fk

47
REFERAT PSIKIATRI ANTIDEPRESSAN PADA KEHAMILAN Oleh : Annisa AStika Rada 0910710036 Muhammad Audi 0910710098 Sri Lestari Fajerin 0910710119 Ratih Dwiputri P 0910713029 Deva Garuda Eka Putra 0910714032 Syarah Nandya D 0910714055 Pembimbing : dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

description

fk

Transcript of fk

Page 1: fk

REFERAT PSIKIATRI

ANTIDEPRESSAN PADA KEHAMILAN

Oleh :Annisa AStika Rada 0910710036Muhammad Audi 0910710098Sri Lestari Fajerin 0910710119Ratih Dwiputri P 0910713029Deva Garuda Eka Putra 0910714032Syarah Nandya D 0910714055

Pembimbing :dr. Frilya Rachma Putri, Sp.KJ

LAB/SMF ILMU KEDOKTERAN JIWARSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG

2014

Page 2: fk

BAB I

PENDAHULUAN

Periode perinatal merupakan masalah khusus bagi penyedia perawatan

kesehatan dari gangguan kejiwaan pada wanita. Banyak ibu hamil dan ibu baru

yang membutuhkan obat antidepresan tidak berani mengambil obat ini karena

takut efek berbahaya mungkin terjadi pada janin dan bayi. Penelitian tentang

efek jangka pendek dari antidepresan, inhibitor terutama selektif serotonin

reuptake inhibitor dan serotonin reuptake, norepinefrin, menunjukkan bahwa

mungkin digunakan oleh ibu hamil dan menyusui untuk pengobatan depresi dan

gangguan kecemasan. Penelitian juga menunjukkan bahwa tidak

memperlakukan gangguan ini dapat memiliki dampak negatif pada hubungan ibu

- anak .(nulman, 2002)

Depresi klinis terjadi pada 10 sampai 15 % dari hamil perempuan.

Penggunaan antidepresan selama kehamilan terus meningkat dari waktu ke

waktu , dengan prevalensi yang dilaporkan dari 8-13 % oleh inhibitor selektif

serotonin reuptake Amerika States. ( SSRI ) antidepresan yang paling sering

diresepkan selama pregnancy.pada tahun 2005 , berdasarkan hasil awal dari dua

studi epidemiologi, Administrasi Makanan dan Obat ( FDA ) memperingatkan

profesional perawatan kesehatan bahwa paparan pralahir untuk paroxetine dapat

meningkatkan risiko cacat jantung bawaan , dan FDA direklasifikasi obat ke D

(bukti risiko janin manusia, tetapi manfaat dapat menjamin penggunaan)

malformasi paling dikutip dalam laporan awal yang mengarah pada peringatan

FDA adalah defek septum. Sejak itu, beberapa studi telah itu mengevaluasi efek

teratogenik SSRI dan antidepresan lainnya 6-19, namun kontroversi masih cukup

apakah ini adalah "keprihatinan serius atau basa-basi banyak tentang sedikit,"

seperti yang tercantum dalam editorial yang diterbitkan dengan dua reports

(louik, 2007)(alwan, 2007).

Kami melihat penurunan yang tidak pantas dalam resep antidepresan

untuk remaja dan dewasa muda karena kotak hitam Food and Drug

Administration peringatan tentang bunuh diri. Namun, depresi yang tidak diobati

sendiri memiliki dampak yang jauh lebih besar pada perilaku bunuh diri daripada

efek samping dari antidepresan. Psikiater umumnya digunakan pertimbangan

yang tepat dalam resep antidepresan dan psikoterapi untuk populasi pasien ini,

tapi dokter lain tidak. Kita sekarang perlu untuk berkomunikasi dengan jelas

2

Page 3: fk

tentang risiko dan manfaat dari pengobatan untuk wanita hamil depresi jika kita

ingin menghindari konsekuensi yang merugikan mirip dengan kesejahteraan

mereka dan kesejahteraan bayi mereka (libby, 2007).

3

Page 4: fk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEPRESI

2.1.1 Definisi Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,

termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,

konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta

bunuh diri (Kaplan, 2010).

Depresi adalah suatu gejala yang diobservasi sudah ada sejak dahulu

dan merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini. Hal ini

sangat penting karena orang dengan depresi menyebabkan produktifitasnya

menurun, dan ini sangat buruk akibatnya bagi dirinya sendiri, bagi

masyarakat, dan bangsa yang sedang membangun. Orang yang mengalami

depresi dapat dikatakan orang yang sangat menderita (Hawari, 1997).

Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat

disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik

neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di

SSP (terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002).

Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang

ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya

penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap

dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu

(Kaplan, 2010).

2.1.2 Etiologi Depresi

Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara

buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial.

2.1.2.1 Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin

biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic

acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan

cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang

terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan

4

Page 5: fk

serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa

pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori

bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010).

Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut

tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti

Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti

parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan

konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion,

menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).

Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan

aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung

neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya

disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron

yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi

aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan

pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu

yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan

aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH

merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien

depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem

umpan balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem

monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010).

Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan

marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan

organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik.

Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi

CRH (Landefeld, 2004).

2.1.2.2 Faktor Genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di

antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi

berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi

umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada

kembar monozigot (Davies, 1999).

5

Page 6: fk

2.1.2.3 Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah

kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang

mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan,

kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan

dukungan sosial (Kaplan, 2010).

a. Peristiwa Kehidupan dan Stresor Lingkungan.

Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului

episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi

mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam

depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki

peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling

berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan

pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti

kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan

finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman

keamanan dapat menimbulkan depresi (Hardywinoto, 1999).

b. Faktor Kepribadian.

Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti

kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi

untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid

(kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif)

mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).

c. Faktor Psikodinamika.

Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan

objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya

untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010)

mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia

menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan

secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya

bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk

melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka

cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri

yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri

sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.

6

Page 7: fk

d. Kegagalan yang berulang.

Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa

dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak

melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa

mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan

ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010).

e. Faktor kognitif.

Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi

pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,

pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut

menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010).

2.1.3 Gambaran Klinis

Tidak semua penderita dengan masalah gangguan depresi mempunyai

gejala yang sama. Antara gejala yang timbul menurut National Institute of

Mental Health, 2008 adalah :

Rasa sedih yang persisten, gelisah, atau perasaan „kosong‟

Perasaan putus asa

Perasaan bersalah, merasa diri tidak berguna

Iritabilitas, cepat marah, resah

Hilang minat beraktivitas, termasuk aktivitas seksual

Lelah dan kepenatan

Masalah konsentrasi, mengingat sesuatu dan membuat keputusan

Insomnia, atau tidur berlebihan

Hilang selera makan, atau makan berlebihan

Idea atau cobaan bunuh diri

Nyeri kepala, kekejangan atau masalah pencernaan yang

persisten, tidak hilang dengan pengobatan

2.1.4 Penegakan Diagnosis

Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas untuk gangguan

depresi mayor ialah dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Suatu episode depresi

mayor ditandai dengan munculnya 5 atau lebih gejala di bawah ini, dalam

waktu periode 2 minggu. Salah satu gejala yang timbul harus termasuk poin

pertama (depresi mood) atau poin kedua (penurunan minat). Kriteria ini

termasuklah :

7

Page 8: fk

1. Depresi mood dialami hampir sepanjang hari, dan hampir setiap hari

2. Penurunan minat secara drastis dalam semua atau hampir semua

aktivitas, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari

3. Terjadi kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan

(contoh : perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau

penurunan atau pertambahan selera makan hampir setiap hari

4. Setiap hari (atau hampir setiap hari) mengalami insomnia atau

hipersomnia (tidur berlebihan)

5. Agitasi yang berlebihan atau melambat respon gerakan hampir setiap

hari

6. Rasa lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari

7. Rasa diri tidak berharga atau salah tempat atau rasa bersalah yang

berlebihan atau tidak tepat hampir setiap hari

8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih

atau membuat keputusan hampir setiap hari

9. Pikiran yang muncul berulang kali tentang kematian atau bunuh diri

tanpa suatu rencana yang spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh

diri, atau mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri

2.1.5 Terapi

Apabila seorang penderita sudah terdiagnosa menderita gangguan

depresi, maka tindakan terapi bisa dilakukan. Biasanya, dokter akan

bekerjasama dengan penderita untuk menentukan terapi yang paling sesuai.

Diperkirakan hampir 80% dari penderita dengan gangguan depresi bisa

diterapi dengan baik, tetapi keberhasilan terapi bergantung kepada terapi

yang dipilih (Bjornlund, 2010). Penggunaan obat untuk mengurangi gejala

(simptomatis) dan psikoterapi telah terbukti efektif dalam mengobati gangguan

depresi, samada secara sendirian maupun kombinasi (Halverson, 2011).

Penggunaan obat antidepresan merupakan terapi pertama untuk

penderita gangguan depresi dewasa dengan rekuren dan persisten.

Antidepresan bekerja dengan cara menormalkan kembali neurotransmitter

yang memberi efek pada mood seseorang, biasanya neurotransmitter

8

Page 9: fk

serotonin dan norepinefrin. Ada juga obat antidepresan yang bekerja pada

neurotransmitter dopamine (National Institute of Mental Health, 2008). Obat

yang paling sering digunakan adalah selective serotonin reuptake inhibitors

(SSRIs). SSRIs meningkatkan jumlah neurotransmitter serotonin dengan cara

menghambat reuptake kembali serotonin ke sel presinaps. Hasilnya, jumlah

serotonin di synaptic cleft yang akan berikatan dengan reseptor akan

meningkat. Contoh obat yang digunakan adalah fluoxetine (Prozac),

paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft). SSRIs paling sering digunakan

karena obat ini efektif dan mempunyai efek samping yang kurang berbanding

obat antidepresan yang digunakan dahulu (Bjornlund, 2010). Setengah

penderita memberi respon baik terhadap obat antidepresan lain, seperti jenis

monoamine oxidase inhibitor-A atau antidepresan trisiklik. Tetapi obat ini

mempunyai efek samping yang berat (North, 2010). Penggunaan obat-obat

antidepresan ini mempunyai efek samping yang berpengaruh pada

kandungan. Contohnya, obat selective serotonin reuptake inhibitors seperti

paroxetine, bisa meningkatkan resiko terjadinya malformasi kongenital pada

bayi. Serotonin withdrawal syndrome juga bisa terjadi pada neonatus yang

terpapar dengan obat selective serotonin reuptake inhibitors sewaktu bayi

tersebut dalam kandungan ibunya (O’Keane, 2007). Monoamine oxidase

inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim monoamine oxidase, maka

jumlah norepinefrin dan serotonin akan meningkat. Selain terapi farmakologi,

salah satu terapi yang penting bagi penderita gangguan depresi adalah

psikoterapi. Psikoterapi terdiri dari beberapa jenis, yaitu cognitive therapy,

behavioral therapy, interpersonal therapy, group therapy dan marital therapy.

Cognitive therapy bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kesadaran yang

negatif dan kemudian ini nantinya akan diganti dengan kesadaran positif.

Behavioral therapy pula, penderita akan diajari perilaku baru dan skil

interpersonal untuk mendapat respon yang diingini dari orang lain. Latihan skil

sosial adalah satu jenis behavioral therapy yang mementingkan latihan

ketegasan, kompetensi verbal dan non-verbal dan memanfaatkan main peran

untuk mengembangkan kemahiran. Interpersonal therapy memudahkan

penderita untuk sehat kembali dengan memfokuskan tentang keadaan

sekarang, bukan tentang sebelumnya. Tujuannya supaya penderita bisa

mengembangkan skil menyelesaikan masalah, sosial dan interpersonal.

Group therapy pula, seorang dokter dan satu kumpulan penderita gangguan

9

Page 10: fk

depresi berusaha bersama-sama untuk mengubah keadaan emosional dan

perilaku mereka sendiri. Sementara Marital therapy bisa dilaksanakan oleh

seorang individual, pasangan atau ahli keluarga sendiri (North, 2010).

Apabila penderita gangguan depresi tidak memberi respon terhadap

terapi farmakologi maupun psikoterapi, maka satu lagi terapi bisa digunakan

yaitu Electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi syok. Terapi ini bekerja

dengan mengalirkan arus listrik melalui otak penderita, dengan sengaja

membuat penderita kejang untuk satu jangka masa yang singkat. Langkah ini

dipercayai mengubah aktivitas kimia otak, karena pelepasan sejumlah besar

neurotransmitter dalam masa yang singkat, hingga hasilnya adalah perubahan

dalam mood penderita dan meningkatkan fungsi otak (Bjornlund, 2010). ECT

juga digunakan jika suatu respon antidepresan yang cepat diperlukan. Hasil

yang terlihat bisa lebih cepat berbanding terapi farmakologi, kira-kira kurang 1

minggu sejak permulaan terapi. ECT dipercayai efektif untuk pengobatan

depresi delusi, dan juga terapi pilihan untuk penderita psikotik (Halverson,

2011)

2.1.6 Prognosis

Gangguan depresi adalah suatu penyakit yang mempunyai potensi

morbiditas dan mortalitas yang signifikan, karena depresi bisa menyumbang

kepada terjadinya kasus bunuh diri, salahguna obat, gangguan hubungan

interpersonal, dan kehilangan masa kerja. Suatu studi dari WHO dan WB

menemukan gangguan depresi merupakan penyebab keempat terbanyak

yang menyumbang kepada kecacatan di seluruh dunia, dan angka ini dijangka

meningkat menjadi penyebab kedua terbanyak menyebabkan kecacatan pada

tahun 2020 (Bjornlund, 2010). Menurut National Alliance on Mental Illness,

gangguan depresi merupakan penyebab utama terjadinya kecacatan di

Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya. Tetapi dengan terapi

yang sesuai, 70-80% dari penderita gangguan depresi bisa mencapai

pengurangan gejala secara signifikan, walaupun masih kira-kira 50% dari

penderita mungkin tidak memberi respon pada permulaan terapi. 40% dari

individu dengan gangguan depresi yang tidak diterapi selama 1 tahun akan

terus termasuk dalam kriteria diagnosa, manakala 20% lainnya akan

mengalami remisi. Remisi parsial dengan atau adanya riwayat gangguan

depresi kronis akan menjadi satu faktor resiko untuk terjadinya episode

10

Page 11: fk

rekuren dan resisten terhadap terapi. Hasil pengobatan biasanya baik, tetapi

tidak untuk semua penderita. gangguan depresi adalah satu penyakit dengan

angka rekuren yang tinggi. Bagi penderita gangguan depresi yang mengalami

episode depresi berulang, terapi cepat dan berterusan diperlukan untuk

mengelak terjadinya gangguan depresi kronis dan berterusan, hingga bisa

menyebabkan seseorang penderita gangguan depresi itu perlu berterusan

diterapi untuk jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health,

2008).

2.2 Wanita Hamil

Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara

kehidupan sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan

kehidupan nanti setelah anak tersebut lahir. Perubahan status yang radikal ini

dipertimbangkan sebagai suatu krisis disertai periode tertentu untuk menjalani

proses persiapan psikologis yang secara normal sudah ada selama kehamilan

dan mengalami puncaknya pada saat bayi lahir (Kessler et al., 2003).

Insidens gangguan jiwa pada kehamilan lebih rendah dibanding post

partum dan di luar kehamilan. Post partum 10-15%, diluar kehamilan 2-7%.

Penelitian melaporkan bahwa 10% wanita hamil memenuhi syarat mengalami

depresi mayor dan minor (Gavin et al., 2005). Hasil penelitian sampai saat ini

menunjukkan etiologi yang multifaktorial. Beberapa faktor yang dilaporkan seperti

faktor hormonal, neuroendokrin, biokemikal, psikologik, sosial, budaya, genetik

dan kepribadian, atau hubungan timbal balik diantara faktor-faktor tersebut

(Bennett et al., 2004).

2.2.1 Perubahan Fisiologis Pada Wanita Hamil

Pada suatu masa kehamilan didapatkan adanya berbagai perubahan

yang terjadi pada hampir seluruh sistem organ maternal (Santos, et al., 2006)

(McClure FRCA & Heidemann FRCA, 2003). Perubahan tersebut terjadi

segera setelah fertilisasi dan akan terus berlanjut selama kehamilan.

Sebagian besar perubahan tersebut disebabkan oleh karena efek dari hormon

estrogen dan progesterone selama kehamilan dimana hormone tersebut

secara dominan diproduksi oleh ovarium pada minggu ke 12 selama

kehamilan dan setelah itu sekresi selanjutnya akan diteruskan oleh plasenta

(McClure FRCA & Heidemann FRCA, 2003). Berbagai perubahan yang terjadi

pada wanita hamil dapat kembali seperti sediakala setelah wanita tersebut

11

Page 12: fk

mengalami proses melahirkan atau persalinan dan juga menyusui (Hadijanto,

2008). Berbagai proses perubahan yang terjadi selama kehamilan dapat

bermanfaat bagi fetus maupun bagi ibu hamil antara lain dapat mendukung

keperluan fetus sepanjang kehamilan (nutrisi, oksigenasi), memberikan

proteksi fetus, dan mempersiapkan uterus untuk melahirkan (Hadijanto, 2008).

Berbagai gejala yang dialami oleh ibu hamil antara lain adalah

kelelahan atau kepenatan yang merupakan suatu hal yang dianggap fisiologis

bagi wanita hamil dan ini biasanya dirasakan pada minggu ke-12 kehamilan

dan pada minggu-minggu akhir kehamilan (Merck Manual, 2007).

Perubahan fisiologis ini akan dirasakan makin hebat jika wanita itu

mengalami kehamilan multipel (Bernstein, 2000).

2.2.2 Perubahan Kardiovaskular dan Sistem Hematologi

Perubahan kardiovaskular dan hematologi selama kehamilan dimulai

dari usia kehamilan 4 minggu dan berkembang secara progresif (McClure

FRCA & Heidemann FRCA, 2003). Meskipun perubahan sistem

kardiovaskular terlihat pada awal trimester pertama, perubahan pada sistem

kardiovaskular berlanjut ke trimester kedua dan ketiga, ketika cardiac

output meningkat kurang lebih sebanyak 40% daripada pada wanita yang

tidak hamil. Cardiac output meningkat dari minggu kelima kehamilan dan

mencapai tingkat maksimum sekitar minggu ke-32 kehamilan, setelah itu

hanya mengalami sedikit peningkatan sampai masa persalinan, kelahiran,

dan masa post partum (Birnbach,et.al., 2009).

Selama kehamilan juga terjadi peningkatan dari volume plasma

sebanyak 45%. Kenaikan tersebut dapat diperantarai oleh aksi hormon

progesteron dan estrogen pada ginjal yang kemudian merangsang ginjal

untuk mensekresikan renin yang selanjutnya memicu sistem renin

angiotensin. Adanya sistem renin angiotensin selanjutnya akan memicu

terjadinya retensi natrium sehingga terjadi peningkatan total body water

(McClure FRCA & Heidemann FRCA, 2003). Sebagai hasilnya, jumlah cairan

tubuh wanita hamil dapat meningkat hingga 6-8 liter, di mana 4-6 liter akan

berada di ekstraselular. Distribusi volume darah juga dipengaruhi oleh

perubahan posisi tubuh. Hal tersebut dibuktikan dengan supine

hypotensive syndrome yang terjadi pada 10% wanita hamil, yaitu suatu

keadaan hipotensi karena kurangnya aliran darah ke jantung karena

12

Page 13: fk

penekanan uterus pada vena kava inferior (Santos, et. al., 2006) (Pernoll,

2001).

Selain terjadi perubahan pada pembuluh darah seluruh tubuh,

jantung itu sendiri juga mengalami beberapa perubahan sebagai suatu

respon adaptasi fisiologis pada wanita hamil. Naiknya posisi diafragma

mengakibatkan perpindahan posisi jantung dalam dada, sehingga terlihat

adanya pembesaran jantung pada gambaran radiologis dan deviasi aksis

kiri dan perubahan gelombang T pada elektrokardiogram (EKG).

Perubahan ini pastinya bergantung kepada besar dan posisi dari uterus,

tone otot abdominal dan konfigurasi dari abdomen dan toraks (Morgan,

2006) (Cunningham, 2005). Sewaktu kehamilan, jantung wanita perlu

bekerja lebih keras karena semakin membesar fetus, semakin kuat

jantung harus memompa darah ke uterus. Hingga sewaktu trimester

terakhir, uterus akan menerima hampir satu per lima dari suplai darah.

Jantung juga harus memompa dengan kuat karena volume darah yang

meningkat karena retensi cairan tadi. Hasilnya, cardiac output akan

meningkat kira-kira 30-50%. Penurunan resistensi vaskuler dan tekanan

darah arteri serta peningkatan volume darah dan kadar metabolisme

basal pada wanita hamil juga merupakan beberapa faktor yang

menyumbang kepada terjadinya perubahan pada cardiac output. Sewaktu

partus pula, cardiac output ini bisa meningkat lagi 10%, dan akan mulai turun

setelah partus. Kadarnya akan kembali normal dalam waktu 6 minggu

setelah partus (Merck Manual, 2007).

2.2.3 Perubahan EndokrinSebagai akibat dari peningkatan sekresi dari berbagai macam

hormon selama masa kehamilan , termasuk tiroksin, adrenokortikal dan

hormon seks, maka laju metabolisme basal pada wanita hamil

meningkat sekitar 15 % selama mendekati masa akhir dari kehamilan.

Sebagai hasil dari peningkatan laju metabolisme basal tersebut, maka wanita

hamil sering mengalami sensasi rasa panas yang berlebihan. Selain itu,

karena adanya beban tambahan, maka pengeluaran energi untuk aktivitas

otot lebih besar daripada normal (Guyton, 2006).

Produksi insulin akan meningkat selama kehamilan akan tetapi hal

tersebut disertai dengan peningkatan resistensi insulin yang disebabkan oleh

hormon plasenta (terutama human placenta lactogen). Oleh karena itu,

13

Page 14: fk

peningkatan kadar karbohidrat yang dikonsumsi akan semakin menambah

jumlah konsentrasi glukosa darah. Hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya glucose transfer dari maternal ke fetus. Sedangkan insulin tidak

dapat melewati plasenta sehingga fetus akan berusaha untuk meningkatkan

jumlah produksi insulin sendiri. Pada diabetes gestasional yang poorly

controlled akan menyebabkan terjadinya makrosomia pada fetus. Maternal

hiperglikemi dapat menyebabkan terjadinya produksi insulin oleh fetus

sehingga dapat memicu terajadinya neonatal hipoglikemi (McClure FRCA &

Heidemann FRCA, 2003).

Selain itu, dengan bermulanya suatu kehamilan, produksi estrogen dan

progesteron juga akan meningkat. Hal tersebut merupakan dasar dari konsep

maternal fetal-placental unit (Pernoll, 2001).

a. Estrogen

Estrogen diproduksi oleh sel syncytiotrophoblast. Bentuk estrogen

yang paling poten adalah 17b-estradiol, berasal dari

dehydroepiandrosterone ibu dan fetus. Jumlah estrogen akan meningkat

hingga 1000 kali lipat sewaktu kehamilan. Sementara estrone, yang disintesa

dari kolestrol ibu dan dehydroepiandrostenedione fetus hanya meningkat 100

kali lipat. Kedua hormon ini berperan penting dalam perkembangan fetus

(Pernoll, 2001). Satu lagi bagian terbesar dari jumlah estrogen adalah estriol.

Hormon ini dihasilkan dari 16-hydroxydehydroepiandrosterone, dan sering

digunakan sebagai marker untuk monitor keadaan fetus. Jika ada terjadi

sesuatu pada fetus, maka jumlah estrogen akan didapati menurun (Bernstein,

2000).

b. Progesteron

Progresteron merupakan suatu hormon yang penting dalam menjaga

kelangsungan suatu kehamilan. 17a-Hydroxyprogesterone adalah satu jenis

progesteron yang awalnya dihasilkan oleh korpus luteum sewaktu 7 minggu

yang pertama, dan kemudian peran ini akan diambil alih oleh plasenta.

Hormon progesteron yang dihasilkan ini akan meningkat jumlahnya setiap hari

sepanjang kehamilan hingga mencapai jumlah 2 kali lipat berbanding biasa.

Hormon ini penting untuk mempertahankan dinding endomentrium supaya

sesuai untuk pertumbuhan fetus.

c. Human Chorionic Gonadotropine (hCG)

14

Page 15: fk

Hormon plasenta yang disebut human chorionic gonadotropina (hCG)

ini diproduksi oleh syntrophoblast. Konsentrasinya akan meningkat secara

mendadak setelah berlakunya implantasi oleh ovum yang telah

disenyawakan dan bisa mencapai kadar puncak 100,000 mIU/mL dalam 8

– 10 minggu kehamilan. Setelah itu, hormon ini akan menurun jumlahnya

hingga ke suatu tahap dalam waktu kira-kira 120 hari dan jumlah itu

akan menetap hingga wanita tersebut partus (Pernoll, 2001). Hormon ini

bersifat luteotropic, seperti hormon LH yang menstimulasi produksi dari

progesterone, 17-hydroxyprogesterone dan estrogen. Fungsi hormon ini

pada akhir waktu kehamilan masih menjadi tanda tanya. Tetapi, hormon

ini telah digunakan secara global sebagai suatu petanda kehamilan karena

jumlah hormon ini akan meningkat secara mendadak pada awal kehamilan.

Jika jumlah hormon ini lebih rendah dari yang dijangka, ada

kemungkinan terjadinya suatu kehamilan ektopik atau aborsi. Jika

jumlahnya lebih daripada biasa, ada kemungkinan terjadi kehamilan multipel,

kehamilan molar atau trisomy 21 (Bernstein, 2000).

2.2.4 Perubahan Pada Sistem ReproduksiPada wanita yang normal, uterus adalah suatu organ yang

mempunyai struktur yang hampir padat, dengan berat kira-kira 70 gram dan

mempunyai ruang hanya 10mL atau kurang. Tetapi sewaktu kehamilan,

uterus akan bertransformasi kepada suatu organ berotot yang dindingnya

relatif tipis dan mempunyai kapasitas yang cukup untuk menampung fetus,

placenta dan cairan amnion. Sewaktu kehamilan, pembesaran uterus

melibatkan peregangan dan hipertrofi yang jelas dari sel otot, di mana

produksi sel baru adalah terbatas. Selain itu, peningkatan dari ukuran sel

otot ini juga diikuti oleh akumulasi dari jaringan fibrous dan jaringan

elastis, terutamanya pada lapisan otot eksternal. Perubahan ini akan

bertujuan untuk menambah kekuatan dinding uterus. Walaupun dinding

korpus akan menjadi tebal pada beberapa bulan awal kehamilan, namun ia

akan berubah menjadi tipis secara bertahap dengan meningkatnya usia

kehamilan. Hasilnya, pada akhir usia kehamilan, uterus akan berubah menjadi

suatu kantung muscular dengan dinding yang tipis dan lembut (Cunningham,

2005). Pada awal kehamilan, penebalan uterus distimulasi terutamanya oleh

hormon estrogen dan sedikit oleh hormon progesterone. Hal ini dapat

dilihat dengan perubahan uterus pada awal kehamilan mirip dengan

15

Page 16: fk

kehamilan ektopik. Akan tetapi, setelah kehamilan 12 minggu lebih

penambahan ukuran uterus didominasi oleh desakan dari hasil konsepsi.

Pada awal kehamilan juga, tuba fallopii, ovarium, dan ligamentum

rotundum berada sedikit di bawah apeks fundus, sementara pada akhir

kehamilan akan berada sedikit di atas pertengahan uterus. Posisi plasenta

juga mempengaruhi penebalan sel-sel otot uterus, di mana bagian uterus

yang mengelilingi tempat implantasi plasenta akan bertambah besar lebih

cepat berbanding bagian lainnya sehingga akan menyebabkan uterus

tidak rata. Fenomena tersebut dikenal dengan tanda Piscaseck(Hadijanto,

2008).

2.2.5 Perubahan Sistem RespirasiPerubahan pada sistem respirasi dapat dikategorikan secara anatomi

dan fisiologi. Perubahan anatomi meliputi edema jalan nafas bagian atas

kemudian jalan ke bawah menuju faring, false cord, glottis, dan arytenoids.

Hal tersebut merupakan suatu hal yang penting bagi ahli anastesi karena

dapat menyebabkan suatu obstruksi jalan nafas dan perdarahan selama

dilakukan anastesi dengan menggunakan masker dan hal tersebut dapat

membuat proses intubasi trakea menjadi semakin sulit sehingga

membutuhkan diameter ETT yang semakin kecil (McClure FRCA &

Heidemann FRCA, 2003). Adaptasi respirasi selama kehamilan dirancang

untuk mengoptimalkan oksigenasi ibu dan janin, serta memfasilitasi

perpindahan produk sisa CO2 dari janin ke ibu (Norwitz,et al., 2008).

Diafragma akan menaik ke arah cranial kira-kira 4 cm sewaktu

kehamilan. Sudut subkosta melebar dengan diameter transversal kosta

meningkat kira-kira 2 cm. Diameter toraks atau dada yang meningkat,

memastikan bahwa terjadi peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan.

Kadar pernapasan akan mengalami sedikit perubahan sewaktu kehamilan,

tetapi volume tidal, minute ventilatory volume dan minute oxygen uptake

meningkat dengan jelas dengan meningkatnya usia kehamilan.

Ventilasi meningkat 40% pada trimester pertama karena peningkatan

tidal volume. Tetapi semakin meningkatnya usia kehamilan, akan terjadi

pengurangan kapasitas total paru karena ukuran uterus yang membesar.

Volume residual dan functional residual capacity kembali normal setelah

proses persalinan (Santos,et.al., 2006). Tidak ada perubahan yang jelas pada

expiratory peak flow rate. Aktivitas ringan dapat menurunkan tingkat pCO2

16

Page 17: fk

hingga bisa menurunkan aliran darah cerebral dan bisa menimbulkan pusing.

pCO2 yang rendah dikompensasi dengan jumlah plasma bikarbonat yang

rendah bagi mempertahankan pH normal (Joan Pitkin, 2003).

2.2.6 Perubahan Pada GinjalPerubahan pada ginjal dapat ditimbulkan sebagai akibat dari

peningkatan cardiac output, plasma renal flow, dan filtrasi glomerulus selama

kehamilan. Urea, kreatinin, klirens urat, dan sekresi bikarbonat kadarnya

meningkat sehingga menyebabkan konsentrasi plasma darah pada orang

hamil lebih rendah bila dibandingkan dengan orang yang tidak hamil. Aktivitas

RAA sistem, aldosteron, dan progesteron yang meningkat ditandai oleh

adanya retensi air sehingga menurunkan osmolalitas plasma. Progesterone-

mediated ureteric smooth muscle relaxation dapat menyebabkan statis urin

sehingga membuat wanita hamil rentan mengalami urinary tract infections

(McClure FRCA & Heidemann FRCA, 2003). Serum kreatinin dan Blood

Urea Nitrogen (BUN) mungkin menurun menjadi 0.5-0.6 mg/dL dan

8-9mg/dL. Penurunan thresholddari tubulus renal untuk glukosa dan asam

amino umum dan sering mengakibatkan glukosuria ringan(1-10g/dL) atau

proteinuria (<300 mg/dL). Osmolalitas plasma menurun sekitar 8-10

mOsm/kg (Morgan, 2006). Pada ekskresi akan dijumpai kadar asam amino

dan vitamin larut air dalam jumlah yang banyak. Tetapi, jika ditemukan

proteinuria atau hematuria, maka itu sudah termasuk suatu hal yang

abnormal. Pada fungsi renal, akan dijumpai peningkatan creatinine clearance

lebih tinggi dari 30% (Hadijanto, 2008).

2.3 Depresi Pada Ibu HamilSecara tradisional, kehamilan merupakan suatu hal yang menyenangkan

dan membahagiakan bagi sebagian besar orang. Masa kehamilan diyakini

sebagai suatu masa yang memberikan proteksi terhadap depresi bagi seorang

wanita. Bagaimanapun juga, pada wanita yang hamil seringkali menderita

depresi. Pada beberapa studi telah dilakukan suatu skrining terhadap pasien

yang hamil secara acak dan dari langkah tersebut didapatkan bahwa 20% pasien

memenuhi kriteria depresi. Depresi pada wanita yang baru saja melahirkan juga

sering didapatkan pada wanita dengan riwayat depresi (depressive illness),

sehingga para peneliti percaya bahwa kehamilan merupakan salah satu faktor

risiko dari mood disorder (MSc, MSc, MSc, RN, MD, & MD, November 2004).

17

Page 18: fk

Proses pertumbuhan dan perkembangan dari fetus atau janin dalam

kandungan sangat tergantung pada kondisi kesehatan ibu. Kesehatan ibu yang

terganggu dapat berdampak bagi kesehatan janin yang dikandungnya, salah

satu dampak yang dapat ditimbulkan adalah melahirkan bayi dengan berat

badan lahir rendah. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi lahir dengan

berat < 2.500 gram termasuk kelahiran preterm (usia kehamilan < 37 minggu),

kelahiran aterm tetapi terdapat gangguan dalam pertumbuhan (intra uterine

growth restriction/IUGR) atau merupakan kombinasi keduanya (Hapisah, Dasuki,

& Prabandari, 2010). Gangguan psikologis pada ibu hamil dengan gejala depresi

secara tidak langsung berpengaruh terhadap risiko kejadian BBLR. Didapatkan

adanya hubungan antara gangguan psikologis dengan terjadinya peningkatan

indeks resistensi arteri uterina. Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan

konsentrasi noradrenalin dalam plasma, sehingga aliran darah ke uterus

menurun dan uterus sangat sensitif terhadap noradrenalin sehingga

menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme inilah yang mengakibatkan

terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin

sehingga terjadi BBLR (Hapisah, Dasuki, & Prabandari, 2010).

Pengamatan dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa kasus gangguan

kecemasan dan depresi semakin bertambah. Hal ini dapat dilihat dari

peningkatan kunjungan pasien yang berobat di pusat-pusat pelayanan kesehatan

jiwa dan juga berobat ke dokter (psikiatri) serta penggunaan obat

psikofarmaka (obat anti cemas dan depresi) yang diresepkan dokter (Hawari D,

2006).

Suatu penelitian menunjukkan bahwa prevalensi ibu hamil dengan

gangguan depresi sebanyak 7%-25% dan dapat terjadi dalam tahapan

kehamilan trimester I (7,4%), trimester II (12,8%) dan pada trimester III (12,0%)

(Rahman et al., 2007). Prevalensi depresi pada ibu hamil lebih tinggi terjadi pada

usia kehamilan 32 minggu 13,5% dibandingkan dengan 8 minggu pasca

melahirkan 9,1% (Hapisah, Dasuki, & Prabandari, 2010).

2.3.1Etiologi dan Faktor RisikoDepresi mayor merupakan suatu mental disorder yang umum ditemukan

dan merupakan penyebab mayor terjadinya disability. Pada survey yang

dilakukan pada suatu populasi, rata-rata 7% orang dewasa yang mengalami

depresi mengalami penurunan jumlah dalam waktu 12 bulan dan 12,7%

diantaranya dilaporkan depresi terjadi pada saat kehamilan (Stewart, 2011).

18

Page 19: fk

Faktor risiko terkuat dalam menyebabkan depresi selama kehamilan

adalah adanya riwayat depresi sebelumya. Faktor risiko lain yang terkait

adalah adanya riwayat keluarga dengan gangguan mood depresi atau bipolar,

menjadi ibu tunggal (tanpa seorang suami), penganiayaan masa kanak-kanak,

memiliki lebih dari 3 anak, merokok, pendapatan rendah, usia kurang dari 20

tahun, dan kurangnya support keluarga selama kehamilan (Stewart, 2011).

2.3.2 Pengaruh Depresi Pada Ibu Hamil

Secara umum, semua emosi yang dirasakan oleh wanita hamil cukup

labil. Reaksi emosional dan persepsi mengenai kehidupan juga dapat

mengalami perubahan. Wanita hamil menjadi sangat sensitif dan cenderung

bereaksi berlebihan. Ia merenungkan mimpi tidurnya, angan-angannya,

fantasinya, dan arti kata-katanya, objek, peristiwa, konsep abstrak, seperti

kematian, kehidupan, keberhasilan, dan kebahagiaan. Selama kehamilan

berlangsung, terdapat rangkaian proses psikologis khusus yang jelas, yang

terkadang tampak berkaitan erat dengan perubahan biologis yang sedang

terjadi (Stewart, 2011).

2.4 Pengaruh Psikologis Pada Kehamilan

Kehamilan, disamping memberi kebahagiaan yang luar biasa, juga

sangat menekan jiwa sebagian besar wanita. Pada beberapa wanita dengan

perasaan ambivalen mengenai kehamilan, stres mungkin meningkat. Respon

terhadap stres mungkin dapat bervariasi yang tampak atau tidak tampak.

Sebagai contoh, sebagian besar wanita mengkhawatirkan apakah bayinya

normal. Pada mereka yang memiliki janin dengan resiko tinggi untuk kelainan

bawaan, stres meningkat. Selama kehamilan dan terutama mendekati akhir

kehamilan, harus dibuat rencana untuk perawatan anak dan perubahan gaya

hidup yang akan terjadi setelah kelahiran. Pada sejumlah wanita, takut terhadap

nyeri melahirkan sangat menekan jiwa. Pengalaman kehamilan mungkin dapat

diubah oleh komplikasi medis dan obstetrik yang dapat terjadi. Wanita dengan

komplikasi kehamilan adalah 2 kali cenderung memiliki ketakutan terhadap

kelemahan bayi mereka atau menjadi depresi (Chambers, 2006).

Sebaiknya masalah mengenai kesehatan mental harus dibicarakan. Skrining

penyakit mental sebaiknya dilakukan pada pemeriksaan prenatal pertama. Ini

mencakup riwayat gangguan psikiatrik dahulu, termasuk rawat inap dan rawat

jalan. Penilaian gangguan cemas dan mood dalam kehamilan mencakup

19

Page 20: fk

pemeriksaan medis dasar yang sesuai dalam hal ini termasuk pemeriksaan

darah lengkap, fungsi tiroid, ginjal dan hati. Disarankan juga pemeriksaan

toksikologi urin. Penggunaan obat psikoaktif sebelumnya atau saat ini seperti

juga penggunaan alkohol dan obat terlarang perlu diketahui. Gejala-gejala yang

menunjukkan disfungsi mental sebaiknya diperiksa. Kondisi seperti kecemasan

dan depresi mungkin berhubungan dengan peningkatan resiko kelahiran

prematur. Masa kehamilan dibagi menjadi tiga periode atau trimester, masing-

masing selama 13 minggu (Koren, 2011).

2.4.1 Trimester Pertama

Trimester pertama sering dianggap sebagai periode penyesuaian

terhadap kenyataan bahwa ia sedang mengandung. Kurang lebih 80%

wanita mengalami kekecewaan, penolakan, kecamasan, defresi, dan

kesedihan(Koren, 2011).

Pada trimester ini akan menimbulkan ambivalensi mengenai

kehamilannya terhadap usahanya menghadapi pengalaman kehamilan

yang buruk, yang pernah ia alami sebelumnya, efek kehamilan terhadap

kehidupannya kelak ( terutama jika ia memiliki karir), tanggung jawab

yang baru atau tambahan yang akan ditanggungnya, kecemasan yang

akan berhubungan dengan kemampuannya untuk menjadi seorang ibu,

masalah-masalah keuangan dan rumah tangga, dan keberterimaan

orang terdekat terhadap kehamilannya. Perasaan ambivalen ini biasanya

berakhir dengan sendirinya seiring ia menerima kehamilannya,

sementara itu, beberapa ketidaknyamanan pada trimester pertama,

seperti nausea, kelemahan, perubahan nafsu makan, kepekaan

emosional, semua ini dapat mencerminkan konflik dan defresi yang ia

alami dan pada saat bersamaan hal-hal tersebut menjadi pengingat

tentang kehamilannya. Trimester pertama sering menjadi waktu yang

menyenangkan untuk melihat apakah kehamilan akan dapat

berkembang dengan baik. Hal ini akan terlihat jelas terutama pada

wanita yang telah beberapa kali mengalami keguguran(Koren, 2011).

Hasrat seksual pada trimester pertama sangat bervariasi antara

wanita yang satu dan yang lain. Meski beberapa wanita mengalami

peningkatan hasrat seksual, tetapi secara umum trimester pertama

20

Page 21: fk

merupakan waktu terjadinya penurunan libido dan hal ini memerlukan

komunikasi yang jujur dan terbuka terhadap pasangan masing-masing.

Banyak wanita merasakan kebutuhan kasih sayang yang besar dan cinta

kasih tanpa seks. Libido secara umum sangat dipengaruhi oleh

keletihan, nausea, depresi, payudara yang membesar dan nyeri,

kecemasan, kekhawatiran, dan masalah-masalah lain merupakan hal

yang sangat normal terjadi pada trimester pertama (Chambers, 2006).

2.4.2 Trimester Kedua

Trimester kedua yakni periode ketika wanita merasa nyaman dan

bebas dari segala ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil.

Pada trimester kedua, mulai terjadi perubahan pada tubuh. Orang akan

mengenali Anda sedang hamil. Pada akhir trimester kedua, rahim akan

membesar sekira 7,6 cm di atas pusar. Pertambahan berat badan rata-

rata 7,65-10,8 kg termasuk pertambahan berat dari trimester pertama.

Janin mulai aktif bergerak pada periode ini(Chambers, 2006).

Sebagian besar wanita merasa lebih erotis selama trimester kedua,

kurang lebih 80% wanita mengalami kemajuan yang nyata dalam

hubungan seksual mereka dibanding pada trimester pertama dan

sebelum hamil. Trimester kedua relatif terbebas dari segala

ketidaknyamanan fisik, dan ukuran perut wanita belum menjadi masalah

besar, lubrikasi vagina semakin banyak pada masa ini, kecemasan,

kekhawatiran dan masalah-masalah yang sebelumnya menimbulkan

ambivalensi pada wanita tersebut mereda, dan ia telah mengalami

perubahandari seorang yang mencari kasih sayang dari ibunya menjadi

seorang yang mencari kasih sayang dari pasangannya, dan semua

faktor ini turut mempengaruhi peningkatan libido dan kepuasan seksual

(Koren, 2011)

2.4.3 Trimester Ketiga

Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh

kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayi

sebagai makhluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak sabar menanti

kehadiran sang bayi. Ada perasaan was-was mengingat bayi dapat lahir

21

Page 22: fk

kapanpun. Hal ini membuatnya berjaga-jaga sementara ia

memperhatikan dan menunggu tanda dan gejala persalinan

muncul(Chambers, 2006).

Pergerakan janin dan pembesaran uterus, keduanya menjadi hal

yang terus menerus mengingatkan tentang keberadaan bayi. Wanita

tersebut lebih protektif terhadap bayinya(Koren, 2011).

Sejumlah ketakutan muncul pada trimester ketiga. Wanita mungkin

merasa cemas dengan kehidupan bayi dan kehidupannya sendiri.

Seperti: apakah nanti bayinya akan lahir abnormal, terkait persalinan dan

pelahiran (nyeri, kehilangan kendali, hal-hal lain yang tidak diketahui),

apakah ia akan menyadari bahwa ia akan bersalin, atau bayinya tidak

mampu keluar karena perutnya sudah luar biasa besar, atau apakah

organ vitalnya akan mengalami cedera akibat tendangan bayi. Ia juga

mengalami proses duka lain ketika ia mengantisipasi hilangnya perhatian

dan hak istimewa khusus lain selama kehamilan, perpisahan antara ia

dan bayinya yang tidak dapat dihindari, dan perasaan kehilangan karena

uterusnya yang penuh secara tiba-tiba akan mengempis dan ruang

tersebut menjadi kosong. Depresi ringan merupakan hal yang umum

terjadi dan wanita dapat menjadi lebih bergantung pada orang lain lebih

lanjut dan lebih menutup diri karena perasaan rentannya. Wanita akan

kembali merasakan ketidaknyamanan fisik yang semakin kuat menjelang

akhir kehamilan. Ia akan merasa canggung, jelek, berantakan, dan

memerlukan dukungan yang sangat besar dan konsisten dari

pasangannya. Pada pertengahan trimester ketiga, peningkatan hasrat

seksual yang terjadi pada trimester sebelumnya akan menghilang karena

abdomennya yang semakin besar menjadi halangan. Dengan demikian

resiko dan penyebab yang terkait, seperti tersebut diatas dapat sebagai

pencetus terjadinya reaksi-reaksi psikologis mulai tingkat gangguan

emosional yang ringan ketingkat gangguan jiwa yang serius(APA, 2000).

22

Page 23: fk

2.5 Efek Antidepresan pada Ibu Hamil

Risk /

Drug

Congenital

Malformations

Respirat

ory Distress

(use

>20wks

gestation)

Spontaneo

us

Abortion/Foeta

l Loss

Neonatal

Withdrawal

Effects

Other

SSRIs

-

citalopram

-

fluoxetine

-

paroxetine

-

sertraline

-

escitalopram

No

increase in

overall

malformations

.

? Small ↑

in absolute

risk of CV

malformations

(data

conflicting;

most

consistent

with

paroxetine &

fluoxetine, but

class effect

likely).

Neonatal

respiratory

distress.

Probable

↑ in risk of

persistent

pulmonary

hypertensio

n of the

newborn

(PPHN) of

likely <0.5%

(background

rate is 1-2

/1000 live

births).

PPHN is

associated

with

considerabl

e morbidity

& mortality.

Unclear –

data limited,

conflicting,

and often

confounded.

Mild,

transient

symptoms in

15-30% of

newborns

which resolve

within 2 wks.

Symptoms

involve GI,

CNS,

respiratory &

motor systems

(e.g.

tachypnoea,

weak / absent

cry, tremor,

temperature

instability,

irritability,

hypoglycaemia

, seizures).

Maternal

/ neonatal

bleeding -

SSRIs

reduce

platelet

aggregation

& cause

bleeding in

up to 1% of

patients.

Data

regarding

this are

sparse.

However,

there are

concerns

over their

effects in

the neonatal

and post-

partum

period.

TCAs

-

amitriptyline

-

nortriptyline

-

clomipramin

e

Data not

concerning.

No

known

association.

No known

association.

Jitteriness,

irritability and

convulsions

(rarely)

reported.

Maternal

cardiotoxicit

y in

overdose.

SNRIs

-

venlafaxine

No

association so

far – an effect

Respirat

ory distress

similar to

No known

association.

Low Apgar

score,

hypoglycaemia

Bleeding

risk may be

increased,

23

Page 24: fk

similar to

SSRIs cannot

be excluded.

SSRIs

reported.

& convulsions

reported.

as with

SSRIs.

Department of Clinical Pharmacology Christchurch Hospital.

Antidepressant Use in Pregnancy. Clinical Pharmacology Bulletin no

002/12. 2012.

2.5.1 SSRI berhubungan dengan risiko selama kehamilan

Pregnancy-Induced Hypertension (PIH)

Antidepresan umumnya meningkatkan serotonin yang dapat

meningkatkan tekanan darah. SSRI, paroxetine khususnya, telah dikaitkan

dengan peningkatan risiko PIH, khususnya di trimester pertama. Faktor

risiko hipertensi yang lain juga harus dipertimbangkan seperti merokok,

obesitas, alkohol, dan kurang olahraga (Koren, 2011).

Spontaneous Abortion

Paparan SSRI (TCA) dalam 20 minggu pertama kehamilan telah

dikaitkan dengan terjadinya abortus spontan(Chambers, 2006).

Birth Defect

Prevalensi cacat kelahiran pada populasi umumnya sekitar 3% dengan

0,5 – 1 % nya menjadi cacat jantung. Dengan bayi yang ibunya diberi

paroxetine selama kehamilan meningkat menjadi 4 %. Dosis tinggi dan

paparan obat ini pada trimester pertama sangat meningkatkan risiko

terjadinya cacat kelahiran. Inilah alasan mengapa paroxetine umumnya

dihindari dimanapun terutama pada trimester pertama. Ada sedikit

informasi tentang sertraline yang memiliki insiden relatif lebih rendah

terjadinya kelainan jantung dibandingkan dengan antidepresan lain(Koren,

2011).

Persistent Pulmonary Hypertension of the Newborn

Semua SSRI telah dikaitkan dengan hipertensi pulmonal persisten pada

bayi baru lahir (PPHN) jika dikonsumsi pada akhir kehamilan. Sindrom

neonatal ini berpotensi mengancam nyawa tapi sangat jarang terjadi; pada

populasi umum PPHN terjadi dalam 1-2 dari 1000 kelahiran hidup Ketika

24

Page 25: fk

ibu hamil mengkonsumsi SSRI selama kehamilan risiko ini meningkat

menjadi 3 per 1.000 kelahiran.

CATATAN: Beberapa menganggap bahwa semua wanita dengan

depresi, lebih mungkin untuk melahirkan bayi dengan PPHN, terlepas dari

penggunaan SSRI. Ada juga yang menyebutkan bahwa PPHN

berhubungan dengan cara persalinan daripada penggunaan SSRI(Koren,

2011).

2.5.2 Penggunaan Tricyclic Antidepressant yang berlebihan lebih

Toxic dibandingkan SSRI

SSRI umumnya ditoleransi lebih baik dan kurang toksik daripada TCA

sehingga biasanya disukai selama kehamilan dan ibu menyusui. Meskipun

TCA telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dan umumnya

dianggap aman untuk janin, TCA sering dianggap agen lini kedua karena

tolerabilitas (misalnya sedasi dan sembelit) dan hasil yang buruk dengan

ibu overdose. Efek yang terjadi pada bayi baru lahir (agitasi, iritabilitas,

gangguan pernapasan) ketika TCA digunakan di akhir kehamilan juga

harus dipertimbangkan(Chambers, 2006).

25

Page 26: fk

Antidepresan untuk Kehamilan

Patient

Group

General

Issues and

Concern

SSRI TCA Other

Antidepressant

Pregna

ncy Assess the

potential for

benefit and

harm in both

mother and

foetus, of both

treatment and

non-treatment.

Discuss clearly

and document

these

discussions.

For milder

depression,

consider

psychological

therapy.

Prescribing

points

Withdrawal

symptoms in

infants are

similar in all

antidepressant

classes. Their

onset and

severity depend

on the drug’s

half-life (shorter

half-life means

slower onset

and more

intense

Considere

d generally

safe in

pregnancy. No

evidence of

malformation

or growth

retardation,

but data are

limited.

Serotonerg

ic effects such

as agitation,

jitteriness,

diarrhoea,

poor feeding,

and sleep

disturbances

have been

reported in

neonates—

thought to be

withdrawal

effects.1,8

Most resolved

within 2

weeks.1

One study

(n=997)

suggested

SSRI or TCA

use in late

pregnancy

increased risk

Considere

d generally

safe in

pregnancy. No

evidence of

increased risk

of

malformation.

Longer

experience

than with

SSRIs, but

consider

adverse

effects and

toxicity in

overdose.

Anticholine

rgic adverse

effects and

withdrawal

reactions have

been

observed in

infants

(irritability,

insomnia,

fever and

colic).1,2

One study

(n=997)

suggested

SSRI or TCA

use in late

Mirtazapine,

moclobemide and

reboxetine have not

been studied

adequately.

Longer

experience with

mianserin than

SSRIs, and

considered

generally safe in

pregnancy.

Venlafaxine

does not appear to

be associated with

increased risk of

congenital

abnormality.11 Data

on neonatal adverse

effects are limited

and safety is

uncertain.1

Tranylcypromine

and other MAOIs

have been

suspected of

decreasing uterine

blood flow and

increasing the risk of

adverse pregnancy

outcome.

ADEC

categories

26

Page 27: fk

symptoms).

Review

medication

needs in

women taking

antidepressants

who conceive,

but change of

medication not

necessarily

required.1

Consider risk of

recurrence if

antidepressant

ceased.

Use the

lowest effective

dose.

Consider

reducing dose

closer to

delivery to

minimise infant

withdrawal

effects.1,2

of some

neonatal

adverse

effects (e.g.

respiratory

distress), but

overall risk

remained

low.9

Little data

exists on

longer-term

infant

development.2

A small study

noted

developmental

differences in

fine motor

skills in infants

aged 6–40

months10, but

more data are

needed.

ADEC

category C

pregnancy

increased risk

of some

neonatal

adverse

effects (e.g.

respiratory

distress), but

overall risk

remained

low.9

ADEC

category C

Mianserin

B2Mirtazapine

B3Moclobemide

B3Reboxetine not

categorised by

ADEC/manufacturer:

B1Venlafaxine B2

27

Page 28: fk

BAB IIIKESIMPULAN

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri.

Pada suatu masa kehamilan didapatkan adanya berbagai perubahan yang terjadi pada hampir seluruh sistem organ maternal yang akan terus berlanjut selama kehamilan karena efek yang disebabkan oleh karena efek dari hormon estrogen dan progesterone selama hamil.

20% dari wanita hamil mengalami depresi. Penyebab depresi pada tiap trimester berbeda tergantung pada

masalah psikososial yang dihadapi. Efek samping dari obat antidepresan yang perlu diwaspadai adalah

malformasii kongenital, Respiratory Distress, dan abortus spontan SSRI umumnya ditoleransi lebih baik dan kurang toksik daripada

TCA sehingga biasanya disukai selama kehamilan dan ibu menyusui. Namun TCA telah banyak digunakan karena dianggap aman untuk janin, TCA sering dianggap agen lini kedua karena hasil yang buruk dengan ibu overdose

28

Page 29: fk

DAFTAR PUSTAKA

Alwan S, Reefhuis J, Rasmussen SA, Olney RS, Friedman JM. Use of

selective serotonin-reuptake inhibitors in pregnancy and the risk of

birth defects. N Engl J Med 2007;356:2684-2692

American College of Obstetricians and Gynecologists Committee on

Obstetric Practice. Committee opinion no. 453: screening for

depression during and after pregnancy. Obstet Gynecol

2010;115:394-5.

Belmaker, R. H., & Agam, Gailila, 2008. Major Depressive Disorder. New

England Journal Medicine (358):58-68. Available from :

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra073096 [diakses

pada tanggal 7 Oktober 2014]

Bennett HA, Einarson A, Taddio A, Koren G, Einarson TR.

Prevalence of depression during pregnancy: systematic review.

2004. Obstet Gynecol.

Bernstein, P., Bateman, D., Grant, K., Banerjee, L. Obstetrics : Review

Notes and Lectures Series. 2000. United States of America :

McGraw-Hill Inc.

Birnbach, David J., Browne, Inggrid M. Anesthesia for Obstetricsdalam :

Miller, Ronald D. Miller Anesthesia 7th edition. 2009. USA:

Churchill Livingstone.

Bjornlund, L. D., 2010. Disease & Disorders : Depression. United States of

America : Gale Cengage Learning : 9 – 60

Chambers CD, Hernandez-Diaz S, Van Marter LJ et al. Selective

serotonin-reuptake inhibitors and risk of persistent pulmonary

hypertension of the newborn. New England Journal of Medicine.

2006;354:579-87

Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth,

Johm C., Rouse, Dwight J., Spong, Catherine Y. Williams

Obstetrics 23rd edition. 2010. USA: McGraw Hill Companies.

29

Page 30: fk

Davies, A.M., 1999. Ageing and Health A Global Challenge for Twenty

First Century. Kobe, 20-27

Department of Clinical Pharmacology Christchurch Hospital.

Antidepressant Use in Pregnancy. Clinical Pharmacology Bulletin

no 002/12. 2012.

Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed.: DSM-IV.

Washington, DC: American Psychiatric Association, 2000.

Gavin NI, Gaynes BN, Lohr KN, Meltzer-Brody S, Gartlehner G,

Swinson T. Perinatal depression: a systematic review of

prevalence and incidence. 2005. Obstet Gynecol.

Guyton, Arthyr C. , Hall, John E. 2006. Guyton Textbook of Medical

Physiology 11th edition. USA: Elsevier Saunders.

Hadijanto, B. Aspek Psikologik Pada Kehamilan, Persalinan, dan

Nifas. Dalam: Sarwono, Ilmu Kebidanan. 2008. Jakarta : PT Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Halverson, J. L. et. al, 2011. Emedicine : Depression. WebMD Health

Professional Network : NY., United State of America. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/286759 [diakses

pada tanggal 7 Oktober 2014]

Hapisah, Dasuki, D., & Prabandari, Y. S. (2010). Pregnant Women

Depressive Symptoms and The Incidence of Low Birth Weight.

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 26, No. 2, Juni .

Hardywinoto, Setiabudi, T., 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari

berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia

Hawari, D. Manajemen stres cemas dan depresi. Fakultas Kedokteran

Indonesia. Jakarta, 2006.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and Grebb, J.A., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Editor : Dr. I.

Made Wiguna S. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Kendler KS, Bulik CM, Silberg J, Hettema JM, Myers J, Prescott CA.

Childhood Sexual Abuse and Adult Psychiatric and Substance

30

Page 31: fk

Use Disorders in Women: An Epidemiological and Cotwin Control

Analysis. Arch Gen Psychiatry 2000;57:953-959

Kessler RC, Berglund P, Demler O, et al. The epidemiology of

major depressive disorder: results from the National Comorbidity

Survey Replication (NCS-R). 2003. JAMA.

Koren G, Nordeng H. SSRIs and persistent pulmonary hypertension of the

newborn. British Medical Journal 2011;343:d764

Libby  AM;  Brent  DA;  Morrato  EH;  Orton  HD;  Allen  R;  Valuck  RJ:

Decline in treatment of pediatric depression after FDA advisory on

risk of suicidality with SSRIs.  Am J Psychiatry 2007; 164:884–891

Louik C, Lin AE, Werler MM, Hernandez-Diaz S, Mitchell AA. First-

trimester use of selective serotonin-reuptake inhibitors and the risk

of birth defects. N Engl J Med 2007;356:2675-2683

Maslim R. 2001. Buku saku : Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas

dari PPDGJ III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika

Atmajaya

Maslim. R., 2002. Gejala Depresi, Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan

Ringkas Dari PPDGJ-III. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

FK-Unika Atmajaya

McClure FRCA, J. H., & Heidemann FRCA, B. H. (2003). Changes in

Maternal Physiology. British Journal of Anaesthesia, CEPD

Reviews, Volume 3 Number 3 .

Morgan, GE., Mikhail, M.S., Murray, M.J. Clinical Anesthesiology 4 th

edition. 2006. USA: Lange Medical Books.

MSc, L. B., MSc, N. P., MSc, E. A., RN, A. E., MD, F. M., & MD, F. G.

(November 2004). Perinatal Risks of Untreated Depression

During. Can J Psychiatry , Vol 49, No 11.

National Institute of Mental Health, 2008. Depression. NIH publications.

Available

from:http://www.nimh.nih.gov/health/publications/depression/nimh

depression.pdf [diakses pada tanggal 7 Oktober 2014]

31

Page 32: fk

North, C. S., Yutzy, S. H., 2010. Goodwin and Guze’s Psychiatric

Diagnosis. 6th edition. United States of America : Oxford

University Press Inc : 12 – 40

Norwitz, E. R., Schorge, J. O. Obstetrics and Gynaecology at a Glance.

1st edition. 2008. United States : Blackwell Science Ltd.

Nulman I, Rovet J, Stewart DE, et al. Child development following

exposure to tricyclic antidepressants or fluoxetine throughout fetal

life: A prospective, controlled study. Am J Psychiatry

2002;159:1889-1895

O’ Keane, V., Mars, M. S., 2007. Depression during pregnancy. Institute of

Psychiatry, King’s College London, London. Available from :

http://www.bmj.com/content/334/7601/1003.full.pdf [diakses pada

tanggal 7 Oktober 2014]

Pernoll, M. L. Benson & Pernoll’s Handbook of Obstetrics and

Gynecology. 10th edition. 2001. United States of America :

McGraw-Hill Inc.

Practice guideline for the treatment of patients with major depressive

disorder. 3rd ed. Washington, DC: American Psychiatric

Association, 2010:66-70.

Santos, Alan C., Braveman, Ferne R., Mieczyslaw, Finster. Obstetric

Anesthesia. in: Barash, Paul G., Cullen, Bruce F., Stoelting,

Robert K. Clinical Anesthesia 5th edition. 2006. USA: Lippincott

Williams & Wilkins.

Stewart, D. E. (2011). Depression during Pregnancy. The New England

Journal of Medicine , n engl j med 365;17.

Therapeutic Goods Administration (Australia). The Australian

categorisation system for prescribing medicines in pregnancy

http://www.tga.gov.au/hp/medicines-pregnancy.htm (Accessed 15-

06-12)

32