Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Per sya ratan Memperoleh G...
Transcript of Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Per sya ratan Memperoleh G...
SUNNAH NABI SAW DALAM MEMAKAI CINCIN
BERMATA BATU
(Kajian Atas Hadis-Hadis dalam al-Kutub al-Sittah)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Farhan Mujtaba
NIM: 1110034000042
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
i
ABSTRAK
Farhan Mujtaba
“Sunnah Nabi Saw dalam Memakai Cincin Bermata Batu (Kajian Atas
Hadis-hadis dalam al-Kutub al-Sittah)”
Skripsi ini mendeskripsikan landasan doktrin etika memakai cincin
bermata batu yang dilakukan Nabi Saw, sebagai respons terhadap realitas sosial
masyarakat Muslim di Indonesia yang gemar memakai cincin bermata batu secara
bebas, misalnya seperti memakai cincin di seluruh jari tangan. Penelitian ini
dilakukan untuk menyikapi tata cara pemakaian cincin batu yang dilakukan
masyarakat saat menghadapi euforia cincin batu akik yang dianggap berlebihan,
bahkan melenceng dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Sehingga skripsi ini
berusaha menjelaskan sunnah Nabi Saw dalam memakai cincin bermata batu dan
menjelaskan larangan-larangan saat mengenakannya.
Penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif
yang disajikan secara deskriptif analitis. Dalam hal ini penulis mengumpulkan
hadis-hadis yang membahas tentang sunnah Nabi Saw menggunakan cincin
bermata batu dalam al-Kutub al-Sittah, kemudian menelaah seluruh data (hadis)
tersebut, baik yang didapat dari sumber pengumpulan data, kitab-kitab syarḥ al-
ḥadīts maupun dari buku-buku pendukung lainnya yang kemudian menghasilkan
interpretasi data. Setelah menghasilkan interpretasi data, dilanjutkan dengan
mengambil kesimpulan (natījah) dari hasil penelitian.
Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa sunnah Nabi Saw
menggunakan cincin bermata batu dalam kutub al-sittah adalah dengan cara
membaca do’a sebelum mengenakan cincin, mengenakan cincin yang berbahan
dari perak, mengenakan cincin di tangan kanan atau kiri, mengenakan cincin di
jari kelingking, meletakkan batu cincin ke bagian dalam telapak tangan, dan
menanggalkan cincin (yang bertuliskan nama Allah) ketika masuk ke dalam WC.
Sedangkan hal-hal yang dilarang dalam menggunakan cincin (bagi laki-laki) ialah
mengenakan cincin yang terbuat dari emas dan mengenakan cincin pada jari
telunjuk dan jari tengah.
Kata Kunci: Sunnah Nabi Saw, Cincin, Batu Cincin.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan hidayah,
rahmat dan ilmu-Nya kepada penulis, serta berkat-Nya lah penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga senantiasa
terlimpahcurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, yang telah membina umat
manusia menuju jalan yang diridhai Allah Swt, dan semoga menjadi salah satu
umat yang mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak. Amiin
Dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sunnah Nabi Saw dalam
Memakai Cincin Bermata Batu (Kajian Atas Hadis-hadis dalam al-Kutub al-
Sittah)” ini tentunya banyak melibatkan berbagai pihak, maka dari itu saya
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta Para Wakil Dekan, Prof. Dr. M. Ikhsan
Tanggok, M.Si, Dr. Bustamin, M.Si dan Dr. M. Suryadinata, M.Ag.
2. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Banun Binaningrum, M.Pd,
selaku Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Muhammad Zuhdi Zaini, M.Ag, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah senantiasa membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
4. Segenap dosen civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, khususnya program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
iii
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, atas ilmu dan motivasi yang
telah diberikan selama saya menempuh studi di kampus kebanggaan ini.
5. Segenap pimpinan dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah membantu dalam
memberikan referensi pada penyelesaian skripsi ini.
6. Kedua orang tua saya, Drs. Djarkasih dan Nur Afiah, atas kasih sayang,
didikan, bimbingan, motivasi, dukungan, semangat dan do’a restunya
kepada saya selama ini. Semoga Allah Swt senantiasa memberikan
ampunan, rahmat, kesehatan dan keselamatan kepada keduanya di dunia dan
akhirat. Amiin.
7. Kawan-kawan Fakultas Ushuluddin angkatan 2010 yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu.
Semoga pihak-pihak yang telah membatu dalam penyelesaian skripsi ini
dinilai sebagai amal ibadah yang terus mengalir sepanjang hayat. Akhir kata,
semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian, dan manjadi bahan
evaluasi bagi saya pada penelitian selanjutnya. Selamat membaca!
Ciputat, 26 Juli 2017
Farhan Mujtaba
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI HURUF ARAB-LATIN
Skripsi ini menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-Latin keputusan
bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158
Tahun 1987 – Nomor: 0543b/u/1987.
A. Padanan Aksara
No. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا 1
b Be ب 2
t te ت 3
ts te dengan es ث 4
j je ج 5
ḥ ha dengan titik di bawah ح 6
kh ka dengan ha خ 7
d de د 8
ż zet dengan titik di atas ذ 9
r er ر 10
z zet ز 11
s es س 12
sy es dengan ye ش 13
ṣ es dengan titik di bawah ص 14
ḍ de dengan titik di bawah ض 15
ṭ te dengan titik di bawah ط 16
ẓ zet dengan titik di bawah ظ 17
‘ ع 18koma terbalik di atas hadap
kanan
g Ge غ 19
f Ef ؼ 20
v
q Ki ؽ 21
k Ka ؾ 22
l El ؿ 23
m Em ـ 24
n En ف 25
w We ك 26
h Ha ق 27
apostrof ’ ء 28
y ye ي 29
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Adapun ketentuan vokal
panjang (madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan
huruf.
1. Vokal Tunggal (Monoftong)
No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
1 ______ a fatḥah
2 ______ i kasrah
3 ______ u ḍammah
2. Vokal Rangkap (Diftong)
No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
ي_ _ 1 ai a dengan i
ك_ _ 2 au a dengan u
3. Vokal Panjang (Madd)
No. Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
ā a dengan garis di atas اػ 1
ī i dengan garis di atas يػ 2
vi
ū u dengan garis di atas كـ 3
C. Kata Sandang
Kata sandang yang dalam aksara Arab dilambangkan dengan اؿ
ditransliterasikan menjadi -al- baik diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun huruf
qamariyyah. Misalnya الفيل (al-fīl) dan الشمس (al-syams bukan asy-syams), al-
rijāl bukan ar-rijāl, al-ḍiwān bukan aḍ-ḍiwān.
D. Syaddah (Tasydīd)
Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab yang dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ___ (, dalam transliterasi ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal
ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضركرة tidak
ditulis aḍ-ḍarūrah, melainkan al-ḍarūrah, demikian seterusnya.
E. Ta Marbūṭah
Berkaitan dengan transliterasi ini, jika huruf ta marbūṭah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut ditransliterasikan menjadi huruf - h -
(lihat contoh no.1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbūṭah
tersebut diikuti oleh kata sifat (naʻt) (lihat contoh no.2). Namun, jika huruf ta
marbūṭah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut ditransliterasikan
menjadi huruf - t – (lihat contoh no.3).
Contoh:
No. Kata Arab Transliterasi
ṭarīqah طريقة 1
al-jāmiʻah al-Islāmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
waḥdat al-wujūd كحدة الوجود 3
vii
F. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital dikenal, dalam
transliterasi ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama
diri dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abū Ḥamid al-Gazālī,
bukan Abū Ḥamid Al-Gazālī, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Namun berdasarkan buku panduan Akademik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2010/2011 bahwa untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri tidak ditransliterasikan, meskipun akar katanya berasal dari
bahasa Arab. Contoh: Abdussamad al-Palimabani, tidak ʻAbd al-Ṣamad al-
Palimbanī; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-Rānīrī.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 7
C. Tujuan Penelitan .................................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka .................................................................... 9
E. Metodologi Penelitian ............................................................ 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CINCIN BERMATA BATU
A. Gambaran Umum Cincin Bermata Batu ................................ 15
B. Jenis-jenis Cincin Bermata Batu ............................................ 17
C. Jenis Cincin Nabi Saw ........................................................... 19
D. Hukum Penggunaan Cincin Bermata Batu dalam Perspektif
Islam ....................................................................................... 23
BAB III HADIS-HADIS MEMAKAI CINCIN DALAM KUTUB AL-SITTAH
A. Hadis-hadis tentang Anjuran Memakai Cincin Perak ............ 28
B. Hadis-hadis tentang Do’a Saat Memakai Cincin ................... 30
C. Hadis-hadis tentang Etika Memakai Cincin .......................... 31
1. Hadis-hadis tentang Memakai Cincin di Tangan
ix
Kanan atau Kiri ................................................................ 32
2. Hadis-hadis tentang Anjuran Memakai Cincin di Jari
Kelingking ....................................................................... 35
3. Hadis-hadis tentang Larangan Memakai Cincin di jari
Telunjuk dan jari Tengah ................................................. 38
4. Hadis-hadis tentang Batu Cincin yang Diletakkan Searah
dengan Telapak Tangan ................................................... 39
5. Hadis-hadis tentang Menanggalkan Cincin Ketika Masuk
WC ................................................................................... 42
D. Fungsi Cincin Pada Masa Nabi Saw ..................................... 43
E. Faedah Memakai Cincin Bermata Batu ................................. 46
BAB IV ANALISIS HADIS-HADIS NABI SAW MEMAKAI CINCIN
BERMATA BATU DALAM KUTUB AL-SITTAH
A. Sunnah Nabi Saw dalam Memakai Cincin Bermata Batu ..... 48
1. Berdo’a Saat Mengenakan Cincin .................................. 48
2. Mengenakan Cincin yang Terbuat dari Perak ................ 50
3. Mengenakan Cincin di Tangan Kanan atau Kiri ............ 55
4. Mengenakan Cincin di Jari Kelingking .......................... 59
5. Mengenakan Batu Cincin yang Searah dengan
Telapak Tangan ................................................................ 61
6. Menanggalkan Cincin Ketika Masuk WC ...................... 63
B. Larangan-Larangan Nabi Saw Saat Mengenakan Batu Cincin 66
1. Larangan Memakai Cincin Emas bagi Laki-laki ............ 66
x
2. Larangan Mengenakan Cincin di Jari Telunjuk dan Jari
Tengah ............................................................................ 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 71
B. Saran ...................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 72
RIWAYAT PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Cincin merupakan salah satu perhiasan yang sering dipakai oleh kaum
Hawa untuk mempercantik dan memperindah diri. Namun baru-baru ini, cincin
juga banyak digemari oleh kalangan kaum Adam. Berbeda dengan kaum Hawa,
kaum Adam lebih banyak mengenakan cincin bermata batu, seperti batu mulia
atau batu permata. Hal ini didasari oleh hadis yang mendeskripsikan bahwa Nabi
Saw pernah mengenakan cincin bermata batu. Hadis tersebut salah satunya
diriwayatkan oleh Imam Muslim, yakni sebagai berikut:
ث نا عبد اللو بن وىب المصري أخب رن يونس بن يزيد عن اب ث نا يي بن أيوب حد ن حدثن أنس بن مالك قال كان خات رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من ورق وكان شهاب حد
1.فصو حبشيا
“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyā bin Ayyūb; Telah menceritakan
kepada kami „Abd Allāh bin Wahb al-Miṣrī; Telah mengabarkan kepadaku
Yūnus bin Yazīd dari Ibn Syihāb; Telah menceritakan kepadaku Anas bin
Mālik ia berkata; “Cincin Rasulullah Saw terbuat dari perak, sedangkan
mata cincinnya terbuat dari batu Ḥabasyī.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa kaum Adam dibolehkan untuk memakai
cincin bermata batu, bahkan dianggap sebagai sunnah Nabi Saw. Kebolehan
tersebut bukan berarti laki-laki bebas memakai cincin apa saja, di jari mana saja
dan dipakai untuk apa saja, melainkan ada beberapa hal yang harus diperhatikan
sebagaimana yang dicontohkan Nabi Saw dalam mengenakan cincin. M. Syuhudi
Ismail menyatakan bahwa rektualisasi ajaran Islam harus mengacu pada teks-teks
1 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jil, T.Th),
Juz 6, h. 152, No. Hadis: 3907
2
yang menjadi landasan ajaran Islam, yaitu Al-Qur‟an dan hadis.2 Reaktualisasi
ajaran Islam ini juga berlaku pada hadis-hadis etika dalam memakai cincin. Ketika
seseorang ingin tampil cantik, tampan dan berbeda dengan yang lainnya, maka
ada keinginan untuk memperhias diri dengan berbagai aksesoris yang terbuat dari
logam-logam dan bebatuan.3 Semua itu telah dicontohkan Nabi Saw dalam hadis-
hadis yang berkaitan dengan etika memakai perhiasan, seperti halnya cincin.
Etika dalam memakai cincin saat ini telah banyak diabaikan oleh umat
Muslim, padahal Nabi Saw telah mencontohkan etika dalam menggunakan cincin,
termasuk etika menggunakan cincin bermata batu. Masyarakat Muslim Indonesia
lebih cenderung mementingkan mata cincin yang berbahan dasar batu ketimbang
memperhatikan etika dalam penggunaannya. Hal ini terlihat pada awal tahun
2015, masyarakat Muslim Indonesia sangat antusias membicarakan keindahan
mata cincin yang berbahan batu tersebut. Mereka berbondong-bondong
menggunakan cincin yang mata cincinnya terbuat dari bebatuan, dan mereka
menyebutnya dengan batu mulia atau batu permata.4 Penggunaan cincin bermata
batu tersebut terkadang menyalahi etika yang dicontohkan Nabi Saw, misalnya
memakai cincin di seluruh jari yang ada. Hal ini dianggap terlalu berlebihan dan
menyalahi etika.
2
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 14 3 Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura,
(Kalimantan: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan, 2013), h. 13
4 Penggunaan kata batu permata digunakan untuk menunjuk kepada batu permata lain,
selain intan. Batu permata yang dimaksud adalah batu-batu permata yang ketersediaan bahan
bakunya banyak terdapat di daerah Kalimantan, seperti; kecubung warna ungu, teh, kopi dan
coca-cola, dan akik, batu kelulut dan merah borneo. Sedangkan intan adalah batu yang memiliki
tingkat kekerasan paling tinggi dari seluruh bebatuan yang ada di dunia ini, dengan skala
kekerasan 10 dan berat jenis sebesar 3,52. Artinya tidak ada lagi benda sekeras dan sekokoh intan
tersebut, karena semua bebatuan lainnya berada di bawah angka 10. Bank Indonesia, Kerajinan
Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura, h. 3
3
Pada zaman Rasūlullāh Saw pun pernah terjadi booming terkait penggunaan
cincin. Namun setelah masyarakat Arab mengikuti euforia cincin tersebut,
Rasūlullāh Saw justru membuang cincinnya dan tidak memakainya lagi untuk
selamanya. Hal ini dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī
seperti berikut:
ثن يي بن ثن أنس بن مالك حد ث نا الليث عن يونس عن ابن شهاب قال حد بكي حد رضي اللو عنو أنو رأى ف يد رسول اللو صلى اللو عليو وسلم خاتا من ورق ي وما و احدا
طن عوا الواتيم من ورق ولبسوىا فطرح رسول اللو صلى اللو عليو وسلم خاتو إن الناس اص افر عن فطرح الناس خواتيمهم تاب عو إب راىيم بن سعد وزياد وشعيب عن الزىري وقال ابن مس
5.زىري أرى خاتا من ورق ال
“Telah menceritakan kepadaku Yaḥyā bin Bukaīr telah menceritakan kepada
kami al-Laits dari Yūnus dari Ibn Syihāb dia berkata; telah menceritakan
kepadaku Anas bin Mālik ra. bahwa dia pernah melihat Rasūlullāh Saw
memakai cincin perak di tangannya selama satu hari, kemudian orang-orang
pun ikut membuat cincin dari perak dan memakainya, lalu Rasūlullāh Saw
pun membuang cincin tersebut dan orang-orang pun ikut membuang cincin
yang mereka kenakan." Hadis ini juga diperkuat dengan riwayat Ibrāhīm bin
Saʻd, Ziyād dan Syuʻaīb dari al-Zuhrī. Ibn Musāfir mengatakan; dari al-
Zuhrī bahwa pendapatku itu adalah cincin yang terbuat dari perak.” (HR. al-
Bukhārī)
Dari hadis tersebut, terdapat sebuah kemungkinan bahwa alasan Rasūlullāh
Saw membuang cincinnya tersebut dikhawatirkan masyarakat terlalu mencintai
cincin mereka dibandingkan dengan melaksanakan perintah-perintah Allah Swt.
Namun pada kasus yang berbeda, Rasūlullāh Saw memakai sebuah cincin yang
terbuat dari perak, dan cincin itu kemudian diberikan kepada sahabat, seperti Abū
Bakr, „Umar, dan Utsmān secara bergantian seiring peralihan kekhalifahan. Kisah
tersebut terrekam dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai
berikut:
5
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
(T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H.), Juz 14, h. 576, No Hadis: 5868
4
ث نا يي بن يي ث نا أب حد ث نا ابن ني حد أخب رنا عبد اللو بن ني عن عب يد اللو ح و حدث نا عب يد اللو عن نافع عن ابن عمر قال اتذ رسول اللو صلى اللو عليو وسلم خ اتا من حد
كان ف يد عثمان حت وقع ورق ف كان ف يد عمر كان ف يد أب بكر كان ف يده د رسول اللو قال ابن ني حت وقع ف بئر ول ي قل من 6.و منو ف بئر أريس ن قشو مم
Telah menceritakan kepada kami Yaḥyā bin Yaḥyā; Telah mengabarkan
kepada kami „Abd Allāh bin Numaīr dari „Ubaīd Allāh; Demikian juga telah
diriwayatkan dari jalur yang lain; Dan telah menceritakan kepada kami Ibn
Numaīr; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan
kepada kami „Ubaīd Allāh dari Nāfiʻ dari Ibn „Umar ia berkata; "Rasūlullāh
Saw pernah membuat cincin dari perak. Pada awalnya, cincin itu ada di
tangan beliau, setelah itu beralih ke tangan Abū Bakr, lalu berpindah ke
tangan „Umar, dan terakhir di pakai oleh Utsmān, sebelum akhirnya cincin
itu terjatuh ke dalam sumur Aris. Tulisan cincin itu adalah Muḥammad
Rasūlullāh." Ibn Numaīr berkata; dengan kalimat „Ḥatta waqaʻa fī bi’rin'
tanpa tambahan „minhu.‟ (HR. Muslim)
Saat ini, penggunaan cincin bermata batu mulai bergeser tidak hanya sebatas
mengabaikan etika dalam penggunaannya, melainkan juga sudah pada taraf yang
membahayakan akidah. Setidaknya ini bisa dilihat dari tiga hal: Pertama, karena
begitu suka terhadap cincin bermata batu, banyak laki-laki yang mengenakan
cincin di seluruh jarinya. Kedua, dilihat dari maraknya penjualan cincin bermata
batu terutama via online yang memberi “bumbu” mistis agar bisa dijadikan
sebagai penglaris dagang, menambah wibawa, pengasihan, kesaktian dan lain
sebagainya. Ketiga, banyaknya penggunaan cincin bagi laki-laki yang dianggap
lumrah dan wajar apabila cincin dibuat dengan menambahkan emas pada
kerangka cincinnya.
Fenomena tersebut telah dianggap menyeleweng dari ajaran-ajaran al-
Qur‟an dan Sunnah Nabi Saw. Dalam penggunaan cincin bermata batu ini juga
tidak menutup kemungkinan terselip rasa riya, sombong, dan ujub dalam diri
6
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jil, T.Th),
Juz 6, h. 150, No. Hadist : 5597. Lihat pula: Yaḥyā bin Mūsā al-Zahrānī, Min Aḥkām al-Khātim
(T.Tp. Tp.Thn), h. 1
5
penggunanya dengan memamerkan cincin yang terpasang di jari-jarinya. Terlebih
lagi dalam hal penggunaan cincin bermata batu yang semakin menjalar ke
permukaan akidah, yang meyakini kekuatan-kekuatan supranatural yang ada di
dalamnya. Dalam hal ini terjadi juga pada masa Rasūlullāh Saw sebagaimana
hadis berikut:
ث نا المبارك عن السن قال أخب رن عمران بن حصي أن الن ث نا خلف بن الوليد حد ب حدما ىذه صلى اللو عليو وسلم أبصر على عضد رجل حلقة أراه قال من صفر ف قال ويك
ك ما قال من الواىنة قال أما إن ها ل تزيدك إل وىنا انبذىا عنك فإنك لو مت وىي علي 7أف لحت أبدا
“Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin al-Walīd, telah menceritakan
kepada kami al-Mubārak dari al-Ḥasan ia berkata, telah mengabarkan
kepadaku „Imrān bin Ḥuṣaīn bahwa Nabi Saw melihat lengan seorang lelaki
yang memakai gelang -menurut pendapatku ia mengatakan; (gelang) dari
kuningan- Lalu beliau bersabda: "Celakalah kamu, apa maksud dari gelang
ini?" Orang tersbut menjawab; "Ini untuk mengobati penyakit wahinah!
Beliau bersabda: "Ketahuilah sesungguhnya benda ini tidak akan
menambahmu melainkan kesengsaraan, lepaskanlah ia darimu! Sebab kalau
kamu mati dan benda itu masih melekat padamu, maka kamu tidak akan
beruntung selamanya.” (HR. Aḥmad)
Karena masyarakat Indonesia mayoritas memeluk agama Islam, maka sudah
menjadi ketentuan bagi setiap pemeluk Islam untuk mematuhi dan menaati syariat
yang berlaku.8 Menurut Yūsuf al-Qaraḍawī, prinsip pertama yang ditetapkan
Islam ialah asal segala sesuatu dan kemanfaatan yang diciptakan Allah adalah
halal dan mubah, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash
yang ṣaḥīḥ dan tegas dari pembuat syari‟at yang mengharamkannya. Apabila
tidak terdapat nash yang ṣaḥīḥ –seperti sebagian hadis ḍaʻif– atau tidak tegas
7
Abū ʻAbd Allāh Aḥmad bin Ḥanbal, Musnad Aḥmad bin Ḥanbal (Bairut: „Alim al-
Kutub, 1998), Juz 4, h. 445, No.Hadis: 20535
8 Syariat Islam adalah hukum-hukum yang ada di dalam al-Quran dan Sunah Nabi Saw,
yang merupakan wahyu dari Allah kepada Nabi-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.
„Abd al-Karīm Zaydān, Pengantar Studi Syari’ah: Mengenal Syari’ah Islam Lebih Dalam,
Penerjemah M. Misbah, (Jakarta: Robbani Press, 2008), h. 45
6
penunjukkannya kepada yang ḥaram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum
asalnya, yaitu mubaḥ.”9
Dalam menetapkan prinsip bahwa pada asalnya segala sesuatu dan segala
yang bermanfaat itu mubaḥ, Yūsuf al-Qaraḍawī merujuk kepada para ulama Islam
yang berdalil dengan beberapa ayat al-Qur‟an, misalnya :
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan
Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan
Dia Maha mengetahui segala sesuatu” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 29)
Kemudian Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah berpendapat bahwa
pada dasarnya segala apa yang terbentang di bumi ini dapat digunakan oleh
manusia, kecuali jika ada dalil lain yang melarangnya. Sebagian kecil ulama tidak
memahami demikian. Mereka mengharuskan adanya dalil yang jelas untuk
memahami boleh atau tidaknya sesuatu, bahkan ada pula yang berpendapat bahwa
pada dasarnya segala sesuatu terlarang kecuali kalau ada dalil yang menunjukkan
izin menggunakannya.10
Sebagaimana Rasūlullāh Saw dalam hadisnya membolehkan umatnya
menggunakan cincin, namun dalam hal ini terdapat rambu-rambu atau etika yang
harus diperhatikan oleh penggunanya. Melihat keadaan penggunaan cincin yang
telah menyeleweng tersebut, pembahasan mengenai etika menggunakan cincin
menjadi sangat penting. Hal ini agar ketentuan-ketentuan atau etika yang
dicontohkan Rasūlullāh Saw dapat diimplementasikan oleh para pecinta cincin
9 Yūsuf Qaraḍawī, Halal dan Haram dilengkapi Takhrij Hadis oleh Syaīkh Muḥammad
Naṣīr al-dīn al-Banī dan Tanggapan Balik Yūsuf Qaraḍawī, Penerjemah: Abū Saʻid al-Falaḥī dan
„Ain al-Rafīq Ṣālih Tamhid (Jakarta: Robbani Press, 2005). Cet. v, h. 20
10
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Jilid 1,
(Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 136
7
bermata batu, khususnya masyarakat Muslim Indonesia. Oleh karena itu, skripsi
ini penulis beri judul “Sunnah Nabi Saw dalam Memakai Cincin Bermata Batu
(Kajian Atas Hadis-hadis dalam al-Kutub al-Sittah)”.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat identifikasi masalahnya sebagai berikut:
a. Di antara euforia cincin yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia,
masih banyak di antara mereka yang mengabaikan etika memakai cincin.
b. Dalam memakai cincin bermata batu tidak menutup kemungkinan terselip
rasa riya, sombong, dan ujub dalam diri penggunanya dengan
memamerkan cincin yang terpasang di jari-jarinya.
c. Kebanyakan masyarakat muslim lebih mengutamakan perhatian mereka
pada keindahan mata cincin yang terbuat dari batu dibanding dengan
mengetahui etika memakai cincin yang dicontohkan Nabi Saw dalam
hadis-hadis, khususnya hadis-hadis dalam al-kutub al-sittah.
d. Penggunaan cincin bermata batu mulai bergeser tidak hanya sebatas
mengabaikan etika dalam penggunaanya, melainkan juga sudah pada taraf
yang membahayakan akidah.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian ini perlu
pembatasan masalah agar pembahasannya lebih fokus dan terarah. Adapun
masalah yang dibatasi dalam penelitian ini yaitu hadis-hadis etika Nabi Saw
memakai cincin yang ada di dalam al-Kutub al-Sittah, salah satunya adalah cincin
bermata batu. Pembahasan hadis-hadis etika memakai cincin dalam al-Kutub al-
8
Sittah meliputi pembahasan mengenai hukum menggunakan cincin, jenis cincin
apa saja yang boleh dipakai, dan tata cara menggunakan cincin. Oleh karena itu,
dalam skripsi ini penulis hanya membatasinya dengan pembahasan mengenai
etika dan larangan-larangan dalam penggunaan batu cincin oleh Nabi Saw.
Karena hadis-hadis di dalam al-Kutub al-Sittah cukup representatif dalam
pembahasan mengenai etika memakai cincin.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan
permasalahannya dengan pertanyaan: Bagaimana sunnah Nabi Saw saat memakai
cincin di dalam al-kutub al-sittah?, dan Apa saja larangan-larangan Nabi Saw saat
memakai cincin?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitan
Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui etika Nabi Saw dalam memakai cincin bermata batu
dalam perspektif hadis.
2. Untuk mengetahui larangan-larangan Nabi Saw saat mengenakan cincin
dalam perspektif hadis.
3. Dalam rangka untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Strata
1 (S1) Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9
Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sebagai landasan yang kokoh terhadap etika memakai cincin
sebagaimana dicontohkan Nabi Saw dalam hadis-hadis.
2. Sebagai catatan penting atas larangan-larangan Nabi Saw saat
mengenakan cincin dalam perspektif hadis
3. Menambah khazanah keilmuan keislaman, khususnya program studi
Tafsir Hadis
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka berisi tentang literatur yang relevan dengan topik
pembahasan dalam penelitian. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali
(review) penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya yang relevan, baik
untuk menguatkan teori penelitian maupun untuk membantahnya. Tinjauan
pustaka juga dilakukan untuk mengemukakan hubungan antara penelitian
sebelumnya dengan penelitian sekarang.
Kajian penggunaan cincin bermata batu telah dibahas oleh beberapa
pengkaji, baik dalam bentuk buku, skripsi, maupun tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Salah satu buku atau kitab yang membahas tentang cincin dan batu cincin yaitu
kitab al-Aḥjār al-Karīmah karya Muḥsin „Aqīl. Dalam kitab tersebut, banyak
ditemukan hadis-hadis dan atsar yang mendeskripsikan cincin pada masa Nabi
Saw. Meskipun hadis-hadis dan atsar yang ada tidak menyebutkan sanad secara
lengkap, namun pembahasan terkait cincin dan batu cincin cukup representatif.11
11
Muḥsin „Aqīl, al-Aḥjār al-Karīmah: al-Takhattam, al-Khawāṣ, al-Nuqūsy (Iran:
Madīn, 2004).
10
Kitab Min Aḥkām al-Khātam karya Yaḥyā bin Mūsā juga merupakan kitab
yang membahas hukum-hukum memakai cincin menurut berbagai pandangan
ulama. Selain menjelaskan hukum, kitab ini juga mengutip hadis-hadis Nabi Saw
yang relevan dalam mendukung hukum-hukum memakai cincin, meskipun tidak
secara lengkap dengan sanad-sanadnya.12
Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian sekarang
adalah skripsi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang
yang berjudul Studi Analisis Hadis tentang Larangan Laki-laki Memakai Cincin
Emas karya Laelatul Magfiroh. Dalam skripsi tersebut dijelaskan terkait hadis-
hadis larangan laki-laki memakai cincin emas yang ada dalam kitab-kitab hadis.
Dalam skripsi tersebut disimpulkan bahwa cincin emas bagi laki-laki diharamkan
karena membahayakan kesehatan, untuk melindungi kewibawaan laki-laki, dan
mencegah hidup bermewah-mewahan (berlebihan).13
Namun sejauh pengamatan penulis, belum ada pengkaji yang melakukan
penelitian ilmiah secara khusus tentang hadis etika memakai cincin bermata batu.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin membahas etika Nabi Saw
dalam memakai cincin bermata batu sebagai respons atas euforia pemakaian
cincin yang dilakukan masyarakat muslim di Indonesia.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Maka dari itu, metode pengumpulan data pada skripsi ini menggunakan
12
Yaḥyā bin Mūsā al-Zahrānī, Min Aḥkām al-Khātim, (T.Tp.: T.P, T.Th). 13
Laelatul Magfiroh, “Studi Analisis Hadis tentang Larangan Laki-laki Memakai Cincin
Emas” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang, 2015).
11
jenis penelitian kepustakaan (library research). Penulis mengumpulkan hadis-
hadis yang membahas tentang penggunaan cincin dalam al-Kutub al-Sittah
dengan menggunakan kamus-kamus hadis seperti al-Muʻjam al-Mafahras Li Alfāẓ
al-Ḥadīts al-Nabawī,14
yang dicari dengan kata “khatama”, dan Miftāḥ Kunūz al-
Sunnah yang dicari berdasarkan tema-tema khusus, seperti perhiasan, dan lain
sebagainya. Kamus-kamus hadis tersebut merupakan karya Arent Jan Wensinck
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muḥammad Fuād „Abd al-Bāqī.
Hal ini dilakukan untuk mencari landasan doktrin terhadap penggunaan batu
cincin dari kitab-kitab hadis sebagai data primer, yakni dari al-Kutub al-Sittah
yang membahas secara khusus tentang penggunaan cincin, dan dari kitab-kitab
hadis pendukung lainnya, serta buku-buku umum yang sejalan dengan tema
penelitian sebagai data sekunder.15
Dalam metode pengumpulan data ini, penulis juga menggunakan aplikasi-
aplikasi (software) hadis seperti Lidwa Pustaka, Maktabah Syamilah, dan
aplikasi-aplikasi lainnya yang mendukung kemudahan dalam pencarian hadis-
hadis yang dibahas.
2. Metode Analisa Data
Pada proses analisa data, penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh
data yang didapat dari sumber pengumpulan data, yakni dari al-Kutub al-Sittah
dan kitab-kitab hadis pendukung lainnya. Untuk kemudian dibaca, dipelajari, dan
ditelaah secara tematik hingga pada proses penyatuan data yang kemudian akan
menghasilkan interpretasi data.
14
Arent Jan Wensinck, al-Muʻjam al-Mafahras Li Alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī,
Penerjemah: Muḥammad Fuād „Abd al-Bāqī. (Leiden: Brill, 1936).
15
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Cet.I, h. 191
12
Setelah menghasilkan interpretasi data, baru dilanjutkan dengan mengambil
kesimpulan (natījah) terhadap hasil penelitian tematik tentang penggunaan batu
cincin dalam perspektif hadis.
3. Metode Pembahasan
Sesuai dengan penelitian yang dikaji secara tematik, maka metode
pembahasan yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode deskriptif analitis, yakni sebuah alur penelitian yang
menghasilkan data-data deskriptif, baik tertulis maupun tidak tertulis dari objek
yang diamati.16
Karena metode ini berguna untuk memberikan pencerahan
mengenai penggunaan batu cincin dalam perspektif hadis.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2010/2011. Sedangkan transliterasi pada Skripsi ini menggunakan
Pedoman Transliterasi Arab-Latin keputusan bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor:
0543b/u/1987.
F. Sistematika Penulisan
Berdasarkan metodologi yang digunakan, maka untuk mencapai
pembahasan yang terarah dan sistematis diperlukan adanya sistematika penulisan
berupa langkah-langkah pembahasan dalam penelitian. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima (5) bab, dan setiap bab meliputi sub-sub
16
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 3
13
bab sebagai garis pokok pembahasan. Pembagian bab tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat seluk beluk penelitian
ini, dengan uraian mengenai latar belakang masalah sebagai tolok ukur
pentingnya penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi masalah,
pembatasan masalah dan perumusan masalah sebagai fokus penelitian, setelah itu
membahas tentang tinjauan pustaka yang dijadikan sebagai perbandingan antara
penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang. Dilanjutkan dengan tujuan
penelitian, metodologi penelitian dan terakhir adalah sistematika penulisan
Bab kedua membahas tentang tinjauan umum tentang cincin bermata batu.
Dalam bab ini meliputi sub-sub bab yang saling berkaitan. Sub bab pertama
membahas tentang gambaran umum tentang cincin bermata batu, kemudian
dilanjutkan dengan pembahasan jenis-jenis cincin bermata batu. Sub bab
selanjutnya dibahas mengenai jenis batu cincin Nabi Saw, dan terakhir mengenai
hukum memakai cincin bermata batu dalam perspektif Islam, yang mengurai
pendapat-pendapat cendekiawan Muslim dari berbagai kalangan.
Bab ketiga membahas tentang hadis-hadis penggunaan cincin dalam al-
Kutub al-Sittah. Bab ini merupakan takhrij atas hadis-hadis penggunaan cincin di
dalam al-Kutub al-Sittah, yang dicari dengan kamus-kamus hadis beserta alat
bantu yang digunakan dalam pencarian hadis. Pembahasan dalam bab ini meliputi
sub bab mengenai hadis-hadis tentang anjuran memakai cincin perak, hadis-hadis
tentang do‟a saat memakai cincin, hadis-hadis tentang Sunnah Nabi Saw memakai
cincin, kemudian dilanjutkan dengan fungsi cincin pada masa Nabi Saw dan
faedah mengenakan cincin bermata batu.
14
Bab keempat, merupakan bab yang membahas tentang analisis hadis-hadis
Nabi Saw memakai cincin. Di antara sub-subnya adalah tentang tata cara
memakai cincin dalam hadis, yang meliputi penjelasan hadis do‟a saat
mengenakan cincin, penjelasan hadis tentang anjuran menggunakan cincin perak,
penjelasan hadis pemakaian cincin di tangan kanan atau kiri, penjelasan hadis
mengenakan batu cincin yang searah dengan telapak tangan, dan hadis
menanggalkan cincin ketika masuk WC. kemudian pada sub judul selanjutnya
yakni tentang larangan-larangan Nabi Saw ketika mengenakan cincin, yang
meliputi penjelasan larangan memakai cincin emas bagi laki-laki, dan terakhir
tentang penjelasan larangan mengenakan cincin di jari telunjuk dan jari tengah.
Bab kelima merupakan bab penutup, yang berisi kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, dan kemudian diakhiri dengan saran-saran oleh
penulis selama penelitian.
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG CINCIN BERMATA BATU
A. Gambaran Umum tentang Cincin Batu
Cincin dan batu cincin merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi
untuk mendapatkan keindahan dalam berhias. Banyak ditemukan jenis-jenis
cincin yang bermata batu, baik cincin yang terbuat dari emas maupun perak. Salah
satu batu yang digunakan untuk mata cincin adalah batu mulia. Menurut
Sujatmiko, batu mulia1 adalah setiap jenis batuan, mineral dan bahan mentah alam
lainnya yang batuan, setelah diolah atau diproses memiliki keindahan dan
ketahanan yang memadai untuk dipakai sebagai barang perhiasan.2 Batu mulia –
yang biasa dijadikan mata cincin- berasal dari bahan-bahan mineral alam yang
terbentuk secara alami, memiliki keindahan yang menarik, berharga atau bernilai
ekonomis karena langka dan dapat bertahan untuk dipakai sebagai perhiasan
dalam waktu yang lama serta dapat diuangkan (liquid) dalam waktu yang singkat.
Karena itu batu mulia dan batu permata sangat bernilai strategis dalam
perekonomian seseorang dan daerah.3
Dalam sejarahnya, batu mulia dengan kualitas tertinggi seperti intan,
pertama kali ditambang di Afrika Tengah dan Selatan, kemudian juga di Kanada,
Rusia, Brasil, dan Australia, termasuk juga di Indonesia. Diperkirakan 130 juta
“carat” (26.000 Kg) intan ditambang setiap tahun, berjumlah sekitar 9 milyar
1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), batu mulia terdiri dari dua kata, yaitu
“batu” dan “mulia.” Batu adalah benda keras dan padat yang berasal dari bumi atau planet lain,
tetapi bukan logam. Sementara Mulia adalah bermutu tinggi atau berharga. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa batu mulia adalah batu yang memiliki nilai atau berharga karena memiliki
mutu yang tinggi. 2 Sujatmiko, Potensi Batumulia Indonesia yang Terlupakan (Bandung: Pusat Promosi
Batumulia Indonesia, T.Th), h. 4 3 Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura,
(Kalimantan: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan, 2013), h. 2-3
16
dollar Amerika Serikat. Selain itu, hampir empat kali berat intan di dalam magma
sebagai intan sintetik (syntetic diamond). Intan terdapat pada pipa-pipa vulkanis
yang berasal dari bahan-bahan yang dikeluarkan dalam perut bumi karena tekanan
dan temperaturnya yang sekaligus untuk pembentukan intan itu sendiri. Di
Indonesia, batu mulia seperti intan ini telah lama ditambang di kawasan
Martapura, Kalimantan Selatan dan kawasan Muara Lahung, Kab. Murung Raya,
Kalimantan Tengah. Sebagaimana yang ditulis dalam buku Borneo 1843 terbitan
Bentara Budaya disebutkan, seorang penjelajah Hindia Belanda, Dr. CALM
Swachner, melakukan penelitian di sekitar sungai Barito dan Kahayan di
Kalimantan Tengah dan kawasan Martapura Kalimantan Selatan pada 1843-
1847.4
Sujatmiko, seorang pakar Geologi Universitas Padjajaran Bandung
menyatakan bahwa proses pengambilan batu mulia tidak serumit mencari emas
perak atau timah yang harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Pengolahan
batu mulia sangat ramah lingkungan karena tidak meninggalkan limbah yang
berbahaya.5 Oleh karena itu, dengan pengolahannya yang sederhana dan tidak
merusak lingkungan, batu mulia sangat diminati oleh banyak kalangan untuk
dijadikan sebagai perhiasan seperti mata cincin, kalung, dan perhiasan lainnya.
Sehingga batu alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk dijual di pasaran dengan
harga yang variatif.
4 Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura, h. 12-13
5 Republika Online, “Pakar: Perburuan Batu Mulia Tak Merusak Alam”, diakases pada 22
Mei 2015 di www.republika.co.id/pakar_perburuan_batu_mulia_tak_merusak_alam_
republika_online.html
17
B. Jenis-jenis Cincin Bermata Batu
Cincin batu yang terbuat dari bahan mineral alami memiliki ciri optikal
yang dapat dilihat dari warna dan kilauannya, yakni tergantung dari bagaimana
cara kristal mineral tersebut menyerap atau memantulkan cahaya, atau
memungkinkan cahaya tersebut tembus ke dalamnya. Sedangkan warna batu
sangat dipengaruhi oleh kandungan unsur kimia, pengotoran, radiasi, dan lain
sebagainya.6 Kilap pada batu yang berbahan dasar mineral tersebut tergantung
dari pantulan permukaan mineral, sedangkan kilauannya dihasilkan dari dalam
mineral itu sendiri. Semua ciri-ciri tersebut membantu dalam pengenalan mineral
yang telah terbentuk menjadi bebatuan.7
Adapun jenis-jenis batu yang sering digunakan sebagai bahan perhiasan
seperti mata cincin adalah sebagai berikut:
1. Batu Kecubung atau Amethys
Batu kecubung atau amethys merupakan jenis batuan mineral kuarsa
dengan formula kimia silika (Silikon Dioksida, SiO2) yang memiliki tingkat
kekerasan pada angka 7 dengan berat jenis 2,65. Jenis batu ini dapat
ditemukan di permukaan tanah atau di dalam tanah pada daerah yang
berbatuan dengan ketinggian tertentu (seperti perbukitan dan pegunungan).
Batu kecubung biasanya berwarna ungu sampai merah muda. Namun ada
juga yang berwarna hitam (teh, kopi, coca cola), bahkan berwarna putih atau
bening.
6 Sujatmiko, Potensi Batumulia Indonesia yang Terlupakan, h. 7
7 Barbera Taylor, Intisari Ilmu Batuan, Mineral, dan Fosil, Penerjemah: Terry Mart
(Erlangga, 2005), h.84
18
2. Akik atau Agate
Batu Akik atau agate adalah adalah batu yang berwarna dengan motif
yang bermacam-macam, baik berupa gambar atau tulisan pada
permukaannya. Adapun motif dari jenis batu ini adalah Akik Lumut, Akik
Pohon, Akik Garis atau Pita, Akik Renda atau Jalinan, Akik Renda Biru,
Akik Bulu Burung, Akik Bintik-Bintik, Akik Mata, Akik Dendrite, Akik
India, dan Akik Bostwana. Batu akik lazimnya digunakan sebagai mata
cincin kaum pria dan agak jarang digunakan oleh kaum perempuan, namun
tidak ada pembatasan yang jelas dalam penggunaannya.
Batu akik sangat diminati karena memiliki bentuk dan corak atau
gambar tersendiri yang sangat khas dan tidak akan pernah sama dengan
milik orang lain (unik). Bahkan beberapa tokoh nasional pun banyak yang
menggunakannya, seperti Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid,
dan lain-lain. Batu akik ini banyak ditemukan di sungai-sungai besar
ataupun kawasan pertambangan intan dengan berbagai macam warna.
3. Batu Aji
Jenis batu ini merupakan bongkahan-bongkahan bebatuan sebesar 25cm
atau lebih. Batu ini dapat ditemukan di permukaan tanah atau di dalam tanah
dengan warna hijau tua atau hijau lumut. Batu aji tidak padat juga tidak
terlalu keras. Meskipun ketika dilihat secara sepintas akan tampak sangat
kokoh dan keras, namun sebenarnya batu ini mudah pecah.8
8 Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura, h. 14-18
19
4. Batu Permata Lainnya
Adapun jenis batu alam lain yang sering digunakan sebagai mata cincin
adalah Alexandrite, Aquamarine, Bloodstone, Carnelian, Chrysoprase,
Citrine, Emerald (Zamrud), Garnet, Goldstone (Batu Emas), Jade (Giok),
Jasper, Lapis Lazuli, Moonstone, Onyx dan Sardonyx, Opal, Aventurin,
Diospida, Malakit, Markasit, Obsidian, Peridot, Kuarsa, Rubi, Safir, Sodalit,
Batu Matahari, Tanzanit, Mata Harimau, Topaz, Tourmaline, Amber, Kopal,
Jet, Mutiara dan Abalon.9
C. Jenis Cincin Nabi Saw
Terdapat banyak riwayat yang membahas tentang jenis cincin Nabi Saw.
Ada yang menyatakan bahwa cincin Nabi Saw adalah terbuat dari perak, dan batu
cincinnya berasal dari negeri Ḥabasyī. Ada pula yang menyatakan bahwa mata
cincinnya terbuat dari perak dengan tulisan “Muḥammad Rasūl Allāh”. Adapun
riwayat yang menyatakan bahwa cincin Nabi Saw terbuat dari perak dengan mata
cincin dari batu Ḥabasyī yakni diriwayatkan oleh Imam Muslim, yakni sebagai
berikut:
ث نا عبد اللو بن وىب المصري أخب رن يونس بن يزيد عن اب ث نا يي بن أيوب حد ن حدثن أنس بن مالك قال كان خات رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من ورق وكان شهاب حد
10فصو حبشيا
“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyā bin Ayyūb; Telah menceritakan
kepada kami „Abd Allāh bin Wahb al-Miṣrī; Telah mengabarkan kepadaku
Yūnus bin Yazīd dari Ibn Syihāb; Telah menceritakan kepadaku Anas bin
Mālik ia berkata; “Cincin Rasulullah Saw terbuat dari perak, sedangkan
mata cincinnya terbuat dari batu Ḥabasyī.”
9 Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura, h. 14-18
10 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jil, T.Th),
Juz 6, h. 152, No. Hadis: 3907
20
Hadis ini juga dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan Abū Dāwud, Ibn
Mājah dan al-Tirmidzī. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud dalam
kitabnya, yaitu:
ث نا ابن وىب أخب رن يونس بن يزيد ع ث نا ق ت يبة بن سعيد وأحد بن صالح قال حد ن ابن حدثن أنس قال كان خات النب صلى اللو عليو وسلم من ورق فصو حبشي شهاب قال 11حد
“Telah menceritakan kepada kami Qutaybah bin Saʻīd dan Aḥmad bin Ṣāliḥ
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ibn Wahb berkata, telah
mengabarkan kepadaku Yūnus bin Yazīd dari Ibn Syihāb ia berkata; telah
menceritakan kepadaku Anas ia berkata, "Cincin Nabi Saw terbuat dari
perak, sedangkan mata cincinnya dari Ḥabasyī.”
Dalam hal ini, menurut al-Ḥafidz Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, terdapat
kemungkinan penyebutan kata Ḥabasyī. Pertama, mata cincin beliau memang
berupa batu dari Ḥabasyī. Kedua, mata cincinnya terbuat dari perak. Disebut dari
Habasyah, karena ciri-cirinya. Yaitu bisa jadi ciri modelnya atau ciri ukirannya.
Sedangkan riwayat lain yang menyatakan bahwa mata cincin Nabi Saw terbuat
dari perak yang bertuliskan “Muḥammad Rasūl Allāh” adalah cincin yang beliau
buat khusus untuk dijadikan sebagai stempel surat. Dalam hal ini al-Ḥafidz Ibn
Ḥajar menjelaskan bahwa Nabi Saw melarang umat Muslim untuk meniru cincin
tersebut karena dalam cincin itu terdapat tulisan nama Nabi Saw, dan status Rasul.
Nabi Saw membuat demikian sebagai ciri khasnya, yang membedakan dengan
lainnya. Karena jika ada yang meniru cincin tersebut, maka tujuan untuk dijadikan
sebagai stempel menjadi gugur, karena akan terjadi pemalsuan stempel.12
Dibuatkannya cincin stempel ini dikarenakan adanya raja, pemuka kaum
atau sekelompok orang asing yang tidak mau menerima surat Nabi Saw kecuali
11
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairut: Dār al-
Kitab al-„Arabi, T.Th.), Juz 4, h. 142, No. Hadis: 4218 12
Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fath al-Bārī Syarḥ
Saḥīḥ al-Bukhārī, Juz 10 (Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H), h. 324
21
dibubuhi dengan stempel. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī
berikut:
ث نا سعيد عن ق تادة عن أنس بن مالك رض ث نا يزيد بن زريع حد ث نا عبد العلى حد ي اللو حدصلى اللو عليو وسلم أراد أن يكتب إل رىط أو أناس من العاجم فقيل لو عنو أن نب اللو
و ن فة ن قش إن هم ل ي قب لون كتابا إل عليو خات فاتذ النب صلى اللو عليو وسلم خاتا م د رسول اللو فكأن بوبيص أو ببصيص الات ف إصبع النب صلى اللو عليو وس لم أو ف مم
و 13كف“Telah menceritakan kepada kami „Abd al-Aʻlā telah menceritakan kepada
kami Yazīd bin Zuraīʻ telah menceritakan kepada kami Saʻīd dari Qatādah
dari Anas bin Mālik ra. bahwa Nabī Allāh Saw hendak menulis surat kepada
pemuka kaum atau sekelompok orang asing, lantas diberitahukan kepada
beliau; "Sesungguhnya mereka tidak akan menerima surat anda kecuali jika
surat tersebut dibubuhi stempel, maka Nabi Saw membuat stempel (cincin)
dari perak yang diukir dengan tulisan 'Muḥammad Rasūl Allāh', seolah-olah
saya melihat kilauan atau kilatan cincin berada di jari tangan Nabi Saw atau
di telapak tangan beliau.”
Cincin yang dijadikan stempel tersebut merupakan cincin yang sering
digunakan Rasulullah Saw saat posisinya menjadi kepala negara, sehingga ketika
beliau meninggal, cincin stempel tersebut kemudian diwariskan kepada Abū Bakr
sebagai Khalifah yang menggantikan Rasulullah Saw di kepala pemerintahan, dan
ketika Abū Bakr meninggal, maka cincin tersebut diwariskan kepada „Umar bin
Khaṭṭab hingga meninggal dunia, kemudian diwariskan kepada „Utsmān bin
„Affān yang sejalan dengan tonggak kepemimpinan kekhalifahan. Namun pada
saat „Utsmān bin „Affān sedang berada di dekat sumur, cincin itu jatuh. Kemudian
„Utsmān memerintahkan seseorang untuk mencari cincin tersebut namun
sayangnya tidak ditemukan. Sehingga pada masa kekhalifahan „Ali bin Abī Ṭālib,
beliau tidak menggunakan cincin Nabi Saw tersebut. Namun ia membuatnya lagi
13
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
(T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H.), Juz 4, h. 583, No Hadis: 5872
22
yang mirip dengan cincin Nabi Sawt tersebut. Hal ini sebagaimana hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Abū Dāwud berikut:
ث نا عبد الرحيم بن مطرف ث نا عيسى عن سعيد عن ق تادة عن أنس بن مالك حد الرواسي حد ل قال أراد رسول اللو صلى اللو عليو وسلم أن يكتب إل ب عض العاجم فقيل لو إن هم
ث نا وىب بن بقية ي قرءون كتابا إل بات ف د رسول اللو حد ة ون قش فيو مم اتذ خاتا من فعن خالد عن سعيد عن ق تادة عن أنس بعن حديث عيسى بن يونس زاد فكان ف يده
نما ىو عند حت قبض وف يد أب بك ر حت قبض وف يد عمر حت قبض وف يد عثمان ف ب ي 14بئر إذ سقط ف البئر فأمر با ف نزحت ف لم ي قدر عليو
“Telah menceritakan kepada kami „Abd al-Raḥīm bin Muṭarrif al-Ruwāsī
berkata, telah menceritakan kepada kami „Īsā dari Saʻīd dari Qatādah dari
Anas bin Mālik ia berkata, "Rasulullah Saw ingin menulis surat untuk
orang-orang di luar Arab, lalu dikatakan kepada beliau, "Sesungguhnya
mereka tidak mau membaca surat tanpa ada setempelnya." Rasulullah
kemudian membuat cincin dari perak dan memberi ukiran Muḥammad
Rasūl Allāh." Telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyyah dari
Khālid dari Saʻīd dari Qatādah dari Anas sebagaimana makna hadis „Īsā bin
Yūnus. Namun ia menambahkan, "cincin itu tetap berada dijarinya hingga
meninggal, lalu pindah ke Abū Bakr hingga meninggal, lalu pindah ke
„Umar hingga meninggal, lalu pindah ke tangan „Utsmān. Dan ketika
„Utsmān sedang berada di dekat sumur, cincin itu jatuh. „Utsmān
memerintahkan untuk mencarinya namun tidak ditemukan.”
Dari perbedaan riwayat tentang jenis cincin Nabi Saw tersebut, Imam al-
Nawāwī dalam kitab al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, menyatakan bahwa:
و حبشيا ( قال العلماء ي عن حجرا حبشيا( ا من جزع أو عقيق فإن وكان فص أى فصية معدن هما بالبشة واليمن وقيل لونو حبشى أى أسود وجاء ف صحيح البخاري من روا
و منو قال بن عبد الب ر ىذا أص يد عن أنس أيا فص ره كلها صحيح وكان ح ح وقال غي و حبشى وف و منو وف وقت خات فص لرسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ف وقت خات فص
و من عقيق 15حديث آخر فص
14
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 4, h. 141, No.
Hadis: 3681 15
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 71
23
“(Dan mata cincinnya itu mata cincin Ḥabasyī), para ulama berkata
maksudnya adalah batu Ḥabasyī yaitu batu mata cincin dari jenis batu
merjan atau akik. Karena keduanya dihasilkan dari penambangan batu yang
ada di Ḥabasyī dan Yaman. Dan dikatakan (dalam pendapat lain) warnanya
itu seperti kulit orang Ḥabasyī yaitu hitam. Begitu juga terdapat dalam
Ṣaḥīḥ al-Bukhārī riwayat dari Ḥamīd dan Anas bin Mālik yang menyatakan
bahwa mata cincinya itu dari perak. Menurut Ibn „Abd al-Barr ini adalah
yang paling ṣaḥīḥ. Sedangkan ulama lainnya mengatakan bahwa keduanya
adalah ṣaḥīḥ, dan Rasulullah saw pada suatu kesempatan memakai cincin
yang matanya dari perak dan pada waktu lain memakain cincin yang
matanya dari batu Ḥabasyī. Sedang dalam riwayat lain mata cincinnya dari
akik.”
Sedangkan „Abd al-Ra‟ūf al-Munāwī menyatakan bahwa di dalam kitab al-
Mufradāt, mata cincin yang berasal dari batu Ḥabasyī pada hadis tersebut adalah
salah satu jenis batu zamrud yang terdapat di Ḥabasyī, warnanya hijau, bisa
menjernihkan mata dan menerangkan pandangan.16
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Nabi Saw memiliki dua
cincin yang berbeda. Mata cincin yang pertama terbuat dari perak dengan ukiran
yang bertuliskan “Muḥammad Rasūl Allāh” yang dijadikan sebagai stempel surat,
sedangkan mata cincin yang kedua terbuat dari batu ḥabasyī, atau batu dari jenis
merjan atau akik karena dihasilkan dari pertambangan batu di Ḥabasyī dan
Yaman. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada suatu waktu Rasulullah
Saw memakai cincin yang matanya terbuat dari perak, dan pada waktu yang lain
memakai cincin yang matanya berasal dari batu ḥabasyī.
D. Hukum Memakai Cincin Bermata Batu dalam Perspektif Islam
Dalam kaitannya dengan hukum penggunaan cincin bermata batu, Imam al-
Syāfiʻī dalam kitab al-Umm, menyatakan bahwa beliau tidak memakruhan laki-
laki memakai mutiara kecuali karena terkait dengan etika, dan mutiara itu
16
‘Abd al-Ra‟ūf al-Munāwī, Fāiḍ al-Qādir, Juz 5 (Bairūt: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah,
1994), h. 216
24
termasuk dari aksesoris perempuan, bukan karena haram. Ia pun tidak
memakrukan laki-laki memakai yaqut atau zamrud kecuali jika berlebihan dan
untuk menyombongkan diri.17
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hukum
memakai cincin bermata batu adalah mubah (dibolehkan), sepanjang bukan untuk
berlebih-lebihan dan menyombongkan diri, apalagi untuk meyakini kekuatan-
kekuatan yang ada di dalamnya. Penggunaan cincin bagi laki-laki tersebut hanya
sebatas sebagai perhiasan semata.
Sedangkan dalam kaitannya dengan ring cincin, Rasulullah Saw
membolehkan kaum laki-laki memakai cincin yang terbuat dari perak, dan
melarang kaum laki-laki memakai cincin yang terbuat dari emas. Hal ini
sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mājah berikut:
ث نا عبد اللو بن ني عن عب يد اللو عن نافع عن ابن حن ي مول ث نا أبو بكر حد علي عن حدىب 18علي قال ن هى رسول اللو صلى اللو عليو وسلم عن التختم بالذ
“Telah menceritakan kepada kami Abū Bakr telah menceritakan kepada
kami „Abd Allāh bin Numaīr dari „Ubaīd Allāh dari Nāfiʻ dari Ibn Ḥunaīn
mantan budak „Alī, dari „Alī dia berkata, “Rasulullah Saw melarang
mengenakan cincin (yang terbuat) dari emas.”
Hadis tersebut juga dikuatkan oleh hadis-hadis ṣaḥīḥ lain, seperti yang
diriwayatkan oleh al-Bukhārī berikut:
ار د بن بش ثن مم ث نا شعبة عن ق تادة عن النر بن أنس عن بشي بن حد ث نا غندر حد حدىب نيك عن أب ىري رة رضي اللو عنو عن النب صلى اللو عليو وسلم أنو ن هى عن خات الذ
ع بشيا مث لو وقال عمرو أ ع النر س 19خب رنا شعبة عن ق تادة س
17
Muḥammad Idrīs al-Syāfiʻī, al-Umm, Juz 1 (Bairut: Dār al-Maʻrifah, 1393 H), h. 221 18
Abū „Abd Allāh Muḥammad Ibn Yazīd Ibn Mājah al-Rabīʻi al-Qazwīnī, Sunan Ibn
Mājah, (Bairut: Dar al-Jil, 1418 H.), Juz 11, h. 169, No.Hadis: 3773 19
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Juz
14, h. 571, No Hadis: 5864
25
“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Basyār telah
menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami
Syuʻbah dari Qatādah dari al-Naḍr bin Anas dari Basyīr bin Nahīk dari Abī
Huraīrah ra. dari Nabī Saw bahwa ia melarang mengenakan cincin emas.
„Amr mengatakan; Telah mengabarkan kepada kami Syuʻbah dari Qatādah
bahwa dia mendengar al-Naḍr; dia mendengar Basyīr seperti hadis di atas.”
Dari hadis tersebut, Rasulullah Saw hanya menganjurkan kaum laki-laki
untuk mengambil manfaat dari cincin emas, misalnya sebagai hadiah untuk istri,
anak, cucu, atau dijual untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadis lain, bahwa Rasulullah Saw membolehkan kaum
perempuan untuk memakai cincin yang terbuat dari emas sebagai perhiasan. Hal
ini pernah dilakukan Rasulullah Saw ketika ia mendapatkan hadiah cincin emas
yang bermata batu ḥabasyī dari seorang Raja Najāsyī, kemudian ia
memberikannya kepada anak perempuan yang bernama Umāmah bint Abī al-„Āṣ,
sebagaimana hadis berikut:
د بن إسحق عن يي ث نا عبد اللو بن ني عن مم ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد بن عباد حدأبيو عن عائشة أم المؤمني قالت أىدى النجاشي إل رسول اللو بن عبد اللو بن الزب ي عن
و صلى اللو عليو وسلم حلقة فيها خات ذىب فيو فص حبشي فأخذه رسول اللو صلى الل نو لمعرض عنو أو بب عض أصابعو ث دعا باب نة اب نتو أمامة بنت أب العاص عليو وسلم بعود وإ
20ف قال تلي بذا يا ب ن ية
“Telah menceritakan kepada kami Abū Bakr bin Abī Syaībah telah
menceritakan kepada kami „Abd Allāh bin Numaīr dari Muḥammad bin
Isḥāq dari Yaḥyā bin „Abbād bin „Abd Allāh bin Al-Zubaīr dari ayahnya
dari „Āisyah Umm al-Mu‟minīn, dia berkata, "Raja al-Najāsyī
menghadiahkan kepada Rasulullah Saw perhiasan yang di antaranya ada
cincin emas yang batu cincinnya dari Ḥabasyī. Rasulullah Saw lalu
mengambilnya dengan sebatang kayu dan beliau berpaling darinya -atau
mengambilnya dengan jari-jari tangannya-, kemudian beliau memanggil
cucu perempuannya, Umāmah bint Abī al-„Āṣ, sambil bersabda: "Berhiaslah
kamu dengan ini wahai puteriku.”
20
Abū „Abd Allāh Muḥammad Ibn Yazīd Ibn Mājah al-Rabīʻi al-Qazwīnī, Sunan Ibn
Mājah, Juz 11, h. 171, No.Hadis: 3775
26
Selain itu, ada pula riwayat yang menjelaskan tentang larang penggunaan
cincin besi murni dan kuningan tembaga bagi kaum laki-laki. Hal ini sebagaimana
hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud berikut:
ث نا السن بن د بن عبد العزيز بن أب رزمة المعن أن زيد بن حباب أخب رىم حد علي ومملمي المروزي أب طيبة عن عبد اللو بن ب ريدة عن أبيو أن رجل عن عبد اللو بن مسلم الس
ء إل النب صلى اللو عليو وسلم وعليو خات من شبو ف قال لو ما ل أجد منك ريح جاحو طر الصنام فطرحو ث جاء وعليو خات من حديد ف قال ما ل أرى عليك حلية أىل النار ف
و مث قال ول ي ق ذه من ورق ول تتم ذه قال ات د ف قال يا رسول اللو من أي شيء أت ل مملمي المروزي 21عبد اللو بن مسلم ول ي قل السن الس
“Telah menceritakan kepada kami al-Ḥasan bin „Alī dan Muḥammad bin
„Abd al-„Azīz bin Abī Rizmah secara makna, bahwa Zaīd bin Ḥubāb
mengabarkan kepada mereka dari „Abd Allāh bin Muslim al-Sulamī al-
Marwazī Abī Ṭaībah dari „Abd Allāh bin Buraīdah dari ayahnya ia berkata,
"Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw, sementara ia mengenakan
cincin dari tembaga. Beliau lalu berkata kepadanya: "Kenapa aku
mendapatkan bau berhala darimu!" laki-laki itu lantas membuang cincinnya.
Setelah itu ia datang lagi dengan mengenakan cincin besi, beliau bersabda:
"Kenapa melihatmu mengenakan perhiasan penduduk neraka!" laki-laki
lantas membuangnya kembali, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu dari
apa aku harus membuatnya?" beliau menjawab: "Dari perak, namun jangan
engkau genapkan hingga (beratnya) satu mitsqāl." Muḥammad tidak
menyebutkan, „Abd Allāh bin Muslim, atau al-Ḥasan al-Sulamī al-
Marwazī.”
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum memakai cincin
bermata batu adalah mubah, sepanjang bukan untuk berlebih-lebihan dan
menyombongkan diri, apalagi untuk meyakini kekuatan-kekuatan yang ada di
dalamnya. Penggunaan cincin bagi laki-laki tersebut hanya sebatas sebagai
perhiasan semata. Sedangkan Rasulullah Saw dalam hadisnya hanya melarang
umat Muslim laki-laki memakai cincin yang terbuat dari emas dan besi murni.
21
Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 4, h. 144, No.
Hadis: 4225
27
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan tentang penggunaan cincin akan
dipaparkan pada bab selanjutnya, yang meliputi Hadis-hadis tentang Anjuran
Menggunakan Cincin, Hadis-hadis tentang Do‟a Saat Mengenakan Cincin, Hadis-
hadis tentang Tata Cara Mengenakan Cincin, kemudian dilanjutkan dengan
Faedah Mengenakan Cincin bermata Batu.
28
BAB III
HADIS-HADIS NABI SAW MEMAKAI CINCIN DALAM
Al-KUTUB AL-SITTAH
A. Hadis-hadis tentang Anjuran Memakai Cincin Perak
Hadis tentang anjuran menggunakan cincin ini diriwayatkan oleh beberapa
mukharrij, di antaranya adalah Abū Dāwud, al-Tirmidzī dan al-Nasā‟ī. Adapun
hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud adalah sebagai berikut:
ث نا السن بن علي وممد بن عبد العزيز بن أب رزمة المعن أن زيد بن حباب أخب رىم عن حدالمروزي أب طيبة عن عبد اللو بن ب ريدة عن أبيو أن رجل جاء إل عبد اللو بن مسلم السلمي
رحو النب صلى اللو عليو وسلم وعليو خات من شبو ف قال لو ما ل أجد منك ريح الصن ام فرحو ف قال يا رسول ث جاء وعليو خات من حديد ف قال ما ل أرى عليك حلية أىل النار ف
ذه من ورق ول تتمو مث قال ول ي قل ممد عبد ذه قال ات ن مسلم اللو ب اللو من أي شيء أت 1ول ي قل السن السلمي المروزي
“Telah menceritakan kepada kami al-Ḥasan bin „Alī dan Muḥammad bin
„Abd al-„Azīz bin Abī Rizmah secara makna, bahwa Zaīd bin Ḥubāb
mengabarkan kepada mereka dari „Abd Allāh bin Muslim al-Sulamī al-
Marwazī Abī Ṭaībah dari „Abd Allāh bin Buraīdah dari ayahnya ia berkata,
"Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw, sementara ia mengenakan
cincin dari tembaga. Beliau lalu berkata kepadanya: "Kenapa aku
mendapatkan bau berhala darimu!" laki-laki itu lantas membuang cincinnya.
Setelah itu ia datang lagi dengan mengenakan cincin besi, beliau bersabda:
"Kenapa melihatmu mengenakan perhiasan penduduk neraka!" laki-laki
lantas membuangnya kembali, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu dari
apa aku harus membuatnya?" beliau menjawab: "Dari perak, namun jangan
engkau genapkan hingga (beratnya) satu mitsqāl." Muḥammad tidak
menyebutkan, „Abd Allāh bin Muslim, atau al-Ḥasan al-Sulamī al-Marwazī.”
(HR.Abū Dāwud)
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzī adalah sebagai berikut:
لة يي بن واضح عن عبد اللو ث نا زيد بن حباب وأبو تي ث نا ممد بن حيد حد بن مسلم حدرجل إل النب صلى اللو عليو وسلم وعليو خات من عن عبد اللو بن ب ريدة عن أبيو قال جاء
1 Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairut: Dār al-
Kitab al-„Arabi, T.Th.) Juz 4, h. 144, No. Hadis: 4225
29
أجد حديد ف قال ما ل أرى عليك حلية أىل النار ث جاءه وعليو خات من صفر ف قال ما ل عليو خات من ذىب ف قال مال أرى عليك حلية أىل النة قال من منك ريح الصنام ث أتاه و
و مث قال قال أبو عيسى ىذا حديث غريب وف الباب ذه قال من ورق ول تتم عن أي شيء أت 2وعبد اللو بن مسلم يكن أبا طيبة وىو مروزي عبد اللو بن عمرو
Telah menceritakan kepadaku Muḥammad bin Ḥumaīd, telah menceritakan
kepadaku Zaīd bin Ḥubāb dan Abū Tsumaīlah Yaḥyā bin Wāḍiḥ dari „Abd
Allāh bin Muslim dari „Abd Allāh bin Buraīdah dari bapaknya, ia berkata;
Seorang lelaki datang kepada Nabi Saw dengan memakai cincin dari besi,
lantas Nabi Saw bersabda: "Kenapa kamu memakai perhiasan penghuni
neraka?" kemudian laki-laki itu datang lagi dengan memakai cincin dari Ṣufr,
maka beliau pun bersabda: "Mengapa aku mendapatkan bau berhala
darimu.?" Lalu pada waktu yang lain, laki-laki itu datang dengan memakai
cincin emas, maka beliau bersabda: "Kenapa kamu memakai perhiasannya
penduduk surga?" kemudian laki-laki itu bertanya: "Sebaiknya cincin apa
yang harus kupakai?" beliau menjawab: "Pakailah cincin perak dan janganlah
kamu menyempurnakannya hingga seberat mitsqāl." Abū „Īsā berkata; Ini
adalah ḥadīts gharīb. Di dalam bab tercantum; "Dari „Abd Allāh bin „Amr
dan „Abd Allāh bin Muslim kuniyahnya adalah Abū Ṭaībah, yakni Marwazī."
(HR. Al-Tirmidzī)
Sementara hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī adalah sebagai berikut:
ثن عبد الل ث نا زيد بن الباب قال حد و بن مسلم من أىل أخب رنا أحد بن سليمان قال حدث نا عبد اللو بن ب ريدة عن أبيو أن رجل جاء إل النب صل ى اللو عليو مرو أبو طيبة قال حد
رحو ث جاءه وعليو وسلم وعليو خات من حديد ف قال ما ل أرى عليك حلية أ ىل النار فرحو قال يا رسول اللو من أي شيء خات من شبو ف قال ما ل أجد منك ريح الصنام ف
و مث قال ذه قال من ورق ول تتم 3أت
Telah mengabarkan kepada kami Aḥmad bin Sulaymān ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Zaīd bin al-Ḥubāb ia berkata; telah menceritakan
kepadaku „Abd Allāh bin Muslim seorang dari keluarga Marwa Abū Ṭaībah,
ia berkata; telah menceritakan kepada kami „Abd Allāh bin Buraīdah dari
Bapaknya berkata, "Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw, sementara
pada jarinya terdapat cincin dari besi. Beliau bersabda: "Kenapa aku melihat
2 Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-Tirmidzī al-Darīr,
Sunan al-Tirmidzī. Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk. (Bairūt: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-
„Arabī, T.Th.), Juz 6, h. 431, No. Hadis: 1770. 3 Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī (Bairūt: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1411 H), Juz 15, h. 445,
No. Hadis: 5100
30
perhiasan ahli neraka pada tanganmu?" laki-laki itu pun membuang
cincinnya, setelah itu ia datang kembali dan di tangannya terdapat cincin dari
tembaga, beliau lalu bersabda: "Kenapa aku mendapati bau berhala darimu?"
laki-laki itu lalu membuang cincinnya seraya berkata, "Wahai Rasulullah, lalu
aku harus memakai cincin dari apa?" Beliau menjawab: "Perak, dan jangan
engkau genapkan (nilai cincin itu) menjadi satu mitsqāl." (HR. Al-Nasāʻī)
B. Hadis-hadis tentang Do’a Saat Memakai Cincin
Hadis tentang do‟a saat mengenakan cincin dapat ditemui di dalam dua kitab,
yakni dalam kitab yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud dan Muslim. Adapun hadis
yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud tentang do‟a saat mengenakan cincin adalah
sebagai berikut:
ث نا عاصم بن كليب عن أب ب ردة عن علي ر ث نا بشر بن المفضل حد د حد ث نا مسد ضي حدداية اللو عنو قال قال ل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قل اللهم اىدن وسددن واذك ر با
ريق واذكر بالسداد تسديدك السهم قال ون هان أن أضع الات ف ىذه أو ف ىذه ىداية الى شك عاصم ون هان عن القسية والميث رة قال أبو ب ردة ف قلنا لعلي ما القسية للسبابة والوس
ت رج قال والميث رة شيء كان قال ثياب تأتينا من الشام أو من مصر مضلعة فيها أمثال ال 4تصن عو النساء لب عولتهن
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan
kepada kami Bisyr bin al-Mufaḍḍal berkata, telah menceritakan kepada kami
„Āṣim bin Kulayb dari Abū Burdah dari „Alī ra. ia berkata, "Rasulullah Saw
bersabda kepadaku: "Ucapkanlah; “Allahumma ihdinī wa saddidnī wa dzkur
bi al-hudā hidāyataka al-ṭarīqa wa al-sadādi sadāda al-sahmi” (Ya Allah,
tunjukkanlah kami, luruskanlah kami, tunjukkan kami kepada jalan yang
benar, dan tunjukkan kepada kami kebenaran sebagaimana Engkau tancapkan
anak panah kepada sasarannya).” „Alī berkata, "Beliau juga melarangku
untuk meletakkan cincin pada ini dan ini; jari telunjuk dan jari tengah -Ashim
masih merasa ragu-. Beliau juga melarangku dari al-Qassiyyah dan al-
Mītsarah." Abū Burdah berkata, "Kami bertanya kepada „Alī, "Apa itu al-
Qassiyyah?" Ia menjawab, "Kain yang berasal dari Syām atau Mesir yang
bergaris-garis bengkok. Sementara al-Mītsarah adalah sesuatu yang dibuat
oleh kaum wanita untuk suami-suaminya." (HR.Abū Dāwud)
4 Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 11, h. 295, No.
Hadis: 3689
31
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim tentang do‟a saat
mengenakan cincin adalah sebagai berikut:
ث نا ث نا العلء بن ممد كريب أبو حد أب عن كليب بن عاصم سع قال إدريس ابن حد واذكر وسددن اىدن اللهم قل وسلم عليو اللو صلى اللو رسول ل قال قال علي عن ب ردة دى ريق ىداي تك با ث نا و السهم سداد والسداد ال ث نا ني ابن حد ابن ي عن اللو عبد حدسناد بذا كليب بن عاصم أخب رنا إدريس قل وسلم عليو اللو صلى اللو رسول ل قال قال الدى أسألك إن اللهم 5بثلو ذكر ث والسداد ا
Telah menceritakan kepada kami Abū Kurayb Muḥammad bin al-„Alā‟ telah
menceritakan kepada kami Ibn Idrīs dia berkata; aku mendengar „Āṣim bin
Kulayb dari Abī Burdah dari „Alī dia berkata; "Rasulullah Saw telah bersabda
kepada saya: “Hai „Alī, ucapkanlah doa: “Allahumma ihdinī wa saddidnī wa
dzkur bi al-hudā hidāyataka al-ṭarīqa wa al-sadādi sadāda al-sahmi” (Ya
Allah, berikanlah petunjuk kepadaku. Berilah aku jalan yang lurus. Jadikan
petunjuk-Mu sebagai jalanku dan kelurusan hidupku selurus anak panah).”
Telah menceritakan kepada kami Ibn Numayr Telah menceritakan kepada
kami „Abd Allāh yaitu Ibn Idrīs Telah mengabarkan kepada kami „Āṣim bin
Kulayb melalui jalur ini, dia berkata; Rasulullah Saw berkata kepadaku:
'Katakanlah; Ya Allah aku memohon kepada-Mu petunjuk dan kelurusan
hidup, -lalu dia menyebutkan hadis yang serupa .- (HR. Muslim)
C. Hadis-Hadis tentang Etika Memakai Cincin
Hadis-hadis yang berkaitan dengan etika mengenakan cincin ini meliputi
hadis-hadis tentang etika dalam mengenakan cincin di tangan, baik kiri atau
kanan. Kemudian hadis-hadis tentang anjuran memakai cincin di jari kelingking,
larangan mengenakan cincin di jari tengah dan telunjuk, hadis-hadis tentang
meletakkan mata cincin searah dengan telapak tangan, dan terakhir hadis-hadis
tentang melepaskan cincin saat masuk WC.
5 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jil, T.Th),
Juz 8, h. 83, No. Hadist : 7086
32
1. Hadis-Hadis Memakai Cincin di Tangan Kanan atau Kiri
Terdapat beberapa hadis yang menggambarkan kebolehan mengenakan
cincin di tangan kanan atau kiri. Hadis-hadis tersebut diriwayatakan oleh
Muslim, al-Tirmidzī, Abū Dāwud, al-Nasā‟ī, dan Ibn Mājah. Adapun hadis
yang diriwayatkan oleh Muslim di bawah ini adalah tentang kebolehan
mengenakan cincin di tangan kanan, hadisnya yakni sebagai berikut:
ث ن ث نا طلحة بن يي وىو النصاري ث حد ا عثمان بن أب شيبة وعباد بن موسى قال حد الزرقي عن يونس عن ابن شهاب عن أنس بن مالك أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم
ر بن لبس ثن زىي خات فضة ف يينو فيو فص حبشي كان يعل فصو ما يلي كفو و حدثن سليمان بن بلل عن يونس بن يزيد بذا ثن إسعيل بن أب أويس حد حرب حد
سناد 6مثل حديث طلحة بن يي ال
Telah menceritakan kepada kami „Utsmān bin Abū Syaībah dan „Abbād
bin Mūsā ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ṭalḥah bin Yaḥyā
yaitu al-Anṣārī kemudian al-Zuraqī dari Yūnus dari Ibn Syihāb dari Anas
bin Mālik bahwa Rasulullah Saw memakai cincin perak bermata batu
Ḥabasyī di tangan kanannya. Beliau meletakkan mata cincinnya di
sebelah dalam telapak tangannya. Dan telah menceritakan kepadaku
Zuhaīr bin Ḥarb; Telah menceritakan kepadaku Ismaʻīl bin Abū Uwaīs;
Telah menceritakan kepadaku Sulaymān bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd
melalui jalur ini, sebagaimana hadis Ṭalḥah bin Yaḥyā. (HR. Muslim)
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim yang menjelaskan
tentang kebolehan mengenakan cincin di tangan kiri ialah sebagai berikut:
ث نا حاد بن س ث نا عبد الرحن بن مهدي حد د الباىلي حد ثن أبو بكر بن خل لمة و حدشار إل النصر عن ثاب عن أنس قال كان خات النب صلى اللو عليو وسلم ف ىذه وأ
7من يده اليسرى
Dan telah menceritakan kepadaku Abū Bakr bin Khallād al-Bāhilī; Telah
menceritakan kepada kami „Abd al-Rahman bin Mahdī; Telah
6 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadis:
5608 7 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadis:
5610
33
menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah dari Tsābit dari Anas ia
berkata; Nabi Saw memakai cincinnya di sebelah sini. (sambil
menunjukkan ke jari kelingking tangan sebelah kirinya). (HR.Muslim)
Selanjutnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzī. Di dalam
hadisnya tersebut juga dijelaskan tentang kebolehan mengenakan cincin di
tangan kanan. Adapun hadisnya yakni sebagai berikut:
ث نا يزيد بن ىارون عن حاد بن سلمة قال رأي ابن أب راف ث نا أحد بن منيع حد ع حدفسألتو عن ذلك ف قال رأي عبد اللو بن جعفر ي تختم ف يينو وقال عبد ي تختم ف يينو
د ب ن إسعيل اللو بن جعفر كان النب صلى اللو عليو وسلم ي تختم ف يينو قال و قال مم 8ذا أصح شيء روي عن النب صلى اللو عليو وسلم ف ىذا الباب ى
Telah menceritakan kepada kami Aḥmād bin Manīʻ berkata, telah
menceritakan kepada kami Yazīd bin Hārūn dari Ḥammād bin Salamah ia
berkata, "Aku melihat Ibn Abū Rāfiʻ memakai cincin pada jari tangan
kanannya, maka hal itu aku tanyakan kepadanya. Ia menjawab, "Aku
melihat „Abd Allāh bin Jaʻfar memakai cincin pada jari tangan
kanannya." „Abd Allāh bin Jaʻfar berkata, "Nabi Saw biasa memakai
cincin pada jari tangan kanannya." Ia (Abū „Īsā) berkata, "Muḥammad bin
Ismaʻīl berkata, "Ini adalah hadis yang paling sahih dari apa yang pernah
diriwayatkan dari Nabi Saw dalam bab ini." (HR. Al-Tirmidzī)
Sedangkan dalam riwayat Abū Dāwud, dijelaskan tentang kebolehan
mengenakan cincin di tangan kanan dan kiri. Adapun hadis-hadisnya yakni
sebagai berikut:
ث نا ابن وىب أخب رن سليمان بن بلل عن شريك بن أب نرة ث نا أحد بن صالح حد حد عن أبيو عن علي رضي اللو عنو عن النب صلى اللو عن إب راىيم بن عبد اللو بن حن ي
وسلم عليو وسلم قال شريك و أخب رن أبو سلمة بن عبد الرحن أن النب صلى اللو عليو 9كان ي تختم ف يينو
8 Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-Tirmidzī al-Darīr,
Sunan al-Tirmidzī, Juz 6, h. 363, No. Hadis: 1666 9 Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 4, h. 146, No.
Hadis: 4228
34
Telah menceritakan kepada kami Aḥmad bin Ṣāliḥ berkata, telah
menceritakan kepada kami Ibn Wahb berkata, telah mengabarkan
kepadaku Sulaymān bin Bilāl dari Syarīk bin Abū Namirah dari Ibrāhīm
bin „Abd Allāh bin Ḥunaīn dari Bapaknya dari „Alī ra. dari Nabi Saw,
Syarīk berkata, "Telah mengabarkan kepadaku Abū Salamah bin „Abd al-
Raḥmān, bahwa Nabi Saw mengenakan cincin pada tangan kanannya."
(HR.Abū Dāwud)
ث نا عبد العزيز بن أب رواد عن ن ثن أب حد ث نا نصر بن علي حد افع عن ابن عمر أن حدداود النب صلى اللو عليو وسلم كان ي تختم ف يساره وكان فصو ف باطن كفو قال أبو
10قال ابن إسحق وأسامة ي عن ابن زيد عن نافع بإسناده ف يينو
Telah menceritakan kepada kami Naṣr bin „Alī berkata, telah
menceritakan kepadaku Bapakku berkata, telah menceritakan kepada
kami „Abd al-„Azīz bin Abū Rawwād dari Nāfiʻ dari Ibn „Umar bahwa
Nabi Saw biasa mengenakan cincin pada tangan kirinya dan mata
cincinnya menghadap telapak tangannya." Abū Dāwud berkata, " Ibn
Isḥaq berkata, " Usāmah -maksudnya Usāmah bin Zaīd- juga
meriwayatkan dari Nāfiʻ dengan sanadnya, "pada tangan kanannya." (HR.
Abū Dāwud)
Sementara dalam riwayat al-Nasā‟ī ditemukan dua hadis tentang
kebolehan memakai cincin di tangan kanan. Adapun hadis-hadisnya adalah
sebagai berikut:
ث نا قال البحران معمر بن ممد أخب رنا ث نا قال ىلل بن حبان حد عن سلمة بن حاد حد 11بيمينو ي تختم كان وسلم عليو اللو صلى النب أن جعفر بن اللو عبد عن رافع أب ابن
Telah mengabarkan kepada kami Muḥammad bin Maʻmar al-Baḥrānī ia
berkata; telah menceritakan kepada kami Ḥabbān bin Hilāl ia berkata;
telah menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah dari Ibn Abī Rāfiʻ
dari „Abd Allāh bin Jaʻfar berkata, "Nabi Saw memakai cincin di tangan
kanannya." (HR. Al-Nasā‟ī)
ث نا عب ث نا ممد بن عيسى قال حد اد بن العوام عن سعيد أخب رنا ممد بن عامر قال حد 12عن ق تادة عن أنس أن النب صلى اللو عليو وسلم كان ي تختم ف يينو
10
Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 11, h. 298,
No. Hadis: 3691 11
Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī, Juz 15, h. 456, No. Hadis: 5109
35
Telah mengabarkan kepada kami Muḥammad bin „Āmir ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Muḥammad bin „Īsā ia berkata; telah
menceritakan kepada kami „Abbād Ibn al-„Awwām dari Saʻīd dari
Qatādah dari Anas berkata, "Nabi Saw mengenakan cincin pada tangan
kanannya." (HR. Al- Nasā‟ī)
Terakhir adalah hadis tentang kebolehan mengenakan cincin di tangan
kanan yang diriwayatkan oleh Ibn Mājah, adapun hadisnya yakni sebagai
berikut:
ث نا عبد اللو بن ني عن إب راىيم بن الفضل عن عب ث نا أبو بكر بن أب شيبة حد د اللو حدجعفر أن النب صلى اللو عليو وسلم كان ي تختم ف بن ممد بن عقيل عن عبد اللو بن
13يينو
Telah menceritakan kepada kami Abū Bakr bin Abū Syaībah telah
menceritakan kepada kami „Abd Allāh bin Numaīr dari Ibrāhīm bin al-
Faḍl dari „Abd Allāh bin Muḥammad bin „Aqīl dari „Abd Allāh bin
Jaʻfar, bahwa Nabi Saw mengenakan cincin di tangan kanannya." (HR.
Ibn Mājah)
2. Hadis-hadis tentang Anjuran Memakai Cincin di Jari Kelingking
Dalam hal pemakaian cincin, Rasulullah Saw memberi contoh
mengenakan cincin di jari kelingkingnya. Hadis-hadis yang menyebutkan
bahwa Nabi Saw memakain cincin di jari kelingkingnya tersebut diriwayatkan
oleh Imam Muslim, Abū Dāwud, dan al-Nasā‟ī. Adapun hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang pemakaian cincin di jari kelingking
terdapat dua hadis, yakni sebagai berikut:
12
Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī, Juz 16, h. 66, No. Hadis: 5188 13
Abū „Abd Allāh Muḥammad Ibn Yazīd Ibn Mājah al-Rabīʻi al-Qazwīnī, Sunan Ibn
Mājah, Muḥaqqiq: Muḥammad Fuād „Abd al-Bāqī. (Bairūt Dār al-Fikr, T.Th.) Juz 11, h. 31,
No.Hadis: 3637
36
ث نا حاد بن سل ث نا عبد الرحن بن مهدي حد د الباىلي حد ثن أبو بكر بن خل مة حدثاب عن أنس قال كان خات النب صلى اللو عليو وسلم ف ىذه وأشار إل النصر عن
14من يده اليسرىTelah menceritakan kepadaku Abū Bakr bin Khallād al-Bāhilī; Telah
menceritakan kepada kami „Abd al-Raḥmān bin Mahdī; Telah
menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah dari Tsābit dari Anas ia
berkata; Nabi Saw memakai cincinnya di sebelah sini. (sambil
menunjukkan ke jari kelingking tangan sebelah kirinya). (HR.Muslim)
ثن أبو بكر بن نافع ث نا حاد بن سلمة عن حد ث نا ب هز بن أسد العمي حد العبدي حدر رسول الل و ثاب أن هم سألوا أنسا عن خات رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قال أخ
ر الليل ث جاء صلى اللو عليو وسلم ر الليل أو كاد يذىب ش لة إل ش العشاء ذات لي س كأن ف قال إن الناس قد صلوا وناموا وإنكم ل ت زالوا ف صلة ما ان تظرت الصلة قال أن
15يص خاتو من فضة ورفع إصب عو اليسرى بالنصر أنظر إل وب
Telah menceritakan kepadaku Abū Bakr bin Nāfiʻ al-„Abdī telah
menceritakan kepada kami Bahz bin Asad al-„Ammī telah menceritakan
kepada kami Ḥammād bin Salamah dari Tsābit bahwa mereka bertanya
kepada Anas tentang cincin Rasulullah Saw, lalu dia menjawab; "Suatu
malam Rasulullah Saw pernah mengakhirkan shalat isya` hingga separuh
malam atau nyaris separuh malam berlalu, lalu beliau datang dan
bersabda: "Orang-orang telah shalat dan tidur, sementara kalian terus
dihitung dalam shalat selama kalian menunggu shalat." Kata Anas;
"Seolah-olah aku melihat mata cincinnya dari perak dan beliau angkat
telunjuk kirinya dengan kelingking." (HR.Muslim)
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abū Dāwud adalah
sebagai berikut:
ث نا يونس بن بكي عن ممد بن إسحق قال رأي على ث نا عبد اللو بن سعيد حد حد لب خاتا ف خنصره اليمن ف قل ما ىذا الصل بن عبد اللو بن ن وفل بن عبد الم
14
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadist :
5610 15
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 2, h. 116, No. Hadist :
1480
37
قال رأي ابن عباس ي لبس خاتو ىكذا وجعل فصو على ظهرىا قال ول يال ابن عباس .16و وسلم كان ي لبس خاتو كذلك إل قد كان يذكر أن رسول اللو صلى اللو علي
Telah menceritakan kepada kami „Abd Allāh bin Saʻīd berkata, telah
menceritakan kepada kami Yūnus bin Bukaīr dari Muḥammad bin Isḥaq
ia berkata, "Aku melihat al-Ṣalt bin „Abd Allāh bin Nawfal bin „Abd al-
Muṭallib mengenakan cincin pada jari kelingking sebelah kanan. Aku
lalu bertanya, "Apa ini?" ia menjawab, "Aku melihat Ibn „Abbās
mengenakan cincinnya seperti ini, ia menghadapkan mata cincinnya ke
punggung telapak tangannya." Ia (Muḥammad bin Isḥaq) berkata, "dia
tidak berpendapat kecuali Ibnu „Abbās sendiri yang menyebutkan bahwa
Rasūlullah Saw mengenakan cincinnya seperti itu." (HR. Abū Dāwud)
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasā‟ī tentang pemakaian
cincin di jari kelingking terdapat dua hadis, yaitu sebagai berikut:
ث نا عبد الوارث عن عبد العزيز عن أنس أن النب صل ى أخب رنا عمران بن موسى قال حدقش عليو اللو عليو وسلم اصنع خاتا ف قال إنا قد اتذنا خاتا ون قش نا عليو ن قشا فل ي ن
17أحد وإن لرى بريقو ف خنصر رسول اللو صلى اللو عليو وسلم
Telah mengabarkan kepada kami „Imrān bin Mūsā ia berkata; telah
menceritakan kepada kami „Abd al-Wārits dari „Abd al-Azīz dari Anas
bahwa Nabi Saw bersabda: 'Kami telah membuat cincin dan
mengukirnya dengan suatu ukiran, maka jangan seorang pun membuat
ukiran (dengan ukiran yang sama).' Sungguh, aku benar-benar melihat
kilatan (cincin) di jari kelingking Rasulullah Saw." (HR.Al-Nasā‟ī)
ث نا ثاب ث نا حاد قال حد ث نا ب هز بن أسد قال حد أن هم أخب رنا أبو بكر بن نافع قال حدأنظر إل وبيص خاتو من سألوا أنسا عن خات رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قال كأن
18فضة ورفع إصب عو اليسرى النصر Telah mengabarkan kepada kami Abū Bakr bin Nāfiʻ ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Bahz bin Asad ia berkata; telah menceritakan
16
Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 4, h. 146, No.
Hadis: 4231 17
Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī, Juz 16, h. 65, No. Hadis: 5187 18
Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī, , Juz 16, h. 68, No. Hadis: 5190
38
kepada kami Ḥammād ia berkata; telah menceritakan kepada kami Tsābit
berkata, "Mereka bertanya kepada Anas tentang cincin Rasulullah Saw,
maka Anas menjawab, "Seakan-akan aku melihat putihnya cincin beliau
yang terbuat dari perak, beliau mengangkat tangan kirinya, yakni jari
kelingking." (HR. Al-Nasā‟ī)
3. Hadis-hadis tentang Larangan Memakai Cincin di Jari Telunjuk
dan Jari Tengah.
Hadis-hadis yang menggambarkan tentang larangan mengenakan cincin
di jari telunjuk dan jari tengah ini diriwayatkan oleh dua mukharrij, yakni al-
Tirmidzī dan Abū Dāwud. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzī
adalah sebagai berikut:
ع ث نا سفيان عن عاصم بن كليب عن ابن أب موسى قال س ث نا ابن أب عمر حد حدصلى اللو عليو وسلم عن القسي والميث رة المراء وأن ألبس عليا ي قول ن هان رسول اللو
ى قال أبو عيسى ىذا حديث حسن خاتي ف ىذه وف ىذه وأشار إل السبابة والوس 19دة بن أب موسى واسو عامر بن عبد اللو بن ق يس صحيح وابن أب موسى ىو أبو ب ر
Telah menceritakan kepadaku Ibn Abī „Umar, telah menceritakan
kepadaku Sufyān dari „Āṣim bin Kulayb dari Ibn Abī Mūsā ia berkata;
Saya mendengar „Ali berkata, "Rasulullah Saw telah melarangku untuk
menggunakan al-Qassiy (pakaian yang bahannya bercampur dengan
sutera) dan al-Mītsarah al-Ḥamra’` (kasur merah yang terbuat dari kain
sutera) serta mengenakan cincin pada jari telunjuk dan jari tengah." Abū
„Īsā berkata; "Ini adalah hadis hasan sahih. Ibn Mūsā adalah Abū Burdah
bin Abī Mūsā, namanya adalah „Āmir bin „Abd Allāh bin Qaīs." (HR.
Al-Tirmidzī)
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud adalah sebagai
berikut:
ث نا عاصم بن كليب عن أب ب ردة عن علي ث نا بشر بن المفضل حد د حد ث نا مسد حددن رضي اللو عنو قال قال ل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم قل اللهم اىدن وسد
ريق واذكر بالسداد تسديدك السهم قال ون هان أن أضع الات واذك داية ىداية ال ر با
19
Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-Tirmidzī al-Darīr,
Sunan al-Tirmidzī, Juz 6, h. 433, No. Hadis: 1708
39
ى شك عاصم ون هان عن القسية والميث رة قال أبو ف ىذه أو ف ىذه للسبابة والوس ة ف قلنا لعلي ما القسية قال ثياب تأتينا من الشام أو من مصر مضلعة فيها أمثال ب رد
20الت رج قال والميث رة شيء كان تصن عو النساء لب عولتهن
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan
kepada kami Bisyr bin al-Mufaḍḍal berkata, telah menceritakan kepada
kami „Āṣim bin Kulayb dari Abū Burdah dari „Alī ra. ia berkata,
"Rasulullah Saw bersabda kepadaku: "Ucapkanlah; “Allahumma ihdinī
wa saddidnī wa dzkur bi al-hudā hidāyataka al-ṭarīqa wa al-sadādi
sadāda al-sahmi” (Ya Allah, tunjukkanlah kami, luruskanlah kami,
tunjukkan kami kepada jalan yang benar, dan tunjukkan kepada kami
kebenaran sebagaimana Engkau tancapkan anak panah kepada
sasarannya).” „Alī berkata, "Beliau juga melarangku untuk meletakkan
cincin pada ini dan ini; jari telunjuk dan jari tengah -Ashim masih merasa
ragu-. Beliau juga melarangku dari al-Qassiyyah dan al-Mītsarah." Abū
Burdah berkata, "Kami bertanya kepada „Alī, "Apa itu al-Qassiyyah?" Ia
menjawab, "Kain yang berasal dari Syām atau Mesir yang bergaris-garis
bengkok. Sementara al-Mītsarah adalah sesuatu yang dibuat oleh kaum
wanita untuk suami-suaminya." (HR.Abū Dāwud)
4. Hadis-hadis tentang Batu Cincin yang Diletakkan Searah dengan
Telapak Tangan
Terdapat beberapa hadis yang di dalamnya dijelaskan tentang sunnah
meletakkan batu cincin ke arah telapak tangan. Hadis-hadis tersebut
diriwayatkan oleh beberapa mukharrij, di antaranya adalah al-Bukhārī,
Muslim, Ibn Mājah, al-Nasā‟ī, dan Abū Dāwud. Adapun hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhārī adalah sebagai berikut:
ث نا ث نا ق ت يبة حد هما اللو رضي عمر ابن عن نافع عن الليث حد صلى اللو ول رس أن عن فصنع كفو باطن ف فصو ف يجعل ي لبسو وكان ذىب من خاتا اصنع وسلم عليو اللو وأجعل الات ىذا ألبس كن إن ف قال ف ن زعو المنب على جلس إنو ث خواتيم الناس 21خواتيمهم الناس ف نبذ أبدا ألبسو ل واللو قال ث بو ف رمى داخل من فصو
20
Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 11, h. 295,
No. Hadis: 3689 21
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
(T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H), Juz 16, h. 518, No. Hadis: 6651
40
Telah menceritakan kepada kami Qutaībah telah menceritakan kepada
kami al-Laīts dari Nāfiʻ dari Ibn „Umar raḍiy allāh ‘anhumā,
bahwasanya Rasulullah Saw membuat cincin dari bahan emas. Cincin itu
sering beliau pakai, dan beliau letakkan mata cincinnya di bagian dalam
telapak tangannya. Orang-orang pun menirunya dan membuat cincin,
kemudian beliau duduk diatas minbar dan mencopot cincinnya seraya
mengatakan: "sesungguhnya aku selalu memakai cincin ini, dan aku
meletakkan mata cincinnya di bagian dalam" kemudian beliau
melemparkannya, sambil berkata: "Demi Allah, saya tidak akan
memakainya selama-lamanya." Kontan para sahabat membuang cincin-
cincin mereka." (HR.Al-Bukhārī)
Kemudian hadis yang diriwayatkan oleh Muslim adalah sebagai berikut:
ث نا طلحة بن يي وىو النصاري ث نا عثمان بن أب شيبة وعباد بن موسى قال حد ث حد الزرقي عن يونس عن ابن شهاب عن أنس بن مالك أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ر ثن زىي بن لبس خات فضة ف يينو فيو فص حبشي كان يعل فصو ما يلي كفو و حد
ثن سليمان بن بلل عن يونس بن يزيد بذا ثن إسعيل بن أب أويس حد حرب حدسناد مثل حديث طلحة بن يي 22ال
Telah menceritakan kepada kami „Utsmān bin Abū Syaībah dan „Abbād
bin Mūsā ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ṭalḥah bin Yaḥyā
yaitu al-Anṣārī kemudian al-Zuraqī dari Yūnus dari Ibn Syihāb dari Anas
bin Mālik bahwa Rasulullah Saw memakai cincin perak bermata batu
Ḥabasyī di tangan kanannya. Beliau meletakkan mata cincinnya di
sebelah dalam telapak tangannya. Dan telah menceritakan kepadaku
Zuhayr bin Ḥarb; Telah menceritakan kepadaku Ismaʻīl bin Abū Uways;
Telah menceritakan kepadaku Sulaymān bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd
melalui jalur ini, sebagaimana hadis Ṭalḥah bin Yaḥyā. (HR. Muslim)
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Mājah yakni sebagai
berikut:
22
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadist :
5608
41
ث نا ث نا يي بن ممد حد ثن أويس أب بن إسعيل حد بن يونس عن بلل بن سليمان حد لبس وسلم عليو اللو صلى اللو رسول أن مالك بن أنس عن اب شه ابن عن اليلي يزيد ن ف فصو يعل كان حبشي فص فيو فضة خات 23كفو ب
Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Yaḥyā telah
menceritakan kepada kami Ismaʻīl bin Abī Uwaīs telah menceritakan
kepadaku Sulaīmān bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd al-Aīlī dari Ibn
Syihāb dari Anas bin Mālik, bahwa Rasulullah Saw mengenakan cincin
yang terbuat dari perak dan mata batunya dari Ḥabasyī, beliau lalu
menghadapkan batu cincinnya ke arah telapak tangan". (HR. Ibn Mājah)
Sementara hadis yang diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī yaitu sebagai berikut:
ث نا قال ق ت يبة أخب رنا وسلم عليو اللو صلى اللو رسول أن عمر ابن عن نافع عن الليث حد جلس إنو ث الناس فصنع كفو باطن ف فصو فجعل ي لبسو وكان ذىب من خاتا اصنع ث بو ف رمى داخل من فصو وأجعل الات ىذا ألبس كن إن وقال ف ن زعو المنب على 24خواتيمهم الناس ف نبذ أبدا ألبسو ل واللو قال
Telah mengabarkan kepada kami Qutaībah ia berkata; telah menceritakan
kepada kami al-Laīts dari Nāfiʻ dari Ibn „Umar berkata, "Rasulullah Saw
membuat cincin dari emas dan memakainya, beliau menghadapkan mata
cincinnya ke arah telapak tangannya, lalu orang-orang ikut membuat.
Setelah itu beliau duduk di atas mimbar dan melepas cincinnya, beliau
bersabda: 'Aku pernah memakai cincin ini, dan aku menghadapkan mata
cincinnya ke arah telapak tangan.' Lalu beliau membuangnya, setelah itu
beliau bersabda lagi: 'Demi Allah, aku tidak akan memakainya lagi untuk
selama-lamanya.' Orang-orang pun ikut membuang cincin mereka." (HR.
Al-Nasā‟ī)
Terakhir yakni hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud. Adapun
hadisnya yakni sebagai berikut:
23
Abū „Abd Allāh Muḥammad Ibn Yazīd Ibn Mājah al-Rabīʻi al-Qazwīnī, Sunan Ibn
Mājah, Juz 11, h. 29, No.Hadis: 3636 24
Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī, Juz 16, h. 75, No. Hadis: 5195
42
ث نا عبد العزيز بن أب رواد عن نافع عن ابن عم ثن أب حد ث نا نصر بن علي حد ر أن حدكان ي تختم ف يساره وكان فصو ف باطن كفو قال أبو داود النب صلى اللو عليو وسلم
25قال ابن إسحق وأسامة ي عن ابن زيد عن نافع بإسناده ف يينو
Telah menceritakan kepada kami Naṣr bin „Alī berkata, telah
menceritakan kepadaku Bapakku berkata, telah menceritakan kepada
kami „Abd al-„Azīz bin Abī Rawwād dari Nāfiʻ dari Ibn „Umar bahwa
Nabi Saw biasa menggenakan cincin pada tangan kirinya dan mata
cincinnya menghadap telapak tangannya." Abū Dāwud berkata, " Ibn
Isḥaq berkata, " Usāmah -maksudnya Usāmah bin Zaīd- juga
meriwayatkan dari Nāfiʻ dengan sanadnya, "pada tangan kanannya." (HR.
Abū Dāwud)
5. Hadis-hadis tentang Menanggalkan Cincin Ketika Masuk WC
Hadis-hadis tentang menanggalkan cincin ketika masuk WC ini
diriwayatkan oleh tiga mukharrij, di antaranya yaitu al-Tirmidzī, Abū Dāwud,
dan Al-Nasā‟ī. Adapun hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzī adalah
sebagai berikut:
ث نا إسحق بن ث نا هام عن حد هال قال حد منصور أخب رنا سعيد بن عامر والجاج بن من ابن جريج عن الزىري عن أنس قال كان رسول اللو صلى اللو عليو وسلم إذا دخل
26أبو عيسى ىذا حديث حسن غريب اللء ن زع خاتو قال
Telah menceritakan kepada kami Isḥaq bin Manṣūr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Saʻīd bin „Āmir dan al-Ḥajjāj bin Minhāl
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hammām dari Ibn
Juraīj dari al-Zuhrī dari Anas beliau bersabda: "Jika Rasulullah Saw
masuk ke dalam WC, beliau melepas cincinnya." Abū „Īsā berkata,
"Hadis ini derajatnya ḥasan gharīb." (HR. Al-Tirmidzī)
Sedangkan hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud yakni sebagai
berikut:
25
Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 4, h. 146, No.
Hadis: 4229 26
Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-Tirmidzī al-Darīr,
Sunan al-Tirmidzī, Juz 6, h. 365, No. Hadis: 1668
43
ث نا نصر بن علي عن أب علي النفي عن هام عن ابن جريج عن الزىري عن أنس حدقال كان النب صلى اللو عليو وسلم إذا دخل اللء وضع خاتو قال أبو داود ىذا
ا ي عرف عن ابن جريج عن زياد بن سعد عن الزىري عن أنس أن النب حديث منكر وإن 27ه إل هام صلى اللو عليو وسلم اتذ خاتا من ورق ث ألقاه والوىم فيو من هام ول ي رو
Telah menceritakan kepada kami Naṣr bin „Alī dari Abī „Alī al-Ḥanafī
dari Hammām dari Ibn Juraīj dari al-Zuhrī dari Anas dia berkata; Nabi
Saw apabila hendak masuk WC, beliau menanggalkan cincinnya. Abū
Dāwud berkata; Ini adalah hadis munkar, sedang yang diketahui dari Ibn
Juraīj dari Ziyād bin Saʻd dari al-Zuhrī dari Anas adalah bahwasanya
Nabi Saw menggunakan cincin dari perak kemudian beliau
membuangnya. Kekeliruan di sini dari Hammām, dan hadis ini tidak
diriwayatkan kecuali dari Hammām. (HR. Abū Dāwud)
Sementara hadis terakhir yang menggambarkan penanggalan cincin
ketika masuk WC yang diriwayatkan oleh al-Nasā‟ī adalah sebagai berikut:
عن ابن جريج عن أخب رنا ممد بن إسعيل بن إب راىيم عن سعيد بن عامر عن هام 28و الزىري عن أنس أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم كان إذا دخل اللء ن زع خات
Telah mengabarkan kepada kami Muḥammad bin Ismaʻīl bin Ibrāhīm dari
Saʻīd bin „Āmir dari Hammām dari Ibn Juraīj dari al-Zuhrī dari Anas ia
berkata, "Jika Rasulullah Saw masuk ke dalam WC, beliau melepas
cincinnya." (HR. Al-Nasā‟ī)
D. Fungsi Cincin pada Masa Nabi Saw
Cincin pada masa Nabi Saw memiliki fungsi yang beragam. Berdasarkan
penelusuran penulis dari beberapa hadis, menunjukkan bahwa fungsi cincin pada
masa Nabi Saw ada 3 (tiga), yaitu sebagai perhiasan, sebagai stempel, dan sebagai
mahar. Adapun hadis yang menujukkan bahwa cincin berfungsi sebagai perhiasan
adalah cincin bermata batu. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, yakni sebagai berikut:
27
Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 1, h. 8, No.
Hadis: 19 28
Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn Bahr al-
Khurasānī al-Qādī, Sunan al-Nasā’ī, Juz 15, h. 470, No. Hadis: 5118
44
ث نا عبد اللو بن وىب المصري أخب رن يونس بن يزيد عن اب ث نا يي بن أيوب حد ن حدثن أنس بن مالك قال كان خ ات رسول اللو صلى اللو عليو وسلم من ورق وكان شهاب حد
29فصو حبشيا
“Telah menceritakan kepada kami Yaḥyā bin Ayyūb; Telah menceritakan
kepada kami „Abd Allāh bin Wahb al-Miṣrī; Telah mengabarkan kepadaku
Yūnus bin Yazīd dari Ibn Syihāb; Telah menceritakan kepadaku Anas bin
Mālik ia berkata; “Cincin Rasulullah Saw terbuat dari perak, sedangkan
mata cincinnya terbuat dari batu Ḥabasyī.”
Sementara hadis yang menujukkan bahwa cincin berfungsi sebagai stempel
di antaranya yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhārī berikut:
ث نا سعيد عن ق تادة عن أنس بن مالك رض ث نا يزيد بن زريع حد ث نا عبد العلى حد لو ي الحدم فقيل لو عنو أن نب اللو صلى اللو عليو وسلم أراد أن يكتب إل رىط أو أناس من العاج
لم خاتا من فضة ن قشو إن هم ل ي قب لون كتابا إل عليو خات فاتذ النب صلى اللو عليو وس د رسول اللو فكأن بوبيص أو ببصيص الات ف إصبع النب صلى اللو عليو وس لم أو ف مم
30كفو “Telah menceritakan kepada kami „Abd al-Aʻlā telah menceritakan kepada
kami Yazīd bin Zuraīʻ telah menceritakan kepada kami Saʻīd dari Qatādah
dari Anas bin Mālik ra. bahwa Nabī Allāh Saw hendak menulis surat kepada
pemuka kaum atau sekelompok orang asing, lantas diberitahukan kepada
beliau; "Sesungguhnya mereka tidak akan menerima surat anda kecuali jika
surat tersebut dibubuhi stempel, maka Nabi Saw membuat cincin dari perak
yang diukir dengan tulisan 'Muḥammad Rasūl Allāh', seolah-olah saya
melihat kilauan atau kilatan cincin berada di jari tangan Nabi Saw atau di
telapak tangan beliau.”
Cincin juga berfungsi sebagai mahar, hal ini berdasarkan hadis yang
mendeskripsikan perintah Nabi Saw kepada seorang sahabat yang hendak
menikah, namun ia tidak memiliki apapun untuk dijadikan mahar. Sehingga Nabi
Saw menyuruhnya untuk mencari sesuatu di rumahnya, meskipun hanya sekedar
29
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jil, T.Th),
Juz 6, h. 152, No. Hadis: 3907 30
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
(T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H.), Juz 4, h. 583, No Hadis: 5872
45
cincin yang terbuat dari besi. Kisah tersebut terrekam dalam hadis yang
diriwayatkan oleh al-Bukhārī, yaitu sebagai berikut:
ث نا عبد العزيز بن أب حازم عن أ ث نا ق ت يبة حد بيو عن سهل بن سعد الساعدي قال حدجاءت امرأة إل رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قال يا رسول اللو جئ أىب لك
ها رسول اللو صلى اللو عليو وسلم طأطأ فصعد النظر فيها وصوبو ث ن فسي قال ف نظر إلي س ف قام رسول اللو صلى اللو عليو وسلم رأسو ف لما رأت المرأة أنو ل ي قض فيها شيئا جل
يكن لك با حاجة ف زوجنيها ف قال وىل عندك رجل من أصحابو ف قال يا رسول اللو إن ل فذىب ث من شيء قال ل واللو يا رسول اللو ف قال اذىب إل أىلك فانظر ىل تد شيئا
رسول اللو صلى اللو عليو وسلم انظر ولو خاتا من رجع ف قال ل واللو ما وجدت شيئا ف قال ال حديد فذىب ث رجع ف قال ل واللو يا رسول اللو ول خاتا من حديد ولكن ىذا إزاري ق
رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ما تصنع بإزارك إن لبستو سهل ما لو رداء ف لها نصفو ف قال ها منو شيء وإن لبستو ل يكن عليك منو شيء فجلس الرجل حت إذا طال ل يكن علي
و صلى اللو عليو وسلم موليا فأمر بو فدعي ف لما جاء قال ماذا ملسو قام ف رآه رسول الل دىا ف قال ت قرؤىن عن ظهر ق لبك قال معك من القرآن قال معي سورة كذا وسورة كذا عد
31كتكها با معك من القرآن ن عم قال اذىب ف قد مل
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami
„Abd al-„Azīz bin Abū Ḥāzim dari bapaknya dari Sahl bin Saʻd al-Sāʻidī ia
berkata; Seorang wanita datang menemui Rasulullah Saw dan berkata,
"Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghibahkan diriku untuk Anda."
Lalu Rasulullah Saw memandangi wanita itu, beliau arahkan pandangannya
ke atas dan kebawah lalu beliau menundukkkan kepalanya. Maka wanita itu
melihat bahwa Rasulullah Saw tidak memberi putusan apa-apa terkait
dengan dirinya, maka ia pun duduk. Tiba-tiba seorang sahabat berdiri dan
berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat kepada wanita itu
maka nikahkanlah aku dengannya." Maka beliau pun bertanya: "Apakah
kamu mempunyai sesuatu (untuk dijadikan mahar)?" sahabat itu menjawab,
"Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Pergilah kepada
keluargamu, dan lihatlah apakah ada sesuatu." Laki-laki itu pun pergi dan
kembali seraya berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak
mendapatkan sesuatu." Beliau bersabda lagi: "Lihatlah, meskipun yang ada
hanyalah cincin dari besi." Laki-laki itu pergi laki kemudian kembali dan
berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah meskipun hanya cincin besi.
Akan tetapi aku mempunya kain ini." Sahl berkata; Ia tidak memiliki kain
31
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī
(T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H.), Juz 12, h. 570, No. Hadis: 5087
46
kecuali setengah. Maka Rasulullah Saw pun bersabda: "Apa yang dapat
kamu lakukan dengan kainmu itu. Jika kamu memakainya maka ia tidak
akan kebagian, dan jika ia memakainya maka tidak akan kebagian."
Akhirnya laki-laki itu duduk hingga lama, lalu ia beranjak. Kemudian
Rasulullah Saw pun melihatnya hendak pulang. Maka beliau memerintahkan
seseorang agar memanggilnya. Ketika laki-laki itu datang, beliau bertanya:
"Surat apa yang kamu hafal dari al-Qur`an." Ia berkata, "Yaitu surat ini." Ia
menghitungnya. Beliau bersabda: "Apakah kamu menghafalnya dengan
baik?" laki-laki itu menjawab, "Ya." Akhirnya beliau bersabda:
"Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar
hafalan al-Qur‟anmu".
E. Faedah Memakai Cincin Bermata Batu
Dari pengamatan penulis, tidak ada riwayat yang menunjukkan informasi
tentang faedah dalam penggunaan cincin selain hanya sebatas alat perhiasan atau
alat untuk memperindah diri yang sesuai dengan sunnah Nabi Saw. Meskipun
banyak kepercayaan yang berpendapat bahwa cincin bermata batu memiliki fungsi
untuk kesehatan, seperti membantu memusatkan pikiran, meningkatkan percaya
diri, membawa pertanda baik, meredakan depresi, menstimulasi aliran energi
untuk semua penyembuhan, menstimulasi kekuatan seksual, dan lain sebagainya.32
Namun percaya akan hal-hal tersebut jelas merupakan tindakan syirik.
Karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Aḥmad bin Hanbal dari „Imrān bin Ḥuṣaīn bahwa Nabi Saw
pernah melihat lengan seorang lelaki yang memakai gelang dari kuningan yang ia
percayai mengandung kekuatan untuk menyembuhkan penyakit, lalu Nabi Saw
memerintahkan untuk membuangnya dengan mengatakan bahwa sesungguhnya
benda tersebut tidak akan menambahkan apapun melainkan kesengsaraan, sebab
jika lelaki tersebut mati dan benda itu masih melekat padanya, maka ia tidak akan
32
Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura,
(Kalimantan: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan, 2013), h. 19
47
beruntung selamanya.33
Imam al-Syāfiʻī memang membolehkan laki-laki untuk
menggunakan cincin bermata batu seperti yaqut atau zamrud, namun hal tersebut
tidak untuk berlebihan dan untuk menyombongkan diri,34
melainkan hanya untuk
perhiasan semata dan melaksanakan sunnah Nabi Saw.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hadis-hadis batu cincin yang telah
di-takhrij di atas hanya menggambarkan anjuran, do‟a, tata cara dalam
menggunakan batu cincin, dan tidak ditemukan adanya penjelasan mengenai
faedah dari batu cincin itu sendiri. Adapun penjabaran secara rinci terkait tentang
pemahaman hadis-hadis tata cara penggunaan cincin oleh Nabi Saw dan larangan-
larangan Nabi Saw saat mengenakan cincin, akan penulis sampaikan pada bab
selanjutnya.
33
Berikut adalah hadis yang diririwayatkan oleh Aḥmad bin Hanbal :
ث نا خلف ث نا المبارك عن السن قال أخب رن عمران بن حصي أن النب صلى الل حد و عليو وسلم بن الوليد حداىنة قال أما إن ها ل تزيدك إل أبصر على عضد رجل حلقة أراه قال من صفر ف قال ويك ما ىذه قال من الو
وىنا انبذىا عنك فإنك لو م وىي عليك ما أف لح أبدا“Telah menceritakan kepada kami Khalaf bin al-Walīd, telah menceritakan kepada kami al-
Mubārak dari al-Ḥasan ia berkata, telah mengabarkan kepadaku „Imrān bin Ḥuṣaīn bahwa Nabi
Saw melihat lengan seorang lelaki yang memakai gelang -menurut pendapatku ia mengatakan;
(gelang) dari kuningan- Lalu beliau bersabda: "Celakalah kamu, apa maksud dari gelang ini?"
Orang tersbut menjawab; "Ini untuk mengobati penyakit wahinah! Beliau bersabda: "Ketahuilah
sesungguhnya benda ini tidak akan menambahmu melainkan kesengsaraan, lepaskanlah ia darimu!
Sebab kalau kamu mati dan benda itu masih melekat padamu, maka kamu tidak akan beruntung
selamanya.” Lihat: Abū ʻAbd Allāh Aḥmad bin Ḥanbal, Musnad Aḥmad bin Ḥanbal (Bairut:
„Alim al-Kutub, 1998), Juz 4, h. 445, No.Hadis: 20535 34
Muḥammad Idrīs al-Syāfiʻī, al-Umm, juz 1 (Bairut: Dār al-Maʻrifah, 1393 H), h. 221
48
BAB IV
ANALISIS HADIS-HADIS NABI SAW MEMAKAI CINCIN BERMATA
BATU DALAM AL-KUTUB AL-SITTAH
A. Sunnah Nabi Saw dalam Memakai Cincin Bermata Batu
1. Berdo’a Saat Akan Mengenakan Cincin
Salah satu hadis tentang do‟a saat mengenakan cincin yang diriwayatkan
oleh Muslim adalah sebagai berikut:
ث نا ث نا العلء بن ممد كريب أبو حد عن كليب بن عاصم سعت قال إدريس ابن حددن اىدن اللهم قل وسلم عليو اللو صلى اللو رسول ل قال قال علي عن ب ردة أب وسد
ث نا و السهم سداد والسداد الطريق ىداي تك بالدى واذكر ث نا ني ابن حد اللو عبد حدسناد بذا كليب بن عاصم أخب رنا إدريس ابن ي عن اللو صلى اللو رسول ل قال قال ال 1بثلو ذكر ث والسداد الدى أسألك إن اللهم قل وسلم عليو
Telah menceritakan kepada kami Abū Kurayb Muḥammad bin al-„Alā‟
telah menceritakan kepada kami Ibn Idrīs dia berkata; aku mendengar
„Āṣim bin Kulayb dari Abī Burdah dari „Alī dia berkata; "Rasulullah Saw
telah bersabda kepada saya: “Hai „Alī, ucapkanlah doa: “Allahumma
ihdinī wa saddidnī wa dzkur bi al-hudā hidāyataka al-ṭarīqa wa al-
sadādi sadāda al-sahmi” (Ya Allah, berikanlah petunjuk kepadaku.
Berilah aku jalan yang lurus. Jadikan petunjuk-Mu sebagai jalanku dan
kelurusan hidupku selurus anak panah).” Telah menceritakan kepada
kami Ibn Numayr Telah menceritakan kepada kami „Abd Allāh yaitu Ibn
Idrīs Telah mengabarkan kepada kami „Āṣim bin Kulayb melalui jalur
ini, dia berkata; Rasulullah Saw berkata kepadaku: 'Katakanlah; Ya Allah
aku memohon kepada-Mu petunjuk dan kelurusan hidup, -lalu dia
menyebutkan hadis yang serupa .- (HR. Muslim)
Fiqh al-Ḥadīts
Dari hadis tersebut, dapat dipahami bahwa cara pertama yang dilakukan
oleh Nabi Saw saat akan memakai cincin adalah dengan berdo‟a. Menurut al-
Nawawī, kata saddidnī bermakna waffiqnī waj‟alnī muntaṣiban fī jamīʻ umūrī
1 Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim (Bairut: Dar al-Jil, T.Th),
Juz 8, h. 83, No. Hadist : 7086
49
mustaqīman. Asal kata al-sadād berarti istiqamah dan berniat dalam setiap
urusan untuk mendapatkan petunjuk, sementara al-hudā adalah
rasionalitasnya. Oleh karena itu, kalimat:
اذكر بالدى ىدايتك الطريق والسداد سداد السهم
berarti menyebutkan dalam do‟a dengan dua lafadz yang baik (al-sadād dan
al-hudā), karena petunjuk jalan tidak akan menjauh dari hal tersebut.2
Sementara al-Qaḍī „Iyād dalam kitab Ikmāl al-Mu‟allim Syarḥ Ṣaḥīḥ
Muslim juga menyatakan hal yang senada. Ia menyatakan bahwa kata سداد
yaitu bersifat terbuka, artinya mengevaluasi apa yang telah dilakukan السهم
terhadap sesuatu. Kata saddidnī berarti waffiqnī, sementara kata al-sadād
berarti meminta petunjuk dengan tidak melakukan kesalahan, dan berniat
untuk mengatakan agar diberi petunjuk. Adapun kalimat:
اذكر بالدى ىدايتك الطريق
yaitu menyebutkan makna pada apa yang diperbuatnya, melalui lafadz-lafadz
yang semisalnya.3
Dengan demikian, dalam do‟a tersebut Nabi Saw tidak pernah
mengharapkan sesuatu apapun kecuali petunjuk kepada jalan yang lurus. Nabi
Saw senantiasa menganjurkan umat Muslim untuk berdo‟a kepada Allah Swt
agar mereka selalu diberikan petunjuk dalam menjalani kehidupan yang lurus.
Oleh karena, tidak ada hal istimewa apapun yang datang dari cincin yang
dipakainya tersebut. Sehingga ini akan menjaga pemahaman umat Muslim
2 Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 43 3 Al-Qāḍī Abū al-Faḍl „Iyāḍ al-Yaḥṣibī, Ikmal al-Mu‟allim Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim
(T.Tp.T.Th), Juz 8, h. 108
50
terhadap hal-hal yang menyimpang dari akidah. Sebagaimana telah
disebutkan dalam riwayat lain saat „Alī bin Abī Ṭālib hendak memakai
cincin, kemudian Rasulullah Saw membimbingnya dengan membaca
“Allahumma ihdinī wa saddidnī wa dzkur bi al-hudā hidāyataka al-ṭarīqa wa
al-sadādi sadāda al-sahmi”.
2. Mengenakan Cincin yang Terbuat dari Perak
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud tentang anjuran
penggunaan cincin yang terbuat dari perak adalah sebagai berikut:
د بن عبد العزيز بن أب رزمة المعن أن زيد بن حباب ث نا السن بن علي ومم حدأبيو عن أخب رىم عن عبد اللو بن مسلم السلمي المروزي أب طيبة عن عبد اللو بن ب ريدة
جد أن رجل جاء إل النب صلى اللو عليو وسلم وعليو خات من شبو ف قال لو ما ل أ ة منك ريح الصنام فطرحو ث جاء وعليو خات من حديد ف قال ما ل أرى عليك حلي ذه من ورق ول تتم ذه قال ات و أىل النار فطرحو ف قال يا رسول اللو من أي شيء أت
4مث قال ول ي قل ممد عبد اللو بن مسلم ول ي قل السن السلمي المروزي
“Telah menceritakan kepada kami al-Ḥasan bin „Alī dan Muḥammad bin
„Abd al-„Azīz bin Abī Rizmah secara makna, bahwa Zaīd bin Ḥubāb
mengabarkan kepada mereka dari „Abd Allāh bin Muslim al-Sulamī al-
Marwazī Abī Ṭaībah dari „Abd Allāh bin Buraīdah dari ayahnya ia
berkata, "Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw, sementara ia
mengenakan cincin dari kuningan tembaga. Beliau lalu berkata
kepadanya: "Kenapa aku mendapatkan bau berhala darimu!" laki-laki itu
lantas membuang cincinnya. Setelah itu ia datang lagi dengan
mengenakan cincin besi, beliau bersabda: "Kenapa melihatmu
mengenakan perhiasan penduduk neraka!" laki-laki lantas membuangnya
kembali, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, lalu dari apa aku harus
membuatnya?" beliau menjawab: "Dari perak, namun jangan engkau
genapkan hingga (beratnya) satu mitsqāl." Muḥammad tidak
menyebutkan, „Abd Allāh bin Muslim, atau al-Ḥasan al-Sulamī al-
Marwazī.” (HR. Abū Dāwud)
4 Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud (Bairut: Dār al-
Kitab al-„Arabi, T.Th.) Juz 4, h. 144, No. Hadis: 4225
51
Fiqh al-Ḥadīts
Al-Suyūṭī menyatakan bahwa hadis yang diriwayatkan Abū Dāwud dan
al-Tirmidzī dinilai ḍa‟if oleh al-Nawawī dalam kitab Syarḥ al-Mahdzab.
Namun Ibn Ḥibban meriwayatkan hadis tersebut dalam kitab Ṣaḥīḥ-nya.5 Hal
ini diperkuat oleh pendapat Ibn Ḥajar al-„Asqalānī. Ia menyebutkan bahwa
hadis di atas diriwayatkan oleh Aṣḥāb al-Sunan dan Ibn Ḥibban dalam kitab
Ṣaḥīḥ-nya.6
Hadis tersebut menunjukkan adanya perintah untuk menggunakan cincin
yang terbuat dari perak, dan melarang umat Muslim untuk menggunakan
cincin yang terbuat dari kuningan tembaga atau besi. Dalam syarḥ kitab
Sunan Abū Dāwud, yakni „Aūn al-Maʻbūd karya Abū al-Ṭayyib Muḥammad,
dinyatakan bahwa Nabi Saw menyebut kuningan tembaga dan besi
merupakan perhiasan orang-orang kafir dan perhiasan para penduduk neraka.
Inilah yang menjadi alasan haramnya penggunaan cincin yang terbuat dari
kuningan tembaga dan besi oleh Nabi Saw.7 Dalam kitab al-Aḥjār al-
Karīmah karya Muḥsin „Aqīl, menunjukkan bahwa Nabi Saw menyatakan
tidak suci tangan yang padanya terdapat cincin yang terbuat dari besi,
sehingga Amīr al-Mu‟minīn („Alī bin Abī Ṭālib) melarang umat muslim,
khususnya laki-laki, untuk memakai cincin selain yang terbuat dari perak.8
5 Jalāl al-Dīn „Abd al-Raḥman bin Abī Bakr al-Suyūṭi, Al-Ḥāwī li al-Fatāwī fī al-Fiqh wa
„Ulūm al-Tafsīr wa al-Ḥadīts wa al-Uṣūl wa al-Naḥw wa al-I‟rāb wa al-Sāir al-Fanūn, Taḥqīq:
„Abd al-Laṭīf Ḥasan „Abd al-Rahman (Bairut: Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, 2000), Juz 1, h. 74 6 Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fath al-Bārī Syarḥ Saḥīḥ
al-Bukhārī, Juz 16 (Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H), h. 488 7 Abū al-Ṭayyib Muḥammad Syams al-Ḥaq al-„Azhīm Ābadī, „Aūn al-Maʻbūd, Juz 11
(Madinah, al-Maktabah al-Salafiyyah, 1968), h. 190 8 Muḥsin „Aqīl, al-Aḥjār al-Karīmah: al-Takhattam, al-Khawāṣ, al-Nuqūsy (Iran: Madīn,
2004), h. 19-21
52
Menurut Ibn Hajar al-„Asqalānī, hal ini sejalan dengan pendapat Ibn
Ḥibban. Ia menegaskan bahwa yang harus dicegah adalah pemakaian cincin
dari besi murni (ṣurf). Namun kata “besi” dalam hadis tersebut memiliki
pengecualian oleh al-„Asqalānī. Ia menyatakan dalam kitabnya, Fath al-Bārī
Syarḥ Saḥīḥ al-Bukhārī, bahwa apabila cincin besi tersebut bukan besi murni
(campuran), maka dibolehkan.9 Artinya, kebolehan tersebut adalah ketika
bahannya merupakan campuran antara besi dan perak. Namun akan tetap
haram jika dicampur dengan bahan emas (bagi laki-laki).
Sementara al-Tīfāsyī menyatakan dalam kitab al-Aḥjār bahwa cincin baja
merupakan perhiasan syetan apabila diubah secara paksa dengan perak, maka
ini akan menimbulkan kontradiksi secara hukum. Artinya, hal ini berdasarkan
ketentuan bahwa perak digunakan sebagai perhiasan manusia, sementara besi
digunakan sebagai perhiasn golongan syetan.10
„Abd al-Muḥsin al-„Ibād menyebutkan dalam Syarḥ Sunan Abī Dāwud
bahwa kata شبه sebagai نحاس (tembaga) yaitu benda yang menyerupai besi,
namun warnanya berbeda dengan warna besi, yaitu warna kuning. Larangan
pemakaian cincin dari besi ini karena menurut hadis yang diriwayatkan oleh
al-Nasa‟ī dan al-Tirmidzī menujukkan bahwa orang yang memakai cincin
besi berarti ia telah memakai perhiasan ahli neraka. Karena itu, Nabi Saw
hanya menganjurkan untuk memakai cincin dari perak yang beratnya tidak
9 Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fath al-Bārī Syarḥ Saḥīḥ
al-Bukhārī, Juz 10 (Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H), h. 323 10
Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fath al-Bārī Syarḥ
Saḥīḥ al-Bukhārī, Juz 16 (Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H), h. 488
53
sampai satu mitsqāl, artinya cincin yang digunakan jangan terlalu besar dan
lebar.11
Dengan demikian, pemakaian cincin yang paling utama adalah cincin
yang terbuat dari perak. Sebagaimana yang dikatakan Yaḥyā bin Mūsā dalam
kitab Min Aḥkām al-Khātam, bahwa tidak ada keraguan terkait keutamaan
jenis cincin bagi laki-laki selain cincin yang terbuat dari perak, sebagaimana
yang telah disebutkan dalam hadis-hadis sebelumnya. Dengan mengutip
pendapat Imam Aḥmad, bahwa bukan termasuk sunnah selain memakai
cincin yang terbuat dari perak. Yaḥyā bin Mūsā juga menegaskan bahwa
dibolehkan (mubah) bagi laki-laki dan perempuan memakai cincin dengan
mata cincin dari batu jauhar, zamrud, zabarjad, fairuz dan permata meskipun
batu-batu tersebut bernilai tinggi (secara ekonomi). Namun pemakaian cincin
tersebut dapat menjadi haram apabila pemakaiannya dimaksudkan untuk
berbangga diri dan menganggap rendah orang lain. Demikian juga bagi
orang-orang yang ingin bermegah-megahan dan bermewah-mewahan, maka
pemakaian cincin tersebut dapat menjadi haram apabila disekitarnya masih
banyak muslim yang fakir dan membutuhkan. Mereka lebih berhak untuk
ditolong daripada bermewah-mewahan dan menuruti gengsi yang
berlebihan.12
Adapun kisah seorang sahabat yang hendak menikahi seorang wanita,
lantas ia tidak memiliki harta yang bisa dijadikan mahar, lalu Nabi Saw
11
„Abd al-Muḥsin al-„Ibād, Syarḥ Sunan Abī Dāwud (T.Tp.: al-Syubkah al-Islāmiyyah),
Juz 1, h. 2 12
Yaḥyā bin Mūsā al-Zahrānī, Min Aḥkām al-Khātim, (Tp.T.Th), Juz 1, h.6
54
memerintahkannya untuk mencari mahar meskipun sebuah cincin dari besi,13
maka hadis tersebut tidak dapat dipertentangkan dengan hadis dalam sub
judul tema di atas. Karena menurut Ibn Ḥajar al-„Asqalānī, bisa jadi yang
dimaksud oleh Nabi Saw adalah agar sang wanita memanfaatkan harga cincin
13
Adapun hadis yang menceritakan tentang mahar dari cincin besi tersebut adalah sebagai
berikut:
ث نا عبد العزيز بن أب حازم عن أبيو عن سهل بن سعد الساعدي قال ث نا ق ت يبة حد جاءت امرأة إل رسول اللو حدها رسول اللو صلى اللو عليو صلى اللو عليو وسلم ف قالت يا رسول اللو جئت أىب لك ن فسي قال ف نظر إلي
أت المرأة أنو ل ي قض فيها طأطأ رسول اللو صلى اللو عليو وسلم رأسو ف لما ر وسلم فصعد النظر فيها وصوبو ث ها ف قال وىل عندك من شيئا جلست ف قام رجل من أصحابو ف قال يا رسول اللو إن ل يكن لك با حاجة ف زوجني
فذىب ث رجع ف قال ل واللو ما اذىب إل أىلك فانظر ىل تد شيئا شيء قال ل واللو يا رسول اللو ف قال واللو يا رجع ف قال ل وجدت شيئا ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم انظر ولو خاتا من حديد فذىب ث
سول اللو صلى اللو عليو رسول اللو ول خاتا من حديد ولكن ىذا إزاري قال سهل ما لو رداء ف لها نصفو ف قال ر ها منو شيء وإن لبستو ل يكن عليك منو شيء فجلس الرجل حت وسلم ما تصنع بإزارك إن لبستو ل يكن علي
ن ما جاء قال ماذا معك من القرآإذا طال ملسو قام ف رآه رسول اللو صلى اللو عليو وسلم موليا فأمر بو فدعي ف ل قد ملكتكها با معك قال معي سورة كذا وسورة كذا عددىا ف قال ت قرؤىن عن ظهر ق لبك قال ن عم قال اذىب ف
من القرآن Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan kepada kami „Abd al-
„Azīz bin Abū Ḥāzim dari bapaknya dari Sahl bin Saʻd al-Sāʻidī ia berkata; Seorang wanita datang
menemui Rasulullah Saw dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menghibahkan diriku
untuk Anda." Lalu Rasulullah Saw memandangi wanita itu, beliau arahkan pandangannya ke atas
dan kebawah lalu beliau menundukkkan kepalanya. Maka wanita itu melihat bahwa Rasulullah
Saw tidak memberi putusan apa-apa terkait dengan dirinya, maka ia pun duduk. Tiba-tiba seorang
sahabat berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat kepada wanita itu maka
nikahkanlah aku dengannya." Maka beliau pun bertanya: "Apakah kamu mempunyai sesuatu
(untuk dijadikan mahar)?" sahabat itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Beliau
bersabda: "Pergilah kepada keluargamu, dan lihatlah apakah ada sesuatu." Laki-laki itu pun pergi
dan kembali seraya berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan
sesuatu." Beliau bersabda lagi: "Lihatlah, meskipun yang ada hanyalah cincin dari besi." Laki-laki
itu pergi laki kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah meskipun
hanya cincin besi. Akan tetapi aku mempunya kain ini." Sahl berkata; Ia tidak memiliki kain
kecuali setengah. Maka Rasulullah Saw pun bersabda: "Apa yang dapat kamu lakukan dengan
kainmu itu. Jika kamu memakainya maka ia tidak akan kebagian, dan jika ia memakainya maka
tidak akan kebagian." Akhirnya laki-laki itu duduk hingga lama, lalu ia beranjak. Kemudian
Rasulullah Saw pun melihatnya hendak pulang. Maka beliau memerintahkan seseorang agar
memanggilnya. Ketika laki-laki itu datang, beliau bertanya: "Surat apa yang kamu hafal dari al-
Qur`an." Ia berkata, "Yaitu surat ini." Ia menghitungnya. Beliau bersabda: "Apakah kamu
menghafalnya dengan baik?" laki-laki itu menjawab, "Ya." Akhirnya beliau bersabda:
"Sesungguhnya aku telah menikahkanmu dengan wanita itu dengan mahar hafalan al-Qur‟anmu".
Lihat: Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (T.Tp:
Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H.), Juz 12, h. 570, No. Hadis: 5087
55
besi tersebut.14
Bahkan hal tersebut mendeskripsikan adanya suatu kewajiban
seorang laki-laki meskipun dalam keadaan susah (miskin) agar tetap
memberikan mahar saat akan menikahi seorang perempuan.
Dengan demikian, pengharaman menggunakan cincin yang terbuat dari
besi murni ini berlaku bagi kaum laki-laki dan perempuan, karena keduanya
dilarang untuk menyerupai penduduk neraka. Argumen tersebut didukung
oleh ayat al-Qur‟an yang mendeskripsikan siksa api neraka yang
menggunakan besi, yakni dalam QS. Al-Ḥajj [22]: 21 sebagai berikut:
“dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.”
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa umat Muslim
dianjurkan untuk memakai cincin yang terbuat dari perak, dan dilarang untuk
memakai cincin yang terbuat dari kuningan tembaga dan besi murni karena
kedua benda tersebut dipandang sebagai perhiasan penduduk neraka.
3. Mengenakan Cincin di Tangan Kanan atau Tangan Kiri
Adapun hadis tentang kebolehan mengenakan cincin di tangan kanan
adalah sebagai berikut:
ث نا طلحة بن يي وىو ث نا عثمان بن أب شيبة وعباد بن موسى قال حد النصاري ث حد الزرقي عن يونس عن ابن شهاب عن أنس بن مالك أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم
ر بن لبس خات فضة ف يينو فيو فص حبشي كان يعل فصو ما يلي كفو و حد ثن زىي ثن سليمان بن بلل عن يونس بن يزيد بذا ثن إسعيل بن أب أويس حد حرب حد
سناد مثل حديث طلحة بن يي 15ال
14 Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fath al-Bārī Syarḥ
Saḥīḥ al-Bukhārī, Juz 10 (Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H), h. 323 15
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadis:
5608
56
Telah menceritakan kepada kami „Utsmān bin Abū Syaībah dan „Abbād
bin Mūsā ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ṭalḥah bin Yaḥyā
yaitu al-Anṣārī kemudian al-Zuraqī dari Yūnus dari Ibn Syihāb dari Anas
bin Mālik bahwa Rasulullah Saw memakai cincin perak bermata batu
Ḥabasyī di tangan kanannya. Beliau meletakkan mata cincinnya di
sebelah dalam telapak tangannya. Dan telah menceritakan kepadaku
Zuhaīr bin Ḥarb; Telah menceritakan kepadaku Ismaʻīl bin Abū Uwaīs;
Telah menceritakan kepadaku Sulaymān bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd
melalui jalur ini, sebagaimana hadis Ṭalḥah bin Yaḥyā. (HR. Muslim)
Sedangkan hadis tentang anjuran memakai cincin di tangan kiri adalah
sebagai berikut:
ث نا عبد العزيز بن أب رواد عن نافع عن ابن عم ثن أب حد ث نا نصر بن علي حد ر أن حدد ب صلى اللو عليو وسلم كان ي تختم ف يساره وكان فصو ف باطن كفو قال أبو داو الن
16قال ابن إسحق وأسامة ي عن ابن زيد عن نافع بإسناده ف يينو
Telah menceritakan kepada kami Naṣr bin „Alī berkata, telah
menceritakan kepadaku Bapakku berkata, telah menceritakan kepada
kami „Abd al-„Azīz bin Abū Rawwād dari Nāfiʻ dari Ibn „Umar bahwa
Nabi Saw biasa mengenakan cincin pada tangan kirinya dan mata
cincinnya menghadap telapak tangannya." Abū Dāwud berkata, " Ibn
Isḥaq berkata, " Usāmah -maksudnya Usāmah bin Zaīd- juga
meriwayatkan dari Nāfiʻ dengan sanadnya, "pada tangan kanannya." (HR.
Abū Dāwud)
Fiqh al-Ḥadīts
Dari kedua hadis di atas, terdapat perbedaan pendapat tentang cara Nabi
Saw mengenakan cincin di tangannya. Ada yang menjelaskan bahwa Nabi
Saw memakai cincin di tangan kanannya, dan ada pula yang mengatakan
bahwa Nabi Saw mengenakan cincin di tangan kirinya. Dari perbedaan
pendapat tersebut, menurut Syaikh al-„Utsaimīn dalam kitabnya, yakni al-
Syarḥ al-Mumtiʻ „alā Zād al-Mustaqnaʻ, menyatakan bahwa menggunakan
16
Abū Dāwud Sulaīmān bin al-Asyʻats al-Sijistānī, Sunan Abī Dāwud, Juz 11, h. 298,
No. Hadis: 3691
57
cincin di tangan kanan dan juga di tangan kiri adalah sunnah.17
Hal ini
didukung oleh pendapat Ibn al-Qayyim, karena menurutnya kedua hadis
tersebut sanadnya saḥīḥ.18
Menurut al-Dāruqṭnī, Sulaimān bin Bilāl tidak mengikuti tambahan
kalimat fī yamīnih. Perbedaan hafalannya terjadi dari Yūnus, ia tidak
menyebutkan seseorang dari kalangan al-Zuhrī, juga men-dha‟if-kan
Sulaimān bin Bilāl dan Yaḥyā bin Ma‟īn sebagaimana yang diriwayatkan
oleh al-Nasā‟ī, namun banyak juga yang men-tsiqah-kannya, sebagaimana
diakui oleh al-Bukhārī dan Muslim dalam kitab sahih mereka. Muslim
meriwayatkan hadis dari Ṭalḥah bin Yahya sebagaimana riwayat yang
disampaikan Sulaimān bin Bilāl. Oleh karena itu, riwayat yang disampaikan
Sulaimān bin Bilāl tetap tidak dapat dikesampingkan, karena kalimat
tambahan (fī yamīnihi) dinilai tsiqah maqbul.19
Jika ditinjau dari sisi historis, kedua hadis tersebut menurut Ibn Ḥajar al-
„Asqalānī, menandakan adanya tradisi penggunaan cincin pada masa Nabi
Saw dengan berbagai perbedaan tentang tata cara penggunaannya, yakni pada
jari tangan kanan dan jari tangan kiri. Dalam hal ini, al-Daudī berpendapat
bahwa memakai cincin pada tangan kiri adalah kebiasaan Ahl al-Madīnah.
Namun ada pula sebagian sahabat dan tabi‟in yang termasuk Ahl al-Madīnah
tetapi mereka tetap menggunakan cincin pada jari tangan kanan. Tentang hal
ini al-Bayhaqī berpendapat bahwa cincin yang dikenakan oleh sahabat dan
17
Muḥammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-„Utsaimīn, al-Syarḥ al-Mumtiʻ „Alā Zād al-
Mustaqnaʻ, Jilid 6 (T.Tp: Dār Ibn al-Jawzīy, 1428 H), h.110 18
Muḥammad bin Abī Bakr Ayyūb al-Zarʻī Abū „Abd Allāh, Zād al-Maʻād Ibn al-
Qayyim al-Jawziyyah (Bairūt: Maktabah al-Manār al-Islāmiyyah, 1986), h. 139 19
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 7 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 188
58
tabi‟in pada tangan kanan adalah emas, sedang pada tangan kiri adalah dari
bahan perak.20
Berbeda dengan pendapat tersebut, menurut al-Mulā Nūr al-Dīn lebih
cenderung kepada pemakaian cincin di tangan kiri. Alasannya karena
memakai cincin di tangan kiri bertujuan untuk menutupi kekurangan tangan
kiri, mengambil haknya dari perbuatan-perbuatan yang utama, menjauhkan
diri dari sifat angkuh dan sombong, dan untuk menyedikitkan aktifitas
gerakan tangan.21
Namun Imam al-Nawāwī menegaskan bahwa para ulama
fiqih sepakat atas bolehnya memakai cincin baik di tangan kanan atau kiri,
tidak dimakruhkan pada keduanya, meskipun mereka berbeda pendapat di
tangan mana yang lebih utama. Kebanyakan para ulama salaf (yang memakai
cincin), mereka memakainya di tangan kanan, dengan alasan cincin itu adalah
perhiasan (yang baik) dan tangan kanan lebih berhak diberi perhiasan (yang
baik), dan lebih berhak untuk dimuliakan.22
Senada dengan pendapat tersebut, Muḥsin „Aqīl juga mendukung atas
pemakaian cincin di tangan kanan sebagai sunnah. Namun pemakaian cincin
di tangan kiri juga dibolehkan, meskipun terdapat beberapa riwayat dalam
kitab al-Aḥjār al-Karīmah yang menunjukkan larangan memakai cincin di
tangan kiri. Namun larangan tersebut tidak sampai diharamkan, karena ada
beberapa riwayat yang membolehkan memakai cincin di tangan kiri.
20
Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī al-Syāfiʻī, Fath al-Bārī Syarḥ
Saḥīḥ al-Bukhārī, Juz 16 (Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H), h. 457 21
Al-Mulā Nūr al-Dīn „Alī bin al-Sulṭān al-Harawī al-Qārī, Jam‟u al-Wasā‟il fī Syarḥ al-
Syamā‟il (Dar al-Aqṣā, T.Th), h. 184-185 22
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 71-72
59
Sebaliknya, dalam kitab tersebut menunjukkan banyaknya riwayat yang
mendeskripsikan perintah untuk memakai cincin di tangan kanan.23
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pemakaian cincin di tangan
kanan maupun kiri adalah sunnah. Karena hadis yang menjelaskan kedua hal
tersebut dinilai sahih oleh para ulama. Selain itu, beberapa ulama juga telah
memaparkan masing-masing argumen terkait pemakaian cincin, yang
keduanya dapat diterima oleh umat muslim.
4. Mengenakan Cincin di Jari Kelingking
Adapun hadis tentang pemakaian cincin di jari kelingking, yakni sebagai
berikut:
ث نا عبد الرحن بن د الباىلي حد ثن أبو بكر بن خل ث نا حاد بن سلمة حد مهدي حدر عن ثابت عن أنس قال كان خات النب صلى اللو عليو وسلم ف ىذه وأشار إل النص
24من يده اليسرى
Telah menceritakan kepadaku Abū Bakr bin Khallād al-Bāhilī; Telah
menceritakan kepada kami „Abd al-Raḥmān bin Mahdī; Telah
menceritakan kepada kami Ḥammād bin Salamah dari Tsābit dari Anas ia
berkata; Nabi Saw memakai cincinnya di sebelah sini. (sambil
menunjukkan ke jari kelingking tangan sebelah kirinya). (HR.Muslim)
Fiqh al-Ḥadīts
Imam al-Nawāwī dalam kitabnya, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim,
menyatakan bahwa para ulama telah menyepakati tentang sunnah memakai
cincin di jari kelingking bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan dibolehkan
memakai cincin di jari mana saja. Hal ini karena mereka (para ulama)
beranggapan bahwa hikmah memakai cincin di jari kelingking adalah agar
23
Lihat: Muḥsin „Aqīl, al-Aḥjār al-Karīmah, h. 22-35 24
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadist :
5610
60
cincin jauh dari pengotoran karena penggunaan tangan. Selain itu, karena
posisi jari kelingking berada di ujung, maka hal tersebut juga tidak
mengganggu aktivitas tangan.25
Sedangkan menurut al-Mulā Nūr al-Dīn,
pengistimewaan pemakaian cincin di jari kelingking adalah karena ia lemah.
Karena kelemahannya tersebut, maka hendaknya ditutupi dengan
memakaikannya cincin, dan cincin yang dipakainya pun harus berukuran
kecil, jangan yang berukuran besar.26
Sementara Yaḥyā bin Mūsā dalam kitab Min Aḥkām al-Khātam
menyatakan bahwa kesahihan dalam hal laki-laki memakai cincin di jari
kelingking adalah sunnah, atau dibolehkan juga pemakaian di jari manis,
karena tidak ada ulama yang memakruhkan atau mengharamkan pemakaian
cincin di jari manis. Namun Yaḥyā bin Mūsā menegaskan bahwa pemakaian
cincin selain di dua jari tersebut adalah dilarang, karena ada dalil yang
melarangnya. Larangan tersebut menempati tingkat makruh atau bahkan
haram. Sehingga umat Islam dianjurkan agar menghindari hal-hal yang
bersifat makruh dan haram, kecuali hal-hal yang bersifat mubah.27
Pedapat senada juga datang dari Syaikh al-Utsaimin. Ia menyatakan
bahwa peletakkan cincin lebih diutamakan di jari kelingking, dan dibolehkan
juga di jari manis.28
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa
penggunaan cincin yang disunnahkan adalah penggunaan cincin yang
diletakkan di jari kelingking, khususnya bagi laki-laki. Sedangkan bagi
25
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 71 26
Al-Mulā Nūr al-Dīn „Alī bin al-Sulṭān al-Harawī al-Qārī, Jam‟u al-Wasā‟il fī Syarḥ al-
Syamā‟il (Dar al-Aqṣā, T.Th), h. 184-185 27
Yaḥyā bin Mūsā al-Zahrānī, Min Aḥkām al-Khātam, Juz 1, h.5 28
Muḥammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-„Utsaimīn, al-Syarḥ al-Mumtiʻ „Alā Zād al-
Mustaqnaʻ, Jilid 6, h.109
61
perempuan dibolehkan dikenakan di jari mana saja. Hal ini karena memang
wanita dianjurkan untuk berhias.
5. Meletakkan Batu Cincin Searah dengan Telapak Tangan
Salah satu hadis yang menjelaskan tentang hal mengenakan batu cincin
searah dengan telapak tangan ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, yakni
sebagai berikut:
ث نا طلحة ب ث نا عثمان بن أب شيبة وعباد بن موسى قال حد ن يي وىو النصاري ث حد الزرقي عن يونس عن ابن شهاب عن أنس بن مالك أن رسول اللو صلى اللو عليو وسلم
ر بن لبس خات فضة ف يينو فيو فص حبشي كان يعل فصو ما ي ثن زىي لي كفو و حدثن سليمان بن بلل عن يونس بن يزيد بذا ثن إسعيل بن أب أويس حد حرب حد
سناد مثل حديث طلحة بن يي 29ال
Telah menceritakan kepada kami „Utsmān bin Abū Syaībah dan „Abbād
bin Mūsā ia berkata; Telah menceritakan kepada kami Ṭalḥah bin Yaḥyā
yaitu al-Anṣārī kemudian al-Zuraqī dari Yūnus dari Ibn Syihāb dari Anas
bin Mālik bahwa Rasulullah Saw memakai cincin perak bermata batu
Ḥabasyī di tangan kanannya. Beliau meletakkan mata cincinnya di
sebelah dalam telapak tangannya. Dan telah menceritakan kepadaku
Zuhaīr bin Ḥarb; Telah menceritakan kepadaku Ismaʻīl bin Abū Uwaīs;
Telah menceritakan kepadaku Sulaymān bin Bilāl dari Yūnus bin Yazīd
melalui jalur ini, sebagaimana hadis Ṭalḥah bin Yaḥyā. (HR. Muslim)
Fiqh al-Ḥadīts
Menurut Imam al-Nawāwī, pada dasarnya batu cincin boleh diletakkan di
mana saja. Yakni boleh diletakkan di luar telapak tangan atau di bagian dalam
telapak tangan. Tidak ada dalil yang melarang peletakan di luar telapak
tangan. Adapun di antara sahabat Nabi Saw yang menempatkan batu cincin di
bagian luar telapak tangan adalah Ibn „Abbās Ra, namun yang lebih utama
29
Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj al-Qusyairī, Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 6, h. 152, No. Hadist :
5608
62
adalah menempatkan batu cincin tersebut di bagian dalam telapak tangan,
karena mengikuti cara pemakaian yang dilakukan oleh Nabi Saw
sebagaimana hadis di atas. 30
Menurut Abū al-Ṭayyib Muḥammad dalam „Aūn al-Maʻbūd, bahwa
hikmah dalam hadis tersebut yaitu dengan meletakkan mata cincin di bagian
dalam telapak tangan adalah agar lebih menjaga pemiliknya dari sifat
berbangga diri dan bermegah-megahan, karena sudah menjadi kenyataan bagi
sebagian orang sekarang, (mereka) selalu melihat cincinnya dalam keadaan
berbangga diri terhadap cincin di tangannya, padahal sunnahnya (meletakkan
mata cincin) itu bukan seperti (apa yang mereka lakukan) sekarang.31
Oleh
karena itu, Abū al-Ṭayyib menegaskan hadis-hadis yang menyebutkan cincin
yang diletakkan di bagian dalam telapak tangan tersebut dinilai lebih banyak,
lebih sahih, dan inilah yang paling utama.32
Senada dengan pendapat tersebut,
al-Mulā Nūr al-Dīn menyebutkan bahwa menempatkan batu cincin di bagian
dalam telapak tangan adalah untuk mencegah sikap berhias (pamer).33
Syaikh al-Utsaimīn dalam kitabnya juga mendukung pendapat tersebut.
Ia menyatakan bahwa batu cincin hendaknya diletakkan di bagian dalam
telapak tangan, karena hal ini akan menjaga batu cincin tersebut. Tetapi
ketika hendak melakukan sesuatu, hendaknya batu cincin tersebut diputar (ke
bagian atas telapak tangan). Meski demikian, al-Utsaimin juga membolehkan
30
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 68-69 31
Abū al-Ṭayyib Muḥammad Syams al-Ḥaq al-„Azhīm Ābadī, „Aūn al-Maʻbūd, Juz 9
(Madinah, al-Maktabah al-Salafiyyah, 1968), h. 1234 32
Abū al-Ṭayyib Muḥammad Syams al-Ḥaq al-„Azhīm Ābadī, „Aūn al-Maʻbūd, Juz 9, h.
273 33
Al-Mulā Nūr al-Dīn „Alī bin al-Sulṭān al-Harawī al-Qārī, Jam‟u al-Wasā‟il fī Syarḥ al-
Syamā‟il (Dar al-Aqṣā, T.Th), h. 184-185
63
peletakkan batu cincin langsung di bagian atas telapak tangan, sebagaimana
riwayat dari Ibn „Abbas, dan ia pun melakukannya (meletakkan batu cincin di
atas telapak tangan).34
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa peletakkan batu cincin yang
searah dengan telapak tangan adalah sunnah. Adapun peletakkan batu cincin
di atas telapak tangan juga dibolehkan, tidak dimakruhkan, karena hal
tersebut juga dilakukan oleh salah seorang sahabat sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas.
6. Menanggalkan Cincin Ketika Masuk WC
Adapun hadis tentang penanggalan cincin ketika masuk WC ini salah
satunya diriwayatkan oleh al-Tirmidzī, yakni sebagai berikut:
ث نا إسحق بن منصور أخب رنا سعيد بن عامر ث نا هام عن حد هال قال حد والجاج بن من ابن جريج عن الزىري عن أنس قال كان رسول اللو صلى اللو عليو وسلم إذا دخل
35اللء ن زع خاتو قال أبو عيسى ىذا حديث حسن غريب
Telah menceritakan kepada kami Isḥaq bin Manṣūr berkata, telah
mengabarkan kepada kami Saʻīd bin „Āmir dan al-Ḥajjāj bin Minhāl
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hammām dari Ibn
Juraīj dari al-Zuhrī dari Anas beliau bersabda: "Jika Rasulullah Saw
masuk ke dalam WC, beliau melepas cincinnya." Abū „Īsā berkata,
"Hadis ini derajatnya ḥasan gharīb." (HR. Al-Tirmidzī)
Fiqh al-Ḥadīts
Hadits tersebut menunjukkan sempurnanya agama Islam. Karena
begitu lengkapnya, sampai etika ketika masuk WC pun telah diatur dalam
Islam. Maksud dari hadis tersebut di atas adalah ketika membawa sesuatu
34
Muḥammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-„Utsaimīn, al-Syarḥ al-Mumtiʻ „Alā Zād al-
Mustaqnaʻ, Jilid 6, h.111 35
Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-Tirmidzī al-Darīr,
Sunan al-Tirmidzī, Juz 6, h. 365, No. Hadis: 1668
64
(baik cincin atau yang lainnya) yang terdapat nama Allah ke dalam WC,
hendak ditaruh terlebih dahulu. Sebagaimana hadis yang pernah
dijelaskan sebelumnya bahwa mata cincin Nabi Saw ada yang bertuliskan
“Muḥammad Rasūl Allāh.” Maka tidak heran jika Nabi Saw
menanggalkan cincinnya sebelum masuk ke WC. Hal ini berdasarkan
pendapat dari Imam al-Ṣanʻānī dalam Subul al-Salām, yang mengatakan
bahwa sesuatu yang di dalamnya tertera nama Allah Swt harus dijaga
dari tempat-tempat yang jelek/kotor. Ini tidak khusus berupa cincin saja,
namun meliputi seluruh benda yang dipakai yang padanya terdapat dzikr
Allāh.36
Sebagaimana firman Allah Swt berikut:
“Dan barangsiapa mengagungkan syi‟ar-syi‟ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32)
Meski demikian, sebagian ulama yang lain menganggap perkara
ini sebagai perkara yang makruh, bahkan ḥaram apabila yang dibawa
masuk ke dalam WC itu berupa al-Qur‟an, karena hal tersebut dianggap
sebagai penghinaan. Sebagaimana yang dikatakan oleh penulis kitab al-
Furu‟, yakni Syams al-Dīn al-Maqdisī al-Rāmainī (w.763 H), ia
mengatakan bahwa hal tersebut dibenci apabila membawa sesuatu yang
mengandung dzikr Allāh tanpa ada keperluan.37
36
Muḥammad bin Ismāʻīl al-Amīr al-Kaḥlānī al-Ṣanʻānī, Subul al-Salām, Jilid 1 (T.Tp:
Maktabah Muṣṭafā al-Bābī al-Ḥalbī, 1960M/1379H), h. 113 37
Muḥammad bin Mufliḥ bin Muḥammad bin Mufrij, Abū „Abd Allāh, Syams al-Dīn al-
Maqdisī al-Rāmainī, al-Furūʻ wa Taṣḥīḥ al-Furūʻ, Muḥaqqiq: „Abd Allāh bin „Abd al-Muḥsin al-
Turkī, Jilid 1 (Muassasah al-Risālah, 2003), h. 83
65
Senada dengan pendapat di atas, Syaikh al-Utsaimin menyatakan
bahwa hendaknya cincin yang memiliki ukiran atau tulisan asma Allah,
agar dilepaskan ketika masuk WC. Ia lebih menyarankan agar tidak
memakai cincin yang bertuliskan asma Allah, karena hal tersebut
termasuk hal yang dimakruhkan. Adapun cincin Nabi Saw yang
bertuliskan “Muhammad Rasulullah” adalah itu karena memiliki hajat
yang menyebabkan Nabi Saw membuat cincin tersebut, yaitu untuk
memberikan keresmian surat kepada para raja bahwa surat tersebut
datang dari Muhammad Saw sebagai utusan Allah Swt. Dengan
demikian, jika ada cincin yang bertuliskan nama Allah, maka para ulama
berpendapat hendaknya ia menempatkannya di bagian dalam telapak
tangan, atau melepaskannya sebagaimana yang dicontohkan Nabi Saw
pada hadis di atas.38
Sedangkan menurut Syaīkh Abū Mālik dalam kitabnya, Ṣaḥīḥ
Fiqh al-Sunnah, menyatakan bahwa jika cincin atau semacamnya itu
dalam keadaan tertutup atau dimasukkan ke dalam saku atau tempat
lainnya, maka barang tersebut boleh dibawa masuk ke dalam WC.
Bahkan menurut Imam Aḥmad bin Hanbal, “Jika ia mau, ia boleh
memasukkan barang tersebut dalam genggaman tangannya.” Sedangkan
jika ia takut barang tersebut hilang karena diletakkan di luar, maka ia
boleh membawanya masuk ke dalam kamar mandi dengan alasan kondisi
darurat.”39
38
Muḥammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-„Utsaimīn, al-Syarḥ al-Mumtiʻ „Alā Zād al-
Mustaqnaʻ, Jilid 6, h.111-112 39
Syaīkh Abū Mālik, Ṣaḥīḥ Fiqh al-Sunnah, jilid 1 (al-Maktabah al-Taufiqiyah), h. 92
66
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa
membawa cincin atau lainnya yang mengandung tulisan Allah,
dianjurkan untuk melepasnya terlebih dahulu sebagaimana yang
dilakukan oleh Nabi Saw.
B. Larangan-Larangan Nabi Saw Saat Mengenakan Batu Cincin
1. Melarang Memakai Cincin Emas bagi Laki-laki
Hadis tentang larangan memakai cincin emas bagi laki-laki ini
sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī, yakni sebagai berikut:
ث نا شعبة عن ق تادة عن النضر بن أنس عن بش ث نا غندر حد د بن بشار حد ثن مم ي حدة رضي اللو عنو عن النب صلى اللو عليو وسلم أنو ن هى عن خات بن نيك عن أب ىري ر
ع بشيا مث لو ع النضر س 40الذىب وقال عمرو أخب رنا شعبة عن ق تادة س
“Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Basyār telah
menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami
Syuʻbah dari Qatādah dari al-Naḍr bin Anas dari Basyīr bin Nahīk dari
Abī Huraīrah ra. dari Nabī Saw bahwa beliau melarang mengenakan
cincin emas. „Amr mengatakan; Telah mengabarkan kepada kami
Syuʻbah dari Qatādah bahwa dia mendengar al-Naḍr; dia mendengar
Basyīr seperti hadis di atas.”
Fiqh al-Ḥadīts
Secara linguistik, hadis-hadis tentang larangan memakai cincin emas bagi
laki-laki adalah berbentuk nahy, yaitu dengan memakai kata نهى . Menurut
Muḥammad Abū Zahrah dalam kitabnya, menyatakan bahwa sighat nahyi
adalah larangan, yaitu tuntutan untuk tidak melakukan suatu pekerjaan.41
Hal
40
Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Juz
14, h. 571, No Hadis: 5864 41
Muḥammad Abū Zahrah, Uṣūl Fiqh (Beirut: Dar al-Fikr, T. Th), h. 181
67
ini diperkuat oleh pendapatnya Amīr „Abd al-„Azīz yang memandang sighat
nahyi dari hadis tersebut sebagai larangan yang absolut, yakni haram.42
Imam al-Nawāwī juga menyatakan bahwa cincin emas hukumnya haram
bagi laki-laki menurut kesepakatan (ijmaʻ) para ulama. Hal ini juga berlaku
jika sebagian cincin tersebut terbuat dari emas dan sebagian lainnnya terbuat
dari perak. Bahkan para aṣḥāb (ulama syafiʻiyyah) berkata jika seandainya
mata cincinnya terbuat dari emas atau dipoles dengan sedikit emas maka
hukumnya juga haram, berdasarkan keumuman hadis: “Sesungguhnya kedua
perkara ini (kain sutra dan emas) haram bagi kaum lelaki dari umatku dan
halal bagi kaum wanitanya.”43
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa Islam mengharamkan
perhiasan bagi laki-laki, salah satunya adalah pemakaian cincin dari emas.
Hal ini telah banyak disebutkan dalam berbagai varian hadis yang melarang
akan hal tersebut. Namun pelarangan bagi kaum Adam tersebut bukan berarti
tanpa alasan. Menurut Yūsuf al-Qaraḍawī, dibalik palarangan tersebut
terdapat hikmah dan pendidikan moral yang tinggi bagi kaum Adam.44
Dalam hal ini, para ulama juga berbeda pendapat tentang sebab-sebab
diharamkannya emas bagi laki-laki. Di antara pendapat tersebut adalah bahwa
emas merupakan simbol kemewahan. Hal ini tentu merupakan suatu
ketidakwajaran apabila laki-laki mengenakannya. Sedangkan pendapat lain
mengatakan bahwa mengenakan emas akan menyerupai pakaian kaum
42
Amīr „Abd al-„Azīz, Uṣūl Fiqh al-Islāmī (Mesir: Dār al-Salām, 1997), h. 703 43
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 32, Lihat pula: Muḥammad bin „Abd al-Raḥmān bin „Abd al-
Raḥīm al-Mabārakfūrī, Tuḥfah al-Aḥwadzī bi Syarḥ Jāmiʻ al-Turmūdzī, Juz 5 (Bairūt: Dār al-
Kutub al-„Ilmiyyah, T.Th), h. 340 44
Muḥammad Yūsuf Qaraḍawī, Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah: Mu‟ammal
Hamidy (Jakarta: Bina Ilmu, 1993), h. 110.
68
musyrik. Adapun al-Syarqawī dalam kitab Fatḥ al-Mabādi‟ menyebutkan
sebab-sebab keharaman laki-laki memakai emas, yaitu akan menimbulkan
sikap congkak dan sombong.45
Pendapat tersebut dikuatkan oleh Muḥammad
al-Ghazālī dengan menyuguhkan sebuah hadis yang menyatakan: “Makanlah
apa yang kau inginkan dan kenakanlah pakaian yang kau inginkan, selama
kau menghindar dari dua hal, yaitu pemborosan dan kesombongan.”46
Menurut Yūsuf al-Qaraḍawī untuk memahami hadis Nabi Saw tersebut,
dapat dengan memperhatikan sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi
diucapkannya suatu hadis, atau terkait dengan suatu „illah tertentu yang
dinyatakan dalam hadis tersebut atau dapat dipahami dari kejadian yang
menyertainya. Hal ini mengingat bahwa hadis Nabi Saw digunakan untuk
menyelesaikan berbagai problem yang bersifat lokal, partikular dan temporal.
Apabila kondisi telah berubah dan tidak ada lagi „illah, maka hukum yang
berkenaan dengan suatu nash akan gugur dengan sendirinya. Hal ini sejalan
dengan kaidah “suatu hukum berjalan seiring dengan „illah-nya, baik dalam
hal ada maupun tidak adanya.” Begitu pula terhadap hadis yang
berlandaskan suatu kebiasaan temporer yang berlaku pada zaman Nabi Saw
dan mengalami perubahan pada masa kini, maka yang dipegangi adalah
maksud yang dikandungnya dan bukan pengertian harfiyahnya.47
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa laki-laki dilarang
memakai cincin emas, sedangkan perempuan dibolehkan untuk
45
„Abd Allāh bin Ḥijazī al-Syarqawī, Fatḥ al-Mabādi‟ Syarḥ Mukhtaṣar al-Zabīdī, Juz
III (Bairut: Dar al-Fikr, 1994), h. 297. 46
Muḥammad al-Ghazālī, Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw: Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual (Bandung: Mizan, 1994), h. 111 47
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Persfektif Muhammad al-
Ghazali dan Yusuf al-Qaradhawi (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 160-161.
69
mengenakannya. Sementara dibalik palarangan tersebut terdapat hikmah dan
pendidikan moral yang tinggi bagi kaum laki-laki.
2. Melarang Mengenakan Cincin di Jari Telunjuk dan Jari Tengah
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzī adalah sebagai berikut:
ث نا سفيان عن عاصم بن كليب عن ابن أب ث نا ابن أب عمر حد عت حد موسى قال سن ألبس عليا ي قول ن هان رسول اللو صلى اللو عليو وسلم عن القسي والميث رة المراء وأ
ا حديث حسن خاتي ف ىذه وف ىذه وأشار إل السبابة والوسطى قال أبو عيسى ىذ 48صحيح وابن أب موسى ىو أبو ب ردة بن أب موسى واسو عامر بن عبد اللو بن ق يس
Telah menceritakan kepadaku Ibn Abī „Umar, telah menceritakan
kepadaku Sufyān dari „Āṣim bin Kulayb dari Ibn Abī Mūsā ia berkata;
Saya mendengar Ali berkata, "Rasulullah Saw telah melarangku untuk
menggunakan al-Qassiy (pakaian yang bahannya bercampur dengan
sutera) dan al-Mītsarah al-Ḥamra‟` (kasur merah yang terbuat dari kain
sutera) serta mengenakan cincin pada jari telunjuk dan jari tengah." Abū
„Īsā berkata; "Ini adalah hadis hasan sahih. Ibn Mūsā adalah Abū Burdah
bin Abī Mūsā, namanya adalah „Āmir bin „Abd Allāh bin Qaīs." (HR.
Al-Tirmidzī)
Fiqh al-Ḥadīts
Dalam memahami hadis larangan memakai cincin di jari telunjuk dan
jari tengah ini, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama memahami
larangan tersebut sebagai larangan yang absolut (ḥaram), dan sebagian ulama
yang lain menganggapnya sebagai larangan makruh. Namun jumhur ulama
fiqh sepakat bahwa larangan memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah
tersebut hanya berlaku untuk laki-laki. Sedangkan untuk perempuan
dibolehkan untuk memakai cincin di jari mana saja. Sebagaimana yang
disebutkan al-Utsaimin dalam al-Syarḥ al-Mumtiʻ bahwa para ulama
membagi hukum memakai cincin di jari-jari menjadi tiga (3) bagian: 1)
48
Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-Tirmidzī al-Darīr,
Sunan al-Tirmidzī, Juz 6, h. 433, No. Hadis: 1708
70
bagian yang disunnahkan, yaitu di jari kelingking. 2) bagian yang
dimakruhkan, yaitu di jari telunjuk dan jari tengah. 3) bagian yang
dimubahkan, yaitu di jari jempol (ibu jari) dan jari manis.49
Hal ini didukung oleh pendapat Imam al-Nawāwī yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa para ulama telah menyepakati tentang sunnah memakai
cincin di jari kelingking bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan dibolehkan
memakai cincin di jari mana saja. Hal tersebut karena mereka (para ulama)
beranggapan bahwa hikmah memakai cincin di jari kelingking adalah agar
cincin jauh dari pengotoran karena penggunaan tangan dibandingkan dengan
jari-jari lainnya. Sehingga Imam al-Nawāwī menganggap larangan memakai
cincin di jari telunjuk dan jari tengah dalam hadis tersebut sebagai larangan
makruh tanzih (tidak sampai haram).50
Dalam hal ini, Yaḥyā bin Mūsā dalam kitab Min Aḥkām al-Khātam
juga sependapat dengan Imam al-Nawāwī yang menyatakan bahwa
pemakaian cincin di jari tengah dan jari telunjuk merupakan perbuatan yang
makruh. Sementara pemakaian cincin di jari manis dan ibu jari tidak
dimakruhkan, karena tidak ada dalil naṣ yang menunjukkan makruh ataupun
haram atas keduanya. Yaḥyā bin Mūsā menegaskan bahwa sesuatu yang
didiamkan sebagai syari‟at, maka hal itu dapat dikatakan mubaḥ.51
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Nabi Saw hanya melarang
penggunaan cincin di jari telunjuk dan jari tengah. Adapun jari manis dan ibu
jari dibolehkan dengan alasan tidak ada dalil yang melarangnya.
49
Muḥammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad al-„Utsaimīn, al-Syarḥ al-Mumtiʻ „Alā Zād al-
Mustaqnaʻ, Jilid 6, h.109 50
Muḥyiddīn Syarf al-Nawāwī, al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14 (Bairūt: Dār Iḥyā‟
al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H), h. 71 51
Yaḥyā bin Mūsā al-Zahrānī, Min Aḥkām al-Khātim, Juz 1, h. 6
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Sunnah Nabi Saw
dalam memakai cincin bermata batu dalam al-kutub al-sittah yakni dengan
membaca do’a sebelum mengenakan cincin, mengenakan cincin yang berbahan
dari perak, mengenakan cincin di tangan kanan atau kiri, mengenakan cincin di
jari kelingking, meletakkan batu cincin ke bagian dalam telapak tangan, dan
menanggalkan cincin (yang bertuliskan nama Allah) ketika masuk ke dalam WC.
Sedangkan hal-hal yang dilarang dalam menggunakan cincin (bagi laki-laki) ialah
mengenakan cincin yang terbuat dari emas dan mengenakan cincin pada jari
telunjuk dan jari tengah.
B. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian yang dibangun untuk menyikapi
penggunaan cincin yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi euforia
batu cincin. Hadis sebagai sumber hukum kedua dalam Islam mempunyai
pengaruh yang signifikan untuk meluruskan penggunaan batu cincin yang
berkembang di kehidupan masyarakat. Penelitian jenis ini juga disarankan agar
dilakukan oleh para mahasiswa khususnya jurusan tafsir hadis agar literatur-
literatur hadis dapat diterapkan agar bermanfaat bagi kehidupan masyarakat
Muslim yang selalu berkembang menghadapi tantangan zaman.
72
DAFTAR PUSTAKA
„Abd Allāh, Muḥammad bin Abī Bakr Ayyūb al-Zarʻī Abū. Zād al-Maʻād Ibn al-
Qayyim al-Jawziyyah. Bairūt: Maktabah al-Manār al-Islāmiyyah, 1986.
Ābadī, Abū al-Ṭayyib Muḥammad Syams al-Ḥaq al-„Azhīm. ‘Aūn al-Maʻbūd, Juz
11. Madinah, al-Maktabah al-Salafiyyah, 1968.
Aḥmad bin Ḥanbal, Abū ʻAbd Allāh. Musnad Aḥmad bin Ḥanbal. Juz 4. Bairut:
„Alim al-Kutub, 1998.
„Aqīl, Muḥsin. al-Aḥjār al-Karīmah: al-Takhattam, al-Khawāṣ, al-Nuqūsy. Iran:
Madīn, 2004.
Al-„Azīz, Amīr „Abd. Uṣūl Fiqh al-Islāmī. Mesir: Dār al-Salām, 1997.
Bank Indonesia, Kerajinan Penggosokkan Intan dan Batu Permata Martapura,
Kalimantan: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan, 2013.
Al-Bukhārī, Abū „Abd Allāh Muḥammad bin Ismāʻīl bin Ibrāhīm. Ṣaḥīḥ al-
Bukhārī. Juz 4. T.Tp: Dār Ṭūq al-Najāh, 1422 H.
Al-Darīr, Abū ʻĪsā Muḥammad ibn Mūsā ibn al-Dahhak al-Sulāmī al-Būghī al-
Tirmidzī. Sunan al-Tirmidzī. Muḥaqqiq: Aḥmad Muḥammad Syākir, dkk.
Bairūt: Dār Iḥyā‟ al-Turāts al-„Arabī, T.Th.
Al-Ghazālī, Muḥammad. Studi Kritis Atas Hadis Nabi Saw: Antara Pemahaman
Tekstual dan Kontekstual. Bandung: Mizan, 1994.
Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya.
Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Al-Mabārakfūrī, Muḥammad bin „Abd al-Raḥmān bin „Abd al-Raḥīm. Tuḥfah al-
Aḥwadzī bi Syarḥ Jāmiʻ al-Tirmidzī, Juz 5. Bairūt: Dār al-Kutub al-
„Ilmiyyah, T.Th.
Magfiroh, Laelatul. “Studi Analisis Hadis tentang Larangan Laki-laki Memakai
Cincin Emas”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN
Walisongo Semarang, 2015.
Mālik, Syaīkh Abū. Ṣaḥīḥ Fiqh al-Sunnah, Jilid 1. T.Tp: Al-Maktabah al-
Taufiqiyah, T.Th.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004.
Al-Munāwī, „Abd al-Ra‟ūf. Fāiḍ al-Qādir, Juz 5. Bairūt: Dār al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1994.
73
Al-Nawāwī, Muḥyiddīn Syarf. al-Minhaj Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim, Juz 14. Bairūt: Dār
Iḥyā‟ al-Tūrats al-„Arabī, 1392 H.
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Al-Qāḍī, Abū „Abd al-Raḥmān Aḥmad bin „Alī ibn Syuʻaīb ibn „Alī ibn Sinān ibn
Bahr al-Khurasānī. Sunan al-Nasā’ī. Bairūt: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah,
1411 H.
Al-Qaraḍawī, Muḥammad Yūsuf. Halal dan Haram dalam Islam, Penerjemah:
Mu‟ammal Hamidy. Jakarta: Bina Ilmu, 1993.
Al-Qaraḍawī, Yūsuf. Halal dan Haram Dilengkapi Takhrij Hadis oleh Syaīkh
Muḥammad Naṣīr al-dīn al-Banī dan Tanggapan Balik Yūsuf Qaraḍawī,
Penerjemah: Abū Saʻid al-Falaḥī dan „Ain al-Rafīq Ṣālih Tamhid. Jakarta:
Robbani Press, 2005.
Al-Qārī, al-Mulā Nūr al-Dīn „Alī bin al-Sulṭān al-Harawī. Jam’u al-Wasā’il fī
Syarḥ al-Syamā’il, T.Tp: Dar al-Aqṣā, T.Th.
Al-Qazwīnī, Abū „Abd Allāh Muḥammad Ibn Yazīd Ibn Mājah al-Rabīʻi. Sunan
Ibn Mājah, Juz 11. Bairut: Dar al-Jil, 1418 H.
Al-Qazwīnī, Abū „Abd Allāh Muḥammad Ibn Yazīd Ibn Mājah al-Rabīʻi. Sunan
Ibn Mājah, Muḥaqqiq: Muḥammad Fuād „Abd al-Bāqī. Juz 11. Bairūt Dār
al-Fikr, T.Th.
Al-Qusyairī, Abū Ḥusain Muslim bin al-Ḥajjāj. Ṣaḥīḥ Muslim. Bairut: Dar al-Jil,
T.Th.
Al-Rāmainī, Muḥammad bin Mufliḥ bin Muḥammad bin Mufrij, Abū „Abd Allāh,
Syams al-Dīn al-Maqdisī. al-Furūʻ wa Taṣḥīḥ al-Furūʻ, Muḥaqqiq: „Abd
Allāh bin „Abd al-Muḥsin al-Turkī, Jilid 1. Muassasah al-Risālah, 2003.
Al-Ṣanʻānī, Muḥammad bin Ismāʻīl al-Amīr al-Kaḥlānī. Subul al-Salām, Jilid 1.
T.Tp: Maktabah Muṣṭafā al-Bābī al-Ḥalbī, 1960M/1379H.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, Jilid
1. Jakarta: Lentera Hati, 2000.
Al-Sijistānī, Abū Dāwud Sulaimān bin al-Asyʻats. Sunan Abī Dāwud. Juz 4.
Bairut: Dār al-Kitab al-„Arabi, T.Th.
Sujatmiko, Potensi Batumulia Indonesia yang Terlupakan. Bandung: Pusat
Promosi Batumulia Indonesia, T.Th.
Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Persfektif Muhammad al-
Ghazali dan Yusuf al-Qaradhawi. Yogyakarta: Teras, 2008.
74
Al-Suyūṭi, Jalāl al-Dīn „Abd al-Raḥman bin Abī Bakr. Al-Ḥāwī li al-Fatāwī fī al-
Fiqh wa ‘Ulūm al-Tafsīr wa al-Ḥadīts wa al-Uṣūl wa al-Naḥw wa al-I’rāb
wa al-Sāir al-Fanūn, Taḥqīq: „Abd al-Laṭīf Ḥasan „Abd al-Rahman. Bairut:
Dar al-Kitab al-„Ilmiyyah, 2000.
Al-Syāfiʻī, Aḥmad bin „Alī bin Ḥajar Abū al-Faḍl al-„Asqalānī. Fath al-Bārī
Syarḥ Saḥīḥ al-Bukhārī, Juz 10. Bairūt: Dār al-Maʻrifah, 1379 H.
Al-Syāfiʻī, Muḥammad Idrīs. al-Umm, Juz 1. Bairut: Dār al-Maʻrifah, 1393 H.
Al-Syarqawī, „Abd Allāh bin Ḥijazī. Fatḥ al-Mabādi’ Syarḥ Mukhtaṣar al-Zabīdī,
Juz III. Bairūt: Dār al-Fikr, 1994.
Taylor, Barbera. Intisari Ilmu Batuan, Mineral, dan Fosil, Penerjemah: Terry
Mart. T.Tp: Erlangga, 2005.
Al-„Utsaimīn, Muḥammad bin Ṣāliḥ bin Muḥammad. Al-Syarḥ al-Mumtiʻ ‘Alā
Zād al-Mustaqnaʻ, Jilid 6. T.Tp: Dār Ibn al-Jawzīy, 1428 H.
Wensinck, Arent Jan. al-Muʻjam al-Mafahras Li Alfāẓ al-Ḥadīts al-Nabawī,
Penerjemah: Muḥammad Fuād „Abd al-Bāqī. Leiden: Brill, 1936.
Al-Yaḥṣibī, al-Qāḍī Abū al-Faḍl „Iyāḍ. Ikmal al-Mu’allim Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim.
T.Tp.T.Th.
Zahrah, Muḥammad Abū. Uṣūl Fiqh. Bairut: Dar al-Fikr, T. Th.
Al-Zahrānī, Yaḥyā bin Mūsā. Min Aḥkām al-Khātim. T.Tp. Tp.Thn.
Zaydān, „Abd al-Karīm. Pengantar Studi Syari’ah: Mengenal Syari’ah Islam
Lebih Dalam, Penerjemah M. Misbah. Jakarta: Robbani Press, 2008.
Website:
Koran Republika Online, www.republika.co.id/ pakar_ perburuan_ batu_mulia_
tak_ merusak_alam_ republika_online.html