini menarik perhatian para ilmuwan

farmasetik karena potensi mereka untuk bertindak sebagai sarana

penghantaran obat dengan menggabungkan bermacam-macam obat.

Pada umumnya fenomena mikroemulsifikasi utamanya diatur oleh

beberapa faktor seperti (1) sifat dasar dan konsentrasi minyak, surfaktan,

kosurfaktan dan fase air (2) perbandingan minyak/surfaktan dan

surfaktan/kosurfaktan (3) temperatur dan pH lingkungan (4) sifat

8

Page 26: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

fisikokimia dari obat seperti hidrofilisitas/lipofilisitas, pKa dan polaritas

(Date A.A, 2008).

Segera setelah mikroemulsi dibuat, proses yang tergantung pada

waktu dan temperatur terjadi untuk mempengaruhi pemisahannya.

Ketidakstabilan yang terjadi pada emulsi juga terjadi pada mikroemulsi

yaitu (Leon L, 1994):

1. Pembentukan krim. Pembentukan krim meliputi gerakan sejumlah

tetesan heterodispers, dan gerakan tersebut saling mengganggu satu

sama lain dan bisa menyebabkan rusaknya tetesan. Partikel yang lebih

besar membentuk krim jauh lebih cepat dibandingkan partikel yang

lebih kecil. Tampak juga bahwa pembentukan agregat yang lebih

besar dengan penggumpalan dan/atau flokulasi akan mempercepat

pembentukan krim. Jika pembentukan krim tanpa agregasi apapun ,

mikroemulsi dapat terbentuk kembali dengan pengocokan atau

pengadukan.

2. Flokulasi. Flokulasi dari fase terdispersi bisa berlangsung sebelum,

selama, dan setelah pembentukan krim.

3. Penggumpalan. Penggumpalan adalah proses pertumbuhan, dimana

partikel–partikel teremulsi bergabung membentuk partikel yang lebih

besar.

2.3. Surfaktan

Surfaktan adalah zat aktif permukaan yang digunakan untuk

mendispersikan obat yang tidak larut air sebagai sebuah dispersi koloidal.

Surfaktan digunakan sebagai pembasah dan mencegah pengkristalan

9

Page 27: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

dalam suspensi. Surfaktan juga digunakan dalam emulsi dan untuk pelarut

steroid dan lemak pelarut vitamin (Sinkon P.J, 2002).

Pemilihan dari surfaktan adalah titik kritis untuk formulasi

mikroemulsi. Surfaktan harus menyokong mikroemulsifikasi dari fase

minyak dan harus juga mempunyai potensi kelarutan yang baik untuk obat.

Harus dicatat bahwa surfaktan tidak berbahaya atau merusak. Pemilihan

surfaktan juga harus diatur oleh tipe mikroemulsi yang akan

diformulasikan. Surfaktan dengan HLB rendah seperti sorbitan

monostearat lebih disukai untuk mikroemulsi A/M sedangkan surfaktan

dengan HLB tinggi seperti tween 80 lebih disukai untuk mikroemulsi

M/A. Dalam beberapa kasus, pencampuran dari surfaktan lipofilik (HLB

rendah) dan surfaktan hidrofilik (HLB tinggi) mungkin dibutuhkan untuk

menghasilkan suatu mikroemulsi (Date A.A, 2008).

Ada empat kategori dari surfaktan tergantung pada ionisasi mereka

dalam larutan encer yaitu (Aulthon M.E, 2002):

1. Surfaktan anionik

Dalam larutan encer senyawa ini memisah untuk membentuk anion

negatif yang bertanggung jawab terhadap kemampuan pengemulsi mereka.

Mereka digunakan secara luas karena kemurahan mereka, tapi karena

toksisitas mereka hanya digunakan untuk preparat yang digunakan secara

eksternal.

a. Logam alkali dan sabun ammonium. Dalam grup ini terdiri dari

sodium, potasium atau garam amonium dari asam lemak rantai

panjang seperti sodium stearat C17H35COO-Na+

10

Page 28: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Mereka menghasilkan emulsi stabil M/A tapi mungkin dalam

beberapa hal membutuhkan kehadiran pengemulsi nonionik untuk

membentuk lapisan monomolekuler komplek pada permukaan minyak/air.

Karena dalam kondisi asam, material ini akan mengendap sebagai asam

lemak bebas, mereka lebih efisien dalam medium alkali.

b. Sabun dari logam divalent dan trivalent. Meskipun banyak terdapat

garam divalent dan trivalent yang berbeda-beda dari asam lemak, dan

akan menghasilkan emulsi yang memuaskan, hanya garam kalsium

yang digunakan secara umum. Mereka selalu terbentuk in situ selama

preparasi produk dengan menginteraksikan asam lemak yang cocok

dengan kalsium hidroksida. Pengemulsi ini hanya menghasikan emulsi

A/M.

c. Sabun amina. Sejumlah amina membentuk garam dengan asam lemak

satu yang terpenting dari itu digunakan adalah berdasarkan pada

triethanolamine N(CH2CH2OH)3 dan digunakan secara luas dalam

produk farmasetik dan kosmetik. Contohnya triethanolamine stearate

membentuk emulsi stabil M/A dan biasanya dibuat in situ dengan

reaksi antara triethanolamine dengan asam lemak yang cocok.

d. Senyawa sulfat dan sulfonat. Alkil sulfat mempunyai formula umum

ROSO3-M+, dimana R mewakili rantai hidrokarbon dan M+ biasanya

sodium atau triethanolamine. Contohnya adalah sodium lauril sulfat

yang digunakan secara luas untuk menghasilkan emulsi M/A.

Senyawa sulfonat kurang digunakan secara luas sebagai pengemulsi.

Material dari kelas ini terdiri dari sodium dioctylsulphosuccinate, dan

11

Page 29: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

lebih sering digunakan sebagai pembasah atau untuk bahan

pembersih.

2. Surfaktan kationik

Dalam larutan encer material ini memisah untuk membentuk kation

positif yang menyediakan sifat pengemulsi. Kelompok paling penting dari

pengemulsi kationik terdiri dari senyawa amonium quarter. Meskipun

material ini digunakan secara luas untuk desinfektan dan pengawet,

mereka juga berguna untuk pengemulsi M/A. yang paling berguna dari

pengemulsi kationik ini adalah cetrimide (cetyl trimethylammonium

bromide) CH3(CH2)15N+(CH3)3Br-

3. Surfaktan non-ionik

Produk ini berjarak dari senyawa larut minyak penstabil A/M

sampai material larut air yang menghasilkan emulsi M/A. Kebanyakan

surfaktan non-ionik berdasar pada :

a. Asam lemak atau alkohol (biasanya dengan 12 – 18 atom karbon),

rantai hidrokarbon yang memberikan molety hidrofobik.

b. Alkohol (-OH) dan / atau grup etilen oksida (-OCH2CH2-), yang

memberikan bagian hidrofilik dari molekul.

Tipe terbaik dari surfaktan non-ionik untuk digunakan adalah satu

dengan keseimbangan yang sama dari grup hidrofobik dan hidrofilik.

Alternatifnya dengan menggunakan dua emulgator, satu hidrofilik dan satu

hidrofobik. Kohesi antara rantai hidrokarbon mereka kemudian akan

menahan keduanya pada permukaan minyak / air.

12

Page 30: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

a. Glikol dan ester gliserol. Gliseril monostearat adalah material

hidrofobik kuat yang memproduksi emulsi A/M lemah.

b. Sorbitan ester. Jajaran dari surfaktan ini menunjukkan sifat lipofilik

dan cenderung untuk membentuk emulsi A/M. Mereka, bagaimanapun

juga, lebih digunakan secara luas dengan polisorbat untuk

menghasilkan emulsi M/A atau A/M.

c. Polisorbat. Polisorbat umumnya digunakan bersama dengan sorbitan

ester yang sesuai untuk membentuk lapisan kental kompleks pada

permukaan minyak / air.

d. Eter alkohol lemak poliglikol. Ini adalah produk kondensasi dari

polietilen glikol dan alkohol lemak, biasanya cetyl atau cetostearyl:

ROH+(CH2CH2O)n → RO(CH2CH2O)nH

Dimana R adalah rantai alkohol lemak.

Ini adalah emulgator M/A larut air yang sangat berguna, tapi

karena kelarutannya yang tinggi dalam air ini perlu untuk memasukkan

pengemulsi tambahan yang larut minyak saat memformulasikan emulsi.

Mereka juga bisa diproduksi dengan grup polioksietilen pendek

sebagai pengemulsi A/M lipofilik. Kombinasi dari eter lipofilik dan

hidrofilik bisa digunakan bersamaan untuk memproduksi emulsi

a. Ester asam lemak poliglika

b. Poloxalkols. Digunakan sebagai pengemulsi untuk emulsi lemak I.V

c. Alkohol lemak tinggi

4. Surfaktan Amfoterik

13

Page 31: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Tipe ini memiliki muatan positif dan negatif, tergantung pada pH

dari sistem. Mereka kationik pada pH rendah dan anionik pada pH tinggi.

Meskipun mereka tidak digunakan secara luas sebagai pengemulsi, satu

contoh, lecithin digunakan untuk penstabil emulsi lemak I.V.

2.4. Kosurfaktan

Kadang-kadang surfaktan saja tidak dapat menurunkan tegangan

antarmuka minyak-air untuk menghasilkan mikroemulsi yang

mengharuskan penambahan molekul amfifilik rantai pendek atau

kosurfaktan untuk membawa tekanan permukaan mendekati nol. Panjang

rantai pendek berjarak dari C2 dan C10 dan amfifilik alami dari agen ini

memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan surfaktan lapis tunggal

pada permukaan dengan demikian mempengaruhi pengepakan mereka

(Lawrence M, 2000). Fase yang terdiri dari kristalin cair terbentuk saat

lapisan surfaktan terlalu keras. Kosurfaktan berpenetrasi kedalam

surfaktan lapis tunggal memberikan penambahan ketidakstabilan pada

lapisan antarmuka dan itu mengacaukan fase yang terdiri dari kristal cair.

Selanjutnya, kosurfaktan juga mendistribusikan mereka sendiri antara fase

minyak dan air, dengan demikian mengubah komposisi kimia dan karena

itu hidro/lipofilisitas dari sistem (Date A.A, 2008).

2.5. Isopropil Miristat

Isopropil miristat mempunyai fungsi sebagai emollient; oleaginous

vehicle; penetrasi kulit; pelarut. Aplikasi dalam topikal farmasetik dan

formulasi kosmetik antara lain : minyak mandi; make up; produk

perawatan rambut dan kuku; krim; lotions; produk bibir; produk cukur;

14

Page 32: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

suntan preparations; lubrikan kulit; deodorant; otic suspensions; dan krim

vaginal. Isopropil miristat jernih, tak berwarna, praktis tidak berbau, cairan

dengan rasa yang lemah. Isopropil miristat dapat tercampur dengan aseton,

kloroform, etanol, etil asetat, lemak, alkohol lemak, minyak tertentu,

hidrokarbon cair, toluene dan lilin. Praktis tidak larut dalam gliserin,

propilen glikol dan air.

Isopropil miristat resisten terhadap oksidasi dan hidrolisis dan tidak

menjadi tengik. Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat

sejuk, kering dan terlindung dari cahaya (Wade A, 1994).

2.6. Castor oil

Minyak kental yang berwarna kuning pucat dengan bau yang

sedikit khas. Minyak mentah mempunyai rasa yang sedikit tajam. Castor

oil sedikit larut dengan kloroform, etanol, eter, metanol, sangat larut dalam

etanol (95%) dan petroleum, eter; tidak larut dalam minyak mineral

kecuali kalau dicampur dengan minyak nabati. Pada pemanasan di

300odalam waktu beberapa jam, castor oil akan terpolimenasi dan menjadi

larut dalam minyak mineral. Castor oil stabil dan tak menjadi tengik

kecuali jika dipanaskan secara berlebihan. Ini mungkin tersterilkan dengan

panas kering. Castor oil harus disimpan pada wadah kedap udara pada

suhu tidak lebih dari 15º C (Wade A, 1994).

2.7. Tween 80

Tween 80 adalah surfaktan hidrofilik nonionik yang mempunyai

fungsi sebagai pengemulsi, pelarut; pembasah. Tween 80 digunakan secara

luas sebagai pengemulsi dalam penyiapan emulsi farmasetik minyak dalam

15

Page 33: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

air. Mereka juga digunakan sebagai pelarut untuk bermacam-macam zat

termasuk minyak esensial dan minyak pelarut vitamin. Dan sebagai

pembasah dalam formulasi suspensi oral dan parentral. Tween 80

mempunyai bau yang khas dan hangat, rasanya agak pahit, berwarna

kuning. Tween 80 larut dalam etanol dan air, dan tidak larut dalam minyak

mineral & minyak sayur. Tween 80 harus disimpan dalam wadah tertutup

rapat, terlindung dari cahaya di tempat sejuk dan kering (Wade A, 1994).

2.8. Tween 20

Tween 20 adalah surfaktan hidrofilik nonionik yang mempunyai

fungsi sebagai pengemulsi, pelarut, pembasah. Tween 20 digunakan

secara luas sebagai pengemulsi dalam penyiapan emulsi farmasetik

minyak dalam air. Mereka juga digunakan sebagai pelarut untuk

bermacam-macam zat termasuk minyak esensial dan minyak pelarut

vitamin. Dan sebagai pembasah dalam formulasi suspensi oral dan

parentral. Tween 20 mempunyai bau yang khas dan hangat, rasanya agak

pahit, berwarna kuning. Tween 20 larut dalam etanol dan air, dan tidak

larut dalam minyak mineral dan minyak sayur. Tween 20 harus disimpan

dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya di tempat sejuk dan

kering (Wade A, 1994).

2.9. n–butanol

n–butanol mempunyai rumus kimia C4H9OH, merupakan produk

hasil reaksi n–butiraldehid dengan hidrogen dan merupakan golongan

alkohol primer. n–butanol merupakan cairan putih jernih dan berbau tajam.

n–butanol biasa digunakan untuk pelarut atau solvent. n–butanol

16

Page 34: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

merupakan senyawa organik yang punya ikatan hidrogen sehingga n–

butanol mempunyai titik didih yang tinggi. n–butanol dapat bercampur

dengan air dan mudah larut dalam glikol, keton, alkohol, alhedid, eter dan

hidrokarbon alifatik dan aromatik.

17

Page 35: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 36: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB III

KERANGKA KONSEP

Testosteron Undekanoat

Hidrofobik

Mikroemulsi

Surfaktan

Kosurfaktan

Dengan berbagai variasi

konsentrasi

Evaluasi Sediaan

Uji pH Pengukuran Bobot Jenis

Mikroemulsi

Uji Sentrifugasi

Pengamatan Makroskopik

Mikroemulsi

Penentuan Ukuran

Partikel Mikroemulsi Cycling Test

Uji Viskositas Analisa Kualitatif

Testosteron Undekanoat

Analisa Hasil Evaluasi Sediaan Mikroemulsi

18

Page 37: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 38: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta selama ± 8 bulan.

4.2. Alat dan Bahan

4.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan adalah becker glass, pipet gondok,

magnetic stirrer, timbangan analitik, pipet mikrolit, piknometer, pH meter

(Delta 320), sentrifuge (Hettich Sentrifugen EBA 20), Delta™ Nano C

Particle Analyzer, Visco Tester 6R HAAKE, oven, homogenizer.

4.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah hormon testosteron undekanoat

(Xianju Pharma), tween 80 (Merck), tween 20 (Merck), tween 60 (Merck),

span 80, isopropil miristat (Merck), castor oil (Sigma), n-butanol (Merck),

PEG 400 (Merck), gliserin (Merck), aquades,.

4.3. Cara Kerja

4.3.1. Pembuatan Mikroemulsi

Sebelumnya dilakukan percobaan pendahuluan untuk mengetahui

kondisi terbaik dan komposisi bahan yang terbaik dalam pembuatan

sehingga didapatkan sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Kondisi

yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan mikroemulsi adalah

kecepatan pengadukan, waktu pengadukan dan suhu. Komposisi bahan

19

Page 39: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

yang harus diperhatikan adalah konsentrasi fase minyak, surfaktan dan

fase air. Komposisi bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1

Komposisi Bahan Mikroemulsi dengan Variasi Konsentrasi Fase Minyak,

Surfaktan dan Air (%)

Formula IPM CO Tween

80

Tween

20

Tween

60

Gliserin

n -

butanol

PEG

400

Span

80

Air

ME 1 2 25 0,05 25 47,95

ME 2 2 40 10 20 28

ME 3 2 25 0,05 25 47,95

ME 4 40 15 30 5 10

ME 5 68 15 5 10 2

ME 6 68 15 10 5 2

ME 7 45 15 26 5 9

ME 8 34 34 15 5 10 2

ME 9 39 39 7,5 2,5 10 2

ME 10 24 24 30 10 10 2

Formula mikroemulsi dibuat dengan cara surfaktan dan fase

minyak dimasukkan ke dalam becker glass lalu diaduk dengan magnetic

stirrer hingga tercampur sempurna. Kemudian ditambahkan fase air ke

dalam campuran tadi, diaduk dengan kecepatan ± 300 rpm selama 3 menit

hingga terbentuk mikroemulsi yang jernih. Setelah mikroemulsi terbentuk,

zat aktif testosteron undekanoat dimasukkan sebanyak 308,6 mg. Dosis

20

Page 40: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

yang dimasukkan ini adalah dosis yang telah dikonversi dari dosis tikus

yaitu 15,43 mg/0,5 ml.

4.3.2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi

a. Pengukuran bobot jenis mikroemulsi

Bobot jenis diukur dengan menggunakan piknometer pada suhu 25º

C. Pada suhu ruangan, piknometer yang bersih dan kering ditimbang (A g).

kemudian diisi dengan air sampai penuh dan ditimbang (A1 g). Air

dikeluarkan dari piknometer dan piknometer dibersihkan. Sediaan

mikroemulsi diisikan dalam piknometer sampai penuh dan ditimbang (A2

g). Bobot jenis sediaan diukur dengan perhitungan sebagai berikut:

Bobot jenis = A2 - A

A1 – A

b. Uji pH

pH diukur dengan menggunakan pH meter. Alat pH meter terlebih

dahulu dikalibarsi dengan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7.

Pengukuran dilakukan pada suhu ruangan selama 8 minggu setiap 2

minggu sekali.

c. Uji sentrifugasi

Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi

kemudian dilakukan pengocokan atau sentrifugasi pada kecepatan 3000

rpm selama 30 menit.

d. Pengamatan Makroskopik Mikroemulsi

Stabilitas mikroemusi dievaluasi secara fisik meliputi bau, warna,

kejernihan dan pH selama 8 minggu dengan pengamatan setiap 1 minggu

21

Page 41: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

sekali. Pengamatan makroskopik ini dilakukan pada mikroemulsi yang

disimpan pada suhu kamar (± 27o C), rendah (± 4

o C) dan tinggi (± 40

o C).

e. Uji cycling test

Sediaan mikroemulsi disimpan pada suhu dingin 4o C selama 24

jam lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu 40o C selama 24 jam,

proses ini dihitung 1 siklus. Percobaan ini diulang sampai 7 siklus.

Kemudian hasil dari cycling test ini dibandingkan dengan sediaan

sebelumnya.

f. Penentuan ukuran partikel mikroemulsi

Ukuran partikel diukur dengan alat Delta™ Nano C Particle

Analyzer. Sampel yang akan diukur adalah sediaan mikroemulsi yang

disimpan pada suhu 27º C, 40º C, 4º C dan sediaan yang telah dipapar

dengan uji cycling test. Sejumlah 1 gram mikroemulsi dilarutkan dalam

100 gram aquadest di dalam becker glass atau labu ukur. Sejumlah 10 ml

larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam kuvet. Kuvet yang

digunakan harus bersih dari busa (foam) dan lemak. Jika terdapat lemak,

kuvet dibersihkan dengan toluene atau pelarut lain yang dapat melarutkan

lemak. Kuvet yang telah terisi sampel dimasukkan kedalam sampel holder.

Alat dinyalakan dan dipilih menu particle size. Alat akan mengukur

sampel selama 15 menit. Setelah 15 menit, alat akan menghasilkan ukuran

partkel dan kurva distribusi. Kuvet harus dibersihkan kembali dan harus

bebas lemak.

22

Page 42: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

g. Uji viskositas

Mikroemulsi dimasukkan kedalam gelas piala sampai mencapai

volume 100 ml lalu spindle 2 dimasukkan ke dalam mikroemulsi hingga

batas yang telah ditentukan. Pengukuran dilakukan dengan Visco Tester 6R

HAAKE dengan kecepatan 5, 10, 20, 30 rpm. Pengamatan viskositas

mikroemulsi dilakukan pada minggu ke 0 dan 8.

h. Analisa kualitatif testosteron undekanoat

Analisa kualitatif ini menggunakan alat 25 TLC aluminium sheets

20x20 cm silica gel 60 GF254. Disiapkan lempeng TLC aluminium yang

berfungsi sebagai fase diam dengan ukuran 10x3 cm. Kemudian

menyiapkan fase gerak yang berisi campuran ACN dan MeOH dengan

perbandingan 69:31 lalu dijenuhkan. Menyiapkan sampel dan baku

pembanding yang akan ditotolkan. Sampel diambil dari mikroemulsi yang

telah berisi zat aktif testosteron undekanoat. Baku pembanding diambil

dari sediaan yang telah beredar yaitu Nebido dan hormon testosteron

undekanoat. Mengambil sebanyak 80µl mikroemulsi yang berisi zat aktif

testosteron undekanoat lalu ditambahkan dengan 500µl ACN lalu

disentrifuge. Menotolkan sampel dan baku pembanding dengan

menggunakan pipa kapiler. Usahakan spot yang terbentuk sekecil

mungkin. Jika diperlukan penotolan dapat dilakukan lebih dari 1 kali,

tunggu sampai spot kering sebelum dilakukan penotolan berikutnya.

Memasukkan lempeng ke dalam becker yang berisi fase gerak. Lalu

becker ditutup dengan kaca arloji atau aluminium foil dan biarkan

komponen memisah.

23

Page 43: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 44: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL

1. Pembuatan sediaan mikroemulsi

Setelah dilakukan percobaan pendahuluan ternyata didapatkan

kondisi yang terbaik untuk membuat sediaan mikroemulsi yang jernih dan

stabil adalah pada kecepatan pengadukan ± 300 rpm dengan lama

pengadukan 3 menit dan pada temperatur ruangan yaitu 27º C. Dari 10

formula yang dibuat dalam percobaan ini dengan variasi konsentrasi fase

minyak, surfaktan, air dan juga variasi bahan yang digunakan diperoleh

formula ME 10 yang menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih dan

transparan.

10060 70 80 90

100 0

AIR MINYAK0 10 20 30 40 50

80 20

90 10

60 40

3070

40 60

50 50

20 80

30 70

SURFAKTAN

0 100

10 90

Gambar 3. Diagram Fase Formula Mikroemulsi ME 10

24

Page 45: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Keterangan : surfaktan (tween 80, tween 20 dan n–butanol), minyak (IPM

dan CO), air. Perbandingan konsentrasi tween 80 : tween 20

= 3 : 1 dan perbandingan IPM : CO = 1 : 1

mikroemulsi, emulsi

Komposisi bahan yang terbaik untuk menghasilkan sediaan

mikroemulsi yang jernih dan stabil adalah 30% tween 80, 10% tween 20,

24% castor oil, 24% IPM, 10% n-butanol dan 2% air. Hasil selengkapnya

dapat dilihat pada tabel 2 dan lampiran 1, gambar 4.

Tabel 2

Hasil Percobaan Pembuatan Sediaan Mikroemulsi

Formula Komposisi bahan Hasil

ME 1 IPM, CO, Tween 60, Gliserin, Air Emulsi berwarna

putih susu

ME 2 IPM, CO, Tween 60, Gliserin, Air Emulsi berwarna

putih susu

ME 3 IPM, CO, Tween 20, Gliserin, Air Emulsi berwarna

putih susu

ME 4 IPM, Tween 80, PEG 400, Span 80, Air Bening, 2 fase

ME 5 IPM, Tween 80, Tween 20, n–butanol, Air Bening, 2 fase

ME 6 IPM, Tween 80, n–butanol, Span 80, Air Bening, 2 fase

ME 7 IPM, Tween 80, PEG 400, Span 80, Air Bening, 2 fase

ME 8 IPM, CO, Tween 80, Tween 20, n–butanol, Air Bening, ada

endapan

ME 9 IPM, CO, Tween 80, Tween 20, n–butanol, Air Emulsi keruh

ME 10 IPM, CO, Tween 80, Tween 20, n–butanol, Air Mikroemulsi

yang berwarna

kuning jernih dan

transparan

25

Page 46: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

2. Evalusi sediaan mikroemulsi

a. Pengukuran bobot jenis mikroemulsi

Pengukuran bobot jenis mikroemulsi ini dilakukan terhadap

mikroemulsi ME 10 yang disimpan dalam 3 suhu yang berbeda yaitu suhu

27º C, 40º C dan 4º C. Bobot jenis diukur menggunakan piknometer.

Bobot piknometer (A) adalah 11,5484 gram. Bobot piknomter yang berisi

air (A1) adalah 21,6922 gram. Bobot piknometer yang berisi sediaan

mikroemulsi suhu 4º C adalah 21,2060 gram. Bobot piknometer yang

berisi mikroemulsi suhu 27º C adalah 20,2867 gram. Bobot piknometr

yang berisi mikroemulsi suhu 40º C adalah 21,1791 gram. Dari hasil

perhitungan maka didapatkan bobot jenis mikroemulsi yaitu suhu 4º C

adalah 0,952 g/ml, suhu 27º C adalah 0,861 g/ml, suhu 40º C adalah 0,949

g/ml. Cara perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

b. Uji pH

Uji pH dilakukan selama 8 minggu, dengan pengukuran dilakukan

setiap 2 minggu sekali. Uji pH dilakukan terhadap sediaan mikroemulsi ME

10 yang disimpan pada suhu 4º C, 27º C dan 40º C. Hasil selengkapnya

dapat dilihat pada tabel 3 dan gambar 8.

Tabel 3

pH Mikroemulsi ME 10 Pada Suhu 4º C, 27º C dan 40º C Selama 8 Minggu

Minggu pH pada suhu (º C)

4 27 40

2

4

6

8

6,24

6,06

6,16

6,22

6,19

6,19

6,14

6,17

6,40

6,40

6,12

6,20

26

Page 47: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

c. Uji sentrifugasi

Sediaan mikroemulsi yang diuji sentrifugasi adalah sediaan yang

terdapat pada suhu 4º C, 27º C dan 40º C. Sediaan disentrifugasi dengan

kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Setelah disentrifugasi mikroemulsi

ME 10 tetap stabil, tidak terjadi pemisahan, tidak terjadi pengendapan dan

tetap jernih. Gambar hasil uji sentrifugasi dapat dilihat pada gambar 5.

d. Pengamatan makroskopik mikroemulsi

1) Suhu rendah (4º C)

Setelah 8 minggu pengamatan, mikroemulsi yang disimpan dalam

suhu 4º C tetap jernih, warna serta baunya tidak berubah dan lebih kental

jika dibandingkan dengan minggu ke–0. Hasil pengamatan makroskopik

mikroemulsi pada suhu rendah dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 6.

Tabel 4

Hasil Pengamatan Makroskopik Sediaan Mikroemulsi ME 10 Suhu Rendah

Minggu Suhu

(ºC)

Organoleptik

Warna Bau Kejernihan Endapan

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

4

4

4

4

4

4

4

4

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

-

-

-

-

-

-

-

-

27

Page 48: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

2) Suhu ruang (27º C)

Setelah 8 minggu pengamatan, mikroemulsi yang disimpan dalam

suhu 27º C tetap jernih, warna serta baunya tidak berubah jika

dibandingkan dengan minggu ke–0. Hasil pengamatan makroskopik

mikroemulsi pada suhu ruang dapat dilihat pada tabel 5 dan gambar 6.

Tabel 5

Hasil Pengamatan Makroskopik Sediaan Mikroemulsi ME 10 Suhu Ruang

Minggu Suhu

(º C)

Organoleptik

Warna Bau Kejernihan Endapan

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

27

27

27

27

27

27

27

27

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

-

-

-

-

-

-

-

-

3) Suhu tinggi (40º C)

Setelah 8 minggu pengamatan, mikroemulsi yang disimpan dalam

suhu tinggi tetap jernih, warna serta baunya tidak berubah tetapi timbul

endapan. Hasil pengamatan makroskopik mikroemulsi pada suhu tinggi

dapat dilihat pada tabel 6 dan gambar 6.

28

Page 49: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Tabel 6

Hasil Pengamatan Makroskopik Sediaan Mikroemulsi ME 10 Suhu Ruang

Minggu Suhu

(º C)

Organoleptik

Warna Bau Kejernihan Endapan

I

II

III

IV

V

VI

VII

VIII

40

40

40

40

40

40

40

40

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Kuning Jernih

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Khas

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Jernih

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

Ada

e. Uji cycling test

Setelah melewati 7 siklus cycling test, mikroemulsi diamati secara

fisik meliputi bau, warna dan kejernihan. Dan hasil yang didapat adalah

mikroemulsi berwarna kuning, bau khas dan tetap jernih. Hasil uji cycling

test dapat dilihat pada gambar 7.

f. Penentuan ukuran partikel mikroemulsi

Sediaan mikroemulsi yang diukur adalah sediaan pada minggu ke –

4 yang disimpan pada suhu 4º C, 27º C, 40º C dan sediaan yang telah

dipapar uji cycling test. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa ME 10

pada suhu 4º C berukuran 62,2 nm. ME 10 pada suhu 27º C berukuran

73,6 nm. ME 10 pada suhu 40º C berukuran 62,5 nm. ME 10 hasil uji

cycling test berukuran 82 nm. Hasil pengukuran ukuran partikel dapat

dilihat pada lampiran 2 gambar 11, 12, 13 dan 14.

29

Page 50: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

g. Uji viskositas

Hasil pengukuran viskositas sediaan mikroemulsi pada suhu ruang

menunjukan terjadinya kenaikan viskositas dari minggu ke–0 hingga ke–8

yaitu dari 93,1675 cps menjadi 100,585 cps. Hasil pengukuran viskositas

sediaan mikroemulsi pada minggu ke–0 dan minggu ke–8 dapat dilihat

pada tabel 7 dan 8 dan gambar 9.

Tabel 7

Viskositas Mikroemulsi ME 10 Minggu ke–0

Rpm cp %

5

10

20

30

87,33

92,67

96,67

96

1,1

2,3

4,8

7,2

Tabel 8

Viskositas Mikroemulsi ME 10 Minggu ke–8

Rpm cp %

5

10

20

30

95,67

98,67

103,67

104,33

1,1

2,4

5,0

7,5

30

Page 51: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

h. Analisa kualitatif testosteron undekanoat

Setelah dilakukan analisa kualitatif dengan metode KLT

didapatkan hasil 3 bercak yaitu 1 bercak sampel yang diambil dari sediaan

mikroemulsi yang telah dibuat dan 2 bercak zat pembanding yaitu Nebido

dan Testosteron Undekanoat Xianju Pharma. Ketiga bercak tersebut

masing – masing mempunyai nilai Rf yaitu Rf sampel 0,793, Rf baku

pembanding Nebido 0,777, Rf baku pembanding hormon Testosteron

Undekanoat 0,826. Cara penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 2 dan hasil KLT dapat dilihat pada gambar 10.

5.2. PEMBAHASAN

1. Pembuatan mikroemulsi

Kondisi yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan

mikroemulsi adalah kecepatan pengadukan, waktu pengadukan dan suhu.

Komposisi bahan yang harus diperhatikan adalah konsentrasi fase minyak,

surfaktan dan fase air.

Mikroemulsi dapat dibuat dengan pengadukan. Proses pengadukan

dapat mendispersikan fase terdispersi. Hal ini disebabkan karena

memberikan energi kinetika yang dapat menyebabkan fase terdispersi

terpecah menjadi globul–globul kecil. Proses pengadukan ini tidak boleh

terlalu cepat atau terlalu lambat. Jika terlalu cepat akan terjadi turbulensi

yang dapat menyebabkan ukuran globul yang terdispersi menjadi tidak rata

dan juga mengakibatkan ukuran partikelnya menjadi lebih besar.

Sedangkan pengadukan yang terlalu lambat akan menyebabkan bahan–

bahan sulit untuk menjadi homogen (Maya L).

31

Page 52: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Sebelumnya pada awal percobaan, pengadukan dilakukan dengan

alat homogenizer dengan kecepatan yang divariasikan antara 5000–17000

rpm dan diperoleh sediaan yang berwarna putih susu dengan globul

dipermukaan. Kemudian pengadukan dilakukan dengan menggunakan

magnetic stirrer kecepatan pengadukan divariasikan dari speed 1–5.

Mikroemulsi terbentuk pada speed 5 (± 300 rpm).

Lamanya pengadukan juga mempengaruhi pembentukan

mikroemulsi. Jika terlalu singkat mikroemulsi yang jernih akan berkabut

karena penggumpalan partikel–partikel (Leon L, 1994). Jika pengadukan

terlalu lama, kesempatan globul–globul bergabung akan semakin besar dan

terjadi koalesensi karena perubahan diameter yang semakin kecil akan

menghasilkan energi bebas permukaan yang tinggi sehingga sistem

menjadi tidak stabil. Pada percobaan ini mikroemulsi diaduk selama 2–5

menit dengan kecepatan 300 rpm. Mikroemulsi terbentuk ketika diaduk

selama 3 menit.

Pada pembuatan mikroemulsi ini digunakan surfakatan nonionik.

Oleh karena itu harus memperhatikan suhu yang digunakan. Pada suhu

rendah, surfaktan nonionik menjadi hidrofilik dan membentuk sistem M/A.

Pada suhu tinggi, mereka lipofilik dan membentuk sistem A/M. Pada suhu

menegah, yang disebut dengan suhu HLB, interaksi hidrofilik–lipofilik

menjadi seimbang (Swarbrick J, 1994).

Pada percobaan ini mikroemulsi dibuat dalam suhu kamar 27º C.

Sebelumnya mikroemulsi dibuat dengan cara pemanasan, sediaan yang

32

Page 53: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

terbentuk cenderung memisah. Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu

dapat menyebabkan masing–masing fase memisah (Leon L, 1994).

Selain kondisi pembuatan, perlu juga diperhatikan komposisi bahan

yang dipakai untuk pembuatan mikroemulsi. Umumnya mikroemulsi

terdiri dari fase minyak, surfaktan, kosurfaktan dan air. Fase minyak yang

digunakan pada percobaan ini adalah IPM dan CO dengan variasi

konsentrasi IPM dari 2–68% dan CO dari 24–40%. Surfaktan yang dipakai

adalah tween 80, tween 20, tween 60 dan span 80 dengan variasi

konsentrasi tween 80 dari 7,5–30%, tween 20 dari 0,05–10%, tween 60

0,05–10% dan span 80 5%. Kosurfaktan yang dipakai adalah PEG 400, n–

butanol dan gliserin dengan variasi konsentrasi PEG 400 dari 24–30%, n–

butanol 10% dan gliserin 20–25%.

Pada percobaan pendahuluan diketahui bahwa ME 1, 2 dan 3

menghasilkan sediaan yang berwarana putih susu. Sementara ME 4, 5, 6, 7

menghasilkan sediaan yang jernih dan terpisah menjadi 2 fase. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh kurangnya konsentrasi surfaktan sehingga

tidak cukup kuat untuk menghalangi penggabungan tetesan–tetesan fase

dalam (Maya L). ME 8 membentuk sediaan yang jernih tapi terdapat

endapan di bawah. Hal ini disebabkan karena lapisan pelindung tidak

cukup kuat untuk menghalangi penggabungan tetesan–tetesan fase dalam

(Leon L, 1994). ME 9 menghasilkan sedian emulsi yang keruh, tapi setelah

24 jam akan menjadi jernih dan terpisah menjadi 2 fase. ME 10

menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih dan trasparan.

33

Page 54: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Mikroemulsi ini terbentuk karena konsentrasi surfaktan telah mencapai

atau melebihi konsentrasi misel kritis.

Dari hasil percobaan pendahuluan didapatkan konsentrasi dan

komposisi bahan untuk ME 10 adalah 30% tween 80, 10% tween 20, 24%

IPM, 24% castor oil, 10% n–butanol dan 2% air. Formula mikroemulsi

ME 10 ini yang nantinya akan dievaluasi baik secara fisik atau kimia

selama 2 bulan. Batas wilayah mikroemulsi dapat ditentukan dengan

bantuan diagram fase (Moreno,2003). Dengan cara memplotkan data

konsentrasi bahan–bahan sediaan yang telah dibuat, maka akan terlihat

mana daerah mikroemulsi dan mana yang bukan. Diagram fase

menggambarkan sifat dari banyak komponen yang telah digunakan dalam

optimasi formulasi, walaupun jumlah yang besar dari data yang harus

dihasilkan jika diagram yang memadai akan dibuat. Tanpa penggunaan

diagram fase, karakterisasi dari sifat komponen emulsi dalam sistem

multiphase tidak dapat diprediksi (Block, 1989).

2. Evaluasi sediaan mikroemulsi

a. Pengukuran bobot jenis mikroemulsi

Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat diudara pada suhu yang

telah ditetapkan terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama

(Departemen Kesehatan, 1995). Bobot jenis diukur dengan menggunakan

piknometer pada suhu kamar. Dari hasil perhitungan didapatkan bobot

jenis mikroemulsi yang disimpan pada suhu 4º C, 27º C dan 40º C secara

berturut–turut adalah 0,952 g/ml, 0,861 g/ml dan 0,949 g/ml.

34

Page 55: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

b. Uji pH

Uji pH dilakukan selama 8 minggu dengan pengukuran dilakukan

setiap 2 minggu sekali terhadap sediaan mikroemulsi yang disimpan pada

suhu 4º C, 27º C dan 40º C. Pengukuran pH ini bertujuan untuk mengamati

perubahan pH yang mungkin terjadi pada mikroemulsi selama masa

penyimpanan.

Selama masa penyimpanan ternyata mikroemulsi mengalami

penurunan dan kenaikan pH. Pada suhu 4º C terjadi penurunan pH pada

minggu ke–4, kemudian pHnya naik pada saat pengukuran pada minggu

ke–6. Pada suhu 27º C dan 40º juga C terjadi penurunan pH pada minggu

ke–6, kemudian pHnya naik pada minggu ke–8. Pada suhu 40º C penurun

pH yang terjadi lebih besar jika dibandingkan dengan suhu 4º C dan 27º C.

Castor oil merupakan asam lemak tak jenuh, jika terhidrolisis castor oil

akan menghasilkan asam karboksilat (Sastrohamidjojo H, 2005). Asam

karboksilat tersebut kemungkinan dapat menyebabkan sediaan menjadi

asam.

Walaupun terjadi penurunan dan kenaikan pH, tapi penurunan dan

kenaikannya tidak terlalu drastis. Bisa dikatakan bahwa sediaan

mikroemulsi yang disimpan dalam ketiga suhu tersebut stabil secara kimia,

tidak ada interaksi dengan wadah atau bahan–bahan yang lain serta tidak

ada reaksi kimia yang berarti.

c. Uji sentrifugasi

Uji sentrifugasi ini dilakukan untuk mengevaluasi kestabilan

mikroemulsi. Umumnya diterima bahwa umur mikroemulsi pada kondisi

35

Page 56: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

penyimpanan normal dapat diramalkan dengan cepat dengan mengamati

pemisahan dari fase terdispersi karena pembentukan krim atau

penggumpalan bila mikroemulsi dipaparkan pada sentrifugasi(Leon L,

1994).

Sama halnya dengan emulsi, mikroemulsi dikatakan stabil jika

tidak menunjukan suatu kerusakan yang serius pada saat disentrifugasi

pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit pada suhu ruang(Idson B,

1989).

Uji sentrifugasi ini dilakukan terhadap mikroemulsi yang disimpan

pada suhu 4º C, 27º C dan 40º C. Uji ini dilakukan pada kecepatan 3000

rpm selama 30 menit. Setelah dilakukan sentrifugasi, mikroemulsi tetap

jernih, tidak terjadi pemisahan fase atau terbentuk endapan. Hal ini

menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi tetap menunjukkan suatu

larutan yang terdispersi sempurna dan tetap dapat mengalir dengan baik.

d. Pengamatan makroskopik mikroemulsi

Stabilitas sediaan mikroemulsi diamati secara fisik yang meliputi

bau, warna dan kejernihan. Kestabilan termodinamik dari tipe yang

dipostulatkan secara umum untuk sistem terlarut atau mikroemulsi

umumnya tergantung pada temperatur (Leon L, 1994). Mikroemulsi

disimpan pada suhu 4º C, 27ºC dan 40º C selama 8 minggu.

1) Suhu rendah (4º C)

Saat disimpan pada suhu rendah mikroemulsi tidak mengalami

perubahan secara fisik bila dibandingkan dengan sediaan sebelum

disimpan pada suhu rendah. Tetapi mikroemulsi menjadi lebih kental dari

36

Page 57: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

sediaan sebelum disimpan pada suhu rendah karena viskositas

mikroemulsi pada suhu dingin meningkat. Hal ini disebabkan karena

larutan cenderung menyusut pada suhu rendah dan fase minyak cenderung

pula untuk membeku pada suhu rendah. Sehingga partikel akan

cenderung bergabung membentuk ikatan antar partikel yang lebih rapat,

akibatnya kekentalan meningkat dan laju alir menurun. Tetapi pada saat

mikroemulsi dikembalikan kembali pada suhu kamar maka mikroemulsi

akan kembali seperti semula, dimana mikroemulsi menjadi encer dan

mudah dituang.

Pengentalan ini dapat berlebihan jika mikroemulsi tidak dikocok

selama siklus pendinginan. Pembekuan dapat merusak suatu mikroemulsi

lebih dari pemanasan, karena kelarutan pengemulsi, baik dalam fase

minyak maupun dalam fase air, lebih sensitif terhadap pendinginan

daripada terhadap pemanasan sedang. Disamping itu, pembentukan kristal

es mengembangkan tekanan yang dapat merusak bentuk bulat dari tetesan

mikroemulsi (Leon L. 1994).

2) Suhu kamar (27º C)

Pada saat mikroemulsi disimpan pada suhu kamar, mikroemulsi

tidak menunjukan perubahan secara fisik selama 8 mingggu pengamatan.

Mikroemulsi tetap jernih dan transparan, serta warna dan baunya tidak

berubah. Hal ini menunjukkan bahwa mikroemulsi stabil secara

termodinamik.

37

Page 58: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

3) Suhu tinggi (40º C)

Selama 8 minggu pengamatan mikroemulsi tidak mengalami

perubahan secara fisik bila dibandingkan dengan sediaan sebelum

disimpan dalam suhu tinggi. Tetapi muncul endapan didasar mikroemulsi.

Endapan itu akan menjadi hilang jika mikroemulsi di tempatkan kembali

pada suhu kamar. Hal ini karena kenaikan suhu akan meningkatkan energi

kinetis dari tetesan–tetesan, sehingga memudahkan penggabungannya dan

menyebabkan pecahnya mikroemulasi karena agregasi dan pengumpulan

bola–bola.

e. Cycling test

Metode ini digunakan untuk melihat kestabilan sediaan emulsi,

krim dan larutan, apakah akan terjadi kristalisasi dan pengendapan.

Dimana perubahan yang terjadi bersifat reversibel atau sebaliknya

(Rahmawati J, 2003).

Uji cycling test ini dilakukan sebanyak 7 siklus, kemudian sediaan

mikroemulsi diamati secara fisik meliputi warna, bau dan kejernihan.

Setelah melewati 7 siklus cycling test ternyata tidak terjadi perubahan pada

sediaan mikroemulsi. Mikroemulsi tetap jernih, bau khas dan warnanya

tetap kuning jernih. Hal ini menunjukan bahwa sediaan mikroemulsi cukup

stabil dan perubahan yang terjadi bersifat reversibel.

f. Penentuan ukuran partikel mikroemulsi

Ukuran partikel dari suatu mikroemulsi biasanya dinyatakan

sebagai diameter dari globul–globul dalam fase internal. Ukuran parikel

bergantung pada tipe dan jumlah emulgator dan adanya penambahan zat

38

Page 59: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

tambahan. Jika ukuran partikel fase dalam lebih kecil, mikroemulsi

menjadi lebih stabil (Idson B, 1989).

Mikroemulsi yang diukur ukuran partikelnya adalah mikroemulsi

yang telah disimpan selama 4 minggu pada suhu 4º C, 27º C, 40º C serta

yang telah diuji cycling test. Secara berurutan ukuran partikel mikroemulsi

yang disimpan pada suhu 4º C, 27º C, 40º C dan yang telah diuji cycling

test adalah 62,2 nm, 73,6 nm, 62,5 nm dan 82 nm.

Ukuran partikel mikroemulsi yang telah diuji cycling test lebih

besar jika dibandingkan dengan mikroemulsi yang disimpan pada suhu 4º

C, 27º C dan 40º C. Hal ini disebabkan karena selama proses cycling test

terjadi penggabungan droplet yang dapat menimbulkan coalescence.

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa selama penyimpanan

mungkin terjadi penggabungan antar partikel yang akan membentuk

partikel yang lebih besar. Namun secara keseluruhan formula ini bisa

dikatakan sebagai mikroemulsi karena mempunyai ukuran partikel yang

sesuai dengan ukuran partikel mikroemulsi yaitu antara 10–100 nm.

g. Uji viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, makin tinggi viskositas makin tinggi tahanannya (Martin A,

1993). Viskositas merupakan tolok ukur fisik yang biasanya diukur untuk

menaksir pengaruh kondisi tekanan pada mikroemulsi (Leon L, 1994).

Perubahan viskositas selama penyimpanan merupakan kriteria pokok

kestabilan emulsi.

39

Page 60: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Hasil pengukuran mikroemulsi pada minggu ke–0 dan minggu ke–

8 menunjukan bahwa sediaan mikroemulsi mengalami peningkatan

viskositas dari 93,1675 cps menjadi 100,585 cps. Sama halnya dengan

emulsi hal ini disebabkan karena biasanya viskositas mikroemulsi

meningkat dengan meningkatnya umur sediaan tersebut (Leon L,

1994).Secara umum viskositas mikroemulsi rendah hal ini disebabkan

karena mikroemulsi mempunyai ukuran droplet yang sangat kecil seperti

suatu larutan tunggal viskositas rendah umumnya mempunyai laju alir

yang baik sehingga sediaan mudah untuk dituang (Jufri M, 2004).

h. Analisa kualitatif testosteron undekanoat

KLT merupakan metode pemisahan komponen–komponen atas

dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan

pelarut pengembang atau pelarut pengembangan campur (Mulja M;

Suharman, 1995).

Pada awal percobaan digunakan campuran pelarut pengembang

Acetonitril (ACN) dan air dengan bermacam–macam perbandingan.

Campuran pelarut pengembang ini dibedakan menjadi dua, yaitu yang

diberi asam fosfat dan tidak. Ternyata campuran pelarut pengembang

tersebut tidak dapat mengelusi sampel. Hal ini disebabkan karena

komponen sampel yang dipisahkan merupakan zat non polar atau

hidrofobik yang tidak larut air (Mulja M; Suharman, 1995). Kemudian air

diganti dengan methanol (MeOH), sehingga campurannya menjadi ACN

dan MeOH. Campuran pelarut pengembang ini dibuat dengan

perbandingan 69 : 31. Ternyata campuran pelarut pengembang ini dapat

40

Page 61: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

mengelusi komponen sampel dan baku pembanding, sehingga didapatkan

3 bercak. Pemilihan pelarut pengembangan atau pelarut pengembangan

campur sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat–zat kimia yang

dipisahkan (Mulja M; Suharman, 1995).

Tujuan dari dilakukan analisa dengan menggunakan KLT ini

adalah untuk mengetahui apakah zat aktif testosteron undekanoat yang ada

di dalam mikroemulsi masih ada atau tidak selama 2 bulan masa

penyimpanan. Dari hasil KLT diketahui bahwa ternyata zat aktif

testosteron undekanoat masih terdapat di dalam sediaan mikroemulsi

selama 2 bulan masa penyimpanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

TU stabil dalam formula mikroemulsi ini.

41

Page 62: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 63: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Mikroemulsi dengan zat aktif testosteron undekanoat dapat dibuat

pada suhu kamar yaitu 27º C dengan kecepatan pengadukan ± 300 rpm dan

waktu pengadukan selama ± 3 menit. Komposisi bahan yang terbaik untuk

pembuatan mikroemulsi dengan zat aktif testosteron undekanoat adalah

30% tween 80, 10% tween 20, 24% castor oil, 24% ipm, 10% n–bultanol

dan 2% air, formula ini stabil selama 2 bulan masa pengamatan, tidak ada

perubahan pH yang berarti dan tidak terjadi peningkatan viskositas yang

berarti. Formula ini stabil jika disimpan pada suhu 27ºC dan 4º C.

B. SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap sediaan mikroemulsi

dengan zat aktif testosteron undekanoat agar didapatkan formula yang

lebih baik sehingga dapat mengurangi konsentrasi pemakaian surfaktan

yang tinggi.

42

Page 64: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 65: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

DAFTAR PUSTAKA

Swarbrick, James dan James C. Boylan. Encyclopedia of Pharmaceutical

Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. 1994;375, 394.

Leon Lachman, Herbert A. Lieberman dan Joseph L. Kanig. Teori dan Praktek

Farmasi Industri II. Edisi III. Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.

1994; 1076-1079.

Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI

Press. 1989; 143.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Obat-obatan Penting. Edisi kelima. Jakarta:

PT. Gramedia. 2002; 641-642, 645-646.

Syarif, Amir dkk. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Jakarta: Gaya Baru.

2005; 464.

Wade, Ainley and Paul J. Wellen. Hand book of Pharmaceutical Excipients.

Second edition. London: Pharma Ceutical Press. 1994; 83, 243, 375.

Aulthon, Michael E. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design. UK:

Elsevier Limited. 2002.

Reynolds, James E.F. Matindale The Extra Pharmacopeia. 21th edition. London:

Pharmaceutical Press. 1982.

Lawrence, M. Jayne and Gareth D. Ress. Microemulsi on-based Media as Novel

Drug Delivery Systems. Advanced Drug Delivery Reviews 45 (2000).

Nandi I, Moh. Bari, Hemant Joshi. Study of Isopropyl Myristate Microemulsion

System Containing Cyclodextrins to Improve the Solubility of 2 Model

Hydrophobic Drugs. AAPS Pharm scitech 2003; 4(1) article 10.

Date, Abhijit A and M.S. Nagarsenker. Parenteral Microemulsion: An over view.

International Journal of Pharmaceutics. 2008.

Ilyas, Syafruddin dan Nukman Moeloek. Kajian Tentang Testoteron Undekanoat

(TU) Sebagai Salah Satu Sediaan Kontrasepsi Pada Pria.

43

Page 66: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Sinkon, P.J. Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical sciences 5th

edition. Elsevier limited. Uk: 2002.

Departemen Kesehatan. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. 1995 : 1030

Martin, A., J. Swarbrick dan A. Cammarata. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta :

UI Press. 1993 : 940 – 1010.

Maya, L. Pembuatan Sediaan Mikroemulsi dari Minyak Buah Merah (Pandanus

coroideus). Skripsi Program Sarjana Farmasi, FMIPA UI. Depok.

Moreno, M.A., M.P. Balesterros, P. Frutos. Lecithin – Based Oil – in – Water

Microemulsions for Parenteral Use : Pseudoternary Phase Diagrams,

Characterization and Toxicity Studies. International Journal of

Pharmaceutics. Vol. 92. 2003. 1428 – 1437.

Rahmawati, J. Percobaan Pendahuluan Pembuatan Sediaan Mikroemulsi dengan

Gameksan Sebagai Model Obat. Skripsi Program Sarjana Farmasi, FMIPA

UI. Depok.

Sastrohamodjojo, Hardjono. Kimia Organik. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press. 2005 : 104.

Mulja, M. dan Suharman. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University

Press. 1995. 224, 227.

Block, L.H. Emulsions and Microemulsions. Dalam Lieberman, H.A., Rieger,

M.M and Banker G.S, eds. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse

Systems. Vol. 2. New York : Marcel Dekker. 1989 : 355.

Idson, B. Pharmaceutical Emulsions. Dalam : Lieberman, H.A., Rieger, M.M and

Banker G.S, eds. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System. Vol. 1.

New York : Marcel Dekker. 1989 : 233, 240.

Jufri, M., Asnimar B, Julia R. Formulasi Gameksan Dalam Bentuk Mikroemulsi.

Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. I. 2004 : 160 – 174.

44

Page 67: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Ilyas, Syafruddin. Efektivitas Kontrasepsi Hormonal Pria Yang Menggunakan

Kombinasi Testosteron Undekanoat dan Noretisteron Enantat. Jurnal

Biologi Sumatera. Vol. 3. No. 1. 2008. 23-28.

Gu, Y.Q., Jian-sun Tong, Ding-zhi Ma, Xing-hai Wang, Dong Yuang, Wen-hao

Tang and William J. Bremner. Male Hormonal Contraception: Effect of

Injection of Testosterone Undecanoate and Depot Medroxyprogesterone

Acetat at Eight-Week Intervals in Chinese Men. The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism. Vol. 89. No. 5. 2004. 2254-2262.

45

Page 68: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …
Page 69: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 1. Hasil Optimasi Formulasi Mikroemulsi

ME 1, ME 2, ME 3 ME 4 ME 5

ME 9 ME 10

Gambar 4. Hasil Optimasi Formula Mikroemulsi

46

Page 70: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Penghitungan Bobot Jenis Mikroemulsi

Bobot jenis mikroemulsi diukur dengan menggunakan persamaan:

Bobot jenis = A2 – A

A1 – A

Keterangan:

A = bobot piknometer yang beersih dan kering (gram)

A1 = bobot piknometer yang berisi air (gram)

A2 = bobot piknometer yang berisi mikroemulsi (gram)

Data hasil pengukuran:

A = 11,5484 gram

A1 = 21,6922 gram

A2 = 21,2060 gram (4º C)

20,2867 gram (27º C)

21,1791 gram (40º C)

a. Bobot jenis mikroemulsi suhu 4º C = A2 – A

A1 – A

= 21,2060 – 11,5484

21,6922 – 11,5484

= 9,6576

10,1438

= 0,952 g/ml

b. Bobot jenis mikroemulsi suhu 27º C = A2 – A

A1 – A

= 20,2867 – 11,5484

21,6922 – 11,5484

47

Page 71: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

= 8,7383

10,1438

= 0,861 g/ml

c. Bobot jenis mikroemulsi suhu 40º C = A2 – A

A1 – A

= 21,1791 – 11,5484

21,6922 – 11,5484

= 9,6307

10,1438

= 0,949 g/ml

Gambar 5. Hasil Uji Sentrifugasi ME 10

48

Page 72: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 6. Hasil Uji Stabilitas ME 10

Keterangan : A = suhu 4º C

B = suhu 27º C

C = suhu 40º C

Gambar 7. Hasil Uji Cycling Test

49

Page 73: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 8. Kurva Hubungan Nilai pH ME 10 dengan Waktu Penyimpanan

Gb. 8 Hasil KLT ME 10

Gb. 8 Kurva Nilai viskositas ME 10

Gambar 9. Kurva Nilai Viskositas ME 10

50

Page 74: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 10. Hasil KLT ME 10

Penghitungan Nilai Rf dari Analisa Kualitatif Testosteron Undekanoat

Nilai Rf dari suatu komponen dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

a) Jarak bercak sampel = 7,3 cm

b) Jarak bercak baku pembanding Nebido = 7,15 cm

c) Jarak bercak baku pembanding Testosteron Undekanoat Xianju Pharma = 7,6

cm

d) Jarak pelarut = 9,2 cm

51

Page 75: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

a. Rf sampel = Jarak yang ditempuh oleh komponen

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

= 7,3

9,2

= 0,793

b. Rf baku pembanding Nebido = Jarak yang ditempuh oleh komponen

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

= 7,15

9,2

= 0,777

c. Rf baku pembanding TU Xianju Pharma =Jarak yang ditempuh komponen

Jarak yang ditempuh pelarut

= 7,6

9,2

= 0,826

52

Page 76: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 11. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Suhu 4º C

53

Page 77: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 12. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Suhu 27º C

54

Page 78: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 13. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Suhu 40º C

55

Page 79: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 2. Evaluasi Sediaan Mikroemulsi ME 10

Gambar 14. Hasil Pengukuran Ukuran Partikel ME 10 Uji Cycling Test

56

Page 80: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 3. Uji Normalitas Nilai pH Terhadap Lama Penyimpanan

Tujuan : Untuk mengetahui distribusi data nilai pH mikroemulsi terhadap lama

penyimpanan

Hipotesis :

a. Ho : Data nilai pH mikroemulsi terhadap lama penyimpanan terdistribusi

normal

b. Ha : Data nialai pH mikroemulsi terhadap lam penyimpanan tidak

terdistribusi normal

Pengolahan data dengan α = 0,05

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikan ≥ α, maka Ho diterima dan Ha ditolak

b. Jika nilai signifikan < α, maka Ha diterima dan Ho ditolak

Tests of Normality

minggu_ke

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

pH minggu ke 2 .298 3 . .916 3 .439

minggu ke 4 .228 3 . .982 3 .742

minggu ke 6 .175 3 . 1.000 3 1.000

minggu ke 8 .219 3 . .987 3 .780

a. Lilliefors Significance Correction

Hasil signifikan > 0,05

Kesimpulan : Data nilai pH mikroemulsi terhadap lama penyimpanan terdistribusi

normal

57

Page 81: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 4. Uji Homogenitas Nilai pH Terhadap Lama Penyimpanan

Tujuan : Untuk mengetahui apakah data nilai pH mikroemulsi terhadap lama

penyimpanan homogen atau tidak

Hipotesis :

a. Ho : Data nilai pH terhadap lama penyimpanan homogen

b. Ha : Data nilai pH terhadap lama penyimpanan tidak homogen

Pengolahan data dengan α = 0,05

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikan > α, maka Ho diterima dan Ha ditolak

b. Jika nilai signifikan < α, maka Ha diterima dan Ho ditolak

Test of Homogeneity of Variances

pH

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

3.613 3 8 .065

Hasil signifikan > 0,05

Kesimpulan : Data nilai pH mikroemulsi terhadap lama penyimpanan homogen

58

Page 82: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 5. Uji Analisa Varian (ANOVA) Satu Arah Nilai pH Terhadap Lama

Penyimpanan

Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna atau tidak antara

data nilai pH mikroemulsi terhadap lama penyimpanan

Hipotesis :

a. Ho : data nilai pH mikroemulsi terhadap lama penyimpanan tidak ada

perbedaan yang bemakna

b. Ha : data nilai pH mikroemulsi terhadap lama penyimpanan terdapat

perbedaan yang bermakna

Pengolahan data dengan α = 0,05

Pengambilan keputusan :

a. Jika nilai signifikan > α, maka Ho diterima dan Ha ditolak

b. Jika nilai signifikan < α, maka Ha diterima dan Ho ditolak

ANOVA

pH

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups .029 3 .010 .898 .483

Within Groups .085 8 .011

Total .114 11

Hasil signifikan > 0,05

59

Page 83: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 6. Peralatan

Particle Size Analizer Mikropipet

pH Meter Sentrifuge

Timbangan Analitik Magnetic Stirer

60

Page 84: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lanjutan Lampiran 6. Peralatan

Oven Viscometer

Kulkas Spektrofotometri UV

Homogenizer

61

Page 85: OPTIMASI FORMULASI MIKROEMULSI SEDIAAN HORMON …

Lampiran 7. Perhitungan Dosis

Tabel 9. Konversi Dosis

Spesies Berat Badan

(kg)

BSA

(m2)

Km faktor

Manusia

Dewasa

Anak-anak

60

20

1,6

0,8

37

25

Babon 12 0,6 20

Anjing 10 0,5 20

Monyet 3 0,24 12

Kelinci 1,8 0,15 12

Marmut 0,4 0,05 8

Tikus 0,15 0,025 6

Hamster 0,08 0,02 5

Mencit 0,02 0,007 3

HED (mg/kg) = animal dose (mg/kg) x Km animal

Km human

750 mg/60 kg = animal dose (mg/kg) x . 6 .

37

Animal dose = 12,5 mg/kg

0,162

Animal dose = 15,43 mg/200 g

= 15,43 mg/0,5 ml → pemberian secara IM

62