Formula Teknis Pelaksanaan Tahapan Pungut Hitung Dan Tahapan Rekapitulasi Dalam Pemilihan Serentak...

8
FORMULA TEKNIS PELAKSANAAN TAHAPAN PUNGUT HITUNG DAN TAHAPAN REKAPITULASI DALAM PEMILIHAN SERENTAK MENDATANG DAN PENGAWASAN PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA 1 Oleh: Ahsanul Minan A. RUANG LINGKUP TAHAPAN PUNGUT-HITUNG-REKAP Tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan inti dalam penyelenggaraan pemilu, karena pada tahapan inilah seluruh proses yang mendahuluinya akan berpuncak. Seluruh daya dan upaya yang dikerahkan oleh peserta pemilu selama masa kampanye akan diukur keberhasilannya pada tahapan ini. Bahkan bagi partai politik yang memiliki mesin organisasi dan kader yang militan, yang menerapkan sistem dan strategi long-life campaign selama masa antara pemilu, juga tetap akan bertumpu pada tahapan ini dalam mengukur efektifitas kerja-kerja politik mereka. Demikian juga bagi partai politik atau calon yang hanya bekerja dalam periode pemilu saja (dan tidak berinvestasi politik selama periode sebelum pemilu) juga akan sangat bertumpu pada tahapan ini untuk menguji peruntungan politiknya. Sebagai sebuah tahapan penentu dalam siklus tahapan pemilu, tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan sebuah fase dimana kerja politik peserta pemilu selama masa kampanye atau periode sebelumnya akan dikonversi menjadi suara yang selanjutnya dikuantifikasi dalam bentuk angka-angka hasil perolehan suara. Berbagai bentuk kegiatan peserta pemilu dalam membangun citra positif, persuasi, dan bahkan menggerakkan pemilih untuk keluar rumah dan memberikan suara di bilik-bilik suara akan dihitung hasilnya berdasarkan pilihan politik pemilih di dalam bilik suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam bilik suara yang tertutup inilah pemilih akan secara bebas menentukan pilihannya, sementara pada saat yang sama peserta pemilu pada umumnya hanya tinggal menunggu, berdoa, dan berharap hasilnya akan berupa kemenangan bagi mereka. Sebagai puncak dari siklus tahapan pemilu, tahapan pemungutan dan penghitungan suara ini tentunya tidaklah berada dalam ruang hampa, yang bebas dari pengaruh faktor-faktor lainnya, maupun bebas dari segala kemungkinan persoalan. Justru 1 Disampaikan dalam Focus Group Discussion Penyusunan Instrument Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, diselenggarakan oleh Bawaslu RI, Desember 2014.

description

Tulisan singkat ini menjelaskan tentang prosedur pengawasan pemungutan dan penghitungan suara dalam Pilkada

Transcript of Formula Teknis Pelaksanaan Tahapan Pungut Hitung Dan Tahapan Rekapitulasi Dalam Pemilihan Serentak...

FORMULA TEKNIS PELAKSANAAN TAHAPAN PUNGUT HITUNG DAN TAHAPAN REKAPITULASI DALAM PEMILIHAN SERENTAK MENDATANG DAN PENGAWASAN PEMUNGUTAN SUARA DALAM PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA1

Oleh: Ahsanul Minan

A. RUANG LINGKUP TAHAPAN PUNGUT-HITUNG-REKAP Tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan inti dalam

penyelenggaraan pemilu, karena pada tahapan inilah seluruh proses yang mendahuluinya akan berpuncak. Seluruh daya dan upaya yang dikerahkan oleh peserta pemilu selama masa kampanye akan diukur keberhasilannya pada tahapan ini. Bahkan bagi partai politik yang memiliki mesin organisasi dan kader yang militan, yang menerapkan sistem dan strategi long-life campaign selama masa antara pemilu, juga tetap akan bertumpu pada tahapan ini dalam mengukur efektifitas kerja-kerja politik mereka. Demikian juga bagi partai politik atau calon yang hanya bekerja dalam periode pemilu saja (dan tidak berinvestasi politik selama periode sebelum pemilu) juga akan sangat bertumpu pada tahapan ini untuk menguji peruntungan politiknya.

Sebagai sebuah tahapan penentu dalam siklus tahapan pemilu, tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan sebuah fase dimana kerja politik peserta pemilu selama masa kampanye atau periode sebelumnya akan dikonversi menjadi suara yang selanjutnya dikuantifikasi dalam bentuk angka-angka hasil perolehan suara. Berbagai bentuk kegiatan peserta pemilu dalam membangun citra positif, persuasi, dan bahkan menggerakkan pemilih untuk keluar rumah dan memberikan suara di bilik-bilik suara akan dihitung hasilnya berdasarkan pilihan politik pemilih di dalam bilik suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam bilik suara yang tertutup inilah pemilih akan secara bebas menentukan pilihannya, sementara pada saat yang sama peserta pemilu pada umumnya hanya tinggal menunggu, berdoa, dan berharap hasilnya akan berupa kemenangan bagi mereka.

Sebagai puncak dari siklus tahapan pemilu, tahapan pemungutan dan penghitungan suara ini tentunya tidaklah berada dalam ruang hampa, yang bebas dari pengaruh faktor-faktor lainnya, maupun bebas dari segala kemungkinan persoalan. Justru dalam posisinya sebagai puncak tahapan pemilu, maka eksistensi tahapan ini dibangun di atas pilar-pilar tahapan lainnya, bagaikan kubah yang diletakkan di atas puncak bangunan yang disangga oleh banyak pilar di bawahnya. Kondisi penyelenggaraan tahapan-tahapan yang menopang kubah inilah yang justru akan mempengaruhi dan menentukan tingkat kekuatan struktur kubah.

Dalam hal ini, beberapa tahapan yang menjadi pilar dan menopang tahapan pemungutan dan penghitungan suara adalah:a. Tahapan pendaftaran pemilih. Tahapan pendaftaran pemilih memiliki hubungan yang

saling mempengaruhi dengan tahapan pemungutan dan penghitungan suara, karena tahapan pendaftaran pemilih menghasilkan daftar warga Negara yang eligible (memenuhi syarat) untuk menjadi pemilih yang akan memberikan suara di TPS. Semakin akurat daftar pemilih yang dihasilkan maka akan semakin mudah proses pelaksanaan tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Sebaliknya, semakin tidak

1 Disampaikan dalam Focus Group Discussion Penyusunan Instrument Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, diselenggarakan oleh Bawaslu RI, Desember 2014.

akurat dan kacau daftar pemilih, maka akan membuka peluang kekacauan dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara. Prinsip dasar yang dianut dalam system pemilu internasional adalah bahwa warga Negara dapat memberikan hak suaranya hanya jika terdaftar dalam daftar pemilih. Syarat ini sangat ditekankan karena daftar pemilih ini akan menjadi acuan utama dalam menentukan jumlah logistic pemilu yang akan diadakan, sekaligus (daftar pemilih yang tetap dan pasti) akan menjadi acuan dalam mengkalkulasi strategi kampanye bagi peserta Pemilu.Problem yang dihadapi dalam pemilu di Indonesia sejak tahun 2009 adalah bahwa syarat warga Negara untuk terdaftar dalam daftar pemilih tidak lagi menjadi dasar untuk menentukan eligibilitas mereka untuk memberikan suara dalam pemilu. Hal ini tidak hanya berpotensi menimbulkan kekurangan logistic pemilu, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian acuan dalam memproyeksi hasil pemilu, sekaligus juga membuka ruang manipulasi hasil pemilu. Hal ini terlihat dalam hasil pemilu 2009 dan 2014 dimana di daerah tertentu terdapat lonjakan jumlah pengguna hak pilih dibandingkan dengan jumlah pemilih, yang mengakibatkan munculnya gugatan dalam proses rekapitulasi hasil pemilu. Daftar pemilih juga akan mempengaruhi proses penentuan jumlah dan pemetaan TPS. Sebagaimana diketahui, penentuan jumlah dan pemetaan lokasi TPS dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah persyaratan antara lain jumlah maksimal pemilih dalam TPS, aksessibilitas TPS, potensi kerawanan konflik, dan lain-lain. Ketidakakuratan daftar pemilih akan mempengaruhi kualitas hasil penentuan jumlah TPS dan peta lokasi TPS.

b. Pengadaan dan distribusi logistik terutama surat suara dan perlengkapan pemungutan suara. Sebagiamana diungkapkan dalam point a, pengadaan logistic pemilu sangat dipengaruhi dan bahkan mengacu kepada daftar pemilih. Pengadaan dan distribusi logistic ini juga memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tahapan pemungutan suara, karena keberhasilan pelaksanaan pemungutan suara dipengaruhi oleh ketersediaan jumlah dan jenis logistic pemilu. Pada Pemilu 2009 terdapat beberapa kasus dimana pemungutan suara ditunda karena ketidaktepatan dan ketidaksesuaian jumlah logistic yang tersedia di TPS.

c. Tahapan masa tenang juga memiliki hubungan dan pengaruh dengan tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Pada masa tenang ini, terdapat beberapa ketentuan yang harus dilaksanakan dan tidak boleh dilanggar antara lain pembersihan alat peraga kampanye, larangan melakukan kegiatan kampanye, larangan melakukan politik uang, larangan memobilisasi atau menghalang-halangi pemilih untuk memberikan suara. Kegagalan dalam menegakkan aturan main selama masa tenang akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan tahapan pemungutan dan penghitungan suara, terutama karena tidak terciptanya suasana yang kondusif dalam menyongsong hari pemungutan suara.

d. Tahapan rekapitulasi hasil perolehan suara. Berbeda dengan 3 point sebelumnya yang terjadi sebelum tahapan pemungutan dan penghitungan suara, maka tahapan rekapitulasi ini dilaksanakan setelah tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Sehingga tahapan rekapitulasi ini tidak mempengaruhi tahapan pemungutan suara, namun sebaliknya, tahapan pemungutan suara mempengaruhi tahapan rekapitulasi suara.Tahapan rekapitulasi suara akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak muncul masalah dalam pelaksanaan tahapan pemungutan dan penghitungan suara, baik dalam

bentuk kekacauan/tindak anarkhis yang menyebabkan tertundanya tahapan pemungutan dan penghitungan suara, maupun manipulasi hasil penghitungan suara.

B. SIGNIFIKANSI DAN PRINSIP YANG HARUS DITEGAKKANTahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan yang sangat strategis bagi seluruh stakeholder pemilu, karena tahapan ini menempati puncak mata rantai penyelenggaraan Pemilu. Terdapat beberapa stakeholder pemilu yang memiliki kepentingan dengan penyelenggaraan tahapan ini yang dapat dipetakan sebagai berikut:

Peta Relasi Kepentingan dalam Pungut Hitung

akurasi daftar pemilih mempengaruhi penyediaan logistik, peta TPS, dan tahapan pungut hitung

PENDAFATARAN PEMILIH

dipengaruhi oleh daftar pemilihmempengaruhi kelancaran tahapan pungut-hitung

JUMLAH DAN PETA TPS Dipengaruhi oleh akurasi

daftar pemilihMempengaruhi kelancaran pungut hitung

LOGISTIK

mempengaruhi tahapan pungut-hitung terutama dalam aspek keamanan

Masa TenangDipengaruhi oleh daftar pemilih, jumlah dan peta TPS, dan logistikmempengaruhi kelancaran tahapan rekapitulasi

PUNGUT HITUNG

Dipengaruhi oleh hasil pungut hitung

REKAPITULASI SUARA

Tahapan Pungut Hitung

Peserta Pemilu

KPU

Pengawas Pemilu

Pihak lain

PETA RELASI TAHAPAN PUNGUT HITUNG DENGAN TAHAPAN LAINNYA

Peserta Pemilu (Parpol maupun calon) memposisikan tahapan ini sebagai alat ukur unutuk menguji hasil kerja politik kampanye mereka, sekaligus sebagai tiket untuk meraih kursi kekuaasaan, sehingga mereka akan bekerja keras untuk mempngaruhi porses ini baik dalam konteks mengawal prosesw dan hasilnya, atau terkadang mengintervensi nya

KPU berkepentingan untuk menyelenggarakan tahapan ini sesuai ketentuan karena tahapan ini merupakan pertaruhan besar mengingat pelaksananya adalah jajaran panitia adhoc yang jauh dari jangkauan structural mereka, dan pada saat yang sama sangat dekat dari jangkauan peserta pemilu, sehingga rawan diintervensi.

Pengawas dituntut untuk bekerja maksimal untuk mengawal tahapan ini, karena tingkat kerawanan

pelanggaran sangat tinggi

Pihak lain baik Pemerintah, DPR, aparat keamanan, pemantau (local maupun internasional) mencermati

proses tahapan ini karena menjadi indicator dalam menilai keberhasilan dan tingkat fairness dalam

Pemilu

Menyadari tingginya tingkat kepentingan berbagai stakeholder tersebut maka pelaksanaan tahapan pemungutan dan penghitungan suara ini harus mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini:1. Akurasi data pendukung dan logistic. Akurasi data pendukung mencakup data pemilih,

data calon, dan data lainnya. Sedangkan akurasi jumlah logisitik mencakup akurasi jumlah surat suara, dan perlengkapan pemungutan suara seperti alat coblos, sertifikat dan berita acara pemungutan dan penghitungan suara.

2. Professionalisme penyelenggara (KPPS). Professionalism ini mencakup; a) pemahaman terhadap ketentuan dan prosedur, b) Ketaatan pada ketentuan dan prosedur penyelenggaraan, c) kemampuan untuk merespon permasalahan yang muncul, d) kemauan untuk melakukan koreksi saat itu juga terhadap kesalahan yang terjadi.

3. Integritas dan independensi penyelenggara (KPPS) dalam melawan godaan yang mungkin ditawarkan oleh peserta pemilu, maupun intimidasi.

C. POTENSI MASALAH 1. Potensi masalah terkait dengan daftar pemilih. Berdasarkan syarat eligiblitas

pemilih sebagaimana diatur dalam Perpu No 1/2014 dimana pemilih yang tidak memiliki kartu identitas dapat menjadi pemilih dengan menggunakan surat keterangan dari kepala desa, akan membuka potensi pelanggaran berupa mobilisasi pemilih dari daerah lain.

Di samping itu, di kabupaten/kota yang merupakan daerah otonom baru yang masih menyisakan problem kependudukan, perlu diperhatikan potensi mobilisasi warga untuk menjadi pemilih ini.

2. Kemungkinan masih berlangsungnya aktivitas kampanye (termasuk aktivitas money politic) dari masing-masing calon atau Tim pelaksana kampanye atau relawan pendukung Calon

3. Kemungkinan Pelaksanaan distribusi surat pemberitahuan (formulir Model C6 PPWP) kepada pemilih terdaftar dalam DPT, DPtb dan DPK tidak dilaksanakan oleh PPS/KPPS (atau kemungkinan masih ada pemilih yang belum mendapatkan formulir Model C6 PPWP)

D. POLITIK PENGAWASANSebagaimana diuraikan di muka, penyelenggaraan tahapan pemungutan dan

penghitungan suara mengandung banyak dimensi, yakni 1) dimensi relasi tahapan pemungutan dan penghitungan suara dengan tahapan lainnya, 2) dimensi relasi kepentingan antar stakeholder, 3) dimensi potensi permasalahan dan kerawanan pelanggaran.

Dalam konteks demikian, pengawasan penyelenggaraan tahapan ini oleh pengawas Pemilu harus diletakkan dalam konteks tersebut, dengan orientasi untuk mencegah dan menindak potensi masalah yang menyebabkan ketiga dimensi tersebut akan terganggu. Dengan demikian pengawas Pemilu tidak boleh hanya berfokus pada salah satu dimensi saja dan mengabaikan dimensi lainnya, karena tindakan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan gangguan terhadap pelaksanaan keseluruhan tahapan pemilu.

Dalam hal ini Pengawas Pemilu yang terdiri atas Pengawas TPS, PPL, Panwascam, Panwas Kabupaten/Kota (dan Bawaslu Provinsi) harus berbagi tugas, dan bekerja secara sinergis untuk memastikan ketiga dimensi tersebut terawasi. Sebagai contoh ilustratif atas

pembagian tugas ini, misalnya Panwaslu Kabupaten dalam pengawasan tahapan pemungutan dan penghitungan suara ini tetap harus bekerja untuk memastikan akurasi data pemilih, jumlah dan distribusi logistic, dan masa tenang. Hal ini bisa dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota dengan mengawasi proses persiapan penyelenggaraan tahapan pemungutan dan penghitungan suara di tingkat KPU Kab/Kota.

Panwaslu kecamatan bekerja untuk memastikan proses distribusi logistic pemilu berjalan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, mengawasi situasi selama masa tenang, dan mencegah kemungkinan terjadinya politik uang. Di samping itu, Panwascam juga mengkoordinasikan PPL dalam mematangkan kesiapan pengawas TPS.

PPL bekerja untuk mengawasi proses pendistibusian logistic dari tingkat desa ke masing-masing TPS di wilayah kerjanya, mengkoordinasikan dan mensupervisi pengawas TPS, mempersiapkan kapasitas pengawas TPS terutama untuk merespon “situasi darurat” di TPS karena adanya pelanggaran.

Pengawas TPS memfokuskan kerja pengawasannya pada proses serah terima logistic dari PPS ke KPPS, penyiapan TPS, penyelenggaraan persiapan pemungutan suara, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, serta pergerakan kotak suara.

Di samping mengatur manajemen pengawasan tersebut, pengawas Pemilu terutama di tingkat Kabupaten/Kota (dan Provinsi) perlu menetapkan arah dan orientasi pengawasan bagi pengawas Pemilu di masing-maisng tingkatan. Hal ini diperlukan untuk memberikan garis kebijakan pengawasan yang tegas dan dapat secara mudah memberi pesan kepada peserta pemilu, penyelenggara dan public. Sebagai contoh ilustratif, orientasi pengawasan di masa tenang dengan menekankan kepada pencegahan (perang melawan) politik uang, akan memberikan pesan politik yang kuat kepada semua pihak tentang konsentrasi pengawasan. Pilihan untuk mengutamakan dipenuhinya hak pilih bagi seluruh warga yang eligible, akan berbeda dengan orientasi pengawasan pada akurasi data pemilih. Dalam menentukan orientasi dan arah pengawasan ini, perlu dipertimbangkan berbagai factor yang meliputi: 1) mandate undang-undang, 2) karakteristik situasi local (problem local yang laten maupun yang manifest), 3) keseimbangan hak-hak peserta pemilu dan hak public.

E. Tehnik Pengawasan