Format Refkaaaaaaaaaaaaaaas
-
Upload
septina-esthy-ayu -
Category
Documents
-
view
15 -
download
1
description
Transcript of Format Refkaaaaaaaaaaaaaaas
REFERAT KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN
Disusun Oleh :
Henny Pramitha 01.207.5493
Arwinda Ayu A. 01.208.5613
Ayu Rizqi Nurul I. 01.208.5617
Iffan Indra Salama 01.208.5676
Dokter Pembimbing :
dr . Setyo Trisnadi, Sp.F
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN DAN MEDIKOLEGAL
FK UNISSULA – RS BHAYANGKARA SEMARANG
2012
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia dan rahmatNya sehingga laporan kasus yang berjudul “Pengobatan
tradisional dan pengobatan alternatif atau pengimbang serta Akses Pelayanan
Kesehatan dan Kemiskinan” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di RS Bhayangkara Semarang
periode 23 Juli – 18 Agustus 2012. Selain itu diharapkan dengan adanya laporan
kasus ini dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca bagi umumnya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan dalam menyusun
laporan kasus ini, kepada :
1. dr. Setyo Trisnadi, Sp.F selaku pembimbing.
2. dr. Sofwan Dahlan, Sp.F (K); dr. Maryono, Sp.F; dr. Setyo Trisnadi, Sp.F;
dr. Ratna Relawati, Sp.F; dr. Summy Hastry, Sp.F selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik.
3. Staf pengajar kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal RS Bhayangkara Semarang
4. Rekan-rekan yang telah membantu sehingga laporan ini terselesaikan
Penyusun menyadari bahwa laporan kami jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga laporan
kasus ini jadi lebih baik.
Akhir kata semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima kasih.
Semarang, Agustus 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................
1.1. Latar Belakang.................................................................................
1.2. Tujuan...............................................................................................
1.3. Manfaat............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
2.1. Pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif
2.1.1. Definisi..............................................................................
2.1.2. Klasifikasi Pengobatan Tradisional...................................
2.1.3. Kriteria Pendaftaran Obat Tradisional...............................
2.1.4. Syarat Pengaplikasian Obat Tradisional pada penyakit
malaria.............................................................................
2.1.5. Pertimbangan Etika dan Hukum........................................
2.2. Malaria ............................................................................................
2.2.1. Definisi malaria berat .......................................................
2.2.2. Siklus hidup plasodium dan patogenesis malaria .............
2.2.3. diagnosis malaria ..............................................................
2.2.4. Pengobatan .......................................................................
2.2.5. Diagnosis Banding ............................................................
2.2.6. Penatalaksanaan ................................................................
2.3. Akses Pelayanan Kesehatan dan Kemiskinan .................................
2.2.1. Definisi Pelayanan Kesehatan...........................................
2.2.3. Komponen Pelayanan Kesehatan......................................
2.2.4. Pertimbangan Etika dan Hukum........................................
2.2.5.Permasalahan yang Timbul dan Solusi pada Pelayanan
Kesehatan..........................................................................
2.4. Eklamsi
2.4.1. Klasifikasi .........................................................................
2.4.2. Gejala dan Tanda...............................................................
2.4.3. Komplikasi Kejang............................................................
2.4.4. Diagnosa Banding.............................................................
2.4.5. Komplikasi Pre Eklampsia Berat dan Eklampsia..............
2.4.6. Penanggulangan ................................................................
2.4.7. Tindakan Obstetrik ...........................................................
2.4.8. Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin .........
BAB III CONTOH KASUS..............................................................................
BAB IV PENUTUP...........................................................................................
4.1. Kesimpulan.......................................................................................
4.2. Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu
bentuk pelayanan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat.
Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai peran
sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan lembaga
dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional dan mengemban
tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat, karena pembangunan dan penyelenggaraan kesehatan
di rumah sakit perlu diarahkan pada tujuan nasional dibidang
kesehatan.
Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk
selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang
terbaik untuk masyarakat. Pelayanan kesehatan yang dimaksud
tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan ramah.
Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan
pembangunan dengan baik apabila didukung oleh masyarakat yang
sehat secara jasmani dan rohani. Untuk mempertahankan
pelanggan, pihak rumah sakit dituntut selalu menjaga kepercayaan
konsumen secara cermat dengan memperhatikan kebutuhan
konsumen sebagai upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan
atas pelayanan yang diberikan. Konsumen rumah sakit dalam hal
ini pasien yang mengharapkan pelayanan di rumah sakit, bukan
saja mengharapkan pelayanan medik dan keperawatan tetapi juga
mengharapkan kenyamanan, akomodasi yang baik dan hubungan
harmonis antara staf rumah sakit dan pasien, dengan demikian
perlu adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah
sakit.
Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit-rumah sakit
yang ada di Indonesia baik milik pemerintah maupun swasta, selalu
berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien
dan keluarganya. Baik melalui penyediaan peralatan pengobatan,
tenaga medis yang berkualitas sampai pada fasilitas pendukung
lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu, apotik
dan sebagainya. Hal ini juga dilakukan melihat kenyataan semakin
kecilnya tingkat kepercayaan masyarakat untuk berobat di dalam
negeri. Budiarto (2004) dalam penelitiannya tentang pengaruh
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di 14 rumah sakit
yang tersebar pada sepuluh propinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa kualitas pelayanan rumah sakit yang mencakup ketersediaan
fasilitas medik dan fasilitasfasilitas lain yang menunjang pelayanan
medik disamping sumber daya manusia berpengaruh signifikan
terhadap kepuasan pelanggan.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
tentang dinamika polemik yang ada dalam Masalah Etika terkait
Indikasi Medis khususnya di Indonesia ditinjau dari berbagai segi
seperti agama, etik, hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
1.3. Manfaat
Penulisan laporan kasus ini dharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan tentang etika penelitian khususnya di
Indonesia ditinjau dari hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengobatan Tradisional dan Pengobatan Alternatif
2.1.1. Definisi
Bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan galenik (sarian) atau campuran bahan-
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan.
Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Obat
tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Jamu adalah
obat tradisional Indonesia.
2.1.2. Klasifikasi
1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)
Obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk
serbuk, seduhan, pil, maupun cairan yang berisi seluruh bagian
tanaman.
Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis
pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
2. Obat Herbal Terstandar (Scientific Based Herbal Medicine)
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya sudah di
standarisasi. Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah / praklinik
Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku
yang digunakan dalam produk jadi
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis
pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya
yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.
3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)
Obat tradisional dari bahan alami yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
distandardisasi serta ditunjang dengan bukti ilmiah sampai
dengan uji klinis pada manusia.
Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji
klinik
Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku
yang digunakan dalam produk jadi
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis
pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya
yaitu tingkat pembuktian medium dan tinggi
2.1.4. Kriteria Pendaftaran Obat Tradisional
Dalam upaya mendapat izin edar, obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka harus :
Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan
yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan/khasiat
Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik atau
Cara Pembuatan Obat yang Baik yang berlaku
Penandaan berisi informasi yang lengkap dan
obyektif dan menjamin penggunaan yang tepat,
rasional dan aman
2.1.5. Syarat Pengaplikasian Obat Tradisional pada penyakit malaria
1. Syarat Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan
penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan,
mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian
sosial ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal
adalah yang memenuhi syarat:
a) Membunuh semua stadium dan jenis parasit
b) Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
c) Toksisitas dan efek samping sedikit
d) Mudah cara pemberiannya
e) Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan
masyarakat
2. Ketepatan Penggunaan Obat Tradisional
1. Obat Tradisional 2. Fitofarmaka
digunakan dalam upaya perawatan
sendiri,
khasiat berdasarkan pengalaman
(empiris, turun temurun),
tujuan penggunaan: untuk promotif
(peningkatan kesehatan): sehat lelaki,
jamu habis bersalin; untuk preventif
(pencegahan penyakit): temulawak
untuk hepatoprotektor, antioksidan,
indikasi dan parameter pengujian tidak
jelas,
bahan baku belum terstandarisasi.
digunakan dalam upaya pelayanan
kesehatan formal,
khasiat berdasarkan penelitian ilmiah (uji
farmakologi, uji toksisitas, uji klinis),
tujuan penggunaan: untuk kuratif
(pengobatan penyakit): anti hipertensi,
anti diabetes,
indikasi dan parameter pengujian jelas,
bahan baku telah terstandarisasi.
2.1.6. Kelemahan dan Keuntungan Pengobatan Tradisional
1. Keuntungan
a. Reaksi dan Dosis Obat Tradisional
Salah satu prinsip kerja obat tradisonal adalah proses
(reaksinya) yang lambat (namun bersifat konstruktif),
tidak seperti obat kimia yang bisa langsung bereaksi
(tapi bersifat destruktif).
Obat tradisional bukan senyawa aktif.
Obat tradisional berasal dari bagian tanaman obat yang
diiris, dikeringkan, dan dihancurkan.
Dosis jamu biasanya tertera pada kemasan, kecuali jamu
gendong.
Dosis sebenarnya juga tidak sembarangan ditentukan.
Penentuan dosis minimal harus melalui penelitian
praklinis (uji coba ke hewan) agar khasiat yang
diharapkan tepat.
b. Penanganan Pascapanen yang Tepat
Pengumpulan
Sortasi basah
Pencucian
Pengeringan
Sortasi kering
Pengawetan
Pengemasan
c. Tanggal Kadaluarsa
Serbuk jamu yang bagus biasanya kering dan
tidak lembap.
Minum jamu sebaiknya juga jangan sampai
menjadi ketergantungan., meskipun sifatnya
lebih untuk pencegahan atau pengobatan.
Sebaiknya jangan setiap hari dikonsumsi.
Berikan selang waktu, misalnya minum dua hari
sekali
2. Kelemahan
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga
memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala
dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya
agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun
beberapa kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya
yang lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat
higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan
mudah tercemar berbagai jenis mikroorganisme.
2.1.7. Pertimbangan Etika dan Hukum
Dasar hukum pelayanan pengobatan komplementer-alternatif
o UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 1 butir 16 Pelayanan kesehatan tradisional
adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara
dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang
dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masy
o Pasal 48 Pelayanan kesehatan tradisional
o Bab III Pasal 59 s/d 61 tentang Pelayanan Kesehatan
Tradisonal
o Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. :
1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional.
o Peraturan Menteri Kesehatan RI, No. :
1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang penyelenggaraan
pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan
kesehatan.
o Keputusan Menteri Kesehatan RI, No.
120/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan
hiperbarik.
o Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No.
HK.03.05/I/199/2010 tentang pedoman kriteria penetepan
metode pengobatan komplementer – alternatif yang dapat
diintegrasikan di fasilitas pelayanan kesehatan
Pandangan Etika Kedokteran tentang Penggunaan Obat Tradisional
terhadap Kasus Malaria Tersebut
o Beneficence
Merujuk pada kewajiban to do good not harm,
dimana:
a. Problem dapat timbul tidak saja ketika sedang mencoba
memutuskan apa yang baik, tetapi juga ketika sedang
menentukan siapa yang seharusnya membuat keputusan.
b. Penderitaan sesaat di bidang medik kadangkala
diperlukan untuk menghasilkan kebaikan.
o Non-maleficence
a. Kewajiban unt tdk melakukan hal-hal yg buruk /
merugikan manusia / mudarat.
b. Pertama-tama tdk berbuat salah.
c. Yankes : kewajiban unt tdk menimbulkan cedera / hal
yg buruk pd pasien.
d. Asas Beneficence dan Asas Non Maleficence [Primum
Non Nocere]
à Basic principles of healthcare ethics.
à Amar ma’ruf nahi mungkar.
o Autonomy
Merujuk pada adanya hak pasien untuk membuat
keputusan atas kepentingannya sendiri dimana:
a. Otonomi konsumen punya batas dan tidak boleh
mengganggu otonomi profesional.
b. Profesional juga memiliki tingkat otonomi, yang pada
batas tertentu tidak dapat dipengaruhi.
o Justice
Justice merujuk pada adanya kewajiban yang adil
dan seimbang, dimana:
a. Kewajiban diterapkan kepada seseorang dan pemerintah.
b. Hak-hak seseorang menjadi terbatas bilamana
melanggar hak-hak orang lain.
2.2. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembang dalam sel darah merah manusia. World Health
Organization (WHO), memperkirakan terdapat 300-500 juta orang terinfeksi
malaria tiap tahunnya, dengan angka kematian berkisar 1,5 juta sampai 2,7
juta pertahun. Lebih dari 90 % kasus malaria terjadi di sub-Sahara Afrika.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001,
terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian tiap tahunnya.
Diperkiraan 35 % penduduk Indonesia tinggal didaerah yang beresiko tertular
malaria. Dari 293 kabupaten / kota, 167 diantaranya merupakan daerah
endemis. Daerah dengan kasus malaria tertinggi adalah Papua, Nusa
Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara.
Terdapat 4 jenis spesies parasit yang berbeda, yaitu Plasmodium
falsiparum, P.Vivax, P. Ovale dan P. Malariae. Malaria Tropika yang
disebabkan oleh P. falsiparum, merupakan penyebab sebagian besar kematian
akibat malaria. Plasmodium falsiparum sering dapat menyebabkan malaria
berat. Plasmodium ini membunuh >1 juta orang tiap tahunnya.
Malaria dengan komplikasi digolongkan sebagai malaria berat menurut
definisi WHO tahun 2006, berupa malaria cerebral, anemia berat, gagal ginjal
akut, edema paru, hipoglikemi, syok, perdarahan, kejang, asidosis dan
makroskopis hemoglobinuria.
2.2.2. Definisi malaria berat
1. Malaria serebral: koma tidak bisa dibangunkan, derajat penurunan
kesadaran dilakukan penilaian GCS (Glasgow Coma Skale), <
11 , atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak
disebabkan oleh penyakit lain.
2. Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokit < 15%) pada hitung
parasit >10.000/μL, bila anemianya hipokromik / mikrositik
dengan mengenyampingkan adanya anemia defisiensi besi,
talasemia/hemoglobinopati lainya.
3. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/ 24 jam pada orang dewasa atau
< 12 ml/kgBB pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dan
kreatinin >3 mg%).
4. Edema paru / ARDS (Adult Respitatory Distress Syndrome)
5. Hipoglikemi: gula darah <40 mg%
6. Gagal sirkulasi atau Syok, tekanan sistolik <70 mmHg disertai
keringat dingin atau perbedaan tamperatur kulit-mukosa >10 C.
7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, traktus disgestivus atau
disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi
intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2x/24 jam setelah pendinginan pada
hipertemia
9. Asidemia (pH <7.25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15
mmol/L)
10. Makroskopik hemoglobinuri (black water fever)oleh karena
infeksi pada malaria akut (bukan karena obat anti malaria pada
kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post- mortem dengan ditemukannya parasit yang padat
pada pembuluh kapiler pada jaringan otak
2.2.3. Siklus hidup plasodium dan patogenesis malaria
Titik perhatian dalam patogenesis malaria berat adalah
sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit dalam mikrovaskular organ
vital. Faktor lain seperti induksi sitokin oleh toksin parasit dan
produksi nitrit oksida diduga mempunyai peranan penting dalam
patogenesis malaria berat.
Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina
menggigit manusia, akan masuk kedalam sel hati dan terjadi
skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati yang matang akan pecah dan
selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi
skizogoni intra eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami
perubahan seperti pembentukan knob, sitoadherens, sekuestrasi dan
rosseting.
Gambar 1. Lingkaran Hidup Plasmodium Falsiparum
2.2.4. Diagnosis malaria
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS <15) di Indonesia sering
dalam keadaan delirium dan somnolen
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk / berjalan) tanpa kelainan
neurologik
3. Hiperparasitema >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak
stabil malaria
4. Ikterik (bilirubin >3 mg%)
5. Hiperpireksia (temperatul rektal >400 C) pada orang dewasa
/anak
2.2.4. Pengobatan
Resistensi klorokuin yang begitu luas menyebabkan obat
tersebut tidak lagi direkomendasi untuk terapi lini pertama
dibanyak negara. Sejak tahun 1957 sudah ada laporan resistensi
terhadap obat malaria yaitu Thailand, kemudian tahun 1959
diperbatasan Kolumbia dan Venezuela, kemudian Afrika, Kenya,
Madagaskar, Tanzania, Uganda, Zambia, India dan Cina Selatan.
Sedangkan di Indonesia hampir diseluruh propinsi pernah
dilaporkan resistensi terhadap klorokuin. Karena meningkatnya
resistensi klorokuin maka WHO tahun 2006 merekomendasikan
pengobatan malaria dengan menggunakan obat ACT (Artemisin
base Combination Therapy) sebagai lini pertama pengobatan
malaria, baik malaria dengan tanpa komplikasi atau malaria dengan
komplikasi.
2.2.5. Diagnosis banding
Diagnosa banding dari malaria berat tergantung manifestasi organ
yang terlibat seperti :
1. Penurunan kesadaran karena ensefalopati yang disebabkan oleh
infeksi
2. bakteri, virus, jamur, metabolik, trauma kepala, alkoholisme .
3. Leptospirosis.
4. Demam tifoid, demam kuning, sindrom syok dengue.
5. Penyakit sistem biliaris (kolesistitis).
6. Glomerulonefritis.
7. Hipoglikemia penderita diabetes melitus, sepsis, insulinoma
8. Hipotensi dibedakan hipotensi karena gangguan sirkulasi
9. Gagal pernafasan oleh karena sebab lain seperti infeksi paru
akut.
2.2.6. Tatalaksana
Penanganan malaria berat secara garis besar terdiri dari 3
komponen, yaitu
Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah
malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan
dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan intensif (ICU)
yaitu
1. Pertahankan fungsi vital : kesadaran, temperatur, nadi, tensi,
dan respirasi kebutuhan oksigen.
2. Hindarkan trauma : dekubitus, jatuh dari tempat tidur.
3. Hati-hati komplikasi :kateterisasi, defekasi, edema paru karena
overhidrasi
4. Perhatikan timbulnya ikterus dan perdarahan.
5. Monitoring : ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot.
6. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi
Tredenlenburg’s perhatikan warna dan temperatur kulit.
7. Cegah hiperpireksi dengan antipiretik
8. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan keseimbangan
asam basa.
9. Diet : porsi kecil & sering, cukup kalori, karbohidrat dan
garam
10. Kebersihan kulit : mandikan tiap hari dan keringkan
11. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan kain
Derivat artemisin
Artesunate: 2,4 mg/kg ( Loading dose ) IV, selanjutnya 1,2 mg/kg
setelah 12 jam, kemudian 1,2 mg/kg/hari selama 6 hari, jika pasien
dapat makan, obat dapat diberikan oral
Artemether: 3,2 mg/kg ( Loading dose ) IM pada hari I selanjutnya
1,6 mg/kg/hari (biasanya diberikan 160 mg dilanjutkan dengan 80
mg) sampai pasien dapat makan, obat dapat diberikan oral dengan
kombinasi Artesunat dan Amodiaquin selama 3 hari.
Arteether: 150 mg sekali sehari intramuskular untuk 3 hari. Setelah
diagnosa malaria ditegakkan biasanya dijumpai Plasmodium
falciparum sebagai penyebab malaria berat.
Kina
Loading dose: Kina dihidrokhlorida 20 mg/kgBB diencerkan dalam
10 ml/kgBB (2mg/ml) dektrose 5% atau dalam infuse dektrose
dalam 4 jam.
Dosis Maintenen : Kina dihidrokhlorida 10 mg/kgBB diencerkan
dalam 10 ml/kgBB (1mg/ml ) dektrose 5%, pada orang dewasa
dosis dapat diulang tiap 8 jam dan pada anak-anak tiap 2 jam,
diulang tiap 12 jam, sampai pasien dapat makan.
Kina oral: Kina sulfat 10 mg /kg, tiap 8 jam sampai 7 hari.
Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman
dan efektif. Dosis loading 15mg basa/kg BB dalam 250 cc cairan
isotonik diberikan dalam 4 jam, diteruskan dengan 7,5mg basa/kg
BB dalam 4 jam tiap 8 jam, dilanjutkan per oral setelah sadar,
kinidin efektif bila sudah terjadi resistensi terhadap kina, kinidin
lebih toksik terhadap jantung dibandingkan kina.
Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P.
Falciparum yang sensitif terhadap klorokuin. Keuntungannya tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan.
Dosis loading : klorokuin 10 mg basa/KgBB dalam 500 ml cairan
isotonis dalam 8 jam diulang 3 x. Bila cara per infus tidak
memungkinkan dapat diberikan secara i.m atau subkutan dengan
cara 3,5mg/KgBB klorokuin basa tiap 6 jam, dan 2,5 mg/Kg BB
klorokuin tiap 4 jam.
Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamim (fansidar)
- Ampul 2 ml : 200 mg S-D + 10 mg pirimetamin
- Ampul 2,5 ml : 500 mg S-D + 25 mg pirimetamin
2.2.7. EKLAMPSIA
Timbul serangan kejangan yg diikuti koma.
Klasifikasi
1. Eklampsia gravidarum
2. Eklampsia parturientum
3. Eklampsia puerperale
Gejala dan Tanda
• Didahului memburuknya pre eklampsia dan timbul gejala2 nyeri
kepala frontal, nyeri epigastrium, ggn penglihatan, mual,
hiperrefleksia.
• Jika gejala ini tidak dikenali dan diatasi akan segera timbul
kejangan, dgn 4 macam tingkat:
1. Awal
2. Tonik
3. Klonik
4. Koma
• Selama serangan tensi meningkat, nadi cepat, suhu meningkat
sampai 40ºC
Komplikasi Kejang:
• Lidah tergigit, perlukaan dan fraktur
• Gangguan pernafasan
• Solutio plasenta
• Perdarahan otak
Diagnosa Banding:
1. Epilepsi
2. Kejangan karena obat anestesia
3.Koma krn sebab lain: diabetes, perdarahan otak, meningitis,
ensefalitis, dsb.
Komplikasi Pre Eklampsia Berat dan Eklampsia
1. Kematian ibu dan janin
2. Solutio plasenta
3. Hipofibrinogenemia
4. Hemolisis
5. Perdarahan otak
6. Kelainan mata (kehilangan penglihatan sementara)
7. Edem paru-paru
8. Nekrosis hati
9. Kelainan ginjal
10. Komplikasi lain spt lidah tergigit, trauma dan fraktur krn jatuh
akibat kejang, pneumonia aspirasi
11. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterin
Penanggulangan
Tujuan: menghentikan berulangnya kejangan dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dg cara aman stlh keadaan
ibu mengijinkan
Harus dirawat di RS
Obat penenang yg cukup saat pengangkutan ke RS (petidin
100 mg) dan seorang yg tahu ttg resusitasi
Obat2 utk mencegah kejangan:
1. Sodium penthotal
2. Diazepam
3. Sulfas magnesicus
4. Lytic cocktail
• Jumlah dan waktu pemberian obat disesuaikan dg kondisi
penderita tiap jam
• Hindarkan dr semua rangsang spt cahaya terang, keributan,
injeksi atau pemeriksaan dalam
• Dirawat di kamar isolasi yang tenang
• Tekanan darah, nadi, pernafasan dicatat tiap 30 menit
• Suhu diukur tiap jam secara rektal
• Penderita dengan koma diletakkan pada posisi
trendelendburg
• Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan nafas
• Oksigen diberikan pd sianosis
• Penisilin-streptomisin tiap 12 jam mencegah infeksi paru2
• Dauer catheter utk mengetahui diuresis dan pmx protein urin
secara kuantitatif
• Balans cairan dilakukan tiap 6 jam
• Kalori yang adekuat (infus glukosa hipertonik, fruktosa atau
larutan asam amino spt aminofusin)
Tindakan Obstetrik
• Setelah kejangan diatasi dan KU diperbaiki
• Mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan
• Persalinan pervaginam adalah cara terbaik bila dpt
dilaksanakan dg cepat dan aman
• Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi dgn
amniotomi dan infus pitosin setelah bebas kejang selama 12
jam dan keadaan serviks mengijinkan.
• Bila serviks msh lancip dan tertutup terutama pd
primigravida, kepala janin msh tinggi, atau ada persangkaan
disproporsi sefalopelvik, sebaiknya sesar.
• Jika persalinan sudah pada kala I dilakukan amniotomi utk
mempercepat partus
• Lakukan ekstraksi vakum atau cunam
• Anestesi lokal bisa dipakai jk sudah sedasi berat, anestesi
spinal sebaiknya tidak digunakan krn dpt menyebabkan
hipotensi yg bahaya pd eklampsia
• Penderita eklampsia tdk seberapa tahan thd perdarahan
postpartum atau trauma obstetrik, shg semua tind obstetrik
hrs seringan mkn dan sedia darah.
• Metergin boleh diberikan pd perdarahan postpartum krn
atonia uteri.
• Setelah kelahiran pengobatan dan perawatan intensif hrs
diteruskan utk 48 jam.
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin.
Komplikasi dibawah ini yang bisa terjadi pada pre eklamsia
dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
1) Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre eklamsia
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia berat. Oleh karena itu
dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau
destruksi sel darh merah. Nekrosis periportal hati yang sering
ditemukan pada autopsy penderita eklamsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
4) Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklamsia.
5) Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang – kadang
terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi
apopleksia serebri.
6) Edema Paru – Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan
perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi.
Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.
7) Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre eklamsia/eklamsia merupakan
akibat vasopasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas
untuk eklamsia, tetapi juga dapat terjadi pada penyakit lain.
Kerusakan sel – sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan
faal hati, terutama penentuan enzim–enzimnya.
8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver enzymes dan low
palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan
fungsi hati, hepatoselular (peningkatan enzim hati
(SGOT,SGPT), gejala subyektif (cepat lelah, mual, muntah,
nyeri epigastrium). Hemolisis akibat kerusakan membrane
eritrosit oleh radiakl bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Trombositopenia (150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit did
inding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat),
lisosom.
9) Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul
ialah anuria sampai gagal ginjal.
10) Komplikasi Lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang –
kejang pneumoni aspirasi dan DIC (disseminated intravascular
coagulation)
11) Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi pre eklamsia pada janin
adalah :
Janin yang dikandung ibu hamil pre eklamsia akan hidup dalam
rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal. Keadaan ini
bisa terjadi karena pembuluh darh yang menyalurkan darah ke
plasenta menyempit, karena buruknya nutrisi pertumbuhan janin
akan terhambat sehingga akan terjadi bayi dengan berat lahir
rendah. Bisa juga janin dilahirkan kurang bulan (prematuritas),
komplikasi lanjut dari prematuritas adalh keterlambatan belajar,
epilepsy, serebral palsy, dan masalah pada pendengaran dan
penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb.
BAB III
CONTOH KASUS
Kasus 15: Pengobatan tradisional & pengobatan alternatif atau
pengimbang
Kata kunci: pengobatan tradisional, pengobatan alternatif atau pengimbang,
pengobatan herbal
Tn. C laki-laki 35 tahun datang ke klinik dengan sakit kepala, lelah, kehilangan
nafsu makan, dan demam 40 oC. Beliau kesulitan bernapas. Tes darah di daerah
dekat rumah sakit menunjukkan anemia berat, kehabisan trombosit, disfungsi
hepar. Demamnya mereda sementara dan kembali dalam 48 jam kemudian 41 oC.
Apusan darah perifer memberi kesan malaria. Dua minggu sebelumnya, Tn. C
kembali dari perjalanan bisnis ke negara N, di mana potensi malaria. Hari ini ia
terlihat ikterik dan mengalami kejang intermitten. Dr. B sangat menduga malaria
tropica (Plasmodium falciparum), yang mana diketahui prognosis buruk tanpa
penatalaksanaan. Selain meminta tes diagnostik DNA dari rumah sakit
metropolitan, dr. B memutuskan bahwa obat antimalaria itu perlu. Bagaimanapun,
istri Tn. C berbicara dg perawat D dan bersikeras bahwa suaminya menerima
perawatan dalam bentuk obat herbal dan hypnoterapi dari orang suci setempat.
Apa yang setiap orang harus katakan
Tn. C : Aku lelah ... tetapi saya ingin berbicara dengan dokter herbal saya
dan mendapatkan pendapatnya.
Istrinya : Ada orang suci yang sangat baik di lingkungan kami. Ia pernah
memperlakukan saya untuk demam tinggi dengan obat herbal dan
hipnoterapi dan itu efektif. Saya ingin meminta bantuan dalam
kasus ini. selain itu, lebih murah.
Dr. B : Kami memiliki obat yang diperlukan untuk mengobati Tn. C.
hidupnya beresiko, dan terapi antimalaria diperlukan. Jamu tidak
akan bekerja dalam kasus malaria tropis, ini adalah infeksi parah.
Perawat D : Saya tidak berpikir Tn. C da istrinya benar-benar memahami
keparahan malaria tropis.
Di negaramu, seberapa terkenal pengobatan tradisional dan pengimbang atau
pengobatan alternatif?
Memahami dasar-dasar
Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium. Jenisnya dibagi
menjadi falciparum, vivax, malariae, dan ovale, yang malaria tropis (Plasmodium
falciparum) memiliki prognosis terburuk tanpa pengobatan yang tepat. malaria
ditularkan oleh nyamuk yang terinfeksi dan, setelah tubuh manusia terinfeksi,
parasite mengalikan dalam hati dan kemudian menginfeksi sel darah merah.
Gejala dari malaria tropika antara lain demam, sakit kepala, dan muntah, dan
biasanya menampilkan antara 10-15 hari setelah infeksi. Jika tidak diobati,
malaria tropika dapat dengan cepat menjadi ancaman kehidupan dengan gangguan
aliran darah ke organ vital. Saat ini, tidak ada bukti bahwa TM/CM dapat merawat
malaria tipe ini.
Pelatihan TM/CAM memerlukan macam-macam variasi dari sistem perawatan
medis dan kesehatan, pelatihan, dan hasil yang tidak dikenal secara umum dari
pengobatan biomedis konvensional. TM/CAM meliputi semua dari obat
chiropractic ke obat herbal, dari pemijatan sampai meditasi, dari akupuntur ke
homeopati. Yang berlawanan dengan biomedis konvensional yang berdasarkan
pada metode ilmiah dan bukti, penelitian dan dokumentasi TM/CAM tidak cukup
dipahami risikonya oleh pasien. Banyak pasien mengasumsikan bahwa TM/CAM
bahwa aman dan tidak berpotensi seperti biomedis, tapi ini adalah sebuah
kesalahpahaman. Untuk menjaga pasien dari risiko yang potensial tersebut,
banyak negara yang mencoba membuat sebuah sistem peraturan TM/CAM pada
beberapa tahun terakhir.
Pertanyaan Kasus
1. Andaikan anda sebagai Dr. B
a. Akankan anda mengijinkan Tn. C untuk menjalani TM/CAM dan
menolak terapi malaria
b. Akankan anda tetap mengatur terapi malaria tanpa persetujuan Tn.
C ?
c. Daftar alasanmu untuk tiap jawaban tersebut
2. Jika anda dalah perawat D
a. Bagaimana anda membuat kesepakatan dengan Tn. C dan istrinya?
b. Menetapkan informasi apa yang akan kamu berikan dalam
penjelasanmu!
Jawaban pertanyaan
1. Tidak langsung mengijinkan, tetapi sebagai dokter kita menjelaskan
terlebih dahulu tentang penyakit pasien, berat ringannya penyakit, serta
pengobatan yang paling sesuai dengan penyakit yang dideritanya.
Dalam hal ini kita menjelaskan tentang penyakit malaria yang dideritanya
sekaligus terapinya.
à Dilihat secara
à Beneficence
à Non-maleficence
à Setelah menjelaskan secara holistik tentang yang perlu diketahui
pasien, kita tetap harus memutuskan atas pertimbangan pasien
yang sesuai dengan aspek AUTONOMI dari pasien.
à Tetapi dalam hal ini apabila pasien tetap pada pilihan awal kita
tidak lupa untuk memintakan surat prnyataan dalam penolakan
pengobatan (IC)
• Dan juga tidak lupa kita mengupayakan tentang keadilan dalam
pengambilan keputusan (JUSTICE).
2. Kesepakatan dibuat setelah kita menjelaskan tentang semua pendapat dari
dokter, setelah penjelasan tersebut pasien tetap pada pendapatnya, maka kita
persilahkan dengan tetap memintakan surat penolakan untuk pengobatan yang kita
tawarkan.
• Sebelumnya jangan lupa kita konfirmasikan tentang penggunaan terapi
herbal yang digunakan
Informasi yang disampaikan
• Penyakitnya
• Terapinya
• Komplikasi
• Prognosis
• Serta tentang pengobatan Herbal itu sendiri
Pro dan kontra menggunakan TM/CAM
Pro
Dokter harus menghormati keputusan pasien
Biayanya lebih murah daripada penatalaksanaan biomedis yang biasa
Kontra
Ada sedikit pengetahuan dasar untuk TM/CAM
Tn. C mungkin meninggal tanpa penatalaksanaan biomedis yang dibutuhkan
Mari kita berpikir tentang hal ini
Bahkan dengan pengobatan yang efektif di tangan, profesional perawatan
kesehatan tidak dapat memberikan pengobatan kepada pasien tanpa persetujuan
mereka. Pengecualian untuk aturan ini termasuk ketika ada risiko kesehatan yang
parah umum atau ketika pasien tidak dapat memberikan informed consent tetapi
pada risiko kematian tanpa pengobatan yang tepat. Pada kasus di atas, Tn. C dan
istrinya mampu memberikan informed consent tetapi menolak pengobatan,
pertama kali mereka ingin berbicara dengan dokter herbal. Secara legal dan etis,
mereka dapat menolak pengobatan. Namun, itu adalah tugas dari dr. B Dan
perawat D untuk melindungi Tn. C dan mencoba untuk meyakinkan dia dan
istrinya yang menjalani pengobatan antimalaria merupakan pilihan terbaik untuk
bertahan hidup.
Sementara TM/CAM tidak efektif pada kasus malaria tropica, justru lebih sering
efektif pada beberapa kondisi medis lainnya. Misalnya, relaksasi telah terbukti
memperbaiki gangguan hipertensi dan tidur. Menghormati preferensi pasien dan
bekerja di luar rencana di mana kedua biomedis dan TCM/CAM digunakan
bersama-sama seringkali merupakan solusi win-win bagi dokter dan pasien.
Mengkritik TM/CAM ketika berbicara kepada pasien dapat menyakiti hubungan
pasien-dokter, terutama karena banyak pasien yang menggunakan TM/CAM
cenderung ketidakpercayaan praktek biomedis. Pasien yang merasa dikritisi
cenderung menyembunyikan penggunaan TM/CAM dan menghentikan konsultasi
dokter biomedis mereka sama sekali. Untuk alasan ini, perawatan kesehatan
profesional harus bekerja dengan pasien dalam integrasi TM/CAM dan, dengan
demikian, lebih memperkuat hubungan mereka dengan pasien.
Dengan kombinasi TM / CAM dan biomedis sekarang tren yang berkembang di
seluruh dunia, profesional perawatan kesehatan perlu mempertimbangkan baik
manfaat dan risiko dari TM / CAM dan mendiskusikannya secara menyeluruh
dengan pasien mereka. untuk lebih melindungi pasien dari risiko, peraturan
pemantauan lisensi TM / CAM praktisi juga sangat dibutuhkan. negara di seluruh
dunia sedang bekerja untuk menemukan cara yang memadai untuk mengatur
praktek TM / CAM.
Rekomendasi kasus
Pada kasus ini, dr. B dan perawat D perlu menerangkan ke Tn. C dan istrinya
keparahan malaria tropis. Apa yang jelas untuk perawatan kesehatan profesional
tidak selalu jelas bagi keluarga pasien. Dalam hal ini, lebih dari mungkin bahwa
Tn. C dan istrinya tidak mengerti bahwa pengobatan herbal tidak efektif melawan
malaria tropica dan hanya racikan antimalaria yang dapat menyelamatkan
hidupnya.
Mengembangkan kebijakan nasional untuk TM / CAM
Kebijakan nasional untuk pengaturan TM/CAM yang meningkat di seluruh dunia.
menurut "Strategi Obat-obatan WHO," laporan yang diterbitkan pada tahun 2004
oleh WHO, jumlah kebijakan nasional meningkat dari di bawah 10 sebelum 1990
sampai lebih dari 40 pada tahun 2004. Keseluruhan peraturan jamu juga
ditemukan telah meningkat dari di bawah 30 negara sebelum tahun 1990 menjadi
lebih dari 70 negara pada tahun 2003. Untuk membantu negara dalam
mengembangkan kebijakan untuk TM/CAM, WHO sangat menganjurkan
profesional perawatan kesehatan untuk memahami dan mempertimbangkan
keselamatan dan kualitas TM/CAM. Khususnya, WHO meminta perhatian
terhadap "kesalahpahaman luas bahwa 'alami' berarti 'aman' dan banyak yang
percaya bahwa obat alami asli tidak mempunyai risiko ". Untuk lebih mendidik
pasien tentang TM/CAM, profesional kesehatan perlu memahami penggunaannya,
indikasi, keselamatan, dan keampuhan.
Kasus 18: Akses Pelayanan Kesehatan dan Kemiskinan
Kata kunci: kesehatan anak, kesehatan global, akses perawatan kesehatan,
kesehatan ibu hamil, asuransi perawatan kesehatan nasional.
Ny. E usia 16 tahun, wanita mengandung 39 minggu kehamilan dan tinggal didesa
kecil dan miskin dengan populasi 200 orang, jarak yang ditempuh apabila ke kota
kurang lebih 400 km (setara dengan 20 jam ditempuh dengan becak). Dia tinggal
dengan keluarganya yang terdiri dari saudara perempuannya 17 tahun, suaminya
22 tahun, dan orang tuanya. Pada satu pagi, Ny. E ditemukan di lantai dengan
keadaan kejang, kemudian dia dibawa ke central pengobatan di desanya. Dia
dirawat oleh perawat P dan diukur tekanan darah 205/135 mmHg dan ditemukan
pula protein dalam urine. Dia di diagnosis dengan eklamsia berat. Menurut
perawat P, kemungkinan kematian dari Mrs. E dan bayinya akan meningkat bila
tidak ditangani selama 48 jam. Tetapi, keluarganya tidak memiliki mobil untuk ke
kota dan tidak mempunyai cukup biaya untuk operasi.
Ny. E : Saya hanya menginginkan anak saya selamat, saya tidak peduli
kalau saya akan meninggal. Hanya selamatkan bayi saya.
Tuan E : Tolong selamatkan istri saya dan bayi kami. Saya akan menjual
ginjal saya untuk menyelamatkan mereka.
Saudara Perempuan : saya akan bekerja di pelacuran untuk mendapatkan
cukup uang untuk membayar pengobatan tersebut.
Orang Tua : kejadian ini beberapa waktu lalu di desa kita, ini menyedihkan
tapi kita tidak bisa berbuat banyak tentang ini.
Perawat D : Saya melihat kasus yang sama bulan lalu. Gadis itu akhirnya
meninggal karena sepsis berat selama bekerja keras. Ini akan
bekerja lebih baik untuk menolong Ny. E dan membawa dia ke
kota untuk diobati.
Pertanyaan Kasus
1. Jika anda seorang professional terhadap pelayanan kesehatan
a. Apa yang kamu fikirkan tentang seharusnya perawat P lakukan
untuk menolong Ny. E dan keluarganya?
b. Jabarkan alasan yang anda buat tersebut!
2. Jika anda pemimpin dalam Negara anda
a. Apa aturan yang akan rencanakan untuk meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di negaramu?
b. Jabarkan alasan yang anda buat tersebut!
Jawaban pertanyaan
1. Pertolongan awal pada eklamsi.
– Px TTV
– Tx Penurun Tekanan Darah
– Tx Konvulsan
– Rujukan (IC)
Rujukan
• Konfirmasikan pada keluarga
• Konfirmasikan kelengkapan alat untuk rujukan
Dalam skenario tidak dijelaskan tentang
kelengkapan alat-alat yang ada dalam akses kesehatan di
desa tersebut (co. ambulance desa, atau lainnya). Maka dari
itu kita perlu konfirmasikan lagi.
• Pencapaian letak akses pelayanan kesehatan
1. Transportasi
2. Pelayanan kesehatan (Penyediaan RS, Puskesmas,
Tenaga medis)
3. Langkah Pelayanan kesehatan yang menyeluruh :
a. Preventif
b. Promotif
c. Kuratif
d. Rehabilitasi
2. Program MDGs 2015 (bab ibu dan anak)
Strategi :
1. Persalinan olh tenaga kesehatan
2. Penanggulangan Komplikasi
3. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanggulangan
Komplikasi Keguguran
4. Cakupan dan kualitas YanBid
5. Swasta
6. Pemberdayaan keluarga dan wanita
7. Pemberdayaan masyarakat
BAB IV
Safe Motherhood
PendidikanPemberdayaan
Wanita
Sektor
kesehatan
HAM SosEk
MPS (Making Pregnancy) Safer
PENUTUP
4.1. Simpulan
Kasus 1.5 Pengobatan untuk malaria adalah menggunakan anti
malaria dan boleh menggunakan herbal tetapi penggunaan obat herbal
yang sudah terstandarisasi. Pada kasus ini masih sadar sehingga kita harus
melindungi otonomi pasien. Pada kasus ini dalam segi moral kita
seharusnya tetap memberi antimalaria, tetapi pada segi etika salah satu
azaznya adalah menghormati otonomi pasien
Kasus 1.8 Salah satu asas etika medis adalah tidak mementingkan
diri sendiri. Maka ketika mendapatkan kasus yang bukan kompetensi kita,
sebaiknya dirujuk ke tanaga medis ahli yang lebih kompeten dan
profesional.
4.2. Saran
Setiap dokter atau tenaga medis profesional yang lain sebaiknya
dalam memutuskan suatu masalah, mempertimbangkan dari berbagai segi
seperti segi hukum, agama, moral dan etika. Khususnya untuk negara kita,
Indonesia, yang memilki kebudayaan ketimuran yang masih kental.
DAFTAR PUSTAKA
Akabayashi. Akira, Kodama. Satoshi. Biomedical Ethics in Asia. The mc-Graw-Hill Companies.
Samil, Ratna Suprapti. 2001. Etika Kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Bertens, K. 2001. Etika Prespektif Esai-esai tentang Masalah Aktual. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Hendrik. 2011. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC
http://www.surromomsonline.com/index.htm
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2012/06/pre-eklamsi-kehamilan.html
introduction to heral traditional medicine Dra Atiana Hussaana, Apt, Msi