Fermentasi Sayur Asin

28
PAPER MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN PANGAN FERMENTASI SAYUR ASIN Disusun Oleh : Siska Rotua Uli 2013349129 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

description

Fermentasi Sayur AsinMikrobiologi Pengolahan PanganPengolahan Bahan Nabati

Transcript of Fermentasi Sayur Asin

PAPER MIKROBIOLOGI PENGOLAHAN PANGANFERMENTASI SAYUR ASIN

Disusun Oleh :Siska Rotua Uli2013349129

JURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIANUNIVERSITAS SAHID JAKARTA2014BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangSayur merupakan salah satu bahan makanan yang sangat penting. Di dalam sayur terkandung berbagai macam nutrisi yang diperlukan bagi tubuh seperti vitamin, mineral, dan air. Sayur memiliki karakterestik mudah rusak sehingga hanya dapat bertahan beberapa waktu hingga mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh perubahan fisik dan adanya organisme yang melakukan aktivitas biologi di dalam sayuran tersebut. Proses kerusakan tersebut dapat dimulai ketika sayur dan buah telah dipanen.Untuk meminimalisir adanya kerusakan pada sayur salah satu caranya adalah dapat dilakukan metode fermentasi untuk mengawetkan bahan makanan. Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Sayuran adalah substrat yang sangat disukai oleh mikrobia, baik yeast, fungi maupun bakteri. Tetapi, mikrobia yang pertumbuhannya di sayuran paling cepat adalah bakteri asam laktat (BAL). Fermentasi asam laktat pada sayuran melibatkan sejumlah spesies BAL. Salah satu contoh sayuran yang dapat dilakukan fermentasi adalah sawi hijau. Tanaman sawi bukan merupakan tanaman musiman dan tersedia sepanjang tahun. Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi.

Rumusan Masalah Bagaimana proses fermentasi sawi asin ? Bakteri apa saja yang berperan dalam pembuatan sawi asin ? Apa perubahan yang terjadi ? Bagaimana karakteristik produk akhir ?

TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah menjelaskan prinsip fermentasi asam laktat pada pembuatan sawi asin, cara pembuatan sawi asin, mikroba yang berperan, serta karakteristik produk akhir yang dihasilkan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

FermentasiFermentasi merupakan cara yang tertua disamping pengeringan yang dipraktekkan manusia untuk tujuan pengawetan dan pengolahan makanan. Kira-kira 6.000 tahun SM, penduduk Babylonia sudah mengetahui bahwa khamir mampu menghasilkan bir. Kemudian sekitar 4.000 tahun SM, penduduk Mesir telah membuat adonan roti yang dapat mengembang dengan menggunakan khamir. Pada abad ke 14, penyulingan alkohol hasil fermentasi biji-bijian telah dipraktekkan di China dan Timur Tengah. Masih banyak lagi manusia jauh sebelum Antony van Leeuwenhoek, berhasil melihat bakteri dengan mikroskopnya dalam abad ke 17, yaitu antara lain pembuatan yoghurt, kefir, pikel, kraut dan cuka.Makanan terfermentasi merupakan hasil aktifitas berbagai spesies bakteri, khamir dan kapang. Proses katabolisme memegang peranan penting dalam siklus kehidupan mikroorganisme. Kemampuan mikroba dalam merubah karbohidrat melalui proses katabolisme tersebut menjadi asam laktat, asam asetat alkohol dan senyawa-senyawa lain, menyebabkan mikroba menjadi demikian penting bagi manusia untuk menghasilkan makanan awet dan bergizi tinggi. Berbagai hasil penelitian telah berhasil mengungkapkan bahwa melalui fermentasi, bahan-bahan makanan akan mengalami perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti terbentuknya flavor dan aroma yang disukai. Fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan aktivitas agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Karena bahan ini hasil proses mikrobial maka disebut produk fermentasi. Teknologi fermentasi merupakan salah satu cara pengolahan dan pengawetan makanan, baik secara konvensional maupun modern, dengan memanfaatkan mikroba baik langsung maupun tidak langsung. Proses reaksi fermentasi : C6H12O6 2CH3CHOHCOOH + 22,5 kkal Asam laktat C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2 + 22 kkal Etil alkohol

Mikrobiologi Fermentasi dan Sayur-SayuranSejak mulai tumbuh, sayur-sayuran berada dalam lingkungan aerobik dan berkontak dengan intim dengan tanah, udara dan air. Oleh karena itu, sebagian besar mikroba yang terdapat pada permukaannya ketika dipanen adalah spesies-spesies aerobik dari mikroba tanah dan mikroba fair dari genus Fseudomas, Flavobacterium, Achromobacter, Aerobacter, Escherihia dan Bacillus. Mikroba yang terdapat pada permukaan sayur-sayuran umumnya sangat bervariasi, baik jumlah maupun jenisnya. Pada sayur-sayuran, pada mulanya terdapat dalam jumlah yang relatif kecil pada permukaannya. Proporsi dari mikroba ini dibandingkan dengan spesies-spesies aerobik yang tidak diinginkan sedemikian rendahnya sehingga untuk mengestimasi jumlah mikroba fermentatif harus digunakan teknik khusus untuk menghambat pertumbuhan spesies-spesies aerobik tanpa mempengaruhi pertumbuhan spesies-spesies fermentatif. Oleh karena itu, dalam fermentasi sayur-sayuran adalah sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan mikroflora aerobik, akan tetapi untuk pertumbuhan flora bakteri asam laktat. Kondisi-kondisi ini sudah dapat dirumuskan dengan sempurna dewasa ini, yang mana kondisi hampa udara dan konsentrasi garam yang tepat merupakan dua hal yang paling penting untuk dikontrol.Pakar-pakar mikrobiologi jaman dahulu mengaitkan fermentasi dengan dua spesies bakteri, yaitu spesies homofermentatif penghasil asam laktat yang disebut Bacillus curcumeris fermentati, dan spesies heterofermentatif yang disebut Bacillus brassicae fermentatae. Sejumlah galur-galur yang dekat hubungannya telah diberikan nama yang spesifik yang telah termasuk dalm daftar nama-nama mikroba yang telah diterima secara umum seperti Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus brevis di dalam buku Bergeys Manual of Determinative Bacteriology, edisi ke 6-tahun 1948. Nama cucurmeris dan brassicae menunjukkan bahwa spesies yang pertama dianggap fermenter ketimun dan spesies kedua dianggap fermenter kubis. Akan tetapi, studi-studi lebih lanjut menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut berperan pada hamper semua fermentasi sayur-sayuran. Sebelum tahun 1930, Orla-Jensen (1919) telah mengisolasi galur Betacoccus arabinosaccus, yaitu sinonim dari Leuconostoc mesentoroider, dari kentang asam, kubis asam dan adonan terigu asam. Akan tetapi, oral-Jensen hanya tertarik untuk mempelajari mikrobanya saja dan tidak mengaitkannya dengan fermentasi. Pada suatu studi uang klasik, dengan mengambil sampel dari sauerkraut yang sedang difermentasi setiap interval waktu 2 jam, lalu mengisolasi dan mengindentifikasi mikroba yang terdapat didalamnya, Pederson (1930) menemukan suatu deretan mikroba yang berperan secara berurutan psds fermentasi sauerkraut. Dia melaporkan bahwa stadium yang paling awal dari fermentasi sauerkraut didominasi oleh Leuconostoc mesenteroides dan stadium selanjutnya diselesaikan oleh Lactobacillus brevis dan Lactobacillus plantarum. Pada temperature atau kadar garam yang sangat tinggi, dua spesies mikroba lainnya, yaitu Streptococcus faecalis dan Pediococcus cerevesiae, juga memegang peranan. Bakteri gram negatif yang umumnya sangat banyak terdapat pada sayur-sayuran segar, mempunyai pengaruh yang sangat kecil pada fermentasi sayur-sayuran dengan kondisi normal.Dengan demikian, semenjak tahun 1930, Lactobacillus mesenteroides telah diakui sebagai mikroba yang sangat penting untuk memulai proses fermentasi dari berbagai jenis sayur-sayuran seperti ketimun, kubis, beets, turnips, chardes, kembang kol, kacang hijau, tomat hijau, Brussels sprout, sayur-sayuran campuran (kimchi dan pawtsay), zaitun dan lain-lain termasuk kedelai, baik dengan menggunakan garam kering maupun dengan menggunakan larutan garam. Pada fermentasi yang lebih lanjut, bakteri asam laktat yang berperan adalah Lactobacillus brevis, Pediococcus cerevesiae dan Lactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis mikroba yang terdapat, kebersihan, konsentrasi dan penyebaran garam, temperatur dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya fermentasi. Apabila sayur-sayuran dipotong atau disayat pada waktu panen, sejumlah kecil cairan protoplasma akan keluar ke permukaan bidang sayatannya. Spesies mikroba fermentatif, khususnya Leuconostoc mesenteroides dapat menggunakan cairan ini sebagai medium yang baik untuk pertumbuhan dan pada umumnya, pertumbuhan spesies ini menghasilkan dekstran berlendir pada permukaan bidang sayatan sayur-sayuran. Oleh karena sifat pertumbuhannya yang demikian, pada mulanya Leuconostoc mesenteroides hanya dikenal sebagai suatu mikroba pembusuk pada pabrik-pabrik gula, sedangkan nilainya sebagai suatu mikroba yang penting dan berguna dalam fermentasi makanan tidak diharapkan. Kegunaan yang nyata dari spesies ini baru diketahui sepenuhnya setelah hasil-hasil penelitian menunjukkan peranannya dengan lengkap dan kondisi-kondisi lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Sekarang telah diketahui bahwa Leuconostoc mesenteroides dapat tumbuh pada fermentasi sayur-sayuran jauh lebih cepat daripada bakteri asam laktat lainnya pad akisaran temperature dan konsentrasi garam yang luas. Dalam pertumbuhannya, spesies ini menghasilkan karbon dioksida dan asam yang dengan cepat menurunkan pH sehingga mengambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan dan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan pelunakan sayur-sayuran. Karbon dioksida mengaitkan udara dan menciptakan suatu kondisi anaerobik yang mendukung untuk menstabilkan asam askorbat dan warna alami dari sayur-sayuran. Selain itu, pertumbuhan spesies ini dapat mengubah kondisi lingkungan menjadi lebih ideal untuk pertumbuhan spsies-spesies dari bakteri asam laktat lainnya secara berurutan. Dalam pertumbuhannya, spesies-spesies tersebut menghasilkan asam-asam organik, alkohol, ester dan produk-produk pertumbuhan lainnya yang keseluruhannya berkombinasi menghasilkan suatu cita-rasa yang unik dan menyenangkan. Selain itu, spesies-spesies tersebut mengkonvesi sisa gula menjadi manitol dan dekstran yang pada umumnya tidak terfermentasi oleh mikroba selain bakteri asam laktat. Manitol dan dekstran yang dihasilkan disini adalah produk-produk intermediet yang menguntungkan dalam fermentasi yang sempurna karena senyawa-senyawa tidak mengandung aldehida bebas yang reaktif atau grup keton yang apabila bergabung dengan asam-asam amino yang akan menghitamkan bahan pangan. Penemuan-penemuan dalam peranan spesies Leuconostoc mesenteroides telah mengubah dan menstandarisasi praktek-praktek tertentu pada industri fermentasi sayur-sayuran.Perubahan-perubahan yang kompleks terjadi pada fermentasi sayur-sayuran yang dihasilkan oleh pertumbuhan beberapa spesies bakteri asam laktat secara berurutan. Pertumbuhan setiap spesies bakteri asam laktat tersebut tergantung pada keberadaannya pada sayur-sayuran pada awal fermentasi, konsentrasi garam dan gula dan temperature. Dalam hal ini, walaupun telah ditekankan pentingnya peranan Leuconostoc mesenteroides dalam urutan bakteri asam laktat tersebut, peranan spesies-spesies bakteri asam laktat bakteri lainnya seperti Lactobacillus brevis, Pediococcus cerevisiae dan Lactibacillus plantarum, juga tidak kalah pentingya. Lactobacillus plantarum adalah spesies penghasil asam tinggi dan sama-sama dengan suatu spesies yang kurang popular, Pediococcus cerevisiae, memegang sustu peranan yang utama pada fermentasi sayur-sayuran, khususnya fermentasi pada larutan garam. Lactobacillus bervis penting untuk membentuk karakter khusus pada sayur-sayuran terfermentasi yang dikarakterisasi oleh kemampuannya untuk memfermentasi gula pentosa. Hal yang menguntungkan dari pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides secara dini adalah kontribusinya untuk menurunkan pH dengan cepat sehingga menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan dan aktifitas enzim serta menghasilkan karbon dioksida untuk membuat kondisi anaerobik dan menciptakan kondisi lingkunana yang ideal untuk kelanjutan fermentasi untuk spesies-spesies bakteri asam laktat lainnya.

Fermentasi SayuranHampir semua jenis sayur-sayur dapat dijadikan bahan pembuatan sayur asin oleh bakteri asam laktat dengan ditambahkan media fermentasi seperti menggunakan air rebusan ketela pohon atau dengan air tajin. Sayur-sayuran mengandung gula dan komponen-komponen nutrisi lain yang cukup sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.Seperti sebagian besar dari fermentasi sayuran, fermentasi sayur asin merupakan fermentasi spontan yaitu proses fermentasi tanpa digunakan starter dan terjadi dengan sendirinya dengan bantuan mikroflora alami. Karakteristik dari proses ini adalah adanya bakteri asam laktat yang termasuk bakteri heterofermentatif. Bakteri asam laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil dengan rasa dan aroma yang khas. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol, manitol, dekstran, ester dan CO2. Kombinasi dari asam, alkohol dan ester akan menghasilkan rasa yang spesifik dan disukai.Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalah Leuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris, L. plantarum dan L. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, seperti Aerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteri Flavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin. Faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah : 1. Terciptanya keadaan anaerobik2. Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat gizi dari sayur 3. Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi 4. Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuai . Kadar garam yang terlalu rendah (kurang dari 2,5%) mengakibatkan tumbuhnya bakteri proteolitik (bakteri yang menguraikan protein). Sedangkan konsentrasi garam lebih dari 10% akan memungkinkan tumbuhnya bakteri halofilik (bakteri yang menyenangi kadar garam tinggi). Oleh karena itu, kadar garam harus dipertahankan selama proses fermentasi, karena garam menarik air dari jaringan sayuran, maka selama proses fermentasi secara periodik ditambahkan garam pada media fermentasi. Kecepatan fermentasi juga dipengaruhi oleh kadar garam medium. Pada umumnya makin tinggi konsentrasi garam makin lambat proses fermentasi. Untuk fermentasi pendek sebaiknya digunakan larutan garam 2,5-10% agar laju fermentasi berkisar antar sedang dan cepat. Garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses osmosaDalam proses fermentasi sayuran bakteri asam laktat, misalnya Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc plantarum dan Leuconostoc brevis, memfermentasi gula-gula yang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi asam, terutama asam laktat. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Konsentrasi Garam Konsentrasi garam yang dianjurkan adalah 5-15% (20-600S). Garam berfungsi untuk menghambat pertumbuhan jenis-jenis mikroorganisme pembusuk yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlangsung. Prinsip kerja garam dalam proses fermentasi adalah untuk mengatur Aw (ketersediaan air untuk kebutuhan mikroorganisme). Mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh adalah jenis-jenis bakteri penghasil asam. Selain mengatur Aw, garam juga berfungsi untuk menarik keluar cairan sel jaringan yang mengandung sakarida-sakarida, dimana sakarida tersebut merupakan nutrien untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kadar garam selama fermentasi akan berubah karena cairan dalam sel-sel jaringan tertarik keluar sel, karena itu secara periodik harus diadakan penyesuaian kadar garam. 2. Suhu Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 300C untuk pertumbuhan mikroorganisme. Bila suhu kurang dari 300C pertumbuhan mikroorganisme penghasil asam akan lambat sehingga dapat terjadi pertumbuhan produk.3. Oksigen Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat mikroorganisme yang digunakan. Contoh khamir dalam pembuatan anggur dan roti biasanya membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung, sedangkan untuk bakteri-bakteri penghasil asam tidak membutuhkan oksigen selama proses fermentasi berlangsung.

Fermentasi Sayur Asin dari Sawi HijauSawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Di Indonesia penyebutan sawi biasanya mengacu pada sawi hijau (Brassica rapa kelompok parachinensis, yang disebut juga sawi bakso, caisim, atau caisin). Jenis lain yang kadang-kadang disebut sebagai sawi hijau adalah sawi sayur (untuk membedakannya dengan caisim). Salah satu bentuk olahan sawi hijau adalah sayur asin. Sayur asin adalah produk yang punya cita rasa khas yang dihasilkan melalui proses fermentasi spontan bakteri asam laktat.Sawi hijauKlasifikasi Botani dari sawi hijau yaitu sebagai berikut:Divisi: SpermatophytaSubdivisi : Angiospermae Kelas: Dicotyledonae Ordo: Rhoeadales (Brassicales)Famili : Cruciferae (Brassicaceae)Genus : Brassica Spesies: Brassica juncea Tanaman sawi bukan merupakan tanaman musiman dan tersedia sepanjang tahun. Syarat yang penting untuk bertanam sawi adalah tanah yang gembur, banyak mengandung zat organik (subur), adanya aliran air yang baik, derajat keasaman tanah (pH) antara 5,5 6,5, dan toleran terhadap hujan lebat (Ryder, 1979, Sunaryono dan Rismunandar, 1981, Tindall, 1983).Sawi hijau memiliki bentuk batang yang pendek, tegap, dan daun yang lebar berwarna hijau tua. Daunnya mempunyai tangkai yang pipih (Sunaryono dan Rismunandar, 1981). Bentuk daun sawi bulat dan oval, dengan panjang 20 30 cm atau lebih, berwarna hijau terang, dan berkerut (Herklots, 1972, Tindall, 1983). Tanaman sawi kemungkinan berasal dari Afrika kemudian menyebar ke Asia Barat Laut, tetapi ada pula yang menyatakan berasal dari Cina dan menyebar ke Asia Selatan, Asia tengah, dan Asia Timur. Daerah budidayanya yaitu Malaysia, India, Indonesia, Cina, Eropa, dan Afrika (Tindall,1983).Sawi hijau dalam bentuk segar merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus meningkatkan nilai tambah sawi, seringkali dibuat sawi asin dengan fermentasi. Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi-reduksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan akseptor elektron digunakan senyawa organik. Senyawa organik yang biasanya digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa. Glukosa akan diubah melalui reaksi oksidasi-reduksi dengan katalis enzim menjadi bentuk lain, misalnya aldehida yang bisa diubah menjadi asam (Winarno dan Fardiaz, 1981). Pembuatan sayur asin merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang tertua melalui metode penggaraman. Garam dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk sehingga membuat produk sayur asin lebih awet. Garam juga dapat memberikan efek pengawet dengan cara menurunkan aw (ketersediaan air yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba).Pembuatan sawi asin dilakukan dengan perendaman sawi di dalam larutan garam tanpa penambahan kultur starter. Fermentasi yang terjadi merupakan fermentasi asam laktat karena memanfaatkan bakteri asam laktat yang secara alami ada pada tumbuhan, misalnyaLeuconostoc mesenteroides, Lactobacillusplantarum, Lactobacillus brevis,danPediococcus cerevisiae.Bakteri asam laktat tersebut diseleksi melalui garam yang digunakan. Karena tidak ada penambahan kultur starter pada fermentasi ini, maka disebut fermentasi spontan.Fermentasi spontan perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba pada bahan organik yang sesuai (Potter, 1980). Mutu hasil fermentasi sayuran tergantung pada jenis sayuran, mikroba yang berperan, konsentrasi garam, suhu dan waktu fermentasi, komposisi substrat, pH adan jumlah oksigen (Pederson, 1982 , Winarno, et al, 1980). Pada tahap awal fermentasi, bakteri yang tumbuh adalahLeuconostoc mesenteroidesyang akan menghambat pertumbuhan bakteri lain dan meningkatkan produksi asam dan CO2, sehingga menurunkan pH (Vaughn, 1985). Fermentasi dilanjutkan oleh bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah,yaitu Lactobacilus brevis, Pediococcuscereviseae, Lactobacillus plantarum. Bakteri-bakteri ini menghasilkan asam laktat, CO2, dan asam asetat (Vaughn, 1985).Selain penggaraman, dalam pembuatan sawi asin dapat pula ditambahkan air tajin sebagai sumber karbohidrat bagi bakteri yang berperan. Garam menarik air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran. Zat-zat gizi tersebut melengkapi substrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Garam bersama dengan asam yang dihasilkan oleh fermentasi menghambat pertumbuhan dari organisme yang tidak diinginkan dan menunda pelunakan jaringan sawi yang disebabkan oleh kerja enzim oleh bakteri pektinolitik. Selain itu, garam juga memberikan cita rasa pada produk.

Keuntungan pembuatan sayur asin dengan pengolahan yang baik adalah sayur asin ini dapat awet sampai 1 bulan, dengan catatan : Sayur asin tidak hanya daunnya saja yang diolah tetapi termasuk juga tangkai daunnya. Sayur asin harus diletakkan pada tempat gelap agar proses peragiannya benar-benar sempurna sehingga tidak busuk. Penutup stoples harus benar-benar rapat agar udara tidak ada yang masuk sehingga harus benar-benar rapat agar tidak ada yang masuk sehingga sayur asin benar-benar masak dan tidak terjadi proses pembusukan. Setiap habis mengambil sayur asin, toples harus ditutup rapat kembali.

Cara Pembuatan Sayur AsinSayur asin merupakan produk hasil fermentasi bakteri asam laktat, mempunyai cita rasa khas dan dibuat menggunakan sawi hijau. Fermentasi dilakukan pada keadaan anaerob (tanpa udara), karena bila dalam wadah fermentasi ada udara maka akan terjadi pembusukan pada sayuran. Setelah fermentasi selesai, sayur asin harus mempunyai kandungan asam laktat 1%-5% dan mempunyai cita rasa dan aroma yang khas.Dalam pembuatan sayur asin, formula yang diperlukan adalah : daun sawi hijau 10 kg, garam 1 bata, beras 0,5 kg dan air secukupnya (untuk membuat larutan garam 2%-3%). Proses pembuatannya adalah sebagai berikut :1. Daun sawi hijau dipisahkan helai demi helai dan dicuci bersih, kemudian dilayukan satu malam dengan cara dihamparkan di atas tampah bambu atau tikar pandan.2. Buat larutan garam 2,5%. Beras diaron dan air tajin yang dihasilkan dicampurkan ke dalam larutan garam yang telah dibuat.3. Daun sawi yang telah dilayukan diremas-remas dengan garam. Jumlah garam yang digunakan sekitar 2,5% dari berat sawi. Kemudian daun sawi disusun dalam toples dan diisi dengan larutan garam dan air tajin sampai terendam.4. Toples ditutup rapat-rapat, kemudia disimpan di tempat gelap dan dibiarkan selama 3 hari.5. Setelah 3 hari fermentasi, sayur asin telah siap untuk dikonsumsi atau dipasarkan. Penyimpanan sayur asin dapat dilakukan dalam toples atau wadah lain yang kering dan tertutup rapat.

BAB IIIPEMBAHASAN

Sayur asin merupakan produk olahan sayuran yang mempunyai rasa khas. Sayur asin dihasilkan dari proses peragian dengan menggunakan air tajin sebagai bahan pertumbuhan bakteri.Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak. Sayur asin ini selain dibuat dari sawi, juga dari bahan-bahan lain, seperti: genjer, kubis dan lain-lain. Sayur asin merupakan suatu produk yang mempunyai cita rasa yang khas, yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat. (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pangan, 1981).

Proses FermentasiDalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi tertarik keluar melalui proses osmosis. Setelah penyimpanan selama 1 minggu, sayur tersebut berbau busuk, berwarna putih kekuningan, dan terbentuk cairan. Adanya pembusukan ini diindikasikan oleh aromanya yang amis. Pembusukan ini disebabkan oleh sedikitnya air yang keluar dari sayur tersebut. Hal itu disebabkan karena selama proses fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam tetapi kita tidak membuangnya, jadi selaput tersebut merupakan mikoorganisme yang menyebabkan bau busuk tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, botol-botol fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam. Cara penambahan garam ada dua cara yaitu cara kering (penambahan bubuk garam pada sayuran) dan cara basah (menggunakan larutan garam). Cara kering menggunakan garam dalam bentuk padat atau kristal, dilakukan dengan cara menyusun bahan dan garam dalam wadah secara berlapis dan ditetapkan pada pembuatan sawi asin. Cara basah digunakannya larutan garam untuk merendam sawi yang akan digarami dan umumnya pada pembuatan sawi asin. Pada proses fermentasi, bakteri asam laktat anaerobik yang berperan ialahLactobacillus brevis, Pediococcus cereviceae,danLactobacillus plantarum. Kondisi lingkungan, jumlah dan jenis mikroorganisme, kebersihan, konsentrasi dan distribusi garam, suhu dan penutupan akan sangat menentukan berlangsungnya proses fermentasi.Menurut(Bukle, dkk, 1987)faktor-faktor lingkungan yang penting dalam fermentasi sayuran adalah : Terciptanya keadaan anaerobik Penggunaan garam yang sesuai yang berfungsi untuk menyerap keluar cairan dan zat gizi dari sayur Pengaturan suhu yang sesuai untuk fermentasi Tersedianya bakteri asam laktat yang sesuaiFermentasi mengakibatkan adanya peningkatan gula reduksi pada sayur asin sebab air tajin mengandung pati amilosa. Pati yang berupa amilosa tersebut didegradasi oleh bakteri asam laktat menjadi glukosa dan maltosa. Glukosa dipecah oleh bakteri asam laktat menjadi asam laktat. Glukosa dan maltosa yang masih terdapat dalam air tajin terukur sebagai gula reduksi (Steinkraus, 1983). pH awal fermentasi sayur asin berkisar antara pH 6,4-6,58. Setelah dilakukan proses fermentasi selama 4 hari terjadi penurunan pH berkisar antara pH 3-3,42. Nilai pH dipengaruhi oleh kandungan asam yang dihasilkan selama fermentasi sayur asin. Pada proses fermentasi sayur asin terjadi pertumbuhan secara spontan bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Semakin tinggi jumlah beras yang digunakan dalam pembuatan air tajin, maka nilai pH sayur asin semakin menurun. pH akhir dari fermentasi adalah 3,6. Hal ini disebabkan kandungan gula reduksi meningkat dan dapat dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat secara optimal dalam menghasilkan asam, yaitu asam laktat dan asam asetat (Pederson, 1971).Proses reaksi fermentasi :C6H12O6 2CH3CHOHCOOH (asam laktat) + 22,5 kkalC6H12O6 2CH3CH2OH (etil alkohol) + 2CO2 + 22 kkal

Bakteri yang BerperanDalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalahLeuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris,L. plantarumdanL. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, sepertiAerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteriFlavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin.

Perubahan yang terjadiAgar fermentasi berlangsung dengan baik suhu ruangan harus kira-kira 300C. Bila suhunya lebih rendah pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat sehingga tidak cukup banyak yang dihasilkan dan akibatnya produk menjadi busuk. Selama fermentasi tampak tumbuh selaput keputih-putihan Mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam proses fermentasi untuk keperluannya sendiri, dan akibatnya mikroorganisme pembusuk tumbuh. Untuk mencegahnya, tong fermentasi harus disimpan dalam udara terbuka agar disinari matahari atau diberi lapisan minyak mineral yang netral di atas larutan garam. Lapisan ini menghambat tumbuhnya ragi pembentuk selaput tersebut, karena medium terjadi kekurangan oksigen. Sebaliknya karena bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif maka pertumbuhannya menjadi lebih baik (Margono, dkk, 1993).Seringkali dalam pembuatannya, produk sawi asin mengalami kerusakan hasil fermentasi. Kerusakan pada fermentasi sayuran umumnya disebabkan terjadinya fermentasi yang tidak normal. Tingginya suhu dapat menghambat tumbuhnyaLeuconostoc mesenteroidesdan menghasilkan cita rasa yang tidak diharapkan. Sebaliknya jika suhu fermentasi terlalu rendah akan menghambat aktivitas bakteri asam laktat dan mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan yang berasal dari tanah sepertiEnterobacterdanFlavobacterium. Waktu fermentasi yang berlebih juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk gas, yaituLactobacillus brevis, yang menghasilkan aroma asam yang tajam (Frazier dan Westhoff, 1979).Kerusakan lain pada perusakan produk fermentasi sawi asin adalahpelunakan (softening). Pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik yang dihasilkan olek mikroorganisme. Bakteri yang berperan dalam kerusakan ini antara lainBacillus subtilis, Bacillus polymixa,Achromobacter, Erwinia,Enterobacter, Achromonas,danEschericia.Selainbakteri, kapang dan khamir juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalahPenicillium chrysogenum,sedangkan khamir yang terlibat adalahSaccharomyces oleaginosus(Vaughn, 1985).Menurut Pederson (1982) kerusakan akibat adanya gas pada produk fermentasi sawi asin bisa berupa pembengkakan, berlubang, berongga, ataupun bentk pikel yang berlekuk-lekuk. Hal ini bisa diakibatkan oleh struktur bahan, pembentukan gas oleh mikroorganisme, pengaruh tekanan larutan terhadap permukaan bahan, serta akibat jenis dan tingkat kematangan dari buah itu sendiri. Kerusakan yang lain adalah produk berlendir yang disebabkan karena adanya bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh di permukaan, warna produk kemerahan (pink kraut)karena tumbuhnya khamir dari genusRhodotorulapada suhu fermentasi yang terlalu tinggi, tempat fermentasi kotor, keasaman yang rendah, kelebihan garam, dan penyebaran garam yang tidak merata (Frazier dan Westhoff, 1978).

Karakteristik produk akhirKonsentrasi garam yang paling baik untuk pembuatan sawi asin adalah3%. Sawi asin dengan konsentrasi garam 3% memiliki pH yang lebih rendah dibanding pH sawi asin dengan konsentrasi garam 5%. Konsentrasi garam 3% menghasilkan produk sawi asin yang memiliki rasa yang asin sedikit asam, warna hijau muda, aroma khas sawi asin, dan tekstur renyah. Penambahan sumber karbohidrat berupa air tajin sebagai media fermentasi menyebabkan sawi asin memiliki mutu organoleptik yang lebih baik dibanding tanpa penambahan air tajin. Penambahan air tajin lebih efektif bila dikombinasikan dengan konsentrasi garam 3%. Sawi asin dengan penggunaan air tajin dan konsentrasi garam 3% memiliki warna hijau muda, rasa asin, aroma khas sawi asin, dan tekstur yang renyah.

BAB IVSIMPULAN

Sayur asin merupakan salah satu produk fermentasi asam laktat dengan mikroba bakteri asam laktat. Fermentasi tersebut dimulai dengan penambahan garam dengan tujuan untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki untuk proses peragian sayuran yang akan difermentasikan. Tujuan pembuatan sayur asin ini untuk memperpanjang daya simpan sayuran yang mudah busuk dan rusak.Dalam proses fermentasi sayuran digunakan bakteri alami yang terdapat dalam sayur-sayuran, seperti sawi hijau, kubis, dsb. Jenis bakteri asam laktat yang dibiarkan aktif adalahLeuconostoc mesenteroide, Lactobacillus cucumeris,L. plantarumdanL. pentoaceticus. Pada awal fermentasi, bakteri yang aktif dalam jumlah besar adalah bakteri coliform, sepertiAerobacter cloacer, yang menghasilkan gas dan asam-asam yang mudah menguap dan pada kondisi tersebut aktif pula bakteriFlavo-bacterium rhenanus, yang menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk cita rasa yaitu kombinasi dari asam dan alkohol pembentuk ester. Fermentasi dilakukan dalam keadaan anaerob, namun bila dalam tempat fermentasi ada udara, akan mengakibatkan terjadinya proses pembusukan pada sayur asin.Dalam pembuatan sayur asin ditambahkan garam. Penambahan garam tersebut berfungsi untuk mengurangi bakteri pembusuk dan menyeleksi bakteri yang dikehendaki dan garam juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sawi tertarik keluar melalui proses osmosis. Produk sawi asin hasil fermentasi yang dihasilkan memiliki warna hijau muda, rasa asin, aroma khas sawi asin, dan tekstur yang renyah.

DAFTAR PUSTAKA

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book Company, New York.Pederson, C.S. 1982. Pickles and Sauerkraut. Di dalam Bor S.L. dan Jasper G.W. (eds.). Commercial Vegetables Processing, p. 457. The AVI Publishing Company, Inc., Wetsport, Conecticut.Potter, N.N. 1980. Food Science. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.Ryder, E.J. 1979. Leafy Salad Vegetables. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut.Sunaryono, H. dan Rismunandar. 1981. Kunci Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia. CV Sinar Baru, Bandung.Tindall, H.D. 1983. Vegetables in Tropics. Mc Millan Press Ltd., Hongkong.Vaughn, R.H. 1985. The microbiology of vegetable fermentations. Di dalam B.J.B. Wood (ed.). Microbiology of Fermented Foods, vol. 1, p. 49. Elsevier Applied Science Publishing Ltd., London.Werklots, G.A.C. 1972. Vegetables in South East Asia. London George Allen and UN Win Ltd.Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1981. Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa, Bandung.