Fermentasi

24
Syofie Deviyanti 240210130031 IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum kali ini mengenai pengolahan pangan dengan cara fermentasi. Fermentasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengolahan pangan dengan menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat produk sesuai yang diharapkan. Fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Fermentasi menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai contoh: sari buah jika difermentasikan akan timbul rasa dan bau alkohol, ketela pohon dan ketan akan menghasilkan bau alkohol dan asam (tape), serta susu akan menghasilkan bau dan rasa asam. Berdasarkan penambahan starter (kultur mikroorganisme), fermentasi dibedakan atas dua jenis, yakni fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang berjalan alami, tanpa penambahan starter, misalnya fermentasi sayuran (acar/ pikel, sauerkraut dari irisan kubis), terasi, dan lain-lain. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung dengan penambahan starter/ragi, misalnya tempe, yoghurt, roti, dan lain- lain. Tujuan fermentasi pangan awalnya adalah untuk mengawetkan pangan yang bersifat musiman dan mudah rusak namun sejalan dengan perkembangan alternatif pengawetan pangan maka pengembangan produk pangan

description

pengolahan sayur dan buah dengan cara fermentasi

Transcript of Fermentasi

Page 1: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum kali ini mengenai pengolahan pangan dengan cara fermentasi.

Fermentasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengolahan pangan dengan

menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat produk sesuai

yang diharapkan. Fermentasi dapat terjadi karena ada aktivitas mikroorganisme

penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Fermentasi menyebabkan

perubahan sifat bahan pangan, sebagai contoh: sari buah jika difermentasikan

akan timbul rasa dan bau alkohol, ketela pohon dan ketan akan menghasilkan bau

alkohol dan asam (tape), serta susu akan menghasilkan bau dan rasa asam.

Berdasarkan penambahan starter (kultur mikroorganisme), fermentasi

dibedakan atas dua jenis, yakni fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan.

Fermentasi spontan adalah fermentasi yang berjalan alami, tanpa penambahan

starter, misalnya fermentasi sayuran (acar/ pikel, sauerkraut dari irisan kubis),

terasi, dan lain-lain. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang berlangsung

dengan penambahan starter/ragi, misalnya tempe, yoghurt, roti, dan lain-lain.

Tujuan fermentasi pangan awalnya adalah untuk mengawetkan pangan

yang bersifat musiman dan mudah rusak namun sejalan dengan perkembangan

alternatif pengawetan pangan maka pengembangan produk pangan fermentasi saat

ini lebih karena tekstur, aroma dan rasanya yang unik. Dampak positif dari produk

fermentasi terhadap kesehatan konsumen juga menjadi alasan pengembngan

produk fermentasi sekarang ini. Pemecahan komponen yang kompleks menjadi

komponen-komponen yang lebih sederhana menyebabkan produk fermentasi

lebih mudah dicerna daripada produk pangan asalnya. Pada beberapa produk

fermentasi, dilaporkan pula adanya peningkatan kandungan beberapa vitamin,

antioksidan, dan senyawa lain yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, ketika

produk diproduksi sebagai produk probiotik, maka keberadaan “mikroba baik”

yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dapat membantu menjaga

kesehatan saluran cerna dan, tergantung dari jenis bakterinya, juga dapat

mencegah munculnya penyakit-penyakit degeneratif.

Pengawetan dengan metode fermentasi sering digunakan dalam pengawetan

bahan pangan karena memiliki banyak kelebihan dan manfaat diantaranya adalah:

Page 2: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

a) Pengawetan dilakukan oleh zat-zat metabolit yang dihasilkan seperti asam

laktat, asam asetat, etanol dan sebagainya yang dapat menghambat

mikroorganismee pembusuk.

b) Menghasilkan produk-produk pangan dengan sifat inderawi yang khas

khususnya penampakan, citarasa dan tekstur.

c) Mengurangi pertumbuhan mikroorganismee patogen.

d) Meningkatkan nilai gizi makanan dengan menghasilkan produk akhir

seperti alkohol, asam organik, senyawa-senyawa aldehid dan keton, dan

kandungan energinya hanya sedikit lebih rendah dari substrat/ bahan

bakunya. Hal ini dikarenakan mikroorganismee dapat menghasilkan

vitamin dan faktor-fator tumbuh seperti vitamin B12, terjadi penguraian

selulosa, hemiselulosa dan komponen dinding sel biji-bijian menjadi lebih

permeabel terhadap air pada saat pemasakan, serta terjadi penguraian

selulosa dan hemiselulosa yang tidak dapat dicerna manusia (Tjahjadi,

2011).

4.1 Sauerkraut (Kubis Asin)

Sauerkraut atau pikel kubis adalah suatu produk awetan irisan kubis yang

telah lama dikenal, berasal dari jerman, dan dibuat melalui proses fermentasi

dalam medium yang mengandung garam sebanyak 5,25 gram. Sauerkraut (kubis

asin) merupakan hasil dari proses fermentasi yang berlangsung secara selektif dan

spontan. Mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi sauerkraut berasal dari

bahan itu sendiri/ bahan segar, dari air yang keluar dari kubis itu sendiri, serta dari

mikroorganisme yang aktif setelah medium mencapai tingkat keasaman tertentu.

Umumnya pada fermentasi sauerkraut terdapat tiga jenis bakteri asam laktat yang

berperan yaitu Leuconostoc mesenteroides, Lactobacillus cucumeris, dan

Lactobacillus pentoaceticus. Pengolahan sauerkraut meliputi 2 tahap yaitu

pertama tahap penggaraman dan dilanjutkan dengan fermentasi untuk

menghasilkan stok sauerkraut (Setiasih, 2009).

Dalam pembuatan sauerkraut ditambahkan garam yang berfungsi sebagai

pengawet karena garam bersifat higroskopis yang dapat menyebabkan terjadinya

plasmolisis sel mikroba serta menghambat aktivitas enzim proteolitik yang

Page 3: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

menyebabkan pembusukan. Ketika fermentasi berlangsung garam akan menarik

air dan zat-zat gizi dari jaringan sayuran, sehingga komponen substrat untuk

pertumbuhan mikroorganismee yang berperan dalam fermentasi dapat tercapai.

Air yang keluar dari dalam kubis hasil dari pemberian garam, merupakan air hasil

pengikatan antara garam dengan komponen substrat kubis, selain itu untuk

membantu pengeluaran air dari dalam kubis dapat pula dilakukan dengan

pengadukan. Penambahan garam dalam konsentrasi yang cukup akan

memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang baik dari bakteri asam laktat dalam

urutan yang alamiah, sehingga dihasilkan sauerkraut (Setiasih, 2009). Selain itu,

dapat pula ditambahkan merica dengan cara ditaburi pada kubis. Mekanisme

pertumbuhan mikroorganisme dalam pembuatan sauerkraut bakteri awal lainnya.

Produksi asam dan karbondioksida kemudian meningkat sehingga menurunkan

pH dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis

bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis,

Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum. Lactobacillus plantarum

merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga

merupakan mikroorganisme akhir yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil

asam laktat terbanyak.

Pembuatan sauerkraut dalam praktikum ini dilakukan selama 3 hari dalam

keadaan gelap. Sauerkraut dikatakan telah jadi apabila warnanya putih

kekuningan merata, tembus cahaya, dan bebas dari bintik-bintik putih. Kadar

garam yang baik pada saat tercapainya produk sauerkraut adalah sebesar 6oS. Jika

selama proses fermentasi tampak selaput keputihan-putihan, yaitu kapang

Mycoderma diatas larutan garam, maka selaput ini harus dibuang secara hati-hati

karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan pada proses

fermentasi untuk keperluannya sendiri dan akibatnya mikroorganisme pembusuk

tumbuh.

Apabila pada sauerkraut terjadi kelunakan, berbau busuk, berwarna gelap

atau berwarna merah, dan mempunyai rasa yang menyimpang dapat dikatakan

sauerkraut tersebut mengalami kerusakan. Timbulnya warna gelap pada

sauerkraut yang rusak, menurut Prescott dan Dunn (1980) disebabkan karena

produk kontak dengan udara, konsentrasi garam dan suhu fermentasi yang tinggi,

Page 4: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

atau mungkin sudah ditumbuhi kapang dan khamir. Warna merah pada sauerkraut

disebabkan karena dicemari oleh khamir Rhodotorula sp.yang mampu

membentuk warna merah pada media yang mengandung garam tinggi.

Prosedur pembuatan sauerkraut yakni kubis di cuci terlebih dahulu

kemudian dilakukannya trimming setelah itu ditimbang sebanyak 150 gram dan

diberikan garam sebanyak 5,25 gram, aduk rata. Diamkan selama 3-5 menit agar

garam dapat menyerap ke dalam kubis lalu masukkan kedalam jar yang sudah di

sterilisasi, supaya kubis terendam secara merata, maka perlu diberikan pemberat

sehingga semua bagian kubis terendam. Selain itu pemberian pemberat ini bertujuan

untuk mengkondisikan suasana anaerob untuk mencegah pertumbuhan khamir dan

kapang yang dapat mengkontaminasi sayur asin. Diamkan sauerkraut selama tiga hari

di ruang yang gelap. Fermentasi gelap merupakan salah satu teknik fermentasi

yang tidak memerlukan cahaya matahari. Pembuatan hidrogen dengan dark

fermentation dari senyawa-senyawa organik dibantu oleh mikroorganisme

anaerob  yang ditumbuhkan di dalam substrat yang kaya karbohidrat tanpa energi

sinar matahari. Berikut ini merupakan hasil pengamatan dari pembuatan saurkraut

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fermentasi Spontan (Sauerkraut)

Produk/Kel

Pengamatan

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Warna Tekstur KeasamanCitarasa

Aroma

Sauerkraut/8A

150 160Putih

kekuningan +

Lunak ++

Asam kolAsin

kol +++

Asam khas kubis

Sauerkraut/3A

150 120Hijau terang

Lunak Asam ++

Rasa kubis dan

sedikit asam

Khas kubis +

+

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Sauerkraut pada praktikum kali ini di buat oleh kelompok 3a dan 8a. Hasil

fermentasi kelompok 8a terjadi kenaikan berat sauerkraut selain itu warna yang

dihasilkan putih kekuningan dengan tekstur yang lunak. Selain itu terbentuknya

keasaman berupa keasaman kol dengan cita rasa asin kol serta aroma asam khas

kubis. Hasil pembuatan sauerkraut kelompok 3a sauerkraut yang dihasilkan

mengalami susut berat, warna yang dihasilkan hijau terang dan tekstur yang tidak

Page 5: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

lebih lunak jika dibandingkan dengan kelompok 8a, keasaman yang lebih asam

jika dibandingkan dengan kelompok 8a. Cita rasa yang dihasilkan yakni khas

kubis dan sedikit asam serta aroma khas kubis. Perbedaan hasil dari kedua

sauerkraut tersebut dapat dihasilkan oleh karena penangan yang berbeda dari tiap

kelompok sehingga didapatkan hasil pembuatan sauerkraut yang berbeda.

4.2 Cabe Asin

Pembuatan cabe asin ini yaitu dengan cara cabe disortasi lalu ditimbang,

dicuci, dan ditiriskan. Setelah itu cabe diblansing uap selama 3 menit dan

ditiriskan kembali. Kemudian cabe direndam dalam jar dengan 100 ml larutan air

matang ditambah 1 gram garam dan l0 gram cuka. Penambahan garam berfungsi

sebagai pencegahan terhadap pertumbuhan bakteri lain dan pengekstrak sari

sayuran. Jumlah garam yang yang ditambahkan harus memiliki perbandingan

yang tepat karena jumlah yang kurang bukan hanya dapat mengakibatkan

pelunakan jaringan, tetapi juga akan menghasilkan flavor yang tidak diinginkan.

Bila terlalu banyak garam dapat menunda fermentasi alamiah dan menyebabkan

warna menjadi gelap dan memungkinkan pertumbuhan khamir (Bukle, 1987).

Karena sayur-sayuran umumnya mudah mengalami kerusakan/busuk maka perlu

diadakan proses tertentu untuk mengawetkannya, salah satunya adalah dengan

proses fermentasi. Proses fermentasi pada sayur-sayuran adalah proses fermentasi

asam laktat dimana bakteri dari familia Lactobacillaseae dan Enterobacteriaseae

mengubah gula pada sayur-sayuran menjadi asam laktat.

Menurut Desrosier (1988), dalam proses pembuatannya cabe yang

dimasukkan ke dalam jar harus benar-benar terendam dalam larutan garam sebab

jika ada bagian yang tidak tercelup dalam larutan garam, maka akan

mengakibatkan pertumbuhan khamir dan kapang dipermukaanya. Hal ini

menimbulkan flavor yang tidak diinginkan yang dapat masuk ke dalam seluruh

cabai asin sehingga mengakibatkan produk menjadi lunak dan berwarna gelap.

Tutup dengan rapat kemudian fermentasi selama 3 hari. Fermentasi dilakukan

pada keadaan anaerob karena bakteri asam laktat bersifat anaerob fakultatif, agar

tidak terjadi pembusukan pada sayuran dan disimpan ditempat gelap karena

mikroorganisme tidak dapat tumbuh bila terkena cahaya (Tjahjadi, 2011). Setelah

Page 6: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

dilakukan fermentasi maka diamati karakteristiknya. Berikut hasil

pengamatannya:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Fermentasi Spontan (Cabe Asin)Produk/kel Pengamatan

Cabe Asin/4A dan 9A

Berat Awal (gr) 400Berat Akhir (gr) 360

Warna Merah menuju orangeTekstur Lunak ++

Keasaman Asam +++Citarasa Asin sedikit asamAroma Khas cabai asam

Kekilapan Kilap ++ (menurun)(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa cabe mengalami perubahan

warna dari merah menjadi orange dan kilap cabe menurun setelah difermentasi.

Kemudian aroma cabe juga mengalami perubahan menjadi khas cabe asam

menyengat serta teksturnya berubah dari keras menjadi lunak karena kandungan

air pada cabe yang semakin banyak setelah fermentasi. Cabe asin yang

difermentasi dengan garam ini menimbulkan rasa asin yang sedikit asam, rasa dan

aroma yang asam ini timbul disebabkan oleh produksi asam laktat pada fermentasi

cabe asin. Pada cabe asin mengalami penurunan berat yakni dari awal memiliki

berat 400 gram menjadi 360 gram.

4.3 Sawi Asin

Sayur asin adalah sawi pahit atau jabung yang diawetkan dengan asam

yang dihasilkan oleh mikroorganisme selama proses fermentasi. Sayur asin

terbuat dari sawi pahit yang ditaburi garam sebanyak 2-3% dari berat sawi

kemudian digilas-gilas agar cairan dari dalam sawi tersebut keluar dan garam akan

berikatan dengan sawi tersebut, lalu dilipat dan diikat dengan tali rafia dan

direndam dalam air tajin. Fermentasi sawi asin bertujuan untuk mengawetkan

sawi sekaligus memberikan perubahan rasa, warna, bentuk yang menarik.

Sayur asin merupakan hasil dari proses fermentasi yang berlangsung

secara selektif dan spontan. Jenis mikroorganismee yang berperan utama adalah

bakteri asam laktat. Mikroorganime yang berperan dalam pembuatan sayur asin

adalah jenis-jenis bakteri penghasil asam laktat, seperti Lactobacillus cucumeris,

Page 7: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

Lactobacillus pentoaceticus dan Leuconostoc mesenteroides. Selain sawi, jenis

sayuran yang digunakan antara lain: kubis, jagung, sawi hijau, petsai, ketimun,

bawang merah, bawang putih, dan sebagainya. Bakteri asam laktat secara alami

terdapat dalam sayuran ini.

Sawi pahit dipotong-potong lembar demi lembar, dicuci dan ditiriskan

pada tampah. Sawi digilas-gilas dan diberi garam 2-3%, kemudian dilipatdengan

rafia. Penambahan garam dan penggilasan dilakukan untuk memudahkan

keluarnya cairan atau nutrisi daun sawi yang menstimulir pertumbuhan bakteri

asam laktat dan menghilangkan rasa pahit. Gulungan sawi disusun dalam toples

atau wadah lain kemudian direndam dengan larutan yang sudah disiapkan yakni

berupa air tajin/air beras. Jar ditutup rapat dan dibiarkan fermentasi berjalan

selama 2-3 hari.

Bahan perendam yang digunakan berupa air pekat yang diambil dari air

untuk menanak nasi (air tajin) dapat diganti dengan larutan tepung beras. Menurut

(Sadek et al., 2009), penambahan air tajin akan menghasilkan sawi asin dengan

mutu organoleptik lebih baik dibanding tanpa penambahan air tajin dan berfungsi

substrat awal bagi pertumbuhan bakteri asam laktat dalam fermentasi. Selain itu,

sawi asin akan memiliki penampakan warna hijau muda, berasa asin, beraroma

khas sawi asin, dan bertekstur renyah.

Perubahan stuktur, rasa, dan warna pada sawi asin terjadi sepanjang

waktu fermentasi. Peningkatan jumlah asam laktat dan turunnya pH selama

fermentasi diduga memiliki hubungan dengan rasa asin dan jumlah atau

komposisi bakteri asam laktat. Produk fermentasi seperti sawi asin secara umum

dapat meningkatkan daya cerna selulosa oleh tubuh manusia. Selain itu, terjadinya

degradasi molekul kompleks pada bahan pangan dapat memudahkan tubuh

menyerap zat gizi pada bahan pangan.

Setelah fermentasi sayur asin dilakukan maka sayur asin dapat langsung

dikemas atau dipasteurisasi terlebih dahulu sebelum dipasarkan untuk mengontrol

aktivitas mikroorganismee seperti kapang dan khamir. Mikroorganismee tersebut

akan tumbuh pada saat pertumbuhan bakteri asam laktat mulai terhambat akibat

habisnya zat gizi dalam medium dengan menimbulkan pembusukan pada produk.

Page 8: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

Tabel 3. Hasil Pengamatan Fermentasi Spontan (Sawi Asin)

Produk/Kel

Pengamatan

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Warna Tekstur KeasamanCitarasa

Aroma

Sawi Asin/ 2A - -

Hijau sedikit

kecoklatan

Lunak berserat

Sedikit asam

Asin sedikit asam

Bau asam

Sawi Asin/7A

- -Hijau

kecoklatanLunak Asam

Asam dan asin

Bau asam dan asin

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Sayur asin yang bermutu baik mempunyai warna yang kekuningan, rasa

enak, tekstur lunak dan bau yang sedap, yaitu antara asam dan alkohol. Pada

praktikum yang kami lakukan, setelah sawi asin disimpan, hasil pengamatan

menunjukkan adanya perubahan warna dari awalnya hijau menjadi hijau sedikit

kecoklatan karena sayur yang disimpan semakin layu. Terjadi pula perubahan cita

rasa, semula rasanya pahit, setelah disimpan rasanya menjadi menjadi asin sedikit

asam. Selain itu teksturnya juga menjadi lunak berserat dengan aroma bau asam,

terbentuknya keasaman sedikit hasil pengamatan tersebut merupakan hasil

fermentasi sawi asin kelompok 2a , sedangkan kelompok 7a warna sawi juga

berubah menjadi hijau kecoklatan , bertekstur lunak dan terciptanya keasaman.

Cita rasa yang dihasilkan yakni asam dan asin dengan aroma asam dan asin.

4.4 Tape Ketan

Pada dasarnya semua bahan pangan yang kaya akan karbohidrat dapat

diolah menjadi tape. Berdasarkan bahan bakunya, dikenal berbagai jenis tape

yaitu tape ketan, tape singkong, tape beras, tape sorgum, tape pisang, tape ubi

jalar dan tape sukun. Dewasa ini, yang paling populer adalah tape singkong dan

tape ketan (Buckle et al., 1988).

Proses fermentasi tape, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti

Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp.,

Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus sp., dan lain-lain. Tape

Page 9: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis

keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket.

Proses perendaman perlu kita lakukan agar pori-pori beras ketan menjadi

lebih lebar sehingga memudahkan proses penyerapan stater ke dalam beras ketan.

Pengukusan dilakukan dua tahapan, pada tahapan pertama ketan dikukus hingga

setengah matang kemudian ditambahkan air mendidih setelah itu dikukus kembali

hingga ketan matang. Setelah dilakukan pengukusan, dilakukan pendinginan

sampai ketan benar-benar dingin. Pada saat pemberian ragi, jangan sampai terlalu

banyak, jika hal ini terjadi, maka akan menghasilkan hasil fermentasi (tape) yang

terlalu asam. Hal ini terjadi karena mikroba yang terkandung dalam ragi tumbuh

banyak, mikroba tersebut sejenis khamir yaitu Saccharomyes cereviseae. Semakin

hari, aroma dari tape tersebut semakin menyengat. Alkohol ini merupakan hasil

perubahan karbohidrat menjadi etanol. Kemudian cita rasa alkohol serta rasa

manisnya pun meningkat dari hari ke hari. Hal tersebut merupakan hasil dari

aktivitas mikroorganisme yang ada pada ketan, yaitu Saccharomyes cereviseae.

Proses esterifikasi pada fermentasi antara asam dan alkohol menghasilkan

ester yang membentuk citarasa yang khas pada produk hasil fermentasi (Fardiaz,

1992). Lebih lanjut proses utama fermentasi tape terbagi menjadi dua tahap yaitu,

tahap pertama yang merupakan proses pemecahan pati menjadi gula sederhana,

yang menimbulkan rasa manis dan membentuk cairan, dimana konversi pati

menjadi gula sederhana dilakukan oleh kapang melalui enzim amilase.

Pembentukan gula-gula reduksi (monosakarida) meningkat setelah fermentasi hari

kedua dan ketiga karena kapang telah mengalami perubahan logaritmik. Selama

24 jam fermentasi pertama belum terjadi perubahan gula reduksi karena mikroba

amilolotik berada pada masa adaptasi. Tahap berikutnya, fermentasi sebagian gula

menjadi alkohol, asam organik, dan senyawa cita rasa. konversi pati menjadi

alkohol dilakukan oleh khamir (Fardiaz, 1992).

Pembuatan tape memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar

ketan dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang berlangsung dengan

baik. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan yang

digunakan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang

berminyak jika dipakai untuk mengolah bahan tapai bisa menyebabkan kegagalan

Page 10: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

fermentasi. Air yang digunakan juga harus bersih, menggunakan air hujan bisa

mengakibatkan tapai tidak berhasil dibuat.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Fermentasi Tidak Spontan (Tape Ketan)

Produk/Kel

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Warna Tekstur KeasamanCita rasa

Aroma

Tape Ketan(ragi 5 gram)/

6A dan 1A- - Putih

Kenyal, lengket

++Asam +

Asam manis tape

Asam khas tape

Tape Ketan(ragi 2 gram)/5A dan10A

- -Putih

keabu-abuan

Lembek, berair

Agak asamManis, agak asam

Khas alkohol

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015)

Ragi yang digunakan umumnya terdiri dari Mucor chlamidosporus,

Endomycopsis fibuligera, dan Saccharomyces cerevisiae. Cita rasa tape yang

manis dan sedikit asam dibentuk melalui serangkaian proses. Ketan yang

merupakan karbohidrat diubah oleh ragi menjadi alkohol dan air. Mula-mula M.

clamidosporus, E. fibuligera memecah pati menjadi dekstrin dan senyawa gula

sederhana. Selanjutnya oleh S. cerevisiae glukosa dan fruktosa dihidrolisis

menjadi alkohol. Pada fermentasi lebih lanjut, alkohol dioksidasi menjadi asam-

asam organik. Asam-asam organik dan alkohol membentuk ester yang merupakan

komponen pembentuk cita-rasa tape. Hasil pengamatan dari tape yang telah

disimpan dengan ragi 5 gram ialah tidak terjadi perubahan warna yakni tetap

putih, lalu rasa menjadi asammanis tape, serta tekstur kenyal lengket, timbulnya

keasaman dan aroma yang terbentuk ialah asam khas tape. Hasil pengamatan tape

dengan penambahan ragi 2 gram terjadi perubahan warna tape menjadi putih

keabu-abuan, tekstur lembek berair, cita rasa manis agak asam dan timbulnya

keasaman dengan jumlah yang sedikit serta terbentuknya aroma alkohol, dari hasil

pengamatan tersebut menunjukkan bahwa perbedaan jumlah pemberian ragi dapat

mempengaruhi hasil fermentasi tape ketan yang dihasilkan. Dari kedua perlakuan

tersebut yang memiliki hasil fermentasi yang baik ialah fermentasi tape ketan

dengan pemberian ragi sebanyak 5 gram.

Fermentasi dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama tergantung pada jenis

bahan baku (subtrat), jenis mikroorganismee/starter dan kondisi lingkungan yang

Page 11: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganismee tersebut.

Menurut Desrosier (1988), faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

fermentasi adalah:

1. Asam/ pH

Makanan yang mengandung asam biasanya lebih tahan lama dibandingkan

dengan yang tidak mengandung asam. Mikroorganismee tertentu hanya dapat

tumbuh pada kisaran pH yang sesuai untuk pertumbuhannya, misalnya

Streptococcus lactis dan Lactobacillus sp. pada susu. Menurut Anshori (1989),

proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi apabila terdapat sel-sel khamir

misalnya khamir jenis Saccharomyces cerevisiae. Khamir dapat hidup pada pH

rendah yaitu antara 1-2. Oleh karena itu, pengendalian kadar asam sangatlah

penting dalam fermentasi.

2. Alkohol

Alkohol dalam bahan pangan hasil fermentasi berfungsi sebagai pengawet.

Umumnya ragi/starter tidak tahan terhadap konsentrasi alkohol 12-15%.

Sementara itu, untuk mengawetkan umumnya dibutuhkan konsentrasi alkohol

hingga 20%, contohnya pada anggur. Karena itu, pengendalian alkohol amat

penting dalam fermentasi.

3. Oksigen

Derajat anaerobiosis adalah factor utama dalam fermentasi. Bila tersedia O2

dalam jumlah besar, maka produksi sel-sel khamir dapat dipacu. Bila produksi

alkohol yang dikehendaki, maka diperlukan suatu penyediaan O2 yang terbatas.

Produk akhir dari suatu fermentasi, sebagian dapat dikendalikan dengan tegangan

O2 substrat, apabila factor-faktor lainnya dalam jumlah yang optimum (Desrosier,

1988).

4. Suhu

Setiap jenis mikroorganismee memiliki suatu suhu optimum untuk

pertumbuhannya, sehingga pengaturan suhu suatu substrat merupakan

pengendalian yang positif. Untuk memperoleh hasil yang baik selama fermentasi,

maka harus diciptakan kondisi suhu yang optimum bagi pertumbuhan

mikroorganismee. Suhu lingkungan suatu bahan pangan akan menentukan

kemampuan organismee baik dalam menghasilkan fermentasi yang diinginkan

Page 12: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

maupun pembusukan dalam batas-batas tertentu, bila hal tersebut memungkinkan

(Desroiser, 1988).

Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang

digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang

merupakan gula paling sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol

(2C2H5OH). Persamaan Reaksi Kimia:

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per

mol)

Dijabarkan sebagai berikut:

Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + Karbon

dioksida + Energi (ATP)

Page 13: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sauerkraut ditambahkan garam yang berfungsi sebagai pengawet karena

garam bersifat higroskopis yang dapat menyebabkan terjadinya

plasmolisis sel mikroba serta menghambat aktivitas enzim proteolitik yang

menyebabkan pembusukan.

2. Saurkraut kelompok 8a mengalami kenaikan berat sedangkan kelompok 3a

terjadi susut bobot. Selain pengamatan karakteristik yang dihasilkan oleh

kedua kelompok berbeda.

3. Cabe asin mengalami perubahan warna, aroma, dan tekstur setelah

fermentasi terjadi penyusutan bobot dari 400 gram menjadi 360 gram.

4. Sawi asin yang dihasilkan oleh kedua kelompok memiliki perbedaan

karakteristik , pada sawi asin kelompok 7a timbul rasa dan aroma asin

sedangkan kelompok 2a aroma dan cita rasa yang mendominasi ialah

asam.

5. Tape ketan mengalami perubahan aroma, tekstur, dan rasa setelah

fermentasi. Tampak perbedaan hasil dari tape ketan yang diberi ragi 5

gram dengan ketan yang diberi ragi 2 gram saja.

6. Hasil dari tape ketan dengan penambahan ragi 5 gram memiliki hasil yang

lebih baik dibandingkan dengan ketan yang ditambahkan ragi 2 gram saja.

7. Rasa asam pada tape ketan timbul karena perlakuan-perlakuan (proses)

yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan

penutupan yang kurang rapat pada saat fermentasi.

5.2 Saran

Kondisi lingkungan saat mengerjakan praktikum harus dijaga

kebersihannya agar tidak menimbulkan kontaminasi.

Page 14: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

DAFTAR PUSTAKA

Anshori, Rohman. 1985. Pengantar Teknologi Fermentasi. Depdikbud Dirjen

Perguruan Tinggi PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor

Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono.

Jakarta, UI Press.

Desrosier, N.W. 1987. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sadek NF, Wibowo M, Kusumaningtyas E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam

dan Penambahan Sumber Karbohidrat terhadap Mutu Organoleptik Produk

Sawi Asin [PKM-AI] Bogor: IPB.

Setiasih, Imas siti dan Kastaman, Roni. 2009. Metode Reverse Osmosis pada

Pembuatan Sauerkraut. Divisi Teknologi Tepat Guna LPPM Unpad

Bekerja Sama dengan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas

Padjadjaran

Tjahjadi, Carmencita dan Marta, Herlina. 2011. Pengantar Teknologi Pangan: Vol

1. Jurusan Teknologi Industi Pangan Fakultas Teknologi Industri

Pertanian Universitas Padjadjaran

Page 15: Fermentasi

Syofie Deviyanti

240210130031

JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada pembuatan sayur asin tidak pernah ditambahkan inokulum/ragi. Menurut

anda apa alasannya?

Jawab:

Karena peran ragi sebagai katalisator pertumbuhan bakteri asam laktat

(Leuconostoc mesenteroides dan Lactobacillus brevis) telah digantikan oleh

garam yang dapat membantu memecahkan karbohidrat dan asam-asam amino

secara anaerobik oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi.

2. Apa fungsi larutan garam pada fermentasi spontan?

Jawab:

Penambahan garam berfungsi sebagai pencegahan terhadap pertumbuhan

bakteri lain dan pengekstrak sari sayuran.

3. Mengapa bahan yang mengandung pati tinggi harus dimasak/dimatangkan

terlebih dahulu sebelum diberi ragi?

Jawab:

Agar karbohidrat mudah dicerna oleh mikroorganisme.

4. Mengapa sayuran harus terendam semua dalam larutan garam?

Jawab:

Penambahan garam menarik keluar air & gula dan menyebabkan tumbuhnya

mikroba asam laktat di dalam larutan garam, sehingga sayuran menjadi asin.

5. Mengapa ragi ditaburkan setelah bahan dingin?

Jawab:

Pemberian ragi dilakukansetelah bahan dingin, hal tersebut dilakukan karena

mikroorganismedi dalam ragi akan mati dalam kondisi yang panas.