Fikosianin_Arlan_13.70.0197_Kloter A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

27
1 FIKOSIANIN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusunoleh: Kelompok A4 Nama : Raditya Arlan Iswara NIM : 13.70.0197 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

description

Fikosianin adalah pigmen berwarna biru

Transcript of Fikosianin_Arlan_13.70.0197_Kloter A_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

FIKOSIANIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusunoleh:

Kelompok A4

Nama : Raditya Arlan Iswara

NIM : 13.70.0197

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2015

1. MATERI METODE1.1. MATERI

1.1.1. ALAT

Alat yang digunakan dalam praktikum fikosianin adalah Sentrifuge, pengaduk/ stirrer,

alat pengering (oven), plate stirrer.

1.1.2. BAHAN

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Biomassa Spirulina

Basah atau Kering, akuades, dan dekstrin.

1.1. METODE

1

Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer

Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)

2

Diaduk dengan stirrer ± 2 jam

Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan

Supernatan diukur kadar fikosianin pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm

3

Dicampur merata dan dituang ke wadah

Dioven pada suhu 45°C hingga kadar air ± 7%

Ditambah dekstrin dengan supernatan : dekstrin = 1 : 1

4

Didapat adonan kering yang gempal

Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder

2. HASIL PENGAMATAN

Haspeng Bab Fikosianin

Kel Berat Jumlah Aquades Total Filtrat KF Yield Warna

 BioMassa Kering(g)

yang ditambahkan(ml)

yang diperoleh

(mg/ml) (mg/ml) Sebelum diOven Sesudah diOven

A1 8 80 58 0,0544 0,0225 0,819 5,938 ++ ++A2 8 80 58 0,0569 0,0223 0,868 6,293 ++ ++A3 8 80 58 0,0568 0,0227 0,862 6,250 ++ ++A4 8 80 58 0,0569 0,0226 0,865 6,271 ++ +A5 8 80 58 0,0574 0,0226 0,874 6,337 ++ ++

Keterangan Warna+ Biru Muda++ Biru+++ Biru Tua

Dari data tabel hasil pengamatan diatas dapat dilihat bahwa kelompok yang memiliki nilai tertinggi adalah kelompok A5 denga

nilai sebesar 0,0574 dan kelompok yang memiliki nilai terendah adalah kelompok A1 sebesar 0,0544. Untuk kelompok yang

memiliki nilai tertinggi adalah kelompok A3 sebesar 0,0227 dan kelompok yang memiliki nilai terendah adalah

kelompok A2 sebesar 0,0223. Untuk nilai KF tertinggi adalah kelompok A5 sebesar 0,874, sedangkan KF terendah adalah kelompok

A1 sebesar 0,819. Nilai yield tertinggi adalah kelompok A5 sebesar 6,337 dan terendah adalah kelompok A1 sebesar 5,938. Dan untuk

5

6

warna sebelum di oven semua kelompok memiliki warna yang sama dan setelah dioven, semua kelompok tidak memiliki perubahan

warna, kecuali untuk kelompok A4 yang warna nya menjadi biru muda setelah dioven

3. PEMBAHASAN

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini, akan dibahas mengenai pigmen fikosianin sebagai

pewarna alami dari blue-green microalga spirulina. Pigmen atau bahan pewarna dibutuhkan oleh

industri pangan untuk memberikan warna pada produk makanan agar lebih menarik. Produsen

makanan memberikan pewarna pada produk yang dimiliki dengan tujuan untuk menarik selera

konsumennya, karena penampakan produk termasuk warnanya mempengaruhi penerimaan

konsumen (Candra, 2011). Pada jaman dahulu, masyarakat masih menggunakan pewarna yang

alami seperti daun pandan. Tetapi pada jaman modern ini penggunaan zat pewarna sintetis lebih

sering digunakan dibandingkan dengan zat pewarna alami. Hal ini terjadi dikarenakan zat

pewarna sintetik memiliki warna yang dapat bertahan lebih lama, memiliki harga yang murah,

dan mudah didapat dan bersifat stabil (Steinkraus, 1983).

Dalam jurnal “Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with

High-Pressure Extraction Process” dituliskan bahwa kebanyakan mikroalga yang ditemukan

di laut dan air tawar yang mempunyai ganggang berwarna hijau atau biru-hijau. Ganggang ini

menggunakan energi surya, karbon dioksida, dan mineral dalam air untuk tumbuh, dan tingkat

pertumbuhan mereka sangat tinggi dan cepat.

Fikosianin adalah salah satu pigment warna yang terdapat pada Spirulina sp. Spirulina sendiri

merupakan mikrorganisme planktonik yang bersifat autotrof, prokariotik, uniselular, yang

memiliki bentuk filamen menyerupai spiral berwarna biru - hijau. Serta, Spirulina sp tergolong

dalam Cyanobacteria (Cifferri, 1983). Spirulina dapat tumbuh dalam perairan dengan pH 8-11

serta suhu hangat (30-35⁰C) (Tietze, 2004). Kultur Spirulina di laboratorium memiliki suhu

optimum pertumbuhannya antara 35-37 °C. Suhu minimum berkisar antara 18-20 °C

(Richmond 1988). Spirulina juga sebagai penghasil fikosianin yang relatif cukup cepat

bereproduksi dan mudah dalam sistem pemanenannya. Jenis ini hidup dalam lingkungan yang

sangat basa (pH 8-11) dengan kandungan senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi, dalam

hidupnya spirulina memerlukan CO2 dan cahaya agar dapat berfotosintesis. Oksigen yang

dihasilkan dari proses fotosintesis dapat meningkatkan kandungan O2 dalam medium

pertumbuhannya. Unsur nitrogen juga harus dipasok sebab mikroalga ini tidak dapat

7

8

mengkonsumsinya dari udara, bahkan jika kondisi pertumbuhan telah sesuai, biomasa kering

spirulina yang didapat bisa mencapai 60-70 ton/hektar kolam (Tri-Panji et. al. 1996).

Fikosianin merupakan kelompok pigmen yang memiliki warna biru tua dan dapat memancarkan

warna merah tua. Pigmen ini juga termasuk ke dalam golongan biliprotein yang mampu

menghambat pembentukan kanker koloni (Ó Carra & Ó hEocha, 1976). Hal ini juga diperkuat

oleh Alfredo walter , et al. , ( 2011) dalam jurnal “Comparison of Different Extraction

methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis”, dimana beliau

mengatakan bahwa spirulina adalah ganggang biru-hijau karena kehadiran kedua klorofil

( hijau ) dan phycocyanin ( biru ) pigmen dalam struktur selular . Alga yang hidup di habitat

bawah iradiasi matahari tinggi memiliki pigmen untuk melindungi mereka dari kerusakan radiasi

dan oksidasi , karena ikatan ganda terkonjugasi hadir dalam kromofor . Phycocyanin ini dapat

diekstraksi dari Spirulina platensis yang telah banyak digunakan dalam aplikasi komersial di

industri makanan dan kosmetik sebagai pewarna biru alami. Hal ini seperti yang terdapat dalam

jurnal “Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocyanin,

Allophycocyanin and Phycoerythrin Accumulation” yang bertuliskan Cyanobacterium

Spirulina platensis merupakan sumber yang menarik dari biopigment, yang digunakan sebagai

warna alami dalam makanan, kosmetik, produk farmasi dan memiliki aplikasi yang luar biasa

dalam nutraceuticals, terapi dan penelitian bioteknologi.

Fikosianin dapat dikatakan juga sebagai pigmen paling dominan pada spirulina. Keberadaan

fikosianin sebagai komponen penyimpan nitrogen pada spirulina (Richmond 1988). Fikosianin

mempunyai manfaat sebagai pewarna alami, memiliki kemampuan sebagai anti-radang dan juga

antioksidan. Kemampuan fikosianin sebagai antioksidan disebabkan di dalam struktur fikosianin

terdapat rantai tertraphyrroles terbuka yang memiliki kemampuan menangkap radikal oksigen

(Shih et al., 2009). Kandungan fikosianin dalam 500 mg tablets spirulina adalah sebanyak 333,0

mg (Tietze 2004). Absorbansi cahaya maksimum pada panjang gelombang fikosianin ialah 546

nm. Berat bobot molekul fikosianin (C-fikosianin) adalah sebesar 134 kDa, tetapi ditemukan

bobot molekul yang lebih besar (262kDa) dari ekstrak fikosianin segar pada banyak spesies.

Bobot molekul yang lebih besar ini diduga karena terdapat fragmen fikobilisom (Ó Carra &Ó

hEocha, 1976).

9

Langkah awal pada praktikum Fikosianin ini adalah memasukkan biomassa spirulina ke dalam

Erlenmeyer. Syah et al. (2005) menyatakan bahwa spirulina mampu menghasilkan pigmen

fikosianin berwarna biru. Pigmen ini dapat larut pada pelarut polar seperti air. Kemudian

dilarutkan dengan aqua destilata (1:10), lalu diaduk menggunakan stirrer selama kurang lebih 2

jam. Pengadukan ini dilakukan dengan tujuan agar Spirulina dengan aquades dapat tercampur

rata sehingga proses ekstraksi fikosianin dapat berjalan dengan optimal.

Dalam jurnal “Thermal stability improvement of blue colorant C-Phycocyanin

fromSpirulina platensis for food industry applications” dikatakan bahwa C-Phycocyanin (C-

PC) merupakan pigmen biru di cyanobacteria, rhodophytes dan cryptophytes dengan sebagai

makanan pewarna nilai tambah. Stabilitas dipelajari dengan memeriksa reaksi degradasi termal

dalam berbagai suhu (25-80C), sebelum dan setelah penambahan penambahan pengawet. Protein

mengalami crosslinker methylglyoxal tidak stabil secara signifikan C-PC dimana penambahan

madu atau konsentrasi tinggi gula sangat mengurangi warna degradasi biru terjadi ketika C-PC

terkena suhu tinggi. Data menunjukkan bahwa efek gula pengawet pada warna biru C-PC ini

terkait dengan konsentrasi gula tambahan dari pada jenis gula. Untuk alasan ini pengawet terbaik

ditemukan adalah befructose, yang merupakan gula paling larut di antara mereka yang diuji pada

konsentrasi saturasinya. Studi sterilisasi eksplorasi telah dilakukan dengan enam biru / sirup

fruktosa hijau dibuat dengan mencampurkan C-PC dengan pigmen kuning Carthamus tinctorius.

Setelah proses "suhu rendah" dan "suhu tinggi", sterilisasi sirup tetap jelas dan mempertahankan

warna cerah mereka dengan degradasi. Setelah proses sterilisasi, sirup dimonitor selama dua

bulan, pengamatan warna biru adalah kerugian minimal.

Setelah itu disentrifugasi 2000 rpm selama 10 menit hingga diperoleh endapan dan supernatant

(cairan berisi fikosisanin). Tujuan dilakukannya sentrifugasi yaitu untuk mengendapkan debris

sel dan mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam pelarut polar (air) (Silveira et al., 2007).

Dalam jurnal “Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in

Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems”, dan menurut Silveira et al.24,

setelah ekstraksi, suspensi disentrifugasi dan vakum disaring, kemudian supernatan

dikumpulkan. Dalam proses terintegrasi, pemurnian primer dengan puing-puing sel, ekstrak C-

10

phycocyanin mentah diganti oleh suspensi biomassa kering Spirulina platensis, dan diayak,

dengan biomassa rasio pelarut.

Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan

cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar,

sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas (Kimball, 1992). Kemudian

supernatant yang diperoleh diambil dan diukur kadar fikosianinnya dengan menggunakan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Hal ini sesuai dengan metode

yang digunakan dalam penelitian Bennet & Bogorad (1973) dalam Antelo et al. (2010) yang

menyatakan bahwa supernatan atau filtrat hasil ekstraksi fikosianin dapat diukur dengan

spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Supernatant yang diperoleh

diukur kadar fikosianinnya menggunakan spektrofotometer, dan supernatant ditambahkan

dekstrin dengan perbandingan 1:1. Setelah tercampur rata lalu dituangkan kedalam wadah yang

dapat digunakan sebagai alas untuk proses pengeringan. Tujuan penambahan dekstrin dalam

pembuatan pewarna bubuk fikosianin menurut Murtala (1999) adalah untuk mempercepat

pengeringan danmencegah kerusakan akibat panas,melapisi komponen flavour, meningkatkan

total padatan, danmemperbesar volume. Fennema (1976) mengemukakan, bahwa dekstrin

tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi,

akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Dekstrin memiliki sifat yang dapat larut dalam air, lebih

stabil terhadap suhu panas sehingga dapat melindungi senyawa volatil dan senyawa yang peka

terhadap panas atau oksidasi dalam hal ini adalah untuk melindungi fikosianin. Dekstrin

mempunyai viskositas yang relatif rendah, sehingga pemakaian dalam jumlah banyak masih

diijinkan. Hal ini justru akan menguntungkan jika pemakaian dekstrin ditujukan sebagai bahan

pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat meningkatkan berat produk serta

memerangkap senyawa penting untuk mempertahankan stabilitasnya (Wiyono, 2007).

Kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 50⁰C hingga kering, kurang lebih mencapai kadar

air sekitar 7%. Setelah dikeringkan, maka akan terlihat atau membentuk adonan kering yang

gempal, maka perlu dihancurkan denga alat penumbuk hingga berbentuk powder. Metode

pengeringan fikosianin yang dilakukan dalam praktikum ini sudah sesuai dengan yang

11

diungkapkan oleh Desmorieux & Decaen (2006), yang menyatakan bahwa pengeringan

sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan pemanasan yang dirancang sedemikian rupa hingga

suhu berkisar antara 40-60°C dan dengan kecepatan udara 1,9 hingga 3,8m/s karena pengeringan

yang dilakukan dalam praktikum menggunakan suhu 45°C. Kemudian diukur kadar fikosianin

dan yield nya menggunakan rumus.

Dan dari percobaan diatas didapatkan kelompok yang memiliki nilai tertinggi adalah

kelompok A5 denga nilai sebesar 0,0574 dan kelompok yang memiliki nilai terendah

adalah kelompok A1 sebesar 0,0544. Untuk kelompok yang memiliki nilai tertinggi

adalah kelompok A3 sebesar 0,0227 dan kelompok yang memiliki nilai terendah adalah

kelompok A2 sebesar 0,0223. Untuk nilai KF tertinggi adalah kelompok A5 sebesar 0,874,

sedangkan KF terendah adalah kelompok A1 sebesar 0,819. Nilai yield tertinggi adalah

kelompok A5 sebesar 6,337 dan terendah adalah kelompok A1 sebesar 5,938. Dan untuk warna

sebelum di oven semua kelompok memiliki warna yang sama dan setelah dioven, semua

kelompok tidak memiliki perubahan warna, kecuali untuk kelompok A4 yang warna nya menjadi

biru muda setelah dioven. Menurut Wiyono (2007), ada beberapa kesalahan yang dapat terjadi

diantaranya adalah pencampuran dekstrin dan fikosianin kurang merata atau dapat juga

disebabkan oleh pengujian yang dilakukan secara sensoris kurang akurat karena pengamatan

dilakukan menggunakan panca indera. Kesalahan lain yaitu dalam penambahan dekstrin.

Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan menyebabkan warna bubuk

fikosianin menjadi semakin pudar. . Perbedaan warna dan perubahan warna sebelum dan

sesudang dioven disebabkan karena terjadi kerusakan struktur kromofor bilin pada fikosianin

(Lehninger, 1982). Perubahan warna yang semakin muda dapat pula disebabkan oleh pengaruh

penambahan dekstrin yang memiliki warna putih yang dapat memudarkan warna fikosianin (Fox,

1991).

4. KESIMPULAN

Spirulina mampu menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru.

Fikosianin dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam bahan pangan maupun non-

pangan.

Tujuan sentrifugasi secara umum adalah untuk memisahkan padatan dan cairan sehingga

tidak mengganggu proses pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer.

Dekstrin yang ditambahkan berfungsi untuk mempercepat pengeringan dan mencegah

kerusakan akibat panas, untuk melapisi komponen flavor, meningkatkan total padatan,

serta memperbesar volume.

Pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar seperti air.

Pengenceran dilakukan agar larutan yang diukur tidak terlalu pekat dan dapat diukur

absorbansinya.

Aquades digunakan untuk melarutkan dan mengekstrak Spirulina.

Fungsi dekstrin adalah untuk meningkatkan rendemen produk akir, mempercepat proses

pengeringan dan mencegah kerusakan bubuk fikosianin akibat panas.

Perubahan warna fikosianin disebabkan oleh pengaruh penambahan dekstrin dan terjadi

kerusakan struktur kromofor bilin.

Semarang, 25 September 2015

Praktikan, Asisten Dosen,

Raditya Arlan Iswara Deanna Suntoro

13.70.0197 Ferdyanto Juwono

12

5. DAFTAR PUSTAKA

Alfredo walter,Julio Cesar De Carvalho,Vanete Thomaz Soccol,Ana Barbara Bisinella De Faria,Fanessa Ghiggi and Carlos Ricardo Soccol , 2011. Study of phycocyanin production from Spirulina platensis under different light spectra, Braz.Arch.Biol.Technol.,54:675-682.

Antelo, F. S., Andreia A., Jorge A. V. C. and Susanna J. K. (2010). Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926.

Bennett, A.; Bogorad, L.; J. Cell.Biol. 1973, 58, 419.

Chandra, Budi Atrika. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

Ciferri, O. (1983). Spirulina, the edible microorganism. Microbiol. Rev. 47: 551-578.

Desmorieux H. Decaen N. (2006). Convective drying of Spirulina in thin layer. Journal Of Food Engineering, 77:64-70.

Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

Kimball, J.W. (1992). Biologi. Terjemahan oleh: Siti Soetarmi Tjitrosomo & Nawangsari Sugiri. Jakarta: Erlangga.

Lehninger LA. (1982). Dasar Dasar Biokimia Jilid 1. Thenawijaya M, Penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principle of Biochemistry.

Murtala, S. S. 1999. Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis). Tesis. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya Malang. 70 hal.

Ó Carra P, Ó hEocha C.(1976).Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor.1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc. Hal 328-371.

Richmond A. (1988).Spirulina.Di dalam Borowitzka MA dan Borowitzka LJ, editor.Micro-algal biotechnology. Cambridge: Cambridge University Press.

Shih CM, Cheng SN, Wong CS, Kuo YL, Chou TC. (2009). Antiinflammatory and Antihyperalgesic Activity of C-Phycocyanin. International Anesthesia Research Society 108(4):1303-1310.

Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V.; Kalil, S. J.; Bioresour. Technol. 2007, 98, 1629.

13

14

Steinkraus, H. (1983). Indigenous Fermented Food. Marcel Dekker. New York.

Syah et al. 2005.Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Tietze HW. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing. Ed ke-4. Australia: Haralz W Tietze Publishing.

Tri Panji S, Achmadi, Tjahjadarmawan E. 1996. Produksi asam gammalinolenat dari ganggang mikro Spirulina platensis menggunakan limbah lateks pekat.Menara Perkebunan 64 (1): 34-44.

Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

Wiyono, R. (2007). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat.

6. LAMPIRAN

6.1. PERHITUNGAN

Perhitungan Fikosianin

KF(mg/ml) =

Yield (mg/g) =

Kelompok A1

KF(mg/ml) =

= 0,819mg/ml

Yield (mg/g) =

= 5,938 mg/g

Kelompok A2

15

16

KF(mg/ml) =

= 0,868mg/ml

Yield (mg/g) =

= 6,293 mg/g

Kelompok A3

KF(mg/ml) =

= 0,862mg/ml

Yield (mg/g) =

= 6,250 mg/g

Kelompok A4

KF(mg/ml) =

17

= 0,865mg/ml

Yield (mg/g) =

= 6,271 mg/g

Kelompok A5

KF(mg/ml) =

= 0,874mg/ml

Yield (mg/g) =

= 6,337 mg/g

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

18

19