digilib.uns.ac.id/Kajian... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGESAHAN KAJIAN KELAYAKAN...
-
Upload
trinhtuyen -
Category
Documents
-
view
232 -
download
0
Transcript of digilib.uns.ac.id/Kajian... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGESAHAN KAJIAN KELAYAKAN...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
TUGAS AKHIR
KAJIAN KELAYAKAN OPERASIONAL
TPA JOMBORAN SEBAGAI TPA KABUPATEN KLATEN
Diajukan Sebagai Syarat untuk Mencapai
Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota
Disusun Oleh :
Chaerul Alfi Huda
I0608017
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN
KAJIAN KELAYAKAN OPERASIONAL
TPA JOMBORAN SEBAGAI TPA KABUPATEN KLATEN
Chaerul Alfi Huda
I0608017
Menyetujui,
Surakarta, Januari 2013
Pembimbing I
Ir. Widharyatmo, M.Si
NIP 19490123 198702 1 001
Pembimbing II
Ratri Werdiningtyas, ST, MT
NIP 19810112 200212 2 003
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik
Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT
NIP. 19620610 199103 1 001
Ketua Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota
Ir. Galing Yudana, MT
NIP. 19620129 198703 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRAK
Kehadiran sampah kota merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan
pengelola kota saat ini, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Proses
penanganan sampah dari hulu hingga hilir secara umum memerlukan waktu yang cukup
panjang sehingga diperlukan ruang untuk menampung sampah pada masing-masing proses
tersebut. TPA Jomboran yang telah menampung sampah seluruh Klaten selama kurang lebih
20 tahun terancam ditutup karena dinilai sudah tidak mampu lagi menampung. Dibalik
permasalahannya itu, TPA ini merupakan satu-satunya tempat penampungan sampah yang
masih beroperasi di Klaten dan telah mampu membuka lapangan kerja bagi warga setempat
yang bekerja sebagai pemulung dan penampung barang-barang bekas. Dari alasan tersebut,
perlu diketahui tingkat kelayakan operasional TPA Jomboran dengan melihat dari sistem
pengelolaan, sosial dan ekonomi masyarakat serta fisik lingkungan kawasan. Sehingga dapat
memberikan masukan bagi pemerintah Kabupaten Klaten dalam mempertimbangkan
pemindahan lokasi TPA dan bagaimana sistem operasional pengelolaan yang dapat
diterapkan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deduktif. Pendekatan ini
digunakan dalam penelitian dari awal penelitian sampai dengan proses analisis data sehingga
diperoleh hasil berupa tingkat kelayakan operasional TPA Jomboran untuk menampung
sampah Kabupaten Klaten. Teknik analisis yang digunakan terdiri dari dua, yaitu skoring/
pembobotan dan deskriptif kualitatif. Analisis skoring/ pembobotan digunakan untuk
mengetahui kelayakan lokasi TPA Jomboran sesuai dengan SNI pemilihan lokasi TPA.
Kemudian analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk memperoleh temuan berupa
karakteristik sampah yang masuk ke TPA, sistem pengelolaan TPA, serta dampak yang
ditimbulkan oleh keberadaan sampah TPA bagi lingkungan sekitarnya. Teknik analisis
deskriptif kualitatif juga digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan operasional TPA
Jomboran untuk menampung sampah di Kabupaten Klaten.
Hasil penelitian ini berupa temuan bahwa pengelolaan TPA Jomboran dengan open dumping
masih dapat dipertimbangkan untuk dioperasikan. Hal ini didasarkan pada sistem
pengelolaan, sosial ekonomi masyarakat, serta fisik lingkungan kawasan TPA Jomboran.
Pembenahan berupa perubahan fungsi TPA menjadi tempat pemrosesan akhir diperlukan
untuk mengatasi permasalahan kapasitas serta mengurangi dampak negatif.
Kata Kunci : Sampah, TPA, Operasional, Pengelolaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRACT
The presence of municipal waste is one of the problems faced by the community and the city
manager today, especially in the provision of facilities and infrastructure. Waste handling
process from upstream to downstream generally requires quite a long time so that the
necessary space is needed to accommodate the waste in each process. Jomboran landfill that
has accommodates waste from entire Klaten for more than 20 years is in risk to be shut down
because it is considered no longer able to accommodate. Behind the problem, this landfill is
the only landfill in Klaten Regency that still operates to collect waste and have been able to
create employment for local residents who work as scavengers and container used goods.
From this reason, the level of operational feasibility Jomboran landfill is needed to know with
a view of the management system, community socioeconomic and the physical environment.
So it can provide an input to the Klaten Regency government in considering landfill removal
and how the system management operations that can be applied.
The approach used in this research is deductive. This approach was used from baseline to the
process of analyzing data in order to obtain results in the form of operational feasibility level
of Jomboran landfill to accommodate Klaten Regency’s waste. The analysis technique used
consists of two, the scoring / weighting and descriptive qualitative. Scoring / weighting
analysis is used to determine the feasibility of the Jomboran landfill location in accordance to
SNI of landfill site selection. Then the qualitative descriptive analysis is used to obtain the
waste characteristic that goes to landfill, landfill management systems, as well as the impact
of the presence of landfill waste to the surrounding environment. Qualitative descriptive
analysis techniques are also used to determine the level of operational feasibility Jomboran
landfill to accommodate waste in Klaten Regency.
The results of the research are the findings that Jomboran landfill management with open
dumping can still be considered to be operated. It is based on a system of management,
community socioeconomic, and physical surroundings of the Jomboran landfill. The change
in landfill function into final processing site is needed to overcome the capacity problem and
reduce the negative impact
Keywords: Waste, Landfill, Operations, Management
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan segala kerendahan hati penulis panjatkan puji dan
rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Kajian Kelayakan Operasional
Pengelolaan TPA Jomboran sebagai TPA Kabupaten Klaten”.
Tugas Akhir ini tidak akan dapat terselesaikan dengan baik tanpa dukungan dari
berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis bermaksud untuk mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibunda, ayahanda dan kakakku tercinta yang telah memberikan dukungan doa dan
semangat kepada ananda untuk menuntaskan perjuangan ini
2. Bapak Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT, selaku ketua jurusan Arsitektur
3. Bapak Ir. Galing Yudana, MT selaku Ketua Jurusan Program Studi Perencanaan
Wilayah dan Kota
4. Bapak Ir. Widharyatmo, M.Si selaku dosen pembimbing utama selama proses
penyusunan laporan tugas akhir
5. Ibu Rr. Ratri Werdiningtyas, ST, MT selaku dosen pembimbing kedua selama proses
penyusunan laporan tugas akhir
6. Ibu Murtanti Jani Rahayu, ST, MT selaku dosen pembimbing akademik
7. Bapak Sriyanto selaku Kepala Seksi Bina Teknik Bidang Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Klaten
8. Ibu Tutik, Ibu Indri, Ibu Winarsi dan Bapak Bowo selaku staff Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Klaten
9. Bapak Kepala Desa Jomboran, Bapak Kepala Desa Gumulan beserta staff kantor desa
yang telah memberikan ijin penelitian
10. Masyarakat Desa Jomboran dan Desa Gumulan yang telah meluangkan waktu untuk
mengisi kuesioner penelitian
11. Pasukan Pandawa Tanuda, Haryadi, Adit dan Amos yang setia mendukung dan
membantu penyelesaian penelitian
12. Didit, Putri Wardiastama, Fitri, Agnies yang telah setia mendukung dan membantu
dalam penyelesaian penelitian
13. Teman-teman perencanaan Wilayah dan Kota angkatan 2008 dan semua pihak yang
telah membantu dalam terselesainya laporan tugas akhir ini
14. Teman-teman kos Dewantoro blok belakang yang telah setia mendukung dan
menemani dalam penyusunan laporan tugas akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan pada laporan tugas akhir ini, oleh
karenya segala kritik dan sarana demi perbaikan laporan ini akan peneliti terima dengan
tangan terbuka dan ucapan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan.
Surakarta, Januari 2013
Chaerul Alfi Huda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................................... i
Lembar Pengesahan ................................................................................................................. ii
Abstraksi ................................................................................................................................. iii
Kata Pengantar .......................................................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................................................ vii
Daftar Tabel .............................................................................................................................. x
Daftar Gambar ......................................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 3
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian .......................................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 3
1.3.2. Sasaran Penelitian .................................................................................................... 4
1.4. Keluaran Penelitian ........................................................................................................... 4
1.5. Urgensi Penelitian ............................................................................................................. 4
1.6. Posisi Penelitian ................................................................................................................ 4
1.7. Kerangka Teori .................................................................................................................. 6
1.9. Batasan Penelitian ............................................................................................................. 7
1.9.1. Batasan ruang lingkup materi .................................................................................. 7
1.9.2. Batasan ruang lingkup wilayah ................................................................................ 7
BAB II KAJIAN TEORI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PERKOTAAN ........................ 8
2.1. Timbulan Sampah .............................................................................................................. 8
2.1.1. Sumber dan Jenis Sampah ....................................................................................... 8
2.1.2. Penghitungan Timbulan Sampah ........................................................................... 12
2.1.3. Dampak Keberadaan Sampah ................................................................................ 12
2.2. Sistem Pengelolaan Sampah ............................................................................................ 13
2.2.1. Aspek Teknik Operasional ..................................................................................... 13
2.2.2. Aspek Kelembagaan .............................................................................................. 18
2.2.3. Aspek Hukum dan Peraturan ................................................................................. 19
2.2.4. Aspek Pembiayaan ................................................................................................. 19
2.2.5. Aspek Peran serta Masyarakat ............................................................................... 19
2.3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) .................................................................................. 20
2.3.1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) ........................................ 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
2.3.2. Persyaratan Umum Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) .......................... 20
2.3.2. Kriteria Kelayakan Pemilihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ....................... 21
2.3.3. Permasalahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ................................................. 24
2.4. Resume Kajian Teori ....................................................................................................... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................... 26
3.1. Jenis Penelitian ................................................................................................................ 26
3.2. Pendekatan Penelitian ...................................................................................................... 26
3.2.1. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................ 27
3.2.2. Teknik Analisis ............................................................................................................... 28
3.3. Kebutuhan Data ............................................................................................................... 36
3.4. Teknik Pengambilan Sampel ........................................................................................... 38
BAB IV TEMUAN LAPANGAN .......................................................................................... 40
4.1. Karakteristik Timbulan Sampah ...................................................................................... 40
4.1.1. Sampah Kabupaten Klaten ..................................................................................... 40
4.1.2. Karakteristik Timbulan Sampah di Kabupaten Klaten Berdasarkan Aktivitas ..... 42
4.2. Kondisi Eksisting TPA Dilihat dari Parameter SNI Pemilihan Lokasi TPA .................. 47
4.2.1. Lokasi TPA Jomboran ........................................................................................... 47
4.2.2. Fisik Alam Kawasan TPA ..................................................................................... 49
4.2.3. Jaringan Transportasi Kawasan ............................................................................. 56
4.2.5. Kondisi Masyarakat ............................................................................................... 59
4.3. Sistem Pengelolaan Sampah ............................................................................................ 61
4.3.1. Teknis Operasional TPA ........................................................................................ 61
4.3.2. Kelembagaan .......................................................................................................... 62
4.3.3. Sistem Pembiayaan ................................................................................................ 64
4.3.4. Dasar Hukum dan Peraturan .................................................................................. 65
4.3.5. Peran Serta Masyarakat .......................................................................................... 65
4.4. Kondisi Kawasan ............................................................................................................. 66
4.4.1. Kondisi Lingkungan Fisik ...................................................................................... 66
4.4.2. Kondisi Kesehatan ................................................................................................. 74
4.4.3. Kondisi Sosial Ekonomi ........................................................................................ 74
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................................... 77
5.1. Analisis Karakteristik Sampah yang Masuk ke TPA ...................................................... 77
5.2. Analisis Evaluasi Kondisi Eksisting TPA Jomboran Berdasarkan Parameter SNI ......... 80
a. Batas Administrasi ........................................................................................................ 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
b. Kepemilikan Hak Atas Lahan dan Jumlah Pemilik Lahan ........................................... 81
c. Kapasitas Lahan ............................................................................................................ 82
d. Tanah, Sistem Aliran dan Pemanfaatan ........................................................................ 84
e. Bahaya Banjir ................................................................................................................ 86
f. Tanah Penutup ............................................................................................................... 86
g. Intensitas Hujan ............................................................................................................. 86
h. Tata Guna Tanah ........................................................................................................... 87
i. Daerah Lindung/ Cagar Alam ....................................................................................... 87
j. Pertanian ........................................................................................................................ 88
k. Biologis ......................................................................................................................... 88
l. Transportasi Pengangkutan ........................................................................................... 89
m. Kebisingan, Bau dan Estetika ....................................................................................... 90
n. Partisipasi Masyarakat .................................................................................................. 91
5.3. Analisis Sistem Pengelolaan Sampah TPA Jomboran .................................................... 92
5.4. Analisis Dampak Keberadaan Sampah Bagi Lingkungan Sekitar TPA Jomboran ....... 100
5.5. Analisis Kelayakan Operasional Pengelolaan Sampah TPA Jomboran ........................ 108
BAB VI PENUTUP .............................................................................................................. 111
6.1. Temuan Penelitian ......................................................................................................... 111
6.2. Kesimpulan .................................................................................................................... 112
6.3. Saran dan Rekomendasi ................................................................................................ 113
6.3.1. Saran ...................................................................................................................... 113
6.3.2. Rekomendasi .......................................................................................................... 114
Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 115
Lampiran ............................................................................................................................... 117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Posisi Penelitian....................................................................................................... 4
Tabel 2. 1 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah ... 8
Tabel 2. 2 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah . 10
Tabel 2. 3 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah ................. 12
Tabel 2. 4 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah ................. 12
Tabel 2. 5 Resume Kajian Teori Penelitian ............................................................................ 24
Tabel 3. 1 Tabel Analisis Penelitian ....................................................................................... 30
Tabel 3. 2 Parameter Ambang Batas Kondisi Kelayakan TPA .............................................. 32
Tabel 3. 3 Kebutuhan Data ..................................................................................................... 36
Tabel 3. 4 Wilayah dalam Radius 0-800 meter ...................................................................... 39
Tabel 4. 1 Pelayanan Sampah Kabupaten Klaten ................................................................... 40
Tabel 4. 2 Penanganan Sampah di Kabupaten Klaten ............................................................ 40
Tabel 4. 3 Persentase Komposisi Sampah Kabupaten Klaten ................................................ 41
Tabel 4. 4 Sumber Penghasil Sampah Berdasarkan Jenis di Kabupaten Klaten .................... 41
Tabel 4. 5 Timbulan Sampah Berdasarkan Aktivitas di Kabupaten Klaten ........................... 41
Tabel 4. 6 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Permukiman ..................................... 42
Tabel 4. 7 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Komersil .......................................... 43
Tabel 4. 8 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Fasilitas Pendidikan ......................................... 43
Tabel 4. 9 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Fasilitas Kesehatan .......................................... 44
Tabel 4. 10 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Industri ........................................... 46
Tabel 4. 11 Tingkat Kepadatan Arus Lalu Lintas Kawasan TPA Jomboran ......................... 56
Tabel 4. 12 Tupoksi Dinas Pengelola Sampah ....................................................................... 62
Tabel 4. 13 Daftar Tarif Pelayanan Persampahan/ Kebersihan Kabupaten Klaten ................ 64
Tabel 4. 14 Besaran Pemasukan dari Penarikan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan
Kabupaten Klaten ............................................................................................................ 65
Tabel 4. 15 Satuan Biaya Kegiatan Pengelolaan Kebersihan Kabupaten Klaten Tahun 201165
Tabel 4. 16 Pengaruh Kondisi TPA bagi Kesuburan Lahan Pertanian Sekitar ...................... 68
Tabel 4. 17 Wabah Hama di Lahan Pertanian Sekitar TPA Jomboran .................................. 68
Tabel 5. 1 Perhitungan Pengeluaran Kegiatan Pengangkutan dan Penimbunan Sampah ...... 95
Tabel 5. 2 Analisa Standar yang Diacu oleh Dinas dengan Kondisi di Lapangan ................ 97
Tabel 5. 3 Pengelolaan Persampahan Kabupaten Klaten Berdasarkan Aspek Pembiayaan,
Kelembagaan, Hukum dan Peran Serta Masyarakat ....................................................... 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1. Kerangka Teori ................................................................................................... 6
Gambar 1. 2 Peta Administrasi Wilayah Penelitian ................................................................. 7
Gambar 3. 1. Kerangka Analisis ............................................................................................. 29
Gambar 3. 2 Peta Zona Kawasan TPA Jomboran .................................................................. 39
Gambar 4. 1 Grafik Timbulan Sampah/ Produksi Sampah Kabupaten Klaten ...................... 40
Gambar 4. 2 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ..................................... 42
Gambar 4. 3 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Area Komersil ..................................... 43
Gambar 4. 4 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Fasilitas Pendidikan ............................. 44
Gambar 4. 5 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Besar .............................. 45
Gambar 4. 6 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Kecil ............................... 45
Gambar 4. 7 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Area Industri ........................................ 46
Gambar 4. 8 Sampah Kawasan Industri ................................................................................. 47
Gambar 4. 9 Peta Lokasi Wilayah TPA Jomboran di Wilayah Kabupaten Klaten ................ 48
Gambar 4. 10 Peta Lokasi Wilayah TPA Jomboran di Wilayah Perkotaan Klaten ............... 48
Gambar 4. 11. Posisi Sungai dengan TPA Jomboran serta Penampang Sungai .................... 49
Gambar 4. 12 Kondisi Sungai di Area TPA Jomboran .......................................................... 49
Gambar 4. 13 Diagram Kondisi Air Tanah dalam Radius 0 – 500 m dan 501 – 800 m ........ 50
Gambar 4. 14 Diagram Penggunaan Air Tanah/ Sumur dalam Radius 0-800 m ................... 51
Gambar 4. 15 Diagram Pemanfaatan Air Tanah/ Sumur dalam Radius 0-800 m .................. 51
Gambar 4. 16 Peta Kelerengan Wilayah TPA Jomboran ....................................................... 52
Gambar 4. 17 Ilustrasi View TPA Jomboran dari arah depan ................................................ 54
Gambar 4. 18 Ilustrasi View TPA Jomboran dari arah samping ............................................ 54
Gambar 4. 19 Peta Guna Lahan Kawasan TPA Jomboran ..................................................... 55
Gambar 4. 20 Pengangkutan Sampah di Jalan Sekitar Kawasan TPA ................................... 57
Gambar 4. 21 Peta Kondisi dan Dimensi Jalan di Kawasan TPA Jomboran ......................... 58
Gambar 4. 22 Diagram Kesediaan Masyarakat Sekitar dalam Menerima TPA Jomboran .... 60
Gambar 4. 23 Operasional Pembuangan dan Penimbunan Sampah TPA Jomboran ............. 62
Gambar 4. 24 Alur Pengelolaan Sampah Kabupaten Klaten.................................................. 62
Gambar 4. 25 Kondisi Alat Pengomposan Bantuan Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang
belum pernah terpakai ..................................................................................................... 62
Gambar 4. 26 Sampah jenis atom dan botol yang diminati Pemulung TPA Jomboran ......... 66
Gambar 4. 27 Diagram Gangguan Pandangan Tumpukan Sampah dalam Radius
0 – 800 m ........................................................................................................................ 67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Gambar 4. 28 Diagram Gangguan Pandangan Tumpukan Sampah dalam Radius
0 – 800 m ......................................................................................................................... 67
Gambar 4. 29 Diagram Kondisi Lahan Pertanian Sekitar TPA Jomboran ............................. 67
Gambar 4. 30 Diagram Gangguan Bau yang ditimbulkan oleh Sampah dalam
Radius 0- 800 m .............................................................................................................. 68
Gambar 4. 31 Diagram Intensitas Munculnya Gangguan Bau dalam Radius 0-800 m.......... 69
Gambar 4. 32 Diagram Waktu Munculnya Gangguan Bau dalam Radius 0-800 m .............. 69
Gambar 4. 33 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Bau dalam Radius 0-800 m ............... 70
Gambar 4. 34 Diagram Gangguan Kebisingan oleh Aktivitas TPA....................................... 70
Gambar 4. 35 Diagram Intensitas Gangguan Kebisingan oleh Aktivitas TPA ...................... 71
Gambar 4. 36 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Kebisingan oleh Aktivitas TPA........ 71
Gambar 4. 37 Diagram Gangguan Kebakaran Kawasan TPA Jomboran............................... 72
Gambar 4. 38 Diagram Penyebab Gangguan Kebakaran ....................................................... 72
Gambar 4. 39 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Kebakaran Kawasan TPA Jomboran . 72
Gambar 4. 40 Diagram Tingkat Gangguan Akibat Air Rembesan Sampah (Lindi) .............. 73
Gambar 4. 41 Diagram Tingkat Gangguan Akibat Air Rembesan Sampah (Lindi) .............. 73
Gambar 4. 42 Diagram Wabah Penyakit di Permukiman dalam Radius 0-800 m ................. 74
Gambar 4. 43 Diagram Pengaruh Kondisi TPA terhadap Tingkat Keamanan ....................... 74
Gambar 4. 44 Diagram Kejadian Konflik Sosial di Lingkungan sekitar TPA ....................... 75
Gambar 4. 45 Diagram Pengaruh TPA terhadap Nilai Lahan dalam Radius 0-800 m .......... 75
Gambar 4. 46 Diagram Biaya Perbaikan terkait Aktivitas TPA dalam Radius 0-800 m ....... 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sampah adalah limbah padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola supaya tidak membahayakan bagi lingkungan
dan melindungi investasi pembangunan (Budi Utomo dan Sulastoro, 1999). Kehadiran
sampah kota merupakan salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan pengelola
kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan prasarananya. Keberadaan sampah tidak
diinginkan bila dihubungkan dengan faktor kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan
keindahan (estetika). Tumpukan onggokan sampah yang mengganggu kesehatan dan
keindahan lingkungan merupakan jenis pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi
lingkungan yang bersifat sosial (R. Bintarto, 1983:57). Selain dikarenakan jumlah penduduk
yang meningkat, volume produksi sampah kian hari semakin bertambah seiring dengan
tingginya aktivitas/ kegiatan manusia yang berlangsung didalam kota tersebut. Bank Dunia
mencatat produksi sampah perkotaan Indonesia mencapai 10 juta per tahun. Penanganan
masalah sampah di kota-kota perlu mendapatkan perhatian serius, hal ini merupakan salah
satu wujud pelestarian lingkungan. Persoalan sampah yang sering ditemui di jalan-jalan,
selokan dan kanal drainase serta sulitnya penentuan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah merupakan tantangan dalam pelaksanaan konsep menjaga kelestarian lingkungan agar
seimbang dan selaras.
Proses penanganan sampah dari mulai proses pengumpulan sampai dengan tempat
pembuangan akhir (TPA) secara umum memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga
diperlukan ruang untuk menampung sampah pada masing-masing proses tersebut. Padahal
perlu kita ketahui bahwa penanganan sampah perkotaan mengalami kesulitan dalam hal upaya
mendapatkan tempat atau lahan yang benar-benar aman untuk masing-masing tahapan
tersebut terutama lahan untuk tempat pembuangan akhir (Soeryani et al dalam Lilis
Sulistyorini, 2005). Keterbatasan pengelolaan sampah diperburuk dengan cara pandang
sebagian orang bahwa sampah dan limbah rumah tangga atau industri sudah tidak bermanfaat
lagi. Sehingga dapat dibayangkan jutaan ton benda apa saja yang akhirnya bernasib menghuni
Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Apalagi tidak diimbangi dengan lahan tempat
pembuangan akhir (TPA) sampah yang saat ini semakin terbatas (Direktur Jenderal Kotdes,
Dep Kimpraswil : 2004). Guna memenuhi kebutuhan ruang dalam menetapkan lokasi TPA
seringkali dijumpai masalah-masalah besar yang perlu ditangani dengan seksama, seperti
ketersediaan lahan, konflik kepentingan dan penurunan mutu lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) seringkali dipandang dari segi negatifnya saja seperti
dengan timbulnya bau tidak sedap, gangguan estetika, serta kebisingan yang ditimbulkan oleh
aktivitas pembuangan sampah TPA. Padahal perlu diketahui bahwa dibalik permasalahan-
permasalahan negatif yang melekat, TPA juga menyimpan beberapa sisi positif terkait dengan
sampah yang ditampungnya. Dengan adanya TPA telah dapat memberikan sebuah lapangan
kerja bagi masyarakat sekitarnya seperti pemulung dan penampungan barang bekas. Selain
itu, dengan adanya sampah kering tentu dapat dimanfaatkan kembali sehingga dapat
menambah nilai benda tersebut. Sampah plastik kemasan dapat dikreasikan menjadi berbagai
produk hasil kerajinan lain. Sehingga kegiatan semacam ini selain membantu mengurangi
sampah dan pencemaran lingkungan terutama di TPA, produk daur ulang sampah juga
mendatangkan penghasilan.
Saat ini Kabupaten Klaten sedang mengalami permasalahan yang sama, dimana salah
satu TPA yang dimilikinya dan satu-satunya yang dapat berfungsi yaitu TPA Jomboran saat
ini sudah mengalami overload dan terancam ditutup/ dipindahkan. Sedangkan dua TPA
lainnya yaitu TPA Benteng dan TPA Joho tidak dapat berfungsi maksimal. Sejak September
2008, TPA Benteng di Jatinom tidak lagi digunakan untuk menampung sampah, sebab
kawasan itu termasuk daerah tangkapan air. Selain itu, TPA seluas tiga per empat hektare
(Ha) itu juga sudah penuh. Sedangkan TPA Joho di Prambanan, yang notabene dekat dengan
permukiman penduduk, hanya digunakan sebagai penampungan sampah lama (humus/ tanah).
Jika sampah ingin dikirim ke Joho harus menunggu sekitar dua tahun dahulu agar tidak
menimbulkan efek bau bagi masyarakat sekitar.
TPA Jomboran telah menampung sampah pasar dan penduduk perkotaan seluruh Klaten
selama kurang lebih 20 tahun. Menurut Kepala Bidang Kebersihan dan Pertamanan DPU
Klaten, TPA Jomboran terancam ditutup karena dinilai sudah tidak mampu lagi menampung
sampah rumah tangga dan industri (Bataviase.co.id). Namun demikian, TPA tersebut sampai
sekarang tetap digunakan lantaran tidak ada TPA lain yang bisa dipakai untuk menampung
sampah-sampah itu. Untuk pengganti TPA Jomboran, pemkab masih menghadapi persoalan,
terutama soal lokasi. Dikarenakan adanya hambatan pada persoalan dana, maka rencana
tersebut terpaksa ditunda hingga jangka waktu yang tidak bisa dipastikan. Sedianya dana
tersebut untuk pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur pendukung TPA baru.
Selain itu, penolakan oleh warga di rencana lokasi baru juga menjadi pertimbangan bagi
Pemerintah Kabupaten Klaten dalam memindahkan lokasi TPA.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diketahui bahwa permasalahan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah di Kabupaten Klaten perlu mendapat perhatian serius, dikarenakan TPA
yang ada saat ini sudah tidak efektif lagi untuk beroperasi. Hal ini tentu akan berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pada kelayakan operasional dari TPA tersebut. Padahal TPA ini merupakan satu-satunya
tempat penampungan sampah-sampah dari Kota Klaten dan pasar-pasar yang tersebar di
seluruh Kabupaten Klaten. Keberadaan TPA Jomboran juga telah membuka lapangan kerja
bagi warga setempat yang bekerja sebagai pemulung dan penampung barang-barang bekas.
Meskipun demikian, kondisi TPA yang dekat dengan aliran sungai cukup mengkhawatirkan
jika dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini dikarenakan pengelolaan TPA Jomboran yang
hanya mengeruk dan menimbunnya dengan sampah baru, tanpa adanya pemilahan sampah
terlebih dahulu. Ditambah lagi kehadiran para pemulung yang merupakan warga setempat
maupun warga sekitar patut menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan aktivitas pemulung yang
dibiarkan saja membakar sampah-sampah untuk mempermudah mereka dalam mengais
barang bekas. Tentu saja aktivitas pembakaran semacam ini dapat menambah pencemaran
yang ditimbulkan oleh sampah-sampah di TPA Jomboran. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat urgenitas pemindahan lokasi TPA Jomboran di Kabupaten Klaten.
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pemerintah Kabupaten
Klaten dalam mempertimbangkan pemindahan lokasi TPA dan bagaimana sistem operasional
pengelolaan yang dapat diterapkan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan-pertanyaan
penelitian yang dapat timbul dari penelitian ini adalah :
a. Bagaimana karakteristik sampah-sampah yang dibuang ke TPA Jomboran?
b. Apakah sistem pengelolaan sampah yang diterapkan sudah optimal?
c. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari keberadaan TPA dan sampah yang
ditampungnya bagi lingkungan setempat?
Dari pertanyaan-pertanyaan penelitian diatas maka rumusan permasalahan dari penelitian ini
adalah :
“Bagaimana tingkat kelayakan operasional TPA Jomboran untuk menampung sampah
Kabupaten Klaten?”
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi kondisi TPA Jomboran sebagai TPA Kabupaten Klaten secara sistem
pengelolaan, sosial dan ekonomi masyarakat, serta fisik lingkungan kawasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
1.3.2. Sasaran Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka dapat dirumuskan sasaran penelitian sebagai
berikut:
a. Menganalisa karakteristik timbulan sampah yang masuk ke TPA Jomboran
b. Menganalisa kondisi eksisting TPA ditinjau dari ambang batas kelayakan parameter
SNI
c. Menganalisa kinerja sistem pengelolaan sampah di TPA Jomboran
d. Menganalisa dampak sampah TPA Jomboran dari segi lingkungan, kesehatan,
sosial, dan ekonomi
1.4. Keluaran Penelitian
Keluaran yang akan dicapai pada penelitian ini adalah tingkat kelayakan operasional TPA
Jomboran Kabupaten Klaten dan masukan bagi pemerintah Kabupaten Klaten untuk
pengambilan sikap dalam menyelesaikan permasalahan TPA Jomboran.
1.5. Urgensi Penelitian
Penelitian tentang kelayakan TPA sampah sangat diperlukan dikarenakan TPA
merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan dan memusnahkan sampah dengan cara
tertentu sehingga dampak negatif yang ditimbulkan kepada lingkungan dapat dihilangkan atau
dikurangi. Oleh karena itu, kelayakan suatu TPA perlu diketahui terkait dengan pengaruh
terhadap tingkat kualitas lingkungan suatu wilayah yang berhubungan erat dengan kehidupan
makhluk hidup didalamnya.
1.6. Posisi Penelitian
Perbandingan penelitian dengan penelitian sejenis yang pernah dilaksanakan, dilakukan
untuk membuktikan posisi dan keaslian penelitian ini.
Tabel 1. 1 Posisi Penelitian
No. Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian
1. Ni Komang Ayu Artiningsih Peran Serta Masyarakat Dalam
Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga
(Studi Kasus Di Sampangan Dan
Jomblang, Kota Semarang
a. Mengetahui gambaran dalam
pengelolaan sampah rumah
tangga berbasis masyarakat
yang telah berlajan di
Kelurahan Sampangan dan
Kelurahan Jomblang besejauh
mana peran serta masyarakat
dalam pengelolaan sampah
rumah tangga beserta
permasalahannya.
b. Menginventarisir tantangan dan
peluang dalam pengelolaan
sampah rumah tangga dan
mengidentifikasi kontribusinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
No. Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian
dalam mengurangi volume
sampah
c. Mengetahui upaya peran serta
masyarakat di Sampangan dan
Jomblang dalam pengelolaan
sampah rumah tangga.
2. Ade Basyarat Kajian Terhadap Penetapan
Lokasi TPA Sampah
Leuwinanggung – Kota Depok
melakukan analisis kritis terhadap
kriteria pemilihan lokasi TPA
sampah berdasarkan SK SNI T-
11-1991-03 untuk megevaluasi
kelayakan lokasi TPA sampah
Leuwinanggung.
3. Mardiana Anggar Kusuma Prediksi Kebutuhan Daya
Tampung (TPA)
Sukosari Jumantono
Karanganyar Pada
Tahun 2015
mengetahui kondisi kelayakan
TPA Sukosari
4. Sulistyowati Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal)
Dalam Pengelolaan Sampah
Kota
(Studi Akses Masyarakat Dalam
Amdal Di Lokasi TPA
Ngronggo Salatiga)
a. Mengetahui analisis mengenai
dampak lingkungan terhadap
sistem pengelolaan sampah di
lokasi TPA Ngronggo
Salatiga.
b. Mengetahui keterlibatan dan
peran serta masyarakat sekitar
lokasi TPA Ngronggo Salatiga
dalam sistem pengelolaan
sampah di TPA yang sesuai
dengan ketentuan analisis
mengenai dampak lingkungan.
c. Mengetahui perlindungan
hukum yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Salatiga
terhadap masyarakat di lokasi
sekitar TPA Ngronggo.
Sumber. Hasil Kajian Peneliti
Peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui tingkat urgenitas pemindahan lokasi TPA
sampah Jomboran Kabupaten Klaten. Sedangkan tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengidentifikasi kesesuaian TPA Jomboran sebagai TPA Kabupaten Klaten secara teknis,
sosial dan fisik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1.7. Kerangka Teori
Gambar 1. 1 Kerangka Teori
Sumber. Hasil Analisis
Kajian Kelayakan Operasional TPA
Jomboran sebagai TPA Kabupaten
Klaten
Karakteristik Sampah
Sumber dan Jenis
Sampah
Penghitungan
Timbulan Sampah
Dampak Keberadaan
Sampah
Tempat Pembuangan
Akhir (TPA)
Persyaratan Umum
TPA
Kriteria Kelayakan
Pemilihan TPA
Sistem Pengelolaan
Sampah
Aspek Teknis
Operasional
Aspek Kelembagaan
Aspek Hukum dan
Peraturan
Aspek Pembiayaan
Aspek Peran Serta
Masyarakat
Lingkungan Fisik
Kesehatan
Sosial Ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1.9. Batasan Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian diperlukan untuk memberikan batasan terhadap penelitian
yang akan dilakukan. Batasn tersebut meliputi :
1.9.1. Batasan ruang lingkup materi
a. Fisik dan Lingkungan
meliputi volume sampah, sumber sampah, jenis sampah, lokasi TPA, kondisi kelayakan
teknis TPA serta dampak bagi lingkungan baik fisik dan kesehatan masyarakat
b. Sosial Ekonomi
meliputi dampak - dampak yang dapat ditimbulkan bagi masyarakat yang tinggal di
sekitarnya baik positif maupun negatif
c. Teknis
meliputi jenis/ tipe pengelolaan sampah pada TPA, mekanisme pengelolaan sampah,
kebijakan yang mengatur, aktor-aktor yang berperan, pembiayaan
1.9.2. Batasan ruang lingkup wilayah
a. Wilayah Makro
Wilayah makro yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten Klaten Provinsi
Jawa Tengah
b. Wilayah Mikro
Wilayah mikro yang digunakan dalam penelitian adalah TPA Jomboran sebagai Tempat
Pembuangan Akhir sampah di Kabupaten Klaten serta lingkungan sekitarnya.
Gambar 1. 2 Peta Administrasi Wilayah Penelitian
Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Table of Contents
BAB I .......................................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................................................3
1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian ...................................................................................................3
1.3.1. Tujuan Penelitian ...................................................................................................................3
1.3.2. Sasaran Penelitian ..................................................................................................................4
1.4. Keluaran Penelitian .....................................................................................................................4
1.5. Urgensi Penelitian ........................................................................................................................4
1.6. Posisi Penelitian ............................................................................................................................4
1.7. Kerangka Teori ............................................................................................................................6
1.9. Batasan Penelitian ........................................................................................................................7
1.9.1. Batasan ruang lingkup materi .................................................................................................7
1.9.2. Batasan ruang lingkup wilayah ..............................................................................................7
Gambar 1. 1 Kerangka Teori 6
Gambar 1. 2 Peta Administrasi Wilayah Penelitian 7
Tabel 1. 1 Posisi Penelitian ............................................................................................................................. 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
KAJIAN TEORI PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN PERKOTAAN
2.1. Timbulan Sampah
2.1.1. Sumber dan Jenis Sampah
Menurut SNI 19-2454-2002 Sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat
terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus
dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan yang
timbul di kota.
Sumber dan jenis sampah menurut Tchobanoglous (1997:51-52) yang dikutip oleh
Ade Basyarat pada tesisnya “kajian terhadap penetapan lokasi TPA sampah Leuwinanggung-
Kota Depok” , sumber sampah dibedakan atas tujuh kategori yaitu permukiman, kawasan
komersial, kawasan perkotaan, kawasan industri, ruang terbuka, lokasi pengolahan dan
kawasan pertanian.
Tabel 2. 1 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah
Sumber Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi Tipe Sampah
Permukiman Tempat tinggal satu keluarga dan banyak,
apartemen kecil, sedang dan besar
Sampah makanan, sampah kering,
sampah debu, dan sampah khusus
Komersial Toko, restoran, pasar, kantor, hotel, motel,
bengkel, fasilitas kesehatan
Sampah makanan, sampah kering, debu
dan sampah berbahaya
Perkotaan Gabungan tempat tinggal dan komersial Sampah gabungan yang berasal dari
permukiman dan komersial
Industri Konstruksi, pabrik, kimia, penyulingan Barang industri rumah tangga, sisa
pengepakan, sisa makanan, industri
konstruksi, sampah berbahaya, debu dan
sampah khusus
Ruang Terbuka Jalan, taman, ruang bermain, pantai, tempat
rekreasi, lorong, tanah kosong
Sampah khusus dan sampah kering
Lokasi Pengolahan Air bersih,air limbah, proses pengolahan industri Limbah pengolahan, buangan endapan
Pertanian Lahan pertanian, ladang dan kebun Sampah tanaman, sampah pertanian,
sampah kering, dan sampah berbahaya
Sumber. Tchnobanoglous (1997:52)
Sedangkan menurut Enri Damanhuri (2011:14) dilihat dari sumbernya, maka sampah
perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota di Indonesia biasanya dikategorikan menjadi
beberapa kelompok yaitu sampah dari kegiatan rumah tangga atau permukiman, pasar,
komersial, perkantoran, hotel dan restoran, industri dan penyapuan jalan dan taman :
a. Sampah kegiatan rumah tangga
Merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah tangga. Dari
kelompok sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa sisa makanan, plastik, kertas,
karton/dos, kain, kaca daun, logam dan kadang-kadang sampah berukuran besar seperti
dahan pohon. Praktis tidak terdapat sampah yang biasa dijumpai di negara industri, seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
mebel, tv bekas, kasur, dll. Kelompoj ini dapat meliputi rumah tinggal yang ditempati oleh
sebuah keluarga, atau sekelompok rumah yang berada dalam suatu kawasan permukiman ,
maupun unit rumah tinggal yang berupa rumah susun. Dari rumah tinggal juga dapat
dihasilkan sampah golongan B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti misalnya : baterei,
lampu TL, sisa obat-obatan, oli bekas, dll.
b. Sampah pasar
Sampah yang berasal dari kegiatan pasar tradisional, umumnya terdiri dari sisa sayur
mayur, tulang dan sisa makanan mentah lainnya.
c. Sampah kegiatan komersial
Sumber sampah dari kelompok ini berasal dari pertokoan, pusat perdagangan, pasar,
hotel, dll. Dari sumber ini umumnya dihasilkan sampah berupa kertas, plastik, kayu, kaca,
logam, dan juga sisa makanan. Khusus dari pasar tradisional, banyak dihasilkan sisa sayur,
buah, makanan yang mudah membusuk. Secara umum sampah dari sumber ini adalah
mirip dengan sampah domestik tetapi dengan persen komposisi yang berbeda.
d. Sampah dari kegiatan perkantoran
Sumber sampah dari kelompok ini meliputi perkantoran, sekolah, rumah sakit, lembaga
pemasyarakatan, dll. Dari sumber ini potensial dihasilkan sampah seperti halnya dari
daerah komersial non pasar. Jenis sampahnya umumnya kertas.
e. Sampah dari hotel dan restoran
Sampah dari kegiatan ini umumnya adalah sisa sayur mayur mentah, daging/ ikan, serta
sisa makanan matang lainnya
f. Sampah dari industri
Kegiatan umum dalam lingkungan industri dan rumah sakit tetap menghasilkan sampah
sejenis sampah domestik seperti sisa makanan, kertas, plastik, dll. Yang perlu mendapat
perhatian adalah bagaimana agar sampah yang tidak sejenis sampah kota tersebut tidak
masuk dalam sistem pengelolaan sampah kota.
g. Sampah dari penyapuan jalan dan taman
Sumber sampah dari kelompok ini dapat berupa jalan kota, taman, tempat parkir, tempat
rekreasi, saluran drainase kota dan fasilitas umum lainnya. Dari daerah ini umumnya
dihasilkan sampah berupa daun/ dahan pohon, pasir, sampah umum dari pejalan kaki atau
pengguna fasilitas seperti pembungkus plastik, kertas dan karton. Kadang dimasukkan pula
sampah dari sungai atau drainase air hujan yang cukup banyak dijumpai. Sampah dari
masing-masing sumber tersebut dapat dikatakan mempunyai karakteristik yang khas sesuai
dengan besaran dan variasi aktivitasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Sedangkan untuk penggolongan limbah padat berdasarkan cara penanganan dan
pengolahannya, yaitu:
Tabel 2. 2 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah
No. Jenis Contoh
1 Komponen mudah membusuk (putrescible) dari kegiatan
sehari-hari rumah tangga
sisa makanan, sayuran, buah-buahan dan lain-lain
2 Komponen bervolume besar dan mudah terbakar (bulky
combustible)
kayu, kertas, kain plastik, karet, kulit, dan lain-lain
3 Komponen bervolume besar dan sulit terbakar (bulky
noncombustible)
logam, mineral, dan lain-lain
4 Komponen bervolume kecil dan mudah terbakar (small
combustible)
-
5 Komponen bervolume kecil dan sulit terbakar (small
noncombustible)
-
6 Wadah bekas botol, drum dan lain-lain
7 Lumpur baik organik maupun non organik -
8 Puing bangunan -
9 Kendaraan tak terpakai -
10 Sampah radioaktif -
Sumber. Enri Damanhuri (2011)
Banyak cara untuk mengidentifikasi limbah dengan tujuan utama untuk mengevaluasi resiko
yang mungkin ditimbulkan dan untuk mengevaluasi cara penanganannya. Menurut
Damanhuri (1994) setidaknya ada 5 (lima) kelompok bagaimana limbah terbentuk:
Limbah yang berasal dari bahan baku yang tidak mengalami perubahan komposisi baik
secara kimia maupun logis. Mekanisme transformasi yang terjadi fisis semata seperti
pemotongan, penggergajian, pengecatan, dan sebagainya. Limbah kategori ini sangat
cocok untuk dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku. Sampah kota banyak termasuk
dalam kategori ini.
Limbah yang terbentuk akibat hasil samping dari sebuah proses kimia, fisika, dan
biologis, atau karena kesalahan ataupun ketidakoptimuman proses yang berlangsung.
Limbah yang dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda dar bahan baku semula. Limbah
ini ada yang dapat menjadi bahan baku bagi industri lain atau sama sekali tidak dapat
dimanfaatkan. Usaha modifikasi proses akan mengurangi terbentuknya limbah jenis ini.
Limbah yang terbentuk akibat penggunaan bahan baku sekunder, misalnya pelarut atau
pelumas,. Bahan baku sekunder ini tidak ikut dalam reaksi proses pembentukan produk.
Limbah ini kadangkala sangat berarti dari sudut kuantitas dan merupakan sumber utama
dari industrial waste water. Teknik daur ulang ataupun penghematan penggunaan bahan
baku sekunder banyak diterapkan dalam menanggulanginya.
Limbah yang berasal dari hasil samping proses pengolahan limbah. Pada dasarnya semua
pengolah limbah tidak dapat mentransfer limbah menjadi 100% non limbah. Ada produk
samping yang harus ditangani lebih lanjut, baik berupa partikulat, gas, dan abu (misalnya
dari insenerator), lumpur (misalnya dari unit pengolah limbah cair) atau bahkan limbah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
cair (misalnya dari lindi sebuah lahan urug). Limbah yang berasal dari bahan samping
pemasaran produk industri, misalnya kertas, plastik, kayu, logam, drum, kontainer,
tabung kosong, dan sebagainya. Limbah jenis ini dapat dimanfaatkan kembali sesuai
fungsinya semula atau diolah terlebih dahulu agar menjadi produk baru. Sampah kota
banyak terdapat dalam kategori ini.
Menurut Damanhuri (2011: 18-19), komposisi dan sifat-sifat sampah menggambarkan
keanekaragaman aktivitas manusia. Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah
dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Sampah yang dapat membusuk (garbage)
Sampah jenis ini yaitu sampah dengan mudah terdekomposisi karena aktivitas
mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik dalam
pengumpulan, pembuangan,maupun pengangkutannya. Pembusukan sampah ini dapat
menghasilkan bau tidak enak, seperti amoniak dan asam-asam volatil lainnya. Selain itu
dihasilkan pula gas gas hasil dekomposisi seperti gas metan dan sejenisnya yang dapat
membahayakan keselamatan bila tidak ditangani secara baik.
b. Sampah yang tidak membusuk (refuse)
Pada umumnya terdiri atas bahan-bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca dan lainnya.
Sampah jenis ini sebaiknya didaur ulang, apabila tidak maka diperlukan proses lain untuk
memusnahkannya, seperti pembakaran. Namun pembakaran refuse ini juga memerlukan
penanganan lebih lanjut dan berpotensi sebagai sumber pencemaran udara yang bermasalah,
khususnya bila mengandung plastik.
c. Sampah yang berupa debu dan abu
Abu/ debu di negara beriklim tropis seperti Indonesia, banyak berasal dari penyapuan
jalan-jalan umum. Selama tidak mengandung zat beracun, abu tidak terlalu berbahaya
terhadap lingkungan dan masyarakat. Namun, abu yang berukuran < 10 µm dapat memasuki
saluran pernafasan dan menyebabkan penyakit pneumoconiosis.
d. Sampah berbahaya
Adalah semua sampah yang mengandung bahan beracun bagi manusia, flora dan fauna.
Sampah ini pada umumnya terdiri atas zat kimia organik maupun anorganik serta logam-
logam berat, yang kebanyakan merupakan buangan industri. Sampah jenis ini sebaiknya
dikelola oleh suatu badan yang berwenang dan dikembalikan ke lingkungan sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Sampah jenis ini tidak dapat dicampurkan dengan sampah kota biasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2.1.2. Penghitungan Timbulan Sampah
Menurut SNI 19-3983-1995 tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan
kota sedang di Indonesia, besaran timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen
sumber sampah adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 3 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah
No Komponen Sumber Sampah Satuan Volume
(Liter)
Berat (Kg)
1 Rumah permanen Per orang/hari 2,25 - 2,50 0,350 – 0,400
2 Rumah semi permanen Per orang/hari 2,00 - 2,25 0,300 – 0,350
3 Rumah non permanen Per orang/hari 1,75 – 2,00 0,250 – 0,300
4 Kantor Per pegawai/hari 0,50 – 0,75 0,025 – 0,100
5 Toko/ Ruko Per petugas/hari 2,50 – 3,00 0,150 – 0,350
6 Sekolah Per murid/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,020
7 Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,020 – 0,100
8 Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,050
9 Jalan lokal Per meter/hari 0,05 – 0,1 0,005 – 0,025
10 Pasar Per meter2/hari 0,20 – 0,60 0,1 – 0,3
Sumber. SNI 19-3983-1995
Sedangkan besaran timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota adalah sebagai berikut :
Tabel 2. 4 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah
No Klasifikasi Kota
Satuan
Volume
(L/orang/hari)
Berat
(KC/orang/hari)
1 Kota Sedang 2,75 – 2,35 0,70 – 0,80
2 Kota Kecil 2,5 – 2,75 0,625 – 0,70
Sumber. SNI 19-3983-1995
2.1.3. Dampak Keberadaan Sampah
Sampah padat yang tertumpuk banyak tidak dapat teruraikan dalam waktu yang lama
akan mencemarkan tanah. Yang dikategorikan sampah disini adalah bahan yang tidak dipakai
lagi karena telah diambil bagian-bagian utamanya dengan pengolahan menjadi bagian yang
tidak disukai dan secara ekonomi tidak ada harganya. Menurut Gelbert dkk (1996) ada tiga
dampak sampah terhadap manusia dan lingkungan yaitu:
a. Dampak Terhadap Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak
terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organism dan menarik bagi berbagai
binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya
kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
- Penyebaran penyakit diare, kolera, tifus karena virus yang berasal dari sampah dengan
pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah dapat juga
meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
- Penyebaran penyakit melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit
yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelum masuk kedalam
pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/ sampah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
- Penyebaran penyakit jamur (misalnya jamur kulit)
b. Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk kedalam drainase atau sungai akan mencemari air.
Berbagai organism termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini
mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke
dalam air akan menghasilkan asam organic dan gas cair organic, seperti metana. Selain berbau
kurang sedap, gas ini pada konsentrasi tinggi dapat meledak.
c. Dampak Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
- Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan (untuk mengobati ke
rumah sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas).
- Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai,
seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika sarana penampungan
sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya dijalan.
Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih dibersihkn dan diperbaiki.
- Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk
karena sampah bertebaran dimana-mana.
- Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
- Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan
dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.
2.2. Sistem Pengelolaan Sampah
Sistem pengolahan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5 (lima)
aspek/ komponen yang saling mendukung dimana antara satu dengan lainnya saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan (SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan).
2.2.1. Aspek Teknik Operasional
Aspek teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar-dasar
perencanaan untuk kegiatan-kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah,
pengangkutan sampah, pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir.
1. Penampungan Sampah/ Pewadahan
Proses awal dalam pengelolaan sampah terkait langsung dengan sumber sampah adalah
penampungan. Penampungan sampah adalah suatu cara penampungan sebelum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke TPA. Tujuannya adalah
menghindari agar sampah tidak berserakan sehingga tidak mengganggu lingkungan. Pola
pewadahan sampah dapat dibagi menjadi komunal dan individual. Pewadahan dimulai
dengan pemilahan baik untuk pewadahan individual maupun komunal sesuai dengan
pengelompokkan pengelolaan sampah (SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik
operasional pengelolaan sampah perkotaan).
Bahan wadah yang dipersyaratkan sesuai Standar Nasional Indonesia adalah tidak mudah
rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat oleh masyarakat dan mudah dikosongkan.
2. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat
penampungan/ pewadahan sampai ke tempat pembuangan sementara. Pola pengumpulan
sampah pada dasarnya dikelompokkan dalam 2 yaitu pola individual dan pola komunal
(SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan):
a. Pola Individual
Proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah (tong) kemudian diangkut
langsung maupun melalui gerobak/ kontainer sebelum dibuang ke TPA dengan dump
truck.
Langsung
Tidak Langsung
b. Pola Komunal
Pengumpulan sampah dilakukan oleh penghasil sampah ke tempat penampungan
sampah komunal (TPS) yang telah disediakan atau ke truk sampah yang menangani titik
pengumpulan kemudian diangkut ke TPA dengan dump truck atau untuk pola tidak
langsung dengan ditampung dalam container melalui grobak sampah terlebih dahulu.
Langsung
Tidak Langsung
Tong
(sumber)
Gerobak/
Container
Dump
Truck
TPA
Tong
(sumber)
Dump Truck TPA
Wadah komunal
(sumber)
Gerobak/
becak
Container Dump Truck TPA
Wadah
komunal
(sumber)
Gerobak/
becak
Dump
Truck
TPA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
3. Pemindahan Sampah
Proses pemindahan sampah adalah memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam
alat pengangkutan untuk dibawa ke tempat pembuangan akhir. Tempat yang digunakan
untuk pemindahan sampah yang dilengkapi dengan container pengangkut. Cara
pemindahan dapat terbagi menjadi tiga yaitu manual, mekanis maupun gabungan
keduanya (SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik operasional pengelolaan sampah
perkotaan).
4. Pengangkutan Sampah
Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat
penampungan sementara/ kontainer atau dari tempat sumber sampah ke tempat
pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem
pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck
container tertentu yang dilengkapi alat pengepres. Banyak cara yang dilakukan dalam
sistem pengangkutan sampah seperti dengan pengosongan container maupun dengan
sistem container tetap (SNI 19-2454-2002 tentang tata cara teknik operasional
pengelolaan sampah perkotaan).
5. Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir merupakan tempat yang disediakan untuk membuang sampah dari
semua hasil pengangkutan sampah untuk diolah lebih lanjut. Prinsip pembuangan akhir
adalah memusnahkan sampah domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat
pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan sampah. Menurut SNI 19-2454-2002
tentang teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan, secara umum teknologi
pengolahan sampah dibedakan menjadi 3 (tiga) metode yaitu :
a. Open Dumping
Metode ini merupakan sistem pengolahan sampah dengan hanya membuang/
menimbun sampah di suatu tempat tanpa ada perlakuan khusus atau sistem pengolahan
yang benar, sehingga sistem open dumping menimbulkan gangguan pencemaran
lingkungan seperti perkembangan vektor penyakit, bau, pencemaran air permukaan dan
air tanah serta rentan terhadap bahaya kebakaran dan longsor. Open Dumping
menggunakan pola menghamparkan sampah di lahan terbuka tanpa dilakukan penutupan
lagi dengan tanah. Metoda Open Dumping dapat menimbulkan keresahan terhadap
masyarakat yang ada di sekitarnya, selain juga telah mengganggu keindahan kota.
Kekurangan sistem open dumping (Gelbert,dkk:1996) antara lain :
Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan untuk tujuan
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat mencemari sumber
air.
Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan zat-zat atau
polutan sampah.
Penyumbatan badan air.
Merupakan tempat yang menarik bagi berbagai binatang (tikus, anjing liar).
Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme penyebar penyakit.
Gas yang dihasilkan dalam proses penguraian akan terperangkap di dalam tumpukan
sampah dapat menimbulkan ledakan jika mencapai kadar dan tekanan tertentu.
b. Controlled Landfill
Metode controlled landfill adalan sistem open dumping yang diperbaiki yang
merupakan sistem pengalihan open dumping dan sanitary landfill yaitu dengan penutupan
sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh yang dipadatkan atau setelah
mencapai periode tertentu.
c. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah proses pengisolasian sampah dari lingkungan sekitar sampai
diketahui tingkat bahayanya melalui proses biologi, kimia, dan fisik. Hal ini merupakan
pembuangan limbah yang terkontrol untuk mengurangi paparan dampak yang merugikan
bagi manusia dan lingkungan (Technical SWM Guideline of Nepal). Metode ini dilakukan
dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai
lapisan penutup. Pekerjaan pelapisan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam
operasi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sanitary landfill , yaitu:
Semua landfill adalah warisan bagi generasi mendatang.
Memerlukan lahan yang luas.
Penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan harus memperhatikan dampak
lingkungan.
Aspek sosial harus mendapat perhatian.
Harus dipersiapkan instalasi drainase dan sistem pengumpulan gas.
Kebocoran ke dalam sumber air tidak dapat ditolerir (kontaminasi dengan zat-zat
beracun).
Memerlukan pemantauan yang terus menerus.
Sedangkan menurut UN Habitat yang dikutip dari course book IUTC Training
Programme: 2010, Toward Zero Waste City tipe-tipe Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
dapat dibagi sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
a. Anaerobic
Tipe ini banyak ditemukan di negara-negara Asia. Keberadaan limbah dapat
menurunkan kualitas udara (oksigen) di sekitarnya. Peningkatan lindi (leachate) dan gas
metan sangat tinggi.
b. Aerobic
Tipe aerobic saat ini mulai popular di negara-negara berkembang. Keberadaan
limbah tidak terlalu mempengaruhi kualitas udara sekitar. Peningkatan lindi dan gas
metan cukup rendah.
c. Semi-aerobic
Tipe ini merupakan gabungan aerobic dan anaerobic. Pipa pengumpul lindi
terhubung ke lubang gas untuk sirkulasi udara dalam limbah. Selain ketiganya, ada
metode lain dalam pengelolaan sampah (Gelbert, dkk:1996) antara lain:
- Pembakaran (incinerating)
Sampah padat dibakar di dalam insinerator. Hasil pembakaran adalah gas dan residu
pembakaran.Penurunan volume sampah padat hasil pembakaran dapat mencapai 70%.
Cara ini relatif lebih mahal dibanding dengan sanitary landfill, yaitu sekitar tiga kali
lipatnya. Kelebihan sistem pembakaran ini adalah:
Membutuhkan lahan yang relatif kecil dibanding sanitary landfill.
Dapat dibangun di dekat lokasi industri.
Residu hasil pembakaran relatif stabil dan hampir semuanya bersifat anorganik.
Dapat digunakan sebagai sumber energi, baik untuk pembangkit uap, air panas,
listrik danpencairan logam.
Kekurangannya terletak pada mahalnya investasi, tenaga kerja, biaya perbaikan dan
pemeliharaan,serta masih membuang residu, juga menghasilkan gas. Secara umum
proses pembakaran di dalam insinerator yaitu sampah yang dapat dibakar dimasukkan
di dalam tempat penyimpan atau penyuplai. Berikutnya, sampah diatur sehingga rata
lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar. Hasil pembakaran berupa abu, selanjutnya
dapat dimanfaatkan sebagai penutup sampahpada landfill. Sedangkan hasil berupa gas
akan dialirkan melalui cerobong yang dilengkapi dengan scrubber atau ditampung untuk
dimanfaatkan sebagai pembangkit energi.
- Pengomposan (composting)
Pengkomposan merupakan upaya pengolahan sampah, sekaligus usaha mendapatkan
bahan-bahan kompos yang dapat menyuburkan tanah. Sistem ini mempunyai prinsip
dasar mengurangi atau mendegradasi bahan-bahan organik secara terkontrol menjadi
bahan-bahan anorganik dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Mikroorganisme yang berperan dalam pengolahan ini dapat berupa bakteri, jamur,
khamir juga insekta dan cacing. Agar pertumbuhan mikoorganisme optimum maka
diperlukan beberapa kondisi, diantaranya campuran yang seimbang dari berbagai
komponen karbon dan nitrogen, suhu, kelembaban udara (tidak terlalu basah dan tidak
terlalu kering), dan cukup kandungan oksigen (aerasi baik). Sistem pengkomposan ini
mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
Merupakan jenis pupuk yang ekologis dan tidak merusak lingkungan.
Bahan yang dipakai tersedia, tidak perlu membeli.
Masyarakat dapat membuatnya sendiri, tidak memerlukan peralatan dan instalasi
yang mahal.
Unsur hara dalam pupuk kompos ini bertahan lama jika dibanding dengan pupuk
buatan
2.2.2. Aspek Kelembagaan
Organisasi dan manajemen merupakan suatu kegiatan yang multidisiplin yang
bertumpu pada prinsip teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial,
budaya, dan kondisi fisik wilayah kota dan memperhatikan pihak yang dilayani yaitu
masyarakat kota. Perancangan dan pemilihan organisasi disesuaikan dengan peraturan
pemerintah yang membinanya, pola sistem operasional yang ditetapkan, kapasitas kerja
sistem dan lingkup tugas pokok dan fungsi yang harus ditangani (Rahardyan dan Widagdo,
2005). Menurut Syafrudin dan Priyambada (2001), bentuk kelembagaan pengelola sampah
disesuaikan dengan kategori kota. Adapun bentuk kelembagaan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kota raya dan kota besar (jumlah penduduk > 500.000 jiwa) bentuk lembaga pengelola
sampah yang dianjurkan berupa dinas sendiri.
2. Kota sedang 1 (jumlah penduduk 250.000 – 500.000 jiwa) atau ibukota propinsi bentuk
lembaga pengelola sampah yang dianjurkan berupa dinas sendiri
3. Kota sedang 2 (jumlah penduduk 100.000 – 250.000 jiwa) atau kota/kotif bentuk lembaga
yang dianjurkan berupa dinas/ suku dinas/ UPTD Dinas Pekerjaan Umum atau seksi pada
Dinas Pekerjaan Umum.
4. Kota kecil (jumlah penduduk 20.000 – 100.000 jiwa) atau kota kotif bentuk lembaga
pengelolaan sampah yang dianjurkan berupa dinas/ suku dinas/ UPTD, Dinas Pekerjaan
Umum atau seksi pada Dinas Pekerjaan Umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
2.2.3. Aspek Hukum dan Peraturan
Hukum dan peraturan didasarkan atas kenyataan bahwa Negara Indonesia adalah
Negara hukum, dimana sendi-sendi kehidupan bertumpu pada hukum yang berlaku.
Manajemen persampahan kota di Indonesia membutuhkan kekuatan dan dasar hukum, seperti
dalam pembentukan organisasi, pemungutan retribusi, keterlibatan masyarakat.
2.2.4. Aspek Pembiayaan
Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar pada roda sistem pengelolaan
persampahan di kota tersebut dapat bergerak dengan lancar. Sistem pengolahan persampahan
di Indonesia lebih diarahkan ke sistem pembiayaan sendiri termasuk membentuk perusahaan
daerah. Masalah umum yang sering dijumpai dalam sub sistem pembiayaan adalah retribusi
yang terkumpul sangat terbatas dan tidak sebanding dengan biaya operasional, dana
pembangunan daerah berdasarkan skala prioritas, kewenangan dan struktur organisasi yang
ada tidak berhak mengelola dana snediri dan penyusunan tariff retribusi tidak didasarkan
metode yang benar. Menurut Rahryan dan Widagdo (2005) peraturan yang dibutuhkan dalam
sistem pengelolaan sampah di perkotaan antara lain adalah mengatur tentang:
1. Ketertiban umum yang terkait dengan penanganan sampah
2. Rencana induk pengelolaan sampah kota
3. Bentuk lembaga organisasi pengelolaan
4. Tata cara penyelenggaraan pengelolaan
5. Tarif jasa pelayanan atau retribusi
Kerjasama dengan berbagai pihak terkait, diantaranya kerjasama antar daerah atau kerjasama
dengan pihak swasta.
2.2.5. Aspek Peran serta Masyarakat
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan masyarakat
untuk membantu keberhasilan program pengembangan pengelolaan sampah sesuai dengan
kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Tanpa adanya
peran serta masyarakat semua program pengelolaan persampahan yang direncanakan akan
sia-sia. Salah satu pendekatan masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam
keberhasilan adalah membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program
persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib,
lancar dan merata, merubah kebiasaan masyarakat dalam pengelolaan sampah yang kurang
baik dan faktor faktor social, struktur dan budaya setempat (Wibowo dan Djajawinata, 2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Menurut Hadi (1995:75) dari segi kualitas, partisipasi atau peran serta masyarakat penting
sebagai :
1. Input atau masukan dalam rangka pengambilan keputusan/ kebijakan
2. Strategi untuk memperoleh dukungan dari masyarakat sehingga kredibilitas dalam
mengambil suatu keputusan akan lebih baik
3. Komunikasi bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab untuk menampung pendapat,
aspirasi dan concern masyarakat
Media pemecahan masalah untuk mengurangi ketegangan dana memecahkan konflik untuk
memperoleh konsensus.
2.3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
2.3.1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)
Menurut SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA, Tempat
Pembuangan Akhir Sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan
akhir sampah berupa tempat yang digunakan mengkarantinakan sampah kota secara aman.
Kriteria lokasi TPA harus memenuhi persyaratan/ ketentuan hukum, pengelolaan lingkungan
hidup dengan AMDAL serta tata ruang yang ada.
2.3.2. Persyaratan Umum Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)
Persyaratan umum lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) yang dikutip dari tesis Ade
Basyarat : 2006, “Kajian terhadap penetapan lokasi TPA sampah Leuwinanggung-Kota
Depok” adalah sebagai berikut:
a. Sudah tercakup dalam perencanaan tata ruang kota dan daerah
b. Jenis tanah kedap air
c. Daerah yang tidak produktif untuk pertanian
d. Dapat dipakai minimal untuk 5-10 tahun
e. Tidak membahayakan/ mencemarkan sumber air
f. Jarak dari daerah pusat pelayanan maksimal 10 km
g. Daerah yang bebas banjir
Menurut UN Habitat yang dikutip dari course book IUTC Training Programme: 2010,
Toward Zero Waste City persyaratan mendasar tempat pembuangan akhir (TPA) adalah
sebagai berikut:
a. Pengumpul dan pengolah lindi
b. Pemadatan limbah
c. Penutupan limbah harian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
d. Kontrol dan pencegahan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat
e. Weighing bridge
f. Akses jalan masuk dan lahan parkir
g. Zona bongkaran limbah
h. Liners
i. Pipa saluran gas
j. Zona penyangga
k. Pagar
Sedangkan untuk mengetahui kebutuhan lahan TPA per tahun pada kutipan tesis Ade
Basyarat (2006), kajian terhadap penetapan lokasi TPA sampah Leuwinanggung – Kota
Depok dapat menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Dimana :
L = Luas lahan yang dibutuhkan setiap tahun (m²)
V = Volume sampah yang telah dipadatkan (m³/hari)
V = A x E
A = Volume sampah yang akan dibuang
E = Tingkat pemadatan (kg/m³), rata-rata 600 kg/m³
T = Ketinggian timbunan yang direncanakan (m), 15% rasio tanah penutup
Sedangkan kebutuhan luas lahan adalah:
Dimana :
H = Luas total lahan (m²)
L = Luas lahan setahun
I = Umur lahan (tahun)
J = Rasio luas lahan total dengan luas lahan efektif sebesar 1,2
2.3.2. Kriteria Kelayakan Pemilihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Kelayakan lokasi suatu TPA menurut SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan
lokasi TPA dapat dilihat sebagai berikut:
a. Kriteria Regional
Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak
layak sebagai berikut :
1) Kondisi geologi
a. tidak berlokasi di zona holocene fault/ patahan
𝑳 =𝑽 𝒙 𝟑𝟎𝟎
𝑻 𝒙 𝟎,𝟕𝟎 𝒙 𝟏,𝟏𝟓
H = L x I x J
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b. tidak boleh di zona bahaya geologi
2) Kondisi hidrogeologi
a. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter
b. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6
cm/det
c. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran
d. dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka
harus diadakan masukan teknologi
3) kemiringan zona harus kurang dari 20 %
4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo
jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
5) tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25
tahun
b. Kriteria Penyisih
Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu
terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut ;
1) Iklim
a. hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b. angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makin baik
2) utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
3) lingkungan biologis
a. habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik
b. daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik
4) ketersediaan tanah
a. produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi
b. kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai
lebih baik
c. ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih
baik
d. status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik.
5) Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
6) batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik
7) Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
8) Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
9) estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
10) ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin
baik
c. Kriteria Penetapan
Kriteria penetapan digunakan oleh instansi berwenang untuk menyetujui dan
menetapkan lokasi terpilih sesuai kebijakan setempat
d. Parameter Scoring SK SNI T-11-1991-03
Menurut Enri Damanhuri (2011) tahapan dalam proses pemilihan lokasi TPA adalah
menentukan satu atau dua lokais terbaik dari daftar lokasi yang dianggap potensial. Biasanya
hal ini dilakukan dengan cara pembobotan. Tata cara yang paling sederhana yang dilakukan
di Indonesia adalah melalui SNI 19-3241-1994 (sebelumnya SNI T-11-1991-03, tidak ada
perbedaan dengan versi 1994) yaitu tentang tata cara pemilihan lokasi TPA. Cara ini
ditujukan agar daerah (kota kecil/ sedang) dapat memilih sitenya sendiri secara mudah tanpa
melibatkan tenaga ahli dari luar seperti konsultan. Data yang dibutuhkan hendaknya cukup
akurat agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip yang digunakan adalah dengan
menyajikan parameter-parameter yang dianggap dapat berpengaruh dalam aplikasi
landfilling, seperti:
Parameter umum : batas administrasi, status kepemilikan lahan, kapasitas lahan, pola
partisipasi masyarakat
Parameter fisika tanah : permeabilitas tanah, kedalaman akuifer, sistem aliran air tanah,
pemanfaatan air tanah, ketersediaan tanah penutup
Parameter fisik lingkungan fisik: bahaya banjir, intensitas hujan, jalan akses, lokasi site,
tata guna tanah, kondisi site, diversitas habitat, kebisingan dan bau dan permasalahan
etika
Masing-masing parameter ini ditentukan bobot skala pentingnya dengan besaran 3
sampai 5. Masing-masing parameter tersebut diuraikan lebih lanjut kriteria pembatasnya
dengan menggunakan penilaian antara 0 -10. Menurut Ade Basyarat (2006), proses
perhitungan skor dengan pemberian nilai pada masing masing kriteria pembatasnya sesuai
dengan tingkat pengaruhnya terhadap kelayakan lokasi TPA sampah dengan cara
menjumlahkan nilai. Selanjutnya dari hasil penjumlahan tersebut dilakukan penggolongan 3
(tiga) kategori tingkat ektivitas parameter (layak, layak dipertimbangkan dan tidak layak)
berdasarkan lebar interval kelas. Nilai interval kelas dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
I = R/ N
Dimana :
I : lebar inteval
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
R : rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil
N : banyak kelas interval, dicari dengan menggunakan aturan Sturges, yaitu :
1 + 3,3 log n
2.3.3. Permasalahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Biaya pemusnahan sampah yang relatif tinggi menyebabkan meningkatnya
penggunaan metoda pembuangan sampah dengan sistem open dumping baik resmi maupun
tidak resmi. Hal ini dikarenakan sistem ini diyakini relatif lebih rendah dibandingkan dengan
metode pembuangan lainnya. Pembuangan dengan sistem open dumping dapat menimbulkan
beberapa dampak negatip terhadap lingkungan. Pada penimbunan dengan sistem anarobik
landfill akan timbul leachate di dalam lapisan timbunan dan akan merembes ke dalam lapisan
tanah di bawahnya. Leachate ini sangat merusak dan dapat menimbulkan bau tidak enak
(Sidik, et al, 1985).
2.4. Resume Kajian Teori
Tabel 2. 5 Resume Kajian Teori Penelitian
No. Teori Sumber/ Penulis Variabel
1 - Sumber dan jenis sampah dibedakan atas tujuh kategori
yaitu permukiman, kawasan komersil, kawasan
perkotaan, kawasan industri, ruang terbuka, lokasi
pengolahan dan kawasan pertanian
- Jenis sampah seperti sampah makanan, sampah kering,
sampah debu, sampah berbahaya, sampah industri
konstruksi, sampah industri rumah tangga,
sampahlimbah pengolahan, sampah tanaman, sampah
pertanian, dll
Tchobanoglous (1997)
dikutip oleh Ade Basyarat
dalam tesis “Kajian
terhadap penetapan lokasi
TPA sampah”
- Sumber Sampah
- Komposisi/ Sifat
sampah
2 - Sampah bila dilihat dari sumbernya, maka sampah
perkotaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota di
Indonesia biasanya dikategorikan menjadi beberapa
kelompok, yaitu sampah dari kegiatan (a) rumah tangga
atau permukiman, (b) pasar, (c) komersial, (d)
perkantoran, (e) hotel dan restoran, (f) industri, dan (g)
penyapuan jalan dan taman.
“Teknologi Pengelolaan
Sampah”,Eri Damanhuri
(2011)
3 - Komposisi dan sifat-sifat sampah menggambarkan
keanekaragaman aktivitas manusia. Berdasarkan sifat-
sifat biologis dan kimianya, sampah dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti
sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah pasar,
sampah pertanian, dan lain-lain
b. Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti
plastik, kertas, gelas, logam, kaca, dan sebagainya
c. Sampah yang berupa debu dan abu
d. Sampah berbahaya
Adalah semua sampah yang mengandung bahan
beracun bagi manusia, flora dan fauna.
“Teknologi Pengelolaan
Sampah”,Eri Damanhuri
(2011)
4 - Dampak keberadaan sampah terhadap manusia dan
lingkungan dapat terbagi menjadi tiga yaitu pada
kesehatan, lingkungan, dan sosial ekonomi.
- Dampak kesehatan seperti menimbulkan berbagai
penyakit.
- Dampak terhadap lingkungan seperti pencemaran dan
perubahan ekosistem. Selain itu adanya gas metana yang
dihasilkan dari sampah dapat meledak pada konsenstrasi
Konsep Pendidikan
Lingkungan
Hidup dan ” Wall Chart ”
Buku Panduan Pendidikan
Lingkungan Hidup, Gelbert
M, Prihanto dan Suprihatin
- Dampak Fisik
Lingkungan
- Dampak
Kesehatan
- Dampak
Ekonomi
- Dampak Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
No. Teori Sumber/ Penulis Variabel
tinggi
- Dampak terhadap sosial ekonomi yaitu pada
kepariwisataan, dampak bagi fasilitas pelayanan umum,
dll. Tingginya pembiayaan untuk kesehatan masyarakat
dapat diakibatkan oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai
5 - Perhitungan scoring kelayakan lokasi TPA Sampah dapat
dilihat dari 5 parameter yaitu lokasi TPA, lingkungan
fisik, tranportasi, pengelolaan TPA, masyarakat.
- Variabel lokasi TPA meliputi batas administrasi,
kepemilikan atas lahan, jumlah pemilik lahan dan
kapasitas lahan
- Variabel lingkungan fisik meliputi kondisi tanah, bahaya
banjir, intensitas hujan, tata guna tanah, keberadaan
daerah lindung, kondisi lahan pertanian, habitat biologis
- Variabel transportasi meliputi akses jalan menuju lokasi,
jalan masuk, transportasi sampah, lalu lintas.
- Variabel pengelolaan TPA meliputi kebisingan dan bau,
serta estetika
- Variabel masyarakat meliputi partisipasi masyarakat
SK SNI T-11-1991-03
tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi
Tempat
Pembuangan Akhir Sampah
- Lokasi TPA
- Lingkungan fisik
TPA
- Transportasi
- Pengelolaan
TPA
- Masyarakat
6 - Aspek teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan
meliputi dasar-dasar perencanaan untuk kegiatan-
kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah,
pengangkutan sampah, pengelolaan sampah di tempat
pembuangan akhir
- Prinsip pembuangan akhir adalah memusnahkan sampah
domestik di suatu lokasi pembuangan akhir. Jadi tempat
pembuangan akhir merupakan tempat pengolahan
sampah.
- Secara umum teknologi pengolahan sampah dibedakan
menjadi 3 (tiga) metode yaitu : open dumping, controlled
landfill, sanitary landfill
- Pembiayaan merupakan sumber daya penggerak agar
pada roda sistem pengelolaan persampahan di kota
tersebut dapat bergerak dengan lancar. Masalah umum
yang sering dijumpai dalam sub sistem pembiayaan
adalah retribusi yang terkumpul sangat terbatas dan
tidak sebanding dengan biaya operasional, dana
pembangunan daerah berdasarkan skala prioritas,
kewenangan dan struktur organisasi yang ada tidak
berhak mengelola dana snediri dan penyusunan tariff
retribusi tidak didasarkan metode yang benar.
SNI 19-2454-2002 tentang
teknik operasional
pengelolaan sampah
perkotaan
- Aspek Teknis
Operasional
- Aspek
Kelembagaan
- Aspek Hukum
dan Peraturan
- Aspek
Pembiayaan
- Aspek Peran
Serta
Masyarakat
7 - Selain teknologi pengolahan sampah seperti Open
Dumping, Controlled Landfill, Sanitary Landfill, juga
disebutkan metode pengolahan lain seperti incenerating
(pembakaran), pengomposan
- Disebutkan juga kekurangan pada metode open dumping
terkait dengan dampak bagi lingkungan sekitarnya
- Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
penerapan metode sanitary landfill terkait dengan teknis,
fisik lingkungan, dan sosial
- Pada buku ini disebutkan pula apa saja kelebihan dan
kekurangan pada metode incenerating dan
pengkomposan terkait dengan operasionalnya.
Konsep Pendidikan
Lingkungan
Hidup dan ” Wall Chart ”
Buku Panduan Pendidikan
Lingkungan Hidup, Gelbert
M, Prihanto dan Suprihatin
Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Contents
BAB II ......................................................................................................................................................8
2.1. Timbulan Sampah ....................................................................................................................... 8
2.1.1. Sumber dan Jenis Sampah ..................................................................................................... 8
2.1.2. Penghitungan Timbulan Sampah ........................................................................................ 12
2.1.3. Dampak Keberadaan Sampah ............................................................................................. 12
2.2. Sistem Pengelolaan Sampah ..................................................................................................... 13
2.2.1. Aspek Teknik Operasional .................................................................................................. 13
2.2.2. Aspek Kelembagaan ............................................................................................................ 18
2.2.3. Aspek Hukum dan Peraturan............................................................................................... 19
2.2.4. Aspek Pembiayaan .............................................................................................................. 19
2.2.5. Aspek Peran serta Masyarakat ............................................................................................ 19
2.3. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ......................................................................................... 20
2.3.1. Pengertian Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) ...................................................... 20
2.3.2. Persyaratan Umum Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) ........................................ 20
2.3.2. Kriteria Kelayakan Pemilihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ..................................... 21
2.3.3. Permasalahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) .............................................................. 24
2.4. Resume Kajian Teori ................................................................................................................ 24
Tabel 2. 1 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah ...................8
Tabel 2. 2 Jenis Sampah Berdasarkan Fasilitas, Aktifitas dan Lokasi dan Sumber Sampah ................ 10
Tabel 2. 3 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah ................................ 12
Tabel 2. 4 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber Sampah ................................ 12
Tabel 2. 5 Resume Kajian Teori Penelitian ........................................................................................... 24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dimana mengungkap masalah
atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkap fakta-fakta baik fisik atau sosial yang ada
dengan memberikan interpretasi dan gagasan atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fenomena yang diselidiki. Melalui metode ini penulis akan menggali secara luas
mengenai kelayakan operasional TPA sampah Jomboran Kabupaten Klaten. Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian studi kasus (case study) untuk mengetahui kelayakan
operasional TPA sampah Jomboran. Menurut Masyhuri, dkk (2008:35), penelitian studi kasus
merupakan penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang
latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus, individu, kelompok,
institusi dan masyarakat. Dalam penelitian studi kasus, obyek diteliti secara mendalam, utuh
dan menyeluruh serta obyek/kasus yang diteliti dipandang sebagai obyek yang berbeda
dengan obyek penelitian pada umumnya. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini
menggambarkan karakteristik sampah yang dibuang di TPA sampah Jomboran, kondisi lokasi
TPA sampah Jomboran, kinerja pengelolaan sampah TPA, serta dampak-dampak yang
dirasakan masyarakat sekitar TPA. Sehingga dari hal-hal tersebut maka dapat diketahui
kelayakan operasional TPA sampah Jomboran untuk menampung sampah Kabupaten Klaten.
3.2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deduktif. Menurut
Masyhuri dan Zainuddin (2008), penelitian deduktif yaitu pendekatan terhadap teori, kasus,
dan studi literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yang digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan penelitian dan menerapkan teori yang diperoleh dalam proses
pengumpulan data dan analisis. Pendekatan deduktif dilakukan secara teoritik untuk
mendapatkan konfirmasi berdasarkan hipotesis dan observasi yang telah dilakukan
sebelumnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan tersebut dikarenakan penelitian ini
menggunakan acuan teori maupun standar teori-teori relevan terkait dengan kesesuaian dan
kelayakan operasional TPA sampah Jomboran untuk melakukan pengumpulan data dan
analisa data.
Penelitian ini didekati dari aspek teknis, aspek sosial dan aspek fisik lingkungan. Aspek
teknis yang dimaksudkan disini adalah terkait dengan sistem pengelolaan dengan segala aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
aspek yang mengaturnya. Aspek sosial terkait dengan masyarakat yang merasakan dampak
baik dampak positif maupun dampak negatif. Sedangkan aspek fisik lingkungan yang
dimaksudkan adalah terkait dengan kondisi fisik lokasi TPA Jomboran, jenis maupun volume
sampah yang masuk ke TPA.
3.2.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan baik untuk pengumpulan data primer
maupun data sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Observasi Lapangan
Observasi lapangan merupakan metode pengumpulan data dengan pengamatan langsung
dilapangan terhadap wilayah atau objek penelitian terhadap fenomena yang terjadi. Dalam
observasi peneliti melakukan pengamatan, pengambilan gambar, pencatatan dan merasakan
fenomena yang ada di lokasi penelitian. Observasi dilakukan di lokasi penelitian yaitu di TPA
Jomboran Kabupaten Klaten. Data yang dikumpulkan dengan metode ini antara lain sumber
dan jenis sampah yang masuk ke TPA Jomboran, teknik operasional pengelolaan TPA
Jomboran serta kondisi fisik TPA Jomboran.
Wawancara
Wawancara bebas tanpa daftar atau pedoman pertanyaan. Wawancara bebas dilakukan pada
waktu peninjauan lapangan (prasurvai), dimana peneliti menginventarisir masukan yang
didapat dilapangan. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara mengacu pada variabel yang
digunakan pada penelitian ini. Wawancara ditujukan pada tokoh penting yang terkait dengan
TPA Jomboran seperti wawancara dengan sumber penghasil sampah Kabupaten Klaten,
kepala sub dinas kebersihan dan pertamanan Kabupaten Klaten, Kepala desa Jomboran dan
Gumulan, serta ketua kelompok tani setempat. Data-data yang dikumpulkan dengan metode
ini antara lain jenis sampah dan penanganan per masing-masing jenis sampah dari sumber
penghasilnya (jenis aktivitas) serta teknik operasional pengelolaan TPA Jomboran.
Kuesioner
Pengumpulan data dengan kuesioner adalah pengisian data dengan cara mengisi daftar
pertanyaan secara tertulis yang ditujukan kepada responden penelitian. Pada prinsipnya
kuesioner hampir sama dengan wawancara, perbedaanya hanya terletak pada pertanyaan dan
jawaban yang dilakukan secara tertulis. Agar dapat memperoleh keterangan yang berkisar
pada masalah yang ingin dipecahkan maka secara umum isi kuesioner berupa:
1. Pertanyaan tentang fakta
2. Pertanyaan tentang pendapat (opini)
3. Pertanyaan tentang persepsi dan preferensi masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Data-data yang dikumpulkan dengan metode pengumpulan data ini antara lain penerimaan
masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi kesehatan masyarakat, kondisi sosial masyarakat,
serta kondisi ekonomi masyarakat terkait dengan dampak yang dimungkinkan timbul dari
kondisi eksisting TPA Jomboran.
Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan data teoritik atau referensi yang berhubungan
dengan kondisi TPA Jomboran dan lingkungan setempat dan pengelolaan TPA Jomboran.
Sumber yang digunakan adalah jurnal hasil penelitian dan buku-buku yang dijadikan
referensi. Data-data yang dikumpulkan dengan metode pengumpulan ini antara lain data
volume timbulan dan komposisi sampah Kabupaten Klaten, data adminsitratif kawasan TPA
Jomboran, data guna lahan, rencana tata ruang wilayah kabupaten Klaten, rencana detail tata
ruang kawasan perkotaan Klaten, data kependudukan, data kelembagaan dan pembiayaan
terkait operasional TPA Jomboran.
3.2.2. Teknik Analisis
Analisis dalam penelitian ini tidak dilakukan secara bertahap/ berurutan melainkan
dapat dilakukan secara bersamaan maupun acak. Analisis – analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini yaitu analisis karakteristik timbulan sampah yang masuk ke TPA, analisis
ambang batas kelayakan lokasi TPA Jomboran, analisis kinerja sistem pengelolaan sampah
TPA, dan analisis dampak keberadaan sampah TPA Jomboran. Setelah semua analisis
tersebut dilakukan, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan dan rekomendasi terkait dengan
kelayakan operasional TPA Jomboran dari segi sistem pengelolaan, sosial ekonomi
masyarakat dan fisik lingkungan. Untuk gambaran lebih jelasnya dapat ditampilkan pada
bagan kerangka analisis di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
INPUT PROSES OUTPUT
Gambar 3. 1. Kerangka Analisis
Sumber. Peneliti, 2012
Sampah berdasarkan
aktivitas :
- Volume Sampah
- Penanganan
Sampah
- Jenis Sampah
Analisis karakteristik
timbulan sampah yang
masuk ke TPA
Identifikasi aspek
pengelolaan TPA
sampah Jomboran :
- Teknis Operasional
- Kelembagaan
- Hukum Peraturan
- Pembiayaan
- Peran Serta
Masyarakat
Identifikasi kondisi
eksisting TPA ditinjau
berdasarkan ambang
batas parameter SK
SNI T-11-1991-03
Tingkat kelayakan
lokasi TPA Jomboran
Analisis ambang batas
kelayakan lokasi TPA
menurut SNI
Karakteristik timbulan
Sampah yang Masuk
ke TPA Jomboran
Analisis Sistem
Pengelolaan TPA
Jomboran
Kinerja Pengelolaan
TPA Jomboran
Analisis dampak
keberadaan TPA
sampah bagi lingkungan
setempat
Dampak keberadaan
sampah TPA Jomboran
bagi lingkungan fisik,
sosial, dan ekonomi
setempat
Identifikasi kondisi
lingkungan setempat :
- Fisik
- Sosial
- Ekonomi
Analisis kelayakan
operasional pengelolaan
sampah TPA Jomboran
Kelayakan operasional
pengelolaan TPA
Jomboran sebagai TPA
Kabupaten Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Tabel 3. 1 Tabel Analisis Penelitian
No. Tujuan Sasaran Analisis Variabel Data Sumber Teori Sumber Data Teknik Analisis
1. Mengidentifikasi kondisi TPA
Jomboran sebagai TPA
Kabupaten Klaten secara
sistem pengelolaan, sosial dan
ekonomi masyarakat, serta
fisik lingkungan kawasan
Identifikasi
karakteristik
timbulan sampah
yang masuk ke
TPA
Analisis
Karakteristik
Timbulan Sampah
yang Masuk TPA
- Sumber sampah dari pusat
aktivitas kegiatan :
a. Rumah tangga
b. Komersil
c. Perkantoran
d. Industri
e. Ruang terbuka
- Komposisi dan sifat sampah
- Tchobanoglous (1997)
dalam kutipan tesis
Ade Basyarat (Kajian
terhadap penetapan
lokasi TPA sampah
Leuwinanggung Kota
Depok)
- Enri Damanhuri
(2011) dalam bukunya
Teknologi
Pengelolaan Sampah
- Hasil Wawancara
Responden Aktor
Penghasil Sampah
- Data Profil
Persampahan
Analisis deskriptif
kualitatif
2. Identifikasi
kondisi eksisting
lokasi TPA
Jomboran
ditinjau
berdasarkan
parameter SNI
Analisis Kondisi
Eksisting TPA
Jomboran
Berdasarkan
Parameter SNI
- Lokasi TPA
a. Batas Administrasi
b. Pemilik Hak Atas Lahan
c. Jumlah Pemilik Lahan
d. Kapasitas Lahan
- Lingkungan Fisik
a. Tanah
b. Air Tanah
c. Sistem Aliran Air Tanah
d. Kaitan Pemanfaatan Air Tanah
e. Bahaya Banjir
f. Tanah Penutup
g. Intensitas Hujan
h. Tata Guna Tanah
i. Daerah Lindung
j. Pertanian
k. Biologis
- Transportasi
a. Jalan Menuju Lokasi
b. Transportasi Sampah
c. Jalan Masuk
d. Lalu Lintas
- Pengelolaan TPA
a. Kebisingan dan Bau
b. Estetika
- Masyarakat
a. Partisipasi Masyarakat
- SK SNI T-11-1991-03
tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi
Tempat Pembuangan
Akhir Sampah
- Enri Damanhuri
(2011) dalam bukunya
Teknologi
Pengelolaan Sampah
- Data RTRW
- Data Profil
Persampahan
- Hasil Observasi
Lapangan
Analisis Skoring/
Pembobotan SNI
3. Identifikasi
kinerja sistem
pengelolaan
Analisis Sistem
Pengelolaan
Sampah TPA
- Aspek Teknis Operasional
a. Pengangkutan
b. Pembuangan Akhir
- Aspek Kelembagaan
SNI 19-2454-2002
tentang tata cara teknik
operasional pengelolaan
sampah perkotaan
- Observasi Lapangan
- Hasil Wawancara
Aktor Pengelola
Sampah
Analisis deskriptif
kualitatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
No. Tujuan Sasaran Analisis Variabel Data Sumber Teori Sumber Data Teknik Analisis
sampah TPA - Aspek Hukum dan Peraturan
- Aspek Pembiayaan
a. Biaya operasional
b. Tarif retribusi
- Aspek Peran Serta Masyarakat
4. Analisis dampak
sampah TPA
Jomboran dari
segi lingkungan,
social, dan
ekonomi
Analisis Dampak
Sampah TPA
Jomboran bagi
Lingkungan
Setempat
- Lingkungan Fisik
a. Estetika
b. Bau
c. Bising
d. Kebakaran
e. Pertanian
f. Lindi
- Kesehatan, meliputi :
Kondisi Kesehatan Masyarakat
- Sosial, meliputi :
a. Tingkat Keamanan
b. Konflik Sosial
- Ekonomi, meliputi :
a. Nilai Lahan
b. Biaya Perbaikan Lingkungan
oleh Masyarakat
Konsep Pendidikan
Lingkungan
Hidup dan ” Wall Chart ”
Buku Panduan
Pendidikan Lingkungan
Hidup, Gelbert M,
Prihanto dan Suprihatin
- Hasil Penyebaran
Kuesioner ke
Masyarakat Sekitar
Analisis deskriptif
kualitatif
5 Analisis Kelayakan
Operasional
Pengelolaan
Sampah TPA
Jomboran
- Analisis Karakteristik Timbulan
Sampah yang Masuk TPA
- Analisis Kondisi Eksisting TPA
Jomboran Berdasarkan Ambang
Batas Parameter SNI
- Analisis Sistem Pengelolaan
Sampah TPA
- Analisis Dampak Sampah TPA
Jomboran bagi Lingkungan
Setempat
- Hasil Analisis Analisis deskriptif
kualitatif
Sumber. Hasil Kajian Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
a. Analisis Karakteristik Timbulan Sampah yang Masuk ke TPA
Analisis ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis sampah apa saja yang dibuang ke
TPA sampah Jomboran sehingga dapat dikaitkan dengan karakteristik sifat jenis-jenis sampah
tersebut. Data yang dibutuhkan terkait dengan analisis karakteristik sampah ini antara lain
yaitu volume sampah yang masuk, jenis sampah yang masuk, sumber asal sampah yang
masuk ke TPA dan cara penanganan sampah-sampah tersebut dari sumbernya. Teknik
analisis yang digunakan dalam analisis karakteristik timbulan sampah yaitu dengan analisis
deskriptif kualitatif.
b. Analisis Evaluasi Kondisi Eksisting TPA Jomboran Berdasarkan Parameter SNI
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan kondisi eksisting suatu TPA
ditinjau dari untuk dipergunakan sebagai TPA sampah. Analisis ini dilakukan dengan
berpedoman pada parameter SK SNI T-11-1991-03. Dari data-data dan pengamatan di
lapangan dapat diuraikan dengan penjelasan yang mendalam mengenai kondisi saat penentuan
awal dengan kondisi saat ini sesuai dengan parameter yang ditentukan SNI. Dalam teknik
analisis yang digunakan dalam analisis kelayakan lokasi yaitu dengan analisis deskriptif
kuantitatif.
Tabel 3. 2 Parameter Ambang Batas Kondisi Kelayakan TPA
No Variabel Parameter/ Bobot Indikator Nilai
1 Lokasi TPA Batas Administrasi
(5)
Dalam batas administrasi
Di luar batas administrasi tetapi dalam satu sistem
pengelolaan TPA sampah terpadu
Di luar batas administrasi dan diluar sistem
pengelolaan TPA sampah terpadu
Diluar batas administrasi
10
5
1
1
Pemilikan hak atas lahan
(3) Pemerintah Daerah/ terpusat
Pribadi (satu)
Swasta (satu)
Lebih dari satu pemilik hak dan atau status
kepemilikan
Organisasi sosial/agama
10
7
5
3
1
Jumlah pemilik lahan
(3) 1 KK
2-3 KK
4-5 KK
6-10 KK
Lebih dari 10 KK
10
7
5
3
1
Kapasitas Lahan
(5) > 10 tahun
5 - 10 tahun
3 – 5 tahun
< 3 tahun
10
8
5
1
2 Lingkungan
Fisik
Tanah (diatas muka air
tanah)
(5)
Harga kelulusan < 10-6 cm/det
Harga kelulusan 10-6 cm/det – 10-9 cm/det
Harga kelulusan > 10-9 cm/det (kecuali ada masukan
teknologi)
10
5
1
Air Tanah
(5) ≥ 10 m dengan kelulusan < 10-6 cm/dt
< 10 m dengan kelulusan > 10-6 cm/dt
≥ 10 m dengan kelulusan 10-6 cm/dt - 10-4 cm/dt
< 10 m dengan kelulusan 10-6 cm/dt - 10-4 cm/dt
10
8
5
1
Sistem aliran air tanah
(3) Discharge area/ local
Recharge area dan discharge area/ local
Recharge area regional dan area/lokal
10
5
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
No Variabel Parameter/ Bobot Indikator Nilai
Kaitan dengan
pemanfaatan air tanah
(3)
Kemungkinan pemanfaatan rendah dengan batas
hidrolis
Diproyeksikan untuk dimanfaatkan dengan batas
hidrolis
Diproyeksikan untuk dimanfaatkan tanpa batas
hidrolis
10
5
1
Bahaya Banjir
(2) Tidak ada bahaya banjir
Kemungkinan bahaya banjir > 25 tahunan
Kemungkinan banjir < 25 tahunan, tolak (kecuali
ada masukan teknologi)
10
5
1
Tanah Penutup
(4) Tanah penutup cukup
Tanah penutup cukup sampai ½ umur pakai
Tanah penutup tidak ada
10
5
1
Intensitas hujan
(3) Di bawah 500 mm/tahun
Antara 500 – 100 mm/tahun
Di atas 1000 mm per tahun
10
5
1
Tata guna tanah
(5) Mempunyai dampak sedikit terhadap tat guna tanah
sekitar
Mempunyai dampak sedang terhadap tata guna
tanah sekitar
Mempunyai dampak besar terhadap tat guna tanah
sekitar
10
5
1
Daerah lindung/ cagar
alam
(2)
Tidak ada daerah lindung/ cagar alam di sekitarnya
Terdapat daerah lindung/ cagar alam di sekitar yang
tidak terkena dampak negatif
Terdapat daerah lindung/ cagar alam di sekitar yang
terkena dampak negatif
10
1
1
Pertanian
(3) Berlokasi di lahan tidak produktif
Tidak ada dampak terhadap areal pertanian sekitar
Terdapat pengaruh negative terhadap pertanian
sekitar
Berlokasi di tanah pertanian produktif
10
5
1
1
Biologis
(3) Nilai habitat yang rendah
Nilai habitat yang tinggi
Habitat kritis
10
5
1
3 Transportasi Jalan menuju lokasi
(5) Datar dengan kondisi baik
Datar dengan kondisi buruk
Naik/ turun
10
5
1
Transportasi sampah
(satu jalan)
(5)
Kurang dari 15 meter dari centroid sampah
Antara 16 menit – 30 menit
Antara 31 menit – 60 menit dari centroid sampah
Lebih dari 60 menit dari centroid sampah
10
8
3
1
Jalan masuk
(4) Truk sampah tidak melalui daerah permukiman
Truk sampah melalui daerah permukiman
berkepadatan rendah (≤300 jiwa/ Ha)
Truk sampah melalui daerah permukiman
berkepadatan tinggi (≥300 jiwa/ Ha)
10
5
1
Lalu lintas
(3) Terletak 500 m dari jalan umum
Terletak < 500 m dari jalan umum pada lalu lintas
berkepadatan rendah
Terletak < 500 m dari jalan umum pada lalu lintas
berkepadatan sedang
Terletak pada lalu lintas berkepadatan tinggi
10
8
3
1
4 Pengelolaan
TPA
Kebisingan dan bau
(2) Terdapat zona penyangga
Terdapat zona penyangga yang terbatas
Tidak terdapat zona penyangga
10
5
1
Estetika
(3) Operasi penimbunan tidak terlihat dari luar
Operasi penimbunan sedikit terlihat dari luar
Operasi penimbunan terlihat dari luar
10
5
1
5 Masyarakat Partisipasi masyarakat
(3) Spontan
Digerakkan
negosiasi
10
5
1
Sumber. SK SNI T-11-1991-03
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Untuk mengetahui nilai kelayakan lokasi TPA Jomboran dapat diketahui dengan melalui
perhitungan kelas interval yang digunakan, yaitu sebanyak 3 kelas (layak, layak
dipertimbangkan, dan tidak layak).
I = R/N
Keterangan :
I = lebar interval
R = rentang, yaitu data terbesar dikurangi data terkecil
N = banyak kelas interval,
Diketahui :
R = 790-79=711
N = 3
I = 711/ 3 = 237
Batas atas kelas interval I (tidak layak) = 79 + 237 = 316
Batas atas kelas interval II (layak dipertimbangkan) = 316 + 237 = 553
Batas atas kelas interval III (layak) = 553 + 237 = 790
Untuk mencari lebar interval kelas maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus
persamaan I = R/N , dimana R merupakan rentang nilai yang diperoleh dari nilai terbesar
dikurangi nilai terkecil yaitu 711 dan N adalah jumlah kelas interval yang diinginkan yaitu
sebanyak 3 kelas. Sehingga dari perhitungan tersebut diperoleh lebar interval (I) sebesar 237
dengan pembagian masing-masing kelas sebagai berikut :
1. Kelas interval tidak layak : 79 – 315
2. Kelas interval layak dipertimbangkan : 317 – 553
3. Kelas interval layak : 554 – 790
c. Analisis Kinerja Sistem Pengelolaan
Analisis ini untuk mengetahui kinerja sistem pengelolaan sampah di TPA Jomboran. Jadi
pada teknik ini mengaitkan pengelolaan yang diterapkan dengan 5 (lima) aspek yang diatur
dalam SNI 19-2454-2002 tentang teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan meliputi
aspek teknis operasional, aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek hukum dan peraturan,
serta aspek peran serta masyarakat. Data-data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis ini
yaitu data-data terkait dengan lima aspek teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan
(teknis operasional, kelembagaan, hukum dan peraturan, pembiayaan, serta peran serta
mayarakat). Teknik analisis yang digunakan yaitu dengan deskriptif kualitatif .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
d. Analisis Dampak Sampah
Analisis ini digunakan untuk mengetahui dampak-dampak apa yang dapat ditimbulkan
dari aktivitas TPA Jomboran meliputi aspek lingkungan fisik, kesehatan, sosial dan ekonomi.
Aspek lingkungan fisik yang dimaksudkan disini yaitu terkait dengan perubahan lingkungan
yang ditimbulkan dengan adanya TPA Jomboran seperti kondisi air tanah, bau, kebisingan,
lahan pertanian, infrastruktur maupun pemandangan (estetika kawasan). Aspek kesehatan
yaitu terkait dengan munculnya wabah penyakit di lingkungan permukiman maupun wabah
hama di lahan pertanian setempat. Aspek sosial yang dimaksudkan terkait dengan konflik
sosial dan tingkat keamanan yang dimungkinkan timbul karena kondisi TPA Jomboran.
Sedangkan aspek ekonomi yang ingin diketahui yaitu terkait dengan perubahan nilai lahan
yang mungkin terjadi akibat kondisi TPA di lingkungan mereka. Teknik analisis yang
digunakan yaitu dengan analisis deskriptif kualitatif dengan melalui kuesioner yang
disebarkan pada masyarakat sekitar TPA serta pengamatan lapangan.
e. Analisis Kelayakan Operasional Pengelolaan Sampah TPA Jomboran
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan operasional pengelolaan
sampah TPA Jomboran. Pada analisis ini akan dilakukan penjelasan mengenai karakteristik
sampah yang masuk ke TPA, kelayakan lokasi TPA kemudian dikaithubungkan dengan
sistem pengelolaan yang diterapkan dari berbagai segi serta dampak yang ditimbulkan.
Sehingga akan diperoleh bagaimana tingkat kelayakan operasional pengelolaan sampah TPA
Jomboran kedepannya. Teknik analisis yang digunakan yaitu dengan analisis deskriptif
kualitatif dengan melihat hasil keempat analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
3.3. Kebutuhan Data
Tabel 3. 3 Kebutuhan Data
No. Analisis Variabel Kebutuhan Data
Macam Data Sifat Data Teknik
Pengumpulan
Data
Sumber
Data Primer Sekunder Kuantitatif Kualitatif
1 Karakteristik
Timbulan sampah
- Jenis Sampah Berdasarkan
Aktivitas
- Jenis sampah berdasarkan
komposisi dan sifatnya
Komposisi Sampah
Kabupaten Klaten
v v v v Studi Literatur,
Observasi
DKP,
Lapangan
Jenis Sampah dan
Pengelolaannya per Sumber
sampah
v v Wawancara Masyarakat,
Fasilitas
Umum
Volume Timbulan Sampah
Kabupaten Klaten
v v v Studi Literatur,
Observasi
DKP,
Lapangan
2 Kondisi Eksisting
TPA Jomboran
Berdasarkan
Parameter SNI
Lokasi TPA Data Administratif Desa
Jomboran Kecamatan Klaten
Selatan
v v v Studi Literatur,
Observasi
Kantor Desa
Jomboran,
Lapangan
Peta Administrasi Kota
Klaten
v v Studi Literatur Bappeda
Lingkungan Fisik Data dan peta kondisi fisik
lokasi TPA Jomboran
v v Studi Literatur Bappeda
Data Tata Guna Lahan v v Studi Literatur Bappeda
Data Geologi, Geohidrologi,
Klimatologi
v v Studi Literatur Bappeda
RTRW Kabupaten Klaten v v Studi Literatur Bappeda
RDTR Kota Klaten v v Studi Literatur Bappeda
Transportasi Jalur Pengangkutan Sampah v v Observasi Lapangan
Kondisi Lalu Lintas dan Jalan v v Observasi Lapangan
Pengelolaan TPA Teknik operasional
pengelolaan sampah TPA
Jomboran
v v Studi Literatur,
Observasi
DPU Bidang
Persampahan,
Lapangan
Masyarakat Data Kependudukan
Masyarakat Sekitar TPA
v v v v Studi Literatur BPS, Kantor
Desa
Gumulan dan
Jomboran
3 Kinerja Sistem
Pengelolaan
Aspek Teknis Operasional Teknis Operasional
Pengelolaan TPA Jomboran
v v v Studi Literatur,
Observasi
DKP,
Lapangan
Aspek Kelembagaan Kelembagaan dalam
Pengelolaan TPA
v v Studi Literatur DKP
Aspek Hukum dan Peraturan Acuan Hukum Peraturan
dalam Operasional
Pengelolaan
v v Studi Literatur DKP
Aspek Pembiayaan Sistem Pembiayaan v v Studi Literatur DKP
Aspek Peran Serta
Masyarakat
Peran Serta Masyarakat v v Kuesioner Lapangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
No. Analisis Variabel Kebutuhan Data
Macam Data Sifat Data Teknik
Pengumpulan
Data
Sumber
Data Primer Sekunder Kuantitatif Kualitatif
4 Dampak
Keberadaan
Sampah
Kondisi Lingkungan Kemunculan gangguan bau,
kebisingan, kebakaran,
estetika (visual), kondisi
pertanian
v v v Kuesioner Lapangan
Kondisi Kesehatan Kondisi kesehatan masyarakat v v v Kuesioner Lapangan
Kondisi Sosial Kondisi keamanan
lingkungan setempat, Konflik
sosial
v v v Kuesioner Lapangan
Kondisi Ekonomi Kondisi nilai lahan, Adanya
beban biaya perbaikan
infrastruktur lingkungan ke
masyarakat
v v v Kuesioner Lapangan
Sumber. Hasil Kajian Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
3.4. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini juga dibutuhkan perolehan data melalui metode survei seperti
dengan melalui kuesioner dan wawancara. Sebelum melakukan survey, terlebih dahulu
menentukan sampel yang akan diambil. Data dengan teknik wawancara yang membutuhkan
sampling yaitu data mengenai jenis dan pengelolaan sampah berdasarkan jenis aktivitas.
Sedangkan data dengan kuesioner yang membutuhkan sampling yaitu data yang berkaitan
dengan persepsi masyarakat mengenai dampak keberadaan TPA Jomboran bagi kehidupan
mereka. Masyhuri (2008: 153) menyatakan bahwa sampel dimunculkan dalam penelitian
disebabkan antara lain karena peneliti ingin mereduksi/ memotong objek yang akan diteliti
dan melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian. Maka dari itu yang dijadikan populasi
dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu sumber aktivitas/ penghasil sampah
di Kabupaten Klaten dan masyarakat yang berada di kawasan sekitar TPA Jomboran.
Pengambilan sampel pada kelompok pertama dilakukan untuk mencari data berkaitan dengan
jenis, volume dan penanganan sampah per aktivitas. Sedangkan pengambilan sampel pada
kelompok kedua dilakukan untuk mencari data/ informasi terkait dampak keberadaan TPA
Jomboran bagi masyarakat di sekitarnya.
Pengumpulan sampel wawancara dengan pelaku aktivitas (sumber penghasil sampah)
dilakukan dengan dibagi sesuai dengan jenis-jenis aktivitas. Jenis-jenis aktivitas yang
dimaksudkan disini yaitu permukiman, area komersil, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan
serta sentra industri. Wawancara dilakukan dengan sejumlah narasumber per jenis aktivitas
dan wawancara dihentikan sampai informasi yang diberikan oleh semua narasumber per jenis
aktivitas dianggap mendekati sama. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai jenis,
volume, dan penanganan sampah per jenis aktivitas.
Pengambilan sampel masyarakat sekitar menggunakan metode ring dengan titik pusat
sumbunya adalah TPA Jomboran. Untuk radius yang digunakan adalah 500 meter dan 501-
800 meter. Jarak 0 - 500 m disekeliling TPA sampah merupakan zona penyangga, sedangkan
jarak 501-800 meter dari pusat TPA merupakan zona budidaya terbatas. Akibat dan
gangguan-gangguan misalnya bau, kebisingan, dan sebagainya. Zona penyangga merupakan
zona yang berfungsi sebagai penahan untuk mencegah atau mengurangi dampak keberadaan
dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di
kawasan sekitar TPA, dalam segi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Zona Budidaya
Terbatas merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan
dengan batasan tertentu (Pedoman Teknis Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA Sampah).
Dalam radius 0-800 meter dari TPA Jomboran mencakup beberapa wilayah meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 3. 4 Wilayah dalam Radius 0-800 meter
Desa Wilayah/ Dusun Jumlah
(jiwa) 0-500 m 501-800 m
Jomboran Tawangsari Karanggayam 2.992
Karangasem Bugelan
Gumulan Panglon Srago Cilik 7.369
Gumulan
Total 10.361
Sumber. Hasil Observasi Lapangan
Untuk mendapatkan jumlah sampel yang diambil, peneliti menggunakan rumus sampling
Frank Lynch sebagai berikut :
Keterangan:
n = Ukuran sampel
N = Populasi
Z = Nilai variabel normal (1,96) untuk kepercayaan 0,95
p = Angka proporsi kemungkinan terbesar (0,50)
d = Sampling error
Dari jumlah total populasi sebesar 2.000 jiwa dengan tingkat ketidakpercayaan (error) sebesar
10%, maka dengan menggunakan rumus diatas dapat diperoleh sampel sebesar :
Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam pengambilan sampel masyarakat sekitar TPA
Jomboran menggunakan metode simple random sampling.
Gambar 3. 2 Peta Zona Kawasan TPA Jomboran Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III.................................................................................................................................................. 26
3.1. Jenis Penelitian .................................................................................................................... 26
3.2. Pendekatan Penelitian......................................................................................................... 26
3.2.1. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................................ 27
3.2.2. Teknik Analisis ............................................................................................................. 28
3.3. Kebutuhan Data .................................................................................................................. 36
3.4. Teknik Pengambilan Sampel .............................................................................................. 38
Gambar 3. 1. Kerangka Analisis ........................................................................................................... 29
Gambar 3. 2 Peta Zona Kawasan TPA Jomboran ................................................................................. 39
Tabel 3. 1 Tabel Analisis Penelitian ...................................................................................................... 30
Tabel 3. 2 Parameter Ambang Batas Kondisi Kelayakan TPA ............................................................. 32
Tabel 3. 3 Kebutuhan Data .................................................................................................................... 36
Tabel 3. 4 Wilayah dalam Radius 0-800 meter ..................................................................................... 39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN
4.1. Karakteristik Timbulan Sampah
4.1.1. Sampah Kabupaten Klaten
a. Volume Timbulan Sampah Kabupaten Klaten
Volume sampah yang terangkut dalam TPS (Tempat Pembuangan Sementara) rata-
rata sebanyak 150 m3/ hari dengan timbulan sampah/ kapita/ hari sebesar 2,5 liter/ orang/
hari. Volume timbulan sampah di Kabupaten Klaten meningkat terus setiap tahunnya
dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk, maupun aktivitas yang berlangsung.
Berdasarkan data dari profil pengelolaan sampah perkotaan tahun 2011 Kabupaten Klaten
dapat diketahui kenaikan timbulan sampah dari tahun 2009 hingga 2011 sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Pelayanan Sampah Kabupaten Klaten
No. Pelayanan
Tingkat Pelayanan
(Tahun 2011)
2009 2010 2011
1. Luas daerah pelayanan 655,56 km2 655,56 km2 655,56 km2
2. Jumlah penduduk 1.300.494 1.303.473 1.307.562
3. Jumlah penduduk terlayani 327.639 328.810 329.757
4. Produksi sampah/ Timbulan sampah ± 819.098 liter/ hari ± 822.025 liter/ hari ± 824.393 liter/ hari
Sumber. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2011 Kab Klaten
Gambar 4. 1 Grafik Timbulan Sampah/ Produksi Sampah Kabupaten Klaten
Sumber. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2011 Kab Klaten
Tabel 4. 2 Penanganan Sampah di Kabupaten Klaten
No. Penanganan Sampah Volume
(m3)
Volume
(Kg)
Persentase
(%)
1 Diangkut Petugas
Diangkut ke TPA 150 m3/ hari 22.050 Kg/ hari 70 %
2 Diolah
Kompos (Sampah Organik)
Recycle Sampah Anorganik
3,10 m3
1,14 m3
500 Kg/ hari
167 Kg/ hari
2 %
3 Ditimbun 23,6 m3 3.469,2 Kg/ hari 10 %
4 Dibakar 23,6 m3 3.469,2 Kg/ hari 10 %
5 Tidak Terangkut 18,89 m3 2.776,83 Kg/ hari 8 %
Sumber. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2011 Kab Klaten
819.000
820.000
821.000
822.000
823.000
824.000
825.000
2009 2010 2011
lite
r/ h
ari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
b. Komposisi Sampah
Timbulan sampah yang meningkat tiap tahunnya di Kabupaten Klaten tidak hanya
terdiri dari satu atau dua jenis saja melainkan beberapa jenis buangan sampah. Hal ini
terlihat dari tabel persentase komposisi sampah Kabupaten Klaten di bawah ini, dimana
persentase jenis sampah terbanyak yang dihasilkan adalah jenis sampah organik.
Tabel 4. 3 Persentase Komposisi Sampah Kabupaten Klaten
No Uraian Tahun
2010 2011
1 Kertas 9% 6%
2 Kayu 8% 6%
3 Kain 6% 6%
4 Kulit/ Karet 5% 5%
5 Plastik 10% 10%
6 Metal/ Logam 0,5% 0,5%
7 Gelas/ Kaca 0,5% 0,5%
8 Organik 60% 65%
9 Lainnya 1% 1%
Sumber. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2011 Kab Klaten
c. Sumber Sampah
Timbulan sampah di Kabupaten Klaten yang bervariasi jenisnya, dihasilkan oleh
banyak sumber aktivitas. Masing-masing sumber aktivitas tersebut dapat menghasilkan
beberapa jenis sampah antara lain sebagai berikut :
Tabel 4. 4 Sumber Penghasil Sampah Berdasarkan Jenis di Kabupaten Klaten No. Jenis Sampah Sumber Aktivitas
1. Organik Perumahan, Area Komersil, Pendidikan, Perkantoran, Kesehatan, Industri
2. Kertas Perumahan, Area Komersil, Pendidikan, Perkantoran, Kesehatan, Industri
3. Plastik Perumahan, Area Komersil, Pendidikan, Perkantoran, Kesehatan, Industri
4. Kayu Perumahan, Pendidikan, Industri
5. Metal/ logam Perumahan, Industri
6. Gelas/ Kaca Perumahan, Industri
7. B3 Kesehatan
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
Tabel 4. 5 Timbulan Sampah Berdasarkan Aktivitas di Kabupaten Klaten
No. Lokasi Jumlah Lokasi Timbulan
(m3/ hari)
1. Perumahan Sederhana &
Menengah 84 336
2. Sarana kota
a. Pasar 42 168
b. Pertokoan 3 12
c. Meubel 2 8
d. Kantor/ Puskesmas 9 36
e. Sekolah 14 56
f. Universitas 1 4
g. GOR 1 4
h. Stadion 1 4
i. Stasiun 3 12
j. Rumah Sakit 6 24
k. PS 1 4
l. PT/CV 13 52
m. Hotel 1 4
n. Makam 1 4
o. RM/ WM 5 20
p. Rumah Bersalin 1 4
q. Lapangan 1 4
r. Gudang 1 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
s. Gedung 1 4
t. PKL 1 4
Sumber. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2011 Kab Klaten
4.1.2. Karakteristik Timbulan Sampah di Kabupaten Klaten Berdasarkan Aktivitas
a. Kawasan Perumahan
Tabel 4. 6 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Permukiman No. Jenis Sampah Sampah yang Dihasilkan
1 Organik Sisa makanan, daun-daunan
2 Bulky Combustible Kayu, kardus, koran, plastik
3 Bulky Uncombustible Kaleng, botol
4 Hazardous -
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
Sampah-sampah yang dihasilkan kawasan perumahan di Kabupaten Klaten berupa
sampah organik, sampah mudah terbakar (combustible) dan sampahtidak mudah terbakar
(uncombustible).Sampah - sampah tersebut antara lain sisa-sisa makanan, daun - daunan,
kayu, kardus, dan koran. Sedangkan untuk jenis sampah yang tidak di mudah terbakar
(uncombustible) jarang ditemukan di kawasan ini. Dari jenis sampah-sampah tersebut,
sampah terbanyak yang dihasilkan oleh kawasan perumahan berupa sampah sisa-sisa
makanan dan plastik-plastik bungkus makanan.
Dalam pembuangannya, sampah-sampah tersebut tidak banyak dilakukan pemilahan
terlebih dahulu. Penyortiran oleh pemilik rumah hanya dilakukan untuk jenis sampah
seperti koran dan botol-botol, dikarenakan jenis sampah tersebut yang dapat dijual ke
tukang loak. Jenis-jenis sampah seperti botol-botol dihargai kurang lebih sekitar Rp 200,-
per biji dan Rp 2.000,- hingga Rp 8.000,- per kilonya untuk jenis sampah kertas maupun
koran. Perumahan di daerah perkotaan, sampah-sampah tersebut dibuang dengan adanya
pengangkutan oleh petugas sampah maupun melalui TPS terdekat terlebih dahulu. Untuk
dapat menikmati pelayanan tersebut, pemilik rumah diwajibkan membayar retribusi
sampah berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah. Sedangkan untuk
penanganan sampah-sampah perumahan di daerah sub urban dilakukan dengan cara
dibakar oleh pemiliknya.
Gambar 4. 2 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Sumber. Hasil Wawancara
Rumah
koran dan
botol
sisa makanan, daun
daunan, plastik,
kayu, dll
dibuang
dijual
bak sampah/
TPS
tukang rosok
TPA diangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Kawasan Komersil
Tabel 4. 7 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Komersil No. Jenis Sampah Sampah yang Dihasilkan
1 Organik Sisa makanan
2 Bulky Combustible Kardus, kertas, ember/ botol plastik, plastik
3 Bulky Uncombustible -
4 Hazardous -
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
Sampah-sampah yang dihasilkan oleh kawasan komersil di Kabupaten Klaten tidak
berbeda jauh dengan kawasan permukiman. Tidak ditemukan jenis sampah berbahaya
(hazardous) yang dihasilkan oleh kawasan komersil. Sampah yang dihasilkan oleh
kawasan ini seperti sisa-sisa makanan, kardus, kertas, botol plastik dan plastik bungkus
baik barang dagangan maupun bungkus makanan. Sampah yang banyak dihasilkan di
kawasan komersil yaitu seperti kardus dan plastik bungkus. Kardus-kardus dan plastik
yang dimaksudkan yaitu kardus maupun plastik dari bungkus barang-barang dagangan.
Pembuangan sampah di kawasan komersil sudah banyak dijangkau oleh pengangkutan
petugas sampah, sehingga sampah tidak dikelola sendiri oleh pemiliknya. Besaran retribusi
yang dibayarkan tidak berbeda dengan kawasan perumahan yaitu sekitar Rp 5.000,- hingga
Rp 10.000,- per bulannya. Dalam pembuangannya, jenis sampah seperti kardus dan botol
dipisahkan untuk kemudian dijual ke pihak lain seperti tukang loak yang sudah menjadi
langganan.
Gambar 4. 3 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Area Komersil
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
c. Fasilitas Pendidikan
Tabel 4. 8 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Fasilitas Pendidikan No. Jenis Sampah Sampah yang Dihasilkan
1 Organik Sisa makanan, daun daunan, ranting pohon dan tanaman
2 Bulky Combustible Kertas, buku, koran, kardus, botol air mineral, bungkus plastik
bekas makanan jajanan, kayu
3 Bulky Uncombustible -
4 Hazardous -
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
Jenis sampah yang dihasilkan oleh fasilitas pendidikan berupa sampah organik dan
sampah yang mudah terbakar (combustible). Sampah organik yang banyak ditemukan di
tempat ini seperti sisa-sisa makanan jajanan para siswa, dan dedaunan dan ranting pohon
dari tanaman-tanaman di sekitar sekolah. Sedangkan untuk jenis sampah yang mudah
terbakar (combustible) yang ada di tempat ini seperti kertas-kertas buangan hasil kegiatan
belajar mengajar, koran-koran bekas, kardus, serta botol air mineral dan plastik bungkus
Area
Komersil
kardus dan
botol
sisa makanan,
plastik, kertas,
plastik, dll
dijual
dibuang
tukang rosok
bak sampah/
TPS
TPA diangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
jajanan para siswa. Jenis sampah yang banyak ditemukan di area fasilitas pendidikan yaitu
sampah plastik bungkus makanan jajanan para siswa.
Terkadang jenis sampah combustible seperti buku dan kayu juga dapat ditemukan di
fasilitas pendidikan. Buku-buku yang sudah usang dan tidak digunakan lagi dikumpulkan
untuk kemudian dijual ke pihak lain. Penjualan buku semacam ini hanya dilakukan oleh
orang tertentu dan tidak sembarangan untuk menghindari adanya arsip penting sekolah.
Jenis sampah seperti kayu di fasilitas pendidikan diperoleh dari bangku maupun meja yang
sudah rusak. Kayu yang masih layak dipakai, dimanfaatkan lagi untuk memperbaiki
bangku maupun meja tersebut. Sedangkan kayu yang memang tidak bisa dimanfaatkan
lagi, digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air oleh penjaga sekolah yang sekaligus
membuka kantin sekolah. Sedangkan oleh petugas penjaga sekolah, untuk sampah koran
bekas dan botol air mineral dapat dijual ke pihak lain. Untuk jenis sampah lainnya seperti
plastik bungkus makanan jajanan, dedaunan maupun sampah lainnya yang tidak bisa
dimanfaatkan dan dijual dibuang ke tempat pembuangan sampah (TPS) terdekat dari
sekolah. Seperti SMP N 1 Klaten, SMP N 6 Klaten dan sekolah-sekolah lainnya di deretan
kawasan pendidikan ini, memanfaatkan TPS yang berada di taman kota sebagai tempat
pembuangan sampah sekolah mereka tanpa adanya penarikan retribusi. Meskipun begitu,
sekolah lainnya dikenakan retribusi untuk biaya pengangkutan sampah tersebut. Besaran
retribusi yang dikenakan berkisar Rp 10.000,- per bulannya.
Gambar 4. 4 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Fasilitas Pendidikan Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
d. Fasilitas Kesehatan
Tabel 4. 9 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Fasilitas Kesehatan
No. Jenis Sampah Sampah yang Dihasilkan
1 Organik Sisa makanan, daun daunan, buah buahan
2 Bulky Combustible Plastik, kertas, botol air mineral, bungkus plastik bekas makanan
3 Bulky Uncombustible -
4 Hazardous Infus, jarum suntik, obat-obatan, botol kimia, masker, tisu, dan segala barang
yang bersentuhan dengan pasien dan sampah medis lainnya
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
Berbeda dengan tempat-tempat lainnya, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit maupun
klinik kesehatan memiliki jenis sampah yang perlu penanganan khusus. Hal ini terkait
koran, botol dan
buku dijual tukang rosok
Fasilitas
Pendidikan
ranting tanaman dan
kayu bekas bangku
sisa makanan, daun
daunan, bungkus
plastik bekas
jajanan, sobekan
kertas, dll
dimanfaatkan
dibuang
bahan bakar
memasak
bak sampah/
TPS
TPA
diangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dengan bakteri dan kuman yang lekat dengan aktivitas yang berlangsung didalamnya
terutama penyebaran penyakit oleh pasien. Selain sampah organik dan sampah mudah
terbakar (combustible), fasilitas ini juga menghasilkan sampah berbahaya (hazardous).
Sampah berbahaya (hazardous) di fasilitas kesehatan lebih dikenal dengan sampah
infeksius. Sampah tersebut terdiri dari infus, jarum suntik, obat-obatan, botol kimia,
masker, tisu serta segala barang yang bersentuhan dengan pasien. Sedangkan sampah
organik yang ditemukan antara lain sisa makanan, dedaunan, dan buah-buahan. Sampah
anorganik combustible yang dihasilkan yaitu kertas, botol air mineral serta bungkus plastik
bekas makanan. Sampah terbanyak yang dihasilkan yaitu sampah-sampah yang dihasilkan
oleh pengunjung dan penunggu pasien seperti sisa makanan dan plastik bungkus makanan.
Penanganan sampah rumah sakit besar dengan rumah sakit kecil sedikit berbeda,
meskipun pada pembuangan awal kedua jenis rumah sakit ini melakukan pemilahan
terutama untuk sampah berbahaya dengan sampah lainnya. Di rumah sakit besar, sampah
infeksius dibakar oleh petugas dengan menggunakan insenerator yang dimiliki rumah
sakit. Sedangkan untuk rumah sakit kecil, pembakaran sampah infeksius dilakukan di
rumah sakit lain yang sudah memiliki insenerator. Untuk penitipan pembakaran sampah
tersebut dikenakan biaya tertentu. Pembuangan sampah pada rumah sakit besar, semua
jenis sampah kecuali sampah infeksius diangkut oleh petugas sampah dengan membayar
retribusi. Berbeda dengan rumah sakit besar pada rumah sakit kecil, sampah seperti botol-
botol air mineral, kertas dan kardus dijual ke pihak lain. Pembuangan sampah lainnya pada
rumah sakit kecildiangkut oleh petugas ke TPS terdekat dengan membayar retribusi
tertentu.
Rumah Sakit Besar
Gambar 4. 5 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Besar Sumber. Hasil Wawancara
Rumah Sakit Kecil
Gambar 4. 6 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Kecil Sumber. Hasil Wawancara
Fasilitas
Kesehatan
dipilah
dengan
plastik
sampah
infeksius
sampah non
infeksius
dibakar oleh
petugas RS
diangkut oleh
petugas DPU TPA
Fasilitas
Kesehatan
dipilah
dengan
plastik
sampah
infeksius
sampah non
infeksius
dikumpulkan
sisa makanan,
daun daunan,
buah-buahan,
plastik bungkus
makanan, plastik
dibakar di RS
lain
dibuang ke
TPS
botol aqua,
kardus, kertas
dijual ke
tukang rosok
diangkut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
e. Kawasan Industri
Tabel 4. 10 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Industri
Jenis Sampah
Kawasan Industri
Industri Meubel
(i)
Industri Cor Logam
(ii)
Industri Kerajinan Bambu
(iii)
Organik - - -
Bulky Combustible Grajen, kulit kayu,
uliran kayu bekas
pasahan (kawul),
- Bongkahan bambu, grajen, kertas,
plastik
Bulky Uncombustible - Kaleng cat, kaca padat
berwarna hitam (klelet),
pasir bongkahan cetakan
Kaleng cat
Hazardous - - -
Sumber. Hasil Wawancara Peneliti
Kawasan industri yang berkembang di Klaten cukup beragam, antara lain industri
meubel, industri cor logam dan industri kerajinan bambu. Ketiga jenis industri tersebut
memiliki jenis sampah yang identik yaitu sampah anorganik mudah dan sulit terbakar.
Ketiga jenis industri tersebut juga memiliki penanganan sampah yang sama yaitu dijual
pada pihak lain untuk dimanfaatkan kembali seperti bahan bakar usaha lain.Sampah klelet/
kaca padat merupakan sampah terbanyak yang dihasilkan industri cor logam, sedangkan
bongkah kayu merupakan sampah terbanyak yang dihasilkan industri kerajinan bambu.
Sampah-sampah industri yang dihasilkan ketiganya kesemuanya tidak mencemari
lingkungan terutama kaca padat (klelet) yang merupakan produk samping dari pengecoran
logam. Untuk penjualan sampah seperti pada industri meubel dihargai sekitar Rp 12.000,-
per karungnya untuk sampah grajen/ uliran kayu dan untuk kulit kayu sebesar Rp 35.000,-.
Sedangkan untuk industri kerajinan bambu, sampah bongkah bambu dihargai Rp 2.500,-
per biji, grajen Rp 7.000,- per karung plastik. Sampah hasil industri cor logam seperti tanah
padat/ kaca padat dihargai sebesar Rp 135.000,- per colt (mobil bak terbuka) dan Rp
3.000,- per kilo untuk sampah kaleng cat.
Gambar 4. 7 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Area Industri
Sumber. Hasil Wawancara
Area
Industri
Industri
Meubel
Industri
Kerajinan
Bambu
Industri Cor
Logam
uliran kayu, pelepah
kayu, serbuk kayu
bongkah bambu,
grajen, plastik
kaca padat
bongkaran
cetakan
kaleng cat
bahan bakar
memasak
bahan bakar
memasak
kerajinan kaca
tanah urug
tukang rosok
dijual
dijual
dijual
dijual
diolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
(i) Sampah Sentra Industri Meubel di Desa Mandong Kecamatan Trucuk
(ii) Sampah sentra Industri Cor Logam di Desa Batur Kecamatan Ceper
(iii) Sampah Industri Kerajinan Bambu di Desa Jambu Kidul Ceper Klaten
Gambar 4. 8 Sampah Kawasan Industri Sumber. Hasil Dokumentasi Peneliti
4.2. Kondisi Eksisting TPA Dilihat dari Parameter SNI Pemilihan Lokasi TPA
4.2.1. Lokasi TPA Jomboran
a. Batas Administrasi dan Pola Kepemilikan Lahan
TPA Jomboran merupakan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Kabupaten
Klaten yang terletak di Kecamatan Klaten Tengah. TPA ini berlokasi di Desa Jomboran,
Kecamatan Klaten Tengah. Desa Jomboran berbatasan dengan Desa Buntalan di sebelah
barat; Kelurahan Gumulan di sebelah timur; kelurahan Mojayan di sebelah utara, dan
Kecamatan Kalikotes di sebelah selatan. Posisi TPA Jomboran berada pada perbatasan
antara Desa Jomboran dengan Desa Gumulan dimana kedua desa ini dipisahkan oleh
sungai kecil. Untuk gambaran lebih jelas mengenai posisi TPA Jomboran dapat dilihat
pada peta kawasan TPA Jomboran terlampir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 4. 9 Peta Lokasi Wilayah TPA Jomboran di Wilayah Kabupaten Klaten Sumber. Peneliti, 2012
Gambar 4. 10 Peta Lokasi Wilayah TPA Jomboran di Wilayah Perkotaan Klaten Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
b. Kondisi Kapasitas Lahan TPA
TPA Jomboran mulai beroperasi pada tahun 1987 dengan memanfaatkan lahan yang
berupa jurang di perbatasan antara desa Jomboran dengan desa Gumulan dengan status
lahan milik pemerintah. TPA sampah dengan luas lahan sekitar 17.100 m2 menerapkan
sistem penanganan sampah Open Dumping. Berdasarkan data profil pengelolaan sampah
perkotaan Kabupaten Klaten tahun 2011, kapasitas TPA Jomboran per tahunnya sekitar
54.000 m3 atau 150 m
3 per harinya. Direklamasikan sekitar 25.956 m
3 dan sisa potensi
sampah yang ada di Jomboran sekitar kurang lebih 28.044 m3.
4.2.2. Fisik Alam Kawasan TPA
a. Kondisi Hidrogeologi
Kondisi hidrogeologi terbagi atas dua yaitu air permukaan dan air tanah. Air
permukaan adalah air yang berada di permukaan tanah dan dapat dengan mudah dilihat
oleh mata kita. Contoh air permukaan seperti laut, sungai, danau, kali, rawa, empang, dan
lain sebagainya. Air permukaan di kawasan TPA Jomboran berupa sungai yang menjadi
batas antara desa Jomboran dengan desa Gumulan. Sungai di kawasan TPA Jomboran saat
ini sudah tidak dimanfaatkan lagi oleh masyarakat sekitar. Hal ini terkait dengan kondisi
sungai yang kotor oleh sampah-sampah.
TPAsampah
TPAJomboran
Sungai
Tebing
7 m
4 m
air sungai
sedimentasi+10 cm-tebing
tebing
Gambar 4. 11. Posisi Sungai dengan TPA Jomboran serta Penampang Sungai
Sumber. Hasil Pengamatan Peneliti
Gambar 4. 12 Kondisi Sungai di Area TPA Jomboran
Sumber. Hasil Dokumentasi Peneliti
Sedangkan air tanah adalah air yang yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan
di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber air yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak luas serta
pemulihannya sulit dilakukan. Air tanah juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga
(domestik) maupun industri. Air tanah di permukiman kawasan TPA Jomboran seperti di
desa Jomboran dan Gumulan masih dalam kondisi yang baik dan tidak adanya pencemaran
air. Hal ini terlihat dari tidak adanya keluhan dari masyarakat mengenai kondisi air tanah
di lingkungan mereka. Sedangkan berdasarkan keterangan dari pemerintah desa setempat,
untuk rata-rata tinggi permukaan air tanah di lingkungan kawasan TPA baik desa Gumulan
maupun Jomboran berada di kisaran antara 8 – 9 meter. Dalam pemanfaatan air bersih,
masyarakat di kedua desa di kawasan TPA Jomboran menggunakan sumur air dangkal dan
PAM.
Gambar 4. 13 Diagram Kondisi Air Tanah dalam Radius 0 – 500 meter dan 501 – 800 meter
Sumber. Survey Primer
Tingkat pencemaran suatu air tanah dapat dilihat dari beberapa perubahan yang terjadi
pada kualitas air tersebut. Bahan buangan limbah/ sampah seringkali dapat larut dalam air,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan seperti warna dan bau. Berdasarkan
hasil penyebaran kueisoner yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa kondisi air tanah
dalam radius 0-800 meter dari TPA Jomboran sebagian besar masih baik. Sebanyak 47
orang dari total sekitar 92 responden mengatakan bahwa air tanah/ air sumur di rumah
mereka masih jernih tidak berbau dan berwarna. Sebanyak 53% dari responden dalam
radius 0-500 m dan 50% dalam radius 501-800 m menyatakan bahwa kondisi air tanah/
sumur mereka masih jernih. Sedangkan masyarakat yang banyak mengeluhkan air tanah/
sumur yang berwarna dan berbau berada pada radius 0-500 m yaitu sebanyak 30% dari
total responden.
30%
17% 53%
Kondisi Air Sumur Radius 0-500 m
Berwarna danberbau
Hanya berwarna/berbau
Jernih
27%
23%
50%
Kondisi Air Sumur Radius 501-800 m
Berwarna danberbau
Hanya berwarna/berbau
Jernih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Gambar 4. 14 Diagram Penggunaan Air Tanah/ Sumur dalam Radius 0-800 m
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk baik
dalam radius 0-500 m maupun 501-800 m masih memanfaatkan air tanah/ sumur tersebut
untuk keperluan sehari-hari. Keberadaan air tanah/ sumur yang masih jernih dan tidak
berbau tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mandi, cuci dan kakus juga
untuk dikonsumsi. Pemanfaatan air tanah/ sumur gali ini sudah berlangsung lama dan turun
temurun sebelum saluran PAM masuk ke permukiman di sekitar TPA. Meskipun begitu,
ada beberapa penduduk yang lebih memilih menggunakan air PAM untuk pemenuhan
kebutuhan air bersih mereka. Hal ini dikarenakan masih adanya beberapa penduduk yang
menganggap air PAM lebih baik dan layak dikonsumsi dibandingkan air tanah/ sumur gali
mereka.
Gambar 4. 15 Diagram Pemanfaatan Air Tanah/ Sumur dalam Radius 0-800 m Sumber. Survey Primer
b. Jenis Tanah dan Kelerengan
Kondisi topografi wilayah Kabupaten Klaten diapit oleh Gunung Merapi dan
Pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 76 - 160 m diatas permukaan laut, sehingga
dapat terbagi menjadi tiga daerah yaitu daerah lereng, datar dan berbukit/ gunung kapur.
TPA Jomboran berada di Klaten Tengah yang memiliki ketinggian antara 100 - 200 m
diatas permukaan laut. Kedua desa dimana lokasi TPA Jomboran berada memiliki
ketinggian yang berbeda. Desa Gumulan memiliki topografi lebih tinggi dibandingkan
desa Jomboran dimana desa Gumulan berada pada ketinggian 151 meter diatas permukaan
laut, sedangkan desa Jomboran berada pada 141 meter diatas permukaan laut. Untuk
69%
31%
Pemanfaatan Air Sumur Radius 0-500 m
Dimanfaatkan
Tidak
73%
27%
Pemanfaatan Air Sumur Radius 501-800 m
Dimanfaatkan
Tidak
8% 16%
76%
Pemanfaatan Air Sumur Radius 0-500 m
Dikonsumsi
Mandi, Cuci,Kaskus
Semuanya
7%
93%
Pemanfaatan Air Sumur Radius 501-800 m
Mandi,Cuci, Kaskus
Semuanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
daerah lain di sekitarnya seperti desa Jimbung Kecamatan Kalikotes yang terletak di
sebelah selatan memiliki ketinggian 151 meter diatas permukaan laut dan Kecamatan
Klaten Utara memiliki topografi yang lebih tinggi yaitu 155 meter diatas permukaan laut.
Sehingga dari kondisi tersebut, maka lokasi TPA yaitu desa Jomboran merupakan daerah
yang paling rendah dibanding daerah lain disekelilingnya. Kondisi kelerengan daerah
sekitar TPA relatif datar dengan kemiringan rata rata antara 0 - 2% dan di beberapa titik
sebagian kecil lainnya memiliki kemiringan rata-rata > 2% - 5%.
Keadaan struktur tanah di wilayah Kota Klaten cukup subur dikarenakan pada proses
pembentukannya dahulu, daerah ini dibentuk dari pelapukan batuan vulkanik. Dilihat dari
bentuk sisi kemiringan lahan maka kondisi pelapukannya berjalan lambat sehingga
memungkinkan terbentuknya permukaan yang cukup tebal di setiap daerah. Jenis tanah di
daerah ini yaitu tanah regosol kelabu, bahan induk abu dan pasir volkan intermediet.
Gambar 4. 16 Peta Kelerengan Wilayah TPA Jomboran Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
c. Klimatologi
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan
kemarau silih berganti sepanjang tahun temperatur udara rata-rata 28º – 30º Celcius dengan
kecepatan angin rata-rata sekitar 153 mm setiap bulannya. Sedangkan curah hujan tertinggi
berada pada bulan Januari (350 mm) dan curah hujan terendah pada bulan Juli (8 mm).
Untuk desa Jomboran dan desa Gumulan kecamatan Klaten Tengah dimana TPA
Jomboran berada, memiliki curah hujan rata-rata 373 mm/tahun.
Menurut Kanwil PU DKI Jakarta (1997) untuk menghitung debit banjir rencana
tahunan sangat dipengaruhi oleh koefisien run off, intensitas hujan dan luas daerah
pengaliran. Sehingga salah satu sebab terjadinya bencana banjir adalah adanya curah hujan
yang relatif tinggi. Berdasarkan data kerawanan bencana banjir Kabupaten Klaten,
kawasan TPA Jomboran yaitu di Desa Jomboran dan Desa Gumulan Kecamatan Klaten
Tengah termasuk dalam kawasan bebas bencana banjir. Hanya saja untuk masalah
genangan masih dijumpai di area TPA seperti pada jalan lingkungan yang menghubungkan
ke lokasi TPA Jomboran dan jalan di area komersil di sepanjang jalan by pass. Meskipun
begitu, genangan hanya terjadi ketika hujan turun dan surut seketika sehingga tidak
dikeluhkan oleh masyarakat. Sedangkan, saat musim kemarau tiba masalah kekeringan
masih melanda dua desa di kawasan TPA Jomboran ini. Hal ini tentu berdampak pada
pertanian di kawasan TPA Jomboran dan kondisi sampah di TPA. Ketika musim kemarau
dapat memicu sampah-sampah mudah terbakar karena terjadi adanya gesekan sampah
kering.
d. Bentang Alam
TPA Jomboran berada di wilayah yang memiliki bentang alam berupa dataran rendah
dan sungai. Kondisi sungai di area TPA Jomboran banyak ditemukan sampah-sampah
mengapung di permukaan sungai sehingga hal ini tentu mengancam kelestarian ekosistem
sungai. Meskipun begitu, di sungai tersebut masih dapat dijumpai beberapa spesies ikan
maupun katak. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa saat ini jumlah
ikan tak sebanyak dahulu. Hal ini selain disebabkan oleh kondisi sungai juga dikarenakan
aktivitas penyetruman oleh pemuda. Kondisi sungai di area TPA Jomboran dapat
diperlihatkan pada foto dibawah.
Kawasan TPA Jomboran memiliki lingkungan yang masih asri dan alami, hal ini dapat
terlihat dari masih dijumpainya beberapa spesies burung dan capung di area persawahan
sekitar lokasi TPA. Hewan-hewan ini mudah ditemukan terutama saat pagi hari dan tidak
terpengaruh dengan aktivitas pengangkutan sampah maupun TPA.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
jalan sawah TPAsampah
tebing jurang dan sungai
sawah sawah
Gambar 4. 17 Ilustrasi View TPA Jomboran dari arah depan
Sumber. Hasil Pengamatan Peneliti
jalanTPA sampahsawah bangunan
Gambar 4. 18 Ilustrasi View TPA Jomboran dari arah samping
Sumber. Hasil Pengamatan Peneliti
e. Guna Lahan
Perkembangan orientasi pergeseran perkembangan dan pertumbuhan fisik kota
merupakan faktor penentu terbentuknya suatu struktur tata ruang kota. Guna melakukan
upaya terhadap terbentuknya tata ruang kota yang tidak terkendali diperlukan pengaturan
penggunaan lahan di setiap ruangnya. Selain itu, pengaturan penggunaan lahan juga
dimaksudkan untuk meminimalkan dampak yang mungkin timbul akibat aktivitas yang
berlangsung didalamnya.
Lahan TPA Jomboran dahulunya merupakan sebuah tegalan atau dalam istilh
penduduk sekitar menyebutnya padas pereng yang kemudian diurug untuk dimanfaatkan
sebagai TPA sampah. Sedangkan untuk tata guna tanah di kawasan TPA Jomboran berupa
lahan persawahan dan lahan permukiman berkepadatan rendah. Lahan persawahan di
kawasan TPA Jomboran berupa sawah tadah hujan dengan 80% berupa tanaman padi dan
20% berupa tanaman palawija. Pengambilan air untuk pengairan lahan persawahan
menggunakan sumber air kota dan tidak menggunakan air sungai di dekat TPA Jomboran.
Sedangkan untuk pengairan lahan persawahan di desa Gumulan mengambil air dari sumber
mata air pruneng cokro yang terletak di Kecamatan Tulung. Meskipun berada dekat
dengan area TPA sampah, tidak mempengaruhi kesuburan tanah lahan persawahan di
sekitarnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sekitar dan ketua kelompok tani,
belum pernah ada ajuan keluhan mengenai kesuburan tanah lahan garapan sawah mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
dengan keberadaan sampah TPA. Menurut ketua kelompok tani sekitar, kesuburan tanah
lahan persawahan mereka selama ini dipengaruhi oleh pupuk yang digunakan.
Daerah lindung/ cagar alam merupakan daerah yang mengandung cagar budaya/
sejarah sehingga lokasi maupun lingkungannya dibutuhkan pengamanan agar tidak
merusak baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan peta tutupan lahan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klaten (RTRW) serta wawancara dengan
aparaturdesa setempat, bahwa kawasan Jomboran yang masuk dalam kecamatan Klaten
Tengah tidak memiliki daerah lindung/ cagar alam.
Gambar 4. 19 Peta Guna Lahan Kawasan TPA Jomboran Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
4.2.3. Jaringan Transportasi Kawasan
Jalan merupakan salah satu dari beberapa indikator tingkat aksesibilitas suatu kawasan.
Jalan menuju lokasi TPA Jomboran merupakan jalan lingkungan dengan kondisi sudah
diaspal dengan beberapa permukaan jalan yang sedikit berlubang. Jalan raya terdekat terletak
kurang lebih satu kilometer dari pusat TPA Jomboran dan merupakan by pass Kota Klaten
dengan tingkat kepadatan arus lalu lintas yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan jalan raya
tersebut merupakan jalan yang menghubungkan antar kota/ kabupaten seperti Jogja-Solo.
Jalan ini memiliki sudah di aspal hotmix layaknya jalan raya pada umumnya dengan kontur
relatif datar dan sedikit berkelok pada titik tertentu serta kondisi permukaan aspal yang baik.
Sedangkan jalan lokal terdekat berada pada jarak kurang dari 500 meter dari pusat TPA
Jomboran yang menghubungkan antar kecamatan dengan tingkat kepadatan lalu lintas sedang
dengan kisaran kendaraan yang lewat sekitar 810 unit per jam. Jalan lokal yang sudah diaspal
ini memiliki kontur relatif datar dan tidak berlubang pada permukaan aspalnya. Jalan
lingkungan yang menghubungkan jalan lokal ke lokasi TPA maupun ke dusun/ permukiman
penduduk memiliki tingkat kepadatan arus lalu lintas yang rendah dengan kisaran kendaraan
yang lewat sekitar 168 unit per jam. Untuk mengetahui tingkat kepadatan arus lalu lintas di
jalan lokal dan lingkungan tersebut bisa dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4. 11 Tingkat Kepadatan Arus Lalu Lintas Kawasan TPA Jomboran
Jenis Moda Jalan Lingkungan Jalan Lokal
Mobil 24 unit/ jam 102 unit/ jam
Motor 126 unit/ jam 624 unit/ jam
Sepeda 24 unit/ jam 84 unit/ jam
Total 174 unit/jam 810 unit/ jam
Sumber. Hasil Pengamatan Peneliti
Jalur transportasi yang dilalui pengangkutan sampah di kawasan ini hanya terdapat satu
jalur. Jalur tersebut hanya melewati desa Jomboran dan sebagian kelurahan Mojayan,
sehingga desa Gumulan sama sekali tidak dilalui oleh aktivitas pengangkutan sampah. Untuk
menuju ke pusat TPA sampah, setelah melewati jalan raya (by pass) truk-truk dan motor-
motor pengangkut sampah langsung menuju jalan lingkungan dengan terlebih dahulu
melewati jalan lokal yang menghubungkan kecamatan Klaten Selatan dengan kecamatan
Kalikotes disebelahnya. Untuk memasuki jalan lokal ini, terlebih dahulu truk-truk maupun
motor-motor pengangkut sampah tersebut melewati kawasan perdagangan yang terletak di
sepanjang jalan raya by pass dan sebagian jalan lokal. Sedangkan waktu yang dibutuhkan oleh
truk pengangkut sampah tersebut untuk mencapai ke pusat TPA sampah kurang dari 15 menit
dihitung dari jalan raya (by pass). Hal ini dikarenakan jalan penghubung ke pusat TPA
sampah memiliki tingkat kepadatan arus lalu lintas yang tidak terlalu tinggi dan kondisi jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
sangat baik untuk dilalui moda-moda pengangkutan sampah, sehingga dapat dengan leluasa
bergerak.
Gambar 4. 20 Pengangkutan Sampah di Jalan Sekitar Kawasan TPA Sumber. Hasil Dokumentasi Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 4. 21 Peta Kondisi dan Dimensi Jalan di Kawasan TPA Jomboran Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
4.2.4. Kerentanan Terhadap Gangguan terkait Keberadaan Zona Penyangga
Gangguan yang ditimbulkan akibat TPA seperti munculnya bau, kebisingan, asap,
maupun pemandangan yang kurang baik dipengaruhi oleh keberadaan zona penyangga di
kawasan TPA tersebut. Zona penyangga merupakan zona yang berfungsi sebagai penahan
untuk mencegah atau mengurangi dampak keberadaan dan kegiatan-kegiatan TPA terhadap
masyarakat yang melakukan kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA, dalam segi
keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Akibat dan gangguan-gangguan misalnya bau,
kebisingan, dan sebagainya. Zona ini dapat berupa jalur hijau atau pagar tanaman, dengan
ketentuan antara lain, jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman
perdu yang mudah tumbuh. Zona penyangga berada dalam radius 0-500 meter, dihitung dari
batas terluar tapak TPA sampah. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak sub Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Klaten serta pengamatan lapangan oleh peneliti,
Tempat Pembuangan Akhir sampah Jomboran tidak memiliki area penyangga (buffer zone).
Hal ini terlihat dari ketidakadaan tanaman keras maupun tanaman tinggi dalam radius 0-500
meter dari tapak terluar TPA Jomboran. Dalam radius tersebut hanya berupa lahan
persawahan padi dan beberapa tanaman palawija.
Ketidakadaan tanaman tinggi di sekitar TPA Jomboran, dapat dengan leluasa
memberikan pemandangan kondisi maupun aktivitas TPA Jomboran dari luar tapak. Selain itu
hal ini juga berdampak pada tidak adanya filter/ penyaringseperti bau, asap dan kebisingan
yang ditimbulkan oleh aktivitas TPA. Sehingga dari observasi lapangan, banyak munculnya
keluhan dari masyarakat sekitar terkait dengan bau dan asap yang ditimbulkan oleh sampah-
sampah TPA. Bau dan asap tersebut bergerak mengikuti arah angin yang berhembus. Saat
musim hujan, masyarakat tidak mau membuka pintu rumah mereka dikarenakan bau yang
ditimbulkan oleh sampah TPA saat musim penghujan menjadi semakin kuat. Hal ini
berbanding terbalik dengan asap yang ditimbulkan oleh pembakaran sampah di musim
kemarau, karena sampah mudah terbakar saat suhu terlalu panas. Selain itu, timbulnya lalat
juga menjadi gangguan bagi masyarakat sekitar seperti makanan-makanan di rumah menjadi
incaran lalat-lalat tersebut.
4.2.5. Kondisi Masyarakat
a. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Masyarakat di kawasan TPA Jomboran baik desa Gumulan maupun desa Jomboran
memiliki kehidupan sosial yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat lainnya di
Kabupaten Klaten. Kehidupan sosial masyarakat di kedua desa ini masih sangat
mengutamakan dan mementingkan rasa kebersamaan dan gotong royong sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
interaksi antar masyarakat masih sangat tinggi. Rasa kebersamaan dan gotong royong ini
sangat terasa apabila terdapat masyarakat yang sedang mengalami musibah seperti sakit
maupun sedang memiliki hajatan. Semangat gotong royong juga terlihat dari masih
aktifnya kegiatan kerja bakti di lingkungan kedua desa ini. Meskipun tidak terjadwal tetap,
masyarakat dikedua desa ini memiliki partisipasi aktif untuk keberlangsungan kegiatan ini.
Selain kegiatan kerja bakti, kegiatan lain seperti arisan bapak-bapak maupun ibu-ibu,
yasinan bagi warga muslim dan sarasehan bagi warga non muslim masih aktif
dilaksanakan di kedua desa ini. Sedangkan dari segi ekonomi, masyarakat desa-desa di
kawasan TPA Jomboran memiliki mata pencaharian yang beragam. Petani menjadi
mayoritas jenis pekerjaan di desa Jomboran, dikarenakan masih banyaknya lahan
pertanian di desa ini. Sedangkan buruh menjadi jenis pekerjaan mayoritas di desa
Gumulan. Meskipun begitu, kedua jenis pekerjaan merupakan jenis pekerjaan dominan di
kedua desa ini. Selain kedua jenis pekerjaan tersebut, jenis pekerjaan lainnya seperti
pegawai, pengusaha, dan lainnya juga dapat ditemukan di kedua desa ini dengan jumlah
yang relatif sedikit.
Melihat jenis pekerjaan masyarakat di kedua desa tersebut maka dapat dilihat
bagaimana tingkat perekonomiannya. Berdasarkan hasil wawancara dan data dari kantor
desa setempat dapat diketahui bahwa rata-rata masyarakat di desa Jomboran memiliki
penghasilan sekitar Rp 15.000,- hingga Rp 25.000,- per harinya, sehingga dapat dikatakan
masyarakat desa Jomboran termasuk dalam masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Sedangkan masyarakat di desa Gumulan memiliki tingkat perekonomian yang lebih baik
dibandingkan desa Jomboran. Dengan mayoritas pekerjaan sebagai buruh, rata-rata
masyarakat di desa Gumulan memiliki penghasilan sekitar Rp 40.000 per harinya.
b. Tingkat Penerimaan terhadap Kondisi TPA Jomboran
Gambar 4. 22 Diagram Kesediaan Masyarakat Sekitar dalam Menerima TPA Jomboran
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas, maka dapat diketahui bahwa dari penyebaran kuesioner
dengan sampel sebanyak 92 orang tersebar merata dalam radius 0-800 m sebagian besar
masyarakat sekitar TPA Jomboran sudah tidak menghendaki TPA Jomboran tetap
14%
16%
70%
Bersedia
Bersediadengan catatan
Tidak Bersedia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
beroperasi di wilayah mereka. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang
dilakukan, alasan yang mendasari masyarakat tersebut bersikap demikian adalah gangguan
lingkungan yang ditimbulkan telah merugikan mereka. Namun begitu, sebanyak 16%
menyatakan bahwa mereka masih bersedia menerima TPA Jomboran untuk tetap
beroperasi dengan catatan tetap memperhatikan kesehatan dan mendengarkan keluhan-
keluhan dari masyarakat sekitar.
4.3. Sistem Pengelolaan Sampah
4.3.1. Teknis Operasional TPA
Pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Jomboran merupakan wewenang
Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten. Metode
yang diterapkan di TPA ini yaitu dengan open dumping yang dilakukan dengan cara sampah
hanya dibuang dan ditimbun tanpa adanya penanganan lebih lanjut termasuk penggunaan
tanah penutup untuk menutupi timbunan sampah. Namun semenjak timbunan sampah mulai
menggunung (overload), pemerintah menerapkan penanganan baru. Sampah-sampah yang
sudah terurai menjadi tanah, diangkut ke TPA Joho yang terletak di kecamatan Prambanan.
Hal ini dilakukan karena terdapatnya penolakan oleh masyarakat di sekitar TPA Joho terkait
bau yang ditimbulkan oleh sampah, sehingga hanya bisa menampung sampah-sampah yang
sudah terurai menjadi tanah. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas terkait, setidaknya
dalam setahun dilakukan 2 (dua) kali reklamasi dengan jadwal yang tidak tentu. Reklamasi
yang dilakukan bergantung pada besarnya anggaran.
Dalam menjalankan operasional pengelolaan TPA, pihak pemerintah Kabupaten Klaten
khususnya Dinas Pekerjaan Umum bagian Kebersihan dan Pertamanan selama ini belum
pernah menjalin kerjasama dengan pihak swasta manapun. Sehingga sampai saat ini belum
pernah ada investor luar yang turut membantu dalam pengelolaan TPA sampah Jomboran.
Meskipun begitu, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Klaten pernah memberikan bantuan
berupa alat pengomposan yang saat itu tidak digunakan cukup lama terkait dengan tingginya
biaya operasional alat. Dalam pengoperasiannya, TPA sampah Jomboran menggunakan dana
yang bersumber dari APBD Kabupaten Klaten. Sedangkan dalam pemindahan TPA sampah
Jomboran, rencananya untuk pengadaan konstruksi menggunakan sumber dana dari pusat.
Sedangkan untuk pembebasan lahan dan pengoperasiannya nantinya menggunakan dana yang
bersumber APBD Kabupaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Gambar 4. 23 Operasional Pembuangan dan Penimbunan Sampah TPA Jomboran Sumber. Hasil Dokumentasi Peneliti
Gambar 4. 24 Alur Pengelolaan Sampah Kabupaten Klaten
Sumber. Hasil Wawancara
Gambar 4. 25 Kondisi Alat Pengomposan Bantuan Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang belum
pernah terpakai Sumber. Hasil Dokumentasi Peneliti
4.3.2. Kelembagaan
Pengelolaan persampahan di Kabupaten Klaten dilaksanakan oleh Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten selaku pihak yang menangani
langsung. Daerah pelayanan persampahan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten meliputi
26 kecamatan se Kabupaten Klaten. Dalam melaksanakan tupoksinya, Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan Kabupaten Klaten dibantu oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan
Sampah dan Limbah. Berdasarkan Peraturan Bupati Klaten No.44 tahun 2010 tentang rincian
tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten, dapat dijelaskan
tupoksi dari masing-masing dinas tersebut sebagai berikut:
Tabel 4. 12 Tupoksi Dinas Pengelola Sampah
Tupoksi Dinas Pekerjaan
Umum
Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan
Seksi Operasional
Kebersihan Jalan dan
Lingkungan
UPT Pengelolaan
Sampah dan Limbah
Tugas
Pokok
Melaksanakan urusan
pemerintahan daerah di
bidang pekerjaan umum
Melaksanakan sebagian
tugas dinas di bidang
kebersihan dan
pertamanan meliputi
perencanaan,
pembangunan,
Melaksanakan sebagian
tugas bidang kebersihan
dan pertamanan
meliputi pengelolaan
kebersihan dan jalan,
lingkungan dan saluran
Melaksanakan
sebagian kegiatan
teknis operasional
dan/ atau kegiatan
teknis penunjang
Dinas di bidang
Sumber
Sampah
Bak Sampah
dan TPS
TPA
Jomboran
Sampah Baru/
Basah Open Dumping
Sampah
Kering/ Humus TPA Joho
Direklamas
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tupoksi Dinas Pekerjaan
Umum
Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan
Seksi Operasional
Kebersihan Jalan dan
Lingkungan
UPT Pengelolaan
Sampah dan Limbah
pemeliharaan, dan
pengelolaan kebersihan
dan pemakaman
pengelolaan Sampah
dan Limbah
Fungsi - Perumusan kebijakan
teknis di bidang
pekerjaan umum
- Penyelenggaraan
urusan pemerintahan
dan pelayanan umum
di bidang pekerjaan
umum
- Pembinaan dan
pelaksanaan tugas di
bidang pekerjaan
umum
- Pelaksanaan tugas
lain yang diberikan
oleh Bupati sesuai
dengan tugas dan
fungsinya
- Merumuskan
kebijakan, pedoman,
dan petunjuk teknis
pembinaan di bidang
kebersihan dan
pertamanan
- Mengkoordinasikan
penyusunan program
kegiatan bidang
kebersihan dan
pertamanan
- Melaksanakan
administrasi dan
ketatausahaan bidang
kebersihan dan
pertamanan
- Memberikan
pertimbangan atas izin
sesuai bidang tugasnya
dan melakukan
pengawasan serta
pengendalian
- Memberikan
bimbingan, pembinaan
dan penyuluhan di
bidang kebersihan dan
ketertiban sampah,
pertamanan,
penerangan jalan
umum, pemakaman,
pengelolaan limbah
tinja
- Mengelola dan
melaksanakan
pembangunan,
pemeliharaan fisik
sarana, dan prasarana
kebersihan pertamanan
- Melaksanakan
kebersihan jalan dan
lingkungan umum,
saluran dan selokan
- Mengkoordinasikan
survei, studi kelayakan,
dan desain bidang
kebersihan dan
pertamanan
- Melaksanakan
sinkronasi perencanaan
dan pelaksanaan
kegiatan bidang
kebersihan dan
pertamanan
- Mengkoordinasikan
dan memberi petunjuk
kepada bawahan agar
terjalin kerjasama yang
baik, dan saling
mendukung dalam
pelaksanaan tugas
sesuai pedoman dan
ketentuan yang berlaku
- Menilai hasil kerja
- Menyiapkan bahan
penyusunan
kebijakan, petunjuk
teknis, dan rencana
kegiatan kebersihan
jalan, lingkungan dan
saluran
- Mengumpulkan,
mengolah
menganalisa dan
penyajian data yang
berhubungan dengan
kebersihan jalan,
lingkungan dan
saluran
- Menyusun program
kegiatan kebersihan
jalan umum dan
lingkungannya,
komplek perumahan,
pertokoan,
perkantoran, saluran
dan selokan
- Melaksanakan
pengadaan sarana dan
prasarana yang
berhubungan dengan
kebersihan,
pengelolaan Instalasi,
Pengolah Lumpur
Tinja (IPLT) dan
Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sampah
- Membagi tugas dan
memberi petunjuk
kepada bawahan agar
pelaksanaan tugas
dapat berjalan dengan
lancar sesuai
ketentuan yang
berlaku
- Menilai hasil kerja
bawahan dengan
jalan memonitor dan
mengevaluasi hasil
kerja
- Mengevaluasi dan
mengiventarisasi
permasalahan yang
berhubungan dengan
pelaksanaan tugas
serta mencari
alternatif pemecahan
masalah
- Melaksanakan
koordinasi dan
kerjasama yang baik
dan saling
mendukung dalam
pelaksanaan tugas
sesuai pedoman dan
ketentuan yang
berlaku
- Penyusunan
rencana teknis
operasional di
bidang pengelolaan
sampah dan limbah
- Pelaksanaan
kebijakan teknis
operasional di
bidang pengelolaan
sampah dan limbah
- Pengelolaan
ketatausahaan
- Pelaksanaan tugas
lain yang diberikan
oleh Kepala Dinas
sesuai dengan tugas
dan fungsinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tupoksi Dinas Pekerjaan
Umum
Sub Dinas Kebersihan
dan Pertamanan
Seksi Operasional
Kebersihan Jalan dan
Lingkungan
UPT Pengelolaan
Sampah dan Limbah
bawahan dengan jalan
memonitor dan
mengevaluasi hasil
kerja
- Mengevaluasi dan
mengiventarisasi
permasalahan yang
berhubungan dengan
pelaksanaan tugas serta
mencari alternatif
pemecahan masalah
- Melaksanakan
koordinasi dan
kerjasama yang baik
dan saling mendukung
dalam pelaksanaan
tugas sesuai pedoman
dan ketentuan yang
berlaku
- Melaporkan hasil
pelaksanaan tugas/
kegiatan kepada atasan
- Melaksanakan tugas
lain yang diberikan
oleh atasan sesuai
bidang tugasnya
- Melaporkan hasil
pelaksanaan tugas/
kegiatan kepada
atasan
- Melaksanakan tugas
lain yang diberikan
oleh atasan sesuai
bidang tugasnya
Sumber. Peraturan Bupati Klaten No.44 tahun 2010
4.3.3. Sistem Pembiayaan
Agar sistem pengelolaan persampahan yang dijalankan dapat berjalan lancar tentu
dibutuhkan suatu pembiayaan. Dalam sistem pembiayaan tersebut nantinya mengatur
mengenai tarif retribusi dan biaya operasional agar berjalan seimbang. Pembiayaan yang
diberlakukan untuk operasional pengelolaan persampahan di Kabupaten Klaten antara lain
sebagai berikut :
Tabel 4. 13 Daftar Tarif Pelayanan Persampahan/ Kebersihan Kabupaten Klaten
No. Jenis Kelompok I Kelompok II Kelompok III
Dasar
pengenaan
Tarif/ bulan Dasar
pengenaan
Tarif/ bulan Dasar
pengenaan
Tarif/ bulan
1 Rumah Tangga Daya Listrik
> 1300
1.000 Daya Listrik
900
800 Daya Listrik
450
600
2 Rumah Sakit Tempat
Tidur > 50
60.000 Tempat
Tidur 20-50
40.000 Tempat
Tidur < 20
20.000
3 Kantor
Pemerintahan
Swasta
Pegawai >
100
15.000 Pegawai 50-
100
10.000 Pegawai <
50
5.000
4 Sekolah Murid > 200 10.000 Murid 100-
200
7.500 Murid < 100 5.000
5 Toko-
Perusahaan-
Bengkel
Besar 30.000 Menengah 15.000 Kecil 5.000
6 Restoran-Rumah
Makan-Warung
Luas 50 m2 10.000 Luas 30-50
m2
7.500 Luas < 30
m2
5.000
7 PKL/ Lesehan
Tempat Wisata
Makanan/
minuman
2.000 Buah-
buahan
1.500 Non Buah-
buahan
1.500
Sumber. Peraturan Daerah No.39 Tahun 2001 Kab Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Tabel 4. 14 Besaran Pemasukan dari Penarikan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan
Kabupaten Klaten
Tahun Realisasi Pendapatan
(Rp)
2007 238.718.000
2008 258.844.000
2009 260.699.000
2010 256.065.000
2011 272.716.000
Sumber. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kab Klaten
Tabel 4. 15 Satuan Biaya Kegiatan Pengelolaan Kebersihan Kabupaten Klaten Tahun 2011
No. Kegiatan Sampah Tertangani/ Tahun Biaya Operasional
& Pemeliharaan
Biaya Satuan
(Rp/ m3)
1. Program Pengembangan Kinerja
Pengelolaan Persampahan - 1.725.000.000 ,- -
2 Operasional Pengangkutan Sampah
dan Limbah 55.440 m3 1.305.000.000 ,- 23.538,96
3 Pengumpulan Termasuk
Penyapuan 1.440 m3 - -
4 Pemindahan dan Pengangkutan 54.000 m3 atau 150 m3/ hari x
360 - -
5 Reklamasi Sampah di TPA Joho 25.956 m3 210.000.000 ,- 8.090,61
6 Pengadaan Tanah Urug
Operasional TPA - 90.000.000 ,- -
7. Sisa Potensi Sampah Pembuangan
Akhir di TPA 28.044 m3 - 3.209,24
Sumber. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2011 Kab Klaten
4.3.4. Dasar Hukum dan Peraturan
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk memenuhi Standar Operasional dan
Prosedur (SOP), Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Klaten mengacu pada
peraturan-peraturan sebagai berikut :
a. Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
b. SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengolahan Teknik Sampah Perkotaan
c. SK SNI M-36-1991-03 Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan
Komposisi Sampah Perkotaan
d. SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA
4.3.5. Peran Serta Masyarakat
Sampah tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan para pemulung. Bagi pemulung, TPA
adalah "ladang" tempat menggantungkan hidup, di mana sehari-hari mereka menjalankan
kehidupannya sebagai pemulung. Para Pemulung mengakui bahwa mereka betah
mencari nafkah di lokasi seperti itu karena mendatangkan rejeki tersendiri. Hal ini juga
berlaku bagi para pemulung di TPA Jomboran, dimana banyak dijumpai pemulung yang
mengais sampah untuk dijual ke pengepul. Para pemulung tersebut mayoritas berasal dari
penduduk sekitar, meskipun ada 1 hingga 2 orang yang berasal dari luar wilayah. Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
hasil wawancara, pemulung yang beraktivitas di TPA Jomboran seluruhnya berjumlah 15
orang dan tidak semuanya beraktivitas bersamaan. Keberadaan pemulung di TPA Jomboran
selama ini tidak dikeluhkan oleh warga sekitar, hal ini dikarenakan mereka sudah mengenal
para pemulung tersebut. Jenis sampah yang diminati oleh para pemulung ini antara lain botol
kaca, dan atom. Dalam sehari, para pemulung hanya mampu mengumpulkan kurang lebih
sekitar 3 kilogram. Sedangkan untuk sampah jenis atom hanya dihargai oleh pengepul sekitar
2 ribu rupiah.
Gambar 4. 26 Sampah jenis atom dan botol yang diminati Pemulung TPA Jomboran Sumber. Hasil Dokumentasi Peneliti
4.4. Kondisi Kawasan
4.4.1. Kondisi Lingkungan Fisik
a. Estetika Kawasan
Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jomboran dengan timbunan sampah yang
menggunung tinggi dapat menimbulkan beragam persepsi dari penduduk sekitar yang
setiap harinya harus berhadapan dengan pemandangan semacam itu. Secara visual, hal
tersebut sangat menganggu dan tidak nyaman dipandang karena sampah yang identik
dengan kotor dan bau. Gangguan ketidaknyamanan ini dialami sebanyak 62% penduduk
dalam radius 0-800 meter. Dan gangguan tersebut paling banyak dikeluhkan penduduk di
dusun Tawangsari desa Jomboran dan dusun Panglon desa Gumulan yang berada dalam
radius 0 – 500 meter. Hal ini dikarenakan letak kedua dusun tersebut yang sangat dekat
dengan pusat TPA, sehingga timbunan mudah terlihat. Berbeda dengan dusun dusun lain
yang berada di atas radius 500 meter seperti dusun Bugelan dan Karangasem desa
Jomboran, timbunan tidak begitu terlihat karena jarak yang cukup jauh dan terhalang oleh
bangunan-bangunan rumah di dusun-dusun tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Gambar 4. 27 Diagram Gangguan Pandangan Tumpukan Sampah dalam Radius 0 – 800 m
Sumber. Survey Primer
Meskipun sangat mengganggu pandangan, penduduk dalam radius 501-800 m tidak
melakukan sebuah usaha untuk mengurangi ketidaknyamanan ini. Berdasarkan hasil
kuesioner, terlihat bahwa hanya sekitar 4% hingga 9% penduduk yang melakukan sebuah
usaha seperti dengan membangun tembok tinggi, menanam pepohonan, mengatur pintu
jendela rumah dan usaha-usaha lainnya agar pandangan timbunan sampah tidak terlihat
dari rumah. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 77% memilih untuk tidak melakukan
tindakan apapun. Sedangkan untuk penduduk dalam radius 0-500 m masih memiliki
kepedulian atas dampak tersebut. Hal ini terlihat dari hanya sekitar 30% responden yang
tidak melakukan sebuah usaha pengurangan dampak ini. Dalam radius 0-500 m, usaha
pengurangan dampak dengan mengatur posisi/ arah rumah memiliki persentase tertinggi
dibandingakn usaha lainnya yaitu sebesar 39%.
Gambar 4. 28 Diagram Gangguan Pandangan Tumpukan Sampah dalam Radius 0 – 800 m
Sumber. Survey Primer
b. Lahan Pertanian
Gambar 4. 29 Diagram Kondisi Lahan Pertanian Sekitar TPA Jomboran
Sumber. Survey Primer
81%
14%
5%
Keberadaan Tumpukan Sampah Radius 0-500 m
SangatMengganggu
CukupMengganggu
TidakMengganggu
50% 27%
23%
Keberadaan Tumpukan Sampah Radius 501-800 m
SangatMengganggu
CukupMengganggu
TidakMengganggu
2%
20%
39% 9%
30%
Usaha Pengurangan Dampak Pemandangan Tumpukan Sampah
Radius 0-500 m Membanguntembok tinggiMenanampohonMengatur arahrumahLainnya
Tidak Ada
4%
5% 9%
5%
77%
Usaha Pengurangan Dampak Pemandangan Tumpukan Sampah
Radius 501-800 m Membanguntembok tinggiMenanampohonMengatur arahrumahLainnya
Tidak Ada
12%
80%
8% Semakinparah/ tidaksuburtidak adaperubahan
semakinsubur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Berdasarkan diagram diatas maka dapat diketahui bahwa sebanyak 80% mengatakan
bahwa kondisi lahan pertanian di sekitar TPA tidak ada perubahan serius. Meskipun
begitu, ada 12 % penduduk yang merasa bahwa kondisi lahan pertanian di sekitar TPA
Jomboran saat ini semakin parah atau tidak subur. Dari hasil kuesioner diketahui sebanyak
79% penduduk berpendapat bahwa tingkat kesuburan lahan pertanian di sekitar TPA
Jomboran bukan dikarenakan oleh kondisi TPA Jomboran. Tingkat kesuburan lahan
pertanian di wilayah tersebut lebih dikarenakan faktor penggunaan pupuk, dan musim.
Tabel 4. 16 Pengaruh Kondisi TPA bagi Kesuburan Lahan Pertanian Sekitar
No. Pengaruh TPA bagi Tingkat Kesuburan Lahan Pertanian Jumlah Persentase
1 Mempengaruhi Kesuburan 19 21%
2 Tidak Mempengaruhi Kesuburan 73 79%
Sumber. Survey primer
Penanganan sampah yang tidak tepat dapat mempengaruhi kualitas lingkungan di
wilayah tersebut. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa kondisi lingkungan yang
tidak sehat dapat menjadi tempat kuman bakteri dan penyakit berkembang biak. Kondisi
TPA Jomboran dengan tumpukan sampah menggunung rentan menjadi sumber penyakit
dan kuman bagi lingkungan sekitarnya.
Tabel 4. 17 Wabah Hama di Lahan Pertanian Sekitar TPA Jomboran
No. Intensitas Kejadian Jumlah Persentase
1 Sangat sering terjadi 28 30 %
2 Pernah terjadi 43 47 %
3 Belum pernah terjadi 21 23 %
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa sebanyak 47% mengatakan
pernah terjadi suatu wabah hama di area lahan pertanian sekitar TPA Jomboran. Hama
pertanian yang dimaksudkan seperti tikus, dan lalat.
c. Kemunculan Bau
Adanya sampah tidak dapat dilepaskan dengan bau yang ditimbulkan. Bau busuk
sampah yang menyengat tentu menjadi suatu gangguan bagi siapapun yang berada
didekatnya. Hal ini juga terjadi pada sampah TPA Jomboran, yang juga dapat
menimbulkan bau/ aroma yang kurang enak.
Gambar 4. 30 Diagram Gangguan Bau yang ditimbulkan oleh Sampah dalam Radius 0- 800 m
Sumber. Survey Primer
81%
19%
Gangguan Bau Radius 0-500 m
Sangatterasa bau
Cukupterasa bau
68%
30% 2%
Gangguan Bau Radius 501-800 m
Sangatterasa bau
Cukupterasa bau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa dalam radius 0-500 m semua responden
mengeluhkan bau yang ditimbulkan oleh sampah TPA Jomboran. Sebanyak 81% dari total
responden di radius 0-500 m mengeluhkan bau yang muncul sangat terasa. Sedangkan
dalam radius 501-800 m, ada sebanyak 2 % yang tidak merasakan bau yang timbul dari
sampah TPA Jomboran.
Gambar 4. 31 Diagram Intensitas Munculnya Gangguan Bau dalam Radius 0-800 m Sumber. Survey Primer
Bau sampah dapat muncul sewaktu-waktu, hal ini tergantung dengan kondisi dan
cuaca. Berdasarkan tingkat intensitas munculnya gangguan bau tersebut, dapat diketahui
bahwa responden sebanyak 83% dalam radius 0-500 m sering merasa terganggu dengan
adanya bau yang ditimbulkan oleh sampah di TPA Jomboran. Sedangkan dalam radius
501-800 m hanya 62% responden yang merasa sering terganggu dan 36% responden hanya
terganggu pada saat-saat tertentu saja.
Gambar 4. 32 Diagram Waktu Munculnya Gangguan Bau dalam Radius 0-800 m Sumber. Survey Primer
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
pada daerah pada radius 0-500 m dengan 501-800 m. Penduduk pada radius 0-500 m lebih
sering merasakan bau setiap harinya. Hal ini terlihat dari diagram diatas dimana sebanyak
28% responden dalam radius 0-500 m yang mengatakan demikian. Sedangkan di radius
501-800 m, hanya 5% dari total responden yang mengatakan muncul setiap hari. Sebanyak
31% responden di radius 0-500 m dan 30% di radius 501-800 m mengatakan bahwa
gangguan bau tersebut hanya muncul pada musim tertentu seperti saat musim penghujan
dimana sampah menjadi basah dan lembab. Selain itu, bau juga terasa saat aktivitas
pembalikan sampah oleh petugas TPA Jomboran.
83%
17%
Intensitas Bau Radius 0-500 m
Sering
Jarang 62%
36%
2%
Intensitas Bau Radius 501-800 m
Sering
Jarang
Tidak Pernah
22%
28% 19%
31%
Waktu Muncul Bau Radius 0-500 m Setiap saat
Setiap hari jamtertentu
Kadang-kadang/tidak setiap hari
Musim tertentu
18% 5%
47%
30%
Waktu Muncul Bau Radius 501-800 m
Setiap saat
Setiap harijam tertentu
Kadang-kadang/ tidaksetiap hariMusimtertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Gambar 4. 33 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Bau dalam Radius 0-800 m
Sumber. Survey Primer
Adanya sebuah gangguan tentu membutuhkan suatu penanganan agar dapat
mengurangi dampak yang ditimbulkan dari gangguan tersebut. Setidaknya hal ini juga
dilakukan penduduk di sekitar TPA untuk mengurangi bau sampah di lingkungan rumah
mereka. Seperti terlihat dalam diagram diatas, bahwa dalam radius 0-500 m sebanyak 31%
penduduk berusaha menanam pepohonan di pekarangan rumah mereka sebagai filter agar
bau tidak langsung masuk ke rumah. Hal serupa juga dilakukan oleh sekitar 2% dari total
responden di radius 501-800 m untuk menanam pohon sebagai usaha mengurangi dampak
bau. Untuk 14% responden di radius 0-500 m dan 21% di radius 501-800 m berusaha
melakukan tindakan pengurangan lainnya seperti menyemprot pewangi ruangan di rumah
mereka. Meskipun begitu mayoritas responden sebanyak 36% di radius 0-500 m dan 63%
di radius 501-800 m bersikap acuh dan tidak ada usaha untuk mengurangi gangguan bau
tersebut di lingkungan rumah mereka.
d. Kebisingan
Adanya suatu aktivitas tidak dapat dipisahkan dengan kebisingan yang
ditimbulkannya. Aktivitas pembuangan sampah di TPA yang dilakukan oleh alat berat dan
moda-moda pengangkutan lainnya seperti truk sampah dan motor sampah tentu dapat
memunculkan suara-suara yang dapat menimbulkan kebisingan bagi lingkungan
sekitarnya.
Gambar 4. 34 Diagram Gangguan Kebisingan oleh Aktivitas TPA
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas, maka dapat diketahui bahwa sebanyak 50 persen lebih
penduduk baik pada radius 0-500 meter maupun 501-800 meter merasa tidak terganggu
31%
19% 14%
36%
Usaha Pengurangan Dampak Bau Radius 0-500 m
Menanampohon
Mengaturarah rumah
Lainnya
Tidak Ada
2% 5% 9%
21% 63%
Usaha Pengurangan Dampak Bau Radius 501-800 m Membangun
tembok tinggi
Menanam pohon
Mengatur arahrumah
Lainnya
Tidak Ada
11%
31% 58%
Gangguan Kebisingan Radius 0-500 m
sangatmengganggu
cukupmengganggu
tidakmengganggu
14%
32% 54%
Gangguan Kebisingan Radius 501-800 m
SangatMengganggu
CukupMengganggu
TidakMengganggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
dengan kebisingan yang timbul dari adanya aktivitas pengangkutan sampah maupun
pembuangan sampah di TPA Jomboran. Sedangkan 30 persen diantaranya merasa cukup
terganggu dengan munculnya suara-suara bising yang ditimbulkan dari aktivitas TPA
Jomboran.
Gambar 4. 35 Diagram Intensitas Gangguan Kebisingan oleh Aktivitas TPA
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas, sebanyak 58% dan 54% di radius 0-500 m dan 501-800 m
tidak pernah merasakan kebisingan. Hal ini dikarenakan responden tersebut yang tidak
terganggu dengan gangguan kebisingan yang timbul. Sedangkan sebanyak 34% di radius
0-500 m terkadang masih merasakan gangguan kebisingan tersebut dan sisanya sering
terganggu oleh kebisingan yang timbul. Responden yang sering mengalami gangguan
bising di radius 501-800 m lebih tinggi dibandingkan di radius 0-500 m yaitu 21%.
Gambar 4. 36 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Kebisingan oleh Aktivitas TPA Sumber. Survey Primer
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk baik pada
radius 0-500 m maupun 501-800 m tidak melakukan sebuah tindakan untuk mengurangi
gangguan kebisingan yang timbul. Hal ini dikarenakan mayoritas suara kebisingan tersebut
terlalu jauh untuk dapat terdengar di lingkungan rumah mereka, sehingga gangguan
tersebut hanya diacuhkan saja.
e. Bahaya Kebakaran
Munculnya gas metan sebagai salah satu hasil dekomposisi (penguraian) sampah oleh
mikroorganisme, dapat memicu timbulnya kebakaran. Kejadian kebakaran sampah tentu
dapat membawa pengaruh bagi lingkungan sekitarnya, terkait dengan api, abu dan asap
yang dihasilkan dari pembakaran tersebut.
8%
34% 58%
Intensitas Kebisingan Radius 0-500 m
Sering
Jarang
TidakPernah
21%
25% 54%
Intensitas Kebisingan Radius 501-800 m
Sering
Jarang
TidakPernah
6% 11%
83%
Usaha Pengurangan Dampak Kebisingan
Radius 0-500 m
Mengaturarah rumah
Lainnya
Tidak Ada
3% 2%
7%
4%
84%
Usaha Pengurangan Dampak Kebisingan
Radius 501-800 m Membanguntembok tinggiMenanam pohon
Mengatur arahrumahLainnya
Tidak Ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 4. 37 Diagram Gangguan Kebakaran Kawasan TPA Jomboran
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas maka dapat dilihat bahwa dalam radius 0 – 500 meter,
sebanyak 55% penduduk merasa kejadian kebakaran sampah sangat mengganggu dan
sebanyak 42% juga cukup merasa terganggu dengan kejadian tersebut. Dengan persentase
lebih kecil dampak ini juga mengganggu penduduk dengan radius 501-800 meter.
Sedangkan pada radius ini, penduduk yang merasa tidak terganggu oleh adanya kebakaran
memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan penduduk pada radius 0-500 m.
Gambar 4. 38 Diagram Penyebab Gangguan Kebakaran
Sumber. Survey Primer
Dari berbagai masalah yang muncul dari kejadian kebakaran seperti api, asap dan abu,
sebagian besar penduduk di sekitar TPA menganggap asap merupakan masalah yang
paling mengganggu. Sedangkan sebanyak 12% menganggap masalah lainnya seperti abu-
abu yang beterbangan mengganggu aktivitas mereka.
Gambar 4. 39 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Kebakaran Kawasan TPA Jomboran
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk di radius
0-500 m tidak melakukan sebuah tindakan pencegahan atau mengurangi dampak yang
timbul akibat adanya kebakaran sampah. Sedangkan sebanyak 47% lainnya berusaha
mengatasi permasalahan tersebut di lingkungan rumah mereka salah satunya dengan
55% 42%
3%
Gangguan Kebakaran Radius 0-500 m
sangatmengganggu
cukupmengganggu
tidakmengganggu
50% 36%
14%
Gangguan Kebakaran Radius 501-800 m
SangatMengganggu
CukupMengganggu
TidakMengganggu
2%
86%
12% Api
Asap
Lainnya
47%
53%
Usaha Penanggulangan Dampak Kebakaran
Radius 0-500 m
Ada
Tidak Ada
36%
64%
Usaha Penanggulangan Dampak Kebakaran Radius 501-800 m
Ada
TidakAda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
menutupi ventilasi udara dengan plastik dan kardus. Hal serupa juga terjadi pada penduduk
di radius 501-800 m, dimana makin tinggi persentase penduduk yang tidak melakukan
suatu tindakan pengurangan dampak yaitu sebesar 64%.
f. Air Rembesan Sampah (Lindi)
Lindi merupakan limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam
timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi
organik hasil dekomposisi biologis. Lindi yang tidak terkelola dengan baik dapat
mencemari lingkungan sekitarnya terkait dengan kandungan dari berbagai materi sampah.
Gambar 4. 40 Diagram Tingkat Gangguan Akibat Air Rembesan Sampah (Lindi) Sumber. Survey Primer
Gambar 4. 41 Diagram Tingkat Gangguan Akibat Air Rembesan Sampah (Lindi) Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk baik
dalam radius 0-500 m maupun 501-800 m tidak merasakan adanya air rembesan sampah di
lingkungan rumah mereka. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 14% untuk radius 0-500 m
dan 9% untuk radius 501-800 m merasa bahwa air rembesan sampah juga mengalir di
lingkungan mereka. Dari kondisi tersebut maka tingkat gangguan yang ditimbulkan oleh
masuknya air rembesan sampah ke permukiman penduduk sangat rendah. Hal ini terlihat
dari 89% penduduk merasa tidak terganggu dengan masuknya air lindi tersebut.
14%
86%
Keberadaan Air Rembesan (Lindi)
Radius 0-500 m
Ada
Tidak Ada
9%
91%
Keberadaan Air Rembesan (Lindi)
Radius 501-800 m
Ada
Tidak Ada
8% 3%
89%
sangatmengganggu
cukupmengganggu
tidakmengganggu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
4.4.2. Kondisi Kesehatan
Gambar 4. 42 Diagram Wabah Penyakit di Permukiman dalam Radius 0-800 m Sumber. Survey Primer
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa baik dalam radius 0-500 m dan 501-800 m
sekitar 40% lebih yang mengatakan pernah terjadi suatu wabah penyakit terkait dengan
aktivitas TPA. Penyakit yang sering dikeluhkan penduduk terkait kondisi TPA Jomboran
yaitu asma, batuk, ispa. Penduduk menganggap asap yang ditimbulkan akibat kebakaran
sampah sebagai akibat munculnya penyakit tersebut.
4.4.3. Kondisi Sosial Ekonomi
a. Kondisi Keamanan
Gambar 4. 43 Diagram Pengaruh Kondisi TPA terhadap Tingkat Keamanan Sumber. Survey Primer
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa sebanyak 19% menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh sama sekali antara kondisi TPA dengan tingkat keamanan di
lingkungan mereka. Sedangkan dalam radius 501-800 m, hanya 12% dari total responden
merasa bahwa kondisi TPA Jomboran dapat mempengaruhi kondisi keamanan lingkungan
mereka. Sebagian besar penduduk baik dalam radius 0-500 m maupun radius 501-800 m
tidak merasakan adanya pengaruh terhadap kondisi keamanan di lingkungan mereka.
28%
44%
28%
Wabah Penyakit di Permukiman terkait TPA
Radius 0-500 m
Sering terjadi
Pernah terjadi
Belum pernah
16%
48%
36%
Wabah Penyakit di Permukiman terkait TPA
Radius 501-800 m
Sering terjadi
Pernah terjadi
Belum pernah
19%
81%
Kondisi Keamanan Terkait Aktivitas TPA
Radius 0-500 m
Adapengaruh
Tidak ada
12%
88%
Kondisi Keamanan Terkait Aktivitas TPA
Radius 501-800 m
Adapengaruh
Tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
b. Konflik Sosial
Gambar 4. 44 Diagram Kejadian Konflik Sosial di Lingkungan sekitar TPA
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan diagram diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak sekitar 60% responden
baik dalam radius 0-500 m maupun 501-800 m tidak pernah menjumpai ataupun
mengalami konflik sosial di lingkungan mereka terkait dengan kondisi TPA Jomboran.
Sedangkan 40% responden pernah mengalami maupun menemukan konflik sosial di
lingkungan mereka terkait dengan permasalahan TPA. Berdasarkan hasil kuesioner dan
wawancara, diketahui bahwa permasalahan tersebut terjadi antara warga dengan
pemerintah khususnya pengelola TPA Jomboran. Penyelesaian konflik tersebut yaitu
dengan adanya rencana dari pemerintah untuk melakukan perbaikan jalan lingkungan.
c. Nilai Jual Lahan
Gambar 4. 45 Diagram Pengaruh TPA terhadap Nilai Lahan dalam Radius 0-800 m Sumber. Survey Primer
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk baik pada
radius 0-500 m maupun 501-800 m menganggap bahwa adanya TPA Jomboran tidak
mempengaruhi nilai jual lahan mereka. Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa pada
radius 0-500 m memiliki persentase lebih besar dibandingkan radius diatasnya terkait
dengan adanya pengaruh TPA terhadap nilai lahan. Sedangkan sebagian kecil merasa
bahwa nilai lahan mereka saat ini mengalami perubahan. Perubahan tersebut lebih
cenderung pada penurunan nilai jual lahan. Hal ini terlihat dari sebanyak 19 orang dari
total 23 responden yang menganggap berpengaruh, mengatakan bahwa mengalami
penurunan nilai lahan.
39%
61%
Konflik Sosial terkait Kondisi TPA Radius 0-500 m
Pernah
Tidak pernah41%
59%
Konflik Sosial terkait Kondisi TPA
Radius 501-800 m
Pernah
Tidak pernah
31%
69%
Pengaruh TPA terhadap Nilai Lahan
Radius 0-500 m
AdaPengaruh
Tidak ada
21%
79%
Pengaruh TPA terhadap Nilai Lahan Radius 501-800 m
AdaPengaruh
Tidak ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
d. Biaya Perbaikan Lingkungan
Gambar 4. 46 Diagram Biaya Perbaikan terkait Aktivitas TPA dalam Radius 0-800 m
Sumber. Survey Primer
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui, bahwa sekitar 80% atau mayoritas
penduduk sekitar tidak pernah membayarkan iuran terkait perbaikan infrastruktur
lingkungan. Hal ini dikarenakan biaya perbaikan lingkungan diperoleh dari kas desa atau
rw, sedangkan kas desa atau rw dikumpulkan dari iuran bulanan warga.
19%
81%
Biaya Perbaikan Terkait Aktivitas TPA
Radius 0-500 m
Pernahmengeluarkan
Tidak pernah
16%
84%
Biaya Perbaikan Terkait Aktivitas TPA
Radius 501-800 m
Pernahmengeluarkan
Tidak pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Contents BAB IV ................................................................................................................................................. 40
4.1. Karakteristik Timbulan Sampah ....................................................................................... 40
4.1.1. Sampah Kabupaten Klaten ............................................................................................ 40
4.1.2. Karakteristik Timbulan Sampah di Kabupaten Klaten Berdasarkan Aktivitas ............. 42
4.2. Kondisi Eksisting TPA Dilihat dari Parameter SNI Pemilihan Lokasi TPA ................ 47
4.2.1. Lokasi TPA Jomboran ................................................................................................... 47
4.2.2. Fisik Alam Kawasan TPA ............................................................................................. 49
4.2.3. Jaringan Transportasi Kawasan ..................................................................................... 56
4.2.5. Kondisi Masyarakat ....................................................................................................... 59
4.3. Sistem Pengelolaan Sampah ............................................................................................... 61
4.3.1. Teknis Operasional TPA ............................................................................................... 61
4.3.2. Kelembagaan ................................................................................................................. 62
4.3.3. Sistem Pembiayaan ....................................................................................................... 64
4.3.4. Dasar Hukum dan Peraturan.......................................................................................... 65
4.3.5. Peran Serta Masyarakat ................................................................................................. 65
4.4. Kondisi Kawasan ................................................................................................................. 66
4.4.1. Kondisi Lingkungan Fisik ............................................................................................. 66
4.4.2. Kondisi Kesehatan ......................................................................................................... 74
4.4.3. Kondisi Sosial Ekonomi ................................................................................................ 74
Tabel 4. 1 Pelayanan Sampah Kabupaten Klaten .................................................................................. 40
Tabel 4. 2 Penanganan Sampah di Kabupaten Klaten ........................................................................... 40
Tabel 4. 3 Persentase Komposisi Sampah Kabupaten Klaten ............................................................... 41
Tabel 4. 4 Sumber Penghasil Sampah Berdasarkan Jenis di Kabupaten Klaten ................................... 41
Tabel 4. 5 Timbulan Sampah Berdasarkan Aktivitas di Kabupaten Klaten .......................................... 41
Tabel 4. 6 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Permukiman .................................................... 42
Tabel 4. 7 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Komersil ......................................................... 43
Tabel 4. 8 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Fasilitas Pendidikan........................................................ 43
Tabel 4. 9 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Fasilitas Kesehatan ......................................................... 44
Tabel 4. 10 Jenis Sampah yang Dihasilkan di Kawasan Industri .......................................................... 46
Tabel 4. 11 Tingkat Kepadatan Arus Lalu Lintas Kawasan TPA Jomboran ........................................ 56
Tabel 4. 12 Tupoksi Dinas Pengelola Sampah ...................................................................................... 62
Tabel 4. 13 Daftar Tarif Pelayanan Persampahan/ Kebersihan Kabupaten Klaten ............................... 64
Tabel 4. 14 Besaran Pemasukan dari Penarikan Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan
Kabupaten Klaten .................................................................................................................................. 65
Tabel 4. 15 Satuan Biaya Kegiatan Pengelolaan Kebersihan Kabupaten Klaten Tahun 2011 ............. 65
Tabel 4. 16 Pengaruh Kondisi TPA bagi Kesuburan Lahan Pertanian Sekitar ..................................... 68
Tabel 4. 17 Wabah Hama di Lahan Pertanian Sekitar TPA Jomboran ................................................. 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Gambar 4. 1 Grafik Timbulan Sampah/ Produksi Sampah Kabupaten Klaten ..................................... 40
Gambar 4. 2 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Tangga .................................................... 42
Gambar 4. 3 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Area Komersil .................................................... 43
Gambar 4. 4 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Fasilitas Pendidikan ............................................ 44
Gambar 4. 5 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Besar ............................................. 45
Gambar 4. 6 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Kecil .............................................. 45
Gambar 4. 7 Bagan Alur Pola Pengelolaan Sampah Area Industri ....................................................... 46
Gambar 4. 8 Sampah Kawasan Industri ................................................................................................ 47
Gambar 4. 9 Peta Lokasi Wilayah TPA Jomboran di Wilayah Kabupaten Klaten ............................... 48
Gambar 4. 10 Peta Lokasi Wilayah TPA Jomboran di Wilayah Perkotaan Klaten .............................. 48
Gambar 4. 11. Posisi Sungai dengan TPA Jomboran serta Penampang Sungai ................................... 49
Gambar 4. 12 Kondisi Sungai di Area TPA Jomboran ......................................................................... 49
Gambar 4. 13 Diagram Kondisi Air Tanah dalam Radius 0 – 500 meter dan 501 – 800 meter............ 50
Gambar 4. 14 Diagram Penggunaan Air Tanah/ Sumur dalam Radius 0-800 m .................................. 51
Gambar 4. 15 Diagram Pemanfaatan Air Tanah/ Sumur dalam Radius 0-800 m ................................. 51
Gambar 4. 16 Peta Kelerengan Wilayah TPA Jomboran ...................................................................... 52
Gambar 4. 17 Ilustrasi View TPA Jomboran dari arah depan ............................................................... 54
Gambar 4. 18 Ilustrasi View TPA Jomboran dari arah samping ........................................................... 54
Gambar 4. 19 Peta Guna Lahan Kawasan TPA Jomboran .................................................................... 55
Gambar 4. 20 Pengangkutan Sampah di Jalan Sekitar Kawasan TPA .................................................. 57
Gambar 4. 21 Peta Kondisi dan Dimensi Jalan di Kawasan TPA Jomboran ........................................ 58
Gambar 4. 22 Diagram Kesediaan Masyarakat Sekitar dalam Menerima TPA Jomboran ................... 60
Gambar 4. 23 Operasional Pembuangan dan Penimbunan Sampah TPA Jomboran ............................ 62
Gambar 4. 24 Alur Pengelolaan Sampah Kabupaten Klaten ................................................................ 62
Gambar 4. 25 Kondisi Alat Pengomposan Bantuan Badan Lingkungan Hidup (BLH) yang belum
pernah terpakai ...................................................................................................................................... 62
Gambar 4. 26 Sampah jenis atom dan botol yang diminati Pemulung TPA Jomboran ........................ 66
Gambar 4. 27 Diagram Gangguan Pandangan Tumpukan Sampah dalam Radius 0 – 800 m .............. 67
Gambar 4. 28 Diagram Gangguan Pandangan Tumpukan Sampah dalam Radius 0 – 800 m ............. 67
Gambar 4. 29 Diagram Kondisi Lahan Pertanian Sekitar TPA Jomboran ............................................ 67
Gambar 4. 30 Diagram Gangguan Bau yang ditimbulkan oleh Sampah dalam Radius 0- 800 m ........ 68
Gambar 4. 31 Diagram Intensitas Munculnya Gangguan Bau dalam Radius 0-800 m......................... 69
Gambar 4. 32 Diagram Waktu Munculnya Gangguan Bau dalam Radius 0-800 m ............................. 69
Gambar 4. 33 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Bau dalam Radius 0-800 m .............................. 70
Gambar 4. 34 Diagram Gangguan Kebisingan oleh Aktivitas TPA ..................................................... 70
Gambar 4. 35 Diagram Intensitas Gangguan Kebisingan oleh Aktivitas TPA ..................................... 71
Gambar 4. 36 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Kebisingan oleh Aktivitas TPA ....................... 71
Gambar 4. 37 Diagram Gangguan Kebakaran Kawasan TPA Jomboran ............................................. 72
Gambar 4. 38 Diagram Penyebab Gangguan Kebakaran ...................................................................... 72
Gambar 4. 39 Diagram Usaha Pengurangan Dampak Kebakaran Kawasan TPA Jomboran ................ 72
Gambar 4. 40 Diagram Tingkat Gangguan Akibat Air Rembesan Sampah (Lindi) ............................. 73
Gambar 4. 41 Diagram Tingkat Gangguan Akibat Air Rembesan Sampah (Lindi) ............................. 73
Gambar 4. 42 Diagram Wabah Penyakit di Permukiman dalam Radius 0-800 m ................................ 74
Gambar 4. 43 Diagram Pengaruh Kondisi TPA terhadap Tingkat Keamanan ...................................... 74
Gambar 4. 44 Diagram Kejadian Konflik Sosial di Lingkungan sekitar TPA ...................................... 75
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Gambar 4. 45 Diagram Pengaruh TPA terhadap Nilai Lahan dalam Radius 0-800 m .......................... 75
Gambar 4. 46 Diagram Biaya Perbaikan terkait Aktivitas TPA dalam Radius 0-800 m ...................... 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Analisis Karakteristik Sampah yang Masuk ke TPA
Dalam melakukan analisis karakteristik sampah yang masuk ke TPA Jomboran
digunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dimana data temuan lapangan pada bab
sebelumnya akan menjadi masukan dalam analisis ini untuk melakukan deskripsi secara
menyeluruh terhadap variabel yang berpengaruh terhadap analisis. Sehingga dapat diketahui
karakteristik jenis sampah yang masuk dan bagaimana penanganannya.
Sampah yang terangkut dan terbuang ke TPA Jomboran berasal dari berbagai sumber
penghasil sampah. Sumber penghasil sampah tersebut dapat dibagi ke dalam lima jenis
sumber aktivitas kegiatan yaitu perumahan, area komersil, fasilitas kesehatan, kawasan
pendidikan dan area industri dalam hal ini industri rumah tangga. Dari berbagai jenis sampah
yang dihasilkan oleh sumber sumber aktivitas tersebut, tidak semua sampah terangkut dan
terbuang di TPA Jomboran. Dari penanganan sampah yang dilakukan oleh Sub Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Klaten (lihat tabel 4.2), sampah yang dapat terangkut
ke TPA oleh petugas sebanyak 70% dari total produksi sampah yang dihasilkan di Kabupaten
Klaten. Rata-rata volume sampah yang dapat terangkut ke TPA oleh petugas sekitar 150 m3
per harinya. Sebanyak 70% sampah yang terangkut oleh petugas ke TPA terdiri dari berbagai
jenis sampah seperti kertas, kayu, kain, plastik, organik dan jenis sampah lainnya (lihat tabel
4.3). Sebanyak 65% dari total sampah yang terangkut ke TPA berupa sampah organik dan
sebanyak 10% berupa sampah jenis plastik. Sedangkan untuk sampah kertas, kayu, kain serta
kulit/ karet hanya berkisar antara 5% hingga 6% dari total sampah terangkut. Sampah jenis
kaca dan logam hampir tidak dapat dijumpai. Sampah jenis ini hanya memiliki persentase
0,5% dari total sampah terangkut.
Seperti yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, tidak semua sampah terangkut ke
TPA dikarenakan adanya perlakuan khusus dari sumber sampah. Perlakuan khusus pada
beberapa jenis sampah yang dilakukan oleh masyarakat seperti melakukan pemilahan sampah
pada jenis sampah-sampah bernilai ekonomi tinggi yang dapat dijual ke tukang rosok.
Sehingga dengan adanya tindakan semacam ini setidaknya dapat memperpanjang umur TPA
Jomboran. Seperti yang dikemukakan oleh Erni (2011) yang menyatakan bahwa aktivitas
pemilahan sampah mulai dari sumber akan memudahkan proses daur ulang selanjutnya dan
mereduksi biaya pengelolaan sampah selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Gambar 5. 1 Alur Pengelolaan Sampah Kabupaten Klaten Sesuai dengan Jenisnya oleh Masyarakat Sumber. Peneliti, 2012
Berdasarkan bagan alur pengelolaan sampah diatas, maka dapat diketahui bahwa
khususnya untuk jenis sampah seperti kertas, kardus, botol plastik, dan kaleng dimungkinkan
tidak terangkut ke TPA. Karena sampah jenis ini dijual ke tukang rosok dengan harga yang
bervariatif. Sampah jenis ini merupakan bahan samping pemasaran produk industri yang
dapat dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya semula ataupun diolah terlebih dahulu agar
menjadi produk baru. Jika tidak didaur ulang sampah ini memerlukan proses lain untuk
memusnahkannya dan sebaiknya bukan dengan melalui pembakaran. Hal ini dikarenakan
berpotensi menjadi sumber pencemaran udara, terlebih lagi jika mengandung bahan plastik
(Enri : 2011). Dan perlu kita ketahui bahwa sampah jenis ini seperti plastik, botol dan kaleng
termasuk dalam bahan yang tidak bisa terurai oleh bakteri. Sehingga dengan perilaku
masyarakat yang menjual sampah sampah jenis plastik, botol dan kaleng dapat mengurangi
beban sampah di TPA Jomboran karena sifat sampah jenis ini yang susah terurai.
Selain itu, pemilahan sampah juga dilakukan pada sampah jenis kayu-kayuan, sehingga
sampah ini tidak terangkut ke TPA Jomboran dikarenakan adanya perlakuan oleh masyarakat
seperti dengan memanfaatkannya kembali menjadi bangku di sekolah-sekolah. Selain itu
sampah jenis kayu-kayuan juga dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan bakar alternatif
untuk memasak karena sifatnya yang mudah terbakar dan terurai oleh bakteri. Sehingga
dengan adanya pemanfaatan kembali oleh masyarakat dapat mengurangi masuknya sampah
kayu-kayuan ke TPA Jomboran. Dengan adanya pengurangan sampah jenis kayu kayuan
yang masuk ke TPA Jomboran dapat memperluas area penimbunan sampah di TPA karena
karakteristik sampah kayu yang memiliki volume yang besar (bulky). Untuk sampah yang
dihasilkan industri cor logam yang merupakan produk sampingan yaitu kaca padat (klelet)
juga tidak terangkut ke TPA Jomboran. Kaca padat yang memiliki sifat tidak membusuk dan
Masyarakat/
Penghasil Sampah
Sampah sisa
makanan/
basah
Sampah
bungkus
plastik kemasan
Sampah
kertas &
kardus
Sampah
botol plastik
& kaleng
Sampah
kayu kayuan
& ranting
Produk
samping
industri
Sampah
B3
r.sakit
dikelola/ dijual ke
tukang rosok
dibakar oleh
petugas
terangkut ke
TPA JOMBORAN
dibuang ke TPS/
diangkut petugas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
sulit terdekomposisi (nondegredable waste), telah dimanfaatkan ulang oleh para pengrajin
menjadi barang baru yang bernilai seperti kerajinan lampu hias maupun pot bunga. Sehingga
hal ini dapat memperpanjang umur TPA Jomboran, karena sampah yang sulit terurai seperti
produk sampingan cor logam ini dimungkinkan tidak masuk kedalamnya.
Selain sampah-sampah anorganik yang telah disebutkan sebelumnya, perlu dikhawatirkan
adanya sampah-sampah beracun (B3) yang turut terangkut ke dalam TPA Jomboran. Hal ini
dikarenakan sifat sampah beracun sangat berpotensi mengandung mikroorganisme patogen
atau bahan kimia beracun berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat
tersebar ke lingkungan sekitarnya. Potensi bahaya sampah jenis ini untuk memakan korban
sangat besar terutama bagi petugas yang menangani sampah dan pemulung. Sumber aktivitas
yang paling banyak menghasilkan sampah jenis ini adalah rumah sakit-rumah sakit di
Kabupaten Klaten baik besar maupun kecil. Sampah infeksius yang dihasilkan seperti infus,
jarum suntik, obat-obatan, botol kimia, masker, tisu, dan segala barang yang bersentuhan
dengan pasien dan sampah medis lainnya. Meskipun begitu, rumah sakit di Kabupaten Klaten
telah menerapkan penanganan yang baik yaitu dengan melakukan pembakaran dengan
insenerator untuk sampah-sampah infeksius tersebut. Untuk mengurangi tercemarnya sampah
lainnya dengan sampah infeksius, telah dilakukan pemilahan dari sumber awal dengan
penggunaan kantong plastik oleh petugas. Sehingga dengan penanganan sampah semacam ini
kemungkinan sampah berbahaya (B3) maupun sampah yang berpotensi tercemar sampah
berbahaya masuk ke TPA Jomboran dapat dihindarkan dan begitu juga dengan pencemaran
lingkungan di area TPA karena zat medis.
Dari berbagai jenis sampah diatas, jenis sampah organik merupakan jenis sampah yang
paling banyak dihasilkan dan diproduksi oleh semua sumber aktivitas di Kabupaten Klaten.
Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk (garbage) dan karenanya
sampah ini juga mudah terdekomposisi oleh mikroorganisme (biodegradable). Sampah –
sampah organik seperti sisa-sisa makanan, buah-buahan maupun daun-daunan yang
dihasilkan di berbagai sumber aktivitas di Kabupaten Klaten yang tidak ditangani dan hanya
dibuang ke tempat pembuangan sampah. Sehingga sampah-sampah jenis ini lah yang paling
banyak terangkut ke TPA Jomboran. Padahal perlu diketahui bahwa sampah jenis ini bersifat
mudah membusuk, sehingga sampah jenis ini membutuhkan pengelolaan yang cepat karena
pembusukannya dapat menghasilkan bau tidak enak seperti ammoniak1 dan asam-asam volatil
lainnya. Selain bau, sampah organik juga menghasilkan gas-gas yang merupakan hasil
1 gas yang tidak berwarna dan menimbulkan bau yang sangat kuat dan merupakan salah satu gas pencemar udara yang
dihasilkan dari dekomposisi senyawa oeganik oleh mikroorganisme seperti dalam proses pengolahan sampah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
dekomposisi seperti gas metana2 dan sejenisnya yang dapat membahayakan keselamatan bila
tidak ditangani secara baik. Selain bersifat mudah membusuk, sampah jenis ini juga memiliki
kandungan air yang tinggi, nilai kalornya rendah, kadar abu rendah dan berat jenis yang
tinggi. Oleh karena itu sampah ini tidak bisa dimusnahkan dengan melalui pembakaran.
Selain sampah organik yang mudah membusuk seperti sisa makanan tersebut, sampah yang
juga dihasilkan di semua sumber aktivitas di Kabupaten Klaten dan terangkut ke TPA
Jomboran yaitu sampah bungkus plastik bekas makanan. Seperti halnya sampah plastik,
sampah yang mengandung bahan plastik semacam ini sulit terdekomposisi oleh
mikroorganisme dan penguraiannya setidaknya membutuhkan waktu sampai 1000 tahun. Saat
terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar, sampah
plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan misalnya jika proses
pembakarannya tidak sempurna sehingga plastik akan mengurai di udara sebagai dioksin,
senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu penyakit
kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan memicu depresi.
Dari analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis sampah paling banyak yang
terangkut ke TPA Jomboran yaitu berupa sampah organik seperti sisa makanan, buah-buahan,
daun-daunan dan sampah anorganik seperti bungkus kemasan plastik makanan. Kedua jenis
sampah tersebut memiliki karakteristik tersendiri yang dapat mempengaruhi keberlangsungan
TPA Jomboran. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik sampah berbahan plastik yang sulit
terurai sehingga dapat memperpendek umur TPA terkait dengan kapasitas lahan sedangkan
dengan adanya sampah organik dapat menimbulkan bau tidak sedap dan gas metan maupun
gas lainnya selama proses dekomposisi/ penguraian oleh mikroorganisme.
5.2. Analisis Evaluasi Kondisi Eksisting TPA Jomboran Berdasarkan Parameter SNI
Dalam melakukan analisis ini digunakan teknik analisis skoring/ pembobotan dimana
besaran bobot masing-masing parameter merujuk pada tabel pembobotan SNI 19-3241-1994
tentang pemilihan lokasi (lihat tabel 3.2). Sehingga dari hasil pembobotan bagaimana kondisi
kelayakan fisik lingkungan maupun sistem pengelolaannya. Setelah dilakukan perhitungan
skoring maka akan diketahui total nilai skor dari lokasi TPA Jomboran, kemudian dicari
interval dari nilai kelayakan lokasi menurut SNI tersebut. Sehingga dari interval-interval
tersebut dapat diketahui dimana posisi kelayakan TPA Jomboran. Sebelum melakukan
skoring/ pembobotan lokasi TPA Jomboran, terlebih dahulu dievaluasi kondisi saat ini dengan
2 gas yang tidak berwarna tetapi dapat diidentifikasi melalui indra penciuman karena baunya yang khas dan salah satu gas
yang paling banyak dihasilkan dari proses degradasi sampah organik.dan memiliki emisi gasrumah kaca sebesar 21 kali
lebih buruk dari CO2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
kondisi awal pemilihan lokasi TPA dari masing-masing parameter pembobotan untuk
mengetahui besaran nilai skor, seperti dibawah ini:
a. Batas Administrasi
Berdasarkan letak posisinya yang berada di wilayah desa Jomboran Kecamatan Klaten
Tengah, maka dapat diketahui bahwa TPA Jomboran masih berada dalam batas administrasi
wilayah Kabupaten Klaten. TPA Jomboran dikelola mandiri oleh Sub Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten dan dibantu oleh UPT Pengelolaan
Sampah dan Limbah. Tidak ada bentuk kerjasama yang dilakukan oleh instansti tersebut
dengan pihak lain/ swasta. Kerjasama yang pernah dilakukan hanya berupa bantuan
pengadaan alat pengomposan oleh Badan Lingkungan Hidup. Sehingga dari penjelasan
tersebut dapat dilihat bahwa tidak terdapat indikasi adanya kerjasama pengelolaan TPA secara
terpadu yang melibatkan antar dinas pengelola terkait dengan instansi/ pihak lain maupun
swasta. Dari penjelasan tersebut maka skor untuk parameter batas administrasi sebesar 10
dimana Jomboran saat ini masih dalam batas administrasi.
1987 2012 2022
TPA Jomboran dahulunya berupa
jurang di perbatasan antara desa
Jomboran dengan desa Gumulan di
Kecamatan Klaten Tengah.
Kecamatan Klaten tengah merupakan
salah satu kecamatan yang ada di
wilayah perkotaan Klaten
Jurang di lahan TPA Jomboran kini
berupa tanah datar. Lahan TPA
berada di lahan persawahan di
perbatasan antara desa Jomboran
dengan desa Gumulan di
Kecamatan Klaten Tengah.
Kecamatan Klaten Tengah
merupakan salah satu kecamatan
yang ada di wilayah perkotaan
Klaten
Terkait dengan lokasi, TPA Jomboran
tetap berada pada dalam batas
administrasi.
b. Kepemilikan Hak Atas Lahan dan Jumlah Pemilik Lahan
Operasional TPA Jomboran merupakan wewenang pemerintah kabupaten Klaten. Hal ini
sesuai dengan tugas pemerintahan daerah yang disebutkan dalam Undang-Undang no 18
tahun 2008 pada pasal 6 yaitu melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. TPA Jomboran dikelola oleh Sub dinas
Pekerjaan Umum dan UPT Pengelolaan Sampah dan Limbah dengan mengggunakan lahan
bekas jurang/ tebing selama kurang lebih 20 tahun. Status lahan yang digunakan merupakan
lahan pemerintah kabupaten Klaten bukan perseorangan maupun kelompok atau organisasi.
Sehingga tidak memiliki kontrak terikat mengenai waktu lama penggunaan lahan tersebut.
Dari penjelasan tersebut maka skor untuk parameter pemilikan hak atas lahan sebesar 10 dan
skor 10 untuk paramater jumlah pemilik lahan dimana kepemilikan lahan TPA Jomboran saat
ini merupakan hak milik pemerintah daerah dengan jumlah kepemilikan lahan setara dengan 1
KK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
1987 2012 2022
TPA Jomboran dahulu menggunakan
lahan bekas jurang yang berada di
wilayah desa Jomboran. Berdasarkan
keterangan pihak Sub dinas KP,
lahan TPA disediakan oleh
masyarakat setempat.
TPA Jomboran saat ini berupa lahan
datar dengan status kepemilikan lahan
berupa lahan milik pemerintah
Kabupaten Klaten. Sehingga untuk
jumlah pemilik lahan TPA Jomboran
setara dengan 1 KK.
Status kepemilikan lahan akan tetap
menjadi milik pemerintah selama
pengelolaan masih dibawah dinas
terkait.
c. Kapasitas Lahan
TPA Jomboran sudah beroperasi kurang lebih selama 20 tahun dengan menggunakan
sistem open dumping. Perhitungan proyeksi dilakukan hingga 10 tahun mendatang
dikarenakan untuk mengetahui kondisi kapasitas lahan TPA Jomboran pada tahun tersebut.
Hal ini disesuaikan dengan kriteria pembatas pada parameter kapasitas lahan, dimana lahan
TPA terbaik dapat digunakan hingga 10 tahun lebih. Luas daerah pelayanan selama 10 tahun
ke depan diasumsikan tidak mengalami perluasan yaitu 655,56 km2. Hal ini didasarkan pada
tidak ditemukan adanya indikasi rencana perluasan daerah pelayanan pada profil pengelolaan
sampah kabupaten klaten tahun 2011 yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum
setempat. Sedangkan proyeksi jumlah penduduk dihitung menggunakan rumus proyeksi
penduduk ekstrapolasi lurus dengan tahun awal yaitu 2012. Sehingga diperoleh jumlah
penduduk pada tahun 2022 sebanyak 1.305.522 jiwa dengan rata-rata pertambahan penduduk
sekitar 3.580 jiwa (lihat lampiran III). Untuk mengetahui jumlah penduduk yang terlayani
pada tahun berikutnya, maka dilakukan perhitungan dengan membagi jumlah penduduk pada
tahun tersebut dengan tingkat pelayanan yang telah dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum
pada tahun-tahun sebelumnya yaitu sekitar 3,9. Dari jumlah penduduk yang terlayani oleh
Dinas Pekerjaan Umum maka dapat diperoleh jumlah produksi sampah yang dihasilkan,
dengan besaran timbulan per orang yaitu 2,5 liter/ hari. Nilai besaran timbulan sampah ini
sesuai dengan nilai besaran yang digunakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Subdinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Klaten dan merupakan standar SNI 19-3983-1995
untuk besar timbulan per orang per hari pada kota kecil. Dengan perhitungan tersebut maka
dapat diketahui besaran timbulan pada tahun akhir proyeksi yaitu sebesar 851.478 liter.
Setelah diketahui besaran timbulan per hari yang dihasilkan oleh penduduk yang terlayani
oleh Dinas Pekerjaan Umum tersebut, maka dapat dicari total volume sampah yang terangkut
oleh petugas pengangkut. Dengan perhitungan tingkat pelayanan pengangkutan oleh petugas
pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 19,53% maka volume sampah terangkut per harinya
pada tahun akhir proyeksi yaitu sebesar 166.294 liter atau 166 m3.
Untuk dapat mengetahui kapasitas sampah yang masih dapat ditampung di TPA
Jomboran, maka terlebih dahulu perlu dihitung volume sampah yang terangkut ke TPA
Jomboran. Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk hingga 10 tahun mendatang dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
persentase jumlah penduduk terlayani sekitar 3,95%, maka jumlah penduduk terlayani pada
tahun 2022 mencapai 340.591 jiwa dari total penduduk 1.350.522 jiwa (lihat lampiran III).
Sehingga dengan angka volume timbulan sampah per hari di Kabupaten Klaten sebesar 2,5
liter/ hari maka dapat dihitung bahwa produksi sampah di daerah terlayani di Kabupaten
Klaten mengalami kenaikan seiring dengan pertambahan angka penduduk per tahunnya dan
pada tahun 2022 produksi sampah sebanyak 851.478 liter/ hari. Keterbatasan kemampuan
yang dimiliki SubDinas Kebersihan dan Pertamanan mengakibatkan tidak semua sampah
tersebut dapat terangkut ke TPA Jomboran, moda pengangkutan hanya dapat mengangkut
sekitar 19,5% sampah tersebut. Dengan keterbatasan tersebut maka dapat dihitung bahwa
sampah yang dapat terangkut ke TPA per harinya pada tahun 2022 yaitu sebesar 166.294 liter
atau 166 m3.
Dari perhitungan sebelumnya mengenai volume sampah yang terangkut ke TPA, dapat
diketahui bahwa sampah yang terangkut pada tahun 2012 sebanyak 162 m3. Dengan sisa
potensi sampah yang masih terdapat di TPA Jomboran yang merupakan sisa pengelolaan pada
tahun sebelumnya yaitu sebanyak 28.044 m3, maka total volume sampah yang tertampung
pada tahun 2012 yaitu sebanyak 28.206 m3 (lihat lampiran IV). Untuk mengurangi timbulan
sampah yang tertampung di TPA Jomboran maka dilakukan tindakan reklamasi sampah yang
telah menjadi humus oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Klaten. Menurut
Sudrajat (2001) lama waktu sampah organik menjadi humus setidaknya 6 bulan hingga
bertahun-tahun, maka dapat diasumsikan bahwa setiap tahunnya dapat dilakukan kegiatan
reklamasi setidaknya 1 kali. Sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh ibu Winarsi selaku
staff anggaran Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan, kegiatan reklamasi per tahunnya
dilakukan bertahap setidaknya selama 120 hari. Untuk perhitungan volume sampah yang
direklamasi dapat dihitung dengan memaksimalkan moda pengangkutan sampah yang
dimiliki sebagai berikut:
Moda Pengangkutan Sampah yang dimiliki SubDinas KP:
1. Truk Sampah (Dump Truck) @ 6 m3 = 14 unit x 6 m
3 = 84 m
3
2. Truk Arm Roll @ 6 m3 = 2 unit x 6 m
3 = 12 m
3
Total = 96 m3
Dengan asumsi moda –moda tersebut dapat melakukan reklamasi 2x ritasi, maka dapat
dihitung total volume sampah yang direklamasi yaitu sebanyak 192 m3/ hari. Rata-rata
volume total sampah yang direklamasi dalam setahun sebanyak 23.040 m3. Sehingga dengan
tindakan reklamasi yang dilakukan per tahunnya maka sampah yang tersisa di TPA Jomboran
pada tahun 2012 yaitu sebanyak 63.283 m3. Dengan tinggi timbunan sampah 5 m maka pada
tahun 2012 dibutuhkan lahan setidaknya 12.657 m2. Dengan melihat kebutuhan lahan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
tahun 2012 dan luas lahan TPA seluas 17.100 m2, maka pada tahun 2012 TPA Jomboran
masih mampu menampung sampah. Namun perlu diperhatikan bahwa kemampuan lahan TPA
Jomboran untuk menampung sampah pada tahun 2013 mengalami penurunan. Meskipun pada
tahun tersebut masih ada sisa lahan untuk menampung sampah, hal ini tidak dapat
berlangsung hingga akhir tahun. Hal ini dikarenakan perhitungan pada tahun 2013,
membutuhkan lahan sekitar 19.736 m2
untuk menampung sampah yang masuk. Dari
penjelasan tersebut, maka sesuai dengan perhitungan dapat diketahui bahwa kapasitas lahan
TPA Jomboran hanya mampu menampung hingga akhir tahun 2013. Sehingga dapat dihitung
skor parameter kapasitas lahan sebesar 1 dimana kapasitas lahan TPA Jomboran < 3 tahun.
1987 2012 2022
TPA Jomboran menggunakan lahan
bekas jurang di perbatasan desa
Jomboran dengan desa Gumulan
dengan menggunakan sistem open
dumping tanpa memperhitungkan
jangka waktu pemakaian
Dengan melihat kebutuhan lahan pada
tahun 2012 dan luas lahan TPA seluas
17.100 m2, maka pada tahun 2012 TPA
Jomboran masih mampu menampung
sampah. Namun perlu diperhatikan bahwa
kemampuan lahan TPA Jomboran untuk
menampung sampah pada tahun 2013
mengalami penurunan.
Dengan penerapan sistem open
dumping yang masih berjalan,
maka TPA Jomboran tidak dapat
menampung sampah yang masuk
lagi karena keterbatasan lahan
TPA.
d. Tanah, Sistem Aliran dan Pemanfaatan
Berdasarkan jenis tanah di Kabupaten Klaten, Kecamatan Klaten Tengah termasuk dalam
tanah regosol kelabu. Tanah regosol adalah tanah yang terbentuk akibat pelapukan batuan
yang mengandung abu vulkanik, pasir pantai dan nafal. Ciri-cirinya tanah regosol merupakan
hasil erupsi gunung berapi, jenis tanahnya masih muda, belum mengalami deferensiasi
horison, bersifat subur, berbutir kasar, berwarna keabuan, kaya unsur hara, pH 6 – 7,
cenderung gembur, kemampuan menyerap air tinggi, dan mudah tererosi. Berdasarkan ciri-
cirinya di atas maka ciri yang menonjol yaitu berupa pasir berbutir kasar dengan kemampuan
menyerap air tinggi. Sedangkan dalam klasifikasinya seperti yang diutarakan oleh Wesley
dalam bukunya “Mekanika Tanah” (2010), untuk tanah dengan jenis pasir kasar memiliki
tingkat infiltrasi/ harga kelulusan sebesar 10-2
– 10-3
cm/det. Pada bab sebelumnya disebutkan
bahwa rata-rata tinggi permukaan air tanah di lingkungan kawasan TPA berada di kisaran
antara 8 – 9 meter, hal ini didasarkan pada proses pembuatan sumur oleh warga. Sehingga
skor untuk parameter air tanah yaitu 1 dimana memiliki harga kelulusan lebih dari 10-6
cm/det. Dan skor 8 untuk parameter air tanah dimana memiliki kedalaman < 10 meter dengan
kelulusan lebih dari 10-6
.
Salah satu ciri dari daerah resapan air (recharge area) merupakan daerah dengan
singkapan batuan yang lolos air (permeabilitas tinggi) dengan kondisi tidak jenuh, dan salah
satu ciri terpenting daerah ini di lapangan adalah biasanya berada di bagian atas (hulu) dari
pemunculan mata air alami. Menurut pendapat ahli arsitektur lingkungan, daerah resapan air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
(recharge area) dapat diketahui dari peran daerah tersebut dalam menyuplai air bersih bagi
daerah sekitarnya serta ketinggian daerah tersebut terhadap daerah di sekitarnya terkait
dengan arah aliran air yang turun dari air hujan ke sekitarnya. Jika daerah tersebut berada
diatas maka dapat dipastikan air beserta kandungannya dari daerah tersebut akan turun ke
daerah-daerah lain di sekitarnya yang lebih rendah. Sehingga jika air di daerah tersebut
tercemar maka akan mencemari daerahnya dan sekitarnya. TPA Jomboran memiliki tingkat
kelerengan paling rendah yaitu 0% - 2% sedangkan daerah disekitarnya memiliki kelerengan
diatasnya yaitu > 2% - 5% (lihat peta kelerengan). Dari penjelasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa TPA Jomboran berada di daerah luahan air (discharge area) dan bukan
masuk dalam daerah resapan air (recharge area). Sehingga skor untuk parameter ini yaitu 10
dimana merupakan daerah discharge lokal.
Menurut pendapat ahli arsitektur lingkungan, pemanfaatan air dengan batas hidrolis yaitu
penggunaan wajar sampai batas permukaan air tanah di daerah tersebut seperti dengan
pemanfaatan air sumur/ air dangkal. Pemanfaatan air dengan batas hidrolis sangat rawan
tercemar seperti lindi dan kondisinya dapat dipengaruhi oleh keberadaan sumur dalam/
artesis. Dari temuan di lapangan didapatkan bahwa lebih dari 60% masyarakat baik dalam
radius kurang dari 500 meter dan 501-800 meter masih bergantung pada keberadaan air sumur
(lihat gambar 4.21). Sehingga dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan air
dengan batas hidrolis cukup tinggi. Hal ini dikarenakan daerah sekitar TPA didominasi oleh
permukiman penduduk pinggiran kota yang masih sangat menggantungkan pada air sumur
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka seperti mandi cuci dan kakus. Jadi, selama
air tanah dangkal masih dapat mudah dijumpai maka pemanfaatan air dengan batas hidrolis
masih cukup tinggi di daerah sekitar TPA. Dan skor untuk parameter kaitan pemanfaatan air
tanah yaitu 5 dikarenakan masih dimungkinkan dimanfaatkan dengan batas hidrolis.
1987 2012 2022
Berdasarkan jenis tanah di
Kabupaten Klaten, Kecamatan
Klaten Tengah termasuk dalam
tanah regosol kelabu. Ciri menonjol
yaitu berupa pasir berbutir kasar
dengan kemampuan menyerap air
tinggi dengan tingkat infiltrasi/
harga kelulusan sebesar 10-2 – 10-3
cm/ det. Selain itu, TPA Jomboran
memiliki tingkat kelerengan paling
rendah dibandingkan daerah di
sekitarnya, sehingga air tidak
mengalir ke daerah di sekitarnya.
Saat ini dengan jenis tanah regosol
kelabu, rata - rata tinggi permukaan air
tanah di lingkungan kawasan TPA
berada di kisaran antara 8 - 9 meter. Hal
ini didasarkan pada proses pembuatan
sumur oleh warga. Dengan tinggi
permukaan tersebut, pemanfaatan air
sumur oleh masyarakat masih sangat
tinggi.
Dengan tidak adanya perubahan
karakteristik jenis tanah di wilayah
TPA Jomboran, maka kemampuan
infiltrasi tanah masih cukup tinggi.
Selama air tanah dangkal masih
dapat mudah dijumpai maka tingkat
pemanfaatan air dangkal masih
tinggi. Sehingga perlu adanya
masukan teknologi dan pemantauan
terhadap kondisi air tanah terkait
potensi pencemaran lindi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
e. Bahaya Banjir
Lokasi TPA Jomboran merupakan daerah bebas banjir di Kabupaten Klaten. Meskipun
terletak berdekatan dengan aliran sungai tidak terjadi luapan air sungai yang dapat
menyebabkan banjir di kawasan tersebut. Hal ini dapat diperlihatkan pada peta tingkat
kerawanan banjir Kabupaten Klaten. Meskipun begitu, saat ini pada musim hujan dapat
dijumpai titik-titik genangan di lokasi TPA Jomboran. Berdasarkan keterangan perangkat desa
Jomboran, genangan ini hanya bersifat sementara dan cepat surut. Berdasarkan penjelasan
tersebut, maka skor untuk parameter bahaya banjir yaitu 10 karena TPA Jomboran tidak
memiliki ancaman bahaya banjir.
1987 2012 2022
Lokasi TPA Jomboran tidak berada di
daerah rawan banjir di Kabupaten
Klaten.
Meskipun lokasi TPA Jomboran tidak
berada di daerah rawan banjir, namun
saat musim hujan masih dapat dijumpai
titik-titik genangan di lokasi TPA.
Ancaman genangan perlu
diperhatikan selain ancaman
banjir. Karena genangan di sekitar
lokasi TPA dapat membawa lindi
yang dapat membahayakan
kesehatan jika mencemari air
konsumsi ataupun tersebar.
f. Tanah Penutup
TPA Jomboran dikelola dengan menggunakan sistem open dumping, dimana sebelum
sampah baru datang dilakukan pengerukan sampah lama. Kemudian sampah baru ditimbun
dilahan kerukan sampah lama dan tanpa diberi lapisan tanah penutup. Sehingga keberadaan
tanah penutup tidak diperlukan dalam sistem pengelolaan sampah di TPA Jomboran selama
masih menerapkan sistem tersebut. Hal ini diperkuat dengan lokasi TPA Jomboran yang
berada di tengah-tengah daerah pertanian yang tidak dapat dijumpai adanya tanah yang dapat
dimanfaatkan untuk digunakan sebagai tanah penutup yang dapat mengurangi dampak
timbunan sampah. Dari penjelasan tersebut maka disimpulkan bahwa skor untuk parameter
tanah penutup sebesar 1 karena TPA Jomboran tidak menggunakan tanah penutup untuk
operasionalnya.
1987 2012 2022
Operasional TPA Jomboran
masih menggunakan pola lama
yaitu sampah ditimbun pada
lahan bekas jurang tanpa adanya
penanganan lanjut ataupun
pemrosesan sampah.
Operasional TPA hanya menerapkan
sampah lama dikeruk kemudian diisi/
ditimbun dengan sampah baru. Serta
melakukan reklamasi pada sampah lama
yang sudah menjadi humus. Tidak ada
penggunaan tanah penutup pada
operasional pengelolaan sampah TPA.
Jika tidak ada evaluasi ataupun perbaikan
pada metode pengelolaan sampah akhir
di TPA Jomboran dimana sampah masih
dikeruk dan ditimbun, maka tidak akan
digunakan tanah penutup pada
pengoperasiannya.
g. Intensitas Hujan
TPA Jomboran berada di perbatasan antara desa Jomboran dan desa Gumulan, dimana
keduanya memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata sekitar 373 mm per tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Gambar 5. 2 Tren Curah Hujan di Kecamatan Klaten Tengah
Sumber. Peneliti, 2012
Pada data tren curah hujan di kecamatan Klaten Tengah di atas tahun 1987 hingga tahun
2007 terlihat fluktuatif dan mulai terjadi kenaikan cukup tinggi pada tahun 2006 dan tahun
selanjutnya. Hal ini memperlihatkan bahwa curah hujan pada kecamatan Klaten Tengah
berpotensi meningkat terus dan berpengaruh pada meningkatnya produksi lindi pada
tumpukan sampah. Berdasarkan angka curah hujan tersebut, maka skor SNI untuk parameter
intesitas hujan yaitu 10 karena masih di bawah 500 mm/th.
h. Tata Guna Tanah
TPA Jomboran tidak memberi dampak signifikan terhadap perubahan guna lahan
sekitarnya. TPA Jomboran dahulunya menggunakan lahan bekas jurang di tengah lahan
persawahan. Saat ini perubahan guna tanah tidak banyak terjadi, terlihat dari lahan
persawahan masih mendominasi kawasan TPA (lihat peta tata guna lahan). TPA Jomboran
yang dahulu dan saat ini masih dikelilingi oleh lahan persawahan tidak banyak memunculkan
aktivitas baru di sekelilingnya. Berdasarkan hasil temuan lapangan, aktivitas baru yang
muncul tersebut hanya berupa tempat pengepulan barang bekas, dan itu dilakukan di rumah
warga dengan jumlah yang tidak banyak. Selain itu aktivitas lainnya berupa adanya
perumahan baru, dan terletak di desa Gumulan dalam radius 800 meter dari pusat TPA.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka skor untuk parameter tata guna tanah ini sebesar 10
karena tidak ada banyak perubahan yang terjadi pada guna tanah di sekitar TPA Jomboran.
1987 2012 2022
TPA Jomboran berada di bekas
jurang yang berdekatan dengan
sungai di desa Jomboran yang
dikelilingi lahan persawahan.
Selama lebih dari 20 tahun TPA
Jomboran tidak banyak
memunculkan aktivitas baru di
sekelilingnya. Perubahan guna tanah
hanya berupa munculnya perumahan
baru di desa Gumulan di radius 800
m dari TPA dan adanya aktivitas
pengepulan barang bekas.
Kemunculan perumahan pada radius
800 meter berpotensi mengalami
gangguan lingkungan seperti bau
sampah dan asap.
i. Daerah Lindung/ Cagar Alam
Lahan desa Jomboran maupun desa Gumulan didominasi oleh daerah pertanian dan
permukiman. Sedangkan lokasi TPA Jomboran berada didekat sempadan sungai. Sempadan
sungai adalah zona sepanjang aliran sungai, termasuk sungai buatan/ kanal/ saluran irigasi dan
atau drainase primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
50
100
150
200
250
300
1987 1989 1991 1993 1995 1997 2003 2005 2007
cura
h h
uja
n
(mm
/bln
)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
fungsi sungai. Sehingga daerah sempadan sungai merupakan daerah lindung yang berfungsi
untuk menjaga kelestarian sungai baik aliran sungai, kondisi air, maupun kondisi fisik sungai
dari aktivitas manusia. Dari temuan di lapangan yang dipaparkan pada bab sebelumnya,
didapati bahwa di beberapa titik dapat dijumpai sampah mengapung dan cukup mengotori
aliran sungai di dekat TPA. Meskipun begitu sebagian sampah tersebut bukan berasal dari
tumpukan sampah TPA, melainkan dari timbunan sampah lain yang terletak dekat dengan
pengepulan sampah. Sehingga skor untuk parameter daerah lindung/ cagar alam adalah 1,
dikarenakan TPA Jomboran berdekatan dengan daerah lindung (sungai) dan cukup terkena
dampak negatif oleh adanya tumpukan sampah.
1987 2012 2022
Lahan TPA menggunakan bekas
jurang yang berada dekat dengan
aliran sungai. Sungai dimanfaatkan
masyarakat untuk MCK.
Di beberapa titik aliran sungai di
dekat TPA Jomboran dapat
dijumpai sampah yang mengapung.
Meskipun begitu, sampah tersebut
bukan semuanya bersumber dari
TPA melainkan berasal dari
aktivitas pengepulan sampah di
tempat yang berbeda.
Tidak adanya pemantauan terhadap
aktivitas di tempat pengepulan
sampah dapat menurunkan kualitas
air maupun kehidupan didalamnya.
Sehingga keberadaan ikan dapat
susah dijumpai dan rendahnya
pemanfaatan air sungai
j. Pertanian
TPA Jomboran berada di tengah lahan pertanian basah di desa Jomboran dan desa
Gumulan. TPA sudah beroperasi kurang lebih sekitar 20 tahun dan selama ini tidak ada
keluhan dari para petani maupun pemilik sawah. Dari keterangan ketua kelompok tani di bab
sebelumnya, kondisi hasil panen di persawahan sekitar TPA Jomboran hanya dipengaruhi
oleh pemupukan, sedangkan sumber air yang digunakan untuk pengairan sawah diambil dari
daerah lain. Sehingga meskipun berada di lahan pertanian produktif, hingga saat ini tidak ada
dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas maupun keberadaan TPA Jomboran terhadap
lahan pertanian tersebut. Dari penjelasan tersebut, maka skor parameter pertanian yaitu 5
dimana tidak ada dampak negatif yang terjadi terhadap areal pertanian sekitar.
1987 2012 2022
Lahan TPA Jomboran berlokasi di
jurang di lahan pertanian produktif
desa Jomboran
Meskipun sudah berada lebih dari 20
tahun, lahan pertanian di sekitar TPA
Jomboran tidak terpengaruh oleh
kondisi TPA. Selama ini hasil panen
hanya dipengaruhi oleh pemupukan
sedangkan air menggunakan sumber
air lainnya.
Kondisi kesuburan lahan pertanian
dapat tetap stabil dengan pemupukan
dan kontrol penimbunan sampah
yang baik
k. Biologis
Pada awal penentuan lokasi, TPA Jomboran ditempatkan pada bekas jurang yang berada
di tengah lahan persawahan di desa Jomboran (lihat peta tata guna lahan). Dengan lokasi TPA
yang berada di lahan persawahan dan sungai, maka spesies yang dapat dijumpai hanya berupa
spesies hewan pada habitat lahan pertanian seperti burung, tikus, serangga dan habitat sungai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
seperti ikan kecil dan katak. Menurut Enri (2011), jalur perpindahan makhluk hidup yang
penting seperti sungai yang digunakan untuk ikan, adalah sumber daya yang berharga.
Sedangkan menurut pendapat ahli arsitektur lingkungan, tinggi rendahnya nilai habitat suatu
lahan dapat dilihat dari tingkat kesuburan lahan tersebut. Semakin subur suatu lahan maka
semakin tinggi pula nilai lahan tersebut dan begitu pula sebaliknya. Lokasi sekitar TPA yang
berada di tengah-tengah lahan pertanian produktif, maka secara tidak langsung juga dapat
menunjang kehidupan binatang maupun tumbuhan. Berdasarkan penjelasan di bab
sebelumnya (lihat tabel 4.16), keberadaan TPA Jomboran tidak memiliki pengaruh terhadap
kesuburan lahan pertanian sekitar. Sehingga kondisi habitat untuk menunjang kehidupan
binatang maupun tumbuhan di persawahan masih dalam kondisi baik. Sehingga skor untuk
parameter biologis yaitu sebesar 5, karena tidak adanya perubahan signifikan pada kondisi
kesuburan lahan yang berpengaruh pada kondisi habitat.
1987 2012 2022
Pada awal penentuan lokasi, TPA
Jomboran ditempatkan pada bekas
jurang yang berada di tengah lahan
persawahan di desa Jomboran.
Spesies yang dapat dijumpai hanya
berupa spesies hewan pada habitat
lahan pertanian seperti burung, tikus,
serangga dan habitat sungai seperti
ikan kecil dan katak.
Berdasarkan penjelasan di bab
sebelumnya, keberadaan TPA
Jomboran tidak memiliki pengaruh
terhadap kesuburan lahan pertanian
sekitar. Sehingga kondisi habitat
untuk menunjang kehidupan binatang
maupun tumbuhan di persawahan
masih dalam kondisi baik.
Dengan tidak terpengaruhnya
kesuburan lahan pertanian terhadap
keberadaan sampah maka nilai habitat
masih cukup tinggi ke depannya.
l. Transportasi Pengangkutan
Jalan menuju lokasi TPA Jomboran berupa jalan lokal yang menghubungkan antara
kecamatan Klaten Tengah ke wilayah lain di kecamatan Kalikotes. Dengan penempatan lokasi
TPA di dataran rendah maka kontur wilayahnya datar. Kondisi jalan saat ini sudah beraspal
hotmix dengan permukaan datar dan tidak ditemukan lubang di sepanjang jalan (lihat peta
dimensi jalan). Sedangkan jalan untuk menuju ke pusat TPA merupakan jalan lingkungan
yang menghubungkan ke permukiman di dukuh Ngukiran dan Karangasem desa Jomboran.
Jalan ini merupakan jalan lingkungan yang berada di tengah lahan persawahan. Kondisi saat
ini juga sudah dilakukan pengaspalan namun dengan kondisi sedikit buruk karena masih
dijumpai beberapa lubang sehingga membuat permukaan jalan kurang rata (lihat peta dimensi
jalan). Meskipun begitu jalan lingkungan ini masih bisa dilalui karena kedalaman lubang yang
tidak terlalu dalam yaitu sekitar 5 cm. Sehingga skor untuk parameter jalan menuju lokasi
yaitu sebesar 10 dimana kedua ruas jalan menuju pusat TPA Jomboran memiliki kontur datar
dengan kondisi yang baik. Dengan kondisi kedua ruas jalan yang memiliki kontur datar dan
sudah beraspal maka dapat mempermudah aksesibilitas moda pengangkutan untuk memasuki
lokasi TPA Jomboran. Dengan percobaan menggunakan sepeda motor kecepatan rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
(30-40 km/jam), untuk memasuki lokasi pusat TPA (centroid sampah) dari jalan raya dapat
ditempuh dengan waktu kurang dari 15 menit. Sehingga dapat diketahui skor untuk parameter
transportasi sampah (satu jalan) yaitu sebesar 10.
Jalur pengangkutan sampah untuk menuju ke pusat TPA merupakan jalan lokal dan jalan
lingkungan di tengah lahan persawahan di desa Jomboran. Tidak ada aktivitas bermukim di
sepanjang jalur pengangkutan. Kondisi saat ini untuk menuju lokasi TPA Jomboran, moda
pengangkut sampah akan terlebih dahulu melewati beberapa deret toko/ komersil. Moda
pengangkutan tersebut hanya melewati beberapa deret toko dan kemudian melewati lahan
persawahan (lihat peta lampiran VII). Berdasarkan kondisi tersebut, maka skor untuk
parameter jalan masuk yaitu sebesar 5. Hal ini dikarenakan moda pengangkutan sampah
terlebih dahulu melewati beberapa deretan toko dimana terdapat aktivitas manusia
didalamnya. Dari jalan raya, untuk menuju TPA Jomboran maka terlebih dahulu moda
pengangkut sampah akan melewati jalan lokal terlebih dahulu. Dari perhitungan di lapangan
dan program pemetaan, maka dapat diketahui bahwa TPA Jomboran berada kurang dari 500
meter dari jalan lokal/ jalan umum tersebut. Meskipun terletak kurang dari 500 meter, jalan
ini memiliki kepadatan lalu lintas yang tidak terlalu tinggi. Hal ini terlihat dari banyaknya
moda transportasi yang lewat hanya sekitar 810 unit/ jam (lihat tabel 4.11). Berdasarkan
kondisi tersebut, skor untuk parameter ini yaitu 3 dimana TPA terletak < 500 m dari jalan
umum pada lalu lintas berkepadatan sedang.
1987 2012 2022
Jalan menuju lokasi TPA Jomboran
merupakan jalan penghubung antar
kecamatan dan jalan untuk menuju
pusat TPA merupakan jalan
lingkungan yang menghubungkan
ke dukuh Ngukiran dan dukug
Karangasem. TPA berada di daerah
dataran rendah yang memiliki
kontur datar.
Kondisi jalan lokal menuju lokasi TPA
saat ini dalam kondisi beraspal hotmix
dan tidak bergelombang maupun
berlubang. Sedangkan jalan lingkungan
penghubung ke pusat TPA Jomboran,
saat ini sudah dilakukan pengaspalan dan
di beberapa titik dijumpai lubang kecil.
Dengan kondisi jalan datar dan beraspal,
waktu tempuh menuju pusat TPA yaitu
kurang dari 15 menit. Jalur yang dilalui
hanya berupa persawahan dan beberapa
toko. Sedangkan jarak TPA dengan jalan
umum terdekat yaitu <500 meter.
Kontur wilayah yang datar serta
perbaikan aspal pada jalur
pengangkutan sampah dapat
memperpendek waktu tempuh
moda pengangkutan sehingga
melancarkan kegiatan pengelolaan
akhir sampah di TPA serta
meminimalisir dampak bau sampah.
m. Kebisingan, Bau dan Estetika
Penentuan awal lokasi TPA Jomboran hanya memanfaatkan lahan bekas jurang di tengah
lahan persawahan tanpa adanya pepohonan pendukung sebagai zona penyangga. Meskipun
demikian, keberadaan pepohonan di sepanjang sungai di dekat TPA sedikit membantu
mengurangi kebisingan dan bau yang timbul (lihat gambar 4.14). Zona penyangga yang
diperlukan untuk menyaring bau dan bising sampai saat ini belum dijumpai. Sehingga dari
kondisi ini maka, TPA Jomboran hanya tertutup sebagian oleh tanaman-tanaman perdu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
bambu yang tumbuh di sepanjang sungai tersebut. Sedangkan sebagian lainnya masih terbuka
karena hanya dikelilingi oleh lahan persawahan dimana hanya ditanami tanaman padi ataupun
jagung. Sehingga kondisi yang ada saat ini bau sampah sering tercium di permukiman warga
hingga radius 800 meter dari TPA (lihat Gambar 4.25). Dilihat dari kondisi tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa TPA Jomboran tidak memiliki zona penyangga yang berfungsi
untuk menyaring dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas pengelolaan sampah. Sehingga
skor parameter kebisingan dan bau yaitu 1.
Dengan ketiadaan zona penyangga (Pedoman Pemanfaatan Kawasan Sekitar TPA) yang
berupa tanaman perdu maupun pohon-pohon yang mengelilinginya dalam radius 0-100 m dari
pusat TPA, maka dapat dipastikan bahwa segala aktivitas pengelolaan sampah yang
berlangsung didalamnya dapat terlihat dari luar. Hal ini terlebih lagi diperparah dengan
kondisi TPA yang hanya dikelilingi oleh tembok pagar setinggi 1 meter dengan timbunan
sampah setinggi kurang lebih sekitar 4 - 5 meter, sehingga pengguna jalan yang melintas
terutama pada radius 500 meter dari TPA dapat melihat timbunan sampah TPA Jomboran
dengan jelas (lihat Gambar 4.22). Berdasarkan penjelasan tersebut maka skor untuk parameter
estetika yaitu 1 dimana aktivitas penimbunan terlihat dari luar tapak.
1987 2012 2022
Penentuan awal lokasi TPA
Jomboran hanya memanfaatkan
lahan bekas jurang di tengah lahan
persawahan tanpa adanya
pepohonan pendukung sebagai
zona penyangga. Meskipun
demikian, keberadaan pepohonan
di sepanjang sungai di dekat TPA
sedikit membantu mengurangi
kebisingan dan bau yang timbul.
Hingga saat ini, tidak banyak dilakukan
penanaman pepohonan dalam radius
terdekat dengan TPA yang dapat
berfungsi sebagai zona penyangga atau
penyaring bau dan kebisingan di TPA
Jomboran. Ketiadaan zona penyangga
menyebabkan aktivitas TPA dapat
terlihat dari luar
Dengan tidak adanya usaha
penghijauan di sekitar TPA dengan
penanaman pohon, maka bau dan
bising dapat menyebar bebas hingga
radius yang cukup jauh. Hal ini
dikarenakan tidak adanya penyaring
bau dan bising dari TPA. Selain itu
operasional penimbunan dapat terlihat
jelas dari luar tapak karena tidak
adanya pepohonan sebagai
penghalang.
n. Partisipasi Masyarakat
Keterlibatan masyarakat dalam suatu kegiatan kaitannya dengan partisipasi, menurut
Dusseldorp (1981) terdapat dua bentuk partisipasi berdasarkan derajat kesukarelaan yaitu
partipasi bebas (spontan dan digerakkan) dan partisipasi terpaksa. Berdasarkan keterangan
dari staff Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Klaten, dalam penyediaan lahan
untuk lokasi TPA Kabupaten Klaten dilakukan sendiri oleh masyarakat. Lokasi TPA
Jomboran saat ini merupakan lahan bekas jurang yang disediakan oleh masyarakat. Namun
saat ini, tingkat penerimaan oleh masyarakat sekitar cukup rendah dimana mayoritas
masyarakat sekitar tidak menghendaki keberadaan TPA Jomboran terkait dengan dampak
yang ditimbulkan. Dalam memutuskan tindakan lanjutan terkait pengelolaan TPA Jomboran,
masyarakat diwakili oleh beberapa orang untuk melakukan suatu musyawarah untuk
mengatasi permasalahan ini. Penerimaan masyarakat yang rendah terhadap keberadaan TPA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
memperlihatkan bahwa tingkat kesukarelaan partisipasi masyarakat tergolong dalam
partisipasi terpaksa/ negosiasi. Partipasi terpaksa menurut Dusseldorp (1981) dapat terjadi
dalam berbagai cara yaitu terpaksa oleh hukum dan peraturan maupun terpaksa oleh
kebiasaan ataupun keadaan sosial ekonomi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa skor untuk
parameter partisipasi masyarakat yaitu sebesar 1.
1987 2012 2022
Dalam penyediaan lahan untuk
lokasi TPA Kabupaten Klaten
dilakukan sendiri oleh masyarakat.
Dan lokasi TPA Jomboran saat ini
merupakan lahan bekas jurang yang
disediakan oleh masyarakat.
Namun saat ini terkait dengan
pengelolaan sampah TPA Jomboran,
tingkat penerimaan oleh masyarakat
sekitar cukup rendah dimana
mayoritas masyarakat sekitar tidak
menghendaki keberadaan TPA
Jomboran terkait dengan dampak
negatif yang ditimbulkan.
Penolakan masyarakat dapat terjadi
jika tidak dilakukan perbaikan sistem,
terutama tindakan penanggulangan
dampak negatif yang ditimbulkan.
Dari hasil analisis masing-masing parameter SK SNI maka dapat dihitung nilai
kelayakan lokasi TPA Jomboran sesuai dengan bobot dan nilainya sesuai dengan tabel 3.2
(lihat lampiran VIII). Sehingga total skor lokasi TPA sampah Jomboran diperoleh sebesar 478
poin. Dari bobot seluruh parameter diketahui bahwa skor terendah adalah 79 dan skor
tertinggi adalah 790. Oleh karena itu, nilai kelayakan lokasi TPA Jomboran berdasarkan
aturan kelas (lihat bab 3) dapat dikategorikan pada kelas interval 317 – 553. Dengan demikian
maka berdasarkan SNI 19-3241-1994 (sebelumnya SNI T-11-1991-03) tentang pemilihan
lokasi TPA, lokasi TPA sampah Jomboran Kabupaten Klaten dapat dinyatakan sebagai lokasi
yang “layak dipertimbangkan” untuk digunakan sebagai TPA sampah. Namun begitu perlu
diperhatikan kaitannya dengan kapasitas lahan TPA yang sudah tidak memungkinkan lagi
untuk menampung sampah yang masuk hingga 10 tahun mendatang. Sehingga untuk dapat
memperpanjang umur TPA diperlukan adanya suatu tindakan untuk mengurangi beban TPA
Jomboran.
5.3. Analisis Sistem Pengelolaan Sampah TPA Jomboran
Dalam melakukan analisis sistem pengelolaan sampah TPA Jomboran digunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif dimana mengaitkan antara penerapan teknis pengelolaan sampah
di TPA Jomboran dengan beberapa aspek pengelolaan lainnya seperti segi aspek pembiayaan,
aspek kelembagaan, aspek hukum dan peraturan serta aspek peran serta masyarakat. Sehingga
dari penjabaran tersebut dapat diketahui bagaimana sistem pengelolaan sampah TPA
Jomboran yang berjalan selama ini. Berikut ini pembahasan mengenai sistem pengelolaan
sampah TPA Jomboran dilihat dari aspek-aspek teknis pengelolaan, aspek pembiayaan, aspek
hukum dan peraturan, aspek kelembagaan serta aspek peran serta masyarakat:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
5.3.1. Aspek Teknis Pengelolaan
Teknis pengelolaan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Jomboran dilakukan
secara open dumping dimana sampah masuk hanya dihamparkan dan ditimbun, dibiarkan
terbuka tanpa pengaman dan tanpa penanganan lanjut. Penanganan sampah dengan metode
seperti ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu diperhatikan.
Kelebihan yang dimiliki dengan penerapan metode ini, sampah di TPA Jomboran dapat
dikelola dengan penggunaan anggaran biaya yang rendah dan tidak dibutuhkan kualitas SDM
yang tinggi. Hal ini dikarenakan pembiayaan hanya sebatas pada pengangkutan dan
penimbunan sampah. Karena ketiadaan masukan teknologi dalam metode ini, maka tidak
dibutuhkan tenaga ahli dengan kualitas SDM yang tinggi untuk pengoperasian alat. Sehingga
secara tidak langsung kondisi ini dapat berpengaruh juga pada tingkat pembiayaan yang
rendah.
Disamping kelebihan yang dimiliki, metode ini juga banyak memiliki kekurangan yang
harus diketahui. Ketiadaan penggunaan tanah penutup dalam metode ini menjadi salah satu
potensi timbulnya pencemaran lingkungan sekitarnya. Timbunan sampah di TPA Jomboran
yang tidak ditutupi dengan lapisan penutup dapat menyebabkan asap dan bau sampah dapat
tersebar dengan bebas di udara. Selain itu gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi
sampah, juga dapat dengan mudah terlepas ke udara bebas. Sampah yang tertimbun tanpa
penutupan dan penanganan lanjut dapat menjadi sarang perkembangbiakan bagi vektor
penyakit seperti lalat dan tikus. Operasi penumpukan sampah tanpa dilakukan pemadatan
dapat berpotensi mempertinggi timbunan. Timbunan sampah yang cukup tinggi dan lokasi
yang tidak dilengkapi dengan zona penyangga berupa pepohonan yang tinggi, membuat
tumpukan sampah di TPA Jomboran dapat terlihat dari luar tapak. Hal ini tentu dapat
menurunkan estetika lingkungan kawasan TPA Jomboran. Pengelolaan TPA Jomboran
dengan metode open dumping tidak mewajibkan adanya pengolahan air lindi, sehingga hal ini
rawan terjadi pencemaran air baik air tanah maupun air permukaan.
Penanganan sampah TPA Jomboran yang hanya dihamparkan dan ditimbun,
membutuhkan lahan yang cukup luas untuk menampung sampah-sampah tersebut. Hal ini
dikarenakan tidak ada usaha pengurangan sampah pada pada tahapan penerapan metode ini.
Kebutuhan lahan yang luas yang tidak dibarengi dengan penyediaan lahan yang cukup, dapat
berpengaruh pada umur seperti yang terjadi pada TPA Jomboran. Untuk mengatasi
permasalahan kebutuhan lahan ini, maka dilakukan kegiatan reklamasi di TPA Jomboran.
Kegiatan reklamasi dilakukan pada sampah-sampah yang sudah menjadi tanah humus di TPA
Jomboran. TPA Jomboran telah melayani penimbunan sampah di Kabupaten Klaten selama
lebih dari 20 tahun. Padahal ketentuan umur teknis untuk sebuah TPA sampah adalah selama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
minimal 5 tahun. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan reklamasi cukup efektif untuk
memperpanjang umur TPA Jomboran. Sedangkan untuk operasional kegiatan ini dibutuhkan
pembiayaan pada penyediaan lahan baru, pengangkutan dan penimbunan/ pemerataan sampah
reklamasi. Untuk penyediaan lahan reklamasi, Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan
memanfaatkan lahan TPA Joho yang sebelumnya mendapatkan penolakan dari warga terkait
penampungan sampah basah. Sehingga tidak lagi dibutuhkan anggaran untuk penyediaan
lahan baru. Kekurangan lain yang ada pada kegiatan reklamasi yaitu hanya sampah-sampah
berupa tanah humus yang dapat direklamasi. Lama waktu sampah organik untuk menjadi
humus secara alami membutuhkan waktu minimal 6 bulan. Kelebihan lain yang dimiliki
kegiatan reklamasi ini yaitu tidak diperlukan SDM yang memiliki kualitas tinggi, karena tidak
ada pengoperasian teknologi atau hal lainnya yang membutuhkan SDM berkualitas tinggi.
5.3.2. Aspek Pembiayaan
Kegiatan penarikan retribusi persampahan di Kabupaten Klaten dilakukan oleh sub
dinas Kebersihan dan Pertamanan dan dikelola langsung oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD). Berdasarkan peraturan daerah No.39 tahun 2001
tentang pengelolaan dan retribusi persampahan, dapat diketahui besaran ideal pemasukan
pendapatan dari penarikan retribusi sampah selama setahun yaitu Rp 427.818.000,- .
Kenyataan yang terjadi di lapangan, realisasi pendapatan dari penarikan retribusi sampah per
tahunnya hanya berada di kisaran 250 juta rupiah. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan
penarikan retribusi persampahan Kabupaten Klaten belum dilaksanakan maksimal. Dengan
melihat besaran pendapatan dari penarikan retribusi sampah tersebut, maka operasional
pengelolaan sampah TPA tidak dapat sepenuhnya bergantung dari penarikan retribusi sampah.
Sehingga untuk dapat mengoptimalkan kegiatan operasional pengelolaan sampah TPA
dibutuhkan pemasukan dari sumber pendanaan lainnya. Oleh sebab itu, keberadaan DPPKAD
dinilai penting untuk membantu dalam mengelola keuangan seperti kegiatan pengelolaan
persampahan. Oleh DPPKAD, pendapatan dari penarikan retribusi sampah dikelola bersama
pendapatan yang bersumber dari kegiatan-kegiatan lainnya untuk selanjutnya diatur dalam
RAPBD Kabupaten Klaten. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 24 ayat 2 UU No 18 tahun
2008 tentang Pengelolaan Persampahan, sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan
pengelolaan sampah Kabupaten Klaten berasal dari APBN dan APBD. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari Ibu Winarsi selaku staff bidang anggaran Sub Dinas KP, dana yang
diperoleh dari APBD untuk operasional pengelolaan persampahan per tahunnya sebesar Rp
1.305.000.000,-. Dengan besaran dana tersebut digunakan untuk kegiatan pengelolaan sampah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
TPA baik pengangkutan sampah ke TPA, pemeliharaan moda pengangkutan, maupun upah
pekerja/ pegawai. Biaya operasional tersebut dapat dirinci sebagai berikut: (lihat tabel 5.4)
Tabel 5. 1
Perhitungan Pengeluaran Kegiatan Pengangkutan dan Penimbunan Sampah
Kegiatan Satuan kegiatan Pengeluaran per
bulan
Pengeluaran per
tahun
Uang makan (extrafooding)
@ Rp 50.000,- / bulan
200 pekerja Rp 10.000.000 Rp 120.000.000
Upah pekerja non PNS
@ Rp 650.000,-/ bulan
35 pekerja Rp 22.750.000 Rp 273.000.000
Bahan Bakar Moda Pengangkutan Sampah
(20 liter/ 3 hari) @ Rp 4.500,- / liter
14 moda Rp 12.600.000 Rp 151.200.000
Bahan Bakar Dump Truck & Arm Roll
(20 liter/ hari) @ Rp 4.500,-/ liter
16 moda Rp 43.200.000 Rp 518.400.000
Bahan Bakar Alat Berat Excavator
(70 liter/ hari) @ Rp 4.500,- / liter
1 moda Rp 9.450.000 Rp 113.400.000
Pemeliharaan Moda Pengangkutan
(2x /tahun) @ Rp 100.000 ,-
30 moda - Rp 6.000.000
Pengadaan Tanah Urug Sirtu - - Rp 90.000.000
Total Rp 1.272.000.000
Sumber. Peneliti, 2012
Menurut Enri (2011), komponen pembiayaan dalam pengelolaan sampah berupa gaji
pegawai, transportasi, pemeliharaan, pendidikan dan pengembangan serta administrasi.
Namun begitu, kenyataan di lapangan (lihat tabel 5.4) Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Klaten hanya mengalokasikan pembiayaan untuk upah pegawai, transportasi, serta
pemeliharaan. Sehingga tidak ada alokasi untuk pendanaan terkait pendidikan dan
pengembangan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perbaikan sistem pengelolaan
persampahan yang diterapkan. Tidak adanya pendanaan untuk pendidikan berpengaruh pada
tingkat kualitas SDM. Dengan kualitas SDM yang tinggi dapat memudahkan dalam masukan
teknologi dan pengembangan pengelolaan.
Berdasarkan hasil perhitungan pembelanjaan Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan
terkait kegiatan operasional pengelolaan TPA (lihat tabel 5.4), maka dapat diperoleh total
pembelanjaan pertahunnya sekitar Rp 1.272.000.000,-. Dengan pendanaan sebesar Rp
1.305.000.000 ,- per tahun, maka hanya tersisa kurang lebih sekitar Rp 203.000.000 ,-.
Tentunya dana tersebut dipergunakan untuk cadangan kegiatan maupun keperluan lainnya
seperti hal yang mendesak. Sedangkan untuk kegiatan reklamasi sampah di TPA Jomboran ke
TPA Joho, tentunya membutuhkan tambahan pendanaan lagi. Sumber pendanaan kegiatan
reklamasi ini tidak bisa menggunakan anggaran kegiatan operasional pengelolaan dan
pengangkutan sampah sebelumnya. Hal ini dikarenakan minimnya alokasi dana yang tersisa.
Sehingga untuk pelaksanaan kegiatan ini membutuhkan anggaran tersendiri. Kondisi yang
terjadi di lapangan, besaran anggaran untuk kegiatan ini per tahunnya tidak menentu
(fluktuatif) sesuai dengan keputusan dewan. Hal ini terlihat dimana pada tahun 2011 sekitar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
200 juta rupiah sedangkan untuk tahun 2012 sekitar 300 juta rupiah. Ketergantungan kegiatan
reklamasi pada anggaran ini tentunya dapat mempengaruhi kondisi kapasitas TPA Jomboran.
Jika tidak ada anggaran untuk kegiatan reklamasi, maka kegiatan akan ditiadakan pada tahun
tersebut.
5.3.3. Aspek Kelembagaan
Pengelolaan sampah di Kabupaten Klaten terutama pengelolaan TPA Jomboran
ditangani oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan di bawah wewenang Dinas Kebersihan
dan Pertamanan dengan UPT Pengelolaan Sampah dan Limbah sebagai pelaksananya. Hal ini
sesuai dengan bentuk kelembagaan pengelola sampah menurut Syafrudin dan Priyambada
(2001), dimana kota sedang3 seperti Kabupaten Klaten dianjurkan memiliki dinas/ suku dinas/
UPTD Dinas Pekerjaan Umum atau seksi pada Dinas Pekerjaan Umum sebagai lembaga
untuk mengelola persampahan di perkotaan. Berdasarkan Peraturan Bupati Klaten No.44
tahun 2010 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Klaten, pengelolaan sampah TPA Jomboran dibagi per masing masing SKPD terkait. Dengan
melihat tugas, pokok dan fungsi tersebut, untuk mengkaji ulang terkait dengan survei dan
studi kelayakan TPA dilakukan oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Data – data yang
digunakan dalam studi tersebut dikumpulkan dan dianalisa oleh seksi operasional kebersihan
jalan dan lingkungan. Pembagian tugas pokok dan fungsi masing-masing SKPD terkait pada
Peraturan Bupati tersebut sudah cukup jelas. Untuk menindaklanjuti studi kelayakan tersebut,
Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan dapat merumuskan kebijakan selanjutnya berdasarkan
bahan yang dipersiapkan oleh seksi operasional kebersihan jalan dan lingkungan. Sehingga
dari kebijakan tersebut dapat disusun bagaimana rencana teknis operasionalnya oleh UPT
pengelolaan sampah dan limbah. Terkait dengan pengelolaan dan pelaksanaan maupun
pemeliharaan TPA merupakan wewenang Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan dengan
kegiatan pengadaan dilakukan oleh Seksi operasional kebersihan jalan dan lingkungan.
Dengan pembagian tupoksi yang jelas pada masing masing bidang SKPD tersebut, maka
manajemen pengelolaan TPA Jomboran dapat terarah dan tidak terjadi tumpang tindih tugas
dan wewenang antara satu bidang SKPD dengan lainnya. Tupoksi sudah cukup jelas yaitu
semua perumusan dan koordinasi dilakukan oleh Subdinas Kebersihan dan Pertamanan dan
UPT Pengelolaan Sampah dan Limbah yang bertindak sebagai pelaksana teknis operasional
pengelolaan persampahan.
3 Menurut Syafrudin dan Priyambada (2001), bentuk kelembagaan pengelola sampah disesuaikan dengan kategori kota.
Untuk kategori Kota sedang 2 (jumlah penduduk 100.000 – 250.000 jiwa) atau kota/ kotif bentuk lembaga yang dianjurkan
berupa dinas/ suku dinas/ UPTD Dinas Pekerjaan Umum atau seksi pada Dinas Pekerjaan Umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
5.3.4. Aspek Hukum dan Peraturan
Dengan melihat semua peraturan maupun standar SNI yang diacu oleh Sub Dinas
Kebersihan dan Pertamanan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, terlihat bahwa tersebut
sudah cukup lengkap dan relevan. Masing-masing kegiatan pengelolaan persampahan sudah
tercover oleh standar peraturan. Meskipun begitu Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Klaten tidak memiliki dasar acuan standar/ peraturan spesifik untuk kegiatan
pengelolaan tempat pembuangan akhir sampah seperti TPA Jomboran. Hal ini terlihat dalam
SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Pengolahan Teknik Sampah Perkotaan, dimana arahan
kegiatan pengelolaan TPA tidak dijelaskan secara spesifik. Pada SNI tersebut juga dijelaskan
bahwa metode pembuangan akhir sampah kota dapat dilakukan dengan penimbunan lahan
terkendali (controlled landfill) maupun lahan urug saniter termasuk pengolahan lindi dan gas.
Hal tersebut bertolak belakang dengan kondisi di Kabupaten Klaten dimana TPA Jomboran
hanya dikelola dengan metode penimbunan tak terkendali (open dumping). Metode yang
diterapkan di TPA Jomboran memiliki dampak negatif yang cukup banyak bila dibandingkan
dengan controlled landfill. Oleh karena itu, metode ini sudah banyak ditinggalkan pada
pengelolaan sampah di negara-negara lain. Keunggulan metode ini hanya terletak pada
rendahnya biaya dan tingkat kemudahan operasional, sehingga masih banyak diterapkan di
daerah-daerah. Dengan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh metode pengelolaan TPA
Jomboran, maka sudah sewajarnya jika masyarakat di sekitarnya berhak untuk memperoleh
kompensasi. Seperti undang-undang yang diacu oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan,
pemberian kompensasi diatur oleh Undang-undang No.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Persampahan. Pada pasal 25 ayat 1 undang-undang tersebut disebutkan bahwa:
“Pemerintah dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan persampahan di tempat pemrosesan akhir”
Dari pasal diatas maka pada ayat 2 dijelaskan bahwa kompensasi yang dimaksudkan
berupa relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan ataupun kompensasi
dalam bentuk lain. Meskipun sudah diatur dalam undang-undang tersebut, kondisi di lapangan
banyak masyarakat di sekitar TPA yang mengatakan tidak memperoleh kompensasi seperti
yang disebutkan pada undang-undang tersebut terkait dampak aktivitas pengelolaan TPA.
Tabel 5. 2 Analisa Standar yang Diacu oleh Dinas dengan Kondisi di Lapangan
No Acuan Standar Kondisi di lapangan Analisa
1 SNI 19-2454-2002
tentang Tata Cara
Pengolahan Teknik
Sampah Perkotaan
Metode pembuangan
akhir sampah kota dapat
dilakukan dengan
controlled landfill
maupun sanitary landfill
termasuk pengolahan
Metode pengelolaan
sampah di TPA
Jomboran masih
menerapkan open
dumping.
Kemudahan operasional
dan tingkat pembiayaan
yang rendah masih menjadi
alasan sebagian banyak
daerah di Indonesia untuk
masih menerapkan open
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
No Acuan Standar Kondisi di lapangan Analisa
lindi dan gas. dumping, termasuk
Kabupaten Klaten. Padahal
di balik keunggulannya itu,
metode ini kurang
berwawasan lingkungan
terkait dengan dampak
dampak yang ditimbulkan.
2 UU No. 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan
Persampahan
Pemerintah dan
pemerintah daerah
secara sendiri sendiri
maupun bersama dapat
memberikan
kompensasi kepada
orang sebagai akibat
dampak negatif yang
ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan
sampah di TPA.
Tidak ada kompensasi
yang berupa relokasi,
pemulihan lingkungan,
pembiayaan kesehatan
dan pengobatan, ataupun
kompensasi dalam
bentuk lain yang
diterima oleh
masyarakat di sekitar
TPA Jomboran.
Pemerintah daerah
Kabupaten belum
sepenuhnya menjalankan
poin-poin pada undang-
undang no 18 tahun 2008.
Rendahnya alokasi
pembiayaan untuk bidang
persampahan menjadi salah
satu faktor tidak adanya
kompensasi untuk orang
orang di sekitar TPA.
Sumber. Peneliti, 2012
5.3.5. Aspek Peran Serta Masyarakat
Penerapan metode pengelolaan sampah di TPA dengan open dumping sangat rentan
terhadap pencemaran lingkungan sekitarnya. Gangguan lingkungan yang dapat timbul dapat
memicu adanya konflik/ sengketa pada masyarakat sekitarnya. Hal ini terjadi pada TPA
Jomboran, dimana masyarakat sekitar merasa sangat terganggu dengan kondisi timbunan
sampah di TPA. Dampak pencemaran bau, kemunculan asap dan lalat memaksa masyarakat
untuk meminta kompensasi kepada pemerintah daerah. Pengajuan semacam ini
memperlihatkan bahwa adanya peran serta masyarakat yang cukup aktif terkait sengketa yang
terjadi. Meskipun penyelesaian sengketa hanya diwakilkan oleh beberapa warga, setidaknya
ada kesediaan masyarakat untuk melakukan negosiasi dengan pemerintah daerah. Hal ini
sesuai dengan pasal 28 ayat 2 UU no 18 tahun 2008 dimana peran masyarakat dapat berupa
pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa. Selain itu terkait dengan
tindakan pengurangan timbunan sampah di TPA, pemulung yang juga merupakan warga
setempat memiliki peranan yang besar. Keberadaan para pemulung tersebut selain mampu
mengurangi beban sampah di TPA Jomboran, juga membantu menyortir sampah. Dengan
adanya tindakan penyortiran tersebut, maka dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan
oleh jenis sampah tersebut. Penguraian sampah berbahan plastik / atom yang membutuhkan
waktu lama, sedikit teratasi dengan adanya pengambilan oleh pemulung. Peran serta
masyarakat secara tidak langsung melalui penyortiran sampah juga telah dilakukan oleh
sumber penghasil sampah. Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sementara
terkait dengan pengelolaan persampahan TPA Jomboran sebagai berikut: (lihat tabel 5.6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Tabel 5. 3
Pengelolaan Persampahan Kabupaten Klaten Berdasarkan Aspek Pembiayaan, Kelembagaan, Hukum dan Peran Serta Masyarakat
Teknis Pengelolaan Pembiayaan Kelembagaan Hukum Peran Serta
+ K
E
L
E
B
I
H
A
N
Kegiatan reklamasi
cukup efektif untuk
menutupi kekurangan
lahan serta
memperpanjang umur
TPA Jomboran
Tidak memerlukan SDM
berkualitas tinggi karena
ketiadaan penggunaan
alat teknologi tinggi Biaya operasional
rendah karena hanya
untuk kegiatan
pengangkutan dan
penimbunan sampah
Instansi yang bertanggungjawab
untuk menangani pengelolaan
sampah Kabupaten Klaten sudah
sesuai dengan klasifikasi kota
Tupoksi antar bidang skpd sudah
jelas dan saling terkait yaitu sub
dinas KP, seksi operasional
kebersihan serta UPT pengelola
sampah dan limbah
Tidak terdapat tumpang tindih
tupoksi antar bidang skpd terkait
pengelolaan TPA Semua perumusan dan
koordinasi dilakukan oleh Sub
dinas KP dan UPT Pengelola
Sampah dan Limbah bertindak
sebagai pelaksana
Peraturan dan standar yang
dijadikan acuan oleh sub dinas
sudah relevan dan cukup
mengcover semua kegiatan
Peran serta masyarakat
aktif terlihat dari adanya
negosiasi yang dilakukan
oleh perwakilan
masyarakat dengan
pemerintah daerah terkait
dengan dampak negatif
yang ditimbulkan Peran serta masyarakat
untuk pengurangan
timbunan sampah di TPA
diperlihatkan dari
keberadaan pemulung dari
masyarakat sekitar serta
penyortiran dari sumber
sampah
-
K
E
K
U
R
A
N
G
A
N
Memerlukan lahan yang
cukup luas karena tidak
ada pemrosesan sampah
di TPA Jomboran. Kegiatan reklamasi
hanya dapat dilakukan
pada sampah yang sudah
berubah menjadi humus.
Besaran pendapatan yang diperoleh dari
penarikan retribusi sampah masih berada di
bawah ideal.
Tidak ada alokasi untuk pendidikan dan
pengembangan yang dapat menghambat
peningkatan sistem pengelolaan dan kualitas
SDM.
Alokasi anggaran untuk operasional kegiatan
hanya cukup digunakan untuk kegiatan
pengangkutan dan penimbunan sampah TPA. Kegiatan reklamasi sampah TPA
membutuhkan anggaran tersendiri dan tidak
dapat menggunakan alokasi anggaran tahunan,
sehingga bergantung pada pengajuan kepada
dewan.
Masih minimnya peraturan dan
standar yang membahas secara
rinci kegiatan pengelolaan TPA. Masih adanya ketidaksesuaian
antara standar/ peraturan yang
diacu dengan kondisi yang terjadi
dilapangan seperti ketidakadaan
kompensasi dan metode
pembuangan akhir sampah.
Sehingga dibutuhkan kualitas
SDM serta pendanaan yang
tinggi terkait pengembangan agar
dapat meningkatkan pengelolaan
akhir sampah.
Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Metode pengelolaan TPA Jomboran yang diterapkan saat ini bertolak belakang dengan
peraturan yang diacu oleh dinas terkait, salah satunya masih diterapkannya metode open
dumping. Terkait dengan keterbatasan penggunaan lahan, telah mampu diatasi pemerintah
Kabupaten Klaten dengan melalui reklamasi sampah. Minimnya pembiayaan operasional
kegiatan tidak memungkinkan untuk dilakukan masukan teknologi baru pada pengelolaan
sampah di TPA. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya alokasi pengembangan dan pendidikan
pada pengelolaan persampahan. Kondisi yang ada di lapangan, anggaran pembiayaan hanya
cukup untuk kegiatan pengangkutan dan penimbunan sampah. Perlu adanya kerjasama dengan
pihak lain kaitannya dengan pemasukan teknologi dalam pengelolaan sampah TPA.
Perwujudan kerjasama yaitu pemerintah lebih bertindak sebagai regulator sementara pihak
swasta diposisikan sebagai operator. Peran serta masyarakat memiliki pengaruh besar
terhadap TPA Jomboran terkait dengan usaha pengurangan timbunan dan evaluasi dampak
bagi lingkungan sekitarnya. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, semua program
pengelolaan sampah yang direncanakan akan sia-sia. Tingginya partisipasi masyarakat
Kabupaten Klaten terhadap kegiatan penyortiran sampah dapat membantu keberhasilan tujuan
program-program persampahan yang diterapkan. Selain itu, retribusi persampahan merupakan
bentuk nyata lain dari partisipasi masyarakat dalam pembiayaan persampahan. Kejelasan serta
pembagian tupoksi serta struktur organisasi di institusi pengelola sampah juga turut
membantu pencapaian keberhasilan tujuan program-program pengelolaan persampahan. Dan
untuk menghindari tumpang tindih tupoksi, dalam pelaksanaannya institusi pengelola sampah
Kabupaten Klaten telah dilakukan secara terpisah antara regulator dan operator.
5.4. Analisis Dampak Keberadaan Sampah Bagi Lingkungan Sekitar TPA Jomboran
Dalam melakukan analisis dampak keberadaan sampah digunakan teknik analisis
deskriptif kualitatif dimana data temuan lapangan yang sudah diidentifikasi sebelumnya akan
menjadi masukan dalam analisis ini untuk selanjutnya dideskripsikan secara menyeluruh
terhadap teori dengan temuan di lapangan sehingga diketahui dampak yang ditimbulkan.
Berikut ini pembahasan mengenai dampak keberadaan sampah TPA Jomboran bagi
lingkungan sekitarnya :
5.3.1. Dampak Lingkungan Fisik
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat seperti bau dan pemandangan yang buruk karena buangan
sampah. Kondisi semacam ini juga terjadi di TPA Jomboran, dimana penerapan open
dumping menjadikan sampah hanya ditimbun hingga menggunung dan tanpa adanya tanah
penutup diatasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Pertama, salah satu hal yang perlu diwaspadai dari adanya sampah yaitu kemunculan
air rembesan sampah atau sering disebut dengan lindi (leachate)4 yang dapat mencemari air
baik air tanah maupun air permukaan di sekitarnya. Tingginya kandungan air pada sampah
basah yang merupakan sampah terbanyak yang masuk ke TPA Jomboran, dapat
mempengaruhi besarnya produksi lindi pada timbunan sampah. Meskipun begitu, kemunculan
air rembesan sampah di lingkungan warga tidak dirasakan oleh masyarakat di kedua radius
dan tidak mengganggu aktivitas mereka. Salah satu indikator atau tanda bahwa air lingkungan
telah tercemar adalah adanya perubahan warna dan bau. Berdasarkan data temuan di
lapangan, dapat diketahui bahwa sekitar 50% kondisi air sumur responden baik dalam radius
kurang dari 500 m maupun 800 m dalam kondisi jernih, tidak berwarna dan berbau. Tingkat
kejernihan air sumur yang baik, menjadikan warga tidak khawatir untuk memanfaatkannya
dalam kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan air sumur pada radius 501-800 m lebih tinggi
dibandingkan pada radius kurang dari 500 m yaitu sebanyak 73% responden. Dan 93%
responden dalam radius tersebut memanfaatkannya untuk konsumsi dan mandi cuci kakus.
Pencemaran air rembesan sampah belum dirasakan warga. Sehingga tidak ada dampak negatif
yang ditimbulkan oleh timbunan sampah TPA Jomboran terhadap kondisi air terutama air
sumur di lingkungan permukiman sekitarnya.
Kedua, timbunan sampah yang setiap harinya bertambah karena aktivitas pembalikan
dan penumpukan sampah baru dapat mengganggu pandangan sehingga dapat menurunkan
citra kawasan tersebut. Lamanya proses dekomposisi sampah dapat menghambat kegiatan
reklamasi yang berpengaruh pada tingginya timbunan sampah. Pemandangan sampah
menggunung di TPA Jomboran dirasakan sangat mengganggu oleh masyarakat dalam radius
kurang dari 500 m. Hal ini diperlihatkan dari tingginya responden yaitu 83% yang
mengatakan demikian (lihat Gambar 4.22). Faktor jarak dan minimnya pepohonan
mengakibatkan masyarakat dalam radius ini dapat secara langsung melihat timbunan sampah
tersebut dari lingkungan rumah mereka. Sedangkan dalam radius 501-800 m gangguan ini
sedikit berkurang diperlihatkan dengan tingginya prosentase responden yang merasa tidak
terganggu dibandingkan dengan responden di radius 0-500 m yaitu 23% (lihat Gambar 4.22).
Namun begitu 50% responden di radius ini masih merasa sangat terganggu. Hal ini
dikarenakan masih minimnya tindakan pencegahan maupun pengurangan dampak yang
dilakukan oleh masyarakat. Bahkan sebanyak 77% responden di radius 501-800 m tidak
melakukan pencegahan apapun dan sebagian lainnya ada usaha pencegahan dengan
prosentase kecil (lihat Gambar 4.23).
4 leachete, menurut Tchobanoglous (1993) dapat didefinisikan sebagai cairan yang telah melewati sampah yang telah
mengekstrasi material terlarut/ tersuspensi dari sampah tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Gambar 5. 3 Kondisi Pemandangan Timbunan Sampah TPA bagi Lingungan Sekitarnya Sumber. Peneliti, 2012
Ketiga, kemunculan bau busuk menyengat yang muncul dari timbunan sampah
dirasakan sangat mengganggu bagi masyarakat di kedua radius. Sampah yang menumpuk dan
dibiarkan pada tempat terbuka (open dumping), selain menyebabkan rendahnya nilai estetika
di sekitar tempat tersebut juga dapat menimbulkan bau busuk yang tidak enak. Munculnya
bau busuk berasal dari dominasi komposisi sampah oleh sampah basah dan merupakan jenis
sampah yang mudah membusuk. Bau busuk tersebut merupakan ammoniak dan asam volatil
yang dihasilkan oleh sampah basah di TPA Jomboran dan menyebar mengikuti arah
hembusan angin. Kemunculan bau dirasakan sangat menganggu seluruh masyarakat dalam
radius kurang dari 500 m dimana 81% responden sangat terganggu dan sisanya merasa cukup
terganggu. Sedangkan kemunculan bau di radius 501-800 m sudah tidak mengganggu terlihat
dari menurunnya prosentase menjadi 68% dan 2% responden tidak terganggu (lihat Gambar
4.25). Kemunculan bau terjadi pada waktu tertentu terutama musim penghujan dan saat
pembalikan sampah oleh petugas. Kemunculan bau tidak diantisipasi dengan baik oleh
masyarakat sebagai usaha untuk mengurangi paparan dampak. Penanaman pohon sebagai
penyaring bau hanya dilakukan oleh 31% responden di radius kurang dari 500 m, sedangkan
63% responden pada radius 501-800 m membiarkan gangguan bau sampah tersebut tanpa
adanya usaha pengurangan dampak (lihat Gambar 4.28). Usaha lain yang dilakukan sebagian
kecil masyarakat lainnya yaitu dengan memasang pengharum ruangan atau penutup pada
ventilasi ruangan di rumah.
Keempat, aktivitas pengangkutan maupun penimbunan sampah serta operasional alat
berat secara tidak langsung akan menimbulkan suara. Suara dapat dikatakan bising jika suara
tersebut dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem pengelolaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
sampah di TPA Jomboran, sangat minim dalam penggunaan alat berat dikarenakan mudahnya
dalam penerapan di lapangan dimana sampah hanya diangkut, dibalik dan ditimbun. Dari 58%
responden di radius 0-500m dan 54% responden di 501-800m diketahui bahwa intensitas
kemunculan suara dari pengoperasian alat berat hampir tidak pernah dan tidak begitu
terdengar oleh masyarakat (lihat Gambar 4.30). Hal ini dikarenakan faktor jarak yang tidak
dapat terjangkau oleh minimnya suara yang muncul dari alat berat yang beroperasi. Sebanyak
58% responden di radius 0-500 m dan 54% responden di radius 501-800 m sama sekali tidak
terganggu (lihat Gambar 4.29). Hal ini memperlihatkan kemunculan kebisingan aktivitas
pengelolaan sampah TPA Jomboran, tidak dirasakan dan tidak mengganggu masyarakat
sekitar.
5.3.2. Dampak Kesehatan
Pengelolaan sampah TPA Jomboran dimana sampah hanya ditimbun tanpa adanya
penanganan selanjutnya, dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat
sekitarnya. Metode ini merupakan jenis pembuangan sampah akhir yang tidak saniter karena
selain dapat menimbulkan bau, asap serta pemandangan yang tidak sedap, sampah basah
dapat menjadi media yang baik untuk lalat maupun tikus yang dapat menjangkitkan penyakit.
Gangguan kesehatan banyak dialami oleh masyarakat di radius kurang dari 500 m
diperlihatkan dari 28% responden yang mengakui sering mengalami dan 44% pernah
mengalaminya. Sedangkan pada radius 501-800m hanya 16% responden yang sering
mengalami (lihat Gambar 4.37). Gangguan kesehatan yang banyak dikeluhkan adalah batuk-
batuk, dan asma akibat asap yang timbul dari timbunan sampah. Asap yang muncul dan
menyebar ke lingkungan permukiman berasal dari kebakaran yang terjadi pada timbunan
sampah di TPA Jomboran. Sebanyak 55% responden di radius 0-500m dan 50% di radius
501-800m merasa sangat terganggu dengan kebakaran. Asap merupakan dampak yang paling
banyak dirasakan dari berbagai ancaman gangguan lain yang timbul dari kejadian kebakaran
seperti api dan debu abu. Hipotesa terjadinya kebakaran di TPA Jomboran dikarenakan
tersedianya bahan bakar yang baik yaitu gas metan dan sampah kering serta tersedianya
oksigen melalui udara yang mudah masuk ke dalam lapisan sampah. Ketidaktersediaan tanah
penutup mempermudah suplai udara masuk ke lapisan sampah sehingga sampah mudah
terbakar dan memunculkan asap yang dapat mengganggu kesehatan warga di sekitarnya.
Minimnya usaha penanggulangan dampak asap dan abu yang dilakukan di lingkungan rumah
warga mengakibatkan paparan dampak ini tidak bisa diminimalisir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Gambar 5. 4 Peta Dampak Bau Sampah TPA Jomboran bagi Lingungan Sekitarnya Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Gambar 5. 5 Peta Dampak Bising Aktivitas Pengelolaan Sampah TPA Jomboran bagi Lingungan Sekitarnya Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Gambar 5. 6 Peta Dampak Asap Kebakaran Sampah TPA Jomboran bagi Lingungan Sekitarnya Sumber. Peneliti, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
5.4. Dampak Sosial dan Ekonomi
Selain mempengaruhi lingkungan fisik kawasan dan kondisi kesehatan masyarakat,
keberadaan TPA Jomboran juga berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Pertama, tidak ada pengaruh signifikan antara TPA Jomboran dengan tingkat keamanan
lingkungan. Sebanyak 81% dan 88% responden di kedua radius tidak merasakan adanya
gangguan keamanan di lingkungan mereka (lihat Gambar 4.38). Hal ini dikarenakan
sedikitnya jumlah pemulung yang beraktivitas di TPA Jomboran dan berasal dari lingkungan
sekitar. Kedua, kemunculan konflik sosial terkait dengan kondisi pengelolaan TPA Jomboran
pernah terjadi. Hal ini dialami dilaporkan oleh 39% dan 41% responden di kedua radius (lihat
Gambar 4.39). Penerapan metode open dumping sangat rawan terjadi konflik terutama jika
berada terlalu dekat dengan permukiman penduduk terkait dengan permasalahan lingkungan
yang timbul. Permasalahan yang terjadi antara warga dengan pemerintah terutama pengelola
TPA sampah Jomboran masih dapat diselesaikan dengan melalui ajuan masyarakat untuk
perbaikan jalan di lingkungan TPA. Meskipun begitu, penyelesaian yang dikehendaki oleh
warga adalah TPA sampah tersebut untuk dipindahkan ke lokasi lain. Ketiga, sebanyak 31%
responden pada radius dekat merasakan adanya penurunan nilai. Angka ini 10% lebih tinggi
dibandingkan pengaruh pada radius 501-800m (lihat Gambar 4.40). Hal ini tentu dapat
merugikan perekonomian warga dan menyulitkan ketika ingin menjual lahan mereka.
Keempat, sekitar 81% dan 84% responden di kedua radius tidak merasa adanya pembiayaan
yang dibebankan untuk perbaikan infrastruktur lingkungan (lihat Gambar 4.41). Minimnya
kerusakan yang terjadi dan adanya iuran bulanan serta kas desa dapat menghindarkan
masyarakat terhadap iuran mendadak untuk perbaikan lingkungan. Sehingga hal ini tidak
mengganggu kondisi perekonomian bulanan masyarakat karena pembebanan biaya perbaikan
lingkungan. Kelima, keberadaan sampah-sampah yang kurang terpilah dengan baik di TPA
Jomboran, memunculkan kesempatan bagi beberapa warga setempat untuk memanfaatkannya
sebagai sumber daya/ modal untuk mendapatkan penghasilan dengan memilah dan
menjualnya. Sampah-sampah yang dirasa memiliki nilai ekonomi tinggi seperti sampah atom,
botol kaca, tetrapack, maupun logam mereka kumpulkan hingga mencapai jumlah tertentu
untuk dijual ke pengepul dengan harga beli yang disesuaikan menurut jenis sampahnya.
Dari berbagai dampak yang dapat dimungkinkan timbul oleh keberadaan sebuah TPA
sampah yang dipaparkan oleh Gelbert dkk (1996), maka setelah dilakukan analisis dapat
diketahui bahwa dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan TPA Jomboran bagi masyarakat
sekitarnya yaitu sebagai berikut:
- Gangguan pandangan/ penurunan citra kawasan oleh timbunan sampah TPA Jomboran
- Tersebarnya bau busuk sampah hingga di seluruh radius sekitar TPA Jomboran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
- Munculnya asap yang mengganggu kesehatan masyarakat terutama radius kurang 500 m
- Terjadinya penurunan nilai lahan warga terutama di radius kurang dari 500 m
- Terjadinya konflik sosial antara warga dengan pengelola TPA terkait dampak negatif
pengelolaan sampah
- Membuka lapangan pekerjaan pada sektor informal bagi sebagian warga setempat
seperti pemulung dan usaha penampungan barang bekas/ loakan.
5.5. Analisis Kelayakan Operasional Pengelolaan Sampah TPA Jomboran
Setelah dilakukan analisis karakteristik sampah yang masuk TPA, analisis pembobotan
SNI, analisis sistem pengelolaan, dan analisis dampak keberadaaan sampah bagi lingkungan
sekitar TPA, maka analisis selanjutnya adalah analisis kelayakan operasional pengelolaan
sampah TPA Jomboran. Hasil analisis sistem pengelolaan sampah di TPA Jomboran memiliki
pengaruh terbesar terhadap hasil kelayakan operasional. Dikarenakan analisis ini telah
mencakup 5 aspek operasional pengelolaan sampah yang saling mendukung satu sama lain
yaitu teknis, kelembagaan, hukum, pembiayaan dan peran serta masyarakat. Analisis tingkat
kelayakan lokasi memiliki pengaruh dibawahnya, output yang dihasilkan analisis ini berupa
kemampuan lokasi TPA untuk meminimalisir dampak negatif aktivitas pengelolaan sampah.
Dan pertimbangan selanjutnya adalah analisis dampak dimana memaparkan dampak apa saja
yang muncul dari aktivitas pengelolaan selama ini. Analisis karakteristik jenis sampah yang
masuk menjadi pertimbangan terakhir, dikarenakan output analisis ini berpengaruh besar
terhadap penentuan metode pengelolaan sampah yang diterapkan sehingga dampak negatif
dapat dihindari. Dari pertimbangan-pertimbangan tersebut maka ditentukan tingkat kelayakan
operasional TPA Jomboran dan sistem pengelolaan yang dapat diterapkan.
Gambar 5. 7 Tingkat Pengaruh Hasil Analisis terhadap Kelayakan Operasional TPA Jomboran Sumber. Peneliti, 2012
Berdasarkan analisis sistem pengelolaan, diketahui bahwa penerapan metode open
dumping masih layak dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan pembiayaan yang minim tidak
memungkinkan untuk dilakukannya penerapan teknologi maupun peningkatan ke metode
controlled landfill. Kekurangan penerapan metode open dumping saat ini telah mampu diatasi
Sistem Pengelolaan
Sampah di TPA Jomboran
Tingkat Kelayakan Lokasi
TPA Jomboran
Dampak Keberadaan
Sampah bagi Lingkungan
Sekitar TPA Jomboran
Karakteristik Jenis
Sampah yang Masuk
Kelayakan Operasional
TPA Jomboran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
dengan adanya reklamasi serta peran serta masyarakat aktif dalam pemilahan sampah. Hal ini
terbukti bahwa metode ini mampu bertahan hingga 20 tahun sejak awal mula beroperasi.
Namun begitu, dari hasil analisis kelayakan lokasi diketahui bahwa meskipun berada di lokasi
yang menunjang, kapasitas TPA Jomboran sudah tidak memungkinkan lagi untuk jangka
panjang dengan penerapan metode open dumping. Selain itu metode ini juga banyak
memberikan dampak negatif bagi kehidupan masyarakat disekitarnya. Gangguan bau, asap,
kesehatan dan visual selalu membayangi setiap harinya sehingga berpengaruh pada
kenyamanan masyarakat dalam beraktivitas. Gangguan tersebut muncul dikarenakan jenis
sampah yang masuk tidak dikelola sesuai dengan penanganan karakteristiknya. Karena
sampah basah dan sampah plastik tidak seharusnya ditimbun untuk jangka waktu yang lama.
Jika TPA Jomboran tetap diterapkan pengelolaan seperti ini, gangguan ini akan selalu
dirasakan masyarakat sekitar. Dampak lain yang dapat timbul yaitu nilai lahan akan terus
menurun dan semakin meluas seperti yang dirasakan masyarakat pada radius kurang dari 500
m. Selain itu, konflik sosial yang pernah terjadi akan sering muncul karena tingkat
kenyamanan penduduk yang semakin berkurang. Meskipun begitu, adanya TPA mampu
membuka lapangan kerja baru bagi sebagian masyarakat di sekitarnya. Usaha penampungan
barang bekas/ loakan dapat ditemukan di daerah sekitar TPA. Dan mereka menampung
barang-barang tersebut dari para pemulung di TPA yang juga berasal dari masyarakat sekitar.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Gambar 5. 8 Kelayakan Operasional TPA Jomboran Ditinjau dari Hasil Analisis Sebelumnya Sumber. Peneliti, 2012
Sistem Pengelolaan Sampah di TPA
Jomboran
Rendahnya Pembiayaan Persampahan
Tupoksi Intansi Pengelola yang jelas
Partisipasi Masyarakat Tinggi
Rendahnya SDM
Layak
Tingkat Kelayakan
Lokasi TPA Jomboran
Lokasi cukup menunjangdari lingkungan
fisik, transportasi, administrasi dan masyarakat
Layak
Namun, kapasitas TPA
tidak mampu untuk
jangka panjang
Karakteristik Jenis Sampah yang Masuk
Penanganan sampah saat ini tidak sesuai dengan karakateristik sampah yang masuk
Tidak Layak
Dampak Keberadaan
Sampah bagi
Lingkungan Sekitar
TPA Jomboran
- Menimbulkan gangguan bau, visual,
kesehatan dan asap
- Mempengaruhi nilai lahan - Menimbulkan konflik sosial
Tidak Layak
Namun, berdampak positif dengan
terbukanya lapangan
kerja bagi masyarakat
sekitar
Layak
dipertimbangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Dari penjelasan diatas maka pengelolaan sampah dengan penimbunan (open dumping)
masih dapat dipertimbangkan untuk dioperasikan di TPA Jomboran. Hal ini terkait dengan
pembiayaan yang rendah dari pemerintah, lokasi yang menunjang serta terbukanya lapangan
kerja bagi masyarakat sekitar. Meskipun begitu perlu adanya beberapa pembenahan untuk
menutupi kekurangan pada metode pengelolaan ini serta meminimalisir dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan sekitarnya. Pembenahan tersebut dapat berupa perubahan fungsi
TPA Jomboran. TPA Jomboran tidak lagi difungsikan sebagai tempat pembuangan akhir,
tetapi difungsikan sebagai tempat pemrosesan akhir. Perubahan fungsi TPA ini diperlukan
karena kapasitas TPA Jomboran tidak dimungkinkan lagi dapat menampung hingga beberapa
tahun kedepan. Karena dengan TPA difungsikan sebagai tempat pemrosesan akhir, maka
aktivitas TPA tidak hanya sekedar area untuk proses penimbunan sampah melainkan juga
sebagai tempat pemilahan, daur ulang dan pengomposan sampah. Kegiatan daur ulang dapat
dilakukan pada sampah anorganik seperti kemasan produk. Sedangkan kegiatan pengomposan
dapat diterapkan pada sampah-sampah organik. Peran serta masyarakat Kabupaten Klaten
yang cukup tinggi dalam pemilahan sampah dari sumber menjadi nilai lebih. Hal ini
dikarenakan dapat mengurangi keragaman jenis sampah yang tertimbun di TPA. Selain itu,
keberadaan pemulung juga turut membantu usaha penyortiran dan pengurangan sampah di
TPA. Hal ini terkait dengan pengambilan jenis-jenis sampah tertentu oleh pemulung. Terkait
dengan penerapan TPA sebagai tempat pemrosesan akhir diperlukan adanya pelibatan
masyarakat seperti pemulung dalam kegiatan pemilahan, daur ulang maupun pengomposan
sampah. Masyarakat terutama pemulung dapat diberikan pelatihan terkait kegiatan-kegiatan
tersebut. Sehingga kegiatan ini secara tidak langsung mampu mendorong ekonomi masyarakat
sekitar dan tidak menghilangkan mata pencaharian para pemulung TPA Jomboran. Selain
perubahan fungsi TPA Jomboran, juga perlu dilakukan penanaman pepohonan pada radius 0-
100 meter. Hal ini berguna untuk melokalisir serta mengurangi penyebaran bau busuk sampah
serta asap yang mungkin dapat muncul dari sampah yang masuk ke TPA. Kegiatan lain yang
perlu dilakukan yaitu menutup timbunan sampah residu dengan tanap penutup kedap air,
untuk mengurangi bau, asap serta lindi yang dimungkinkan dapat timbul.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
DAFTAR ISI
BAB V ............................................................................................................................................... 77
5.1. Analisis Karakteristik Sampah yang Masuk ke TPA ............................................................ 77
5.2. Analisis Evaluasi Kondisi Eksisting TPA Jomboran Berdasarkan Parameter SNI ............... 80
a. Batas Administrasi ................................................................................................................ 81
b. Kepemilikan Hak Atas Lahan dan Jumlah Pemilik Lahan .................................................... 81
c. Kapasitas Lahan .................................................................................................................... 82
d. Tanah, Sistem Aliran dan Pemanfaatan ................................................................................ 84
e. Bahaya Banjir ........................................................................................................................ 86
f. Tanah Penutup ....................................................................................................................... 86
g. Intensitas Hujan ..................................................................................................................... 86
h. Tata Guna Tanah ................................................................................................................... 87
i. Daerah Lindung/ Cagar Alam ............................................................................................... 87
j. Pertanian ................................................................................................................................ 88
k. Biologis ................................................................................................................................. 88
l. Transportasi Pengangkutan ................................................................................................... 89
m. Kebisingan, Bau dan Estetika ............................................................................................ 90
n. Partisipasi Masyarakat ........................................................................................................... 91
5.3. Analisis Sistem Pengelolaan Sampah TPA Jomboran .......................................................... 92
5.4. Analisis Dampak Keberadaan Sampah Bagi Lingkungan Sekitar TPA Jomboran ............. 100
5.5. Analisis Kelayakan Operasional Pengelolaan Sampah TPA Jomboran .............................. 108
DAFTAR TABEL
Tabel 5. 1 Perhitungan Pengeluaran Kegiatan Pengangkutan dan Penimbunan Sampah ..................... 95
Tabel 5. 2 Analisa Standar yang Diacu oleh Dinas dengan Kondisi di Lapangan ............................... 97
Tabel 5. 3 Pengelolaan Persampahan Kabupaten Klaten Berdasarkan Aspek Pembiayaan,
Kelembagaan, Hukum dan Peran Serta Masyarakat ............................................................................. 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
BAB VI
PENUTUP
Pada bab ini akan menjelaskan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis dan
rekomendasi yang diajukan untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kelayakan
pengelolaan TPA Jomboran sebagai TPA Kabupaten Klaten.
6.1. Temuan Penelitian
Setelah melalui berbagai tahapan analisis dalam proses penyelesaian penelitian tentang
Kajian Kelayakan Pengelolaan TPA Jomboran sebagai TPA Kabupaten Klaten, diperoleh
beberapa temuan penelitian diantaranya sebagai berikut.
1) Karakteristik sampah yang masuk ke TPA Jomboran Kabupaten Klaten
Sampah yang masuk ke TPA Jomboran didominasi oleh jenis sampah organik dan
bungkus kemasan plastik. Sampah-sampah organik maupun sampah basah yang berada di
TPA memicu timbulnya bau busuk menyengat serta gas metana (CH4). Sedangkan
sampah jenis bungkus kemasan plastik dapat mengancam kondisi tanah serta air tanah di
lokasi TPA. Jika sampah jenis ini terbakar maka dapat menghasilkan asap beracun dan
memicu penyakit-penyakit berbahaya seperti kanker, depresi dan lainnya.
2) Kelayakan lokasi TPA berdasarkan parameter SNI 19-3241-1994
Berdasarkan paramater-parameter yang diatur dalam SNI terkait kelayakan lokasi, maka
dapat dikatakan bahwa lokasi TPA Jomboran saat ini masih layak dipertimbangkan untuk
digunakan sebagai TPA sampah. Meskipun begitu perlu diperhatikan bahwa kapasitas
tampung TPA tidak dapat menampung cukup lama, sehingga diperlukan adanya tindakan
pengurangan timbunan sampah TPA serta pengurangan sampah yang masuk. Kekurangan
yang ada pada lokasi TPA Jomboran yaitu memiliki tanah dengan harga kelulusan tinggi,
tidak memiliki tanah penutup timbunan, berdekatan dengan daerah lindung yang perlu
diwaspadai, tidak memiliki zona penyangga, operasi penimbunan terlihat dari luar tapak,
serta partisipasi masyarakat yang membutuhkan negosiasi. Sedangkan keunggulan yang
dimiliki yaitu berada dalam batas administrasi wilayah, lahan merupakan hak milik
pemerintah, berada dalam daerah luahan air (discharge), tidak ada ancaman bahaya
banjir, intensitas hujan rendah dibawah 500 mm/th, tidak berdampak besar terhadap tata
guna tanah sekitarnya, memiliki jalan datar dengan kondisi baik, dan waktu tempuh
menuju pusat centroid kurang dari 15 menit.
3) Pengelolaan TPA Jomboran dari aspek pembiayaan, kelembagaan, hukum dan peran serta
masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Dilihat dari segi pembiayaan, pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari
penarikan retribusi sampah masih belum cukup optimal. Sehingga hal ini secara tidak
langusng berpengaruh terhadap alokasi anggaran yang diberikan untuk operasional
kegiatan pengelolaan TPA Jomboran. Tidak ada alokasi pendanaan untuk pendidikan dan
pengembangan. Alokasi anggaran dana yang diterima hanya cukup digunakan untuk
kegiatan pengangkutan dan penimbunan sampah di TPA Jomboran.
Kelembagaan yang mengelola TPA Jomboran berupa Sub Dinas Kebersihan dan
Pertamanan dan UPT Pengelola Sampah dan Limbah. Perumusan maupun koordinasi
kegiatan dilakukan oleh Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan. UPT Pengelola Sampah
dan Limbah bertindak sebagai pelaksana teknis kegiatan
Standar/ peraturan yang diacu untuk menjalankan kegiatan belum sepenuhnya dipahami
dan dilaksanakan oleh pengelola terkait dengan metode pembuangan akhir TPA
Jomboran dan tidak adanya kompensasi yang diberikan kepada masyarakat sekitar
Wujud peran serta yang diberikan oleh masyarakat adalah tindakan pemilahan sampah
baik oleh sumber penghasil sampah maupun pemulung. Sedangkan aduan masyarakat
sekitar kepada pemerintah terkait dampak yang dirasakan merupakan salah satu wujud
lain peran serta masyarakat dalam evaluasi pengelolaan TPA.
4) Dampak keberadaan TPA Jomboran bagi lingkungan sekitarnya
Selain dapat membuka lapangan pekerjaan pada sektor informal bagi sebagian warga
setempat seperti penampungan barang bekas/ loak dan pemulung, keberadaan TPA juga
memberikan pengaruh negatif pada lingkungan sekitarnya antara lain :
Timbulnya gangguan pandangan dan citra kawasan yang menurun akibat timbunan
sampah yang menggunung
- Tersebarnya bau busuk menyengat hingga radius 800 meter terutama di desa
Gumulan karena faktor arah hembusan angin
- Tersebarnya asap dan abu ke permukiman masyarakat yang mengganggu kesehatan
pernafasan hingga radius 500 meter
- Menurunnya nilai lahan di sekitar lokasi TPA hingga radius 500 meter
6.2. Kesimpulan
Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik sampah yang masuk
ke TPA Jomboran dapat berdampak bagi kondisi lingkungan sekitarnya, pertimbangan
kelayakan lokasi TPA Jomboran tidak hanya ditentukan oleh kapasitas daya tampung TPA,
pembiayaan berpengaruh besar terhadap inovasi pengelolaan sampah di TPA Jomboran, peran
serta masyarakat berpengaruh terhadap keberlangsungan pengelolaan TPA Jomboran dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar banyak dipengaruhi oleh jenis sampah yang
ditimbun di TPA Jomboran.
Dengan melihat dari sistem pengelolaan, sosial ekonomi masyarakat, serta fisik
lingkungan kawasan maka penerapan metode pengelolaan pembuangan akhir sampah dengan
open dumping pada kategori kota sedang masih dapat dipertimbangkan untuk dioperasikan.
Hal ini dikarenakan pengelolaan TPA pada kota sedang memiliki tingkat kemampuan
pembiayaan persampahan yang rendah, namun memiliki partisipasi masyarakat yang tinggi
serta kelembagaan yang baik. Pemilihan lokasi yang tepat serta peran serta masyarakat dalam
usaha penyortiran sampah yang ditimbun dapat meminimalisir dampak negatif yang
ditimbulkan dari kelemahan metode open dumping bagi kondisi lingkungan sekitarnya.
Namun kesimpulan dari hasil penelitian ini hanya dapat berlaku pada lokasi TPA yang
menjadi wilayah penelitian. Sehingga apabila hasil dari penelitian ini diterapkan pada lokasi
TPA yang lain, mungkin akan mendapatkan hasil yang berbeda. Hal ini dikarenakan adanya
keterbatasan penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lanjutan agar
dapat melengkapi penelitian ini.
6.3. Saran dan Rekomendasi
6.3.1. Saran
Melihat fenomena yang ada terkait permasalahan pengelolaan tempat pembuangan akhir
(TPA) Jomboran meliputi lokasi TPA, sistem pengelolaan TPA serta dampak yang
ditimbulkan oleh TPA saat ini, sudah seharusnya pemerintah daerah sebagai pemangku
kebijakan dalam penataan kota mulai memperhatikan bagaimana mengelola TPA Jomboran.
Hal ini dikarenakan jika sampah dikelola dengan dengan sistem pengelolaan yang baik,
sampah dapat menjadi sumber pendapatan bagi sebagian orang atau bahkan pemerintah.
Selain itu juga mampu meminimalisir dampak yang timbul bagi lingkungan sekitarnya.
Sehingga dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pemerintah daerah
dalam melakukan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) Jomboran.
Sesuai dengan definisi TPA yaitu tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak
menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya, maka perlu adanya pemantauan
berkala terkait gangguan yang terjadi di lingkungan TPA dan dirasakan masyarakat
Terkait dengan kapasitas lahan yang sudah tidak memungkinkan untuk 10 tahun ke
depan, maka perlu adanya perubahan pengelolaan. TPA Jomboran bukan lagi difungsikan
sebagai pembuangan akhir tetapi sebagai tempat pemrosesan akhir. Sehingga dalam
lokasi pemrosesan akhir tidak hanya ada proses penimbunan sampah tetapi juga wajib
terdapat empat aktivitas utama penanganan sampah yaitu pemilahan sampah, daur ulang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
sampah non hayati (anorganik), pengomposan sampah hayati (organik) serta pengurugan/
penimbunan sampah residu dari proses di atas di lokasi pengurugan atau penimbunan
(landfill)
Perlu adanya pelibatan para pemulung dalam pengelolaan TPA kedepannya. Hal ini
dikarenakan pemulung sangat berperan dalam pengurangan beban pengelolaan sampah di
TPA
Perlu adanya perubahan persepsi pemerintah Kabupaten Klaten terkait pentingnya
pengelolaan sampah terutama pengelolaan TPA Jomboran. Sehingga dapat dilakukan
pengalokasian pendanaan bagi penyediaan fasilitas pendukung di TPA Jomboran
6.3.2. Rekomendasi
Agar penelitian ini dapat memberikan masukan lebih terhadap pengelolaan tempat
pembuangan akhir (TPA) Jomboran di Kabupaten Klaten, maka perlu ada penelitian lanjutan
untuk menunjang penelitian ini dengan topik pembahasan:
Strategi memperpanjang umur TPA Jomboran Kabupaten Klaten
Kajian keberadaan TPA Jomboran dalam konteks tata ruang
Pengelolaan Sampah di Kabupaten Klaten melalui Peningkatan Kemampuan Pembiayaan
Tingkat keterlibatan pemulung dalam kegiatan pengelolaan sampah di TPA Jomboran
Kabupaten Klaten
Pemberdayaan pemulung dan masyarakat sekitar TPA Jomboran sebagai strategi
pengurangan timbunan sampah serta peningkatan kesejahteraan ekonomi kawasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
BAB VI ............................................................................................................................................... 111
6.1. Temuan Penelitian............................................................................................................. 111
6.2. Kesimpulan ........................................................................................................................ 112
6.3. Saran dan Rekomendasi ................................................................................................... 113
6.3.1. Saran ............................................................................................................................ 113
6.3.2. Rekomendasi ............................................................................................................... 114