hambatan-hambatan perkembangan mata kuliah psikologi perkembangan STAIN Salatiga
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS...
Transcript of FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KONTRIBUSI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP
KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA SISTEM BELAJAR
MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA TAHUN AJARAN
2009/2010
Skripsi
Oleh :
Dian Puji Hastuti
X 2306005
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KONTRIBUSI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP
KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA SISTEM BELAJAR
MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA TAHUN AJARAN
2009/2010
Oleh :
Dian Puji Hastuti
X 2306005
Skripsi
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I;
Drs. Jamzuri, M.Pd NIP. 195211181981031001
Pembimbing II;
Dwi Teguh R., S.Si., M.Si NIP. 196804031998021001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Kamis
Tanggal : 23 Desember 2010
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua
Sekretaris
Anggota I
Anggota II
:
:
:
:
Dra. Rini Budiharti, M.Pd
Drs. Trustho Raharjo, M.Pd
Drs. Jamzuri, M.Pd
Dwi Teguh R., S.Si., M.Si
( )
( )
( )
( )
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Dian Puji Hastuti. KONTRIBUSI KEMAMPUAN MATEMATIKA TERHADAP KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA SISTEM BELAJAR MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Desember 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: adakah kontribusi
kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar
mengajar Mastery Learning.
Penelitian terdiri dari dua variabel, yaitu variabel bebas kemampuan
matematika (X) dan variabel terikat ketuntasan belajar Fisika (Y). Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen, dengan populasi seluruh siswa kelas X SMA
Negeri I Sambungmacan berjumlah 192 siswa yang terdiri dari 5 kelas. Secara
acak, diambil sampel satu kelas sebagai subyek penelitian, yaitu kelas X-5 di
SMA Negeri 1 Sambungmacan. Teknik pengumpulan data dengan teknik
dokumentasi dan teknik tes. Digunakan teknik dokumentasi untuk memperoleh
data kemampuan matematika siswa yang diambil dari nilai mata pelajaran
Matematika Semester I, sedangkan teknik tes digunakan untuk mengukur
ketuntasan belajar Fisika yang berupa kemampuan kognitif siswa setelah
diberikan perlakuan. Untuk analisis data menggunakan Teknik Analisis Regresi
Linear Sederhana dan Teknik Statistik Korelasi.
Berdasar uji normalitas diperoleh Lobs = 0,062 > Ltab untuk variabel X,
Lobs = 0,115 > Ltab untuk variabel Y, dan persamaan garis regresi Y = 23,762 +
0,681X, sehingga uji prasyarat analisis dapat terpenuhi. Karena harga koefisien
korelasi sebesar 0,634, koefisien determinasi sebesar 40,2% dan taraf signifikansi
sebesar 4,779 maka hipotesis penelitian diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa: “Ada kontribusi kemampuan matematika terhadap ketuntasan
belajar Fisika sebesar 40,2%”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Dian Puji Hastuti. A CONTRIBUTION OF MATHEMATICS ABILITY TOWARD THE PHYSICS LEARNING PASSING GRADE IN MASTERY LEARNING OF SMA STUDENTS IN THE ACADEMIC YEAR 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, December 2010.
This research aims to find out: is there any contribution of mathematics
ability toward the physics learning passing grade in mastery learning.
Research consists of two variables, they are the independent variable
namely mathematics ability (X) and the dependent variable namely physics
learning passing grade (Y). This research used an experimental method, with the
population of all students of class X SMA N 1 Sambungmacan totaling 192
students consisting of 5 classes. Randomly, taken one class as a sample which is
used as an subject of research, that was class X-5 in SMA N 1 Sambungmacan.
Data collection techniques used technical documentation and test techniques.
Documentation techniques was used to obtain the data of students mathematics
ability which is taken from the scores of Mathematics in Semester I, while the test
technique was used to measure the physics learning passing grade in the form of
students cognitive ability after given a treatment. For the data analysis was used
Analysis Technique of Simple Linear Regression and Correlation Statistics
Technique.
Based on the normality test, was founded that Lobs = 0.062> Ltab for
variable X, Lobs = 0.115> Ltab for variable Y, and equation of regression line Y =
23.762 + 0.681 X, so the test of analysis prerequisites was fulfilled. Because the
correlation coefficient is 0.634, the coefficient of determination is 40.2% and the
significance level is 4.779, the hypothesis was accepted. It can be concluded that:
"There's contribution of mathematics ability toward the physics learning passing
grade that is 40.2%."
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia yang
lain”. (Rosululloh SAW)
“Senyuman adalah kunci kebahagiaan. Cinta adalah pintunya; gembira adalah
tamannya; iman adalah cahayanya; dan rasa aman adalah dindingnya”.
(Laa Tahzan)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari satu urusan, kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”.
(Q.S. Al Insyirah: 5-7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
Ibu dan Bapakku tercinta, terima kasih atas kasih
sayang, doa, pengorbanan dan perjuangannya
untukku.
Adikku Rahma yang selalu memberiku semangat.
Keponakanku Ferda yang selalu menghiburku.
Fasta AlKhoirot yang selalu mendukungku.
Teman-teman P. Fisika angkatan ‘06
Teman-teman Program Fisika P. MIPA FKIP UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi
ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan yang timbul
dapat diatasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya disampaikan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian.
2. Ibu. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si, Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi.
3. Ibu. Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Selaku Ketua Program Fisika Jurusan P.MIPA
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd, Selaku Koordinator Skripsi Program Fisika
Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
5. Bapak Drs. Jamzuri, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dalam penyusunan Skripsi ini.
6. Bapak Dwi Teguh R., S.Si, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dalam penyusunan Skripsi ini.
7. Bapak Sugiyatno, SPd., Selaku Kepala SMA Negeri I Sambungmacan yang
telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian.
8. Ibu Sulasih, SPd., Selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri I
Sambungmacan yang telah memberikan waktu mengajar kepada penulis untuk
mengadakan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Bapak Drs. Sumarsono, M.Pd, Selaku Kepala SMA Negeri 3 Sragen yang
telah mengijinkan penulis untuk mengadakan try out.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Surakarta, Desember 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL………………………………………………………
HALAMAN PENGAJUAN..........................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………...
HALAMAN ABSTRAK..............................................................................
HALAMAN MOTTO...................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................
DAFTAR TABEL.........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............……………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………....
A. Latar Belakang Masalah………………………………….....
B. Identifikasi Masalah………………………………………...
C. Pembatasan Masalah …………………………………….....
D. Perumusan Masalah………………………………………....
E. Tujuan Penelitian …………………………………………...
F. Manfaat Penelitian…………………………………………..
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………..
A. Tinjauan Pustaka…………………………………………….
1. Ketuntasan Belajar Pada Sistem Belajar Mengajar
Mastery Learning
a. Pengertian Belajar…………………………………...
b. Ketuntasan Belajar……………………….…….…....
c. Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning)………….
2. Metode Mengajar……………………………..................
a. Metode Demonstrasi……………………….………..
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
ix
xi
xiv
xv
xvi
1
1
6
6
6
7
7
8
8
8
8
8
12
14
21
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
b. Metode Diskusi ……………………………………..
c. Evaluasi Hasil Belajar……………………………….
3. Kemampuan Matematika …….…….....………………...
4. Pembelajaran Fisika di SMA.…………………………. .
a. Pengertian Fisika…………………………………….
b. Pembelajaran Fisika di SMA……………………….
c. Materi Pokok Bahasan Listrik Dinamis……………..
B. Kerangka Berpikir………..……………………………….....
C. Perumusan Hipotesis………………………………………...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………....
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………....
1. Tempat Penelitian ………………………………………
2. Waktu Penelitian………………………………………...
B. Metode Penelitian …………………………………………..
C. Populasi dan Sampel …..........................................................
D. Variabel Penelitian…………………………………………..
E. Teknik Pengambilan Data........………………………….......
1. Teknik Dokumentasi…………………………………….
2. Teknik Tes………………………………………………
F. Instrumen Penelitian ……………………………………......
1. Validitas Item…..……………........................................
2. Reliabilitas Tes……..…………………………………..
3. Daya Pembeda................................................................
4. Taraf Kesukaran.............................................................
G. Teknik Analisis Data…………………………………..........
1. Uji Prasyarat Analisis……………………………………
2. Uji Hipotesis.....................................................................
BAB IV. HASIL PENELITIAN...................................................................
A. Deskripsi Data ........................................................................
B. Hasil Analisis Data .................................................................
1. Hasil Uji Prasyarat Analisis..............................................
24
27
29
31
31
32
34
43
44
45
45
45
45
46
46
46
47
47
47
47
47
48
49
50
50
50
54
56
56
59
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
2. Hasil Uji Hipotesis………………………………………
C. Pembahasan Hasil Analisis Data.............................................
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN..............................
A. Kesimpulan ............................................................................
B. Implikasi .................................................................................
C. Saran .......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
LAMPIRAN .................................................................................................
61
62
64
64
64
65
66
69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Analisis Varians Regresi Linear Sederhana
Deskripsi Data Nilai Kemampuan Matematika Semester I
Distribusi Frekuensi Kemampuan Matematika Siswa
Normalitas Distribusi Frekuensi Dengan Metode Chi Kuadrat
Deskripsi Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Normalitas Distribusi Frekuensi Dengan Metode Chi Kuadrat
Hasil Analisis Variansi Regresi Linear Sederhana
44
56
56
57
58
58
59
61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10
Gambar 2.11
Gambar 2.12
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Unsur Penting Dalam Belajar Ulang
Bentuk Tujuan Instruksional
Bagan Model Strategi Mastery Learning
Arus Elektron Berlawanan dengan Arus Konvensional
Kuat arus Listrik Sebagai Kelajuan Muatan yang Melewati
Suatu Luasan Tertentu
Grafik Hubungan Antara V dengan I
Rangkaian Bercabang
(a) Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Seri
(b) Rangkaian Pengganti Seri
(a) Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Palelel
(b) Rangkaian Pengganti Paralel
Rangkaian Seri Sumber Tegangan
Rangkaian Paralel Sumber Tegangan
Paradigma Penelitian
Kurva Normalitas Distribusi Frekuensi Kemampuan
Matematika Siswa
Kurva Normalitas Distribusi Frekuensi Ketuntasan Belajar
Fisika
Diagram Pencar Antara X dan Y
18
20
20
35
35
37
38
39
39
40
40
41
42
44
57
57
59
59
60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Jadwal Penelitian
2. Satuan Pembelajaran
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
4. Lembar Kegiatan Siswa
5. Soal Kuis
6. Kunci Jawaban Kuis
7. Tugas
8. Kisi-Kisi Soal Try Out Kemampuan Kognitif
9. Soal Try Out
10. Lembar Jawab
11. Kunci Jawaban Try Out Kemampuan Kognitif
12. Kisi-Kisi Soal Tes Kognitif Listrik Dinamis
13. Soal Tes Kognitif Listrik Dinamis
14. Kunci Jawaban Tes Listrik Dinamis
15. Bagan Model Strategy Mastery Learning Penelitian
16. Hasil Analisis Kuantitatif (Uji Validitas, Realibilitas, Taraf Kesukaran,
dan Daya Beda Soal Tes Listrik Dinamis)
17. Contoh Manual Hasil Analisis Kuantitatif (Uji Validitas, Realibilitas,
Taraf Kesukaran, dan Daya Beda Soal Tes Listrik Dinamis)
18. Daftar Nilai Matematika Semester I
19. Daftar Nilai Kognitif Fisika
20. Data Induk Penelitian
21. Uji Normalitas Variabel Kemampuan Matematika (X)
22. Uji Normalitas Variabel Ketuntasan Belajar Fisika (Y)
23. Grafik Chi Kuadrat Variabel Kemampuan Matematika
24. Grafik Chi Kuadrat Variabel Ketuntasan Belajar Fisika
25. Tabel Kerja Uji Linearitas X Terhadap Y
26. Perhitungan Uji Linearitas dan Keberartian Regresi
69
70
74
95
112
126
127
138
141
157
158
159
162
174
175
176
176
179
179
182
183
184
185
187
188
190
192
193
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
27. Perhitungan Uji Korelasi X Terhadap Y
28. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
29. Tabel-Tabel Statistik
30. Perijinan
196
198
199
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sengaja dan terencana untuk
menumbuhkembangkan kepribadian, kemampuan dan perkembangan potensi
sumber daya manusia Indonesia agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya
sebagai makhluk pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Hal ini sejalan
dengan pengertian pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang berbunyi
bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UUSPN No. 20 Tahun 2003).
Pendidikan sangat penting untuk pembangunan bangsa, maka pemerintah
berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional. Usaha yang ditempuh melalui
lembaga pendidikan atau jalur-jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan sekolah
(formal), jalur pendidikan luar sekolah (informal) dan jalur pendidikan keluarga
(nonformal). Jalur pendidikan sekolah adalah jalur pendidikan yang
diselenggarakan oleh sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang berjenjang
dan berkesinambungan. Jalur pendidikan luar sekolah adalah jalur pendidikan
yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang
tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Jalur pendidikan keluarga adalah
jalur pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga. Setiap lembaga pendidikan
di Indonesia akan berusaha untuk dapat meningkatkan mutu atau kualitas
pendidikan, baik ditinjau dari kualitas pelaksanaannya maupun kualitas hasil yang
dicapai. Pelaksanaan pendidikan yang dimaksud adalah kegiatan belajar mengajar
dan unsur-unsur terkait di dalamnya. Sedangkan hasil belajar yang dicapai harus
sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Belajar merupakan proses interaksi secara aktif, yaitu hubungan timbal
balik antara individu atau siswa dengan lingkungannya. Dalam belajar, siswa
menghadapi berbagai masalah-masalah belajar baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, antara
lain: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, pengolahan
bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang
tersimpan, kemampuan berprestasi atau untuk hasil belajar, rasa percaya diri
siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, serta cita-cita siswa.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain: guru,
sarana dan prasarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa
di sekolah, kurikulum sekolah, keluarga dan lain-lain.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan guru
dengan siswa dalam situasi pembelajaran, untuk mewujudkan tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar dan mengajar guru tidak hanya sekedar
menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi guru mempunyai peran penting
dalam mendidik dan membelajarkan siswa. Guru diharapkan dapat menciptakan
suasana agar siswa lebih mudah dalam memahami materi pelajaran. Tiap
pengajaran harus membantu proses belajar, dengan memotivasi siswa untuk giat
melakukan sendiri.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu bidang studi yang
dikembangkan dalam pendidikan formal di sekolah karena IPA melatih peserta
didik untuk berpikir logis, rasional, kritis, dan kreatif. Fisika merupakan bagian
dari IPA yang di dalamnya mencakup gejala-gejala alam. Menurut Gerthsen
(1985) yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986: 3) mengatakan ”Fisika adalah
suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan
berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataannya. Persyaratan
dasar untuk pemecahan persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”.
Sedangkan menurut Brockhaus (1972) yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986: 3)
mengatakan ”Fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan
penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, pengujian secara
matematis dan berdasarkan peraturan-peraturan umum”. Dari kedua pendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tersebut dapat diketahui bahwa Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari kejadian-kejadian alam yang bersifat fisik dan dapat dipelajari secara
pengamatan dan percobaan serta teori, dimana pengajaran ilmu Fisika bertujuan
agar siswa mampu menguasai konsep-konsep Fisika dan keterkaitannya serta
mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Proses pembelajaran Fisika hendaknya tidak hanya menekankan segi
kognitif saja, tetapi juga sebagai proses sikap ilmiah agar tercapai tujuan. Seperti
yang dikemukakan oleh Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin
(1989: 2) bahwa “Belajar produk pada umumnya hanya menekankan segi kognitif
saja sedangkan belajar proses memungkinkan tercapainya tujuan belajar baik segi
kognitif, psikomotor, maupun afektif”. Oleh karena itu pendidik atau pengajar
dalam menentukan metode pembelajaran harus menitikberatkan pada peran aktif
siswa sebagai subjek didik.
Seorang guru juga dituntut mampu menggunakan berbagai macam
metode secara bervariasi. Metode merupakan cara yang ditempuh guru untuk
menciptakan situasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi
kelancaran proses belajar dan tercapainya tujuan pembelajaran. Menurut Wina
Sanjaya (2009: 147), ”Ada beberapa macam metode pembelajaran yang bisa
digunakan untuk mengimpelementasikan strategi pembelajaran, di antaranya
metode ceramah, metode demonstrasi, metode dikusi, metode eksperimen, metode
pemberian tugas, metode simulasi dan lain-lain”. Salah satu metode pembelajaran
yang dapat digunakan adalah metode demonstrasi disertai diskusi. Metode
demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin menunjukkan suatu gejala atau
proses pada siswa. Metode demonstrasi dilakukan oleh guru dengan melibatkan
siswa, sehingga siswa dapat lebih memahami konsep tersebut. Metode lain yaitu
metode diskusi, dimana metode ini merupakan proses interaksi antara dua atau
lebih siswa untuk saling tukar menukar pengetahuan dalam pemecahan suatu
masalah. Metode yang tepat atau sesuai dengan materi yang disampaikan lebih
mempermudah siswa dalam penerimaan materi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Dalam perkembangan Fisika, Matematika memiliki peranan penting,
seperti yang telah dikatakan Karso (1993: 2) bahwa ”Matematika dengan IPA
merupakan ilmu dasar yang mempunyai saling keterkaitan yang sangat erat. IPA
tidak mungkin dikembangkan tanpa bantuan Matematika, sehingga lebih
mendorong IPA untuk berkembang”. Perkembangan Fisika membutuhkan
Matematika sebagai alat bantu karena Fisika memerlukan model untuk memahami
konsep, prinsip dan hukum dalam bentuk bahasa yang eksak, sehingga melalui
Matematika, konsep, prinsip dan hukum dalam Fisika akan dapat ditampilkan
lebih sederhana dan lebih mudah dipahami yaitu dengan merumuskannya dalam
persamaan matematis. Matematika timbul sebagai hasil pemikiran manusia yang
berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Berbeda dengan hasil pikiran
manusia yang lain, dalam mempelajari Matematika diperlukan pemahaman tidak
cukup dengan hafalan saja. Jadi, kemampuan matematika merupakan penunjang
dalam bidang Fisika, di mana kemampuan matematika merupakan kemampuan
dan ketrampilan dalam cabang ilmu pengetahuan eksak, terorganisir secara
sistematik dan memiliki beberapa karakteristik yang dapat menampilkan konsep-
konsep Fisika dalam bentuk persamaan serta menafsirkan data yang digunakan
dalam menyelesaikan masalah.
Ketuntasan belajar merupakan tingkat penguasaan minimal oleh siswa
terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sesuai dengan tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) siswa dituntut untuk dapat memenuhi batas ketuntasan. Untuk memenuhi
tuntutan tersebut, maka diperlukan suatu program khusus yang bisa
menghilangkan kesulitan-kesulitan belajar bagi siswa agar dapat memenuhi batas
ketuntasan dalam belajar. Dr. Siswojo (1981: 21) menyatakan bahwa ”Mastery
Learning adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan untuk
setiap unit bahan pelajaran, baik secara perseorangan maupun kelompok”. Faktor
yang lebih prinsipil dalam strategi Mastery Learning adalah pengembangan
prosedur umpan balik. Prosedur umpan balik memberikan informasi kepada guru
dan siswa tentang pencapaian hasil belajar. Bloom (1968) dalam Dibenedetto dan
Zimmerman (2008) menyatakan bahwa ”Sistem belajar tuntas memungkinkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
90% siswa dapat mencapai hasil belajar yang tinggi dibandingkan dengan proses
kurikuler yang hanya mencapai 10%”. Dalam Mastery Learning siswa yang
prestasinya kurang memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar menguasai
pokok bahasan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Saudari Tutut Lina Indrasari
tahun 2009 silam, selain kemampuan matematika, kemampuan awal dan aktivitas
belajar juga mempengaruhi banyak sedikitnya kesulitan belajar yang ditemui,
sehingga akan menghambat tercapainya ketuntasan belajar. Saudari Ari Susilowati
di dalam penelitiannya pada tahun 2009 juga mengungkapkan bahwa ”Adanya
Mastery Learning (belajar tuntas) akan mendorong siswa untuk belajar lebih baik,
karena siswa dapat belajar semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan
instruksional”. Jadi, dengan sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar
mengajar dapat dilaksanakan secara optimal agar tujuan instruksional dapat
dicapai.
Salah satu pokok bahasan pada materi pelajaran Fisika adalah Listrik
Dinamis. Listrik Dinamis adalah pokok bahasan yang bertujuan membahas
mengenai kelistrikan. Materi Listrik Dinamis termasuk materi yang sulit dipahami
siswa karena konsepnya yang abstrak dan perlu pencermatan yang mendalam.
Untuk mengajarkan materi ini kepada siswa maka perlu upaya penjelasan yang
diikuti penjelasan visual untuk lebih memberikan pemahaman, maka keberadaan
metode demonstrasi dan diskusi siswa sangat diperlukan.
Bertolak dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
judul penelitian sebagai berikut: "KONTRIBUSI KEMAMPUAN
MATEMATIKA TERHADAP KETUNTASAN BELAJAR FISIKA PADA
SISTEM BELAJAR MENGAJAR MASTERY LEARNING SISWA SMA
TAHUN AJARAN 2009/2010".
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan matematika dapat mempengaruhi ketuntasan belajar Fisika pada
sistem belajar mengajar Mastery Learning.
2. Mastery Learning perlu dikembangkan di sekolah-sekolah agar pencapaian
taraf penguasaan siswa dapat maksimal.
3. Ada beberapa macam metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk
mengimpelementasikan strategi pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan luasnya permasalahan yang timbul dari topik kajian
yang dilakukan, maka pembatasan masalah diperlukan guna memperoleh
kedalaman kajian untuk menghindari perluasan masalah. Adapun pembatasan
masalah dalam hal ini adalah :
1. Subyek penelitian adalah siswa SMA kelas X-5 semester II SMA Negeri 1
Sambungmacan tahun ajaran 2009/2010.
2. Obyek penelitian adalah kemampuan matematika siswa dilihat dari nilai
pelajaran Matematika semester I dan ketuntasan belajar Fisika dilihat dari
kemampuan kognitif siswa.
3. Ketuntasan belajar dibatasi pada materi pelajaran Fisika yang telah
disampaikan, yaitu pada pokok bahasan Listrik Dinamis.
4. Metode mengajar yang digunakan adalah metode demonstrasi disertai diskusi.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Adakah kontribusi kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika
pada sistem belajar mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran
2009/2010 ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adakah kontribusi
kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar
mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran 2009/2010.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat :
1. Memberikan suatu alternatif upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar
Fisika di Sekolah Menengah Atas.
2. Memberikan dorongan kepada siswa agar memperbesar usahanya dalam
mencapai ketuntasan belajar Fisika.
3. Memberikan alternatif kepada guru Fisika untuk menggunakan metode
demonstrasi disertai diskusi dalam proses belajar mengajar Fisika dengan
Mastery Learning.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Ketuntasan Belajar Pada Sistem Belajar Mengajar Mastery Learning
a. Pengertian Belajar
Dalam proses pembelajaran, belajar memegang peranan penting yang
tidak dapat dipisahkan dalam diri manusia. Belajar merupakan bagian kehidupan
manusia yang berkaitan dengan berbagai hal yang terjadi dalam diri manusia.
Berbagai hal tersebut akan mendukung adanya perubahan tingkah laku yang
sesuai dengan hasil belajar. Belajar sudah menjadi kebutuhan manusia untuk
dapat mengembangkan diri. Hampir semua kecakapan, ketrampilan,
pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap manusia terbentuk, termodifikasi,
berkembang karena belajar. Belajar adalah proses, sehingga belajar itu
berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk
perbuatan untuk mencapai tujuan.
Belajar merupakan suatu pengertian yang sangat kompleks, sehingga
banyak ahli menggunakan pengertian tentang belajar dengan ungkapan dan
pandangan yang berbeda-beda. Slameto (2010: 2) berpendapat bahwa “Belajar
adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut
Winkel dalam H. J. Gino (1995: 6), ”Belajar adalah aktivitas mental (psikis)
yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas”.
Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya, juga belajar itu lebih baik, kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukanya, jadi tidak bersifat verbalistik. (Sardirman A.M., 2010: 20)
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Sedangkan Muhibbin Syah (2006: 68) berpendapat bahwa “Belajar adalah
tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif”.
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang dilakukan individu dalam interaksi dengan
lingkungannya, sehingga diperoleh perubahan yang bersifat menetap dalam diri
seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan, nilai sikap, tingkah laku atau penampilan, serta semua
aspek yang ada pada individu berkat pengalaman dan latihan dengan
serangkaian kegiatan.
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting karena semua komponen dalam sistem pembelajaran atas dasar
pencapaian tujuan belajar. Menurut Sardiman A. M (2010: 25-29), “Tujuan
belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan
keterampilan, serta pembentukan sikap”. Belajar untuk mendapatkan
pengetahuan ditandai dengan kemampuan berpikir. Belajar menanamkan konsep
memerlukan suatu keterampilan baik yang berupa jasmani maupun rohani.
Belajar untuk pembentukan sikap mental dan perilaku siswa tidak akan lepas
dari penanaman nilai-nilai. Dalam hal ini guru tidak sekedar sebagai pengajar
tetapi juga sebagai pendidik yang memindahkan nilai-nilai pada anak didiknya
sehingga siswa akan tumbuh kesadaran dan kemampuannya untuk
mempraktekkan segala sesuatu yang dipelajarinya.
Tujuan belajar menurut Benjamin Bloom seperti yang dikutip oleh H. J.
Gino (1995: 19-21) dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Ranah Kognitif a) Pengetahuan, merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif
berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti yang dipelajari.
b) Pemahaman, merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
c) Penerapan, merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi yang konkret.
d) Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok.
e) Sintesis, merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru.
f) Evaluasi, merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu.
2) Ranah Afektif a) Menerima, merupakan tingkat terendah tujuan ranah afektif berupa
perhatian terhadap stimuli secara pasif yang meningkat secara lebih aktif.
b) Merespon, merupakan kesengajaan untuk menanggapi stimuli dan merasa terikat serta secara aktif memperhatikan.
c) Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.
d) Mengorganisasi, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang diresponnya.
e) Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masing-masing nilai waktu merespon dengan jalan mengidentifikasi karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.
3) Ranah Psikomotor a) Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan
tubuh yang menekankan pada kekuatan, kecepatan, dan ketepatan tubuh yang mencolok.
b) Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan urutan atau pola dari gerakan yang dikoordinasikan, biasanya berhubungan dengan gerakan mata, telinga, dan badan.
c) Perangkat komunikasi nonverbal, merupakan kemampuan mengadakan komunikasi tanpa kata.
d) Kemampuan berbicara, merupakan kemampuan yang berhubungan dengan komunikasi secara lisan.
Masing-masing ranah terdiri dari sejumlah aspek yang saling berkaitan.
Guru harus mengusahakan tercapainya tujuan belajar yang meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
hendaknya dipelajari secara menyeluruh dengan mempertimbangkan bobot
ketiga aspek tersebut.
Belajar tidak senantiasa berhasil, tetapi seringkali ada hal-hal yang bisa
mengakibatkan kegagalan atau setidak-tidaknya menjadikan gangguan yang bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
menghambat ketuntasan belajar bahkan kemajuan belajar. Kegagalan atau
keterlambatan kemajuan belajar biasanya ada faktor yang mempengaruhinya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar yang dirangkum oleh
Slameto (2010: 54–70) sebagai berikut:
1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari individu sendiri. Faktor ini berupa: a) Faktor Jasmaniah
Faktor jasmaniah meliputi dua hal yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor Kelelahan Kelelahan pada seseorang meskipun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani.
c) Faktor Psikologis Faktor ini adalah perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, berfikir intelegensi, dan lain-lain.
2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar individu, faktor ini berupa: a) Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
b) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar itu mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c) Faktor Masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar
adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada individu yang belajar.
Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan
saja tetapi juga dapat berbentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, kepribadian,
minat maupun perubahan-perubahan lainnya yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Untuk mencapai tujuan belajar ada banyak faktor yang
mempengaruhi proses belajar siswa yang berasal dari dalam diri siswa sendiri
dan faktor dari luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Ketuntasan Belajar
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam melakukan
pembelajaran menerapkan pendekatan pembelajaran tuntas (Mastery Learning).
Ketuntasan belajar didasarkan pada konsep Mastery Learning. Tuntas artinya
habis sama sekali, tidak ada yang tersisa. (Sulchan Yasyin, 1997: 484).
Keberhasilan pembelajaran mengandung makna ketuntasan dalam belajar dan
ketuntasan dalam proses pembelajaran. Ketuntasan dalam belajar adalah
tercapainya kompetensi yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, sikap, atau
nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Fungsi
ketuntasan belajar adalah memastikan semua siswa menguasai kompetensi yang
diharapkan dalam suatu materi ajar sebelum pindah ke materi ajar selanjutnya.
Patokan ketuntasan belajar mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar
dan indikator yang terdapat dalam kurikulum. Sedangkan ketuntasan dalam
proses pembelajaran berkaitan dengan standar pelaksanaannya yang melibatkan
komponen guru dan siswa. Dengan demikian ketuntasan belajar yang dimaksud
adalah tingkat penguasaan minimal oleh siswa terhadap materi pelajaran yang
telah disampaikan sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Dengan diberlakukannya KTSP mengharapkan adanya perubahan
kegiatan belajar mengajar di kelas, baik proses kegiatan pembelajaran maupun
proses penilainnya (proses dan hasil belajar). Pelaksanaan KTSP menekankan
pada konsep penguasaan kompetensi maka jenis penilaian juga harus
disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompetensi. Proses penilaian dapat
dilakukan dengan perencanaan penilaian, pengumpulan informasi, pelaporan dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar.
Metode dan teknik penilaian yang dilakukan oleh guru untuk
mengetahui proses dan hasil belajar siswa terhadap penugasan kompetensi yang
diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian
ketuntasan kompetensi siswa. Penilaian hasil belajar siswa yang dilakukan oleh
guru selain untuk memantau proses, kemajuan dan perkembangan hasil belajar
siswa sesuai dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus sebagai umpan balik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses program
pembelajaran.
Sistem penilaian hasil belajar pada Tingkat Satuan Pendidikan
menggunakan acuan kriteria tertentu yang sudah direncanakan sebelum
pembelajaran dimulai. Penilaian acuan kriteria bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya, hal ini dikarenakan pada tes acuan kriteria
berasumsi bahwa hampir semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
belajar apa saja, namun waktu yang dipergunakan bisa berbeda-beda. Kriteria
paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan
Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) atau Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). SKBM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. SKBM
ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata
pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki
karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP
secara akademis menjadi pertimbangan utama dalam penetapan SKBM.
Departemen Pendidikan Nasional dalam Mimin Haryati (2007: 75)
mengemukakan bahwa:
Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) dari setiap indikator pada masing-masing kompetensi dasar ditetapkan antara rentang 1% - 100%. Penentuan standar ini ditentukan oleh masing-masing sekolah dengan memperhatikan tingkat kesukaran materi, faktor essensial materi, daya dukung (sarana-prasarana, kompetensi guru), Intake (kemampuan awal siswa pada awal pembelajaran).
Apabila nilai hasil belajar sama atau lebih besar dari standar ketuntasan
belajar minimal, maka siswa tersebut dapat diinterpretasikan tuntas belajar (telah
menguasai kompetensi dasar tersebut). Sebaliknya, jika nilai yang diperoleh
ternyata di bawah standar, maka dapat diinterpretasikan belum tuntas atau belum
lulus belajar. Sehingga siswa yang bersangkutan tidak bisa melanjutkan belajar
ke level berikutnya. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui
batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam
menyatakan tuntas (lulus) dan tidak tuntas (tidak lulus) dalam pembelajaran.
Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan layanan remedial bagi
yang belum tuntas dan layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
ketuntasan minimal. Kegiatan remedial yang berupa tatap muka dengan guru
akan diberi kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan evaluasi
dengan cara menjawab pertanyaan sesuai dengan topiknya, membuat rangkuman
pelajaran, atau mengerjakan tugas.
c. Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Mastery Learning adalah suatu filsafat yang mengatakan bahwa dengan
sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik
dari hampir seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Sistem
pengajaran ini dikembangkan agar siswa dapat menguasai sejumlah tujuan
pendidikan. Dr. Siswojo (1981: 21) menyatakan bahwa ”Mastery Learning
(belajar tuntas) adalah pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan
untuk setiap unit bahan pelajaran, baik secara perseorangan maupun kelompok”.
Mastery Learning ini adalah proses belajar mengajar yang bertujuan agar bahan
ajaran dikuasai secara tuntas, artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Belajar
tuntas ini merupakan strategi pengajaran yang diindividualisasikan dengan
menggunakan pendekatan kelompok (Group Based Learning). (Mulyani
Sumantri dan Johar Permana, 2001: 84)
Menurut John B. Carroll (1963) dalam Dr.Siswojo (1981: 15)
menyatakan bahwa “Setiap siswa dapat menguasai pokok bahasan tertentu dan
dapat belajar sesuai dengan tuntutan dan sasaran yang diharapkan, jika kepada
siswa diberikan waktu yang cukup (sufficient) dan mereka diperlakukan secara
tepat (appropriate threatment)”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh
Oemar Hamalik (1989: 104) bahwa:
Bakat seorang siswa dalam suatu bidang pengajaran tertentu dapat diramalkan, baik tingkatnya (yaitu bahan yang dipelajari dalam bidang pengajaran itu dalam waktu yang telah ditentukan) maupun satuan waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut sampai ke tingkat penguasaan tertentu.
Makin lama siswa menggunakan waktu secara sungguh-sungguh untuk
belajar, makin tinggi tingkat penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya.
Sedangkan waktu yang dibutuhkan ditentukan oleh bakat siswa, kualitas
pengajaran dan kemampuan siswa untuk menangkap bahan pelajaran. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
demikian semua siswa dapat mencapai ketuntasan jika kepada siswa diberikan
waktu yang cukup dan diperlakukan secara tepat, sehingga siswa yang
prestasinya kurang memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar menguasai
pokok bahasan yang sama.
Bloom dalam Guskey Thomas R, georgetown college (2007)
menyatakan bahwa: “Faktor yang prinsipil dalam stategi Mastery Learning
adalah mengembangkan prosedur umpan balik dan korektif (feedback and
corrective) pada berbagai taraf atau bagian dari proses belajar dengan memakai
berbagai tes”. Tes itu dimaksudkan untuk untuk memberikan umpan balik
kepada guru dan siswa mengenai aspek-aspek atau elemen-elemen apa yang
telah dikuasai setiap siswa dalam satuan pelajaran tertentu dan apa yang masih
perlu dipelajari kembali oleh siswa.
Variabel-variabel belajar tuntas:
1) Bakat siswa (aptitude) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi
antara bakat dengan hasil belajar. 2) Ketekunan belajar (perseverance)
Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul dari dalam diri siwa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah instruksional .
3) Kualitas pembelajaran (quality of instruction) Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong siswa untuk aktif belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap dalam keadaan yang siap menerima pelajaran. Kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas penyajian, penjelasan dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.
4) Kesempatan yang tersedia untuk belajar (time allowed for learning) Penyediaan waktu yang cukup untuk belajar dalam rangka mencapai tujuan instruksional yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran, bidang studi atau pokok bahasan yang berbeda-beda sesuai dengan bobot bahan pelajaran dan tujuan yang ditetapkan.
5) Kemampuan siswa untuk belajar (ability to understand instruction) Kemampuan atau kesanggupan siswa untuk menerima pelajaran berkaitan erat dengan kemampuan menanggapi rangsangan yang timbul dari lingkungan dan dengan sistem kerja fungsi kognitif yang mencakup taraf intelegensi dan daya kreativitas, bakat khusus, gaya belajar dan daya fantasi. (Mulyani Sumantri et al, 2001: 84-85)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Nasution, S (1982: 38-48) juga menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu:
1) Bakat untuk mempelajari sesuatu Bakat, misalnya intelegensi, mempengaruhi prestasi belajar. 95% dari
anak-anak, termasuk yang berbakat khusus dapat dibimbing untuk penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.
2) Mutu pengajaran Pengajaran dan pembelajaran yang bermutu akan memungkinkan peserta didik untuk menguasai suatu tema pembelajaran dalam waktu yang singkat. Mutu pengajaran ditentukan oleh kualitas penyampaian atau penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.
3) Kesanggupan untuk memahami pengajaran Kesanggupan untuk menerima dan memahami pelajaran berhubungan erat dengan kemampuan menguasai bahasa lisan dan tulisan. Kemampuan untuk mengerti bahasa tulisan banyak ditentukan oleh cara penyusunan buku teks sedangkan kemampuan mengerti bahasa lisan berhubungan dengan kemampuan guru mengajar.
4) Ketekunan Ketekunan adalah waktu dan kemauan yang diinginkan siswa untuk belajar. Siswa tidak akan menguasai tugas yang diberikan sepenuhnya jika waktu yang diberikan tidak sesuai dengan waktu yang diperlukan. Ketekunan berhubungan dengan minat dan sikap belajar. Jadi peserta didik perlu mempunyai ketekunan dan ketabahan untuk menguasai sesuatu yang dipelajari walaupun mereka perlu mengambil waktu yang lama.
5) Waktu yang tersedia untuk belajar Waktu untuk belajar adalah waktu yang diperlukan untuk belajar. Peserta didik memerlukan waktu yang mencukupi untuk menguasai sesuatu yang dipelajari. Setiap peserta didik mempunyai tahapan kemahiran dan usaha yang berbeda. Kelima variabel atau faktor Mastery Learning tersebut perlu
diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran tuntas, sehingga siswa
dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
Proses pembelajaran dengan Mastery Learning tidak lain adalah untuk
mempertinggi rata-rata prestasi siswa dalam belajar dengan memberikan kualitas
pembelajaran yang lebih sesuai, dengan memberi bantuan serta perhatian khusus
bagi siswa-siswa yang lambat agar menguasai kompetensi yang telah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
1). Ciri-ciri Pembelajaran Dengan Mastery Learning
Sistem pembelajaran Mastery Learning mempunyai ciri-ciri antara lain
adalah:
a) Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pengajaran telah ditentukan
terlebih dahulu.
Ini berarti bahwa tujuan dari sistem belajar mengajar adalah agar semua
siswa dapat mencapai tingkat penguasaan tujuan khusus pengajaran. Jadi
baik cara belajar mengajar maupun alat evaluasi yang digunakan untuk
mengetahui keberhasilan siswa harus berhubungan erat dengan tujuan-
tujuan pendidikan yang akan dicapai.
b) Menggunakan satuan pelajaran yang terkecil
Cara belajar mengajar dengan prinsip Mastery Learning menurut
pembagian bahan pengajaran menjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian
unit pelajaran menjadi bagian kecil-kecil ini sangat diperlukan guna dapat
memperoleh umpan balik secepat mungkin. Guru dapat melakukan usaha
perbaikan sedini mungkin, sehingga unit yang mendahului merupakan
prasyarat bagi unit selanjutnya.
c) Memperhatikan perbedaan individu
Yang dimaksud dengan perbedaan di sini adalah perbedaan siswa dalam
menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri serta laju belajarnya.
d) Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas kriteria
Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan hasil
kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan
evaluasi. Evaluasi dapat diartikan sebagai proses menentukan nilai. Untuk
dapat menentukan suatu nilai diperlukan adanya kriteria. Kriteria
digunakan sebagai dasar membandingkan antara kenyataan atau apa
adanya dengan apa harusnya. Perbandingan bisa bersifat mutlak dan
bersifat relatif. Perbandingan bersifat mutlak artinya hasil perbandingan
tersebut menggambarkan posisi objek yang dinilai ditinjau dari kriteria
yang berlaku. Sedangkan perbandingan bersifat relatif artinya hasil
perbandingan lebih menggambarkan posisi suatu subjek yang dinilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
terhadap lainnya dengan bersumber pada kriteria yang sama. Untuk
mengetahui ketuntasan siswa dengan menggunakan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) pada lampiran 28. Evaluasi dilakukan secara kontinu
diperlukan agar guru dapat menerima umpan balik yang cepat, sering dan
sistematis. Umpan balik dalam proses pembelajaran adalah segala
informasi yang diberikan kepada siswa mengenai hasil siswa dalam suatu
tes yang mereka kerjakan setelah menyelesaikan suatu proses belajar, yang
digunakan untuk mengetahui kemajuan siswa ke arah pencapaian tujuan
pengajaran dan sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan serta
masukan dalam proses pembelajaran. Slameto (1991: 190) menyatakan
bahwa:
Umpan balik tidak akan berguna jika tidak disertai dengan proses belajar yang kedua atau berikutnya yang mencakup usaha siswa meluruskan kesalahan atau mengisi kekurangannya dengan memanfaatkan informasi umpan balik tersebut. Unsur-unsur penting dalam proses belajar ulang untuk memperbaiki hasil belajar adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Unsur Penting Dalam Belajar Ulang
e) Mastery Learning menekankan pembelajaran dengan teman atau sejawat
(peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil.
Pada sekolah umum, Mastery Learning hampir pasti dikatakan cocok pada
periode dan waktu pembelajaran, walaupun masih diperlukan schedule
yang fleksibel. Oleh karena itu, solusi terbanyak yang direkomendasikan
pada Mastery Learning adalah dengan menggunakan Group-Based
Mastery Learning, yaitu Mastery Learning yang didasarkan pada
penggunaan pendekatan secara kelompok. Sedangkan Nasution, S (1982:
41) menyatakan bahwa ”Pada dasarnya anak-anak tidak belajar secara
kelompok akan tetapi secara individual, menurut cara-caranya masing-
Proses Belajar I
Proses Belajar II
Penilaian mis: tes I
Kriteria
Perbandingan
Informasi Umpan Balik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
masing sekalipun ia berada dalam kelompok”. Jadi dalam group-based
Mastery Learning, meskipun siswa bekerja secara kelompok secara
perorangan siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri.
f) Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan
Program perbaikan dan pengayaan adalah sebagai akibat dari penggunaan
evaluasi yang kontinu, dan berdasarkan kriteria terhadap perbedaan
kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah. Program
perbaikan ditujukan kepada siswa yang belum menguasai tujuan
instruksional tertentu atau unit pelajaran yang diberikan. Sedangkan
program pengayaan ditujukan kepada siswa yang telah menguasai unit
pelajaran yang diberikan.
g) Menggunakan prinsip siswa belajar aktif
Prinsip belajar siswa aktif memungkinkan siswa mendapatkan
pengetahuan berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan sendiri. Cara
belajar demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami
kesulitan. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangkan
ketrampilan kognitif, ketrampilan manual, kreativitas dan logika berfikir.
2). Persiapan Mengajar Dengan Mastery Learning
Strategi Mastery Learning dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan serta pelaksanaan
dengan prinsip belajar Mastery Learning.
a) Menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan
Tujuan instruksional atau tujuan pengajaran sebenarnya telah
tercantum dalam GBPP yang berlaku. Dari tujuan yang masih umum,
kita harus menjabarkan tujuan-tujuan yang operasional sehingga dapat
mengukur tingkat keberhasilan. Tujuan ini merupakan dasar bagi
penyusunan cara belajar mengajar dan tes. Jadi, tes tidak lain adalah
suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana siswa
menguasai tujuan-tujuan instruksional setelah mereka mengalami proses
belajar mengajar yang tergambar pada gambar 2.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Tujuan Instruksional
Cara belajar mengajar Evaluasi
Gambar 2.2 Bentuk Tujuan Instruksional
Sebelum mengembangkan tes, hendaknya dapat ditentukan
terlebih dahulu tingkat penguasaannya atau standar ketuntasannya.
Dengan cara demikian siswa akan berkompetisi untuk mencapai standar
ketuntasan yang telah ditentukan. Jadi dalam Mastery Learning setiap
individu dilihat penampilannya berdasarkan tingkat penguasaan bahan
yang telah tetap dan bukan dilihat penampilannya yang didasarkan atas
perbandingan teman-temannya dalam satu kelompok.
b) Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam sistem belajar Mastery Learning sebagai berikut :
(1). Menentukan pokok bahasan dan luas materi unit pelajaran setelah
mengetahui tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam satu periode
tertentu.
(2). Merencanakan pengajaran dan evaluasi.
(3). Merencanakan program perbaikan dan pengayaan
3). Model Strategi Mastery Learning
Menurut Ischak dan Warji (1987: 27), salah satu model strategi
Mastery Learning dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Bagan Model Strategi Mastery Learning
PRT TIU TIK RP PT
E
TPB
R
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Keterangan Gambar :
TIU = Tujuan Instruksional Umum yang hendak dicapai (Standar Kompetensi).
TIK = Tujuan Instruksional Khusus (Indikator).
PRT = Pre Test.
RP = Rencana Pembelajaran.
PT = Post Tes.
TPB = Tingkat Penguasaan Bahan.
E = Enrichment ( Pengayaan ).
R = Remedial ( Perbaikan ).
2. Metode Mengajar
Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tidak pernah lepas dari
pembahasan mengenai pendidikan. Mengajar merupakan suatu upaya yang
dilakukan guru agar siswa belajar. Metode merupakan salah satu penunjang
utama berhasil atau tidak seorang guru dalam mengajar . Di samping kecakapan
dan ketrampilan mengajar, guru juga harus memiliki dan menguasai metode-
metode mengajar yang tepat untuk topik-topik pelajaran yang diajarkannya agar
hasil belajar dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia: "Metode adalah cara-cara yang tersusun dan teratur
untuk mencapai tujuan khususnya dalam hal ilmu pengetahuan". (Sulchan
Yasyin,1997: 335). Syaiful Sagala (2009: 168) berpendapat bahwa "Metode
adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengorganisasikan kelas pada
umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya". Mengenai
metode, Wina Sanjaya (2009: 147) berpendapat bahwa ”Metode adalah cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang sudah disusun tercapai secara optimal”.
Sedangkan Mulyani Sumantri et al (2001: 114) mengungkapkan bahwa “Metode
merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran
yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar
dan tercapainya prestasi belajar yang memuaskan”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah
cara yang teratur berdasarkan pendekatan tertentu yang digunakan guru untuk
melaksanakan strategi saat penyampaian materi pelajaran guna mencapai tujuan
pengajaran yang optimal. Dalam pengajaran secara umum ada beberapa metode
mengajar antara lain: metode ceramah, metode demonstrasi, metode eksperimen
dan lain-lain. Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut tentang metode mengajar
yaitu metode demonstrasi dan metode diskusi.
a. Metode Demonstrasi
Wina Sanjaya (2009: 152) berpendapat bahwa "Metode demonstrasi
adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan
mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu,
baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan". Menurut Syaiful Sagala (2009:
210), “Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu
peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan
agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau
tiruannya”. Sedangkan Mulyani Sumantri et al (2001: 133) menyatakan bahwa:
Metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan.
Metode demonstrasi biasanya berkenaan dengan tindakan-tindakan atau
prosedur yang harus dilakukan, misalnya proses mengatur sesuatu, melakukan,
dan menggunakan komponen-komponen yang akan membentuk sesuatu,
ataupun membandingkan suatu cara dengan cara lain dan mengetahui atau
melihat kebenaran sesuatu. Dalam penggunaan metode demonstrasi disertai
kelebihan dan kekurangan penggunaan metode ini.
Tujuan penggunaan metode demonstrasi adalah
1) Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki peserta didik
atau dikuasai peserta didik
2) Mengkongkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
3) Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para
peserta didik secara bersama-sama.
Adapun kelebihan dari metode demonstrasi yaitu :
1) Membuat pelajaran jadi lebih jelas dan lebih kongkrit dan menghindari
verbalisme.
2) Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran
3) Proses pengajaran akan lebih menarik.
4) Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat mencobanya
sendiri.
5) Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan metode yang lain.
Sedangkan kelemahan dari metode demostrasi yaitu :
1) Memerlukan waktu yang banyak.
2) Memerlukan kematangan dalam perancangan atau persiapan.
3) Memerlukan ketrampilan guru secara khusus.
4) Keterbatasan dalam sumber belajar, alat pelajaran, situasi yang harus
dikondisikan, dan waktu untuk mendemonstrasikan sesuatu
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode
demonstrasi adalah: persiapan demonstrasi dan pelaksanaan demonstrasi.
1) Tahap persiapan.
Di dalam persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :
a) Mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat melihat
dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
b) Merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses
demonstrasi berakhir.
c) Mengemukakan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa.
d) Mempersiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan
dilakukan.
e) Melakukan uji coba demonstrasi, yang meliputi segala peralatan yang
diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2) Pelaksanaan demonstrasi
Tahap pelaksanaan demonstrasi meliputi :
a) Memulai demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa.
b) Menciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana
yang menegangkan.
c) Meyakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memperhatikan reaksi seluruh siswa.
d) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan
lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi.
3) Langkah mengakhiri demonstrasi
Setelah demonstrasi selesai, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan:
a) Mengevaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi.
b) Memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode demostrasi
merupakan cara mengajar di mana seorang guru memperlihatkan suatu proses
atau gejala kepada siswa dengan menggunakan alat bantu agar ilmu pengetahuan
yang diberikan oleh pengajar dapat segera dipahami oleh siswa dan dapat
memberikan gambaran kepada siswa tentang konsep yang dipelajari melalui
peragaan yang dilakukan guru di kelas. Dengan begitu siswa akan lebih
memahami konsep yang telah didapatkan bersama dengan guru melalui
demonstrasi.
b. Metode Diskusi
Diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran. (Syaiful Sagala, 2009 : 208).
Diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Wina
Sanjaya (2009: 154) yang menyatakan bahwa ”Metode diskusi adalah metode
pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan
utama metode diskusi adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat
suatu keputusan”.
Mulyani Sumantri et al (2001: 124) berpendapat bahwa "Metode
diskusi diartikan sebagai siasat penyampaian bahan pengajaran yang melibatkan
peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu
topik bahasan yang bersifat problematis”. Dalam hal ini, guru, siswa, dan atau
kelompok siswa memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan
dalam diskusi.
Metode diskusi bertujuan untuk :
1) Melatih siswa mengembangkan kemampuan bertanya, berkomunikasi,
menafsirkan dan menyimpulkan bahasan.
2) Melatih dan membentuk kestabilan sosial-emosional.
3) Mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dalam memecahkan masalah
sehingga tumbuh konsep diri yang lebih positif.
4) Mengembangkan keberhasilan siswa dalam menemukan pendapat.
6) Melatih siswa berani berpendapat tentang suatu masalah.
Dalam penelitian ini juga menggunakan metode diskusi, yang
mempunyai kelebihan maupun kelemahan. Kelebihan dari metode diskusi yaitu:
1) Dapat mendorong partisipasi siswa secara aktif, baik sebagai partisipan,
penanya, penyanggah, maupun sebagai ketua atau moderator diskusi.
2) Menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa, ataupun
terobosan-terobosan baru dalam pemecahan masalah.
3) Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, dan partisipasi demokratis.
4) Melatih kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang
lain dan tidak memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi
memberi dan menerima.
5) Keputusan yang dihasilkan kelompok akan lebih baik dari pada yang
dihasilkan sendiri.
Sedangkan kelemahan dari metode diskusi adalah
1) Sulit menemukan topik masalah yang sesuai dengan tingkat berfikir siswa
dan yang memiliki relevansi dengan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2) Memerlukan waktu yang tidak terbatas
3) Pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang.
4) Didominasi oleh orang-orang tertentu yang biasanya aktif.
5) Memerlukan alat yang fleksibel untuk membentuk tempat yang sesuai.
6) Kadang tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulan telah
disepakati namun dalam implementasinya sangat sulit dilaksanakan.
7) Perbedaan pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat
menimbulkan bentrokan fisik.
Agar penggunaan diskusi berjalan dengan efektif, maka perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1) Langkah persiapan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya :
a) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
b) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang
ingin dicapai.
c) Menetapkan masalah yang akan dibahas.
d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis
pelaksanaan diskusi.
2) Pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan diskusi adalah :
a) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat mempengaruhi
kelancaran diskusi.
b) Memberikan pengarahan sebelum pelaksanaan diskusi.
c) Melaksanakan diskusi sesuai aturan main yang telah ditetapkan.
d) Memberikan kesempatan yang sama kepada peserta diskusi untuk
mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
e) Mengendalikan pembicaraan pada pokok persoalan yang sedang dibahas.
3) Menutup diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
a) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan
hasil diskusi.
b) Mereview jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta
sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode diskusi merupakan
cara mengajar dimana lebih bersifat bertukar pengalaman atau pendapat untuk
menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama.
c. Evaluasi Hasil Belajar
Untuk menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses dan
hasil kegiatan pembelajaran, maka seorang guru harus menyelenggarakan
evaluasi. Kegiatan evaluasi yang dilakukan guru mencakup evaluasi
pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi pembelajaran merupakan
proses sistematis untuk memperoleh informasi tentang keefektian proses
pembelajaran dalam membantu siswa mencapai tujuan pengajaran secara
optimal. Sedangkan evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan untuk
menentukan nilai belajar siswa melalui penilaian hasil belajar. Dari kegiatan
evaluasi hasil belajar kita dapat mengetahui tingkat kekeberhasilan yang dicapai
oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat
keberhasilan tersebut ditandai dengan skala nilai berupa angka atau huruf.
Apabila tujuan utama kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka
hasilnya dapat difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan.
Hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar pada akhirnya difungsikan dan
ditujukan untuk keperluan diagnostik dan pengembangan, seleksi, kenaikan
kelas, dan penempatan.
Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. … . Penilaian ini berfungsi sebagai: (1) Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu kepada rumusan-rumusan tujuan instruksional. (2) Umpan balik pada perbaikan proses belajar-mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru, dll. (3) Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
belajar siswa dalam bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.
(Nana Sudjana, 2008: 3-4) Evaluasi hasil belajar merupakan suatu proses yang sistematis. Agar
proses evaluasi hasil belajar dapat dilaksanakan oleh seorang guru atau penilai,
maka ada beberapa tahapan atau langkah kegiatan yang perlu dilaksanakan oleh
seorang penilai. Tahapan prosedur evaluasi hasil belajar yang perlu dilalui
seseorang penilai meliputi: persiapan, penyusunan alat ukur (tes), pelaksanaan
pengukuran, pengolahan hasil pengukuran, penafsiran hasil pengukuran,
pelaporan dan penggunaan hasil evaluasi. Ditinjau dari segi kegunaan untuk
mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes yaitu tes diagnostik,
tes formatif dan tes sumatif. Suharsimi Arikunto (2002: 33-40) menyatakan
bahwa:
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa, sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Tes diagnostik dapat dilakukan pada awal belajar, sedang belajar atau akhir belajar. Tes formatif merupakan tes yang dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertentu. Manfaat tes formatif tersebut adalah sebagai penguatan, perbaikan dan diagnosis. Sedangkan tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan setelah program yang lebih besar berakhir. Manfaat dari tes sumatif adalah untuk menentukan nilai dan mengukur ketercapaian program.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Nana Sudjana (2008: 5), yang menyatakan bahwa:
Dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa macam yaitu penilain formatif, penilain sumatif, penilaian diagnostik, penilai selektif, penilaian penempatan. Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar-mengajar untuk melihat keberhasilan proses belajar-mengajar itu sendiri. Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-kelemahan siswa serta faktor penyebabnya. Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu. Penilaian penempatan adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui ketrampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya evaluasi
hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Evaluasi
hasil belajar merupakan usaha mengukur pencapaian tujuan kegiatan belajar
yang mencerminkan perubahan tingkah laku, kecakapan dan status siswa dalam
menelaah pelajaran dalam jangka waktu tertentu. Untuk mengetahui tinggi
rendahnya prestasi belajar siswa digunakan suatu alat evaluasi, yaitu berupa tes
buatan guru bidang studi masing-masing.
3. Kemampuan Matematika
Matematika menggunakan bahasa yang dinyatakan dengan simbol-
simbol dan istilah yang benar dan tepat yang telah disepakati bersama.
Matematika disebut bahasa, sebab matematika merupakan bahasa simbol yang
berlaku secara universal (Internasional) dan sangat padat makna dan
pengertiannya. (Karso dan Hendro Darmodjo, 1993: 12). Bahasa matematika ini,
digunakan untuk siapa saja, kapan saja dan di mana saja pasti akan mempunyai
pengertian yang sama. Sehingga dengan menggunakan Matematika maka
konsep-konsep dalam Fisika akan dapat ditampilkan lebih sederhana dan lebih
mudah dipahami yaitu dengan merumuskannya dalam persamaan matematis dan
simbol.
Matematika timbul sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan
dengan ide, proses dan penalaran. Dalam mempelajari Matematika diperlukan
pemahaman tidak cukup dengan hafalan saja. Selain itu, dalam mempelajari
matematika tidak lepas dari penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur
yang abstrak, kemudian dalam mempelajarinya kita mencari hubungannya. Jadi,
Fisika dalam perkembangannya membutuhkan Matematika sebagai alat bantu
karena Fisika memerlukan model untuk memahaminya.
Margono dalam Puruhita (2009: 20) menyatakan bahwa “Metematika
adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif”. Dalam matematika tidak
menerima generalisasi yang berdasarkan observasi, eksperimen, coba-coba
(induktif) seperti halnya ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu pengetahuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
umumnya. Kebenaran generalisasi dalam matematika harus dapat dibuktikan
secara deduktif.
Matematika terdiri dari empat bahasan yang luas, yaitu: Aritmatika,
Aljabar, Geometri dan Analisis (http://www.Fisika.net/A Brief of
Mathematics/Miftachul Hadi (Fisika LIPI) revisi terakhir: 14 Juli 2005). Karso
et al (1993: 13) juga mengemukakan bahwa ”Matematika itu sebagai seni dan
ratunya ilmu”. Matematika sebagai seni karena dalam matematika terlihat unsur-
unsur keindahan, keteraturan, keterurutan dan ketetapan seperti halnya seni,
indah dipandang dan diresapi. Sedangkan matematika sebagai ratunya ilmu
karena matematika itu tidak bergantung dengan bidang studi lain tetapi
merupakan alat serta pelayan ilmu lain. Sebagai abdi atau pelayan, Matematika
adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain.
Kemampuan matematika merupakan penunjang bagi bidang lain, salah
satunya adalah IPA. Matematika dengan IPA merupakan ilmu dasar yang
mempunyai saling keterkaitan yang sangat erat. IPA tidak mungkin
dikembangkan tanpa bantuan matematika, sehingga lebih mendorong IPA untuk
berkembang. (Karso et al, 1993: 1). Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan
Abdullah Aly seperti yang dikutip oleh Anik (2009: 15) yaitu “Peranan
Matematika dalam IPA antara lain adalah sebagai faktor penunjang untuk
semesta dan dapat menjelaskan sesuatu yang tak dapat dijangkau oleh
pengalaman empiris”.
Beberapa karakteristik dalam kemampuan matematika menurut
Soedjadi dalam Anik (2009: 14-15) antara lain :
a) Memiliki objek kajian abstrak Dalam Matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak. Objek ini merupakan objek pikiran yang meliputi fakta, konsep, operasi, serta prinsip. Dari objek itulah dapat disusun suatu pola dan struktur Matematika.
b) Berpola pikir deduktif Pola pikir deduktif merupakan pemikiran yang berpangkal pada hal yang bersifat umum dan diarahkan pada hal yang bersifat khusus. Hal ini dapat terwujud dalam hal yang sederhana maupun tidak.
c) Memiliki simbul yang kosong dalam arti Rangkaian simbol-simbol yang ada dapat membentuk suatu model Matematika. Model Matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, bangun geometri dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
d) Konsisten dalam sistem Dalam Matematika ada banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi ada juga yang tidak. Sistem-sistem yang ada antara lain sistem Aljabar dan sistem Geometri.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan matematika
merupakan penunjang dalam bidang Fisika. Kemampuan Matematika
merupakan kemampuan dan ketrampilan dalam cabang ilmu pengetahuan eksak,
terorganisir secara sistematik dan memiliki beberapa karakteristik yang dapat
menampilkan konsep-konsep Fisika dalam bentuk persamaan serta menafsirkan
data yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.
4. Pembelajaran Fisika di SMA
a. Pengertian Fisika
Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA), yaitu ilmu yang
mengkaji tentang alam dengan segala isinya. IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. Menurut
Margono dkk (1998: 21) bahwa "Pengertian IPA meliputi tiga hal yaitu produk,
proses dan sikap ilmiah yang ketiganya saling berhubungan".
1) Produk IPA, adalah semua pengetahuan tentang gejala alam yang telah
dikumpulkan melalui pengamatan/observasi. Produk IPA berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum dan teori.
2) Proses IPA, sering disebut juga proses ilmiah/metode ilmiah. Yang disebut
dengan metode ilmiah adalah gabungan antara penataran dan pengujian
secara empiris. Adapun langkah-langkah metode ilmiah adalah identifikasi
masalah, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, melakukan eksperimen,
pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.
3) Nilai dan sikap ilmiah
Selama melakukan metode ilmiah melalui proses observasi, eksperimen dan
berfikir logis harus digunakan sikap jujur, obyektif dan komunikatif agar
dapat mencapai hasil IPA yang benar.
Sebagai bagian dari IPA, tentunya Fisika memiliki ciri-ciri yang
hampir sama dengan IPA. Menurut Gerthsen (1985) yang dikutip oleh Herbert
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Druxes (1986: 3): “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala
alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara
kenyataan-kenyataannya. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah
mengamati gejala-gejala tersebut”. Sedangkan menurut pendapat Brockhaus
(1972) yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986: 3): “Fisika adalah pelajaran
tentang kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan percobaan dan
pengujian secara sistematis dan berdasarkan peraturan umum”.
Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan Fisika merupakan suatu
ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam, yang hasilnya dirumuskan dalam
bentuk definisi ilmiah dan juga persamaan matematika. Fisika dapat dipelajari
secara pengamatan dan eksperimen serta teori..Secara pengamatan dan
eksperimen, Fisika dapat dipelajari di alam secara langsung ataupun di
laboratorium, sedangkan secara teori Fisika dapat dipelajari dengan kegiatan
berdasarkan analisis rasional dengan berpijak pada teori yang telah ditemukan
sebelumnya. Hasil-hasil Fisika diungkapkan dalam bentuk fakta, konsep,
prinsip, hukum dan teori.
b. Pembelajaran Fisika di SMA
Pembelajaran Fisika merupakan proses belajar mengajar yang
didalamnya mempelajari alam dan kejadian-kejadiannya. Pembelajaran Fisika
akan lebih cepat dipahami jika diajarkan sesuai hakikat Fisika, yaitu menyangkut
produk, proses dan sikap ilmiah dari Fisika, guna mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagai produk hanya menekankan segi kognitif saja. Produk Fisika adalah hasil
pembelajaran Fisika berupa konsep, hukum dan teori yang disusun berdasarkan
fakta-fakta alam. Sedang proses dalam pembelajaran fisika berupa aktivitas yang
mempelajari, menggali, mencari dan menyelidiki kejadian alam. Dan sikap
dalam kegiatan Fisika adalah suatu sikap mental yang diperlukan selama
melakukan proses kegiatan Fisika. Termasuk dalam sikap ini adalah jujur,
terbuka, kritis dan menghargai pendapat orang lain.
Menurut Bleichroth, yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986: 70)
bahwa “Tujuan pelajaran Fisika adalah untuk memperoleh wawasan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
pengetahuan, dan keterampilan yang memungkinkan ia dapat menunjukkan dan
menerangkan gejala-gejala yang berlangsung di dalam lingkungan kehidupannya
serta dunia lingkungan pekerjaannya dikemudian hari”. Sedangkan menurut
permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah, mata pelajaran Fisika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Membentuk sikap positif terhadap Fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3) Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif
5) Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mata pelajaran Fisika yang diberikan di sekolah adalah saling
keterkaitan. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari mata pelajaran IPA di
SMA, merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika SLTP. Fisika selain
mempelajari sifat materi gerak dan fenomena yang lain juga mempelajari
konsep-konsepnya dalam kehidupan nyata serta perkembangan sikap dan
kesadaran terhadap pengetahuan dan teknologi. Jadi mata pelajaran Fisika harus
mempunyai tujuan yang tersusun rapi dan baik serta tidak hanya merupakan
ringkasan ilmu pengetahuan.
Pengajaran Fisika di SMA sangat penting bagi siswa, karena pengajaran
Fisika dapat mengembangkan beberapa aspek pribadi seperti pengembangan
ketrampilan, menambah pengetahuan tentang gejala-gejala alam, memahami
metode ilmiah dan dapat menggunakannya untuk memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa pembelajaran Fisika meliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
produk yang berupa fakta, konsep, hukum, prinsip dan teori, proses yang berupa
metode ilmiah serta sikap ilmiah. Sehingga dalam pengajaran Fisika harus
memperhatikan ketiga aspek tersebut. Sebagai contoh, pada pokok pembahasan
listrik dinamis terdapat fakta bahwa arus listrik dapat diukur dengan
menggunakan amperemeter. Prinsipnya adalah bahwa dalam mengukur kuat
arus, amperemeter harus dirangkai secara seri dengan komponen yang diukur.
Hukum yang berlaku pada pengukuran tersebut adalah hukum Ohm.
Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pelajaran
Fisika adalah memperoleh wawasan dan menguasai konsep-konsep Fisika dan
saling keterkaitannya dengan sikap ilmiah, kritis, dan obyektif. Berdasarkan
tujuan pelajaran Fisika di SMA tersebut diharapkan siswa mampu menggunakan
metode ilmiah baik mempelajari konsep dan saling keterkaitannya maupun
untuk masalah-masalah yang terjadi di lingkungannya. Bentuk nyata penerapan
metode ilmiah pada tingkat SMA lebih kepada tujuan untuk melatih menjelaskan
proses ditemukannya suatu konsep bukan untuk menemukan suatu konsep
ataupun teori yang baru.
c. Materi Pokok Bahasan Listrik Dinamis
Materi yang disampaikan dalam penelitian ini adalah pokok bahasan
Listrik Dinamis.
1) Kuat Arus Listrik
Arus listrik adalah aliran muatan listrik. Pada abad ke-19,
sebelum elektron ditemukan, arah arus listrik ditetapkan sama dengan arah
muatan positif yang bergerak dari kutub positif ke kutub negatif baterai.
Arah arus ini disebut arah arus listrik konvensional. Pergerakan muatan ini
melalui bahan yang disebut konduktor. Arah aliran elektron-elektron
berlawanan dengan arah aliran muatan positif (gambar 2.4). Besar muatan
negatif yang mengalir ekivalen dengan besar muatan positif yang mengalir
dalam arah berlawanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Permukaan
Gambar 2. 4 Arus Elektron Berlawanan dengan Arus Konvensional
Arus listrik mengalir dari titik berpotensial tinggi ke titik
berpotensial rendah, sesuai dengan arah aliran muatan-muatan positif.
Makin besar muatan yang mengalir melalui suatu penampang kawat dalam
selang waktu ∆t, makin besar arus listriknya. Besaran yang menyatakan
kuantitas arus listrik disebut kuat arus listrik I, kuat arus listrik
didefinisikan sebagai besar muatan positif ∆q yang mengalir melalui
penampang kawat penghantar per satuan waktu ∆t.
t
qI
∆∆= (1)
Untuk arus searah, banyak muatan listrik yang mengalir melalui
penampang kawat adalah konstan, sehingga persamaan (1) dapat dituliskan
t
qI = (2)
di mana: I = kuat arus listrik (Ampere)
∆t = selang waktu (sekon)
∆q = banyaknya muatan yang mengalir (coulomb)
Gambar 2.5 Kuat Arus Listrik Sebagai Kelajuan Muatan yang Melewati Suatu Luasan Tertentu.
Dengan demikian, satuan arus listrik dalam SI adalah coulomb
per sekon (C/s) yang lebih dikenal dengan ampere (A), yang diambil dari
Arus konvensionalArus elektron
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
nama seorang fisikawan Perancis bernama Andre Marie Ampere. Besaran
kuat arus I dan waktu t termasuk besaran pokok sedangkan muatan q
adalah besaran turunan. Di samping arus listrik dikenal pula rapat arus,
yaitu besar kuat arus listrik tiap satuan luas penampang penghantar. Bila
kuat arus I dan luas penampang arus A, maka rapat arus J dapat
dituliskan sebagai:
A
IJ = (3)
Rapat arus J mempunyai satuan A/m2 atau C/sm2
2) Hukum Ohm
Sebelum membahas faktor-faktor yang mempengaruhi hambatan
suatu penghantar terlebih dahulu akan dibahas hukum Ohm sebagai dasar
pembahasan hambatan. Tegangan V pada ujung-ujung sebuah hambatan
adalah sebanding dengan kuat arus I yang melalui hambatan R, pada suhu
tetap. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum Ohm. Secara matematis
hukum Ohm dapat ditulis:
I ∝ V
Ω
ampere
volt
satu I
satu VSatu R 1
1
1 ===
V = I R
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Antara V dengan I.
Suatu penghantar yang terbuat dari kawat logam, misalnya kawat
tembaga, jika suhu dan sifat-sifat fisik lainya dijaga maka harga
hambatanya akan tetap.
V
θ 0 I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hambatan
Besar hambatan suatu penghantar dipengaruhi oleh panjang L ,
luas penampang A, dan hambatan jenis ρ penghantar. Besar hambatan
suatu penghantar pada suhu tertentu sebanding dengan panjang hambatan
dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya:
A
LR∝
A
LρR = (4)
Keterangan : R = hambatan penghantar (Ω)
L = panjang penghantar (m)
A = luas penampang penghantar (m2)
ρ = hambat jenis penghantar (Ωm).
Untuk penghantar yang penampangnya berbentuk lingkaran, maka dapat
dicari luas penampangnya jika jari-jari atau diameternya diketahui, yaitu:
2rπA = atau 4
2πD
A = (5)
Besaran ρ adalah suatu tetapan yang disebut hambatan jenis kawat. ρ
merupakan sifat khas bahan kawat dan tidak tergantung ukuran atau
bentuk kawat. Artinya, untuk jenis bahan yang sama nilai ρ adalah tetap.
Karena R dalam Ω, dan L dalam m dan A dalam m2, maka satuan ρ adalah
Ωm.
Meskipun konduktivitas logam (bahan ohmik) tidak tergantung
pada potensial dan kuat arus, namun ada faktor lain yang
mempengaruhinya yaitu suhu. Umumnya resistansi jenis bahan berubah
jika suhu berubah. Dalam suatu batas perubahan suhu tertentu, perubahan
fraksi hambatan jenis (∆ρ/ρ0) sebanding dengan perubahan suhu (∆T):
α∆Tρ
∆ρ =0
(6)
dengan 0ρρ∆ρ −= (7)
0TT∆T −= (8)
dengan menggabungkan persamaan (6), (7) dan (8) akan diperoleh
persamaan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
α∆T)(ρρt += 10 (9)
dengan adalah hambat jenis setelah suhu dinaikkan (Ωm), adalah
hambat jenis mula-mula (Ωm), adalah tetapan suhu(/°C) dan ∆T adalah
perubahan suhu (°C).
Identik dengan persamaan (9) di atas nilai hambatan penghantar logam
bertambah dengan naiknya suhu. Oleh karena hambatan suatu penghantar
bergantung pada hambat jenis yang merupakan fungsi linier dari suhu maka
hambatan penghantar juga merupakan fungsi linier dari suhu.
α∆T)(RRt += 10 (10)
dengan R0 adalah hambatan mula-mula (pada suhu T0), Rt adalah hambatan
pada suhu T, dan adalah koefisien suhu hambatan jenis. Jika
dibandingkan dua hambatan kawat pada suhu berbeda maka:
)Tα(T
)Tα(T
R
R
01
02
1
2
1
1
−+−+
= (11)
4) Hukum I Kirchhoff
Gustav Kirchoff, ahli fisika Jerman (1824-1887) berdasarkan
hasil eksperimennya menyatakan “Pada rangkaian listrik yang bercabang,
jumlah kuat arus yang masuk ke suatu titik cabang sama dengan jumlah
kuat arus yang keluar dari titik cabang itu”. (Marthen Kanginan, 2006:
284). Pernyataan ini dikenal sebagai Hukum I Kirchoff. Dirumuskan:
keluarmasuk ΣIΣI = (12)
Gambar 2.7. Rangkaian Bercabang
Kuat arus dalam suatu rangkaian tak bercabang (rangkaian seri) di
mana-mana besarnya sama sebab tidak ada arus yang terbagi-bagi.
tρ 0ρ
α
α
Ikeluar Imasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
5) Rangkaian Listrik secara Seri dan Paralel
a) Susunan Seri Hambatan Listrik
“Komponen-komponen listrik disusun secara seri jika komponen-
komponen tersebut dihubungkan sedemikian sehingga kuat arus yang
melalui tiap-tiap hambatan sama besarnya”.
Gambar 2.8. (a) menunjukkan dua lampu pijar disusun seri, sedang
gambar rangkaian listriknya ditunjukkan pada gambar 2.8 (b). Kedua
hambatan seri R1 dan R2 diganti oleh sebuah hambatan pengganti seri
RS ditunjukkan pada gambar 2.8 (c).
Hambatan pengganti untuk hambatan listrik yang dirangkai secara seri
adalah sama dengan jumlah hambatan tiap-tiap komponen.
Dirumuskan:
(13)
Prinsip-prinsip yang berlaku pada susunan seri hambatan listrik
adalah:
(1) Susunan seri hambatan bertujuan memperbesar hambatan suatu
rangkaian.
(2) Tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti seri sama dengan
jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat.
VSeri = V1 + V2 + V3 +...... (14)
(3) Kuat arus yang melalui tiap-tiap hambatan sama, yaitu sama
dengan kuat arus yang melalui hambatan pengganti serinya
....3211
+ ++==∑=
RR RRRn
ii S
E
Rs a b
E
R
R
a
+
Baterai
(a)
Gambar 2.8. (a) Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Seri
(b) Rangkaian Pengganti Seri
(b)
b
(c)
+
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
I1 = I 2 = I 3 =…= ISeri (15)
(Marthen Kanginan, 2006: 284-285)
b) Susunan Paralel
Susunan paralel komponen-komponen listrik adalah
komponen yang dihubungkan sedemikian sehingga tegangan pada
tiap-tiap komponen sama besar, meskipun hambatan masing-masing
komponen tidak sama. Hubungan paralel komponen-komponen listrik
serta rangkaian penggantinya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.9. (a) Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Paralel
(b) Rangkaian Pengganti Paralel
Gambar 2.9. (a) menunjukkan dua buah lampu pijar disusun
paralel, sedang gambar rangkaian listriknya ditunjukkan pada gambar
2.9.(b). Susunan paralel kedua lampu ini dapat diganti dengan sebuah
hambatan pengganti paralel Rp, yang ditunjukkan pada gambar 2.9.(c).
Hambatan R1 dan R2 yang disusun secara paralel, hambatan
penggantinya dapat dihitung lebih cepat dengan persamaan khusus:
21
21
21
111
RR
RRR
RRR pp +
×=⇒+= (16)
Secara umum, untuk hambatan yang disusun paralel, kebalikan
hambatan pengganti paralel sama dengan jumlah dari kebalikan tiap-tiap
hambatan :
(17) ...RRRRR
n
i iP
+++==∑= 3211
11111
+
Rpa b
E
a
E
R2
R1
+
b
Baterai (a)
(c) (b)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Prinsip-prinsip yang berlaku pada susunan paralel hambatan
listrik adalah:
(1) Susunan paralel hambatan bertujuan memperkecil hambatan
suatu rangkaian.
(2) Tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama, yaitu sama
dengan tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti
paralelnya.
V1 = V2 = V3 =…= Vparalel (18)
(3) Kuat arus yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan
jumlah kuat arus yang melalui tiap-tiap komponen.
Iparalel = I 1 + I 2 + I 3 +... (19)
(Marthen Kanginan, 2006: 286-287)
c) Susunan Gabungan Seri-Paralel
Hambatan dalam suatu rangkaian sering disusun gabungan
seri-paralel. Untuk menentukan hambatan penggantinya maka
digunakan prinsip-prinsip susunan seri dan paralel di atas.
6) Hubungan Seri dan Paralel untuk Sumber Tegangan
Dalam berbagai rangkaian listrik, sering dijumpai ada beberapa
sumber tegangan yang dirangkai seri ataupun paralel.
a) Sumber Tegangan Disusun Seri
Sumber tegangan yang dirangkai seri, ggl totalnya merupakan
jumlah ggl sumber tegangan yang dirangkai.
∑=++= EEEEE 321 (20)
+
E3,r3
R
E2,r2 +
E1,r1
+ Gambar 2.10. Rangkaian Seri Sumber Tegangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Total hambatan dalam merupakan jumlah hambatan total
sumber tegangan
∑=++= rrrrr 321 (21)
Sehingga, kuat arus yang mengalir:
Rr
EI
+∑
∑= (22)
Keterangan : ΣE = sumber tegangan total
Σ r = hambatan dalam total
R = hambatan luar
I = kuat arus
b) Sumber Tegangan Disusun Paralel
Untuk sumber tegangan yang dirangkai paralel, hanya berlaku
untuk sumber yang mempunyai besar ggl sama (identik):
EEEE === 321 (23)
Ggl totalnya sama dengan ggl pada masing-masing sumber
tegangan. Sehingga kuat arus yang mengalir:
nRr
nEI
Rn
rE
I+
=+
= atau (24)
Keterangan n = jumlah sumber tegangan yang diparalel.
n
r= hambatan dalam penganti dari sumber.
R
+ E3,r3
+ E2,r2
+ E1,r1
Gambar 2.11. Rangkaian Paralel Sumber Tegangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Kerangka Berpikir
Dalam belajar, siswa menghadapi berbagai faktor internal maupun
eksternal sehingga mempengaruhi ketuntasan belajar. Faktor internal yang
memberikan kontribusi terhadap ketuntasan belajar siswa antara lain
kemampuan matematika. Setiap siswa berpotensi untuk mencapai ketuntasan
belajar, jika kepadanya diberi waktu yang cukup dan mutu pelayanan yang
sesuai. Mastery Learning merupakan salah satu usaha dalam pembaharuan
pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi serta usaha belajar
siswa agar siswa dapat mencapai tingkat ketuntasan.
Kemampuan awal merupakan penguasaan konsep awal yang relevan
dengan konsep yang akan dipelajari. Salah satu kemampuan awal yang dimiliki
siswa adalah kemampuan matematika. Dalam hal ini yang dimaksud
kemampuan matematika adalah nilai matematika semester I kelas X.
Kemampuan matematika siswa merupakan dasar bagi siswa untuk mengikuti
pelajaran Fisika. Kemampuan matematika yang dimiliki siswa diduga
mempengaruhi ketuntasan belajar siswa. Kemampuan matematika yang dimiliki
siswa sangat mempengaruhi siswa dalam mempelajari pelajaran Fisika.
Kemampuan matematika diperlukan dalam materi Fisika Listrik Dinamis,
misalnya dalam mengerjakan soal-soal yang memerlukan perhitungan matematis
ataupun cara penurunan rumus. Siswa yang mempunyai kemampuan matematika
tinggi sudah memiliki dasar yang lebih baik untuk menerima hal-hal baru yang
akan dipelajari dari pada siswa dengan kemampuan matematika rendah,
sehingga siswa yang mempunyai kemampuan matematika tinggi diharapkan
akan memperoleh nilai Fisika tinggi dan mencapai tingkat ketuntasan lebih
cepat dibandingkan siswa yang kemampuan matematikanya rendah.
Dari uraian di atas, siswa yang mempunyai kemampuan matematika
yang baik diharapkan memperoleh nilai Fisika yang baik sesuai kriteria
ketuntasan belajar Fisika. Kaitan antara kemampuan matematika terhadap
ketuntasan belajar digambarkan dalam paradigma seperti pada gambar 2.12.
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Gambar 2.12 Paradigma Penelitian
Keterangan
: Garis Kontribusi
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ada kontribusi kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada
sistem belajar mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran 2009/2010.
Kemampuan Matematika
Kemampuan Matematika
Kemampuan menghitung,
menelaah bentuk yang abstrak dan
menghubungkannya, menalar, memahami
persamaan serta menafsirkan data
yang digunakan dalam menyelesaikan
masalah.
Metode Demonstrasi
disertai Diskusi Mastery Learning
Ketuntasan Belajar Fisika
Nilai minimal / tingkat penguasaan minimal oleh siswa terhadap
materi pelajaran yang telah disampaikan
sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sambungmacan Tahun
Ajaran 2009/2010. Dasar penentuan lokasi ini dengan pertimbangan sebagai
berikut:
a. Dapat dijangkau dengan mudah oleh peneliti.
b. Memiliki sarana prasarana percobaan yang memadai.
c. Jumlah siswa relatif banyak sehingga memungkinkan dilaksanakan
pengajaran dengan metode demonstrasi disertai diskusi.
d. Tingkat kemampuan siswa yang heterogen.
e. Sebagai tempat try out (uji coba) dilakukan di SMA Negeri 3 Sragen.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap di tahun 2009/2010, yang
secara garis besarnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a. Tahap Persiapan Penelitian
Tahap persiapan penelitian meliputi: pengajuan judul, permohonan
pembimbing, pembuatan proposal, survei ke sekolah yang digunakan untuk
penelitian, permohonan ijin, menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari
Satuan Pengajaran, Rencana Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa, dan soal-soal
kognitif.
b. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian meliputi: semua kegiatan yang berlangsung di
lapangan antara lain: uji coba tes, pelaksanaan eksperimen dan pelaksanaan
tes.
c. Tahap Penyelesaian Penelitian
Tahap penyelesaian penelitian meliputi: analisis data dan penyusunan laporan
serta penggandaan.
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
B. Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan metode eksperimen yang melibatkan satu
kelas. Untuk mengetahui kemampuan matematika siswa diperoleh dari nilai mata
pelajaran Matematika semester I dan kemudian diberi perlakuan. Pemberian
perlakuan berupa penggunaan pendekatan ketrampilan proses melalui metode
demonstrasi disertai diskusi yang dilengkapi kuis dan remidi. Setelah diberi
perlakuan, kelas tersebut diberi tes kognitif untuk mengukur ketuntasan belajar
siswa.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri I
Sambungmacan dengan cacah 192 siswa yang terdiri dari 5 kelas. Secara acak,
diambil sampel satu kelas sebagai subyek penelitian, yaitu kelas X-5 di SMA
Negeri 1 Sambungmacan.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
a. Kemampuan Matematika Siswa
1) Definisi operasional: kemampuan matematika adalah kemampuan
menghitung, menelaah bentuk yang abstrak dan menghubungkannya,
menalar, memahami persamaan, serta menafsirkan data yang digunakan
dalam menyelesaikan masalah.
2) Indikator adalah nilai mata pelajaran Matematika semester I
3) Skala pengukuran: interval
2. Variabel Terikat
b. Ketuntasan Belajar Fisika
1) Definisi operasional: ketuntasan belajar Fisika adalah nilai minimal/tingkat
penguasaan minimal oleh siswa terhadap materi pelajaran yang telah
disampaikan sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan
2) Indikator adalah hasil tes kognitif siswa pada pokok bahasan Listrik
Dinamis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
3) Skala pengukuran: interval
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data bermanfaat dalam proses pengujian hipotesis. Adapun
data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
1. Teknik Dokumentasi
Data kemampuan matematika siswa diambil dari dokumen nilai
Matematika siswa semester I.
2. Teknik Tes
Teknik tes digunakan untuk mengukur ketuntasan belajar siswa yang
berupa kemampuan kognitif siswa setelah diberikan perlakuan. Tes kemampuan
kognitif disusun peneliti dengan perangkat tes obyektif.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa Satuan Pelajaran (SP), Rencana
Pembelajaran (RP), Lembar Kerja Siswa (LKS) dan perangkat tes pada pokok
bahasan Listrik Dinamis. Digunakan perangkat tes untuk mengetahui kemampuan
kognitif siswa, yang sebelumnya telah diujicobakan. Data hasil uji coba instrumen
tes dianalisis untuk mengetahui: validitas, daya pembeda, taraf kesukaran item
dan reliabilitas tes.
1. Validitas Item.
Sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar
terhadap skor total. Sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada
item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Untuk menguji validitas item soal,
digunakan teknik analisis butir soal dengan rumus korelasi point biserial sebagai
berikut :
q
P
S
MM
t
tppbis
−=γ
Keterangan :
γpbis : Koefisien korelasi biserial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Mp : Rerata skor dari subyek yang menjawab benar dari item yang dicari
validitasnya.
Mt : Rerata skor total
St : Standart deviasi dari skor total.
p : Proporsi siswa yang menjawab benar.
q : Proporsi siswa yang menjawab salah; ( pq −= 1 )
dengan kriteria validitas adalah :
Jika rpbis ≥ rtable berarti item soal valid.
Jika rpbis < rtable berarti item soal tidak valid.
(Suharsimi Arikunto, 2002: 76-79)
2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Suatu
instrumen memenuhi reliabilitas apabila instrumen tersebut digunakan berulang-
ulang pada subyek dengan kondisi yang sama akan memberikan hasil yang relatif
tidak mengalami perubahan. Untuk mengukur reliabilitas tes digunakan rumus
Kuder Richardson (KR-20):
r11 =
−
−∑2
2
1 S
pqS
n
n
Keterangan:
11r : Reliabilitas tes secara keseluruhan
p : Proporsi subyek yang menjawab item dengan benar
q : Proporsi subyek yang menjawab item dengan salah
(q = 1 – p)
Σpq : Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n : Banyaknya item
S : Standar deviasi (akar variansi) dari tes
(Suharsimi Arikunto, 2002: 100-101)
Kriteria realibilitas (r11) adalah:
0,00 < r11 < 0,20 : reliabilitasnya sangat rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
0,20 < r11 < 0,40 : reliabilitasnya rendah
0,40 < r11 < 0,60 : reliabilitasnya cukup
0,60 < r11 < 0,80 : reliabilitasnya tinggi
0,80 < r11 < 1,00 : reliabilitasnya sangat tinggi
3. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
(berkemampuan rendah). Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus :
B
B
A
A
J
B
J
BD −=
= PA −PB
Keterangan:
D : Daya pembeda
J : Jumlah peserta tes
JA : Banyaknya peserta kelompok atas
JB : Banyaknya peserta kelompok bawah
BA : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
BB : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
PA = A
A
J
B : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB =B
B
J
B : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
(Suharsimi Arikunto, 2002: 211-213)
Penggolongan daya pembeda kelompok tes adalah :
0,00≤D<0,20 : soal mempunyai daya beda jelek.
0,20≤D<0,40 : soal mempunyai daya beda cukup.
0,40≤D<0,70 : soal mempunyai daya beda baik.
0,70≤D≤1,00 : soal mempunyai daya beda baik sekali.
D<0,00 atau D negatif : soal dikatakan tidak baik, jadi semua butir soal yang
mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
4. Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut
indeks kesukaran. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam
bentuk proporsi yang besarnya 0,00 – 1,00. Untuk menguji tingkat kesukaran tiap-
tiap item digunakan rumus :
Keterangan:
P : Taraf kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
(Suharsimi Arikunto, 2002: 207-208)
Penggolongan derajat kesukaran soal tes sebagai berikut :
0,00 ≤ P < 0,30 : item soal dikategorikan sukar.
0,30 ≤ P < 0,70 : item soal dikategorikan sedang.
0,70 ≤ P ≤ 1,00 : item soal dikategorikan mudah.
G. Teknik Analisis Data
Tujuan analisis data adalah untuk menjawab atau mengkaji kebenaran
hipotesis yang diajukan. Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan
Teknik Analisis Regresi Linear Sederhana dan Teknik Statistik Korelasi. Sebelum
analisis regresi linier ini dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis
dengan maksud agar kesimpulan yang diambil dapat dipercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan.
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel penelitian
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas
menggunakan metode Liliefors. Adapun prosedur ujinya adalah sebagai berikut :
P =
JS
B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
1) Hipotesis
Ho: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1: Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) Taraf Signifikansi : α = 0,05
3) Statistik Uji :
L = maks di mana :
F(Zi) : Probabilitas komulatif dari z = P(Z≤Zi); Z ~ N (0,1)
S(Zi) : Proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi
Zi : Skor standar; zi =S
xx i −
S : Standart Deviasi
4) Daerah Kritik
DK = nLLL ;α> dengan n ukuran sampel
5) Keputusan Uji
Ho ditolak jika L ∈ DK, atau Ho diterima jika L ∉ DK.
6) Menentukan Kriteria Pengujian
Ho diterima jika L< Ltabel pada α = 0,05; berarti sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
(Budiyono, 2004 : 170)
b. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi
Uji linearitas regresi bertujuan untuk mengetahui apakah antara dua
variabel yang diteliti mempunyai hubungan yang searah atau linear, dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan persamaan regresi sederhana dengan rumus:
di mana,
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ – ∑
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
∑ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan :
: Persamaan garis
: Intercept
: Slope
2) Pengujian linearitas dan keberartian regresi dengan rumus:
a) Menghitung jumlah kuadrat total JK (T) dengan rumus:
b) Menghitung jumlah kuadrat koefisien a, JK (a) dengan rumus:
JK ∑
c) Menghitung jumlah kuadrat regresi b terhadap a, JK (a/b) rumus:
/ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑
∑ ∑
d) Menghitung jumlah kuadrat residu atau sisa, JK (S) rumus:
⁄
e) Menghitung jumlah kuadrat galat, JK (G) rumus:
∑
f) Menghitung jumlah kuadrat tuna cocok, JK (TC) rumus:
g) Menghitung derajat kebebasan galat dan kekeliruan, dk = n-k
h) Menghitung derajat kebebasan tuna cocok, dk = k-2
i) Menghitung derajat kebebasan residu, dk = n-2
j) Menghitung derajat kebebasan !" 1 dan !"/ 1
k) Mencari rerata jumlah kuadrat
$ !"
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
l) Mencari rerata jumlah kuadrat
$ / /!" /
m) Mencari rerata jumlah kuadrat
$%&' %&' !" %&'
n) Mencari rerata jumlah kuadrat
$ !"
o) Mencari rerata jumlah kuadrat
$ !"
3) Uji linearitas regresi
Uji linearitas regresi antara variabel X dan Y, menggunakan rumus linearitas,
sebagai berikut :
()*
Keterangan :
F : Harga bilangan F untuk uji linieritas regresi
S2TC : Rerata kuadrat tuna cocok
S2G : Rerata kuadrat galat
Kriteria uji:
Jika Fhitung < Ftabel (α = 0,05) maka linearitas diterima.
4) Uji keberartian regresi
%&+ %&+%&'
Keterangan :
Freg : Harga bilangan F untuk regresi
S2reg : Rerata kuadrat garis regresi
S2res : Rerata kuadrat garis residu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Kriteria uji:
Jika Fhitung > Ftabel (α = 0,05) maka garis regresi linear berarti.
(Sudjana, 2001: 8-18)
2. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian, menggunakan Teknik Analisis
Regresi Linear Sederhana dan Teknik Statistik Korelasi, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Menentukan persamaan regresi sederhana dengan rumus:
di mana,
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ – ∑
∑ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan :
: Persamaan garis
: Intercept
: Slope
Tabel 3.1 Analisis Variansi Regresi Linear Sederhana
Sumber
Variansi Dk Jumlah Kuadrat (JK)
Kuadrat Tengah
(KT) / (RJK) F
Total N ( (
Regresi (a)
Regresi (b/a)
Residu
1
1
n-2
%&+ , ∑
%&+-., ∑ ∑
%&' ( , -/,
%&+ , ∑
%&+ /
%&' %&' 2
%&+%&'
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tuna Cocok k-2 () %&' * () ()" 2
()*
Galat n-k * ∑ * * "
(Sudjana, 2001: 17-19)
3. Menghitung koefisien korelasi
Koefisien korelasi berfungsi untuk menyatakan derajat hubungan antara
prediktor X dan kriterium Y dengan rumus dari Sudjana (2001: 47), sebagai
berikut :
0 ∑ ∑ ∑ 12 ∑ ∑ 32 ∑ ∑ 3
Keterangan:
r = Koefisien korelasi antara X dan Y
n = Jumlah subyek
∑ = Jumlah skor X
∑ = Jumlah skor Y
4. Menghitung koefisien determinasi
Koefisien determinasi ditentukan dalam rumus r2, hasilnya dinyatakan dengan
% yang menunjukan besarnya sumbangan kemampuan matematika (X)
terhadap ketuntasan belajar Fisika (Y).
(Sudjana, 2001: 55)
5. Menguji signifikan koefisien korelasi
Untuk mengetahui signifikansi korelasi antara kemampuan matematika (X)
dengan ketuntasan belajar Fisika (Y), digunakan rumus:
4 0 √ 2√1 0
Kriteria uji thitung > ttabel (α = 0,05) maka koefisien korelasi yang ditemukan
signifikan atau berarti (nyata) atau dapat digeneralisasikan.
(Sudjana, 2001: 61-63)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Sambungmacan dengan
menggunakan dua variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Sebagai variabel bebas adalah kemampuan matematika. Sedangkan variabel
terikatnya adalah ketuntasan belajar Fisika siswa pada pokok bahasan Listrik
Dinamis.
Jumlah kelas yang digunakan adalah 1 kelas yaitu kelas X-5 yang terdiri
dari 36 siswa. Data yang diperoleh adalah hasil dokumentasi dari nilai mata
pelajaran Matematika semester I dan nilai hasil tes kognitif pada pokok bahasan
Listrik Dinamis setelah diberi perlakuan. Secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan Matematika
Data kemampuan matematika diperoleh dari dokumentasi nilai
Matematika semester I. Deskripsi nilai kemampuan matematika siswa ditunjukkan
pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Nilai Kemampuan Matematika Semester I
Variabel Mean Standar Deviasi
Nilai Terendah
Nilai Tertinggi
Rentang Nilai
Banyak Kelas
Panjang Kelas
X 73,750 6,124 60 86 26 6 5
Kriteria distribusi frekuensi dan normalitas distribusi frekuensi
kemampuan matematika siswa ditunjukkan pada tabel 4.2. dan tabel 4.3.
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Matematika Siswa
No Interval Kelas Frekuensi
Mutlak Relatif (%) 1 60-64 2 5
2 65-69 6 17
3 70-74 12 33
4 75-79 10 28
56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
5 80-84 5 14
6 85-89 1 3
X + 2 SD = 85,999
X + 1 SD = 79,874
X - 1 SD = 67,626
X - 2 SD = 61,501 Tabel 4.3. Normalitas Distribusi Frekuensi Dengan Metode Chi Kuadrat
Rentang Frekuensi
Mutlak Relatif (%) Harapan (%)
> X + 2SD ( >85,999) 1 3 3
X + 1SD s.d X + 2SD (79,874 – 85,999) 5 14 14
X s.d X + 1SD (73,750 – 79,874) 13 36 33
X - 1SD s.d X (67,626 – 73,750) 11 30 33
X - 2SD s.d X -1SD (61,501 – 67,626) 5 14 14
< X - 2SD ( < 61,501) 1 3 3
Gambar 4.1. Kurva Normalitas Distribusi Frekuensi Kemampuan Matematika Siswa
Frekuensi Hasil Penelitian
Frekuensi Harapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
2. Ketuntasan Belajar Fisika
Seperti telah ditulis pada bab II, siswa dapat memenuhi ketuntasan
belajar Fisika apabila telah mencapai nilai minimal belajar Fisika sebesar 60 yang
diperoleh dari tes kognitif yang diberikan kepada siswa. Deskripsi nilai
kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Listrik Dinamis
ditunjukkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Deskripsi Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika
Variabel Mean Standar Deviasi
Nilai Terendah
Nilai Tertinggi
Rentang Nilai
Banyak Kelas
Panjang Kelas
Y 73,972 6,579 60 87 27 6 5
Kriteria distribusi frekuensi dan normalitas distribusi frekuensi kemampuan
kognitif siswa ditunjukkan tabel 4.5 dan tabel 4.6.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kemampuan Kognitif Siswa
No Interval Kelas Frekuensi
Mutlak Relatif (%)
1 60-64 2 5,5
2 65-69 7 19
3 70-74 10 28
4 75-79 9 25
5 80-84 6 17
6 85-89 2 5,5
X + 2 SD = 87,130
X + 1SD = 80,551
X - 1SD = 67,393
X - 2 SD = 60,814
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Tabel 4.6 Normalitas Distribusi Frekuensi Dengan Metode Chi Kuadrat
Rentang Frekuensi
Mutlak Relatif (%) Harapan (%)
> X + 2SD ( >87,130) 0 0 3
X + 1SD s.d X + 2SD (80,551– 87,130) 5 14 14
X s.d X + 1SD (73,972– 80,551) 12 33 33
X - 1SD s.d X (67,393– 73,972) 10 28 33
X - 2SD s.d X -1SD (60,814– 67,393) 8 22 14
< X - 2SD (<60,814) 1 3 3
Gambar 4.2. Kurva Normalitas Distribusi Frekuensi Ketuntasan Belajar Fisika
B. Hasil Analisis Data
1. Hasil Uji Prasyarat Analisis
Prasyarat analisis data yang harus dipenuhi adalah Uji Normalitas serta
Uji Linearitas dan Keberartian Regresi.
a. Uji Normalitas
Dari hasil perhitungan uji normalitas dengan uji lilliefors, antara Lobs dan
Ltabel dibandingkan, jika Lobs < Ltabel maka sampel berasal dari populasi
Frekuensi Hasil Penelitian
Frekuensi Harapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
berdistribusi normal, dan sebaliknya jika Lobs > Ltabel maka sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi tidak normal.
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas diperoleh hasil sebagai
berikut :
1) Untuk variabel kemampuan matematika (X) menunjukkan harga statistik uji
Lobs = 0,062 dan harga kritik L0.05; 36 = 0,148. Karena Lobs tidak melebihi harga
Ltabel (L0.05; 36) maka dapat dikatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. (Lampiran 21)
2) Untuk variabel ketuntasan belajar Fisika (Y) menunjukkan harga statistik uji
Lobs = 0,115 dan harga kritik L0.05; 36= 0,148. Karena Lobs tidak melebihi harga
Ltabel (L0.05; 36) maka dapat dikatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. (Lampiran 22)
b. Uji Linearitas dan Keberartian Regresi
1) Diagram Pencar
Hubungan dari masing-masing variabel bebas (X) dengan variabel terikat
(Y) dapat dilihat dari diagram pencar sebagai berikut :
Gambar 4.3. Diagram Pencar Antara X dan Y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Persamaan dari regresi linear Y = 23,76 + 0,68X. Gambar grafik
menunjukkan adanya hubungan antara X dengan Y dengan arah regresi
positif dan berarti.
2) Uji linearitas regresi X terhadap Y
Dari hasil uji linearitas pada lampiran 26 yang telah dilakukan diperoleh
Fhitung sebesar 0.515. Fhitung dikonsultasikan pada Ftabel(17,17;0.05) dan diperoleh
nilai sebesar 2,29. Karena Fhitung < Ftabel(17,17; 0,05) = 0,515 < 2,29; berarti
antara variabel X dengan variabel Y mempunyai hubungan regresi yang
berbentuk linear.
3) Uji keberartian regresi
Dari hasil uji keberartian pada lampiran 26 yang telah dilakukan, diperoleh
Fhitung sebesar 22,823. Fhitung dikonsultasikan pada Ftabel (1,34;0,05) dan
diperoleh nilai sebesar 4,13. Karena Fhitung > Ftabel(1,34;0,05) = 22,823 > 4,13;
maka persamaan garis regresi linier X terhadap Y berarti.
2. Hasil Uji Hipotesis
Analisis regresi X terhadap Y tercantum pada lampiran dengan hasil
sebagai berikut :
a. Persamaan regresi linear sederhana X dan Y
Y = a + bX
Y = 23,762 + 0,681X
Tabel 4.7. Hasil Analisis Variansi Regresi Linear Sederhana Sumber
Variansi Dk
Jumlah Kuadrat
(JK)
Rerata Jumlah
Kuadrat (RJK) F
Ftabel
Total 36 198503 198503
Regresi (a)
Regresi (b/a)
Residu (S)
1
1
34
196988.028
608.485
906.487
196988,028
608,485
26,661
22,823 4,13
Tuna Cocok (TC)
Galat (G)
17
17
308,320
598,167
18,136
35,186
0,515
2,29
berarti
linear
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
b. Koefisien korelasi sederhana
Dari hasil perhitungan pada lampiran 27, diperoleh hasil rhitung = 0,634. Artinya
ada korelasi atau hubungan positif yang tinggi antara kemampuan matematika
(X) terhadap ketuntasan belajar Fisika (Y).
c. Koefisien determinasi
Kontribusi kemampuan matematika (X) terhadap ketuntasan belajar Fisika (Y)
diperoleh sebesar = (0,634)2 x 100% = 40,165% = 40,2 %
d. Uji signifikan koefisien korelasi Sederhana
Dari hasil perhitungan pada lampiran 27, diperoleh hasil thitung = 4,779 dan
ttabel(0,05;36)= 1,69. Karena thitung > ttabel(0,05;36) = 4,779 >1,69; maka koefisien
korelasi antara kemampuan matematika (X) terhadap ketuntasan belajar Fisika
(Y) signifikan.
3. Pembahasan Hasil Analisis Data
Berdasarkan hasil analisis dan hasil interpretasi data dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Semua sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari populasi
yang terdistribusi normal, sehingga semua kesimpulan yang berlaku bagi sampel
dapat digeneralisasikan pada populasi. Dari uji linearitas menunjukkan bahwa
variabel X dengan Y mempunyai hubungan regresi yang berbentuk linear.
Ho = r = 0 dan Ha = r ≠ 0 maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima, ini berarti hipotesis yang menyatakan “Ada kontribusi
kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika pada sistem belajar
mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran 2009/2010”, dapat diterima.
Persamaan regresi linear sederhana X terhadap Y adalah = 23,762 + 0,681X.
Dari persamaan regresi linear = 23,762 + 0,681X dapat diinterpretasikan bahwa
siswa yang memiliki kemampuan matematika sebesar 23,762 setiap kenaikan satu
unit kemampuan matematika meningkatkan ketuntasan belajar siswa sebesar
0,681.
Derajat hubungan antara kemampuan matematika dengan ketuntasan
belajar Fisika dapat diketahui dari besarnya harga koefisien korelasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
dihasilkan sebesar 0,634, sedangkan untuk keberartian regresi sebesar Fhitung:
22,283. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kriterium ketuntasan belajar Fisika
dapat diprediksikan dari prediktor kemampuan matematika. Nilai positif
mempunyai arti bahwa variabel kemampuan matematika memberikan sumbangan
positif terhadap variabel ketuntasan belajar. Populasi siswa yang mempunyai
kemampuan matematika yang baik diharapkan memperoleh nilai Fisika yang baik
sesuai kriteria ketuntasan belajar Fisika.
Besarnya koefisien determinasi menunjukkan sumbangan atau kontribusi
kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika. Dalam penelitian ini
diperoleh koefisien determinasi sebesar 40,2%. Jadi, dari data statistik tersebut
dapat dilihat kemampuan matematika memberikan sumbangan yang cukup besar
terhadap ketuntasan belajar Fisika. Hal ini menunjukkan bahwa prediktor
kemampuan matematika dapat memprediksi ketuntasan belajar Fisika siswa
sebesar 40,2%, sedangkan sisanya sebesar 59,8% masih ada faktor lain yang tidak
bisa diabaikan dalam upaya mengatasi masalah ketuntasan belajar Fisika baik
secara internal ataupun eksternal, atau dengan kata lain 59,8% merupakan faktor-
faktor lain yang turut berperan dalam mempengaruhi ketuntasan belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan, penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Ada kontribusi kemampuan matematika terhadap ketuntasan belajar Fisika
pada sistem belajar mengajar Mastery Learning siswa SMA tahun ajaran
2009/2010.
2. Kemampuan matematika memberikan kontribusi sebesar 40,2% terhadap
ketuntasan belajar Fisika.
3. Hasil penelitian ini menginformasikan bahwa kemampuan menghitung,
menelaah bentuk yang abstrak dan menghubungkannya, menalar, memahami
persamaan serta menafsirkan data sangat diperlukan dalam menyelesaikan
masalah (soal-soal Fisika) sehingga dapat mewujudkan pencapaian nilai yang
maksimal.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa kemampuan
matematika berpengaruh terhadap ketuntasan belajar Fisika siswa. Siswa yang
mempunyai kemampuan matematika yang baik maka nilai Fisikanya juga baik.
2. Implikasi Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru bidang studi
Fisika bahwa mengetahui kemampuan matematika siswa sangat penting untuk
proses belajar mengajar. Dengan mengetahui kemampuan matematika siswa, guru
dapat menentukan langkah selanjutnya dalam proses belajar mengajar.
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dapat disarankan sebagai berikut :
1. Kepada Siswa
Siswa hendaknya terus dapat berusaha meningkatkan kemampuan
matematika, misalnya: menghitung, menelaah soal bentuk yang abstrak dan
menghubungkannya, menalar, memahami persamaan serta menafsirkan data yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah agar kesulitan belajar yang ditemui
segera dapat diatasi sehingga dapat mencapai ketuntasan belajar sesuai kriteria
yang telah ditetapkan.
2. Kepada Guru
a. Sebelum proses belajar mengajar, sebaiknya guru mengetahui kemampuan
matematika siswa sehingga dapat menentukan proses belajar mengajar
selanjutnya.
b. Guru diharapkan mampu membantu siswa dalam mencapai ketuntasan belajar
Fisika.
3. Kepada Orangtua
Orangtua diharapkan mampu membantu mengatasi masalah belajar
siswa di rumah.
4. Kepada Peneliti Lanjutan
a. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan melibatkan variabel-variabel
lain yang juga mempengaruhi ketuntasan belajar siswa.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut.