Faktor Perumahan Dgn Kejadian ISPA

5
Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Balita di Perumahan Nasional (Perumnas) Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Indra Chahaya S, Nurmaini Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor–faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Perumnas Mandala. Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 94 balita pada 94 rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64,9 persen balita menderita ISPA. Kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi ruangan, pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah mempunyai pengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita. Kata kunci: kesehatan lingkungan perumahan, kejadian ISPA Abstract: The objective of this research is to find out the environmental health housing factors that influencing the numbers of upper respiratory tract infection incidence in children under 5 years old in Perumnas Mandala. This research was an analytic survey with cross sectional design. The sample of this research was 94 children under 5 years old and 94 houses. Result of this study showed that upper respiratory tract infection incidence in children under 5 years old was 64,9persen. Humanity, temperature, room ventilation, usage of mosquito burn, usage fuel to cook and over crowd of the room had the significant influence to the upper respiratory tract infection incidence of the children under 5 years. Key words: environmental health housing, upper respiratory tract infection incidence PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA masih merupakan masalah di Indonesia. Hal ini tampak dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 29,5 persen artinya dari 100 bayi yang meninggal 30 diantaranya meninggal karena ISPA. Data dari Profil Kesehatan tahun 2003 di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa kasus ISPA pada balita mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2001 sebesar 120,5/1000 orang naik menjadi 161,89/1000 orang pada tahun 2002. Penyakit lain pada saluran pernafasan atas juga meningkat yaitu dari 32,7/1000 orang naik menjadi 40,08/1000 orang. 1 Menurut Laporan Bulanan Puskesmas Kelurahan Kenangan Lama penyakit ISPA dan penyakit lain pada saluran pernafasan bagian atas menduduki peringkat pertama pada 10 (sepuluh) penyakit terbesar dengan rincian pada bulan Januari 2004 kasus ISPA sebanyak 550 kasus, pada bulan Februari kasus ISPA sebanyak 740 kasus, dan pada bulan Maret penyakit ISPA sebanyak 700 kasus. 2 ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak. Salah satu penyebab penyakit ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan dan luar ruangan. Sumber pencemaran di dalam ruangan adalah pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan asap rokok, sedangkan pencemaran di luar ruangan antara lain pembakaran, transportasi dan pabrik-pabrik. 3 Selain itu penyakit ISPA sering terdapat di pemukiman kumuh dan padat, yang kondisi lingkungannya tidak memenuhi syarat kesehatan. 4,5 Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru- paru, sehingga mempermudah timbulnya gangguan pada saluran pernafasan. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kualitas udara di dalam rumah antara lain disebabkan oleh penataan ruang yang tidak baik, tingginya kepadatan hunian dan berbagai sumber polutan udara, baik yang berasal dari dalam rumah maupun dari luar rumah. 230 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

Transcript of Faktor Perumahan Dgn Kejadian ISPA

  • Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Balita di Perumahan Nasional (Perumnas) Mandala, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang

    Indra Chahaya S, Nurmaini

    Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

    Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Perumnas Mandala. Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 94 balita pada 94 rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64,9 persen balita menderita ISPA. Kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi ruangan, pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah mempunyai pengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita. Kata kunci: kesehatan lingkungan perumahan, kejadian ISPA Abstract: The objective of this research is to find out the environmental health housing factors that influencing the numbers of upper respiratory tract infection incidence in children under 5 years old in Perumnas Mandala. This research was an analytic survey with cross sectional design. The sample of this research was 94 children under 5 years old and 94 houses. Result of this study showed that upper respiratory tract infection incidence in children under 5 years old was 64,9persen. Humanity, temperature, room ventilation, usage of mosquito burn, usage fuel to cook and over crowd of the room had the significant influence to the upper respiratory tract infection incidence of the children under 5 years. Key words: environmental health housing, upper respiratory tract infection incidence PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA masih merupakan masalah di Indonesia. Hal ini tampak dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA masih 29,5 persen artinya dari 100 bayi yang meninggal 30 diantaranya meninggal karena ISPA. Data dari Profil Kesehatan tahun 2003 di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa kasus ISPA pada balita mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2001 sebesar 120,5/1000 orang naik menjadi 161,89/1000 orang pada tahun 2002. Penyakit lain pada saluran pernafasan atas juga meningkat yaitu dari 32,7/1000 orang naik menjadi 40,08/1000 orang.1 Menurut Laporan Bulanan Puskesmas Kelurahan Kenangan Lama penyakit ISPA dan penyakit lain pada saluran pernafasan bagian atas menduduki peringkat pertama pada 10 (sepuluh) penyakit terbesar dengan rincian pada bulan Januari 2004 kasus ISPA sebanyak 550 kasus, pada bulan Februari kasus ISPA

    sebanyak 740 kasus, dan pada bulan Maret penyakit ISPA sebanyak 700 kasus.2 ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak. Salah satu penyebab penyakit ISPA adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan dan luar ruangan. Sumber pencemaran di dalam ruangan adalah pembakaran bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan asap rokok, sedangkan pencemaran di luar ruangan antara lain pembakaran, transportasi dan pabrik-pabrik.3 Selain itu penyakit ISPA sering terdapat di pemukiman kumuh dan padat, yang kondisi lingkungannya tidak memenuhi syarat kesehatan.4,5 Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru, sehingga mempermudah timbulnya gangguan pada saluran pernafasan. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kualitas udara di dalam rumah antara lain disebabkan oleh penataan ruang yang tidak baik, tingginya kepadatan hunian dan berbagai sumber polutan udara, baik yang berasal dari dalam rumah maupun dari luar rumah.

    230 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

  • Indra Chahaya S, Nurmaini Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan

    Selaras dengan hal-hal tersebut dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor kesehatan lingkungan perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Perumnas Mandala.

    BAHAN DAN CARA Penelitian ini bersifat survey analitik

    dengan rancangan cross sectional yang dilaksanakan di Perumnas Mandala Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada bulan September Desember 2004. Populasi adalah balita yaitu sebanyak 4107 orang. Menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki maka digunakan sampel dengan rumus minimal sampel (Anonimous, 1984), yaitu:

    Dari rumus di atas, maka jumlah sampel adalah 94 balita yang didampingi oleh ibunya/keluarga pada 94 rumah, apabila dalam satu rumah terdapat lebih dari satu orang balita maka yang diambil adalah balita yang termuda. Adapun cara pengambilan sampel dilakukan dengan sistematik random sampling.

    Data diambil dengan cara wawancara menggunakan kuesioner, observasi dan pengukuran, yang selanjutnya dibandingkan dengan Permenkes No. 829 / Menkes / SK / II / 1999.

    Variabel yang diteliti dalam penelitian ini berupa variabel terikat yaitu kejadian ISPA pada balita. Cara Pengukurannya berdasarkan keterangan dari ibu bukan berdasarkan keterangan dari tenaga kesehatan (hanya berupa

    anamnese) dan melakukan observasi terhadap balita. Variabel bebas yaitu faktor kesehatan

    lingkungan perumahan yang meliputi: kelembaban ruangan diukur dengan higrometer; suhu ruangan diukur dengan thermometer; ventilasi rumah dan ventilasi kamar tidur balita diukur dengan membandingkan antara luas lantai dengan luas ventilasi; data pemakaian obat nyamuk bakar, pemakaian bahan bakar untuk memasak dan kondisi dapur dilakukan dengan cara observasi dan wawancara; kepadatan penghuni diukur dengan membandingkan luas lantai dengan jumlah penghuni dalam satu rumah.. Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan uji statistik regresi logistik.

    HASIL DAN DISKUSI Angka Kejadian ISPA Pada Balita

    Berdasarkan hasil penelitian (tabel 1) diperoleh data bahwa balita yang mengalami ISPA dalam 2 minggu terakhir sebanyak 61 balita (64,9 persen) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak 33 balita (35,1 persen). Menurut Amin (1989)6 terjadinya ISPA diantaranya dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu kuman penyebab penyakit, daya tahan tubuh yang menurun dan kondisi kesehatan lingkungan perumahan yang tidak memenuhi syarat seperti kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi rumah, ventilasi kamar tidur balita, pemakaian obat nyamuk bakar, pemakaian bahan bakar untuk memasak, keberadaan perokok, kondisi dapur dan kepadatan penghuni.

    Penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak. Salah satu penyebabnya adalah pencemaran udara dalam ruangan.3 Selain itu penyakit ISPA sering terdapat di pemukiman kumuh dan padat yang kondisi lingkungannya tidak memenuhi syarat kesehatan.4

    apZNdqpNZn

    ..)1(...

    22

    2

    +=

    Tabel 1. Distribusi Kejadian ISPA Pada Balita Di Perumnas Mandala Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2004

    Kejadian ISPA Jumlah (orang) Prosentase ( persen )

    Kejadian ISPA 61 64,9

    Tidak mengalami ISPA (sehat) 33 35,1

    Jumlah 94 100

    Kondisi Kesehatan Lingkungan Perumahan Pada tabel 2 terlihat bahwa secara umum kondisi kesehatan lingkungan perumahan yang ditempati balita pada penelitian ini tidak memenuhi syarat kesehatan. Jumlah rumah yang kondisi kelembaban ruangannya memenuhi syarat (40-70 persen) hanya 22 rumah (23,4 persen), suhu ruangan yang memenuhi syarat

    kesehatan (18-30 0C) 37 rumah (39,4 persen), ventilasi rumah dan kamar tidur yang memenuhi syarat (10 persen dari luas lantai ) 15 rumah (16 persen) dan 17 rumah (18,1 persen). Selanjutnya rumah yang tidak menggunakan obat nyamuk bakar 18 rumah (19,1 persen), yang menggunakan bahan bakar yang memenuhi syarat kesehatan (gas/elpiji) 29 rumah (39,9

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005 231

  • Karangan Asli

    persen), rumah yang penghuninya tidak ada merokok dalam ruangan hanya 20 rumah (21,3 persen), kondisi dapur yang mempunyai ruangan khusus untuk memasak dan dilengkapi dengan cerobong asap hanya 16 rumah (17 persen) dan 19 rumah (20,2 persen) yang kepadatan penghuninya memenuhi syarat kesehatan (>4 m2/penghuni). Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial. Dengan adanya berbagai fungsi dan peranan dari

    rumah, maka sudah selayaknya setiap individu mendapatkan rumah yang sehat dan layak.4 Kondisi rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menyebabkan tingkat kepadatan mikroorganisme menjadi tinggi dan infeksi silang meningkat. ISPA sering terdapat di lingkungan pemukiman kumuh dengan penduduk yang padat dan miskin. Dimana dalam pemukiman kumuh biasanya sejumlah anggota keluarga menempati satu rumah kecil dengan ventilasi dan pencahayaan yang tidak memadai serta tidak adanya kamar tidur dan dapur yang terpisah dari ruangan lainnya, sehingga ruangan menjadi lembab.5

    Tabel 2. Distribusi Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan di Perumnas Mandala Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2004

    Kesehatan Lingkungan Perumahan Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

    n % n %

    Kelembaban ruangan 22 23,4 72 76,6

    Suhu ruangan 37 39,4 57 60,6

    Ventilasi rumah 15 16,0 79 84,0

    Ventilasi kamar tidur 17 18,1 77 81,9

    Pemakaian obat nyamuk bakar 18 19,1 76 80,9

    Bahan bakar untuk memasak 29 30,9 65 69,1

    Keberadaan perokok 20 21,3 74 78,7

    Kondisi dapur 16 17,0 78 83,0

    Kepadatan penghuni 19 20,2 75 79,8

    Analisa Uji Statistik Regresi Logistik Pada penelitian ini semua variabel yang diteliti dilakukan uji statistik, dimana diperoleh hasil bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan (p>0,05) antara variabel ventilasi kamar tidur, keberadaan perokok dan kondisi dapur dengan kejadian ISPA. Sedangkan variabel yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kejadian ISPA dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3. Distribusi Nilai Uji Statistik Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita di Perumnas Mandala Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2004

    No Variabel Beta () Sig. (P) OR/Exp (B) 1 Kelembaban

    ruangan 3,336 0,000 28,097

    2 Suhu ruangan 1,496 0,035 4,463

    3 Ventilasi rumah 2,312 0,006 10,094

    4 Pemakaian obat nyamuk bakar

    2,948 0,001 19,070

    5 Bahan bakar yang digunakan

    2,322 0,005 10,194

    6 Kepadatan penghuni

    2,205 0,012 9,068

    Constanta -19,469 0,000 0,000

    232 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

  • Indra Chahaya S, Nurmaini Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan

    Berdasarkan hasil uji regresi logistik diperoleh nilai R square sebesar 0,494. Hal ini menunjukkan variabel bebas yaitu kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi ruangan, pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah secara bersama-sama dapat menjelaskan 49,4 persen variabel terikat yaitu kejadian ISPA pada balita. Hal ini berarti ada variabel lain sebesar 50,6 persen yang tidak diteliti juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA. Berdasarkan data pada tabel 3, kelembaban ruangan mempunyai exp (B) 28,097 yang berarti faktor kelembaban mempunyai 28 kali beresiko terhadap terjadinya ISPA.. Dengan demikian kelembaban udara dalam penelitian ini merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita yang kemudian diikuti dengan faktor pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar untuk memasak, ventilasi rumah, kepadatan penghuni dan suhu ruangan. Kelembaban udara dalam rumah berkaitan erat dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Udara yang lembab akan menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya terutama gangguan pernafasan. Makin rendah kelembaban suatu ruangan, makin rendah jumlah koloni mikroorganisme karena banyak mikroorganisme yang tidak tahan dehidrasi. Sebaliknya bila kelembaban ruangan makin tinggi, merupakan sarana perkembangbiakan yang baik untuk bakteri sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit ISPA.5

    Selain itu suhu berhubungan erat dengan kelembaban dalam rumah. Untuk mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi minimal 10 persen dari luas lantai. Suhu yang segar dan nyaman adalah antara 180 - 30 0 C.7 Ventilasi sangat menentukan kualitas udara dalam rumah karena dengan ventilasi yang cukup akan memungkinkan lancarnya sirkulasi udara dalam rumah dan masuknya sinar matahari yang dapat membunuh bakteri. Menurut Lubis (1985)8 ventilasi yang cukup berguna untuk menghindarkan dari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan manusia. Dengan ventilasi yang baik akan terjadi gerakan angin dan pertukaran udara bersih yang lancar (cross ventilation). Ventilasi berguna untuk penyediaan udara segar ke dalam dan pengeluaran udara dari ruang tertutup. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen dan udara segar di dalam rumah, menyebabkan naiknya

    kelembaban udara, selain itu dapat menyebabkan terakumulasinya polutan bahan pencemar di dalam rumah khususnya kamar tidur sehingga memudahkan terjadinya penularan penyakit terutama gangguan pernafasan. Menurut Slamet (2002)7 ruangan dengan ventilasi tidak baik jika dihuni seseorang akan mengalami kenaikan kelembaban yang disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit karena uap pernafasan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Marvin (2002) yang menyatakan ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA.6 Penggunaan obat nyamuk bakar sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan karena menghasilkan asap dan bau yang tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mem-permudah timbulnya gangguan pernapasan.9 Gangguan pernapasan pada balita yang tinggal pada rumah yang menggunakan bahan bakar minyak tanah lebih tinggi dari rumah yang menggunakan bahan bakar gas. Hal ini dimungkinkan karena ibu balita pada saat memasak di dapur menggendong anaknya, sehingga asap bahan bakar tersebut terhirup oleh balita. Pemaparan yang terjadi dalam rumah juga tergantung pada lamanya orang berada di dapur atau ruang lainnya yang telah terpapar oleh bahan pencemar. Kebanyakan ibu dan anak-anak potensial mempunyai resiko lebih tinggi menderita gangguan pernapasan karena lebih sering berada di dapur.5,9

    Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan standar akan menimbulkan ruangan penuh sesak sehingga oksigen berkurang dan CO2 meningkat dalam ruangan tersebut. Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah, dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalam rumah mengalami pencemaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Achmadi (1990) bahwa rumah yang padat seringkali menimbulkan gangguan pernafasan terutama pada anak-anak dan pengaruh lain pada anak-anak adalah menekan tumbuh kembang mentalnya.5 Menurut Soekidjo (1995) luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni ini tidaklah sehat karena dapat menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit infeksi. David Morley (1973) menekankan bahwa yang bertanggung

    Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005 233

  • Karangan Asli

    234 Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 3 y September 2005

    jawab terhadap terjadingan ISPA adalah kepadatan penghuni didalam ruangan.6 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa balita yang mengalami ISPA dalam 2 minggu terakhir sebanyak 61 balita (64,9 persen) dan sebahagian besar rumah yang ditempati oleh balita dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat kesehatan. Selanjutnya berdasarkan analisa statistik ternyata kelembaban ruangan, suhu ruangan, ventilasi ruangan, pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah mempunyai pengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita.

    DAFTAR PUSTAKA 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.

    Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang. Lubuk Pakam. 2003

    2. Anonimous. Laporan Bulanan Puskesmas Kenangan Lama. 2004

    3. Kusnoputranto, H. Kesehatan Lingkungan. FKM-UI. Jakarta. 2000:47-62

    4. Departemen Kesehatan RI. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Jakarta. 1994

    5. Achmadi, U.F. Faktor-Faktor Penyebab ISPA Dalam Lingkungan Rumah tangga di Jakarta. Lembaga Penelitian UI. Jakarta. 1990

    6. Umbul, C.W. Faktor Lingkungan dan Karakteristik Santri Terhadap Kejadian ISPA di Pondok Pesantren. Info Kesehatan 2004; VII (2); 97-102.

    7. Slamet.J.S. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada Press. Yogyakarta.2002:142-164

    8. Lubis, P. Perumahan Sehat. Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat. Depkes RI. Jakarta. 1986

    9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Dirjen. PPM dan PLP. Jakarta. 1995