FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN … · 2009. 3. 19. · penyebab layu pada tanaman...

41
LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN DASAR (LITSAR) UNPAD PEMANFAATAN LIMBAH KAYU KIHIYANG (Albizzia procerra Benth.) DAN MERANTI (Shorea leprosula Miq.) UNTUK MENGENDALIKAN Sclerotium rolfsii Sacc. PENYEBAB PENYAKIT LAYU PADA TANAMAN KEDELAI Oleh: Sri Hartati, SP. MSi. Rika Meliansyah, SP. Lindung Tri Puspasari, SP. Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2007 Berdasarkan SPK No. 251.E/J06.14/LP/PL/2007 Tanggal 2 April 2007 LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN NOVEMBER 2007

Transcript of FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN … · 2009. 3. 19. · penyebab layu pada tanaman...

  • LAPORAN PENELITIAN PENELITIAN DASAR (LITSAR) UNPAD

    PEMANFAATAN LIMBAH KAYU KIHIYANG

    (Albizzia procerra Benth.) DAN MERANTI (Shorea leprosula Miq.) UNTUK MENGENDALIKAN Sclerotium rolfsii Sacc. PENYEBAB PENYAKIT

    LAYU PADA TANAMAN KEDELAI

    Oleh:

    Sri Hartati, SP. MSi. Rika Meliansyah, SP.

    Lindung Tri Puspasari, SP.

    Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2007

    Berdasarkan SPK No. 251.E/J06.14/LP/PL/2007 Tanggal 2 April 2007

    LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

    FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

    NOVEMBER 2007

  • LAPORAN AKHIR PENELITIAN DASAR (LITSAR) UNPAD

    SUMBER DANA DIPA UNPAD TAHUN ANGGARAN 2007

    1. a. Judul Penelitian : Pemanfaatan Limbah kayu Kihiyang (Albizzia procerra Benth.) dan Meranti (Shorea leprosula Miq.) untuk Mengendalikan Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai

    b. Macam Penelitian : Pengembangan c. Kategori : 2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Sri Hartati, SP. MSi. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Pangkat : Penata Muda Tk-I/III-b/132 316 906 d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli e. Fakultas/Jurusan : Pertanian/Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan f. Bidang ilmu yang diteliti: Fitopatologi 3. Jumlah Tim Peneliti : 3 orang 4. Lokasi Penelitian : Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan

    Penyakit Tumbuhan UNPAD dan Laboratorium Kimia Hasil Hutan Jurusan Tekhnologi Hasil Hutan IPB

    5. Jangka Waktu Penelitian : 8 bulan 6. Biaya Penelitian : Rp. 5000.000,- (Lima juta rupiah)

    Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

    Prof. Dr. Hj. Yuyun Yuwariah AS, Ir., MS. NIP. 130 524 003

    Bandung, 15 November 2007 Ketua Peneliti Sri Hartati, SP. MSi. NIP. 132 316 906

    Menyetujui : Ketua Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran,

    Prof. Oekan S. Abdoellah, MA., Ph.D NIP. 130 937 900

  • i

    ABSTRAK

    Percobaan dilakukan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif kulit kayu kihiyang (Albizzia procerra Benth) dan Meranti (Shorea leprosula Miq) serta pengaruh zat ekstraktif tersebut dalam menekan pertumbuhan Sclerotium rolfsii penyebab layu pada tanaman kedelai. Percobaan dilaksanakan dari bulan Pebruari sampai September 2007. Metode percobaan dilakukan secara in vitro, menggunakan rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (Faktorial RAL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan untuk masing-masing kulit kayu. Faktor yang dibandingkan adalah fraksi terlarut (n-heksan, etil eter, etil asetat dan residu) dan konsentrasi ekstrak (1%, 2%, 3%, 4% dan kontrol). Pengamatan dilakukan terhadap variabel penghambatan pertumbuhan S. rolfsii, jumlah sklerosia dan daya kecambah sklerosia. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh fraksi terlarut dan konsentrasi terhadap penghambatan pertumbuhan jamur baik dari kulit kayu kihiyang maupun meranti. Akan tetapi, ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan dengan kihiyang. Fraksi etil asetat dari ekstrak kulit kayu meranti merupakan fraksi yang paling aktif terhadap jamur S. rolfsii. Pembentukan sklerosia pada beberapa perlakuan lebih cepat dibandingkan dengan kontrol dan pada umumnya perlakuan tidak menghambat perkecambahan sklerosia. Kata kunci : Albizzia procerra, Shorea leprosula, Sclerotium rolfsii, daya hambat,

    sklerosia

  • ii

    ABSTRACT

    The experiment was hold to know the content of extractive from kihiyang bark (Albizzia procerra Benth) and Meranti bark (Shorea leprosula Miq) and to know the influence of that extractives to suppress the growth of Sclerotium rolfsii causing wilt at soybean. The experiment was done from February until September 2007. Experiment methode was done by in vitro, using factorial design in complete random design by 2 factors and 3 replications for each wood. Factor that was compared was soluble fraction (n-heksan, etil eter, etil asetat and residu) and concentration of extract (1%, 2%, 3%, 4% and control). Observation was done towards variables that suppressed the growth S. rolfsii, the amount of sklerosia and viability of sklerosia.

    Experiment result showed that there was influenced of soluble fraction and concentration of extractive toward suppression of fungus growth, from both of kihiyang bark and meranti bark. Although, meranti bark extract suppress the growth of fungy more than kihiyang. Etil asetat fraction from meranti bark was the most active toward funguf of S. rolfsii. Formation of sklerosia at several treatment was faster than control. Usualy, treatment was not suppressed sklerosia seedling. Keywords: Albizzia procerra, Shorea leprosula, Sclerotium rolfsii, suppression,

    sklerosia

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur senantiasa tercurah ke hadirat Allah SWT, karena atas

    limpahan rahmat dan hidayahnya Laporan Akhir Penelitian dengan judul ”

    Pemanfaatan Limbah Kayu Kihiyang (Albizzia procerra Benth) dan Meranti

    (Shorea leprosula Miq) untuk Mengendalikan Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab

    Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai” dapat terselesaikan.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif kulit kayu

    Kihiyang dan meranti serta pengaruh zat ekstraktif tersebut dalam menekan

    pertumbuhan S. Rolfsii penyebab penyakit layu pada tanaman kedelai.

    Kami berharap bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik untuk

    dunia keilmuan maupun untuk kegiatan praktek dan aplikasi di lapangan. Namun

    demikian, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan

    ini baik isi maupun bahasanya, sehingga saran dan kritik yang membangun demi

    penyempurnaan laporan ini sangat kami harapkan.

    Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

    membantu terlaksananya penelitian ini sampai terselesaikannya laporan ini.

    Bandung, November 2007

    Tim Peneliti

  • iv

    DAFTAR ISI

    Halaman ABSTRAK.................................................................................................. i ABSTRACT............................................................................................... ii KATA PENGANTAR............................................................................... iii DAFTAR ISI.............................................................................................. iv DAFTAR TABEL...................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1 1.1. Latar Belakang................................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah......................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3 2.1. Jamur Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab Penyakit Layu pada

    Tanaman Kedelai............................................................................. 3

    2.2. Keawetan Alami Kayu................................................................... 4 2.3. Zat Ekstraktif.................................................................................. 5 2.4. Kulit Kayu...................................................................................... 6 2.5. Sifat Pestisidal Kayu Kihiyang dan Meranti.................................. 6 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN............................. 8 3.1. Tujuan Penelitian............................................................................. 8 3.2. Manfaat Penelitian........................................................................... 8 BAB IV METODE PENELITIAN........................................................... 9 4.1. Tempat dan Waktu.......................................................................... 9 4.2. Bahan dan Alat................................................................................ 9 4.3. Metode Penelitian............................................................................ 9 4.3.1. Persiapan Sampel................................................................. 9 4.3.2. Proses Ekstraksi…………………………………………… 9 4.3.3. Penentuan Kadar Zat Ekstraktif…………………………... 11 4.3.4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak…………………. 12 4.3.5. Isolasi Jamur S. rolfsii dan Perbanyakan…………….......... 12 4.3.6. Pengujian Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan

    Jamur……………………………………………………... 12

    4.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik…………………….. 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………… 14 5.1. Presentase Kandungan Zat Ekstraktif……………………………. 14 5.2. Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur

    S. rolfsii……………....................................................................... 16

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 22 6.1. Kesimpulan...................................................................................... 22 6.2. Saran................................................................................................ 22

  • v

    DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 23 LAMPIRAN............................................................................................... 25

  • vi

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Kandungan Zat Ekstraktif Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti.................................................................................................

    14

    Tabel 2. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. Rolfsii pada Beberapa Fraksi pada Hari ke-7..........................................................................

    16

    Tabel 3. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. Rolfsii pada Beberapa Konsentrasi pada Hari ke-7.................................................................

    17

    Tabel 4.Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. Rolfsii dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrk Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7.................

    18

    Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. Rolfsii pada Hari ke-14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi................................................................................

    20

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Koloni Jamur S. Rolfsii dan Gejala Layu yang Ditimbulkannya pada Tanaman Kedelai..................................................................

    4

    Gambar 2. Grafik Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. Rolfsii dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrk Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7.....

    19

    Gambar 3. Grafik Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. Rolfsii pada Hari ke-14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Taraf Konsentrasi.......................................................... 21

  • viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Pertumbuhan Jamur S. Rolfsii pada Hari ke-7 dengan Perlakuan Beberapa Fraksi Terlarut Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Konsentrasi....................

    25

    Lampiran 2. Persen Penghambatan Beberapa Fraksi Terlarut Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada Beberapa Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Hari ke-7......................................

    26

    Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii……….... 27

    Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii…………

    27

    Lampiran 5. Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Media PDA dengan Perlakuan Beberapa Jenis Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti Pada Beberapa Konsentrasi…………… 28

    Lampiran 6. Personalia Tenaga Peneliti…………………………………….. 29

  • BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii Sacc.,

    merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kedelai yang dapat

    menurunkan hasil sampai 75% bahkan dapat menyebabkan gagal panen

    (Sudantha, 1997). Salah satu komponen PHT yang mempunyai prospek untuk

    dikembangkan adalah pestisida nabati.

    Penggunaan beberapa jenis ekstrak nabati merupakan salah satu alternatif

    pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan sebagai pengganti

    pestisida sintesis (Prijono, 1983). Potensi tumbuhan sebagai pestisida nabati

    disebabkan kandungan zat ekstraktif yang ada pada bagian kayu maupun non kayu

    yang bersifat racun terhadap organisme perusak tumbuhan tersebut (Syafii et al.,

    1987). Eksplorasi sifat pestisidal pada tumbuhan memiliki peluang yang sangat

    besar mengingat negara Indonesia yang kaya akan sumber daya hutan. Sementara

    itu, pemanfaatan sumber daya hutan melalui pengolahan kayu yang akhir-akhir ini

    meningkat, telah menimbulkan antara lain adanya limbah. Kulit kayu sebagai

    salah satu limbah industri kayu sangat berpotensi sebagai bahan pestisida nabati.

    Kihiyang (Albizzia procerra) merupakan jenis pohon dari famili

    Leguminoceae yang memiliki kelas awet II dengan kadar tanin 16,02%

    (Martawijaya, et al., 1983). Kulit kayu kihiyang dapat digunakan sebagai racun

    ikan dan obat baik untuk binatang maupun manusia. Selain Leguminoceae,

    Dipterocarpaceae merupakan famili yang anggotanya menghasilkan kayu bernilai

    tinggi dan menghasilkan damar, getah dan minyak. Famili ini juga telah dikenal

    resisten terhadap serangan biologis (Sen-Sarma dan Chaterjee,1968 dalam

    Richardson et al., 1989). Salah satu genus Dipterocarpaceae adalah Shorea atau

    dikenal dengan sebutan kelompok meranti.

    Laporan mengenai sifat pestisidal dari kulit kayu kihiyang (A. procerra)

    dan meranti (S. leprosula) masih terbatas pada sifat insektisidalnya, sifat

    fungisidal dari kedua ekstrak kulit kayu ini masih belum banyak dilaporkan.

    Ekstrak kulit kayu kihiyang yang difraksinasi dengan pelarut n-heksan

    memberikan pengaruh yang tinggi terhadap kematian rayap Coptotermes

    curvignatus (Intansari, 2006) dan hasil uji hayati pendahuluan Nicolaus et al.

  • (1996) menunjukkan bahwa ekstrak kulit S. leprosula mengandung senyawa

    golongan terpenoid dan menyebabkan mortalitas rayap yang tinggi.

    Dalam rangka pemanfaatan limbah industri pengolahan kayu berupa kulit

    kayu dan pengembangan pestisida nabati dalam menekan S. rolfsii penyebab

    penyakit layu pada tanaman kedelai dari beberapa tumbuhan yang memiliki

    potensi pestisidal, maka perlu dilakukan penelitian yang terkait dengan hal

    tersebut.

    1.2. Perumusan Masalah

    Salah satu faktor pembatas yang dapat menghambat produksi tanaman

    kedelai adalah adanya serangan jamur S. rolfsii yang dapat menimbulkan penyakit

    layu pada tanaman kedelai. Penggunaan pestisida nabati merupakan salah satu

    alternatif dalam pengendalian penyakit tumbuhan yang ramah lingkungan.

    Beberapa tanaman keras telah dilaporkan memiliki sifat pestisidal karena

    kandungan zat ekstraktif dalam kayunya. Zat ekstraktif yang terkandung dalam

    kayu juga terkandung dalam kulit dengan konsentrasi yang berbeda. Pemanfaatan

    kulit kayu yang merupakan salah satu limbah industri kayu, dewasa ini belum

    maksimal. Kulit kayu hanya terbatas penggunaannya untuk bahan bakar dan filler

    pada perekat. Sementara itu, di dalam kulit kayu terkandung zat ekstraktif yang

    belum tereksplorasi penggunaannya. Untuk tercapainya tujuan pengendalian

    penyakit tanaman yang ramah lingkungan dan pemanfaatan limbah kayu, maka

    perlu dilakukan penelitian yang terkait dengan hal tersebut. Oleh karena itu, dapat

    dirumuskan masalah apakah ekstrak limbah kayu berupa kulit meranti

    (S. leprosula) dan kihiyang (A. procerra) dapat menekan S. rolfsii Sacc. penyebab

    layu pada tanaman kedelai.

  • BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Jamur Sclerotium rolfsii sacc. Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Kedelai

    Penyakit layu yang disebabkan oleh jamur S. rolfsii merupakan penyakit

    yang umum terdapat pada tanaman kedelai (Semangun, 1991). Penyakit ini sering

    juga disebut sebagai penyakit busuk pangkal batang atau busuk Sclerotium,

    karena menimbulkan pangkal batang membusuk. Pada tanaman kedelai, jamur

    S. rolfsii juga dapat menyerang daun, tangkai dan polong apabila kondisi sangat

    lembab (Takaya dan Sudjono, 1987).

    Dalam lingkungan yang lembab, jamur S. rolfsii membentuk miselium

    tipis, berwarna putih, teratur seperti bulu pada pangkal batang dan permukaan

    tanah di sekitarnya. Pada miselium ini, kelak akan terbentuk banyak butir-butir

    kecil, berbentuk bulat atau jorong dengan permukaan yang licin. Butiran-butiran

    kecil ini mula-mula berwarna putih, kemudian menjadi coklat muda sampai coklat

    tua. Butiran ini dinamakan sklerotium. Sklerotium berperan sebagai alat

    bertahannya jamur karena memiliki sifat yang sangat tahan terhadap lingkungan

    yang tidak mendukung (Agrios, 1997).

    S. rolfsii adalah jamur yang polifag yaitu dapat menyerang bermacam-

    macam tanaman, antara lain kedelai, kacang tanah, tembakau, cabai dan terong

    (Sunardi, 1988). Selain menyebabkan layu, Wahyuni dan Wiwiek (1979)

    melaporkan bahwa S. rolfsii dapat menyebabkan busuk akar rimpang kunyit di

    pembibitan dan penyebab damping off pada beberapa tanaman.

    Dalam sistem klasifikasi, S. rolfsii dimasukan dalam filum

    Deuteromycota, kelas Agonomycetes, karena jamur ini tidak diketemukan spora

    seksual maupun aseksualnya atau disebut dengan miselia sterilia (Alexopoulos

    dan Mims, 1979). Akan tetapi, di daerah subtropics jamur dapat membentuk

    basidiospora dan termasuk Corticium.

  • Gambar 1. Koloni Jamur S. rolfsii dan Gejala Layu yang ditimbulkannya pada Tanaman Kedelai

    2.2. Keawetan Alami Kayu

    Keawetan alami kayu diartikan sebagai ketahanan kayu terhadap serangan

    unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut, dan

    makhluk lainnya yang di ukur dalam jangka waktu tahunan. Keawetan kayu

    disebabkan oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif}yang merupakan

    unsur beracun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif pada kayu mulai terbentuk disaat

    kayu gubal berubah menjadi kayu teras. Oleh karena itu, kayu teras pada semua

    jenis umumnya lebih awet dibandingkan dengan kayu gubal (Dumanauw 2003).

    Syafii (1996) menyatakan bahwa factor-faktor yang berpengaruh

    taerhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan factor perusak yaitu factor luar

    dan factor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu

    tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia

    dari kayu yang bersangkutan. Keawetan alami kayu disebabkan oleh adanya

    komponen bioaktif yang bersifat racun dan secara kimia mampu menahan

    serangan organisme perusak kayu. Dalam sifat keawetan kayu, yang paling

    berperan adalah zat ekstraktif, bukan berat jenis kayu. Selain berada dalam

    rongga sel, zat ekstraktif juga berada dalam dinding sel kayu. Oleh karena itu,

    keberadaan zat ekstraktif dalam dinding sel bisa memberikan kontribusi terhadap

    nilai berat jenis kayu.

  • 2.3. Zat Ekstraktif

    Zat ekstraktif didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang dapat di

    ekstrak dari kayu atau kulit dengan pelarut polar dan non polar (Hillis, 1978

    dalam Falah, 2001). Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding

    sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Zat ekstraktif terdiri dari

    bermacam-macam bahan yang tidak termasuk bagian dari dinding sel. Komponen

    ini mempunyai nilai yang penting antara lain kayu menjadi tahan terhadap

    serangan jamur dan serangga, memberi bau, rasa, warna pada kayu.

    Zat ekstraktif dapat dipisahkan dengan uap (dihasilkan kelompok dari

    hidrokarbon, asam-asam aldehid dan alkohol), dengan eter panas (dihasilkan

    asam-asam lemak, asam-asam damar, lemak dan sterol) dengan alkohol panas

    (dihasilkan tannin, zat-zat warna, fenol dan bahan-bahan larut air) dan dengan air

    (dihasilkan alkohol siklik, polisakarida, dengan berat molekul rendah dan garam-

    garam) (Sofyan et al., 1977 dalam Falah 2001).

    Pada umumnya Zat ekstraktif adalah zat yang mudah larut dalam pelarut

    seperti eter, alkohol, bensin dan air. Banyaknya zat ekstraktif rata-rata 3-8 % dari

    berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya minyak-minyak resin, lilin, lemak,

    tannin, gula, pati dan zat warna (Dumanaw, 2003).

    Menurut Sjostrom (1981) zat ekstraktif digolongkan kedalam 3 sub grup

    yaitu:

    1. Komponen alifatik (lemak dan lilin)

    2. Terpena dan terpenoid

    3. Senyawa fenolik

    Dumanaw (2003) menyatakan bahwa zat ekstraktif memiliki peranan

    dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa

    sesuatu jenis kayu, dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu, dapat

    digunakan sebagai bahan industri, dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan

    mengakibatkan kerusakan pada alat-alat pertukangan.

    Zat ekstraktif yang bersifat racun menyebabkan ketahanan terhadap

    pelapukan kayu. Hal ini dibuktikan bahwa ekstrak dari kayu teras lebih bersifat

    racun daripada ekstrak dari kayu gubal pada pohon yang sama. Serta, ketahanan

  • terhadap pelapukan kayu teras akan berkurang jika diekstraksi dengan air panas

    atau dengan pelarut organik (Syafii et al., 1987).

    2.4. Kulit Kayu

    Kulit kayu merupakan jaringan batang pohon yang penting setelah kayu.

    Kulit kayu menempati sekitar 10-12% dari batang tergantung pada spesies dan

    kondisi tumbuhan. Pada keseluruhan pohon, bagian kulit kayu yang paling tinggi

    adalah cabang dengan nilai 20-35%.

    Kulit pada umumnya lebih kaya akan mineral dari pada kayu. Frekuensi

    unsur juga berbeda dengan kayu. Unsur utama kulit adalah kalsium (82-95%),

    kalium dan magnesium menempati urutan yang kedua. Kandungan kalsium yang

    tinggi disebabkan oleh adanya kristal kalsium oksalat yang terdapat dalam sel tipis

    dan parenkim longitudinal, dimana bahan ini menempati sebagian besar lumina.

    Kulit kayu tersusun atas beberapa tipe sel dan strukturnya kompleks bila

    dibandingkan dengan kayu. Secara kasar kulit kayu dapat dibagi menjadi kulit

    bagian luar dan bagian dalam. Komponen-komponen utama kulit dalam adalah

    unsur-unsur tapisan, sel-sel parenkim. Unsur-unsur tapisan berfungsi melakukan

    transportasi cairan dan makanan ke seluruh bagian-bagian tanaman. Kulit luar

    terutama terdiri dari periderm atau lapisan-lapisan gabus melindungi jaringan-

    jaringan kayu terhadap kerusakan mekanik dan menjaganya dari organisme-

    organisme perusak kayu, variasi suhu dan kelembaban (Fengel dan Wegener,

    1995). Menurut Haygren dan Bowyer (1996) kulit kayu tersusun oleh bahan-

    bahan kimia diantaranya selulosa 23,7%, hemiselulosa 24,9%, lignin 50,0%,

    ekstraktif 13,0% dan abu 0,9%.

    2.5. Sifat Pestisidal Kayu Kihiyang dan Meranti

    Sejumlah senyawa aktif telah diidentifikasi dari sejumlah tanaman keras

    sebagai anti rayap dan anti jamur. Senyawa tersebut berupa zat ekstraktif yaitu

    suatu senyawa yang mengisi rongga sel kayu dan terdapat hanya dalam jumlah

    kecil saja (Findlay,1978): Zat ekstraktif ini berperan dalam keawetan kayu alami

    terhapap serangan biologis yaitu berupa senyawa polifenol, terpenoid, dan

    tannin(zabel dan morrel, 1992). Zat ekstraktif tidak hanya terdapat dalam bagian

  • kayu, tetapi juga terdapat pada kulit, daun, buah dan biji. Findlay (1978)

    menjelaskan bahwa beberapa kayu dari hutan tropika mengandung zat ekstraktif

    yang bersifat racun. Lebih lanjut dikatakan bahwa senyawa fenolik yang terdapat

    pada kayu teras, kulit dan xilem, bersifat racun atau anti jamur sehingga

    melindungi pohon dari gangguan faktor perusak kayu (Sjostrom, 1981).

    Kihiyang (A. procerra Benth) merupakan jenis pohon dari famili

    Leguminoceae. Tumbuhan ini merupakan pohon nusantara, tinggi mencapai 28 m

    dan diameter 55 cm. Mutu kayu kihiyang dinilai tinggi (kelas awet II) dengan

    kadar tanin 16,02% (Martawijaya, 1983). Kadar tanin yang tinggi menyebabkan

    potensi bagi tumbuhan ini sebagai petisida nabati. Intansari (2006) melaporkan

    bahwa ekstrak kulit kayu kihiyang yang difraksinasi dengan pelarut n-heksan

    memberikan pengaruh yang tinggi terhadap kematian rayap Coptotermes

    curvignatus yaitu sebesar 51,33% pada konsentrasi 4%.

    Dipterocarpaceae merupakan famili tanaman hutan yang telah diketahui

    dengan baik sifat resistensinya terhadap serangan biologis (Nicolas, 1996). Zat

    aktif yang terdapat dalam resin kasar dan murni dari salah satu anggota famili ini

    mampu mematikan rayap dan jamur (Richardson et al., 1989). Salah satu anggota

    famili Dipterocarpaceae yaitu genus Shorea telah dilaporkan dapat menyebabkan

    99% rayap pekerja menderita dan 86% rayap pekerja mati (Mol, 1980 dalam

    Richardson et al., 1989). Penelitian Nicolaus et al. (1996) menunjukkan bahwa

    ekstrak kulit S. leprosula dengan pelarut heksan dapat menyebabkan kematian

    rayap Cryptotermes cynocephalus sebesar 72,0-91,3% pada konsentrasi 5,0-

    45,0%.

  • BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    3.1. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar zat ekstraktif kulit kayu

    kihiyang (A. procerra Benth.) dan meranti (S. leprosula Miq.) serta pengaruh zat

    ekstraktif tersebut dalam menekan pertumbuhan jamur S. rolfsii penyebab layu

    pada tanaman kedelai.

    3.2. Manfaat Penelitian

    Setelah diketahui kadar zat ekstraktif kulit kayu kihiyang (A. procerra

    Benth.) dan meranti (S. leprosula Miq.) serta pengaruh zat ekstraktif tersebut

    dalam menekan pertumbuhan jamur S. rolfsii penyebab layu pada tanaman

    kedelai, maka hasil ini dapat digunakan sebagai salah satu komponen

    pengendalian terpadu penyakit layu S. rolfsii pada tanaman kedelai.

  • BAB IV. METODE PENELITIAN

    4.1. Tempat dan Waktu

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Jurusan Hama dan

    Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dan Laboratorium

    Kimia Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan

    Pebuari sampai September 2007.

    4.2. Bahan dan Alat

    Kulit kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kayu

    Kihiyang (Albizzia procerra Benth) dan kulit kayu Meranti (Shorea leprosula

    Miq) yang berasal dari Palembang dan Sumedang. Untuk menguji toksisitas

    ekstrak digunakan jamur Sclerotium rolfsii Sacc.

    Bahan pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah aseton, n-

    heksan, etil eter, etil asetat. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol, spirtus,

    aquades, PDA, aluminium foil, cling wrap.

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji mesin,

    hammer mill, mesh screen ukuran 40-60 mesh, stoples, spatula, cawan petri,

    tabung reaksi, labu erlenmeyer, rotary vacum evaporator, oven, kertas saring,

    pipet, botol, autoclav, bunsen, laminar airflow dan funnel separator.

    4.3. Metode Penelitian

    4.3.1. Persiapan Sampel

    Kulit kayu Kihiyang dan Meranti dibuat potongan kecil-kecil kemudian

    digiling menggunakan penggilingan hammer mill. Serbuk yang dihasilkan

    dilewatkan pada mesh screen kemudian dikeringudarakan hingga mencapai kadar

    air kesetimbangan.

    4.3.2. Proses Ekstraksi

    Sebanyak 2000 gram serbuk kulit kayu Kihiyang dan Meranti berukuran

    40-60 mesh dalam keadaan kering udara dimasukan ke dalam stoples besar

    kemudian sedikit demi sedikit dimasukan pelarut aseton sehingga seluruh serbuk

  • terendam dengan perbandingan serbuk dan pelarut 1:3. Campuran serbuk kulit

    kayu dengan pelarutnya diaduk sesering mungkin dengan menggunakan spatula

    selama 48 jam. Setelah itu, larutan tersebut disaring ke botol lain. Ekstraksi ini

    dilakukan berulang kali sehingga diperoleh larutan ekstrak yang jernih dan

    disimpan dalam wadah yang rapat.

    Ekstrak aseton yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary vacum

    evaporator pada suhu 30-40oC sehingga mencapai 1 liter. Dari jumlah 1 liter

    tersebut, diambil 10 ml kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang kering

    dan telah diketahui beratnya, untuk diuapkan hingga kering pada oven dengan

    suhu ±40oC sampai mencapai berat konstan. Setelah dingin, lalu ditimbang untuk

    mengetahui berat kering ekstrak aseton yang diperoleh.

    Sebanyak 990 ml ekstrak aseton yang tersisa dievaporasi sehingga

    volumenya menjadi 100 ml.Ekstrak aseton ini difraksinasi secara berturut-turut

    dengan pelarut n-heksan, etil eter dan etil asetat. Fraksinasi dilakukan dengan

    cara memasukkan larutan yang telah kental ke dalam funnel separator, kemudian

    ditambah pelarut n-heksan sebanyak 75 ml dan aquades 20 ml. Campuran ini

    dikocok dan dibiarkan sehingga terjadi pemisahan, fraksi terlarut n-heksan

    dipisahkan dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat.

    Fraksinasi dengan menggunakan n-heksan ini dilakukan hingga fraksi pelarut

    berwarna jernih.

    Fraksinasi kedua dengan menggunakan pelarut etil eter. Residu hasil

    fraksinasi dengan n-heksan selanjutnya difraksinasi dalam funnel separator

    dengan pelarut etil eter 75 ml dan aquades 20 ml. Selanjutnya dibiarkan sampai

    terjadi pemisahan seperti fraksinasi dengan n-heksan. Setelah terjadi pemisahan,

    fraksi terlarut etil eter dimasukan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi

    dilakukan hingga pelarut etil eter berwarna jernih.

    Tahap terakhir dari fraksinasi bertingkat ini menggunakan pelarut etil

    asetat. Residu hasil fraksinasi etil eter yang telah dimasukkan ke dalam funnel

    separator dicampur dengan pelarut etil asetat 75 ml dan aquades 20 ml. Sama

    seperti pada proses fraksinasi sebelumnya, campuran ini dikocok dan dibiarkan

    terjadi pemisahan. Setelah terjadi pemisahan, fraksi terlarut etil asetat dipisahkan

  • dari residu dan dimasukkan ke dalam botol yang tertutup rapat. Fraksinasi

    dilakukan hingga pelarut etil asetat berwarna jernih.

    Tahap fraksinasi bertingkat dengan empat macam pelarut disajikan secara

    skematis pada Gambar 1.

    Ekstraksi aseton

    Fraksinasi n-heksan

    Fraksinasi etil eter

    Fraksinasi etil asetat

    Gambar 1. Skema Fraksinasi Bertingkat dengan Menggunakan Empat Macam Pelarut

    4.3.3. Penentuan Kadar Zat Ekstraktif

    Larutan hasil ekstraksi dengan pelarut aseton, n-heksan, etil eter, etil asetat

    dan residu dikeringudarakan pada suhu antara 40-60oC. Kadar zat ekstraktif dari

    hasil ekstraksi masing-masing pelarut dihitung terhadap kering tanur serbuk

    dengan menggunakan rumus :

    Kadar zat ekstraktif = (Wa/Wb) x 100%

    dimana : Wa = berat padatan ekstraktif (gram)

    Wb = berat kering tanur serbuk (gram)

    Serbuk kayu 60 mesh

    Residu Aseton ekstrak

    Fraksi terlarut n-heksana Residu

    Fraksi terlarut etil eter Residu

    Fraksi terlarut etil asetat Fraksi tak terlarut

  • 4.3.4. Pembuatan Konsentrasi Larutan Ekstrak

    Masing-masing fraksi (fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi etil asetat dan

    residu) dibuat dalam 6 taraf konsentrasi yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, kontrol + dan

    kontrol -. Penentuan konsentrasi larutan ekstrak dibuat berdasarkan uji

    pendahuluan.

    4.3.5. Isolasi Jamur S. rolfsii dan Perbanyakan

    Jamur S. rolfsii diisolasi dari tanah pertanaman kedelai dan dari tanaman

    kedelai yang menunjukkan gejala layu sklerotium. Isolasi dari tanah dilakukan

    dengan metode pengenceran, sedangkan isolasi dari tanaman kedelai dilakukan

    dengan metode tanam secara langsung menggunakan media PDA.

    Jamur S. rolfsii yang didapatkan diuji patogenesitasnya pada tanaman

    kedelai yang sehat. Selanjutnya, jamur S. rolfsii yang telah diketahui sifat

    patogenesitasnya diperbanyak pada media PDA.

    4.3.6. Pengujian Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur

    Pengujian toksisitas masing-masing fraksi dilakukan dengan metode

    bioassay test menurut Loman dengan beberapa modifikasi. Media yang

    digunakan adalah PDA (Potato Dextros Agar) yang telah diautoclave pada suhu

    121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan masing-masing fraksi

    dicampur dengan PDA dengan perbandingan sesuai dengan konsentrasi uji. Untuk

    kontrol dibuat dua perlakuan yaitu media PDA saja tanpa pelarut maupun zat

    ekstraktif (kontrol -) dan media PDA ditambah pelarut tanpa zat ekstraktif

    (kontrol +). Selanjutnya jamur diinokulasikan ke dalam cawan petri yang telah

    berisi media PDA dan zat ekstraktif tersebut. Daya hambat dihitung berdasarkan

    rumus :

    % Daya hambat = DK-DP x 100%

    DK

    Dimana : DK = diameter miselium jamur pada kontrol

    DP = diameter miselium jamur pada perlakuan

  • 4.4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

    Penelitian dilaksanakan dengan metode percobaan secara in vitro,

    menggunakan rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (Faktorial

    RAL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan untuk masing-masing kulit kayu. Faktor

    yang dibandingkan tersebut adalah :

    1. Fraksi terlarut (faktor A) yang terdiri dari fraksi n-heksan, fraksi etil eter, fraksi

    etil asetat dan residu.

    2. Konsentrasi (faktor B) yang terdiri dari : 1%, 2%, 3%, 4%, kontrol + dan

    kontrol -

    Pengamatan dilakukan terhadap variabel penghambatan pertumbuhan

    S. rolfsii pada hari ke-7, jumlah sklerosia yang terbentuk dan daya kecambah

    sklerosia pada hari ke-14 setelah perlakuan. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan

    sidik ragam menggunakan program SPSS.13, selanjutnya dilakukan uji wilayah

    berganda Duncan.

  • BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Persentase Kandungan Zat Ekstraktif

    Hasil proses ekstraksi didapatkan padatan ekstraktif kulit kayu kihiyang

    sebesar 23,02 gram atau setara dengan 2,24% dan padatan ekstraktif kulit kayu

    meranti sebesar 19,91 gram atau setara dengan 2,02% (Tabel 1). Persentase berat

    padatan ekstrak aseton merupakan total berat padatan ekstrak dari proses

    fraksinasi secara bertingkat. Menurut klasifikasi kelas komponen kimia kayu

    Indonesia (Lestari dan Pari, 1990), apabila kandungan zat ekstraktif yang larut

    dalam pelarut aseton lebih dari 2%, maka kandungan zat ekstraktif tergolong

    tinggi. Sehingga, hasil ekstraksi kulit kayu kihiyang dan meranti dapat dikatakan

    memiliki kandungan zat ekstraktif yang tinggi.

    Tabel 1. Kandungan Zat Ekstraktif Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti

    Kulit Kayu Fraksi Terlarut Berat Padatan

    Zat Ekstraktif (gr)

    Kandungan dalam Ekstrak

    Aseton (%)

    Kandungan Ekstraktif Fraksi (%)

    N-Heksan 7,32 31,80 0,71 Etil eter 7,81 33,93 0,76 Etil asetat 4,64 20,16 0,45 Residu 3,25 14,19 0,32

    Kihiyang

    Ekstrak aseton 23,02 100 2,24 N-Heksan 5,09 25,57 0,52 Etil eter 6,02 30,24 0,61 Etil asetat 3,23 16,22 0,33 Residu 5,57 27,98 0,57

    Meranti

    Ekstrak aseton 19,91 100 2,02

    Pelarut-pelarut organik yang digunakan dalam proses fraksinasi cukup

    dapat melarutkan ekstrak aseton terutama dari kulit kayu kihiyang. Hal ini dapat

    dilihat dari lebih sedikitnya residu yang dihasilkan yaitu sebesar 3,25 gram atau

    14,12% dari total zat ekstraktif yang larut dalam aseton untuk kulit kayu kihiyang

    dan untuk kulit kayu meranti sebesar 5,57 gram atau 27,98% (Tabel 1).

    Pelarut Etil eter merupakan pelarut yang paling banyak melarutkan ekstrak

    aseton kulit kayu kihiyang dan meranti yaitu sebesar 7,81 gram atau 33,93%

    untuk kulit kayu kihiyang dan 6,02 gram atau 30,24% untuk kulit kayu meranti.

  • Hasil fraksinasi dengan pelarut n-heksan sedikit di bawah pelarut etil eter yaitu

    sebesar 7,32 gram atau 31,80% untuk kulit kayu kihiyang dan 5,09 gram atau

    25,57% untuk kulit kayu meranti. Sedangkan hasil fraksinasi dengan pelarut etil

    asetat adalah yang paling sedikit, yaitu sebesar 4,64 gram atau 20,16% untuk kulit

    kayu kihiyang dan 3,23 gram atau 16,22% untuk kulit kayu meranti (Tabel 1).

    Perbedaan kandungan zat ekstraktif kayu maupun kulit kayu dapat

    disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jenis kayu, jenis pelarut yang

    digunakan, ukuran serbuk, frekuensi pengadukan dalam perendaman dan kadar air

    serbuk. Kandungan zat ekstraktif setiap jenis kayu tidak sama. Beberapa hasil

    penelitian menunjukkan setiap jenis kayu memiliki kandungan ekstrak aseton

    yang berbeda-beda.

    Pelarut aseton digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa

    pelarut ini memiliki sifat baik yaitu dapat dicmpur dengan air dalam berbagai

    perbandingan. Selain itu, pelarut aseton memiliki nilai polaritas dan konstanta

    dielektrik yang tinggi, sehingga zat ekstraktif yang terlarut cenderung bersifat

    polar.

    Ukuran serbuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah 40-60 mesh.

    Ukuran ini sudah cukup efektif dalam proses adsorbsi pelarut ke dalam seluruh

    bagian sel, terutama dinding sel. Pada ukuran ini, dinding sel kayu sudah mulai

    terbuka sehingga lebih memudahkan meresapnya pelarut ke dalam dinding sel.

    Apabila ukuran serbuk terlalu besar, maka daya resap pelarut kurang maksimal.

    Sedangkan serbuk yang terlalu halus, kondisi dinding selnya terbuka, hal ini dapat

    mengakibatkan semakin cepat menguapnya zat ekstraktif pada masa penyimpanan

    sebelum direndam.

    Pengadukan pada saat perendaman berguna dalam menyeragamkan

    penetrasi pelarut dalam serbuk. Dengan seragamnya penetrasi, pelarut dapat

    memberikan hasil ekstrak yang lebih banyak dibandingkn penetrasi yang tidak

    seragam. Kadar air serbuk juga sangat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya

    ekstraktif yang diperoleh. Semakin besar kadar air suatu serbuk maka semakin

    sedikit hasil ekstrak yang diperoleh, hal ini diduga karena penetrasi pelarut

    terhalang oleh adanya air dalam serbuk.

  • 5.2. Hasil Uji Daya Hambat Ekstrak terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

    Hasil pengamatan daya hambat ekstrak terhadap pertumbuhan jamur

    S. rolfsii pada hari ke-7 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa fraksi baik pada

    ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti memberikan pengaruh yang nyata

    terhadap penghambatan pertumbuhan jamur S. rolfsii. Demikian juga dengan

    perlakuan konsentrasi dan interaksi antara jenis fraksi dengan konsentrasi

    memberikan pengaruh yang nyata terhadap penghambatan pertumbuhan jamur

    S. rolfsii. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ketiganya memiliki nilai

    probabilitas yang lebih kecil dari alpha (5%) baik pada ekstrak kulit kayu

    kihiyang maupun meranti. (Lampiran 3 dan 4).

    Hasil fraksinasi dengan beberapa pelarut memberikan nilai penghambatan

    yang berbeda-beda terhadap jamur S. rolfsii baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang

    maupun meranti. Fraksi etil asetat memberikan pengaruh daya hambat yang paling

    besar bila dibandingkan dengan fraksi lainnya baik pada ekstrak kulit kayu

    kihiyang maupun meranti, yaitu sebesar 32,03% pada ekstrak kulit kayu kihiyang

    dan 80,1% pada ekstrak kulit kayu meranti. Pada ekstrak kulit kayu kihiyang,

    daya hambat fraksi n-heksan tidak berbeda nyata dengan fraksi etil eter yaitu

    masing-masing sebesar 17,95% dan 16,95% tetapi berbeda nyata dengan daya

    hambat fraksi etil asetat dan residu (Tabel 2). Daya hambat fraksi residu lebih

    besar apabila dibandingkan dengan daya hambat fraksi n-heksan dan etil eter

    yaitu sebesar 27,9%.

    Tabel 2. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada beberapa Fraksi pada Hari ke-7

    Jenis Fraksi Rata-Rata Penghambatan (%)

    Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Meranti

    N-heksan 17,95 a 63,7 a Etil eter 16,95 a 61,3 a Etil asetat 32,03 b 80,1 b Residu 27,9 c 51,03 c

    Rata-rata penghambatan pertumbuhan jamur S. rolfsii oleh ekstrak kulit

    kayu meranti lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang (Tabel

    2), walaupun apabila dilihat dari hasil proses ekstraksi didapatkan padatan

  • ekstraktif kulit kayu kihiyang lebih besar dari kulit kayu meranti (Tabel 1). Hal ini

    diduga karena zat ekstraktif kulit kayu meranti memiliki daya racun yang lebih

    tinggi daripada zat ekstraktif pada kulit kayu kihiyang. Seperti halnya pada

    ekstrak kulit kayu kihiyang, pada ekstrak kulit kayu meranti, daya hambat fraksi

    n-heksan tidak berbeda nyata dengan fraksi etil eter yaitu masing-masing sebesar

    63,7% dan 61,3% tetapi berbeda nyata dengan daya hambat fraksi etil asetat dan

    residu (Tabel 2). Pada ekstrak kulit kayu meranti juga daya hambat fraksi residu

    lebih besar apabila dibandingkan dengan daya hambat fraksi n-heksan dan etil eter

    yaitu sebesar 51,03%. Besarnya daya hambat residu terhadap pertumbuhan jamur

    S.rolfsii diduga bahwa pada residu masing terkandung zat ekstraktif yang tidak

    terlarutkan oleh pelarut yang digunakan.

    Apabila dilihat dari hasil padatan zat ekstraktif yang dihasilkan dalam

    proses ekstraksi, jumlah padatan zat ekstraktif fraksi etil asetat lebih kecil

    dibandingkan dengan fraksi lainnya kecuali dengan residu pada ekstrak kulit kayu

    kihiyang (Tabel 1). Namun, pengaruh daya hambat fraksi etil asetat paling tinggi

    dibandingkan dengan fraksi lain baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun

    meranti. Hal ini diduga karena fraksi etil asetat memiliki keaktifan yang tinggi

    dibandingkan dengan fraksi lain.

    Hasil pengamatan daya hambat oleh perbedaan konsentrasi ekstrak

    menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan semakin

    tinggi pula daya hambat ekstrak tersebut terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii

    baik pada ekstrak kulit kayu kihiyang maupun meranti (Tabel 3).

    Tabel 3. Perbedaan Pengaruh Daya Hambat Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti terhadap Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada beberapa Konsentrasi pada Hari ke-7

    Konsentrasi

    (%) Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang

    Rata-Rata Penghambatan (%) Ekstrak Kulit Kayu Meranti

    1 14,45 a 47,30 a 2 19,25 b 62,00 b 3 25,85 c 68,85 b 4 35,28 d 77,98 c

    Kisaran daya hambat pada ekstrak kulit kayu kihiyang sebesar 14,45%

    sampai 35,28%, sedangkan pada ekstrak kulit kayu meranti sebesar 47,30%

  • sampai 77,98%. Daya hambat tertinggi terjadi pada konsentrasi 4% yaitu pada

    ekstrak kulit kayu meranti sebesar 77,98% (Tabel 3).

    Rata-rata penghambatan ekstrak kulit kayu kihiyang pada semua perlakuan

    konsentrasi menunjukkan perbedaan yang nyata. Akan tetapi, pada ekstrak kulit

    kayu meranti pengaruh daya hambat pada konsentrasi 2% tidak berbeda nyata

    dengan pengaruh daya hambat pada konsentrasi 3% yaitu masing-masing sebesar

    62,00% dan 68,85% (Tabel 3).

    Apabila diamati secara keseluruhan terlihat bahwa kisaran daya hambat

    ekstrak kulit kayu kihiyang terendah sebesar 5,6% dan tertinggi sebesar 45,6%

    yaitu berturut-turut terjadi pada perlakuan etil eter konsentrasi 1% dan residu

    konsentrasi 4%, sedangkan kisaran daya hambat kulit kayu meranti terendah

    sebesar 23,7% dan tertinggi sebesar 87,8%, yaitu berturut-turut terjadi pada

    perlakuan etil eter konsentrasi 1% dan etil asetat konsentrasi 4% (Tabel 4 dan

    Gambar 2).

    Tabel 4.Rata-rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. rolsii dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7

    Perlakuan Rata-rata Penghambatan (%) oleh

    Fraksi Terlarut Konsentrasi (%) Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang

    Ekstrak Kulit Kayu Meranti

    1 12,2 59,6 2 14,8 61,8 3 20,0 64,5

    N-Heksan

    4 24,8 68,9 1 5,6 33,3 2 12,6 65,9 3 21,1 71,9

    Etil eter

    4 28,5 74,1 1 22,2 72,6 2 26,6 80,7 3 37,1 79,3

    Etil asetat

    4 42,2 87,8 1 17,8 23,7 2 23,0 39,6 3 25,2 59,7

    Residu

    4 45,6 81,1 Kontrol + 0,0 0,0 Kontrol - 0,0 0,0

  • 0102030405060708090

    100

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    N-Heksan Etil eter Etil asetat Residu K+

    K-

    Fraksi terlarut pada beberapa konsentrasi (%)

    Peng

    ham

    bata

    n (%

    )

    Kihiyang

    Meranti

    Gambar 2. Grafik Rata-Rata Persen Penghambatan Pertumbuhan S. rolsii dengan

    Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi pada Hari ke-7

    Secara keseluruhan, ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat

    yang lebih baik terhadap pertumbuhan jamur S. rolfsii dibandingkan dengan

    ekstrak kulit kayu kihiyang (Tabel 4 dan Gambar 2). Pada kontrol baik kontrol +

    maupun – pertumbuhan jamur S. rolfsii tidak terhambat, bahkan pada hari ke-4

    setelah perlakuan jamur telah memenuhi cawan Petri.

    Perlakuan fraksi dan konsentrasi ekstrak kulit kayu kihiyang dan meranti

    nampaknya dapat menyebabkan terbentuknya sklerosia, akan tetapi tidak semua

    perlakuan menyebabkan terbentuknya sklerosia pada hari ke-14 setelah perlakuan

    (Tabel 5 dan Gambar 3). Rata-rata jumlah sklerosia yang dihasilkan oleh jamur

    S. rolfsii tertinggi terjadi pada residu dengan konsentrasi 2% yaitu sebesar 35,7

    butir. Apabila dicermati, pada ekstrak kulit kayu kihiyang sklerosia terbentuk

    pada konsentrasi 1% pada semua fraksi kecuali residu sklerotium juga dihasilkan

    pada konsentrasi 2%. Sedangkan pada ekstrak kulit kayu meranti, sklerotium

    terbentuk pada semua konsentrasi uji kecuali fraksi n-heksan tidak terbentuk

    sklerosia dan pada residu sklerosia hanya terbentuk pada konsentrasi 1% (Tabel

    5). Sklerosia yang terbentuk dari perlakuan ekstrak kulit kayu kihiyang lebih

    banyak daripada yang terbentuk dari perlakuan ekstrak kulit kayu meranti (Tabel

    5 dan Gambar 3).

  • Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. rolfsii pada Hari ke-14 dan Perkecambahannya dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi

    Kulit Kayu Fraksi Terlarut Konsentrasi

    (%) Rata-Rata

    Jumlah Sklerosia Perkecambahan

    Sklerosia 1 0,3 Berkecambah 2 - 3 -

    N-Heksan

    4 - 1 34,3 Perkecambahan

    terhambat 2 - 3 -

    Etil eter

    4 - 1 16,7 Berkecambah 2 - 3 -

    Etil asetat

    4 - 1 26,7 Berkecambah 2 35,7 Perkecambahan

    terhamabat 3 -

    Residu

    4 -

    Kihiyang

    1 - 2 - 3 -

    N-Heksan

    4 - 1 2 Berkecambah 2 7 Berkecambah 3 2,7 Berkecambah

    Etil eter

    4 2 Berkecambah 1 4,7 Berkecambah 2 1 Berkecambah 3 0,7 Berkecambah

    Etil asetat

    4 - 1 29,7 Berkecambah 2 - 3 -

    Residu

    4 - Kontrol + 14 Berkecambah

    Meranti

    Kontrol - 12 Berkecambah

  • 05

    10152025303540

    1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

    N-Heksan Etil eter Etil asetat Residu K+

    K-

    Fraksi terlarut pada beberapa konsentrasi (%)

    Jum

    lah

    skle

    rosi

    a

    Kihiyang

    Meranti

    Gambar 3.Grafik Rata-Rata Jumlah Sklerosia yang Dihasilkan oleh S. rolfsii pada

    Hari ke-14 dengan Perlakuan beberapa Fraksi Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti pada beberapa Taraf Konsentrasi

    Pada beberapa perlakuan sklerosia terbentuk pada hari ke-11 setelah

    perlakuan, sedangkan pada kontrol sklerotia baru terbentuk pada hari ke-14 akan

    tetapi pertumbuhan miselium jamur sangat cepat hingga mencapai tutup cawan

    petri. Hal ini diduga karena zat ekstraktif telah membuat kondisi media tumbuh

    jamur tidak mendukung untuk pertumbuhannya sehingga memacu terbentuknya

    struktur ketahanan jamur yaitu berupa sklerosia yang lebih cepat. Sedangkan pada

    kontrol, kondisi media tumbuh jamur sangat mendukung pertumbuhannya

    sehingga miselium jamur tumbuh secara maksimal dan sklerosia terbentuk lebih

    lambat.

    Hasil pengujian daya kecambah sklerosia menunjukkan bahwa sebagian

    besar sklerosia yang terbentuk baik dari perlakuan maupun kontrol mampu

    berkecambah, kecuali sklerosia yang terbentuk dari perlakuan etil eter dengan

    konsentrasi 1% dan residu konsentrasi 2% (Tabel 5).

  • BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

    1. Kulit kayu kihiyang(Albizzia procerra Benth) memiliki kadar zat ekstraktif

    sebesar 2,24% yang terlarut dalam aseton. Ekstrak aseton tersebut

    mengandung 0,71% fraksi n-heksan, 0,76% fraksi etil eter, 0,45% fraksi etil

    asetat dan 0,32% residu. Sedangkan kulit kayu meranti (Shorea leprosula

    Miq) memiliki kadar zat ekstraktif sebesar 2,02% yang terlarut dalam aseton.

    Ekstrak aseton terebut mengandung 0,52% fraksi n-heksan, 0,61% fraksi etil

    eter, 0,33% fraksi etil asetat dan 0,57% residu.

    2. Berdasarkan hasil pengujian daya hambat pertumbuhan jamur S. rolfsi,i

    menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu meranti memiliki daya hambat yang

    lebih besar dibandingkan dengan ekstrak kulit kayu kihiyang. Fraksi etil

    asetat dari ekstrak kulit kayu meranti merupakan fraksi yang paling aktif

    terhadap jamur S. rolfsii yaitu dengan daya hambat sebesar 87,8%.

    3. Berdasarkan hasil pengujian daya hambat juga menunjukkan bahwa semakin

    tinggi konsentrasi zat ekstraktif, maka daya hambat terhadap pertumbuhan

    jamur S. rolfsii juga semakin besar.

    4. Beberapa perlakuan ekstrak kulit kayu kihiyang dan meranti menyebabkan

    pembentukan sklerosia yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol dan

    pada umumnya perlakuan tidak menghambat perkecambahan sklerosia.

    6.2. Saran

    1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat anti organisme perusak

    tanaman yang lain.

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakterisasi fraksi teraktif (etil

    asetat) serta isolasi dan identifikasi komponen bioaktif yang bersifat anti

    jamur baik pada kulit kayu kihiyang maupun meranti.

  • BAB VII. DAFTAR PUSTAKA

    Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. London.

    Alexopoulos, C.J. and Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. Third edition. John Wiley & Sons. New York.

    Dumanauw, J.F. 2003. Mengenal Kayu, Pendidikan Kayu Atas. Cetakan ke-14.

    Kanisius. Yogyakarta. Falah, S. 2001. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif Kayu Torem (Manilkara

    kanosinensis Lam) sebagai Bahan Pengawet Alami. Universitas Wianay Mukti. Bandung.

    Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktural, Reaksi-reaksi.

    Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Findlay, W.P.K. 1978. Timber Properties and Uses. Granuda Publishing. London. Intansari, H. 2006. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kulit Kayu Kihiyang (Albizzia procerra Benth) terhadap Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgreen). Fakultas Kehutanan UNWIM. Jatinangor. Lestari SB. Dan Pari G. 1990. Analisis Kimia Beberapa Jenis Kayu Indonesia.

    Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Vol. VII (3): 96-100.

    Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan S.A. Prawira. 1983. Atlas Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Bogor. Nicolaus, N.A., L.K. Darusman dan E.A. Husaeni. 1996. Pemisahan dan Isolasi

    Terpenoid dari Serbuk Gergaji dan Kulit Shorea leprosula Miq sebagai Anti Rayap. Buletin Jurusan Kimia. 11: 67-81.

    Prijono, D. 1993. Tapping Insect Control Agents from Plants: How Successful are

    We? Bul. HPT. 6: 1-14. Richardson, D.P., et al. 1989. Defensive Sesquiterpenoids from Dipterocarp

    (Dipterocarpus kerrii). J. Chem Ecol. 15: 731-747. Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sjostrom, C. 1981. Wood Chemistry: Fundamental and Aplication. Academic

    Press. New York.

  • Sudantha, I.M. 1997. “BIOTRIC” sebagai Biofungisida untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah pada Tanaman Kedelai. Prosiding Kongres Nasional XIV dan Seminar Ilmiah PFI; Palembang.

    Sunardi. 1988. Laporan Survei Hama dan Penyakit serta Penggunaan Pestisida

    pada Sayuran Dataran Rendah di Indonesia. Kerjasa Proyek ATA-395 dan Balai Penelitian Horttik. Lembang.

    Syafii, W., M. Samijima dan T. Yoshimoto. 1987. The Role of Extractives in Resistance of Ulin Wood (Eusideroxilon zwageri). Bulletin of The Tokyo University. Tokyo No 77. Syafii, W. 1996. Zat Ekstraktif dan Pengaruhnya terhadap Keawetan Alami Kayu.

    Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Volume IX, No.2. Institut Pertanian Bogor. Takaya, S. and M.S. Sudjono. 1987. Pathogenicity of Sclerotium rolfsii and Rhizoctonia sp. To Soybean. Prosiding Kongres Nasional IX PFI; Surabaya,November 1987. Wahyuni, S. Dan Wiwiek. 1979. Inventarisasi Kelainan pada Tanaman Obat-

    obatan terutama yang termasuk famili Zingiberaceae. Kapita Selekta Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Zabel, R.A. and J.J. Morrel. 1992. Wood Microbiology, Decay and Its Prevention.

    Academic Press. California.

  • Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Kihiyang terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

    Sumber

    Keragaman Jumlah Kuadrat DB Rata-rata Jumlah

    Kuadrat F Sig.

    Jenis fraksi (A) 969.102 3 323.034 51.362 .000 Konsentrasi (B) 1420.351 3 473.450 75.278 .000 Interaksi (AB) 158.360 9 17.596 2.798 .015 Galat 201.259 32 6.289 Total 41751.324 48 Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Ekstrak Kulit Kayu Meranti

    terhadap Daya Hambat Pertumbuhan Jamur S. rolfsii

    Sumber Keragaman

    Jumlah Kuadrat DB Rata-rata Jumlah Kuadrat

    F Sig.

    Jenis fraksi (A) 2043.644 3 681.215 27.988 .000 Konsentrasi (B) 2308.244 3 769.415 31.612 .000 Interaksi (AB) 1211.864 9 134.652 5.532 .000 Galat 778.864 32 24.339 Total 144440.941 48

  • Lampiran 6. Pertumbuhan Jamur S. rolfsii pada Media PDA dengan Perlakuan Beberapa Jenis Fraksi Terlarut Kulit Kayu Kihiyang dan Meranti Pada Beberapa Konsentrasi

  • Lampiran 6. Personalia Tenaga Peneliti

    A. Ketua Peneliti

    N a m a : Sri Hartati, SP. MSi. NIP : 132 316 906 Gol/Pangkat : III-b/Penata MudaTk-I Jabatan Fungsional : Asisten Ahli Jabatan Struktural : - Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD Alamat Rumah : Komplek Griya Cempaka Arum Blok H4 No. 16

    Rancasari, Bandung. Telp (022) 7831746, HP : 08156116592, E-mail : [email protected] Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor,

    Bandung UBR, 40600 Telp./Fax. 7796316

    RIWAYAT PENDIDIKAN

    Pendidikan Asal Perguruan Tinggi Tahun Bidang Keahlian Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor 1995 Hama dan Penyakit

    Tumbuhan Magister Sain Institut Pertanian Bogor 2003 Fitopatologi

    PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN 1. Pengaruh Ekstrak Biji Aglaia harmsiana Perkins (Meliaceae) terhadap

    Mortalitas dan Perkembangan Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera : Pyralidae)

    2. Studi Kelayakan Ekologis Areal Kampus Fakultas Kehutanan UNWIM sebagai Tempat Pembudidayaan Lebah Madu

    3. Inventarisasi dan Identifikasi Serangga di Hutan Rakyat Tasikmalaya Jawa Barat

    4. Kemampuan Minyak Cengkeh dan Filtrat Trichoderma harzianum dalam Mengendalikan Rhizopus stolonifer Penyebab Penyakit Lodoh Semai Pinus merkusii

    SEMINAR YANG PERNAH DIIKUTI

    1. Kongres XV dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) di UNSOED Purwokerto tahun 1999

    2. Kongres XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) di IPB Bogor tahun 2001

    3. Seminar Nasional Bioteknologi dalam Tinjauan Islam di IPB Bogor tahun 2002

    4. Seminar Uji Coba Perlakuan Karantina Tumbuhan di Bogor 2002 5. Seminar Nasional Gaharu “Peluang dan Tantangan Pengembangan Gaharu di

    Indonesia” di SEAMEO BIOTROP, Bogor 2005

  • 6. Seminar Ilmiah “Pro dan Kontra Padi SRI” di Fakultas Pertanian UNPAD tahun 2007

    Bandung, November 2007

    Sri Hartati, SP. MSi

    NIP. 132 316 906

  • B. Anggota Peneliti I Nama : Rika Meliansyah, SP. NIP : 132 315 817 Pangkat/Golongan : Penata Muda/III a Jabatan Fungsional : Asisten ahli Jabatan Struktural : - Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD Alamat Rumah : Komplek Griya Jatinangor II Blok C-17 Dessa Cinanjung,

    Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang, 45362 HP 08156171703 E-mail: [email protected] Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor Bandung UBR 49600 Telp./Fax.: (022)7796316 Riwayat Pendidikan : (S1) Sarjana Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD)-Fakultas Pertanian

    Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2001) Pengalaman Penelitian : (1) Pengaruh Air Seduhan The pada Beberapa Tingkat Konsentrasi terhadap

    Efikasi Spodoptera exigua Nuclear Polyhedrosis Virus (Se-NPV)…. (2001) (2) Pengujian Lapangan Efikasi Fungisida Roside 77 WP (Tembaga Hidroksida

    77%) (248/DPP/2004) terhadap Jamur Exobasidium vexans Penyebab Penyakit Cacar Daun pada Tanaman Teh di Ciwidey Kabupaten Bandung ………………………………………………………………………... (2005)

    (3) Pengujian Tingkat Ketahanan Beberapa Jenis Ras Ulat Sutera (Bombyx morri) terhadap Penyakit Muscardine ……………………………………... (2005)

    (4) Pemanfaatan Ekstrak Lantana camara untuk Mengendalikan Hama Boleng (Cylas formicarius) pada Ubi Jalar Cilembu………………………… (2006)

    (5) Pengendalian Biologi Nematoda Meloidogyne spp. Dengan Jamur Paecilomyces fumosoroseus dan Bakteri Pasteuria penetrans dan Pengaruhnya terhadap Tanaman Buncis (Phaseolus vulgaris L) …… (2006)

    Bandung, November 2007 Rika Meliansyah, SP. NIP. 132 315 817

  • B. Anggota Peneliti I I Nama : Lindung Tri Puspasari, SP. NIP : 132 317 120 Pangkat/Golongan : Penata Muda/III a Jabatan Fungsional : Asisten ahli Jabatan Struktural : - Unit Kerja : Fakultas Pertanian UNPAD Alamat Rumah : Jl. Rajawali III/No. 12 Bandung 40184 HP 08122115223E-mail: [email protected] Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor Bandung UBR 49600 Telp./Fax.: (022)7796316 Riwayat Pendidikan : (S1) Sarjana Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD)-Fakultas Pertanian

    Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (2003) Pengalaman Penelitian : (1) Hubungan Antara Kepadatan Populasi Hama Tungau Mawar, Tetranychus

    urticae Koch. (Acarina: Tetranychidae) dengan Tingkat Kerusakan Daun Tanaman Mawar (Rosa hybrida L.) pada Fase Vegetatif di Rumah Kasa

    Kegiatan Ilmiah yang pernah Diikuti : (1) Pelatihan Tambahan Retooling Program-TPSDP Batch II Bidang Hortikultura

    Kerjasama Antara Asian Development Bank-Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan PT Primakelola Agribisnis Agroindustri (6 September-10 Desember 2004)

    Bandung, November 2007 Lindung Tri Puspasari, SP. NIP. 132 317 120