filsafat pengetahuan

46
HAKIKAT ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN AKSIOLOGI MANAJEMEN PENDIDIKAN (TUGAS FILSAFAT ILMU) Oleh: Vinsensius Crispinus Lemba (No. Reg. 7616090443) PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 1

Transcript of filsafat pengetahuan

Page 1: filsafat pengetahuan

HAKIKAT ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI,DAN AKSIOLOGI MANAJEMEN

PENDIDIKAN

(TUGAS FILSAFAT ILMU)

Oleh:

Vinsensius Crispinus Lemba

(No. Reg. 7616090443)

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2009

1

Page 2: filsafat pengetahuan

KATA PENGANTAR

Salah satu sumbangsih berharga dari filsafat ilmu bagi ilmu manajemen

pendidikan adalah kajiannya yang mendalam tentang tiga hal utama dalam filsafat,

yaitu aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam kaitan dengan manajemen

pendidikan, ketiga aspek itu menelaah hakikat dan objek manajemen pendidikan,

cikal bakal lahirnya manajemen pendidikan dan proses pencapaian tujuan

manajemen pendidikan, serta tujuan, manfaat dan nilai dari manajemen pendidikan.

Secara mendasar filsafat memberi makna pada ketiga aspek tersebut dalam

kaitannya dengan manajemen pendidikan. Itu berarti, filsafat tidak hanya terbatas

dalam tataran rasional-sistematis dan empiris-faktual, tetapi juga pragmatis. Filsafat

bernilai tinggi dalam membantu pelbagai ilmu, khususnya manajemen pendidikan,

dalam menemukan hakikat keberadaannya secara integral.

Makalah ini mengkaji tiga aspek penting dalam filsafat yang dikaitkan dengan

pandangannya terhadap manajemen pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam

menyelesaikan makalah ini, penulis didukung oleh banyak pihak. Karena itu,

pertama-tama penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang

Mahabijaksana, yang telah menuntun penulis untuk menyelesaikan tugas ini. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ahmad Husen, selaku dosen matakuliah

Filsafat Ilmu, yang telah memberikan masukan-masukan berharga berkaitan dengan

inti persoalan karya tulis ini.

Akhirnya, semoga makalah dengan judul “Hakikat Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi Manajemen Pendidikan” ini dapat berguna bagi siapa pun. Tulisan ini layak

untuk didiskusikan, dipersoalkan, dikritik, dan disempurnakan agar semakin lebih

sempurna dalam memberikan gagasan-gagasan akurat yang mendukung

pertumbuhan dan perkembangan pendidikan kita.

Universitas Negeri Jakarta

2

Page 3: filsafat pengetahuan

Oktober 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………

i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………... ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………………………………. 1

1.2. Permasalahan …………………………………………………………………. 2

1.3. Tujuan dan Manfaat …………………………………………………………… 2

1.3.1. Tujuan ………………………………………………………………………… 2

1.3.2. Manfaat ……………………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1. Landasan Ontologi Manajemen Pendidikan …………………..…………….. 3

2.1.1. Hakikat Manajemen Pendidikan ……………………………………………. 4

2.1.1.1. Pengertian …………………………………………………………………... 4

2.1.1.1.1. Pengertian Manajemen ………………………………………………….. 4

2.1.1.1.2. Pengertian Pendidikan ………………………………………………….. 4

2.1.1.1.3. Pengertian Manajemen Pendidikan ………………………………….... 6

2.1.1.2. Karakteristik Manajemen Pendidikan ……………………………………. 8

2.1.2. Objek Manajemen Pendidikan ……………………………………………… 9

2.1.2.1. Manajemen Peserta Didik ………………………………………………… 9

2.1.2.2. Manajemen Personel Sekolah (Kepegawaian) ………………………… 11

2.1.2.3. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan ………………………………. 13

2.1.2.4. Manajemen Sarana dan Prasarana …………………………………….. 14

2.1.2.5. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat …………………. 14

2.1.2.6. Manajemen Layanan Khusus …………………………………………... 15

2.2. Landasan Epistemologi Manajemen Pendidikan …………………………. 16

2.2.1. Sejarah Lahirnya Manajemen Pendidikan ……………………………….. 16

2.2.2. Proses Pencapaian Tujuan Manajemen Pendidikan …………………… 19

3

Page 4: filsafat pengetahuan

2.2.2.1. Perencanaan (Planning) ...................................................................... 19

2.2.2.2. Pengorganisasian (Organizing) ………………………………………… 21

2.2.2.3. Pengarahan (Directing/Leading) ………………………………………. 22

2.2.2.4. Pengendalian (Controlling) …………………………………………….. 22

2.3. Landasan Aksiologi Manajemen Pendidikan …….………………………. 23

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 26

3.1. Kesimpulan …………………………………………………………………… 26

3.2. Saran…………………………………………………………………………... 26

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………. 28

4

Page 5: filsafat pengetahuan

BAB I

PENDAHULUAN

1.4. Latar Belakang

Filsafat dapat dipandang sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala

pengetahuan, yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam untuk

menemukan hakikatnya. Dengan kata lain, filsafat adalah usaha untuk mengetahui

segala sesuatu. Tujuan dari filsafat adalah membicarakan keberadaan, membahas

lapisan yang terakhir dari segala sesuatu atau hal-hal yang paling mendasar.

Kelahiran dan perkembangan pelbagai ilmu tidak lepas dari peranan filsafat,

sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pelbagai ilmu

masa kini bila diteliti lebih jauh memiliki keterkaitan erat bahkan mendasarkan diri

pada filsafat. Salah satunya adalah ilmu manajemen pendidikan yang di Indonesia

untuk saat sekarang lebih dikenal dengan sebutan Manajemen Berbasis Sekolah

(MBS atau SBM, yaitu School-Based Management) sesungguhnya dapat dikaji

keberadaannya dengan menggunakan filsafat ilmu. Keberadaan Manajemen

Pendidikan dipahami dalam arti luas dan dapat dirincikan dalam beberapa pokok,

seperti hakikat, karakteristik, tujuan, objek, proses kelahiran, nilai kegunaan

Manajemen Pendidikan. Pokok-pokok rincian ini telah masuk dalam ranah filsafat

ilmu, yang dapat dibagi menjadi tiga macam lahan kajian filsafat, yaitu ontologi,

epistemologi dan aksiologi.

Ketiga lahan garapan filsafat tersebut termuat dalam tiga pertanyaan dasar, yaitu

(1.) ontologi yang bertanya tentang apa. Pertanyaan apa tersebut merupakan

pertanyaan dasar dari sesuatu. Sedangkan (2.) epistemologi mengenalinya dengan

menggunakan pertanyaan mengapa. Pertanyaan mengapa ini merupakan kelanjutan

dari mengetahui dasar dan pertanyaan mengapa merupakan kajian bagaimana cara

mengetahuinya tersebut. Sedangkan untuk (3.) aksiologi merupakan kelanjutan dari

epistemologi dengan menggunakan pertanyaan bagaimana. Pertanyaan bagaimana

5

Page 6: filsafat pengetahuan

tersebut merupakan kelanjutan dari setelah mengetahui dan cara mengetahuinya

diteruskan dengan bagaimanakah sikap kita selanjutnya. Menurut Imanuel Kant,

sistematika dalam filsafat mencangkupi tiga pertanyaan: “apa yang dapat saya

ketahui”, “apa yang dapat saya harapkan”, dan “apa yang dapat saya lakukan”.

Dalam tulisan ini, penulis akan memperlihatkan kajian filsafat dalam tiga hal

utama, yaitu landasan ontologi, epistemologi, dan aksiologi atas manajemen

pendidikan, yang selalu dikaitkan dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).

Kajian tentang manajemen pendidikan bertolak dari pertanyaan utama, yakni (1) apa

hakikat gejala/objek manajemen pendidikan – landasan ontologis, (2) bagaimana

cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek manajemen pendidikan –

landasan epistemologis, (3) apa manfaat gejala/objek manajemen pendidikan –

landasan aksiologis.

1.5. Permasalahan

Bertolak dari latar belakang penulisan ini, adapun yang menjadi pokok

permasalahan kajian ini, yakni:

a. Apa yang menjadi landasan ontologis manajemen pendidikan?

b. Apa yang menjadi landasan epistemologis manajemen pendidikan?

c. Apa yang menjadi landasan aksiologis manajemen pendidikan?

1.6. Tujuan dan Manfaat

1.6.1. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

a. Untuk mengkaji hakikat dan objek manajemen pendidikan.

b. Untuk mengkaji latar belakang munculnya manajemen pendidikan di

Indonesia dan proses manajemen pendidikan mencapai tujuannya.

c. Untuk mengkaji nilai dan manfaat dari manajemen pendidikan.

1.6.2. Manfaat

a. Agar mahasiswa dapat memahami hakikat dan objek manajemen pendidikan.

b. Agar mahasiswa dapat memahami sejarah munculnya manajemen

pendidikan dan bagaimana proses manajamen mencapai tujuannya

6

Page 7: filsafat pengetahuan

c. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengalami tujuan, manfaat, dan nilai

dari manajemen pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.2. Landasan Ontologi Manajemen Pendidikan

Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani, yakni kata on atau ontos yang berarti

ada atau keberadaan, sesuatu yang sungguh-sungguh ada, atau kenyataan yang

sesungguhnya, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Dengan demikian, secara

harfiah, kata ontologi berarti ilmu tentang yang ada.1

Sebagai cabang filsafat, pendekatan ontologi membicarakan tentang yang ada.

Sedangkan dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang

objek telaah ilmu, wujud hakiki dari objek tersebut, hubungan antara objek tersebut

dengan daya tangkap manusia, seperti berpikir, merasa, mengindra yang

membuahkan pengetahuan.2 Berkaitan dengan hal ini, landasan ontologi memiliki

dua hal mendasar, yakni hakikat dan objek suatu hal yang menjadi kajiannya.

Dalam hubungan dengan manajemen pendidikan, landasan ontologi

dimaksudkan untuk mengungkapkan jenis keberadaan yang diterapkan pada

manajemen pendidikan. Atas pengertian dari ontologi tersebut, pandangan ontologi

dari manajemen pendidikan berkaitan dengan hakikat dan objek manajemen

pendidikan. Hakikat manajemen pendidikan melingkupi pemahaman atau pengertian

dan karakteristik manajemen pendidikan. Sedangkan objek manajemen pendidikan

melingkupi sumber daya pendidikan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan

pendidikan yang meliputi enam komponen, yakni (1) manajemen peserta didik; (2)

manajemen tenaga pendidik; (3) manajemen keuangan; (4) manajemen sarana dan

prasarana; (5) manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat; dan (6)

manajemen layanan khusus.

1Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 1746 2Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), hal. 33 dan 35

7

Page 8: filsafat pengetahuan

2.3.1. Hakikat Manajemen Pendidikan

2.3.1.1. Pengertian

2.3.1.1.1. Pengertian Manajemen

Sekurang-kurangnya pengertian manajemen dapat dilihat dalam tiga hal, yakni3

pertama manajemen sebagai ilmu karena manajemen merupakan bidang

pengetahuan yang secara sistematik menelaah alasan dan cara orang membangun

kerja sama. Kedua, manajemen sebagai kiat atau seni untuk mencapai tujuan

melalui cara-cara dengan mengatur orang lain dalam menjalankan tugas. Ketiga,

manajemen sebagai profesi dalam arti manajemen dilandasi oleh keahlian khusus

untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntun oleh suatu

kode etik.

Secara umum, manajemen dapat diartikan sebagai pengelolaan suatu pekerjaan

untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan

dengan jalan menggerakan orang-orang untuk bekerja. Manajemen selalu berkaitan

dengan proses mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mempengaruhi operasional

organisasi untuk memperoleh hasil yang diinginkan, serta meningkatkan performa

organisasi secara keseluruhan.4 Pengertian ini menekankan bahwa lingkup tugas

manajemen adalah mengarahkan dan mengkoordinasikan seluruh anggota

organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai kapasitasnya masing-masing untuk

mencapai tujuan dari organisasi tersebut.

2.3.1.1.2. Pengertian Pendidikan

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yakni kata paedagogy, yang

secara harfiah mengandung arti seorang anak yang pergi dan pulang sekolah

diantar seorang pelayan (paedagogos). Dalam bahasa Romawi, pendidikan

diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di

3Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 1.4Y. Harri Jalil, “Materi Kuliah Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat”, Ms (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2009), hal. 20.

8

Page 9: filsafat pengetahuan

dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan dengan to educate yang

berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual.5

Berkaitan dengan pendidikan, ada banyak pandangan yang diberikan.

Pendidikan dapat dipandang sebagai hasil peradaban suatu bangsa yang

dikembangkan sebagai filsafat pendidikannya; suatu cita-cita atau tujuan yang

menjadi motif; cara suatu bangsa berpikir dan berkelakuan, yang dilangsungkan

turun-temurun.6

Pendidikan menurut George F. Kneller dapat dipahami dalam arti luas dan dalam

arti sempit. Dalam arti luas, pendidikan merupakan tindakan atau pengalaman yang

mempengaruhi perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Dalam

arti sempit, pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan pengetahuan,

nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke genarasi, yang dilakukan oleh

masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi,

atau lembaga-lembaga lain.7

Carter V. Good memandang pendidikan dalam dua arti, yakni8 pertama,

keseluruhan proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan

bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai positif dalam masyarakat di tempat

hidupnya. Kedua, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh

lingkungan yang terpilih dan terkontrol (di sekolah), sehingga orang tersebut dapat

mengalami perkembangan kemampuan sosial maupun kemampuan individual

secara optimal.

Menurut Driyakara, inti pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda.

Sedangkan Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan

bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat

yang ada pada diri anak-anak agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai

anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-

tingginya.

Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan

diartikan sebagai “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

5Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hal. 19. 6Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan (Yogykarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta, 1975), hal. 5.7Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 20. 8Ibid., hal. 20-21.

9

Page 10: filsafat pengetahuan

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketermpilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.”

Bertolak dari beberapa pengertian di atas, pendidikan dapat diartikan sebagai

berikut:

1. Pendidikan memiliki makna pembinaan kepribadian, pengembangan

kemampuan, peningkatan pengetahuan, sasaran pengaktualisasian diri

peserta didik seoptimal mungkin.

2. Dalam pendidikan, terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Ada

kedudukan antara keduanya. Tetapi keduanya memiiki daya yang sama,

yaitu saling memengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan, suatu

proses transformasi pengetahuan, nilai, dan keterampilan yang tertuju

kepada tujuan yang diinginkan.

3. Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan

pembentukan diri secara integral. Maksudnya, pengembangan segenap

potensi dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu,

sekaligius sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan.

4. Aktivitas pendidikan berlangsung di dalam keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

5. Pendidikan merupakan suatu proses pengalaman yang sedang dialami yang

memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi seseorang yang

menyebabkannya berkembang.

Mengingat pendidikan itu sangat penting bagi perwujudan eksistensi dan esensi

manusia, maka pendidikan harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap individu. Hal

ini telah mendorong manusia untuk memikirkan suatu manajemen pendidikan yang

berkualitas agar tujuan tersebut dapat dicapai.

2.3.1.1.3. Pengertian Manajemen Pendidikan

Berkaitan dengan hakikat manajemen pendidikan, Gaffar mengemukakan bahwa

manajemen pendidikan mengandung arti sebagai suatu proses kerja sama yang

sistematik, sistemik, dan komprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan

10

Page 11: filsafat pengetahuan

pendidikan nasional.9 Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala

sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan

jangka panjang. Dalam pemahaman inilah pendidikan di Indonesia menekankan

pentingnya manajemen berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh

kepada sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan dan pengajaran,

merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur,

serta memimpin sumber daya manusia serta barang-barang untuk membantu

pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan sekolah. Dalam hal ini,

manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas

pendidikan. Manajemen pendidikan yang benar akan mempengaruhi secara

langsung dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, pelbagai sarana/prasarana

pendidikan, waktu mengajar, dan proses pembelajaran. Dengan demikian, upaya

peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dengan pembenahan manajemen

sekolah, di samping peningkatan kualitas guru dan pengembangan sumber belajar.

Dalam manajemen pendidikan dikenal dua mekanisme pengaturan, yaitu sistem

sentralisasi dan desentralisasi. Dalam sistem sentralisasi, segala sesuatu yang

berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan diatur secara ketat oleh pemerintah

pusat. Sedangkan dalam sistem desentralisasi, wewenang pengaturan tersebut

diserahkan kepada pihak sekolah.

Dalam konteks Indonesia, manajemen pendidikan lebih dipahami dalam konteks

manajemen berbasis sekolah (selanjutnya disingkat MBS). MBS dilihat sebagai

suatu sumber pembaruan manajemen pendidikan.10 Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd,

MBS merupakan konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk

menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan

pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat

serta membangun kerja sama antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.11

Pandangan ini sejalan dengan pendapat BPPN dan Bank Dunia yang melihat bahwa

MBS sebagai bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi di bidang

pendidikan, yang ditandai oleh otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi

masyarakat dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional

9Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 19-20 10Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 39. 11Mulyasa, Op.Cit., hal. 11.

11

Page 12: filsafat pengetahuan

Senada dengan pandangan tersebut, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia memandang MBS sebagai sebuah tawaran bagi sekolah untuk

menyediakan pendidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi para peserta didik.

Dengan kata lain, setiap sekolah diberikan otonomi dalam pengelolaan pendidikan

sebagai potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan

partisipasi langsung kepada kelompok terkait, dan meningkatkan pemahaman

masyarakat terhadap pendidikan.

Berdasarkan beberapa gagasan ini, sebagai benang merah, hal mendasar dari

MBS adalah otonomi yang diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber

daya dengan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap

kebutuhan masyarakat setempat. Partisipasi masyarakat dituntut agar lebih

memahami pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan.

Dalam konsep ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi, baik kepada

orang tua, masyarakat, maupun pemerintah.

2.3.1.2. Karakteristik Manajemen Pendidikan

Karakteristik manajemen pendidikan dapat diketahui antara lain dari bagaimana

sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar-mengajar,

pengelolaan sumber daya manusia, dan pengelolaan sumber daya dan administrasi.

Dari hal-hal inilah muncul sekurang-kurangnya empat karakteristik manajemen

pendidikan, yakni:

a. Otonomi: kewenangan atau kemandirian dalam mengatur diri sendiri dan

tidak tergantung orang lain.

b. Fleksibilitas: keleluasaan yang diberikan kepada sekolah untuk mengelola,

memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal

mungkin untuk meningkatkan mutu sekolah.

c. Kerjasama: menuntut adanya kerja sama dan kebersamaan antarstaf dalam

meningkatkan kualitas pendidikan.

d. Peningkatan partisipasi, penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis.

Keempat karakteristik tersebut dalam konteks pendidikan di Indonesia

merupakan karakteristik MBS juga. Keempatnya tereksplisit dalam cirri-ciri MBS

yang dikandung dalam beberapa aspek manajemen.12 Dalam kaitan dengan

12Ibid., hal. 30.

12

Page 13: filsafat pengetahuan

organisasi sekolah, karakter MBS adalah menyediakan manajemen organisasi

kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah, menyusun rencana

sekolah dan merumuskan kebijakan untuk sekolahnya sendiri, mengelola kegiatan

operasional sekolah, menjamin adanya komunikasi efektif antara sekolah dan

masyarakat, menjamin terpeliharanya sekolah yang bertanggung jawab.

Dalam hubungan dengan proses belajar-mengajar, MBS berkarakteristik antara

lain meningkatkan kualitas belajar siswa, mengembangkan kurikulum yang cocok

dan tanggap terhadap kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah,

menyelenggarakan pengajaran yang efektif, menyediakan program pengembangan

yang diperlukan siswa. Sedangkan manajemen sumber daya manusia dalam MBS

berkarakter seperti memberdayakan staf dan menempatkan personil yang dapat

melayani keperluan semua siswa, memilih staf yang memiliki wawasan manajemen

berbasis sekolah, menyediakan kegiatan untuk pengembangan profesi pada semua

staf, menjamin kesejahteraan staf dan siswa. Dalam kaitan dengan sumber daya

dan administrasi, MBS memiliki karakteristik seperti mengidentifikasi sumber daya

yang diperlukan dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan kebutuhan,

mengelola dana sekolah, menyediakan dukungan administratif, mengelola dan

memelihara gedung dan sarana lainnya.

2.3.2. Objek Manajemen Pendidikan

Objek kajian manajemen pendidikan berkaitan dengan pelbagai komponen yang

menjadi bagian dari manajemen pendidikan, yakni manajemen peserta didik,

manajemen personil sekolah, manajemen keuangan dan pembiayaan, manajemen

sarana dan prasarana, manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat, dan

manajemen layanan khusus.

Objek manajemen pendidikan ini, dalam semangat manajemen berbasis sekolah,

diterapkan penggunaannya di Indonesia13. Berikut ini dijelaskan secara singkat objek

manajemen pendidikan yang dikaitkan dengan manajemen berbasis sekolah.

2.3.2.1. Manajemen Peserta Didik

13Bdk. Jasa Ungguh Muliawan, Epistemologi Pendidikan (Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2008), hal. 188.

13

Page 14: filsafat pengetahuan

Manajemen peserta didik atau manajemen kesiswaan merupakan salah satu

bidang operasional manajemen pendidikan berbasis sekolah. Manajemen peserta

didik dipahami sebagai penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan

peserta didik, mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari

suatu sekolah karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada sekolah itu.14

Manajemen ini meliputi aspek yang luas yang secara operasional membantu

pertumbuhan dan perkembangan peserta didik lewat proses pendidikan di sekolah.

Manajemen peserta didik dibutuhkan untuk mengatur pelbagai kegiatan dalam

bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar,

tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Bidang manajemen ini

memiliki tiga tugas utama, yakni:

a. Penerimaan murid baru

Maksud dari tugas ini adalah sekolah merencanakan secara tepat penentuan

daya tampung sekolah atau jumlah siswa baru yang akan diterima. Siswa

yang telah lulus seleksi dan diterima perlu dilakukan pengelompokan dan

orientasi sehingga secara fisik, mental dan emosional siap untuk mengikuti

pendidikan di sekolah.

b. Kegiatan kemajuan belajar

Keberhasilan, kemajuan, dan prestasi belajar para siswa membutuhkan data

yang autentik, dapat dipercaya dan memiliki keabsahan. Data ini bertujuan

untuk mengetahui dan mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah

sebagai manajer pendidikan di sekolahnya.

c. Bimbingan dan pembinaan disiplin

Pendidikan yang benar senantiasa terarah pada pembentukan kepribadian

peserta didik yang bersifat integral baik dalam hal pengetahuan, sosial-

emosional, keterampilan, dan spiritual. Untuk maksud tersebut, diperlukan

data yang lengkap tentang peserta didik. Sekolah perlu membuat pencatatan

dan ketatalaksanaan kesiswaan, dalam bentuk buku induk, buku klapper,

buku laporan keadaan siswa, buku presensi siswa, buku rapor, daftar

kenaikan kelas, buku mutasi, dan sebagainya.

14Mulyasa, Op.Cit., hal. 46.

14

Page 15: filsafat pengetahuan

Bertolak dari tiga tugas tersebut, ada penjabaran tanggung jawab kepala sekolah

dalam mengelola bidang peserta didik, yang berhubungan dengan hal-hal berikut:15

a. Kehadiran murid di sekolah dan masalah yang berhubungan dengan itu;

b. Penerimaan, orientasi, klasifikasi, dan penunjukan murid ke kelas dan

program studi;

c. Evaluasi dan pelaporan kemajuan belajar;

d. Program supervisi bagi murid yang mempunyai kelainan, seperti pengajaran,

perbaikan, dan pengajaran luar biasa;

e. Pengendalian disiplin murid;

f. Program bimbingan dan penyuluhan;

g. Program kesehatan dan keamanan;

h. Penyesuaian pribadi, sosial, dan emosi.

2.3.2.2. Manajemen Personel Sekolah (Kepegawaian)16

Manajemen personel sekolah meliputi unsur guru yang disebut tenaga edukatif

dan unsur karyawan yang disebut tenaga administratif. Secara terperinci dapat

disebutkan keseluruhan personel sekolah, yakni kepala sekolah, guru, pegawai tata

usaha dan penjaga sekolah. Kepala sekolah berkewajiban mendayagunakan seluruh

personel secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di

sekolah tersebut tercapai secara optimal. Pendayagunaan ini ditempuh dengan jalan

memberikan tugas-tugas jabatan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan

masing-masing individu. Karena itu, dibutuhkan job description yang jelas.

Tujuan seperti ini tercermin dalam fungsi personalia yang harus dilaksanakan

oleh pimpinan, yakni menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi personil

untuk mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar

perilaku, memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta

menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.

Adapun yang menjadi ruang lingkup manajemen personel sekolah, yakni:

a. Perencanaan pegawai:

15Ibid. 16B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: Rineka Cipta, 2004)hal. 86. Lihat juga Mulyasa, Op.Cit., hal. 42-46

15

Page 16: filsafat pengetahuan

Sebelum menyusun rencana personalia yang baik dan tepat, pimpinan perlu

melakukan analisis pekerjaan dan analisis jabatan untuk memperoleh

deskripsi pekerjaan.

b. Perekrutan pegawai:

Untuk mendapatkan pegawai yang sesuai dengan kebutuhan, perlu dilakukan

kegiatan rekruitmen, yaitu usaha untuk mencari dan mendapatkan calon-

calon pegawai yang memenuhi syarat sebanyak mungkin, untuk kemudian

dipilih calon terbaik dan tercakap.

c. Pembinaan dan pengembangan pegawai:

Pembinaan dan pengembangan pegawai mutlak perlu untuk memperbaiki,

menjaga, dan meningkatkan kinerja pegawai. Kegiatan ini dapat dilakukan

dengan cara on the job training dan in service training.

d. Promosi dan mutasi:

Setelah seorang personil dinyatakan secara resmi layak dan diangkat menjadi

pegawai, maka pimpinan perlu melakukan penempatan atau penugasan.

Pimpinan perlu memperhatikan kongruensi yang tinggi antara tugas yang

menjadi tanggung jawab pegawai dengan karakteristik pegawai.

e. Pemberhentian pegawai:

Pemberhentian pegawai merupakan fungsi personalia yang menyebabkan

terlepasnya pihak lembaga pendidikan dan personil dari hak dan kewajiban

sebagai lembaga tempat bekerja dan sebagai pegawai. Sekurang-kurangnya

ada tiga sebab yang dapat dijadikan alasan pemberhentian pegawai, yakni

pemberhentian atas permohonan sendiri, pemberhentian oleh dinas atau

pemerintah, dan pemberhentian sebab lainnya.

f. Kompensasi:

Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan sekolah kepada pegawai, yang

dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara

tetap. Masalah kompensasi merupakan tantangan yang harus dihadapi

manajemen, karena kompensasi lebih dikaitkan dengan harkat dan martabat

manusia dari pegawai bersangkutan.

g. Penilaian pegawai

Enam fungsi terdahulu dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem

penilaian pegawai secara objektif dan akurat. Penilaian tenaga pendidik ini

16

Page 17: filsafat pengetahuan

difokuskan pada prestasi individu dan peran sertanya dalamn kegiatan

sekolah.

Semua fungsi di atas perlu diperhatikan secara serius agar sekolah memiliki

tenaga pendidik yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, dengan kualifikasi dan

kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan

berkualitas. Untuk itu, kepada sekolah sebagai manajer dituntut untuk mengerjakan

instrumen pengelolaan tenaga kepegawaian, seperti daftar absensi, daftar urut

kepangkatan, daftar riwayat hidup, daftar riwayat pekerjaan, dan kondite pegawai

untuk membantu kelancaran manajemen di sekolah yang dipimpinnya.

2.3.2.3. Manajemen Keuangan dan Pembiayaan

Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara

langsung menunjang efektivitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam

manajemen berbasis sekolah, dituntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,

melaksanakan, dan mengevaluasi serta mempertanggung-jawabkan pengelolaan

dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah.

Keuangan dan pembiayaan pada sekolah merupakan komponen produksi yang

menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah

bersama komponen-komponen lain. Tentu saja, sekolah harus mempunyai sumber-

sumber keuangan dan pembiayaan, yang secara umum dapat dirinci dalam tiga

sumber, yakni pemerintah, orang tua atau peserta didik, dan masyarakat.

Tugas manajemen keuangan dapat dibagi atas tiga fase, yaitu financial planning,

implementation, evaluation. Perencanaan finansial disebut juga budgeting,

merupakan kegiatan yang mengkoordinasi semua sumber daya yang tersedia untuk

mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematis. Implementation involves

accounting (pelaksanaan anggaran) merupakan kegiatan berdasarkan rencana yang

telah dibuat dan kemungkinan terjadi penyesuaian jika diperlukan. Sedangkan

evaluation involves merupakan proses evaluasi terhadap pencapaian sasaran.

Komponen utama manajemen keuangan meliputi:

a. Prosedur anggaran

b. Prosedur akuntansi keuangan

c. Pembelajaran, pergudangan, dan prosedur pendistribusian

d. Prosedur investasi

17

Page 18: filsafat pengetahuan

e. Prosedur pemeriksaan.

Seluruh komponen tersebut dilaksanakan dengan menganut asas pemisahan

tugas antara fungsi otorisator (pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil

tindakan yang mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran), ordonator

(pejabat yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran

atas segala tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan),

dan bendaharawan (pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan

dan pengeluaran uang atau surat-surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan

uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban).

Dalam sebuah lembaga pendidikan, kepala sekolah sebagai manajer, berfungsi

sebagai otorisator, dan dilimpahi fungsi ordonator untuk memerintahkan

pembayaran. Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi bendaharawan karena

berkewajiban melakukan pengawasan ke dalam. Bendaharawan, di samping

mempunyai fungsi-fungsi bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk

menguji hak atas pembayaran.

2.3.2.4. Manajemen Sarana dan Prasarana

Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung

dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar-

mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, serta alat-alat dan media

pengajaran. Sedangkan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak

langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman,

kebun, taman sekolah, dan sebagainya. Bila prasarana tersebut dimanfaatkan

secara langsung untuk proses belajar-mengajar, seperti taman sekolah untuk

pengajaran biologi, maka komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga

sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal

dan berarti pada terlaksananya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi

kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan

penghapusan serta penataan.

2.3.2.5. Manajemen Hubungan Sekolah Dengan Masyarakat

18

Page 19: filsafat pengetahuan

Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu sarana yang berperan

dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah.

Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain:

a. Memajukan kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak;

b. Memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan

masyarakat;

c. Menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah.

Kepala sekolah merupakan salah satu kunci untuk bisa menciptakan hubungan

yang baik antara sekolah dan masyarakat secara efektif. Kepala sekolah dituntut

untuk senantiasa berusaha membina dan meningkatkan hubungan kerja sama yang

baik antara sekolah dan masyarakat guna mewujudkan sekolah yang efektif dan

efisien. Hubungan yang harmonis ini akan membentuk:

a. Saling pengertian antara sekolah, orang tua, masyarakat, dan lembaga-

lembaga lain yang ada di masyarakat, termasuk dunia kerja;

b. Saling membantu antara sekolah dan masyarakat karena mengetahui

manfaat, arti dan pentingnya peranan masing-masing;

c. Kerja sama yang erat antara sekolah dengan pelbagai pihak yang ada di

masyarakat dan mereka merasa ikut bertanggung jawab atas suksesnya

pendidikan di sekolah

2.3.2.6. Manajemen Layanan Khusus

Manajemen layanan khusus meliputi:

a. Manajemen perpustakaan

Perpustakaan yang lengkap dan dikelola secara profesional harus disediakan

sekolah agar peserta didik dapat menggunakannya demi pengembangan dan

pendalaman pengetahuan yang diperolehnya di kelas melalui belajar mandiri,

dan memungkinkan guru dalam pengembangan pengetahuan secara mandiri.

b. Manajemen kesehatan

Manajemen kesehatan bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan

kesehatan jasmani dan rohani peserta didik. Sekolah-sekolah perlu

mengembangkan program pendidikan jasmani dan kesehatan, menyediakan

pelayanan kesehatan sekolah melalui usaha kesehatan sekolah (UKS), dan

19

Page 20: filsafat pengetahuan

berusaha meningkatkan program pelayanan melalui kerja sama dengan unit-

unit kesehatan setempat.

c. Manajemen keamanan sekolah.

Sekolah perlu memberikan pelayanan keamanan kepada peserta didik dan

para pegawai yang ada di sekolah agar mereka dapat belajar dan

melaksanakian tugas dengan tenang dan nyaman.

2.4. Landasan Epistemologi Manajemen Pendidikan

Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal-muasal,

sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitan

dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan tentang proses yang

memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu, bagaimana prosedurnya,

hal-hal yang harus diperhatikan agar pengetahuan yang benar dapat diperoleh, apa

yang disebut kebenaran itu, apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang

membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu.

Dalam hubungan dengan manajemen pendidikan, landasan epistemologi

menelaah sejarah munculnya manajemen pendidikan dan proses pencapaian tujuan

manajemen pendidikan, yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

(motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi, dan

negoisasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian (pemantauan,

penilaian, dan pelaporan)17.

2.4.1. Sejarah Lahirnya Manajemen Pendidikan

Salah satu aspek telaah epistemologi terhadap manajemen pendidikan adalah

historisitas manajemen pendidikan. Aspek ini membicarakan sejarah lahirnya

manajemen pendidikan, yang di dalamnya terkandung pelbagai alasan dan

kebutuhan akan pentingnya manajemen pendidikan yang memperhatikan semua

komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan, dengan menekankan

unsur desentralisasi dan otonomi pendidikan.

Manajemen pendidikan pertama-tama lahir di Amerika Serikat, yang ditandai oleh

perjuangan sebagian besar guru untuk memperbaiki nasibnya. Dari hal yang

17Jalil, Op.Cit., hal. 20

20

Page 21: filsafat pengetahuan

sederhana ini, kemudian dibentuk Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education

Association, NEA) pada tahun 1875. Pada tahun 1887, para guru di New York

membentuk sebuah asosiasi kepentingan bersama. Pada tahun 1903, para guru di

Philadelphia membentu organisasi Asosiasi Guru-Guru Philadelphia (Philadelphia

Teachers Association). Melalui asosiasi inilah para guru berjuang untuk

meningkatkan martabat hidupnya, yang hasilnya antara lain para guru memperoleh

gaji yang lebih baik. 18

Di Atlanta, para guru membentuk Persatuan Guru-Guru Sekolah Publik Atlanta.

Persatuan ini dibentuk untuk menghadapi tekanan dari dewan kota. Akhirnya, dewan

kota memberikan dana yang lebih banyak untuk pendidikan. Kemudian guru-guru

League, yang dipelopori oleh tokoh sosialis seperti Henry Linville, John Dewey,

membentuk sebuah asosiasi yang sekadar membicarakan persoalan ekonomi.

Tujuannya adalah memberi pilihan bagi para guru dalam menentukan kebijakan

sekolah (school policy) untuk memperoleh wakil di pentas pendidikan di New York,

membantu masalah-masalah sekolah, membersihkan politik Amerika Serikat dari

penyimpangan keputusan, dan meningkatkan kebebasan diskusi publik dari

masalah-masalah pendidikan.

Drucker mengemukakan bahwa manajemen pendidikan sesungguhnya lahir dari

keprihatinan terhadap dunia individu, yang dipicu oleh faktor internal dan eksternal

dunia pendidikan yang berdampak pada rendahnya mutu output pendidikan. 19

Drucker mengatakan bahwa ada beberapa alasan munculnya manajemen

pendidikan yang bersifat reformatif, yakni:

a. Kondisi-kondisi dunia pendidikan yang tidak diharapkan, seperti mutu

pelayanan pendidikan di sekolah yang rendah, pengelolaan dana pendidikan

yang tidak efisien, proses promosi guru yang berjalan lamban, dan

sebagainya. Ekses ini muncul akibat manajemen tidak dikelola secara

profesional.

b. Munculnya ketidakwajaran selama proses pendidikan di sekolah atau pada

hasil yang dicapai. Prosedur birokrasi kepegawaian yang lamban, rekruitmen

kepala sekolah secara amatiran, komunitas sekolah yang tidak kreatif,

merupakan contoh ketidakwajaran itu. Ketidakwajaran ini mendorong para

pembaru untuk mencari alternatif manajemen pendidikan baru.

18Danim, Op.Cit., hal. 26. 19Ibid., hal. 39.

21

Page 22: filsafat pengetahuan

c. Kebutuhan yang muncul dalam proses, yang menuntut partisipasi semua

pihak terkait dalam pendidikan.

d. Perubahan struktur organsisasi dan jenis tenaga yang diperlukan oleh pasar

tenaga kerja merupakan salah satu sumber inspirasi bagi kepala sekolah

untuk membuat keputusan inovatif di lembaganya. Keputusan ini member

tekanan kuat terhadap perubahan kurikulum dan strategi proses belajar-

mengajar, misalnya dari kecenderungan pengajaran teoretis ke pelatihan

yang bersikap praktis. Di negara-negara sentralistik, kekuatan kepala sekolah

untuk membuat keputusan relatir terbatas. Adanya manajemen pendidikan

yang reformatif dan inovatif, yakni MBS, memungkinkan adanya perubahan

struktural secara signifikan dalam skema pengelolaan sekolah.

e. Variasi kondisi demografis membuat variasi terhadap perilaku kepala sekolah

di daerah masing-masing. Contohnya, di sekolah-sekolah tradisional yang

tidak memiliki fasilitas penerangan, misalnya, kepala sekolah tidak akan

pernah memikirkan upaya menghimpun dana untuk membeli overhead

projector atau televise dalam rangka membantu kelancaran proses belajar-

mengajar.

f. Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana, dan makna

umumnya disebabkan oleh penerimaan dan penafsiran individu atas informasi

yang diterimanya dari lingkungan. Informasi ini dapat diperoleh melalui media

massa.

Dalam kaitan dengan prakarsa manajemen pendidikan berbasis sekolah, sebagai

sebuah bentuk reformasi manajemen pendidikan, ada upaya besar untuk

mengarahkan pendidikan pada sifat yang desentralisasi. Menurut Bailey, di Amerika

Serikat, misalnya, sejak tahun 1960-an hingga tahun 1990-an, secara prinsip telah

berjalan “empat generasi” gerakan reformasi manajemen pendidikan. dari “empat

generasi” gerakan reformasi tersebut, semuanya menjurus kepada desentralisasi

hingga sampai pada istilah yang disebut sebagai MBS.

Di Indonesia, munculnya manajemen pendidikan berbasis sekolah

dilatarbelakangi oleh persoalan mendasar rendahnya mutu pendidikan yang

dihadapi bangsa Indonesia.20 Kualitas lulusan pendidikan formal sangat ditentukan

oleh sumber daya pendidik, manajemen sumber daya manusia dan manajemen

20Jalil, Op.Cit., hal. 1

22

Page 23: filsafat pengetahuan

pendidikan, kurikulum, fasilitas dan faktor-faktor pendukung lainnya yang terlibat

dalam proses pembelajaran di sekolah.

Ada pelbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas

pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal,

peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran,

pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan

mutu manajemen sekolah.

MBS lahir untuk menjawabi pelbagai persoalan dunia pendidikan dan tuntutan

masyarakat akan kualitas output. Dilihat dari perjalanannya, kebijakan manajemen

pendidikan berbasis sekolah di Indonesia secara relatif sungguh-sungguh baru

dimulai sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut

dengan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Dana bantuan ini disetor

langsung ke rekening sekolah. Memasuki tahun anggaran 2003, dana BOMM diubah

namanya menjadi Dana Rintisan Untuk MPMBS, khususnya untuk Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama. Program ini sejalan dengan implementasi dari UU Nomor 22

Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah di bidang pendidikan dan UU Nomor 25 Tahun

2000 Tentang Program Pembangunan Nasional. Menurut UU Nomor 25 Tahun 2000

tersebut, MBS dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian

sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya dalam UU Nomor 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan dalam pasal 50 dan

51 bahwa pengelolaan pendidikan dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan

minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Dalam manajemen

pendidikan seperti ini, pengelolaan pendidikan dijalankan dengan prinsip otonomi,

akuntabilitas, jaminan mutu, dan evaluasi yang transparan.

2.4.2. Proses Pencapaian Tujuan Manajemen Pendidikan

Dalam proses manajemen pendidikan, terlibat beberapa fungsi pokok yang

ditampilkan oleh manajemen pendidikan, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan. Karena itu, manajemen pendidikan dapat diartikan

sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya

pendidikan dengan segala aspeknya agar tujuan pendidikan tercapai secara efektif

dan efisien.

23

Page 24: filsafat pengetahuan

Dalam bagian ini, penulis mengemukakan proses-proses tersebut sesuai dengan

hakikat manajemen berbasis sekolah (MBS) yang adalah bentuk manajemen khusus

dari manajemen pendidikan pada umumnya, yang diterapkan dalam dunia

pendidikan di Indonesia.

2.4.2.1. Perencanaan (Planning)

Perencanaan dalam manajemen pendidikan merupakan sejumlah kegiatan yang

ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam

rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.21 Tujuan perencanaan dalam MBS adalah

(1) memiliki standar pengawasan, (2) mengetahui pemetaan waktu pelaksanaan dan

selesainya suatu kegiatan, (3) mengetahui subjek yang terlibat dalam kegiatan, (4)

mendapatkan kegiatan yang sistematis, (5) meminimalkan kegiatan yang tidak

produktif, (6) mendeteksi hambatan dan kesulitan yang ditemui, dan (7)

mengarahkan pada pencapaian tujuan.

Perencanaan yang tepat akan memberikan beberapa manfaat positif, seperti:

1. Sebagai standar pengawasan.

2. Pemulihan sebagai alterbatif terbaik.

3. Penyusunan skala prioritas, baik sasaran maupun kegiatan.

4. Menghemat pemanfaatan sumber daya organisasi.

5. Membantu manajer menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

6. Alat yang memudahkan dalam berkoordinasi dengan pihak terkait.

7. Alat yang meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa proses perencanaan di

sekolah harus dilaksanakan secara kolaboratif, yang melibatkan personel sekolah

dalam semua tahap perencaan itu. Unsur partisipatif ini bertujuan membangkitkan

perasaan memiliki bersama (sense of belonging), yang berpengaruh besar kepada

para pendidik dan personel sekolah lainnya untuk berusaha agar rencana tersebut

berhasil. Perencanaan dalam MBS memiliki ranah edukatif, yang mencakupi

perencanaan kurikulum, kemuridan, keuangan, prasarana dan sarana,

kepegawaian, layanan khusus, hubungan masyarakat, proses belajar-mengajar

(fasilitasnya), dan ketatausahan sekolah.22

21Suryosubroto, Op.Cit., hal. 23. 22Ibid., hal. 23.

24

Page 25: filsafat pengetahuan

Seluruh perencanaan yang menyangkut lingkup-lingkup di atas hendaknya

memperhatikan beberapa hal, yakni

a. Waktu pelaksanaan baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan

jangka panjang.

b. Sumber perencanaan baik yang berasal dari bawah (misalnya mulai dari para

guru, kepala sekolah, kantor Departemen Pendidikan Nasional tingkat

kabupaten, kantor Departemen Pendidikan Nasional tingkat propinsi, dan

kantor Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia) maupun yang

berasal dari atas (misalnya mulai dari kantor Deparemen Pendidikan Nasional

Republik Indonesia sampai kepada para guru).

c. Besarnya perencanaan, baik perencanaan makro – suatu perencanaan pada

tingkat nasional atau tingkat departemen, yaitu pada tingkat direktorat

jenderal, direktorat atau propinsi sampai tingkat kantor departemen

kabupaten – maupun perencanaan mikro, yaitu yang dilaksanakan pada

tingkat sekolah atau kelas.

d. Pendekatannya, baik yang bersifat terpadu – yang menyatukan semua

sumber untuk mencapai tujuan – maupun yang bersifat parsial, yang

memperhatikan sumber secara terpisah-pisah untuk tujuan tertentu.

e. Pelakunya, baik perencanaan individual (yang dilakukan guru secara

individu), perencanaan kelompok, maupun perencanaan lembaga (yang

berlaku dan dibuat oleh sekolah).

2.4.2.2. Pengorganisasian (Organizing)

Pengorganisasian berkaitan dengan kegiatan pengaturan sumber daya manusia

dan sumber daya fisik lain yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan untuk

menjalankan rencana yang telah ditetapkan dan mencapai tujuannya.

Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses untuk memilih dan memilah

orang-orang (pendidik dan personal sekolah lainnya) serta mengalokasikan sarana

dan prasarana untuk menunjang tugas orang-orang itu dalam rangka mencapai

tujuan sekolah.23 Aspek pengorganisasian MBS mengacu pada proses

perencanaan dan pengembangan suatu organisasi, pengelompokan kegiatan,

23Ibid., hal. 24.

25

Page 26: filsafat pengetahuan

penguasaan tanggung jawab tertentu, pendelegasian wewenang yang diperlukan

untuk individu-individu dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Ada tiga komponen penting yang terkandung dalam aspek pengorganisasian

suatu lembaga pendidikan, yakni kerja sama, subjek/pelaksana, dan tujuan

bersama

Aspek pengorganisasian penting dalam MBS karena bermanfaat, antara lain:

1. Mengatasi terbatasnya kemampuan, kemauan, dan sumber daya yang

dimiliki.

2. Untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dan efisien.

3. Wadah memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara bersama-sama.

4. Wadah mengembangkan potensi dan spesialisasi yang dimiliki seseorang.

5. Wadah mendapatkan jabatan dan pembagian kerja.

6. Wadah mencari keuntungan bersama.

7. Wadah mengelola lingkungan bersama-sama.

8. Wadah menggunakan kekuasaan dan pengawasan

9. Wadah mendapatkan penghargaan.

10. Wadah memenuhi kebutuhan manusia.

11. Wadah menambah pergaulan.

2.4.2.3. Pengarahan (Directing/Leading)

Pengarahan merupakan salah satu fungsi penting dari kepemimpinan manajer

(kepala sekolah) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja secara maksimal

serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan dinamis. Pengarahaan

merupakan suatu usaha menjaga dan mengawasi pelaksanaan atas rencana yang

telah ditetapkan agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pengarahaan dapat

diidentikkan dengan penjelasan, petunjuk serta pertimbangan dan bimbingan

terhadap para petugas yang terlibat, baik secara struktural maupun fungsional agar

pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar. Pengarahan berkaitan dengan

implementasi dari perencanaan sekolah, yaitu pelaksanaan. Pelaksanaan dalam

program sekolah sangat tergantung pada dua hal, yaitu kepemimpinan, dan motivasi

kerja semua komponen dalam sekolah. Antara pemimpin dan pelaksana mempunyai

tugas dan bertanggung jawab masing-masing atas tugasnya.

26

Page 27: filsafat pengetahuan

Kegiatan pengarahan dilakukan dengan pelbagai cara, misalnya dengan

melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan individu atau

kelompok, memberikan petunjuk umum dan khusus baik secara lisan maupun

tertulis, secara langsung maupun tidak langsung.

2.4.2.4. Pengendalian (Controlling)

Pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang

telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perhatian jika diperlukan.

Pengendalian merupakan suatu proses pemantauan, penilaian dan pelaporan

perencanaan atas pencapaian tujuan yang dicapai yang telah ditetapkan untuk

tindakan korektif guna penyempurnaan lebih lanjut.

Pengendalian disebut juga pengawasan atau controlling. Tujuannya adalah:

1. Menghentikan atau meniadakan masalah, penyimpangan, penyelewengan,

pemborosan, hambatan dan ketidakadilan.

2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan penyimpangan, penyelewengan,

pemborosan, hambatan dan ketidakadilan.

3. Menciptakan cara yang lebih baik untuk membina yang telah baik.

4. Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi dan akuntabilitas

organisasi.

5. Meningkatkan kelancaran operasi organisasi.

6. Memberikan opini atas kerja organisasi.

7. Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih.

2.5. Landasan Aksiologi Manajemen Pendidikan

Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara

umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan

yang berupa ilmu itu dipergunakan, bagaimana kaitan antara cara penggunaan

tersebut dengan kaidah-kaidah moral, bagaimana penentuan objek yg ditelaah

berdasarkan pilihan-pilihan moral, bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang

merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau

profesional?

Dalam manajemen pendidikan, aksiologi merupakan landasan filosofis yang

menelaah tujuan, manfaat dan nilai-nilai manajemen pendidikan yang tertanam

27

Page 28: filsafat pengetahuan

dalam diri dan mempengaruhi semua komponen lembaga pendidikan, baik kepala

sekolah, guru, staf, anak didik, maupun orang tua dan masyarakat.

Tujuan utama dari manajemen pendidikan adalah:24

a. Manajemen pendidikan sebagai kerja sama untuk mencapai tujuan

pendidikan. Tujuan pendidikan merentang dari tujuan yang sederhana sampai

dengan tujuan yang kompleks, tergantung lingkup dan tingkat pengertian

pendidikan mana yang dimaksud.

b. Manajemen pendidikan sebagai proses untuk mencapai tujuan pendidikan.

proses ini dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pemantauan, dan penilaian.

c. Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem. Sistem dalam hal ini

berkaitan dengan keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang saling

berinteraksi dalam suatu proses belajar.

d. Manajemen pendidikan sebagai efektivitas pemanfaatan sumber-sumber

yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Sumber dalam hal ini berkaitan

dengan sumber manusia, finansial, sarana dan prasarana, maupun waktu.

e. Manajemen pendidikan berkaitan dengan kepemimpinan manajemen

pendidikan.

f. Manajemen pendidikan merupakan proses pengambilan keputusan.

g. Manajemen pendidikan sebagai komunikasi tentang segala hal berkaitan

dengan pendidikan.

h. Manajemen pendidikan sebagai kegiatan ketatausahan.

Bertolak dari tujuan manajemen pendidikan pada umumnya, Mulyasa

merumuskan tujuan manajemen pendidikan berbasis sekolah, yakni:25:

a. Peningkatan efisiensi pendidikan yang diperoleh melalui keleluasaan

mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan

penyederhanaan birokrasi.

b. Peningkatan mutu pendidikan; yang diperoleh melalui partisipasi orang tua,

kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya

hadiah dan hukum sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat

menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.

24Ibid., hal. 15-22. 25Mulyasa, Op.Cit., hal. 13.

28

Page 29: filsafat pengetahuan

c. Pemerataan pendidikan yang tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat

terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan

menjadi tanggung jawab pemerintah.

Sedangkan manfaat dari manajemen pendidikan, khususnya MBS yang

diterapkan di Indonesia, adalah adalah: pertama, terwujudnya suasana belajar dan

proses pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan

(PAIKEM); kedua, terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara; ketiga, terpenuhinya salah satu dari empat kompetensi tenaga

pendidik dan kependidikan (tertunjangnya kompetensi profesional sebagai pendidik

dan tenaga kependidikan sebagai manajer); keempat, tercapainya tujuan pendidikan

secara efektif dan efisien; kelima, terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori

tentang proses dan tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai

manajer pendidikan atau konsultan manajemen pendidikan); keenam, teratasinya

masalah mutu pendidikan.

Baik tujuan maupun manfaat dari manajemen pendidikan, ada sejumlah nilai

yang dikandungnya, yakni:

a. Nilai demokrasi, kebebasan dan pemberian kekuasaan yang besar pada

sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab.

b. Dengan adanya nilai otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan

sumber daya dan pengembangan strategi manajemen pendidikan (MBS)

sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan

kesejahateraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas.

c. Adanya nilai partistipasi masyarakat untuk leluasa mengelola sumber daya

yang mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai

manajer maupun pemimpin sekolah.

d. Nilai inovasi guru dalam menyusun kurikulum. MBS mendorong

profesionalisme guru dan kepala sekolah pemimpin pendidikan sekolah, yang

selanjutnya berdampak pada pemaksimalan prestasi peserta didik. MBS juga

menjamin keterlibatan maksimal semua komponen pendidikan dalam

perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan.

29

Page 30: filsafat pengetahuan

BAB III

KESIMPULAN

3.3. Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan berkaitan dengan seluruh

hasil kajian dalam makalah ini, yakni:

a. Filsafat ilmu berkontribusi besar dalam membangun hubungan yang teoretis

dan praktis berkaitan dengan tiga lahan utama filsafat, yakni landasan

ontologi, epistemologi, dan aksiologi, yang dapat diterapkan dalam

manajemen pendidikan masa kini.

b. Landasan ontologi manajemen pendidikan berkaitan dengan hakikat dan

objek manajemen pendidikan. Hakikat manajemen pendidikan adalah

keseluruhan proses yang sistematik dalam penyelenggaran pendidikan, yang

melibatkan segenap komponen pendidikan secara aktif dalam upaya

mencapai tujuan pendidikan.

c. Landasan epistemologi manajemen pendidikan berkaitan dengan asal-usul

munculnya manajemen pendidikan dan proses pencapaian tujuan pendidikan.

Manajemen pendidikan muncul dari keprihatinan atas rendahnya mutu

pendidikan pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya. Manajemen

pendidikan, yang dalam konteks Indonesia dikenal dengan nama Manajemen

Berbasis Sekolah merupakan bentuk pembaruan manajemen pendidikan

yang menekankan aspek desentralisasi dan otonomi pendidikan. Manajemen

30

Page 31: filsafat pengetahuan

ini berproses dalam fungsi-fungsi manajemen, yakni perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.

d. Landasan aksiologi manajemen pendidikan menunjukkan tujuan, manfaat dan

nilai yang diperjuangkan dalam penyelenggaraan pendidikan. Nilai utama

yang ditonjolkan adalah otonomi, demokrasi, tanggung jawab, kreativitas,

peran serta dan kerja sama.

3.4. Saran

a. Perlu adanya pemahaman yang integral bagi setiap mahasiswa yang

mempelajari manajemen pendidikan tentang tiga landasan utama dalam

filsafat ilmu yang menyoroti hakikat manajemen pendidikan. Pemahaman

yang integral tersebut menjadi dasar kajian dan pengembangan pelbagai hal

yang berkaitan dengan manajemen pendidikan dewasa ini.

b. Penyelenggara pendidikan (sekolah) perlu mendorong setiap mahasiswa

untuk menemukan solusi-solusi alternatif yang kontekstual, yang mendukung

penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas.

31

Page 32: filsafat pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Kamus :

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 1996

Buku :

Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2008

Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009

Meichati, Siti. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogykarta: Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta, 1975

Muhadjir, Noeng. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Suatu Teori Pendidikan. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000

Muliawan, Jasa Ungguh. Epistemologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadja Mada University Press, 2008

Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2008

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu – Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Suryosubroto, B. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta, 2004

32

Page 33: filsafat pengetahuan

Suwarno, Wiji. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008

Manuskrip:

Husen, Achmad. “Filsafat Ilmu”, Bahan Kuliah. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2009

Jalil, Y. Harri, “Manajemen Berbasis Sekolah”, Bahan Kuliah. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta, 2009

33