kecap asin_fabiana tara dewi_13.70.0166_kloter A_UNIKA SOEGIJAPRANATA
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
22 -
download
0
description
Transcript of kecap asin_fabiana tara dewi_13.70.0166_kloter A_UNIKA SOEGIJAPRANATA
KECAP ASIN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Fabiana Tara 13.70.0166
Kelompok: A5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
Bahan yang digunakan adalah tulang dan kepala ikan, enzim apapain komersial,
garam, gula kelapa, dan bawang putih. Sedangkan alatyang dibutuhkan adalah
blender pisau, botol, toples, panci, kain saring, pengaduk kayu.
1.2. Metode
Sebanyak 50 gram bahan dimasukkan ke dalam toples berisi 250 ml air
Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok A1), konsentrasi 0,4% (kelompok A2), konsentrasi 0,6% (kelompok A3), konsentrasi 0,8%
(kelompok A4); konsentrasi 1% (kelompok A5)
Tulang dan kepala ikan dihancurkan
Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari
Hasil fermentasi disaring
Filtrat direbus sampai mendididh selama 30 menit
Setelah filtrat mendidih, ditambahkan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 1 butir gula kelapa. Filtrat tetap diaduk diatas kompor selama 30 menit.
Setelah dingin hasil perebusan disaring
Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan praktikum kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Tabel Pengamatan Kecap Ikan
Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas %
A1 Enzim papain 0,2 % ++++ ++++ +++ ++++ -
A2 Enzim papain 0,4 % ++++ +++++ +++ ++++ -
A3 Enzim papain 0,6 % ++++ +++++ +++ ++++ -
A4 Enzim papain 0,8 % ++++ ++++ ++ ++++ -
A5 Enzim papain 1 % ++++ ++++ +++++ +++ -
Keterangan:Warna Rasa Aroma+ : tidak coklat gelap + : sangat tidak asin + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang asin ++ : kurang tajam+++ : agak coklat gelap +++ : agak asin +++ : agak tajam++++ : coklat gelap ++++ : asin ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat asin +++++ : sangat tajam
Penampakan+ : sangat cair++ : cair+++ : agak kental++++ : kental+++++ : sangat kental
Pada parameter yang pertawa adalah warna, dapat dilihat bahwa warna kecap ikan yang
dihasilkan dari kelompok A1 hingga A6 berwarna coklat gelap dan tidak ada perubahan.
Parameter yang kedua adalah rasa. Didapatkan pada kelompok A1 rasanya asin,
kelompok A2 sangat asin, kelompok A3 sangat asin, kelompok A4 asin, dan kelompok
A5 asin. Parameter yang ketiga adalah aroma. Didapatkan pada kelompok A1, A2, dan
A3 agak tajam, kelompok A4 kurang tajam, kelompok A5 sangat tajam. Parameter yang
keempat adalah Penampakan. Pada kelompok A1 hingga A4 kental, sedangkan untuk
kelompok A5 agak kental. Parameter yang kelima adalah uji salinitas. Pada kloter A
tidak dihasilkan kadar salinitas,
3. PEMBAHASAN
3.1 Kecap Ikan
Pada praktikum Teknologi Hasil Laut kali ini akan membuat kecap ikan. Kecap adalah
makanan tradisional dari proses fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan yang
menghasilkan warna coklat atau hitam. Selain terbuat dari kacang-kacangan (nabati)
juga terdapat kecap yang terbuat dari ikan (hewani) (Rahman, 1992). Menurut jurnal
“Preliminary PRODUCTION Of Sauce From Clupeids “, Kecap ikan adalah produk
hidrolisa ikan yang berbentuk cair dan berwarna coklat jernih. Kecap ikan berasal dari
sari ikan atau daging ikan (Olubunmi et al., 2010).
Perbedaan antara kecap ikan dengan kecap yang berasal dari nabati adalah pada
karakeristik warna dan rasa. Kecap ikan memiliki warna kuning hingga coklat muda,
sednagkan pada kecap dari bahan anbati memiliki warna merah kecoklatan. Dari segi
rasa, kecap ikan memiliki rasa asin dan banyak mengandung nitrogen, sedangkan pada
kecap dari bahan nabati memiliki rasa manis (Elmer-Rico, 2005).
Kandungan utama pada kecap ikan adalah lemak tidak jenuh yang tersusun dari 10 asam
amino esensial dan juga air. Protein pada daging ikan berkisar 16-18%. Protein utama
yang terkandung pada ikan adalah aktin dan myiosin yang biasanya disebut protein
fibriler. Protein ini berfungsi dalam kontraksi dan relaksasi otot ikan. Protein ikan
memiliki daya ketercenaan yang tinggi sehingga baik untuk manusia (Hadju, 1998).
Kualitas dari kecap ikan tergantung dari jumlah garam yang digunakan serta lamaya
proses fermentasi (Afrianto & Liviawaty, 1989). Menurut jurnal Chemical and
Microbial Properties of Mahyaveh a Traditional Irania Fish Sauce, Proses fermentasi
dalam pembuatan kecp dapat menggunakan 2 cara fermentasi, yaitu fermentasi dengan
garam dan fermentasi dengan enzim. Fermentasi dengan garam biasanya disebut dengan
fermentasi tradisional (Zarei et al., 2011). Kekurangan dari proses pembuatan kecap
secara tradisional adalah membutuhkan waktu yang lama, sehingga metode yang lebih
banyak digunakan sekarang adalah fermentasi dengan enzimatis. Menurut jurnal daari
“Proteolytic Action in Valamungil Seheli and Ilisha Melastoma for Fish Sauce
Production “, Enzim yang digunakan pada fermentasi enzim adaah enzim protease
untuk menguraikan protein yang ada pada bahan baku menjadi beberapa komponen
yang sederhana serta menghasilkan rasa kecap yang khas (Afiza et al., 2011). Dengan
menggunakan enzim, maka waktu yang dibutuhkan dalam proses fermentasi juga lebih
singkat. Namun kecap dari fermentasi enzim kurang begitu disukai karena aroma dan
rasanya (Astawan & Astawan, 1988). Menurut jurnal “Characteristik and Sensory
Analysis of Ketchup and Sauce Products from Bibisan Fish Hydrolyzate”
menambahkan, bahwa Metode enzimatik dalam pembuatan kecap lebih efektik
dibanding metode lain karena enzim hidrolitik akan membentuk asam amino bebas dan
rangkaian rantai pendek peptida (Witono et al., 2014).
Enzim papain adalah enzim yang digunakan dalam prsem pembuatan kecap pada
praktikum kali ini. Enzim papain merupakan golonngan enzim protease (Lay, 1994).
Enzim papain dihasilkan dari getah pepaya dari bagian batang, daun,serta buah. Enzim
papain dari getah buah pepaya lebih kuat dibandingkan dengan getah dari batang yang
berasal dari daun. Papain yang dihasilkan dari getah buah memiliki aktivitas proteolitik
sekitar 400 MCU/g (Muhidin, 1999).
3.2. Cara kerja
Dalam proses pembuatan kecap ikan dengan cara fermenasi dan dengan penambahan
garam. Ikan yang digunakan pada kloter ini adalah ikan patin. Langkah awal, tulang dan
kepala ikan dihancurkan sebanyak 50 gram dan dimasukkan kedalam wadah fermentasi
(toples) yang telah berisi 250 ml air. Menurut Irawan (1995), tidak semua bagian ikan
dapat dimakan seperti kepala, ekor, sirip, isi perut dibuang atau dapat diolah menjadi
produk lain. Astawan & Astawan (1988) menambahkan bahwa isi perut dan kepala ikan
adalah limbah yang dapat diolah menjadi produk kecap ikan, selain itu ikan-ikan kecil
seperti tembang, japuh, selqaar, teri, pepetek serta ikan air tawar seperti nilaim, sriwet,
jempang, seluanng juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kecap ikan.
Kemudian ditambahkan enzim papain dengan konsentrasi 0,2% untuk kelompok A1 ,
0,4% untuk kelompok A2 0,6% untuk kelompok A3, 0,8 untuk kelompok A4, dan 1%
untuk kelompok A5. Penambahan enzim protease untuk memecah protein dan lemak
ikan sehingga menjadi komponen-komponen asam amino dan asam lemak yang lebih
sederhana dan mudah diserap oleh tubuh (Astawan & Astawan, 1988). Proses
selanjutnya, wadah fermentasi ditutup rapat dengan menggunakan lakban dan campuran
adonan diikubasi pada suhu ruang selama 4 hari dan disaring. Menurut Lisdiana &
Soemardi (1997), penutupan secara rapat agar menciptakan kondisi anaerob, sehingga
proses fermentasi berjalan dengan baik dan lebih cepat, serta mencegah adanya
kontaminan untuk membiarkan proses enzimatis oleh enzim protease dapat terjadi
secara optimal. Teori yang diungkapkan Afrianto & Liviawaty (1989) menambahkan,
proses fermentasi adalah proses penguraian senyawa kompleks pada tubuh ikan menjadi
senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu
sendiri atau bisa juga menggunakan mikroorganisme dan berlangsung pada kondisi
lingkungan yang terkontrol. Misgiyarta dan Widowati (2003) menambahkan dalam
proses fermentasi, mikroorganisme atau enzim yang diberikan dapat mengubah cita rasa
yangs pesifik sehingga meningkatkan nilai cerna bahan pangan sehingga menghasilkan
produk atau senyawa turunan yang bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Filtrat direbus hingga mendidih selama 30 menit dan ditambah dengan bumbu yang
telah dihaluskan yaitu 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 3 butir gula kelapa.
Pemberian bumbu bertujuan untuk memberi cita rasa terhadap kecap asin. Bumbu
dihaluskan agar bumbu tercampur merata pada kecap asin. Bawang putih yang
ditambahkan berfungsi untuk menambah cita rasa serta aroma kecap, selain itu juga
berfungsi sebagai pengawet alami karena pada bawang putih mengandung zat allicin
yang berfungsi untuk membunuh bakteri. Penambahan gula jawa juga akan memberikan
flavor yang spesifik pada kecap dan menyebabkan warna kecap menjadi berwarna
coklat karamel serta viskositas yang meningkat (Kasmidjo, 1990). Menurut jural
Occurance of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce,
penambahan garam berpengaruh sangat dalam pembuatan kecap asin karena selain
memperbaiki rasa juga dapat mennghambat pertumbuha mikroorganisme (Zaman et al.,
2010). Proses perebusan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme dari kontaminasi
yang terjadi ketika proses fermentasi dan penyaringan (Moeljanto, 1992). Selanjutnya
adonan disaring dan ditunggu hingga agak dingin. Proses penyaring bertujuan untuk
membebaskan cairan hasil fermentasi dari kotoran (Moeljanto, 1992).
Kemudian dilakukan pengamatan secara sensoris dari warna, rasa, dan aroma serta
dilakukan pengujian salinitas menggunakan hand refractometer. Langkah yang
dilakukan adalah dengan mengambil 1 ml kecap ikan, dan diencerkan dengan sedikit
akuades, kemudian segera diteteskan pada hand refractometer. Pada alat tersebut, maka
akan terlihat zona terangd an zona gelap. Pembacaan dilakukan dengan mengamati
batas antara kedua zona tersebut dan dicatat konsentrasi garam dalam satuan persen
(%). Hand refractometer yang telah digunakan dibilas dengan akuades agar bersih.
3.3. Hasil Pengamatan
Dari data yang didapatkan, terdaapat 5 parameter yang diuji dari setiap sampel, yaitu
warna, rasa, aroma, penampakan, serta salinitas. Pada parameter yang pertawa adalah
warna, dapat dilihat bahwa warna kecap ikan yang dihasilkan dari kelompok A1 hingga
A6 berwarna coklat gelap dan tidak ada perubahan. Menurut Afrianto & Liviawaty
(1989), bahwa warna kecap ikan yang dihasilkan seharusnya adalah coklat dan
berbentuk cair. Warna coklat yang dihasilkan dari proses fermentasi enzimatis dari
enzim yang ditambahkan. Sehingga semakin tinggi konsentrasi enzim yang
ditambahkan, warna kecap seharusnya menjadi semakin coklat. Kasmidjo (1990) dan
Lay (1994) juga menambahkan, bahwa warna coklat pada kecap ikan terbentuk karena
danya reaksi antara asam amino dengan gula reduksi. Gula reduksi berasal dari gula
jawa, sedangkan asam amino dari proses hidrolisis protein ikan oleh enzim protease.
Tingkat hidrolisis yang tinggi dapat menghasilkan beberapa asam amino bebas namun
ikatan peptida pada rantai peptida yang panjang akan berkurang. Proses enzimatis yang
sempurna akan menghasilkan kecap ikan dengan warna coklat muda (Astawan &
Astawan, 1988). Teori ini tidak sesuai dengan data yang dihasilkan, karena tidak ada
perbedaan warna pada tiap kelompok. Hal ini disebabkan karena jumlah gula jawa yang
ditambahkan tidak sesuai ukuran, sehingga warna juga semakin coklat dan membuat
tidak ada perbedaan pada kecap asin setiap masing-masing konsentrasi. Karena menurut
Lees & Jackson (1973), penambahan gula jawa menghasilkan warna coklat pada kecap
ikan karena terjadi reaksi Maillard. Kesalahan juga dapat dilakukan pada waktu ketika
proses fermentasi yang membutuhkan waktu lebih lama, karena biasanya proses
fermentasi membutuhkan waktu yang berbulan-bulan. Kemungkinan lain adalah
kesalahan pada penggunaan api yang terlalu besar, karena adanya penambahan enzim
sehingga suhu pemanasan dan lamanya pemanasan juga penting diperhatikan.
Pemanasan yang terlalu lama membuat bumbu menjadi cepat gosong dan membuat
warna menjadi lebih coklat.
Parameter yang kedua adalah rasa. Didapatkan pada kelompok A1 rasanya asin,
kelompok A2 sangat asin, kelompok A3 sangat asin, kelompok A4 asin, dan kelompok
A5 asin. Dari data yang dihasilkan sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1988),
pemberian enzim papain akan memberikan rasa asin karena protein akan teruari menjadi
peptida, pepton, dana sam amino lain. Namun, tidak sesuai dengan teori yang
diungkapkan Astawan & Astawan (1991), penambahan enzim yang semakin banyak
akan mengurangi rasa ikan pada kecap ikan karena semakin banyaknya enzim, maka
protein pada daging ikan yang terhidrolisis oleh enzim juga semakin banyak, padahal
kandungan protein pada daging akan memberikan flavor yang terbesar pada daging. Jadi
jika protein pada daging ikan banyak yang mengalami hidrolisis, maka rasa ikan akan
menjadi lemah. Ketidaksesuaian disebabkan karena penambahan bumbu yang tidak
sesuai ukuran juga berpengaruh terhadap rasa yang dihasilkan, sehingga hasilnya
kurang akurat. Menurut Astawan (1991), penambahan bumbu pada kecap asin sangat
berpengaruh terhadap rasa kecap asin, serta adanya aktivitas bakteri brine fermentation
yaitu bakteri Lactobacillus delbruchii. Mikroba ini akan menghasilkan asam organik
seperti asam asetat, asam laktat, asam suksinat, serta asam fosfat yang berperan dalam
pembentukan cita rasa, warna , serta daya simpan kecap.
Parameter yang ketiga adalah aroma. Didapatkan pada kelompok A1, A2, dan A3 agak
tajam, kelompok A4 kurang tajam, kelompok A5 sangat tajam. Tortora et al. (1995)
mengungkapkan enzim protease akan memecah protein menjadi molekul yang lebih
sederhana yaitu kadaverin, putresin, arginin, histidin, serta amonia yang mengandung
nitrogen. Senyawa-senyawa tersebut merupaka komponen penyusun flavor pada kecap
ikan. Flavor kecap ikan yang menjadian karakteristik pada kecap ikan adalah enzim
protease yang diubah menjadi asam glutamat. Sehingga, semakin banyak protease yang
ditambahkan maka juga semakin banyak protein yang terhidrolisis dan memberi flavor
yang kuat pada kecap ikan serta menutupi flavor amis pada daging ikan (Kasmidjo,
1990). Hal ini tidak sesuai dengan hasil yang didapat. Pada kecap ikan yang dihasilkan
tidak teraktur sehingga hasilnya tidk dapat dijadikan patokan. Ketidaksesuaian
disebabkan proses fermentasi yang tidak berlangsung secara optiml karena
ketidakrapatan dalam menutup toples serta waktu fermentasi kurnag lama.
Parameter yang keempat adalah Penampakan. Pada kelompok A1 hingga A4 kental,
sedangkan untuk kelompok A5 agak kental. Kekentalan pada kecap asin dipengaruhi
oleh oleh bumbu yang ditambahkan. Menurut Kasmidjo (1990), penambahan gula jawa
dan garam akan mnjadikan kecap ikan memiliki viskositas yang lebih tinggi.
Fachruddin (1997) menambahkan proses pemasakan juga dapat menurunkan kadar air
karena proses evaporasi sehingga bahan pangan menjadi lebih kental. Seharusnya
semain banyak konsentrasi enzim yang ditambahkan, kecap ikan semakin encer, namun
kecap ikan yang dihasilkan memiliki penampakan kental dan sangat kental. Hal ini
disebabkan ketidakteraturan dalam pemberian bumbu, sehingga tidak dihasilkan data
yang akurat.
Parameter yang kelima adalah uji salinitas. Pada kloter A tidak dihasilkan kadar
salinitas, karena dalam proses pengujian dengan hand refractometer membutuhkan
cahaya yang cukup sedangkan cahaya yang tersedia tidak cukup, sehingga tidak dapat
dilakukan pengukuran salinitas. Selain itu, penyebab lain tidak dapat dilakukan
pengukuran karena tidak dilakukan proses pengenceran terlebih dahulu karena pada
kecap asin mengandung kadar garam yang terlalu tinggi. Ronny (2008)
mengungkapkan, penggunaan larutan garam pada pembuatan kecap ikan untuk
1. Mencegah pertumbuha mikroa yang tidak dikehendaki
2. Menghilangkan rasa pahit dari pemecahaj protein ikan oleh enzim protease.
3. Sebagai pengawet dan pemberi rasa asin pada kecap.
Fermentasi kecap ikan tidak selalu berhasil. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pembuatan kecap ikan antara lain
1. Konsentrasi garam
Garam yang ditambahkan harus dalam konsentrasi tinggi untuk mencegah
kontaminasi dari mikroba, memberikan rasa asin, dan menyeleksi mikroba yang
dibutuhkan selama proses fermentasi.
2. Lamanya fermentasi
Fermentasi yang terlalu lama atau terlalu sebentar akan menghasilkan kecap ikan
dengan kualitas yang rendah. Bila terlalu singkat waktunta, senyawa volatil yang
seharusnya dihasilkan belum terbentuk oleh bakteri fermentatif. Pada proses
penguraian protein dengan bantuan enzim papain/bromelin akan memnbentuk
rasa pahit dan bau kurang sedap bila terlalu cepat.
3. Enzim atau bahan lain yang ditambahkan
Enzim yang diberikan biasanya enzim protease yang berpengaruh terhadap
warna, rasa, serta aroma pada kecap ikan yang dihasilkan. Selain itu juga bumbu
juga berpengaruh.
4. Kebersihan
Kebersihan juga perlu diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap
mikroorganisme fermentatif dalam memfermentasi kecap ikan.
5. Kondisi fermentasi
KOndisi fermentasi dalam pertumbuhan mikroorganisme yang diharapkan.
(Lopetcharat & Park, 2002).
4. KESIMPULAN
Kecap ada yang terbuat dari bahan nabai dan hewani.
Perbedaan antara kecap ikan dengan kecap yang berasal dari nabati adalah pada
karakeristik warna dan rasa..
Kandungan utama pada kecap ikan adalah lemak tidak jenuh yang tersusun dari
10 asam amino esensial dan juga air.
Kualitas dari kecap ikan tergantung dari jumlah garam yang digunakan serta
lamaya proses fermentasi.
Proses fermentasi dalam pembuatan kecp dapat menggunakan 2 cara fermentasi,
yaitu fermentasi dengan garam dan fermentasi dengan enzim
Enzim yang digunakan pada fermentasi enzim adaah enzim protease.
Enzim papain dari getah buah pepaya lebih kuat.
Warna coklat yang dihasilkan dari proses fermentasi enzimatis.
Proses enzimatis yang sempurna akan menghasilkan kecap ikan dengan warna
coklat muda.
penambahan enzim yang semakin banyak akan mengurangi rasa ikan pada kecap
ikan.
semakin banyak protease yang ditambahkan maka juga semakin banyak protein
yang terhidrolisis dan memberi flavor yang kuat pada kecap ikan serta menutupi
flavor amis pada daging ikan.
Kekentalan pada kecap asin dipengaruhi oleh oleh bumbu yang ditambahkan.
tidak dapat dilakukan uji salinitas karena tidak dilakukan proses pengenceran
terlebih dahulu karena pada kecap asin mengandung kadar garam yang terlalu
tinggi.
Semarang, 21 September 2015
Praktikan Asisten Dosen
Fabiana Tara Dewi Michelle Darmawan
13.70.0166
5. DAFTAR PUSTAKA
Afiza et al. (2011). Proteolytic Action in Valamungil Seheli and Ilisha Melastoma for Fish Sauce Production. Malaysia.
Afrianto, E. dan Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.
Astawan, M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pessindo.
Astawan, M.W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.
Elmer-Rico E. Mojica, Alejandro Q. Nato Jr., Maria Edlyn T. Ambas, Chito P. Feliciano. Maria Leonora D.L. Francisco and Custer C. (2005).Deocaris Application of Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.
Hadju, V. (1998). Pangan Potensial untuk Meningkatkan Pertumbuhan Fisik, Daya Pikir, dan Produktifitas serta Mencegah Penyakit Degeneratif. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. LIPI. Jakarta.
Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.
Kasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.
Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. JakartA
Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.
Lisdiana & W. Soemardi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV Aneka. Solo.
Lopetcharat, K. & J. W. Park. (2002). Characteristics of Fish Sauce Made from Pacific Whiting and Surimi By-products During Fermentation Stage. Journal of Food Science. Vol 67, Nr. 2.
Misgiyarta, S. dan Widowati. 2003. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Indigenus. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca panen Pertanian.
Muhidin, D. (1999). Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Olubunmi et al. (2010). Preliminary PRODUCTION Of Sauce From Clupeids. Nigeria.
Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Witono, Yuli et al. (2014). Characteristic and Sensory Analysis of Ketchup and Sauce Products from Bibisan Fish Hydrolyzate. Indonesia.
Zaman et al. (2010). Occurance of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Malaysia.
Zarei et al. (2011). Chemical and Microbial Properties of Mahyaveh a Traditional Irania Fish Sauce. Iran.