Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

22
BELUM DIKOREKSI RISALAH (UJI KELAYAKAN) FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AD HOC TIPIKOR DI MAHKAMAH AGUNG -------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2016-2017 Masa Persidangan : I Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Uji Kelayakan Hari/tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016 Waktu : Pukul 14.00 s.d 15.30 WIB. Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI Acara : Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di Mahkamah Agung atas nama DR. H. Marsidin Nawawi, SH., MH. KETUA RAPAT/F-PD (DR. BENNY K HARMAN, S.H.): Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang, dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang kami hormati Bapak/Ibu Anggota Komisi III DPR RI, Yang kami hormati calon hakim Adhoc. Calon Hakim Agung Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung. Calon Hakim Agung Adhoc, iya? Adhoc atau Hakim Agung Adhoc? Bukan Hakim Agung Adhoc? Saya terganggu dengan istilah Hakim Agung. Ini kan kita fit and propertest Hakim Agung toh? Ini jangan sampai saya salah. Yang kami hormati Calon Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi di Mahkamah Agung. Dia tidak sama dengan Hakim Agung? Baik. Sebelum kita mulai saya mengajak Bapak-Ibu sekalian dan calon hakim untuk memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab hanya atas perkenan-Nya kita dapat melaksanakan kegiatan uji kelayakan calon hakim agung dan calon hakim Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung pada siang ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Sesuai dengan laporan yang ada di meja pimpinan, kegiatan ini telah dihadiri oleh 20 dari 54 Anggota Komisi III DPR RI oleh 8 dari 10 Fraksi. Oleh sebab itu, meskipun kuorum Anggota belum memenuhi persyaratan, tetapi fraksi sudah memenuhi kuorum maka saya mohon persetujuan Bapak/Ibu sekalian, apakah bisa kita lanjutkan? Lanjutkan ya? (RAPAT: SETUJU) Baik. Kita lanjutkan dan atas seiizin Bapak-Ibu sekalian, perkenankan kami membuka rapat ini dan rapat ini kami nyatakan rapat ini dibuka untuk umum. (RAPAT: SETUJU)

Transcript of Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Page 1: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

BELUM DIKOREKSI

RISALAH

(UJI KELAYAKAN) FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI

TERHADAP CALON HAKIM AD HOC TIPIKOR DI MAHKAMAH AGUNG

--------------------------------------------------

(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN)

Tahun Sidang : 2016-2017

Masa Persidangan : I

Rapat ke :

Sifat : Terbuka

Jenis Rapat : Uji Kelayakan

Hari/tanggal : Kamis, 25 Agustus 2016

Waktu : Pukul 14.00 s.d 15.30 WIB.

Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI

Acara : Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Ad Hoc Tipikor di

Mahkamah Agung atas nama DR. H. Marsidin Nawawi, SH., MH.

KETUA RAPAT/F-PD (DR. BENNY K HARMAN, S.H.): Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang, dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang kami hormati Bapak/Ibu Anggota Komisi III DPR RI, Yang kami hormati calon hakim Adhoc. Calon Hakim Agung Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung. Calon Hakim Agung Adhoc, iya? Adhoc atau Hakim Agung Adhoc? Bukan Hakim Agung Adhoc? Saya terganggu dengan istilah Hakim Agung. Ini kan kita fit and propertest Hakim Agung toh? Ini jangan sampai saya salah. Yang kami hormati Calon Hakim Adhoc Tindak Pidana Korupsi di Mahkamah Agung. Dia tidak sama dengan Hakim Agung? Baik. Sebelum kita mulai saya mengajak Bapak-Ibu sekalian dan calon hakim untuk memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab hanya atas perkenan-Nya kita dapat melaksanakan kegiatan uji kelayakan calon hakim agung dan calon hakim Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung pada siang ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Sesuai dengan laporan yang ada di meja pimpinan, kegiatan ini telah dihadiri oleh 20 dari 54 Anggota Komisi III DPR RI oleh 8 dari 10 Fraksi. Oleh sebab itu, meskipun kuorum Anggota belum memenuhi persyaratan, tetapi fraksi sudah memenuhi kuorum maka saya mohon persetujuan Bapak/Ibu sekalian, apakah bisa kita lanjutkan? Lanjutkan ya?

(RAPAT: SETUJU) Baik. Kita lanjutkan dan atas seiizin Bapak-Ibu sekalian, perkenankan kami membuka rapat ini dan rapat ini kami nyatakan rapat ini dibuka untuk umum.

(RAPAT: SETUJU)

Page 2: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Selanjutnya kami menyampaikan terima kasih kepada calon hakim Adhoc atas kesediaannya memenuhi undangan Komisi III DPR RI. Demikian pula hal yang sama kami sampaikan kepada Bapa-Ibu Anggota Komisi III DPR RI. Kegiatan kita pada siang ini adalah melakukan fit and propertest calon hakim Adhoc atas nama Dr. H. Marsidin Nawawi, S.H., M.H. Alokasi waktunya 90 menit termasuk 10 dipakai untuk menyampaikan pokok-pokok masalah nanti dari calon. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan atau apa pun oleh setiap fraksi dan setiap fraksi alokasinya 3 menit. Jangan lama-lama 3 menit. Setelah selesai, calon hakim diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang telah disiapkan Komisi III DPR RI. Ini nanti acara kita. Jadi 10 menit penyampaian visi-misi, kemudian kita dialog, tanya-jawab, kemudian kita tutup. Dengan demikian, mulai pukul 14.00 sampai dengan pukul 15.30. Setuju Pak ya? Ada hal yang ingin disampaikan sebelum mulai? Setuju ya? Baik. Demikian pengantar kami dan untuk mempersingkat waktu kami persilakan Saudara calon untuk menyampaikan pokok-pokok makalah, visi-misinya. 10 menit ya kami persilakan. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.: Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’allaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat siang, dan salam sejahtera untuk kita semua. Terima kasih Bapak Pimpinan. Terima kasih juga kepada Bapak-Ibu Anggota Komisi III DPR RI. Kesempatan ini saya akan menyampaikan beberapa pokok pikiran terkait dengan kemarin hari Selasa, tanggal 23 Agustus 2016 telah menulis makalah dengan judul unsur kerugian negara dalam tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan. Mohon izin Pimpinan, saya akan bacakan saja untuk efisiensi. Bahwa unsur kerugian keuangan negara merupakan salah satu unsur tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal (3) Undang-Undang 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ada 7 kategori Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yang diatur didalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pertama, tindak pidana korupsi yang terkait dengan kerugian negara. Yang kedua, tindak pidana korupsi yang terkait dengan suap menyuap. Yang ketiga, tindak pidana korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan dan yang keempat, terkait dengan pemerasan. Yang kelima, terkait dengan perbuatan curang dan keenam, benturan kepentingan dalam pengadaan terakhir yaitu terkait dengan grativikasi. Berbicara mengenai unsur kerugian keuangan negara ini akan menjadi penting dan meluas pengaturannya dalam Undang-Undang ini seperti, pengaturan mengenai penjatuhan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti diatur dalam Pasal 17 itu yang bermula dari unsur kerugian negara ini. Kemudian ada pembatasan dan kriteria pembebanan uang pengganti yang diatur dalam Pasal 18 serta dibukanya kemungkinan gugatan perdata manakala salah satu unsur tindak pidana itu tidak terbukti bahkan dibebaskan di persidangan Tipikor. Sementara dari perkara tersebut terdapat kerugian keuangan negara, maka untuk memulihkan kerugian negara, kerugian keuangan negara seperti itu dapat dilakukan upaya gugatan perdata oleh Jaksa selaku pengacara negara. Ini diatur dalam Pasal 32. Dalam penerapannya beberapa Pasal yang disebutkan tadi ternyata belum cukup mengatur, belum aplikatif, maka oleh karena itu Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA (Peraturan Mahkamah Agung) Nomor 5 Tahun 2001 tentang pidana tambahan uang pengganti tindak pidana korupsi.

Page 3: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Selanjutnya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kerugian keuangan negara. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara Pasal 1 angka 22 junto Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, disebutkan bahwa kerugian negara atau daerah adalah kekurangan uang, surat berharga dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa “Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai oleh uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara”, tetapi didalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terutama dalam penjelasan umum, Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apa pun juga yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk didalamnya segala kegiatan kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Pejabat Lembaga Negara baik tingkat pusat maupun daerah berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat atau lembaga negara baik tingkat pusat maupun daerah berada dalam penguasaan, pengurusan, pertanggungjawaban dan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, Badan Hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.

Lalu bagaimana menghitung kerugian keuangan negara? Dalam paket Undang-

Undang tentang Kerugian Negara, ada beberapa Undang-Undang. Disini ada Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Perbendaharaan Negara, ada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara yang kemudian dipertegas dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan bahwa yang berwenang menghitung dan menentukan kerugian keuangan negara itu adalah Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang dibuat dan dituangkan dalam bentuk LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan). Ini berdasarkan Pasal 35 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara junto Pasal 62 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Selain BPK ada lagi lembaga yang mempunyai kewenangan melakukan

kerugian keuangan negara yaitu BPK, juga berperan sebagai pengawas internal terhadap keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi kegiatan yang bersifat lintas sektoral. Terkait dengan kewenangan audit penghitungan keuangan negara ini dalam praktek dipersidangan Tipikor sering terjadi perdebatan antara penasehat hukum dengan jaksa penuntut umum, dimana penasehat hukum berpendapat hanya BPK saja yang berwenang melakukan audit kerugian keuangan negara, sedangkan jaksa penuntut umum berpendapat disamping BPK juga Badan Pemeriksa Keuangan, BPKP juga mempunyai kewenangan bahkan JPU sendiri dapat melakukan perhitungan kerugian keuangan negara itu pendapat daripada jaksa penuntut umum.

Dari perdebatan ini jawabnya adalah ada pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31 PUU/2012 tanggal 23 Oktober 2012 bahwa dalam rangka pembuktian atau tindak pidana korupsi penegak hukum tidak hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK melainkan juga dapat berkoordinasi dengan instansi lain bahkan bisa membuktikan sendiri diluar temuan BPK dan BPKP. Kalau kita bicara dengan unsur kerugian keuangan negara, maka harus dibuktikan dan harus dihitung. Meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi. Factor kerugian baik kerugian yang bersifat nyata atau actual lost atau berupa kemungkinan atau potensial lost. Hal ini penting karena terkait dengan pembebanan uang pengganti sebagai hukuman tambahan terhadap terpidana. Manakala si terdakwa mengembalikan maka dengan pengembalian itu tidak menghapus dipidananya tindak pidana akan tetapi dapat dipandang sebagai faktor yang meringankan hukuman bagi terdakwa. Hal ini diatur dalam Pasal 4 termasuk dalam penjelasan Pasal 4 Undang-Undang 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 4: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Kemudian bagaimana cara membebankan uang pengganti kepada terpidana? Tidak seluruh nilai kerugian negara itu dapat dibebankan kepada terdakwa melainkan dibatasi dengan seberapa besar nilai kerugian negara itu diterima dan dinikmati oleh terdakwa. Dengan pengertian bahwa apabila harta benda yang diperoleh oleh Tipikor itu telah dialihkan oleh si terdakwa kepada orang lain, maka uang pengganti tetap dapat dijatuhkan kepada terdakwa sepanjang orang lain itu tidak dilakukan penuntutan baik dalam tindak pidana korupsi maupun dalam tindak pidana lain seperti TPPU. Hal ini diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2014. Uang pengganti tidak boleh dijatuhkan secara tanggung renteng juga diatur dalam Perma Nomor 5 Tahun 2014 kepada terdakwa. Apabila harta benda yang diperoleh oleh masing-masing terdakwa tidak diketahui pasti jumlahnya, maka uang pengganti dapat dijatuhkan secara proporsional dan objektif sesuai dengan peran masing-masing terdakwa. Terakhir, dalam hal penyidik menemukan dan berpendapat bahwa satu atau lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan. Hal ini diatur dalam Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan sekalipun putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapus hak untuk menuntut kerugian terhadap negara. Demikian pokok-pokok bahasan dari makalah yang kemarin sudah saya buat. Kurang lebih mohon maaf dan terima kasih sekali lagi. Billauhitaufiq Walhidayah, Wassalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Baik. Terima kasih banyak. Demikian tadi visi-misi yang disampaikan secara singkat oleh Saudara Calon Hakim. Selanjutnya kami persilakan fraksi-fraksi untuk menyampaikan pertanyaan atau hal-hal yang ingin disampaikan dalam uji kelayakan ini. Kami persilakan. F-GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, S.H., M.H.): Terima kasih Pimpinan.

Dr. H Marsidin Nawawi, SH, MH. Saya hanya sekedar mau merefleksi sebuah kejadian terhadap putusan-putusan yang diambil oleh Majelis Hakim. Tentu didalamnya termasuk adalah hakim Adhoc Tipikor pada Mahkamah Agung. Tolong nanti dijawab, diberi penjelasan. Ini sekedar case saja Pak, karena ini banyak. Kan prinsip pemidanaan kita adalah tiada pidana tanpa kesalahan. Tetapi faktanya kesalahan itu kan harus dibuktikan dalam sebuah proses pengadilan yang kita kenal bahwa harus ada fakta persidangan, kemudian menjadi dasar kita dalam menjatuhkan sebuah putusan. Dibeberapa kasus kita melihat begitu ada putusan dari … kemudian itu naik ke Mahkamah Agung itu kemudian ada penambahan hukuman yang cukup signifikan terhadap kasus-kasus korupsi. Padahal kenyataannya yang bersangkutankan hakim pada Mahkamah Agung itu tidak lagi memeriksa soal materi perkaranya, tetapi hanya dari sisi aspek formal dari sisi hukum acara, tetapi pada kenyataannya dalam banyak putusan dalam kasus-kasus tertentu malah hukuman yang dijatuhkan baik oleh pengadilan tingkat pertama maupun banding itu kemudian menjatuhkan putusan yang melebihi putusan yang sudah dijatuhkan di pengadilan sebelumnya.

Pertanyaan saya, kira-kira kalau Bapak lulus menjadi hakim Adhoc di Mahkamah

Agung nanti, kalau terjadi seperti ini sekali lagi kita kembali kepada awal bahwa tiada pidana tanpa kesalahan, apakah masih memungkinkan kita menjatuhkan sebuah pidana melebihi kesalahan apa yang terbukti di persidangan awal itu untuk bisa menjatuhkan putusan yang lebih tinggi dari yang seharusnya? Contoh kasusnya saya ingin katakanlah kalau ada seorang yang mencuri kemudian didalam … terbukti adalah

Page 5: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

pencurian biasa katakanlah, tetapi dia dijatuhi hukuman 3 tahun sesuai dengan kesalahan yang terjadi. Nah begitu naik ke tingkat kasasi yang bersangkutan dihukum lebih dari fakta yang kita temukan dalam persidangan tingkat pertama maupun banding itu, apa kira-kira yang akan Bapak lakukan dan bagaimana tanggapannya terhadap sebuah putusan yang seperti ini.

Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT: Baik. Selanjutnya silakan PKS. F-PKS (H. TB. SOENMANJAYA): Terima kasih Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Pimpinan, Anggota yang berbahagia terutama Saudara calon hakim agung. Pertanyaan pertama, bagaimana kedudukan ketetapan MPR dalam hirarki perundang-undangan kita terutama berkenaan dengan ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas, yang Bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang kedua, ketetapan MPR Nomor 8 Tahun 2001 tentang Rekomendasi arah kebijakan, Pemberantasan dan Pencegahan KKN, yang pertama. Yang kedua, menurut calon apakah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 yang disampaikan tadi itu tentang pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara memungkinkan ada badan lain atau instansi bahkan institusi lain yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan atas kerugian negara terutama berkenaan dengan Pasal 1 Undang-Undang Dasar negara kita. Saya ulangi Ayat (1) Pasal 23 e. Saya kira 2 hal ini untuk pertama Ketua. Terima kasih. KETUA RAPAT: Selanjutnya PDIP. F-PDIP (MARSIAMAN SARAGIH): Terima kasih Pimpinan. Langsung saja Pak. Sebelah kanan Bapak Pak. Yang mau saya tanya masalah biodata Bapak ini. Kalau melihat usia Bapak pada saat keluar dari Kementerian ESDM itu umur 50 tahun Pak. Jadi masih usia produktif. Saya tidak tahu disini tidak dijelaskan, apakah mengundurkan disini, apakah dipecat, atau dan lain sebagainya. Karena hanya mengatakan pernah bekerja dan sampai dengan Tahun 2006, berarti umur 50 tahun. Dengan masa kerja 25 tahun, kemudian menjadi advokat dan seterusnya. Dan sekarang menjadi hakim Adhoc, tipikor dan yang mau kami tanyakan lagi tentang adanya pernah Bapak membuat suatu pengaduan terhadap rekan sekerja Bapak. Jadi apakah karena memang rasa keadilan Bapak atau karena ada pembagian yang tidak jelas sampai diadukan kan begitu Pak ke KPK lagi, bukan kepada atasan, kemudian dalam sehari-hari selalu membela teman-teman hakim begitu Pak ya? Jadi nanti begitu sudah diterima ya nanti mungkin juga akan seperti itu ya. Kita ingin tahu saja Pak. Ada yang bisik, jangan terlalu panjang katanya sebab ingin tahu saja Pak. Kemudian ada lagi pernah memberikan uang 100.000 begitu Pak ya bahwa itu sepertinya grativikasi walaupun tidak memenuhi sampai batas 1 juta. Jadi segala yang saya ingat begini Pak, kalau kita tidak setia pada hal-hal yang kecil-kecil bagaimana pula hal-hal yang besar. Jadi jangan karena hal-hal yang kecil ada itu hanya sekedar

Page 6: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

pemberian saja, tapi dibaliknya itu kan kalau sudah bicara yang kecil-kecil saja seperti itu ya tentu yang besar-besar juga tidak masalah. Nah kemudian saya ingin tanya 1 Pak. Itu hanya mengomentari biodata Bapak yang disini. Kalau misalnya hakim agung itu pensiun umur 65 masih mau tidak Bapak meneruskan fit and proper test ini? Kan masih jangka panjang 70, ya mungkin semangat Pak ya. Pertanyaannya begini Pak, tolong Bapak jelaskan filosofi dan ekspektasi tentang hakim agung harus berintegritas, berkepribadian tidak tercela, adil dan professional. Kira-kira kalau itu dilanggar menurut pendapat Bapak bagaimana Pak. karena itu sangat sempurna sekali manusianya. Kemudian menyangkut makalah Bapak, ada ucapan salah satu Menko yang sekarang telah pindah dari Menkopolhukam menjadi kemaritiman. Beliau itu mengatakan begini pendapatnya, kalau uang yang di korupsi dikembalikan kepada negara. Yang bersangkutan tidak perlu lagi ditahan. Itu bagaimana pendapat Bapak tentang wacana yang disampaikan oleh Pak Menko tadi. Saya pikir itu dulu Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Selanjutnya Fraksi Partai Demokrat. F-PD (ERMA SURYANI RANIK, S.H., MH): Terima kasih Pak Ketua. Erma Ranik Fraksi Partai Demokrat Kalimantan Barat. Saudara calon hakim Adhoc Tipikor yang saya hormati. Ada 2 pertanyaan klarifikasi saja. Pertama, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 Ayat (3) KUHAP bahwa putusan PK itu tidak boleh melebihi putusan yang sudah diambil oleh majelis sebelumnya. Nah saya ingin tanyakan pendapat Bapak, kondisi sekarang ini banyak putusan-putusan yang dibuat oleh teman-teman di Mahkamah Agung itu melebihi putusan Majelis sebelumnya. Nah komentar Bapak. Itu saja. Yang kedua, hanya ingin pertanyaan klarifikasi saja Pak. Saya tadi mendengar dan membaca makalah Bapak. Ini Pak Marsidin menarik sekali di bagian kesimpulannya. Saya kutip saja Pak ya, hanya 2 alinea saja. “unsur kerugian negara merupakan unsur terpenting dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Karena unsur inilah pada hakikatnya yang menjadi tujuan dari pemberantasan dari tindak pidana korupsi yaitu adanya pemulihan kerugian keuangan negara”. Saat ini instrument pemulihan kerugian negara masih menggunakan system criminal recovery melalui peradilan tindak pidana korupsi. Kedepan tentu perlu dipikirkan pemulihan kerugian keuangan negara melalui jalur perdata atau yang dikenal atau dengan sipil recovery. Kalau bisa dielaborasi Pak, kira-kira yang pokok-pokoknya saja yang Bapak pikirkan terkait dengan pemulihan kerugian negara melalui jalur perdata ini. Kira-kira yang dalam bayangan Bapak itu apa? Saya kira demikian saja Pak. 2 pertanyaan. Pak Ketua, terima kasih. KETUA RAPAT: Selanjutnya Fraksi PKB. F-PKB (H. BAHRUDIN NASORI, S.SI., M.M.): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh,

Page 7: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Pak Ketua dan Anggota Komisi III DPR RI yang saya hormati, Calon hakim Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung yang saya hormati, Tadi saya menyimak bahwa dari tulisan Saudara bahwa dengan adanya putusan MK yang membatalkan bukan hanya BPK yang bisa mengaudit atau memberikan keterangan kerugian negara pada tersangka. Ini akhirnya kan dibawah Jaksa dengan bebasnya menentukan siapa pun yang untuk menghitung kerugian negara termasuk perguruan tinggi. Menurut Bapak apakah ini menjadi kemunduran atau kemajuan Pak dengan adanya keputusan MK ini. Terus terang saja hari ini kadang-kadang just oknum ya, saya gak katakan Jaksa. Oknum Jaksa kadang-kadang, dia bekerja sama dengan oknum LSM misalnya untuk mentarget seseorang yang memang entah latar belakangnya siapa yang … atau bagaimana, sehingga dikirimlah surat aduan dari LSM itu akhirnya menjadi tersangka, kemudian dihitunglah kerugian negara oleh juga perguruan tinggi yang kadang-kadang “… yang tidak berkualitas”. Ada kesan bahwa kerugian negara itu memang ada arahan dari oknum Jaksa. Ini menurut Bapak apakah kemajuan atau kemunduran dengan keputusan MK itu. Yang kedua, hari-hari ini ada fenomena. Para terdakwa yang sudah putusan di katakan pengadilan tingkat 1 maupun banding tidak mengajukan kasasi karena dia berpikir kalau dikasasi pasti naik. Ini fenomena Pak, sehingga para terdakwa berjuang keras untuk. Mohon maaf mungkin Bapak selama jadi hakim Tipikoir di Bandung ini, apakah memang ada Pak usaha keras dari para terdakwa untuk agar serendah mungkin putusan-putusan itu. Kalau putusannya rendah, dia tidak akan kasasi. Terima kasih Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Baik. Mau lanjut atau kita 5 dulu? Lanjut. Silakan Pak. F-PAN (DAENG MUHAMMAD, S.E., M.Si): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Terima kasih Pak Pimpinan. Yang saya hormati calon hakim Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung, Pak Marsidin Nawawi. Dari rekam jejak Bapak, disini tertulis Bapak adalah hakim Adhoc Tipikor sejak Tahun 2010. Bapak pernah jadi advokat. Bapak juga pernah menjadi birokrat, menjadi pegawai negeri di SDM. Jadi rekam jejak Bapak cukup lumayanlah buat saya. Pertanyaannya, jujur saja Pak. Kami di Komisi III DPR RI sering mendengar fenomena bahwa sekarang Mahkamah Agung dalam kondisi yang terpuruk dengan kondisi-kondisi yang memang terjadi. Persoalan-persoalan para penegak hukum kita juga itu diproses secara hukum karena memang ketika menjalankan kaidah konstitusi dan Undang-Undang mereka juga akhirnya melakukan pelanggaran terhadap hukum. Saya ingin pendapat Bapak berkaitan persoalan dan kondisi Mahkamah Agung sekarang. Pertama adalah, sering saya mendengar dan bahkan saya bertemu langsung dengan para orang yang mengadukan kasusnya di Mahkamah Agung ketika keputusan Incrach keluar dari Mahkamah Agung dan diumumkan diwebsite dan lain-lain itu bahkan untuk mendapatkan salinannya pun itu butuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun tidak keluar-keluar dari Mahkamah Agung. Ini menjadi fenomena yang kayaknya sesuatu yang menjadi rahasia umum bahkan saya dengar-dengar untuk mengeluarkan putusan supaya yang sudah dikeluarkan incrach itu juga harus dengan Bahasa saya, Bahasa … kisit artinya orang mendapatkan keadilan juga, membutuhkan juga ekstra keras untuk hanya mendapatkan putusan artinya ada permainan apa sih di Mahkamah Agung. Kalau Bapak nanti terpilih menjadi hakim Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung, itu pendapat Bapak dengan kondisi Mahkamah Agung yang sekarang terpuruk apa yang

Page 8: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

mau Bapak lakukan secara konkrit untuk mengubah wajah Mahkamah Agung menjadi tempat memang memberikan rasa keadian dan betul-betul menjadi lembaga pengadilan yang agung di depan masyarakat. Terutama itu Pak. Karena Bapak punya pengalaman kan sebagai hakim Tipikor. Kedua, tadi banyak dijelaskan berkaitan. Saya sering mendengar dari pakar hukum pidana yang sering diundang juga di Komisi III DPR RI. Bapak bisa bayangkan ada keputusan Mahkamah Agung yang teman saya dari Gerindra, Supratman menjelaskan bahwa ketika orang diperiksa berperkara. Yang berperkaranya juga diperiksa di pengadilan saja. Keputusan hukumannya misalnya 3 tahun. Dan ketika melakukan proses ada kasasi dari kejaksaan yang masuk ke Mahkamah Agung hukumannya lebih tinggi seperti itu. Sedangkan hakim agung itu tidak pernah memeriksa orangnya berperkara. Mereka hanya memberikan berkas-berkas atau dokumen-dokumen dari keputusan yang dilakukan dipengadilan yang dibawahnya. Nah sedangkan kata pendapat para pakar Bapak ini sependapat atau tidak bahwa di hukum, sumber hukum pidana kita di Belanda itu tidak ada namanya hukum yang sudah diputuskan ini ketika dibawa kepada … kasasi hukumnya lebih tinggi. Nah pendapat Bapak seperti apa berkaitan itu. Yang ketiga Pak, saya ingin Bapak punya solusi berkaitan persoalan-persoalan yang selama ini terjadi dalam proses pengadilan tindak pidana Tipikor. Banyak hal Bapak, mungkin pernah dengar ada kasus-kasus misalnya dengan hal … orientasi Bapak. Yang penting dalam kerugian negara itu terjadi pengembalian kan terhadap negara. Ada keputusan misalnya, kerugian negara Rp25 Juta, Rp35 Juta, Rp40 Juta. Saya jujur saya kemarin saya lihat ada pengadilan Tipikor di Bandung yang memproses hukum berkaitan persoalan pidana, Tipikor, tindak pidana korupsi yang nilainya Rp30 Juta, Rp25 juta, Rp35 Juta dan saya yakin betul biaya berperkaranya juga yang berbulan-bulan itu melebihi biaya itu. Pendapat Bapak, berkaitan dengan kondisi seperti itu. Bagusnya, solusinya seperti apa? Kalau ada tindak pidana korupsi yang nilainya hanya Rp35 juta, dibawah Rp50 Jutalah. Itu saja mungkin Pimpinan. Terima kasih. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Nasdem. Tidak ada? Silakan. F-NASDEM (Drs. TAUFIQULHADI, M.Si): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Pimpinan yang saya hormati; Calon Hakim Adhoc Tipikor di Mahkamah Agung Pak Marsidin Nawawi yang saya hormati. Saya sedikit ingin bertanya kepada Bapak karena Bapak ini adalah hakim Adhoc maka akan berhadapan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan itu. Berarti ini Tipikor. Saya ingin Bapak menguraikan sedikit nanti, apa rencana-rencana strategis Bapak dalam memberantas korupsi di Indonesia. Bagaimana Bapak melihat itu adalah sejumlah hakim Adhoc seperti di Bengkulu kemarin. Yang kedua, kita melihat apa yang terjadi Mahkamah Agung sekarang ini sekmanya itu adalah menjadi SK. Orang mengatakan bahwa sekma disana itu lebih kuat daripada Ketua Mahkamah Agung. Menurut Bapak benar tidak itu? Yang ketiga, dalam kasus tindak pidana korupsi seringkali kasus yang dilimpahkan ke pengadilan adalah kasus yang tingkat kerugian negaranya lebih kecil ya dibandingkan dengan jumlah pidana denda minimum yang harus dibayarkan oleh terpidana. Contohnya adalah kasus korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp50 juta rupiah dan jaksa mendakwanya dengan Pasal 2 Undang-Undang 31 Tahun

Page 9: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

1999 tentang Tipikor. Jika mengacu kepada Pasal 2 tersebut, maka hakim wajib menjatuhkan pidana denda minimum Rp200 juta rupiah ya. Bagaimana Saudara menyikapi masalah tersebut dan bagaimana Saudara memutuskan kasus yang semacam ini? Saya ingin tanya ke Saudara. Apakah norma semacam ini diterapkan dalam kasus tersebut mencerminkan nilai-nilai karya kalau diterapkan ya. Yang keeempat, ada beberapa perbedaan pandangan tentang cara bagaimana menetapkan seseorang tersangka dalam kasus tipikor misalnya saat ini KPK dalam menetapkan tersangka tidak hanya berdasarkan pada akturius saja, melainkan juga harus ada unsur mens’rea ya. hakim selaku pilar kekuasaan kehakiman yang merupakan bagian dari sistem peradilan pidana yang tidak dapat dipisahkan dengan unsur-unsur penegakan hukum lainnya, lantas apakah calon sependapat dengan cara pandangan penegak hukum di KPK tersebut atau tidak?. Demikian dari saya. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. PIMPINAN RAPAT: Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Oke masih ada lagi? Sudah tidak ada lagi? Baik kami persilakan Pak calon untuk menyampaikan jawaban. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Baik, terima kasih Pimpinan. Saya mohon izin karena tadi tidak menyebut nama, juga ada tidak menyebut dari fraksi, mohon izin saya menyebutkan pertanyaan dari penanya pertama begitu, apakah diperkenankan Pimpinan penanya pertama misalnya begitu? Jadi saya bisa menyimpulkan penanya pertama tadi menanyakan mengenai judex juris menghukum lebih tinggi dari sstrapmap yang dijatuhkan oleh judex facti dan ini pertanyaan-pertanyaan semacam ini juga banyak di masyarakat mengapa dan mengapa. Saya diminta menjawab sebagai hakim apakah saya setuju untuk kondisi seperti itu. Jawaban saya seperti ini, Manakala suatu perkara yang diajukan kasasi, kemudian judex juris melihat ada fakta-fakta dipersidangan yang dilakukan oleh judex facti terbukti fakta itu terbukti ada suatu perbuatan terbukti, tetapi tidak dipertimbangkan misalnya, maka judex juris tentu akan memperbaiki putusannya atau juga misalnya judex juris melihat berdasarkan Pasal 197 ayat (1) itu ada pemberatan misalnya, ada hal-hal yang dapat memberatkan perbuatan terdakwa ini dan juga hal-hal yang meringankan.

Inikan harus dipertimbangkan. Manakala judex juris melihat ada hal-hal yang memberatkan, tentu saja judex juris tidak hanya berpegang pada hukum positif, tetapi judex juris akan melihat nilai-nilai keadilan, tentu saja nilai keadilan masyrakat misalnya bahwa satu perbuatan itu daya rusaknya terhadap alam, terhadap tatanan kemasyarakatan misalnya itu tidak dipertimbangkan sebagai suatu pemberat, maka menurut saya judex juris boleh begitu ya menambah hukuman itu, tentu dengan alasan-alasan tadi. Lalu mengapa judex juris dapat melakukan seperti itu? Paling tidak ada dua putusan Mahkamah Agung yang bernilai landmark decision, putusan yang bernilai tinggi, bermutu begitu. Nah itu mencontoh kesana ternyata judex juris juga menaikan hukuman. Oleh karena itu, kalau saat ini misalnya di Mahkamah Agung sering menaikan hukuman kepada terdakwa yang sudah diserapkan oleh judex facti, maka menurut saya boleh saja dengan alasan-alasan tadi. Mungkin begitu penanya yang pertama. Lalu penanya yang kedua, bagaimana kedudukan TAP MPR No 11 Tahun 1999 tentang KKN, TAP MPR Nomor 8 tentang Rekomendasi dan Kebijakan Pemberantasan KKN, kemudian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. TAP MPR ini amanat rakyat yang dikeluarkan dalam bentuk TAP MPR artinya pemerintah harus menindaklanjutinya dengan undang-undang karena sifat dari TAP MPR itu tidak aplikatif, hanya amanat. Ada satu keinginan politik daripada MPR untuk

Page 10: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

melakukan pemberantasan terhadap KKN. Contoh saja misalnya TAP MPR Nomor 98 ini kemudian keluar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemberantasan KKN dan selanjutnya berujung sampai sekarang ini Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi itu berawal dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 2008. Kemudian rekomendasi TAP MPR Nomor 8 ini juga sudah ditindaklanjuti oleh Presiden, adanya interuksi Presiden tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, kemudian mengenai pemeriksaan keuangan negara yang memungkinkan kewenangan melakukan audit itu ya tadi itu. Jadi pada dasarnya memang yang melakukan audit kerugian negara itu adalah BPK, tetapi dalam aturan yang lain BPKP juga berwenang. Ini ada kerja sama antara BPKP dengan KPK dan memang dalam kenyataannya bahwa antara BPK dengan BPKP ini suatu kenyataan yang memang harus dilaksanakan. BPK belum ada cabang atau belum ada perwakilan diseluruh Indonesia. Dulu waktu saya di Semarang… F-PKS (H. TB SOENMANDJAYA): Interupsi Ketua, Pak Ketua izin pendalamannya boleh langsung atau bagaimana? Terima kasih. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Baik, jadi pada dasarnya kita berpegang kepada putusan Mahkamah Konstitusi yang tadi sudah saya sebutkan bahwa polemik antara apakah yang berwenang itu adalah BPK atau BPKP, inspektorat dan lain sebagainya itu dijawab oleh Mahkamah Konstitusi dapat ya, tidak hanya BPK melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain bahkan bisa membuktikan sendiri jasa itu, menghitung sendiri kerugian negara. Lalu selanjutnya pertanyaan nomor 3… PIMPINAN RAPAT: Jadi maksudnya calon hakim kerugian uang negara itu, kerugian negara itu bisa dihitung oleh, jadi tidak harus BPK atau BPKP ya? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Jadi kesimpulan saya tidak harus dimonopoli oleh BPK, tetapi berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi ini, penegak hukum itu berkoordinasi baik dengan BPK, BPKP maupun kepada inspektorat atau bawasda sekarang ini, jadi dapat bahkan saya juga menyetujui perhitungan kerugian negara itu bila perlu oleh Jaksa Penuntut Umum, bila perlu juga oleh hakim berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Bukankah hasil audit oleh BPK sekali pun manakala diuji dipersidangan kadang-kadang melenceng. Hakim tentu akan melihat fakta-fakta yang benar, fakta yang terungkap dipersidangan artinya tidak bersifat mengikat hasil audit baik BPK, BPKP dan seterusnya. PIMPINAN RAPAT: Jadi maksudnya kalau ada hitungan kerugian negara dari BPK, BPKP atau dari Kejaksaan bisa diabaikan oleh hakim itu maksudnya? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Ya bisa. Pada dasarnya kita berterimakasih sekali ya audit yang kuat, audit yang baik dari BPK…

Page 11: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

PIMPINAN RAPAT: Tidak usah, simple saja Pak. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Ya pada dasarnya bisa diabaikan, manakala tidak sesuai dengan fakta persidangan begitu. Lalu pertanyaan yang ketiga, penanya yang ketiga soal biodata saya pada saat saya berumur 50 tahun, memang saya berhenti dari Kementerian ESDM. Permohonan berhenti dengan hormat karena saya merasa sudah cukup mengabdi di ESDM selama 26 tahun lebih. Kemudian saya mengundurkan diri dan pension, jadi mendapatkan hak pension. Kemudian katanya saya pernah melaporkan teman sekerja yang melakukan penyimpangan, sebenarnya saya tidak dalam posisi melaporkan mereka, tetapi bekerja sama dengan Komisi Yudisial. Komisi Yudisial bertanya kepada saya mengenai perkara apa saja yang ditangani oleh mereka misalnya itukan terbuka, tidak menjadi rahasia. Kita sebutkan saja perkara ini, perkara ini, tetapi secara pribadi memang dengan teman-teman yang saya anggap sudah keluar dari daerah rel, memang secara pribadi saya sering mengingatkan teman supaya kembali kepada rel sesuai dengan tujuan semula. Kemudian ada 100.000 cerita ada memang namanya kepegawaian itu Pak Wawan itu oleh koperasi dibantu mau pergi umroh ramai-ramai ke Mekkah. Jadi biasalah hakim dengan karyawan itu biasanya suka ada semacam apalah begitu, ya Rp100.000-lah memberikan itukan yang penting ada cenderamatalah ucapan salam, selamat begitu di Tanah Suci. Kemudian hakim agung 65 tahun, saya kira kalau saya mendukung 65 tahun itu. sekali pun saya misalnya katakanlah ditakdirkan bisa masuk ke Mahkamah Agung sekarang saya berumur 60 tahun, hanya 5 tahun lagi saya pikir tidak masalah. Ini bukan masalah personal, bukan masalah pribadi, tapi masalah bangsa. Filosofi hakim agung harus berintegritas adil dan sebagainya itu idealis sekali, bagaimana jika dilanggar. Jangan jadi hakim kalau melanggar integritas, cari pekerjaan yang lain saja. Jika uang dikembalikan, ada Menkopolhukam katakan “jika uang dikembalikan, ya sudah jangan ditahan, jangan dilanjutkan pidananya”. Sepanjang Pasal 4 itu belum dihapus, saya kira pengembalian uang tadikan sudah kita jelaskan bahwa pengembalian uang itu tidak menghapus tindak pidana, pelaku akan tetap dipidana, tetapi dalam penjelasan Pasal 4 itu hakim dapat mempertimbangkan untuk meringankan hukumannya. Itu saja. Kemudian penanya yang keempat dari Fraksi Demokrat mengenai sama tadi dengan penanya nomor 1 Pasal 2663 KUHP yang melebihi judex facti tadi jawabannya sama bahwa judex juris menurut saya boleh menaikan hukuman, meninggikan hukuman dari judex facti manakala ya dalam pemeriksaan persidangan judex facti terbukti satu perbuatan, tetapi tidak dipertimbangkan oleh judex facti, maka judex juris memperbaiki. Lalu yang kedua, berdasarkan Pasal 197 ayat (1) itu hal yang memberatkan dan meringankan juga menjadi pertimbangan judex juris, manakala yang memberatkan itu tidak dipertimbangkan juga judex juris dapat menaikan hukuman yang memberatkan bagi terdakwa. Begitu jawabannya. Lalu penanya kelima tentang putusan Mahkamah Konstitusi, tidak hanya BPKP yang mengaudit dari Bapak PKB itu ya, kalau diserahkan kepada Jaksa ada keraguan. Jangan-jangan nanti jaksa seenaknya menetapkan kerugian untuk menjerat seseorang menjadi tersangka misalnya bisa saja terjadi ini, bisa saja terjadi dan terbukti banyak buktinya seperti ini artinya dikriminalisasi. Bisa saja terjadi. Saat ini JPU bekerja sama dengan banyak pihak termasuk dengan mahasiswa misalnya. Ini ya dalam rangka tadi itu mencari-cari kesalahan orang untuk dikriminalisasi dan jaksa menanggapi ini persoalan sebenarnya dan itu bagian daripada Jaksa Agung untuk menyelesaikan persoalan. Ada fenomena bahwa terdakwa itu inginnya itu rendah saja begitu hukumannya itu supaya dia tidak kasasi, tidak banding misalnya ketakutan dengan Artidjo efeknya

Page 12: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

dan itu saya akui betul mereka sangat takut untuk melakukan kasasi dan buktinya banyak yang sudah mengajukan kasasi begitu tahu hakimnya adalah Artidjo mereka cabut lagi. Banyak yang seperti itu, tetapi kita soal rendah tinggi hukuman di judex facti dibawah itu, kita benar-benar menegakan hukum dengan hati nurani yang dalam. Jadi kita tidak mungkin artinya mempermainkan … ditinggikan, direndahkan tidak mungkin. Jadi hasil daripada fakta persidangan, kemudian kita bermusyawarah dengan hati nurani yang bersih, nah hingga kita menjatuhkan hukuman itu yang setimpal dengan kesalahannya begitu. Kemudian penanya ke-6, saya menjadi hakim sejak Tahun 2010. Pernah juga menjadi advokat, pernah juga menjadi PNS. Sekarang kalau masuk di MA, dimana MA sekarang ini sudah terpuruk bagaimana pendapat saya MA terpuruk. Jadi kalau saya masuk kesana, tentu saya ingin menyesuaikan diri dulu, mempelajari segala sesuatu, walaupun kita sudah tahu mengapa apa yang menyebabkan MA terpuruk ini. Kembali lagi kepada personal, kembali kepada mental dan karakter daripada SDM-nya baik hakim, baik paniteranya panitera pengganti maupun karyawan itu sendiri. Jadi solusi apa yang saya tawarkan? Kalau terhadap hakim saya melihat ini harus melalui satu jangka waktu yang panjang melalui generasi harus dipersiapkan betul-betul yang matang hakim itu tidak bersifat instan melalui satu pendidikan awal mencari bibit-bibit benih hakim yang baik, yang mempunyai karakter mental yang baik, sehingga dia dipantau terus-menerus, kemudian dia menjadi hakim dan diharapkan dia menjadi hakim itu memang hakim yang mempunyai karakter dari bawah yang baik. Jadi kembali ada pertanyaan lagi yang itu. dalam tindak pidana korupsi yang penting misalnya uang kembali betul bahwa tujuan pemberantasan korupsi itu lebih menyasar kepada recovery asset, lebih kepada pulihnya kerugian keuangan negara, bukan semata-mata untuk menghukum rakyat. Negara tentu saja menginginkan yang terbaik artinya rakyat itu ya, kalau sekarang misalnya begini Pak ya, kita melihat fenomena bahwa penjara penuh, apalagi kalau dihukum berat tambah lama lagi negara harus membiayai para terpidana ini. Penjara sudah penuh, biaya anggaran sudah membengkak, sehingga apa solusi, nah nanti ada kaitan dengan jawaban saya mengenai yang terakhir tadi, yang terakhir dari Fraksi Demokrat mengenai ada upaya sipil recovery asset maksudnya dan sekarang criminal recovery asset. Minta dijelaskan sedikit tadi ya. Jadi kalau criminal recovery asset ini pertama membutuhkan waktu yang sangat lama, panjang sekali. Sementara entah kapan. Kadang-kadang satu perkara pidana pun sudah incrach, belum tentu uang pengganti itu dapat disetor kepada kas negara. Belum tentu panjang sekali waktunya, sedangkan sipil recovery, dimana sipil recovery asset itu, dimungkinkan oleh Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagai lex generalis atau aturan yang bersifat khusus dari Pasal 1365 BW, Pasal 32 ini sebenarnya bisa digunakan oleh jaksa pengacara negara untuk melakukan upaya gugatan terhadap kerugian keuangan negara terutama pada saat kerugian negara ada, tetapi tindak pidana tidak terbukti unsur-unsurnya, salah satu atau seluruh unsur tidak terbukti kemudian dibebaskan, tidak berarti kerugian negara itu gratis, negara tetap mempunyai hak untuk menuntut kerugian negara melalui jalur sipil recovery itu. Jadi mungkin waktunya lebih pendek, saluran masuk uangnya kepada kas negara itu juga ada saluran-saluran tertentu, sehingga ini mencapai tujuan-tujuan recovery. Kemudian pertanyaan yang ke-7 dari Fraksi Nasdem mengenai rencana strategis dalam pemberantasan korupsi. Kalau yang strategis itu kalau menurut pikiran saya habis uan dan pikiran negara ini memikirkan bagaimana korupsi itu diberantas. Orang korupsi itu serakah pada dasarnya, orang ini serakah. Jadi harta itu menjadi tujuan utamanya. Nah dalam pengalaman kita, apakah dia masuk menjalani hukuman badan atau dia mengembalikan uang kerugian, uang pengganti mayoritas menurut cerita dari Jaksa Penuntut Umum mayoritas itu mereka itu memilih masuk penjara saja, hukuman badan saja untuk menyelamatkan hartanya. Jadi kalau demikian, orang akan memilih penjara dan penjara penuh akhirnya negara perlu memikirkan ada strategi lain yang tadi itu. Sasar hartanya bagaimana barangkali perlu ada Undang-Undang Perampasan Aset misalnya itu strategi Pak. Kemudian ada anggapan bahwa sekretasi Mahkamah Agung itu lebih kuat dari Ketua Mahkamah Agung. Saya kira, secara structural dan fungsional ya soal lebih kuat itu tidak mungkin ya kalau secara aturan organisasi begitu ya, lembaganya, institusinya,

Page 13: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

tetapi menjadi kuat atau menjadi lemah terhadap Mahkamah Agung itu, itu personalnya, orangnya itu. Bagaimana mungkin seorang sekretaris Mahkamah Agung bisa lebih kuat dari Ketua Mahkamah Agung secara structural ada diatasnya, tetapi karena orangnya yang memang menciptakan suatu kondisi demikian, sehingga …. Lalu yang kedua, yang selalu di, maaf saya tambah sedikit supaya ini barangkali bisa tuntas begitu ya, ada yang mengatakan mengapa Dirjen… PIMPINAN RAPAT: Jangan menjelaskan yang tidak ditanya, jangan berandai-andai. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Ada kerugian kecil sekali misalnya dibawah Rp50 juta, tetapi dibawa ya diseret-seret ke Pengadilan Tipikor ini irasional ya. Seharusnya Kejaksaan itu berfikir ya berapa uang negara yang harus dikeluarkan untuk menyeret orang-orang seperti ini. Jadi harus ada satu katakanlah satu upaya lain barangkali… PIMPINAN RAPAT: Pak Calon, ini tidak usah berandai-andai kalau itukan tadi masalahnya, kenyataannya ada kasus kerugian Rp50 juta dibawa ke pengadilan, hakim memutuskan yang bersangkutan salah masuk bui, kalau Bapak jadi hakim bagaimana bebas tidak orang ini? Itu maksudnya. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Itu benar. Terima kasih Pak. Jadi saya akan memutuskan, kalau misalnya terbukti ada acturiusnya, ada men’s rea-nya, terbukti perbuatannya sekalipun kecil hakim akan memutuskan, tetapi dengan Pasal 3. Biasanya antara Pasal 2 dengan Pasal 3 itukan dibuat dalam bentuk subsidaritas, jadi hakim membuktikan yang pertama primer, kemudian berpindah kepada subsider manakala primer tidak terbukti. Nah didalam Pasal 3 itukan paling rendah itukan 1 tahun hukumannya, tetapi dendanya itu Rp50 juta. Pada saat kerugian negara dibawah Rp50 juta, Mahkamah Agung mengintruksikan jangan dikenakan denda, cukup dengan hukuman badan 1 tahun saja begitu Pak jawabannya. Saya kira itu Pak Pimpinan. PIMPINAN RAPAT: Masih ada waktu ini. Sebelum saya serahkan ke fraksi, apakah kasus korupsi itu harus, apakah unsur kerugian negara itu mutlak dalam kasus korupsi? Jawab mutlak tidak Pak? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Unsur kerugian negara itu kalau untuk Pasal 2 dan Pasal 3 mutlak. PIMPINAN RAPAT: Kalau tidak, tidak bisa? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Berarti salah satu unsur tidak terbukti bebas atau lepas. PIMPINAN RAPAT: Pertanyaan saya itu mutlak tidak itu? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Page 14: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Mutlak untuk Pasal 2 dan Pasal 3 mutlak. Sedangkan untuk kategori yang lain Pasal 6 sampai 7 itu tidak karena tidak berbicara kerugian negara. untuk Pasal 2 saja dan Pasal 3 mutlak kerugian negara ini. PIMPINAN RAPAT: Suap itu korupsi tidak? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Korupsi. PIMPINAN RAPAT: Menerima suap itu korupsi tidak? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Bagi pejabat negara, bagi penyelenggara negara yang ada hubungannya dengan pekerjaannya… PIMPINAN RAPAT: Tidak usah jawab. Saya tanya korupsi tidak? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Ya korupsi. PIMPINAN RAPAT: Lain yang ditanya kok lain dijawab. Kemudian Saudara loyal tidak kepada undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Loyal. PIMPINAN RAPAT:

Apakah hakim bisa mengabaikan undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Dalam kondisi tertentu PIMPINAN RAPAT:

Bisa tidak hakim mengabaikan undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Bisa. Boleh diperkenankan. PIMPINAN RAPAT: Tadi saya tanya loyal tidak pada undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Page 15: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Hakim mengadili karena untuk keadilan. Belum tentu undang-undang itu adil misalnya. PIMPINAN RAPAT: Makanya dengar dulu pertanyaannya Pak, jangan langsung jawab belum ditanya. Sayakan beruntun saya tanya. Saudara calon loyal tidak kepada undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Loyal. PIMPINAN RAPAT: Loyal? Sumpah setia kepada undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Setia pada undang-undang. PIMPINAN RAPAT: Dengar semua ya setia pada undang-undang Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Ya. PIMPINAN RAPAT: Bisa tidak hakim abaikan undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Manakala undang-undang tidak sesuai dengan keadilan yang dihadapkan dengan fakta persidangan hakim dapat menyimpangi undang-undang. PIMPINAN RAPAT:

Jadi tidak setia lagi dengan undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Pada dasarnya setia, tetapi… PIMPINAN RAPAT: Kan tadi saya bilang setia tidak? Setia pada undang-undang. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Tidak setia mati. PIMPINAN RAPAT: Oke ya, tanya lagi, makanya saya dua kali tanya setia tidak? Sumpah setia. Setiakan begitu. Kan oke saya tanya, lalu saya tanya bisa tidak hakim itu mengabaikan buang undang-undang itu, ngapain saya setia pada undang-undang yang dibikin Pak Taufik ini. Bisa tidak saya buang itu undang-undang? Bapak tadi bilang “setia” kan?

Page 16: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Setia ya. PIMPINAN RAPAT: Oke, saya tanya lagi boleh tidak hakim itu membuang itu undang-undang? Bahasa kasarnya mengabaikan undang-undang, mengesampingkan undang-undang bisa? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Bisa demi keadilan. PIMPINAN RAPAT: Hebat juga ini hakim. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Ya demi keadilan hakim dapat mengenyampingkan undang-undang. PIMPINAN RAPAT: Itu pasal berapa? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Ya memang sudah pakemnya seperti itu. PIMPINAN RAPAT: Jangan Pak, undang-undang yang dimana hakim boleh tidak loyal kepada undang-undang itu? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Sistem hukum, asas hukum. PIMPINAN RAPAT: Dimana itu Bapak Hakim? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Kalau dulu dalam Pasal 5 ya, Pasal 5 Undang-Undang Kehakiman itu disebutkan bahwa hakim itu harus menggali dan menemukan hukum. Pada saat nilai-nilai yang ada didalam undang-undang, nilai keadilan yang undang-undang itu tidak dapat memunculkan rasa keadilan berarti undang-undangnya ketinggalan. PIMPINAN RAPAT: Oke, bisa diabaikan? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Hakim harus up to date ya.

PIMPINAN RAPAT:

Page 17: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Jadi hakim bisa membatalkan undang-undang ya? bisa ya membatalkan undang-undang? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Bukan membatalkan, menyimpangi.

PIMPINAN RAPAT: Menyimpangi. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Inikan dalam aplikatif to? Bukan didalam arti kita membatalkan undang-undang barangkali itu tugasnya Mahkamah Konstitusi ya? Itu hakim. Didalam menemukan keadilan memberikan rasa keadilan kepada pencari keadilan, manakala dirasa undang-undang itu tidak memuat rasa keadilan yang dibutuhkan dalam perkara khusus, perkara tertentu, maka hakim dapat menyimpangi, tapi bukan membatalkan undang-undang. PIMPINAN RAPAT: Jadi hakim boleh mengenyampingkan undang-undang, manakala undang-undang itu tidak sesuai dengan rasa keadilan. Baik cukup-cukup Pak. Selanjutnya rasa keadilan itu dicari dimana? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Rasa keadilan itu dicari pada hati nurani. PIMPINAN RAPAT: Wah hati nurani. Hati nurani siapa? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Hati nurani hakim. PIMPINAN RAPAT: Hakim. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Ya, didalam memutus perkara hakim akan bekerja berdasarkan hati nurani. PIMPINAN RAPAT: Luar biasa. Boleh tahu Pak metode untuk menemukan hati nurani itu seperti apa, metodenya Pak supaya Bapak tahu hati nurani hakim itu seperti apa. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Hati nurani itu akan muncul, makanya saya beruntung Pak jadi hakim tingkat pertama Pak. Jadi saya melihat langsung persidangan, melihat orang bohong, melihat orang marah, melihat orang jahat, melihat orang semuanya, jadi disitulah aka nada masuk ke hati nurani bahwa orang ini salah, orang ini pura-pura, orang ini bohong begitu seperti itu. Jadi rasa keadilan itu kita temukan dalam hati nurani kita. Didalam putusan kita, kita cantumkan rasa keadilan kita itu didalam putusan. Bukankah dalam putusan itu harus memuat rasa keadilan yang tinggi. PIMPINAN RAPAT: Menemukan rasa keadilan dalam hati nurani. Luar biasa itu.

Page 18: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Hati nurani yang dalam ya. PIMPINAN RAPAT: Yang dalam ya? yang dalam lagi. Boleh lebih jauh dimana itu Pak hati nurani? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Saya kira, banyak faktor ya yang bisa mendukung mengapa mengasah nurani itukan banyak faktor ya… PIMPINAN RAPAT:

Bukan, bukan pertanyaan saya bukan dimana itu bisa itu tahu nurani itu dimana, bagaimana metodenya. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Masing-masing orangkan punya nurani, jadi tidak bisa saya menceritakan nurani orang begitu ya, jadi nurani saya sendiri yang bisa saya rasakan begitu. Apakah hari ini saya sudah memutus dengan adil misalnya atau saya memutus dengan logika misalnya. Saya memilih memutus dengan hati nurani supaya saya tidak dosa ya. PIMPINAN RAPAT: Dengan hati nurani bisa bebaskan seorang terdakwa. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Bisa dibebaskan. Kalau nurani menyatakan bahwa dia tidak bersalah. Tadikan dikatakan ada actuaries, ada men’s rea. PIMPINAN RAPAT: Apakah selama Saudara jadi hakim pernah membebaskan terdakwa? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H.

Pernah. Dari hampir 250 perkara ya itu pernah saya membebaskan. PIMPINAN RAPAT: Karena hati nurani tadi. Baik. Selanjutnya ada pendalaman tadi silakan. F-PKS (H. TB SOENMANDJAYA): Terima kasih Pimpinan Ketua. Saudara Calon yang terhormat.

Sayakan tadi mengingatkan tentang posisi hirarki TAP MPR. Baiklah saya sampaikan ya itu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (1) huruf b itu dengan tegas penjelasannya bahwa TAP MPR saya adalah TAP MPR Nomor I Tahun 2003 khususnya Pasal 2 dan Pasal 4. Ini mohon dicatat Pak Saudara Calon, jadi jawabannya itu benar, tapi tidak berhubungan. Yang kedua, ada kegabahan, kegabahan jawaban tadi itu tentang BPK. Undang-Undang Dasar Pasal … mengatakan bahwa dibentuk satu badan pemeriksa keuangan, hanya satu Pak dan pada huruf e

Page 19: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

dikatakan disana “diadakan disetiap provinsi…”, nah tadi Saudara Calon tidak mengatakan bahwa tidak dimana-mana, hanya dipusat saja adanya. Itu salah, pernyataan salah, jadi sudah ada disetiap provinsi.

Jadi sebagai hakim, nanti mudah-mudahan Saudara calon jadi hakim justru

harus memegang teguh kepada konstitusi Undang-Undang Dasar itu sebagai hukum dasar dan hirarki tertinggi dibawah yang lain, membawahkan yang lain maaf. Oleh karena itu, karena hakim ini wakil tuhan di muka bumi, barat gegabah. Kalau saudara calon itu tadi kurang jelas pertanyaannya bertanya lagi kepada penanya, kepada saya paling tidak supaya saya jelaskan daripada menjawab agak liar begitu loh. Kemudian saya kira yang ketiga, saya salut pernyataan saudara calon bahwa memang hakim itu bukan hanya hukum saja patokannya dan keadilan. Memerdekan hukum dan keadilan, tetapi tolong sebutkan itu doktrin darimana, teori apa yang Saudara anut, apa landasan hukumnya. Jangan mengatakan kalau tidak salah itu tidak boleh disini begitu. Anda harus taft, harus yakin betul berikan kepada kami ini loh undang-undang Dasar memang sekian. Ini loh undang-undangnya begitu, jadi tidak boleh seperti tadi itu. Terima kasih Ketua. PIMPINAN RAPAT: Silakan Pak Akbar Faizal. Baik, terima kasih Pak Ketua. Saudara Calon Hakim Agung. Suasana saya lagi bagus, jadi saya tidak akan marah-marah hari ini. Saya juga tidak akan bicara tentang hati nurani meskipun saya pernah di Partai Hanura begitu ya. Pak Benny kita agak santai sedikit ya dan saya tidak akan masuk terlalu jauh Bapak pada point-point yang disampaikan Pak Benny dan teman-teman yang lain tadi. Yang ringan-ringan saja Bapak saya ini sebab sore-sore begini kita ingin mendengarkan lagu-lagu bethoven dan segala macam. Pertanyaan saya sederhana saja Bapak, inikan hakim agung Mahkamah Agung sekarang inikan sedang apa ini dalam sorotan ya? dalam sorotan. Agak sulit Mahkamah Agung sekarang ini bersikap ketika berbagai fakta terpaparkan dihadapan publik termasuk dengan sekretaris MA ya yang sudah mundur itu. Tidak penting lagi bagi saya, apakah dia orang nomor 1 atau nomor 2 di Mahkamah Agung begitu ya tidak penting lagi bagi saya, apakah dia orang nomor 1 atau nomor 2 di Mahkamah Agung begitu ya tidak penting lagi bagi saya karena saya melihat Mahkamah Agung itu sebagai sebuah lembaga. Saya ingin tahu Bapak apakah anda berada dalam arus yang sama dengan publik melihat masalah ini, dimana kemudian seperti yang saya katakan tadi bahwa Mahkamah Agung kesulitan untuk memberikan jawaban-jawaban yang bisa membantah semua argumentasi dan realitas yang terpapar dihadapan publik. Saya ingin bertanya dan meminta Bapak, saya ingin dengar kritikan anda yang paling keras terhadap Mahkamah Agung itu apa? Karena saya lihat tadi dari jawaban-jawaban Bapak ini, Bapak ini termasuk orang sabar dicecer sama Pak Gubernur NTT inikan luar biasa begitu ya dan Bapak sabar tersenyum begitu. Saya tidak tahu nanti kalau Bapak menghadapi orang lain selain Komisi III DPR RI, apakah masih sesabar ini juga, tapi kelihatannya sabar Bapak ya begitu. Saya ingin tahu apa kritik anda yang paling keras tentang Mahkamah Agung? Yang kedua adalah ada seorang hakim agung yang berhubungan dengan para pelaku korupsi terkenal sekali, kalau tidak salah namanya Pak Artijo Al Kostar. Sudah ditanyakan ya? oh ya. Dari informasi yang saya dapatkan diteman-teman Mahkamah Agung bahwa sebenarnya tidak. Banyak yang setuju dengan putusan-putusan beliau yang menghukum pelaku korupsi pertama jauh dari hukuman yang dituntutkan, yang kedua mekanismenya pun menurut para ahli hukum itu tidak ada. Saya sudah berbicara dengan banyak pihak. Kami di Komisi III DPR RI ini selalu berhubungan dengan orang-orang yang memahami hukum pidana dan segala macam salah satunya Pak Andi Hamzah. Saya ingin tahu sikap Bapak bagaimana dengan cara Pak Artidjo Alkostar.

Page 20: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

Kita semua tidak sukalah bagaimana seorang koruptor petantang-petenteng dihadapan kita, tetapi toh juga dia tidak kelihatan hak untuk mendapatkan keadilan dalam posisi seperti itu. Nah saya mau tanya sama Bapak bagaimana pendapat Bapak tentang itu? Saya sering bertanya dan kami diruangan ini sering bertanya Bapak termasuk kepada calon hakim agung yang kami fit and proper test dimasa-masa yang lalu, tapi jawabannya itu ngambang Bapak. Seakan-akan sudah membayangkan dirinya akan lolos dan akan berhadapan dengan Pak Hartijo dan kemudian tidak ingin berhadap-hadapan. Saya butuh jawaban yang agak tegas hari ini karena sekali lagi selain keberpihakan kita kepada pemberantasan korupsi, tetapi banyak hal yang menjadi pertanyaan publik. Itu yang kedua. Kemudian yang ketiga, ada informasi yang saya dapat Bapak itu punya tiga perusahaan ya? dan tiga perusahaan itu bagi saya pribadi layak Pak. bukan perusahaan Bapak maksud saya, tapi diperdebatan kami begini disini. Kenapa memangnya kalau orang punya perusahaan bagus kan? Urusan dapurnya sudah selesai, maka kemudian dia bisa berkompetisi dan berhadapan dengan nuraninya yang Bapak jelaskan tadi, tidak lagi terbebani dengan hal-hal yang kecil misalnya ikut-ikutan isap cerutu dan wine di hotel-hotel bersama dengan beberapa orang begitu ya. nah menurut Bapak apakah seseorang hakim agung atau pemutus keadilan itu perlu menyelesaikan urusan dapurnya sebelum memutuskan diri menjadi seorang pengadil yang paripurna. Bisa melalui punya perusahaan banyak dan seterusnya-dan seterusnya. Saya sore ini pertanyaan sederhana-sederhana saja. Pak Benny saya berterimakasih atas waktunya. PIMPINAN RAPAT: Baik, saya persilakan Pak … Pak Akbar Faizal tadi sederhana, tapi sulit. Begitu juga Pak Kiai beliau ini di MPR calon, kalau dia tanya soal TAP MPR itu tadi dijawab sekalian, apakah bisa TAP itu diabaikan juga. Silakan. Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Terima kasih. Ya saya tetap berpendapat bahwa secara hirarki memang TAP MPR itu ada diatas, tetapi tidak bersifat aplikatif begitu ya perlu ada undang-undang yang secara aplikasi dapat menerapkan apa yang diinginkan oleh TAP MPR itu. Lalu benar kita harus menghargai dan menghormati institusi kita. Dalam Pasal 1 tadi sudah disebutkan, Pasal 23 tadi Pak ya? menyebutkan mengenai BPK. Saya sebenarnya sepakat untuk melakukan satu pekerjaan yang maha penting ya didalam pemberantasan korupsi yaitu menghitung kerugian negara. ini rohnya Pak kerugian negara itu. Kita ingin mengembalikan recovery asset, kita ingin memulihkan kerugian negara. Oleh karena itu, kita membutuhkan suatu institusi lembaga yang memang kuat kredible, menghitung kerugian negara. jangan asal-asal. Jadi saya pada dasarnya setuju dengan kalau memang artinya BPK itu ada dimana-mana dan dapat hadir pada saat dibutuhkan oleh penyidik dan oleh persidangan di pengadilan. Dia dapat menjelaskan mengenai kerugian negara yang diaudit olehnya. Saya setuju Pak itu pada dasarnya. Sudah Pak itu jawaban saya kita hormati institusi Pak, tetapi memang dalam kenyataannya barangkali ini jangka pendek, barangkali ini untuk mengatasi kendala dan persoalan-persoalan kini, maka Mahkamah Konstitusi itu membuat suatu putusan, dimana penghitungan kerugian negara itu meluas bukan hanya kepada BPKP, tetapi BPK, BPKP. Bukan saja BPK, tetapi BPKP bahkan disebutnya bisa ahli, bisa jaksa itu sendiri meluas artinya dan ini tadi dari BPKP ini bisa menjadi kendala tersendiri. Lalu dari Pak Akbar, kalau dari Pak Akbar saya hapal karena saya perhatikan kalau ini. Pak, kalau kritikan keras Pak ya, saya melihat sudah ada upaya yang sangat-sangat dan sungguh-sungguh dari Mahkamah Agung untuk membereskan Mahkamah Agung itu Pak. Nah dari upaya yang sungguh-sungguh itu barangkali masyarakat, publik itu belum sabar, tidak sabar ingin segera hasilnya begitukan kapan-kapan. Nah kalau saya melihat didalam dengan berbagai model sistem begitu diterapkan disana,

Page 21: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

dengan berbagai pembinaan terhadap SDM-nya ini sudah diterapkan sebetulnya, tetapi kalau masih ada misalnya pelaku yang menyimpang barangkali satu kata yang ingin saya katakan Mahkamah Agung butuh teladan itu saja begitu Pak. Soal ada 7 efek ya artinya judik yuris menghukum tinggi. Menurut pakar Profor Andi Hamzah misalnya itu dia mengkritik, disamping sudah menghukum tinggi prosedurnya yang barangkali terabaikan begitu hukum acaranya begitu Pak, proses wil-nya. Nah tadi saya katakan ya bahwa itulah seorang Artidjo dia memang mempunyai suatu alasan. Kalau menurut pikiran saya apa yang saya ikuti, memang pertama beliau karena menurut pikiran saya Pak, semangat dia untuk memberantas korupsi itu luar biasa. Bukan saja korupsi yang terjadi dalam perkara ini, tetapi dia berfikir dampaknya misalnya kalau hutan itu ditebang, illegal loging itu bayangkan berapa puluh tahun, ratus tahun pohon-pohoni itu akan tumbuh. Betapa besar dampaknya terhadap masyarakat, bangsa dan negara kita. Jadi dia berfikir sampai kesana. Kalau saya mungkin belum sampai kesana. Lalu instrument-instrumen dia gunakan itu tentu pertama ya hukum acara itu sendiri yang tadi sudah kita sebutkan. Lalu yang kedua, ada yang namanya landmark decision seperti juris prudensi seperti itu ya kan? Walaupun keduanya berbeda. Jadi dia menggunakan seperti itu. Ini dapat dilakukan. Yang kedua, bahwa hukuman tinggi itu mungkin, mungkin saya perkirakan itu bernilai pencegahan, bernilai pencegahan. Contoh tadi orang sudah takut duluan manakala dia akan diadili oleh Artidjo. Berhenti, dicabut permohonan kasasi berarti bernilai pencegahan terhadap masyarakat. Kalau melakukan korupsi anda bisa dihukum seumur hidup, anda bisa dihukum 20 tahun, bisa dihukum tinggi bernilai pencegahan. Jadi kalau secara pribadi kalau saya setuju. Kalau ada misalnya prosedur proses wilnya yang kurang pas, padahal dia tidak melihat dipersidangan bagaimana fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, tetapi sebagai hakim yang berpengalaman dengan ilmu pengetahuan yang profesionalismenya dia bisa membaca apa yang terjadi dipersidangan melalui dokumen-dokumen yang ia terima. Terima kasih Pak. F-NASDEM (Drs. AKBAR FAIZAL, M. Si): Pertanyaan ketiga tentang apakah perlu dapurnya selesai atau bagaimana. Saya ada pertanyaan ketiga tadi, apakah seorang hakim itu untuk standing bisa menjadi pengadil yang paripurna itu harus selesai urusan dapurnya dulu? Dr. H. MARSIDIN NAWAWI, S.H., M.H. Saya kira, iya ya sebagai seorang hakim agung rata-rata sudah berumur artinya kebutuhan financial itu semakin berkurang, langsung muncul suatu idealism bagaimana keadilan itu harus ditegakan, bagaimana hukum harus ditegakan. Jangan soal isi perut lagi. Ya syukur-syukur kalau misalnya hakim agung itu gajinya tinggi misalnya ya, itu syukur artinya ada penghargaan terhadap profesi hakim terutama hakim agung. Jadi coba bayangkan. PIMPINAN RAPAT: Saya rasa sudah 1,5 jam, sudah 90 menit kita tutup ini. Memang banyak hal Pak kita buka lagi ya tidak selesai-selesai. Semakin banyak yang disampaikan makin satu pernyataan bisa melahirkan 1000 pertanyaan kan begitu. Daripada beranak pinak ini nanti pertanyaannya kita tutup saja dulu ya. Pak Akbar Faizal mohon maaf. Bapak-Ibu Anggota Komisi III DPR RI yang kami hormati. Sesi tanya-jawab sudah selesai 90 menit, selanjutnya kami minta Saudara calon Hakim Adhock tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung untuk menandatangani surat pernyataan yang telah kami siapkan. Mohon dibaca dulu kalau setuju ya umumnya formalitas ini boleh diteken, ya tapi wajib ditekenlah, walaupun tidak ada gunanya untuk

Page 22: Fit and Proper Test Calon Hakim Agung Tgl 25 Agustus 2016

meneguhkan hati nurani Bapak saja. Ya kalau ada hati nurani ingat-ingatlah itu kurang lebih itulah maksudnya. Baik dengan selesainya tadi surat penandatangan pernyataan, ami atas nama Komisi III DPR RI mengucapkan terima kasih kepada Saudara calon atas kehadirannya dan kesetiannya menjawab berbagai pertanyaan tadi, tentu tidak banyak hal yang ditanyakan, tetapi saya tahu saudara calon ingin menjawab hal-hal yang tidak ditanyakan juga dan mohon semua itu dianggap sebagai modal Saudara nanti bila terpilih atau disetujui menjadi calon hakim di Mahkamah Agung. Selanjutnya kami persilakan Saudara untuk meninggalkan ruangan sidang Komisi III DPR RI untuk kami lanjutkan uji kelayakan calon hakim adhock berikutnya. Kami persilakan. Jadi kita break 5 menit ya untuk kita mulai lagi.

RAPAT DISKORS SELAMA 5 MENIT