Filsafat Para Manajer

8
RENUNGAN AKHIR TAHUN 2014 FILSAFAT PARA MANAJER Konsepsi dasar tentang manfaat filsafat bagi para manajer seyogyanya muncul dari filosofi kehidupan para manajer itu sendiri. Suatu filosofi yang dapat diterapkan secara alami, perlu melibatkan dimensi transformatif, membutuhkan sikap, integrasi, perspektif, dan tindakan manajer itu sendiri, dengan menilai langkah-langkah mereka dalam tindakan atau praktik yang menghasilkan produktivitas. Paling tidak, filosofi bagi para manajer harus menguntungkan para manajer dalam tiga area, yakni: 1. Self-Leadership; 2. Pemahaman terhadap keseluruhan atau keutuhan; dan 3. Kegiatan pada lingkungan yang kompleks. Dengan demikian, pedagogi filsafat bagi para manajer, dan penelitian yang mendukung pedagogi tersebut, harus bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan para manajer dalam tiga fokus area tersebut, dengan cara yang mudah dapat diterjemahkan kedalam tindakan. Pada tataran umum, filsafat adalah seni berpikir dengan instrumen utamanya adalah argumen. Oleh karena itu manfaat filsafat bagi para manajer adalah untuk memperkuat seni berpikir dengan instrumen argumentasi dari para manajer. Filsafat bukanlah salah satu bagian dari satu disiplin ilmu yang jelas dapat diidentifikasi dengan pendekatan yang tunggal. Ada semacam "api misteri" filosofi yang menentang cara pandang ilmiah, yang menggunakan cara berfikir multi-faset dan perbatasannya tidak jelas. Dalam memahami para manajer, filsafat mengaktifkan pendekatan multidisiplin, mencari konektivitas dan multi-metodologik, dengan wacana berlapis-lapis dan polyphonic. Filsafat beroperasi pada tataran paradigmatik, dengan mengungkap sisi eksistensial, manusia dan pragmatik tentang aspek fundamental dari kehidupan seorang manajer dengan segala energi, semangat dan perasaan yang relevan. Filsafat berjuang untuk mendorong penumpukan kehidupan yang lebih baik, tentang keunggulan dalam hidup, melalui ranah pemikiran, dengan menggunakan kata-kata, konsep, pertanyaan, tantangan, reasoning, ide, asosiasi, perbandingan, dan instrumen lainnya dari dimensi verbal dan konseptual. Perenungan ini bisa berlaku universal, bisa bersandar pada rasionalisme Plato atau dasar-dasar keilmuan dan berfikir dari Descartes dan Quine. Keagungan filsafat adalah sanggup menggabungkan hak, bahkan kewajiban, untuk mempelajari suatu gambar besar, termasuk suatu gambaran yang lebih besar dari kumpulan gambar kecil dari suatu ruang hidup, tentang seorang individu manusia di tengah-tengah kontekstualitasnya. Dalam upaya untuk mengetahui gambaran yang lebih besar tersebut, suatu kebebasan terbuka lebar dan dimungkinkan untuk dapat

description

Filsafat para manajer oleh prof faisal

Transcript of Filsafat Para Manajer

  • RENUNGAN AKHIR TAHUN 2014

    FILSAFAT PARA MANAJER

    Konsepsi dasar tentang manfaat filsafat bagi para manajer seyogyanya muncul dari filosofi kehidupan para manajer itu sendiri. Suatu filosofi yang dapat diterapkan secara alami, perlu melibatkan dimensi transformatif, membutuhkan sikap, integrasi, perspektif, dan tindakan manajer itu sendiri, dengan menilai langkah-langkah mereka dalam tindakan atau praktik yang menghasilkan produktivitas. Paling tidak, filosofi bagi para manajer harus menguntungkan para manajer dalam tiga area, yakni:

    1. Self-Leadership; 2. Pemahaman terhadap keseluruhan atau keutuhan; dan 3. Kegiatan pada lingkungan yang kompleks.

    Dengan demikian, pedagogi filsafat bagi para manajer, dan penelitian yang mendukung pedagogi tersebut, harus bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan para manajer dalam tiga fokus area tersebut, dengan cara yang mudah dapat diterjemahkan kedalam tindakan. Pada tataran umum, filsafat adalah seni berpikir dengan instrumen utamanya adalah argumen. Oleh karena itu manfaat filsafat bagi para manajer adalah untuk memperkuat seni berpikir dengan instrumen argumentasi dari para manajer. Filsafat bukanlah salah satu bagian dari satu disiplin ilmu yang jelas dapat diidentifikasi dengan pendekatan yang tunggal. Ada semacam "api misteri" filosofi yang menentang cara pandang ilmiah, yang menggunakan cara berfikir multi-faset dan perbatasannya tidak jelas. Dalam memahami para manajer, filsafat mengaktifkan pendekatan multidisiplin, mencari konektivitas dan multi-metodologik, dengan wacana berlapis-lapis dan polyphonic. Filsafat beroperasi pada tataran paradigmatik, dengan mengungkap sisi eksistensial, manusia dan pragmatik tentang aspek fundamental dari kehidupan seorang manajer dengan segala energi, semangat dan perasaan yang relevan. Filsafat berjuang untuk mendorong penumpukan kehidupan yang lebih baik, tentang keunggulan dalam hidup, melalui ranah pemikiran, dengan menggunakan kata-kata, konsep, pertanyaan, tantangan, reasoning, ide, asosiasi, perbandingan, dan instrumen lainnya dari dimensi verbal dan konseptual. Perenungan ini bisa berlaku universal, bisa bersandar pada rasionalisme Plato atau dasar-dasar keilmuan dan berfikir dari Descartes dan Quine.

    Keagungan filsafat adalah sanggup menggabungkan hak, bahkan kewajiban, untuk mempelajari suatu gambar besar, termasuk suatu gambaran yang lebih besar dari kumpulan gambar kecil dari suatu ruang hidup, tentang seorang individu manusia di tengah-tengah kontekstualitasnya. Dalam upaya untuk mengetahui gambaran yang lebih besar tersebut, suatu kebebasan terbuka lebar dan dimungkinkan untuk dapat

  • menjangkau dimensi diluar dugaan. Filsafat tidak terhenti pada batas apapun, sebaliknya filsafat siap untuk terbang melintasi batas nalar konseptual, dengan mengandalkan imajinasi dan kata-kata. Dalam perspektif ini, filsafat bagi para manajer adalah pencarian gambar yang lebih besar, dengan kepekaan terhadap kontekstual dan perifer, dalam suatu renungan esensial. Dalam konteks bisnis, gambaran yang lebih besar tersebut bisa menyangkut struktur keseluruhan pasar, atau ekonomi pasar, atau pola inovasi, atau prospek kunci dalam jangka panjang, atau keseimbangan kehidupan kerja pribadi seseorang. Filsafat dapat membantu para manajer dalam menghadapi tantangan mencari tahu apa yang tidak bisa diputuskan oleh fakta dan informasi. Filsafat bagi para manajer adalah sekutu bagi mereka di tengah-tengah "fenomena yang sulit dipahami", dengan meminjam ungkapan dari FJ Roethlisberger. Filsafat adalah sparring partner bagi para manajer di ranah mental dan konseptual, yaitu sebuah kekuatan yang membantu mereka untuk berbuat lebih baik dengan menggunakan "api misteri" di dalam dirinya melalui dimensi pemikiran dan kepemimpinan diri. Jika "teori manajemen yang buruk dapat merusak praktik-praktik manajemen yang baik", maka sebagaimana pendapat Sumantra Ghoshal, terserah kepada para manajer untuk menantang model mental dan teori-teori tersebut, dimana seorang filsuf dapat memberikan kontribusi yang tak ternilai. Pendeknya kita perlu menghayati renungan filosofi dalam benak para filsuf, dan begitu pula renungan filosofi manajemen dalam benak para manajer. Hal ini berarti fokus pada manusia yang mampu melakukan penalaran dan berpikir dengan individualitasnya, dan sekaligus keberanian serta wawasan, yang beroperasi dengan ide-ide dan tercipta dalam ruang konseptual yang sering bersifat kualitatif, pribadi, dan visioner. Filsafat manajemen bagi para manajer mengarahkan perhatian untuk memberikan kontribusi yang pasti, bukan bangunan pengetahuan semata, dan terlebih lagi adalah visi dan perspektif tentang bangunan tersebut. Filsafat dan manajemen, seperti halnya dalam seni, maka keterlibatan pribadi adalah sangat esensial. Setiap manajer perlu memikirkan pikirannya untuk dirinya sendiri. Filsafat bagi para manajer adalah memperkaya mereka dengan proses pembaruan berkelanjutan yang konstan. Intinya adalah untuk melibatkan para manajer pada dialog yang memperkaya, memperbaharui dan peningkatan upaya untuk membantu internalisasi kesepahaman bersama yang didorong oleh cita-cita dan wawasan kehidupan yang kaya. Pemikiran filosofi yang bersifat akademik mungkin dapat masuk pada pembahasan yang menyempit, namun filsafat bagi para manajer harus beralih ke dunia nyata. Dalam dunia nyata, dan dalam filsafat dunia nyata, gaya merupakan bagian integral dari konten. Suatu dunia nyata, sebagaimana diungkap oleh Marshall McLuhan, adalah dunia yang sangat banyak merangsang pemikiran filosofis. Keunikan, kejutan, cipta dan harapan, pertanyaan intensif, adalah gaya sugestif tersendiri dari sejumlah pernyataan filosofis.

    Bagi para manajer, perbendaharaan filsafat adalah suatu peti harta karun untuk pembangunan karakter. Tantangan filsafat bagi para manajer adalah bagaimana membuka peti harta karun tersebut dan memahat bongkahan berlian yang

  • dikandungnya untuk konteks saat ini. Filsafat bagi para manajer, tidak bebas nilai, karena diharapkan dapat meningkatkan prospek kualitas kehidupan yang lebih baik, sekalipun manfaatnya sulit dihitung, namun kegunaannya diakui tak terbantahkan. Berbagai kemungkinan pada manusia - selaku manajer - terus berkembang, diantaranya ia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit tentang dampak dan kegunaan. Karenanya para manajer yang berfikiran filosofi harus mampu menentukan warna berfikir filosofisnya, karena tidak semua kausalitas bersifat sama. Seorang manajer yang berfikir filosofis seharusnya tidak menganggap dirinya hanya sebagai pelatih untuk peningkatan kinerja semata, tetapi harus memandang manusia sebagai suatu yang berkembang, bermartabat, memiliki kebebasan dan keadilan. Mereka perlu menyadari kekuatan ide-ide yang baik atau buruk, tentang bagaimana suatu ide yang baik di tangan orang yang buruk, tentang godaan kekuasaan, kesombongan, dan kemampuan manusia untuk menipu diri sendiri. Titik utama filsafat bagi para manajer adalah untuk menghasilkan pengaruh demi kebaikan. Tidak perlu ada konflik apriori dalam hal ini. Sebaliknya, sebagaimana pendapat pemenang Nobel Edmund Phelps yang mengungkapkan visi "ekonomi yang baik", sebagai konsepsi humanis dari kehidupan yang baik yang akan membawa kita jauh ke arah pembenaran atas dukungan masyarakat pada ekonomi kewirausahaan inovatif. Dalam dimensi self-leadership, filsafat bagi para manajer harus membantu manajer untuk mencapai gambaran cermin terbaiknya. Para manajer harus mampu menginspirasi dan mengembangkan kehidupan sebagaimana penciptaan sebuah karya seni, melalui pembinaan dan asuhannya (Michel Foucault dan Pierre Hadot), yang dalam hal ini filsafat sangat kaya akan sumber daya untuk melakukannya.

    Filsafat bagi para manajer mampu menyajikan penyebab kehidupan yang baik, sebagai bentuk praktik filosofis positif guna meningkatkan kehidupan, dan sejumlah upaya pikiran untuk berhubungan kembali dengan masalah dasar kemanusiaan dan perjuangan dasar manusia yang lainnya. Filsafat untuk para manajer adalah filosofi hidup, atau dengan kata lain, inti dari filsafat untuk manajer adalah mengembangkan filosofi hidup, sebagaimana tertuang pada tiga bidang area filosofi diatas, yakni kepemimpinan diri, memahami keutuhan, dan aktivitas dalam lingkungan yang kompleks dan terintegrasi ke dalam fokus. Filosofi para manajer harus memiliki dampak dinamis pada ke tiga area tersebut yang sangat penting bagi kehidupan manajer. Filsafat akademik dalam berbagai formatnya mungkin tidak banyak berguna bagi para manajer karena kurang bersentuhan dan berkomunikasi dengan aspek-aspek manajerial. Penciptaan ruang untuk konsep dan kata-kata baru merupakan inti dari filsafat, seperti yang ditekankan oleh Deleuze dan Guattari, terutama bahwa filsafat bagi manajer tidak pernah puas dengan wacana filsafat akademik semata. Yang perlu dikembangkan adalah wacana inspiratif, sebagaimana dikembangkan Kierkegaard, Nietzsche, atau Pascal, yang didorong oleh nafas pemikiran hebat masa lalu, dimana filsafat adalah panggilan paramanajer untuk berfikir secara lebih serius, melampaui apa yang dibutuhkan oleh

  • tantangan profesional yang perlu segera dihadapi oleh para manajer saat ini. Ringkasnya, filsafat bagi para manajer adalah inspirasi bagi manajer untuk menguraikan suara dan seluk-beluk pemikiran sendiri. Filsafat bagi para manajer adalah tindakan pemberdayaan melalui bidang pemikiran, sebagai gairah abadi manusia yang luar biasa yang tidak mudah dibelokkan oleh pola pikir dan perspektif dangkal dan sempit.

    Filsafat untuk para manajer, dari sudut pandang filosofis akademik, memandang para manajer secara stereotipe. Sementara seorang Socrates di alun-alun kota kecil Athena memilih bercakap dengan para pahlawan perang, dan bukan dengan sesama para filsuf. Filsafat bagi para manajer perlu mengambil panggilan Sokrates untuk berdialog dengan non-filsuf, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri, kompleksitas situasi, dan gestalts dari keutuhan di mana mereka beroperasi. Salah satu cara berfikir filsafat adalah bahwa filsafat menyangkut keprihatinan tentang diri sendiri dan semua orang. Filsafat adalah keprihatinan, yaitu on-going concern untuk terlibat dengan berbagai subjek untuk bersama-sama melihat dan belajar. Inilah tujuan inti mendasar dari filsafat, yakni komitmen pintu terbuka untuk dialog, yang sulit disinkronkan dengan kekuasaan yang ada di lembaga akademik. Kita perlu menyadari bahwa realitas adalah arena yang baik bagi kita sebagai filsuf, sebagaimana juga untuk Socrates atau Sartre. Tak mungkin filosofi yang signifikan bagi para manajer di luar bidang nyata. Filsafat bagi para manajer, bahkan lebih penting ketimbang pengetahuan baru, mengingat hal tersebut adalah aktivasi pemikiran dan wawasan pribadi untuk pelaksanaan tindakan. Tidak ada salahnya kita mengikuti kembali langkah-langkah dari Socrates dan melanjutkan semangat "School of Athens", seperti yang digambarkan dalam lukisan terkenal Raphael. Filsafat untuk para manajer seharusnya tidak menyerah pada godaan wacana akademik belaka, yang menunjukkan perlunya sebuah metaphilosophy abstractionist yang berpandangan bahwa seluruh "makna" dalam filsafat dapat dikodekan dalam kata-kata tertulis. Orang-orang yang menghadiri ceramah dan seminar dari filsuf Heidegger menyatakan bahwa bagian terpenting dari filsafatnya lenyap ketika sudah menjadi bentuk tertulis, yakni kehilangan makna dan energinya. Pertanyaan tentang "di mana" dan "bagaimana" bahkan lebih mendasar pada pemikiran filosofi untuk para manajer ketimbang pertanyaan tentang "apa". Filsafat perlu menjadi sesuatu yang dialami, sesuatu yang subyektif, sesuatu yang bersinar, bukan sesuatu daftar jelas dengan tema yang dapat diidentifikasi. Perlu adanya keterlibatan tatap muka dengan para manajer, dan merasakan gerak halus pemikiran para manajer menjadi hal yang utama. Dengan demikian emosi tidak kagi dipandang sebagai gangguan, namun sebaliknya perlu dirangkul sebagai sekutu. Kita tidak sedang menuntut agar para manajer berpikir seperti kita, sebaliknya justeru agar mereka berpikir tidak lebih seperti mereka. Kita juga mengakui bahwa para filsuf akademik konvensional juga dikelilingi oleh rekan-rekan dengan kontra-argumen, namun pemikiran mereka dibangun melalui produk yang dibuatnya sendiri, baik berupa tulisan, ajaran, teori, dan objeknya, sehingga dapat mengurangi nafas dan makna

  • subjektifnya. Para pemikir hidup dalam kehidupan sehari-hari, sehingga filsuf bagi para manajer, perlu menyasyudari suatu fakta bahwa mereka terancam oleh argumen klise ilmiah, dengan istilah-istilah yang menyesatkan argumen, dengan kebenaran konvensional dan terkotak-kotak, bahkan oleh kecemerlangan intelektual dan pemikiran abstrak yang tidak terpanggil oleh rasa keadilan. Maka para manajer filosofi bagaikan sebuah simfoni yang mencapai puncak rasa keindahan dan kemuliaan yang penuh, yang hanya dapat disaksikan pada panggung live performance yang secara langsung disaksikan di gedung orkestra. Pendek kata, filsafat untuk para manajer merupakan seni pertunjukan para praktisi filsafat, dengan instrumen utamanya adalah pidato, yaitu suatu ungkapan yang dirancang untuk menciptakan konteks dan wawasan bagi berlangsungnya suatu proses pemikiran. Asumsinya adalah, bahwa ketika kita berbicara tentang tema-tema besar kehidupan, maka pembicaraan yang bertemakan kinerja dapat dialami sebagai sesuatu yang hidup dan bergairah, dan hal yang sama ini kita temukan dalam pertunjukan teater, tari atau musik. Pidato para filsuf sebagai proses berpikir, berlangsung di hadapan para penonton, sebagai wahana untuk penciptaan citra dan jati diri pribadi. Tantangan seorang filsuf adalah mempersembahkan keberadaan sebuah karya seni diskursif dan holistik kedalam suatu pidato yang hidup untuk siapa pun yang hadir. Dalam praktik berfikir diskursif tersebut, suatu pengalaman, kredibilitas, intensitas, dan kemampuan untuk memancarkan energi positif akan memainkan peran penting dalam melibatkan mental para peserta untuk mengalami dan terlibat dalam aliran peristiwa pada benaknya masing-masing. Filsafat bagi para manajer dapat memicu transformasi. Adapun keputusan arah transformasi terserah pilihan para manajer, melalui proses mental yang dibuat lebih intensif. Dalam pendekatan ini, para filsuf bukanlah pemikir kesepian yang memberitahu orang lain tentang temuannya. Dia tidak beroperasi secara distansif dari arah atas. Sebaliknya, para filsuf dipahami sebagai konektivitas halus bersama orang-orang dalam menyelami pengalaman mendasar pemikiran-bersama. Kehalusan komunikatif, kreativitas dan kelimpahan inspirasi merupakan landasan filsafat bagi para manajer untuk melakukan peran komunalnya. Keterampilan improvisasi, daya sensitivitas, hubungan pribadi, dan intuisinya digunakan untuk membimbing tindakan kedalam pencapaian kinerja dengan cara yang produktif dan spontan. Sebagaimana dalam filsafat klasik, filsafat bagi para manajer akan memperoleh inspirasi bagi karyanya dari praktik dan pengalaman sebagaimana yang dilakukan oleh para seniman. Dengan demikian, filsafat menjadi berpikir on-the-spot dan upaya berani, rendah hati, dan semangat sebagai ekspresi pemikiran para manajer. Seperti dalam seni pertunjukan teater,tari atau musik, maka filsafat untuk saat ini telah menjadi platform akrobatik bagi berlangsungnya pemikiran kreatif. Para filsuf atau manajer dalam hal ini bertindak sebagai dosen, guru, komunikator, master konektor, master inspirator, dan sebagai juru mudi yang menguasai seluk-beluk hati manusia dan pencipta kenangan dan kesan. Mereka tidak memberikan formula, namun membuat orang hidup melalui pengalaman dan pemikiran mereka sendiri. Karena "bekerja dalam

  • alam filsafat", demikian menurut Wittgenstein adalah bekerja pada diri sendiri, atau bertumpu pada Interpretasi diri sendiri dalam perjalanan seseorang melihat sesuatu. Filsafat untuk para manajer bukanlah delivery channel untuk tema tertentu. Memang suatu konten adalah penting, namun ada hal lain yang lebih penting. Filosofi dilandasi oleh suatu dialog dan hal ini sangat berguna bagi kehidupan para manajer untuk meresonansikan getaran dan energi, guna meningkatkan produktivitas hidup. Dalam bidang pemikiran yang terorganisir, filsafat seyogyanya bertujuan untuk menghilangkan sekat-sekat kebekuan mental. Socrates dan Wittgenstein adalah para filsuf yang menarik dan mampu memainkan peran yang mempesona. Dengan kata lain, filsafat harus hidup, dan tidak stagnan oleh kebenarannya sendiri, namun seorang filsuf juga perlu mengambil jarak dari isi atau konten, abstraksi serta disiplin. Para filsuf untuk para manajer adalah mereka yang menemukan dirinya di tengah-tengah moral dan tugas yang sangat pribadi. Para filsuf ditantang untuk menggelorakan vitalitas dan efektivitas dalam melayani cita-cita yang mereka percayai. Mereka perlu mereguk kembali air kehidupan, membangun suatu hubungan filosofi sebagaimana terpampang megah pada lukisan kematian Socrates, dimana Keharusan moral dalam filsafat perlu dihidupkan kembali. Hal ini berarti bahwa filsafat bagi para manajer, adalah filsafat bermuatan martabat, yang memerlukan keberanian berbicara secara kualitatif dalam kehidupan sehari-hari. Kita perlu dengan bangga mulai menggunakan ekspresi sebagai ungkapan "hidup", "keluhuran moral", "kemajuan", "energi", "cinta", "emosi" dan "kemanusiaan". Sudah selayaknya, filsafat bagi para manajer atau filsafat yang diterapkan pada umumnya, harus berbicara tentang kehidupan dengan tujuan agar hidup ini lebih bermakna, bertujuan dan berkembang. Filsafat untuk para manajer tidak dapat diputus dari dimensi non-rasional, non-verbal, dan kebisuan penuh makna sebagai sumbangan manusia. Begitu pula, filosofi yang diterapkan dalam hidup sehari-hari perlu mengembangkan sistem yang cerdas dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap aspek holistik dan potensi tersembunyi dari konteks sistem hubungan antar manusia. Dengan demikian, kita harus mengakui bahwa emosi adalah sekutu untuk kecerdasan filosofi kita. Dalam suatu pertemuan filosofis, para manajer perlu menumbuhkan perasaan dan pikiran-pikiran yang nyata dan lebih sensitif, memiliki kehalusan dan sekaligus kekuatan, yang beriringan dengan emosi yang menyertainya, juga sejalan dengan inspirasi yang diberikan oleh para filsuf tersebut. Filosofi para manajer ditujukan pada keprihatinan situasional, kehidupan sehari-hari, dan kondisi lingkungan yang berkaitan dengan apa yang sedang terjadi dalam kehidupan para manajer. Mereka akan meneruskan apa yang berhasil, memperbaiki apa yang gagal, dan memahami konteks keseluruhan secara relevan tentang apa yang harus dikerjakan, dengan menumbuhkan aspirasi dasar pola pikir manajerial kreatif beserta pedoman operasional tentang apa yang dimaksud dengan filsafat bagi para manajer. Cita-cita dasar dari filsafat klasik tentang kehidupan yang baik perlu dikombinasikan dengan orientasi dan harapan baru yang terus

  • meningkat, melalui pendekatan yang bertanggung jawab, proses yang sadar, serta antusiasme untuk berkontribusi.

    Gerakan pemikiran dapat muncul oleh dorongan saat-saat pertemuan, diisi dengan energi emosional (Randall Collins), dalam proses menciptakan kehidupan bersama yang lebih baik dan dengan semangat Bergsonian dalam sistem yang saling mengisi dan berkembang yang tumbuh di ruang filsafat. Hal ini berarti bahwa ketika semua dikatakan dan dilakukan, maka jangkar filsafat adalah kebebasan ideal untuk terjadinya dialog diskursif. Kemanusiaan melibatkan tanggung jawab untuk berpikir tentang diri sendiri, dan dari dalam diri sendiri, namun dengan sensitivitas untuk keseluruhan. Sensitivitas adalah panggilan kebebasan, yang melekat pada sikap filosofi, etik dan kebajikan, seperti yang ditekankan oleh Pico, Kant, John Stuart Mill, Sartre, Popper, Isaiah Berlin, dan para filsuf besar lainnya. Dengan kata lain, filsafat bagi para manajer adalah hasil perasan, pikiran dari orang-orang yang berlaga di medan perang pemikiran yang penuh risiko, yang kadangkala manfaatnya jarang langsung dirasakan, namun berbagai dilema tentang takdir dan martabat bisa diputuskan. Tugas filsafat bagi para manajer adalah untuk menyoroti pilihan tentang kebebasan sepenuhnya, pilihan yang menghantui kita, baik dari dalam maupun dari luar, di masa lalu dan di masa depan, tentang bagaimana kita menjalani hidup yang lebih baik dari sekarang?

    Metode dan teori datang dan pergi silih berganti, namun relevansi filsafat tetap berlaku, bahwa filosofi bagi para manajer perlu diakui sedari awal. Salah satu tantangan yang paling mendesak dalam urusan praktik para manajer adalah kurangnya pembahasan multidimensi yang intens terhadap ambiguitas lingkungan hidup saat ini dan lingkungan hidup yang akan datang. Kita dikelilingi oleh kompleksitas, yang kita sendiri berada diantaranya. Tindakan dan kegiatan para manajer memiliki konsekuensi yang luas ke depan yang kadang-kadang mengejutkan. Sistem kompleksitas yang dibangun oleh manusia bersama-sama dengan sistem nilai yang alami, membutuhkan pemikiran dan evaluasi ulang untuk memberikan sumbangsih bagi peningkatan kehidupan. Sebagai pemenang nobel, Murray Gell-Mann mengatakan, "tugas integrasi kurang dihormati", namun yang dibutuhkan adalah berfikir sistemik berkelanjutan dengan cara berfikir yang beralasan dan bertanggung jawab dengan dimensi waktu jangka panjang. Keterampilan kehidupan berubah dengan cepat dan lingkungan yang kompleks menyembunyikan praktik yang merusak pada saat ini.

    Pencapaian Kemajuan dapat diperkuat, dipelihara, diperkaya dan disegarkan melalui metode intelektual dan filosofis yang multidisiplin dan multi-terampil. Kita dilahirkan sebagai individu, namun diserahkan ke tangan orang lain, di tengah-tengah orang lain sebagai keniscayaan. Penelitian terbaru dalam berbagai ilmu telah mengalami berbagai koreksi, dan buahnya adalah filsafat bagi para manajer yang perlu dimanfaatkan. Oleh karena itu, filsafat bagi para manajer berarti melengkapi intelektualisme murni.

  • Hidup merupakan suatu sistem yang melibatkan koneksi ke dan dari, serta melibatkan fenomena makro dan mikro, yang berjalan seiring dengan struktur permukaan dan struktur batin manusia, dan kesemuanya berdenyut menyampaikan pesan mereka sendiri. Tantangan bagi para manajer adalah untuk hidup cerdas, bijaksana, produktif, dengan kehati-hatian sekaligus keberanian, sebagai bagian dari sistem yang terpadu dengan dimensi eksternal. Hidup dengan filosofi adalah hidup dengan nafas dan wawasan kecerdasan, yang selaras dengan apa yang muncul di sekitar kita, dalam rangka memperkuat dan memelihara diri menuju kehidupan yang lebih baik dan menuju masyarakat yang lebih bertanggung jawab. Disamping memiliki sistem dan model pemikiran yang mumpuni, para manajer perlu memiliki kemampuan praktik untuk beroperasi di berbagai sistem kehidupan, dan bahkan tanpa model sekalipun. Filsafat untuk para manajer adalah filosofi kehidupan, yang secara situasional sangat penting dan manusiawi bagi para manajer itu sendiri untuk memanfaatkannya, khususnya ketika mereka membutuhkan pemahaman terhadap keseluruhan kehidupan dan terlibat dalam kegiatan lingkungan yang kompleks.

    Bandung, 23 Desember 2014

    Faisal Afiff