Filsafat Arab Klasik

download Filsafat Arab Klasik

of 12

description

filsafat arab klasik

Transcript of Filsafat Arab Klasik

  • FILSAFAT ARAB KLASIK

    Lia Dessy Kurniawati

    1. Latar Belakang

    Filsafat Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang keberadaannya telah

    menimbulkan pro dan kontra. Sebagian mereka yang berfikir maju dan bersifat liberal

    cenderung mau menerima pemikiran filsafat Islam. Sedangkan bagi mereka yang bersifat

    tradisional yakni berpegang teguh pada dokrin ajaran Al-Quran dan Al-Hadits tekstual,

    cenderung kurang mau menerima filsafat bahkan menolaknya. Barangkali kita sepakat

    bahwa dengan mengkaji metodologi penelitian filsafat yang dilakukan para ahli, kita

    ingin meraih kembali kejayaan Islam di Bidang Ilmu pengetahuan sebagaimana yang

    pernah dialami di Zaman klasik.

    Filsafat islam atau yang disebut dengan filsafat arab adalah hasil karya para pemikir

    arab yang tidak hanya mengadopsi filsafat Yunani, tetapi juga mempunyai makna

    esensial tersendiri karena di dalam filsafat arab terkandung masalah ketuhanan, kenabian,

    manusia, dan alam semesta yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadis. Semua masalah

    yang dibahas dalam filsafat arab mempunyai dasar yang sangat rasional karena

    kedudukan akal di dalam ajaran agama Islam menempati posisi yang sangat tinggi.

    Filsafat arab adalah filsafat Islam karena bersumber pada kedua ajaran agama Islam yaitu

    Al-Qur'an dan Hadis.

    Filsafat arab lahir jauh sebelum munculnya filsafat barat. Sejarah perkembangan

    filsafat arab sangat panjang. Islam telah menghadirkan banyak tokoh filsafat yang berjasa

    di bidangnya, antara lain Al-Kindi, Al-Razi, Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, dll. Di Indonesia

    sendiri terdapat seorang tokoh filsafat Islam yang sangat kontroversial yaitu Nurcholis

    Madjid atau Cak Nur. [1]

    2. Pengertian pemikiran Filsafat Arab

    Banyak dikalangan para ahli berbeda dalam menamakan Filsafat arab. Apakah ia

    merupakan Filsafat Islam atau Filsafat Arab atau ada nama lain dari keduanya. Sebelum

  • sampai pada definisi Filsafat Arab, terebih dahulu kakan kta bahas mengenai makna

    filsafat.

    Dari segi bahasa, filsafat Islam terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam. Kata

    filsafat dari kata philo yang berarti cintaa, dan katasophos yang berarti ilmu atau hikmah.

    Dengan demikian secara bahasa filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Dalam

    hubungan ini, Al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri,

    melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian

    padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk ini ia mengatakan bahwa

    filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan

    berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.

    Selanjutnya kata Islam berasal dari kata bahasa Arab aslama, yuslimu islaman yang

    berarti patuh, tunduk, pasrah, serta memohon selamat dan sentosa. Kata tersebut berasal

    dari salima yang berarti selamat, sentosa, aman dan damai. Selanjutnya Islam menjadi

    suatu istilah atau nama bagi agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

    masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad Saw. Sebagai Rasul. Islam pada

    hakikatnya membawa ajaran ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi

    mengenai berbagai segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil

    berbagai aspek itu ialah Al-Quran dan Al-Hadits.

    Definisi lain mengenai filsafat Islam menurut para penulis Islam adalah sebagai

    berikut :

    Ibrahim Madkur, filsafat Islam adalah pemikiran yang lahir dalam dunia Islam unutk

    menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta, wahyu dan akal,

    agama dan filsafat.

    Ahmad Fu'ad Al-Ahwany, filsafat Islam adalah pembahsan tentang alam dan manusia

    yang disinari ajaran Islam

    Muhammad 'Athif Al-'Iraqy, filsafat Islam secara umum di dalamnya tercakup ilmu

    kalam, ilmu ushul fiqih, ilmu tasawuf, dan ilmu pengetahuan lainnya yang diciptakan

    oleh intelektual Islam. Pengertiannya secara khusus, ialah pokok-pokok atau dasar-

    dasar pemikiran filosofis yang dikemukakan para filosof Muslim.

    Berdasarkan beberapa pemikiran tersebut, filsafat Islam dapat diketahui melalui 5

    cirinya:

  • 1. Dilihat dari segi sifat dan coraknya

    2. Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya

    3. Dilihat dari segi Datangnya

    4. Dilihat dari segi yang mengembangkannya

    5. Dilihat dari segi kedudukannya

    Jadi, filsafat Islam adalah hasil karya pemikiran umat Islam dalam masalah

    ketuhanan, kenabian, manusia, alam semesta, dan ilmu pengetahuan lainnya yang

    berdasarkan atas ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur'an dan Hadis.

    Dari golongan yang memakai istilah Filsafat Islam, mereka beralasan karena

    kebanyakan tokoh-tokohnya bukan dari keturunan Semit, jelasnya bukan dari umat Arab.

    Oleh karena itu maka filsafat tersebut dipertalikan kepada islam, karena agama Islam

    mempunyai pengaruh kuat, dan juga karena filsafat tersebut berkembang di negeri-negeri

    Islam dibawah naungan Islam.[2]

    Prof. Tohir Abdul Muin, menyatakan Apabila Filsafat tersebut disebut dengan

    Filsafat Arab, berarti mengeluarkan orang Iran, orang Afganistan, orang Pakistan dan

    orang India. Dengan menyebut Arab,berarti seharusnya mengecualikan Ibnu Sina dan al-

    Ghazali yang berasal dari Persia dan al-Farabi yang berasal dari Turki. Dan bukankah

    juga motif para filsuf ini lebih didorong oleh motif dan semangat peradaban Islam

    dibandingkan semangat ke Araban.[3]Oleh karenanya beliau memilih memakai istilah

    Filsafat Islam.

    Sedangkan seperti Lutfi As Sayyid dan Emik Brehier memakai istilah Filsafat Arab

    dengan alasan bahwa filsafat tersebut ditulis dalam bahasa Arab atau ia diterjemahkan

    kedalam bahasa Arab dengan menambah unsur-unsur baru dalam bahasa Arab juga.[4]

    Sebenarnya perbedaaan istilah tersebut hanya perbedaan nama saja, sebab

    bagaimanapun juga hidup dan suburnya pemikiran fllsafat tersebut adalah dibawah

    naungan Islam dan kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab. Kalau yang dimaksud

    dengan Filsafat Arab ialah bahwa filsafat tersebut adalah hasil orang Arab semata tidak

    benar. Sebab kenyataan menunjukkan bahwa Islam telah mempersatukan berbagai umat,

    dan kesemuanya telah ikut serta dalam memberikan sunmbangannya dalam filsafat

    tersebut. Sebaliknya kalau yang dimaksud dengan Filsafat Islam adalah hasil pemikiran

    kaum muslimin semata-mata, juga berlawanan dengan sejarah karena mereka pertam-

  • tama berguru dengan orang Yahudi dari kegiatan mereka dalam berilmu dan berfilsafat

    selalu dengan orang-orang Yahudi pada masanya.

    3. Sejarah pemikiraan Filsafat Arab klasik

    Filsafat Islam lahir sebelum munculnya filsafat barat, karena kelahirannya setelah

    filasafat Yunani dan mengadopsi filsafat Yunani. Filsafat ini tidak meninggalkan ajaran-

    ajaran agama Islam, tetapi banyak mengkaji ajaran agama Islam. Filsafat Islam ini

    disebut juga dengan filsafat Arab karena tokoh-tokohnya merupakan para muslim baik

    yang lahir di Arab maupun yang berasal dari Arab tapi hidup di wilayah Barat. Filsafat

    Islam bersumber pada ajaran Al-Qur'an dan Hadis.

    Pengertian Filsafat Islam yang dikemukakan oleh Amin Abdullah. Dimana ia

    mengatakan: meskipun saya tidak setuju untuk mengatakan bahwa filsafat Islam tidak

    lain dan tidak bukan adalah rumusan pemikiran Muslim yang ditempeli begitu saja

    dengan konsep filsafat Yunani, namun sejarah mencatat bahwa mata rantai yang

    menghubungkan gerakan pemikiran filsafat Islam era kerajaan Abbasiyah dan dunia luar

    di wilayah Islam, tidak lain adalah proses panjang asimilasi dan akulturasi kebudayaan

    Islam dan kebudayaan Yunani lewat karya karya filosof Muslim, seperti Alkindi ( 185

    H/801 M. 260 H/ 873 M), Al-Farabi ( 258 H/ 870 M 339 H/ 950 M), Ibn Miskawaih (

    320 H./ 923 M 421 H./ 1030 M.) Ibn Sina ( 370 H/ 980 M. 428 H/ 1037 M), Al-

    Ghazali (450 H/1058 M. -505 H/ 1111 M) dan Ibnu Rusyd ( 520H/ 1126 M- 595 H/1198

    M) dn lain lain.[5]

    Berikut sejarah singkat mengenai pemikiran Filsafat Arab :

    Pemikiran Arab Klasik

    Pada awal perkembangan Islam, ketika Rasul SAW masih hidup. Semua

    persoalan bisa diselesaikan dengan cara ditanyakan langsung kepada beliau, atau

    diatasi dengan jalan kesepakatakan diantara para orang yang memiliki ilmu. Akan

    tetapi, hal itu tidak bisa lagi dilakukan setelah Rasul wafat dan persoalan-persoalan

    semakin banyak dan rumit seiring dengan perkembangan Islam yang demikian cepat.

    Jalan satu-satunya adalah kembali kepada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur`an dan

    Hadis lewat berbagai pemahaman. Bersamaan dengan itu, dalam teologi, masyarakat

    Islam juga dituntut untuk menyelaraskan pandangan-pandangan yang tampaknya

  • kontradiktif dan rumit, untuk selanjutnya mensistematisasikannya dalam suatu

    gagasan metafisika yang utuh.

    Pemikiran Yunani dalam Pemikiran Arab atau Islam

    Peradaban dan filsafat Yunani telah mulai dikenal dan dipelajari oleh kaum

    sarjana di kota Antioch, Haran, Edessa dan Qinnesrin (wilayah Syiria utara), juga di

    Nisibis dan Ras`aina (wilayah dataran tinggi Iraq) sejak abad ke IV M. Kegiatan

    akademik ini tetap berjalan baik dan tidak terganggu oleh penaklukan tentara

    muslim ke wilayah tersebut yang terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab

    (634-644 M). Buku-buku dan ilmu-ilmu pengetahuan Yunani di terjemahkan ke

    dalam bahasa Arab dalam masa kekhalifahan Bani Ummayah (661-750 M).

    Pemikiran filsafat Yunani benar-benar mulai bertemu dan dikenal dalam

    pemikiran Arab-Islam setelah masa pemerintahan Bani Abass, khususnya sejak

    dilakukan program penterjemahan buku-buku filsafat yang gencar dilakukan pada

    masa kekuasaan al-Makmun (811-833 M). Saat itu muncul banyak doktrin yang

    kurang lebih hiterodok yang datang dari Iran, India, Persia atau daerah lain dari

    pinggiran Islam, seperti Mazdiah, Manikian, materialisme, atau bahkan dari pusat

    Islam sendiri sebagai akibat dari pencarian bebas yang berubah bentuk menjadi

    pemikiran bebas seperti penolakan terhadap wahyu dan lainnya yang dikategorikan

    dalam istilah zindiq. Untuk menjawab serangan doktrin-doktrin ini, para ulama

    merasa perlu untuk mencari sistem berfikir rasional dan argumen-argumen yang

    masuk akal, karena metode sebelumnya sudah tidak memadai lagi untuk menjawab

    persoalan-persoalan baru yang sangat beragam. Metode rasional filsafat Yunani

    semakin masuk sebagai salah satu sistem pemikiran Arab-Islam. Akal atau rasiolah

    yang menjadi hakekat kemanusiaan, dan akal adalah satu-satunya alat untuk

    memperoleh pengetahuan tentang dunia fisik dan tentang konsep baik dan buruk;

    setiap sumber pengetahuan lain yang bukan akal hanya omong kosong, dugaan

    belaka, dan kebohongan. Filsafat Yunani menduduki posisi puncak pada masa Ibnu

    Sina ( 980-1037 M). Akan tetapi, segera setelah Ibn Sina, filsafat Yunani kembali

    mengalami kemunduran. Filsafat Yunani, khususnya Aristotelian, kemudian

    muncul lagi dalam arena pemikiran Islam pada masa Ibn Rusyd.

    Pemikiran Arab Kontemporer

  • Usaha-usaha menghidupkan kembali tradisi filsafat telah dilakukan sejak

    kurang dari satu abad setelah kembalinya Tahtawi dari Paris. Dimulai oleh

    Mushthafa 'Abd al-Raziq (1885-1946). Para filsuf Arab modern berusaha

    menciptakan madzhab-madzhab dan kelompok pemikiran sendiri. Pada masa kini

    penggunan akal dan rasio semakin ditingkatkan. Selain itu, pemikiran arab

    kontemporer juga mendapat pengaruh dari filsafat barat.

    4. Tokoh- tokoh Filsafat Arab klasik

    1. Al-Kindi

    Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya'cub ibnu Ishaq ibnu Al-Shabbah ibnu 'Imran

    ibnu Muhammad ibnu Al-Asy'as ibnu Qais Al Kindi. Ia dilahirkan di Kufah sekitar

    tahun 185 H (801 M). Ayahnya, Ishaq Ash- Shabbah, adalah Gubernur Kuffah pada

    masa pemerintahan Al- Mahdi dan Harun Al- Rasyid dari Bani Abbas. Ayahnya

    meninggal beberapa tahun setelah Al- Kindi lahir. Dengan demikian Al- Kindi

    dibesarkan dalam keadaan yatim.

    Memperhatikan tahun lahirnya, dapat diketahui bahwa Al- Kindi hidup pada

    masa keemasan kekeuasaan Bani Abbas. Pada masa kecilnya,Al- Kindi

    memperoleh pendidikan di Bashrah dan sempat merasakan masa pemerintahan

    Khalifah Harun Al Rasyid dimana perkembangan lmu pengetahuan bagi kaum

    Muslim sangat di utamakan.Al- Kindi menguasai banyak sekali ilmu pengetahuan

    seperti ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik,

    optika, ilmu kedokteran, filsafat, dan politik.

    Jumlah karangan Al- Kindi sangat sukar ditentukan karena beberapa sebab.

    Karya Al- Kindi berupa makalah misalnya yang berjudul Rasail Al-kindi Al-

    Falasifah yang berisi 29 makalah.[6]Karangan-karangan Al- Kindi mengenai Filsafat

    menunjukan ketelitian dan kecermatannya dalam memberikan batasan- batasan

    makna istilah-istilah yang dipergunakan dalam terminologi ilmu filsafat. Masalah-

    masalah filsafat yang dibahas mencakup epistimologi, metafisika, etika dan

    sebagainya.

    Al- Kindi menyebutkan adanya tiga macam pengetahuan manusia, yaitu:

    a. Pengetahuan inderawi.

  • b. Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal yang disebut

    pengetahuan rasional.

    c. Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan yang disebut

    pengetahuan isyraqi.

    Al-Kindi membagi filsafat kepada tiga bagian, yaitu:

    (1) thibiyyat (ilmu fisika), sebagai tingkatan yang paling bawah;

    (2) al-ilm-ur-riyadli (matematika), sebagai tingkatan tengah-tengah;

    (3) ilm-ur-Rububyyah (ilmu ketuhanan), sebagai tingakatan yang paling tinggi.

    Alasan pembagian tersebut ialah karena ilmu adakalanya berhubungan dengan

    sesuatu yang dapat diindra, yaitu sesuatu yang ber-benda, yaitu fisika; atau

    adakalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud sendiri, yaitu

    matematika, yang terdiri dari ilmu hitung, tehnik, astronomi dan music; atau tidak

    berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud sendiri, yaitu matematika yang

    terdiri dari ilmu hitung, tehnik, astronomi dan music; atau tidak berhubungan dengan

    benda sama sekali, yaitu ilmu Ketuhanan.

    Sebagai seorang pelopor yang dengan sadar berusaha mempertemukan agama

    dan Filsafat Yunani. Al-kindi banyak menghadapi tantangan para ahli agama. Al-

    Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia-mulia ilmu yang tertinggi

    martabatnya, dan filsafat menjadi kewajiban setiap ahli fikir untuk memiliki filsafat

    itu. Al- Kindi sendiri sebagai filosof muslim tidak kehilangan kepribadiannya

    berhadapan dengan pendapat filosof yang dianutnya. Misalnya dalam membcarakan

    masalah kejadian alam, beliau tidak sependapat dengan Aristoteles yang mengatakan

    bahwa alam itu abadi. Ia tetap berpegang pada keyakinanya bahwa alam adalah

    ciptaan Allah, yang diciptakan dari tiada dan akan berakhir menjadi tiada pula.

    Mengenai hakikat Tuhan, Al-Kindi mengatakan bahwa Tuhan adalah Wujud

    Yang Haq (sebenarnya), yang ada sejak awal dan akan senantiasa ada selama-

    lamanya. Tuhan adalah Wujud yang sempurna yang tidak pernah didahului yang

    lain, dan wujud-Nya tidak akan pernah berakhir serta tidak ada wujud lain melainkan

    dengan perantaranya.[7]

  • 2. Al-Razi

    Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-

    Razi. Dia dilahirkan di Rayy, Iran pada tanggal 1 Sya'ban 251 M/ 865 M. Pada masa

    mudanya beliau tidak hanya respek terhadap ilmu kimia teteapi beliau juga

    mempelajari ilmu kedokteran(obat-obatan) pada seorang dokter yang sekaligus

    filosof yang bernama Ali Ibn Roban. Kemungkinan beliau pula yang menumbuhkan

    minat Al razi untuk bergelut dengan filsafat agama.[8]

    Al-Razi termasuk orang yang aktif berkarya. AdaPun buku-bukunya mencakup

    ilmu kedokteran, ilmu fisika, logika, matematika dan astronmi dan lain-lain. Buku-

    buku yang diciptakannya antara lain: Al Tibb al Ruhani, Al Shirath al Falsafiyah,

    Amarat Iqbal al Daulah, Kitab al Ladzdzah, Kitab al idn al Ilahi.

    Al-Razi di kenal sebagai orang yang ekstrim dalam teologi dan dikenal sebagai

    seorang rasionalis murni yang hanya mempercayai akal. Menurut al-Razi, semua

    pengetahuan, pada prinsipnya dapat diperoleh manusia selama ia menjadi manusia.

    Akal atau rasiolah yang menjadi hakekat kemanusiaan, dan akal adalah satu-satunya

    alat untuk memperoleh pengetahuan tentang dunia fisik dan tentang konsep baik dan

    buruk; setiap sumber pengetahuan lain yang bukan akal hanya omong kosong,

    dugaan belaka, dan kebohongan. Al-Razi juga menolak kenabian dengan tiga alasan:

    Bahwa akal telah memadai untuk membedakan baik dan buruk, berguna dan

    tidak berguna. Dengan rasio manusia telah mampu mengenal Tuhan dan

    mengatur kehidupannya sendiri dengan baik, sehingga tidak ada gunanya

    seorang nabi.

    Tidak ada pembenaran untuk pengistemewaan beberapa orang untuk

    membimbing yang lain, karena semua orang lahir dengan tingkat kecerdasan

    yang sama, hanya pengembangan dan pendidikan yang membedakan mereka.

    bahwa ajaran para nabi ternyata berbeda. Jika benar bahwa mereka berbicara

    atas nama Tuhan yang sama, mestinya tidak ada perbedaan.

    Al-Razi sebenarnya filosuf yang hidup pada masa pendewaan akal secara

    berlebihan. Hal ini sebagaimana Mutazillah yang merupakan aliran theology dalam

    Islam. Apabila ia seorang muslim, maka ia muslim yang tidak senpurna (tidak

  • kaffah), karena tidak mempercayai adanya wahyu dan kenabian. Pemikiran

    filsafatnya tidak sistematis dan tidak teratur. Namun pada masanya ia dipandang

    sebagai pemikir ulung yang tegar dan liberal di dalam Islam. Bahkan dalam sejarah

    dialah satu-satunya pemikir rasional murni sangat mempercayai kekuatan akal, bebas

    dari segala prasangka, dan terlalu berani dalam mengemukakan gagasan-gagasan

    filosufinya.

    Beliau seorang yang bertuhan, dan mengaku Tuhan Maha Bijak, tetapi ia tidak

    mengakui wahyu-Nya/ajaran-Nya (agama). Sebaliknya mempercayai kemajuan dan

    pemikiran manusia. Kami mengakui tentang keberaniannya dalam penggunaan akal

    sebagai ukuran untuk menilai baik dan buruk, benar dan jahat atau berguna dan tidak

    berguna.

    Sehubungan dengan penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak

    mengakui adanya semua agama, maka dipandang dari segi theologi Islam adalah

    belum muslim karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen dalam pengertian

    tidak utuh. Selebihnya wallahu alam bis shawab.

    3. Al- Ghazali

    Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad Al-Ghazali Al-Thusi. Ia

    dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Thus, suatu kota di Khurasan. Ayahnya

    seorang pekerja pembuat kain bulu(wol). Setelah ayahnya meningggal, AL Ghazali

    diasuh oleh seorang ahli tasawuf.Al-Ghozali pertama-tama belajar agama di kota

    Thus, kemudian di Jurjan dan akhirnya di Naisabur pada Imam Al- Juwaini.

    Semakin lama ia beranjak dewasa dan belajar berbagai ilmu maka mulai kelihatanlah

    tanda-tanda ketajaman otaknya yang luar biasa. Beliau dapat menguasai beberapa

    pokok ilmu pengetahuan pada masa itu, seperti ilmu mantiq (logika), falsafah dan

    Fiqh.

    Al-Ghozali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya, dan mempunyai

    nafas panjang dalam karangan-karangannya. Puluhan buku yang telah ditulisnya

    yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain Teologi Islam, Hukum

    Islam(fiqh), Tasawuf, Tafsir dan lain-lain. Kitab-kitab karangannya seperti

    halnya Ihya Ulumuddin dan al-Maqidz min ad-Dlalal.[9]

  • Filsafat Yunani mengalami kemunduran karena serangan al-Ghazali, meski al-

    Ghazali sendiri sebenarnya tidak menyerang inti filsafat. Lewat tulisannya dalam

    Tahfut al-Falsifah yang kemudian diulangi lagi dalam al-Munqid min al-Dlalil, al-

    Ghazali, sebenarnya hanya menyerang persoalan metafisika, khususnya pemikiran

    filsafat al-Farabi (870-950) dan Ibn Sina (980-1037), meski serangan pada kedua

    tokoh ini sebenarnya tidak tepat, juga pada pemikiran para filosof Yunani purba,

    seperti Thales (545 SM), Anaximandros (547 SM), Anaximenes (528 SM) dan

    Heraklitos (480 SM) yang dengan mudah bisa dinilai posisinya dalam aqidah oleh

    orang awam, bukan ilmu logika atau epistimologinya, karena al-Ghazali sendiri

    mengakui pentingnya logika dalam pemahaman dan penjabaran ajaran-ajaran agama.

    Bahkan, dalam al-Mustashffi `ulm al-fiqh, sebuah kitab tentang kajian hukum, al-

    Ghazali menggunakan epistemologi filsafat, yakni burhani. Akan tetapi, kebesaran

    al-Ghazali sebagai Hujjat al-Islam setelah begitu mengungkung kesadaran

    masyarakat muslim, sehingga tanpa mengkaji kembali persoalan tersebut dengan

    teliti mereka telah ikut menyatakan perang dan antipati terhadap filsafat.

    Al-Ghazali menghantam pendapat-pendapat filsafat Yunani di antaranya :

    Al Ghazali menyerang dalil-dalil filsafat (Aristoteles) tentang azalinya alam

    dan dunia.

    Al Ghazali menyerang kaum filsafat (Aristoteles) tentang pastinya kejadian

    alam.

    Al Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya

    mengetahui soal-soal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui soal-soal yang

    kecil.

    Al Ghazali juga menentang pendapat filsafat bahwa segala sesuatu terjadi

    dengan kepastian hukum sebab dan akibat semata-mata mustahil ada

    penyelewengan dari hukum itu.[10]

    5. Kesimpulan

    Pengertian filsafat Islam adalah pembahasan meliputi berbagai soal alam semesta dan

    bermcam-macam masalah manusia atas dasar ajaran-ajaran keagamaan yang turun

  • bersama lahirnya agama Islam. Berdasarkan beberapa pemikiran, filsafat Islam dapat

    diketahui melalui 5 cirinya :

    1. Dilihat dari segi sifat dan coraknya

    2. Dilihat dari segi ruang lingkup pembahasannya

    3. Dilihat dari segi Datangnya

    4. Dilihat dari segi yang mengembangkannya

    5. Dilihat dari segi kedudukannya .

    Banyak dikalangan para ahli berbeda dalam menamakan Filsafat arab. Apakah ia

    merupakan Filsafat Islam atau Filsafat Arab, dan dari kedua pendapat itu pun mempunyai

    alasan masing-masing.

    Sejarah singkat mengenai pemikiran Filsafat Arab dimulaiPemikiran Arab Klasik.

    Pada awal perkembangan Islam, ketika RasulSAW masih hidup. Semua persoalan bisa

    diselesaikan dengan cara ditanyakan langsung kepada beliau, atau diatasi dengan jalan

    kesepakatakan diantara para orang yang memiliki ilmu. Akan tetapi, hal itu tidak bisa lagi

    dilakukan setelah Rasul wafat dan persoalan-persoalan semakin banyak dan rumit seiring

    dengan perkembangan Islam yang demikian cepat. Jalan satu-satunya adalah kembali

    kepada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur`an dan Hadis lewat berbagai pemahaman.

    Bersamaan dengan itu, dalam teologi, masyarakat Islam juga dituntut untuk

    menyelaraskan pandangan-pandangan yang tampaknya kontradiktif dan rumit, untuk

    selanjutnya mensistematisasikannya dalam suatu gagasan metafisika yang utuh.

    Kemudian dilanjutkan pemikiran ffilsafat arab kontemporer.

    Tokoh-tokoh filsafat arab klasik seperti Alkindi ( 185 H/801 M. 260 H/ 873 M), Al-

    Razi ( 251 H/ 865 M 313 H/ 925 M), Al-Ghazali (450 H/1058 M. -505 H/ 1111 M) dan

    lain lain. Al kindi adalah filusuf Ilsam yang mula-mula secara sadar berupaya ajaran-

    ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sangat percaya kepada kemampuan akal untuk

    memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama

    diakuinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karenanya

    menurut al Kindi diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkuan akal

    manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan. Sehingga Al Kindi tidak sependapat dengan

    para filusuf Yunani dalm hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran Islam yang

    diyakininya.

  • Al-Razi sebenarnya filosuf yang hidup pada masa pendewaan akal secara berlebihan.

    Hal ini sebagaimana Mutazillah yang merupakan aliran theology dalam Islam. Apabila

    ia seorang muslim, maka ia muslim yang tidak senpurna (tidak kaffah), karena tidak

    mempercayai adanya wahyu dan kenabian. Pemikiran filsafatnya tidak sistematis dan

    tidak teratur. Namun pada masanya ia dipandang sebagai pemikir ulung yang tegar dan

    liberal di dalam Islam. Bahkan dalam sejarah dialah satu-satunya pemikir rasional murni

    sangat mempercayai kekuatan akal, bebas dari segala prasangka, dan terlalu berani dalam

    mengemukakan gagasan-gagasan filosufinya.

    Al-Ghazali menghantam pendapat-pendapat filsafat Yunani di antaranya :

    Al Ghazali menyerang dalil-dalil filsafat (Aristoteles) tentang azalinya alam

    dan dunia.

    Al Ghazali menyerang kaum filsafat (Aristoteles) tentang pastinya kejadian

    alam.

    Al Ghazali menyerang pendapat kaum filsafat bahwa Tuhan hanya mengetahui

    soal-soal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui soal-soal yang kecil.

    Al Ghazali juga menentang pendapat filsafat bahwa segala sesuatu terjadi

    dengan kepastian hukum sebab dan akibat semata-mata mustahil ada

    penyelewengan dari hukum itu.