FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

164
FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012- 2014 Laporan Skripsi Disusun Oleh : KARLINA SULISTIANI 1110101000002 PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2014

Transcript of FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

Page 1: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH

(BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA

TANGERANG SELATAN TAHUN 2012- 2014

Laporan Skripsi

Disusun Oleh :

KARLINA SULISTIANI

1110101000002

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

ii

Page 3: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI Skripsi, Juli 2014

Karlina Sulistiani, NIM 111010100002

FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012- 2014

(xiv, 165 Halaman, 15 Tabel, 73 Gambar, 5 Lampiran)

ABSTRAK

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai konstribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa neonatal. Di Kota Tangerang Selatan kasus BBLR meningkat selama selama 4 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebanyak 185 orang, tahun 2011 sebanyak 204 orang, tahun 2012 sebanyak 168 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 255 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012-2014. Penelitian ini menggunakan desain case control unmatched, sampel penelitian adalah ibu yang melakukan kunjungan ANC (Ante Natal Care) dan melahirkan pada bulan Januari 2012-April 2014 ditolong oleh tenaga kesehatan. Sampel dalam penelitian ini berjumlan 285 dengan perbandingan kasus kontrol 1:2. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Analisis menggunakan uji OR. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tinggi badan ibu <145cm berisiko 6,337 kali, umur kehamilan <37minggu berisiko 143,5 kali, KEK berisiko 8,179 kali dan anemia berisiko 3,989 kali menyebabkan BBLR. Adanya kejadian BBLR (95 kasus) sebagian besar adalah pada ibu yang berumur antara 20-35 tahun (91,6%), memiliki tinggi badan ≥145cm (93,7%), mengalami penambahan berat badan ≥10kg (60%), melahirkan pada usia kehamilan ≥37minggu (56,8%), tidak mengalami KEK (81,1 %), tidak menderita anemia (67,4%), melahirkan bayi tunggal (82,1%), tingkat pendidikan tinggi (60%), ibu rumah tangga (93,7%), tidak mengalami komplikasi kehamilan (87,4%) dan tidak adanya penyakit pada saat hamil (93,7%). Tinggi badan, umur kehamilan, KEK, anemia berisiko terhadap BBLR sehingga perlunya mengadakan penyuluhan kepada ibu hamil mengenai risiko BBLR dan dampak yang ditimbulkan akibat BBLR dan pemantauan status gizi ibu sebelum dan selama hamil perlu dilakukan lebih intensif sehingga insidensi BBLR di Kota Tangerang Selatan dapat diturunkan.

Kata kunci : BBLR, Ibu hamil, Faktor Risiko Daftar Bacaan: 63 (2000-2014)

Page 4: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF EPIDEMIOLOGY UNDERGRADUATED THESIS, July 2014 Karlina Sulistiani, NIM 111010100002 RISK FACTORS OF LOW BIRTH WEIGHT (LBW) IN HEALTH CENTER OF SOUTH TANGERANG CITY AT 2012- 2014. (xiv, 165 Pages, 15 Tables, 73 Figure, 5 Attachments)

ABSTRACT

Infant Mortality Rate (IMR) is the indicator to determine the health status

of children. Low Birth Weight (LBW) is one of risk factors that contribute to infant mortality in the neonatal period. In South Tangerang City, LBW cases have increased in the last 4 years. The number of LBW cases were 185 (2010), 204 (2011), 168 (2012) and 255 (2013). This study aims to determine the risk factors of LBW in Health Center of South Tangerang City during 2012-2014 period. This study used unmatched case-control design, the sample were mothers doing antenatal care visit and having delivery with health personnel between January 2012-April 2014. The sample size of this study was 285 with case-control comparison of 1: 2. Technique sampling was purposive sampling. Analysis used the OR test. The results showed that incidence of LBW is influenced by maternal height <145 cm (OR: 6.337), gestational age <37 weeks (OR: 143.5), deficiency of energy (OR:8.179) and anemia (OR: 3.989). The cases of LBW (95 cases) most delivery with mothers between 20-35 years (91.6%), height ≥ 145 cm (93.7%), weight gain ≥ 10 kg (60%), gave birth at ≥ 37 weeks' gestation (56.8%), haven’t deficiency of energy (81.1%), haven’t anemia (67.4%), delivery with single baby (82.1%), higher education level (60% ), housewives (93.7%), haven’t experience pregnancy complications (87.4%) haven’t disease (93.7%). Counseling to pregnant women about the risk and the impact of LBW and monitoring the nutritional status of the mother before and during pregnancy needs to be strengthened and enforced in effort to reduce incidence of LBW in South Tangerang City.

. Key Words: Low Birth Weight, Pregnancy Mother, Risk

Reading List: 63 (2000-2014)

Page 5: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Page 6: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

vi

Page 7: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

vii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

A. Identitas Pribadi

Nama : Karlina Sulistiani

Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 11 Oktober 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat :Ds.Pangkalan RT 01/02, Kecamatan

Sobang, Kabupaten Pandeglang, Banten, 42281

No. telp : 087773242757

Email : [email protected]

B. Riwayat Pendidikan

1. 1997 - 2003 : SD Negeri Pangkalan 3, Pandeglang

2. 2003 - 2006 : SMP Negeri 2 Panimbang, Pandeglang

3. 2006 - 2010 : SMA Daar El Qolam, Tangerang

4. 2010 – sekarang : S1-Peminatan Epidemiologi, Program

Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juli 2014

Karlina Sulistiani

Page 8: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena berkat taufik dan hidayah-Nya laporan skripsi ini dapat

terselesaikan dengan judul “Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2014”. Laporan Skripsi ini penulis susun dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat, di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan laporan

skripsi ini banyak kekurangannya. Namun berkat bimbingan ibu Narila

Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D dan ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes serta

dorongan dari berbagai pihak maka hambatan itu sedikit banyak dapat

diatasi.

Penulis berharap semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan umumnya bagi siapa saja yang memerlukannya.

Akhir kata pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak, Ibu dan nenek tercinta yang tak hentinya selalu memberikan

kasih sayang, semangat dan mendoakan penulis di setiap waktunya.

2. Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

ix

3. Ir.Febriyanti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat

(PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta .

4. Para Dosen Kesehatan Masayarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

5. Para Dosen Peminatan Epidemiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan ilmu, nasihat dan motivasinya.

6. Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Kota Tangerang

Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan

penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan.

7. dr.Toni Wandra Ph.D yang telah membimbing dan memberikan

ilmunya kepada penulis.

8. dr.Sholah Imari M.Sc yang telah meluangkan waktu sibuknya dalam

memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Anton Wibawa S.K.M, M.K.M yang telah memberikan arahan,

bimbingannya serta nasihat-nasihatnya.

10. Ridwan Fauzi Muhsin S.HI yang selalu memberikan motivasi, nasihat

dan selalu meluangkan waktunya kepada penulis dalam setiap proses

penelitian ini.

11. Semua staf Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan yang senantiasa bersedia meluangkan waktunya

untuk berdiskusi.

Page 10: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

x

12. Semua Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

yang telah membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.

13. Teman-teman epidemiologi tercinta, Tri Bayu, Kartika, Rizka, Siti

Malati, Ana, Najah, Mayli, Harun, Zata, Wiwid, Fajriatin,

Sofwatunnida, Nur Lutfiyah dan Putri yang selalu memberikan

semangat, motivasi dan meluangkan waktunya untuk berdiskusi.

14. Semua pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terima kasih atas dukungannya.

Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa laporan

skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga

laporan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan berharap ada kritik atau

saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan skripsi ini.

Jakarta, Juli 2014

Penulis

Page 11: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

xi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN....................................................................... v RIWAYAT HIDUP PENULIS .......................................................................... vii KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5 1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................. 6 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 8

1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................... 8 1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 8

1.5 Manfaat Penelitian................................................................................ 10 1.5.1 Mahasiswa ............................................................................ 10 1.5.2 Institusi Pendidikan............................................................... 10 1.5.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ............................. 10 1.5.4 Masyarakat ........................................................................... 10

1.6 Ruang Lingkup ..................................................................................... 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12

2.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) .................................... 12 2.2 Klasifikasi BBLR ................................................................................. 13 2.3 Masalah – Masalah pada BBLR .......................................................... 15 2.4 Gambaran Klinis Bayi Dengan BBLR ................................................ 17 2.5 Tata Laksana Bayi BBLR Saat Lahir .................................................. 18 2.6 Faktor Risiko Kejadian BBLR ............................................................ 20 2.7 Kerangka Teori ..................................................................................... 59

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS .... 61 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 61 3.2 Definisi Operasional............................................................................. 63 3.3 Hipotesis ............................................................................................... 67

BAB IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 69 4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 69 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 70 4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 70

4.3.1Populasi ................................................................................. 70 4.3.2Sampel Kasus ........................................................................ 70 4.3.3Sampel kontrol....................................................................... 71

4.4 Cara Pengambilan Sampel ................................................................... 71 4.5 Perhitungan Besar Sampel Penelitian ................................................. 71 4.6 Pengumpulan Data ............................................................................... 73

Page 12: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

xii

4.7 Pengolahan Data ................................................................................... 73 4.8 Analisis Data......................................................................................... 74

BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 76 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 76 5.2 Gambaran Berat Badan Bayi ............................................................... 78 5.3 Analisis Faktor Risiko Kejadian BBLR .............................................. 80

BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 93 6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 93 6.2 Gambaran Berat Badan Bayi ............................................................... 93 6.3 Analisis Faktor Risiko Kejadian BBLR .............................................. 95

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 123 7.1Simpulan ................................................................................................ 123 7.2Saran ...................................................................................................... 123

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 127

Page 13: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Definisi Operasional Penelitian ............................................................. 63

Tabel 2 Perhitungan Besar Sampel ..................................................................... 72

Tabel 3 Distribusi Berat Badan Bayi .................................................................. 63

Tabel 4 Distribusi BBLR ................................................................................... 92

Tabel 5 Risiko Umur Ibu Terhadap BBLR ......................................................... 95

Tabel 6 Risiko Tinggi Badan Ibu Terhadap BBLR ............................................ 96

Tabel 7 Risiko Penambahan Berat Badan Ibu Terhadap BBLR .......................... 97

Tabel 8 Risiko Umur Kehamilan Ibu Terhadap BBLR ....................................... 98

Tabel 9 Risiko Kek Ibu Terhadap BBLR ......................................................... 100

Tabel 10 Risiko Anemia Ibu Terhadap BBLR .................................................. 101

Tabel 11 Risiko Kehamilan Ganda Terhadap BBLR ........................................ 102

Tabel 12 Risiko Tingkat Pendidikan Ibu Terhadap BBLR ................................ 103

Tabel 13 Risiko Status Bekerja Ibu Terhadap BBLR ........................................ 104

Tabel 14 Risiko Komplikasi Kehamilan Ibu Terhadap BBLR .......................... 105

Tabel 15 Risiko Penyakit Ibu Terhadap BBLR................................................. 106

Page 14: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Teori Kejadian BBLR ....................................................... 60

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian .............................................................. 62

Gambar 3 Rancangan Penelitian Kasus Kontrol ................................................. 69

Gambar 4 Wilayah Kota Tangerang Selatan ....................................................... 90

Page 15: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

xv

DAFTAR ISTILAH

AKB Angka Kematian Bayi

ANC Antenatal Care

BBLR Bayi Berat Lahir Rendah

BBLN Bayi Berat Lahir Normal

BBLASR Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah

BBLSR Bayi Berat Lahir Sangat Rendah

BMK Besar Masa Kehamilan

FAS Fetal Alcoholic Syndrome

IMD Inisiasi Menyusui Dini

IUGR Intrauterine Growth Retardation

HPHT Hari Pertama Haid Terakhir

LILA Lingkar Lengan Atas

KB Kurang Bulan

KEK Kekurangan Energi Kronik

KMK Kecil Masa Kehamilan

MDGs Milenium Development Goals

NCB KMK Neonatus Cukup Bulan-Kecil Untuk Masa Kehamilan

NKB KMK Neonatus Kurang Bulan-Kecil Masa Kehamilan

NKB SMK Neonatus Kurang Bulan-Sesuai Masa Kehamilan

PIH Pregnancy Induced Hypertension

SMK Sesuai Masa Kehamilan

Page 16: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Form Pelacakan Kasus BBLR Lampiran 2 Kartu Ibu Lampiran 3 Surat Permohonna Izin Penelitian Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Lampiran 4 Surat Pemberian Iizn Penelitian Dinas Kesehatan Kota

Tangernag Selatan

Page 17: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator pertama dalam

menentukan derajat kesehatan anak. Selain itu, angka kematian bayi juga

merupakan cerminan dari status kesehatan masyarakat. Sebagian besar

penyebab kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi

baru lahir/neonatal (umur 0-28 hari). Masalah neonatal ini meliputi

asfiksia (kesulitan bernafas saat lahir), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

dan infeksi (Depkes, 2011).

Kematian neonatal terdiri atas kematian neonatal dini dan kematian

neonatal lanjut. Kematian neonatal dini merupakan kematian seorang bayi

yang dilahirkan hidup dalam 7 hari setelah kelahiran, sedangkan kematian

neonatal lanjut merupakan kematian seorang bayi yang dilahirkan hidup

lebih dari 7 hari sampai kurang 29 hari. Angka kematian neonatal adalah

jumlah kematian neonatal per 1.000 kelahiran hidup. BBLR merupakan

salah satu faktor risiko yang mempunyai konstribusi terhadap kematian

bayi khususnya pada masa neonatal (Raharni dkk, 2010).

Menurut UNICEF dan WHO (2004), penurunan kejadian BBLR

merupakan salah satu kontribusi penting dalam Millennium Development

Goal (MDGs) untuk menurunkan kematian bayi. Pencapaian tujuan dari

MDGs dicapai dengan memastikan kesehatan anak pada awal

kehidupannya. Oleh karena itu, BBLR merupakan masalah kesehatan yang

Page 18: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

2

perlu mendapatkan perhatian mengingat BBLR merupakan salah satu

indikator untuk menilai kemajuan dari tujuan MDGs ini.

BBLR didefinisikan sebagai bayi dengan berat lahir kurang dari

2.500gr dengan tidak memandang masa kehamilan (WHO, 2011). BBLR

memberikan kontribusi sebesar 60-80% dari semua kematian neonatal.

Prevalensi global BBLR adalah 15,5%, yang berjumlah sekitar 20 juta

BBLR lahir setiap tahun dan 96,5% dari mereka berasal dari negara

berkembang. Ada variasi yang signifikan dari prevalensi BBLR di

beberapa negara, dengan insiden tertinggi di Asia Tengah (27,1%) dan

terendah di Eropa (6,4%). BBLR dapat disebabkan karena kelahiran

prematur (kelahiran sebelum 37 minggu umur kehamilan) (WHO, 2013).

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan

bahwa kejadian BBLR di Indonesia memiliki prevalensi sebesar 10,2%

sedangkan Banten sendiri memiliki prevalensi BBLR sebesar 10,1%,

angka ini hampir mendekati prevalensi BBLR secara nasional. Jika

dibandingkan dengan provinsi lain, Banten memiliki proporsi BBLR yang

lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi BBLR di Yogyakarta

sebesar 9,9% dan DKI Jakarta sebesar 9,5%. Sedangkan kasus BBLR

tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah sebesar 18,2% dan terendah di

Sumatra Utara sebesar 7,5%.

Berdasarkan laporan dari Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan selama 4 tahun, angka kematian neonatal di Kota Tangerang

Selatan tahun 2010 sebesar 2,25/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR

Page 19: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

3

sebanyak 25 kasus kematian neonatus dan tahun 2011 sebesar 1,26/1.000

KH dengan kematian akibat BBLR sebanyak 8 kasus kematian neonatus.

Pada tahun 2012 sebesar 0,85/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR

sebanyak 9 kasus kematian neonatus dan pada tahun 2013 kematian bayi

sebesar 0,54/1.000 KH dengan kematian akibat BBLR sebanyak 4 kasus

kematian neonatus. Sedangkan jumlah kasus BBLR pada tahun 2010

sebanyak 185 orang, tahun 2011 sebanyak 204 orang, tahun 2012

sebanyak 168 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 255 orang. Walaupun

adanya penurunan jumlah kematian neonatus yang diakibatkan oleh

BBLR, namun kejadian BBLR mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Disamping adanya peningkatan kejadian BBLR dari tahun ke

tahun, pada tahun 2012 terdapat penambahan sistim dalam pencatatan dan

pelaporan kasus BBLR di Kota Tangerang Selatan. Pada tahun 2012 dan

sampai saat ini terdapat pelacakan BBLR sehingga jika ditemukan kasus di

wilayah kerja puskesmas, maka akan langsung dilaporkan ke Dinas

Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Bayi dengan berat <2.500gr mempunyai risiko 20 kali untuk

mengalami kematian jika dibandingkan dengan bayi dengan berat badan

normal (WHO, 2004). BBLR menyebabkan berbagai masalah kesehatan,

salah satunya masalah kesehatan jangka panjang. BBLR memiliki risiko

lebih tinggi untuk mengalami keterbelakangan pada awal pertumbuhan,

mudah terkena penyakit menular, dan mengalami kematian selama masa

bayi dan masa anak-anak (WHO, 2011).

Page 20: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

4

Faktor risiko kejadian BBLR di Indonesia yaitu ibu hamil yang

berumur <20 atau >35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu

mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, mengerjakan pekerjaan fisik yang

berat, mengerjakan pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat, sangat

miskin, beratnya kurang dan kurang gizi, merokok, konsumsi obat-obatan

terlarang, konsumsi alkohol, anemia, pre-eklampsi atau hipertensi, infeksi

selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat bawaan dan

infeksi selama dalam kandungan (Depkes RI, 2009).

Sedangkan menurut WHO (2004), faktor risiko kejadian BBLR

yaitu status gizi, status ekonomi, pendidikan, komplikasi kehamilan,

pekerjaan berat, umur kehamilan, umur ibu, riwayat BBLR sebelumnya,

alkohol, merokok, obat-obatan terlarang, riwayat penyakit, kehamilan

ganda, tinggi badan dan tinggal di daerah ketinggian.

Penelitian yang dilakukan oleh Festy (2009) di Kabupaten

Sumenep (Jawa Timur) menemukan bahwa variabel yang berhubungan

dengan BBLR adalah kadar Hb ibu, LILA (Lingkar Lengan Atas) ibu,

penambahan berat badan selama kehamilan dan pendidikan ibu. Penelitian

yang dilakukan Trihardiani (2011) di Kabupaten Singkawang (Kalimantan

Barat) menemukan bahwa indeks masa tubuh ibu, anemia kehamillan,

LILA, penambahan berat badan ibu pada masa kehamilan, berhubungan

dengan BBLR. Variabel yang berhubungan dengan kejadian BBLR

menurut penelitian yang dilakukan oleh Nurfilaila (2012) di Aceh yaitu

umur ibu. Penelitian yang dilakukan oleh Surtiati (2002) di Bogor

Page 21: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

5

menunjukan bahwa umur kehamilan berhubungan dengan BBLR.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurrohmah (2002) di Magelang (Jawa

Tengah) menunjukan bahwa faktor umur ibu, status gizi ibu, anemia,

riwayat penyakit dan pendidikan berhubungan dengan kejadian BBLR.

Berbagai penelitian yang dikemukakan diatas menyebutkan bahwa

faktor anemia, LILA, penambahan berat badan, pendidikan, umur ibu,

umur kehamilan, riwayat penyakit memiliki hubungan dengan kejadian

BBLR dan lokasi penelitian tersebut banyak dilakukan di rumah sakit atau

hospital based. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk

mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian BBLR dengan

lokasi penelitian berdasarkan komunitas. Selain itu, dengan meningkatnya

kasus BBLR di Kota Tangerang Selatan dari tahun ke tahun menjadi

alasan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Dengan

mengetahui faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian BBLR, maka

dapat dilakukan kegiatan intervensi yang tepat sasaran yaitu pada

kelompok-kelompok yang berisiko tinggi. Pada akhirnya program tersebut

dapat mengurangi insiden BBLR dan angka kematian neonatus di Kota

Tangerang Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

BBLR merupakan masalah kesehatan yang perlu ditangani secara

serius karena BBLR berkontribusi terhadap kematian neonatus dan

kematian neonatus merupakan indikator yang menentukan derajat

kesehatan masyarakat suatu bangsa. BBLR memiliki risiko 20 kali untuk

Page 22: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

6

mengalami kematian dibandingkan dengan bayi normal. Selain itu, BBLR

juga memiliki risiko untuk mengalami keterbelakangan pada masa awal

pertumbuhan, mudah terserang penyakit menular dan mengalami kematian

selama masa bayi dan anak-anak.

Banyak faktor risiko kejadian BBLR diantaranya yaitu umur ibu,

pendidikan, pekerjaan, umur kehamilan, status gizi ibu, tinggi badan,

penyakit yang diderita ibu, anemia, komplikasi kehamilan dan

penambahan berat badan ibu. Walaupun adanya penurunan jumlah

kematian yang disebabkan oleh BBLR, namun kasus BBLR mengalami

peningkatan setiap tahunnya di Kota Tangerang Selatan. Maka

berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah, yaitu

apakah faktor-faktor yang berisiko terhadap kejadian BBLR di Kota

Tangerang Selatan Tahun 2013.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi

pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah umur ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

2. Apakah tingkat pendidikan ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014?

Page 23: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

7

3. Apakah status ibu bekerja berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014?

4. Apakah Kekurangan Energi Kronik (KEK) berisiko terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun

2012 sampai dengan 2014?

5. Apakah penambahan berat badan ibu berisiko terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012

sampai dengan 2014?

6. Apakah tinggi badan ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan

2014?

7. Apakah anemia berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

8. Apakah umur kehamilan berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan

2014?

9. Apakah penyakit ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan

2014?

10. Apakah komplikasi kehamilan berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014?

Page 24: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

8

11. Apakah kehamilan ganda berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan

2014?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 sampai

dengan 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui umur ibu yang berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012

sampai dengan 2014.

2. Mengetahui tinggi badan ibu yang berisiko terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

tahun 2012 sampai dengan 2014.

3. Mengetahui penambahan berat badan ibu yang berisiko

terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

4. Mengetahui umur kehamilan ibu yang berisiko terhadap

kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

Page 25: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

9

5. Mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) terhadap

kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

6. Mengetahui risiko anemia terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014.

7. Mengetahui risiko kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun

2012 sampai dengan 2014.

8. Mengetahui tingkat pendidikan ibu yang berisiko terhadap

kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

9. Mengetahui status bekerja ibu yang berisiko terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

tahun 2012 sampai dengan 2014.

10. Mengetahui risiko komplikasi kehamilan terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

tahun 2012 sampai dengan 2014.

11. Mengetahui risiko penyakit ibu terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012

sampai dengan 2014.

Page 26: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

10

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Mahasiswa

Penelitian ini dapat dijadikan wacana pembelajaran mahasiswa

untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan serta

sebagai sarana dalam mengaplikasikan keilmuan tentang faktor

risiko kejadian BBLR.

1.5.2 Institusi Pendidikan

Selain dapat menambah khasanah keilmuan Program Studi

Kesehatan Masyarakat, khususnya dalam Peminatan Epidemiologi,

hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan penelitian sejenis dan berkelanjutan mengenai

faktor risiko kejadian BBLR.

1.5.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi

dalam pengambilan kebijakan untuk mengurangi morbiditas

maupun mortalitas bayi akibat BBLR.

1.5.4 Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat terutama ibu hamil, tentang faktor risiko

kejadian BBLR. Sehingga kejadian BBLR dapat dihindari atau

setidak-tidaknya dapat dikurangi. Dengan upaya tersebut

diharapkan ibu hamil mempunyai kewaspadaan dini terhadap

Page 27: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

11

kejadian BBLR dengan melakukan kunjungan ANC (Antenatal

Care) secara rutin.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik yang

bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian BBLR di Tangerang

Selatan Tahun 2012 sampai dengan 2014. Penelitian ini dilakukan pada

bulan Maret-April 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah studi

case control unmathced. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan

metode Purposive Sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan

data sekunder. Sampel pada penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah

(BBLR) dan bayi berat lahir normal (BBLN) yang lahir pada bulan

Januari 2012-April 2014.

Page 28: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat penting

dan paling sering di gunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan

digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir dengan berat badan saat lahir

kurang dari 2500gr. BBLR dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat

lahir rendah karena premature (umur kandungan kurang dari 37 minggu)

atau BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi

cukup bulan tetapi berat badan kurang untuk umurnya (Depkes RI, 2003).

Definisi BBLR menurut World Health Organization (WHO) yaitu

berat badan saat lahir <2.500gr (5,5 pon). Berdasarkan pengamatan

epidemiologi, bayi dengan berat <2.500gr mempunyai risiko 20 kali untuk

mengalami kematian dibandingkan dengan bayi yang berat badanya

normal. BBLR lebih banyak terjadi di negara berkembang jika

dibandingkan dengan negara-negara maju (WHO, 2004).

Menurut Manuaba (2010) istilah prematuritas telah diganti dengan

BBLR karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan berat

badan lahir <2.500gr, yaitu karena umur kehamilan <37 minggu, berat

badan lebih rendah dari semestinya sekalipun umur cukup atau karena

kombinasi keduanya. Pilliteri (1986) menyebutkan BBLR merupakan

Page 29: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

13

neonatus atau bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah adalah bayi

dengan berat lahirnya <2.500gr.

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang <2500gr

tanpa memandang masa kehamilan. Berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Penyebab BBLR sangat kompleks.

BBLR dapat disebabkan oleh kehamilan kurang bulan, bayi kecil untuk

masa kehamilan atau kombinasi keduanya. Bayi kurang bulan adalah bayi

yang lahir sebelum umur kehamilan 37 minggu. Sebagian bayi kurang

bulan belum siap hidup di luar kandungan dan mendapatkan kesulitan

untuk mulai bernafas, menghisap, melawan infeksi dan menjaga tubuhnya

agar tetap hangat (Depkes RI, 2009).

Bayi kecil masa kehamilan (KMK) adalah bayi yang tidak tumbuh

dengan baik dalam kandungan selama kehamilan. Ada 3 kelompok bayi

yang termasuk KMK yaitu KMK lebih bulan, KMK cukup bulan, KMK

kurang bulan. Bayi KMK cukup bulan kebanyakan mampu bernafas dan

menghisap dengan baik. Sedangkan bayi KMK kurang bulan kadang

kemampuan bernafas dan menghisap lemah (Depkes RI, 2009).

2.2 Klasifikasi BBLR

BBLR dapat digolongkan menjadi (Maryunani, 2013):

a. Firmansjah (1998) dalam Maryunani (2013) menyebutkan bahwa ada

beberapa istilah bayi prematur atau bayi lahir rendah yang harus

diketahui karena berhubungan dengan prognosis dan

penatalaksanaanya. Menurut Firmansjah neonatus dengan berat badan

Page 30: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

14

lahir rendah adalah bayi yang kurang dari 2.500gr. Dalam hal ini

disebutkan juga oleh firmansjah bahwa Neonatus yang termasuk dalam

BBLR mungkin termasuk salah satu dari beberapa keadaan, yaitu :

1) NKB SMK (neonatus kurang bulan-sesuai masa kehamilan) adalah

bayi prematur dengan berat badan lahir yang sesuai dengan masa

kehamilan

2) NKB KMK (neonatus kurang bulan-kecil masa kehamilan) adalah

bayi prematur dengan berat badan lahir kurang dari normal

menurut umur kehamilan.

3) NCB KMK (neonatus cukup bulan-kecil untuk masa kehamilan)

adalah bayi yang lahir cukup bulan dengan berat badan lahir

kurang dari normal.

b. Selain itu sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran, BBLR dibagi

lagi menurut berat badan lahir, yaitu :

1) Bayi yang berat lahirnya kurang dari 2500gr, disebut bayi berat

lahir rendah (BBLR)

2) Bayi dengan berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth

weight (VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir

antara 1500gr.

3) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) adalah bayi

dengan berat lahir kurang dari 1000gr.

c. Menurut persentil, BBLR dibagi sebagai berikut:

Page 31: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

15

1) BBLR (berat badan lahir rendah) yaitu bayi dengan berat badan lahir

absolut <2500gr tanpa memandang umur kehamilan.

2) KMK (kecil masa kehamilan) yaitu berat badan <10 persentil dari

berat badan berdasarkan umur gestasi.

3) BMK (besar masa kehamilan) yaitu berat badan lahir >90 persentil dari

berat badan berdasarkan umur gestasi.

2.3 Permasalahan pada BBLR

Bayi dengan BBLR lebih mudah mengalami kematian atau mengalami

masalah kesehatan yang serius. Berat bayi dan masa kehamilan

menggambarkan risiko, semakin kecil berat bayi dan semakin muda masa

kehamilan maka semakin besar risikonya. Masalah-masalah BBLR antara

lain (Depkes RI,2009):

a. Asfiksia

BBLR bisa kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak

pada proses adaptasi pernapasan waktu lahir sehingga mengalami

asfiksia lahir. BBLR membutuhkan kecepatan dan keterampilan dalam

tindakan resusitasi.

b. Gangguan Pernapasan

Gangguang napas yang sering terjadi pada BBLR kurang bulan

adalah penyakit membran hialin, sedangkan pada BBLR lebih bulan

adalah aspirasi mekonium. BBLR yang mengalami gangguan napas

harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan yang lebih tinggi.

Page 32: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

16

c. Hipotermi

Hipotermi terjadi karena hanya sedikitnya lemak tubuh dan sistem

pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum matang. Metode

kanguru dengan kontak kulit ibu dengan kulit bayi membantu bayi

BBLR agar tetap hangat.

d. Hipoglikemi

Hipoglikemi terjadi karena hanya sedikitnya simpanan energi pada

bayi baru lahir dengan BBLR. Bayi dengan BBLR membutuhkan ASI

sesegara mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam)

pada minggu pertama.

e. Masalah Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Masalah pada bayi BBLR yaitu ukuran tubuh bayi yang kecil,

kurang energi, lemah, lambung kecil dan tidak dapat menghisap,

sehingga menyebabkan bayi dengan BBLR membutuhkan bantuan

dalam mendapatkan ASI . Pemberian ASI dilakukan dalam jumlah

yang lebih sedikit tapi sering. BBLR dengan kehamilan ≥35 minggu

dan berat badan lahir ≥2000gr umumnya bisa langsung menetek.

f. Infeksi

Karena sistem kekebalan tubuh BBLR belum matang. Keluarga

dan tenaga kesehatan yang merawat BBLR harus melakukan tindakan

pencegahan infeksi antara lain dengan mencuci tangan dengan baik.

Page 33: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

17

g. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus terjadi karena fungsi hati belum matang. Bayi dengan

BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang

cukup beratnya.

h. Masalah Pendarahan

Masalah pendarahan berhubungan dengan belum matangnya sistem

pembekuan darah saat lahir. Pemberian injeksi vitamin K1 dengan

dosis 1 mg intramuskular segera sesudah lahir (dalam 6 minggu

pertama). Untuk semua bayi baru lahir dapat mencegah kejadian

pendarahan ini. Injeksi ini dilakukan di paha kiri.

2.4 Gambaran Klinis BBLR

Bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mempunyai lemak dibawah

kulit yang sangat sedikit, karena beratnya kurang dari 2500gr.

a. Tanda-tanda bayi kurang bulan yaitu :

1) Kulit tipis dan mengkilap

2) Tulang rawan telinga sangat lunak, karena belum terbentuk dengan

sempurna.

3) Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama

pada punggung.

4) Jaringan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik.

5) Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora

6) Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang

belum turun

Page 34: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

18

7) Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk

8) Kadang disertai dengan pernapasan tidak teratur

9) Aktifitas dan tangisanya lemah

10) Refleks menghisap dan menelan tidak efektif/lemah

b. Tanda-tanda bayi Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu :

1) Umur bayi dapat cukup, kurang atau lebih bulan tetapi beratnya

kurang dari 2500gr.

2) Gerakanya cukup aktif dan tangisanya cukup kuat

3) Kulit keriput, lemak bawah kulit tipis

4) Bila kurang bulan jaringan payudara kecil dan puting kecil. Bila

cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan.

5) Bayi perempuan bila cukup bulan, labia mayora menutupi labia

minora.

6) Bayi laki-laki, testis mungkin telah turun

7) Rajah telapak kaki lebih dari 1/3 bagian

8) Menghisap cukup kuat

2.5 Tata Laksana BBLR Saat Lahir

Seperti bayi baru lahir lainya, bayi dengan BBLR perlu mendapat

perhatian dan tatalaksana yang baik pada saat lahir, yaitu harus mendapat

“Pelayanan Neonatal Esensial” (Depkes RI, 2009).

a. Tatalaksana bayi pada saat lahir yaitu :

1) Persalinan yang bersih dan aman

2) Stabilisasi suhu

Page 35: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

19

3) Inisiasi pernapasan spontan

4) Pemberian ASI dini (Inisiasi Menyusui Dini/IMD) dan ASI

Eksklusif

5) Pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi

b. Tatalaksana saat lahir mencakup

1) Penilaian BBLR saat lahir dengan menggunakan parameter yaitu

bernapas spontan atau menangis dan air ketuban (keruh atau tidak).

2) Asuhan bayi baru lahir

c. Asuhan bayi baru lahir yaitu:

1) BBLR yang menangis termasuk ke dalam kriteria bayi lahir tanpa

asfiksia. Bayi tersebut dalam keadaan bernapas baik dan warna air

ketuban jernih. Untuk BBLR yang lahir menangis atau bernapas

spontan ini dilakukan asuhan BBLR tanpa asfiksia sebagai berikut:

a) Bersihkan lender secukupnya kalau perlu

b) Keringkan dengan kain yang kering dan hangat

c) Segera berikan pada ibu untuk kontak kulit ibu dengan kulit

bayi

d) Segera memberikan ASI dini dengan membelai

e) Memandikan bayi dilakukan setelah 24 jam, atau lebih dari 24

jam jika bayi hipotermi <36,5c, suhu lingkungan dingin, ada

penyulit yang lain.

f) Profilaksis suntikan vitamin K1 1mg dosis tunggal, IM pada

paha kiri anterolateral

Page 36: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

20

g) Salep mata antibiotic

h) Perawatan tali pusat : kering, bersih, tidak dibubuhi apapun dan

terbuka

i) Bila berat lahir ≥2000gr dan tanpa masalah atau penyulit, dapat

diberikan vaksinasi Hepatitis B pertama pada paha kanan

2) BBLR yang tidak bernapas spontan dimasukan ke dalam kategori

lahir dengan asfiksia dan harus segera dilakukan lagkah awal

resusitasi dan tahapan resusitasi berikutnya diperlukan :

a) Diputuskan berdasarkan penilaian keadaan bayi baru lahir,

yaitu bila air ketuban bercampur mekonium (letak

kepala/gawat janin) dan bayi tidak menangis atau tidak

bernapas spontan atau bernapas mengap-mengap.

b) Langkah awal resusitasi yaitu jaga bayi dalam keadaan hangat,

atur posisi kepala bayi sedikit tengadah, isap lendir dimulut

kemudian hidung, keringkan sambil dilakukan rangsang taktil,

reposisi kepala, nilai keadaan bayi dengan melihat parameter

yaitu usaha napas bila setelah dilakukan penilaian, bayi tidak

menangis atau tidak bernapas spontan dan teratur.

2.6 Faktor Risiko Kejadian BBLR

Menurut WHO (2004), bayi dengan berat badan rendah saat lahir

adalah salah satu hasil dari kelahiran prematur (sebelum 37 minggu

kehamilan ) atau pembatasan pertumbuhan janin (intrauterine). Berat lahir

rendah sangat erat kaitannya dengan mortalitas dan morbiditas janin dan

Page 37: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

21

neonatal, menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif dan

penyakit kronis. Banyak faktor yang mempengaruhi durasi kehamilan dan

pertumbuhan janin yang akan berpengaruh pada berat lahir bayi. Faktor-

faktor tersebut berhubungan untuk bayi, ibu atau lingkungan fisik dan

memainkan peran penting dalam menentukan berat lahir bayi dan

perkembangan kesehatanya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

a. Untuk umur kehamilan yang sama, berat badan anak perempuan lebih

kurang dari pada anak laki-laki, bayi sulung lebih ringan dari

bayi berikutnya (riwayat BBLR), dan kehamilan ganda.

b. Berat lahir dipengaruhi oleh pertumbuhan janin ibu sendiri dan diet

selama masa kelahiran dengan kehamilan

c. Wanita muda memiliki bayi yang lebih kecil, nutrisi ibu hamil, gaya

hidup (misalnya, alkohol, merokok atau penyalahgunaan obat) dan

eksposur lainnya (misalnya, malaria, HIV atau sifilis), atau komplikasi

seperti hipertensi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin serta durasi kehamilan

d. Ibu dengan kondisi sosial-ekonomi rendah sering memiliki bayi berat

lahir rendah. Berat lahir rendah terutama terjadi disebabkan oleh status

gizi ibu yang buruk dan status kesehatan selama jangka waktu yang

panjang, termasuk selama kehamilan, tingginya prevalensi infeksi

spesifik dan non - spesifik, atau dari kehamilan komplikasi didukung

oleh kemiskinan. secara jasmani menuntut kerja selama kehamilan

juga berkontribusi untuk pertumbuhan janin yang buruk.

Page 38: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

22

Penyebab BBLR umumnya tidak hanya satu, sehingga kadang sulit

untuk dilakukan tindakan pencegahan. Faktor risiko kejadian BBLR

diantaranya ibu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun atau lenih dari

35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR

sebelumnya, mengerjakan pekerjaan fisik, mengerjakan pekerjaan fisik

beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin, beratnya kurang dan kurang

gizi, perokok, pengguna obat terlarang, alkohol,anemia, pre-eklampsi atau

hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat

bawaan dan infeksi selama dalam kandungan (Depkes RI, 2009).

Menurut Manuaba (2010), faktor risiko kejadian BBLR yaitu

terdiri dari faktor ibu berupa KEK (Kekurangan Energi Kronik), usia ibu

<20 dan >35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit

menahun : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah dan pekerjaan

yang terlalu berat. Kemudian faktor kehamilan berupa hamil dengan

hidramnion, hamil ganda, pendarahan antepartum, komplikasi kehamilan:

preeklamsi/eklamsi dan KPD (Ketuban Pecah Dini) dan faktor janin yang

terdiri dari cacat bawaan dan infeksi dalam rahim.

Faktor risiko kejadian BBLR menurut WHO (2004), Depkes (2009)

dan Manuaba (2010) antara lain:

1. Faktor ibu

a. KEK (Kekurangan Energi Kronik)

Masalah gizi yang sering dihadapi ibu hamil yaitu Kekurangan

Energi Kronik (KEK). KEK berdampak negatif terhadap ibu hamil

Page 39: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

23

dan janin yang dikandung berupa peningkatan kematian ibu,

sedangkan bayi berisiko mengalami BBLR, kematian dan

gangguan tumbuh kembang. Kematian bayi merupakan indikator

status kesehatan masyarakat yang penting berhubungan dengan

anak sebagai investasi bangsa. Ibu hamil yang KEK sebaiknya

mendapatkan makanan tambahan dan peyuluhan yang berkualitas

(Festy, 2009).

KEK disebabkan oleh kekurangan energi dalam jangka waktu

yang cukup lama. KEK pada wanita di negara berkembang

merupakan hasil kumulatif dari keadaan kurang gizi sejak masa

janin, bayi dan anak-anak serta berlanjut hingga dewasa. Secara

spesifik, penyebab KEK pada ibu hamil adalah akibat dari

ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan

pengeluaran energi. Yang sering terjadi adalah adanya

ketidaktersediaan pangan secara musiman atau secara kronis di

tingkat rumah tangga, distribusi didalam rumah tangga yang tidak

proporsional dan beratnya beban kerja ibu hamil (Albugis, 2008).

Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak

5180Kkal, dan lemak 36.337Kkal. Agar energi ini bisa ditabung

masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.224Kkal, yang

digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan

menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah

total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah

Page 40: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

24

74.537Kkal, dibulatkan menjadi 80.000Kkal. Untuk memperoleh

besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi

dengan angka 250 (perkiraan lamanya kehamilan dalam hari)

sehingga diperoleh angka 300Kkal (Marie, 2002).

Mekanisme terjadinya BBLR akibat Kekurangan Energi

Kronik (KEK) pada ibu hamil yaitu diawali dengan ibu hamil yang

menderita KEK yang menyebabkan volume darah dalam tubuh ibu

menurun dan cardiac output ibu hamil tidak cukup, sehingga

meyebabkan adanya penurunan aliran darah ke plasenta.

Menurunya aliran darah ke plasenta menyebabkan dua hal yaitu

berkurangnya transfer zat-zat makanan dari ibu ke plasenta yang

dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin dan pertumbuhan

plasenta lebih kecil yang menyebabkan bayi dengan berat lahir

rendah (BBLR) (Soetjiningsih, 1995 dalam Kemar 2008).

Kondisi kesehatan bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi

oleh keadaan gizi ibu selama hamil. KEK pada ibu hamil perlu

diwaspadai kemungkinan ibu melahirkan bayi BBLR,

pertumbuhan dan perkembangan otak janin terhambat sehingga

mempengaruhi kecerdasan anak dikemudian hari dan kemungkinan

premature (Depkes, 2001 dalam Mulyaningrum, 2009).

LILA merupakan indikator status gisi ibu hamil. LILA

diasumsikan ukuran yang tidak terpengaruh dengan berat badan

ibu dan bayi dalam kandungan. Di Indonesia batas ambang LILA

Page 41: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

25

normal adalah 23,5cm. Ibu hamil dengan ukuran LILA kurang

23,5cm berisiko menderita Kekurangan Energi Kronik (KEK) yang

dapat menyebabkan prematuritas dan risiko Berat Badan Bayi

Rendah (Festy, 2009).

Pengukuran Lingkar Lengan Bagian Atas (LILA) ibu pada saat

hamil sangat penting. Tujuan dilakukan pengukuran LILA untuk

mengetahui secara dini status gizi ibu hamil, apabila ukuran LILA

<23,5cm maka kemungkinan ibu hamil untuk melahirkan bayi

dengan BBLR lebih besar. Sedangkan apabila ukuran LILA

>23,5cm maka ibu akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan

dengan berat badan normal. Hal ini disebabkan setiap ibu hamil

memerlukan tambahan kalori dan nutrisi sehari-hari karena selama

kehamilannya mereka harus memasok energi untuk pertumbuhan

dan perkembangan janinnya (Puji, 2009).

b. Umur ibu <20 dan >35 tahun

Menurut Depkes (2001) dalam Mulyaningrum (2009) pada ibu

hamil dengan umur >20 tahun, rahim dan panggul sering kali

belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya, ibu hamil

pada umur itu mungkin mengalami persalinan lama/macet, atau

gangguan lainya karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas

dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Sedangkan pada umur

>35 tahun, kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada

Page 42: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

26

umur itu mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai

anak cacat, persalinan lama dan pendarahan.

Kehamilan pada masa remaja (umur >20 tahun) menimbulkan

tantangan bagi remaja itu sendiri dan bagi janin yang

dikandungnya yang berhubungan dengan meningkatnya risiko

terhadap komplikasi kehamilan dan luaran perinatal yang buruk

seperti preeklamsi, berat lahir janin rendah dan prematuritas.

Kehamilan pada umur remaja berdampak pada pertumbuhan yang

kurang optimal karena kebutuhan zat gizi pada masa tumbuh

kembang remaja sangat dibutuhkan oleh tubuhnya sendiri,

(Simbolon & Aini, 2013).

Masalah gizi yang sering dihadapi ibu hamil, terutama bagi ibu

hamil di umur remaja yaitu Kurang Energi Kronik (KEK), anemia

tablet Fe, pertambahan berat badan kurang selama hamil, dan

tinggi badan berisiko. Status gizi ibu hamil berpengaruh terhadap

berat badan lahir bayi yang ternyata sangat erat hubungannya

dengan tingkat kesehatan bayi selanjutnya dan angka kematian

bayi. Kehamilan di umur remaja memperburuk pemenuhan

kebutuhan energi, karena remaja sendiri juga membutuhkan energi

untuk pertumbuhannya yang masih terus berjalan dan harus

bersaing dengan pertumbuhan janin. (Simbolon & Aini, 2013).

Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi

kehamilan >35 tahun juga tidak dianjurkan dan sangat berbahaya.

Page 43: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

27

Mengingat mulai umur ini sering muncul penyakit seperti

hipertensi, tumor jinak peranakan, atau penyakit degeneratif pada

persendian tulang belakang dan panggul.

Menurut Sitorus (1999) dalam Setianingrum (2005)

menyatakan bahwa Kesulitan lain kehamilan >35 tahun ini yakni

bila ibu ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan

bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses persalinan

sendiri, kehamilan di umur lebih ini akan menghadapi kesulitan

akibat lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada

tulang panggul tengah. Mengingat bahwa faktor umur memegang

peranan penting terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu

hamil serta bayi, maka sebaiknya merencanakan kehamilan pada

umur antara 20-35 tahun.

Selain itu semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu

yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi

yang diperlukan. Umur yang muda perlu tambahan gizi yang

banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan

perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin

yang dikandungnya. Sedangkan umur yang tua perlu energi yang

besar juga karena fungsi organ yang semakin melemah dan

diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan

energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang

berlangsung (Kristyanasari, 2010, dalam Muazizah, 2011).

Page 44: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

28

Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan

pada umur >20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4

kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita

yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan

organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal.

Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga

pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi

kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi

(Nurfilaila, 2012).

Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur

20-35 tahun, dibawah atau diatas umur tersebut akan meningkatkan

risiko kehamilan dan persalinannya (Depkes RI, 2003). Menurut

Surtiati (2003), ibu yang berumur <20 dan >35 tahun memiliki

risiko 3,18 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR

dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur 20-35 tahun.

c. Penyakit

Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan

ibu. Bila ibu mempuyai penyakit yang berlangsung lama atau

merugikan kehamilanya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun

terancam. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kehamilan yaitu

penyakit Jantung, anemia berat, TBC, Malaria, HIV dan infeksi.

Ibu dengan keadaan tersebut harus diperiksa dan mendapat

pengobatan secara teratur oleh dokter (KEMENKES RI, 2011).

Page 45: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

29

Penyakit dalam kehamilan terdiri dari adanya riwayat penyakit

kronis seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus,

penyakit hati, penyakit ginjal dan toksemia, adanya penyakit

infeksi seperti malaria kongenital, penyakit kelamin, kandung

kemih, malaria kongenital serta infeksi vagina dan rubella. Selain

itu, adanya ketidak seimbangan hormonal pada ibu hamil.

Disamping dapat menyebabkan keguguran setelah kandungan

besar, ketidakseimbangan hormonal juga dapat menyebabkan

kelahiran prematur dan BBLR. Dengan melakukan penggantian

hormon dapat mencegah kelahiran prematur dan BBLR yang

diakibatkan ketidakseimbangan hormonal (Maryunani, 2013).

Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran napas

mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan

tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang

bersifat sementara. Pada penderita asma, penyempitan saluran

pernapasan merupakan respons terhadap rangsangan, yang pada

paru-paru normal tidak akan mempengaruhi saluran pernapasan.

Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan seperti

serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga

(Junaidi, 2010).

Wanita yang hamil bernapas untuk dua orang, karena itu

penting untuk mengendalikan asmanya. Kesulitan bernapas yang

dialami wanita hamil mempengaruhi sang janin karena adanya

Page 46: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

30

kompromi terhadap suplai oksigen. Jika asmanya terkendali,

wanita penderita asma tidak akan mengalami komplikasi selama

kehamilan dan bisa melahirkan sebagaimana wanita yang non-

asmatik. Namun, asma yang tak terkendali selama kehamilan bisa

mengakibatkan masalah kehamilan dan komplikasi pada sang janin

seperti kelahiran prematur, bayi yang lahir kurang berat badan lahir

rendah (BBLR), perubahan tekanan darah “maternal” (seperti

eklampsia) (Chaitow, 2005).

Serangan yang akut membahayakan janin dalam kandungan ibu

hamil, karena berkurangnya pasokan oksigen yang diterima. Cara

mencegah terjadinya serangan selama kehamilan dan proses

melahirkan dengan strategi tiga jalur pertahanan terhadap asma

yaitu aturlah lingkungan hidup penderita asma (kendalikan pemicu

asma di lingkungan sekitarnya), aturlah kesejahteraan saluran

pernapasanya agar saluran napas tersebut kurang sensitive,

sehingga lebih kecil kemungkinanya bereaksi dengan

menimbulkan gejala asma dan aturlah serangan asma (kenali gejala

datangnya serangan secara dini dan bertindak untuk

menghentikanya sebelum berkembang menjadi masalah yang lebih

besar) (Chaitow, 2005).

Oleh sebab itu mengontrol asma selama kehamilan sangat

penting untuk mencegah keadaan yang tidak dimungkinkan baik

pada ibu maupun pada janinya. Pada umumnya semua obat asma

Page 47: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

31

dapat diminum selama kehamilan kecuali komponen adrenergik,

bromfeniramin dan epinefrin. Kortikosteroid inhalasi sangat

bermanfaat untuk mengontrol asma dan mencegah serangan akut

terutama saat kehamilan. Bila terjadi serangan harus segera

ditanggulangi secara agresif yaitu pemberian inhalasi agonis beta-

2, oksigen dan kortikosteroid sistemik (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2004).

Penyakit batu saluran kemih (batu ginjal) adalah terbentuknya

batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat

dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain

yang mempengaruhi daya larut substansi (Lina, 2008). Pada batu

yang masih berukuran kecil dapat tidak memberikan gejala.

Namun, pada batu yang berukuran lebih besar, maka dapat

memberikan keluhan seperti nyeri kolik (nyeri yang disebabkan

karena usaha untuk mengeluarkan batu, namun tersangkut di

saluran kemih), hematuria (ada darah di urin), nyeri saat berkemih,

terutama saat batu bergerak, buang air kecil sedikit, yang

disebabkan tersumbatnya saluran kemih oleh batu, mual dan

muntah (Gopar, 2009).

Batu saluran kemih dalam kehamilan tidaklah biasa.

Frekuensinya sangat sedikit 0,03-0,07%. Walaupun demikian perlu

juga diperhatikan karena urotiasis ini dapat mendorong timbulnya

infeksi saluran kemih, atau menimbulkan keluhan pada penderita

Page 48: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

32

berupa nyeri mendadak, kadang-kadang berupa kolik, dan

hematuria. Diagnosis lebih tepat dengan melakukan pemeriksaan

intravenous pielografi; akan tetapi janin harus dilindungi dari efek

penyinaran. Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan,

terapi pertama adalah analgetika untuk menghilangkan sakitnya,

diberi cairan banyak agar batu dapat ke bawah, karena hampir

80% batu akan dapat turun ke bawah, serta antibiotika

(Wiknyosastro, 2007).

Saat hamil, terkadang ibu hamil tidak berselera makan, mual

dan muntah (emesis gravidarium) akibat pengaruh hormone

chorionic gonadotropin. Karena perut sering tidak terisi, maka sakit

maag akan muncul. Penyakit maag yang diderita sebelumnya dapat

memperburuk masa mengidam ibu hamil, yaitu mual dan muntah

berlebih (hiperemesis gravidarum) pada ibu hamil rentan sakit

maag. Biasanya, keluhan pada daerah sekitar lambung baik itu

mual, muntah (emesis gravidarum), heart burn (rasa panas di ulu

hati, bahkan sampai mual dan muntah yang berlebihan

(hiperemesis gravidarium) (Bambang, 2011).

Berdasarkan penelitian, obat yang dijual bebas untuk mengatasi

keluhan maag relatif aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil, tetapi

sesuai dosis. Karena tidak ditemukan efek teratogenik, malformasi

(kecacatan) pada bayi. Namun sebelum itu terlebih dahulu

berkonsultasi ke dokter agar lebih tepat jenis obat dan dosis sesuai

Page 49: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

33

dengan kebutuhan. Berikut ada 2 cara untuk mengatasi gejala

saluran pencernaan, antara lain farmakologis yaitu dengan

menggunakan obat (vitamin B6, B12, anti histaine, antasida, H2

reseptor antagonist dan proton pump inhibitor) dan non

farmakologis yaitu tanpa menggunakan obat seperti jahe (bentuk

permen, sirup, atau kapsul), akupuntur atau dengan cara

mengoleskan minyak kayu putih pada tubuh juga dapat

mengurangi gas berlebih pada tubuh (Bambang, 2011).

d. Jarak kehamilan

Jarak kehamilan ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi

yang dilahirkan. Seorang ibu yang jarak kehamilannya dikatakan

berisiko apabila hamil dalam jangka kurang dari dua tahun, dan hal

ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi,

sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin

lahir dengan berat badan yang rendah. Keadaan ini disebabkan

karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada placenta

yang akan berpengaruh pada fungsi plesenta terhadap janin

(Depkes RI, 2003).

Jarak kehamilan yang pendek akan menyebabkan seorang ibu

belum cukup waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah

melahirkan sebelumnya. Ibu hamil dalam kondisi tubuh kurang

sehat inilah yang merupakan salah satu faktor penyebab kematian

ibu dan bayi yang dilahirkan serta risiko terganggunya sistem

Page 50: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

34

reproduksi. Sistem reproduksi yang terganggu akan menghambat

pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandungnya

sehingga berpengaruh terhadap berat badan lahir. Ibu hamil yang

jarak kehamilanya kurang dari dua tahun, kesehatan fisik dan

kondisi rahimnya masih butuh istirahat yang cukup (Trihardiani,

2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Nurfilalila (2011) menemukan

bahwa adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian

BBLR. Hubungan ini disebabkan karena jarak kehamilan

berpengaruh terhadap proses petumbuhan janin dalam rahim,

sehingga bila jarak kehamilan seseorang sangat dekat atau dalam

jangka kurang dari dua tahun, maka mungkinkan terjadinya BBLR.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011)

menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jarak kehamilan

dengan berat badan lahir. Hal ini dikarenakan sebagian besar

subyek pada penelitian ini, yaitu sebesar 90,8% memiliki jarak

kelahiran lebih dari sama dengan dua tahun.

e. Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan

oleh semua umur. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan

untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi

seseorang. Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk

mendapatkan nafkah atau pencaharian masyarakat yang sibuk

Page 51: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

35

dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari yang akan memiliki

waktu yang lebih untuk memperoleh informasi (Depkes RI, 2001).

Benerjee (2009) dalam Sujoso (2011) mengemukakan bahwa

wanita bekerja yang sedang hamil membutuhkan perlindungan

khusus. Perlindungan khusus ini diperlukan karena beberapa alasan.

Pertama, pada fase perkembangan embrio lebih rentan terhadap

agen toksik dibandingkan dengan ibu yang terpapar. Kedua, pada

beberapa jenis pekerjaan dirasa kurang sesuai dikerjakan oleh

seorang wanita. Ketiga, kehamilan mungkin menurunkan kapasitas

kemampuan menangani permasalahan kerja. Keempat, wanita

cenderung kurang memperhatikan dirinya dibandingkan dengan

pria.

Substansi bahaya di tempat kerja dapat masuk pada pekerja

melalui tiga cara yaitu pernafasan, kontak melalui kulit dan melalui

pencernaan. Wanita pekerja yang sedang hamil harus lebih berhati-

hati mengenai bahaya pada kesehatan reproduksi. Beberapa bahan

kimia dapat beredar di dalam darah ibu, melalui plasenta dan

menjangkau perkembangan janin. Agen berbahaya lainya yaitu agen

biologi seperti bakteri, virus, cacing yang dapat mempengaruhi

secara keseluruhan pada kesehatan wanita dan mengurangi transport

makanan ke janin sehingga menyebabkan bayi dengan berat lahir

rendah (Sujoso, 2011).

Page 52: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

36

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartikainen dalam Sujoso

(2011) terhadap kelompok wanita pekerja yang hamil, terpapar dan

tidak terpapar kebisingan. Batas paparan yang diterima 78db. Tidak

ada perbedaan dalam kelompok. Namun hasil penelitian

menyimpulkan bahwa bila wanita yang sedang hamil menerima

paparan kebisisngan 90db atau lebih, akan mengakibatkan bayi

yang dilahirkan mempunyai berat badan lahir rendah. Selain itu,

paparan radiasi bagi ibu hamil di tempat kerja dapat mengakibatkan

mutasi genetik dan kelainan kongenital serta radiasi ionisasi,

misalnya sinar x dan sinar gamma dapat menyebabkan gangguan

kesuburan, kelahiran cacat, bayi berat badan lahir rendah dan

gangguang perkembangan mental.

Beban fisiologis pada pekerja juga dapat mengakibatkan

gangguan kehamilan. Menurut Benerjee (2009) dalam Sujoso

(2011) pekerjaan yang paling berisiko terpajan faktor fisiologis

untuk wanita hamil adalah industri tekstil. Sumber bahaya fisiologis

yang sering ditemukan adalah jam kerja panjang, shift kerja yang

pengaturanya tidak ergonomis, jam kerja seminggu yang melebihi

35 jam, waktu memutuskan cuti kerja sampai dengan menjelang

minggu ke 32, posisi kerja berdiri terlalu lama, membawa beban

yang berat. Sedangkan yang berkaitan dengan sumber masalah

psikis yang dialami pekerja wanita dalam kondisi hamil adalah

tuntutan pekerjaan, pengawasan pekerjaan, pengerahan tenaga fisik.

Page 53: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

37

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009)

menunjukan bahwa rata-rata berat lahir bayi berdasarkan jenis

pekerjaan dengan aktivitas fisik berat pada kelompok ibu bekerja

lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi ibu

tidak bekerja dengan aktivitas berat. Seorang wanita yang bekerja

apabila mengalami stres terutama pada saat hamil secara tidak

langsung akan mempengaruhi perilaku wanita tersebut terhadap

kehamilannya, misalnya dalam melakukan perawatan

kehamilannya.Wanita hamil yang berada dalam keadaan stres akan

mempengaruhi perilakunya dalam hal pemenuhan intake nutrisi

untuk diri dan janin yang dikandungnya. Nafsu makan yang kurang

menyebabkan intake nutrisi juga berkurang, sehingga terjadi

gangguan pada sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui plasenta.

Hal ini akan dapat mempengaruhi berat lahir bayi yang akan

dilahirkan.

Pekerjaan terkait pada status sosial ekonomi dan aktifitas

fisik ibu hamil. Dengan keterbatasan status sosial ekonomi akan

berpengaruh terhadap keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan

antenatal yang adekuat, pemenuhan gizi, sementara itu ibu hamil

yang bekerja cenderung cepat lelah sebab aktifitas fisiknya

meningkat karena memiliki pekerjaan/kegiatan diluar rumah

(Depkes RI, 2003).

Page 54: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

38

Menurut penelitian Alisyahbana (1990) dalam Surtiati

(2003), menyatakan bahwa ibu yang bekerja memiliki risiko

melahirkan BBLR sebesar 1,58 kali bila dibandingkan dengan ibu

yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu

juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang

berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan

pekerjaan fisik yang lebih berat.

Penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011)

menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil ibu (11,2%) yang

bekerja. Masyarakat cenderung memiliki persepsi bahwa suami

merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban mencari

nafkah dengan bekerja diluar rumah. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa status pekerjaan tidak memiliki hubungan

terhadap berat badan lahir. Hal ini dapat terjadi karena sebagian

besar (88,8%) subyek tidak bekerja, dan juga ada kemungkinan

dikarenakan sebagian besar ibu yang bekerja memiliki pekerjaan

yang tidak membahayakan kesehatan janin, selain itu ibu yang

bekerja mempunyai pendidikan tinggi sehingga mereka dapat

mengurangi faktor risiko dari pekerjaan mereka dengan melakukan

pencegahan secara dini.

f. Pendidikan Rendah

Tingkat pendidikan ibu mengambarkan pengetahuan kesehatan.

Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai

Page 55: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

39

kemungkinan pengetahuan tentang kesehatan juga tinggi, karena

makin mudah memperoleh informasi yang didapatkan tentang

kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan yang berpendidikan

rendah. Sebaliknya pendidikan yang kurang menghambat

perkembangan seseorang terhadap nilai nilai yang baru di kenal

(Notoadmojo,2007).

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari

pengambilan keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan

menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin mampu mengambil

keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil dapat

mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya.

Pendidikan juga sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan

ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi selama masa kehamilan

(Simarmata,2010).

Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi pula

pengetahuan kesehatan. Pendidikan yang tinggi memudahkan

seseorang menerima informasi lebih banyak dibandingkan dengan

pendidikan rendah. Pengetahuan kesehatan yang tinggi menunjang

perilaku hidup sehat dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan.

(Festy, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009) menunjukaan

bahwa ibu yang berpendidikan rendah memiliki rata-rata berat lahir

Page 56: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

40

bayi lebih rendah dari pada ibu yang berpendidikan tinggi, dalam

hal ini pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan

ibu yang berkaitan dengan perawatan selama hamil, melahirkan dan

perawatan setelah melahirkan. Tinggi-rendahnya taraf pendidikan

seseorang akan mendukung dan memberi peluang terhadap daya

serap ilmu pengetahuan dan keinginan serta kemauan untuk

mengetahui setiap hal yang berkaitan dengan kehamilan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Atriyanto (2006),

menunjukan bahwa ibu hamil yang memiliki pendidikan rendah

(tidak tamat SLTA kebawah) memiliki risiko melahirkan BBLR

sebesar 1,84 kali lebih besar dibandngkan dengan ibu hamil yang

berpendidikan tinggi (tamat SLTA keatas).

g. Merokok

Perilaku merokok berhubungan dengan berkurangnya berat

badan bayi yang dilahirkan dan dengan insiden perasalinan preterm.

(Ladewig, et all, 2005). Selain berisikomengalami penyakit

kardiovaskuler, penyakit paru obstruktif dan kanker paru, wanita

yang merokok selama kehamilan juga merisikokan janinya

mengalami penurunan perfusi uteroplasenta dan penurunan

oksigenasi. Bayi yang lahir dari wanita yang merokok lebih dari ½

pak perhari cenderung lebih kurus dari pada bayi yang lahir dari

wanita bukan perokok. Pada beberapa kasus efek merokok pada

Page 57: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

41

bayi secara signifikan mempengaruhi berat lahir dan mengancam

kesehatan janin (Wheeler. 2004).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasyid, dkk,

(2012) menunjukkan bahwa keterpaparan asap rokok selama hamil

memberi pengaruh terhadap kejadian BBLR dengan besar risiko 4,2

kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak terpapar.

Nikotin pada rokok menimbulkan kontriksi pembuluh darah,

akibatnya aliran darah ke janin melalui tali pusat janin akan

berkurang sehingga mengurangi kemampuan distribusi zat makanan

yang diperlukan oleh janin. Sedangkan karbon monooksida akan

mengikat hemoglobin dalam darah, akibatnya akan mengurangi

kerja hemoglobin yang mestinya mengikat oksigen untuk disalurkan

ke seluruh tubuh sehingga akan mengganggu distribusi zat makanan

serta oksigen ke janin.

h. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol telah dihubungkan dengan deficit neurologist

pada bayi baru lahir dan dengan berat bayi lahir rendah. Peminum

berat bisa mengakibatkan terjadinya sindrom janin alkohol.

(Ladewig, et all, 2005).

Sindrom alkohol janin (Fetal Alcoholic Syndrome [FAS])

merupakan suatu sindrom mengenai gambaran wajah yang

abnormal, pertumbuhan kerdil, masalah perilaku dan kecacatan

intelektual dengan berbagai tingkat keparahan merupakan akibat

Page 58: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

42

dari konsumsi alkohol berlebihan selama masa hamil dan

merupakan penyebab retardasi mental kongenital. Ketika anak FAS

beranjak dewasa biasanya mereka memiliki masalah dengan daya

ingat, pemikiran dan penilaian yang abstrak, serta kontrol impuls.

Jumlah minuman yang dikonsumsi selama periode organogenesis

dan sensitivitas genetik juga dapat berperan. Wanita hamil yang

mengkonsumsi alkohol satu gelas atau lebih perhari berisiko

mengalami aborsi spontan sampai dua kali lipat dan setiap dua gelas

alkohol yang dikonsumsi di kehamilan tahap lanjut akan membuat

berat lahir berkurang sebesar 160gr (Wheeler, 2004).

i. Konsumsi Obat-obatan Terlarang

Ibu hamil dianjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan

yang tidak diresepkan oleh dokter selama hamil (Maryunani, 2013).

Penggunaan obat-obat sebelum hamil atau selama hamil terutama

golongan obat teratogenik merupakan risiko untuk terjadi gangguan

pertumbuhan janin ataupun kelainan kongenital, dengan demikian

kejadian BBLR lebih besar dari pada ibu hamil yang tidak

mempergunakan obat-obatan (Trihardiani, 2011).

Ibu sebaiknya menghindari penggunaan obat-obatan baik yang

diresepkan dan yang dijula bebas ketika hamil. Jika suatu saat

timbul kebutuhan untuk pengobatan, ibu seharusnya memastikan

pemberi asuhan mengetahui bahwa dirinya sedang hamil. Ibu harus

juga menghindari konsumsi heroin, crack, mariyuana dan obat yang

Page 59: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

43

dijual bebas serta obat jalanan selama kehamilan (Ladewig et all,

2005).

j. Status Ekonomi rendah

Keadaan sosial, ekonomi dan demografi merupakan tolak ukur

kualitas rumah tangga. Karena keadaan tersebut erat kaitannya

dengan ketahanan pangan, keadaan gizi, pendidikan dan kesehatan

rumah tangga. Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan tolak

ukur yang sering digunakan dalam berbagai penelitian untuk

menemukan hubungannya dengan banyak masalah kesehatan dan

gizi (Subarkah, 2003).

k. Penambahan berat badan <10kg

Peningkatan berat badan dalam kehamilan terjadi karena adanya

pertumbuhan janin dan perubahan beberapa tempat dari tubuh ibu.

Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin dan plasenta yang cepat

serta kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat, wanita hamil

mengalami perubahan metabolik. Sebagian besar pertambahan berat

badan selama hamil dihubungkan dengan uterus dan isinya,

payudara, berubahnya volume darah serta cairan ekstrasel

ekstravaskuler. Penambahan berat badan yang lebih kecil adalah

akibat perubahan metabolik yang menyebabkan bertambahnya air

dalam sel dan penumpukan lemak dan protein baru. Lemak bawah

kulit pada umumnya tertimbun dibagian perut serta bagian depan

Page 60: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

44

dan belakang paha terutama pada trimester pertama dan kedua

(Puspitasari, dkk, 2011).

Pertambahan berat badan ibu merupakan pencerminan dari

status gizi ibu hamil. Bertambahnya berat badan ibu sangat berarti

sekali bagi kesehatan ibu dan janin. Pada ibu yang menderita

kekurangan energi dan protein (status gizi kurang) maka akan

menyebabkan ukuran plasenta lebih kecil dan suplai nutrisi dari ibu

ke janin berkurang, sehingga terjadi reterdasi perkembangan janin

intra utera dan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

(Samsudin dan Arjatmo Tjokronegoro, 1986 dalam Setianingrum,

2005).

Bila berat badan ibu sebelum hamil normal, maka perlu

ditambah minimal 10kg pada masa kehamilanya. Sedangkan bila

berat badan kurang sebelum hamil, perlu ditambah hingga

mendekati 15kg (Maryunani, 2013). Menurut WHO penambahan

berat badan ibu hamil yang normal yaitu ≥10kg sampai dengan

<15kg. Defisiensi mikronutrien selama kehamilan serta

penambahan berat badan yang tidak memadai memiliki dampak

terhadap neonatal dan bayi yaitu berupa kelahiran prematur, berat

lahir rendah (BBLR) dan kelahiran cacat (WHO, 2014). Sedangkan

untuk kehamilan kembar penambahan berat badan ibu antara 18-

23kg selama kehamilanya (Gopar, 2009).

Page 61: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

45

Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan

umur kehamilan. Berat badan rendah sebelum hamil, serta

pertambahan berat badan yang tidak adekuat merupakan penilaian

langsung yang dapat digunakan untuk memperkirakan laju

pertumbuhan janin. Pertambahan berat badan yang sesuai

menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan janin yang dapat

mendukung pertumbuhan janin dalam rahim. Pertambahan berat

badan ibu yang tidak sesuai akan memungkinkan terjadinya

keguguran, kelahiran prematur, BBLR, dan perdarahan setelah

persalinan. Sebagian besar BBLR terjadi pada ibu yang mengalami

kenaikan berat badan selama hamilnya <10kg (Trihardiani, 2011).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Surtiati (2003), Ibu

yang mengalami penambahan berat badan <10kg memiliki risiko

3,34 kali lebih besar untuk mengalami bayi BBLR dibandingkan

dengan ibu yang mengalami penambahan ≥10kg pada saat

kehamilanya. Hasil penelitian dilakukan oleh Festy (2010) di

Kabupaten Sumenep menyatakan bahwa penambahan berat badan

ibu berisiko 8,264 kali menyebabkan BBLR. Selain itu, penelitian

yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) di RSUD Ulin Banjarmasin

juga menyatakan bahwa penambahan berat badan ibu berisiko 7,1

kali menyebabkan BBLR.

Page 62: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

46

l. Tinggi badan

Tinggi badan ibu hamil yang berisiko BBLR adalah kurang dari

sama dengan 145cm. Hasil penelitian Budiman, (2011),

menunjukkan bahwa makin tinggi badan ibu hamil maka makin

besar juga berat bayi yang dilahirkan. Hasil ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Kate dkk dalam Budiman (2011) bahwa

ibu yang memiliki postur pendek memiliki risiko melahirkan bayi

dengan berat lahir lebih rendah karena diperkirakan postur pendek

mencerminkan keadaan status gizi yang kurang baik di masa

lampau.

Sebuah studi dari India melaporkan tingginya insiden bayi

BBLR pada ibu dengan tinggi badan <145cm dari pada ibu dengan

tinggi badan >145cm. Ibu yang memiliki tinggi badan <145cm

berisiko 1,32 kali melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang

memiliki tinggi badan >145cm. Beberapa penelitian lain telah

melaporkan bahwa ibu bertubuh pendek memiliki risiko lebih besar

untuk memperoleh hasil kehamilan yang merugikan. Penelitian ini

memberikan bukti kuat bahwa tinggi ibu memiliki dampak terhadap

ukuran bayi baru lahir (berat lahir dan panjang lahir). Pengerdilan

(stunting) merupakan konsekuensi dari asupan nutrisi jangka

panjang yang buruk dan merupakan indikator utama dalam

menurunkan pertumbuhan pada anak-anak. Pengerdilan juga telah

dikaitkan dengan kelangsungan siklus gizi dengan menyebabkan

Page 63: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

47

berat badan lahir rendah di antara keturunan dari ibu yang terhambat

(Bisai, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Festy (2009) menyatakan bahwa

tidak adanya hubungan antara tinggi badan ibu dengan kejadian

BBLR. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Trihardiani (2011)

juga menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan antara tinggi

badan dengan kejadian BBLR. Hal ini dikarenakan sebagian besar

subyek (98,2%) memiliki tinggi badan lebih dari 145cm.

Proverawati (2009) dalam Simbolon & Aini (2013) menjelaskan

bahwa tinggi badan ibu hamil terlalu pendek dan kurang dari 145cm

merupakan salah satu golongan risiko tinggi. Perbaikan tinggi badan

perempuan berupa intervensi gizi dan kesehatan perempuan di

negara-negara maju terbukti memberi pengaruh yang signifikan

pada penurunan angka kejadian BBLR. Tingginya risiko ibu pendek

melahirkan bayi BBLR, menunjukkan perlunya intervensi gizi dan

kesehatan yang segera dilakukan bagi para perempuan Indonesia

yang dimulai dari perbaikan status gizi sejak dini sebagai upaya

penurunan angka kejadian BBLR.

m. Riwayat Kelahiran Prematur dan BBLR

Penyebab kelahiran prematur dan BBLR yang telah diketahui

dapat diperbaiki dengan perawatan pralahir yang sempurna,

pengurangan faktor risiko lainya serta pembatasan kegiatan dapat

membantu mencegah hal tersebut terulang kembali. Bila penyebab

Page 64: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

48

kelahiran prematur dan BBLR tidak dapat dicegah atau diperbaiki

maka kelaahiran prematur dan BBLR dapat ditunda. Pengunduran

waktu sejenak dapat bermanfaat, dimana setiap hari tambahan

nutrisi bayi yang berada dalam uterus akan meningkatkan

kesempatan untuk selamat (Maryunani, 2013).

n. Anemia Kehamilan

Sebagian besar penyebab anemia pada ibu hamil adalah

kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan

hemoglobin. Anemia gizi besi terjadi karena tidak cukupnya zat gizi

besi yang diserap dari makanan sehari-hari guna pembentukan sel

darah merah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara

pemasukan dan pengeluaran zat besi dalam tubuh. Hal ini dapat

menyebabkan distribusi oksigen ke jaringan akan berkurang yang

akan menurunkan metabolisme jaringan sehingga pertumbuhan

janin akan terhambat, dan berakibat berat badan lahir bayi rendah

(Trihardiani, 2011).

Bondevik (2001) dalam Simbolon dan Aini (2013) menjelaskan

bahwa anemia pada ibu hamil dapat menganggu pertumbuhan janin

dalam kandungan, sehingga ibu hamil dengan anemia bisa

melahirkan bayi prematur dan BBLR. Kekurangan zat besi dapat

menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin

baik sel tubuh maupun otak. Secara fisiologis, penurunan kadar

hemoglobin selama kehamilan terjadi karena ketidakseimbangan

Page 65: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

49

jumlah sel darah merah dan plasma darah. Ketidakseimbangan ini

akan terlihat dalam bentuk penurunan kadar hemoglobin.

Peningkatan jumlah eritrosit juga menyebabkan peningkatan

kebutuhan zat besi selama kehamilan sekaligus untuk pertumbuhan

janin. Anemia pada ibu hamil mengakibatkan gangguan nutrisi dan

oksigenasi utero plasenta, sehingga ibu hamil yang mengalami

anemia akan berdampak pada gangguan pertumbuhan hasil

konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan,

atau janin lahir dengan BBLR.

Kadar Hb ibu hamil normal adalah 11gr/dl , kadar Hb ini

tergantung pada asupan nutrisi ibu selama hamil. Hb <11gr/dl

berisiko menderita anemia zat besi yang dapat berakibat pada

terjadinya kelahiran dengan berat badan lahir rendah. Anemia pada

ibu hamil dapat mengakibatkan kekurangan suplai oksigen ke

jaringan sehingga mengganggu pertumbuhan janin. Untuk itu ibu

hamil yang menderita anemia perlu mendapatkan perhatian yang

lebih serius. Petugas kesehatan hendaknya memeriksa Hb sedini

mungkin (Festy, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Aristyawati (2011) menyatakan

bahwa kejadian BBLR 3,57 kali lebih besar pada ibu hamil yang

menderita anemia dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak

menderita anemia. Selain itu, penelitian lainya dilakukan oleh

Trihardiani (2011), menyatakan bahwa faktor penyebab anemia

Page 66: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

50

pada ibu hamil diantaranya kurang gizi, penyakit kronis (infeksi dan

non infeksi), kemiskinan, keterbelakangan, dan tingkat pendidikan

dan pengetahuan yang rendah. Selain itu faktor ketidaktahuan ibu

terhadap kebiasaan konsumsi bahan makanan/minuman tertentu

yang dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu

antara lain ibu tidak mengetahui bahwa tablet besi tidak boleh

dikonsumsi dengan teh (karena mengandung fitat) dapat

menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh.

Anemia terjadi apabila kadar hemoglobin dalam darah lebih

rendah dari pada nilai normal. Kadar hemoglobin dapat dijadikan

sebagai indikator tentang keadaan gizi pada umumnya. Batas Hb

normal untuk wanita hamil adalah 11gr% atau lebih. Penelitian yang

dilakukan oleh Puji (2007) menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara kadar Hb ibu dengan kejadian BBLR. Hal ini disebabkan

karena apabila ibu hamil mengalami anemia maka pasokan O2

untuk jaringan menurun dan pengangkutan CO2 dari jaringan

menjadi terhambat sehingga dapat menghambat pertumbuhan

jaringan baik pada janin maupun pada plasenta sehingga dapat

mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, abortus, cacat

bawaan, partus premature, partus lama dan lain-lain.

Page 67: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

51

2. Faktor kehamilan

a. Komplikasi kehamilan

Kehamilan ganda yaitu kehamilan dimana jumlah janin yang

dikandung lebih dari satu (Maryunani, 2013). Laju morbiditas dan

mortalitas meningkat secara signifikan pada kehamilan dengan janin

ganda. Laju mortalitas perinatal lebih tinggi dan adanya

peningkatan risiko persalinan preterm dengan masalah yang

berhubungan dengan prematuritas. Kehamilan ganda meningkatkan

insidensi IUGR, kelainan kongenital dan presentasi abnormal. Bagi

ibu kehamilan ganda dapat menyebabkan peningkatan rasa

ketidaknyamanan fisik selama kehamilan, seperti pernapasan

pendek, sakit punggung, edema kaki juga terjadi peningkatan

insidensi PIH (Pregnancy Induced Hypertension), anemia serta

plasenta previa (Ladewig et all, 2013).

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.

Kehamilan ganda dapat memberikan risiko yang lebih tinggi

terhadap bayi dan ibu. Oleh karena itu, dalam menghadapi

kehamilan ganda harus dilakukan pengawasan hamil yang lebih

intensif. Kebutuhan untuk pertumbuhan hamil ganda lebih besar

sehingga apabila terjadi difisiensi nutrisi seperti anemia hamil dapat

mengganggu pertumbuhan janin dalam rahim (Lubis, 2011).

Kehamilan ganda (multifetus) adalah kehamilan yang terdiri

dari dua janin atau lebih. Kehamilan ganda dapat menghasilkan

Page 68: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

52

anak ganda dua, ganda tiga (triplet) ganda empat (quadruplet),

ganda lima (quintriplet), dan ganda enam (sextuplet). Pertumbuhan

janin ganda dan tunggal menunjukkan perbedaan yang cukup

berarti. Berat badan satu janin ganda rata-rata lebih ringan 1000gr

dari janin tunggal. Berat badan bayi ganda dua dan tiga yang baru

lahir kurang dari 2500gr dan ganda lima kurang dari 1000gr. Berat

badan janin dari kehamilan ganda tidak sama. Umumnya, terjadi

perbedaan antara 50-1000gr. Selain itu, terjadi pembagian sirkulasi

darah yang tidak sama. Akibatnya. pertumbuhan kedua janinnya

pun berbeda (Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UI RSCM,

2014 ).

Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari pada

janin pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama.

Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin kembar

sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan berat

badan lebih kecil, karena regangan yang berlebihan menyebabkan

peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada

kehamilan kembar rata-rata 1000gr lebih ringan dari pada janin

kehamilan tunggal. Berat badan bayi yang baru lahir umumnya pada

kehamilan kembar <2500gr (Wulandari, 2011).

Pengaruh kehamilan ganda pada janin yaitu mortalitas janin naik

sampai empat kali dibandingkan dengan kehamilan tunggal.

Mortalitas keseluruhan bervariasi antara 9-14%. Meskipun

Page 69: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

53

malpresentasi dan anomaly kongenital mempunyai peranan, sebab

kematian terbesar adalah prematuritas. Berat lahir merupakan faktor

penting, agaknya 2000gr merupakan titik kritis. Sementara berat

masing-masing anak lebih kecil dari rata-rata, berat totalnya lebih

besar dari bayi tunggal. Salah satu anak dapat lebih berat 50-1000gr

dari lainya. Separoh kasus anaknya mempunyai berat badan cukup

bulan. Seperdelapan kehamilan kedua bayinya dibawah 1500gr.

Tiga perdelapan sisanya antara 1500-2500gr (Oxorn & Forte, 2010).

b. Komplikasi Kehamilan

Komplikasi kehamilan seperti pendarahan, pre

eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini. Perdarahan dibedakan

dalam dua kelompok utama yaitu perdarahan antepartum dan

perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan

pervaginam yang terjadi sebelum bayi lahir. Perdarahan yang terjadi

sebelum kehamilan 28 minggu seringkali berhubungan dengan

aborsi atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28 minggu dapat

disebabkan karena terlepasnya plasenta secara prematur, trauma,

atau penyakit saluran kelamin bagian bawah (Depkes RI, 2000

dalam Parhusip, 2010).

Pre-eklampsia/eklampsia yaitu kondisi ibu hamil dengan

tekanan darah meningkat keadaan ini sangat mengancam jiwa ibu

dan bayi yang dikandung (Maryunani, 2013). Per-eklamsi adalah

penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria

Page 70: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

54

yang timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan kematian

pada ibu dan janinnya. Penyakit ini pada umumnya terjadi dalam

triwulan ke-3 kehamilan dan dapat terjadi pada waktu antepartum,

intrapartum, dan pasca persalinan (Prawirohardjo, 1999 dalam

Parhusip, 2010).

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda

yang lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan

tekanan sistolik harus 30mmHg atau lebih di atas tekanan yang

biasanya ditemukan, atau mencapai 140mmHg atau lebih dan

tekanan diastolik naik dengan 15mmHg atau lebih atau menjadi

90mmHg maka diagnosis hipertensi dapat ditegakkan (Manuaba,

2008).

Hipertensi bisa didapati sebelum kehamilan (1-5%) dan menetap

semasa kehamilan atau dapat terjadi pada saat kehamilan. Karena

sistemik vascular resisted yang menurun pada awal kehamilan,

maka hipertensi ini sering tidak didapati hingga pertengahan kedua

kehamilan. Keadaan ini disebut dengan pregnancy-induced atau

gestational hypertension atau toxemia. Bila disertai dengan

proteinuria, edema kaki, iritabilitas SSP, peningkatan enzim hati,

gangguan koagulasi, maka sindroma hipertensi ini disebut

preeklamsi. Jika disertai konvulsi maka disebut eklamsi. Preeklamsi

meningkatkan resiko pada ibu (kira-kira 1-2% perubahan

Page 71: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

55

perdarahan SSP, konvulsi atau penyakit sistemik berat lainnya) dan

retardasi perkembangan janin (10-15%) (Bahri, 2004).

Hipertensi dalam kehamilan adalah komplikasi serius pada

trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis seperti edema,

hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma. Dengan terjadinya

hipertensi, maka terjadi spasme pembuluh darah, sehingga terjadi

gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi uteroplasenter akan

terganggu, pasokan nutrisi dan O2 akan tergangu sehingga janin

akan mengalami pertumbuhan janin yang terganggu dan bayi akan

lahir dengan berat bayi lahir rendah (Wijayarini, 2002 dalam

Kurniawati, 2010).

Terapi non farmakologi bisa dilakukan untuk menangani

hipertensi, walaupun tidak memberikan dampak yang berarti.

Meskipun bed rest yang ketat dapat menurunkan tekanan darah,

tetapi umumnya keadaan ini tidak direkomendasikan. Membatasi

aktifitas fisik dan mengurangi stress selalu dianjurkan. Membatasi

masukan garam tidak dianjurkan, kecuali pada penderita yang jelas

diketahui sebelumnya mempunyai hipertensi sensitive terhadap

garam (salt-sensitive hypertension), karena wanita hamil dengan

hipertensi mempunyai volume plasma yang lebih rendah dibanding

wanita dengan normotensi. Jika diperlukan pengobatan

farmakologik, methyldopa dapat menjadi pilihan. Sebaliknya

penggunaan antihipertensi tidak selalu menunjukkan peningkatan

Page 72: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

56

survival pada janin dan menghasilkan anak dengan mental dan

perkembangan fisik yang normal. Penggunaan obat-obat anti

hipertensi lain akan mempunyai hasil yang sama, tetapi belum

diteliti dengan sempurna. Termasuk terapi awal dengan beta bloker

β1 selektif atau diuretic. Calcium channel blocker terbukti telah

efektif dan penggunaan ACE inhibitor tidak boleh digunakan dan

keamanan penggunaan angiotensin II blocking agent belum

diketahui (Anwar, 2004).

Edema ialah penimbunan cairan secara umum yang berlebihan

dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan

berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.

Kenaikan berat badan ½kg setiap minggu dalam kehamilan masih

dapat dianggap normal tetapi bila kenaikan 1kg seminggu beberapa

kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan (Manuaba, 2008).

Proteinuria merupakan komplikasi lanjutan dari hipertensi

dalam kehamilan, dengan kerusakan ginjal sehingga beberapa

bentuk protein lolos dalam urine. Normal terdapat sejumlah protein

dalam urine, tetapi tidak melebihi 0,3gr dalam 24 jam. Proteinuria

menunjukkan komplikasi hipertensi dalam kehamilan lanjut

sehingga memerlukan perhatian dan penanganan segera (Manuaba,

2008).

Page 73: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

57

Ketuban pecah dini adalah kondisi dimana air ketuban keluar

sebelum waktunya dan biasanya faktor penyebab paling sering

adalah terjadinya benturan pada kandungan (Maryunani, 2013).

c. Umur kehamilan

Umur kehamilan ibu umumnya berlangsung 40 minggu atau 280

hari. Umur kehamilan ibu adalah batas waktu ibu mengandung,

yang dihitung mulai dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Umur

kehamilan normal adalah 40 minggu atau 280 hari seperti kebiasaan

orang awam 9 bulan 10 hari. Disebut matur atau cukup bulan adalah

rentang 37-42 minggu, bila <37 minggu disebut prematur atau

kurang bulan, bila >42 minggu disebut post-matur atau serotinus.

Hubungan antara umur kehamilan dengan berat bayi lahir

mencerminkan kecukupan pertumbuhan intrauterine. Menurut

hubungan berat lahir/umur kehamilan maka berat bayi lahir

dikelompokkan menjadi Sesuai Masa Kehamilan (SMK), Kecil

Masa Kehamilan (KMK) dan Besar Masa Kehamilan (BMK)

(Ahmad, 2012).

Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan

makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan

disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin. Masa

kehamilan ibu dibagi dalam tiga tahapan atau trismester. Trismester

pertama, saat kehamilan mencapai umur 1-3 bulan, adalah masa

penyesuaian tubuh ibu terhadap awal kehamilanya. Karena pada

Page 74: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

58

tiga bulan pertama ini pertumbuhan janin masih lambat,

penambahan kebutuhan zat-zat gizinyapun masih relative kecil.

Pada tahap ini ibu hamil memasuki masa untuk menyimpan zat gizi

sebanyak-banyaknya dari makanan yang disantap setiap hari untuk

cadangan persediaan pada trismester berikutnya (Albugis, 2008).

Memasuki trismester kedua, saat kehamilan berumur 4-6 bulan,

janin mulai tumbuh pesat dibandingkan dengan sebelumnya.

Kecepatan pertumbuhan itu mencapai 10gr per hari. Tubuh ibu juga

mengalami perubahan dan adaptasi, misalnya pembesaran payudara

dan mulai berfungsinya rahim serta plasenta. Untuk itu, peningkatan

kualitas gizi sangat penting karena pada tahap ini ibu mulai

menyimpan lemak dan zat gizi lainya untuk cadangan sebagai bahan

pembentuk ASI saat menyusui nanti (Albugis, 2008).

Sedangkan pada tahap terakhir atau trismester ketiga, ketika

umur kehamilan mencapai 7-9 bulan, dibutuhkan vitamin dan

mineral untuk mendukung pesatnya pertumbuhan janin dan

pembentukan otak. Kebutuhan energi janin didapat dari cadangan

energi yang disimpan ibu selama tahap sebelumnya (Albugis, 2008).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Surtiati (2003), ibu

yang melahirkan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu

memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk mengalami BBLR

dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur kehamilan

≥37 minggu.

Page 75: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

59

3. Faktor janin

a. Cacat bawaan

Cacat bawaan yaitu keadaan janin yang cacat sebagai akibat

pertumbuhan janin didalam kandungan tidak sempurna (Depkes,

2009).

2.7 Kerangka Teori

Terdapat sejumlah faktor risiko terhadap kejadian BBLR. Namun

demikian, beberapa faktor risiko tersebut dapat dikendalikan sebagian

maupun sepenuhnya serta meningkatkan kesempatan bagi ibu untuk

melahirkan bayi dengan berat lahir normal. Menurut Depkes RI (2009),

faktor risiko kejadian BBLR diantaranya ibu hamil yang berumur <20 dan

>35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR

sebelumnya, mengerjakan pekerjaan fisik, mengerjakan pekerjaan fisik

beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin, beratnya kurang dan kurang

gizi, perokok, pengguna obat terlarang, alkohol, anemia, pre-eklampsi atau

hipertensi, infeksi selama kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat

bawaan dan infeksi selama dalam kandungan.

Menurut WHO (2004), faktor risiko kejadian BBLR yaitu status

gizi, status ekonomi, pendidikan, komplikasi kehamilan, pekerjaan berat,

umur kehamilan, umur ibu, riwayat BBLR sebelumnya, alkohol, merokok,

obat-obatan terlarang, riwayat penyakit, kehamilan ganda, tinggi badan

dan tinggal di daerah ketinggian. Sedangkan menurut Manuaba (2010),

faktor risiko kejadian BBLR yaitu terdiri dari faktor ibu berupa KEK

Page 76: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

60

(Kekurangan Energi Kronik), usia ibu <20 dan >35 tahun, jarak hamil dan

bersalin terlalu dekat, penyakit menahun seperti hipertensi, jantung,

gangguan pembuluh darah dan pekerjaan yang terlalu berat. Kemudian

faktor kehamilan berupa hamil dengan hidramnion, hamil ganda,

pendarahan antepartum, komplikasi kehamilan: preeklamsi/eklamsi dan

KPD (Ketuban Pecah Dini) dan faktor janin yang terdiri dari cacat bawaan

dan infeksi dalam rahim. Berdasarkan uraian diatas, maka disusun

kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Teori Penelitian

Faktor Kehamilan

- Umur kehamilan - Komplikasi kehamilan - Kehamilan ganda

BBLR

Faktor Ibu

- Umur ibu - Jarak Kehamilan - KEK (Kekurangan Energi Kronik) - Penambahan Berat Badan - Anemia - Merokok - Konsumsi Alkohol - Konsumsi Obat-Obatan terlarang - Tinggi Badan - Status bekerja - Pendidikan - Status ekonomi - Riwayat Kelahiran BBLR - Penyakit Ibu Faktor Janin

- Cacat bawaan

Page 77: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

61

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian dirumuskan berdasarkan kerangka

teori yang bertujuan untuk memperoleh gambaran secara jelas mengenai

jalannya penelitian dan untuk mengarahkan peneliti dalam mencari data

yang dibutuhkan. Menurut Notoatmodjo (2010) kerangka konsep

penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi konsep-konsep serta

variabel-variabel yang diukur/diteliti.

Tidak semua faktor risiko yang terdapat dalam kerangka teori

dijadikan sebagai variabel penelitian karena bergantung pada ketersediaan

variabel yang ada dalam sumber data sekunder sehingga variabel

dependen yang bisa diteliti adalah kejadian Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR) dan Bayi Berat Lahir Normal (BBLN) dan variabel independen

adalah status bekerja ibu, umur ibu, KEK, pendidikan, penyakit ibu,

anemia, kehamilan ganda, umur kehamilan, tinggi badan, penambahan

berat badan dan komplikasi kehamilan.

Variabel seperti konsumsi obat-obatan terlarang, merokok,

konsumsi alkohol dan status ekonomi tidak diteliti oleh peneliti karena

variabel tersebut tidak tersedia dalam data sekunder. Sedangkan cacat

bawaaan juga tidak diteliti dikarenakan cacat bawaan (kelainan

kongenital) merupakan salah satu kriterian eksklusi baik pada kelompok

Page 78: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

62

kasus maupun pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan karena cacat

bawaan dimungkinkan dapat menjadi faktor perancu penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka disusun kerangka konsep penelitian

sebagai berikut:

Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Kehamilan

- Umur kehamilan - Komplikasi kehamilan - Kehamilan ganda

BBLR

Faktor Ibu

- Umur ibu - KEK (Kekurangan Energi Kronik) - Penambahan Berat Badan - Anemia - Tinggi Badan - Status bekerja - Pendidikan - Penyakit Ibu

Page 79: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

63

3.2 Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 BBLR Berat badan bayi saat dilahirkan < 2500gr

Timbangan bayi (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Penimbangan berat badan bayi oleh petugas puskesmas

0. Kasus : <2500gr 1. Kontrol : ≥2500gr (Depkes RI, 2003 dan WHO, 2004)

Ordinal

2 Umur Ibu Umur pada saat melahirkan yang tercantum dalam rekam medis puskesmas

Kartu ibu Wawancara oleh petugas kesehatan

0. Berisiko (<20 dan >35 tahun) 1. Tidak berisiko (20-35 tahun) (Depkes RI, 2003)

Ordinal

Page 80: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

64

3 Status Bekerja Ibu Bekerja merupakan suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang.

Kartu ibu Wawancara oleh petugas kesehatan

0.Berisiko (bekerja)

1.Tidak berisiko (tidak bekerja)

(Surtiati, 2003)

Ordinal

4 KEK KEK pada ibu hamil yang dilihat melalui pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5cm, diukur oleh tenaga kesehatan dan tercantum dalam rekam medis puskesmas.

Pita LILA ( hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Pengukuran LILA oleh petugas puskesmas

0. Ya (KEK) 1. Tidak (tidak KEK)

(Festy, 2009)

Ordinal

5 Komplikasi Kehamilan

Adalah komplikasi yang terjadi selama kehamilan berupa hipertensi dalam kehamilan (HDK).

Tensimeter (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Pengukuran tekanan darah oleh petugas puskesmas

0.Ya (mengalami Komplikasi kehamilan )

1.Tidak (tidak mengalami komplikasi kehamilan )

(Depkes RI, 2000)

Ordinal

6 Anemia Kadar Hb ibu hamil yang kurang

Alat pengukur Hb dengan metode

Pengukuran kadar Hb oleh

0. Ya (anemia) 1. Tidak (tidak anemia)

Ordinal

Page 81: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

65

dari 11gr cyanmethemoglobin yakni,pipet Hb, jarum, tabung reaksi, larutan drabskin, spektrofotometer (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

petugas puskesmas

(Festy, 2009)

8 Penyakit Ibu Penyakit yang diderita ibu hamil yang bersifat kronis seperti asma, magh dan batu ginjal.

Tes laboratorium (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Melihat hasil tes laboratorium kemudian memindahkanya ke kartu ibu yang dilakukan oleh petugas puskesmas

0. Ya (Memiliki penyakit) 1.Tidak (tidak memiliki penyakit) (Maryunani, 2013)

Ordinal

9 Pendidikan Ibu Pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani ibu sampai saat persalinan terakhir.

Kartu ibu Wawancara oleh petugas puskesmas

0. Berisiko( rendah) 1. Tidak berisiko (tinggi) (Simarmata,2010)

Ordinal

10 Umur Kehamilan Penentuan umur kehamilan yang ditentukan berdasarkan hari pertama mens terakhir (HPMT)

Kalkulator kehamilan (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Menggunakan metode neagele yang dilakukan oleh petugas puskesmas

0. Berisiko (partus prematurus yaitu 28-37 minggu) 1. Tidak berisiko (partus matures yaitu >37 minggu) (Ahmad, 2012)

Ordinal

Page 82: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

66

hingga waktu partus yang dinyatakan dalam minggu.

11 Tinggi Badan Ibu Tinggi badan ibu pada saat kehamilan

Microtoise yang (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Pengukuran tinggi badan oleh petugas kesehatan

0. Berisiko (<145cm) 1. Tidak berisiko (>145cm)

Ordinal

12 Kehamilan Ganda Kehamilan dimana jumlah janin yang dikandung lebih dari satu.

Ultrasonografi (hasil data diperoleh dari kartu ibu)

Tes USG yang dilakukan oleh petugas puskesmas

0. Ya (kehamilan ganda) 1. Tidak (kehamilan tunggal) (Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UI RSCM, 2014)

Ordinal

13 Penambahan Berat Badan Ibu

Penambahan berat badan ibu pada akhir kehamilan dikurang berat badan ibu sebelum kehamilan.

Timbangan injak (hasil diperoleh dari kartu ibu)

Penimbangan berat badan ibu yang dilakuka oleh petugas puskesmas

0. Berisiko (<10 kg) 1. Tidak berisiko (≥10kg) (WHO, 2014)

Ordinal

Page 83: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

67

3.3 Hipotesis

1. Umur ibu <20 dan >35 tahun berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014

2. Tinggi badan ibu <145cm berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014

3. Penambahan berat badan ibu <10kg berisiko terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012

sampai dengan 2014

4. Umur kehamilan <37 minggu berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014?

5. Kekurangan Energi Kronik (KEK) ibu berisiko terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun

2012 sampai dengan 2014?

6. Anemia pada ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

7. Kehamilan ganda berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014?

8. Tingkat pendidikan ibu yang rendah berisiko terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012

sampai dengan 2014?

Page 84: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

68

9. Status ibu yang bekerja berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan

2014?

10. Adanya komplikasi kehamilan pada ibu berisiko terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun

2012 sampai dengan 2014?

11. Adanya penyakit pada ibu berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai

dengan 2014?

Page 85: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

69

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian epidemiologi analitik

dengan rancangan penelitian case control unmatched. Studi kasus kontrol

adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara

paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan

kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya

(Murti, 1997). Dalam penelitian ini, dibagi menjadi dua kelompok

meliputi kelompok kasus adalah BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan

kelompok kontrol adalah BBLN (Bayi Berat Lahir Normal). Penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui besar risiko dari faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan 2014.

Gambar 3

Rancangan Penelitian Kasus Kontrol

Faktor risiko (+)

Faktor risiko (-)

Faktor risiko (-)

Faktor risiko (-)

Retrospektif

Retrospektif

Efek (+)/ kasus

Efek (-)/ kontrol

Page 86: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

70

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di seluruh Puskesmas Kota Tangerang Selatan

pada bulan April-Mei tahun 2014.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang dilahirkan

pada bulan Januari 2012 sampai dengan April 2014 dan

berdomisili di Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten. Sampel

kasus adalah BBLR dan sampel kontrol adalah BBLN.

4.3.2 Sampel Kasus

a. Kriteria Inklusi Kasus

1) Bayi berat lahir rendah yang dilahirkan pada bulan Januari

2012 sampai dengan April 2014

2) Berdomisili di Tangerang Selatan

3) Ibu yang melakukan kunjungan ANC

4) Proses kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan di

puskesmas

b. Kriteria Eksklusi kasus

1) Ibu mengalami abortus

2) Bayi mengalami kematian

Page 87: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

71

4.3.3 Sampel kontrol

a. Kriteria inklusi kontrol

1) Bayi berat lahir normal yang dilahirkan pada bulan Januari

2012 sampai dengan April 2014

2) Berdomisili di Tangerang Selatan

3) Ibu yang melakukan kunjungan ANC

4) Proses kelahiran ditolong oleh tenaga kesehatan di

Puskesmas

b. Kriteria eksklusi Kontrol

1) Ibu mengalami abortus

2) Bayi mengalami kematian

4.4 Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive

sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,

2010).

4.5 Perhitungan Besar Sampel Penelitian

Besar sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan rumus :

Rumus besar sampel

푛1 = 푛2 =Zα 2PQ + Zβ P1Q1 + P2Q2

P1 − P2 ²

Page 88: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

72

Keterangan :

Z α = Deviat baku alpha

Zβ = Deviat baku beta

P₂ = Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

Q₂ = 1- P₂

P1 = Proporsi pada kelompok yang lainya (judgement peneliti)

Q1 = 1-P1

P1-P2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

P = Proporsi total

Q = 1-P

Besar sampel dalam penelitian ini berdasarkan uji hipotesis two

tail, dengan tingkat kemaknaan (Z1-α) 5% dan kekuatan (Z1-β) sebesar

20%, berdasarkan proporsi pemaparan pada kelompok kontrol dari

penelitian terdahulu sebagai berikut :

Tabel 2 Perhitungan Besar Sampel

No Variabel P1 P2 OR n Sumber

1 KEK 54,7 13,4 6,307 89,11 Festy (2009)

2 Umur 0,652 0,304 4,28 19,21 Sistriani (2008)

3 Penyakit 0,608 0,347 2,91 44,42 Sistriani (2008)

4 Anemia 51,6 11 3,366 12,32 Festy (2009)

Jumlah sampel yang diambil adalah dari variabel status KEK (Kekuragan

Energi Kronis) yaitu 89,11 sehingga jumlah sampel berjumlah 95 orang.

Page 89: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

73

Penelitian ini menggunakan perbandingan kasus dan kontrol 1:2, maka

jumlah sampel secara keseluruhan yaitu 285 sampel.

4.6 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara sekunder yaitu diambil dari kartu

ibu dan form pelacakan kasus BBLR yang ada di Puskesmas. Data yang

diperoleh adalah identitas ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) dan

catatan kesehatan ibu hamil (umur kehamilan, status gizi ibu, penambahan

berat badan, riwayat penyakit,, anemia, tinggi badan, kehamilan ganda

dan komplikasi kehamilan).

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan sebagai berikut :

a. Editing, yaitu mengkaji dan meneliti data yang telah terkumpul.

b. Coding, yaitu memberikan kode pada data untuk memudahkan dalam

memasukkan data ke program komputer.

c. Entry, yaitu memasukkan data dalam program komputer untuk

dilakukan analisis lanjut.

d. Cleaning data, yaitu melihat kembali data yang telah dimasukkan atau

sudah dibersihkan dari kesalahan, baik dalam pengkodean atau pada

entry data.

e. Tabulating, yaitu setelah data tersebut masuk kemudian direkap dan

disusun dalam bentuk tabel agar dapat dibaca dengan mudah.

Page 90: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

74

4.8 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran

distribusi frekuensi setiap variabel penelitian. Data hasil analisis

univariat disajikan dalam tabel dan grafik.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dimaksudkan untuk menguji hipotesis

penelitian. Untuk melihat besar risiko variabel independen terhadap

kejadian variabel dependen, dilakukan uji statistik dengan

menggunakan uji Odds Rasio (OR). Odds ratio (OR) merupakan

ukuran relatif studi kasus kontrol yang menunjukkan berapa banyak

kemungkinan paparan (odds exposure) antara kelompok kasus (case)

dibandingkan dengan kelompok kontrol (non case). Kriteria odds

ratio, yaitu (Paul, 2012):

1) Nilai OR=1, bukan merupakan faktor risiko terjadinya penyakit.

2) Nilai OR >1, merupakan faktor risiko terjadinya penyakit.

3) Nilai OR <1, merupakan faktor protektif terjadinya penyakit.

Rumus dari Odds Ratio adalah:

푂푅 =푎/푏푐/푑 =

푎푑푏푐

Page 91: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

75

Keterangan:

OR : Odds ratio risiko terhadap kejadian BBLR

푎/푏 : Rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus

yang tak terpapar

푐/푑 : Rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan

kontrol yang tak terpapar

Adapun signifikansi nilai OR dalam interpretasi CI

(Confidence Interval) 95% terhadap nilai OR yaitu jika pada CI 95%

rentan nilai lower dan upper limit tidak terdapat nilai 1 maka

disimpulkan nilai OR bermakna. Sedangkan jika CI 95% dan OR

terdapat nilai 1, maka disimpulkan bahwa nilai OR tidak bermakna

(Susant, 2007).

Page 92: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

76

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom yang terbentuk

pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun

2008, tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten

tertanggal 26 November 2008. Pembentukan daerah otonom baru

tersebut, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tangerang,

dilakukan dengan tujuan salah satunya untuk meningkatkan pelayanan

dalam bidang kesehatan.

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten

yaitu pada titik koordinat 106’38 –106’47’ Bujur Timur dan 06’13’30–

06’22’30’ Lintang Selatan dan secara administratif terdiri dari 7

kecamatan, 49 kelurahan dan 5 desa dengan luas wilayah 147,19Km² atau

14.719Ha. Batas wilayah Kota Tangerang Selatan yaitu sebelah utara

berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Tangerang, sebelah

timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Depok, sebelah

selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor & Kota Depok dan sebelah

barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memiliki 25

Puskesmas terdiri dari 18 puskesmas perawatan dan 7 puskesmas non

perawatan. 25 puskesmas tersebut yaitu Puskesmas Pamulang, Benda

Baru, Pondok Benda, Serpong 2, Bakti Jaya, Rawa Buntu, Paku Alam,

Page 93: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

77

Pondok Kacang Timur, Pondok Pucung, Pondok Ranji, Pondok Betung,

Rengas, Pisangan, Pondok Jagung, Jurang Mangu, Serpong, Situ Gintung,

Kranggan, Setu, Ciputat Timur, Ciputat, Kampung Sawah, Pondok Aren,

Jombang dan Parigi.

Peta wilayah Kota Tangerang Selatan tahun 2013 yaitu sebagai

berikut :

Gambar 4 Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

Sumber : Profil Kota Tangsel dan Letak Puskesmas Tahun 2011

Page 94: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

78

Kecamatan dengan wilayah paling besar adalah Pondok Aren

dengan luas 2.988Ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota

Tangerang Selatan, sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil

adalah Setu dengan luas 1.480Ha atau 10,06%.

5.2 Gambaran Berat Badan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Gambaran berat badan bayi yang diliahirkan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012 sampai dengan

April 2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 3 Distribusi Berat Badan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan pada Bulan Januari 2012- April 2014

Berat Badan Bayi Jumlah Persentase (%)

< 1000gr (BBLASR) 2 0,7

1000-1500gr (BBLSR) 2 0,7

1500-2500gr (BBLR) 91 31,92

2500-4000gr (Normal) 188 65,96

>4000gr (Lebih) 2 0,7

Total 285 100

Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa distribusi berat badan bayi

paling banyak pada bayi dengan berat badan normal antara 2500-4000gr

sebesar 65,96% dan kemudian diikuti dengan BBLR dengan berat badan

antara 1500-2500gr sebesar 31,92%.

Page 95: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

79

Tabel 4 Distribusi BBLR Berdasarkan Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

No Karakteristik Ibu BBLR n %

1 Umur Ibu <20 dan >35 tahun 8 8.4 20–35 tahun 87 91,6

2 Tinggi Badan Ibu <145cm 6 6,3 ≥145cm 89 93,7

3 Penambahan Berat Badan <10kg 38 40 ≥10kg 57 60

4 Usia Kehamilan <37 minggu 41 43,2 ≥37 minggu 54 56,8

5 KEK Ya 18 18,9 Tidak 77 81,1

6 Anemia Ya 31 32,6 Tidak 64 67,4

7 Kehamilan Ganda Ya 17 17,9 Tidak 78 82,1

8 Pendidikan Ibu Rendah 38 40 Tinggi 57 60

9 Status Ibu Bekerja Karyawan 3 18,8 Guru 1 33,3 Wiraswasta 2 22,2 IRT 89 34,6

10 Komplikasi Kehamilan Hipertensi 12 12,6 Tidak Hipertensi 83 87,4

11 Penyakit Ibu Batu Ginjal 1 1,05 Asma 4 4,2 Magh 1 1,05 Tidak 89 93,7

Page 96: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

80

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa distribusi BBLR berdasarkan

karakteristik ibu berupa umur paling banyak adalah antara umur 20-35

tahun (91,6%), berdasarkan tinggi badan paling banyak ibu memiliki

tinggi badan ≥145cm (93,7%), sebagian besar ibu memiliki penambahan

berat badan ≥10kg (60%), paling banyak ibu melahirkan pada usia

kehamilan ≥37 minggu (56,8%), lebih banyak ibu yang tidak mengalami

KEK dibandingkan yang mengalami (81,1%), ibu yang tidak menderita

anemia lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang menderita anemia

(67,4%), banyak ibu yang melahirkan bayi tunggal dibandingkan dengan

bayi kembar (82,1%), sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan

tinggi (60%), status bekerja ibu paling banyak sebagai ibu rumah tangga

atau tidak bekerja (93,7%), lebih banyak ibu yang tidak mengalami

komplikasi kehamilan dan penyakit pada saat hamil dengan perbandingan

masing-masing 87,4% ibu yang tidak mengalami komplikasi kehamilan

dan 93,7% ibu yang tidak menderita penyakit pada saat kehamilanya.

5.3 Analisis Faktor Risiko Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 –2014

Karakteristik ibu dalam penelitian ini yaitu umur, tinggi badan,

penambahan berat badan, anemia, KEK (Kekurangan Energi Kronik),

penyakit, komplikasi kehamilan, umur kehamilan, pendidikan, status

bekerja dan kehamilan ganda yang akan dijelaskan berikut ini:

Page 97: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

81

5.3.1 Analisis Risiko Umur Ibu <20 & >35 tahun terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2014

Risiko umur ibu <20 & >35 tahun terhadap kejadian BBLR di

Tangerang Selatan tahun 2012-2014 akan dijelaskan sebagai

berikut:

Tabel 5 Risiko Umur Ibu <20 & >35 tahun terhadap Kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Umur Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Berisiko 8 8.4 8 4,2 16 5,6 2,092

(0,760-5,759) Tidak berisiko 87 91,6 182 95,8 269 94,4 Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 5 menunjukan bahwa distribusi BBLR berdasarkan

umur ibu yang berisiko (<20 dan >35 tahun) lebih banyak pada

kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu

sebesar 8,4% pada kelompok kasus dan 4,2% pada kelompok

kontrol.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 2,092 (95%

CI = 0,760-5,759). Nilai OR yang diperoleh tidak bermakna,

dengan demikian umur ibu <20 dan >35 tahun bukan merupakan

faktor risiko kejadian BBLR. Hal ini menunjukan bahwa umur ibu

<20 dan >35 tahun tidak berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-

2014.

Page 98: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

82

5.3.2 Analisis Risiko Tinggi Badan Ibu <145cm terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2014

Risiko tinggi badan ibu <145cm terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 6 Risiko Tinggi Badan Ibu <145cm terhadap Kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Tinggi badan Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Berisiko 6 6,3 2 1,1 8 2,8 6,337

(1,254-32,023) Tidak berisiko 89 93,7 188 98,9 277 97,2 Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 6 memperlihatkan bahwa tinggi badan ibu yang

berisiko (<145cm) lebih besar pada kelompok kasus dibandingkan

dengan kelompok kontrol dengan perbandingan masing-masing

sebesar 6,3% pada kelompok kasus dan 1,1% pada kelompok

kontrol.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 6,337 (95%

CI =1,254-32,023). Nilai OR yang diperoleh bermakna, dengan

demikian tinggi badan ibu <145cm merupakan faktor risiko

kejadian BBLR. Hal ini menunjukan bahwa tinggi badan ibu

<145cm mempunyai risiko 6,337 kali melahirkan bayi BBLR

dibandingkan dengan ibu yang memiliki tinggi badan ≥145cm di

Page 99: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

83

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-

2014.

5.3.3 Analisis Risiko Penambahan Berat Badan Ibu <10kg dengan Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2014

Risiko penambahan berat badan ibu <10kg terhadap

kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 7 Risiko Penambahan Berat Badan Ibu <10kg terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

Bulan Januari 2012 - April 2014

Penambahan Berat Badan Ibu

Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Berisiko 38 40 77 40,5 115 40,4 0,978

(0,592-1,617) Tidak berisiko 57 60 113 59,5 170 59,6

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 7 menunjukan bahwa penambahan berat badan ibu

yang berisiko (<10kg) lebih tinggi pada kelompok kontrol

dibandingkan dengan kelompok kasus dengan perbandingan 40,5%

pada kelompok kontrol dan 40% pada kelompok kasus. Walaupun

penambahan berat badan ibu yang berisiko lebih tinggi pada

kelompok kontrol tetapi selisih antara kedua kelompok memiliki

nilai yang sangat kecil yaitu 0,5%.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 0,978 (95%

CI =0,592-1,617). Nilai OR yang diperoleh merupakan faktor

Page 100: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

84

protektif tetapi tidak bermakna, dengan demikian penambahan

berat badan ibu <10kg bukan merupakan faktor risiko kejadian

BBLR. Hasil tersebut menunjukan bahwa penambahan berat badan

ibu <10kg tidak berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar ibu baik pada kelompok

kasus maupun pada kelompok kontrol mengalami penambahan

berat badan ≥10kg.

5.3.4 Analisis Risiko Umur Kehamilan terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2014

Risiko umur kehamilan terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 8 Risiko Umur Kehamilan terhadap Kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Umur Kehamilan

Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Berisiko 41 43,2 1 0,5 42 14,7 143, 500

(19,292-1067, 397) Tidak berisiko 54 56,8 189 99,5 243 85,3

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 8 memperlihatkan bahwa umur kehamilan yang

berisiko (<37 minggu) menunjukan perbedaan yang sangat tinggi

antara kelompok kasus dan kelompok kontrol yaitu pada kelompok

Page 101: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

85

kasus sebesar 43,2%, sedangkan pada kelompok hanya sebesar

0,5%.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 143,5 (95%

CI =19,292-1067,397). Nilai OR yang diperoleh bermakna, dengan

demikian umur kehamilan <37 minggu merupakan faktor risiko

kejadian BBLR. Hal ini menunjukan bahwa umur kehamilan <37

minggu mempunyai risiko 143,5 kali melahirkan bayi BBLR

dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur kehamilan

≥37 minggu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

Tahun 2012-2014.

5.3.5 Analisis Risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu dengan Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2014

Risiko KEK pada ibu terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012-2014 akan

dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 9 Risiko KEK pada Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

KEK Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % ya 15 15,78 4 2,10 19 6,66 8,719

(2,806-27,089) Tidak 80 84,21 186 97,89 266 93,33

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Page 102: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

86

Tabel 9 memperlihatkan bahwa pada kelompok kasus, ibu

yang mengalami KEK sebesar 15,78%, sedangkan pada kelompok

kontrol hanya sebesar 2,1%. Hal ini menunjukan distribusi BBLR

berdasarkan ibu yang mengalami KEK lebih tinggi pada kelompok

kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 8,719 (95%

CI = 2,806-27,089). Nilai OR yang diperoleh tersebut bermakna,

dengan demikian KEK merupakan faktor risiko kejadian BBLR.

Hal ini menunjukan bahwa ibu yang mengalami KEK mempunyai

risiko 8,719 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu

yang tidak mengalami KEK di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012-2014.

Page 103: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

87

5.3.6 Analisis Risiko Anemia pada Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 – 2014

Risiko anemia pada ibu terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 10 Risiko Anemia pada Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan

Bulan Januari 2012 - April 2014

Anemia Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Ya 31 32,6 21 11,1 52 18,2 3,898

(2,088-7,277) Tidak 64 67,4 169 88,9 233 81,8

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 10 memperlihatkan bahwa distribusi BBLR

berdasarkan ibu yang mengalami anemia, kelompok kasus

memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok

kontrol yaitu sebesar 32,6% pada kelompok kasus dan 11,1% pada

kelompok kontrol.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 3,989 (95%

CI = 2,088-7,277). Nilai OR yang diperoleh tersebut bermakna,

dengan demikian anemia pada ibu merupakan faktor risiko

kejadian BBLR. Hal ini menunjukan bahwa anemia pada ibu

mempunyai risiko 3,989 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan

dengan ibu yang tidak mengalami anemia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014.

Page 104: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

88

5.3.7 Analisis Risiko Kehamilan Ganda (kembar) terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014

Risiko kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 11 Risiko Kehamilan Ganda terhadap Kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Kehamilan Ganda

Berat Badan Bayi Total

Kasus Kontrol n % n % n % ya 17 17,9 0 0 17 6

Tidak 78 82,1 190 100 268 94 Jumlah 95 100 190 100 285 100

Berdasarkan tabel 11 memperlihatkan bahwa semua ibu

yang melahirkan bayi kembar hanya terdapat pada kelompok

kasus, sehingga tidak dapat dianalisis risiko kehamilan ganda

(kembar) terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas

Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012-April 2014.

Page 105: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

89

5.3.8 Analisis Risiko Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012 - 2014

Risiko tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 12 Risiko Tingkat Pendidikan Ibu terhadap Kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Pendidikan Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Berisiko 38 40 84 44,2 122 42,8 0,841

(0,510-1,388) Tidak berisiko 57 60 106 55,8 163 57,2

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 12 memperlihatkan bahwa pendidikan ibu yang

berisiko pada kelompok kasus sebesar 40%, sedangkan pada

kelompok kontrol sebesar 44,2%. Hal ini menunjukan bahwa

pendidikan ibu yang berisiko lebih banyak pada kelompok kontrol

dibandingkan dengan kelompok kasus.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 0,841 (95%

CI = 0,510-1,388). Nilai OR yang diperoleh tersebut merupakan

faktor protektif tetapi tidak bermakna, dengan demikian tingkat

pendidikan ibu bukan merupakan faktor risiko kejadian BBLR. Hal

ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan pada ibu tidak berisiko

terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012-2014.

Page 106: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

90

5.3.9 Analisis Risiko Status Ibu Bekerja terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014

Risiko status ibu bekerja terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 13 Risiko Status Ibu Bekerja terhadap Kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Status Bekerja

Berat Badan Bayi Total Odd Ratio (95% CI) Kasus Kontrol

n % n % n % Bekerja 6 6,3 22 11,6 28 9,8 0,515

(0,201-1,316) Tidak Bekerja 89 93,7 168 88,4 257 90,2

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Tabel 13 memperlihatkan bahwa kelompok kontrol

memiliki jumlah ibu yang bekerja lebih tinggi dibandingkan

dengan kelompok kasus yaitu 11,6% pada kelompok kontrol dan

6,3% pada kelompok kasus.

Pada penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 0,515 (95%

CI = 0,201-1,316). Nilai OR yang diperoleh tersebut merupakan

faktor protektif tetapi tidak bermakna, dengan demikian status ibu

yang bekerja bukan merupakan faktor risiko kejadian BBLR. Hal

ini menunjukan bahwa status ibu yang bekerja tidak berisiko

terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012-2014.

Page 107: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

91

5.3.10 Analisis Risiko Komplikasi Kehamilan terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014

Risiko komplikasi kehamilan terhadap kejadian BBLR di

Tangerang Selatan Tahun 2012-2014 akan dijelaskan sebagai

berikut:

Tabel 14 Risiko Komplikasi Kehamilan terhadap Kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012 - April 2014

Komplikasi Kehamilan

Berat Badan Bayi Total

Kasus Kontrol n % n % n %

Hipertensi 12 12,6 0 0 12 4,2

Tidak hipertensi 83 87,4 190 100 273 95,8 Jumlah 95 100 190 100 285 100

Berdasarkan tabel 14 memperlihatkan bahwa semua ibu

yang mengalami komplikasi kehamilan berupa hipertensi hanya

terdapat pada kelompok kasus, sehingga tidak dapat dianalisis

risiko komplikasi kehamilan terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012-

April 2014.

Page 108: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

92

5.3.11 Analisis Risiko Penyakit pada Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014

Risiko penyakit pada ibu terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-

2014 akan dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 15 Risiko Penyakit pada Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012-April 2014

Penyakit Berat Badan Bayi Total

Kasus Kontrol n % n % n %

Ya 6 6,3 0 0 6 2,1 Tidak 89 93,7 190 100 279 97,9

Jumlah 95 100 190 100 285 100

Berdasarkan tabel 15 memperlihatkan bahwa semua ibu

yang menderita penyakit pada masa kehamilan hanya terdapat pada

kelompok kasus, sehingga tidak dapat dianalisis risiko penyakit ibu

pada masa kehamilan terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Bulan Januari 2012-April

2014.

Page 109: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

93

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu:

a. Terdapat kasus BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan yang tidak dijadikan sampel karena data variabel penelitian

tidak lengkap sehingga dapat mempengaruhi jumlah sampel

penelitian.

b. Pada variabel komplikasi kehamilan, peneliti hanya dapat mengukur

hipertensi sebagai satu-satunya komplikasi pada kehamilan, sehingga

komplikasi lain pada kehamilan seperti ketuban pecah dini,

pendarahan dan lainya tidak dapat diukur karena tidak terdapat

dalam sumber data sekunder.

6.2 Gambaran Berat Badan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi berat

badan bayi paling banyak pada bayi dengan berat badan normal antara

2500-4000gr sebesar 65,96%, kemudian diikuti BBLR dengan berat

antara 1500-2500gr sebesar 31,92%. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Cendikia di RS Sukanto Jakarta Timur

pada tahun 2010 yang menunjukan bahwa distribusi kasus BBLR paling

banyak pada berat antara 1500-2500gr sebesar 41,8%.

Page 110: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

94

Pada dasarnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang

baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500gr. BBLR

dibedakan dalam dua kategori, yaitu bayi berat lahir rendah karena

premature (umur kandungan <37 minggu) atau bayi berat lahir rendah

karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) yaitu bayi cukup bulan

tetapi berat badan kurang untuk umurnya (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan laporan dari Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan selama 3 tahun, Jumlah kasus BBLR di Tangerang Selatan tahun

2012 sebanyak 168 orang dan pada tahun 2013 sebanyak 255 orang.

Namun dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti hanya mendapatkan 31

kasus pada tahun 2012, 38 kasus pada tahun 2013 dan 26 kasus pada tahun

2014. Hal ini disebabkan karena ketidaklengkapan data yang terdapat

dalam laporan Puskesmas Kota Tangerang Selatan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi BBLR

berdasarkan karakteristik ibu berupa umur paling banyak adalah antara

umur 20-35 tahun (91,6%), berdasarkan tinggi badan paling banyak ibu

memiliki tinggi badan ≥145cm (93,7%), sebagian besar ibu memiliki

penambahan berat badan ≥10kg (60%), paling banyak ibu melahirkan

pada usia kehamilan ≥37 minggu (56,8%), lebih banyak ibu yang tidak

mengalami KEK dibandingkan yang mengalami KEK (81,1%), ibu yang

tidak menderita anemia lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang

menderita anemia (67,4%), banyak ibu yang melahirkan bayi tunggal

dibandingkan dengan bayi kembar (82,1%), sebagian besar ibu memiliki

Page 111: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

95

tingkat pendidikan tinggi (60%), status bekerja ibu paling banyak sebagai

ibu rumah tangga atau tidak bekerja (93,7%), lebih banyak ibu yang tidak

mengalami komplikasi kehamilan dan penyakit pada saat hamil dengan

perbandingan masing-masing 87,4% ibu yang tidak mengalami

komplikasi kehamilan dan 93,7% ibu yang tidak menderita penyakit pada

saat kehamilanya.

Menurut Depkes RI (2009), faktor risiko kejadian BBLR

diantaranya ibu hamil yang berumur <20 dan >35 tahun, jarak kehamilan

terlalu pendek, ibu mempunyai riwayat BBLR sebelumnya, mengerjakan

pekerjaan fisik, mengerjakan pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat,

sangat miskin, beratnya kurang dan kurang gizi, perokok, pengguna obat

terlarang, alkohol, anemia, pre-eklampsi atau hipertensi, infeksi selama

kehamilan, kehamilan ganda, bayi dengan cacat bawaan dan infeksi

selama dalam kandungan. Sedangkan menurut WHO (2004), faktor

risiko kejadian BBLR yaitu status gizi, status ekonomi, pendidikan,

komplikasi kehamilan, pekerjaan berat, umur kehamilan, umur ibu,

riwayat BBLR sebelumnya, alkohol, merokok, obat-obatan terlarang,

riwayat penyakit, kehamilan ganda, tinggi badan dan tinggal di daerah

ketinggian.

6.3 Risiko Umur Ibu <20 dan >35 tahun terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai OR sebesar 2,092 (95%

CI = 0,760-5,759). Pada CI 95% antara lower dan upper limit terdapat

Page 112: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

96

nilai 1, sehingga nilai OR tidak bermakna atau dapat disimpulkan bahwa

umur ibu tidak berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014. Hal ini

dimungkinkan karena pada penelitian ini distribusi BBLR berdasarkan

umur baik pada kelompok kasus maupun kontrol sama-sama lebih banyak

pada ibu dengan kelompok umur antara 20–35 tahun. Ini menunjukan

bahwa walaupun umur ibu tidak berisiko namun tetap melahirkan bayi

BBLR (91,6%).

Walaupun secara statistik hasil penelitian ini menunjukan bahwa

umur ibu <20 dan >35 tahun tidak berisiko terhadap kejadian BBLR,

namun dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa kejadian BBLR paling

banyak ditemukan pada ibu yang berumur <20 dan >35 tahun (8,4%)

dibandingkan dengan bayi berat lahir normal (4,2%). Sehingga ibu yang

melahirkan pada umur berisiko tersebut harus tetap dihindari karena

mengingat umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah antara umur

20-35 tahun (Depkes, 2001). Dan walaupun terdapat ibu yang berumur

<20 tahun dan >35 tahun namun pemenuhan gizi ibu cukup sehingga

penambahan berat badan sesuai dengan masa kehamilanya. Hal ini bisa

dilihat dari hasil penelitian yang ditemukan bahwa penambahan berat

badan pada ibu yang berumur <20 dan >35 tahun lebih banyak

mengalami penambahan berat badan >10kg yaitu sebesar 56,25%.

Hal ini disebabkan karena kehamilan pada umur remaja (<20

tahun) berdampak pada pertumbuhan yang kurang optimal karena

Page 113: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

97

kebutuhan zat gizi pada masa tumbuh kembang remaja sangat dibutuhkan

oleh tubuhnya sendiri, (Simbolon & Aini, 2013). Selain itu, ibu yang

melahirkan pada umur >35 tahun tidak dianjurkan dan sangat berbahaya.

Mengingat mulai umur ini sering muncul penyakit seperti hipertensi,

tumor jinak peranakan, atau penyakit degeneratif pada persendian tulang

belakang dan panggul (Setianingrum, 2005). Ibu yang berumur >35 tahun

perlu energi yang besar karena fungsi organ yang semakin melemah dan

diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi

yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung

(Kristyanasari, 2010, dalam Muazizah, 2011).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nurhadi (2006) di BP RSUD Kraton Pekalongan yang menunjukan

bahwa umur ibu tidak berisiko terhadap kejadian BBLR. Namun hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian lain yang menunjukan

bahwa umur ibu berisiko terhadap kejadian BBLR. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Cendikia (2010) menunjukan bahwa umur ibu

berisiko 2,838 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR dan

penelitian yang dilakukan oleh Alya (2013) juga menunjukan bahwa

umur ibu berisiko 6,163 kali lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR

dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada umur 20-35 tahun.

Dengan demikian, sosialisasi mengenai umur yang dianjurkan

untuk melakukan kehamilan dan persalinan perlu digalakan. Sosialisasi

dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan melakukan

Page 114: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

98

penyuluhan secara intensif kepada pasangan usia subur (PUS) oleh

petugas kesehatan agar proses kehamilan dan persalinan dapat

direncanakan sehingga kehamilan dan persalinan ibu yang berumur <20

dan >35 tahun dapat dihindari. Selain itu, mempertahankan Pemberian

Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil khususnya ibu yang berumur

<20 dan >35 tahun agar status gizi pada ibu hamil baik.

6.4 Risiko Tinggi Badan Ibu <145cm terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai OR sebesar 6,337

(95% CI =1,254-32,023). Pada CI 95% antara lower dan upper limit

tidak terdapat nilai 1, sehingga nilai OR bermakna atau dapat

disimpulkan bahwa tinggi badan ibu <145cm mempunyai risiko 6,337

kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki

tinggi badan ≥145cm di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2014. Hal ini dimungkinkan karena berdasarkan

hasil penelitian ditemukan tinggi badan ibu <145cm lebih banyak pada

ibu yang melahirkan bayi BBLR (6,3%) dibandingkan dengan bayi lahir

normal (1,1%).

Tinggi badan ibu <145cm dikatakan berisiko karena tinggi badan

ibu memiliki pengaruh terhadap ukuran bayi baru lahir (berat lahir dan

panjang lahir). Pengerdilan (stunting) merupakan konsekuensi dari

asupan nutrisi jangka panjang yang buruk dan merupakan indikator

utama dalam menurunkan pertumbuhan pada anak-anak. Pengerdilan

Page 115: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

99

juga telah dikaitkan dengan kelangsungan siklus gizi dengan

menyebabkan berat badan lahir rendah di antara keturunan dari ibu yang

terhambat (Bisai, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa ibu yang

memiliki tinggi badan normal (>145cm) mengalami penambahan berat

badan normal (>10kg) yaitu sebesar 59,20%. Hal ini menunjukan bahwa

tinggi badan ibu berhubungan dengan penambahan berat badan atau

status gizi ibu selama hamil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Bisai (2003) di India yang melaporkan tingginya insiden bayi BBLR

pada ibu dengan tinggi badan <145cm dari pada ibu dengan tinggi badan

≥145cm. Ibu yang memiliki tinggi badan <145cm berisiko 1,32 kali

melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang memiliki tinggi badan

>145cm. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Festy (2009) yang menyatakan bahwa tinggi badan ibu

<145cm tidak berisiko terhadap kejadian BBLR.

Untuk mencegah risiko yang ditimbulan akibat tinggi badan ibu

<145cm, maka perlu dilakukanya perbaikan gizi dan kesehatan pada ibu-

ibu. Perbaikan tinggi badan perempuan berupa intervensi gizi dan

kesehatan perempuan yang dimulai dari perbaikan status gizi sejak dini

sebagai upaya penurunan angka kejadian BBLR.

Page 116: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

100

6.5 Risiko Penambahan Berat Badan Ibu <10kg terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai OR sebesar 0,978

(95% CI =0,592-1,617). Pada CI 95% antara lower dan upper limit

terdapat nilai 1, sehingga nilai OR tidak bermakna atau dapat

disimpulkan bahwa penambahan berat badan ibu <10kg tidak berisiko

terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2014.

Walaupun secara statistik penambahan berat badan ibu <10kg tidak

berisiko terhadap kejadian BBLR, namun penambahan berat badan ibu

selama masa kehamilan harus tetap diperhatikan mengingat hasil

penelitian ini menunjukan bahwa ibu yang berisiko terhadap penambahan

berat badan dan melahirkan BBLR sebesar 40%. Selain itu, hal ini juga

dimungkinkan terjadi karena penambahan berat badan ibu paling banyak

yaitu ≥10kg baik pada bayi lahir rendah (60%) dan pada bayi lahir

normal (40,5%).

Penambahan berat badan dalam kehamilan terjadi karena adanya

pertumbuhan janin dan perubahan beberapa tempat dari tubuh ibu.

Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin dan plasenta yang cepat serta

kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat, wanita hamil mengalami

perubahan metabolik. Sebagian besar penambahan berat badan selama

hamil dihubungkan dengan uterus dan isinya, payudara, berubahnya

Page 117: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

101

volume darah serta cairan ekstrasel ekstravaskuler (Puspitasari, dkk,

2011).

Namun penambahan berat badan ibu harus sesuai dengan umur

kehamilanya karena pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil

membutuhkan makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan

disesuaikan dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin. Berdasarkan

hasil penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar ibu yang mengalami

penambahan berat badan normal (≥10kg) melakukan persalinan pada

umur kehamilan ≥37 minggu yaitu sebesar 85,88%. Hal ini

dimungkinkan karena pada umur kehamilan ≥37 minggu atau pada

trismester terakhir pertumbuhan janin berkembang pesat sehingga ibu

memerlukan asupan nutrisi yang lebih banyak. Oleh karena itu, pada

umur kehamilan ≥37 minggu janin menyerap nutrisi lebih banyak

dibandingkan umur kehamilan <37 minggu (Albugis, 2008)..

Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai dengan

umur kehamilannya. Pada trismester pertama, pertumbuhan janin masih

lambat, penambahan kebutuhan zat-zat gizinyapun masih relative kecil.

Memasuki trismester kedua, janin mulai tumbuh pesat dibandingkan

dengan sebelumnya. Sedangkan pada tahap terakhir atau trismester

ketiga, dibutuhkan vitamin dan mineral untuk mendukung pesatnya

pertumbuhan janin dan pembentukan otak. Kebutuhan energi janin

didapat dari cadangan energi yang disimpan ibu selama tahap

sebelumnya (Albugis, 2008).

Page 118: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

102

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Festy (2010) di Kabupaten Sumenep yang menyatakan bahwa

penambahan berat badan ibu berisiko 8,264 kali menyebabkan BBLR.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti (2010) di RSUD

Ulin Banjarmasin juga menyatakan bahwa penambahan berat badan ibu

berisiko 7,1 kali menyebabkan BBLR. Dalam penelitianya Festy (2010)

dan Darmayanti, dkk (2010) menetapkan penambahan berat badan ibu

yang berisiko yaitu <9kg. Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya dimungkinkan karena adanya perbedaan jumlah

sampel yang diambil dan lokasi penelitian dilaksanakan serta penetapan

“cut of point” dari penambahan berat badan ibu selama kehamilan,

sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah faktor karakteristik ibu

khususnya penambahan berta badan ibu.

Dengan demikian, pemantauan status gizi ibu sebelum dan selama

hamil perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya BBLR karena status

gizi ibu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

penambahan berat badan ibu. Hal ini dapat dilakukan dengan

mengadakan kegiatan kunjungan rumah terhadap ibu hamil yang tidak

rutin ke pelayanan kesehatan, serta memberikan motivasi dan konseling

kepada ibu agar menjalani kehamilan yang sehat dengan memakan

makanan yang bergizi sehingga akan melahirkan bayi dengan berat badan

lahir normal.

Page 119: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

103

6.6 Risiko Umur Kehamilan<37 minggu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Hasil penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 143,5 (95% CI

=19,292-1067,397). Pada CI 95% antara lower dan upper limit tidak

terdapat nilai 1, sehingga nilai OR bermakna atau dapat disimpulkan

bahwa umur kehamilan <37 minggu mempunyai risiko 143,5 kali

melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu yang melahirkan pada

umur kehamilan ≥37 minggu di Wilayah Kerja Puskesmas Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012-2014. Hal ini dimungkinkan terjadi

karena umur kehamilan yang berisiko sangat tinggi pada ibu yang

melahirkan bayi BBLR (43,2 %) dibandingkan dengan bayi lahir normal

(0,5 %).

Tingginya risiko umur kehamilan terhadap BBLR pada penelitian

ini disebabkan karena secara biologis berat badan bayi semakin

bertambah sesuai dengan umur kehamilan. Umur kehamilan

mempengaruhi kejadian BBLR karena semakin pendek masa kehamilan

semakin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat tubuhnya sehingga akan

turut mempengaruhi berat badan bayi. Sehingga dapat dikatakan bahwa

umur kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR (Manuaba, 2010).

Pada umumnya bayi kurang bulan disebabkan karena tidak

mampunya uterus menahan janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya

plasenta lebih cepat dari waktunya atau rangsangan yang memudahkan

terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan

Page 120: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

104

mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk

bertahan hidup diluar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi

organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya semakin kurang

baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau komplikasi

akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang

(prematur) (Simarmata, 2010).

Pada setiap tahap kehamilan, seorang ibu hamil membutuhkan

makanan dengan kandungan zat-zat gizi yang berbeda dan disesuaikan

dengan kondisi tubuh dan perkembangan janin. Pada trismester pertama

pertumbuhan janin masih lambat sehingga penambahan kebutuhan zat-

zat gizinya pun masih relative kecil. Memasuki trismester kedua, janin

mulai tumbuh pesat dibandingkan dengan sebelumnya. Kecepatan

pertumbuhan itu mencapai 10gr per hari. Sedangkan pada tahap terakhir

atau trismester ketiga, dibutuhkan vitamin dan mineral untuk mendukung

pesatnya pertumbuhan janin dan pembentukan otak. Kebutuhan energi

janin didapat dari cadangan energi yang disimpan ibu selama tahap

sebelumnya (Albugis, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Darmayanti, dkk (2010) yang menyatakan bahwa umur kehamilan <37

minggu berisiko 12,7 (95% CI = 5,5 -31,5) kali melahirkan BBLR. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Sutan, et all (2014) di Kuala Lumpur,

Malaysia yang menyatakan bahwa umur kehamilan <37 minggu berisiko

2,41 (1,79-3,26) kali menyebabkan BBLR. Penelitian yang dilakukan

Page 121: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

105

oleh Merzalia (2010) di Provinsi Bangka Belitung juga menunjukan

tinggi risiko umur kehamilan terhadap BBLR yaitu umur kehamilan <37

minggu berisiko 137, 360 (18,78-1004,684) kali menyebabkan BBLR.

Dengan tingginya risiko usia kehamilan <37 minggu terhadap

kejadian BBLR, sehingga disarankan kepada ibu untuk melahirkan anak

pada usia kehamilan ≥37 minggu yaitu dengan menjaga pola hidup dan

pola makan selama kehamilan dan kepada petugas kesehatan yang

memeriksakan kehamilan supaya dapat menekankan pada setiap ibu hamil

untuk memeriksakan kehamilannya secara teratur dan sesuai jadual

pemeriksaan sehingga bila ada kelainan akan segera terdeteksi dan akan

segera mendapatkan pertolongan.

6.7 Risiko Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu dengan Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh nilai OR sebesar 8,719

(95% CI = 2,806-27,089). Pada CI 95% antara lower dan upper limit

tidak terdapat nilai 1, sehingga nilai OR bermakna atau dapat

disimpulkan bahwa kejadian KEK mempunyai risiko 8,719 kali

melahirkan bayi BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012-2014. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ibu yang

megalami KEK lebih banyak pada bayi BBLR (15,78%) dibandingkan

dengan bayi lahir normal (2,1%).

Tingginya kejadian KEK pada ibu yang melahirkan bayi lahir

rendah disebabkan karena KEK merupakan kekurangan energi dalam

Page 122: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

106

jangka waktu yang cukup lama. KEK pada wanita di negara berkembang

merupakan hasil kumulatif dari keadaan kurang gizi sejak masa janin,

bayi dan anak-anak serta berlanjut hingga dewasa. Secara spesifik,

penyebab KEK pada ibu hamil adalah akibat dari ketidakseimbangan

antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi

(Albugis, 2008). Hal ini didukung dengan hasil penelitian ini yang

menunjukan bahwa sebagian besar ibu yang tidak mengalami KEK pada

saat kehamilanya mengalami penambahan berat badan yang normal (≥10

kg) yaitu sebesar 91,76%.

Mekanisme terjadinya BBLR akibat Kekurangan Energi Kronik

(KEK) pada ibu hamil yaitu diawali dengan ibu hamil yang menderita

KEK yang menyebabkan volume darah dalam tubuh ibu menurun dan

cardiac output ibu hamil tidak cukup, sehingga meyebabkan adanya

penurunan aliran darah ke plasenta. Menurunya aliran darah ke plasenta

menyebabkan dua hal yaitu berkurangnya transfer zat-zat makanan dari

ibu ke plasenta yang dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan janin

dan pertumbuhan plasenta lebih kecil yang menyebabkan bayi BBLR

(Kemar, 2008).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Festy (2010) yang menunjukan bahwa KEK berisiko 6,307 kali

menyebabkan BBLR. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi

(2006) menunjukan bahwa KEK berisiko 42,55 kali menyebabkan

BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh Merzaila (2011) juga menunjukan

Page 123: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

107

bahwa KEK berisiko 7,018 kali menyebabkan BBLR dibandingkan

dengan ibu yang tidak mengalami KEK.

Dengan demikian, diharapkan bagi bidan maupun tenaga kesehatan

lain lebih meningkatkan pelayanan kesehatan baik berupa pemeriksaan

kehamilan dan penyuluhan tentang gizi sehingga KEK dapat diatasi sejak

dini. Selain itu, kepada Institusi Kesehatan dan Dinas Kesehatan

diharapkan dapat meningkatkan program perbaikan gizi salah satunya

dengan memberikan susu hamil ataupun makanan tambahan lainnya pada

ibu hamil yang mengalami KEK.

6.8 Risiko Anemia pada Ibu terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai OR sebesar 3,989

(95% CI = 2,088-7,277). Pada CI 95% antara lower dan upper limit tidak

terdapat nilai 1, sehingga nilai OR bermakna atau dapat disimpulkan

bahwa anemia mempunyai risiko 3,989 kali melahirkan bayi BBLR

dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami anemia di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014. Hal ini

dimungkinkan terjadi karena ibu yang mengalami anemia lebih banyak

pada bayi BBLR (32,6%) dibandingkan dengan bayi lahir normal

(11,1%).

Tingginya kejadian anemia pada ibu yang melahirkan bayi BBLR

disebabkan karena pasokan O2 pada ibu hamil yang mengalami anemia

untuk jaringan menurun dan pengangkutan CO2 dari jaringan menjadi

Page 124: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

108

terhambat sehingga dapat menghambat pertumbuhan jaringan baik pada

janin maupun pada plasenta sehingga dapat mengakibatkan kematian

janin dalam kandungan, abortus, cacat bawaan, partus premature, partus

lama dan lain-lain (Puji, 2007).

Selai itu, Bondevik (2001) dalam Simbolon dan Aini (2013)

menjelaskan bahwa secara fisiologis, penurunan kadar hemoglobin

selama kehamilan terjadi karena ketidakseimbangan jumlah sel darah

merah dan plasma darah. Ketidakseimbangan ini akan terlihat dalam

bentuk penurunan kadar hemoglobin. Peningkatan jumlah eritrosit juga

menyebabkan peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan

sekaligus untuk pertumbuhan janin. Anemia pada ibu hamil

mengakibatkan gangguan nutrisi dan oksigenasi utero plasenta, sehingga

ibu hamil yang mengalami anemia akan berdampak pada gangguan

pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas,

prematuritas,cacat bawaan, atau janin lahir dengan BBLR.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Festy (2010) yang menunjukan bahwa anemia berisiko 3,366 kali

menyeybabkan BBLR. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh

Mumbare (2011) di India juga menunjukan bahwa anemia berisiko 3,36

kali menyebabkan BBLR. Penelitian yang dilakukan oleh Merzaila

(2011) juga menunjukan bahwa ibu yang mengalami anemia berisiko 4,

397 kali menyebabkan BBLR dibandingkan ibu yang tidak mengalami

anemia.

Page 125: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

109

Untuk memperbaiki keadaan anemia karena kekurangan zat besi,

ibu akan diberikan suplemen zat besi. Petugas kesehatan perlu

menjelaskan kepada ibu bahwa ia dapat membantu dirinya sediri dengan

mengikuti praktik penyusunan makanan berikut ini yaitu secara teratur

memakan daging, unggas dan ikan yang merupakan sumber zat besi yang

baik, mengkonsumsi roti dan sereal yang diperkuat dengan kandungan

zat besi, penyerapan zat besi meningkat jika vitamin C dikonsumsi

bersama makanan. Sumber yang baik dari vitamin C termasuk buah

jeruk, sroberi, tomat, belewah, brokoli, lada dan kentang, memilih

sayuran yang banyak mengandung zat besi seperti bayam, brokoli,

dandelion hijau, dan sayuran berdaun hijau lainya dan gunakan panci dan

wajan besi untuk memasak (Ladewig, W Patricia et all, 2005).

Berdasarkan laporan bulanan Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan cakupan pemberian Fe dan pemeriksaan Hb pada wanita hamil

sudah mencapai target, tetapi kasus anemia pada ibu hamil pada

penelitian ini cukup banyak yaitu sebesar 32,6%. Selain itu, tablet Fe

yang diberikan oleh petugas kesehatan puskesmas tidak diminum oleh

ibu hamil sehingga perlu dilakukanya suplementasi tablet zat besi pada

ibu hamil didepan petugas kesehatan, serta penyuluhan/konsultasi tentang

pengenalan anemia dan cara pencegahannya. Kemudian, keluarga juga

harus ikut memberikan dukunganya bagi ibu yang sedang hamil yaitu

dengan melakukan pengawasan terhadap ibu hamil dalam suplemetasi zat

besi dengan membentuk PMO (Pengawas Minum Obat) seperti keluarga

Page 126: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

110

ibu hamil, kader atau petugas puskesmas. Hal ini dilakukan karena

cakupan pemberian Fe dan pemeriksaan Hb pada ibu hamil sudah

6.9 Risiko Kehamilan Ganda (kembar) dengan Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian ini, ibu yang melahirkan bayi kembar

hanya terdapat pada kelompok kasus sebesar 17,9 %. Sedangkan pada

kelompok kontrol, semua ibu melahirkan dengan jumlah janin tunggal.

Hal ini menunjukan bahwa ibu yang melahirkan bayi kembar

berpengaruh terhadap kejadian BBLR karena hasil penelitian ini

menunjukan semua ibu yang melahirkan bayi kembar memiliki berat

lahir rendah.

Walaupun secara statistik hasil penelitian ini tidak dapat dianalisis,

namun secara biologis kehamilan ganda berisiko terhadap kejadian

BBLR. Pada kehamilan ganda berat badan satu janin ganda rata-rata

lebih ringan 1000 gram dari janin tunggal. Berat badan janin dari

kehamilan ganda tidak sama. Umumnya, terjadi perbedaan antara 50

sampai 1000 gram. Selain itu, terjadi pembagian sirkulasi darah yang

tidak sama. Akibatnya. pertumbuhan kedua janinnya pun berbeda

(Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UI RSCM, 2014 ).

Berat lahir merupakan faktor penting pada kehamilan ganda,

agaknya 2000 gr merupakan titik kritis. Sementara berat masing-masing

anak lebih kecil dari rata-rata, berat totalnya lebih besar dari bayi

tunggal. Salah satu anak dapat lebih berat 50 sampai 1000 gr dari lainya.

Page 127: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

111

Separoh kasus anaknya mempunyai berat badan cukup bulan.

Seperdelapan kehamilan kedua bayinya dibawah 1500gr. Tiga perdelapan

sisanya antara 1500 sampai 2500 gr (Oxorn & Forte, 2010).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dian Alya di Banda Aceh pada tahun 2013 yang menyebutkan

bahwa kehamila ganda berisiko 3,028 kali lebih besar menyebabkan

BBLR dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Namun hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Merzalia (2011) yang

menyatakan bahwa kehamilan ganda tidak dapat dianalisis dikarenakan

semua ibu yang mengalami kehamilan ganda melahirkan bayi dengan

berat lahir rendah.

Dengan demikian, ibu yang mengalami kehamilan kembar harus

memperhatikan pola makan pada saat hamil agar nutrisi dari ibu ke kedua

janin dapat tersalurkan dengan cukup. Selain itu, ibu juga harus rutin

melakukan kunjungan antenatal agar setiap risiko diketahui secara dini

sehingga dapat dilakukan tindakan secara cepat.

6.10 Risiko Tingkat Pendidikan Rendah terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai OR sebesar 0,841

(95% CI = 0,510-1,388). Pada CI 95% antara lower dan upper limit

terdapat nilai 1, sehingga nilai OR tidak bermakna atau dapat

disimpulkan pendidikan rendah tidak berisiko terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014.

Page 128: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

112

Hal ini dimungkinkan terjadi karena 60% ibu yang melahirkan bayi

BBLR memiliki tingkat pendidikan tinggi.

Selain itu, pengetahuan ibu tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat

pendidikanya karena dengan kemajuan teknologi banyak media yang

memberikan informasi tentang kehamilan dan persalinan. Kunjungan

ANC (Antenatal Care) juga dimungkinkan memberikan pengaruh

terhadap pengetahuan ibu, dimana ibu bisa menerima informasi

mengenai faktor risiko BBLR dan ibu dapat mendeteksi sedini mungkin

faktor risiko dalam kehamilanya serta dapat melakukan tindakan

pencegahan terhadap setiap risiko yang dapat terjadi.

Pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang menerima

informasi lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah.

Pengetahuan kesehatan yang tinggi menunjang perilaku hidup sehat

dalam pemenuhan gizi ibu selama kehamilan. (Festy, 2009). Pendidikan

juga sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang

perawatan kehamilan dan gizi selama masa kehamilan (Simarmata,2010).

Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari

pengambilan keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan menerima

dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi

pendidikan ibu akan semakin mampu mengambil keputusan bahwa

pelayanan kesehatan selama hamil dapat mencegah gangguan sedini

mungkin bagi ibu dan janinnya. Pendidikan juga sangat erat kaitannya

Page 129: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

113

dengan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan dan gizi

selama masa kehamilan (Simarmata, 2010).

Walaupun adanya perbedaan antara hasil penelitian ini dengan

penelitian yang lainya tentang risiko pendidikan terhadap BBLR, namun

petugas kesehatan puskesmas maupun Dinas Kesehatan harus terus

berupaya dalam memberikan konseling atau penyuluhan terhadap ibu

hamil. Misalnya dengan memberikan penyuluhan mengenai faktor risiko

BBLR dan dampak bagi ibu bayi yang megalami BBLR setiap kali ibu

melakukan kunjungan ANC. Selain itu, membuat kelas ibu hamil yang

dibina oleh bidan desa. Dimana dalam kelas ibu hamil tersebut petugas

kesehatan dapat secara efektif memberikan informasi mengenai

kesehatan ibu hamil dan dalam kelas tersebut ibu hamil dapat

berkonsultasi mengenai masalah kehamilanya.

6.11 Risiko Status Ibu Bekerja terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai OR sebesar 0,515

(95% CI = 0,201-1,316). Pada CI 95% antara lower dan upper limit

terdapat nilai 1, sehingga nilai OR tidak bermakna atau dapat

disimpulkan bahwa pekerjaan ibu tidak berisiko terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014.

Hal ini dimungkinkan terjadi karena sebagian besar sampel dalam

penelitian ini tidak bekerja baik pada ibu yang melahirkan bayi lahir

rendah (93,7 %) maupun pada bayi lahir normal (88,4 %).

Page 130: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

114

Selain itu, hal ini juga dimungkinkan terjadi karena sebagian besar

ibu yang bekerja memiliki pekerjaan yang tidak membahayakan

kesehatan janin, kemudian ibu yang bekerja mempunyai pendidikan

tinggi sehingga mereka dapat mengurangi faktor risiko dari pekerjaan

mereka dengan melakukan pencegahan secara dini. Hal ini sudah sesuai

dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa sebagian besar ibu yang

bekerja mempunyai pendidikan yang tinggi yaitu sebesar 69,81%.

Menurut Yuliva, dkk (2009) menjelaskan bahwa rata-rata berat

lahir bayi berdasarkan jenis pekerjaan dengan aktivitas fisik berat pada

kelompok ibu bekerja lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat

lahir bayi ibu tidak bekerja dengan aktivitas berat. Wanita hamil yang

berada dalam keadaan stres akan mempengaruhi perilakunya dalam hal

pemenuhan intake nutrisi untuk diri dan janin yang dikandungnya. Nafsu

makan yang kurang menyebabkan intake nutrisi juga berkurang, sehingga

terjadi gangguan pada sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui plasenta.

Hal ini akan dapat mempengaruhi berat lahir bayi yang akan dilahirkan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Festy

(2010) dan Rizvi, et all (2007) yang menunjukan bahwa pekerjaan ibu

tidak berisiko terhadap kejadian BBLR. Namun hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2008) yang

menunjukan bahwa pekerjaan berisiko 3,47 kali menyebabkan BBLR

dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.

Page 131: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

115

Walaupun hasil penelitian ini menunjukan bahwa pekerjaan tidak

berisiko terhadap kejadian BBLR, namun ibu hamil yang bekerja harus

tetap berhati-hati dan menjaga aktivitas fisik dan pola makanya agar janin

yang dikandungnya tumbuh sehat.

6.12 Risiko Komplikasi Kehamilan terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang

mengalami komplikasi kehamilan berupa hipertensi hanya terdapat pada

pada kelompok kasus yaitu sebesar 12,6 %. Sedangkan pada kelompok

kontrol, tidak terdapat ibu yang mengalami hipertensi pada saat

kehamilanya.

Walaupun secara statistik, hasil ini tidak dapat dianalisis namun

secara biologis hipertensi dapat menyebabkan retardasi perkembangan

janin yang berujung pada berat lahir rendah. Hipertensi dalam kehamilan

adalah komplikasi serius pada trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis

seperti edema, hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma. Dengan

terjadinya hipertensi, maka terjadi spasme pembuluh darah, sehingga

terjadi gangguan fungsi plasenta, maka sirkulasi uteroplasenter akan

terganggu, pasokan nutrisi dan O2 akan tergangu sehingga janin akan

mengalami pertumbuhan janin yang terganggu dan bayi akan lahir

dengan berat bayi lahir rendah (Wijayarini, 2002 dalam Kurniawati,

2010).

Page 132: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

116

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda yang

lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsi, kenaikan tekanan sistolik

harus 30 mm Hg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan,

atau mencapai 140 mm Hg atau lebih dan tekanan diastolik naik dengan

15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mm Hg maka diagnosis hipertensi

dapat ditegakkan (Manuaba, 2008).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Mumbare, et all (2011) di India menyebutkan bahwa hipertensi

dalam kehamilan memiliki risiko terhadap kejadian BBLR sebesar 3,32

(CI 95% 1,55-7,10). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Coutinho,

et all (2009) yang dilakukan di Brazil juga menyatakan bahwa hipertensi

berisiko 2,58 (CI 95% 2,34-2,86) kali lebih besar menyebabkan BBLR

dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami hipertensi.

Terapi non farmakologi bisa dilakukan untuk menangani

hipertensi, walaupun tidak memberikan dampak yang berarti. Meskipun

bed rest yang ketat dapat menurunkan tekanan darah, tetapi umumnya

keadaan ini tidak direkomendasikan. Membatasi aktifitas fisik dan

mengurangi stress selalu dianjurkan. Membatasi masukan garam tidak

dianjurkan, kecuali pada penderita yang jelas diketahui sebelumnya

mempunyai hipertensi sensitive terhadap garam (salt-sensitive

hypertension), karena wanita hamil dengan hipertensi mempunyai

volume plasma yang lebih rendah dibanding wanita dengan normotensi.

Jika diperlukan pengobatan farmakologik, methyldopa dapat menjadi

Page 133: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

117

pilihan. Sebaliknya penggunaan antihipertensi tidak selalu menunjukkan

peningkatan survival pada janin dan menghasilkan anak dengan mental

dan perkembangan fisik yang normal. Penggunaan obat-obat anti

hipertensi lain akan mempunyai hasil yang sama, tetapi belum diteliti

dengan sempurna. Termasuk terapi awal dengan beta bloker β1 selektif

atau diuretic. Calcium channel blocker terbukti telah efektif dan

penggunaan ACE inhibitor tidak boleh digunakan dan keamanan

penggunaan angiotensin II blocking agent belum diketahui (Anwar,

2004).

Selain langkah-langkah diatas, bagi petugas kesehatan diharapkan

melakukan deteksi dini faktor risiko Hipertensi Dalam Kehamilan

(HDK), sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan yang sifatnya

promotive, preventive dan curative kepada ibu hamil dan melahirkan

serta dapat mengantisipasi adanya kegawatdaruratan pada ibu maupun

bayi dan segera melakukan rujukan dalam rangka membantu menurunkan

angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Selain itu, ibu hamil maupun

keluarga harus dapat mengenali tanda bahaya kehamilan sehingga dapat

menerapkan langkah-langkah promotive dan preventive dengan petunjuk

dari petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan

dan mengurangi risiko kelahiran BBLR.

Page 134: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

118

6.13 Risiko Penyakit Ibu dengan Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012- April 2014

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ibu yang menderita

penyakit pada saat kehamilanya hanya terdapat pada kelompok kasus

yaitu berupa batu ginjal, asma, dan magh. Sedangkan pada kelompok

kontrol, semua ibu tidak menderita penyakit pada saat kehamilanya.

Walaupun secara statistik penyakit ibu tidak dapat dianalisis,

namun secara biologis ketiga penyakit tersebut berisiko menyebabkan

BBLR. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran napas

mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan

tertentu yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat

sementara. Wanita yang hamil bernapas untuk dua orang, karena itu

penting untuk mengendalikan asmanya. Kesulitan bernapas yang dialami

wanita hamil mempengaruhi sang janin karena adanya kompromi

terhadap suplai oksigen. Jika asmanya terkendali, wanita penderita asma

tidak akan mengalami komplikasi selama kehamilan dan bisa melahirkan

sebagaimana wanita yang non-asmatik. Namun, asma yang tak terkendali

selama kehamilan bisa mengakibatkan masalah kehamilan dan

komplikasi pada sang janin seperti kelahiran prematur, bayi yang lahir

kurang berat badan lahir rendah (BBLR), perubahan tekanan darah

“maternal” (seperti eklampsia) (Chaitow, 2005).

Serangan yang akut membahayakan janin dalam kandungan ibu

hamil, karena berkurangnya pasokan oksigen yang diterima. Karena itu

Page 135: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

119

sangat penting untuk mencegah terjadinya serangan selama kehamilan

dan proses melahirkan. Caranya tak lain dengan strategi tiga jalur

pertahanan terhadap asma yaitu aturlah lingkungan hidup penderita asma

(kendalikan pemicu asma di lingkungan sekitarnya), aturlah

kesejahteraan saluran pernapasanya agar saluran napas tersebut kurang

sensitive, sehingga lebih kecil kemungkinanya bereaksi dengan

menimbulkan gejala asma dan aturlah serangan asma (kenali gejala

datangnya serangan secara dini dan bertindak untuk menghentikanya

sebelum berkembang menjadi masalah yang lebih besar) (Chaitow,

2005).

Oleh sebab itu mengontrol asma selama kehamilan sangat penting

untuk mencegah keadaan yang tidak dimungkinkan baik pada ibu

maupun pada janinya. Pada umumnya semua obat asma dapat diminum

selama kehamilan kecuali komponen adrenergik, bromfeniramin dan

epinefrin. Kortikosteroid inhalasi sangat bermanfaat untuk mengontrol

asma dan mencegah serangan akut terutama saat kehamilan. Bila terjadi

serangan harus segera ditanggulangi secara agresif yaitu pemberian

inhalasi agonis beta-2, oksigen dan kortikosteroid sistemik. Pemilihan

obat pada penderita hamil dianjurkan yaitu obat inhalasi dan memakai

obat-obat lama yang pernah dipakai pada kehamilan sebelumnya yang

sudah terdokumentasi dan terbukti aman. (Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2004).

Page 136: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

120

Penyakit batu saluran kemih (batu ginjal) adalah terbentuknya batu

yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air

kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang

mempengaruhi daya larut substansi (Lina, 2008). Pada batu yang masih

berukuran kecil dapat tidak memberikan gejala. Bahkan terkadang batu

keluar sendiri saat buang air kecil yang sering terlihat sebagai kencing

berpasir. Namun, pada batu yang berukuran lebih besar, maka dapat

memberikan keluhan seperti nyeri kolik (nyeri yang disebabkan karena

usaha untuk mengeluarkan batu, namun tersangkut di saluran kemih),

hematuria (ada darah di urin), nyeri saat berkemih, terutama saat batu

bergerak, buang air kecil sedikit, yang disebabkan tersumbatnya saluran

kemih oleh batu, mual dan muntah (Gopar, 2009).

Bagi penderita batu saluran kemih, diagnosis lebih tepat dengan

melakukan pemeriksaan intravenous pielografi; akan tetapi janin harus

dilindungi dari efek penyinaran. Dewasa ini dapat pula dengan USG dan

MRI. Bila diketahui adanya urolitiasis dalam kehamilan, terapi pertama

adalah analgetika untuk menghilangkan sakitnya, diberi cairan banyak

agar batu dapat ke bawah, karena hampir 80% batu akan dapat turun ke

bawah, serta antibiotika. Pada penderita yang membutuhkan tindakan

operasi, sebaiknya operasi dilakukan setelah trimester pertama atatu

setelah post partum. Pada batu buli-buli, bila batu tersebut diperkirakan

menghalangi jalannya persalinan, kehamilan diakhiri dengan SC, dan

Page 137: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

121

batu diangkat post partum dengan seksio alta atau lipotripsi

(Wiknyosastro, 2007).

Saat hamil, terkadang ibu hamil tidak berselera makan, mual dan

muntah (emesis gravidarium) akibat pengaruh hormone chorionic

gonadotropin. Karena perut sering tidak terisi, maka sakit maag akan

muncul. Penyakit maag yang diderita sebelumnya dapat memperburuk

masa mengidam ibu hamil, yaitu mual dan muntah berlebih (hiperemesis

gravidarum) Pada ibu hamil rentan sakit maag. Bahkan, yang tadinya

tidak menderita maag bisa saja terkena maag saat hamil. Salah satu

penyakit saluran pencernaan ini dialami berkisar 60-80% ibu hamil.

Biasanya, keluhan pada daerah sekitar lambung baik itu mual, muntah

(emesis gravidarum), heart burn (rasa panas di ulu hati, bahkan sampai

mual dan muntah yang berlebihan ( hiperemesis gravidarium) (Bambang,

2011).

Berdasarkan penelitian, obat yang dijual bebas untuk mengatasi

keluhan maag relatif aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil, tetapi sesuai

dosis. Karena tidak ditemukan efek teratogenik, malformasi (kecacatan)

pada bayi. Namun sebelum itu terlebih dahulu berkonsultasi ke dokter

agar lebih tepat jenis obat dan dosis sesuai dengan kebutuhan. Berikut

ada 2 cara untuk mengatasi gejala saluran pencernaan, antara lain

farmakologis yaitu dengan menggunakan obat (vitamin B6, B12, anti

histaine, antasida, H2 reseptor antagonist dan proton pump inhibitor) dan

non farmakologis yaitu tanpa menggunakan obat seperti jahe (bentuk

Page 138: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

122

permen, sirup, atau kapsul), akupuntur atau dengan cara mengoleskan

minyak kayu putih pada tubuh juga dapat mengurangi gas berlebih pada

tubuh (Bambang, 2011).

Page 139: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

123

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012 sampai dengan

April 2014, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut ;

a. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi BBLR

berdasarkan karakteristik ibu yaitu umur paling banyak adalah

kelompok umur 20-35 tahun (91,6 %), tinggi badan ≥145cm (93,7 %),

penambahan berat badan ≥10kg (60%), usia kehamilan ≥37 minggu

(56,8%), tidak mengalami KEK (81,1 %), ibu yang tidak menderita

anemia lebih (67,4%), bayi tunggal (82,1 %), tingkat pendidikan tinggi

(60%), status bekerja ibu sebagai ibu rumah tangga (93,7%), tidak

mengalami komplikasi kehamilan (87,4 %) dan tidak adanya penyakit

pada saat hamil (93,7 %).

b. Variabel yang tidak berisiko terhadap kejadian BBLR di Wilayah

Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012 sampai

dengan April 2014 yaitu umur ibu, pendidikan, status bekerja dan

penambahan berat badan ibu.

c. Variabel kehamilan ganda, penyakit penyerta pada ibu dan komplikasi

kehamilan hanya terdapat pada kelompok kasus sehingga tidak dapat

dianalisis lebih lanjut.

Page 140: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

124

d. Tinggi badan ibu <145cm berisiko 6,3 kali terhadap kejadian BBLR di

Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari

2012 sampai dengan April 2014 dengan 95% CI:1,254-32,023

e. Umur kehamilan <37 minggu berisiko 143,5 kali terhadap kejadian

BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode

Januari 2012 sampai dengan April 2014 dengan 95% CI:19,292-1067,

397.

f. Kekurangan Energi Kronik berisiko 8,7 kali terhadap kejadian BBLR

di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari

2012 sampai dengan April 2014 dengan 95% CI:2,806-27,089.

g. Anemia berisiko 3,9 kali terhadap kejadian BBLR di Wilayah Kerja

Puskesmas Kota Tangerang Selatan Periode Januari 2012 sampai

dengan April 2014 dengan 95% CI:2,088-7,277.

7.1 Saran

7.1.1 Bagi Dinas Kesehatan dan Petugas Puskesmas

a. Melakukan kegiatan suplementasi Fe pada ibu hamil didepan

petugas kesehatan dan melakukan pengawasan terhadap ibu

hamil dalam suplemetasi zat besi.

b. Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil mengenai risiko

BBLR dan dampak yang ditimbulkan akibat BBLR dan

penyuluhan secara intensif kepada pasangan umur subur (PUS)

harus digalakan oleh petugas kesehatan agar proses kehamilan

Page 141: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

125

dan persalinan dapat direncanakan sehingga faktor risiko pada

ibu hamil dapat dicegah.

c. Pemantauan status gizi ibu sebelum dan selama hamil perlu

dilakukan lebih intensif untuk mencegah terjadinya BBLR Hal

ini dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan kunjungan

rumah terhadap ibu hamil yang tidak rutin ke pelayanan

kesehatan, serta memberikan motivasi dan konseling.

7.1.2 Bagi Masyarakat

a. Ibu hamil maupun keluarga harus dapat mengenali tanda

bahaya kehamilan sehingga dapat menerapkan langkah-langkah

promotive dan preventive dengan petunjuk dari petugas

kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi kehamilan

dan mengurangi risiko kelahiran BBLR.

b. Disarankan bagi ibu hamil agar menjalani kehamilan yang

sehat sehingga akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir

normal yaitu dengan menjaga pola makan dan aktivitas fisik

serta rajin melakukan kunjungan ANC (Ante Natal Care).

c. Disarankan bagi ibu hamil agar meminum suplemen zat besi

yang telah diberikan oleh puskesmas dan bagi keluarga agar

berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap ibu

hamil dalam meminum suplemen zat besi.

Page 142: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

126

7.1.3 Bagi Peneliti Lain

a. Bagi peneliti lain agar melakukan penelitian yang sama dengan

variabel yang lebih bervariasi dan mencakup data dari seluruh

fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik

bersalin dan praktek bidan swasta, sehingga dapat dieproleh

gambaran secara keseluruhan dimana hasil penelitian dapat

dimanfaatkan sebagai dasar untuk penyusunan rencana

(intervensi) strategis bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang

Selatan.

Page 143: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

127

DAFTAR PUSTAKA

Albugis, Djamilah. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Ibu Hamil di Wilayah Puskesmas Jembatan Serong Kecamatan Pancoran Mas Depok Jawa Barat. Depok: Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Anwar, Bahri. 2004. Wanita Kehamilan dan Penyakit Jantung. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Atriyanto, Primades. 2006. Pengaruh Kualitas Pelayanan Anternatal (Berdasarkan Frekuensi Pelayanan, Jadwal Pelayanan, dan Konseling) Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia: Analisis Data SDKI 2002-2003. Tesis. Depok: Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan . 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Bambang. 2011. Solusi Penyakit Maagh Tanpa Mengobati. Diakses pada tanggal 4 juli 2014 dari http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/SolusiPenyakitMaag_bambang_10186.pdf

Bisai, Samiran. 2003. Maternal Height As An Independent Risk Factor For Neonatal Size Among Adolescent Bengalees In Kolkata, India. Ethiophian Journal Of Health Science. 2010; 20(3): 153–158.

Budiman. 2011. Korelasi Antara Berat Badan Ibu Hamil dengan Berat Lahir Bayi di RSUP dr. Kariadi. Semarang: Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro.

CDC. 2011. Maternal Health Indicators. Diakses pada tanggal 27 Desember 2013 dari Http://Www.Cdc.Gov/Pednss/What_Is/Pnss_Health_Indicators.Htm

Chaitow, Leon. 2005. Asma and Hay Fever. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.

Danusantoso, Halim, 2000. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. 2014. Kehamilan Ganda (Lebih dari Satu Janin Atau Multifetus).

Depkes RI. 2003. Program Penanggulangan Gizi pada Wanita Umur Subur (WUS), Direktorat Gizi Masyarakat & Binkesmas. Jakarta : Departemen kesehatan Republik Indonesia

Page 144: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

128

Depkes RI. 2003. Penyakit Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) dan Sistem Pelayanan Kesehatan Berkaitan di Indonesia. Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI, 2009. Kumpulan Buku Acuan Kesehatan Bayi Baru Lahir.

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2010. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2011. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2012. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2013. Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan

Festy, Pipit. 2010. Analisis Faktor Risiko pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten Sumenep. Surabaya: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Gopar, Adul. 2009. Kehamilan kembar. Di akses Pada Tanggal 11 April 2014 dari http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/kehamilan-kembar.pdf

Haws, S Paulette. 2007. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Huwae, Irene Ratridewi, Putri, Awliyana Risla, Fitri, Loeki Enggar. 2012. Hubungan Antara Infeksi Malaria pada Ibu Hamil dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah dan Kejadian Malaria Kongenital di Rumah Sakit Umum Daerah Lewoleba Lembata. Malang: Universitas Brawijaya.

Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Napas. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Popular.

Kemar, Ratna Prihastuti. 2008. Hubungan Status Gizi Ibu Hamil Trisemster III dengan Kejadian BBLR. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Kramer. 1987. Determinants Of Low Birth Weight: Methodological Assessment And Meta-Analysis. WHO: 1987;65(5):663-737.

Ladewig, W Patricia, Et All. 2005. Asuhan Keperawatan Ibu - Bayi Baru Lahir. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lubis, RM. 2011. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kelahiran Prematur. Diakses pada tanggal 4 Maret 2014 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25255/4/Chapter%20II.pf

Page 145: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

129

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

Manuaba, dkk. 2008. Buku ajar Patologi obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta : EGC

Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Jakarta: Trans Info Media.

Muazizah. 2011. Hubungan Antara Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Dengan Berat Bayi Lahir di RS Permata Bunda Kabupaten Grobogan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Murti, Bisma. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurfilaila. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya BBBLR Periode Januari Sampai Desember 2012 Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin. Jurnal Karya Tulis Ilmiah: STIKKes Ubudiyah Banda Aceh.

Oxorn H & Forte R William. 2010. Ilmu kebidanan: patologi & fisiologi persalinan. Yogyakarta : yayasan essential medika (YEM).

Paul. 2012. Modul 5: Calculating Measures of Association.

Parhusip, Deliana.2010. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tindakan Mencegah dan Mengatasi Komplikasi Kehamilan Oleh Bidan Desa. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pelletier, Tiffany.2008. Long Term Effects of Low-Birth Weight. The Maternal Substance Abuse And Child Development Project, Emory University School Of Medicine, Department Of Psychiatry And Behavioral Sciences.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Pilliteri, Adele. 2002. Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Pramono & Muzakiroh. 2011. Pola Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah dan Faktor yang Mempengaruhinya di Indonesia Tahun 2010. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 14, No. 3, Juli, 2011.

Profil Kesehatan Indonesia. 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Epublik Indonesia

Page 146: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

130

Puji, Widiyastuti. 2009. Faktor-Faktor Risiko Ibu Hamil yang Berhubungan dengan Kejadian BBLR Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Ampel I Boyolali Tahun 2008. Skirpsi. Universitas Negeri Semarang.

Puspitasari, Cinde, Dkk. 2011. Hubungan Antara Kenaikan Berangt Badan Selama Kehamilan dengan Berat Bayi Baru Lahir Di Wilayah Kerja Puskesmas Rawalo Kabupaten Banyumas Tahun 2009-2010. Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 2 No. 1 Edisi Juni 2011.

Rasyid, S Puspita, Dkk. 2012. Faktor Risiko Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo. Jurnal Masyarakat Epidemiologi Indonesia. Volume 2 No. 2; Hal. 135.

Roeshadi, Haryono. 2004. Gangguan dan Penyulit dalam Masa Kehamilan. Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara.

Santoso, G.,2004, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Penerbit : Prestasi Pustaka.

Setianingrum, Susiana Iud Winanti. 2005. Hubungan Antara Kenaikan Berat Badan, Lingkar Lengan Atas, dan Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III dengan Berat Bayi Lahir di Puskesmas Ampel I Boyolali. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.

Sinatra, M.T, Dkk. 2009. Perbedaan Prevalensi Anemia Defisiensi Besi pada Perempuan Hamil di Daerah Pantai dan Pegunungan di Wilayah Semarang. Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia. Volum 33, No 2. April 2009.

Simbolon, Demsa dan Aini, Nur. 2013. Kehamilan Umur Remaja Prakondisi Dampak Status Gizi Terhadap Berat Lahir Bayi di Kabupaten Rejang Lebong Propinsi Bengkulu. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Subarkah & Yudarini. 2003. Hubungan Kondisi Sosial, Ekonomi dan Demografi Rumah Tangga dengan Berat Lahir (Studi di Indramayu, Jawa Barat (2001-2003). Tesis. Universitas Indonesia.

Sujoso, Dewi Prahastuti & Anita. 2011. Tempat Kerja dan Bahaya Reproduksi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Supriyono. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada Tenaga Kerja Wanita di PT HM Sampoerna. Di akses pada tanggal 4 Maret 2014 dari Http://Gizi.Depkes.Go.Id/Wp-Content/Uploads/2012/07/Hasil_-Supriyononakerwan.Pdf

Suriani, S. Oster. 2007. Hubungan Kualitas Pelayanan Antenatal Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Indonesia (Analisis Data Sekunder

Page 147: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

131

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesi). Tesis. Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Indonesia.

Surtiati, eti. 2003. Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah dalam Konteks Perawatan Maternitas di Rumah Sakit Umum Palang Merah Indonesia Kota Bogor. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Susant. 2007. Confidence Intervals of Odds Ratio and Relative Risk. Diakses pada tanggal 12 April 2014 dari http://www.biostat.umn.edu/~susant/Fall10ph6414/Lesson14_complete.pdf

Trihardiani, ismi. 2011. Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Singkawang Timur Dan Utara Kota Singkawang. Semarang: Program Sarjana Pendidikan Kedokteran Universitas Diponegoro.

Yuliva, dkk. 2009. Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Berat Lahir Bayi di RSUP dr. M. Djamil Padang. Berita Kedokteran Masyarakat : Vol. 25, No. 2, Juni 2009

Wheeler, Linda. 2004. Asuhan Prenatal dan Pascapartum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO.2013. Care Of The Preterm And/Or Low-Birth-Weight Newborn. Diakses pada tanggal 19 Desember 2013 dari Http://Www.Who.Int/Maternal_Child_Adolescent/Topics/Newborn/Care_Of_Preterm/En/

WHO.2011. Guidelines On Optimal Feeding Of Low Birth Weight Infants In Low-And-Middle Income Countries.

WHO. 2004. Low Birth Weight.

WHO. 2007. Indoor Air Pollution From Solid Fuels And Risk Of Low Birth Weight And Stillbirth.

Wiknyosastro, Hanifah. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Wulandari, Ika Ratna. 2011. Hubungan Antara Berat Badan Ibu Hamil dengan Berat Badan Bayi yang dilahirkan di Wilayah Puskesmas Brangsong I Kendal. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Page 148: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

132

OUTPUT SPSS

1. Umur Ibu

Umur Ibu * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

Umur Ibu 0 Count 8 8 16

% within BB Bayi 8.4% 4.2% 5.6%

1 Count 87 182 269

% within BB Bayi 91.6% 95.8% 94.4%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 2.119a 1 .145

Continuity Correctionb 1.399 1 .237

Likelihood Ratio 2.004 1 .157

Fisher's Exact Test .174 .120

Linear-by-Linear Association 2.112 1 .146

N of Valid Casesb 285

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kat_umur (0/ 1) 2.092 .760 5.759

For cohort BB Bayi = 0 1.546 .919 2.599

For cohort BB Bayi= 1 .739 .450 1.215

N of Valid Cases 285

Page 149: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

133

2. Tinggi Badan Ibu

Tinggi badan* BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

kat_tb 0 Count 6 2 8

% within BB Bayi 6.3% 1.1% 2.8%

1 Count 89 188 277

% within BB Bayi 93.7% 98.9% 97.2%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 6.431a 1 .011

Continuity Correctionb 4.646 1 .031

Likelihood Ratio 5.989 1 .014

Fisher's Exact Test .018 .018

Linear-by-Linear Association 6.408 1 .011

N of Valid Casesb 285

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.67.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kat_tb (.00 /

1.00) 6.337 1.254 32.023

For cohort BB Bayi = .00 2.334 1.511 3.607

For cohort BB Bayi = 1.00 .368 .111 1.227

N of Valid Cases 285

Page 150: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

134

3. Penambahann Berat Badan Ibu

kat_bb_tambah * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

kat_bb_tambah 0 Count 38 77 115

% within BB Bayi 40.0% 40.5% 40.4%

1 Count 57 113 170

% within BB Bayi 60.0% 59.5% 59.6%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .007a 1 .932

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .007 1 .932

Fisher's Exact Test 1.000 .518

Linear-by-Linear Association .007 1 .932

N of Valid Casesb 285

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 38.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for

kat_bb_tambah (.00 / 1.00) .978 .592 1.617

For cohort BB Bayi = .00 .986 .705 1.378

For cohort BB Bayi = 1.00 1.007 .852 1.190

N of Valid Cases 285

Page 151: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

135

4. Usia Kehamilan

kat_usia_hamil * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

kat_usia_hamil 0 Count 41 1 42

% within BB Bayi 43.2% .5% 14.7%

1 Count 54 189 243

% within BB Bayi 56.8% 99.5% 85.3%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 91.607a 1 .000

Continuity Correctionb 88.246 1 .000

Likelihood Ratio 95.925 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 91.286 1 .000

N of Valid Casesb 285

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kat_usia_hamil

(.00 / 1.00) 143.500 19.292 1067.397

For cohort VAR00001 = .00 4.393 3.456 5.584

For cohort VAR00001 = 1.00 .031 .004 .213

N of Valid Cases 285

Page 152: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

136

5. Anemia pada Ibu

anemia * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

anemia 0 Count 31 21 52

% within BB Bayi 32.6% 11.1% 18.2%

1 Count 64 169 233

% within BB Bayi 67.4% 88.9% 81.8%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 19.771a 1 .000

Continuity Correctionb 18.351 1 .000

Likelihood Ratio 18.720 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 19.701 1 .000

N of Valid Casesb 285

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for anemia (.00 /

1.00) 3.898 2.088 7.277

For cohort bb bayi = .00 2.170 1.598 2.947

For cohort bb bayi= 1.00 .557 .396 .782

N of Valid Cases 285

Page 153: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

137

6. Pendidikan Ibu

kat_didik_bru * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

kat_didik_bru 0 Count 38 84 122

% within BB Bayi 40.0% 44.2% 42.8%

1 Count 57 106 163

% within BB Bayi 60.0% 55.8% 57.2%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .459a 1 .498

Continuity Correctionb .303 1 .582

Likelihood Ratio .460 1 .498

Fisher's Exact Test .527 .292

Linear-by-Linear Association .457 1 .499

N of Valid Casesb 285

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.67.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for kat_didik_bru

(.00 / 1.00) .841 .510 1.388

For cohort BB Bayi= .00 .891 .636 1.247

For cohort BB Bayi = 1.00 1.059 .899 1.248

N of Valid Cases 285

Page 154: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

138

7. Penyakit Ibu selama Kehamilan

Penyakit * BB Bayi Crosstab

BB Bayi

Total 0 1

penyakit 0 Count 6 0 6

% within BB Bayi 6.3% .0% 2.1%

1 Count 89 190 279

% within BB Bayi 93.7% 100.0% 97.9%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

8. Kehamilan Ganda

kat_janin * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

kat_janin 0 Count 17 0 17

% within BB Bayi 17.9% .0% 6.0%

1 Count 78 190 268

% within BB Bayi 82.1% 100.0% 94.0%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Page 155: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

139

9. Hipertensi

Hipertensi*BB Bayi Crosstab

BB bayi

Total 0 1

VAR00004 0 Count 12 0 12

% within BB bayi 12.6% .0% 4.2%

1 Count 83 190 273

% within BB bayi 87.4% 100.0% 95.8%

Total Count 95 190 285

% within BB bayi 100.0% 100.0% 100.0%

10. Pekerjan

Pekerjaan * BB Bayi Crosstabulation

BB Bayi

Total 0 1

VAR00003 0 Count 6 22 28

% within BB Bayi 6.3% 11.6% 9.8%

1 Count 89 168 257

% within BB Bayi 93.7% 88.4% 90.2%

Total Count 95 190 285

% within BB Bayi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.980a 1 .159

Continuity Correctionb 1.431 1 .232

Likelihood Ratio 2.121 1 .145

Fisher's Exact Test .206 .114

Linear-by-Linear Association 1.973 1 .160

N of Valid Casesb 285

Page 156: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

140

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pekerjaan (.00 /

1.00) .515 .201 1.316

For cohort BB Bayi = .00 .619 .299 1.283

For cohort BB Bayi= 1.00 1.202 .971 1.487

N of Valid Cases 285

11. KEK KEK * BBLR Crosstabulation

kat_bblr

Total 0 1

KEK Count 15 4 19

% 78.9% 21.1% 100.0%

tidak KEK Count 80 186 266

% 30.1% 69.9% 100.0%

Total Count 95 190 285

% 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 19.060a 1 .000

Continuity Correctionb 16.924 1 .000

Likelihood Ratio 17.938 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 18.993 1 .000

N of Valid Casesb 285

Page 157: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

141

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.33.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for KEK 8.719 2.806 27.089

For cohort kat_BB Bayi = .00 2.625 1.953 3.528

For cohort kat_BB Bayi= 1.00 .301 .126 .722

N of Valid Cases 285

Page 158: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

142

Page 159: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

143

Page 160: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

144

Page 161: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

145

Page 162: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

146

Page 163: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

147

Page 164: FAKTOR RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) …

148