Final Fiswan

8
 Deterjen menjadi bahan pencemar karna Deterjen buatan atau synthetic detergent adalah campuran sejenis senyawa bahan pembersih yang berkandungan utama zat surfaktan (surfactant atau surface active agents), dengan bahan-bahan lain seperti zat pengisi (fillers), pembentuk (builders), serta komponen lain seperti pewarna, pewangi, boosters dan lain -lain. Surfaktan adalah senyawa kimia yang mudah larut dalam cairan yang memungkinkannya terserap pada zat lain sehingga zat t ersebut menjadi mudah larut atau memiliki sifat kimia fisika tertentu dalam suatu cairan. Molekul surfaktan setidaknya berkandungan satu gugus yang memiliki afinitas pada permukaan cairan polar, yang umumnya dipahami sebagai tingkat kelarutan dalam air, dan satu gugus lain yang tidak gampang berafinitas dengan air. Dampak pencemaran oleh sabun / deterjen karna Deterjen merupakan bahan pembersih yang terbuat dari bahan kimia sintesis dengan komponen utama surfaktan. Karna dianggap bukan bahan berbahaya atau toksik maka sebagian limbah pengggunaan deterjen sering di buang kedalam perairan seingga menjadi sumber pencemaran yang potensial. Dalam konsentrasi tertentu deterjen dalam air dapat mengggangu difusi oksigen dari udara kedalam air, selain itu senyawa Fosfor dan nitrogen yang terandung dalam deterjen dapat menyebabkan eutrofikasi dalam perairan. Pengaruh lanjut deterjen terhadap organisme perairan adalah berupa penghambatan pertumbuhan dan menyebabkan degradasi fungsi pada berbagai organ tubuh dari organisme lain. Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan detergen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut LAS yang relatif lebih ramah lingkungan. Iqbalali (2009) dalam Wibawa (2009) menyatakan senyawa LAS menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap lingkungan dan lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai. Heath (2000) dalam Zahri (2005) menemukan bahwa tingkat toksisitas LAS lebih tinggi empat kali lipat lebih besar daripada ABS. Namun LAS dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sedangkan ABS sangat sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme (Larson dan Woltering, 1995, dalam Zahri, 2005). Keberadaan busa-busa detergen di permukaan air, menyebabkan kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Hal ini akan menyebabkan kekurangan oksigen pada organisme air dan dapat menyebabkan kematian. Fosfat memegang peranan penting dalam produk detergen sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Fosfat yang biasanya dijumpai, pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly Fosfat (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di air, sehingga air akan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan alga (phytoplankton) yang berlebihan. Biomassa alga (phytoplankton) yang telah mati dan mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan organik untuk berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri. Tersedianya sumber makanan yang banyak dapat meningkatkan laju pertumbuhan bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan banyak menggunakan (mengkonsums i) oksigen yang terdapat di air sehingga dapat membahayakan kehidupan mahluk air di sekitarnya. Susana dan Ricky (2009) menyatakan bahwa standar nilai ambang batas detergen adalah 1 mg/liter (1 ppm). Standar nilai ambang batas berarti jika polutan detergen berada di lingkungan perairan air tawar konsentrasinya lebih dari 1 mg/liter, maka detergen tersebut sudah bersifat polutan. Deterjent memiliki efek beracun dalam air. Semua deterjent menghancurkan lapisan eksternal lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit, selain itu detergent dapat menyebabkan kerusakan pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila konsentrasi deterjent 15 bagian per juta. Detergent dengan konsentrasi rendah pun sebanyak 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan. Surfaktan deterjen pun tak kalah berbahaya karena jenis detergent ini terbukti mengurangi kemampuan perkembangbiakan

Transcript of Final Fiswan

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 1/8

Deterjen menjadi bahan pencemar karna Deterjen buatan atau synthetic detergent adalah campuran

sejenis senyawa bahan pembersih yang berkandungan utama zat surfaktan (surfactant atau surface

active agents), dengan bahan-bahan lain seperti zat pengisi (fillers), pembentuk (builders), serta

komponen lain seperti pewarna, pewangi, boosters dan lain-lain. Surfaktan adalah senyawa kimia

yang mudah larut dalam cairan yang memungkinkannya terserap pada zat lain sehingga zat tersebut

menjadi mudah larut atau memiliki sifat kimia fisika tertentu dalam suatu cairan. Molekul surfaktan

setidaknya berkandungan satu gugus yang memiliki afinitas pada permukaan cairan polar, yang

umumnya dipahami sebagai tingkat kelarutan dalam air, dan satu gugus lain yang tidak gampang

berafinitas dengan air.

Dampak pencemaran oleh sabun / deterjen karna Deterjen merupakan bahan pembersih yang terbuat

dari bahan kimia sintesis dengan komponen utama surfaktan. Karna dianggap bukan bahan berbahaya

atau toksik maka sebagian limbah pengggunaan deterjen sering di buang kedalam perairan seingga

menjadi sumber pencemaran yang potensial. Dalam konsentrasi tertentu deterjen dalam air dapat

mengggangu difusi oksigen dari udara kedalam air, selain itu senyawa Fosfor dan nitrogen yang

terandung dalam deterjen dapat menyebabkan eutrofikasi dalam perairan. Pengaruh lanjut deterjen

terhadap organisme perairan adalah berupa penghambatan pertumbuhan dan menyebabkan degradasi

fungsi pada berbagai organ tubuh dari organisme lain.___

Beberapa negara di dunia secara resmi telah melarang penggunaan zat ABS ini dalam pembuatan

detergen dan memperkenalkan senyawa kimia baru yang disebut LAS yang relatif lebih ramah

lingkungan. Iqbalali (2009) dalam Wibawa (2009) menyatakan senyawa LAS menimbulkan kerugian

yang tidak sedikit terhadap lingkungan dan lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk 

mengurai LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai. Heath (2000) dalam Zahri (2005)

menemukan bahwa tingkat toksisitas LAS lebih tinggi empat kali lipat lebih besar daripada ABS.

Namun LAS dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sedangkan ABS sangat sulit untuk diuraikan

oleh mikroorganisme (Larson dan Woltering, 1995, dalam Zahri, 2005).

Keberadaan busa-busa detergen di permukaan air, menyebabkan kontak udara dan air terbatassehingga menurunkan oksigen terlarut. Hal ini akan menyebabkan kekurangan oksigen pada

organisme air dan dapat menyebabkan kematian. Fosfat memegang peranan penting dalam produk 

detergen sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion

kalsium dan magnesium. Fosfat yang biasanya dijumpai, pada umumnya berbentuk Sodium Tri Poly

Fosfat (STPP).

Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang

dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan

pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di air, sehingga air akan kekurangan oksigen.

Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan alga (phytoplankton) yang berlebihan. Biomassa alga

(phytoplankton) yang telah mati dan mengendap di dasar perairan merupakan sumber makananorganik untuk berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri. Tersedianya sumber makanan yang

banyak dapat meningkatkan laju pertumbuhan bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan banyak 

menggunakan (mengkonsumsi) oksigen yang terdapat di air sehingga dapat membahayakan

kehidupan mahluk air di sekitarnya.

Susana dan Ricky (2009) menyatakan bahwa standar nilai ambang batas detergen adalah 1

mg/liter (1 ppm). Standar nilai ambang batas berarti jika polutan detergen berada di lingkungan

perairan air tawar konsentrasinya lebih dari 1 mg/liter, maka detergen tersebut sudah bersifat polutan.

Deterjent memiliki efek beracun dalam air. Semua deterjent menghancurkan lapisan eksternal lendir

yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit, selain itu detergent dapat menyebabkan kerusakan pada

insang. Kebanyakan ikan akan mati bila konsentrasi deterjent 15 bagian per juta. Detergent dengan

konsentrasi rendah pun sebanyak 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan. Surfaktan deterjen pun tak kalah berbahaya karena jenis detergent ini terbukti mengurangi kemampuan perkembangbiakan

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 2/8

organisme perairan.

Deterjen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia organik seperti

pestisida dan fenol akan mudah diserap oleh ikan, dengan konsentrasi deterjen hanya 2 ppm dapat

diserap ikan dua kali lipat dari jumlah bahan kimia lainnya.

Detergent juga memberi efek negatif bagi biota air. Fosfat dalam deterjen dapat memicu ganggang air

tawar bunga untuk melepaskan racun dan menguras oksigen di perairan. Ketika ganggang membusuk,

mereka menggunakan oksigen yang tersedia untuk mempertahankan hidupnya.

deterjen adalah juga bahan pembersih sepeti halnya sabun, akan tetapi dibuat dari senyawa

petrokimia. Deterjen mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sabun, karena dapat bekerja pada

air sadah. Bahan deterjen yang umum digunakan adalah dedocylbenzensulfonat. Deterjen dalam air

akan mengalami ionisassi membentuk komponen bipolar aktif yang akan mengikat ion Ca dan/atau

ion Mg pada air sadah. Komponen bipolar aktif terbentuk pada ujung dodecylbenzen-sulfonat.

Untuk dapat membersihkan kotoran dengan baik, deterjen diberi bahan pembentuk yang bersifat

alkalis. Contoh bahan pembentuk yang bersifat alkalis adalah natrium tripoliposfat.

Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena alasanberikut :

a. Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat menggangg kehidupan

organisme di dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan

menaikkan pH air sampai sekitar 10,5-11

b. Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu

kehidupan mikro organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan

c. Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi)

oleh mikro organisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah barang tentu

akan merugikan lingkungan. Namun akhir-akhir ini mulai banyak digunakan

bahan sabun/deterjen yang dapat didegradsi oleh mikroorganisme

Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air minum, meracuni

makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan ekosistem sungai dan danau, pengrusakan

hutan akibat hujan asam dsb.

Di badan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan pertanian telah menyebabkan

pertumbuhan tanaman air yang di luar kendali yang disebut eutrofikasi (eutrofication). Ledakanpertumbuhan tersebut menyebabkan oksigen yang seharusnya digunakan bersama oleh seluruh

hewan/tumbuhan air, menjadi berkurang. Ketika tanaman air tersebut mati, dekomposisinya

menyedot lebih banyak oksigen. Akibatnya ikan akan mati dan aktivitas bakteri akan menurun.

Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut

dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen

terganggu serta mengurangi perkembangannya. Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya

zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air.

Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah yang seharusnya terjadi

pada air limbah juga terhambat. Dengan air limbah menjadi sulit terurai. Panas dari industri juaga

akan membawa dampak bagi kematian organisme, apabila air limbah tidak didinginkan dahulu.

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 3/8

Sesungguhnya, limbah yang dihasilkan deterjen sangat merusak lingkungan. Karena deterjen

merupakan hasil sampingan dari proses penyulingan minyak bumi yang diberi berbagai tambahan

bahan kimia, seperti surfaktan (bahan pembersih), alkyl benzene (ABS) yang berfungsi sebagai

penghasil busa, abrasif sebagai bahan penggosok, bahan pengurai senyawa organik, oksidan sebagai

pemutih dan pengurai senyawa organik, enzim untuk mengurai protein, lemak atau karbohidrat

untuk melembutkan bahan, larutan pengencer air, bahan anti karat dan yang lainnya.

Berdasarkan penelitian lebih lanjut, diketahui ABS ternyata mempunyai efek buruk terhadap

lingkungan, yaitu sulit diuraikan oleh mikroorganisme. Sehingga sisa limbah deterjen yang

dihasilkan setiap hari oleh rumah tangga akan menjadi limbah berbahaya yang mengancam stabilitas

lingkungan hidup. Limbah deterjen yang dihasilkan rumah tangga akan bermuara pada sebuah

tempat, seperti selokan ataupun kolam. Biasanya, eceng gondok akan tumbuh dengan populasi yang

cukup besar pada ujung selokan.

Detergen memiliki efek beracun dalam air, karena detergen akan menghancurkan lapisan eksternal

lendir yang melindungi ikan dari bakteri dan parasit. Deterjen juga dapat menyebabkan kerusakan

pada insang. Kebanyakan ikan akan mati bila konsentrasi deterjen 15 bagian per juta. Deterjen

dengan konsentrasi rendah, sekitar 5 ppm tetap dapat membunuh telur ikan.

Surfaktan yang terkandung dalam deterjen akan mengurangi kemampuan perkembangbiakan

organisme perairan. Deterjen juga memiliki andil besar dalam menurunkan kualitas air. Bahan kimia

organik seperti pestisida dan fenol, hanya dengan konsentrasi 2 ppm saja dapat diserap ikan dua kali

lipat dari jumlah bahan kimia lainnya.

Contoh nyata efek buruk dari limbah deterjen adalah Danau Toba. Seperti sama kita ketahui, eceng

gondok tumbuh subur nyaris tidak terkendali pada semua bibir pantai Danau Toba. Hal tersebut

terjadi, selain dari residu pelet yang ditabur pada kerambah yang berserak di Danau Toba, ditengarai

 juga berasal dari sisa deterjen yang dipakai masyarakat Danau Toba yang masih mencuci di perairan

ditambah limbah dari restoran, rumah makan dan hotel-hotel yang berada di sekitar Danau Toba

yang membuang limbahnya secara langsung ke dalam danau.

Selain merusak keindahan Danau Toba sebagai daerah tujuan wisata andalan Sumatera Utara,

pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali itu akan menutupi perairan, sehingga bagian dasar

air tidak terkena sinar matahari. Menyebabkan kadar oksigen berkurang secara drastis, kehidupan

biota air mengalami degradasi dan unsu hara meningkat sangat cepat. Jika hal tersebut tetap

dibiarkan, ikan-ikan akan mati karena kekurangan bahan makanan. Bahkan bisa mengakibatkan

cacat akibat mutasi gen.

Penggunaan deterjen memang seperti buah simalakama, di satu sisi penggunaannya sangat

dibutuhkan dan di sisi lain limbahnya ternyata berefek buruk. Beberapa negara di dunia secara resmi

telah melarang penggunaan zat ABS dalam pembuatan detergen dan memperkenalkan senyawakimia baru yang disebut Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang relatif lebih ramah lingkungan. Akan

tetapi penelitian terbaru oleh para ahli menyebutkan bahwa senyawa ini juga menimbulkan kerugian

yang tidak sedikit terhadap lingkungan. Menurut data yang diperoleh bahwa dikatakan alam

lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai LAS dan hanya 50 persen dari

keseluruhan yang dapat diurai.

1.  Deterjen 

Deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang bereaksi dalam menjadikan air

menjadi lebih basah (wetter ) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik.

Deterjen mempunyai berbagai pengaruh yang membahayakan lingkungan perairan permukaan.

Banyaknya kandungan deterjen di permukaan perairan akan menghambat transfer massa, sehingga

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 4/8

berbahaya bagi kehidupan laut. GESAMP (1976) ada tiga factor yang menentukan kualitas cemaran

deterjen, yaitu:

1.   Non-biodegradable, komponen kimia deterjen sulit diuraikan secara biologic. Ini

menyebabkan terbentuknya busa di perairan,

2.  Kandungan fosfat, deterjen biasanya mengandung komponen fosfat. Kondisi menyebabkanterjadinya subur atau banyaknya kandungan unsure hara (fosfor) di Perairan

3.  Mempunyai daya racun langsung pada organisme.

Bahan buangan berupa sabun dan deterjen di dalam air lingkungan akan mengganggu karena alasan

berikut :

1.  Larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di

dalam air. Deterjen yang menggunakan bahan non-Fosfat akan menaikkan pH air sampai

sekitar 10,5-11.

2.  Bahan antiseptic yang ditambahkan ke dalam sabun/deterjen juga mengganggu kehidupan

mikro organisme di dalam air, bahkan dapat mematikan

3.  Ada sebagian bahan sabun atau deterjen yang tidak dapat dipecah (didegradasi) oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah barang tentu akan merugikan

lingkungan. Namun akhir-akhir ini mulai banyak digunakan bahan sabun/deterjen yang dapat

didegradsi oleh mikroorganisme.

Pencemaran Air di Sungai oleh Limbah Detergen

Sungai merupakan aliran air permukaan yang berhulu disebuah mata air dan akan bermuara di

laut maupun danau, sungai juga merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup yang ada

di sekitarnya. Di Indonesia, sungai merupakan sumber vital bagi kehidupan selain sebagai

sumber kehidupan sungai juga sebagai sumber air dalam pengairan persawahan yang dimana

sawah – sawah tersebut akan ditanami padi – padi oleh para petani. Selain itu sungai diIndonesia dapat digunakan sebagi pusat aktivitas manusia seperti yang ada di daerah

Kalimantan dan beberapa daerah lainnya yaitu sungai dapat digunakan sebagai jalur

transportasi dan perdagangan. Dan sungai juga dapat digunakan sebagai tempat rekreasi

maupun olahraga yang sangat menegangkan dan menyenangkan yaitu olahraga arum jeram.

Pada saat ini sudah banyak perubahan – perubahan yang terjadi pada sungai yang merupakan

sumber kehidupan tersebut, hal – hal yang menjadi penyebab terjadinya perubahan yang ada

di sungai adalah pencemaran limbah – limbah yang di akibatkan oleh aktivitas manusia yang

semakin lama semakin modern di sekitar sungai. Limbah – limbah tersebut ada yang berupa

limbah cair maupun padat salah satunya berasal dari limbah deterjen rumah tangga. Deterjen

memilki formula untuk membersihkan substrat kotor di bawah kondisi pencucian yang

bervariasi, formula tersebut adalah surfaktan, builder dan aditif. Surfaktan dalam deterjen

berguna untuk mempengaruhi sudut kontak sistem pencucian, sedangkan builder memilikifungsi untuk membantu efisiensi surfaktan dalam proses pembersihan kotoran. Salah satu

kemampuan buider yang penting dan banyak digunakan adalah untuk menyingkirkan ion

penyebab kesadahan dari cairan pencuci dan mencegah ion tersebut berinteraksi dengan

surfaktan. Kandungan – kandungan dari surfaktan dan builder dapat menghasilkan limbah

dari deterjen tersebut yang sebagian besar adalah Natrium Trifosfat yang dapat merusak 

kehidupan makhluk hidup yang ada di sungai tersebut seperti ikan, fitoplankton dan makhluk 

hidup lainnya. Kandungan Natrium Trifosfat yang tinggi pada deterjen dan terbuang ke

sungai menyebabkan peningkatannya kandungan fosfat yang terkandung di dalam sungai dan

menyebabkan meningkatnya beberapa spesies ganggang sehingga oksigen yang ada di dalam

air akan berkurang dan menyebabkan kematian bagi ikan – ikan yang ada di dalam sungai

tersebut dan juga dengan peningkatan kandungan fosfat dalam air sungai dapat

menyebabakan masalah yang disebut eutrofikasi, yaitu masalah lingkungan yang disebabkan

oleh limbah fosfat khususnya yang terjadi pada ekosistem air tawar. Eutrofikasi sebenarnya

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 5/8

merupakan kejadian alami yang dimana ekosistem air tawar mengalami penuaan secara

bertahap dan menjadi lebih produktif bagi tumbuhnya biomassa dan dengan semakin

modernnya zaman dan juga semakin banyak aktivitas manusia maka proses alami ini berjalan

lebih cepat dari seharusnya sehingga terjadinya peristiwa algal bloom. Pesatnya pertumbuhan

tumbuhan berukuran mikro akibat meningkatnya ketersediaan fosfat dalam air dan kondisi

yang memungkinkan. Hal ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau

tak sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok 

yang bertebaran di rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan

ini. Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya

konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan makhluk hidup air

seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati.

Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan

terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green

algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi manusia dan

hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan

pariwisata sehingga dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk 

mengatasinya. Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab terjadinya

eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat pencinta lingkungan hidupsemakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada kelompok yang condong memilih cara-

cara penanggulangan melalui pengolahan limbah cair yang mengandung fosfat, seperti

detergen dan limbah manusia, ada juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan

fosfor dalam detergenPersoalan ini sudah merupakan persoalan yang global dan melibatkan

banyak pihak dan juga perlu pengawasan yang benar - benar dilakukan secara terus menerus

serta dilakukan pendekatan melalui pendekatan lintas disiplin ilmu dan sektoral.

Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung

tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan

manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain itu deterjen

dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi

ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikanmembutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per

million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan

oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat

pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan

bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi

karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan

akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati.

Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air

terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air

kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian (Ahsan et al, 2005).

Selain itu pencemaran akibat deterjen mengakibatkan timbulnya bau busuk. Bau busuk ini berasal dari

gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri

anaerob.

Fosfat memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air dan Builders.

Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium.

Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat. Fosfat pada umumnya

berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Fosfat tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya

merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang

terlalu banyak, fosfat dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di

badan air sungai/danau, yang ditandai oleh ledakan pertumbuhan algae dan eceng gondok yang secara

tidak langsung dapat membahayakan biota air dan lingkungan. Di beberapa negara Eropa,

penggunaan fosfat telah dilarang dan diganti dengan senyawa substitusi yang relatif lebih ramah

lingkungan (Anonimous, 2009). Ahsan et al (2005) menyatakan bahwa penghilangan jumlah fosfatdapat dilakukan dengan adsorpsi sederhana serta efisiensi penghilangan ion fosfat dengan concentrate

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 6/8

menurun dengan peningkatan suhu, sementara peningkatan suhu pada shell (kerang) cenderung dapat

meningkatkan efisiensi ion fosfat dari 20% menjadi 55%. Oleh karena itu, penghilangan ion fosfat

dengan shell dilakukan pada suhu yang relatif tinggi. Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah

terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan

fosfat tinggi. Eutrofikasi menimbulkan pertumbuhan tak terkendali bagi eceng gondok dan

menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan

iritasi pada tangan dan kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH)

antara 10 – 12 (Ahsan S et al, 2005).

Kualitas air sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme organisme akuatik. Perubahan suhu

secara mendadak baik panas maupun dingin dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Perubahan

suhu juga dapat mempengaruhi bobot tubuh ikan karena konsentrasi air dalam tubuh ikan berubah.

Pada perlakuan pH asam maupun pH basa, bobot ikan tidak mengalami perubahan. Penambahan asam

pada lingkungan perairan mengakibatkan ikan yang hidup didalamnya mengalami kematian.

Begitupun ikan pada pH basa yang juga mengalami kematian. Kematian diakibatkan berkurangnya

konsumsi O2, osmoregulasi ikan terganggu, serta kadar toksisitas meningkat karena amonia tinggi

pada pH tinggi (basa) dan H2S tinggi pada pH rendah (asam) sehingga menggangu proses

metabolisme dan respirasi. Pada perlakuan detergen, bobot tubuh ikan berubah dan detergen jugamerusak jaringan tubuh ikan seperti insang dan pencernaan yang berdampak pada kematian ikan.

Pada perlakuan kekeruhan tidak berdampak pada bobot tubuh ikan maupun pada kematian ikan. Pada

perlakuan gradual (baik pH, suhu, kekeruhan maupun detergen) ikan lebih bisa bertahan karena ikan

menerima perlakuan secara bertahap sehingga ada waktu bagi ikan untuk beradaptasi terhadap

lingkungannya yang baru. 

pH Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat

mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan beralhir jika pH

rendah. pH rendah juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang

dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yamh memiliki pH rendah. Amonium tidak

bersifat toksik (innocuous). Namun pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemukan

amonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksit. Amonia tak terionosasi ini lebihmudah terserap kedalam tubuh organisme akuatik dibandingkan amonium. (Hefni Efendi, 2003).

Deterjen dibuat dari bahan kimia yang bersifat keras dan lunak. Keras-Iunaknya deterjen tergantung pada pH,gugus fungsi bahan kimia penyusun deterjen dan panjang rantai gugus alki!. Deterjen pHnya sangat basa (9,5 -12), bersifat korosif, iritasi pada kulit. Semakin panjang dan bercabang rantai surfaktan, akan semakin kerasdeterjen tersebut, sedangkan dari jenis gugus fungsinya, gugus fungsi sulfonat lebih keras dibandingkan guguskarboksilat. Bila deterjen tidak terdegradasi secara sempurna di perairan dan masuk kedalam jaringan tubuh,baik secara langsung maupun tidak langsung dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh yang bersifat toksik.Golongan amonium kuartemer dapat membentuk senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik. Reaksilain yang menimbulkan toksik bila terkonsumsi ke dalam jaringan tubuh adalah daM reaksi antara sodium (aurilsulfat (SLS) dan sodium laureth sulfat (SLES) dengan senyawa golongan amonium kuarterner.

Limbah domestik kerapkali mengandung sabun dan diterjen. Keduanya merupakan sumber potensialbagi bahan pencemar organik. Sabun adalah senyawa garan dari asam-asam lemak tinggi, seperti

natrium stearat, C17H35COO-Na

+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan

pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat dipahami

dengan mengingat kedua sifat dari ion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil

sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor “. 

Dengan adanya minyak, lemak dan bahan organik tidak larut dalam air lainnya, kecenderungan untuk 

„ekor ” dari anion melar ut dalam bahan organik, sedangkan bagian “kepala” tetap tinggal dalamlarutan air.

Oleh karena itu sabun mengemulsi atau mengsuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini,

anion-anion membentuk partikel-partikel micelle seperti gambar berikut.

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 7/8

 

Gambar 3 Bentuk partikel-partikel koloid Micelle dari sabun

Keuntungan yang utama dari sabun sebagai bahan pencuci terjadi dari reaksi dengan kation-kation

divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut.

2 C17H35COO-Na

++ Ca

2+ – > Ca(C17H35CO2)2(s) + 2 Na+

Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari mahnesium atau kalsium. Keduanya tidak 

seluruhnya efektif seperti bahanbahan pencuci. Bila sabun digunakan dengan cukup, semua kation

divalen dapat dihilangkan oleh reaksinya dengan sabun, dan air yang mengandung sabun berlebih

dapat mempunyai kemampuan pencucian dengan kualitas yang baik.

Begitu sabun masuk ke dalam buangan air atau suatu sistem akuatik biasanya langsung terendap

sebagai garam-garam kalsium dan magnesium, oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam

larutan mungkin dapat dihilangkan. Akhirnya dengan biodegridasi, sabun secara sempurna dapat

dihilangkan dari lingkungan. Oleh kerena itu i terlepas dari pembentukan buih yang tidak enak 

dipandang, sabun tidak menyebabkan pencemaran yang penting.

Deterjen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam

tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen

sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu

tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun.

Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan yang bereaksi dalam

menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan

terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan

cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “ Amphiphilic”yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai

kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang

tidak suka air.

Senyawa ini suatu surfaktan alkil sulfat, suatu jenis yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan

seperti shampo, kosmetik, pembersih, dan loundry. Sampai tahun 1960-an sufaktan yang palingumum digunakan adalah alkil benzen sulfonat. ABS suatu produk derivat alkil benzen. ABS sangat

tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh

adanya rantai bercabang pada strukturnya. Oleh kerena itu ABS kemudian digantikan oleh surfaktan

yang dapat dibiodegradasi yang dikenal dengan Linier Alkil Sulfonat (LAS). Sejak LAS

menggantikan ABS dalam deterjen masalah-masalah yang timbul seperti penutupan permukaan air

oleh gumpalan busa dapat dihilangkan dan toksinitasnya terhadap ikan di air telah banyak dikurangi.

Sampah dan buangan-buangan kotoran dari rumah tangga, pertanian dan pabrik/industri dapat

mengurangi kadar oksigen dalam air yang dibutuhkan oleh kehidupan dalam air. Di bawah pengaruh

bakteri anaerob senyawa organik akan terurai dan menghasilkan gas-gas NH3 dan H2S dengan bau

busuknya. Penguraian senyawa-senyawa organik juga akan menghasilkan gas-gas beracun dan

bakteri-bakteri patogen yang akan mengganggu kesehatan air.

5/14/2018 Final Fiswan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/final-fiswan 8/8

Ditergen tidak dapat diuraikan oleh organisme lain kecuali oleh ganggang hijau dan yang tidak 

sempat diuraikan ini akan menimbulkan pencemaran air. Senyawa-senyawa organik seperti pestisida

(DDT, dikhloro difenol trikhlor metana), juga merupakan bahan pencemar air. Sisa-sisa penggunaan

pestisida yang berlebihan akan terbawa aliran air pertanian dan akan masuk ke dalam rantai makanan

dan masuk dalam jaringan tubuh makhluk yang memakan makanan itu.

Bahan pencemar air yang paling berbahaya adalah air raksa. Senyawasenyawa air raksa dapat berasal

dari pabrik kertas, lampu merkuri. Karena pengaruh bakteri anaerob garam anorganik Hg dengan

adanya senyawa hidrokarbon akan bereaksi membentuk senyawa dimetil mekuri (CH3)2Hg yang larut

dalam air tanah dan masuk dalam rantai makanan yang akhirnya dimakan manusia.

Energi panas juga dapat menjadi bahan pencemar air, misalnya penggunaan air sebagai pendingin

dalam proses di suatu industri atau yang digunakan pada reaktor atom, menyebabkan air menjadi

panas. Air yang menjadi panas, selain mengurangi kelarutan oksigen dalam air juga dapat

berpengaruh langsung kehidupan dalam air.