Faring

14
ANATOMI FARING Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia dan ruang potensial. Fasia servikal terdirSi atas lapisan jaringan fibrosa yang meliputi organ, otot, saraf dan pembuluh darah yang memisahkan area leher menjadi rangkaian ruang-ruang potensial.Fasia ini dibagi atas fasia servikal superfisial dan fasia servikal profunda yang dipisahkan oleh m. platisma. Fasia servikal superfisial meluas dari perlekatan superiornya di prosesus zygomatikus turun ke area toraks dan aksila yang terdiri atas jaringan subkutan berlemak. Ruang antara fasia servikal superfisial dan profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna. Fasia servikal profunda terbagi menjadi 3 bagian yaitu lapisan luar/superfisial, tengah/media dan dalam/profunda. Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda membungkus seluruh leher meluas dari insersinya di linea nuchae tengkorak ke dada dan area aksila. Anterior ke daerah wajah dan melekat ke klavikula. Lapisan jaringan fibrosa ini membungkus otot sternokleidomastoideus dan masseter serta membungkus kelenjar parotis dan submaksila.Lapisan media dari fasia servikal profunda dibagi atas divisi muskuler dan viseral. Divisi muskuler berada di bawah lapisan superfisial dan membungkus sternohyoid, sternotyroid, tyrohyoid dan omohyoid. Fasia ini

description

Referat

Transcript of Faring

Page 1: Faring

ANATOMI FARING

Secara anatomi leher terdiri dari beberapa fasia dan ruang potensial. Fasia servikal

terdirSi atas lapisan jaringan fibrosa yang meliputi organ, otot, saraf dan pembuluh darah

yang memisahkan area leher menjadi rangkaian ruang-ruang potensial.Fasia ini dibagi atas

fasia servikal superfisial dan fasia servikal profunda yang dipisahkan oleh m. platisma. Fasia

servikal superfisial meluas dari perlekatan superiornya di prosesus zygomatikus turun ke area

toraks dan aksila yang terdiri atas jaringan subkutan berlemak. Ruang antara fasia servikal

superfisial dan profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk

vena jugularis eksterna. Fasia servikal profunda terbagi menjadi 3 bagian yaitu lapisan

luar/superfisial, tengah/media dan dalam/profunda.

Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda membungkus seluruh leher meluas dari

insersinya di linea nuchae tengkorak ke dada dan area aksila. Anterior ke daerah wajah dan

melekat ke klavikula. Lapisan jaringan fibrosa ini membungkus otot sternokleidomastoideus

dan masseter serta membungkus kelenjar parotis dan submaksila.Lapisan media dari fasia

servikal profunda dibagi atas divisi muskuler dan viseral. Divisi muskuler berada di bawah

lapisan superfisial dan membungkus sternohyoid, sternotyroid, tyrohyoid dan omohyoid.

Fasia ini melekat di os hyoid, kartilago tyroid, sternum, klavikula dan skapula. Divisi viseral

melingkupi area visera anterior leher termasuk kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Lapisan

profunda dari fasia servikal profunda membentuk cincin dengan pembuluh-pembuluh darah

besar di luar cincin tersebut serta saraf frenikus didalamnya.

Dari berbagai lapisan fasia servikal dan sepanjang perjalanannya mengadakan perlekatan

ke berbagai struktur di leher akan membentuk beberapa ruang potensial. Tulang hyoid

merupakan struktur penting yang membatasi penyebaran infeksi daerah leher dan merupakan

landmark yang reliabel saat melakukan tindakan pembedahan dalam mengatasi abses leher

dalam. Ruang potensial di leher dibagi menjadi 3 yaitu : 1.ruang yang melibatkan seluruh

panjang leher yang terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang

prevertebra; 2. ruang di atas tulang hyoid (ruang suprahyoid) terdiri dari ruang submandibula,

Page 2: Faring

ruang parafaring, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang temporal dan ruang parotis; 3.

ruang dibawah tulang hyoid (ruang infrahyoid) mencakup ruang visera anterior.

 

Potongan sagital kepala dan leher.

Ruang parafaring disebut juga sebagai ruang faringomaksila, ruang faringeal lateral atau

ruang perifaring. Ruang ini berbentuk kerucut terbalik dengan dasarnya pada bagian superior

di dasar tengkorak dan puncaknya pada inferior tulang hyoid. Batas ruang ini adalah dasar

tengkorak di bagian superior (pars petrosus os temporal dan ossphenoid), os hyoid di inferior,

rafe pterygomandibular di anterior, fasia prevertebra di posterior, fasia bukofaringeal di

medial dan lapisan superfisial fasia servikal profunda yang meliputi mandibula, pterygoid

medial dan parotis di lateral.

Ruang parafaring berhubungan dengan beberapa ruang leher dalam termasuk ruang

submandibula, ruang retrofaring, ruang parotis dan ruang mastikator. Ruang parafaring

Page 3: Faring

dibagi menjadi 2  bagian yang tidak sama besarnya oleh prosesus styloid menjadi

kompartemen anterior atau muskuler atau prestyloid dan komponen posterior atau

neurovaskuler atau post styloid. Ruang prestyloid berisi lemak, otot, kelenjar limfe dan

jaringan konektif serta dibatasi oleh fossa tonsilar di medial dan pterygoid medial di sebelah

lateral. Ruang poststyloid berisi a. karotis interna, v. jugularis interna, n. vagus yang

dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis dan saraf kranialis IX, X, XII.

Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh suatu lapisan yang tipis.

FISIOLOGI FARING

Fungsi faring terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara danartikulasi. Proses

penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, gerakan makanan dari mulut ke faring secara

volunter. Tahap kedua transport makanan melalui faring, dan tahap ketiga, jalannya bolus

melalui esophagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya adalah :

pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum

molle mendorong bolus ke orofaring. Otot suprahyoid berkontraksi, elevasi tulang hyoid dan

laring, dan dengan demikian membuka hipofaring dan sinus piriformis. Secara bersamaan m.

laryngis intrinsik berkontraksi dengan gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi.

Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan ke bawah melalui

orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus

dibawa melalui introitus esophagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan

otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltic dibantu oleh gaya berat,menggerakan makanan

melalui esophagus dan masuk ke lambung

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan

faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum molle ke arah dinding belakang

faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula otot

salpingofaring dan otot palatofaring, kemudian otot levator velipalatine bersama-sama otot

konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan nasofaring otot levator veli palatine

menarik palatum molle ke atas belakang hamper mengenai dinding posterior faring. Jarak

yang tersisa ini diisi oleh tonjolan passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat

2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan otot palatofaring

Page 4: Faring

(bersama otot salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif otot konstriktor faring suoerior.

Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.

ABSES PARAFARING

DEFINISI

Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalm ruang parafaring.

EPIDEMIOLOGI

Terdapat 33 kasus abses leher dalam selama Januari 1991-Desember 1993 di bagian THT

FK-UI/RSUPN-CM, usia berkisar antara 15-35 tahun terdiri dari 20 pasien laki-laki dan 13

wanita. Parhiscar dan Har-El (2001) melakukan penelitian retrospektif pada 210 kasus abses

leher dalam dari tahun 1991-1998. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan jumlah kasus

abses parafaring menempati urutan pertama (43%) diikuti abses submandibular (28%), Ludwig

Angina (17%) dan abses retrofiring (12%). Didepartemen KTHT-KL RSMH periode 1 Januari

2008- 31 Desember 2010 didapatkan 8 infeksi leher dalam yang terdiri dari 1 abses parafaring

(12,5%), 1 abses peritonsil (12,5%), 2 abses retrofiring (25%) dan 4 abses submandibular (50%).

Periode 1 Januari-31 Agustus 2011 terdapat 7 infeksi leher dalam yaitu 1 Ludwig Angina

(14,3%) dan 7 abses submandibular (85,7%).

Di bagian THT-KL Rumah Sakit dr.M.Djamil Padang selama 1 tahun terakhir (Oktober

2009 sampai September 2010) didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang. Abses peritonsil

11 (32%) kasus, abses submandibular 9 (26%) kasus, abses parafaring 6 (18%) kasus, abses

retrofiring 4 (12%) kasus, abses masticator 3 (9%) kasus, abses pretrakeal 1 (3%)

ETIOLOGI

Sebelum ditemukan antibiotika, tujuh puluh persen dari kasus abses dalam disebabkan

oleh penyebaran infeksi yang berasal dari faring dan tonsil. Setelah ditemukan antibiotika,

infeksi gigi merupakan sumber terbanyak yang menyebabkan abses leher dalam. Pada 20%

kasus tidak ditemukan sumber infeksinya.

Page 5: Faring

Ruang parafaring dapat mengalami infeksi secara :

1.Langsung akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi dengan anastesi lokal;

2. Proses supurasi kelenjar limfe bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,

mastoid dan vertebra servikalis;

3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.

Berdasarkan bakteri penyebab sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh

campuran berbagai jenis kuman baik aerob maupun anaerob. Golongan aerob penyebab

terbanyak adalah kuman Streptokokus, Stapilokokus, Dipteroides dan Neisseria. Golongan

anaerob penyebab tersering adalah Bakteroides, Peptostreptokokus,Eubakterium,

Fusobakterium dan Pseudomonas.

PATOFISIOLOGI

Infeksi yang bersumber dari gigi dapat menyebar ke jaringan sekitar dan membentuk

abses sublingual, submental, submandibula, mastikator atau parafaring. Dari gigi anterior

sampai M1 bawah biasanya yang mula-mula terlibat adalah ruang sublingual dan submental.

Bila infeksi dari M2 dan M3 bawah, ruang yang terlibat dulu adalah submandibula. Hal ini

disebakan posisi akar gigi M2 dan M3 berada di bawah garis perlekatan m. milohiod pada

mandibula sedang gigi anterior dan M1 berada diatas garis perlekatan tersebut.

Infeksi leher dalam merupakan selulitis flegmonosa dengan tanda-tanda setempat yang

sangat mencolok atau menjadi tidak jelas karena tertutup jaringan yang melapisinya.

Seringkali dimulai pada daerah prastiloid sebagai suatu selulitis, jika tidak diobati akan

berkembang menjadi suatu thrombosis vena jugular interna. Abses dapat mengikuti m.

stiloglosus ke dasar mulut dimana terbentuk abses. Infeksi dapat menyebar dari anterior ke

bagian posterior, dengan perluasan ke bawah sepanjang sarung pembuluh-pembuluh darah

besar, disertai oleh trombosis v. jugular atau suatu mediastinitis. Infeksi dari bagian posterior

Page 6: Faring

akan meluas ke atas sepanjang pembuluh-pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi

intrakranial atau erosi a. karotis interna.

GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda ialah trismus, indurasi atau pebengkakan di sekitar angulus mandibular,

demam tinggi, odinofagia, torticollis. Jika infeksi meluas dari faring ke ruang ini, pasien akan

menunjukkan trismus yang jelas. Hal ini disebabkan karena kompartemen prestyloid terdapat

kompartemen otot yang berdekatan dengan fossa tonsilaris secara medial dan m.ptyerigoid

interna. Sedangkan dinding faring lateral akan terdorong ke medial, seperti pada abses

peritonsilaris. Infeksi ini sebaiknya selalu dilakukan drainase melalui insisi vertical. Dalam

melakukan insisi drainase abses peritonsilar harus dilakukan palpasi karena palpasi daerah

tersebut dapat menunjukkan adanya aneurisma dari a.karotid interna. Penbengkakan di

dinding lateral orofaring tanpa adanya inflamasi akut dan trismus tidak selalu merupakan

abses parafraing atau peritonsil, namun harus dicurigai tumor atau aneurisma. Penyebab

infeksi saluran pernafasan mungkin sudah terjadi resolusi ketika pasien dating sehingga

anamnesa onset kejadian penting.

DIAGNOSIS

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Diagnosis abses parafaring ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik.

Gejala klinis berupa demam, nyeri pembengkakan di sekitar angulus mandibula,

pembengkakan dinding lateral faring hingga menonjol ke arah medial.

2. Pemeriksaan Penunjang 1

Pemeriksaan penunjang berupa foto polos jaringan lunak leher dan tomografi komputer.

Foto jaringan lunak leher antero-posterior dan lateral merupakan prosedur diagnostik yang

penting.

Page 7: Faring

Pada pemeriksaan foto jaringan lunak leher pada kedua posisi tersebut dapat diperoleh

gambaran deviasi trakea, udara di daerah subkutis, cairan di dalam jaringan lunak dan

pembengkakan daerah jaringan lunak leher.

Keterbatasan pemerikasaan foto polos leher adalah tidak dapat membedakan antara

selulitis dan pembentukan abses. Pemeriksaan foto toraks dapat digunakan

untuk mendiagnosis adanya edema paru, pneumotoraks, pneumomediastinum atau

pembesaran kelenjar getah hilus. Pemeriksaan tomografi komputer dapat membantu

menggambarkan lokasi dan perluasan abses. Dapat ditemukan adanya daerah densitas

rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema jaringan lunak di

sekitar abses.

Pemeriksaan kultur dan tes resistensi dilakukan untuk mengetahui jenis kuman

dan pemberian anitbiotika yang sesuai.

PENATALAKSANAAN

Untuk terapi diberi antibiotic dosis tinggi secara parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob.

Biakan kuman membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan

harus segera diberikan. Sebelum hasil kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan antibiotic kuman

areob dan anaerob secara empiris. Dari sebuah penelitian melaporkan pemberian antibiotic kombinasi

pada abses leher dalam, yaitu : Kombinasi penisislin G, klindamisin dan gentamisin, kombinasi

ceftriaxone dan klindamisin, kombinasi ceftriaxone dan metronidazole, kombinasi cefuroxime dan

klindamisin, kombinasi penislin dan metronidazole masing-masing didapatkan angka perlindungan

(keberhasilan) 67,4%, 76,4%, 70,8%, 61,9%. Secara empiris kombinasi eftriaxone dengan metronidazole

masih cukup baik.

Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak ada perbaikan dengan antibiotic 24-48 jam

dengan cara eksplorasi dalam narcosis. Cara melalui insisi dari intraoral dan atau insisi estranasal.

Jika terdapat pus, tidak ada cara lain kecuali dengan evakuasi bedah. Sebelumnya diperlukan

istirahat di tempat tidur, kompres panas untuk menekan lokalisasi abses. Terapi antimikroba sangat perlu,

akan lebih baik jika disesuaikan dengan tes sensitivitas, biakan dan pewarnaan gram dari pus yang

diambil.

- Insisi intraoral dilakukan jika timbul penonjolan kedalam faring. Dilakukan anestesi sebelum

tindakan dan dilanjutkan dengan insisi dan drainase. Insisi intraoral dilakukan pada dinding

Page 8: Faring

lateral faring. Dengan memakai klem arteri eksplorasi dilakukan menembus m.konstriktor

faring superior ke dalam ruang parafaring anterior. Insisi intraoral dilakukan bila perlu dan

sebagai terapi tambahan terhadap insisi eksterna.

- Insisi ekstranasal dilakukan jika suatu abses menonjol ke luar atau tampak pembengkakan

yang jelas insisi dilakukan dua setengah jari di bawah dan sejajar mandibular. Secara tumpul

eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.sternokleidomasteodeus kearah atas belakang

menyusuri bagian medial mandibular dan m.pterigoid interna mencapai ruang parafaring

dengan terabanya prossesus stiloid. Bila nanah terdapat dalam selubung karotis, insisi

dilakukan vertical dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan

m.sternokleidomastoideus (cara Mosher)

Drainase dapat dilakuakan melalui suatu insisi kecil pada daerah yang berfluktuasi atau diatas

bagian yang paling menonjol dari pembengkakan. Suatu cunam melengkung dimasukan kedalam

ruang abses tersebut, kemudian secara hati-hati diperluas dengan merenggangkan cunam. Suatu

insisi lain boleh dilakukan untuk menjaga drainase. Drain dipasang dan dijahit. Jika ditemukan

suatu kavitas yang besar, sekitar drain boleh dimasukan tampon longgar dengan kassa iodoform.

Kassa dikeluarkan setelah 1-2 hari, sedangkan drain didiamkan selama 1 minggu.

Patokan yang harus diingat jika diperluan suatu eksplorasi bedah adalah kartilago krikoid,

ujung kornu mayor os hyoid, prosesus stiloid, tepi dalam M.Sternokleidomastoideus, dan bila

perlu diseksi diteruskan ke venter posterior M.Digastrikus

KOMPLIKASI

Proses peradangan dapat meluas secara hematogen, limfogen, atau langsung

(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Penjalaran dapat mengakibatkan peradangan

intrakranial, sedangkan ke bawah melalui sepanjang bungkus arteri karotis ke

mediastinum.

Abses ini dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah jika pembuluh

darah karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi rupture sehingga terjadi perdarahan yang

hebat. Jika pembuluh darah kecil yang terkena, terjadilah periflebitis atau endoflebitis

sehingga timbul tromboflebitis dan septisemia.

Page 9: Faring