FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA -...

79
FASÂD AL-ARI DALAM TAFSIR AL-SYA’RAWI” SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: BAGUS ERIYANTO NIM: 11140340000075 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2019 M

Transcript of FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA -...

Page 1: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

“FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-SYA’RAWI”

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

BAGUS ERIYANTO

NIM: 11140340000075

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/ 2019 M

Page 2: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana
Page 3: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana
Page 4: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana
Page 5: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

ABSTRAK

Bagus Eriyanto

“FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-SYA’RAWI”

Saat ini banyak sekali terjadi bencana-bencana alam, sebagaimana yang

telah dirasakan sendiri di Negara Indonesia ini. Begitu banyak bencana alam yang

terjadi itu dapat dikatakan berawal dari ulah tangan-tangan manusia yang tersesat

dalam kebebasan mereka untuk mengambil dan memanfaatkan segala sesuatu

yang ada di bumi ini yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka dalam

tugasnya sebagai khalifah.

Fenomena yang terjadi saat ini khususnya di Indonesia tidak seperti yang

seharusnya dilakukan seorang manusia sebagai khalifah, kebanyakan fakta yang

saat ini terlihat, manusia dalam memelihara dan mengembangkan kehidupan

terkadang melampaui batas kewajaran dalam mengeksploitasi sumber daya yang

ada di bumi ini. Sehingga hal itu menimbulkan kerusakan-kerusakan di muka

bumi ini. Kerusakan dalam bahasa Arab disebut dengan kata Fasâd.

Al-Qur'an menyebutkan Fasâd dan segala bentuk derivasinya sebanyak 50

kali. Salah satu ayat yang membahas mengenai kerusakan alam ini adalah QS.Ar-

Rum ayat 41, dalam ayat tersebut sudah mencakup hampir keseluruhan dari

pembahasan mengenai Fasâd ini. Syaikh Mutawwali Asy-Sya’rawi adalah salah

satu mufasir yang penafsirannya banyak mengaitkan dengan ilmu-ilmu

pengetahuan. Seperti penafsirannya terhadap QS.Ar-Rum ayat 41, dengan

mengaitkan beberapa hal yakni tentang tugas manusia sebagai khalifah yang dapat

dilihat dalam penafsirannya.

Banyak orang salah dalam memahami kerusakan lingkungan ini. Mereka

beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana akibat faktor alami dari alam

itu sendiri tanpa merenungkan akibat dari ulah tangan manusia yang rakus dan

tamak. Inilah yang membuat penulis merasa terpanggil untuk menelitinya lebih

mendalam, dengan mengambil penafsiran dari Tafsir asy-Sya’rawi yaitu dengan

menggunakan metode tahlili atau analisis.

Karena penelitian ini termasuk dalam penelitian perpustakaan (Library

Reseach), maka penulis merujuk kepada Al-Qur’an Al-Karim, hadis-hadis

Rasulullah Saw, dan Tafsir as-Sya’rawi sebagai data primer. Kemudian didukung

oleh data dari literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Setelah dilakukan penelitian melalui bab per bab, maka sebagai hasil dari

kajian ini adalah pandangan as-Sya’rawi tentang Fasâd Al-Arḍi adalah,

banyaknya kerusakan dimuka bumi adalah sebab perbuatan tangan manusia yang

terlalu menuhankan hawa nafsu semata. Manusia sebagai khalifah di bumi

seharusnya dapat bersikap adil terhadap sesamanya maupun terhadap makhluk

lainnya, seperti apabila manusia mengambil manfaat dari makhluk lainnya maka

ia harus memberikan timbal balik sehingga terjadi keseimbangan antara keduanya.

Karena sesungguhnya antara manusia dan makhluk lain serta alam ini sama-sama

saling membutuhkan. Jika keadilan tersebut sudah dapat tercapai maka manusia

baru dapat dikatakan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah.

Kata Kunci: Fasâd Al-Arḍi, Kerusakan Bumi, Tafsir asy-Sya’rawi

Page 6: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

v

KATA PENGANTAR

من ،عمالناأ تئایس منو نفسناأ ورشر من با ذنعوو ، هنستغفرو ھنینستعه ونحمد ،لحمدإن ا ، ھل كیشر ال هحدو هللا الإ ھلإ ال أن دھش،وأھل دياھ فالھضللی منو ،ھل مضل فال هللا هدیھ

ھسولور هعبد امحمد دنایس أن دھشوأ

Alhamdulillah, puji dan syukur bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan

pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Agama Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini dengan sebagaimana

mestinya. Salawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang berjuang

membawa umat manusia ke jalan yang diridhai Allah SWT.

Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

banyak menghadapi cobaan dan rintangan, namun ini semua tidak mematahkan

semangat penulis untuk terus menyelesaikannya. Penulis juga menyadari bahwa

dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan yang tentunya tidak

disengaja. Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, maka penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini, pada tempatnyalah penulis mengucapkan berbanyak

terima kasih yang tidak terhingga kepada mereka yang telah banyak membantu

penulis, baik secara langsung maupun tidak secara langsung. Secara khusus penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kepada Yth. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor, Prof. Dr. Masri Mansoer M.A.

selaku Dekan Fakutas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kepada Yth. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M. A. Selaku Ketua Program Studi

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd. Selaku

Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Juga kepada Seluruh

Dosen Fakultas Ushuluddin Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan ilmu dan motivasi

selama di bangku kuliah serta dukungannya kepada penulis.

Page 7: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

vi

3. Kepada yang disayangi dan dikasihi Ibunda Susi tercinta dan Ayahanda

Mahpudin. Terima kasih karena telah banyak memberi penulis nasihat,

dorongan suport moril dan materil, membantu penulis dalam menyelesaikan

perkuliahan ini serta mendoakan penulis dengan setulus hati. Serta adikku

sayang Hayatus Sahla Sabila yang selalu menjadi pelipur lara dan

pembangkit semangat penulis. Serta seluruh keluarga lain yang tak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Merekalah yang senantiasa mendoakan dan

memotivasi penulis untuk terus berkreasi dan menuntut ilmu. Kaianlah

salah satu alasanku menggapai cita-cita.

4. Kepada Yth. Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, MA. selaku pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu dan pemikiran untuk berdialog dengan

penulis, serta memeberikan motivasi yang sangat luar biasa dan berharga.

Semoga Allah SWT. Senantiasa menjaga kesehatan beliau, memberikan

keberkahan hidup serta kebahagiaan dunia dan akhirat atas perjuangan

beliau membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Terima kasih kepada Penida Nur Apriani, S.Ag atas segala kekuatan,

semangat, dan motivasi serta selalu sabar mengingatkan penulis agar tidak

patah semangat dalam setiap keadaan.

6. Kepada kawan-kawan seperjuangan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir B, M.

Husni, Agus Sulistiantono, Fitrah Permana S.Ag, Raja Hotlan S.Ag, Abdul

Haisman, Yayang Zulkarnain, Pramudita Suciati S.Ag, dan seluruhnya yang

tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih, untuk senantiasa

menasehati dan saling memotivasi.

7. Kepada sahabat sependeritaan dan sepenanggungan, Dadan, Roy, Boim,

Bahal, Pace, Kiki Betawi, Imam, Mbot, Aprido, Bahar, dan Coeng

terimakasih untuk solidaritas dan motivasi selama ini.

8. Kepada teman-teman KKN Share Solution, terkusus Denda Maulasa,

Sayyidah S.H, Ipul, Rizki Setiawan, Indah Tamala Sari S.IP, Annisa S.E,

Ambar dan lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih

untuk semangat kalian.

9. Kepada para sahabat Alumni IKADA, Fuad Naufal, Diki Saputra S.Si,

Robby Fathurrohman Al-Fajri S.Si, terimakasih untuk tak pernah lelah

Page 8: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

vii

mendukung penulis dalam segala hal. Kepada kakanda Muhammad Zaenuri

S.H, Dimas Masyhudi S.H, dan Humaedi S.H salam hormat dan terimakasih

untuk ilmu yang berharga selama ini.

Semoga kita semua mendapat manfaat dari segala hasil upaya yang baik dan

kehidupan kita senantiasa diberkati dunia dan akhirat. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, Desember 2018

Bagus Eriyanto

Page 9: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii

ABSTRAK ........................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................viii

TRANSLITERASI .......................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8

D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 8

E. Metode Penelitian ..............................................................................10

F. Sistematika Penulisan .......................................................................13

BAB II DESKRIPSI FASÂD AL-ARḌI .........................................................14

A. Pengertian Fasâd Al-Arḍi ...................................................................14

B. Urgensi Penjagaan Bumi ...................................................................19

C. Dampak Kerusakan Bumi ..................................................................21

D. Ekosistem Kehidupan di Bumi ...........................................................27

BAB III BIOGRAFI SYEIKH M. MUTAWALLI AL- SYA’RAWI ............29

A. Kelahiran dan Nasab .........................................................................29

B. Pendidikan dan Karirnya ...................................................................30

C. Karya-Karyanya ................................................................................31

D. Sekilas Tafsir al-Sya’rawi .................................................................32

E. Wafatnya ...........................................................................................35

F. Metode dan Corak Tafsir al-Sya’rawi .................................................36

G. Latar Belakang Penulisan dan Penamaan Kitab .................................38

H. Kelebihan dan Kekuranagn Tafsirnya ................................................39

Page 10: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

ix

BAB IV ANALISIS TAFSIR AL-SYA’RAWI TENTANG AYAT-AYAT

FASÂD AL-ARḌI ............................................................................................40

A. Penafsiran Fasâd Al-Arḍi dalam Tafsir Al-Sya’rawi .........................40

1. Surah al-Rûm ayat 41 ....................................................................40

2. Surah al-A‘râf ayat 56 ...................................................................46

3. Surah al-Baqarah ayat 205 .............................................................48

4. Surah al-A’râf ayat74 ....................................................................54

5. Surah asy-Syu’arâ ayat 152 ...........................................................56

BAB V PENUTUP ...........................................................................................59

A. Kesimpulan ........................................................................................59

B. Saran..................................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................62

Page 11: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan pedoman

transliterasi yang sesuai dengan Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara

latin:

Huruf

Arab

Huruf

Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

ë h dengan titik bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

ê es dengan titik di bawah ص

Page 12: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

xi

ý de dengan titik di bawah ض

ţ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof ˈ ء

y ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagian berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fatëah

i Kasrah

Page 13: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

xii

u Ýammah

Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي ai a dan i

و au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa

Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal

Arab

Tanda Vokal

Latin Katerangan

â a dengan topi di atas ى

î i dengan topi di atas ى ي

ù u dengan topi di atas ى و

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf

syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-

dìwân bukan ad- dìwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang

diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang

menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

Page 14: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

xiii

huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulisah ad-darùrah

melainkan al-ýarùrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbùţah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbùtah terdapat

pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan

menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal ini sama juga berlaku jika

ta marbutah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun,

jika huruf ta marbutah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf

tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

Ţarîqah طريقة 1

اإلسالميةاجلامعة 2 al-Jâmî’ah al-Islâmiyyah

waëdat al-Wujùd وحدة الوجود 3

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan

mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI),

antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat,

nama bulan, nama diri, dan lain-lain. jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama

diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abù Hâmid

al-Ghazâlî bukan Abù Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat

diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak

miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu

ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,

demikian seterusnya.

Page 15: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

xiv

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang

berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan

meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis

Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin

al-Raniri, tidak Nùr al-Dîn al-Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf

(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada

ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

ت اذ ذ ه ب األس dzahaba al-ustâdzu

ر tsabata al-ajru ث ب ت األج

ة الع ص ر ية al-ëarakah al-‘aêriyyah احلر ك

أل هللاأش ه د أن ال إ ل ه إ asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

Maulânâ Malik al-Ëâlië م و ال ن م ل ك الصال ح

yu’atstsirukum Allâh ي ؤ ث ر ك م هللا

al-maẓâhir al-‘aqliyyah املظ اه ر الع قل ية

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri

mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak

perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nùr Khâlis

Majîd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rùm; Fazlur Rahman, bukan

Fadl al-Rahmân.

Page 16: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bumi pada kalanya memiliki struktur yang baik untuk dapat dihidupi oleh

makhluk hidup. Bumi sendiri tidak dapat bertahan dengan baik jika makhluk

hidup sendiri tidak bisa melestarikan dan menjaganya dengan baik. Keadaan bumi

yang sekarang bahwa kita ketahui sudah tercemar dari berbagai aspek lingkungan.

Tercemarnya bumi ini menjadikan bumi terasa sakit. Ketimpangan yang terjadidi

sebabkan oleh keseimbangan lingkungan yang sudah tidak dapat dikontrol.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa

lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain. Undang-undang tersebut menunjukkan bahwa kita perlu melindungi

dan mengelola lingkungan kita dengan tidak minumbalkan kerusakan.1

Kondisi sekarang yang kita ketahui adalah terjadinya kerusakan yang

sekarang kian dirasakan oleh makhluk hidup sendiri. Hal kecil yang dapat

dirasakan sekarang ini yaitu pemanasan global yang semakin meningkat serta

perubahan iklim yang tidak menentu menjadi bukti adanya ketidak seimbangan

lingkungan yang menjadikan bumi ini sakit. Selain pemanasan global dan

perubahan iklim yang terjadi adanya kerusakan di bumi yang disebabkan

oleh manusia sendiri seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan

penggundulan hutan. Dengan seiring berjalannya perkembangan teknologi dan

jaman manusia mulai mengesampingkan alam yang sudah mulai rusak oleh ulah

manusia.2

1 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),

h. 4 2 Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,

2018), h. 23

Page 17: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

2

Pada dahulu kala manusia lebih mengutamakan kelestarian alam, dimana

mereka menghargai barang buatan manusia sendiri. Sehingga, pada dahulu

kalaharmonisasi antar manusia begitu kuat dan kental. Namun, yang kita

tahusekarang ini mesin menjadi prioritas utama untuk mebuat produk yang cepat

danlebih efektif membuat manusia lupa akan dampak yang terjadi. Mereka

menjadikan alam sebagai bahan bakar untuk membuat mesin itu bekerja. Sehingga

dampak dari mesin tersebut menimbulkan kerusakan yangsekarang dampaknya

kian dirasakan semakin meningkat. Bagaimana bisa manusia tidak bertanggung

jawab merusak dan dengan mudahnya mengabaikan lingkungan yang ada

dibumi. Manusia yang berperan besar dalam kerusakan lingkungan sendiri

seharusnya dapat menjaga lingkungan dengan baik. Rusaknya bumi ini selain

diakibatkan oleh teknologi yang semakin canggih dan menjadikan alam seebagai

bahan bakar teknologi juga pembangunan yang semakin banyak menimbulkan

banyak dampak negatif yang diperbuat. Pembangunan yang dilakukan tidak

melihat seberapa besar dampak yang akan terjadi seperti limbah pembangunan

yang mengotori sungai hingga tercemar dan tanah yang kian menipis akibat

adanya pembangunan itu terjadi. Maka dari itu dimulai dari diri sendiri kita

harusmulai menjaga dan melestarikan ligkungan dengan baik dan benar.

Kerusakan yang ada di dunia ini akibat dari tangan-tangan manusia perlu

melakukan nazar, melihat, membahas, menelaah, mengapa kerusakan terjadi.

Ternyata kerusakan terjadi karena hidup yang berlebihan, boros, dan bermewah-

mewah, itulah life style manusia saat ini, sehingga melakukan perbaikan atas alam

ini sudah menjadi tanggung jawab manusia. Di sinilah Al-Qur‟an memberikan

kaidah-kaidah kehidupan, yaitu membunuh satu jiwa bagaikan membunuh semua

jiwa dan memberi kehidupan pada satu jiwa bagaikan memberi kehidupan pada

semuanya.3

Manusia diamanahkan untuk mengurus alam ini. Inilah jabatan khalifah,

sebagaimana disebutkan Al-Qur‟an dalam Surah al-Baqarah: 30. Dalam perannya

sebagai khalifah, manusia harus mengurus, memanfaatkan, dan memelihara, baik

langsung maupun tidak langsung. Amanah tersebut meliputi bumi dan segala

isinya, seperti gunung-gunung, laut, air, awan dan angin, tumbuh-tumbuhan,

3 Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) h. 23

Page 18: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

3

sungai, binatang-binatang, sehingga manusia dapat memiliki perilaku yang baik.

Pola hidup bersih merupakan bagian penting dalam upaya manusia untuk

memelihara lingkungan hidup.4

Korelasi agama dengan bumi sebagai tempat hidupnya sudah sejak lama

menjadi telaah para ilmuwan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa menyadarkan

manusia agar bersifat efisien dalam hidup dari hari ke hari sangat sulit dilakukan.

Segala slogan yang dikeluarkan, seperti hidup sederhana, tampaknya hanya slogan

belaka karena yang tampak adalah sikap dan gaya hidup yang konsumtif dan

boros. Gaya hidup seperti ini bukan hanya terdapat di negara maju, namun juga

menjalar ke negara-negara berkembang dan miskin. Penulis melihat bagaimana

sebagian masyarakat memenuhi ambisinya dengan mengambil apa saja dari

kekayaan alam ini, tanpa mengindahkan dampak dan akibat dari semua itu.

Penebangan pohon secara illegal, perusakan area resapan, adalah contoh

perbuatan manusia yang berdampak buruk pada diri dan lingkungannya.

Undang-undang dan berbagai macam aturan yang dibuat pemerintah

ternyata belum tampak menunjukkan hasil yang maksimal, yang terjadi adalah

pembalak hutan dan penggali tambang sering bebas di pengadilan. Keberadaan

perundang-undangan yang ada sekarang masih dianggap “angin lalu”, sehinngga

memerlukan nilai baru dalam memelihara lingkungan. Segala pendekatan sudah

dilakukan untuk memelihara lingkungan ini. Di indonesia, misalnya, dilakukan

pendekatan-pendekatan berikut:

1. Pendekatan kebijakan dan perundang-undangan. Sudah banyak peraturan

perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pengelolaannya.

2. Pendekatan kelembagaan. Lembaga-lembaga pemerintah, seperti KLH,

Dephut, Perguruan Tinggi, LIPI, LSM, dan lain-lain sudah melakukan

langkah-langkah dalam melestarikan lingkungan hidup diantaranya.

3. Pendekatan politik. Indonesia sudah meratifikasi berbagai konvensi

internasional di bidang lingkungan, misalnya konvensi Perubahan Iklim

Global, Konvensi Konservasi Keanekaragaman Hayati, dan Konvensi

Pembangunan Berkelanjutan.5

4 Ahzami Saimun Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an (Al-Hayat Fii Al-Qur’an

Al-Karim), (Jakarta:GIP, 2006). h.35 5 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: KOMPAS, 2010), h.87

Page 19: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

4

Itulah beberapa pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh pemerintahan

untuk memelihara bumi sebagai lingkungan hidup di indonesia. Tinggal satu

peran yang selama ini sering terlupakan, yaitu peran agama dan etika.

Membangun sebuah nilai sosial melalui penafsiran teks-teks wahyu merupakan

keniscayaan. Penafsiran tematik tentang lingkungan merupakan hal yang penting.

Lebih penting lagi adalah bagaimana mengimplementasikan pesan-pesan Al-

Qur‟an dalam kaitannya dengan pemeliharaan lingkungan. Sehingga masalah

lingkungan tidak hanya pada tataran teorim tetapi juga secara implementatif dapat

dilakukan.

Sebagaimana dimaklumi bahwa segala tindakan manusia di dunia adalah

untuk ibadah, baik ibadah mahdah (langsung), maupun ghair mahdah (tidak

langsung). Dengan aturan ini manusia diharapkan menjadi makhluk yang baik di

dunia dan akhirat. Norma-norma aturan Islam tidak akan terlepas dari tujuan-

tujuan mulia: yaitu hifzud-din (memelihara agama), hifzun-nafs (memelihara

jiwa), hifzul-mal (memelihara harta), hifzun-nasl (memelihara keturunan), hifzul-

aql (memelihara akal), hifzul-bi’ah (memelihara lingkungan).6

Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasulullah Saw kepada para

sahabatnya. Abu Darda ra pernah mengatakan bahwa di tempat belajar yang

diasuh oleh Rasulullah Saw telah diajarkan pentingnya bercocok tanam, dan

menanam pepohonan, serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus

menjadi kebun yang subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang

besar di sisi Allah Swt dan bekerja untuk memakmurkan bumi merupakan amal

ibadah kepada Allah Swt.

Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw berdasarkan

wahyu, sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Qur‟an yang membahas

tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur‟an mengenai lingkungan sangat jelas dan

prospektif.

Surat Al-Rûm [30] ayat 41-42 menjelaskan tentang Larangan Membuat

Kerusakan di Muka Bumi.

6 Achmad Baiquni, “Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi”, (Jakarta: Bhakti Prima

Yasa, 1995). h.105

Page 20: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

5

ن بعط ذي ٱلاس لزق ٱلبحش بوا كسبث أ ش ٱلفساد ف ٱلبش ظ

ن شجعى قل سشا ف ٱلسض فٱظشا (١٤)ٱلزي عولا لعلششكي ن ه قبة ٱلزي هي قبل كاى أكثش ف كاى ع (١٤)ك

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan

perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari

(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Katakanlah: Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perlihatkanlah

bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu

adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. Al-Rûm : 41-

42)

Selain untuk beribadah kepada Allah, manusia juga diciptakan sebagai

khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia memiliki tugas untuk

memanfaatkan, mengelola dan memelihara alam semesta. Allah telah

menciptakan alam semesta untuk kepentingan dan kesejahteraan semua makhluk-

Nya, khususnya manusia.Keserakahan dan perlakuan buruk sebagian manusia

terhadap alam dapat menyengsarakan manusia itu sendiri. Tanah longsor, banjir,

kekeringan, tata ruang daerah yang tidak karuan dan udara serta air yang tercemar

adalah buah kelakuan manusia yang justru merugikan manusia dan makhluk hidup

lainnya.7

Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal

ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika

menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon

dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan

diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia

berbuat kerusakan di muka bumi

Tentang memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, banyak upaya

yang bisa dilakukan, misalnya rehabilitasi SDA berupa hutan, tanah dan air yang

rusak perlu ditingkatkan lagi. Dalam lingkungan ini program penyelamatan hutan,

tanah dan air perlu dilanjutkan dan disempurnakan. Pendayagunaan daerah pantai,

wilayah laut dan kawasan udara perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan tanpa

merusak mutu dan kelestarian lingkungan hidup.8

7 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta: KOMPAS, 2010), h. 90 8 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, h. 91

Page 21: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

6

Dalam Surah Al-A„râf [7] Ayat 56-58 pun dijelaskan tentang Peduli

Lingkungan.

ف ٱدع خ ا حل جفسذا ف ٱلسض بعذ إصل طوع ا ا سحوث إى ٱلل

ي قشب ۦ (٦٥)ٱلوحسي ه ي ذي سحوح ا ب ح بشش ٱلزي شسل ٱلش إرا أقلث سحاب ثقال اححى ث لبلذ سق فأزلا ه ٱلواء فأخشجا بۦ هي كل ب

جى لعلكن جزكشى لك خشج ٱلوت كز ٱلبلذ ٱلطب خشج باجۥ ( ٦٥)ٱلثوش

ٱلزي خبث ل خشج إل ۦ لك ا كذ بإرى سب ف كز م صش ث لق شكشى ٱل(٦٥)

Artinya : “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah

(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan

diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah

amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang

meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan

rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan

mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan

hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai

macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang

yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah

yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang

tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah

kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang

bersyukur.” (Q.S. Al-A„râf : 56-58)

Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah

lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat-Nya. Gunung-gunung,

lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan

Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan

sebaliknya dirusak dan dibinasakan.Hanya saja ada sebagian kaum yang berbuat

kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya merusak sesuatu yang berupa

materi atau benda, melainkan juga berupa sikap, perbuatan tercela atau maksiat

serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut

sering kali mereka menganggap diri mereka sebagai kaum yang melakukan

perbaikan di muka bumi, padahal justru merekalah yang berbuat kerusakan di

muka bumi.9

9 Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) h.30

Page 22: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

7

Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan di muka bumi karena

Dia telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan

ini mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu

penghidupan dan sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas :

4).10

Allah menegaskan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada

hamba-Nya ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat-Nya.

Angin yang membawa awan tebal, dihalau ke negeri yang kering dan telah rusak

tanamannya karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada

hujan, dan kepada penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu Dia

menurunkan hujan yang lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati

tersebut menjadi subur kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, Dia telah

menghidupkan penduduk tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-

tanaman yang berlimpah ruah.

Oleh karena itu, kerusakan bumi sebagai lingkungan hidup tergantung pada

bagaimana sikap manusia memperlakukan bumi itu sendiri. Karena al-Qur‟an

telah menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan

dasar dan prinsipnya secara global. Maka, pada bab selanjutnya, penulis akan

coba memaparkan bagaimana al-Sya‟rawi menjelaskan dalam tafsirnya terkait

Fasâd Al-Arḍi.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam melakukan penelitian ini penulis membatasi penelitian terkait Fasâd

al-Arḍi hanya kepada penafsiran Syaikh al-Sya‟rawi saja. Kata kunci yang penulis

batasi adalah hanya pada kata Fasâd dan Islâh saja. Penulis mengambil al-

Sya‟rawi sebagai mufasir umat muslim yang memiliki penguasaan ilmu luas dan

pemikiran berbeda dengan penafsir pada umumnya dan juga berdasar pada

konsentrasi sains yang cukup kental dalam tafsirnya. Dan sebagai refleksi konsep

Fasâd al-Arḍi yang menunjukan pemaknaan yang berbeda pula terkait etika

sumber daya manusia dengan lingkungannya. Berdasarkan pembatasan masalah

10 Mujiono Abdillah, Agama Ramah lingkungan, (Jakarta: Paramadina, 2001) hal.32

Page 23: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

8

diatas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana interpretasi Tafsir al-

Sya‟rawi terhadap pemaknaan Fasâd al-Arḍi.

1. Apa makna dari Fasâd al-Arḍi dalam al-Qur‟an?

2. Bagaimana interpretasi Tafsir al-Sya‟rawi dan mengenai ayat-ayat Fasâd

al-Arḍi dalam al-Qur‟an?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1. Untuk mengetahui makna dari Fasâd al-Arḍi dalam al-Qur‟an.

2. Untuk mengetahui bagaimana interpretasi Tafsir al-Sya‟rawi mengenai

ayat-ayat Fasâd al-Arḍi.

Adapun kegunanaan dari penelitian ini adalah, secara teoritis berguna untuk

menambah khazanah keilmuan, sebagai talak ukur dalam bertindak dan

memutuskan sebuah perkara yang berkaitan dengan kemashlahatan umat, dan

pastinya dapat memberikan sumbangsih pemikiran khususnya pada jurusan Ilmu

al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Kepustakaan

Setelah menelusuri beberapa sumber bacaan, penulis menemukan

beberapa sumber yang akan dijadikan acuan dalam menulis skripsi, diantaranya:

Buku Tim penulis Gajah Mada Tim Press yang berjudul “Jagat Biru Rahayu

Lingkungan dan Kehidupan Bermartabat”,11

banyak menyajikan fakta-fakta

kerusakan lingkungan yang semakin parah menggerogoti bumi. Buku ini hadir

dengan analisinya terhadap hal-hal apa saja yang menjadi penyebab dasar

kerusakan alam dan upaya solutif untuk menanggulangi ketimpangan terhadap

alam ini. Buku ini penulis jadikan rujukan untuk memahami faktor-faktor

penyebab kerusakan bumi .

11 Gajah Mada Tim Press, “Jagat Biru Rahayu Lingkungan dan Kehidupan Bermartabat,

(Yogyakarta: UGM Press, 2001).

Page 24: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

9

Buku selanjutnya adalah buku “Manajemen Penaggulangan Bencana” yang

di tulis oleh I. Khambali.12

Buku ini membahas secara lengkap tentang berbagai

aspek hidup dalam kehidupan menurut terkait cara-cara tepat menangani kasus-

kasus bencana yang ditimbulkan dari berbagai akibat ulah tangan manusia.

Termasuk bagaimana seharusnya manusia memperlakukan lingkungannya.

Kemudian buku dengan judul “The End Of Future” karya Moch. Faisal

Karim.13

Buku ini menjelaskan kerusakan lingkungan telah membawa penderitaan

bagi hampir sebagian besar manusia yang hidup di muka bumi ini. Dan bagaimana

keadaan bumi di masa depan jika kerusakan dan kejahatan terhadap bumi tidak

dilakukan pencegahannya.

Selain dari buku penulis menemukan skripsi dengan judul “Kerusakan

Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Studi Tentang Pemanasan Global)”14

, oleh

Muhamad Mukhtar, jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin Dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Menjelaskan

tentang bagaimana kerusakan-kerusakan di bumi timbul akibat ulah manusia baik

secara materil maupun imateril terutama kerusakan-kerusakan di darat yang

menyebabkan berbagai bencana alam yang merugikan manusia itu sendiri.

Dijelaskan pula bagaimana peran al-Qur‟an menyikapi hal tersebut.

Skripsi selanjutnya adalah skripsi berjudul "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-

Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab Jami' Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an

Karya Al-Thabari15

karya Ali Ashar, jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuludin

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogakarta tahun 2005. Di dalam

skripsinya dijelaskan berbagai ayat-ayat kerusakan dalam al-Qur‟an dan

penejelasan tafsir menurut Ibnu Jarir Al-Thabari. Kesimpulan skripsi ini

menekankan pada upaya manusia yang harus lebih sabar dan menahan diri dari

keinginannya mengekspoitasi bumi secara berlebihan. Karena hubungan yang

dibangun antara manusia dan bumi adalah konsep keseimbangan. Maka jika ada

12 I. Khambali, “Manajemen Penaggulangan Bencana” (Yogyakarta: Penerbit ANDI,

2017). 13 Moch.Faisal Karim, “The End Of Future” (Yogyakarta: Andi Offset, 2004). 14 Muhamad Mukhtar, Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Studi Tentang

Pemanasan Global) Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. 15 Ali Ashar, "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab Jami'

Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an Karya Al-Thabari” Skripsi Fakultas Ushuluddin. Prodi Tafsir

Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.

Page 25: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

10

upaya pengambilan manfaat bumi atau alam yang dampaknya akan merusak alam

itu sendiri harus di lakukan pula upaya pelestarian.

Kemudian, selain buku dan skripsi, adapula karya berupa jurnal berjudul

Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif Tafsir Maudhu’i) Karya

Muzdalifah Muhammadun.16

Tulisan ini menerangkan tentang konsep kejahatan

dalam al-Qur‟an dengan interpretasi tafsir Maudhu‟i. Penjelasan dari tulisan ini

menginformasikan bahwa al-Qur‟an menggunakan banyak term dalam

menjelaskan konsep kejahatan yang dilakukan oleh manusia diantaranya, al-fasad,

al-fusuq, al-isyan, al-itsm, al-zulm, al-fahsiyah, al-munkar, al-bagy, al-batil dan

makr. Dijelaskan pula Faktor penyebab kejahatan adalah faktor internal yang

berupa kepicikan dan kebodohan, kesombongan dan keangkuhan, keputusasaan

dalam hidup. Selain itu faktor eksternal yaitu godaan setan dan kesenangan dunia.

Akibat dari kejahatan adalah munculnya kerusakan (al-fasad) dan keburukan (al-

syarr).

Karya jurnal lainnya dengan judul Etika Islam Dalam Mengelola Bumi

karya17

Rabiah Z. Harahap Dosen Fakultas Hukum UMSU berisi tentang

bagaimana beretika terhadap alam dan lingkungan hidup. Alam dan

lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup

manusia, karena seluruh kebutuhan manusia semua berasal dan terpenuhi dari

alam sekitarnya baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan. Oleh karena itu

Islam berpesan melalui al-Qur‟an bahwa manusia harus melestarikan alam

sekitarnya agar keberlangsungan hidupnya tidak terganggu oleh ulah sekelompok

manusia yang tidak mau melestarikan alam. Berdasarkan hal itu, maka ajaran

Islam memberikan rambu-rambu untuk manusia agar juga beretika terhadap

lingkungan.

E. Metode Penelitian

Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang dapat dipertanggung jawabkan

secara ilmiah, maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek yang dikaji.

Metode berfungsi sebagai cara mengajarkan sesuatu untuk mendapatkan hasil

yang memuaskan sesuai dengan tujuan tersebut. Di samping itu, metode

16 Muzdalifah Muhammadun, Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif Tafsir

Maudhu’i), Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011. 17 Rabiah Z. Etika Islam Dalam Mengelol Bumi Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret 2015.

Page 26: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

11

merupakan cara bertindak supaya penelitian berjalan terarah, efektif dan bisa

mencapai hasil yang memuaskan. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian

ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Penelitian skripsi ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan

(library research) yaitu penelitian yang menitik beratkan pada literature dengan

penelitian baik dari sumber data primer maupun sekunder.

2. Sumber Data

Data primer diperoleh dari kitab suci al-Qur‟an dan kitab-kitab tafsir seputar

ayat-ayat tentang Fasâd al-Arḍi, dan data sekunder diperoleh dari kitab, buku dan

rujukan lain yang masih terkait dengan materi yang sedang dibahas.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode

dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mencari data mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan permasalahan tema.

4. Metode Pengolahan Data

Untuk penelitian ini, penulis mengambil kitab tafsir al-Sya‟rawi sebagai

rujukan primer (primary resources). Kemudian yang menjadi rujukan sekunder

(secondary resources) adalah buku-buku sains Islam yang terkait dengan

pembahasan diatas. kemudian buku-buku ilmiah, jurnal, artikel, skripsi, tesis,

menjadi penunjang untuk menambah keilmuan mengenai konsep yang dibahas.

5. Metode Analisis Data

Untuk menggunakan metode yang tepat pada judul “Fasâd Al-Arḍi Dalam

Tafsir Al-Sya’rawi” ialah dengan menggunakan metode analisis (Tahlîlî) yaitu

suatu metode penafsiran yang berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan

memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu

serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai urutan bacaan

Page 27: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

12

yang terdapat di dalam al-Qur‟an Mushaf Utsmani dengan keahlian dan

kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.18

Adapun langkah-langkah dalam metode tafsir tahlili adalah:

1. Menerangkan munasabah, atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat

sebelum atau sesudahnya, maupun antara satu surah dengan surah lainnya.

2. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat (asbâb al-nuzûl),

3. Menganalisis kosakata (Mufradat) dari sudut pandang bahasa Arab, yang

terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan sebagaimana urutan dalam

al-Qur‟an, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah al-Nâs,

4. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan

menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan

menggunakan hadith Rasulullah Saw atau dengan menggunakan penalaran

rasional atau berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah pendekatan.

5. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum

mengenai suatu masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat

tersebut.19

Penulis ingin menguraikan apa adanya diskusi mengenai konsep Fasâd al-

Arḍi di dalam tafsir al-Sya‟rawi dengan mengupayakan penilaian obyektif dan

profesional perihal konstruk pemikirannya dan penulisannya di dalam karya

mereka masing-masing. Untuk itu penulis mengambil ayat-ayat al-Qur‟an yang

membahas tentang Fasâd al-Arḍi.

Meskipun metode tafsir tahlili yang menjadi dasar pendekatan dalam studi

ini, namun dalam menganalisis masalah, pendekatan lainpun turut berperan,

seperti yang telah disebut di atas. Semua ilmu bantu yang dapat memperjelas

pembahasan sepanjang pendekatan itu masih relevan dengan masalah yang

dibahas.

18 Muhammad Baqir al-Sadr, “Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qur’an”, Jurnal

Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990, 1-28; Lihat juga Azyumardi Azra, (ed), Sejarah Ulumul

Qur’an: Bunga Rampai, Cet I, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) hlm.172-174. 19 Abuddin Nata, Studi Islam Komperhesif, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.169.

Page 28: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

13

F. Sistematika Penulisan

Sistematika pembahasan merupakan rangkaian pembahasan yang termuat

dalam isi skripsi. Agar pembahasan ini terarah dan tidak mengakar kemana-mana,

maka penulis perlu membatasi sistematika pembahasan dari tema di atas sebagai

berikut:

Bab pertama, berupa pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang

masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, berupa definisi Fasâd al-Arḍi, Juga berisi urgensi penjagaan

bumi, dampak kerusakan bumi dan ekosistem makhluk bumi.

Bab ketiga, berupa selayang pandang terkait tafsir yang akan dibahas, yakni

Tafsir Al-Sya‟rawi karya Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi. Terkait profil,

karya-karya, metode dan corak tafsir dan pendapat para ulama tentang tafsir

tersebut.

Bab keempat, berupa analisis ayat-ayat Fasâd al-Arḍi. Dalam bab ini berisi

pendapat ahli tafsir tentang lima ayat yang membahas kerusakan lingkungan

hidup.

Bab kelima, bab terakhir berupa penutup, dalam bab ini berisi kesimpulan

dan saran.

Page 29: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

14

BAB II

DESKRIPSI FASÂD AL-ARḌI

Allah Swt. menciptakan manusia sebagai makhuk istimewa yang memiliki

kelebihan bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.1 Akan tetapi,

manusia juga makhluk yang sama dengan makhluk yang lain, yang

membutuhkan interaksi dengan lingkungan hidupnya. Secara ekologi manusia

merupakan bagian integral dari bumi sebagai lingkungan hidupnya. Manusia

terbentuk oleh lingkungan hidupnya dan sebaliknya manusia membentuk

lingkungan hidupnya. Manusia tidak dapat berdiri sendiri di luar lingkungan

hidupnya.

Bumi sebagai tempat tinggal manusia kita kenal sebagai lingkungan hidup

dengan segala komponen yang ada di dalamnya, yang sangat dibutuhkan

dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia. Allah Swt. telah

menciptakan lingkungan dengan berbagai macam komponen yang dapat

dipergunakan manusia dalam rangka menjalankan tugas yang telah ditetapkan

Allah Swt, baik pelaksanaan tugas itu dalam rangka ibadah, dalam rangka

menjalankan amanat sebagai khalifah di muka bumi ini, maupun dalam rangka

membangun dan memakmurkan bumi.2

A. Pengertian Fasâd Al-Arḍi

Saat ini banyak sekali terjadi bencana-bencana alam, sebagaimana yang

telah dirasakan sendiri di Negara Indonesia ini. Begitu banyak bencana alam yang

terjadi itu dapat dikatakan berawal dari ulah tangan-tangan manusia yang tersesat

dalam kebebasan mereka untuk mengambil dan memanfaatkan segala sesuatu

yang ada di bumi ini yang diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka dalam

tugasnya sebagai khalifah.

1 Manusia dibedakan dari seluruh makhluk sebab dikaruniai akal dan kehendak bebas.

Lihat Yasien Mohamed, Insan Yang Suci: Konsep Fitrah Dalam Islam, terjemahan oleh Masyur

Abadi, Judul asli Fitrah al-insan fi al-islam (Bandung: Mizan, 1997), h. 25 2 Dalam rangka ibadah lihat Surah al-Dzâriyât: 56, sebagai khalifah di muka bumi

Surah al-Baqarah: 30, dan memakmurkan bumi Surah Hud: 61

Page 30: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

15

Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya

yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari.

Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah

merupakan tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat

diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk

menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak

dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen

yang alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud

apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.

Bumi di Indonesia perlu ditangani dikarenakan adanya beberapa faktor yang

mempengaruhinya, salah satunya yaitu adanya masalah mengenai keadaan

lingkungan hidup seperti kemerosotan atau degradasi yang terjadi di berbagai

daerah. Secara garis besar komponen lingkungan dapat dibagi menjadi tiga

kelompok, yaitu kelompok biotik (flora darat dan air, fauna darat dan air),

kelompok abiotik (sawah, air dan udara) dan kelompok kultur (ekonomi, sosial,

budaya serta kesehatan masyarakat).

1. Pengertian Fasâd / Kerusakan

Term yang sejak dini dugunakan oleh al quran untuk menunjukkan tindakan

kejahatan yang berpotensi merusak adalah dengan term yufsidu. Kata ini

digunakan oleh malaikat untuk menunjukan reaksi mereka ketika Tuhan

menyampaikan maksudnya untuk menciptakan manusia. Selengkapnya malaikat

memberi tanggapan sebgaimana terekam dalam surah al-Baqarah [2]: 30 berikut:

Terjemahnya: Mereka berkata: "Apakah Engkau akan menjadikan di bumi

(makhluk) yang akan merusak di dalamnya dan menumpahkan darah,

sementara kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-

Mu?"

Kata yufsidu berasal dari kata afsada yang merupakan bentuk mazid dari

kata Fasâda yang secara bahasa merupakan antonim dari kata al-salah atau

almaslahah. Sesuatu dapat dikatakan salih apabila mempunyai keadaan yang

menghimpun nilai-nilai tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan dalil akal dan

sebagian atau keseluruhan, sehingga substansi yang bersangkutan tidak berfungsi

Page 31: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

16

sebagaimana biasanya, maka keadaan semacam ini disebut Fasâd.3 Dengan

demikian afsada adalah tindakan yang menyebabkan kerusakan (Fasâd). Kata

Fasâd dengan segala perubahan bentuknya disebutkan di dalam al-Qur‟an

sebanyak 50 kali.4 Kata ini lebih sering muncul dalam bentuk fi’il mudari dan isim

fâi1.5

Boleh jadi ini adalah isyarat dari al-Qur‟an bahwa tindakan merusak adalah

tindakan yang secara terus menerus dilakukan oleh manusia sebagaimana yang

dipahami dari bentuk fi’l mudari bahkan menjadi sifat yang melekat pada

kebanyakan manusia (sebagaimana yang dipahami dari bentuk ism fai‟l), apalagi

tindakan merusak adalah salah satu sifat orang munafik yang ditonjolkan oleh

Allah (al-Baqarah [2]: 12). berikut:

Terjemahnya: Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang

membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.

Kata Fasâd menurut Izutsu adalah kata yang sangat komprehensif dan

mampu menunjukkan semua jenis perbuatan buruk sesuatu yang bersifat religius

maupun nonreligius.6 Dengan menelusuri ayat-ayat Al-Qur‟an nampak bahwa

penggunaan kata ini memang sangat komprehensif. Fir'aun misalnya digolongkan

sebagai al-mufsidûn karena tindakannya menyembelih anak laki-laki bangsa Israil

(al-Qasas [28]: 4), atau karena ia ingkar dan berbuat zalim terhadap ayat-ayat

Allah (al-A'raf [7]: 103), kaum Nabi Syu'aib juga disebut al-mufsidûn dalam

konteks kecurangan mereka dalam menggunakan takaran dan timbangan serta

mengambil hak orang lain dengan cara yang curang (Hud [11]: 85); al-Syu'ara'

[26]: 183; alAnkabut [29]: 36 dan al-A'raf [7]: 85), kaum Luth juga disebut al-

mufsidun karena perilaku homoseksual yang mereka lakukan secara terang-

terangan, al-Ankabut [29]: 30.

3 Muhammad ibn Abi Bakar ibn 'Abd al-Qadir al-Raziy, Mukhtar al-Sihhah (Mesir: Dar al-

Manar, t.th.), h 235; Abu al-Fadl Jamal al-Din Muhammad ibn Manzur, Lisan al- Arab, Juz III

(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 335. 4 Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam al-Qur'an (Cet. III; Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2002), h. 127. 5 Muhammad Fuad 'Abd al-Baqi. AI-Mujam al-Mufahras li al Alfaz al-Qur'an al-Karim

(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 658-659. 6 Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concepts in The Qur'an, diterjemahkan oleh Agus

Fahri Husein dkk. dengan judul Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur'an (Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 1993), h. ix.

Page 32: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

17

Meskipun demikian, al-Qur‟an secara khusus banyak merangkaikan kata ini

dengan frase fi al-Ardi. Dalam Surah al-Baqarah [2]: 205, Allah menginfomasikan

bahwa orang-orang munafik adalah perusak natural environment yang

dilambangkan dengan dua terma yaitu al-hars (flora) dan al-nasl (fauna).

Tindakan pengrusakan terhadap dua hal ini adalah pengrusakan terhadap

lingkungan alam secara keseluruhan karena keduanya merupakan sumber utama

kehidupan. Dari sini dapat dipahami bahwa merusak lingkungan adalah salah satu

bentuk kejahatan. Berikut tampilan ayatnya.

Terjemahnya: Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi

untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan

binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Ungkapan

kebinasaan di sini adalah ibarat dari orang-orang yang berusaha

menggoncangkan iman orang-orang mukmin dan selalu mengadakan

kekacauan

Definisi kerusakan menurut KBBI ialah berasal dari kata “rusak” yang

berarti sudah tidak sempurna. Kerusakan memiliki arti dalam kelas nomina atau

kata benda sehingga kerusakan dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat,

atau semua benda dan segala yang dibendakan. Kerusakan berarti dapat diartikan

sebagai sesuatu yang hilang yang tidak sama seperti sedia kala.7 Jadi kerusakan

adalah upaya menhilngkan manfaat dari suatu benda tanpa memikirkan perbaikan

kembali.8 Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya

sumber daya air, udara, dan tanah juga kerusakan ekosistem dan punahnya fauna

liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara

resmi diperingatkan oleh High Level Threat Panel dari PBB.9

2. Pengertian al-Arḍ / Bumi

Kata al-arḍ dalam Lisan al 'Arab berarti bumi yang merupakan tempat

tinggal dan tempat berkehidupan.10

Bumi adalah perwujudan “Ibu Pertiwi”,

simbolisasi ini menempatkan kedudukan bumi sebagai kerahiman yang penuh

kasih. Ia menjadi pelindung bagi segenap isinya termasuk manusia didalamnya.

7 KBBI (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016) h.45 8 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),

h.6 9 https://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan. Di akses pada selasa pukul 13.28 10 Ibn Manzhur, Lisan al 'Arab, (Beirut: Dar al-Shadir, 2000), juz:1., h. 27

Page 33: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

18

Bumi dalam pandangan kosmologi timur dipahami berdasarkan adanya suatu

hubungan dialektis dan co-existence yang saling melengkapi satu sama lainnya.

Hubungan antara penciptaan dan perusakan, penyatuan dan perpecahan menjadi

siklus pergerakan dinamis alam semesta.

Bumi adalah tempat tinggal bagi jutaan makhluk hidup, termasuk manusia.

Sumber daya mineral Bumi dan produk-produk biosfer lainnya bersumbangsih

terhadap penyediaan sumber daya untuk mendukung populasi manusia global.

Istilah bumi yang merupakan lingkungan tempat makhluk hidup berasal dari

bahasa Inggris yaitu Environment And Human Environment yang berarti

lingkungan hidup atau lingkungan hidup manusia. Istilah tersebut dalam ilmu

pengetahuan sering digunakan ketika pembuatan suatu peraturan.11

Secara tidak

langsung istilah lingkungan hidup sering kita gunakan untuk menyebutkan segala

sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup

di bumi. Berdasarkan UU no 23 tahun 1997 lingkungan hidup adalah kesatuan

ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya

manusia yang melangsungkan kehidupan dan kesejahteraan.

Otto Soemarwoto12

berpandangan mengenai bumi atau lingkungan hidup

manusia adalah seluruh kondisi dan materi (benda) didalam ruang yang kita

tempati ini dan mempengaruhi kehidupan kita. Otto menyatakan bahwa

pengertian lingkungan hidup ini sangatlah luas tidak hanya yang meliputi bumi

dan seisinya saja tetapi juga yang meliputi luar angkasa.13

Demikian juga Soedjono14

mengartikan bumi sebagai lingkungan jasmani

atau fisik yang terdapat di alam semesta. Pengertian ini menjelaskan bahwa

manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan dianggap sebagai perwujudan fisik

11M. Daud silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Indonesia

(Bandung: P.T. Alumni 2001), h. 8 12 Otto Soemarwoto merupakan seorang pakar ekologi Indonesia dan lulusan Universitas

Gajah Mada. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Lembaga Ekologi Nasional selama kurang lebih 19 tahun, yaitu antara tahun 1972-1991. Gelar yang disandangnya adalah Profesor, Doktor,

Insinyur. Ia pun pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Pertanian

Wageningen, Belanda. 13 Otto Soemarwoto. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Jakarta: Djambatan,

1997), h. 59. 14 Prof. Dr. Raden Soedjono Djoened Poesponegoro adalah mantan Menteri Urusan

Research Nasional pertama setelah Indonesia merdeka. Jabatan tersebut diembannya antara tahun

1962 hingga 1966. Tokoh lulusan Universitas Leiden, Belanda ini juga pernah menjabat menjadi

Dekan Fakultas Kedokteran Indonesia di tahun 1952. Jabatan yang dipegangnya hingga tahun

1969.

Page 34: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

19

jasmani. Menurut definisi yang diartikan Soedjono, lingkungan hidup mencakup

lingkungan hidup manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang ada di

dalamnya.15

B. Urgensi Penjagaan Bumi

Masalah kerusakan lingkungan bukan lagi suatu hal yang baru di telinga

kita. Saking familiarnya hal tersebut, kita dengan mudah dan sistematis dapat

menunjuk apa saja jenis kerusakan lingkungan yang terjadi serta menyebutkan

akibat yang akan muncul dari kerusakan tersebut.

Misalnya, dengan cepat dan sistematis kita tahu bahwa ekploitasi alam dan

penebangan hutan secara berlebihan akan mengakibatkan banjir, tanah longsor

atau kekeringan. Membuang limbah industri ke sungai akan menggangu kematian

ikan dan merusak habitatnya. Penangkapan ikan dengan dinamit akan

menyebabkan rusaknya terumbu karang dan biota laut lainnya, dan masih banyak

lagi jenis sebab akibat yang terjadi dalam lingkungan hidup kita.

Dari beberapa contoh pengetahuan kita terhadap sebab akibat dari tindakan

terhadap lingkungan hidup di atas sayangnya ia tidak terjadi dalam pemeliharaan

dan atau perawatan lingkungan hidup. Pengetahuan kita hanya seakan terhenti

pada „mengetahui‟ tanpa diikuti oleh kesadaran akan perawatan atau pemeliharaan

lingkungan hidup. Sekarang pertanyaannya adalah, apakah kita tidak lagi bisa

berfikir secara jernih, logis serta sistematis lagi sehingga pengetahuan atau

tindakan kita untuk mengeksploitasi alam hanya terhenti pada pengetahuan atau

tindakan pengekploitasian semata tanpa diikuti dengan rasa tanggung jawab untuk

memelihara dan merawatnya.16

Lemahnya kesadaran kita akan arti penting memelihara dan menjaga

lingkungan hidup mungkin disebabkan oleh anggapan kita yang menganggap

tindakan ekploitasi tersebut adalah hal yang wajar. Wajar karena kita adalah

manusia yang di ciptakan oleh Tuhan sebagai khalifah, sebagai pengganti-Nya

sekaligus penguasa atas ciptaan-Nya yang lain di muka bumi.

15 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan (Jakarta: Erlangga, 2004),

h.4 16 Majid Fakhry, Ibnu Khaldun (Jakarta: Grapindo, 2001), h. 126

Page 35: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

20

Sebagai penguasa, maka manusia berhak melakukan apa saja terhadap yang

dikuasainya termasuk terhadap alam. Menebang pohon untuk kebutuhan manusia

adalah hal yang sangat wajar, misalnya. Menambang untuk mencukupi keinginan

hidup termasuk hal yang lumrah, atau dalam skala kecil membuang sampah

sembarangan adalah juga termasuk hal yang biasa, tidak ada aturan tegas baik itu

pemerintah apalagi agama yang mengatur hal tersebut. Namun, tidak semua

anggapan kita di atas sepenuhnya benar.17

Melihat ketergantungan menusia inilah yang membuat alam dan lingkungan

menjadi bagian penting dalam keberlangsungan hidup manusia dan makhluk

hidup pada umumnya. Alam menjadi tempat sentral makhluk hidup untuk terus

berkembang dan berkelangsungan. Diantara urgensi penjagaan bumi dan

pemeliharaannya bagi manusia adalah:18

1. Urgensi Bumi sebagai Tempat Tinggal

Tiap-tiap makhluk hidup akan bertempat tinggal di dalam lingkungan

tempat mereka berada. Makhluk hidup akan selalu berkelompok dengan jenisnya

masing-masing. Dalam hal ini makhluk hidup dalam lingkungan ada yang hidup

sebagai individu, populasi, komunitas atau ekosistem tertentu.

2. Urgensi Bumi sebagai Tempat Berlangsungnya Aktivitas

Kehidupan manusia diwarnai oleh berbagai aktivitas yang bertujuan

memenuhi kebutuhan bagi hidupnya. Sehubungan dengan itulah terjalin interaksi

sosial yang menunjukkan ketergantungan antar sesama manusia. Melalui proses

interaksi sosial manusia mampu mencapai kesejahteraan bagi hidupnya.

3. Urgensi Bumi sebagai Wahana/Tempat bagi Kelanjutan

Kejadian tumpahnya minyak mentah di laut lepas akibat kebocoran kapal

tanker, merupakan salah satu berita buruk bagi pola kehidupan di laut. Demikian

pula kasus kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatra yang membawa dampak

tercemarnya udara dan ancaman bagi kelangsungan hidup masyarakat di

sekitarnya. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa kelangsungan hidup seluruh

organisme di bumi ini sangat tergantung pada kondisi lingkungannya.

18 Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,

2018), h.30

Page 36: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

21

C. Dampak Kerusakan Bumi

Bumi sebagai lingkungan tempat hidup manusia mempunyai keterbatasan,

baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Dengan kata lain, bumi dapat

mengalami penurunan kualitas dan penurunan kuantitas. Penurunan kualitas dan

kuantitas bumi ini menyebabkan kondisinya kurang atau tidak dapat berfungsi lagi

untuk mendukung kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kerusakan

bumi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan penyebabnya,

kerusakan bumi sebagai lingkungan hidup dapat dikarenakan proses alam dan

karena aktivitas manusia.

1. Dampak Kerusakan Fisik Bumi

a. Dampak kerusakan Udara

Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya salah satu atau lebih

pencemaran yang masuk ke dalam udara atmosfer yang terbuka yang dapat

berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap atau embun yang dicirikan

bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya. Pencemaran ini dapat mengganggu

kesehatan manusia, tanaman dan binatang atau pada benda-benda, dapat pula

mengganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari manusia dan pengguna

benda-benda.19

Penyebab pencemaran udara secara alamiah ialah diantaranya

kebakaran hutan, penyebaran benang sari dari beberapa jenis bunga, erosi

tanah oleh angin, gunung meletus, penguapan bahan organik dari beberapa

jenis daun seperti jenis pohon cemara yang mengeluarkan terpenten

hydrokarbon, dekomposisi dari beberapa jenis bakteri pengurai, deburan

ombak air laut yaitu sulfat dan garam dan radio aktivitas secara alamiah

seperti gas dari deposit uranium, fosfat dan granit. Yang hampir semua emisi

bahan pencemar yang berasal dari proses alamiah selalu tersebar ke seluruh

permukaan bumi sehingga jarang terkonsentrasi dan mengakibatkan

kerusakan.20

19 Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Gajah Mada University

Press: Yogyakarta, 2004), h.108 20 Darmono, Lingkungan Hidup Dan Pencemaran: Hubungannya Dengan Toksikologi

Senyawa Logam (Jakarta : UI Press, 2001), h.13

Page 37: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

22

Sementara itu dampak pencemaran udara yang dilakukan oleh aktivitas

manusia terjadi karena proses pembakaran menggunakan alat perlengkapan

rumah tangga, seperti penggunaan AC, kendaraan bermotor, efek rumah kaca

asap pabrik dan industri yang menyebabkan polusi merupakan penyebab

umum terjadinya polusi udara akibat ulah tangan manusia.21

Selanjutnya udara yang rusak akibat aktivitas hidup manusia, antara

lain, disebabkan oleh asap sisa hasil pembakaran, khususnya bahan bakar

fosil (minyak dan batu bara) yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor,

mesin-mesin pabrik, dan mesin-mesin pesawat terbang atau roket. Dampak

yang ditimbulkan dari pencemaran udara, antara lain, berkurangnya kadar

oksigen (O2) di udara, menipisnya lapisan ozon (O3), dan bila bersenyawa

dengan air hujan akan menimbulkan hujan asam yang dapat merusak dan

mencemari air, tanah, atau tumbuhan. Akibat yang ditimbulkan oleh

pencemaran udara, antara lain: Terganggunya kesehatan manusia, misalnya

batuk, bronkhitis, emfisema, dan penyakit pernapasan lainnya, rusaknya

bangunan karena pelapukan, korosi pada logam, dan memudarnya warna cat,

terganggunya pertumbuhan tanaman, misalnya menguningnya daun atau

kerdilnya tanaman akibat konsentrasi gas SO2 yang tinggi di udara, adanya

peristiwa efek rumah kaca yang dapat menaikkan suhu udara secara global

serta dapat mengubah pola iklim bumi dan mencairkan es di kutub dan

terjadinya hujan asam yang disebabkan oleh pencemaran oksida nitrogen.22

Pengaruh yang sangat penting adanya pencemaran udara pada manusia

adalah dalam aspek: kesehatan, kenyamanan, keselamatan, estetika dan

perekonomian. Bahaya terhadap kesehatan dapat ditimbulkan oleh udara yang

telah tercemar. Misalnya pengaruh dari karbon monoksida dari kendaraan di

kota. Telah banyak pula tercatat adanya penyakit yang acute sampai pada

kematian yang disebabkan oleh udara yang tercemar.

Kemudian selain faktor kesehatan pencemaran udara juga dapat

menganggu perekonomian. itu terjadi karena berkurangnya produksi tanaman

pertanian yang biasanya sangat terpenaruh oleh sulfur dioksida, nitrogen

21 Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan (CV Sagung Seto Jakarta, 2013), h.38 22 Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan (Jakarta: PT RajaGrapindo Persada,

2018), h.71

Page 38: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

23

oksida dan lain-lainnya. Kesehatan ternak akan dapat terganggu pula oleh

adanya fluorine. Benda-benda dapat menjadi rusak karena berbagai macam

polutan udara pengikisan terhadap batu karena kabut asam dan dampak-

dampak lainnya.23

b. Dampak Pada Pencemaran Air

Air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga

terlihat dalam sejarah berdirinya desa-desa dan kota-kota dari jaman dulu

sampai sekarang selalu berada di dekat sumber air seperti sungai, danau dan

pantai. Saat ini baik di indonesia maupun di negara-negara lain di seluruh

dunia air sudah merupakan sumber daya alam yang kritis baik dalam kualitas

maupun kuantitas. Perubahan kualitas dan kuantitas air dapat terjadi karena

adanya buangan bahan organik dan inorganik ke dalam air, yang dapat larut

dalam air maupun tidak.24

Walaupun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui

tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia.

Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam

sehingga dengan mudah dapat tercemar. Seperti aktivitas rumah tangga baik

itu mencuci dengan menggunakan bahan kimia maupun membuang limbah

rumah tangga ke sungai.

Jika dikelompokkan air dapat mengalami pencemaran oleh bahan-bahan

pengotor air yang berasal dari sumber alami, sumber pertanian, dan air

buangan limbah seperti limbah industri, limbah pertambangan, polutan air

tanah dan sampah.

Sumber alami pengotor air dapat berasal dari udara, mineral yang

terlarut di air, tumbuhan air, dan tumbuhan lain yang membusuk, bangkai

hewan dan air hujan. Selanjutnya sumber pengotor air yang berasal dari

bidang pertanian dapat berupa pupuk tanaman, kotoran hewan, pestisida, air

irigasi dan pencemaran akibat terjadinya erosi. Selain itu waduk juga dapat

mengotori dan mencemari lingkungan karena lumpur yang dibawanya dan

tanaman air yang merupakan gulma yang hidup di waduk. Kemudian limbah

23 Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, h.109 24 Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, h.110

Page 39: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

24

yang mengotori lingkungan dapat berasal dari limbah pemukiman, limbah

industri, limbah yang berasal dari kapal. Masuknya zat-zat polutan yang tidak

dapat diuraikan dalam air, seperti deterjen, pestisida, minyak, dan berbagai

bahan kimia lainnya, selain itu, tersumbatnya aliran sungai oleh tumpukan

sampah juga dapat menimbulkan polusi atau pencemaran. 25

Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi saat ini harus

memperhatikan pengelolaan limbah. Di dalam kegiatan industri, air yang

telah digunakan tidak boleh langsung ke lingkungan karena dapat

menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar

mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air lingkungan. Jadi air

limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga dapat digunakan

lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran air

lingkungan. Proses daur ulang air limbah industri atau water treatment

recycle process adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri

yang berwawasan lingkungan.

Apabila semua kegiatan industri dan teknologi memperhatikan dan

melaksanakan pengolahan air limbah industri dan masyarakat umum juga

tidak membuang limbah secara sembarangan maka masalah pencemaran air

sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Namun dalam kenyataannya masih

banyak industri atau suatu pusat kegiatan kerja yang membuang limbahnya ke

lingkungan melalui sungai, danau, atau langsung ke laut. Pembuangan air

limbah secara langsung ke lingkungan ialah yang menjadi penyebab utama

terjadinya pencemaran air. Limbah baik berupa padatan maupun cairan yang

masuk ke air menyebabkan terjadinya penyimpangan dari keadaan normal air

dan ini berarti merupakan suatu penemaran.

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya

perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: adanya perubahan suhu air,

adanya pH atau konsentrasi ion Hydrogen, adanya perubahan warna bau dan

rasa air, timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, adanya mikroorganisme

dan meningkatnya radio aktivitas air lingkungan. Dan akibat dari air yang

tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia. Kerugian

25 Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan,h.26

Page 40: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

25

tersebut berupa: air menjadi tidak bermanfaat lagi, dan air menjadi penyebab

timbulnya penyakit.26

Kerusakan ekosistem laut juga merupakan dampak dari kerusakan

ekosistem air. Ini terjadi karena eksploitasi hasil-hasil laut secara besar-

besaran, misalnya menangkap ikan dengan menggunakan jala pukat,

penggunaan bom, atau menggunakan racun untuk menangkap ikan atau

terumbu karang. Rusaknya terumbu karang berarti rusaknya habitat ikan,

sehingga kekayaan ikan dan hewan laut lain di suatu daerah dapat berkurang

bahkan punah.

c. Dampak Kerusakan Tanah

Tidak jauh berbeda dengan udara dan air, daratan pun dapat mengalami

pencemaran. Tanah mengalami pencemaran apabila ada bahan-bahan asing,

baik yang bersifat organik maupun bersifat anorganik berada di permukaan

tanah yang menyebabkan daratan menjadi rusak, tidak dapat memberikan

daya dukung bagi kehidupan manusia. Dalam keadaan normal daratan harus

dapat memberikan daya dukung bagi kehidupan manusia, baik untuk

pertanian, peternakan, kehutanan maupun untuk pemukiman.

Apabila bahan-bahan asing tersebut berada di daratan dalam waktu

yang lama dan menimbulkan gangguan terhadap kehidupan manusia, hewan

maupun tanaman, maka dapat dikatakan bahwa daratan telah mengalami

pencemaran. Kalau hal ini terjadi maka kenyamanan hidup, yang merupakan

sasaran peningkat kualitas hidup, tidak dapat dicapai.27

Pencemaran Tanah disebabkan karena sampah plastik ataupun sampah

anorganik lain yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah. Pencemaran tanah

juga dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk atau obat-obatan kimia yang

digunakan secara berlebihan dalam pertanian, sehingga tanah kelebihan zat-

zat tertentu yang justru dapat menjadi racun bagi tanaman. Dampak rusaknya

ekosistem tanah adalah semakin berkurangnya tingkat kesuburan tanah

26 Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, (Yogyakarta: Andi Offset,

2004), h.74 27 Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, h.99

Page 41: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

26

sehingga lambat laun tanah tersebut akan menjadi tanah kritis yang tidak

dapat diolah atau dimanfaatkan.

Faktor alamiah yang menyebabkan pencemaran daratan biasanya

dikarenakan oleh peristiwa alam seperti letusan gunung berapi yang

memuntahkan pasir, batu dan bahan vulkanik lainnya yang menutupi dan

merusak daratan sehingga daratan menjadi tercemar. Pencemaran karena

faktor alamiah ini tidak terlalu menjadi beban dalam masalah lingkungan

karena dianggap sebagai musibah bencana alam.

Selanjutnya faktor pencemaran dapat terjadi karena ulah dan aktivitas

manusia yang merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian seksama

dan sungguh-sungguh agar daratan tetap dapat memberikan daya dukung

alamnya bagi kehidupan manusia.28

Pencemaran akibat ulah tangan manusia terjadi karena misalnya

penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau insektisida,

jadi pestisida dan insektisida yang amat membantu manusia jika dipakai

dalam jumlah yang tepat tidak akan merusak tanah justru dapat membunuh

mikroba jika dipakai berlebihan. Demikian juga pupuk yang amat berguna

memberikan unsur hara bagi tanaman, jika diberikan berlebihan menjadikan

racun bagi tanaman. Tumbuhan, hewan kecil dapat terbunuh jika ada dalam

jumlah yang terlalu banyak di dalam tanah.

Dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicerna seperti plastik., dapat

mencemari daratan seperti deterjen yang tersisa tidak dapat terurai akan

mencemari tanah karena zat-zat yang ada dalam deterjen itu merupakan racun

untuk tanah. Kemudian limbah sampah padat yang menumpuk yang tidak

dapat teruraikan oleh makhluk terurai (bakteri) dalam kurun waktu yang lama

akan mencemari tanah. Karena yang dimasukkan ke dalam sampah ialah

bahan yang tidak terpakai lagin (refuse), yang telah terambil manfaatnya dan

menjadi barang yang tidak berguna dan tidak bernilai secara ekonomi seperti

sampah plastik, pakaian bekas dan barang-barang elektronik yang tidak

didaur ulang.29

28 Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, h.97 29 A. Tresna Sastra Wijaya, Pencemaran Lingkungan, Cet. Kedua, (Pt Rineka Cipta:

Jakarta, 2009). h.84

Page 42: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

27

Pencemaran dapat juga melalui air. Air yang mengandung pencemar

(polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga mengganggu jasad

yang hidup di dalam atau di permukaan tanah. Dan pencemaran tanah dapat

juga melalui udara, udara yang tercemar akan menurunkan hujan yang

mengandung bahan pencemar akibatnya tanah akan tercemar juga.

Kemudian, masalah degradasi lahan yang juga merupakan dampak dari

kerusakan daratan. Degradasi lahan ini merupakan bentuk kerusakan akibat

pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memperdulikan

keseimbangan lingkungan. Bentuk degradasi lahan seperti: Lahan kritis yang

terjadi karena praktik ladang berpindah ataupun karena eksploitasi

penambangan yang besar-besaran.

Sementara itu, rusaknya bidang pertanahan tidak lepas dari adanya

lahan-lahan yang krisis akibat penggundulan hutan yang tidak memerhatikan

aturan dan rusaknya kadar produktif tanah sebab dieksploitasi secara terus-

menerus. Hutan yang menyangga sebagai sistem lingkungan hidup dunia

telah mengalami kerusakan. Terdapat persentase sebesar 42% dari luas hutan

dunia telah rusak dengan tanpa bisa diperbaiki kembali. Rusaknya hutan

otomatis mengakibatkan juga rusaknya habitat-habitat satwa langka, seperti

semakin punahnya satwa-satwa yang tergolong dilindungi.30

Kerusakan hutan

terjadi umumnya karena ulah manusia seperti penebangan liar, kebakaran

hutan, dan praktik peladangan berpindah. Kerugian yang ditimbulkannya

misalnya punahnya habitat hewan dan tumbuhan, keringnya mata air, serta

dapat menimbulkan bahaya tanah longsor dan banjir.

D. Ekosistem Kehidupan di Bumi

Bumi sering diistilahkan lingkungan hidup, digunakan untuk menyebutkan

segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk

hidup di bumi. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah

kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di

dalamnya manusia dan perilakunya serta makhluk hidup lainnya.

30 Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, h. 69-71

Page 43: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

28

Unsur-unsur lingkungan hidup terbagi tiga, yaitu: 31

1. Unsur Hayati (Biotik); yakni unsur lingkungan hidup yang terdiri dari

makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik.

Jika kalian berada di kebun sekolah, sehingga lingkungan hayatinya

didominasi tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan

hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.

2. Unsur Sosial Budaya; yakni lingkungan sosial dan budaya yang dibuat

manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam

perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai

keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati

oleh segenap anggota masyarakat.

3. Unsur Fisik (Abiotik); yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-

benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan

lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap

kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di

muka bumi atau udara yang dipenuhi asap, tentu saja kehidupan di muka

bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana

kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang

tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dll.

31 Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan, (CV Sagung Seto : Jakarta, 2013), h.45

Page 44: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

29

BAB III

BIOGRAFI ASY-SYA’RAWI

A. Biografi Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi (w. 1998 M)

1. Kelahiran dan Nasab

Syeikh Muhammad Mutawali al-Sya’rawi adalah seorang tokoh yang lahir

di tanah Mesir yang menjadi lahan subur bagi lahirnya para pembaharu

(mujaddid) seperti at-Thanthawi, al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha

dan yang lainnya. Ia yang dikenal sebagai da‟i pemikir yang populer saat itu, juga

termasuk salah seorang ahli tafsir kontemporer yang telah melahirkan beberapa

karya ilmiah.

Muhammad Mutawali al-Sya’rawi dilahirkan pada hari Ahad tanggal 17

Rabiul Akhir 1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M di Daqadus, salah satu

kota kecil yang terletak tidak jauh dari kota Mayyit Ghamr, Propinsi ad-

Dahaliyyat. Beliau wafat pada 22 Safar 1419 H bertepatan dengan 17 Juni 1998

M, dimakamkan di desa Daqadus. Ayahnya memberi gelar “Amin” dan gelar ini

dikenal masyarakat di daerahnya. Beliau adalah ayah dari tiga anak laki-laki dan

dua anak perempuan bernama Sami, Abdurrahim, Ahmad, Fatimah dan Salihah.

Tentang nasab beliau, dalam sebuah kitab berjudul Ana Min Sulalat Ahli al-

Bait, al-Sya’rawi menyebutkan bahwa beliau merupakan nasab dari cucu Nabi

s.a.w. yaitu Hasan r.a dan Husein r.a. Ia dibesarkan dilingkungan keluarga

terhormat yang punya pertalian erat dengan para ulama dan para wali. Ayahnya

seorang petani sederhana yang mengelola tanah milik orang lain. Walaupun

demikian ia mempunyai kecintaan yang sangat besar terhadap ilmu dan sering

mendatangi majlis-majlis mendengarkan nasihat-nasihat ulama’. Ia mempunyai

hasrat dan keinginan yang besar untuk mengarahkan anaknya menjadi seoarang

ilmuwan. Untuk merealisasiakan cita catanya ini, ia memantau Sya’rawi sejak dari

kecil. Ia ingin as Sya’rawi kelak masuk ke perguruan al-Azhar.1

1 Makmun Gharib, al-Imam al-Sya‟rawi wa Haqaiq al-Islam (Maktab al-Gharin, Kaherah,

1987), h. 2.

Page 45: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

30

2. Pendidikan dan Karir

Pendidikan awal al-Sya’rawi bermula sejak berumur 5 tahun dengan belajar

al-Qur’an di bawah bimbingan salah seorang daripada 4 orang Syeikh pengajar al-

Qur’an yang terdapat di kampung Daqadus, iaitu Syeikh ‘Abdul Majid Basha. Al-

Sya’rawi berjaya menghafaz al-Qur’an dalam usia 10 tahun. Pendidikan rasmi

pula bermula daripada Ma‟had Agama al-Ibtidâ‟i (permulaan) kemudian al-I‟dadi

(persiapan) kemudian al-Thanawi (menengah) pada tahun 1936 M. Kesemuanya

di kota al-Zaqaziq. Selanjutnya al-Sya’rawi menjalani hidup di ma‟had dengan

penuh kesungguhan. Ia termasuk pelajar terbaik dalam berpidato dan penulisan

syair serta penyampaiannya.2

Selanjutnya al-Sya’rawi berpindah ke Kaherah untuk meneruskan pelajaran

di Universitas Al-Azhar Fakultas Bahasa Arab. Al-Sya’rawi sukses mendapatkan

gelar sarjana muda (al-Shahadah al „Alamiyyah) pada tahun 1941 M, kemudian

sukses pula mendapatkan sertifikat mengajar (Ijazah Tadris) pada tahun 1943 M.

Pada tanggal 2 April 1990 M al-Sya’rawi dikurniakan Doktor Kehormat daripada

Universitas al-Mansurah, Mesir.

Al-Sya’rawi memulai karirnya sebagai seorang guru di kota Tanta pada

tahun 1943 M, kemudian di Ma’had Agama Islam di kota al-Zaqaziq, selanjutnya

di Ma’had Agama Islam di kota Alexanderia, kesemuanya di Mesir.3

Pada tahun 1950 M al-Sya’rawi dikirim oleh Al-Azhar ke Mekkah, Saudi

Arabia sebagai pensyarah di Universitas Ummul Qurra Fakultas Syariah. Al-

Sya’rawi dipercayakan untuk mengajar materi akidah padahal beliau lulusan

fakultas bahasa Arab. Meskipun demikian al-Sya’rawi mampu mengajar dengan

baik sehingga mendapat pujian daripada berbagai kalangan.

Pada tahun 1960 M al-Sya’rawi ditunjuk sebagai wakil direktor di Ma’had

Agama Islam Tanta, dan pada tahun 1961 M ditunjuk pulasebagai pengarah

urusan dakwah di Kementerian Wakaf Mesir. Pada tahun 1962 M dipilih sebagai

penyelia ilmu-ilmu agama Islam di Al Azhar. Kemudian pada tahun 1966 M

beliau dipilih sebagai pengetua delegasi Al-Azhar di Algeria. Al-Sya’rawi

bermukim di sana selama 7 tahun dan kembali lagi ke Kaherah. Pada tahun 1970

2 Makmun Gharib, al-Imam al-Sya‟rawi wa Haqaiq al-Islam, h. 3. 3 Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, (Kaherah: Dar al

Nashr, 1990), h. 8.

Page 46: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

31

M al-Sya’rawi ditunjuk sebagai profesor jemputan di Universitas King Abdul

Aziz Fakultas Syariah, Mekkah.

Pada tahun 1975 M dipilih sebagai pengarah umum di pejabat Kementerian

Wakaf Urusan Al-Azhar dan setahun kemudian ditetapkan sebagai timbalan

menteri di Kementerian Wakaf sehingga mengakhiri masa tugasnya pada tanggal

15 April 1976 M. Kemudian pada bulan Agustus 1976 M al-Sya’rawi mendapat

anugerah ‘Darjat Utama’ sempena berakhirnya masa pengabdiannya. Selanjutnya

ia ke lapangan dakwah sepenuh masa.

Pada tahun 1977 M al-Sya’rawi ditunjuk oleh Perdana Menteri Mesir ketika

itu, Mahmud Salim untuk menjadi menteri di Kementerian Wakaf, al-Sya’rawi

menerima amanah tersebut tetapi dengan syarat Majlis menteri-menteri tidak

boleh menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam. Beliau

berhenti pada bulan Oktober 1978 M sehingga dapat menumpukan diri dalam

bidang dakwah. Selanjutnya al-Sya’rawi menolak setiap tugas yang berhubungan

dengan politik dan administrasi. Berbagai peristiwa terjadi sepanjang al-Sya’rawi

menjadi menteri. Sikapnya yang tegas dalam pembasmian korupsi di kalangan

pegawai kementerian membuat dirinya tidak disukai oleh pihak tertentu. Al-

Sya’rawi hanya mampu bertahan selama 18 bulan diKementerian Wakaf.

Pada tahun 1980 M beliau ditunjuk sebagai anggota dewan pakar Majma‟

al-Buhuth al-Islamiyyah, yaitu sebuah lembaga terpenting dalam ilmu-ilmu Islam

di Al-Azhar. Al-Sya’rawi juga pernah melawat berbagai negara dalam tugas

dakwah seperti Amerika, Eropah, Jepang, Turki dan lain-lain. Pada tahun 1988 M

al-Sya’rawi mendapat hadiah penghormatan daripada negara Mesir dan pada

tahun 1998 M menjadi tokoh terpilih daripada negara Dubai.4

3. Karya-Karyanya

Syeikh al-Sya’rawi meninggalkan karya-karya yang cukup banyak bagi

masyarakat sepanjang masa, di antaranya: Tafsir al-Qur‟an al-Sya‟rawi (30 juz).

Mukjizat al-Qur‟an (5 juz). Al-Mar‟ah fi al-Qur‟an al-Karim. Al-Qasas al-

Qur‟ani fi Surah al-Kahfi. „Aqidah al-Islam. Allah wa al-Nafs al-Bashariyyah. Al-

Adillah al-Madiyah „ala Wujud Allah. Al-Syaitan wa al-Insan. Al-Sihru wa al-

4 Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h.12-13.

Page 47: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

32

Hasad. Mu‟jizah ar-Rasul. Al-Isra‟ wa al-Mi‟raj. Nihayah al-„Alam. Yawm al-

Qiyamah. Al-Qada wa al-Qadar. Al-Ghayb. Al-Islam: Haddathah wa Hadarah.

Al-Halal wa al-Haram. Al-Fatawa. 100 soal-jawab dalam Fikah Islam. Ad-Du‟a

al-Mustajab. Al-Haj al-Mabrur. Al-Khayr wa al-Shar. Al-Rizq. Al-Hayah wa al-

Mawt. Al-Fadilah wa ar-Razilah.5

4. Sekilas Tafsir al-Sya’rawi

Syeikh Sya’rawi telah membekali diri dengan berbagai bacaan dari banyak

bidang ilmu di samping penguasaan ilmu al-Qur’an dan pemahaman terhadap

berbagai pemikiran dan falsafah yang ada. Beliau mampu menarik perhatian

penonton ketika tampil di kaca televisi menafsirkan al-Qur’an secara langsung.

Mereka melihat ada sesuatu yang baru pada diri al-Sya’rawi dan berbeda dengan

tokoh-tokoh yang selama ini mereka ketahui. Sya’rawi tampil menyampaikan

kebenaran Islam dengan susunan kata yang mudah difahami dan dengan

kandungan makna yang dalam sekali. Itulah sebabnya beliau mendapat sambutan

yang luar biasa, beliau bercakap kepada akal dan hati masyarakat.

Syeikh Sya’rawi saat menafsirkan al-Qur’an, dalam ungkapan beliau, ia

adalah getaran-getaran hati (khawatir), menggunakan berbagai cara dan sarana

sehingga tafsirnya dapat sampai ke hati dan akal, dalam masa yang sama beliau

menggunakan mantik, bahasa yang sederhana, mengutarakan berbagai pendapat

yang ada dalam sesuatu perkara, sehingga tafsir beliau dapat diterima oleh para

pendengar dengan kepuasan yang sempurna.6

Apa yang dibawakan oleh al-Sya’rawi dalam penafsiran al-Qur’an adalah

suatu karya tafsir meskipun beliau sendiri menafikannya. Dikatakan sebagai suatu

karya tafsir karena menerangkan ayat secara tertib satu persatu menurut urutan

dalam al-Qur’an, menerangkan kata-katanya, menjelaskan kandungannya,

mengikat dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, menerangkan sebab turun

(Asbâb al-Nuzûl)nya, menampakkan aspek kehebatan (I‟jaz)nya. Meskipun

demikian al-Sya’rawi menyebut usahanya itu sebagai Khawatir Imaniyyah; yaitu

getaran-getaran hati yang muncul karena keimanan kepada Allah. Mungkin

penyebutan itu untuk tujuan merendahkan diri karena beliau sendiri tidak

5 Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 18 6 Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi:Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 30-31

Page 48: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

33

membantah kitab beliau yang terbit dan beredar di pasaran berjudul “Tafsir al-

Sya‟rawi”. Seandainya tidak boleh disebut tafsir tentu beliau sendiri tidak

mengizinkan judul tersebut dipakai.

Tafsir al-Sya’rawi berbeda dengan tafsir-tafsir yang sudah ada, karena

tujuan sebenar daripada Syeikh al-Sya’rawi adalah memastikan unsur keimanan

(al-Fikrah al-Imaniyyah) sampai ke setiap hati dan fikiran pendengar. Oleh karena

itu, tafsir al-Sya’rawi nampak berjalan di atas metode tersendiri. Sya’rawi

mengikat ayat yang tengah dibahaskan dengan ayat lain yang sama-sama

membahaskan tema yang sama untuk tujuan mendapatkan pemahaman yang lebih

sempurna dan lebih mendalam sehingga al-Qur’an nampak sebagai satu kesatuan.

Oleh karena itu dapat dilihat bahwa banyak ayat yang ditafsirkan oleh Sya’rawi

memiliki penjelasan yang sangat panjang bahkan ada yang berpindah kepada

penjelasan yang lain, dan ada kalanya pula tidak lagi menjelaskan ayat yang

tengah dibahaskan tetapi menerangkan penjelasan ayat pula.7

Adapun Sya’rawi sendiri memberikan penjelasan tentang tafsirnya:

“Segala puji bagi Allah Tuhan Sekalian Alam, selawat dan salam ke atas

penghulu sekalian rasul, Nabi Muhammad s.a.w. dan juga ke atas keluarga

dan para sahabat beliau. Selanjutnya saya mohon maaf atas penjelasan

yang menyangkut diri saya sendiri, yaitu mengenai getaran-getaran

(khawatir) hati saya ketika menerangkan ayat-ayat suci al-Qur‟an. Ada

yang mengira bahawa getaran-getaran hati itu adalah tafsir al-Qur‟an,

tetapi sebenarnya ia bukanlah tafsir alQur‟an. Getaran-getaran hati itu

muncul disaat saya berusaha menuju keadaan suci bersama al-Qur‟an,

yaitu di saat akal dan jiwa memahami dan menghayati firman-firman Allah

itu, bagi saya setiap ayat al-Qur‟an lebih daripada sebatang sungai yang

dinikmati oleh setiap akal dan jiwa yang suci. Masing-masing merasakan

kenikmatan sesuai dengan kadar yang dikehendaki oleh Allah SWT. Saya

katakan perkara ini adalah karena tidak ada seorang pun manusia yang

boleh menafsirkan al-Qur‟an dengan menerangkan semua makna dan

kehebatan yang dikandunginya. Masing-masing hanya mampu

menerangkan dengan akal dan jiwa yang ada padanya. Itulah rahsia

mengapa al-Qur‟an akan tetap sebagai mukjizat sepanjang masa”.8

7 Irsyadul Haq bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi,

Disertasi Sarjana di Fakultas Pengajian Islam Universiti Kebangsaan Malaysia, t.t., h. 53. 8 Irsyadul Haq bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, h.

57.

Page 49: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

34

Sistematika Tafsir al-Sya’rawi dimulai dengan muqaddimah, menerangkan

makna ta`awuz, dan tertib nuzul al-Qur’an. Dalam memulai menafsir setiap surah,

beliau mulai dengan menjelaskan makna surah, hikmahnya, hubungan surah yang

ditafsirkan dengan surah sebelumnya kemudian menjelaskan maksud ayat dengan

menghubungkan ayat lain, sehingga disebut menafsirkan ayat al-Qur’an dengan

al-Qur’an.9

Dalam menafsirkan ayat atau kelompok ayat, Sya’rawi menganalisis dengan

bahasa yang tajam dari lafaz yang dianggap penting, dengan berpedoman pada

kaidah-kaidah bahasa dari aspek nahwu, balaghah dan lain sebagainya.

Sedangkan ketika menafsirkan ayat aqidah dan iman beliau mengikuti mufassir

terdahulu, seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Sayyid Qutb. Dalam hal ini,

Sya’rawi membahasnya secara mendalam dengan argumen yang rasional dan

ilmiyah agar keyakinan dan ketauhidan mukminin lebih mantap, dan mengajak

selain mereka untuk masuk dalam agama Allah yaitu Islam.

Tafsir al-Sya’rawi tidak terbatas kepada pengungkapan makna suatu ayat,

baik makna umum maupun makna rinci. Lebih dari itu, as Sya’rawi berusaha

mensosialisasikan teks al-Qur’an ke dalam realitas kehidupan masyarakat. Dalam

mengupas satu ayat, Sya’rawi seringmemulainya dengan menerangkan korelasi

ayat tersebut dengan ayat sebelumnya, kemudian melanjutkan dengan tinjauan

bahasa, akar kata, soraf dan nahwunya, terlebih lagi jika kalimat tersebut

mempunyai banyak i‟rab. Terkadang, ia memasukkan aneka qiraat untuk

menerangkan perbedaan maknanya, mengutip ayat lain dan hadis yang

berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan, juga mengutip sya’ir dalam

menerangkan makna satu kata, sisi sastra suatu ayat dijelaskan, ditulis sabab

nuzulnya, apabila berdasarkan hadis sahih.

Ketika melewati ayat al-Ahkâm (ayat hukum), al-Sya’rawi tidak mau

terperosok jauh tentang perdebatan antar mazhab, melainkan langsung

menyebutkan hukum suatu perkara, dan tak kalah penting, selalu menyatukan al-

Qur’an dengan realitas kehidupan yang kontemporer. Tafsir al-Sya’rawi memakai

metode tafsir tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an secara menyeluruh dan

tertib dengan menguraikan arti kosa kata, sabab an-nuzul, munasabah atau

9 Muhammad Fauzi, al-Syeikh al-Sya‟rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, h. 27.

Page 50: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

35

kolerasi antar ayat, kandungan ayat dan sebagainya. Daam tafsir tersebut

dipaparkan ayat per ayat secara berurutan, sesuai dengan urutan ayat dalam

mushaf al-Qur’an mulai dari Surah al-Fatihah hingga Surah an Nas. Hal ini

dikarenakan sense of language (hassah lughawiyah) beliau sangat tajam,

menjadikannya mampu memahami suatu kata secara detail dengan

membandingkan kata tersebut dengan kata yang sama di lain ayat sehingga

membentuk satu pengertian yang utuh.10

Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang dibuat oleh murid al-

Sya’rawi yakni Muhammad al-Sinrawi dan ‘Abdul al-Waris ad-Dasuqi dari

kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang disampaikan al-Sya’rawi.

Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya’rawi di

takhrij oleh Ahmad ‘Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yawm

Idarah al-Kutub wa al Maktabah pada tahun 1991 (tujuh tahun sebelum Sya’rawi

meninggal dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya’rawi ini merupakan kumpulan

hasil-hasil pidato atau ceramah al-Sya’rawi yang kemudian di edit dalam bentuk

tulisan buku oleh murid-muridnya. Tafsir ini merupakan golongan tafsir bi al-

lisan atau tafsir sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan).11

5. Wafatnya

Kesehatan al-Sya’rawi semakin tidak menentu pada hari-hari terakhir usia

beliau. Penyakit kali ini nampak tidak seperti biasanya. Ia merasa sakit pada

sebelah belakangnya. Al-Sya’rawi dibawa ke rumah sakit dan di X-Ray. Ia

menolak untuk memakan obat meskipun para doktor memaksanya. Setelah

berjalan 4 hari beliau meminta untuk ditempatkan di rumah. Beliau juga

memohon supaya keluarga tidak berkumpul di sekelilingnya dan membiarkan

dirinya berseorangan dengan Allah dalam salat dan zikir. Beliau hanya

memperkenankan keluarganya untuk membawakan makanan pada waktu azan

Maghrib. Beliau hanya menjamah air putih sekadar membasahi bibir.

Kemungkinan pada hari itu beliau berpuasa.

10 Irsyadul Haq Bin Abdullah, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya‟rawi, h.

60. 11 http://islamuna-adib.blogspot.com/ di akses pada 11 November 2018 pukul 00.41.

Page 51: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

36

Dua hari sebelum wafat telah diusahakan untuk menyuntikkan glukosa ke

dalam tubuhnya tetapi tidak berhasil. Ketika itu ia berkata: “Sudahlah, tinggalkan

aku bersama Tuhanku”. Pada pagi Rabu 22 Safar 1419 Hijriah bertepatan pada

17 Juni 1998 Masehi, al-Sya’rawi nampak sehat, ia meminta makanan. Setelah

memakannya satu sendok ia bertanya: “Hari apa kita sekarang?” Anak

sulungnya menjawab: “Hari Rabu”. Lalu al-Sya’rawi meminta dicarikan mobil

untuk membawanya ke kampung kelahirannya, Daqadus. Kemudian ia juga

sempat bertanya kepada salah seorang pekerjanya yang telah diperintahkan

menggali kuburan untuknya.

Pada pukul 6 pagi, nampak keadaannya semakin membimbangkan. Ahli

keluarga pun berkumpul di sekelilingnya, as Sya’rawi meminta air dan setelah

meneguknya satu tegukan lalu ia memuji Allah dan meletakkan tangannya di atas

dada sebagai isyarat menutup percakapan dengan manusia dan memulai

kebersamaan dengan Allah SWT. Ketika itulah jiwanya yang tenang kembali

kepada Allah untuk ditempatkan disisi-Nya.

Dengan wafatnya Syeikh al-Sya’rawi maka umat Islam kehilangan salah

seorang tokoh yang terbilang. Dr. Yusuf al-Qaradawi berpendapat bahwa Syeikh

al-Sya’rawi merupakan salah seorang 52 ulama besar dalam menafsirkan al-

Qur’an. Karyanya akan tetap memberikan manfaat kepada agama Islam.12

Syeikh al-Sya’rawi seorang pejuang yang tidak pernah berhenti menabur

bakti di tengah masyarakat. Melalui ilmu yang kental dan cara dakwah yang

berkesan beliau telah berperan serta dalam menyelamatkan umat daripada

kelalaian yang boleh membawa kepada kebinasaan. Mudah-mudahan Allah

menerima perjuangan dan mengumpulkannya bersama para nabi, para syuhada

dan orang-orang saleh.

6. Metode dan Corak Tafsir al-Sya’rawi

a. Nao / Jenis

Dalam sumber penafsiran atau yang disebut juga dengan naw‟u (jenis),

ada dua sumber yaitu bi al-ma‟tsûr dan bi al-ra‟yi. tafsir ini dikategorikan

sebagai tafsir bi al-ra‟yi. Walapupun terdapat riwayat hadits Nabi dalam

12 Mohd Rumaizuddin Ghazali, Jejak Ulama: Syiekh Muhammad Mutawalli al-Sya'rawi

Tokoh Tafsir Mesir Abad 21, dalam www.abim.org. Akses 11 November 2018 pukul 00.56.

Page 52: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

37

kitabnya, namun ia lebih dominan menggunkan pemikiran dan

perenunggannya dalam memahami ayat al-Qur’an. Karena, bisa kita lihat

langsung ketika al-Sya’rawi menjelaskan ayat dengan hasil pemikirannya,

lalu menggabungkan dengan ayat lain yang satu kaitan, serta menjalaskan

makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Ini membuktikan bahwa tafsir

ini merupakan corak tafsir bi ar-ra‟yi.13

b. Laun / corak

Dalam penafsirannya, corak yang menonjol adalah Adabi Ijtima’i.

melalui penafsirannya ini Sya’rawi mengemukakan pemikirannya tentang

pendidikan, perhatiannya terhadap problematika masyarakat muslim juga

problematika pemerintahan. Meskipun ada juga yang mengatakan corak

penafsiran kitab tafsir asy-Sya’rawi ini adalah at-Tarbawî al-Ishlahi

(pendidikan)14

. Hal itu bisa dilihat dari isi kitab tafsir as-Sya’rawi yang

banyak sekali mengandung nasihat dan mendidik umat Islam untuk lebih

menuju ke arah yang lebih baik15

.

c. Metode Tafsir

Secara umum, apabila kita menggunakan konsep metode tafsir yang

dicetuskan oleh al-Farmawi, maka tafsir al-Sya’rawi ini termasuk tafsir yang

menggunakan metode tahlili. Karena dari segi sisi tafsir ini berusaha

menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Tafsir

ini menjelaskan kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju

oleh ayat tersebut, keindahan susunan kalimat, i‟jaz, balâghah, tata bahasa,

menjelaskan pengambilan hukum (istinbath) dari ayat tersebut, serta

mengemukan korelasi antar ayat dan surat, bahkan juga mencantumkan

riwayat-riwayat dari Rasulullah, sahabat, dan tabi’in16

.

13 Muhammad Ali Ayâzî, Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran : Mu’assasah

at-Taba’ah wa an-Nasyr, 1373 H), h. 118. 14 Badruzzaman M. Yunus, Tafsir al-Sya‟rawi : Tinjauan Terhadap Sumber, Metode, dan

Ittijah, (Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 40. Mengutip dari Ahmad al-Mursi

Husein Jauhar, Al-Syeikh Muhammad al-Mutawalli al-Sya’rawi : Imam al-‘Ashr, h. 12. 15 Metodologi Tafsir al-Sya‟rawi, h. 10-11, Pdf. (telah diunduh Jum’at, 18-12-2015, pada

pukul 07.48 WIB) 16 Gamal al-Banna, Evolusi Tafsir : Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern, terj.

Novriantoni, I (Jakarta Timur : Qisthi Press, 2004), h. 139.

Page 53: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

38

7. Latar Belakang Penulisan dan Penamaan Kitab

Al-Sya’rawi dalam muqaddimah tafsirnya, menyatakan bahwa: “Hasil

renungan saya terhadap al-Qur’an bukan berarti tafsiran al-Qur’an, melainkan

percikan pemikiran yang terlintas dalam hati seorang mukmin saat membaca al-

Qur’an. Kalau memang al-Qur’an dapat ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak

menafsirkannya hanya Rasulullah SAW, karena kepada beliaulah ia diturunkan.

Beliau banyak menjelaskan kepada manusia ajaran al-Quran dari dimensi ibadah,

karena hal itu yang diperlukan umatnya saat ini. Adapaun rahasia al-Qur’an

tentang alam semesta, tidak beliau sampaikan, karena kondisi sosio intelektual

saat itu tidak memungkinkan untuk dapat menerimanya. Jika hal itu disampaikan

akan menimbulkan polemik yang pada gilirannya akan merusak puing-puing

agama, bahkan memalingkan umat dalam jalan Allah SWT.

Nama tafsir al-Sya’rawi di ambil dari nama asli pemiliknya yakni al-

Sya’rawi. Menurut Muhammad Ali Iyazi, judul yang terkenal dari karya ini

adalah Tafsir al-Sya‟rawi Khawatir al-Sya‟rawi Haula al-Qur‟an al-Karim. Pada

mulanya tafsir ini hanya di beri nama Khawatir al-Sya‟rawi yang dimaksudkan

sebagai sebuah perenungan (Khawatir) dari diri al-Sya’rawi terhadap ayat-ayat al-

Qur’an yang tentunya bisa saja salah dan benar terhadap orang yang

menafsirkannya.17

Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang di buat oleh murid al-

Sya’rawi yakni Muhammad al-Sinrawi, Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan

pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al-Sya’rawi. Sementara itu,

hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Tafsir al-Sya’rawi di takrij oleh Ahmad

Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Ahbar al-Yaum Idarah al-Kutub wa al-

Maktabah pada tahun 1991 (yaitu tujuh tahun sebelum al-Sya’rawi meninggal

dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Sya’rawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil

pidato atau ceramah al-Sya’rawi yang kemudian di edit dalam bentuk tulisan buku

oleh murid-muridnya. Tafsir ini merupakan golongan tafsir bi al-lisan atau tafsir

sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan).

17 Hendro Kusuma, Penafsiran Al-Thabari dan Al-Sya‟rawi Tentang Makanan (Skripsi:

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:, 2009), h. 33.

Page 54: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

39

8. Kelebihan dan Kekurangan Tafsirnya

Dalam dunia tafsir, pola penyajian adalah perangkat dan tata kerja yang

dipakai dalam proses penafsiran al-Qur’an. Secara historis, setiap penfsiran telah

menggunakan suatu pola atau lebih. Pilihan pola tergantung pada kecenderungan

dan sudut pandang penafsir serta latar belakang keilmuan dan aspek-aspek lain

yang melingkupinya. Banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh tafsir al-

Sya’rawi yang diantaranya adalah: Sya’rawi menyajikan karya tafsirnya dengan

nuansa yang bersentuhan langsung dengan tema-tema kemasyarakatan, melalui

teknik bahasa yang cukup sederhana. Hal ini sebagai upaya meletakan al-Qur‟an

pada posisi sebagai pedoman dalam realitas kehidupan sosial. Serta dalam tafsir

al-Sya’rawi kandungan di dalamnya dapat menjawab persoalan masyarakat yang

selalu selalu berkembang karena menggunakan corak al-Adab al- Ijtima‟i.

Namun juga ada kekurangan dalam tafsir ini Sya’rawi tidak banyak

memberikan perhatian kepada pembahasan kosakata atau tata bahasa, kecuali

dalam batas-batas untuk mengantarkan kepada pemahaman kandungan petunjuk

petunjuk al-Qur’an. Serta tidak adanya sebuah referensi ketika terdapat

penyebutan sebuah pendapat ulama lain. Dan tidak adanya perhatian terhadap

sanad hadis.

Page 55: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

40

BAB IV

“ANALISIS AYAT-AYAT FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR AL-

SYA‟RAWI”

Sebelum menjelaskan penafsiran al-Sya‟rawi Kerusakan Lingkungan Hidup

atau Fasâd Al-Arḍi. Terlebih dahulu penulis akan menyampaikan ayat-ayat yang

berbicara tentang kerusakan lingkungan di dalam al-Qur‟an. Dalam mencari ayat

tentang Fasâd Al-Arḍi, penulis mencoba menelusuri ayat-ayat Al-Qur‟an dengan

kata kunci yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan hidup yaitu al-Fasâd dan

al-Ishlâh, maka kata al-fasâd ditemukan sebanyak 50 kali dalam 23 surah di

dalam Al-Qur‟an.dan kata Al-Ishlah ditemukan sebanyak 179 kali dalam 52

surat.1

Penyebutan kata ini dalam al-Quran memiliki konteks beragam yang

mencakup berbagai aspek kehidupan. Mengingat banyaknya ungkapan kata yang

seakar dengan kata al-Fasad dan al-Ishlah, maka penulis membatasi kajian ini

kepada 5 ayat. Ayat-ayat tersebut adalah seperti berikut:

1. Surah al-Rûm ayat 41

2. Surah al-A‟râf ayat 56

3. Surah al-Baqarah ayat 205

4. Surah al-A‟râf ayat74

5. Suarah asy-Syu‟arâ ayat 152

Ayat-ayat tersebut dipilih karena kondisi yang berbeda isim dan fi‟il dan

terdapat penafsiran tentang Fasâd Al-Arḍi pada setiap ayat yang dikaji di dalam

Tafsir al-Sya‟rawi agar penulis dapat mencari titik perbedaan atau persamaan di

dalam tafsir tersebut.

1. Surat Al-Rûm Ayat 41

م ذ ٱىىبس ىزق ٱىبحش بمب مضبج أ ش ٱىفضبد ف ٱىبش بعض ٱىز ظ

م شجعن (١) عميا ىعي

1 Muhammad Fu‟ad Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfad al-Qur‟an (Beirut: Dar

al-Fikr, 1994), h. 929-930.

Page 56: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

41

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan

tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari

(akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

(Q.S. Al-Rûm [30]: 41).

Ayat ini mengemukakan pertentangan antara tauhid dan syirik. Ajaran

tauhid berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tauhid berarti keesaan

Allah. Ajaran syirik menunjukkan sebaliknya, yakni enggan meyakini kekuasaan

Allah. Orang yang jiwa tauhidnya rapuh pasti cenderung berbuat kerusakan. Jadi,

hubungan antara kuatnya tauhid dan kebaikan moral sangat erat. Rapuhnya tauhid

menjadikan seseorang bermental buruk. Salah satunya berwatak perusak (al-

fasid).

Dalam tafsir al-Sya‟rawi Kata رش artinya bâna dan wadhaḫa atau telah ظ

jelas tapi terkadang tidak terlihat. Selama Allah mengatakan ayat diatas, maka

kerusakan itu ada dan telah terjadi, tapi para perusak menutup-nutupinya sehingga

ia bagaikan api dalam sekam dan tiba-tiba dapat merusak masyarakat.2

Kerusakan itu terkadang tidak terlihat tapi efek negatifnya sangat dirasakan.

Contohnya, gempa bumi yang menguak kecurangan yang dilakukan oleh para

insinyur bangunan. Pada saat gedung selesai dibangun, kerusakan yang

diakibatkan tidak sesuai dengan bestek tidak terlihat, baik karena keteledoran atau

lupa, tapi pada saat gempa terjadi terkuaklah kebobrokan mental insinyur yang

ingin mengambil untung besar dengan mengabaikan keselamatan penghuni

bangunan.

Saat kecurangan mewabah dan menyebar. Allah pasti memperlihatkan

efeknya kepada manusia. Pada saat itu tidak seorangpun yang dapat melawan efek

dari kerusakan yang ditimbulkan. Allah sengaja campur tangan untuk membuka

kedok para perusak dan menimbulkan efek dari apa yang mereka kerjakan.

Terkadang رش ,bermakna ghalaba atau kemenangan ظ3 seperti firman Allah

Swt.

شه ... م فأصبحا ظ عذ )١(فأذوب ٱىزه ءامىا عي

2 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar (PT. Ikrar Mandiri Abadi: Jakarta, 2011), h. 590 3 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 591

Page 57: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

42

“Maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap

musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”

(Q.S. al-Saff [61]: 14)

Atau bermakna „uluw atau tinggi seperti,

عا ىۥ وقب مب ٱصخط شي ا أن ظ ع (٧٩) بفمب ٱصط

“Maka mereka (Yakjuj dan Makjuj) tidak bisa mendakinya dan mereka

tidak bisa pula melobanginya.” (Q.S. Al-Kahfi [18]: 97)

Jadi makna ش اىفضبد kerusakan akan menang, dan meninggit saat ظ

manusia mengikuti hawa nafsu. Seperti dalam firman Allah:

م ى بو أحه مه ف ٱلسض ث م اءم ىفضذث ٱىض ٱحبع ٱىحق أ ى

عشضن م م م عه رمش م ف (٩)بزمش

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah

langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami

telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi

mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Q.S. Al-Mu‟minûn [23]: 71).

Karena Allah telah menciptakan alam raya ini dalam keadaan baik dan layak

pakai. Semuanya siap untuk menyambut manusia. bukti perkara ini benar lihatlah

di alam ini dari planet dan hutan yang tidak ada campur tangan manusia, tidak

kita temukan kerusakan di dalamnya.

ل ب أن حذسك ٱىقمش مو ل ٱىشمش ىبغ ى بس و صببق ٱىى فيل ف ٱى

(١)ن ضبح

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak

dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”

(Q.S. Yâsîn [36]: 40).

Apakah Allah menciptakan kita dan memfasilitasi kita dengan ikhtiar untuk

merusak alam ini atau tidak, di dunia ini manusia sedang diuji untuk mengikuti

manhaj yang benar atau salah. Kerusakan akan datang saat manusia

mencampakkan undang-undang Allah dalam manhaj-Nya dan menggantikannya

dengan undang-undang buatan sendiri yang bertentangan.

Allah memperingatkan manusia dengan kejadian-kejadian yang terjadi di

sekitar mereka seakan-akan kejadian itu berkata : “Lihatlah akibat ulah manusia

Page 58: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

43

yang melawan manhaj Allah.” Saat musibah datang yang timbul akibat ulah

manusia, ditemukan mereka bertambah rindu kepada Allah dan bertambah pula

ketaatan kepada-Nya, tapi saat musibah itu dapat diatasi mereka dengan mudah

dan cepat melupakan-Nya dan tidak menjadikannya sebagai pelajaran.

Kata ش dengan demikian menunjukkan sesuatu yang terjadi, seakan-akan ظ

ia berkata: “Bila kalian mengulangi kerusakan akan terulang pula efek kerusakan

itu.” Timbulnya kerusakan benar-benar telah terjadi pada zaman Nabi Muhammad

akibat permusuhan yang dilakukan kaum Quraisy. Mereka mengisolasi,

mengucilkan hingga memaksa para sahabat untuk hijrah ke Habsyah agar mereka

tidak dapat menetap dengan tenang di Makkah.4

Akibat permusuhan yang merusak ini, Nabi Muhammad pun berdo‟a: “Yaa

Allah timpakan musibah kepada mereka dalam bentuk paceklik seperti terjadi

pada masa Nabi Yusuf.” (H.R Ahmad) do‟a Nabi pun dikabulkan Allah hingga

kaum kafir Quraisy berada dalam kondisi paceklik. Dikisahkan saat mereka pergi

ke laut untuk menangkap ikan, ikan itu menjauh hingga mereka pulang dengan

tangan kosong. Inilah di antara makna اىبحش ش اىفضبد ف اىبش .ظ

Allah menerangkan sebab timbul kerusakan ini ذ اىىبس Bila .بمب مضبج أ

diteliti saat Allah mengucurkan rahmat, Dia tidak menyebutkan alasannya, tapi

saat kerusakan datang ia menyebutkan sebab alasannya. Karena rahmat dari Allah

pertama dan utama terjadi berkat fadilah-Nya. Sementara siksa terjadi berkat

Keadilan-Nya. Allah memiliki standar satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali

lipat. Dapat diartikan satu kebaikan dapat menutupi sepuluh kesalahan.

Seperti firman Allah:

إل مه جبء بٲىضئت فل جز ب مه جبء بٲىحضىت فيۥ عشش أمثبى

م ل ظيمن ب (٦)مثي

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh

kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka

dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,

4 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 591

Page 59: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

44

sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (Q.S. Al-An„âm [6]:

160).

Selama Allah berkata ذ اىىبس maka kerusakan pasti datang بمب مضبج أ

dari sisi manusia. Kita tidak menemukan polusi udara yang ditimbulkan oleh

Tuhan, tapi akibat campur tangan manusia. Buktinya saat kita pergi ke padang

rumput yang belum dihuni manusia kita temukan udara disana sangat segar.

Kita sering temukan bahwa Amerika Serikat membuang susu ke laut dan

menghancurkan makanan yang layak konsumsi dalam jumlah besar hanya untuk

menstabilkan harga, sementara di belahan bumi yang lain ditemukan manusia

yang mati kelaparan. Inilah sikap ego manusia yang merusak.

Kata مضبج dalam bahasa Arab artinya untuk berbuat baik dan iktasaba

untuk berbuat buruk. Karena kebaikan dapat dilakukan mukmin secara normal

tanpa ada beban dan keterpaksaan. Sedangkan kejahatan bertentangan dengan

nurani yang sehat hingga saat dilakukan ada beban dan keterpaksaan. Namun pada

ayat ini tidak digunakan kata iktasaba melainkan kasaba karena kejahatan telah

menjadi perbuatan biasa dan mudah dilakukan hingga mendarah daging bagaikan

melakukan perbuatan baik. Adalah puncak kejahatan, saat seorang bangga telah

berhasil melakukan kejahatan dan memamerkannya di hadapan khalayak ramai.5

Kata م بعض اىز عميا kata idzâqoh atau merasakan maksudnya ىزق

adalah uqâbah atau siksaan pada saat Allah menyiksa manusia akibat ulah mereka

tujuannya untuk mereka sadar dari kealfaan dan mengembalikan mereka kepada

fitrah iman. Fitrah ini bertahan selama kesadaran imannya timbul. Allah telah

menyiksa kaum kafir Quraisy akibat kekufuran mereka dalam wujud kelaparan

hingga tidak ada yang dapat dimakan kecuali darah unta yang bercampur

kotorannya.

Kata م شجعن kata karena pesan ini di dunia bukan di akhirat. Allah ىعي

menyiksa mereka di dunia agar mereka beriman dan bertaubat karena mereka

hamba dan makhluk Allah dan Dia Mahakasih lebih dari ibu kepada ibunya.

5 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 593

Page 60: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

45

Menurut penulis pangkal penyebab kerusakan menurut ayat ini adalah

akibat ulah tangan manusia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh asy-Sya‟rawi, ulah

tangan manusia yang dimaksud adalah kemaksiatan dan perbuatan dosa manusia.

Pelanggaran manusia terhadap dînu-Lâh baik dalam hal aqidah maupun syariah

itulah yang menjadi penyebab kerusakan.

Bila pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan sifat buruk orang

musyrik mekah yang menuhankan hawa nafsu, hemat penulis melalui ayat ini

Allah menegaskan bahwa kerusakan di bumi juga adalah akibat mempertuhankan

hawa nafsu. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, baik kota maupun desa,

disebabkan karena perbuatan tangan manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu

dan jauh dari tuntunan fitrah.

Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan

buruk mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar dengan menjaga

kesesuaian perilakunya dengan fitrahnya. Perbuatan buruk manusia akan

mendatangkan azab sebagaimana azab yang telah menimpa umat-umat terdahulu.

Azab itu juga akan datang kepada umat-umat di masa sekarang maupun yang akan

datang sebagai sunatullah jika mereka memiliki karakter yang sama.

Azab dari Allah merupakan teguran atas perbuatan manusia yang

melampaui batas supaya mereka bertaubat kepada Allah dan kembali kepada-Nya

dengan meninggalkan kemaksiatan, selanjutnya keadaan mereka akan membaik

dan urusan mereka menjadi lurus.

2. Surat Al-A„râf Ayat 56

ف ٱدعي خ ب حل حفضذا ف ٱلسض بعذ إصي طمع ب ب سحمج إن ٱلل

ه قشب (٦٦)ٱىمحضىه م

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan

diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah

amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-A„râf [7]:

56).

Di dalam tafsir al-Sya‟rawi dijelaskan bumi adalah tempat khalifah, di

dalamnya terdapat kebutuhan dasar kelangsungan hidup manusia. langit, bumi,

Page 61: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

46

dan udara semuanya diciptakan Allah untuk manusia. Kita dihimbau untuk tidak

melakukan kerusakan pada batas yang kita mampu, karena kita tidak mampu

merusak undang-undang alam yang lebih tinggi, seperti mengganti perjalanan

matahari, bulan dan angin. Kerusakan terjadi pada yang dapat dijangkau oleh

manusia. Allah tidak membiarkan kita bebas, tetapi menjaga dengan manhaj al-

Qur‟an yang mengatur pilihan dan usaha manusia. dengan demikian Allah telah

memberi unsur penting dalam perbaikan.6

Dalam ayat utama ini Allah kembali membicarakan tentang do‟a. Yang lalu

adalah perintah berdo‟a secara merendahkan diri dan dengan suara pelan,

kemudian pada ayat ini dengan طمع رب ف رب ف رب ,خ dari sifat kekuasaan Allah dan خ

.terhadap ampunan rahmat Allah طمع ب

قشب مه اىمحضىه Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat“ إن سحمج للا

kepada orang-oang yang berbuat baik.” Yang menentukan dekatnya rahmat pada

manusia adalah manusia itu sendiri. Bila dia berbuat baik, rahmat menjadi dekat

karena kendali ada di tangannya. Allah tidak bersifat diktator, jika kamu mau

mendapat rahmat, silahkan berbuat baik. Jumlah dan volume kehadiranmu di

depan Tuhan, terserah kita. Dia hanya menetapkan lima waktu, namun waktu-

waktu yang lain tergantung pada kita untuk melakukannya. Kita dapat berada di

depan Allah kapan saja.7

“Barangsiapa yang datang kepaka-Ku berjalan kaki, aku akan datang

kepadanya dengan berlari kecil. Barang siapa yang mengingat-Ku di

hadapan khalayak ramai, Aku akan sebut dia di hadapan seluruh

malaikat.”

Ini semakin memperkuat bahwa rahmat Allah, tergantung pada keinginan

seorang hamba, dan itu telah diberikan-Nya. Sebagian ulama mempertanyakan

rahasia tentang tidak adanya tâ ta‟nîts (menunjuk perempuan) pada kata qarîbun

atau dekat yang merujuk pada kata rahmatun yang muannats. Di kalangan Arab

kata ini sama pemakaiaannya untuk muzakkar atau muannats. Artinya rahmat

6 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 665 7 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h.665

Page 62: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

47

Allah mendekati orang yang berbuat baik. Jadi persoalan ini bukan rahmat yang

didekatkan tapi kebaikan itu yang mendekatinya.

Hemat penulis ayat ini berisi larangan berbuat kerusakan di muka bumi,

yang mana berbuat kerusakan merupakan salah bentuk pelampauan batas. Alam

raya diciptakan Allah Swt. dalam keadaan yang harmonis, serasi, dan memenuhi

kebutuhan makhluk. Allah Swt. telah menjadikannya dalam keadaan baik, serta

memerintahkan hamba-hambaya untuk memperbaikinya.

Salah satu bentuk perbaikan yang dilakukan oleh Allah adalah dengan

diutusnya para Nabi sebagai roll model atau contoh untuk meluruskan dan

memperbaiki kehidupan di masyarakat. Maka merusak setelah diperbaiki jauh

lebih buruk daripada sebelu diperbaiki. Karena ayat tersebut secara tegas

menggaris bawahi larangan tersebut, walaupun memperparah kerusakan atau

merusak sesuatu yang baik juga dilarang.

Larangan membuat kerusakan ini mencakup semua bidang, seperti merusak

pergaulan, jasmani dan rohani orang lain, kehidupan dan sumber-sumber

penghidupan (pertanian, perdagangan, dan lain-lain), merusak lingkungan hidup,

dan sebagainya. Allah menciptakan bumi dengan segala kelengkapannya

ditujukan kepada manusia agar dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk

kesejahteraan mereka.

Hakikat diciptakannya manusia dengan kelengkapan alam semesta semata-

mata untuk menyembah Allah. Agar manusia mendapatkan kedudukan yang

tinggi, maka manusia dituntut untuk bertanggungjawab terhadap perbuatannya

Pada akhir ayat dijelaskan “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada

orang-orang yang berbuat baik”. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam

suratAl-Rahman ayat 60:

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Q.S. Al-

Rahman:60)

Maka barang siapa melaksanakan ibadah dengan baik, maka akan

memperoleh balasan yang baik pula. Dalam hal ini, Allah juga menyeru untuk

berbuat baik dalam segala hal dan mengharamkan berbuat jahat dalam segala hal.

Page 63: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

48

3. Surat Al-Baqarah Ayat 205

ل حب ٱلل ٱىىضو يل ٱىحشد ب ف ٱلسض ىفضذ ف صع ى إرا ح

(٦)ٱىفضبد

“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk

mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan

binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (Q.S. Al-Baqarah

[2]: 205).

Mahasuci Allah yang mengetahui hal yang ghaib dan menciptakan langit,

karena Dia yang menjaga kita antara satu dengan yang lain. perlu disyukuri karena

Allah telah menutupi rahasia kita, karena hati selalu berbolak-balik. Kalau anda

mengetahui hati saya di saat tidak menyenangimu, mungkin anda tidak akan

melupakannya untuk selama-lamanya. Mungkin anda akan berpikiran buruk

kepada saya, untuk selama-lamanya.

ى إرا حر رب فر السض ىفضرذ ف صرع Dan apabila ia berpaling (dari

kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya. ى حرر

mempunyai arti, berpaling dan mengikuti tema setia. Maksudnya bila seseorang

berkata kepadamu membuatmu takjub, namun bila berpaling darimu dia memutar

balik perkataan yang telah diucapkannya itu. Tatkala dia sudah berpaling darimu

dia akan setia kepada yang lain.8

اىىضرو يرل اىحرشد ب ف السض ىفضذ ف صع ى إرا ح Dan apabila

ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan

padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak. Sebelum ada campur

tangan manusia, bumi diciptakan dalam keadaan tertata rapi, kerusakan di bumi

akibat ulah perbuatan manusia. Kenapa manusia sering mengeluh krisis makanan,

dan tidak mengeluh karena krisis udara. Hal ini disebabkan karena udara tidak ada

campur tangan manusia padanya.

Pencemaran air juga akibat campur tangan manusia, mungkin kita tidak

menyalurkannya melalui pipa yang bagus, maka terjadilah pencemaran,

8 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 644.

Page 64: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

49

sejauhmana terjadi campur tangan manusia sejauh itulah terjadi pencemaran.

Dahulu orang mengambil air langsung dari sumbernya, seperti mata air yang

murni diciptakan Allah tanpa ada campur tangan manusia, maka tidak pernah

terjadi pencemaran.

Kalau begitu kerusakan terjadi akibat manusia dalam mengolah kehidupan

yang tidak dibimbing dengan Iman. Makhluk selain manusia tidak punya manhaj,

tapi dia diciptakan dengan insting untuk menjalankan tugasnya. Seekor binatang

misalnya tidak pernah berontak di saat engkau tunggangi, dan tidak pernah mogok

membawa beban yang berat, atau minta tolong ketika membajak sawah atau

mengairinya sawah. Hingga saat dipotong sekalipun dia tidak enggan. Karena dia

ciptakan dengan insting untuk melaksanakan tugas yang bermanfaat tanpa ikhtiar.

Meskipun sewaktu-waktu dia enggan disebabkan sesuatu hal seperti sakit.

Manusia yang berbuat dengan ikhtiar harus memakai manhaj “berbuat atau

tidak berbuat”. Bila konsisten dengan manhaj ini, kehidupan akan berjalan stabil,

bila tidak kehidupan akan rusak. Itulah makna yang kita pahami dari ى إرا حر

ب ف السض ىفضذ ف dan apabila dia berpaling (dari mukamu) ia berjalan صع

di bumi untuk mengadakan kerusakan.

Ayat di atas mengindikasikan bahwa kerusakan itu membutuhkan aksi dan

pekerjaan, dan cara yang paling sederhana merawat alam dan makhluk di dunia ini

(selain manusia) adalah membiarkannya hidup dan berkembang biak apa adanya

sesuai dengan kodratnya, niscaya dia akan berkembang dengan sempurna sesuai

dengan yang diharapkan. Pada dasarnya bumi beserta apa yang ada di atasnya

hidup dalam keadaan baik dan alami. Maka bila manusia tidak berusaha untuk

menambah kebaikan jangan pula berusaha untuk merusaknya.9

م ل إرا قو ى يحن ا إومب وحه م م ( ) حفضذا ف ٱلسض قبى أل إو

نه ل شعشن ى ()م ٱىمفضذن

“Bila dikatakan kepada mereka janganlah kamu membuat kerusakan di

muka bumi, mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang

mengadakan perbaikan, ingatlah! Sesungguhnya mereka itulah orang-

9 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 645

Page 65: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

50

orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar.” (Q.S. Al-

Baqarah [2]: 11-12).

Dari sini dapat dipahami, bahwa mereka menyangka bumi perlu tenaga

mereka untuk perbaikannya, sekalipun bumi akan tetap baik tanpa mereka, karena

mereka sendiri bekerja tanpa manhaj Allah.

Dari ayat ini dapat dipahami arti ketiga dari ى .yaitu berkuasa حرر

Maksudnya apabila manusia berkuasa di muka bumi ini dia pasti akan

merusaknya, kecuali bila ia mengikuti manhaj Allah. Selama manusia punya

ikhtiar maka wajib baginya untuk mengikuti manhaj yang tinggi untuk menjaga

ikhtiar itu sendiri, bila tidak bermanhaj dia akan menuruti hawa nafsunya yang

berakibat kerusakan dan ini tidak mustahil. Perhatikanlah kedunguan orang yang

membuat kerusakan di muka bumi, apakah dia menyangka bahwa yang akan

rusak di bumi ini adalah dia sendiri tanpa mengganggu orang lain. Dia lupa suatu

hakekat, sebagaimana dia merusak yang lain, begitu juga dia akan dirusak, Semua

kita akan rugi.10

Kembali kepada firman Allah Swt yang sedang kita kaji saat ini ى إرا حر

يل اىحرشد ب ف السض ىفضذ ف ,apabila dia berpaling (dari mukamu) صع

ia berjalan di muka bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak

tanam-tanaman dan binatang ternak. Kata اىحرشد mempunyai dua arti: ladang dan

istri. Arti pertama itu terdapat pada Q.S. Al-Anbiyâ` [21]: 78.

“Dan (ingatlah!) kisah nabi Daud dan Sulaiman di waktu keduanya

memberi keputusan mengenai al-harts (tanaman). Karena tanaman itu

dirusak kambing kepunyaan kaumnya.” (Q.S. Al-Anbiyâ` [21]: 78).

Tanaman merupakan merupakan hasil dari pengolahan tanah dan zat

penyuburan. Manusia melaksanakan pembibitan, penyiraman dan dia akan besar

pada udara yang diciptakan Allah. Oleh karena itu Allah mengingatkan kita

dengan firmal-Nya:

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang

menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkannya?”. (Q.S. Al-

Wâqi„ah [56]: 63-64).

10 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 648

Page 66: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

51

Arti kedua dari اىحرشد yaitu istri, Istri kamu adalah اىحرشد (ladang) bagi

kamu, (Q.S. Al-Baqarah [2]: 223). Bila bercocok tanam bertujuan menghasilkan

tumbuh-tumbuhan, begitu juga istri adalah untuk melahirkan keturunan,

Datangilah harts (istrimu) bagaimana kamu senangi, (QS al-Baqarah: 223) ayat

ini juga mengindikasikan boleh menikmati seluruh tubuh istri selama hal itu

dilakukan di tempat اىحشد (ladang). Ladang adalah tempat tumbuh, maka اىحرشد

(ladang) pada diri istri adalah vaginanya. Artinya, dilarang untuk menikmatinya di

tempat lain, seperti pada dubuannya. Karena tempat itu tidak akan bisa digunakan

sebagai tempat melahirkan keturunan. Untuk itu Allah mengecap orang yang

mengucapkan perkataan yang manis tetapi berbuat kerusakan di muka bumi

dengan firmannya اىىضو يل اىحشد membinasakan ladang keturunan.

Ayat tersebut diakhiri dengan bunyi ل حرب اىفضربد للا dan Allah tidak

suka kepada kerusakan. Artinya Allah menghendaki jika kamu tidak dapat

memberikan sumbangan pemikiran yang telah diberikan Allah kepadamu, maka

paling tidak biarkan fenomena itu seperti apa adanya, Allah tidak menyukai

kerusakan, karena semua yang diciptakan-Nya sudah baik.11

Ayat yang telah lalu hanya suatu gambaran dan bentuk-bentuk sambutan

dakwah Islam pada fase pertama. Di antara mereka ada yang menyikapinya

dengan kemunafikan yang kental, mereka mengucapkan perkataan dan perbuatan

yang menakjubkan orang. Kita ketahui bahwa kemunafikan adalah tantangan

utama umat Islam, oleh sebab itu kemunafikan tidak ada di Makah, tapi muncul di

Madinah, dan di antara penduduk Madinah mereka keterlaluan dalam

kemunafikan (Q.S. Al-Taubah [9]: 101).

Bagaimana muncul kemunafikan di lingkungan iman yang kuat di kota

Madinah, Karena Islam di Mekah masih lemah, yang lemah tidak akan dinifakkan

oleh seseorang, sedang Islam di Madinah sudah kuat, yang kuat akan selalu

menemukan musuh dalam selimut yang terkenal dengan identitas mereka sebagai

munafik. Jelaslah, adanya kemunafikan di Madinah sebagai fenomena telah

11 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 649

Page 67: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

52

kuatnya iman sebagaimana yang diakui oleh musuh-musuh Islam pada saat itu.

Mereka mengucapkan perkataan yang indah dan bagus, kadang-kadang mereka

berbuat baik di depan orang Islam, tetapi bila mereka berpaling, mereka kembali

ke agama mereka, atau bila mereka merasa aman mereka berbuat kerusakan.

Ayat ini memaparkan tanggapan kaum muslimin terhadap suatu

kemunafikan. Ayat ini membuka skandal orang-orang munafik yang di antara

tokohnya adalah al-Akhnas. Allah menceritakan hal mereka dan mengingatkan

orang mukmin agar selalu tanggap terhadap mereka. Berkenaan dengan sikap

orang-orang munafik, dimana mereka selalu berusaha menghancurkan sawah dan

ladang kaum muslim. Perilaku perusakan disini memang bukan untuk

memperkaya dirinya, namun terdorong oleh kebencian terjadap umat muslim.

Meskipun begitu term Fasad disini yang berarti merusak sawah ladang dan

tanamal-tanaman atas dasar kebencian, juga menvangkup segala perbuatan yang

tidak bermanfaat, termasuk merusak lingkungan. Sehingga menurut al-Razi12

jika

perilaku merusak tersebut dilakukan oleh orang Islam, maka ia juga yang

termasuk dikritik oleh ayat ini, atau layak menyandang sifat munafik.13

Dari penjelasan secara deskriptif tentang term fasad bisa dijelaskan sebagai

berikut: untuk term fasad, jika berbentuk masdar dan berdiri sendiri maka

menunjukkan kerusakan yang bersifat bissi atau fisik, seperti banjir, pencemaran

udara, dan lain-lain. dan jika berupa kata kerja atau fi‟il atau bentuk masdar

namun sebelumnya kalimat fi‟il maka yang terbanyak adalah menunjukkan arti

kerusakan yang bersifat non fisik atau maknawi, seperti kafir, syirik, munafik, dan

semisalnya.

Dengan demikian, bisa dipahami bahwa kerusakan yang bersifat fisik pada

hakikatnya merupakan akibat dari kerusakan non fisik atau mental.

Argumentasinya adalah bahwa ayat-ayat yang bisa diidentifikasi sebagai yang

12 Abu Abdullah, Abu al Fadhl Muhammad ibnu Umar ar Razi, atau lebih popular dengan

nama Imam ar Razi dan Fakhr ar Razi, merupakan salah seorang ensiklopedis Islam terbesar di

sepanjang masa. Sebagian kalangan bahkan menganggap beliau sebagai argumentator Islam

(Hujjatul Islam), setelah Imam Al Ghazali. Dengan multi-telenta yang dimilikinya, beliau mampu

menguasai berbagai bidang ilmu, seperti Filsafat, sejarah, matematika, astronomi, kedokteran,

teologi dan tafsir. MOZAIK PERADABAN ISLAM, Published on 18 September, 2017. Dikutip

pada 7 Desember 2018, 13.03.

Page 68: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

53

menujukan makna kerusakan lingkungan juga tidak secara spesifik dinyatakan

sebagai akibat langsung dari perilaku manusia, seperti illegal loging, pencemaran

udara, dan lain-lain. dari sini, bisa dilihat adanya korelasi positif antara kerusakan

lingkungan dengan rusaknya sikap mental atau keyakinan yang menyimpang.

Jika demikian, menurut penulis keruskakan akidah yang dianggap sebagai

sebab keruskan lingkungan, mestinya bukan diukur dari benar atau salahnya

akidah seseorang, akan tetapi diukur dari perilakunya, atau bisa dipahami, bahwa

perilaku menyimpang, merusak, dan tidak bermanfaat sebenarnya menjadi

cerminan rusaknya mental sesorang.

Golongan manusia semacam ini, dapat dikategorikan sebagai golongan

munafik yang apabila ia telah meninggalkan orang yang ditipunya itu, ia

melaksanakan tujuannya yang sebenarnya. Ia melakukan kerusakan-kerusakan di

atas bumi, tanaman-tanaman dan buah-buahan dirusak dan binatang ternak

dibinasakan, apalagi kalau mereka sedang berkuasa, di mana-mana mereka

berbuat sesuka hatinya, korupsi, memakan makanan haram, bahkan menodai

wanita dan lain sebagainya.

Tidak ada tempat yang aman dari perbuatan jahatnya. Fitnah di mana-mana

mengancam, hingga masyarakat merasa ketakutan. Sifat-sifat semacam ini, tidak

disukai Allah sedikit pun. Dia murka kepada orang-orang yang berbuat demikian,

begitu juga kepada setiap orang yang perbuatannya kotor, menjijikkan. Hal-hal

yang lahirnya baik, tetapi tidak mendatangkan maslahat, Allah tidak akan

meridainya karena Dia tidak memandang cantiknya rupa dan menariknya kata-

kata, tetapi Allah memandang kepada ikhlasnya hati dan maslahatnya sesuatu

perbuatan.

Oleh sebab itu, Allah mendedikasikan untuk senantiasa menjaga bumi ini

jika perilaku penduduknya mencerminkan seseorang muslih sebagai antonim dari

mufsid, yaitu senantiasa berusaha untuk mengembangkan kebjikan yang bersifat

sosial. Dengan kata lain, memeiliki dampak secara nyata dalam kehidupan

kemanusiaan dan lingkungan hidup secara umum.

Page 69: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

54

4. Surat al-A‟râf Ayat 74

ب ى ن مه ص امم ف السض حـخخز ب ا ار جعيـنم خيفبء مه بعذ عبد ارمش

ن اىجببه حـىحخ ا س ح بق ه ب ا ف السض مفضذ ل حعث ء للاها ا ل فبرمش

Artinya: Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-

pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum „Ad dan memberikan tempat

bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar

dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah

nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat

kerusakan.

Sebelumnya Allah berkata: “wadzkuruu idz ja‟alkum khulafa‟a min ba‟di

qaumi nuhi”dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu

sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh. (QS

al-A‟raf[7]:69)

Pada ayat bahasan ini Allah Swt berfirman: “wadzkuruu idz ja‟alkum

khulafa‟a min ba‟di qaumi nuhi ba‟da aadi” ingatlah ketika Dia menjadikan

kamu sebagai khalifah setelah kaum „Ad, karena hubungan kaum Tsamud dengan

„Ad masih dekat. Kisah mereka masih diingat dengan baik. Adapun kisah Nabi

Nuh sudah lama dan telah dilupakan.14

Allah mengingatkan mereka bahwa Dia telah menjadikan bumi ini sebagai

tempat tinggal. Pada tempat-tempat yang datar, mereka dapat membangun istana.

Dan mereka juga memahat gunung untuk tempat tinggal. Umur manusia di saat

itu lanjut dan panjang, satu orang dapat melampaui dua generasi rumah. Artinya

dua rumah berganti untuk satu orang. Untuk tujuan itu, mereka memahat gunung

untuk dijadikan rumah agar bertahan lama. Ketika manusia melihat rumah umat

Nabi Shaleh, maka akan terbayang kekuasan Allah dalam mengingatkan manusia,

ini juga termasuk nikmat Allah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan

janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Nikmat Allah

14 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 691

Page 70: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

55

tidak terhitung, maka mereka diingatkan untuk tidak menebarkan kerusajan di

muka bumi.15

Dalam ayat ini asy-Sya‟rawi kembali memberi pelajaran kemada manusia

untuk senantiasa bersyukur dengan banyaknya nikmat Allah yang tak ternilai

dengan menjaga ciptaan-Nya termasuk bumi sebagai tempat tinggal manusia.

Pada ayat ini sesudah Nabi mengajak kaumnya menyembah Allah dan menasihati

mereka supaya berbuat baik kepada unta itu barulah diingatkan kepada mereka

nikmat-nikmat Allah yang mereka peroleh antara lain mereka diberi kekuasaan

dan kekuatan untuk memakmurkan bumi ini sebagai pengganti kaum `Ad.

Mereka kaum Tsamud diberi oleh Allah kecakapan dan kesanggupan

membuat istana-istana dan pengetahuan membuat bahan-bahan bangunan seperti

batu bata, kapur, dan genteng dan keahlian serta ketabahan dalam memahat bukit-

bukit dan gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah kediaman dan tempat

tinggal mereka pada musim dingin menjadikan bukit dan gunung sebagai rumah

untuk menghindarkan bahaya hujan dan dingin dan barulah mereka keluar dari

bukit itu pada musim-musim lain guna pertanian dan pekerjaan-pekerjaan yang

lain.

Inilah kenikmatan yang di serukan Allah, supaya mereka mengingati

nikmat-nikmat Allah tersebut agar mereka bersyukur kepada-Nya dengan hanya

menyembah kepada-Nya dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang merusak di

atas bumi ini antara lain perbuatan yang tidak diridai oleh Allah berupa kekufuran

dan kemusyrikan serta kezaliman.

5. Surat asy-Syua‟arâ Ayat 152

يحن ل اىزه فضذن ف السض

“Yang membuat kerusakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan.”

Orang yang melampaui batas disifatkan dengan perusak di bumi dan bukan

muslihin. Seakan-akan bumi telah diciptakan dalam keadaan layak dan baik, tapi

15 Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 691

Page 71: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

56

saat manusia campur tangan terjadilah kerusakan. Untuk itu telah sering kita

ucapkan: “Bila kita melihat alam raya di sekeliling kita pasti ia dalam keadaan

yang sangat baik, selama belum ada campur tangan manusia, bila manusia telah

campur tangan timbullah tanda-tanda kerusakan.”

Bila manusia tanpa agama mengatur alam dapat dipastikan alam akan rusak,

tetapi bila manusia mengaturnya berdasarkan manhaj agama niscaya alam

semakin baik dan terpelihara. Minimal manusia akan meninggalkan alam ini

dalam keadaannya yang baik. Contoh, bila aku bertemu sumur maka yang

dilakukan manusia adalah memperbaikinya dengan mendinding bibir sumur agar

kotoran dan batu tidak masuk ke dalamnya, serta memudahkan manusia menimba

air darinya, atau minimal dibiarkan sumur itu apa adanya dengan cara tidak

merusaknya,

ل حب للا اىىضو يل اىحشد ب ف السض ىفضذ ف صع ى إرا ح

اىفضبد

Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk

mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan

binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS al-Baqarah [2]:

205)

Kaum ini tidak saja digambarkan sebagai perusak, tapi dilanjutkan lagi

dengan “wala yuslihun” dan tidak mengadakan perbaikan. Manusia terkadang

merusak dan tidak pernah memperbaikinya.

Permasalahan hidup ini timbul saat manusia menciptakan sesuatu dan

melihat sepintas hal itu adalah baik, padahal di balik itu terdapat kerusakan,

karena mereka tidak melihat aspek norma dan etika. Contohnya, pembasmi

serangga yang ditemukan manusia sebagai pembuka gerbang sains yang berperan

penting membasmi ulat kapas dan serangga tanaman lainnya. Setelah berjelag

waktu ditemukan bahwa pembasmi serangga itu menjadi wabah bagi manusia, di

mana tumbuhan dan binatang ternak keracunan karenanya, dan berakhir pada

keracunan makanan yang dikonsumsi manusia. bahkan air, irigasi dan burung pun

Page 72: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

57

keracunan. Sampai pada puncaknya dapat kita katakan bahwa pembasmi serangga

itu merusak alam yang telah diciptakan Allah.16

و وىبـئنم ببلخضشه م حضبن قو م ف اىحبة اىذوب اىزه ضو صع

م حضىن صىعب أو

Katakanlah: “Apakah akan kami beri tahukan kepadamu tentang orang-

orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah

sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka

menyangkan bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS al-Kahfi [18]:

103-104).

Analisa penulis dalam ayat ini sependapat dengan asy-Sya‟rawi dalam hal

campur tangan manusia dalam penjangaan lingkungan dapat berbalik menjadi

kerusakan lingkungan apabila perilakunya tak sesuai dengan tuntunan al-Qur‟an

dan sunah Nabi.

Dalam konteks ayat di atas ayat sebelumnya menjelaskan tentang

bagaimana kaum Tsamud mengadakan kerusakan ditegah-tengah kaum Nabi

Shaleh. Sejalan dengan apa yang disampaikan asy-Sya‟rawi, bahwa mereka

mengajak orang-orang untuk ingkar kepada Allah dan terjun kedalam

kemusyrikan dan mengajak manusia kepada kekafiran dan kemaksiatan, maka

Nabi Saleh mengingatkan kaumnya agar tidak tertipu oleh beberapa orang itu

karena sikapnya yang melampaui batas; yang mengadakan kerusakan di bumi dan

tidak mengadakan perbaikan. Namun nasehat Nabi Saleh tidak mereka hiraukan,

bahkan mereka mengatakan, "Sungguh, engkau hanyalah termasuk orang yang

kena sihir,”

16

Syaikh Muhammad Mutawalli Sya‟rawi, Tafsir Al-Sya‟rawi, Penerj. Tim Penerjemah

Safir Al-Azhar, h. 106

Page 73: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

59

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan seluruh pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari berbagai penafsiran yang ditampilkan oleh al-Sya’rawi Al-Sya’rawi

menafsirkan secara umum sebagaimana pendapat-pendapat ulama’

sebelumnya mengemukakan pertentangan antara tauhid dan syirik. Ajaran

tauhid berkaitan dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Tauhid berarti

keesaan Allah. Ajaran syirik menunjukkan sebaliknya, yakni enggan

meyakini kekuasaan Allah. Orang yang jiwa tauhidnya rapuh pasti

cenderung berbuat kerusakan. Jadi, hubungan antara kuatnya tauhid dan

kebaikan moral sangat erat. Rapuhnya tauhid menjadikan seseorang

bermental buruk dan dapat sewenang-wenang merusak ciptaan Allah Swt.

2. Menurut al-Sya’rawi, jika manusia menginginkan rahmat Allah Swt maka

hendaknya manusia itu sendiri berbuat kebaikan. Karena Allah menurunkan

rahmatnya tergantung pada perilaku manusianya dalam memelihara fasilitas

yang Allah berikan kepada manusia. artinya Allah akan menurunkan

rahmat-Nya bagi manusia yang berbuat baik. Term Ishlah disini

bertentangan dengan kata Fasad. Artinya manusia dilarang keras untuk

melakukan kerusakan atau sesuatu yang tidak mendatangkan kemanfaatan

baik menyangkut perilaku seperti mencemari sungai, menebang pohon, dan

mengeksploitasi alam lainnya. Pun dengan perusakan akidah seperti

kemusyrikan, kekufuran atau bentuk kemaksiatan lainnya. Ulama

berpendapat menyangkut akidah bukanlah perbaikan fisik. Artinya, Allah

Swt. telah memperbaiki bumi ini dengan mengutus Rasul, menurunkan al-

Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman, dan penetapan syari’at

Melihat hal ini, terjadinya kerusakan mental akan menjadi sebab terjadinya

kerusakan fisik.

3. Menurut penafsiran al-Sya’rawi, jika manusia melakukan kerusakan

terhadap alam (benda) yang sudah diperbaiki oleh Allah Swt maka manusia

Page 74: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

60

dinilai melakukan dua kali perusakan yakni kerusakan pertama manusia

tidak mampu melestarikan alam yang sudah diperbaiki yang kedua manusia

justru melakukan kerusakan.

4. Dari analisa tersebut, dapatlah penulis membuat kesimpulan bahwa al-

Qur’an, dalam hubungan manusia dengan bumi serta dengan seluruh alam

semesta, adalah upaya untuk menumbuhkan rasa cinta dan menanamkan

rasa kasih sayang terhadap sekelilingnya yang terdiri dari makhluk hidup

dan makhluk mati, harus dilihat sebagaimana layaknya makhluk seperti kita

juga.

B. Saran

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat-Nya kepada kita

semua, khususnya kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini.

Penulis sadari bahwa karya yang berjudul “FASÂD AL-ARḌI DALAM TAFSIR

AL-SYA’RAWI” ini masih jauh dari kesempurnaan, dari itu penulis mohon kepada

pembaca agar memberi masukan dan saran.

Dari saat penulis mengerjakan tulisan ini, ada beberapa hal yang terdetik

dalam benak penulis, dan ini merupakan saran untuk penulis khususnya dan siapa

saja yang membaca tulisan ini, yaitu:

1. Terasa sekali bagi penulis, bahwa untuk membuat sebuah tulisan atau karya

kita butuh ilmu pengetahuan yang luas, dari itu janganlah puas dengan apa

yang kita dapatkan sekarang, tapi marilah kita tetap mencari dan menggali

ilmu.

2. Siapapun yang telah membaca tulisan ini, semoga dapat menerapkan

pelajaran yang terkait dengan tulisan ini dalam kehidupan sehari-hari.

Karena tawakkal yang benar kepada Allah Swt. sesuai dengan tujuan dan

kondisi dapat meningkatkan taqwa dan iman kepada Allah Swt.

3. Kepada generasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, mari kita lanjutkan perjuangan

ulama’ terdahulu dengan tetap eksis mengkaji dan mempelajari serta

mengembangkan kitab warisannya. Semoga kita juga dapat membuat karya-

karya yang bermanfaat seperti ulama’ terdahulu.

Page 75: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

61

Terakhir, semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya, tidak sekadar membaca tapi mampu untuk

mengaplikasikan sikap lebih bijaksana menjaga alam dalam kehidupan kita,

sehingga kita mampu menjadi hamba-hamba yang bertaqwa dan mulia disisi-Nya.

Page 76: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

62

DAFTAR PUSTAKA

Abdhusshamad, Muhammad Kamil. Mukjizat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Jakarta:

Akbar Media, 2005.

Abdillah, Mujiono. Agama Ramah lingkungan. Jakarta: Paramadina, 2001.

Abdullah, Irsyadul Haq bin, Metode Tafsir Syeikh Muhammad Mutawalli al-

Sya’rawi, Disertasi Sarjana Di Fakultas Pengajian Islam Universiti

Kebangsaan Malaysia.

Abdullah, Mudhofir. Al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan, Argumen

Konservasi Lingkungan Sebagai Tujuan Tertinggi Syari’ah. Jakarta: Dian

Rakyat, 2010.

Ashar, Ali, "Fasad Fi Al-Ard Menuruf Al-Tabari (Studi Tentang Penafsiran Kitab

Jami' Al-Bayan 'An Tak'wil Ay Al-Qur'an Karya Al-Thabari” Skripsi Fakultas

Ushuluddin. Prodi Tafsir Hadis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.

Ayâzî, Muhammad Ali. Mufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum. Teheran:

Mu‟assasah al-Taba‟ah wa al-Nasyr, 1373 H.

Azra, Azyumardi. Sejarah Ulumul Qur’an: Bunga Rampai, I. Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1999.

Baiquni, Achmad. “Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”. Jakarta:

Bhakti Prima Yasa, 1995.

Bakar, Osman. Tauhid & Sains: Perspektif Islam Tentang Agama & Sains.

Jakarta: Pustaka Hidayah, 2010.

Al-Banna, Gamal. Evolusi Tafsir: Dari Jaman Klasik Hingga Jaman Modern, terj.

Novriantoni. Jakarta Timur: Qisthi Press, 2004.

Al-Baqi, Muhammad Fu‟ad Abd. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfad al-Qur’an.

Beirut: Dar al-Fikr, 1994.

Darmono. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran: Hubungannya dengan

Toksikologi Senyawa Logam. Jakarta : UI Press, 2001.

Departemen Agama RI, Mukadimah Al-Qur‟an dan Tafsirnya: Edisi yang

Disempurnakan. Jakarta: Penerbit Lentera Abadi, 2010

El-Naggar, Zaghloul. Selekta Dari Tafsir Ayat-Ayat Kosmos dalam Al-Qur’an Al-

Karim. Jakarta: Gema Insani Press, 2010.

Page 77: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

63

Fakhry, Majid. Ibnu Khaldun. Jakarta: Grapindo 2001.

Fauzi, Muhammad. Al-Syeikh al-Sya’rawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah.

Kaherah: Dar al Nashr, 1990.

Gajah Mada Tim Press, “Jagat Biru Rahayu Lingkungan dan Kehidupan

Bermartabat, Yogyakarta: UGM Press, 2001.

Gharib, Makmun. Al-Imam al-Sya’rawi wa Haqaiq al-Islam. (Maktab al-Gharin,

Kaherah, 1987.

Ghazali, Mohd Rumaizuddin. Jejak Ulama: Syiekh Muhammad Mutawalli al-

Sya'rawi Tokoh Tafsir Mesir Abad 21, dalam www.abim.org. Akses 11

November 2018 pukul 00.56.

Hamzah, Andi. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

http://islamuna-adib.blogspot.com/ di akses pada 11 November 2018 pukul 00.41.

Jauhar, Ahmad al-Mursi Husein. Al-Syeikh Muhammad al-Mutawalli al--

Sya’rawi: Imam al-„Ashr.

Jazuli, Ahzami Samiun, Kehidupan dalam Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Gema

Insani Press, 2006.

Karim, Moch. Faisal, “The End Of Future” Yogyakarta: Andi Offset, 2004.

KBBI. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016.

Keraf, A. Sonny. Etika Lingkungan Hidup, Jakarta: KOMPAS, 2010.

Khambali, I. “Manajemen Penaggulangan Bencana” Yogyakarta: Penerbit

ANDI, 2017.

Al-Kumayi, Sulaiman. 99 Q Kecerdasan, 99 Cara Meraih Kemenangan, dan

Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Asma Allah. Bandung: Hikmah,

2003.

Kusuma, Hendro. Penafsiran Al-Thabari dan Al-Sya’rawi Tentang Makanan,

(Skripsi: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta:, 2009).

Mangunjaya, M. Fachruddin. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2005.

Marfai, Muh. Aris. Moralitas Lingkungan: Refleksi Kritis atas Krisis Lingkungan

Berkelanjutan. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.

Page 78: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

64

Mohamed, Yasien. Insan Yang Suci: Konsep Fitrah dalam Islam, terjemahan oleh

Masyur Abadi, Judul asli Fitrah Al-Insan Fi Al-Islam. Bandung: Mizan,

1997.

Mu‟tasim, Radjasa. Pendidikan Etika Lingkungan Hidup dalam al-Jami‟ah, tahun

1994, vol. 54.

Muhammadun, Muzdalifah, Konsep Kejahatan Dalam Al-Quran (Perspektif

Tafsir Maudhu’i), Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011.

Muhirdan, Etika Lingkungan Hidup Dalam Al-Qur’an, Tesis Program Pasca

Sarjana Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun 2008.

Mukhtar Dj, Muhamad. Kerusakan Lingkungan Perspektif Al-Qur’an (Studi

Tentang Pemanasan Global), Skripsi Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Studi

Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Nata, Abuddin. Studi Islam Komperhesif. Jakarta: Kencana, 2011.

Al-Qaradhawi, Yusuf, Islam Agama Ramah Lingkungan terj. Abdullah Hakam

Shah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002.

Rabiah Z. Etika Islam Dalam Mengelol Bumi Jurnal EduTech Vol .1 No 1 Maret

2015.

Robbi, Moh Dai. Pendidikan Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Islam

Keseimbangan Ekosistem Prespektif Hadis. Vol 4 No 2, (2016): Jurnal Al

Ibtida.

Al-Sadr, Muhammad Baqir. “Pendekatan Tematik Terhadap Tafsir al-Qur’an”,

Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, No.4, Vol.1, 1990.

Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkunan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga,

2004.

Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum

Indonesia. Bandung: P.T. Alumni 2001.

Soedarto, Lingkungan Dan Kesehatan. CV Sagung Seto Jakarta, 2013.

Soemarwoto, Otto. Analisa Mengenal Dampak Lingkungan. Yogyakarta: UGM

Press, 2001.

Suratmo, Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gajah Mada

University Press: Yogyakarta, 2004.

Susilo, Rachmad K. Dwi. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: PT Raja Grapindo

Persada, 2018.

Page 79: FASÂD AL ARḌI DALAM TAFSIR AL SYA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45394/1/BAGUS... · beranggap bahwa alam rusak dan terkena bencana

65

Al-Sya‟rawi, Syaikh Muhammad Mutawalli. Tafsir As-Sya’rawi, Penerj. Tim

Penerjemah Safir Al-Azhar. PT. Ikrar Mandiriabadi: Jakarta, 2010.

Syukur, Suparman. Etika Religius. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Wardhana, Wisnu Arya. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi

Offset, 2004.

Wijaya, A. Tresna Sastra Pencemaran Lingkungan, II. Pt Rineka Cipta: Jakarta,

2009.

Yunus, Badruzzaman M. Tafsir Asy-Sya’rawi : Tinjauan Terhadap Sumber,

Metode, dan Ittijah, Disertasi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Zuhdi, Ahmad Cholil, “Krisis Lingkungan Hidup” Jurnal Mutawâtir, Vol. No.2,

Juli -Desember 2012.