Faktor Resiko Kematian Ibu Hamil

4
Faktor Resiko kematian ibu hamil Kematian ibu (maternal death) menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Penyebab utama kematian ibu diklasifikasikan sebagai langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung: berhubungan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum). Mayoritas penyebab kematian ibu adalah penyebab langsung. Penyebab tidak langsung: diakibatkan oleh penyakit yang telah diderita ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetrik, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan. Lima besar Menurut hasil kajian kinerja IGD Obstetri-Ginekologi dari RSUP Cipto Mangunkusumo, yang merupakan RS rujukan nasional, lima besar penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia, sepsis, infeksi dan gagal paru. 1. Perdarahan Perdarahan yang tidak terkontrol menyumbang sekitar 20%-25% kematian ibu sehingga merupakan risiko yang paling serius. Kehilangan darah dapat terjadi selama kehamilan, selama persalinan, atau setelah persalinan (post partum). Perdarahan post partum yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 1.000 mL adalah penyebab utama kematian. Meskipun dapat dicegah, tidak semua kasus perdarahan post partum dapat dihindari. Atonia uterus (uterine atony), yaitu kondisi di mana otot rahim kehilangan kemampuan untuk berkontraksi setelah melahirkan, adalah penyebab utama perdarahan post partum. . Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Penyebab lain yang lebih jarang adalah retensi plasenta (retained placenta), di mana seluruh atau sebagian jaringan plasenta tertinggal di rahim. Penyebab trauma termasuk luka, ruptur uterus, dan inversi uterus. Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik , anemia, dan kelelahan, yang dapat menyulitkan perawatan pasca melahirkan. Anemia post-partum meningkatkan risiko depresi post-partum . Perdarahan post partum dapat ditangani dengan pengelolaan yang melibatkan obat-obatan dan perawatan non obat. 2. Eklampsia

Transcript of Faktor Resiko Kematian Ibu Hamil

Page 1: Faktor Resiko Kematian Ibu Hamil

Faktor Resiko kematian ibu hamil

Kematian ibu (maternal death) menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan/cedera. Penyebab utama kematian ibu diklasifikasikan sebagai langsung  dan tidak langsung. Penyebab langsung: berhubungan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (post-partum). Mayoritas penyebab kematian ibu adalah penyebab langsung. Penyebab tidak langsung: diakibatkan oleh penyakit yang telah diderita ibu, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstetrik, tapi penyakit tersebut diperberat oleh efek fisiologik kehamilan.

Lima besarMenurut hasil kajian kinerja IGD Obstetri-Ginekologi dari RSUP Cipto Mangunkusumo, yang

merupakan RS rujukan nasional, lima besar penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklampsia, sepsis, infeksi dan gagal paru.1. PerdarahanPerdarahan yang tidak terkontrol menyumbang sekitar 20%-25% kematian ibu sehingga merupakan risiko yang paling serius. Kehilangan darah dapat terjadi selama kehamilan, selama persalinan, atau setelah persalinan (post partum). Perdarahan post partum yang menyebabkan kehilangan darah lebih dari 1.000 mL adalah penyebab utama kematian. Meskipun dapat dicegah, tidak semua kasus perdarahan post partum dapat dihindari. Atonia uterus (uterine atony), yaitu kondisi di mana otot rahim kehilangan kemampuan untuk berkontraksi setelah melahirkan, adalah penyebab utama perdarahan post partum. . Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu. Penyebab lain yang lebih jarang adalah retensi plasenta (retained placenta), di mana seluruh atau sebagian jaringan plasenta tertinggal di rahim.  Penyebab trauma termasuk luka, ruptur uterus, dan inversi uterus.

Komplikasi dari perdarahan postpartum termasuk hipotensi ortostatik, anemia, dan kelelahan, yang dapat menyulitkan perawatan pasca melahirkan. Anemia post-partum meningkatkan risiko depresi post-partum.

Perdarahan post partum dapat ditangani dengan pengelolaan yang melibatkan obat-obatan dan perawatan non obat.2. Eklampsia

penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen)5. Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia. Eklampsia adalah kondisi yang ditandai dengan gagal ginjal, kejang, dan koma saat kehamilan atau pasca melahirkan, sehingga dapat berujung pada kematian ibu. Eklampsia biasanya terjadi setelah trimester ketiga kehamilan, mayoritas pada saat persalinan (intrapartum) dan 48 jam pertama setelah melahirkan (postpartum). Eklampsia merupakan komplikasi berat dari kondisi yang mendahuluinya, yaitu preeklampsia. Preeklampsia, juga dikenal sebagai toxemia kehamilan, ditandai dengan hipertensi (tekanan darah tinggi), proteinurea (protein dalam urin), edema (pembengkakan) umum, dan kenaikan berat badan secara tiba-tiba. Preeklampsia dapat diidentifikasi pada masa kehamilan dengan memantau tekanan darah, tes protein urin, dan pemeriksaan fisik. Deteksi dini dan pengelolaan preeklampsia dapat mencegah perkembangannya menjadi eklampsia.3. Aborsi yang tidak aman

Page 2: Faktor Resiko Kematian Ibu Hamil

Aborsi yang tidak aman. bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu di Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.4. Prevalensi pemakai alat kontrasepsi.Kontrasepsi modern memainkan peran penting untuk menurunk an kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 2002–2003 menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2 persen pada 20026 (Gambar 5.2 dan Tabel 5.1). Untuk indikator yang sama, SDKI 2002– 2003 menunjukkan angka 60.3 persen.5. . Sepsissebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit menular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10 persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap infeksi selama kehamilan, persalinan yangbersih, dan perawatan semasa nifas yang benar dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh disproposi cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus.4. Infeksi

Infeksi yang menyebabkan kematian ibu termasuk dalam kelompok penyebab tidak langsung. Infeksi yang paling umum adalah malaria, tuberkulosis, dan hepatitis. Ibu hamil yang terinfeksi penyakit-penyakit tersebut biasanya memiliki gejala yang lebih parah dan memiliki tingkat risiko tinggi keguguran, kematian janin, persalinan prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi dan/atau ibu. Malaria merupakan infeksi parasit yang ditularkan oleh nyamuk dan menewaskan lebih dari 1 juta

orang setiap tahunnya. Penyakit ini lebih umum pada wilayah Indonesia bagian timur. Malaria dapat dicegah dengan obat-obatan yang tepat dan perangkat antinyamuk.

Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang termasuk dalam target kedaruratan WHO sejak tahun 2005. Sekitar sepertiga dari populasi dunia (diperkirakan sekitar 1,75 miliar) terinfeksi basil tuberculosis. Penyakit ini dapat diperberat oleh kehamilan dan menyebabkan kematian ibu dan/

atau janin. TB dapat disembuhkan dengan obat-obatan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Hepatitis  adalah infeksi virus yang menyerang fungsi hati. Virus hepatitis B (HBV) adalah

penyebab paling umum hepatitis pada ibu hamil, namun virus hepatitis E (HEV) adalah yang paling dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian ibu. Hepatitis E akut dapat memberikan gejala tiba-tiba dalam beberapa hari atau minggu sebelum kematian. Hepatitis dapat dicegah dengan kewaspadaan, imunisasi, dan sanitasi yang lebih baik.

5. Gagal ParuKegagalan pernafasan akut adalah salah satu penyebab umum kedaruratan kebidanan yang

berisiko kematian tinggi. Penyebab umum kegagalan pernapasan akut adalah embolisme paru (pulmonary embolism) dan paling sering terjadi pada periode setelah melahirkan (postpartum). Kehamilan meningkatkan risiko embolisme paru karena peningkatan kemampuan untuk membekukan darah (yang bermanfaat untuk menghentikan perdarahan saat persalinan). Sayangnya, kemampuan ini juga meningkatkan risiko trombosis (bekuan) darah yang secara mendadak menyumbat arteri paru-paru–kondisi yang disebut embolisme paru.

Tanda-tanda embolisme paru termasuk sesak napas tiba-tiba dan tanpa sebab, nyeri dada, dan batuk yang dapat disertai darah. Embolisme paru dapat dikelola segera dengan obat-obatan anti trombosis dan perawatan kedaruratan.

Faktor bblrBudayaBudaya adalah merupakan hal – hal yang berkaitan dengan akal, dimana mencakup kebiasaan – kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masayarakat dan berperan dalam setiap aspek kehidupan, tetapi masih banyak dijumpai sejumlah perilaku budaya yang dinilai tidak sesuai

Page 3: Faktor Resiko Kematian Ibu Hamil

dengan prinsip – prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran atau bahkan membrikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya (Syafrudin & Mariam, 2010).Status Gizi IbuStatus gizi ibu akan mempengaruhi status gizi janin dan berat lahir bayi. Penilaian status gizi dan perubahan fisiologis selama hamil dapat digunakan untuk memperkirakan laju pertumbuhan janin, misalnya berat badan bayi rendah sebelum konsepsi serta pertambahan berat badan yang tidak adekuat (Arisman, 2004).Kunjungan pemeriksaan kehamilan

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2010) ternyata hanya 61,4 % ibu hamil yang datang berkunjung untuk memeriksakan kehamilan 4 kali dengan pola kunjungan 1 kali trimester 1, 1 kali trimester 2 dan 2 kali trimester 3 dengan komponen lengkap pemeriksaan 5T hanya 19,9% dan provinsi Sumatera Utara yang terendah hanya 6,8%. Sedangkan Cakupan pemeriksaan kehamilan K4 Propinsi Sumatera Utara antara 70-82% padahal standar cakupan K4 seharusnya 95% (Profil Sumatera Utara, 2011) .Kunjungan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu cara untuk menurunkan angka kejadian BBLR penelitian Asiyah dkk, dikota Kediri menunjukkan hal yang bertentangan ternyata 95% ibu yang melahirkan BBLR 4x atau lebih melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan tetapi dengan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar 7T.

Upaya Pemerintah

Ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu menurut MDGs : Pertama, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang

berkualitas dan cost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor,

dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan

perilaku sehat. Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir.