FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HYGINE DAN …repository.utu.ac.id/510/1/I-V.pdf · 2017. 9....
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HYGINE DAN …repository.utu.ac.id/510/1/I-V.pdf · 2017. 9....
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HYGINE DAN
SANITASI TERHADAP TEMPAT PENGOLAHAN
PEMOTONGAN AYAM DI PASAR
BINA USAHA MEULABOH
ACEH BARAT
SKRIPSI
RINA CANDRIANI
10C10104018
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2014
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HYGINE DAN
SANITASI TERHADAP TEMPAT PENGOLAHAN
PEMOTONGAN AYAM DI PASAR
BINA USAHA MEULABOH
ACEH BARAT
SKRIPSI
RINA CANDRIANI
10C10104018
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya. Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang
diajukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan
yang mendasar yang mempengarui kesejahteraan manusia, kondisi tersbut
mencakup, pasokan air yang bersih dan aman, pembuangan limbah dari hewan,
manusia dan industri yang efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi
biologis dan kimia, udara yang bersih tanpa ada kotoran, serta rumah yang
nyaman, upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah
agar sampah tidak dibuang sembarangan (Kemenkes RI. 2002).
Sanitasi pada rumah potong ayam adalah sesuatu yang harus diperhatikan
mulai dari pemotongan, karena sanitasi yang baik akan memperkecil
kontaminasi. Sanitasi yang ada ditemukan adalah dalam kondisi yang kurang baik,
dimana kandang yang kurang bersih dan banyak juga terlihat tumpukan air yang
tergenang, lantai kandang, tempat pemotongan serta kebersihan petugas dalam
penanganan ayam. kandang walaupun terlihat bersih tapi tetap saja rawan
2
terkontaminasi. Penanganan dari pekerja juga harus bersih untuk memastikan
tidak terkontaminasi dalam penanganan (Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006).
Rumah potong unggas merupakan kompleks bangunan dengan desain
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta
digunakan sebagai tempat pemotongan unggas bagi konsumsi masyarakat. Dari
penjabaran diatas tentang rumah potong unggas maka yang dapat kami simpulkan
bahwa rumah potong unggas belum memenuhi standar yang telah di tetapkan oleh
BSN dengan keluarnya SNI 467-27542-2009 dan HCCP (Syaifudin A, 2010).
Alat perkakas potong harus dalam kondisi keadaan bersih serta bebas dari
mikroba atau bahan yang terkontaminan. Karena kita tahu bahwa untuk
mendapatkan kualitas karkas yang baik bermula dari pemotongan. Terkait itu
semua kondisi yang ada dilapangan menunjukan bahwa kurang sadarnya si
pemilik atau eksekutor pemotongan ayam terhadap alat yang ia guanakan untuk
memotong ayam. Kondisi yang terlihat mata adalah adanya karat dan peyimpanan
yang sembarangan, serta pembersihan alat yang kurang. Berikut alat yang
digunakan untuk memotong (Syaifudin A, 2010).
Penggunaan peralatan sanitasi seperti masker, penutup kepala dan sarung
tangan serta pengendalian terhadap hama tidak menjadi perhatian para pedagang.
hanya pedagang yang melakukan pemotongan di rumah pemotongan ayam (RPA)
yang menggunakan celemek. Lantai tempat berjualan para pedagang tidak semua
kedap air. Terdapat beberapa pedagang yang tidak memiliki lantai kedap air
sehingga tidak mudah untuk dilakukan pembersihan. Peralatan yang digunakan
oleh pedagang peralatan yang tidak berkarat infeksi karena akan terkontaminasi
3
kuman sehingga terjadi infeksi, namun terdapat ada beberapa pedagang yang
melakukan pemotongan di rumah pemotongan ayam (RPA) dan ada beberapa
pedagang yang melakukan pemotongan di tempat penjualan yang peralatannya
terdapat karat yaitu pada timbangan. Hal ini dapat memicu terjadinya kontaminasi
secara fisik yaitu karat dapat menempel pada karkas ayam saat penimbangan
(Murdiati, 2006).
Selain peralatan, pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan
berkontribusi terhadap keamanan pangan produk yang dihasilkan. Pekerja harus
memenuhi persyaratan higiene antara lain menggunakan pakaian yang bersih
dengan sarung tangan dan penutup kepala serta harus mencuci dan menyucikan
tangan beberapa kali selama dan setelah bekerja. Pekerja juga harus memiliki
kebiasaan personal hygiene yang baik (Prima, 2006).
Berdasarkan data Dunia Tentang Sanitasi Tempat pemotongan Ayam yaitu
di pasar-pasar di Asia merupakan pusat aktivitas sosial dan ekonomi, namun pasar
juga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit (zoonosis) yang cepat. Bahkan
sejumlah wabah penyakit saat ini ditularkan melalui pangan dan hewan hidup
yang dijual di pasar. Tidak terkecuali keberadaan virus di pasar menjadi hal yang
harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini mengingat pasar sebagai tempat yang
memungkinkan kontak langsung antara unggas pembawa virus dengan manusia.
Pada tahun 1997 wabah H5N1 terjadi pada peternakan dan pasar becek/tradisional
di Hong Kong. Untuk pertama kalinya dilaporkan H5N1 menyerang manusia
dengan jumlah kematian 6 orang dari 18 kasus (WHO, 2005). Lemahnya
biosekuriti dan buruknya higiene sanitasi yang ada memicu terjadinya penyebaran
4
dan penularan virus AI di pasar yang menjual unggas hidup dan produknya
(Depkes 2006).
Di Indonesia merupakan Negara dengan dimana kasus kematian manusia
karena virus flu burung yang terbesar di dunia, dengan total kasus 163 dan jumlah
kematian sebesar 135 orang. Dari 163 kasus tersebut sebanyak 45 kasus (38
meninggal) terjadi di Provinsi DKI Jakarta. Guna mencegah penyebaran flu
burung secara meluas ke masyarakat khususnya daerah DKI Jakarta, Pemerintah
DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang
Pengendalian Pemeliharaan dan Peredaran Unggas serta Peraturan Gubernur No.
146 Tahun 2007 sebagai Petunjuk Pelaksanaan Perda tersebut. Kedua aturan ini
menghasilkan implementasi penataan budi daya unggas dan penataan pasar
unggas (Depkes, 2006).
Berdasarkan survey yang dilakukan Majalah Poultry Indonesia, lokasi
usaha antara tempat-tempat usaha tersebut saling berdekatan. Untuk jarak tempat
pemotongan ayam (TPA) sebagian besar (50%) berjarak 10-50 meter. Hanya
terdapat 7% saja lokasi antar penampungan yang berjarak lebih dari 1 km. Dari
data tersebut dapat dimabil benang merah bahwa lokasi antar penampungan
dengan usaha pemotongan (TPA) saling berdekatan. Dengan prosentase terbanyak
sekitar 50% dari total sampling yang dilakukan, jarak 10-50 meter merupakan
suatu jarak yang relatif dekat dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Diikuti
prosentase sebesar 22% dengan jarak kurang dari 10 meter (Komisi Pengawas
persaingan usaha, 2011).
5
Undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan
hewan memperhatikan bahwa dalam rangka jaminan keamanan, kesehatan,
keutuhan dan halal produk hewan termasuk karkas atau daging ayam yang
beredar. Dalam Pelaksanaan di lapangan, saat ini sebagaian besar karkas atau
daging yang beredar berasal dari rumah pemotogan ayam skala kecil yang belum
memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi. Kondisi ini dan penanganan yang
tidak sesuai dengan persyaratan hygiene dan sanitasi tentunya akan
mempengaruhi keamanan dan kualitas daging ayam yang dihasilkan dari rumah
pemotongan ayam skala kecil (Kementrian Pertenakan Hewan, 2010).
Peralatan harus terbuat dari bahan yang tahan karat, pisau yang tajam
memiliki permukaan yang rata, dan tidak kedap air. Sehingga mudah dibersihkan
dan tidak menjadi tempat bersarangnya mikrobia. Tempat produksi dan peralatan
produksi harus dibersihkan dan disucihamakan setiap hari. Selain peralatan,
pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan berkontribusi terhadap
keamanan pangan produk yang dihasilkan. Pekerja harus memenuhi persyaratan
hygine antara lain menggunakan pakaian yang bersih dengan sarung tangan dan
penutup kepala serta harus mencuci dan menyucihamakan tangan beberapa kali
selama dan setelah bekerja.
Dampak sanitasi lingkungan ditujunkan untuk memenuhi persyaratan
lingkungan yang sehat dan nyaman. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat
menjadi sumber berbagai penyakit yang dapat mengaggunya kesehatan manusia.
Pada akhirnya jika kesehatan terganggu, maka kesejahteraannya juga akan
6
berkurang. Karena itu, upaya sanitasi lingkungan menjadi bagian penting dalam
menigkatkan sejahteraan (Prima, 2006).
Limbah cair biasanya dialirkan secara sembarang tanpa mempedulikan
kondisi lingkungan. Sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pengelolaan limbah padat juga belum dilakukan dengan baik, yaitu dibuang di
tempat terbuka secara sembarang tempat dan tidak dalam keadaan tertutup. Sering
juga limbah padat dibuang secara langsung ke sungai. Untuk skala RPA
tradisional, minimal limbah padat dibuang ke tempat sampah dalam keadaan
tertuutup atau bila ditampung sementara, ditempatkan di wadah tertutup (Gustiani,
2009).
Hasil wawancara yang dilakukan pada 7 pedagang pasar Bina usaha
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, yaitu pengetahuan pedangang tentang sanitasi
lingkungan sangat masih kurang karena banyak menimbulkan efek terlihat sangat
kotor dan tidak teratur terhadap lingkungan dan masyarakat setempat ini terkait
penyakit-penyakit yang timbul dari sanitasi yang buruk ini di akibatkan kurangnya
mendapatkan bimbingan atau arahan serta pelatihan untuk memenuhi syarat-
syarat tempat pemotongan ayam. Pedagang yang tidak pernah mendapatkan
pelatihan mengaku hanya berbekal pengalaman saja dalam menangani karkas,
terlihat sanitasi pemotongan ayam yang buruk dan pembuangan limbah yang
masih belum teratur dan terarah.
Menurut pengataman peneliti di Meulaboh pemotongan ayam tidak stabil
untuk memenuhi syarat karena letaknya dekat dengan pedagang sayur-sayuran,
sembako dan pedangang lainnya karena wabah atau pembuangan limbah dari
7
pemotongan ayam akan mempengaruhi dengan pendangan lainnya dari
pembuangan limbah serta aroma dari pemotongan ayam yang akan mempengaruhi
sirkulasi udara yang dihirup oleh pedagang oleh karena itu peniliti tertarik
meneliti tentang sanitasi lingkungan tempat pemotongan ayam.
Menurut beberapa referensi yang peneliti yakini bahwa sanitasi
lingkungan terhadap tempat pemotongan ayam sangat berpengaruh besar terhadap
penyakit dari bakteri dan virus yang berasal dari kotoran ayam serta lingkungan
dan pemiliharan yang tidak menurut seusai standarisasi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Higene Dan Sanitasi Terhadap Tempat Penglolahan Pemotongan
Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk meneliti Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Higene Dan Sanitasi
Terhadap Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh
Aceh Barat Tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sanitasi tempat pemotongan ayam yang
berhubungan dengan sarana dan prasana.
8
2. Untuk mengetahui Sanitasi Tempat Pemotongan ayam yang
berhubungan dengan sistem pembuangan limbah.
3. Untuk mengetahui Sanitasi Tempat Pemotongan ayam yang
berhubungan dengan Persyaratan Peralatan-Peralatan Pemotongan
Ayam.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.1.1. Penelitian ini tentunya bermanfaat sebagai kontribusi untuk memperkaya
ilmu kesehatan dan sebagai bahan bacaan bagi institusi pendidikan dalam
kegiatan proses belajar mengajar.
1.4.1.2. Sebagai bahan untuk menambah ilmu pengetahuan dan perbaikan
pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan dapat menjadi
panduan atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian yang akan
datang.
1.4.2. Manfaat Praktis
1.4.2.1. Sebagai bahan masukan bagi pedagang yang memproduksi daging ayam
agar memperhatikan dan meningkatkan lagi kualitas lingkungan tempat
pemotongan agar sanitasi menjadi lebih baik agar terhindar dari penyakit-
penyakit.
1.4.2.2. Sebagai bahan masukan bagi peniliti untuk menjadikan hasil Penelitian ini
dapat menambah pengetahuan juga pengalaman secara langsung bagi
pedangang untuk menjaga sanitasi lingkungan yang baik.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hygine dan Sanitasi
2.1.1. Pengertian Hygine
Hygine adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan saluran untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring,
membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi kebutuhan makanan
secara keseluruhan ( Depkes RI, 2006).
Hygine adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan
pada usaha kesehatan persorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada (Widayati, 2002). Hygine dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain karena erat kaintannya. Misalnya hygine sudah baik karena
masa mencuci tangan, tetapi sainitasinya tidak mendukung karena tidak cukup
tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna.
2.1.1.1. Higienitas Karyawan
Karyawan yang bekerja di Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Tamarunang sebagian besar merupakan warga sekitar RPH. Jumlah karyawan
yang bekerja setiap harinya yakni kurang lebih 50 dimana terdiri dari 4 orang
yang mengurusi manajemen RPH, 10 pekerja daerah kotor, 10 pekerja daerah
bersih, 2 dokter hewan, dan sebagiannya lagi jagal dimana setiap jagal memiliki 5
10
pekerja. Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa jumlah tenaga kerja yang
ada di RPH yaitu 30 orang atau lebih yang dibagi dalam pekerja yang bekerja di
daerah kotor dan daerah bersih serta pekerja yang mengurusi urusan selain
pemotongan, ditambah dengan 2 orang dokter hewan yang mengurusi kesehatan
ternak yang akan disembelih, dan juga memeriksa layak tidaknya daging yang
dihasilkan untuk dikonsumsi.
Higienitas karyawan dari Rumah Pemotongan Ternak (RPH) masih kurang
terjaga. Karena daerah kotor dan daerah bersih bersatu, jadi para pekerja yang
berada di daerah kotor bisa saja bekerja di daerah bersih. Selain itu di RPH
Tamarunang ini tidak dilengkapi dengan sistem sanitasi untuk setiap karyawannya
sehingga daging bisa saja terkontaminasi oleh bakteri. Hal ini sesuai pendapat
Ensminger (1998) bahwa kontaminasi pada karkas dapat berasal dari lantai
bangunan, peralatan, air pencuci, dan pekerja yang tidak higienis.
Sedangkan untuk higienitas perusahaan sudah cukup baik karena setiap
tamu yang hendak memasuki kawasan Rumah Pemotongan Ternak (RPH) harus
mendapat izin dari pengelola Rumah Pemotongan Ternak (RPH) dan mematuhi
segala peraturan yang berlaku di RPH.
2.1.1.2. Persyaratan higiene karyawan dan perusahaan meliputi:
1. Rumah Pemotongan Unggas harus memiliki peraturan untuk semua
karyawan dan pengunjung agar pelaksanaan sanitasi dan higiene rumah
pemotongan unggas dan hygine produk tetap terjaga baik .
11
2. Setiap karyawan harus sehat dan diperiksa kesehatannya secara rutin
minimal satu kali dalam setahun.
3. Setiap karyawan harus mendapat pelatihan yang berkesinambungan
tentang higiene dan mutu.
4. Daerah kotor atau daerah bersih hanya diperkenakan dimasuki oleh
karyawan yang bekerja di masing-masing tempat tersebut, dokter hewan
dan petugas pemeriksa berwenang.
5. Orang lain (misalnya tamu) yang hendak memasuki bangunan utama
Rumah Pemotongan Unggas harus mendapat izin dari pengelola dan
mengikuti peraturan yang berlaku (Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006).
2.1.2 Sanitasi
Sanitas menurut WHO (Word Health Organisation) adalah suatu usaha
untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada
manusia, terutama pada hal-hal yang mempeunyai efek merusak perkembangan
fisik, kesehatan, dan kelangsuangan hidup.
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subyeknya, misalnya menyediakan air yang bersih
untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi
sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk
kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan
dan penyakit pada manusia (Chandra, 2006).
12
Sedangkan menurut Oginawati (2008), sanitasi makanan adalah upaya
pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad
renik pembusuk dan patogen dalam makanan yang dapat merusak makanan dan
membahayakan kesehatan manusia.
Sanitasi tempat-tempat umum adalah usaha untuk mengawasi dan
mencegah akibat dari tempat-tempat yang diperuntukkan bagi masyarakat umum
terutama yang erat kaitannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit.
Pentingnya pengawasan tempat-tempat umum karena, Tempat umum yang tidak
saniter dapat menjadi tempat perkembangbiakkan bibit penyakit dan vektor
penyakit, sehingga akan memperluas penyebaran penyakit. Kontruksi bangunan
tempat umum yang tidak memenuhi syarat akan dapat menimbulkan bahaya dan
keselakaan.
2.1.2.1. Jenis-jenis Sanitasi Tempat Umum Dalam Kesehatan
Jenis-jenis sanitasi tempat-tempat umum yaitu,hotel, sekolah-sekolah,
pasar, salon, panti pijat, terminal, tempat ibadah dan Pasar.
2.1.2.2. Syarat-Syarat Tempat-Tempat Umum
1. Di bersihkan dan dirawat oleh masyarakat yang ada disekitar
2. Harus ada gedung atau tempat yang dapat di pergunakan masyrakat
3. Harus ada aktivitas, seperti adanya tempat penjualan
4. Fasilitas kerja seperti tempat sampah, air bersih dan WC umum
13
2.1.2.3. Tujuan Sanitasi
Tujuan dari sanitasi antara lain:
1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.
2. Mencegah penularan wabah penyakit.
3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.
4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.
5. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang
disebarkan oleh perantara-perantara makanan.
2.1.2.4. Hal-Hal Yang Diperhatikan Terhadap Sanitasi di lingkungan Pasar
Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya
sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:
1. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi
2. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan
3. Keamanan terhadap penyediaan air bersih
4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses pengolahan,
penyajian dan penyimpanan
6. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan.
14
2.2. Tempat Pemotongan Ayam
2.2.1. Definisi
Rumah Pemotongan Unggas adalah kompleks bangunan dengan desain
dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu
serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat
umum (Murdiati, 2006).
Rumah potong hewan adalah suatu komplek bagunan dengan desain dan
syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat pemtongan hewan bagi konsumsi
masyarakat luar. RPH harus memiliki konsep terpadu dimana RPH tidak hanya
memberikan pelayanan pemotongan berbagai macam jenis ternak seperti sapi,
kerbau.
Rumah Pemotongan Unggas perlu memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana.
2. Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota
(RBWK).
3. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya serta letaknya lebih
rendah.
4. Dari pemukimam penduduk, tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran
lingkungan.
5. Tidak berada dekat industri logam dan kimia, tidak berada di daerah rawan
banjir, bebas dari asap, bau debu dan kontaminan lainya.
6. Memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan Rumah Pemotongan
Unggas (Murdiati, 2006).
15
Daerah kotor meliputi penurunan, pemeriksaan antemortem dan
penggantungan unggas hidup, pemingsanan (stunning), penyembelihan (killing),
pencelupan ke air panas (scalding tank), pencabutan bulu (defeathering),
pencucian karkas, pengeluaran (evisceration) dan pemeriksaan postmortem,
penanganan jeroan.
Daerah bersih meliputi pencucian karkas, pendinginan karkas (chiling),
seleksi (grading), penimbangan karkas, pemotongan karkas (cutting), Pemisahan
daging dari tulang (deboning), pengemasan, penyimpanan segar (chiling room)
(Prima, I. W., 2006).
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tempat Pemotongan Ayam
2.3.1 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu factor yang mendukung
tercapainya daging yang ASUH serta proses distribusi daging yang lancar ke
konsumen. Baik Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun Rumah Pemotongan
Unggas (RPU) harus memiliki sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Abubakar (1998) bahwa ketersediaan sarana di Rumah
Pemotongan Ayam (RPA) sangat penting untuk berlangsungnya proses
pemotongan dan untuk menghasilkan ayam potong berkualitas baik.
Sarana yang terdapat pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang tidak
bagus yaitu jalan dimana sebagian akses jalan ke RPH ini rusak. Hal ini tentunya
akan mengganggu proses pemotongan di RPH, baik itu sebelum maupun setelah
ternak disembelih. Misalnya saja saat ternak dibawa ke RPH dengan kondisi jalan
16
yang rusak maka akan membuat ternak mudah stres. Hal ini sesuai dengan
pendapat Abustam (2009) bahwa stres pada ternak terjadi akibat perjalanan jauh
dan tidak diberi pakan. Setelah ternak disembelih atau telah menjadi karkas saat
akan dibawa ke konsumen dengan kondisi jalan yang rusak tentunya akan
memperlambat tibanya karkasnya ke konsumen sehingga mengurangi nilai
ekonomis dari karkas itu sendiri. Sebab pola pikir masyarakat saat ini apabila
daging telah layu maka masyarakat tentunya akan mempertimbangkan untuk
membeli daging tersebut. Untuk sarana transportasi pada RPH Tamarunang ini
tidak memadai karena alat transportasi seperti mobil pengangkut ternak dan
daging tidak dipisahkan (cuman menggunakan satu alat transportasi).
Menurut Murtidjo (2003). Sarana pada Tempat Pemotongan Unggas harus
dilengkapi dengan:
1. Sarana jalan yang baik yang dapat dilalui kendaraan pengangkut
unggas hidup dan daging unggas.
2. Sumber air yang cukup dan memenuhi persyaratan baku mutu air
minum sesuai dengan SNI 01-0220-1987. Persediaan air yang
minimum harus disediakan yaitu 25-35 liter/ekor/hari.
3. Sumber tenaga listrik yang cukup.
4. Persediaan air yang bertekanan 1,05 kg/cm dengan suhu minimal
82°C, karena tekanan persedian air tercukupi dan tidak berlebihan
serta suhu tempat pemotongan ayam tidak boleh terlalu panas karena
akan membuat daging ayam yang tidak baik bagi kesehatan.
5. Kendaraan pengangkut daging unggas .
17
6. Sistem pembuangan air limbah, sebaiknya dibuat sistem septic tank
yang berjarak minimal 10 m dari sumber air atau sumur.
7. Kamar-kamar pemotongan, pencabutan bulu, pengeluaran dan
pencucian jeroan, pembersihan karkas, dan penggenangan, yang
dibuat terpisah satu sama lain.
Sedangkan untuk prasarana seperti listrik sangat cukup, namun walaupun
ketersediaan listrik yang banyak maupun sedikit tidak terlalu mempengaruhi
proses penyembelihan pada RPH ini. Sebab proses pemotongan di RPH ini masih
menggunakan cara tradisional tanpa menggunakan listrik. Akan tetapi
ketersediaan listrik di RPH sangat penting. Hal ini sesuai dengan pendapat
Anonim (2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilengkapi
dengan sumber tenaga listrik yang cukup.
Ketersediaan air pada RPH ini sangatlah kurang sebab setelah proses
pemotongan selesai daerah kotor yang bersatu dengan daerah bersih tidak
langsung dibersihkan, hal ini membuktikan bahwa ketersediaan air di RPH ini
sangat tidak mencukupi. Padahal ketersediaan air pada suatu Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) sangatlah penting untuk menjaga kebersihan RPH sendiri. Hal ini
sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus
dilengkapi dengan sumber air yang cukup dan sesuai SNI serta kebutuhan ternak
masing-masing.
18
2.3.2. Pengolahan Limbah
Limbah hasil pemotongan hewan di RPH yang berupa feses, urine, isi
rumen atau lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya dapat
menjadi media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri sehingga limbah
tersebut mudah mengalami pembusukan. Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007)
bahwa proses pembusukan pada limbah ternak akibat adanya kandunga NH3 dan
H2S yang diatas maksimum sehingga kedua zat menimbulkan bau yang tidak
sedap.
Di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini limbah yang
dihasilkan oleh ternak disalurkan oleh saluran khusus ke suatu tempat
penampungan yang lokasinya jauh dari RPH dan lingkungan masyarakat, hal ini
agar bau yang ditimbulkan oleh limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan.
Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa lokasi penanganan limbah ternak
RPH harus jauh dari lingkungan masyarakat. Lanjut menurut Anonim (2010)
bahwa pada RPH harus terdapat sarana pengolahan limbah. Akan tetapi sarana
pengolahan limbah di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) ini sudah termanfaatkan
dengan baik. Dimana limbah hasil kotoran ternak ini dijadikan pupuk organik
yang dapat dimafaatkan oleh masyarakat.
2.3.3. Peralatan-Peralatan Tempat Pemotongan Ayam
Sebagai salah satu Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di
Indonesia tentunya sudah menjadi hal yang mendasar jika Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) memiliki peralatan dan fasilitas yang cukup memadai. Namun
19
semuanya itu butuh keterampilan khusus dalam menggunakan semua peralatan
yang serba modern serta kesadaran para pekerja dalam pemanfaatannya serta
pentingnya peralatan tersebut.
Adapun peralatan yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) ini
yaitu :
1. Pisau causer (Causer Knife), yang digunakan untuk menyembelih dan terbuat
dari bahan stainless steel. Dan ada pisau yang bentuknya melengkung
digunakan untuk melepaskan kulit
2. Skabbar, digunakan untuk menyimpan alat-alat pemotongan seperti pisau
3. Hot emertion, digunakan untuk sterilisasi alat pemotongan dengan air panas
4. Sharpening, digunakan untuk mengasah/mempertajam pisau
5. Mata gergaji, terdiri dari dua yaitu panjang untuk membelah ternak setelah
disembelih dan yang pendek untuk membelah karkas
6. Beef hanger, digunakan untuk menggantung ternak yang baru disembelih
7. Carcass hanger, digunakan untuk menggantung karkas
8. Rail sistem, digunakan untuk menggantung sapi dengan menggunkan elektrikal
hois
9. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang berat hidup ternak
10. Pakaian pekerja, warna putih digunakan untuk pekerja yang bertugas di daerah
bersih dan warna kuning digunakan untuk pekerja yang bertugas di daerah
kotor
Persyaratan Peralatan-Peralatan Pemotongan Ayam Persyaratan peralatan
meliputi:
20
1. Seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan
Unggas harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah dirawat.
2. Bangunan utama harus dilengkapi dengan sistem rel (railing system) dan alat
penggantung karkas yang didesain khusus dan disesuaikan dengan alur
proses.
3. Sarana untuk mencuci tangan harus didesain sedemikian rupa agar tangan
tidak menyentuh kran air setelah selesai mencuci tangan, dilengkapi dengan
sabun dan pengering tangan seperti lap yang senantiasa diganti, kertas
tissue atau pengering mekanik (hand drier). Jika menggunakan kertas tissue,
maka disediakan pula tempat sampah tertutup yang dioperasikan dengan
menggunakan kaki.
4. Sarana untuk mencuci tangan disediakan tahap proses pemotongan dan
diletakkan ditempat yang mudah dijangkau.
5. Peralatan yang digunakan untuk menangani perkerjaan bersih harus berbeda
dengan yang digunakan untuk pekerjaan kotor, misalnya pisau untuk
penyembelihan tidak boleh digunakan untuk pengerjaan karkas.
6. Permukaan meja tempat penanganan atau pemrosesan produk tidak terbuat
dari kayu, tidak toksik, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah
mengering dan dikeringkan.
7. Bahan dasar kemasan harus bersifat tidak toksik, kedap air dan tidak mudah
rusak atau terpengaruh sifatnya oleh produk makanan yang dikemasnya
maupun komponen bahan pembersih.
21
8. Untuk peralatan yang tidak dapat dibongkar pasang dengan mudah sarana
pembersihan dan desinfeksi dilakukan dengan metode pembersihan tempat
(clean in place).
9. Mesin pencabut bulu dan alat semprot pencuci karkas harus ditempatkan dan
didesain sedemikian rupa sehingga percikan air, bulu-bulu atau bahan-bahan
yang dapat berperan sebagai kontaminan karkas dapat dihindarkan
penyebarannya ke daerah sekitarnya.
10. Perlengkapan standar untuk pekerja pada proses pemotongan dan penanganan
daging adalah pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup kepala, penutup
hidung dan sepatu boot (Prima, 2006).
Selain peralatan, pekerja juga kontak secara langsung dengan bahan dan
berkontribusi terhadap keamanan pangan produk yang dihasilkan. Pekerja harus
memenuhi persyaratan higiene antara lain menggunakan pakaian yang bersih
dengan sarung tangan dan penutup kepala serta harus mencuci dan
menyucihamakan tangan beberapa kali selama dan setelah bekerja. Pekerja juga
harus memiliki kebiasaan personal hygiene yang baik.
2.4. Kerangka Teori
Menurut Murtidjo (2008). Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat
yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan
yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia seperti pembuatan sumur yang
memenuhi persyaratan kesehatan, pengawasan kebersihan pada peralatan makan,
serta pengawasan terhadap makanan.
22
Menurut Syaifudin A (2008). Alat perkakas potong harus dalam kondisi
keadaan steril dari mikroba atau bahan yang terkontaminan. Karena kita tahu
bahwa untuk mendapatkan kualitas karkas yang baik bermula dari pemotongan.
Terkait itu semua kondisi yang ada dilapangan menunjukan bahwa kurang
sadarnya si pemilik atau eksekutor pemotongan ayam terhadap alat yang ia
guanakan untuk memotong ayam.
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Tempat
Pemotongan ayam
Menurut Murtidjo (2008). yaitu:
1. Sarana Dan Prasarana
2. Sistem Pembuangan Limbah
3. Peralatan-Peralatan
Menurut Prima,(2006) Usaha
pemotongan ayam skala kecil
paling sedikit harus dilengkapi
dengan peralatan sebagai berikut:
1. Alat penggantung ayam
yang tidak mudah berkarat
2. Alat pemotong yang tajam
dan tidak berkarat
3. Alat penyeduh yang tidak
berkarat
4. Meja pasangan berlapis
porselen
5. Tempat mengumpulkan
jeroan
6. Tempat penampungan,
pencucian, dan perendaman
karkas ayam.
Tempat Pemotongan
Ayam
23
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Indenpenden Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Sanitasi :
1. Sarana dan Prasarana tempat
pemotongan ayam.
2. Sistem pembungan limbah
tempat Pemotongan ayam
3. Peralatan-peralatan pemotongan
ayam
Tempat Pemotongan Ayam
24
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian Survey Analitik dengan
menggunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dan efek, dengan cara pendekatan
pengumpulan data dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2007).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat Tahun 2014 direncanakan pada Juni sampai dengan September 2014.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Tempat Pemotongan Ayam di Pasar
Bina Usaha Kabupaten Aceh Barat 2014 berjumlah 36 tempat pemotongan ayam
3.3.2. Sampel
Menurut Notoatmodjo, (2005) Sampel adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Oleh
karena itu menurut Arikunto (2006) menyatakan bahwa jika populasi lebih besar
25
atau sama dengan 100, maka sampel diambil 10-25% sedangkan jika populasi
lebih kecil dari 100 maka seluruh populasi harus dijadikan sampel, oleh karena itu
pengambilan sampel dalam peneilitian ini adalah secara total sampling atau total
populasi yaitu seluruh pedangang ayam yang berjualan di pasar bina usaha
Meulaboh Aceh Barat yang berjumlah 36 tempat pemotongan ayam.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan melalui
pengamatan dan observasi peneliti kepada responden untuk memperoleh hasil,
penjelasan dari responden tentang sanitasi lingkungan tempat pemtongan ayam di
Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dalam upaya memperbaruhi.
Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan metode angket.
Angket ini dilakukan dengan mencek list kuesioner yang sesuai hasil pengamatan
peneliti (Notoatmodjo, 2007). Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti mengacu
kepada konsep sanitasi tempat pemotongan ayam.
3.4.2. Data Sekunder
Data yang diperoleh sebagai pendukung hasil penelitian, sumber data
sekunder diperoleh dari catatan, literatur, artikel dan tulisan ilmiah yang relevan
dengan topik penelitian yang dilakukan (Sarwono, 2006).
26
3.5. Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
No Variabel
Defenisi
operasional
Cara Ukur Alat
ukur
Hasil Ukur Skala
Variabel Independen
1 Sarana dan
Prasarana
tempat
pemotongan
ayam
Lokasi Yang
Baik
digunakan
dalam
pemotongan
ayam
Cek List Kuesioner
1. Memenuhi
syarat
( 50-100 %)
2. Tidak
memenuhi
syarat (<50 %)
Ordinal
2 Sistem
pembuangan
limbah
Cara
mengalirkan
kotoran berkas
pemotongan
ayam pada
tempatnya
yang tdak
mempengaruhi
lingkungan
sekitarnya
Cek List Kuesioner
1. Memenuhi
syarat
(50-100 %)
2. Tidak
memenuhi
syarat (<50
%)
Ordinal
3 Peralatan-
peralatan
pemotongan
ayam
Alat-alat yang
sesuai dan baik
untuk
menghindari
desifektan atau
infeksi dari
peralatan-
peralatan yang
digunakan
Cek List Kuesioner
1. Memenuhi
syarat
(50-100%)
2. Tidak
memenuhi
syarat(<50%)
Ordinal
Variabel Dependen
1 Tempat
Pemotongan
Ayam
Memenuhi
persyaratan
teknis dan
hygiene
tertentu
digunakan
sebagai tempat
memotong
unggas bagi
konsumsi
masyarakat
Cek List Kuesioner
1. Memenuhi
syarat
(50-100%)
2. Tidak
memenuhi
Syarat (<50%)
Ordinal
27
3.6. Metode Pengukuran
Penelitian menggunakan instrument berupa angket (kuesioner) yang berisi
5 pertanyaan dalam tiap-tiap variabel dengan bentuk pertanyaan tertutup. Pilihan
pertanyaan diberikan oleh peneliti untuk menilai responden. Peneliti telah
menyediakan jawaban, sehingga peneliti tinggal memilih atau membubuhkan
tanda checklish (√) pada jawaban yang sesuai menurut keadaan dan hasil yang
didapat selama pengamatan dari penliti terhadap responden. Jawaban yang benar
diberi skor 1 (satu) dan salah diberi skor 0 (nol), dengan hasil ukur, maka jika
nilai <50% yaitu tidak memenuhi syarat dan jika nilai 50 – 100% yaitu memenuhi
syarat (Hidayat, 2007).
3.7. Analisis Data Penelitian
Analisis data dilakukan untuk menunjang kegiatan analisis sebagai upaya
pembuktian hipotesis, teknik analisis yang digunakan adalah :
3.7.1. Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap variabel-
variabel independen yang diteliti, mendiagnosis asumsi statistik lanjut dan
mendeteksi nilai ekstrim dengan melihat gambaran distribusi frekuensi variabel
dependen dan independen yang akan diteliti yang dikenal dalam bentuk tabel dan
distribusi.
28
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dan independen dengan cara diagnosis data dan uji hipotesis dua
variabel dengan mengunakan uji chi square.
Apabila hasil uji statistic chi square menunjukkan Pvalue < atau = α : 0,05
maka hipotesis nol ditolak artinya ada hubungan yang signifikan dan apabila Pvalue
> α : 0,05 maka hipotesis nol diterima artinya tidak ada hubungan yang
signifikan.
Dalam melakukan uji chi square ada syarat-syarat yang harus di penuhi:
1. Bila 2 x 2 dijumpain nilai expected (harapan) kurang dari 5, maka yang
digunakan adalah Fisher’s Test.
2. Bila 2x 2 dan nilai E > 5, maka uji yang di pakai sebaiknya Contiuty Corection.
3. Bila table lebih dari 2 x 2, 3 x 3 dan seterusnya, maka digunakan uji pearson
Chi-Squere.
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Pasar Bina Usaha merupakan salah satu tempat dagang di Kabupaten Aceh
Barat di bawah pengawasan dan pengendalian pemerintah Kabupaten Aceh Barat
yang di kelolah oleh Dinas Pengelolah Keuangan dan Kekayaan Daerah
(DPKKD), dan salah satunya UPTD Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat yang mengelola, mengatur, mengawasi serta mengendalikan pasar
oleh UPTD Pasar Bina Usaha Meulaboh Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Pasar Bina Usaha terletak ditengah-tengah kota Meulaboh, Kecamatan
Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh. Terletek di Kecamatan
Johan Pahlawan dengan luas ≤ 1.400 meter, dengan jumlah pedangang di Pasar
Bina Usaha Sekitar ≤ 567 pedangan di Pasar Bina Usaha dengan beraneka ragam
yang diperjual belikan sesuai karakter pedangang. Pasar Bina Usaha berbatasan
dengan sebelah Utara Pasar Bina Usaha berbatas dengan kampong panggong dan
sebalah selatan berbatasan dengan gedung mal, sebelah barat berbatas dengan
kampong ujong baroh dan sebelah timur berbatas dengan kampong ujong kalak.
Struktur Organisasi Unit Pelaksanaan Teknik Dinas (UPTD) Pasar
Meulaboh terdiri dari: Ketua Pasar Bina Usaha yaitu Darwin Hamidi, SE,
Sekretaris yaitu T.M. Husein, dibawah jajaran ketua dan sekretaris terdiri dari
petugas-petugas yang mengatur Pasar Bina Usaha Meulaboh, Petugas Pengutip
yaitu Mariati, Bustami, Yuli Kamsiah, Kamsidi, Hermansyah, Lastumi dan
Nasruddin.
30
4.2. Analisis Univariat
4.2.1. Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini seluruh responden yaitu pedagang ayam tentang
sanitasi tempat pengolahan ayam di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat
Tahun 2014. Karakteristik responden tersebut terdiri dari Umur, Pendidikan dan
Pekerjaan.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Tempat Pengelohan
Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat
Tahun 2014.
No Sarana dan Prasarana Jumlah Persen
1
2
3
20-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
18
13
5
50,0
36,1
13,9
Jumlah 36 100
Berdasarkan Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas
di tempat pengolahan pemotongan ayam yang berusia 20-30 Tahun sebanyak 18
responden (50,0%), berusia 31-40 Tahun sebanyak 13 responden (36,1%) dan
berusia 41-50 Tahun sebanyak 5 responden (13,9%).
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden Tempat Pengelohan
Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat
Tahun 2014.
No Sarana dan Prasarana Jumlah Persen
1
2
3
SD
SMP
SMA
19
11
6
52,8
30,6
16,6
Jumlah 36 100
Berdasarkan Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan berpendidikan
terakhir mayoritas adalah SD sebanyak 19 responden (52,8%), Pendidikan SMP
sebanyak 11 responden (30,6%) dan Pendidikan SMA sebanyak 6 responden
(16,7 %).
31
4.2.2. Variabel Independen
4.2.2.1. Sarana dan Prasarana Tempat Pemotongan Ayam
Adapun sarana dan prasarana tempat pemotongan ayam di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua kategori,
Memenuhi syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sarana dan Prasarana Responden Tempat
Pengelohan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha Meulaboh
Aceh Barat Tahun 2014.
No Sarana dan Prasarana Jumlah Persen
1
2
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
5
31
13,9
86,1
Jumlah 36 100.0
Dari Tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
mempunyai kategori Sarana dan Prasarana yang memenuhi syarat sebanyak 5
responden (13,9 %) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 31 responden
(86,1 %).
4.2.2.2. Sistem Pembuangan Limbah
Adapun sistem pembuangan limbah tempat pemotongan ayam di Pasar
Bina Usaha Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua
kategori, Memenuhi syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut :
32
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sistem Pembuangan Limbah Responden
Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
No Sistem Pembuangan
Limbah
Jumlah Persen
1
2
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
5
31
13,9
86,1
Jumlah 36 100.0
Dari Tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas sistem
pembuangan limbah berada pada kategori memenuhi syarat sebanyak sebanyak 5
responden (13,9 %) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 31 responden
(86,1%).
4.2.2.3. Peralatan-Peralatan Pemotongan Ayam
Adapun peralatan-peralatan tempat pemotongan ayam di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua kategori,
Memenuhi syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Peralatan-peralatan Responden Tentang
Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
No Peralatan-Peralatan Jumlah Persen
1
2
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi Syarat
5
31
13,9
86,1
Jumlah 36 100.0
Dari Tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas peralatan-peralatan
tempat pengolahan pemotongan ayam berada pada kategori yang memenuhi syarat
sebanyak 5 responden (13,9 %) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 31
responden (86,1 %).
33
4.2.3 Variabel Dependen
4.2.3.1. Tempat Pemotongan Ayam
Adapun tempat pemotongan ayam di Pasar Bina Usaha Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat tahun 2014 dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi syarat
tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tempat Pengelohan Pemotongan Ayam
Responden Di Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun
2014.
No Tempat Pemotongan
Ayam
Jumlah Persen
1
2
Memenuhi syarat
Tidak Memenuhi Syarat
7
29
19,4
80,6
Jumlah 36 100.0
Dari Tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas tempat pengolahan
pemotongan ayam berada pada kategori memenuhi syarat sebanyak 7 responden
(19,4%) dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 29 responden (80,6%).
4.3. Analisis Bivariat
4.3.1. Sarana Dan Prasarana Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam
Faktor yang mempengaruhi hygine dan sanitasi pada sarana dan prasarana
tempat pengolahan pemotongan ayam di pasar bina usaha Meulaboh Aceh Barat
Tahun 2014, dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi syarat tidak memenuhi
syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
34
Tabel 4.7 Faktor Yang Mempengaruhi Hygine Dan Sanitasi Pada Sarana
Dan Prasarana Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar
Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Sarana dan
Prasarana
Tempat Pemotongan
Ayam
Total p OR Memenuhi
Syarat
Tdk
Memenuhi
Syarat
η % η % η %
Memenuhi Syarat 5 13,8 0 0.0 5 13,9
0.00
0.065 Tdk Memenuhi Syarat 2 5,6 29 80,6 31 86,1
Jumlah 7 19,4 29 80,6 36 100.0
Dari Tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
mempunyai kategori sarana dan prasarana yang memenuhi syarat kesehatan dan
memiliki tempat pemotongan ayam yang memenuhi syarat kesehatan adalah
sebanyak 5 responden (13,8%) dan yang memiliki sarana dan prasarana tidak
memenuhi syarat juga memiliki tempat pemotongan ayam yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah sebanyak 29 responden (80,5%). Sedangkan hasil uji chi
square terdapat hubungan antara faktor sarana dan prasarana terhadap tempat
pemotongan ayam dengan nilai P=0,00 dan nilai OR = 0,065.
4.3.2. Pembuangan Limbah Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam
Faktor yang mempengaruhi hygine dan sanitasi pembuangan limbah
tempat pengolahan pemotongan ayam di pasar bina usaha Meulaboh Aceh Barat
Tahun 2014, dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi syarat tidak memenuhi
syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
35
Tabel 4.8 Faktor Yang Mempengaruhi Hygine Dan Sanitasi Pembuangan
Limbah Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina
Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014
Pembuangan
Limbah
Tempat Pemotongan
Ayam
Total p OR Memenuhi
Syarat
Tdk
Memenuhi
Syarat
η % η % η %
Memenuhi Syarat 4 11,1 1 2,8 5 13,9
0,003
37,33 Tdk Memenuhi Syarat 3 8,3 28 77,8 31 86,1
Jumlah 7 19,4 29 80,6 36 100.0
Dari Tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
mempunyai kategori pembuangan limbah yang memenuhi syarat kesehatan dan
memiliki tempat pemotongan ayam yang memenuhi syarat kesehatan adalah
sebanyak 4 responden (11,1%) dan yang memiliki pembuangan limbah tidak
memenuhi syarat juga memiliki tempat pemotongan ayam yang tidak memenuhi
syarat kesehatan adalah sebanyak 28 responden (77,8%). Sedangkan hasil uji chi
square terdapat hubungan antara faktor pembuangan limbah terhadap tempat
pemotongan ayam dengan nilai P=0,003 dan nilai OR = 37,33.
4.3.3. Peralatan-Peralatan Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam
Faktor yang mempengaruhi faktor yang mempengaruhi hygine dan sanitasi
pada peralatan-peralatan tempat pengolahan pemotongan ayam di pasar bina
usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, dibagi menjadi dua kategori, Memenuhi
syarat tidak memenuhi syarat secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
36
Tabel 4.9 Faktor Yang Mempengaruhi Hygine Dan Sanitasi Pada Peralatan-
Peralatan Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina
Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Peralatan-Peralatan
Tempat Pemotongan
Ayam
Total p OR Memenuhi
Syarat
Tidak
Memenuhi
Syarat
η % η % η %
Memenuhi Syarat 4 11,1 1 2,8 5 13,9
0,003
37,33 Tdk Memenuhi Syarat 3 8,3 28 77,8 31 86,1
Jumlah 7 19,4 29 80,6 36 100.0
Dari Tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden
mempunyai kategori peralatan-peralatan tempat pemotongan ayam yang
memenuhi syarat kesehatan dan memiliki tempat pemotongan ayam yang
memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 4 responden (11,1%) dan yang
memiliki peralatan-peralatan yang tidak memenuhi syarat juga memiliki tempat
pemotongan ayam tidak memenuhi syarat kesehatan adalah sebanyak 28
responden (77,8 %). Sedangkan hasil uji chi square terdapat hubungan antara
faktor pembuangan limbah dengan tempat pemotongan ayam dengan nilai
P=0,003 dan nilai OR = 37,33.
4.4. Pembahasan Penelitian
4.4.1. Faktor yang mempengaruhi hygine sanitasi pada sarana dan
prasarana Terhadap Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar
Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Untuk faktor sarana dan prasarana berdasarkan hasil uji korelasi Chi Square
diperoleh nilai P value 0,000<0,05 yang artinya terdapat pengaruh yang bermakna
antara sarana dan prasarana dengan tempat pemotongan ayam di pasar Bina Usaha
37
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014. Hal ini terjadi karena sarana dan prasarana
yang tersedia di Pasar Bina Usaha Masih terlihat buruk.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Anjar (2009), bahwa
ada hubungan antara sarana dan prasarana terhadap tempat pemotongan ayam
diperoleh nilai P value < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel
karena belum tersedianya sarana dan prasarana yang baik antara lain seperti, masih
terlihat kotor dan tidak tersedianya air bersih dan tempat penjualan yang sangat kotor
serta pendistribusian daging ayam yang masih sangat buruk ini diakibatkan karena
kurangnya pengetahuan pedagang ayam.
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mendukung
tercapainya daging yang asuh serta proses distribusi daging yang lancar ke
konsumen. Baik Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun Rumah Pemotongan
Unggas (RPU) harus memiliki sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Abubakar (2003) bahwa ketersediaan sarana di Rumah
Pemotongan Ayam (RPA) sangat penting untuk berlangsungnya proses
pemotongan dan untuk menghasilkan ayam potong berkualitas baik.
Menurut pendapat peneliti dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana
sangat berpengaruh terhadap pemotongan ayam di dikarenakan dimana sarana dan
prasarana adalah tempat pendistribusian ayam kepada konsumen dan tempat
pengelola pemotongan ayam sangat perlu diperhatikan tetapi yang masih terlihat
sekarang sarana dan prasarana di pasar masih sangat buruk.
38
4.4.2. Faktor yang mempengaruhi hygine sanitasi pada Sistem Pembuangan
Limbah Terhadap Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar
Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, hasil analisa statistik diperoleh nilai signifikan
P value 0,003 <0,05 . Nilai ini lebih kecil dari nilai signifikan α = 0,05. Sehingga
dapat di simpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara sistem
pembuangan limbah dengan tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina
Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007) bahwa ada hubungan antara
pembuangan limbah dengan tempat pemotongan ayam diperoleh nilai P value <
0,05 yang berarti terdapat hubungan yang sigfinikasi antara kedua variabel
tersebut. Pola Kecendurungan didapatkan bahwa proses pembusukan pada limbah
ternak akibat adanya kandunga NH3 dan H2S yang diatas maksimum sehingga
kedua zat menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat menimbulkan penyait-
penyakit yang berbahaya bagi kesehatan.
Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010) bahwa lokasi penanganan limbah
ternak di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus jauh dari lingkungan
masyarakat dan menurut Anonim (2010) bahwa pada Di Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) harus terdapat sarana pengolahan limbah.
Menurut pendapat peneliti dapat disimpulkan bahwa sistem pembuangan
limbah sangat berpengaruh terhadap pemotongan ayam karena limbah merupakan
kotoran yang dihasilkan oleh ayam dan akan mengakibatkan wabah penyakit
untuk lingkungan sekitar pedagang-pedagang yang berada di Pasar Bina Usaha
Meulaboh, ini dikarenakan kuranganya pengetahuan yang diperoleh pengelola
39
pasar dan pedagang penjualan ayam terhadap cara pengelola tempat pemotongan
ayam yang baik dan benar sesuai standar kesehatan.
4.4.3. Faktor yang mempengaruhi hygine sanitasi pada Peralatan-Peralatan
Tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan di Pasar Bina Usaha
Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014, hasil analisa statistik diperoleh nilai signifikan
P value 0,003< 0,05. Nilai ini lebih besar dari nilai signifikan α = 0,05. Sehingga
dapat di simpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara
peralatan-peralatan dengan tempat Pengolahan Pemotongan Ayam Di Pasar Bina
Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014.
Hal ini sesuai pendapat Susanto (2007) bahwa ada hubungan antara
peralatan-peralatan dengan tempat pemotongan ayam diperoleh nilai P value <
0,05 yang berarti terdapat hubungan yang sigfinikasi antara kedua variabel
tersebut. Pola Kecendurungan didapatkan bahwa peralatan-peralatan yang
digunakan belum steril dan berkarat yang akan menyebabkan infeksi silang
kuman bakteri, atau virus yang mengakibatkan wabah penyakit di tempat
pemotongan ayam.
Peralatan harus terbuat dari bahan yang tahan karat, memiliki permukaan
yang rata, dan tidak kedap air. Sehingga mudah dibersihkan dan tidak menjadi
tempat bersarangnya mikrobia. peralatan produksi harus dibersihkan dan
disucihamakan setiap hari proses pembersihan dan desinfeksi tempat produksi dan
peralatan mutlak dilakukan secara teratur setiap hari. Selain pembersihan
40
dilakukan pula suci hama menggunakan desinfektan karena sisa-sisa materi karkas
ayam merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikrobia dan Peralatan
yang digunakan dipilih yang mempunyai desain yang tidak berpotensi sebagai
sarang mikrobia dan terbuat dari bahan yang memenuhi syarat (Prima, 2006).
Hal ini sesuai pendapat Anonim (2010). Selain itu adapula beberapa
peralatan yang sudah berkarat, padahal alat-alat yang digunakan di RPH baik itu
untuk menyembelih maupun untuk membagi karkas haruslah terbuat dari bahan
yang tidak mudah berkarat dan bahwa seluruh perlengkapan pendukung dan
penunjang di Rumah Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak
mudah korosif.
Menurut Peneliti dari beberapa peralatan yang terdapat pada Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Pasar Bina Usaha sudah cukup memadai. Akan tetapi
pemanfaatan dari peralatan tersebut oleh para pekerja masih jauh dari harapan.
Sebab peralatan karena alat-alat yang digunakan masih terlihat berkarat serta tidak
terawat tanpa melihat dampaknya kedepan dari daging ayam ini diakibatkan
kurang pengetahuan terhadap dampak perlatan-peralatan pemotongan ayam yang
berkarat dan mudah krosif.
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab 4,
maka kesimpulannya adalah :
5.1.1. Ada pengaruh faktor sarana dan prasarana yang mempengaruhi hygine dan
sanitasi terhadap tempat pengolahan pemotongan ayam di Pasar Bina
Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014 dengan nilai P value 0,00 < 0,05
5.1.2. Ada pengaruh faktor sistem pembuangan limbah yang mempengaruhi
hygine dan sanitasi terhadap tempat pengolahan pemotongan ayam di
Pasar Bina Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014 dengan nilai P value
0,003< 0,05.
5.1.3. Ada pengaruh faktor peralatan-peralatan yang mempengaruhi hygine dan
sanitasi terhadap tempat pengolahan pemotongan ayam di Pasar Bina
Usaha Meulaboh Aceh Barat Tahun 2014 dengan nilai P value 0,003<
0,05.
5.2. Saran
5.2.1.Bagi Peneliti
Diharapkan mampu menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dengan
melakukan penelitian ini dan menjadikannya sebagai referensi serta aplikasi
ilmu kesehatan masyarakat dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan lebih baik.
42
5.2.2. Bagi Responden
Diharapkan agar dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan masukan serta
informasi yang dapat dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Dan diharapkan
kepada pengelola ayam potong dapat mengetahui standar sanitasi tempat
pemotongan yang bersih dan sehat.
5.2.3. Bagi Pemutus Kebijakan
Sebagai masukan dan gambaran informasi untuk menanggani dan
menindaklanjutin masalah sanitasi terhadap tempat pemotongan ayam di
Pasar Bina Usaha yang masih sangat buruk bagi kesehatan lingkungan dan
perlu diperhatikan agar terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat serta
terbebas dari penyakit-penyakit lingkungan.
5.2.4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan bisa menjadi referensi bacaan bagi mahasiswa lain untuk
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Abustam, (2009). Tempat Pemotongan Ayam. Rineka Cipta: Jakarta.
Anonim, 2010. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi
Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). <URL>
http://www.pom.go.id (diakses tanggal 25 Juli 2006). Jurnal. Soedirman
Universiti.
Bakar. 2003. Hubungan Tempat Pemotongan Ayam Terhadap Sanitasi
Lingkungan. Http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 28 Januari
2014. Jurnal. Universitas UISU.
Chandra, 2006. Sanitasi Pada Produksi Makanan. Rineka Cipta: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2004. Sanitasi Lingkungan Pasar. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2006. Survey penayakit-penyakit yang ditimbulkan
dari sanitasi lingkungan yang buruk. Jakarta.
Gustiani, 2009. Kesehatan Lingkungan Masyarakat. Rineka Cipta: Jakarta
Komisi Pengawas Persaingan usaha, 2011. Memproduksi Usaha Penjualan Ayam.
Jakarta.
Kementrian Pertenakan Hewan, 2010. Pedoman Produksi Dan penanganan
Daging Ayam Yang Higienis. Jakarta
Murdiati, 2006. Rumah Pemotongan Ayam (RPA). Rineka Cipta: Jakarta.
Murtidjo, B. A., 2003. Pemotongan dan Penanganan Daging Ayam. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Notoadmojo, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan : Rineka Cipta: Jakarta.
. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan: Rineka Cipta. Jakarta.
Oginawati, 2008. Sanitasi Pada produksi Makanan. http:// www.idai.or.id
dikutip dari pada tanggal 28 Maret 2014. Jurnal. Universitas
Indonesia.
Purnawijayanti, Hiasinta A. 2006. Sanitasi, Higiene, dan Keselamatan Kerja
dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Prima,I.W.,2006. RPA sebagai Bagian dari Kesmavet. <URL>
http://www.poultryindonesia.com (diakses tanggal 27 Juni 2014).
Roihatin (2007). Hubungan Pembuanga Limbah Dengan Tempat Penjualan
Daging Ayam. http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 27
Agustus 2014. Skripsi. Universitas Sumatra Utara (USU).
Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu.
Bandung.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Syaifudin A, 2010. Analisa Pengawasan pemotongan Ayam Tingkat Tradisional.
Dikutip Dari Skripsi Falkutas Kesehatan Pertanian Universitas Sebebals
Maret, Jakarta.
Silvia A, 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi tempat pemotongan
ayam. http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 23 Agustus
2014. Skripsi. Universitas Brawijaya.
Syukur, D. A., 2006. Penerapan Higiene-Sanitasi dalam Penyediaan Pangan Asal
Hewan yang ASUH. <URL> http://www.disnakkeswan-lampung.go.id
(diakses tanggal 26 Juli 2006). Skripsi. Universitas Sumatra Utara
(USU).
Susanto 2007. Skripsi Faktor-faktor yang mempengaruhi tempat pemotongan
ayam. http:// www.idai.or.id dikutip dari pada tanggal 29 Agustus
2014. Skripsi. Universitas Indonesia (UI).
Widayati, 2002. Sanitasi Dan Hyginenitas Karyawan. Jakarta.
Winarno, F.G., 2006. Sterilisasi Komersial Produk Pangan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.