Final Laporan STUDI KELAYAKAN SOSIAL BUDAYA TPA …
Transcript of Final Laporan STUDI KELAYAKAN SOSIAL BUDAYA TPA …
MODEL ANALISIS SOSIAL BUDAYA
STUDI KELAYAKAN TPA SAMPAH SENTE,
KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG-BALI
Karya Teknologi Tingkat Lokal yang Dipergunakan sebagai Alat Bantu
Perkuliahan Mata Kuliah PDW 406 Antropologi Pariwisata di Program Studi S1
Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana
I Gst Agung Oka Mahagangga,S.Sos,.M.Si /197710102006041004
PROGRAM STUDI S1 DESTINASI PARIWISATA
FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS UDAYANA
Oktober 2015
KATA PENGANTAR
Kabupaten Klungkung Provinsi Bali lima tahun terakhir giat melaksanakan
pembangunan sektor pariwisata. Mendukung program pembangunan kepariwisataan
diperlukan pemikiran dan strategi secara lintas sektoral karena sektor pariwisata tidak
dapat berjalan sendiri, namun diperlukan kajian akademis secara komprehensif.
Salah satu kajian yang dilakukan adalah membuat studi kelayakan dari analisis
sosial budaya yang menghasilkan suatu model untuk dapat diaplikasikan oleh
pemegang kebijakan, dalam hal ini pemerintah kabupaten Klungkung. ”Model Sosial
Budaya Studi Kelayakan TPA Sampah Sente, Kecamatan Dawan, Kabupaten
Klungkung” adalah hasil kajian akademis atas kerjasama Pemerintah Kabupaten
Klungkung (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) dengan Program Studi S1 Destinasi
Pariwisata berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) Pemkab. Klungkung NOMOR :
660.2/539.B/DKP dan SPK Universitas Udayana NOMOR :
3531.B/UN14.1.11.2/PP/2015 untuk melaksanakan pekerjaan Belanja Jasa
Konsultansi Perencanaan Berupa Penyusunan Kajian Kelayakan TPA Sente.
Model ini tidak dipublikasikan (untuk internal pemkab Klungkung) tetapi
untuk kepentingan validasi, keseluruhan laporan telah di-turn it in (termasuk model)
tahun 2015 lalu. ”Model Sosial Budaya Studi Kelayakan TPA Sampah Sente,
Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung” sebagai karya teknologi tingkat lokal
dipergunakan sebagai alat bantu perkuliahan dalam mata kuliah PDW 406
Antropologi Pariwisata untuk membantu mahasiswa memahami kasus-kasus di
lapangan sehubungan dengan pengembangan sektor pariwisata dari aspek sosial
budaya.
Demikian dapat disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
terima kasih.
Denpasar, 7 Pebruari 2017
Tim Perancang
MODEL ANALISIS SOSIAL BUDAYA STUDI DAMPAK TPA SAMPAH
SENTEN KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG
Aktor dalam konteks penelitian ini dimaksudkan sebagai pelaku konkret
praktik sosial di ranah internal dan sekitar TPA Sente. Tafsir merupakan cara
aktor memandang dan mengintepretasi fenomena atau obyek yang selanjutnya
menjadi basis dalam pengambilan keputusan untuk bertindak. Sedangkan persepsi
diartikan sebagai tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi
sensoris yang dilakukan oleh aktor, guna memberikan gambaran dan pemahaman
tentang lingkungan tempat mereka bernaung. Persepsi meliputi semua sinyal
dalam sistem saraf, yang merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari
organ pengindra. Aspirasi merupakan keinginan atau harapan, cita-cita, ambisi,
mimpi yang dimiliki aktor untuk diusahakan agar tercapai.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, teridentifikasi adanya dua
kelompok aktor, yaitu aktor internal dan aktor eksternal. Aktor internal adalah
mereka yang melakukan praktik sosial di lingkungan TPA secara rutin dan
mendapatkan manfaat secara langsung. Manfaat langsung yang diperoleh aktor
internal ini berupa keuntungan ekonomistis, dengan adanya lapangan pekerjaan
yang eksis di ranah TPA, baik formal maupun informal. Pekerjaan formal adalah
aktivitas berulang dan berpola yang dilakukan aktor sebagai perpanjangan tangan
Pemkab, diwakili oleh aparatus Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).
Sedangkan pekerjaan informal adalah praktik rutin yang dilakukan oleh aktor di
luar katagori aparat DKP.
Identifikasi terhadap tafsir para aktor, terdapat temuan dalam cara pandang
aktor terhadap TPA, yaitu pragmatis, ekonomistis, dan politis. Sedangkan terkait
dengan persepsi aktor terhadap TPA, diperoleh persepsi positif atau negatif,
produktif atau kontraproduktif, solidaritas organis atau solidaritas mekanis
(merujuk konsepsi Durkheim dalam Henselin, 2006), dan sub kultur
(menggunakan konsepsi dari O’Sullivan, 1974). Aspirasi aktor terdiri dari tetap
dioperasionalisasikan, ditutup, atau dioperasionalisasikan sementara dengan
beberapa syarat.
Berikut identifikasi Aktor TPA Sente:
A. Aktor Internal
1. Formal:
• Mandor
Dapat dikatakan, mandor merupakan aktor internal utama karena
posisinya yang strategis dalam ranah TPA. Mandor merupakan
“penguasa tertinggi” dalam tata relasi aktor internal, yang menentukan
siapa saja yang boleh eksis di TPA, terkait dengan dua kepentingan
utama yang berkaitan dengan TPA Sante, yaitu membuang sampah dan
pemanfaatan sampah secara ekonomis. Praktik membuang sampah
berada dalam pengawasan mandor yang menentukan siapa saja yang
boleh dan tidak boleh melakukannya. Juga dalam konteks jejaring
ekonomi yang muncul dalam konteks pemanfaatan sampah, mandor
mengawasi siapa saja yang boleh eksis dalam tata jaringan tersebut.
Dalam menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh
membuang sampah, mandor selain mengikuti aturan formal dari
atasannya di DKP, juga dalam praktik pengawasannya mengikuti
feeling tertentu yang terbentuk lewat interaksi intimnya dengan praktik
realitas sehari-hari di TPA. Pihak yang boleh membuang sampah di
TPA Sente adalah siapapun sepanjang mereka adalah masyarakat
Kabupaten Klungkung. Sedangkan pihak luar warga Klungkung, tidak
diperkenankan oleh mandor untuk membuang sampahnya. Kemampuan
mengenali siapa yang merupakan masyarakat Klungkung dan bukan,
dimiliki sang mandor dengan mengandalkan feeling khasnya tersebut.
Mandor juga mengawasi aktor internal lainnya dalam hal
pemanfaatan sampah. Hanya masyarakat sekitar TPA saja yang boleh
melakukan kegiatan tersebut, sedangkan untuk “masyarakat luar” /
pendatang, dilarang melakukan aktivitas di internal TPA. Praktik
pembatasan ini melahirkan sebuah “in group feeling” yang melahirkan
solidaritas organik di kalangan aktor internal TPA. Solidaritas organik
ini menjadi hal yang melahirkan rasa kebersamaan yang kuat, menjadi
semacam etika tidak tertulis di kalangan mereka dalam melakukan
interaksi internal, sehingga tercipta sub kultur TPA Sente.
Dalam aktivitasnya, mandor berkedudukan di sebuah tempat yang
disebut kantor, yang sengaja di bangun di posisi yang tinggi dan
memiliki banyak jendela, sehingga dapat melakukan pengawasan
menggunakan indera penglihatan. Posisi kantor yang strategis tersebut
menunjang pekerjaan mandor dan perangkatnya dalam hal pengawasan
TPA Sente.
Mandor dibantu oleh delapan orang staf yang bertugas piket secara
bergiliran. Komposisi staf jika ditinjau dari daerah asalnya, terdiri dari
empat orang asal Banjar Sente dan empat lainnya berasal dari Banjar
Dawan. Sang mandor sendiri berasal dari Banjar Dawan.
• Pencatat Sirkulasi Truk
Aktor ini memiliki tugas mencatat truk-truk DKP yang masuk dan
keluar TPA Sente. Ia bekerja di dalam kantor mendampingi mandor,
dan mengevaluasi siapa saja sopir dan kernet truk DKP yang telah dan
tidak melaksanakan tugasnya.
• Operator Bulldozer
Bertugas mengoperasikan dua buah bulldozer yang tersedia di
TPA. Jika ada sampah yang kurang tertata dan berpotensi longsor, tugas
operator untuk meratakannya, sehingga sampah di TPA tetap tertata.
Resiko pekerjaan aktor ini cukup besar, akan tetapi sampai sejauh ini
belum pernah terjadi kecelakaan kerja, karena operator bulldozer juga
memiliki kapasitas dalam mengenali medan kerjanya. Sehingga hapal
bagian mana saja yang bisa dilalui bulldozer dan tempat yang rentan
menjadi route kendaraan yang dioperasikannya tersebut.
• Supir Truk
Supir truk memiliki peran penting karena berposisi sebagai aktor
internal yang transit, dan melakukan fungsi pelintas. Artinya, supir truk
ini memiliki interaksi relatif singkat dengan aktor internal TPA lainnya,
dengan membuang muatan sampah dari truk dan melapor kepada
petugas pencatat sirkulasi truk dan mandor di kantor, untuk selanjutnya
beroperasi keluar TPA untuk mengangkut sampah di area Kabupaten
Klungkung. Di pundak para sopir inilah citra TPA Sente diemban.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, di beberapa titik route yang
dilalui truk DKP, umumnya masyarakat berpersepsi positif, artinya
mereka tidak pernah menjumpai supir truk DKP yang ugal-ugalan
sehingga sampah tercecer di jalan. Malah para supir sering menyapa
jika berpapasan dengan warga di jalan. Hal ini menumbuhkan respek
masyarakat terhadap para supir, sehingga tidak pernah ada kejadian
yang kontraproduktif antara masyarakat dengan salah satu aparatus
DKP ini.
Untuk seluruh aktor internal, tafsir mereka terhadap TPA Sente adalah
pragmatis dan ekonomistis, yang artinya memandang TPA sebagai pemberi
status sosial dengan memberikan lapangan pekerjaan (pragmatis) dan mampu
memberikan tambahan penghasilan (ekonomistis). Cara pandang ini
melahirkan persepsi positif, produktif, dan solidaritas organis. Persepsi positif
dan produktif terkait dengan nilai ekonomis TPA.
Hal inilah yang melahirkan solidaritas organis di kalangan aktor internal-
formal, yaitu suatu spirit kebersamaan yang berbasis adanya kepentingan
pragmatis-ekonomistis (pekerjaan yang sama dan tambahan penghasilan).
Ikatan sosial yang dibangun berdasarkan solidaritas organis bersifat cair, dan
kurang kuat, dan cenderung formal. Terkait dengan aspirasi aktor di katagori
ini, mereka menginginkan agar TPA Sente tetap beroperasi. Hal ini tentu
dapat dipahami, karena mereka memiliki tafsir pragmatis dan ekonomistis,
sehingga berkepentingan agar TPA jangan ditutup karena akan berpengaruh
terhadap status sosial mereka.
2. Informal
• Pemulung
Berjumlah 25-30 orang, aktor ini yang memanfaatkan sampah
buangan di TPA sehingga memiliki nilai ekonomis. Mereka memilih
sampah untuk selanjutnya dipilah menjadi dua katagori, yaitu: sampah
plastik dan sampah untuk makanan ternak. Mayoritas pemulung
berjenis kelamin perempuan, dan berasal dari Banjar Dawan, sedangkan
yang berasal dari Banjar Sente hanya berjumlah lima orang.
Sampah yang telah dipilah selanjutnya mereka packaging,
menggunakan karung untuk sampah plastik dan tas kresek untuk
sampah yang dijadikan makanan ternak. Untuk sampah plastik yang
telah dikarungi, selanjutnya menunggu pengepul datang guna ditimbang
beratnya lalu dibayar berdasarkan berat dan kualitas sampah yang
berhasil dikumpulkan. Sedangkan untuk sampah yang diolah sebagai
pakan ternak, mereka mengemasnya sendiri yang dihargai Rp 5000,00
untuk setiap satu tas kresek. Untuk pakan ternak ini (babi dan sapi)
mereka tinggal menunggu pembeli datang, yang umumnya telah
memesannya karena merupakan pelanggan, atau pembeli yang sengaja
datang langsung guna memilih dan jika cocok terjadilah transaksi.
Adanya aktivitas transaksi jual beli ini menjadikan TPA Sente juga
berfungsi sebagai “pasar tak resmi”. Penghasilan para pemulung sekitar
Rp 50.000,00 sampai dengan Rp 75.000,00 perharinya. Untuk kaum
perempuan, umumnya kegiatan memulung merupakan perkerjaan tetap,
artinya mereka setiap hari melakukan aktivitas sebagai pemulung dan
menjual hasilnya. Sedangkan untuk kaum laki-laki, kegiatan memulung
merupakan aktivitas sambilan, yang dilakukan jika ada waktu luang.
Tafsir aktor ini terhadap eksistensi TPA adalah memandang
sebagai ranah ekonomi, sehingga mempersepsikan TPA secara positif
sebagai ruang yang memberikan peluang untuk mencari nafkah.
Sedangkan aspirasi yang berhasil dihimpun dari mereka adalah adanya
keinginan agar TPA Sente tidak ditutup, pemerintah Kabupaten
Klungkung memperhatikan kesehatan mereka karena setiap hari
bergelut dengan sampah dengan memberikan masker dan sepatu boot
serta sarung tangan. Jika pemkab ingin memberikan bantuan, diminta
agar langsung diberikan kepada mereka, dan mereka akan menunjuk
perwakilan dari pemulung untuk menerimanya.
Tafsir aktor katagori ini terhadap TPA adalah pragmatis
ekonomistis, sehingga mempersepsi TPA secara positif, produktif, dan
melahirkan solidaritas mekanis. Solidaritas mekanis merupakan ikatan
sosial yang kuat karena rasa senasib sepenanggungan, in group feeling
yang kental, sehingga melahirkan semangat kerjasama yang kuat dan
tanpa pamrih. Solidaritas jenis ini bercirikan interaksi yang relatif intim
di kalangan anggotanya.
Adanya keintiman dalam interaksi sosial di antara mereka,
memunculkan embrio subkultur pemulung. Subkultur merupakan
“budaya kecil”, yang tidak bertentangan dengan budaya besar di mana
mereka bernaung, akan tetapi memiliki kekhasan dan memiliki tata
aturan dan tata cara pergaulan spesifik yang hanya dimengerti dan
mengikat mereka. Subkultur pemulung tercipta karena adanya
solidaritas mekanis di kalangan pemulung, dan posisi mereka sebagai
aktor internal yang memandang TPA sebagai “rumah kedua” mereka,
dan katagori sebagai aktor informal semakin mengkondisikan rasa
kebersamaan yang kuat di kalangan mereka.
Senada dengan aspirasi para aktor formal, para pemulung pun
menginginkan TPA untuk terus dioperasikan, karena tafsir pragmatis
dan ekonomistis mereka terhadap TPA.dapat dikatakan, aspirasi mereka
terhadap keberlanjutan TPA lebih kuat dibanding para aktor formal
karena terkait dengan kelangsungan pekerjaan mereka. Berbeda dengan
aktor formal yang merupakan pegawai pemerintah daerah, yang
memiliki peluang lebih besar untuk tetap terus memiliki pekerjaan jika
TPA Sente ditutup dan dipindahkan ke lokasi lainnya, para pemulung
kecil peluangnya untuk dapat melanjutkan profesi mereka jika TPA
dipindah. Hal ini dikarenakan keengganan mereka untuk pindah,
dikarenakan jarak lokasi TPA yang baru kemungkinan akan lebih jauh.
Selain itu, yang terpenting adalah mereka akan menjadi “orang luar” di
lokasi TPA yang baru. Sehingga subkultur pemulung TPA Sente akan
tidak kompatibel dengan TPA yang baru.
• Pengepul
Aktor ini mengkoordinir para pemulung untuk menjual hasil
aktivitas mereka kepadanya. Hanya ada satu orang pengepul yang
diijinkan untuk bertransaksi ekonomi secara langsung dalam ranah
TPA, dan merupakan warga Banjar Dawan.
Posisi aktor ini cukup unik, karena pengepul walaupun masuk
dalam golongan aktor informal, akan tetapi memiliki persepsi
solidaritas organis, bukan solidaritas mekanis seperti yang dimiliki
kalangan pemulung. Hal ini wajar mengingat kepentingan aktor ini
dengan para aktor internal lainnya berbasis kepentingan pragmatis-
ekonomistis, sehingga sifat interaksinya relatif cair dan formal. Dalam
hal aspirasinya terhadap TPA Sente, pengepul memiliki kesamaan
dengan para aktor internal lainnya, yaitu menginginkan TPA Sente
untuk tetap dioperasikan karena menyangkut keberlangsungan usaha
yang dijalankannya.
B. Aktor Eksternal
• Masyarakat
Yang dimaksud dengan masyarakat dalam konteks ini adalah
mereka yang bertempat tinggal di sekitar TPA Sente, dikatagori menjadi
dua: mereka yang tinggal di banjar-banjar yang dekat dengan TPA, dan
mereka yang memiliki tanah yang langsung berbatasan dengan TPA Sente.
Untuk masyarakat Banjar Dawan, umumnya mereka tidak berkeberatan
atas beroperasinya TPA. Hal ini dapat dipahami karena secara geografis
letak banjar mereka relatif jauh dan terhalang bukit, sehingga tidak
merasakan dampak negatif secara langsung dari beroperasinya TPA Sente.
Juga, banyak dari masyarakat mereka yang menjadi aktor internal di TPA
Sente, seperti mandor, pemulung, dan pengepul.
Sedangkan Masyarakat Banjar Sente umumnya menolak
keberadaan TPA Sente karena merekalah yang secara langsung merasakan
dan mengalami “gangguan” dari beroperasinya TPA. Masyarakat Banjar
Sente sering mendapat “kiriman” dari TPA berupa asap dan aroma yang
tidak enak. Masyarakat mengkhawatirkan aspek kesehatan mereka karena
hampir selama 20 tahun menerima realitas tersebut.
Untuk masyarakat yang tanahnya berbatasan langsung dengan TPA
sebanyak tiga orang. Keluhan utama mereka adalah ketika pagar pembatas
(diistilahkan mereka: gronjong) jebol, sehingga sampah TPA meluber ke
lahan mereka. Mereka menginginkan agar gronjong diperkokoh dan
dipertinggi, sehingga lahan mereka aman dari luberan sampah. Mereka
juga mengeluhkan turunnya hasil produksi perkebunan yang diupayakan di
lahan mereka, seperti tanaman kelapa yang terus merosot sejak TPA
beroperasi.
Fokus perhatian ditujukan kepada Masyarakat Banjar Sente
mengingat sebagian besar warganya secara tegas menolak keberadaan
TPA Sente. Hal ini dikarenakan tafsir mereka terhadap TPA Sente adalah
politis, yang menganggap keberadaannya karena keinginan sepihak dari
Pemkab Klungkung. Selain itu, terdapat tafsir desakralitas ruang
(pengurangan nilai kesucian dari tempat yang dianggap sakral), karena
lokasi TPA berada di arah Timur Laut yang bagi kosmologi masyarakat
Bali merupakan Utamaning Utama.
Berpijak dari kedua tafsir di atas, melahirkan persepsi masyarakat
secara negatif dan kontraproduktif terhadap TPA Sente. Persepsi negatif
muncul karena keberadaan TPA dianggap sebagai sumber masalah bagi
masyarakat Banjar Sente terkait dengan aroma tidak sedap, polusi asap,
dan munculnya ledakan. Hal ini menjadi kontraproduktif bagi masyarakat
karena munculnya masalah kesehatan, berkurangnya estetika menyangkut
keindahan serta kenyamanan lingkungan, dan munculnya kecemasan
menyangkut keselamatan terkait dari ledakan yang ditimbulkan TPA
Sente. Posisi aktor eksternal ini realtif kuat dibanding aktor lainnya karena
memiliki kemampuan dalam mempengaruhi kebijakan pemkab, terkait
dengan kapasitas mengorganisir massa dan manajemen isu ke media
massa.
Berikut identifikasi dari aktor, tafsirnya terhadap TPA Sente, persepsi, serta
aspirasinya, disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1 Identifikasi Aktor, Tafsir dan Persepsi terhadap TPA Sente serta
Aspirasinya. No. Aktor Tafsir Persepsi Aspirasi
1
Internal:
a. Formal:
• Mandor
• Pencatat
• Operator
Bulldozer
• Supir Truk
1. Pragmatis
2. Ekonomistis
1. Positif
2. Produktif
3. Solidaritas Organis
• Tetap
dioperasikan
Internal
a. Formal:
• Mandor
• Pencatat
• Operator
Bulldozer
• Supir Truk
b. Informal:
• Pemulung
1. Positif
2. Produktif
3. Solidaritas Mekanis
4. Sub Kultur
• Tetap
dioperasikan
• Cek dan
bantuan
kesehatan
secara rutin
• Bantuan
perlengkapan
kerja
• Pengepul 1. Positif
2. Produktif
3. Solidaritas
Organik
• Tetap
dioperasikan
Sumber: Hasil penelitian 2015
4.2.3 Aspek Dampak
Dampak dari perspektif sosial budaya berkaitan dengan adanya perubahan
sosial budaya yang ditimbulkan karena adanya sesuatu hal/ faktor eksternal yang
masuk ke ruang sosial suatu masyarakat. Dampak sosial budaya dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak
positif tercermin dari perubahan perilaku masyarakat yang produktif, sedangkan
dampak negatif terepresentasi dengan adanya perubahan perilaku masyarakat
yang kontraproduktif.
• Dampak Positif
Keberadaan TPA Sente membawa perubahan yang produktif bagi masyarakat
sekitar TPA, terutama bagi mereka yang dikatagorikan sebagai aktor internal,
yaitu:
1. Menciptakan lapangan kerja
2. Terciptanya subkultur TPA yang memperkuat solidaritas mekanis di
kalangan mereka
3. Tersedianya bahan pakan ternak yang berlimpah sehingga dapat
memenuhi kebutuhan peternak sapi dan babi.
• Dampak Negatif
Terjadi perubahan yang kontraproduktif dengan adanya TPA Sente, terutama
di kalangan aktor eksternal, yang menafsirkan:
2 Eksternal:
• Masyarakat
Banjar
Sente
1. Politis
2. Desakralitas
Ruang
1. Negatif
2. Kontraproduktif
• Ditutup
• Beroperasi
sementara
dengan syarat
1. Merosotnya kualitas lingkungan tempat mereka tinggal, dengan
membandingkan lingkungan mereka sebelum TPA beroperasi dan setelah
beroperasi.
2. Implikasi dari terdegredasinya kualitas lingkungan terkait dengan problem
kesehatan, masyarakat akan mengkaitkan secara langsung dengan TPA
jika mereka terserang suatu penyakit.
3. Menurunnya self-esteem masyarakat, karena wilayahnya dijadikan TPA.
4. Munculnya suasana disharmonis dalam interaksi sosial skala desa, antara
banjar yang terkena dampak negatif dengan banjar yang merasakan
dampak positif dari keberadaan TPA.
5. Hal ini melahirkan distrust yang memendam konflik laten, sehingga rentan
akan terjadi konflik terbuka jika terjadi momentum yang memicunya,
walau dihasilkan dari gesekan kecil.
V. Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
• Terdapat dua katagori aktor terkait dengan operasionalisasi TPA Sente,
yaitu: aktor internal dan aktor eksternal. Aktor internal terbagi menjadi
dua, aktor formal dan aktor informal.
• Persepsi aktor internal terhadap TPA Sente adalah positif, sedangkan
persepsi aktor eksternal adalah negatif.
• Aspirasi aktor internal menginginkan tetap beroperasinya TPA Sente,
sedangkan aktor eksternal menginginkan ditutupnya TPA, atau jika tetap
dilanjutkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi Pemkab Klungkung.
• Terkait dengan dampak, keberadaan TPA Sente dirasakan manfaatnya
bagi aktor internal, akan tetapi berdampak negatif bagi aktor eksternal.
• Posisi aktor eksternal, dalam hal ini adalah masyarakat Banjar Sente,
relatif kuat karena memiliki kemampuan untuk mengorganisir massa dan
isu terkait dengan eksistensi TPA Sente.
• Masyarakat Dusun Sente sangat mengapresiasi secara positif langkah-
langkah yang diambil oleh Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta dalam
menangani permasalahan TPA Sampah Sente.
• Masyarakat Dusun Sente menunggu janji Bupati I Nyoman Suwirta untuk
menutup TPA Sampah Sente tahun 2017.
• Keberadaan TPA Sente menciptakan konflik laten (terpendam), baik
secara horisontal (di internal aktor), maupun secara vertikal (antara aktor
dengan pemerintah daerah).
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, Pemerintah Kabupaten
Klungkung perlu memperhatikan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
• TPA Sente masih dapat dioperasikan sementara, sepanjang aspirasi para
aktor dipenuhi, guna mencegah timbulnya konflik terbuka (baik secara
horisontal maupun vertikal).
• Menyediakan layanan kesehatan gratis yang diperuntukkan bagi para aktor
di TPA Sente secara rutin dengan jadwal yang tetap dan dilaksanakan
secara konsisten, yang tempatnya ditentukan berdasarkan kesepakatan
bersama.
• Melibatkan aparatur desa (disarankan Sekretaris Desa/Sekdes) untuk turut
mengelola berdampingan dengan mandor TPA Sampah Sente sebagai
perwakilan dari Desa Pikat.
• Menyediakan perlengkapan kerja bagi para pemulung, yang penyerahan
dan pengelolaannya diserahkan langsung kepada mereka.
• Memperhatikan kajian teknis untuk mengatasi sampah yang mengotori
tegalan warga, rumah warga dan jalan utama di banjar Sente sampai tahun
2017
• Menambah tenaga kerja administratif di kantor TPA Sente yang berasal
dari Banjar Sente, yang personilnya ditentukan oleh masyarakat setempat
karena ternyata permasalahan ini sangat peka jika menambah tenaga kerja
bukan dari banjar Sente.
• Perlu diperhatikan di banjar Sente terdapat tokoh masyarakat dan tokoh
politik yang saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Bali (Komisi II)
Ketut Mandia yang kritis dan memahami aspek hukum. Hal ini penting
agar dapat dipilah jangan sampai permasalahan TPA Sampah Sente
dipolitisir oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan politis
• Sebagian besar warga banjar Sente berdomisili di luar banjar mereka
(terutama di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung) sehingga secara
sosial-budaya warga banjar Sente adalah orang-orang yang peka dan sudah
mengenal dunia luar. Kenyataan ini tidak dapat dianggap remeh karena
cara berpikir mereka adalah perpaduan antara pola tradisional dan pola
modern. Dalam praktiknya Pemkab Klungkung dalam mengadakan
pendekatan, komunikasi dan mediasi harus berlandaskan kepada fakta
dengan dasar peraturan perundangan maupun kebijakan yang jelas dan
dapat dipertanggungjawabkan.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Turnitin Originality Report
Kajian Kelayakan TPA Sente by Oka Mahagangga
From Validasi Dosen (Validasi IMISSU Gasal 2015/2016)
Processed on 15-Feb-2016 20:35 WIBID: 632150607Word Count: 5856
Similarity Index10%Similarity by Source
Internet Sources:10%
Publications:0%
Student Papers:4%
sources:
3% match (Internet from 20-Apr-2015)http://crotution.blogspot.com/
1% match (Internet from 07-Jan-2015)http://pucaksari.blogspot.com/
1% match (Internet from 13-Apr-2015)http://staff.unila.ac.id/ekobudisulistio/2013/09/27/dua-metode-penelitian/
1% match (Internet from 06-Oct-2014)http://www.docstoc.com/docs/151650941/Pengaruh-budaya-organisasi-terhadap-kinerja-
pegawai
1% match (student papers from 03-Sep-2013)Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-09-03
< 1% match (Internet from 18-Dec-2014)http://sharingilmupajak.blogspot.com/2013_11_29_archive.html
< 1% match (Internet from 07-Jun-2015)http://leliadarwitaningrum.blogspot.com/
< 1% match (student papers from 03-Jun-2015)Submitted to Universitas Muhammadiyah Surakarta on 2015-06-03
< 1% match (Internet from 08-Jul-2015)http://digilib.uir.ac.id/dmdocuments/s2%20ip,yupiter.pdf
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
< 1% match (student papers from 08-Oct-2013)Submitted to iGroup on 2013-10-08
< 1% match (Internet from 15-Aug-2015)http://semarapurakaja.klungkungkab.go.id/index.php/baca-berita/4/Pendataan-Lansia-
< 1% match (Internet from 03-Feb-2015)http://bambang-rustanto.blogspot.com/2014/11/etika-penelitian-sosial.html
< 1% match (Internet from 03-Oct-2015)
http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.klungkung/Buku%20Putih%20Final.doc
< 1% match (student papers from 01-Jul-2015)Submitted to iGroup on 2015-07-01
< 1% match (Internet from 30-Jan-2016)http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10403/SKRIPSI%20LENGKAP-
FEB-MANAJEMEN-USMAN%20SALEH%20LA%20EDE.pdf?sequence=1
< 1% match (Internet from 09-Jun-2014)http://klungkungtouristdestination.blogspot.com/2010_06_01_archive.html
< 1% match (Internet from 08-Feb-2014)http://jlt-polinema.org/?m=201111
< 1% match (Internet from 19-Nov-2015)http://www.slideshare.net/desacilayung/rpjmdes-cilayung
< 1% match (Internet from 21-Dec-2014)http://ojs.unud.ac.id/index.php/sorot/article/download/7913/5993
< 1% match (Internet from 27-Jan-2015)http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab4/Bab%204_09-123.pdf
< 1% match (Internet from 17-Jan-2015)http://kopikeliling.com/news/karya-seni-out-of-disorder-karya-takashiro-iwasaki.html
< 1% match (Internet from 14-Oct-2015)http://digilib.unila.ac.id/3433/16/BAB%20III.pdf
< 1% match (Internet from 09-Oct-2014)http://dumadia.wordpress.com/2008/11/
< 1% match (Internet from 30-Dec-2014)http://www.docstoc.com/docs/143307487/ANALISIS-PENGARUH-PERAN-KEPEMIMPINAN-
25
26
MOTIVASI-DAN-KOMITMEN-ORGANISASI-TERHADAP-KEPUASAN-KERJA-DALAM-MENINGKATKAN-KINERJA-PEGAWAI
< 1% match (Internet from 19-Aug-2012)http://humas.surabaya.go.id/index.php?option=news&det=159
< 1% match (Internet from 04-Jan-2014)http://kpu-
klungkungkab.go.id/asset/bankdata/DAFTAR%20NAMA%20CALON%20KPU%20KLUNGKUNG%20WEB.pdf
paper text:STUDI KELAYAKAN SOSIAL BUDAYA TPA SAMPAH SENTE KABUPATEN KLUNGKUNG. I. GAMBARANUMUM LOKASI PENELITIAN
1Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten yang paling kecil dari 9
(sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 '' 8 °
49 ' 00 ''. Lintang Selatan dengan batas-batas di sebelah Utara Kabupaten
Bangli. Sebelah Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten
Gianyar, dan sebelah Selatan Samudera India, dengan luas : 315 Km ².Wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya (112,16 Km²) terletak di Pulau
Bali dan dua pertiganya (202,84 Km ²) merupakan kepulauan yaitu Nusa
Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Menurut penggunaan lahan di
Kabupaten Klungkung terdiri dari lahan sawah 4.013 hektar, lahan kering
9.631 hektar, hutan negara 202 hektar, perkebunan 10.060 hektar dan lain-
lain 7.594 hektar (Profil Pemkab Klungkung,
2015). Kabupaten Klungkung terdiri dari 4 (empat)
13kecamatan yaitu Kecamatan Klungkung, Kecamatan Banjarangkan,
Kecamatan Dawan dan Kecamatan Nusa Penida. Salah satu kecamatan yang
menjadi fokus dalam penelitian studi kelayakan sosial budaya TPA sampah adalah Kecamatan Dawan.Lokasi TPA sampah miliki Pemkab Klungkung berada di Dusun
26/banjar Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.
1Kecamatan Dawan merupakan Kecamatan yang terletak paling Timur dari 4
(empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung dengan batas-batas,
sebelah Utara dan Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kecamatan
Klungkung dan sebelah Selatan Samudra Hindia dengan luas 37,38 Km².Menurut penggunaannya luas wilayah Kecamatan Dawan terdiri 16,21 %
lahan sawah, 17,26 % lahan tegalan, 35,50 % lahan perkebunan, 6,93 % lahan
pekarangan 0,21 % kuburan dan lainnya 23,89 %. Jumlah desa di Kecamatan
Dawan sebanyak 12 desa yaitu Desa Besan, Desa Dawan Kaler, Desa Dawan Kelod,
11Desa Gunaksa, Kampung Kusamba, Desa Kusamba, Desa Paksebali, Desa
Pesinggahan, Desa Pikat, Desa Sampalan Kelod, Desa Sampalan Tengah dan
Desa Sulang.
Jumlah KK di Kecamatan Dawan sebanyak 11.036 jiwa, dengan rincian laki-laki sebanyak 21.977 jiwa,perempuan 22.341 jiwa dengan total jumlah penduduk 44.318 jiwa (Profil Pemkab Klungkung, 2015). DesaPikat adalah
18merupakan salah satu dari 12 desa yang berada di Kecamatan
Dawan yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Tanaman yang dibudi dayakan meliputitanaman buah (Kelapa)
2dan tanaman pangan (padi, jagung, Kedelai dan juga mulai mengembangkan
dam membudidayakan tanaman rosella dan tanaman jenis toga). Selain
komoditas pertanian, sebagian penduduk juga bekerja dan mengembangkan
sektor industri kecil antara lain pembuatan
Tikar Pandan, Gula Merah,dan Pembuatan Tali Ijuk, Selain itu pembuatan mebel, dan juga bermacam ukirandari dan Pasir, pedagang sayur mayor, pedagang keliling digeluti warga masyarakat Desa Pikat (Profil DesaPikat, 2015). Untuk mendukung usaha peningkatan hasil usaha di bidang pertanian dan usahapenyelamatan lingkungan dimasing-masing Dusun yang ada di Desa Pikat dibentuk kelompok tani dankelompok ternak sesuai dengan usaha masing-masing yang ada di dalam kelompok masyarakat.
2Selain mata pencaharian diatas, penduduk Desa Pikat juga berprofesi
sebagai
PNS, karyawan swasta, wiraswasta, Polri, TNI, tenaga medis, dll. Ada pun jumlah KK di desa Pikatsebanyak 1.104 jiwa, dengan rincian laki-laki 2.286 jiwa dan perempuan 2.200 jiwa dengan total jumlahpenduduk sebanyak 4.536 jiwa (Profil Pemkab Klungkung, 2015). Seperti pada umumnya desa-desa di Bali,Desa Pikat memiliki dua sistem pemerintah desa yaitu desa dinas dan keprebekelan. Desa dinas terdiri dari7 desa dinas yaitu Dusun Cempaka, Dusun Sente, Dusun Gelogor, Dusun Pangi, Dusun Kawan Kanginan,Dusun Intaran Buwug dan Dusun Intaran. Berdasarkan keprebekelan terdiri dari 3 desa adat yaitu desa adatGelogor, desa adat Pikat dan desa adat Pangi. Desa Sente sebagai lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)sampah di Kabupaten Klungkung berada di desa Pikat, Kecamatan Dawan. Secara kedinasan Dusun Sentemasuk sebagai bagian dari Desa Pikat dan secara keprebekelan banjar adat Sente juga menjadi bagian dariDesa Pekraman Pikat. Profil kependudukan Dusun Sente
4dapat dilihat pada tabel 1. 1 di bawah ini : Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk
Menurut Jenis Kelamin Dusun Sente Jenis Kelamin Jumlah
(Jiwa) Persentase (%) Laki-Laki 180 47,37 Perempuan 200 52,63 Total : 380 100 Sumber : Hasil Penelitian,2015 Dusun Sente memiliki 91 KK dengan rincian jumlah
24laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada tabel
di atas. Total jumlah penduduk dusun Sente sebanyak 380 jiwa dan memiliki 5 KK miskin. Sebagian besarwarga dusun Sente bekerja/sekolah di luar Kabupaten Klungkung atau tepatnya di Kota Denpasar danKabupaten Badung, tidak lebih dari 80 orang (jiwa) yang sehari-harinya menetap di Dusun Sente. Dari tabeldi atas terlihat mayoritas penduduk dusun Sente bekerja di luar desa mereka dan memiliki tempat tinggal(rumah sendiri, kontrak dan kost) di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Pekerjaaan kebanyakanpenduduk yang tinggal di Dusun Sente adalah petani, pengrajin dan pedagang. Ada pun jumlah pendudukmenurut pekerjaan di dusun Sente
4dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. 2 Jumlah Penduduk Menurut
Jenis Kelamin Dusun Sente No. Pekerjaan Jumlah
(Jiwa) Persentase (%) 1. Petani 60 21,13 2. Pelajar/Mahasiswa 30 10,56 3. Pedagang 8 2,82 4. PegawaiSwasta 15 5,28 5. Wiraswasta/Pengrajin 10 3,52 6. Guru/Dosen 2 0,70 7. TNI - 0,00 8. Polri 2 0,70 9. PNS10 3,52 10. Pensiunan - 0,00 11. Karyawan Swasta 82 28,87 12. Pengrajin 45 15,85 13. Belum Bekerja 51,76 14. Lainnya 15 5,28 TOTAL : 284
4100 Sumber : Hasil Penelitian, 2015 Dari tabel 1.2 di atas
terlihat hamper 29 % warga penduduk dusun Sente bekerja sebagai karyawan swasta, sisanya sebagaipetani 21,13 %, pengrajin 15,85 % dan diikuti beberapa pekerjaan lainnya. Kemungkinan yang menetap diDusun Sente yaitu berprofesi sebagai petani dan pengrajin atau profesi lainnya. Selebihnya sebagain besarberdomisili di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Terdapat pula seorang anggota DPRD Provinsi Baliyang sebelumnya memiliki usaha jasa advertising di Kota Denpasar. Sebanyak 4 orang warga pendudukDusun Sente tercatat sebagai petugas aktif di TPA Sampah Sente. II. Kajian Teoritis Kajian teoritis dalamparadigma kualitatif sangat berbeda dengan paradigma kuantitatif. Jika pada penelitian kuantitatifmengharuskan peneliti menggunakan teori secara kaku dan membuktikan hipotesis, maka pada penelitiankualitatif kajian teoritis cenderung hanya sebagai dasar pijakan peneliti untuk melangkah ke tahapanpenelitian yang sangat penting yaitu field research (penelitian lapangan). Sangat naif jika penelitian kualitatifdilakukan tanpa turun langsung ke lapangan. Berbekal kajian teoritis, peneliti memiliki frame awal untukselanjutnya melihat fakta dan kenyataan di lapangan sebagai suatu pola yang saling berhubungan yangselanjutnya justru temuan-temuan tersebut merupakan teori- teori kecil sebagai penemuan langsung dilapangan. Teori dalam penelitian kualitatif tidak dapat memaksakan hasil penelitian melainkan memberikandasar pijakan untuk selanjutnya peneliti menemukan sendiri keadaan dilapangan dan tidak menjadi masalahjika bertentangan dengan teori yang ada karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan apaadanya sesuai dengan fakta dan kenyataan dilapangan. Ada pun penekanan teoritis pada tahap awal dalampenelitian ini adalah pentingnya studi-studi sosial-budaya dalam permasalahan-permasalahan lingkungantermasuk permasalahan sampah. Mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
523 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, BAB IV tentang
Wewenang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 8 dan ayat 1 menegaskan
bahwa “sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan
oleh pemerintah”
. Pada ayat 2 ditegaskan kewenangan pemerintah untuk mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampaksosial. Dampak sosial dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup tidak dapat dianggap remehkarena jika tidak dipahami dan dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan konflik yang pada akhirnyatidak hanya merugikan pemerintah melainkan juga masyarakat. Oleh karena itu diperlukan studi-studiekologi yang berkaitan dengan dampak sosial dari lingkungan hidup yang disebut sebagai studi ekologisosial dan studi ekologi budaya. Studi ekologi sosial merupakan ranah dari ilmu sosiologi (sosiolog)
6sebagai suatu studi terhadap relasi sosial yang berada di tempat tertentu
dan dalam waktu tertentu dan yang terjadinya oleh tenaga-tenaga
lingkungan yang bersifat selektif dan distributif. Studi ekologi
kebudayaan masuk dalam ranah ilmu antropologi budaya (antropolog)
9sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik antara variabel habitat
yang paling relevan dengan inti kebudayaan (Hardjasoemantri, 2009). Studi
Ekologi
sosial dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan- hubungan sosial yang terjadi karena keberadaanTPA Sampah Sente yang disinergikan dengan studi ekologi budaya dalam penelitian berupaya memahamikebudayaan sebagai pola yang disepakati bersama terkait dengan TPA Sampah Sente. Sehinggadiharapkan studi ekologi sosial maupun studi ekologi budaya dapat berdampingan menghasilkan studikelayakan sosial-budaya TPA Sampah Sente dengan luaran berupa rekomendasi kepada pemegangkebijakan dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab Klungkung). III. Metode Penelitian Penelitian SosialBudaya TPA Sampah Sente, di Dusun Sente, Desa Pikat, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkungmenggunakan paradigma penelitian kualitatif. Paradigma kualitatif bermaksud memahami fenomena atausubjek penelitian (bukan objek penelitian terkecuali atau berbeda dengan paradigma kuantitatif) secaranaturalis dengan kombinasi penafsiran emik dan etik termasuk “peneliti sebagai instrumen penelitian”(Moleong, 2005). Paradigma kualitatif memandang realitas sosial secara utuh, holistik, kompleks, dinamisdan penuh makna. Paradigma kualitatif
12dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting) atau disebut juga sebagai
etnografi, karena pada awalnya paradigma ini digunakan
oleh para antropolog analisis kualitatifnya yang kuat (Sugiyono, 2005 : 1). 3.1 Jenis Data Jenis data adalah
10data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang
berwujud bukan angka atau dijelaskan secara naratif
(Creswell, 1998). Dalam penelitian ini data kualitatif adalah makna dari informasi dan observasi yang diolahsebagai data secara cermat.
15Data kuantitatif adalah data berupa perhitungan angka atau numerik (Creswell,
1998). Dalam penelitian ini data
kuantitatif adalah profil dan demografi penduduk lokal. 3.2 Sumber Data Sumber data penelitian yang utamaadalah
3data primer yaitu data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak-gerik, atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang
dapat dipercaya
berkenaan dengan variabel yang diteliti. Melengkapi data primer tersebut digunakan pula
3data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis
(tabel, catatan, notulen rapat, dll)
yang
22dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2010). Data sekunder diperoleh
dari
profil Kabupaten Klungkung dan monografi desa.
233.3 Metode Pengumpulan Data Penelitian menggunakan metode
pengumpulan data
secara kualitatif yaitu observasi, metode wawancara mendalam, dan studi kepustakaan dapat dilakukansecara simultan dalam community group dari sebuah situasi sosial (Spradley, 1980). Metode pengumpulandata tim peneliti sedari awal berupaya untuk diterima dan dipercaya oleh informan dan lingkungansosialnya. Hal tersebut dapat dicapai dengan menjalin hubungan baik atas dasar kepercayaan denganinforman yang disebut sebagai rapport. 3.4 Teknik Penentuan Informan Teknik penentuan informan (dalammetode kualitatif disebut sebagai subyek penelitian) dilakukan secara
16purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel yang didasarkan atas
tujuan tertentu
(Sugiyono, 2009). Informan terdiri dari
19informan pangkal dan informan kunci; informan pangkal adalah mereka
yang
pertama kali diminta informasi untuk memberikan informasi terkait permasalahan penelitian dan informankunci yaitu (1) Mereka yang memahami permasalahan secara mendalam, (2) Mereka yang kritis, (3) Merekayang diterima dari berbagai kelompok yang memiliki pandangan obyektif terhadap lingkungan sosialnya(Moleong, 2005). 3.5 Teknik Analisis Data Setelah beragam informasi diperoleh, digabungkan dengan hasilobservasi dan studi pustaka baru kemudian dilakukan analisis data dengan menggunakan teknik
14analisis data kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (1992), kegiatan
analisis data kualitatif terdiri dari beberapa alur
yaitu : komparasi data, verifikasi, penyajian data dengan argumentasi dan interpretasi memakai kerangkabudaya masyarakat setempat. Hubungan beberapa alur tersebut secara sejajar membentuk wawasanumum yang disebut analisis.
8Analisis data kualitatif merupakan upaya berlanjut, berulang dan terus-
menerus. Komparasi data, penyajian data dan verifikasi tampil secara
berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang susul- menyusul
(Miles dan Huberman,1992 : 15). IV. Hasil / Pembahasan 4.1 Aspek Sejarah Tempat Pembuangan Akhir(TPA) di Dusun Sente, Desa Pikat Dawan Kabupaten Klungkung telah beroperasi sejak tahun 1994.Berdasarkan data di lapangan, pada awalnya lokasi tersebut tidak didesain secara sengaja sebagai TPAoleh Pemerintah Kabupaten Klungkung. Lahan tersebut merupakan salah satu aset Puri Klungkung dankebetulan pada saat itu salah seorang tokoh dari Puri Klungkung yang pada saat itu
25menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP)
Pemkab Klungkung, Tjok. Gede Ngurah berinisiatif untuk mengatasi kelangkaan tempat guna mengatasiproblema sampah yang mulai muncul, dengan memanfaatkan lahan aset Puri tersebut sebagai tempatmenampung sampah. Ketika Tjok. Gede Ngurah menjabat sebagai Bupati Klungkung (1998- 2003) menurutdata di lapangan terjadi pembelian aset puri tersebut oleh Pemkab Klungkung. Semula ketika lahan tersebutmasih berfungsi sebagai tegalan terdapat 4 orang penyakap tanah puri yang berasal dari banjar Sente.Ketika terjadi perpindahan kepemilikan dari pihak Puri kepada pihak Pemkab Klungkung, ke-4 orangpenyakap tersebut menjadi pegawai non PNS di TPA Sente. Akhirnya, sampai saat ini lokasi tersebut terusdigunakan sebagai tempat pembuangan sampah yang dari tahun ke tahun semakin besar volumenya.Kemungkinan dengan latar belakang historis yang berkaitan dengan Puri, masyarakat di sekitar TPAsungkan untuk mengungkapkan ketidaksetujuan ketika di sekitar lingkungan mereka difungsikan sebagaitempat pembuangan sampah. Pada era kepemimpinan Tjok Gede Ngurah sebagai Bupati Klungkung,diperoleh data bahwa dengan tenaga di TPA Sente yang tidak banyak pengelolaan sampah sangat baik.Selain volume sampah yang sedikit, pola pemisahan sampah plastik dan sampah basah masih dengan baikdikontrol secara berkesinambungan. Baru mulai memasuki tahun 2009-2013 TPA Sente dirasakan kurangdiperhatikan dengan indikator bau sampah yang menyengat, sanitasi mulai terasa terganggu, kondisilingkungan mulai berubah seperti pengaruh terhadap air, hasil pertanian/perkebunan menurun, ketertibantruck-truck sampah di badan jalan desa yang menimbulkan kemacetan, dan kesehatan yang mulaidirasakan memburuk. Bahkan ketika ada upacara agama dan upacara adat sangat nyata dirasakan ribuanlalat bangkai (berwarna hijau) bertebaran dan dirasakan sangat mengganggu. Malam hari ratusan anjing liar
mengorek sampah dan membuat goa-goa disekitar bukit sebagai tempat bersembunyi di siang hari. SampaiPemerintah Desa berkoordinasi dengan Danramil dan Kapolsek bersama masyarakat setempat di malamhari turun menembaki anjing-anjing tersebut. Baru sejak zaman Bupati Suwirta (Bupati Klungkung sekarang)masyarakat merasakan ada perubahan kearah positif dalam pengelolaan sampah di TPA Sente.Indikatornya adalah bau yang dahulu tidak sedap (saat ini secara rutin dilakukan penyemprotan untukmengendalikan lalat dan bakteri lainnya), mulai berkurang dan lalat-lalat yang dahulu sangat banyakjumlahnya terasa sangat berkurang pula. Meskipun sempat terjadi ledakan dipertengahan tahun 2015,pemerintah kabupaten dengan sigap berupaya mengatasinya. Bupati Suwirta langsung turun ke lapangandan mendengarkan aspirasi masyarakat banjar Sente dan Desa Pikat secara keseluruhan. Hasil akhirmediasi antara pemerintah kabupaten Klungkung dan masyarakat adalah TPA Sente akan ditutup padatahun 2017. Secara empiris, berdasarkan observasi langsung di lokasi, kondisi TPA Sente memang tampaktidak disiapkan atau direncanakan secara matang sebagai TPA. Dengan luas sekitar 0,98 hektar (kurangdari 1 Hektar), TPA Sente jauh dari standar luas lahan TPA yang idealnya seluas 4 Ha. Nuansa darurat jugasemakin kentara ketika terlihat adanya kesan tambal sulam dalam menangani volume sampah yang sudahoverload. Gunungan sampah yang tampak meninggi, sering meluber ke lahan yang dimiliki masyarakat danterkadang masuk ke sungai yang mengalir tak jauh dari TPA, terutama ketika musim hujan tiba.Penanganan yang dilakukan Pemkab Klungkung yaitu dengan membangun pagar/beton penahan(gronjong), yang sering jebol karena tidak mampu menahan desakan sampah. Hasil observasi menunjukkanketika musim hujan, gronjong akan selalu jebol karena tidak mampu menahan ketinggian dan volumesampah. Sampah akan berjatuhan di jurang (sisi utara dan sisi timur TPA Sente). Di bawah jurang tersebutterdapat kanal yang menyerupai sungai. Setelah ditelusuri ternyata kanal tersebut bukanlah sungaimelainkan sedari awal adalah jalan setapak penduduk menuju pondok/tegalan mereka. Jalan setapaktersebut disebut sebagai jalan kedokan karena dahulu ada sumber mata air di sekitar lokasi. Kondisi saat inidi atas jalan (saat ini menjadi sungai musiman) sudah dibuatkan jalan aspal (permanen) menuju banjarPasekan. Permasalahannya adalah ketika hujan turun sampah yang jatuh ke jurang dan sungai musimantersebut akan mengalir secara alamiah menuju ke tempat yang lebih rendah. Arah yang dituju adalahkearah timur TPA Sente yang notabene adalah daerah pemukiman warga masyarakat banjar Sente. Faktadi lapangan menunjukkan ternyata sampah-sampah yang terbawa air hujan tersebut melewati tegalan-tegalan milik warga sampai akhirnya menemui dataran tinggi kembali (ada rumah seorang warga) sehinggaair yang disertai sampah tersebut menemui arah buntu. Air beserta sampah-sampah tersebut berputarkearah selatan membanjiri rumah warga hingga sampai di jalan utama banjar Sente. Fakta tersebutdidukung dengan ditemukannya banyak sampah-sampah di tegalan warga, seperti sisa-sisa sampah plastikdan botol-botol (pecah belah) berserakan hingga di jalan utama banjar Sente jika terjadi hujan. Sudahmenjadi hal rutin jika masuk musim penghujan maka keadaan ini akan selalu berulang karena ternyatakanal di bawah jurang TPA Sente yang dianggap sebagai sungai ternyata tidak tembus alias buntu. Ditinjaudari aspek pemilihan lokasi, kemungkinan penetapannya tidak didasarkan kepada pertimbangan akademis.Posisi TPA Sampah Sente lebih tinggi daripada pemukiman Dusun Sente. Sehingga jika terjadi hujan danpenannganan yang tidak baik maka dapat dipastikan akan merambah kepada pemukiman warga. Seberapakali sudah diperbaiki gronjong selalu jebol tidak mampu menahan sampah yang sudah bertumpuk. Bahkanbersebelahan dengan TPA Sampah banjar Sente, di atas perbukitan terdapat Pura yang dahulu merupakanPura Catur Lawa / Pekraman Desa yaitu Pura Batur Poyongan (Payungan) sebagai pengayangan PuraUlun Danu (Puru Ulun Siwi) yang ketinggian sudah sama dengan tumpukan sampah di TPA Sampah Sente.Meskipun saat ini pura tersebut sudah diempon oleh satu klan yaitu warga Pande, namun posisi puramenandakan bahwa Sente adalah daerah ulu (utara/suci) yang sebenarnya sangat tidak patutberdampingan dengan TPA Sampah. Tedapat beberapa pura besar yang digolongkan sebagai CaturLawa/Pekraman Desa di Desa Pekraman Pikat (termasuk banjar adat Sente), yaitu Pura Puncak Sari diBanjar Cempaka,Pura Tengah banjar intaran, Pura Bale Bandung di Banjar Intaran, Pura Batur Poyongan diBanjar Sente, dan Pura Taman Suranadi/semeton aseman di Banjar Cempaka (Banjar Cempaka adalahgabungan 2 banjar yaitu banjar Beruk dan Banjar Aseman). Berdasarkan ulasan di atas tampak luas lahandan penanganan tambal sulam dalam mengatasi melubernya sampah, mengindikasikan adanyaperencanaan yang tidak matang, karena memang pada awalnya lokasi tersebut tidak dimaksudkan sebagai
TPA secara profesional, akan tetapi secara historisnya berpijak pada kondisi darurat. Artinya, segalapermasalahan yang timbul baik dari dimensi fisik maupun sosial budaya tidak diprediksi sedari awal, danpenanganannya pun bersifat post factum (setelah ada kasus baru ditindaklanjuti). Perkembangan saat ini,TPA Sente sempat mengalami ledakan sehingga menimbulkan keresahan masyarakat sekitarnya, terutamamereka yang bermukim di Banjar Sente. Letaknya yang tidak terlalu jauh dan berada persis di bawah TPAmenyebabkan masyarakat banjar ini merasa sebagai pihak yang paling mendapatkan efek buruk dariberoperasinya TPA Sente. Selama hampir 20 tahun masyarakat merasa kualitas kesehatan merekamenurun, karena banjar mereka hampir selalu diselimuti asap hasil pembakaran sampah. Pun, merekamengeluhkan serbuan lalat dan aroma kurang sedap yang acapkali terhirup. Pasca adanya ledakan,Masyarakat Banjar Sente sempat mengajukan protes yang ditujukan kepada Pemerintah KabupatenKlungkung, dan menuntut agar TPA tersebut ditutup. Berkat kesigapan Pemkab, dengan diadakannyaaudiensi antara pemerintah yang langsung diwakili oleh Bupati Klungkung, aspirasi masyarakat diakomodir,sehingga gejolak sosial tersebut cepat dapat diredam. 4.2 Tafsir, Persepsi, dan Aspirasi Aktor terhadap TPASente Aktor dalam konteks penelitian ini dimaksudkan sebagai pelaku konkret praktik sosial di ranahinternal dan sekitar TPA Sente. Tafsir merupakan cara aktor memandang dan mengintepretasi fenomenaatau obyek yang selanjutnya menjadi basis dalam pengambilan keputusan untuk bertindak. Sedangkanpersepsi
21diartikan sebagai tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan
informasi sensoris
yang dilakukan oleh aktor,
7guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan tempat
mereka bernaung. Persepsi meliputi semua sinyal dalam sistem saraf, yang
merupakan hasil dari stimulasi fisik atau kimia dari organ pengindra.
Aspirasi merupakan keinginan atau harapan, cita-cita, ambisi, mimpi yang dimiliki aktor untuk diusahakanagar tercapai. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, teridentifikasi adanya dua kelompok aktor, yaituaktor internal dan aktor eksternal. Aktor internal adalah mereka yang melakukan praktik sosial di lingkunganTPA secara rutin dan mendapatkan manfaat secara langsung. Manfaat langsung yang diperoleh aktorinternal ini berupa keuntungan ekonomistis, dengan adanya lapangan pekerjaan yang eksis di ranah TPA,baik formal maupun informal. Pekerjaan formal adalah aktivitas berulang dan berpola yang dilakukan aktorsebagai perpanjangan tangan Pemkab, diwakili oleh aparatus Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP).Sedangkan pekerjaan informal adalah praktik rutin yang dilakukan oleh aktor di luar katagori aparat DKP.Identifikasi terhadap tafsir para aktor, terdapat temuan dalam cara pandang aktor terhadap TPA, yaitupragmatis, ekonomistis, dan politis. Sedangkan terkait dengan persepsi aktor terhadap TPA, diperolehpersepsi positif atau negatif, produktif atau kontraproduktif, solidaritas organis atau solidaritas mekanis(merujuk konsepsi Durkheim dalam Henselin, 2006), dan sub kultur (menggunakan konsepsi dari O’Sullivan,1974). Aspirasi aktor terdiri dari tetap dioperasionalisasikan, ditutup, atau dioperasionalisasikan sementaradengan beberapa syarat. Berikut identifikasi Aktor TPA Sente: A. Aktor Internal 1. Formal: • Mandor Dapatdikatakan, mandor merupakan aktor internal utama karena posisinya yang strategis dalam ranah TPA.Mandor merupakan “penguasa tertinggi” dalam tata relasi aktor internal, yang menentukan siapa saja yangboleh eksis di TPA, terkait dengan dua kepentingan utama yang berkaitan dengan TPA Sante, yaitumembuang sampah dan pemanfaatan sampah secara ekonomis. Praktik membuang sampah berada dalampengawasan mandor yang menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh melakukannya. Juga dalamkonteks jejaring ekonomi yang muncul dalam konteks pemanfaatan sampah, mandor mengawasi siapa sajayang boleh eksis dalam tata jaringan tersebut. Dalam menentukan siapa saja yang boleh dan tidak boleh
membuang sampah, mandor selain mengikuti aturan formal dari atasannya di DKP, juga dalam praktikpengawasannya mengikuti feeling tertentu yang terbentuk lewat interaksi intimnya dengan praktik realitassehari-hari di TPA. Pihak yang boleh membuang sampah di TPA Sente adalah siapapun sepanjang merekaadalah masyarakat Kabupaten Klungkung. Sedangkan pihak luar warga Klungkung, tidak diperkenankanoleh mandor untuk membuang sampahnya. Kemampuan mengenali siapa yang merupakan masyarakatKlungkung dan bukan, dimiliki sang mandor dengan mengandalkan feeling khasnya tersebut. Mandor jugamengawasi aktor internal lainnya dalam hal pemanfaatan sampah. Hanya masyarakat sekitar TPA saja yangboleh melakukan kegiatan tersebut, sedangkan untuk “masyarakat luar” / pendatang, dilarang melakukanaktivitas di internal TPA. Praktik pembatasan ini melahirkan sebuah “in group feeling” yang melahirkansolidaritas organik di kalangan aktor internal TPA. Solidaritas organik ini menjadi hal yang melahirkan rasakebersamaan yang kuat, menjadi semacam etika tidak tertulis di kalangan mereka dalam melakukaninteraksi internal, sehingga tercipta sub kultur TPA Sente. Dalam aktivitasnya, mandor berkedudukan disebuah tempat yang disebut kantor, yang sengaja di bangun di posisi yang tinggi dan memiliki banyakjendela, sehingga dapat melakukan pengawasan menggunakan indera penglihatan. Posisi kantor yangstrategis tersebut menunjang pekerjaan mandor dan perangkatnya dalam hal pengawasan TPA Sente.Mandor dibantu oleh delapan orang staf yang bertugas piket secara bergiliran. Komposisi staf jika ditinjaudari daerah asalnya, terdiri dari empat orang asal Banjar Sente dan empat lainnya berasal dari BanjarDawan. Sang mandor sendiri berasal dari Banjar Dawan. • Pencatat Sirkulasi Truk Aktor ini memiliki tugasmencatat truk-truk DKP yang masuk dan keluar TPA Sente. Ia bekerja di dalam kantor mendampingimandor, dan mengevaluasi siapa saja sopir dan kernet truk DKP yang telah dan tidak melaksanakantugasnya. • Operator Bulldozer Bertugas mengoperasikan dua buah bulldozer yang tersedia di TPA. Jikaada sampah yang kurang tertata dan berpotensi longsor, tugas operator untuk meratakannya, sehinggasampah di TPA tetap tertata. Resiko pekerjaan aktor ini cukup besar, akan tetapi sampai sejauh ini belumpernah terjadi kecelakaan kerja, karena operator bulldozer juga memiliki kapasitas dalam mengenali medankerjanya. Sehingga hapal bagian mana saja yang bisa dilalui bulldozer dan tempat yang rentan menjadiroute kendaraan yang dioperasikannya tersebut. • Supir Truk Supir truk memiliki peran penting karenaberposisi sebagai aktor internal yang transit, dan melakukan fungsi pelintas. Artinya, supir truk ini memilikiinteraksi relatif singkat dengan aktor internal TPA lainnya, dengan membuang muatan sampah dari truk danmelapor kepada petugas pencatat sirkulasi truk dan mandor di kantor, untuk selanjutnya beroperasi keluarTPA untuk mengangkut sampah di area Kabupaten Klungkung. Di pundak para sopir inilah citra TPA Sentediemban. Berdasarkan informasi yang diperoleh, di beberapa titik route yang dilalui truk DKP, umumnyamasyarakat berpersepsi positif, artinya mereka tidak pernah menjumpai supir truk DKP yang ugal-ugalansehingga sampah tercecer di jalan. Malah para supir sering menyapa jika berpapasan dengan warga dijalan. Hal ini menumbuhkan respek masyarakat terhadap para supir, sehingga tidak pernah ada kejadianyang kontraproduktif antara masyarakat dengan salah satu aparatus DKP ini. Untuk seluruh aktor internal,tafsir mereka terhadap TPA Sente adalah pragmatis dan ekonomistis, yang artinya memandang TPAsebagai pemberi status sosial dengan memberikan lapangan pekerjaan (pragmatis) dan mampumemberikan tambahan penghasilan (ekonomistis). Cara pandang ini melahirkan persepsi positif, produktif,dan solidaritas organis. Persepsi positif dan produktif terkait dengan nilai ekonomis TPA. Hal inilah yangmelahirkan solidaritas organis di kalangan aktor internal- formal, yaitu suatu spirit kebersamaan yangberbasis adanya kepentingan pragmatis-ekonomistis (pekerjaan yang sama dan tambahan penghasilan).Ikatan sosial yang dibangun berdasarkan solidaritas organis bersifat cair, dan kurang kuat, dan cenderungformal. Terkait dengan aspirasi aktor di katagori ini, mereka menginginkan agar TPA Sente tetap beroperasi.Hal ini tentu dapat dipahami, karena mereka memiliki tafsir pragmatis dan ekonomistis, sehinggaberkepentingan agar TPA jangan ditutup karena akan berpengaruh terhadap status sosial mereka. 2.Informal • Pemulung Berjumlah 25-30 orang, aktor ini yang memanfaatkan sampah buangan di TPAsehingga memiliki nilai ekonomis. Mereka memilih sampah untuk selanjutnya dipilah menjadi dua katagori,yaitu: sampah plastik dan sampah untuk makanan ternak. Mayoritas pemulung berjenis kelamin perempuan,dan berasal dari Banjar Dawan, sedangkan yang berasal dari Banjar Sente hanya berjumlah lima orang.Sampah yang telah dipilah selanjutnya mereka packaging, menggunakan karung untuk sampah plastik dantas kresek untuk sampah yang dijadikan makanan ternak. Untuk sampah plastik yang telah dikarungi,
selanjutnya menunggu pengepul datang guna ditimbang beratnya lalu dibayar berdasarkan berat dankualitas sampah yang berhasil dikumpulkan. Sedangkan untuk sampah yang diolah sebagai pakan ternak,mereka mengemasnya sendiri yang dihargai Rp 5000,00 untuk setiap satu tas kresek. Untuk pakan ternakini (babi dan sapi) mereka tinggal menunggu pembeli datang, yang umumnya telah memesannya karenamerupakan pelanggan, atau pembeli yang sengaja datang langsung guna memilih dan jika cocok terjadilahtransaksi. Adanya aktivitas transaksi jual beli ini menjadikan TPA Sente juga berfungsi sebagai “pasar takresmi”. Penghasilan para pemulung sekitar Rp 50.000,00 sampai dengan Rp 75.000,00 perharinya. Untukkaum perempuan, umumnya kegiatan memulung merupakan perkerjaan tetap, artinya mereka setiap harimelakukan aktivitas sebagai pemulung dan menjual hasilnya. Sedangkan untuk kaum laki-laki, kegiatanmemulung merupakan aktivitas sambilan, yang dilakukan jika ada waktu luang. Tafsir aktor ini terhadapeksistensi TPA adalah memandang sebagai ranah ekonomi, sehingga mempersepsikan TPA secara positifsebagai ruang yang memberikan peluang untuk mencari nafkah. Sedangkan aspirasi yang berhasildihimpun dari mereka adalah adanya keinginan agar TPA Sente tidak ditutup, pemerintah KabupatenKlungkung memperhatikan kesehatan mereka karena setiap hari bergelut dengan sampah denganmemberikan masker dan sepatu boot serta sarung tangan. Jika pemkab ingin memberikan bantuan, dimintaagar langsung diberikan kepada mereka, dan mereka akan menunjuk perwakilan dari pemulung untukmenerimanya. Tafsir aktor katagori ini terhadap TPA adalah pragmatis ekonomistis, sehingga mempersepsiTPA secara positif, produktif, dan melahirkan solidaritas mekanis. Solidaritas mekanis merupakan ikatansosial yang kuat karena rasa senasib sepenanggungan, in group feeling yang kental, sehingga melahirkansemangat kerjasama yang kuat dan tanpa pamrih. Solidaritas jenis ini bercirikan interaksi yang relatif intimdi kalangan anggotanya. Adanya keintiman dalam interaksi sosial di antara mereka, memunculkan embriosubkultur pemulung. Subkultur merupakan “budaya kecil”, yang tidak bertentangan dengan budaya besar dimana mereka bernaung, akan tetapi memiliki kekhasan dan memiliki tata aturan dan tata cara pergaulanspesifik yang hanya dimengerti dan mengikat mereka. Subkultur pemulung tercipta karena adanyasolidaritas mekanis di kalangan pemulung, dan posisi mereka sebagai aktor internal yang memandang TPAsebagai “rumah kedua” mereka, dan katagori sebagai aktor informal semakin mengkondisikan rasakebersamaan yang kuat di kalangan mereka. Senada dengan aspirasi para aktor formal, para pemulungpun menginginkan TPA untuk terus dioperasikan, karena tafsir pragmatis dan ekonomistis mereka terhadapTPA.dapat dikatakan, aspirasi mereka terhadap keberlanjutan TPA lebih kuat dibanding para aktor formalkarena terkait dengan kelangsungan pekerjaan mereka. Berbeda dengan aktor formal yang merupakanpegawai pemerintah daerah, yang memiliki peluang lebih besar untuk tetap terus memiliki pekerjaan jikaTPA Sente ditutup dan dipindahkan ke lokasi lainnya, para pemulung kecil peluangnya untuk dapatmelanjutkan profesi mereka jika TPA dipindah. Hal ini dikarenakan keengganan mereka untuk pindah,dikarenakan jarak lokasi TPA yang baru kemungkinan akan lebih jauh. Selain itu, yang terpenting adalahmereka akan menjadi “orang luar” di lokasi TPA yang baru. Sehingga subkultur pemulung TPA Sente akantidak kompatibel dengan TPA yang baru. • Pengepul Aktor ini mengkoordinir para pemulung untuk menjualhasil aktivitas mereka kepadanya. Hanya ada satu orang pengepul yang diijinkan untuk bertransaksiekonomi secara langsung dalam ranah TPA, dan merupakan warga Banjar Dawan. Posisi aktor ini cukupunik, karena pengepul walaupun masuk dalam golongan aktor informal, akan tetapi memiliki persepsisolidaritas organis, bukan solidaritas mekanis seperti yang dimiliki kalangan pemulung. Hal ini wajarmengingat kepentingan aktor ini dengan para aktor internal lainnya berbasis kepentingan pragmatis-ekonomistis, sehingga sifat interaksinya relatif cair dan formal. Dalam hal aspirasinya terhadap TPA Sente,pengepul memiliki kesamaan dengan para aktor internal lainnya, yaitu menginginkan TPA Sente untuk tetapdioperasikan karena menyangkut keberlangsungan usaha yang dijalankannya. B. Aktor Eksternal •Masyarakat Yang dimaksud dengan masyarakat dalam konteks ini adalah mereka yang bertempat tinggal disekitar TPA Sente, dikatagori menjadi dua: mereka yang tinggal di banjar-banjar yang dekat dengan TPA,dan mereka yang memiliki tanah yang langsung berbatasan dengan TPA Sente. Untuk masyarakat BanjarDawan, umumnya mereka tidak berkeberatan atas beroperasinya TPA. Hal ini dapat dipahami karenasecara geografis letak banjar mereka relatif jauh dan terhalang bukit, sehingga tidak merasakan dampaknegatif secara langsung dari beroperasinya TPA Sente. Juga, banyak dari masyarakat mereka yang menjadiaktor internal di TPA Sente, seperti mandor, pemulung, dan pengepul. Sedangkan Masyarakat Banjar Sente
umumnya menolak keberadaan TPA Sente karena merekalah yang secara langsung merasakan danmengalami “gangguan” dari beroperasinya TPA. Masyarakat Banjar Sente sering mendapat “kiriman” dariTPA berupa asap dan aroma yang tidak enak. Masyarakat mengkhawatirkan aspek kesehatan merekakarena hampir selama 20 tahun menerima realitas tersebut. Untuk masyarakat yang tanahnya berbatasanlangsung dengan TPA sebanyak tiga orang. Keluhan utama mereka adalah ketika pagar pembatas(diistilahkan mereka: gronjong) jebol, sehingga sampah TPA meluber ke lahan mereka. Merekamenginginkan agar gronjong diperkokoh dan dipertinggi, sehingga lahan mereka aman dari luberansampah. Mereka juga mengeluhkan turunnya hasil produksi perkebunan yang diupayakan di lahan mereka,seperti tanaman kelapa yang terus merosot sejak TPA beroperasi. Fokus perhatian ditujukan kepadaMasyarakat Banjar Sente mengingat sebagian besar warganya secara tegas menolak keberadaan TPASente. Hal ini dikarenakan tafsir mereka terhadap TPA Sente adalah politis, yang menganggapkeberadaannya karena keinginan sepihak dari Pemkab Klungkung. Selain itu, terdapat tafsir desakralitasruang (pengurangan nilai kesucian dari tempat yang dianggap sakral), karena lokasi TPA berada di arahTimur Laut yang bagi kosmologi masyarakat Bali merupakan Utamaning Utama. Berpijak dari kedua tafsir diatas, melahirkan persepsi masyarakat secara negatif dan kontraproduktif terhadap TPA Sente. Persepsinegatif muncul karena keberadaan TPA dianggap sebagai sumber masalah bagi masyarakat Banjar Senteterkait dengan aroma tidak sedap, polusi asap, dan munculnya ledakan. Hal ini menjadi kontraproduktif bagimasyarakat karena munculnya masalah kesehatan, berkurangnya estetika menyangkut keindahan sertakenyamanan lingkungan, dan munculnya kecemasan menyangkut keselamatan terkait dari ledakan yangditimbulkan TPA Sente. Posisi aktor eksternal ini realtif kuat dibanding aktor lainnya karena memilikikemampuan dalam mempengaruhi kebijakan pemkab, terkait dengan kapasitas mengorganisir massa danmanajemen isu ke media massa. Berikut identifikasi dari aktor, tafsirnya terhadap TPA Sente, persepsi,serta aspirasinya,
20disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 4.1
Identifikasi Aktor, Tafsir dan Persepsi terhadap TPA Sente serta Aspirasinya. No. Aktor Tafsir PersepsiAspirasi 1 InternIanlt:ernal a. Formal: • Mandor • Pencatat • Operator Bulldozer • Supir Truk b. Informal: • •Pemulung Pengepul 1. Pragmatis 2. Ekonomistis 1. Positif 2. Produktif 3. Solidaritas Organis 1. Positif 2.Produktif 3. Solidaritas Mekanis 4. Sub Kultur 1. Positif 2. Produktif 3. Solidaritas Organik • • • • • Tetapdioperasikan Tetap dioperasikan Cek dan bantuan kesehatan secara rutin Bantuan perlengkapan kerjaTetap dioperasikan 2 Eksternal: • Masyarakat Banjar Sente 1. Politis 2. Desakralitas Ruang 1. Negatif 2.Kontraproduktif • • Ditutup Beroperasi sementara dengan syarat Sumber: Hasil penelitian 2015 4.2.3 AspekDampak Dampak dari perspektif sosial budaya berkaitan dengan adanya perubahan sosial budaya yangditimbulkan karena adanya sesuatu hal/ faktor eksternal yang masuk ke ruang sosial suatu masyarakat.Dampak sosial budaya dapat diklasifikasikan
17menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif
tercermin dari perubahan perilaku masyarakat yang produktif, sedangkan dampak negatif terepresentasidengan adanya perubahan perilaku masyarakat yang kontraproduktif. • Dampak Positif Keberadaan TPASente membawa perubahan yang produktif bagi masyarakat sekitar TPA, terutama bagi mereka yangdikatagorikan sebagai aktor internal, yaitu: 1. Menciptakan lapangan kerja 2. Terciptanya subkultur TPAyang memperkuat solidaritas mekanis di kalangan mereka 3. Tersedianya bahan pakan ternak yangberlimpah sehingga dapat memenuhi kebutuhan peternak sapi dan babi. • Dampak Negatif Terjadiperubahan yang kontraproduktif dengan adanya TPA Sente, terutama di kalangan aktor eksternal, yangmenafsirkan: 1. Merosotnya kualitas lingkungan tempat mereka tinggal, dengan membandingkan lingkunganmereka sebelum TPA beroperasi dan setelah beroperasi. 2. Implikasi dari terdegredasinya kualitaslingkungan terkait dengan problem kesehatan, masyarakat akan mengkaitkan secara langsung dengan TPA
jika mereka terserang suatu penyakit. 3. Menurunnya self-esteem masyarakat, karena wilayahnya dijadikanTPA. 4. Munculnya suasana disharmonis dalam interaksi sosial skala desa, antara banjar yang terkenadampak negatif dengan banjar yang merasakan dampak positif dari keberadaan TPA. 5. Hal ini melahirkandistrust yang memendam konflik laten, sehingga rentan akan terjadi konflik terbuka jika terjadi momentumyang memicunya, walau dihasilkan dari gesekan kecil. V. Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1 Kesimpulan •Terdapat dua katagori aktor terkait dengan operasionalisasi TPA Sente, yaitu: aktor internal dan aktoreksternal. Aktor internal terbagi menjadi dua, aktor formal dan aktor informal. • Persepsi aktor internalterhadap TPA Sente adalah positif, sedangkan persepsi aktor eksternal adalah negatif. • Aspirasi aktorinternal menginginkan tetap beroperasinya TPA Sente, sedangkan aktor eksternal menginginkan ditutupnyaTPA, atau jika tetap dilanjutkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi Pemkab Klungkung. • Terkaitdengan dampak, keberadaan TPA Sente dirasakan manfaatnya bagi aktor internal, akan tetapi berdampaknegatif bagi aktor eksternal. • Posisi aktor eksternal, dalam hal ini adalah masyarakat Banjar Sente, relatifkuat karena memiliki kemampuan untuk mengorganisir massa dan isu terkait dengan eksistensi TPA Sente.• Masyarakat Dusun Sente sangat mengapresiasi secara positif langkah- langkah yang diambil oleh BupatiKlungkung I Nyoman Suwirta dalam menangani permasalahan TPA Sampah Sente. • Masyarakat DusunSente menunggu janji Bupati I Nyoman Suwirta untuk menutup TPA Sampah Sente tahun 2017. •Keberadaan TPA Sente menciptakan konflik laten (terpendam), baik secara horisontal (di internal aktor),maupun secara vertikal (antara aktor dengan pemerintah daerah). 5.2. Rekomendasi Berdasarkan hasilkajian yang dilakukan, Pemerintah Kabupaten Klungkung perlu memperhatikan beberapa rekomendasisebagai berikut: • TPA Sente masih dapat dioperasikan sementara, sepanjang aspirasi para aktor dipenuhi,guna mencegah timbulnya konflik terbuka (baik secara horisontal maupun vertikal). • Menyediakan layanankesehatan gratis yang diperuntukkan bagi para aktor di TPA Sente secara rutin dengan jadwal yang tetapdan dilaksanakan secara konsisten, yang tempatnya ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. •Melibatkan aparatur desa (disarankan Sekretaris Desa/Sekdes) untuk turut mengelola berdampingandengan mandor TPA Sampah Sente sebagai perwakilan dari Desa Pikat. • Menyediakan perlengkapan kerjabagi para pemulung, yang penyerahan dan pengelolaannya diserahkan langsung kepada mereka. •Memperhatikan kajian teknis untuk mengatasi sampah yang mengotori tegalan warga, rumah warga danjalan utama di banjar Sente sampai tahun 2017 • Menambah tenaga kerja administratif di kantor TPA Senteyang berasal dari Banjar Sente, yang personilnya ditentukan oleh masyarakat setempat karena ternyatapermasalahan ini sangat peka jika menambah tenaga kerja bukan dari banjar Sente. • Perlu diperhatikan dibanjar Sente terdapat tokoh masyarakat dan tokoh politik yang saat ini menjadi anggota DPRD Provinsi Bali(Komisi II) Ketut Mandia yang kritis dan memahami aspek hukum. Hal ini penting agar dapat dipilah jangansampai permasalahan TPA Sampah Sente dipolitisir oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan politis •Sebagian besar warga banjar Sente berdomisili di luar banjar mereka (terutama di Kota Denpasar danKabupaten Badung) sehingga secara sosial-budaya warga banjar Sente adalah orang-orang yang peka dansudah mengenal dunia luar. Kenyataan ini tidak dapat dianggap remeh karena cara berpikir mereka adalahperpaduan antara pola tradisional dan pola modern. Dalam praktiknya Pemkab Klungkung dalammengadakan pendekatan, komunikasi dan mediasi harus berlandaskan kepada fakta dengan dasarperaturan perundangan maupun kebijakan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.