Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ......

9
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi © 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Transcript of Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ......

Page 1: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.

Page 2: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

1

ANALISA POTENSI LUAPAN AIR SUNGAI JRAGUNG PADA LOKASI JEMBATAN

KERETA API TEGOWANU-GUBUG

NADIRA SARASWATI

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Bandung

ABSTRAK

Perencanaan pembangunan jalur kereta api khususnya untuk jalur yang melewati air

(sungai), kadang tidak direncanakan dengan detail. Sehingga, pada tanggal 4 Januari 2011

terdapat penundaan perjalanan kereta api pada ruas Tegowanu – Gubug yang diakibatkan oleh

meluapnya sungai Jragung. Hal ini seharusnya tidak akan terjadi apabila dalam perencanaan

pembangunan jembatan kereta api yang melintasi sungai dilakukan dengan cermat. Curah

hujan wilayah tersebut saat kejadian tercatat senilai 41 mm. Berdasarkan metoda Cumulative

Distribution Function (CDF), probabilitas terjadinya curah hujan senilai 41 mm adalah 0.06.

Hal ini berarti, saat terjadinya luapan dari sungai Jragung telah terjadi hujan yang cukup

ekstrim. Untuk melihat potensi meluapnya sungai Jragung, dilakukan perhitungan debit banjir

rencana dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1 dengan periode ulang

2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun. Hasil debit banjir rencana pada periode ulang tersebut adalah

114.86 m3/s, 253.37 m

3/s, 346.56 m

3/s, 464.31 m

3/s, 551.65 m

3/s, dan 638.35 m

3/s. Perhitungan

tinggi muka air sungai dilakukan guna untuk mengetahui tinggi muka air untuk masing-masing

periode ulang. Untuk perhitungan tinggi muka air berdasarkan rumus Manning masing-masing

periode ulang adalah senilai 1.209 m, 2.15 m, 2.44 m, 2.76 m, 2.96 m, dan 3.14 m.

Berdasarkan peraturan kementrian Pekerjaan Umum mengenai satu meter dibawah jembatan

kereta api adalah ruang bebas aliran, jembatan kereta api ini tergolong rawan. Karena jembatan

ini memiliki tinggi jagaan senilai 1.2 m. Sehingga dapat dikatakan bahwa debit banjir rencana

yang aman untuk jembatan ini hanyalah debit banjir rencana 2 tahun. Tinggi muka air pada

terjadinya luapan adalah setinggi 1.39 m..

1. Pendahuluan

Transportasi Kereta Api (KA) merupakan

transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat

Indonesia. Jalurnya yang bebas hambatan dan

memiliki daya tampung yang besar menjadi unggulan

dibandingkan dengan transportasi lainnya. Mengingat

banyaknya penduduk di Indonesia, dan semakin

meningkatnya pengguna kendaraan roda dua dan

empat yang mengakibatkan lalu lintas di jalan raya

semakin padat, kereta api menjadi salah satu alternatif

transportasi umum yang menjadi pilihan utama di

Indonesia.

Undang-undang Perkeretaapian No.13 Tahun

1992 menyebutkan bahwa perkeretaapian merupakan

salah satu moda yang memiliki karakteristik dan

keunggulan khusus. Terutama dalam kemampuannya

untuk mengangkut baik penumpang maupun barang

secara massal, hemat energi, hemat dalam penggunaan

ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, dan

tingkat pencemaran yang rendah dan lebih efisien

dibanding dengan moda transportasi jalan raya untuk

angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu

lintas, seperti angkutan kota.

Namun, hal tersebut tidak didukung oleh

pembangunan serta perawatan kereta api.

Pembangunan serta perawatan KA di Indonesia masih

kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Sehingga,

beberapa tahun terakhir kecelakaan kereta api semakin

meningkat. Gambar 1 memperlihatkan tren kecelakaan

kereta api periode tahun 2000 hingga 2005. Terlihat

bahwa terdapat empat jenis kecelakaan kereta api,

diantaranya adalah akibat banjir atau longsor. Gambar 1. Tren Kecelakaan KA Tahun 2000 – 2005

Page 3: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

2

Pada 4 Januari 2011 di ruas Tegowanu – Gubug

telah terjadi penundaan perjalanan kereta api yang

diakibatkan oleh meluapnya air sungai di daerah

tersebut. Luapan sungai tersebut menggenangi

jembatan rel kereta api. (www.kompas.com, 2011)

Berdasarkan peraturan kementrian Pekerjaan Umum,

syarat dibangunnya jembatan kereta api yang

melintasi sebuah sungai adalah terdapat ruang 1 meter

dibawah jembatan yang bebas aliran air.

Oleh karena itu, penulis merasa perlu adanya

penelitian khusus untuk menganalisa potensi luapan

air sungai Jragung pada lokasi jembatan rel kereta api

ruas Tegowanu – Gubug.

2. Kajian Pustaka

2.1. Banjir

Banjir adalah suatu kondisi dimana tidak

tertampungnya air dalam saluran pembuangan (kali)

atau terhambatnya aliran air di dalam saluran

pembuangan. Banjir merupakan peristiwa alam yang

dapat menimbulkan kerugian harta benda penduduk

serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Dapat

dikatakan banjir apabila terjadi luapan air yang

disebabkan kurangnya kapasitas penampang saluran.

(Suripin, 2006)

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya

banjir. Umumnya terdapat dua faktor penyebab utama

banjir, yaitu banjir yang disebabkan secara alami, dan

banjir yang diakibatkan oleh tindakan manusia.

Faktor sebab-sebab alami banjir, diantaranya adalah :

1. Curah Hujan

2. Pengaruh Fisiografi

3. Erosi dan Sedimentasi

4. Kapasitas sungai

5. Kapasitas drainase yang tidak memadai

6. Pengaruh air pasang

2.2. Pengaruh Curah Hujan Terhadap Banjir

Hujan yang jatuh di suatu DAS akan berubah

menjadi aliran di sungai. Dengan demikian terdapat

suatu hubungan antara hujan dan debit aliran, yang

tergantung pada karakteristik DAS. (Triatmodjo,

2009) Sebelum membahas lebih jauh mengenai

hubungan hujan dan debit, perlu diketahui terlebih

dahulu faktor hujan yang berpengaruh terhadap banjir.

Diantaranya adalah : (Adisusanto, 2011)

1. Kelebatan curah hujan

Kelebatan curah hujan sangat berpengaruh

terhadap besarnya limpasan, semakin lebat

hujannya, akan menimbulkan limpasan yang lebih

besar.

2. Lamanya curah hujan

Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi

kejenuhan tanah, semakin lama waktu hujan

terjadi, akan meningkatkan kejenuhan tanah yang

selanjutnya akan menentukan terjadinya

peningkatan limpasan.

3. Intensitas curah hujan

Apabila intensitas curah hujan lebih besar dari

kapasitas infiltrasi, akan mengakibatkan besarnya

limpasan segera meningkat sesuai dengan

peningkatan intensitas curah hujannya.

4. Distribusi curah hujan

Pada daerah aliran sungai secara merata yang

diakibatkan oleh hujan lebat akan mengakibatkan

limpasan yang lebih besar dibandingkan aliran

permukaan yang diakibatkan oleh curah hujan

yang distribusinya tidak merata. Karena pada

curah hujan yang distribusinya merata, setelah

dipakai untuk memenuhi terjadinya kejenuhan

tanah, sebagian besar akan mengalir menjadi

aliran permukaan.

2.3. Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana merupakan debit yang

dijadikan dasar perencanaan, yaitu debit maksimum

rencana di suatu sungai atau drainase dengan periode

ulang tertentu (QT) yang dapat dialirkan tanpa

membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas

sungai. Debit banjir rencana adalah debit banjir yang

rata-rata terjadi satu kali dalam periode ulang yang

ditinjau.

Pemilihan debit banjir rencana untuk bangunan

air adalah suatu masalah yang sangat bergantung pada

analisis statistik dari urutan banjir baik berupa debit

air di sungai maupun hujan. Dalam pemilihan suatu

teknik analisis penentuan banjir rencana tergantung

dari data-data yang tersedia dan jenis dari bangunan

air yang akan dibangun. (Soemarto, 1986)

2.4. Periode Ulang

Periode ulang (return period) didefinisikan

sebagai waktu hipotetik dimana debit atau hujan

dengan suatu besaran tertentu (XT) akan disamai atau

dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Namun

hal tersebut tidak berarti bahwa debit atau hujan

periode ulang tertentu hanya akan terjadi satu kali

dalam periode x tahun yang berurutan. Sehingga

kemungkinan terjadinya hujan rencana dalam suatu

periode adalah sebagai berikut: (Bruce dan Clark)

! ! !!

! 2-1

dimana:

p : probabilitas (kemungkinan) terjadinya hujan

rencana

T : periode ulang (tahun)

2.5 Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama 1

Hidrograf satuan dapat didefinisikan sebagai

hidrograf aliran langsung (direct runoff), yang

dihasilkan oleh satu unit tebal 1 mm curah hujan

efektif yang jatuh merata pada daerah aliran sungai

pada periode waktu tertentu. Unit tebal hujan efektif 1

mm biasanya digunakan untuk mengontrol volume

hidrograf satuan yang apabila dibagi luas DAS akan

Page 4: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

3

mendapatkan unit ketebalan curah hujan efektif 1 mm.

(Adisusanto, 2011)

Hidrograf satuan sintetik dapat dibuat apabila

pada daerah aliran sungai yang diobservasi, sama

sekali tidak ada data pencatatan tinggi muka air

otomatis (AWLR). Sehingga untuk membuat

hidrograf sintetik diperlukan peninjauan kondisi

karakteristik daerah aliran sungai terlebih dahulu,

untuk menetapkan parameter – parameter daerah

aliran sungai yang diperlukan untuk membuat

hidrograf sintetik itu sendiri. (Triatmodjo, 2009)

Hidrograf satuan sintetik Gama 1 dikembangkan

oleh Sri Harto (1993, 2000) berdasarkan perilaku

hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa. HSS Gama 1 terdiri

dari tiga bagian pokok yaitu sisi naik (rising limb),

puncak (crest) dan sisi turun atau resesi (recession

limb).

Gambar 2. Hidrograf Satuan Sintetik Gama 1

HSS Gama 1 terdiri dari empat variable pokok,

yaitu waktu naik (time of rise – TR), debit puncak

(Qp), waktu dasar (TB), dan sisi resesi yang ditentukan

oleh nilai koefisien tampungan (K) yang mengikuti

persamaan berikut: (Triatmodjo, 2009)

!! ! !!!!!!! 2-2

dimana:

Qt : debit pada jam ke t (m3/s)

Qp : debit puncak (m3/s)

t : waktu dari saat terjadinya debit puncak (jam)

K : koefisien tampungan

3. Data dan Metodologi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data curah hujan harian tahun 2002 – 2011 dari lima

titik pos hujan, data DEM daerah aliran sungai

Jragung dengan resolusi 90 m, penampang melintang

sungai Jragung, dan profil jembatan kereta api ruas

Tegowanu – Gubug yang melintas pada sungai

Jragung.

3.1. Identifikasi Kejadian Ekstrim

Pada tanggal 4 Januari 2011, hari terjadi

meluapnya sungai Jragung di jembatan kereta api ruas

Tegowanu – Gubug, curah hujan yang tercatat adalah

41 mm.

Untuk melihat apakah hujan tersebut termasuk

kategori ekstrim atau tidak, digunakan analisa

Cumulative Distribution Function (CDF).

Gambar 3. Hasil CDF Curah Hujan Tahun 2002-2011

Berdasarkan gambar 3, grafik hasil CDF data

curah hujan tahun 2002 – 2011 menunjukkan bahwa

kejadian curah hujan dengan nilai 41 mm selama

sepuluh tahun terakhir termasuk jarang terjadi. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai probabilitas kumulatif yang

tinggi yaitu 0.94. Maka probabilitas kejadian dengan

curah hujan 41 mm di DAS Jragung dapat dihitung

dengan persamaan sebagai berikut:

Probabilitas Kejadian = 1 - Probabilitas

Kumulatif Kejadian 3-1

Berdasarkan perhitungan dengan persamaan 3-1,

maka didapatkan kejadian curah hujan sebesar lebih

besar dari 41 mm pada tahun 2002 – 2011 adalah 0.06,

atau dengan kata lain hanya 1 dari 16 kejadian curah

hujan yang memiliki nilai lebih besar dari 41 mm dari

data itulah maka pada kasus pada tanggal 4 Januari

2011 dapat dikatakan kasus yang ekstrim.

3.2. Curah Hujan Wilayah

Untuk mengetahui besarnya curah hujan

wilayah pada daerah kajian yaitu DAS Jragung,

digunakan metode poligon Thiessen. Untuk

menghitung koefisien Thiessen, digunakan rumus

sebagai berikut: (Montarcih)

!! ! !!!

!!!!""# 3-2

dimana:

Ci : koefisien Thiessen

Ai : luas bagian daerah di tiap stasiun pengamatan

(km2)

A : luas total DAS (km2)

Perhitungan curah hujan wilayah menggunakan

metode poligon Thiessen, dapat digunakan rumus:

! ! !!!!!!! ! !!!!! !!! !!!!!!! 3-3

!

"#!"$!%!"&!'

($)*!

+,(-!

+,!

+.!$!/0123!

"#

"!/2

4 )53!

Page 5: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

4

dimana:

R : curah hujan wilayah

Ri : curah hujan di stasiun i

3.3. Curah Hujan Rencana

Analisis curah hujan rencana ini ditujukan untuk

mengetahui besarnya curah hujan maksimum dalam

periode ulang tertentu yang nantinya dipergunakan

untuk perhitungan debit banjir rencana. Untuk

perhitungan hujan rencana digunakan analisa

frekuensi, cara yang dipakai adalah dengan

menggunakan metode distribusi kemungkinan

(Probability Distribution) teoritis yang ada. Beberapa

jenis distribusi yang digunakan antara lain:

• Distribusi Normal

• Distribusi Gumbel

• Distribusi Log Pearson Tipe III

• Distribusi Log Normal

Dalam penentuan metode yang akan digunakan,

terlebih dahulu ditentukan parameter-parameter

statistik sebagai berikut:

a. Standar Deviasi (δx)

Standar deviasi merupakan ukuran sebaran yang

paling banyak digunakan. Apabila penyebaran sangat

besar terhadap nilai rata-rata, maka nilai δx akan

besar, akan tetapi jika penyebaran data sangat kecil

terhadap nilai rata-rata maka nilai δx akan kecil pula.

Standar deviasi dapat dihitung dengan rumus berikut :

!! ! !

!!! ! !!

!!!

!! ! !!

3-4

b. Koefisien Variasi (Cv)

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan

antara standar deviasi dengan nilai rata-rata hitung

dari suatu distribusi normal. Koefisien variasi dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut:

!! ! !!!

!!

3-5

c. Koefisien Skewness (Cs)

Koefisien skewness (kecondongan) adalah suatu

nilai yang menunjukkan derajat ketidaksimetrisan

(asimetri) dari suatu bentuk distribusi. Apabila kurva

frekuensi dari suatu distribusi mempunyai ekor

memanjang ke kanan atau ke kiri terhadap titik pusat

maksimum, maka kurva tersebut tidak akan berbentuk

simetri. Keadaan tersebut disebut condong ke kanan

atau ke kiri. Pengukuran kecondongan adalah untuk

mengukur seberapa besar kurva frekuensi dari suatu

distribusi tidak simetri atau condong. Ukuran

kecondongan dinyatakan dengan besarnya koefisien

kecondongan atau koefisien skewness, dan dapat

dihitung dengan persamaan dibawah ini:

!! ! !!!! !!! ! !!

!!

!!!

! ! ! !!! ! ! ! !!!!! 3-6

d. Koefisien Kurtosis (Ck)

Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk

mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi

dan sebagai pembandingnya adalah distribusi normal.

Koefisien kurtosis (Coefficient of Kurtosis)

dirumuskan sebagai berikut:

!! ! !!!! ! !!! ! !!

!!

!!!

!! ! !!!!! ! !!!!! ! !!!!! 3-7

Dari harga parameter statistik tersebut akan

dipilih jenis distribusi yang sesuai. Adapun syarat-

syarat dari masing-masing distribusi ditunjukkan pada

tabel 1.

Tabel 1. Syarat Kecocokan Distribusi Probabilitas

(Adisusanto, 2011)

3.4. Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan (mm/jam) dapat diturunkan dari

data curah hujan harian (mm) secara empiris dengan

menggunakan metode Mononobe. Berikut merupakan

persamaan Mononobe :

! ! !!!"

!"

!"

!

!!!

3-8

dimana:

R : curah hujan rencana (mm)

t : lamanya curah hujan (jam)

I : intensitas curah hujan (mm/jam)

Besarnya intensitas curah hujan tidak sama di

semua tempat. Hal ini dipengaruhi oleh topografi,

durasi, dan frekuensi di tempat atau lokasi yang

bersangkutan. Ketiga hal tersebut dijadikan

pertimbangan dalam membuat kurva IDF (Intensity –

Duration – Frequency).

Jenis Distribusi Syarat

Normal Cs ≈ 0

Ck ≈ 3

Gumbel Cs ≤ 1.1396

Ck ≤ 5.4002

Log Pearson Tipe III Cs ≠ 0

Log Normal Cs ≈ 3Cv + (Cv

3) = 3

Ck = 5.383

Page 6: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

5

!"

#!"

$!"

%!"

&!"

'!"

(!"

)!"

*!"

+!"

,-."/-0"/12" ,34" 5167"89:"

!"#$%&'"($)&*++,&

-".$)&

$!!$"

$!!%"

$!!&"

$!!'"

$!!("

$!!)"

$!!*"

$!!+"

$!#!"

$!##"

3.5. Debit Puncak

Perhitungan debit puncak pada penelitian Tugas

Akhir ini menggunakan metode Hidrograf Satuan

Sintetik (HSS) Gama 1. Untuk menghitung debit

puncak pada sungai menggunakan metode tersebut,

terdapat banyak parameter-parameter karakteristik

sungai sebagai inputan kedalam perhitungan debit

puncak. Adapun parameter-parameter tersebut adalah:

SF :faktor sumber, perbandingan antara jumlah

panjang sungai tingkat satu dengan jumlah

panjang sungai-sungai semua tingkat.

SN :frekuensi sumber, perbandingan antara jumlah

pangsa sungai-sungai tingkat satu dengan

jumlah pangsa sungai-sungai semua tingkat.

WF :faktor lebar, perbandingan antara lebar DAS

yang diukur di titik di sungai yang berjarak

0,75L dengan lebar DAS yang diukur di titik di

sungai yang berjarak 0,25L dari stasiun

hidrometri.

RUA :luas DAS sebelah hulu, perbandingan antara

luas DAS yang diukur di hulu garis yang

ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun

hidrometri dengan titik yang paling dekat

dengan titik berat DAS, melewati titik tersebut.

SIM :faktor simetri, hasil kali antara faktor lebar

(WF) dengan luas DAS sebelah hulu.

JN : jumlah pertemuan sungai, yaitu jumlah

pertemuan sungai di dalam DAS tersebut.

D :kerapatan jaringan kuras, yaitu jumlah panjang

sungai semua tingkat tiap satuan luas DAS.

Persamaan – persamaan yang digunakan dalam

HSS Gama 1 adalah :

a. Waktu naik (TR)

!" ! !!!"!!

!""!!"

!

! !!!""#!!"# !

!!!!!!!!!!!!!!!!!!""# 3-9

b. Debit puncak banjir (QP)

!" ! !!!"#$!!!!!""#

!"!!!!""#

!!"!!!"#$ 3-10

c. Waktu dasar (TB)

!" ! !"!!"#$!!!"!!!"#$

!!!!!!"#$

!!"!!!"##

!!!!!!!!!!!!!!!"#!!!"#$ 3-11

d. Koefisien resesi (K) ! ! !!!"#$!!

!!!"#$!!!!!""#

!"!!!!"#$

!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"#$ 3-12

e. Aliran dasar (QB) !" ! !!!"#$!!

!!!"""!!!!"#$ 3-13

dengan :

A : luas DAS (km2)

L : panjang sungai utama (km)

S : kemiringan dasar sungai

3.6. Tinggi Muka Air

Pada perhitungan tinggi muka air Tugas Akhir

ini menggunakan persamaan Manning. Adapun

persamaannya adalah:

! ! !!

!!!!!

!!!!!!

!!!!!! 3-14

dimana:

Q : debit banjir rencana (m3/s)

n : koefisien Manning

S : kemiringan sungai

R : jari-jari hidrolik (m)

Untuk persamaan jari-jari hidrolik, adalah berikut ini:

! ! !!

! 3-15

dengan:

A : luas basah (m2)

P : keliling basah (m)

4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Analisa Curah Hujan Harian Maksimum

Daerah

Gambar 4. Curah Hujan Wilayah DAS Jragung 2002-2011

Berdasarkan gambar 4, curah hujan wilayah

paling tinggi berada pada bulan Januari. Hal ini

mungkin disebabkan karena Januari merupakan bulan

basah, dan pada bulan Juni-Juli-Agustus curah hujan

tergolong rendah. Hal tersebut terjadi karena bulan

Juni-Juli-Agustus termasuk bulan kering. Pola curah

hujan yang terjadi di DAS Jragung adalah pola curah

hujan jenis monsoon. Karakterteristik dari jenis ini

adalah distribusi curah hujan bulanan dengan jumlah

Page 7: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

6

!"

'!"

#!!"

#'!"

$!!"

$'!"

%!!"

%'!"

,-."

;1<"

/-0"

=60"

/12"

,3."

,34"

=>7"

5167"

?@7"

89:"

A1B"

!"#$%&'"($)&*++,&

C$"

C'"

C#!"

C$'"

C'!"

C#!!"

!"

$!"

&!"

(!"

*!"

#!!"

#$!"

#" %" '" )" +" ##" #%" #'" #)" #+" $#" $%"

/)01)230$2&'"($)&*++4($+,&

5"#$23&*($+,&

$"

7-D3."

'"

7-D3."

#!"

7-D3."

$'"

E-D3."

'!"

7-D3."

#!!"

7-D3."

curah hujan minimum pada bulan Juni, Juli, dan

Agustus.

4.2. Analisa Distribusi Curah Hujan

Pengukuran empat parameter statistik (Standar

Deviasi, Koefisien Skewness, Koefisien Kurtosis, dan

Koefisien Variasi) dengan menggunakan persamaan 3-

4 hingga 3-7, telah di dapatkan nilai untuk masing-

masing parameter per bulannya. Sehingga dilakukan

uji kecocokkan distribusi. Berdasarkan tabel 1, syarat

kecocokan distribusi probabilitas, distribusi yang

cocok untuk masing-masing bulan adalah distribusi

Gumbel. Hal ini berarti analisa probabilitas kejadian

hujan periode ulang mengikuti distribusi Gumbel.

Gambar 5. Curah Hujan Rencana Periode Ulang Tiap Bulan

Menggunakan Distribusi Gumbel

Pada penelitian Tugas Akhir ini digunakan

periode ulang 2 , 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun. Untuk

setiap periode ulang, dipilih curah hujan rencana yang

paling besar sebagai curah hujan rencana yang akan

dimasukkan kedalam perhitungan debit banjir rencana.

Untuk periode ulang 2 tahun, curah hujan rencana

paling besar adalah pada bulan maret, yaitu senilai

40.65 mm, periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100

tahun curah hujan yang paling besar berada pada

bulan April, yaitu senilai 107.63 mm, 152,69 mm,

209.62 mm, 251.86 mm, dan 293.78 mm.

4.3. Analisa Intensitas Curah Hujan

Analisa ini dilakukan untuk memperkirakan

debit puncak di daerah tangkapan kecil, tangkapan

kecil untuk penelitian Tugas Akhir ini adalah

jembatan. Pada daerah tangkapan kecil, hujan deras

terjadi dengan durasi singkat (intensitas hujan dengan

durasi singkat adalah sangat tinggi) yang jatuh di

berbagai titik pada seluruh daerah tangkapan hujan

dapat terkonsentrasi di titik kontrol yang ditinjau

dalam waktu yang bersamaan, yang dapat

menghasilkan debit puncak.

Gambar 6. Kurva Intensity-Duration-Frequency (IDF)

Gambar 6 merupakan kurva intensity-duration-

frrquency (IDF) dari curah hujan rencana yang telah

dihitung menggunakan distribusi Gumbel. Kurva

tersebut menjelaskan bahwa curah hujan rencana

periode ulang 2 tahun memiliki curah hujan sebesar

40.65 mm. Curah hujan dengan angka tersebut tidak

terjadi dalam satu waktu. Berdasarkan kurva tersebut

untuk kasus curah hujan periode ulang 2 tahun, curah

hujan dengan nilai 14.1 mm terjadi dengan durasi satu

jam. Kemudian curah hujan sebesar 8.87 mm

berlangsung selama dua jam, dan seterusnya. Kurva

tersebut membuktikan bahwa intensitas hujan yang

tinggi memiliki durasi yang singkat.

4.4. Analisa Debit Banjir Rencana

Gambar 7. Hidrograf Banjir Rencana Sungai Jragung

Gambar 7 merupakan grafik hidrograf satuan

banjir menggunakan metode HSS Gama 1. kurva

hidrograf satuan terdiri dari waktu naik, debit puncak,

waktu dasar dan koefisien penampungan. Waktu naik

adalah waktu yang diperlukan untuk debit mencapai

angka maksimum yang dapat ditampung oleh sungai.

!"

#!!"

$!!"

%!!"

&!!"

'!!"

(!!"

)!!"

!" $" &" (" *" #!"#$"#&"#("#*"$!"$$"$&"

51630&*+

742,&

8$90"&*($+,&

F$"

F'"

F#!"

F$'"

F'!"

F#!!"

Page 8: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

7

%!"

&!"

'!"

(!"

)!"

*!"

+!"

#!!"

##!"

#$!"

!" $" &" (" *" #!" #$" #&" #(" #*" $!" $$" $&"

51630&*+742,&

8$90"&*($+,&

A1<27"

Debit puncak yang dihasilkan pada setiap periode

ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun adalah 114.86

m3/s, 253.37 m

3/s, 346.56 m

3/s, 464.31 m

3/s, 551.65

m3/s, dan 638.35 m

3/s. Nilai-nilai tersebut yang

menjadi input dalam perhitungan tinggi muka air

menggunakan metode Manning. Waktu yang

diperlukan untuk mencapai debit puncak adalah

sekitar dua jam. Setelah debit mencapai puncak, kurva

semakin lama semakin turun.

4.5. Analisa Tinggi Muka Air

Gambar 8. Sketsa Penampang Sungai Jragung

Perhitungan tinggi muka air sungai Jragung

dapat dilakukan dengan menggunakan data

pendukung, yaitu penampang melintang sungai

Jragung tersebut. Gambar 8 merupakan gambar

penampang melintang sungai Jragung beserta

gambaran tinggi jembatan KA yang melintang pada

sungai tersebut.

Gambar 9. Rating Curve Sungai Jragung

Rating curve merupakan kurva yang

menunjukkan hubungan antara tinggi muka air dan

debit pada lokasi penampang sungai tertentu.

Berdasarkan grafik 4.6, tinggi muka air periode 2

tahun senilai 1.209 m, untuk periode 5, 10, 25, 50, dan

100 tahun adalah senilai 2.15 m, 2.44 m, 2.76 m, dan

3.14 m. Semakin tinggi debit, maka semakin tinggi

muka air pada penampang sungai tersebut.

4.6. Verifikasi

Setelah menghitung tinggi muka air berdasarkan

debit banjir rencana periode ulang 2, 5, 10, 25 50, dan

100 tahun dari data histori lima pos hujan selama

sepuluh tahun terakhir (2002 – 2011), perlu dilakukan

verifikasi tinggi muka air dari data curah hujan saat

terjadi meluapnya air sungai Jragung pada lokasi

jembatan KA ruas Tegowanu – Gubug.

Gambar 10. Hidrograf Satuan Tanggal 4 Januari 2011

Berdasarkan grafik 4.7 didapatkan debit puncak pada

tanggal 4 Januari 2011 adalah senilai 115.58

m3/s.Debit puncak pada tanggal tersebut cukup tinggi.

Tinggi muka air yang di hasilkan perhitungan

menggunakan rumus Manning dengan inputan data

debit hasil perhitungan, adalah setinggi 1.39 m.

Apabila dibandingkan dengan tinggi jagaan yaitu 1.2

m, maka tinggi muka air saat kejadian pada tanggal 4

Januari 2011 lalu telah melewati batas aman.

5. Kesimpulan

1. Curah hujan yang terjadi pada tanggal 4

Januari 2011 saat terjadinya luapan sungai

Jragung pada lokasi jembatan kereta api ruas

Tegowanu – Gubug adalah kejadian ekstrim.

2. Distribusi probabilitas yang cocok pada DAS

Jragung tahun 2002 – 2011 adalah distribusi

Gumbel.

3. Berdasarkan debit rencana kala ulang 2, 5 10,

25, 50, dan 100 tahun, debit yang berada

dalam posisi aman (berdasarkan peraturan

Kementrian Pekerjaan Umum) adalah pada

debit rencana periode 2 tahun.

4. Berdasarkan debit rencana kala ulang 2, 5 10,

25, 50, dan 100 tahun, debit yang dapat

menyebabkan meluapnya sungai Jragung

adalah pada debit rencana periode ulang 10,

25, 50, dan 100 tahun.

5. Tinggi muka air saat kejadian meluapnya

sungai pada tanggal 4 Januari 2011 adalah

1.39 m. Debit yang digunakan adalah debit

##&G*)"

$'%G%*"

%&(G')"

&(&G%#"

''#G('"

(%*G%("

!G!!"

#!!G!!"

$!!G!!"

%!!G!!"

&!!G!!"

'!!G!!"

(!!G!!"

)!!G!!"

51630&*+

742,&

:3);;3&<"9$&=3#&*+,&

A1<27"

Page 9: Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian - Meteorologi ITB · jembatan rel kereta api. (, 2011) ... atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuangan. Banjir merupakan peristiwa

8

hasil perhitungan dengan menggunakan

metode HSS Gama 1.

REFERENSI

Hen. 2011. Jembatan Tergerus 2 KA Batal

Berangkat. www.kompas.com. Diakses pada

tanggal 26 Desember 2011.

Adisusanto, N. 2011. Aplikasi Hidrologi.

Malang, Indonesia: Jogja Mediautama.

Bruce, J., Clark, R. 1969. Introduction to

Hydrometeorology. Pergamon Press.

Chou, C.M., Wang, R.Y. On-line Estimation of

Unit Hydrograph Using The Wavelet-Based

LMS Algorithm (Vol. 47). Hydrol Sci.

Girsang, Febrina. 2008. Tugas Akhir. Analisis

Curah Hujan Untuk Pendugaan Debit

Puncak Dengan Menggunakan Metode

Rasional Pada DAS Belawan Kabupaten

Deli Serdang. Jurusan Teknik Sipil -

Universitas Sumatera Utara.

Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta,

Indonesia: Gramedia.

Montarcih, L. STUDI PENGELOLAAN BANJIR

KALI SAMPEAN DENGAN

PENINGKATAN KAPASITAS SUNGAI

PADA RUAS BENDUNG SAMPEAN LAMA

- MUARA.

Rahmawati, I.P., Ardhiani, Nunik. 2008. Tugas

Akhir. Sistem Pengendalian Banjir Sungai

Sengkarang (Normalisasi Sungai). Fakultas

Teknik - Universitas Diponegoro

Linsey, R.K., Kohler, M. 1989. Hydrology for

Engineers. New York: McGraw-Hill.

Singh, P. 1992. Elementary Hydrology. New

Jersey: Pretince-Hall Englewood.

Soemarto. 1986. Hidrologi Teknik. Jakarta,

Indonesia: Erlangga.

Sudjarwadi. 1987. Teknik Sumber Daya Air. Yogyakarta:

UGM-Press.

Suripin. 2006. Drainase Perkotaan Yang

Berkelanjutan. Yogyakarta, Indonesia: Andi.

Triatmodjo, B. 2009. Hidrologi Terapan.

Yogyakarta, Indonesia: Beta Offset.