fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam...

23
i I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat batal bahwa: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya syarat kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menekankan pada prestasi dalam perjanjian yang timbal balik disamakan dengan syarat batal, yang dalam hal ini merupakan

Transcript of fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam...

Page 1: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

i

I. PENDAHULUAN

Berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat

batal bahwa: “Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-

persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum,

tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim. Permintaan ini juga harus

dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya syarat kewajiban

dinyatakan di dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam

persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan, atas permintaan si

tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi

kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menekankan pada prestasi dalam

perjanjian yang timbal balik disamakan dengan syarat batal, yang dalam hal ini

merupakan syarat batal yang konstruktif. Syarat konstruktif adalah suatu syarat

yang secara factual tidak pernah disetujui oleh para pihak, tetapi oleh hukum

dianggap dan diperlukan sebagai syarat yang seolah-olah telah disetujui untuk

mencapai keadilan bagi para pihak.1 Syarat konstruktif ditemukan pada Pasal

1266 KUHPerdata yang mengasumsikan bahwa syarat batal selalu dianggap ada

dalam perjanjian timbal balik, walaupun para pihak tidak mencantumkannya.

Terdapat kekaburan norma mengenai pengaturan syarat batal dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Kekaburan norma ditemukan pada kalimat

pertama dalam Pasal 1266 KUHPerdata, yang menentukan bahwa “Syarat batal 1Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku Kedua, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm.126.

Page 2: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

ii

dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik,

manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.” Dalam Pasal 1266

KUHPerdata ini tidak diuraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan

persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik pada Pasal-Pasal berikutnya.

Kriteria untuk menentukan persetujuan yang memiliki karakteristik timbal balik

tidak dijelaskan, sehingga memungkinkan terjadi berbagai penafsiran. Pada

bagian lain, kekaburan juga dijumpai pada kalimat keempat Pasal 1266

KUHPerdata yang menentukan bahwa “Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam

persetujuan, maka hakim dengan melihat keadaan atas permintaan tergugat,

leluasa memberikan suatu jangka waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka

waktu itu tidak boleh lebih dari satu bulan”. Undang-undang tidak menjelaskan

lebih lanjut apa yang dimaksud dengan keadaan dan bagaimana kriteria suatu

keadaan agar dapat diberikan penundaan pemenuhan kewajiban. Untuk

menentukan keadaan apa yang dapat dijadikan alasan untuk penundaan

pemenuhan kewajiban tidak disebutkan oleh undang-undang, sehingga

memberikan kekaburan norma.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana

kriteria perjanjian timbal balik yang di dalamnya mengandung syarat batal

berdasarkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ?. 2) Apakah

akibat hukum Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terhadap

wanprestasi dalam melaksanakan perjanjian timbal balik?

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1) Mengetahui kriteria perjanjian

timbal balik yang didalamnya mengandung syarat batal berdasarkan Pasal 1266

Page 3: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

iii

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2) Untuk mengetahui akibat hukum Pasal

1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terhadap wanprestasi dalam

melaksanakan perjanjian timbal balik.

Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Secara teoritis

manfaat penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pemikiran bagi

pengembangan ilmu hukum dalam kaitannya dengan syarat batal dalam perjanjian

timbal balik berdasarkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 2)

Manfaat praktis yaitu diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

para pihak dalam perancangan perjanjian timbal balik dan masyrakat pada

umumnya. Terhadap hakim dalam memberikan penundaan pemenuhan kewajiban

dalam perjanjian timbal balik.

Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian hukum Normatif

adalah penelitian yang menggunakan sumber bahan kepustakaan. Pendekatan

yang digunakan untuk mengkaji permasalahan dalam penelitian ini adalah

Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan Konseptual

(Conceptual Approach), dan Pendekatan Kasus (Case Approach).

II. PEMBAHASAN

Page 4: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

iv

A. Kriteria Perjanjian Timbal Balik Yang Mengandung Syarat Batal

Berdasarkan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1266 ayat 1 KUHPerdata menjelaskan bahwa syarat batal

dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian yang bertimbal balik,

manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi.

Dengan demikian menurut ketentuan dalam ayat (1) wanprestasi adalah

merupakan syarat batal. Akan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi,

maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan

kepada hakim. Jadi, ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata sudah mengandung suatu kontroversi.2 Berdasarkan Pasal 1266

KUHPerdata, maka hanya perjanjian timbal balik terdapat syarat batal. Jika

terdapat wanprestasi dari salah satu pihak maka pihak lainnya berhak

meminta pembatalan perjanjian. Hanya dalam perjanjian timbal balik saja

terdapat hak untuk meminta pembatalan.

Tuntutan pembatalan berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata hanya

dapat dilakukan terhadap perjanjian timbal balik yang sempurna, yaitu

perjanjian dimana masing-masing pihak mengikatkan diri untuk melakukan

prestasi dan sebaliknya pihak lawan berhak atas prestasi. Dalam perjanjian

sepihak tidak dapat dituntut pembatalan karena kewajiban hanya ada pada

satu pihak saja sedangkan fungsi tuntutan pembatalan adalah sebagai alat

2Suharnoko, Hukum Perjanjian-teori dan analisa kasus, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hlm.64-65

Page 5: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

v

untuk membebaskan diri dari kewajiban melakukan prestasi jika pihak lawan

telah melakukan wanprestasi.

Tuntutan pembatalan juga tidak dapat dilakukan pada perjanjian

timbal balik tidak sempurna, karena pada perjanjian jenis ini pada perinsipnya

meletakkan prestasi pada satu pihak, tetapi dapat menimbulkan kewajiban

pada pihak lainya. Misalnya pada perjanjian penitipan barang yang

prestasinya hanya ada pada pihak yang menerima titipan, yaitu menjaga

barang yang dititipkan dengan baik dan jika timbul biaya untuk menjaga

barang tersebut.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri tidak mengatur

bagaimana kriteria yang dimaksud dengan perjanjian timbal balik. Untuk

mengetahui kriteria perjanjian timbal balik, kata timbal balik menurut Kamus

Umum Bahasa Indonesia dapat diartikan; pada kedua belah sisi (pihak) atau

dari kedua belah pihak; bersambut-sambutan saling (menagih, menuntut,

mencintai).3Dari definisi kata tersebut, tampak bahwa dalam perjanjian timbal

balik ada hubungan saling memiliki hak dan kewajiban.

Hubungan antara kedua belah pihak saling memiliki hak dan

kewajiban. J.Satrio mengemukakan pengertian perjanjian timbal balik yakni:

Perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban dan karenanya hak juga

kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan

satu dengan lainnya. Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan satu

dengan yang lain adalah, bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari

3WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hlm.1272

Page 6: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

vi

perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain

berkedudukan sebagai pihak yang memikul kewajiban.4

J.Satrio mencontohkan perjanjian timbal balik diantaranya perjanjian

jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. J.Satrio mengemukakan bahwa

kewajiban pada kedua belah pihak mempunyai nilai yang sama (seimbang)

baik objektif maupun subyektif sehingga jika syarat ini tidak terpenuhi maka

perjanjian itu tidak dapat disebut sebagai perjanjian timbal balik.5 Inti dari

timbal balik dalam perjanjian adalah diperlukan dalam sifat pertukaran

prestasi, artinya masing-masing pihak berutang untuk melakukan prestasi

(yang berimbang atau sepadan) terhadap pihak lainnya. Kausa dari perikatan

ditemukan di dalam kewajiban yang dapat ditagih dari pihak lainnya.

Pertukaran prestasi adalah kunci dari perjanjian timbal balik. Perjanjian

timbal balik ada bila para pihak saling bertukar prestasi yang dapat ditagih.

Prestasi dinyatakan sah dengan adanya suatu hak dan kewajiban yang

seimbang.

Berdasarkan ketiga jenis perjanjian tersebut, maka dapat ditarik

sebuah kriteria bahwa dalam perjanjian timbal balik memiliki unsur

pertukaran prestasi, dimana masing-masing pihak memiliki prestasi berupa

kewajiban dan hak. Kewajiban pada satu pihak menjadi hak bagi pihak

lainnya, demikian pula sebaliknya. Ukuran prestasi yang dilakukan oleh

masing-masing pihak tidak selalu sama, bisa pihak yang satu memiliki

kewajiban yang lebih banyak yang berdampak pada pihak yang lain memiliki

4J.Satrio, Hukum Perikatan Tentang Hapusnya Perikatan, Cet. 2, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. hlm.36-37

5Ibid

Page 7: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

vii

hak yang lebih banyak. Ukuran keseimbangan diperlukan pada saat

pembuatan perjanjian dimana masing-masing pihak memiliki kedudukan

yang seimbang, sedangkan untuk pertukaran prestasi diperlukan ukuran yang

proporsional.

Berdasarkan hasil uraian tersebut diatas dengan adanya pertukaran

prestasi dan berdasarkan teori keadilan. Berdasarkan hal tersebut didapatkan

hasil yang menjadi kreteria perjanjian timbal balik berdasarkan Pasal 1266

KUHPerdata itu yakni adanya pertukaran prestasi yang timbal balik dimana

kedua belah pihak sama-sama memiliki kewajiban dan hak, namun ukuran

antara prestasi tidak harus sama atau seimbang namun bisa proporsional,

sedangkan ukuran seimbang diperlukan pada saat pembuatan perjanjian

timbal balik itu sendiri.

B. Akibat hukum Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

terhadap wanprestasi dalam melaksanakan perjanjian timbal balik

Pembatalan merupakan pernyataan batalnya suatu perbuatan hukum

atas tuntutan pihak yang menurut undang-undang dibenarkan untuk menuntut

pembatalan seperti itu. Pembatalan dilakukan oleh hakim berdasarkan atas

tuntutan pihak yang diberikan hak oleh undang-undang untuk menuntut

seperti itu, akibat pembatalan berlaku surut setelah peryataan batal oleh

hakim.6 Apabila dihubungkan dengan Pasal 1266 KUHPerdata, maka dalam

perjanjian timbal balik terdapat hak dan kewajiban yang seimbang antara para

pihak. Pasal 1266 KUHPerdata, menyatakan bahwa syarat batal dianggap

6Ibid., hlm.173

Page 8: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

viii

selamanya dicantumkan dalam perjanjian timbal balik ketika salah satu pihak

tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi. Hal ini dimaksud bahwa

salah satu pihak diperbolehkan untuk menuntut pembatalan, apabila lawan

janjinya wanprestasi.7

Tiga syarat agar supaya pembatalan agar dapat dilakukan yaitu,

pertama, perjanjian itu harus bersifat timbal balik, kedua, harus ada

wanprestasi, dan ketiga, harus dengan adanya putusan hakim. Sehingga dalam

hal ini ada dua pihak yang memiliki kewajiban untuk saling memenuhi

prestasi. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak yang lain

dapat meminta pembatalan di pengadilan dengan mengajukan gugatan

pembatalan, dengan demikian yang membatalkan perjanjian adalah putusan

hakim. Wanprestasi hanya merupakan alasan didalam hakim menjatuhkan

putusannya, dengan kata lain, wanprestasi hanya sebagai syarat untuk

terbitnya putusan hakim.8

Pasal 1266 KUHPerdata dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan kepada kreditur, terhadap kerugian sebagai akibat yang

ditimbulkan oleh debitur yang wanprestasi, dimana maksudnya menjadi

semakin jelas bila kita membaca ayat (3) Pasal tersebut yang menyatakan

bahwa, seandainya syarat batal itu dinyatakan secara tegas dalam perjanjian,

tetap permintaan pembatalan harus dilakukan atau pembatalannya harus

dituntut, dan pada ayat (4) menyatakan bahwa atas permintaan tergugat, maka

7Ibid, hlm.301 8Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hlm.130

Page 9: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

ix

hakim dengan melihat keadaan, bebas untuk menetapkan jangka waktunya

asalkan tidak melebihi satu bulan.9

Salah satu contohnya dapat dilihat dalam kasus perjanjian jual beli

tanah beserta bangunan permanen diatasnya yang dibuat dihadapan notaris,

ada dalam Putusan Nomor : 84/Pdt.G/2014/PN Mtr. Dalam Putusan ini bahwa

pihak yang bersengketa adalah antara Haji Sudirman sebagai penggugat 1,

Hajjah Salmiah sebagai penggugat 2, dalam hal ini kedua penggugat adalah

sebagai penjual tanah beserta bangunan permanen diatasnya, melawan Ni

Komang Diarmini sebagai tergugat 1, Made Rasna sebagai tergugat 2, dalam

hal ini kedua tergugat adalah sebagai pembeli tanah beserta bangunan

diatasnya. Dan Rinanto Agus Chudhori, SH, M.Kn sebagai tergugat 3, dalam

hal ini adalah sebagai pejabat pembuat akta perikatan jual beli yang dilakukan

oleh para pihak. Walaupun putusan ini belum inkcraht karena masih dalam

tahap banding di Pengadilan Tinggi Mataram, akan tetapi putusan ini dapat

dijadikan bahan untuk melihat akibat hukum berdasarkan Pasal 1266 KUH

Perdata apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi.

Berdasarkan putusan tersebut dapat diketahui masing-masing pihak

memiliki hak dan kewajiban, dimana hak pihak penjual menjadi kewajiban

dari pihak pembeli, demikian pula sebaliknya kewajiban dari pihak penjual

menjadi hak dari pihak pembeli. Perjanjian jual beli berdasarkan putusan

tersebut didalamnya tidak diperinci mengenai syarat batal namun berdasarkan

Pasal 1266 KUHPerdata maka syarat batal otomatis ada dalam perjanjian

jenis ini, sehingga jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya 9J.Satrio, Op.Cit., hlm.303

Page 10: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

x

misalnya pihak pembeli tidak membayar lunas maka perjanjian ini menjadi

batal. Sedangkan menurut duduk perkara dari pihak penggugat, bahwa apa

yang dilakukan oleh Tergugat I, dan Tergugat II dengan tidak membayar sisa

harga obyek sengketa setelah jatuh tempo adalah merupakan perbuatan

wanprestasi, dan perbuatan Tergugat I, dan Tergugat II yang telah

merobohkan bangunan milik Para Penggugat serta mengambil tanah

urug/pasir untuk dijual kembali diarea obyek sengketa jelas merupakan

perbuatan melawan hukum yang telah menimbulkan kerugian bagi Para

Penggugat baik secara materiil maupun secara immaterial.

Berdasarkan penjelasan dari putusan tersebut, serta analisis-analisis

yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam perkara diatas, maka

dalam hal terjadi wanprestasi seperti yang terjadi dalam perkara yang ada

diatas, apabila dihubungkan dengan Pasal 1266 KUHPerdata yang

menjelaskan bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam

perjanjian timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi

kewajibannya atau wanprestasi, dengan demikian menurut ketentuan dalam

ayat 1 wanprestasi adalah merupakan syarat batal. Akan tetapi, dalam Pasal

1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi,

maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan

kepada hakim.

Para ahli hukum maupun praktisi hukum yang berpendapat bahwa

wanprestasi tidak secara otomatis mengakibatkan batalnya perjanjian, tetapi

harus dimintakan kepada hakim. Hal ini didukung oleh alasan bahwa pihak

Page 11: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

xi

debitur wanprestasi, maka kreditur masih berhak mengajukan gugatan agar

pihak debitur memenuhi perjanjian, sedangkan apabila wanprestasi dianggap

sebagai suatu syarat batalnya perjanjian, maka kreditur hanya dapat menuntut

ganti rugi. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 1266 ayat 4 KUHPerdata,

hakim berwenang untuk memberikan kesempatan kepada debitur, dalam

jangka waktu paling lama satu bulan, untuk memenuhi perjanjian meskipun

sebenarnya debitur sudah wanprestasi atau cidera janji. Dalam hal ini hakim

mempunyai discrecy untuk menimbang berat ringannya kelalaian debitur

dibandingkan kerugian yang diderita jika perjanjian dibatalkan.

Untuk memutuskan apakah terjadinya wanprestasi merupakan syarat

batal atau harus dimintakan pembatalannya kepada hakim, menurut hemat

penulis harus dipertimbangkan kasus demi kasus dan pihak yang membuat

perjanjian. Pembatalan merupakan pernyataan batalnya suatu perbuatan

hukum atas tuntutan pihak yang menurut Undang-Undang dibenarkan untuk

menuntut pembatalan. Pembatalan dilakukan oleh hakim berdasarkan

tuntutan pihak yang diberikan hak oleh Undang-Undang untuk menuntut

seperti itu, akibat pembatalan berlaku surut setelah pernyataan batal oleh

hakim.

Apabila dihubungkan dengan Pasal 1266 KUHPerdata, maka dalam

perjanjian timbal balik terdapat hak dan kewajiban para pihak yang saling

berhadapan. Hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan

kewajiban pihak yang lain. Pasal 1266 KUHPerdata, menyatakan bahwa

syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian timbal balik

Page 12: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

xii

ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi. Hal

ini dimaksud bahwa salah satu pihak diperbolehkan untuk menuntut

pembatalan, apabila lawan janjinya wanprestasi.

Akan tetapi pada kenyataannya syarat batal dan wanprestasi memiliki

perbedaan-perbedaan yang ditentukan oleh undang-undang sendiri, seperti

diperlukannya keputusan hakim. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

yaitu:10 1. Syarat batal itu dianggap ada maksudnya bahwa bila dilihat

perjanjiannya, sebenarnya hal itu tidak ada, namun sekalipun para pihak tidak

memperjanjikannya, selalu dianggap seperti ada diperjanjikan. 2. Dianggap

selamanya dicantumkan, maksudnya para pihak tidak perlu

memperjanjikannya secara tegas, karena makna klausula tersebut selamanya,

yang artinya pada semua perjanjian timbal balik secara otomatis dianggap-

dianggap tercantum, atau dengan kata lain diperjanjikan secara diam-diam. 3.

Klausula tersebut hanya berlaku pada perjanjian timbal balik yang sempurna,

dengan demikian tidak berlaku pada perjanjian timbal balik yang tidak

sempurna. 4. Klausula batal berlaku pada syarat bahwa pihak lawan

melakukan wanprestasi. Mengenai overmacht pada debitur maka ketentuan

tersebut tidak berlaku.

III. PENUTUP

10Ibid, hlm.301-302

Page 13: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

xiii

A. Simpulan.

Dari uraian-uraian pembahasan di atas, maka peneliti dapat

mengambil kesimpulan dari permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu: 1.

Kriteria perjanjian timbal balik yang di dalamnya mengandung syarat batal

berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, yaitu dapat dilihat dalam perjanjian

timbal balik yang memiliki unsur pertukaran prestasi, dimana masing-masing

pihak memiliki prestasi berupa hak dan kewajiban. Maksudnya adalah

kewajiban pada satu pihak menjadi hak bagi pihak lainnya, demikian pula

sebaliknya. Ukuran prestasi yang dilakukan oleh masing-masing pihak tidak

selalu sama, bisa pihak yang satu memiliki kewajiban yang lebih banyak yang

berdampak pada pihak yang lain memiliki hak yang lebih banyak. Ukuran

keseimbangan diperlukan pada saat pembuatan perjanjian dimana masing-

masing pihak memiliki kedudukan yang seimbang, sedangkan untuk

pertukaran prestasi diperlukan ukuran yang proporsional. Berdasarkan hal

tersebut didapatkan hasil yang menjadi kreteria perjanjian timbal balik

berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata itu yakni adanya pertukaran prestasi

yang timbal balik dimana kedua belah pihak sama-sama memiliki hak dan

kewajiban. 2. Akibat hukum Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, terhadap pihak yang tidak aktif dalam melaksanakan perjanjian

timbal balik adalah pihak yang tidak aktif dalam melaksanakan perjanjian

tersebut dapat dinyatakan telah melakukan wanprestasi atau lalai, dengan

pernyataan lalai tersebut selanjutnya perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.

Pembatalan tersebut harus dimintakan ke Pengadilan melalui Putusan

Page 14: fh.unram.ac.id · Web viewAkan tetapi, dalam Pasal 1266 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi, maka perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan

xiv

Pengadilan, tanpa menghilangkan hak dari pihak yang telah dirugikan untuk

menuntut ganti rugi yang diakibatkan oleh pihak yang telah melakukan

wanprestasi.

B. Saran.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dikemukakan beberapa pokok

pikiran sebagai saran, yaitu sebagai berikut : 1. Diharapkan agar para pihak

yang terlibat dalam perjanjian timbal balik, tidak boleh menyertakan klausul

pengesampingan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Selain

karena pasal ini bukan sebagai pelengkap, tetapi juga terutama untuk

kepastian hukum dari para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut,

maupun kepastian hukum dari perjanjian itu sendiri. 2. Diharapkan agar para

penegak hukum dalam hal ini para hakim, kiranya dalam mengambil

keputusan mengenai gugatan pembatalan perjanjian (timbal balik). Dapat

sungguh-sungguh memahami makna di balik Pasal 1266 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, serta arif dan bijaksana dalam membuat keputusan,

agar keputusan yang dibuat dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum

bagi para pihak yang berperkara.