FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA TEKNISI PESAWAT...
Transcript of FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA TEKNISI PESAWAT...
i
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STRES KERJA PADA TEKNISI PESAWAT TERBANG UNIT
BASE MAINTENANCE DI PT. X TAHUN 2017
SKRIPSI
OLEH :
MEGA SARASWATI
NIM. 1113101000037
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STRES KERJA PADA TEKNISI PESAWAT TERBANG
UNIT BASE MAINTENANCE DI PT. X TAHUN 2017
Disusun Oleh :
MEGA SARASWATI
NIM. 1113101000037
Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang
Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 22 Desember 2017
Pembimbing
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, 20 Desember 2017
Mega Saraswati, NIM : 1113101000037
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang Unit Base Maintenance di PT. X Tahun 2017
(XX + 110 halaman, 20 tabel, 2 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK
Stres kerja merupakan keluhan kesehatan yang terjadi hampir di setiap
pekerjaan di seluruh dunia dan telah menjadi “epidemic global” (Greenberg,
2002). Salah satu pekerjaan yang berisiko mengalami stres kerja adalah teknisi
pesawat terbang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan
hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja di PT.X tahun 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. 130 orang teknisi pesawat terbang terpilih menjadi sampel dalam
penelitian ini. Penelitian ini menggunakan tiga kuisioner baku yakni kuesioner
depression, anxiety, stress scale 42 (DASS-42), HSE management standart
indicator tools dan The Glazer-Stress Control Life-Style Questionnaire.
Hasil penelitian menunjukan dari 130 pekerja, 71 orang (54,6%)
diantaranya mengalami keluhan stres kerja dan 59 orang (45,4%) sisanya tidak
mengalami stres kerja. Sementara itu dari 11 faktor yang di teliti, faktor dukungan
sosial dan hubungan interpersonal memiliki pvalue <0,05 yang artinya terbukti
berhubungan secara signifikan dengan stres kerja. Sedangkan faktor lainnya
terbukti tidak berhubungan secara signifikan dengan pvalue > 0,05.
Sebagai langkah pencegahan stres kerja perusahaan diharapkan dapat
menempatkan jumlah personil yang sesuai dengan kebutuhan, membagi beban
kerja sesuai dengan kapabilitas dari masing-masing personil meningkatkan
budaya saling dukung dalam pekerjaan, meningkatkan komunikasi dan hubungan
interpersonal antar pekerja dengan pekerja atau pekerja dengan atasan, dan hanya
mempekerjakan pekerja dengan kondisi fit untuk mengikuti lembur malam serta
upayakan agar pekerja yang sudah mendekati usia lansia tidak lagi bekerja secara
shift.
Daftar Bacaan : 90 (1978-2017)
Kata Kunci : Stres Kerja, Teknisi, Penerbangan
vi
FACULITY OF MEDICINE AND HEALTH SIENCE
PROGRAM STUDY OF PUBLIC HEALTH
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY
Undergraduated Thesis, 20 December 2017
Mega Saraswati, NIM : 1113101000037
Factors Associated With Working Stress On Aircraft Technician Unit Base
Maintenance at PT. X Year 2017
(XX + 110 pages, 20 tabels, 2 images, 2 appendixes)
ABSTRACT
Job stress is a health complaint that occurs almost every job in the world
and has become a "global epidemic" (Greenberg, 2002). One of the jobs at risk of
working stress is an aircraft technician. This study aims to determine the
description and the relationship of factors associated with working stress on
aircraft technicant at PT.X year 2017. This research is a quantitative study with
cross sectional study design. 130 aircraft technician were selected to be sampled
in this study. This study used three standard questionnaires namely questionnaire
depression, anxiety, stress scale 42 (DASS-42), HSE management standard
indicator tool and The Glazer-Stress Control Life-Style Questionnaire.
The results showed that from 130 workers, 71 workers (54.6%) of them
experienced job stress complaints and 59 workers (45.4%) the rest did not
experience work stress. Meanwhile, from 11 factors in the research, social support
factor and interpersonal relationship has pvalue <0,05 which means proved to be
related significantly with job stress. While other factors proved not related
significantly with pvalue> 0,05.
As a preventive measure of work stress the company is expected to place
the number of personnel in accordance with the needs, divide the workload in
accordance with the capability of each personnel improve the culture of mutual
support in work, improve communication and interpersonal relationships between
workers with workers or workers with supervisior, hire workers with fitness
conditions to follow over night and try to get older workers no longer working in
shifts.
References : 90 (1978-2017)
Keyword: Jobstress, Technician, Aviation
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL
Nama : Mega Saraswati
Tempat, Tanggal Lahir : Pringsewu, 13 Juli 1995
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pondok Makmur Blok A6 No. 22 RT/RW 02/04
Gebang Raya Periuk, Kota Tangerang
No. Telp : 0857 1639 5813
Email : [email protected]
PENDIDIKAN FORMAL
2000– 2001 : TK Islam Baitul Makmur
2001 – 2007 : SDN 6 Kota Tangerang
2007 – 2010 : SMPN 15 Kota Tangerang
2010 – 2013 : SMAN 4 Kota Tangerang
2013 – Sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
Teater Semut SMAN 4 Tangerang (2010 – 2011)
English Club SMAN 4 Tangerang (2010 – 2012)
Paduan Suara Mahasiswa UIN Jakarta (2013 – Sekarang)
Himpunan Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat (2014 - 2015)
viii
Teater Piory Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ( 2015 – 2016)
Paduan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (2015-Sekarang)
Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Jakarta (2015 – 2017)
PELATIHAN
Training Paduan Suara PSM UIN Jakarta (2014)
Pelatihan dan Aplikasi “Screening PJPD” Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Jakarta (2014)
Riset Training Epidata dan SPSS HMPS Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
(2015)
Workshop “Safety In The Process Industries” UIN Jakarta (2015)
Workshop “Ergonomic Di Tempat Kerja” UIN Jakarta (2016)
Penyuluhan dan Pencegahan Kebakaran Pada Gedung Bertingkat Korps
Sukarela (KSR) Palang Merah Indonesia (PMI) UIN Jakarta (2016)
Workshop “Manajemen Risiko dan Pencegahan Kerugian di Tempat Kerja”
UIN Jakarta (2016)
Workshop “Manajemen Kebakaran dan Ledakan di Tempat Kerja” UIN
Jakarta (2016)
Interactive Training Contractor Safety Management System (CSMS) STS
(2016)
PENGALAMAN KERJA
Enumerator Polling Kompas Gramedia Jakarta (2016-2017)
Magang sebagai Health Safety and Environment Officer di PT. Garuda
Maintenance Facility (GMF) AeroAsia (2017)
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanyalah untuk Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Mencintai, dengan pancaran cinta yang abadi. Yang selalu melimpahkan nikmat
dan karunia kepada hamba-Nya dengan adil dan sempurna. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada baginda Rasulullah Saw, beserta keluarga dan para
sahabatnya. Untaian rasa syukur penulis panjatkan karena dengan izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang Unit
Base Maintenance PT.X Tahun 2017” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan penelitian ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga penyusunan penelitian ini dapat terlaksana sesuai dengan
yang telah direncanakan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis bermaksud
menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Mamah dan Papah yang telah menjadi sosok luar biasa, yang selalu setia
memberi dukungan do‟a dan kasih sayang tiada tara, yang mau bersusah
payah jatuh bangun untuk keberhasilan anak-anaknya dalam setiap
langkah dihidupnya.
2. Ka Agung, Dedek Icha, Mbh Putri, Mbh Kakung, Bule Intan, dan seluruh
keluarga penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moral
maupun material selama penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM., M.KKK. selaku pembimbing
peneliti yang selalu sabar membimbing, memberikan waktu, arahan, dan
pengembangan pemikiran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
x
4. Ibu Dela Aristi, M.KM dan Ibu Catur Rosidati, S.KM., M.KM, dan Bapak
Rullyenzy, M.KKK yang telah bersedia menguji dan memberikan saran
selama penilisan, pengambilan data hingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik.
5. PT. X terkhusus bapak umar fauzi dan jajaran yang telah sabar
membimbing dan mempermudah perizinan dan pengambilan data.
6. Fanny mahasiswa UNAIR yang sudah mau bersusah payah bersama
peneliti dalam mengabil data.
7. Teman-teman prodi kesehatan masyarakat angkatan 2013 yang selalu
membatu dengan sepenuh hati selama penulis berkuliah dan
menyelesaikan skripsinya.
8. Teman-teman KATIGABELAS yang selalu memberikan insprasi,
dukungan, dan keceriaan yang besar selama kuliah dan penyusunan skripsi
ini, semoga persahabatan kita lekat sampai akhir hayat.
9. Zidti Imaroh, Rizki Zahrotul Hayati, dan Annisa Ayu Safitri Laraswati
yang selalu setia memberikan masukan dalam penulisan dan selalu mau
berbagi keluh kesah dalam penyusunan skripsi ini. Semoga kita bisa
sukses bersama-sama dan persahabatan kita lekat sampai akhir hayat.
10. Teman-Teman PSM UIN Jakarta yang selalu memberikan dukungan dan
semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Muhammad Ihsan yang sudah mau sama-sama berusahan dan memberikan
semangat untuk sama-sama menyelesaikan studi ditengah tuntutan
organisasi yang tinggi.
xi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
demi perbaikan penulisan kedepannya.
Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Dengan memanjatkan do‟a kepada Allah SWT, Peneliti berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Aamiin.
Jakarta, 22 Desember 2017
Mega Saraswati
NIM. 1113101000037
xii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
PANITIA SIDANG SKRIPSI ................................ Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xix
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
2. Rumusan Penelitian ......................................................................................... 5
1.3. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 6
1.4. Tujuan ........................................................................................................... 7
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................ 7
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 7
1.5. Manfaat ......................................................................................................... 8
1.5.1. Manfaat Bagi PT. X .............................................................................. 8
xiii
1.5.2. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan .................................. 8
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10
2.1. Definisi Stres Kerja .................................................................................... 10
2.2. Gejala Stres Kerja ...................................................................................... 11
2.3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja ............................. 12
2.4. Pencegahan dan Penatalaksanaan Stres Kerja ............................................ 26
2.5. Jenis Pengukuran Stres Kerja ..................................................................... 27
2.6. Instrumen Pengukuran Stres Kerja ............................................................. 28
2.7. Kerangka Teori ........................................................................................... 31
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ....................................................................................................... 32
3.1. Kerangka Konsep ....................................................................................... 32
3.2. Definisi Operasional ................................................................................... 34
3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 38
4.1. Jenis dan Desain Penelitian ........................................................................ 38
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 38
4.3. Populasi dan Sampel .................................................................................. 38
4.3.1. Populasi ................................................................................................ 38
4.3.2. Sampel ................................................................................................. 39
xiv
4.4. Instrumen Penelitian ................................................................................... 41
4.5. Validitas dan Reliabilitas Instumen Penelitian ........................................... 44
4.5.1. Validitas ............................................................................................... 45
4.5.2. Reliabilitas ........................................................................................... 45
4.6. Pengumpulan Data ..................................................................................... 46
4.7. Pengolahan Data ......................................................................................... 47
4.8. Analisis Data .............................................................................................. 49
4.8.1. Analisa Univariat ................................................................................. 49
4.8.2. Analisa Bivariat ................................................................................... 49
4.9. Penyajian Data ............................................................................................ 50
BAB V HASIL ...................................................................................................... 51
5.1. Gambaran Umum PT. X ............................................................................. 51
5.1.1. Profil Perusahaan ................................................................................. 51
5.1.2. Visi dan Misi Perusahaan .................................................................... 51
1.1.3. Proses Kerja Unit Base Maintenance .............................................. 52
5.2 Analisa Univariat ......................................................................................... 54
5.2.1. Stres Kerja............................................................................................ 54
5.2.2. Faktor Individu .................................................................................... 55
5.2.3. Faktor Pekerjaan .................................................................................. 56
5.3 Analisa Bivariat ........................................................................................... 59
5.3.1. Hubungan Faktor Individu Dengan Stres Kerja .................................. 59
xv
5.3.2. Hubungan Faktor Pekerjaan Dengan Stres Kerja ................................ 62
BAB VI PEMBAHASAN ..................................................................................... 70
6.1. Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 70
6.2. Gambaran Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang Unit Base
Maintenance Pt. X Tahun 2017 ......................................................................... 71
6.3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang Unit Base Maintenance Pt. X Tahun 2017 ........................... 73
6.3.1. Faktor Individu .................................................................................... 73
6.3.2. Faktor Pekerjaan .................................................................................. 81
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 98
7.1. Simpulan ..................................................................................................... 98
7.2. Saran ........................................................................................................... 99
7.2.1. Bagi Perusahaan ................................................................................... 99
7.2.2. Bagi Pekerja ....................................................................................... 100
7.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya ............................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 102
LAMPIRAN ........................................................................................................ 111
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja .................................................................. 28
Tabel 4. 1 Daftar Jumlah Tenaga Kerja Unit Base Maintenance Di PT. X Berdasarkan
Lokasi Kerja Tahun 2017 .................................................................................................. 38
Tabel 4. 2 Contoh Pemberian Skoring dengan 5 Skala Likert .......................................... 42
Tabel 4. 3 Validitas dan Reliabilitas Kuesinoner Penelitian ............................................. 44
Tabel 4. 4 Hasil Uji Reliabilitas Kulisioner Penelitian si PT. X tahun 2017 .................. 46
Tabel 4. 5 Kode Variabel .................................................................................................. 48
Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Stres kerja pada Teknisi Pesawat Terbang Unit Base
Maintenance PT.X Tahun 2017 ....................................................................................... 54
Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Faktor Individu pada Teknisi Pesawat Terbang Unit Base
Maintenance PT.X Tahun 2017 ....................................................................................... 55
Tabel 5. 3 Distribusi Frekuensi Faktor Pekerjaan pada Teknisi Pesawat Terbang Unit
Base Maintenance PT.X Tahun 2017 .............................................................................. 57
Tabel 5. 4 Distribusi Responden Menurut Tipe kepribadian Terhadap Stres Kerja Pada
Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................... 59
Tabel 5. 5 Distribusi Responden Menurut Masa KerjaTerhadap Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................................ 60
Tabel 5. 6 Distribusi Responden Menurut Umur Terhadap Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................................ 61
Tabel 5. 7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terhadap Stres Kerja Pada
Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................... 61
Tabel 5. 8 Distribusi Responden Menurut Tuntutan Pekerjaan Terhadap Stres Kerja Pada
Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................... 63
xvii
Tabel 5. 9 Distribusi Responden Menurut Kontrol Terhadap Pekerjaan Terhadap Stres
Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............ 64
Tabel 5. 10 Distribusi Responden Menurut Dukungan Sosial Terhadap Stres Kerja Pada
Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................... 65
Tabel 5. 11 Distribusi Responden Menurut Hubungan Interpersonal Terhadap Stres Kerja
Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ...................... 66
Tabel 5. 12 Distribusi Responden Menurut Peran Terhadap Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................................ 67
Tabel 5. 13 Distribusi Responden Menurut Perubahan Dalam Organisasi Terhadap Stres
Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............ 68
Tabel 5. 14 Distribusi Responden Menurut Shift Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017 ............................................ 69
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori .................................................................................. 31
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 33
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Output SPSS
xx
DAFTAR SINGKATAN
AIS = American Institute of Stres
DKK = Dan Kawan-Kawan
EUR = Euro
FAA = Federal Aviation Administration
HSE = Health Safety and Environment
KBBI = Kamus Besar Bahasa Indonesia
USD = United State Dollars
WHO = World Health Organization
ILO = International Labour Organization
SOP = Standart Operational Procedure
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pesawat terbang adalah salah satu alat transportasi udara yang
berteknologi canggih dan banyak digunakan pada abad ini. Dengan kecanggihan
teknologi yang dimilikinya mode transportasi ini dapat menjadikan waktu
perjanan jauh menjadi lebih singkat. Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2009 tentang
penerbangan dijelaskan pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat
dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Oleh karena
keunggulan dalam teknologi, pesawat terbang memerlukan perawatan dan
perbaikan yang baik guna menjaga keselamatan dan keamanan penerbangan.
Perawatan dan perbaikan pesawat terbang sangatlah penting, karena jika
pesawat terbang tidak terawat dengan baik maka akibatnya akan sangat fatal.
Banyak kecelakaan pesawat terbang disebabkan karena kesalahan pada saat
perbaikan dan perawatan pesawat terbang. FAA (2004) menyebutkan pada tahun
2000 Alaska Airlines MD-80 mengalami kecelakaan di Samudera Pasifik dekat
pelabuhan Hueneme Calif, saat itu pesawat jatuh karena ada salah satu baut pada
pesawat yang tidak diberikan pelumas akibatnya terdapat fungsi pesawat yang
tidak berjalan dengan baik hingga akhirnya jatuh dan mengakibatkan 88 orang
meninggal dunia. Selain itu pada tahun 2003 pesawat Air Midwest Airlines Beech
1900D juga mengalami kecalakaan di Bandara Internasional Douglas Charlotte,
saat itu pesawat yang baru saja akan pergi gagal take off dan menghantam tabah di
dekat runway dan menyebabkan 21 orang meniggal dunia, penyabab dari
2
kecelakaan ini diduga akibat kesalahan pada kontrol naik dan turun pesawat pada
saat perbaikan sebelum terbang. Di Indonesia kasus kecelakaan pesawat terbang
banyak terjadi di daerah timur Indonesia yang mana banyak disebabkan karena
faktor perawatan dan infrastruktur yang belum optimal (Suhendra, 2016).
Profesi utama yang memiliki peran penting dalam industri perbaikan dan
perawatan pesawat terbang adalah teknisi pesawat terbang. Oleh karena itu
kesehatan dan keselamatan teknisi pesawat terbang sangat perlu diperhatikan.
Berdasarkan FAA (2008) stres kerja merupakan salah satu ganguan kesehatan
yang banyak dialami teknisi pesawat terbang, hal ini dikarenakan teknisi pesawat
terbang merupakan bagian utama dalam perawatan dan perbaikan pesawat
terbang yang memiliki tuntutan pekerjaan yang tinggi dengan diikuti oleh waktu
penyelesaian yang singkat. Selain itu kemajuan teknologi juga membuat pekerja
harus selalu memperbaharui kemampuannya agar mampu bersaing dengan rekan
kerja lainnya. Faktor pencetus stres kerja adalah tanggung jawab yang sangat
tinggi karena sangat berkaitan dengan keselamatan penerbangan orang banyak.
Stres adalah suatu kondisi individu yang disertai dengan keadaan waspada
dan tegang yang dirasakan terus – menerus serta mudah sedih atau frustasi
(Lovibond & Lovibond,1995). Sedangkan stres kerja merupakan suatu keadaan
yang timbul dalam interaksi antara manusia dengan pekerjaannya (Behr &
Newman, 1978). Sementara definisi lain menyebutkan stres kerja sebagai respon
dari seseorang terhadap tuntunan dan tekanan kerja yang tidak seimbang dengan
pengetahuan dan kemampuan pekerja dalam menanganinya (WHO, 2003).
Keadaan dan respon tersebut meliputi gejala fisiologi, psikologi dan perilaku
(Robbins, 2014). Gejala – gejaja ini umumnya merugikan baik pada organisasi
3
maupun pada individu, sehingga perusahaan perlu untuk melakukan pengendalian
stres kerja di perusahaannya.
Secara epidemiologi stres kerja di alami hampir pada seluruh lini pekerjaan di
seluruh dunia, karena stres kerja berkaitan dengan interaksi perilaku, psikologis,
dan biologis individu dalam hubungannya dengan sesama pekerja dan lingkungan
kerjanya dan terus akan terlibat dalam dinamika dan pekermbangan organisasi
(Koening, 2006 dalam Besral & Widiantini, 2015). Seperti yang di lansir oleh
WHO bahwa stres kerja merupakan “penyakit abad dua puluhan” yang mana
artinya stres kerja dapat terjadi hampir di setiap pekerjaan di seluruh dunia dan
telah menjadi “epidemic global” (Greenberg, 2002).
Pada tahun 2005 pekerja di Eropa mengalami stres kerja dengan total 22%
dari seluruh pekerja di eropa, serta biaya penanggulangan mencapai EUR
20.000.000. Di Amerika Serikat setiap tahunnya industri mengalami kerugian
lebih dari 300 miliar USD sebagai akibat dari kecelakan, absenteisme, turnover
pekerja, dan kompensasi asuransi akibat stres kerja yang di alami pekerjanya
(AIS, 2013).
Sedangkan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menyebutkan
bahwa 6% dari total penduduk Indonesia yang berusia lima belas tahun ke atas
mengalami gangguan kesehatan emosional (Kemenkes, 2013). Meskipun data
tersebut tidak merujuk langsung kepada stres kerja, namun dapat di ketahui bahwa
masih banyak penduduk Indonesia yang mungkin mengalami stres kerja dalam
kesehariannya karena stres kerja merupakan bagian dari gangguan kesehatan
emosional.
4
PT. X merupakan perusahaan penyedia jasa yang bergerak dalam bidang
maintenance atau perawatan pesawat terbang. Bisnis utama PT. X adalah
penyediaan jasa perawatan dan perbaikan pesawat terbang yang mencakup
rangka pesawat, mesin, komponen, dan jasa pendukung lainnya yang terintegrasi.
Bisnis ini di kenal dengan nama Maintenance, Repair, dan Overhaul (MRO).
Dalam menjalankan bisnisnya PT. X memiliki beberapa unit produksi diantaranya
line maintenance, base maintenance, component maintenance, engine
maintenance, engineering service, material service, learning service, dan power
service (Anggraeni, 2015). Setiap unit memiliki fungsi dan tanggung jawabnya
masig-masing dalam proses MRO yang dijalankan perusahaan.
Berdasarkan safety report PT. X pada tahun 2014-2016 diketahui bahwa
kecelakaan kerja masih terus terjadi setiap tahunnya, seperti pada tahun 2014
terdapat 10 kasus, tahun 2015 sebanyak 45 kasus, dan tahun 2016 sebanyak 29
kasus. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Kragiven (1999) membuktikan
bahwa stres kerja berhubungan secara signifikan dengan kecelakaan kerja dengan
pvalue <0,005. Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Putri
(2008) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara risiko
kecelakaan kerja dengan stres kerja, yang mana semakin tinggi stres kerja maka
semaikin tinggi juga tingkat kecelakaan kerjanya. Khusus pada teknisi pesawat
terbang berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lin (2007) kepada teknisi pesawat
terbang di Hongkong, diketahui bahwa stres kerja merupakan faktor pencetus
yang terbukti secara signifikan menyebabkan cidera kerja dan penurunan
kesehatan fisik dengan nilai pvalue <0,001.
5
Unit base maintenance merupakan unit dengan tingkat kecelakaan
tertinggi di antara unit lainnya. Unit ini memiliki pekerjaan yang beragam, mulai
dari cek berat biasa, koreksi cacat utama, penguraian eksterior pesawat hingga
penyelesaian dekoratif, modifikasi, perbaikan dan rekonfigurasi kabin, hubungan
dalam penerbangan, perbaikan struktur berat, hingga konversi kargo (PT.X ,
2017). Selain tuntutan pekerjaan yang banyak dan beragam, unit ini juga dituntut
untuk melakukan pekerjaan dalam waktu yang cukup cepat. Untuk pekerjaan
perawatan menyeluruh satu buah pesawat harus dapat diselesaikan dalam waktu
dua minggu hingga satu bulan sehingga terkadang teknisi harus bekerja lembur
lebih dari 8 jam untuk memenuhi tenggat waktu yang ditentukan. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan dengan menggunakan kuisioner DASS-42 yang dilakukan
pada 30 pekerja unit base maintenance diketahui 7 orang (23,3%) mengalami
stres kerja sangat berat, 4 orang (13,3%) mengalami stres kerja berat, 5 orang
(16,7%) mengalami stres kerja sedang, 6 orang (20%) mengalami stres kerja
ringan, dan 8 orang (26,7%) tidak mengalami stres kerja. Hal ini membuktikan
bahwa masih terdapat masalah stres kerja yang terjadi pada teknisi pesawat
terbang di unit base maintenance.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul faktor - faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance PT. X tahun 2017.
2. Rumusan Penelitian
Berdasarkan safety report PT. X tahun 2014-2016 diketahui bahwa unit
produksi yang memiliki tingkat kecelakaan paling tinggi adalah unit base
maintenance. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2008) dan Lin (2007)
6
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan stres kerja
dengan kecelakaan atau cidera kerja. Unit base maintenance juga memiliki
tuntutan pekerjaan yang banyak dan beragam serta frekuensi kerja yang cepat,
sehingga berpotensi mengalami stres kerja. Selain itu berdasarkan hasil studi
pendahuluan dengan menggunakan kuisioner DASS-42 yang dilakukan pada 30
pekerja unit base maintenance diketahui 7 orang (23,3%) mengalami stres kerja
sangat berat, 4 orang (13,3%) mengalami stres kerja berat, 5 orang (16,7%)
mengalami stres kerja sedang, 6 orang (20%) mengalami stres kerja ringan, dan 8
orang (26,7%) tidak mengalami stres kerja. Hal ini membuktikan bahwa masih
terdapat masalah stres kerja yang terjadi pada teknisi pesawat terbang di unit base
maintenance PT. X. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai faktor - faktor yang berhubungan dengan stres
kerja pada teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada teknisi pesawat terbang unit base
maintenance PT. X tahun 2017?
2. Bagaimana gambaran faktor individu dan faktor pekerjaan yang berhubungan
dengan stres kerja pada teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT.
X tahun 2017?
3. Bagaimana hubungan faktor individu yang tipe kepribadian, masa kerja,
umur, dan tingkat pendidikan dengan stres kerja pada teknisi pesawat terbang
unit base maintenance di PT. X tahun 2017?
4. Bagaimana hubungan faktor pekerjaan yang meliputi tuntutan pekerjaan,
kontrol terhadap pekerjaan, dukungan sosial, peran, hubungan interpersonal,
7
perubahan dalam organisasi, dan shift kerja dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017?
1.4. Tujuan
1.4.1. Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran stres kerja pada teknisi pesawat terbang unit base
maintenance di PT. X tahun 2017.
2. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan dan faktor Individu yang
berhubungan dengan stres kerja pada teknisi pesawat terbang unit base
maintenance di PT. X tahun 2017.
3. Diketahuinya hubungan tiipe kepribadian dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
4. Diketahuinya hubungan masa kerja dengan stres kerja pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
5. Diketahuinya hubungan umur dengan stres kerja pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
6. Diketahuinya hubungan tingkat pendidikan dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
7. Diketahuinya hubungan tuntutan pekerjaan dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
8. Diketahuinya hubungan kontrol terhadap pekerjaan dengan stres kerja pada
teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
8
9. Diketahuinya hubungan dukungan sosial dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
10. Diketahuinya hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja
pada teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
11. Diketahuinya hubungan peran dengan stres kerja pada pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
12. Diketahuinya hubungan perubahan dalam organisasi dengan stres kerja
pada teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
13. Diketahuinya hubungan shift kerja dengan stres kerja pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017.
1.5. Manfaat
1.5.1. Manfaat Bagi PT. X
1. Dapat menjadi informasi bagi perusahaan tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada teknisi pesawat terbang di unit base
maintenance PT. X tahun 2017.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam pengembangan
kebijakan maupun program keselamatan dan kesehatan kerja terkait stres
kerja khususnya pada unit base maintenance yang ada di PT X.
1.5.2. Manfaat Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
1. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terkait stres di tempat
kerja.
2. Dapat menambah referensi mengenai stres kerja khususnya pada industri
perbaikan dan perawatan pesawat terbang.
9
3. Dapat mengimplementasikan ilmu yang sudah di pelajari selama di bangku
kuliah.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan stres kerja pada teknisi pesawat terbang di PT. X tahun 2017. Sampel dari
penelitian ini adalah teknisi pesawat terbang di unit base maintenance yang
berjumlah 130 pekerja dari total populasi 867 orang. Sampel di pilih secara acak
dengan menggunakan teknik simple random sampling. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Juli – Agustus 2017 di PT. X, dengan desain studi cross sectional dan
pendekatan kuantitatif. Sumber data pada penelitian ini didapatkan dari data
primer melalui pengisian kuesioner.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Stres Kerja
Stres adalah suatu kondisi individu yang disertai dengan keadaan waspada
dan tegang yang dirasakan terus – menerus serta mudah sedih atau frustasi
(Lovibond & Lovibond,1995). Sedangkan stres kerja merupakan suatu keadaan
yang timbul dalam interaksi antara manusia dengan pekerjaannya (Behr &
Newman, 1978). Sementara definisi lain menyebutkan stres kerja sebagai respon
dari seseorang terhadap tuntutan dan tekanan kerja yang tidak seimbang dengan
pengetahuan dan kemampuan pekerja dalam menanganinya (WHO, 2003). HSE
(2017) menyebutkan stres kerja merupakan kondisi yang muncul ketika individu
tidak dapat mengatasi dengan baik tuntutan pekerjaanya sehingga menyebabkan
terjadinya ketidakseimbangan antara kemampuan dan tuntutan pekerjaan.
Pengertian yang tidak jauh berbeda menyebutkan bahwa stres kerja adalah respon
fisiologis dan psikologis pekerja yang merasa bahwa tuntutan pekerjaan mereka
melebihi sumber daya dan atau kemampuan mereka untuk mengatasi
pekerjaannya (Way, 2012). Sementara itu berdasarkan buku Psikologi Industri
dan Organisasi, stres kerja diartikan sebagai respon individu terhadap stresor
yang ada pada pekerjaan yang dapat menyebabkan seseorang tidak dapat
berfungsi optimal (Munandar, 2001). Gejala yang dapat terjadi berupa gejala
fisiologi, psikologi atau perilaku (Robbins, 2014).
11
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa stres
kerja adalah keadaan yang timbul dalam interaksi antara manusia dengan
pekerjaannya ketika tuntutan pekerjaan melebihi batas pengetahuan dan
kemampuannya sehingga menyebabkan munculnya gejala fisiologi, psikologi,
atau perilaku.
2.2. Gejala Stres Kerja
Beehr dan Newman (1987) mengemukakan bahwa gejala yang muncul
ketika seseorang mengalami stres kerja diantaranya adalah gejala fisiologi,
psikologi, dan perilaku. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Gejala Fisiologi
Gejala ini meliputi perubahan secara fisiologi pada individu seperti
meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, meningkatnya sekresi adrenal
dan non adrenalin misal gangguan lambung, mudah terluka, gangguan
kardiovaskular, mudah lelah, gangguan pernafasan, sering berkeringat, gangguan
pada kulit, kepala pusing, migrant, kanker, ketegangan otot dan masalah tidur.
b. Gejala Psikologi
Gejala ini meliputi perubahan secara psikologi dan emosi seperti mudah
cemas dan tegang, bingung, mudah marah, sensitif, memendam perasaan,
komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual, mengurung diri, ketidak
puasan dalam bekerja, depresi, kebosanan, lelah mental, merasa terasi dan
mengasingkan diri, kehilangan daya konsentrasi, kehilangan spontanitas dan
kreativitas, kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya
diri.
12
c. Gejala perilaku
Gejala ini meliputi perubahan pada perilaku seperti menunda atau
menghindari pekerjaan, penurunan prestasi dan produktifitas, meningkatkan
konsumsi minuman keras, perilaku sabotase, meningkatnya frekuensi absensi,
perilaku makan yang tidak normal, kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis
berat badan, kecenderungan perilaku yang berisiko tinggi seperti mengebut atau
berjudi, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, penurunan kualitas hubungan
interpersonal dengan keluarga dan teman, kecenderungan bunuh diri.
2.3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja
Faktor penyebab stres kerja dapat dibedakan menjadi tiga, yakni faktor
individu, faktor pekerjaan dan faktor di luar pekerjaaan. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Individu
Faktor individu adalah faktor yang melekat pada diri individu yang
berpengaruh terhadap terjadinya stres kerja. Berdasarkan Febriandini dkk (2016)
dan Cooper (1989) dalam Munandar (2001) diketahui faktor individu tersebut
meliputi tipe kepribadian, jenis kelamin, umur, masa kerja, dan tingkat
pendidikan. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Tipe kepribadian
Rosenman dan Friedman (1974) yang meggolongkan individu kedalam
dua pola perilaku yaitu individu tipe A dan individu tipe B (Munandar, 2001).
Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding
kepribadian tipe B. Hal ini berkaitan dengan sifat individu dengan tipe
kepribadian yakni agresif, , memiliki keinginan yang kuat dan harus tercapai,
13
sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, konsentrasi pada
lebih dari satu pekerjaan pada waktu yang sama, tidak sabar , dan cenderung
berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang
non kompetitif. (Glazer, 1978). Walaupun pekerjaan relatif bebas dari sumber-
sumber stres, individu dengan tipe kepribadian membawa stres mereka sendiri
dalam bentuk pola perilakunya. Sehingga stres selalu timbul pada saat bekerja
maupun pada waktu senggang mereka (Leila, 2002).Sedangkan lawan dari tipe
kepribadian adalah kepribadian tipe B. Kepribadian tipe ini cenderung tidak
mudah gelisah atau tegang, lebih santai, nilai dan kesuksesan pribadi
didasarkan pada faktor yang jauh lebih luas dari pada yang yang dihasilkan.
Kepribadian tipe B cenderung lebih sedikit memiliki risiko stres kerja, namun
apabila kepribadian tipe Bnya terlalu kuat invididu cenderung tidak
termotovasi (Glazer, 1978).
Namun demikian pada dasarnya setiap individu memiliki dua tipe
kepribadian ini. Pada individu tertentu tipe A kepribadian lebih dominan,
sedangkan di individu yang lain kepribadian tipe B mungkin lebih dominan.
Namun diantara semua kepribadian itu yang paling baik adalah apabila Tipe
kepribadian dan Bnya seimbang (Glazer, 1978).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wijono (2006) membuktikan
bahwa tipe kepribadian A berhubungan secara signifikan dengan stres kerja
dengan pvalue 0.045. Penelitian lain juga membuktikan terdapat hubungan
yang signifikan antara tipe kepribadian A dengan stres kerja dengan nilai
pvalue 0,025 (Tejasurya, 2012). Hal serupa dibuktikan melalui penelitian
yang dilakukan oleh Amartiwi (2017) dengan pvalue 0,000 membuktikan
14
terdapat hubungan yang disignifikan antara tipe kepribadian A dengan stres
kerja.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah ciri atau sifat biologis yang dimiliki individu yang di
bedakan menjadi perempuan dan laki-laki. Beberapa studi menemukan bahwa
hampir tidak ada perbedaan tingkat stres antara wanita dan laki-laki (Collins,
1993 dalam Mochtar, 2003). Meski demikian penelitian yang dilakukan oleh
Wijono (2006) yang mana hasil penelitiannya menunjukan bahwa laki-laki
cenderung mengalami tingkat stres kerja yang lebih tinggi di banding
perempuan. Sementara itu Ratna (2010) justru membuktikan bahwa wanita
memiliki stres kerja lebih tinggi di banding laki-laki.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febriandini dkk (2016)
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara jenis kelamin dan
stres kerja dengan nilai pvalue 0,004. Hal serupa dikemukakan oleh HSE
(2004) melalui penelitiannya yang membuktikan terdapat hubungan yang
signifikan anatara jenis kelamin dengan stres kerja dengan pvalue sebesar
0,009. Sementara berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mochtar (2013)
diketahi bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan
stres kerja dengan niliai pvalue 1,000.
c. Masa Kerja
Masa kerja berkait dengan lamanya individu bekerja dalam sebuh
organisasi atau perusahaan dalam hitungan tahun. Masa kerja memiliki
pengaruh penting dalam memicu munculnya stres kerja, individu yang
memiliki masa kerja yang lama cenderung memiliki tingkat stres yang rendah.
15
Hal ini dikarenakan pekerja dengan masa kerja lebih lama cenderung
mempunyai kemampuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai
pekerjaannya dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai masa kerja lebih
pendek (suska, 2012). Penelitian yang dilakukan oleha Irkhami (2015)
menyebutkan bahwa semakin tinggi masa kerja seseorang maka semakin
rendah tingkat stresnya. Hal ini di dukung oleh penelitian yang menyebutkan
bahwa orang yang mengalami stres kerja lebih tinggi justru adalah orang
dengan pengalaman kerja lebih sedikit yakni yang memiliki masa kerja 1-10
tahun, sedangkan yang memiliki stres kerja rendah adalah orang yang
memiliki masa kerja >30 tahun (Wijono, 2006). Berdasarkan pemaparan salah
satu general manager di PT.X diketahui bahwa masa kerja teknisi pesawat
terbang dapat dibagi menjadi dua yakni “baru” ≤ 4 tahun dan “lama” > 4
tahun. Hal ini berkaitan dengan lamanya waktu teknisi bisa mendapatkan
AMEL (Aircraft Maintenance Engineri Lisence) untuk memiliki otoritas
penuh dalam melakukan pekerjaannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Vierdelia (2008) menyebutkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dan stres kerja. Penelitian
yang dilakuakn oleh Friska (2011) juga membuktikan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan anatara masa kerja dengan stres kerja dengan nilai
pvalue 0,042. Sedangkan Rivai (2014) menyebutkan bahwa masa kerja tidak
berhubungan dengan stres kerjadengan pvalue 0,277.
d. Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup (KBBI) mulai dari individu lahir
hingga ulang tahun terakhirnya. Sebagian besar penelitian membuktikan
16
bahwa semakin tua umur seorang pekerja maka akan semakin rendah
kemungkinan menderita stres kerja. Hal ini dikarenakan pekerja dengan umur
yang lebih tua cenderung mempunyai kondisi kesehatan mental yang lebih
baik dibanding pekerja dengan usia yang lebih muda (Griffiths dkk, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh irhkhami (2015) membuktikan bahwa
semakin tinggi umur seseorang maka semakin rendah pula tingkat stresnya.
Klasifikasi umur dapat di bagi menjadi dua berdasarkan ILO (2003) umur
yakni “muda” 15 – 24 tahun dan “dewasa” ≥ 25.
Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa stres kerja tinggi banyak di
alami oleh pekerja pada usia dewasa dengan rentang 26-45 tahun. Penelitian
yang dilakukan pada pekerja bank di Semarang diketahui menunjukkan bahwa
karyawan yang mengalami stres kerja sebagian besar adalah responden yang
berumur kurang dari 34,2 tahun (Fitri, 2013). Sementara itu penelitian lain
menyebutkan bahwa pekerja yang berada pada usia antara 56-60 tahun
mengealami stres kerja rendah, sedangkan pekerja dengan usia antara 41-55
tahun mengalami stres kerja sedang, dan stres kerja tinggi dialami oleh pekerja
dengan rentang usia antara 36-40 tahun (Wijono, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Zardiff University (2000) dalam Suprapto
(2008) diketahui bahwa umur merupakan salah satu faktor individu yang
mempengaruhi timbulnya stres kerja. Pendapat tersebut dibuktikan melalui
penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2009) yang menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dan stres kerja dengan pvalue 0.048.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Aulya (2013) melalui penelitiannya yang
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signikan antara umur dan stres
17
kerja dengan pvalue 0,012. Hubungan signifikan anatara umur dan stres kerja
juga dibuktikan oleh Astuti (2015) melalui penelitannya dengan nilai pvalue
0,016. Sedangkan Rivai (2014) menyebutkan bahwa umur tidak berhubungan
dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,490.
e. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan menentukan tingkat stres seseorang. Hal ini
dikarenakan orang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung
memiliki ilmu yang lebih banyak. Hal ini membuat individu dapat mengerti
dan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dibandingkan dengan individu
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah . Penelitian yang dilakukan oleh
Irkhami (2015) menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikannya maka
semakin rendah tingkat stres kerjanya. Menurut UU No. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional diketahui bahwa tingkat pendidikan
diklasifikasikan menjadi tiga yakni, pendidikan “dasar” SD-SMP, pendidikan
“menengah” SMA dan sederajat, dan pendidikan “tinggi” perguruan tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Febriandini dkk (2016)
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan anatara tingkat pendidikan
dan stres kerja dengan nilai pvalue 0,004. Penelitian yang dilakukan oleh
Ummamah (2011) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan stres kerja. Hal serupa juga
dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Friska (2011) dengan nilai
pvalue 0,036 membuktikan terdapat hubungan antara tingkat pendidikan
dengan stres kerja.
18
2. Faktor Pekerjaan
Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh health, safety, and executive
(HSE) pada tahun 2004 diketahui bahwa terdapat 6 faktor pekerjaan yang
berhubungan dengan stres kerja yang meliputi tuntutan pekerjaan, kontrol
terhadap pekerjaan, dukungan sosial, hubungan interpersonal, peran, dan
perubahan pada organisasi. Selain itu shift kerja juga merpakan faktor yang ikut
berkontribusi pada stres kerja karena mempengaruhi keadaan alamiah tubuh saat
beristirahat. Adapun penjelasan terkait faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Tuntutan Pekerjaan
Tuntutan pekerjaan ini meliputi beban kerja dan pola kerja. Beban kerja
yang berlebih dan beban kerja yang terlalu sedikit merupakan pembangkit
stres. Beban kerja sendiri dapat di bedakan menjadi dua yaitu beban kerja
kuantitatif dan beban kerja kualitatif. Beban kerja kuantitatif yakni beban
yang timbul akibat dari tugas-tugas yang terlalu sedikit atau terlalu banyak
dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja selanjutnya adalah beban kerja
kualitatif, yakni beban kerja dimana individu merasa tidak mampu untuk
melakukan suatu tugas karena merasa tidak memiliki keterampilan atau
potensi dalam dirinya. Selain itu beban kerja berlebih menimbulkan waktu
kerja yang sangat panjang sehingga dapat menjadi sumber tambahan dari stres
(Munandar, 2001). Pola kerja erat kaitannya dengan cara kerja dengan target
waktu yang ingin dicapai. Dalam hal ini pekerja di tuntut untuk bekerja terus
menerus, dan tekanan waktu yang tidak wajar. Sementara itu pekerja juga di
tuntut untuk memahami lingkungan kerjanya yang berkaitan dengan tuntutan
dari rekan kerja.
19
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerr dkk (2009)
membuktikan bahwa tuntutan pekerjaan berhubungan secara signifikan
dengan stres kerja dengan pvalue < 0,001. Penelitian yang dilakukan oleh
Kazi dan Haslam (2013) membuktikan terdapat hubungan yang signifikan
antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue <0,01.Hal serupa
juga dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Marcatto dkk (2014)
yang diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara tuntutan pekerjaan
dengan stres kerja dengan pvalure <0,001. Penelitian yang dilakukan oleh
Bridger dkk (2015) pun membuktikan terdapat hubungan yang signifikan
antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue <0,001.
b. Kontrol terhadap pekerjaan
Kontrol terhadap pekerjaan berkaitan dengan seberapa besar individu
dapat mengatur pekerjaanya dan bagaimana cara dia bekerja. Kontrol yang
berasal dari diri sendiri terhadap stresor yang dihadapi merupakan hal yang
penting dalam mencegah terjadinya stres kerja. Kurangnya kontrol dari
individu yang bersangkutan dapat memicu timbulnya stres kerja. Hal ini
disebabkan invidivu tersebut tidak mampu mengatur dirinya sendiri (Cardwell
dan Flanagan, 2005 dalam Karima, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerr dkk (2009)
membuktikan bahwa kontrol terhadap pekerjaan berhubungan secara
signifikan dengan stres kerja dengan pvalue< 0,001. Houdmont (2012) dalam
Brookes dkk (2013) membuktikan dalam penelitiannya bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara kontrol terhadap pekerjaan dengan stres
kerja. Namun penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015)
20
membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kontrol terhadap
pekerjaan dengan stres kerja dengan nilai pvalue > 0,05.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan hal yang penting dalam mengurangi stres
kerja, khususnya dalam mencegah keluhan kesehatan akibat stres kerja.
Pekerja yang dilaporkan dukungan sosial tinggi memiliki keluhan gangguan
kesehatan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang memiliki
dukungan sosial rendah (Murphy dan Schoenborn, 1987). Penelitian lain
menjelaskan bahwa dukungan merupakan salah satu strategi terpenting yang
terlibat dalam menanggulangi terjadinya stres (Collins dalam Dodiansyah,
2014). Dukungan sosial berfungsi sebagai “bantalan penahan” stres, karena
peristiwa kehidupan pribadi dapat meringankan stresor dalam organisasi.
Dalam pekerjaan dukungan tersebut dapat berasal dari atasan dan rekan kerja.
Namun demikian berdasarkan penelitian dukungan dari atasan lebih efektif
dibandingkan dukungan dari rekan kerja (Murphy dan Schoenborn, 1987).
Kurangnya dukungan sosial pada pekerja dapat meningkatkan risiko stres
kerja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerr dkk (2009)
membuktikan bahwa dukungan sosial berhubungan secara signifikan dengan
stres kerja dengan pvalue< 0,001. Penelitian yang dilakukan oleh Almasitoh
(2011) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,000. Hal yang
serupa juga dibuktikan oleh Ambarwati (2013) melalui penelitiannya yang
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
21
sosial dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,000. Penelitian yang dilakukan
oleh (Bridger dkk, 2015) pun membuktikan terdapat hubungan yang
signifikan antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue 0,038.
d. Hubungan Interpersonal
Dalam setiap pekerjaan pasti terdapat komunikasi antar sesama pekerja
yang diceriminkan dalam sebuah hubungan interpersonal. Hubungan
interpersonal adalah cara berkomunikasi seseorang dengan orang lain yang
bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan cara
untuk menyampaikan isi pesannya. Semakin baik hubungan interpersonal,
maka semakin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat
persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif
komunikasi yang berlangsung diantara komunikan (Andi dkk. 2012). Namun
demikian tidak jarang hubungan interpersonal ini tidak berjalan dengan baik
sehingga menimbulkan stres hingga konflik dapat memicu kekerasan antar
sesama pekerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Tsuno dkk (2009) menunjukan bahwa
konflik interpersonal pada pekerja baik laki-laki maupun perempuan
berpengaruh terhadap stres secara psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh
Kerr dkk (2009) membuktikan bahwa hubungan interpersonal berhubungan
secara signifikan dengan stres kerja dengan pvalue < 0,001. Penelitian yang
dilakukan oleh Kazi dan Haslam (2013) membuktikan terdapat hubungan
yang signifikan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dengan
pvalue <0,05. Serupa dengan penelitian sebelumnya Marcatto dkk (2014)
membuktikan berdasarkan hasil penelitiannya diketahui terdapat hubungan
22
yang signifikan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dengan
pvalue <0,001. Serupa dengan Penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk
(2015) pun membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan
interpersonal dengan stres kerja dengan pvalue <0,001.
e. Peran
Peran diartikan sebagai kepahaman pekerja akan perannya dalam
organisasi dan terhindar dari konflik peran di tempat kerja yang
memungkinkan untuk menimbulkan stres kerja. Katz dan Khan (1978)
menyebutkan konflik peran merupakan salah satu sumber stres. Konflik peran
timbul ketika seorang individu mengalami adanya pertentangan antara tugas
dengan tanggung jawab yang dimilikinya, individu merasa tugas yang
dikerjakan bukanlah bagian dari pekerjaannya, tuntutan yang bertentangan
dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang di anggap peting olehnya.
Stres akan timbul karena ketidakcakapannya untuk memenuhi tuntutan dan
berbagai harapan terhadap dirinya (Munandar, 2001). Seorang yang
mengalami stres merasakan konflik peran sebagai suatu situasi dimana
individu dihadapkan dengan peran-peran yang berlainan dengan
kemampuannya. Jadi konflik peran timbul bila individu dalam peran tertentu
dibingungkan oleh tuntutan kerja atau keharusan untuk melakukan sesuatu
yang berbeda dari yang diinginkannya atau tidak merupakan bagian dari
bidang kerjanya (Rozikin, 2006).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerr dkk (2009)
membuktikan bahwa peran berhubungan secara signifikan dengan stres kerja
dengan pvalue< 0,001. Penelitian yang dilakukan oleh Wijono (2006) yang
23
membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara peran dan stres kerja
dengan nilai pvalue 0,000. Serupa dengan penelitian sebelumnya Houdmont
(2012) dalam Brookes dkk (2013) membuktikan dalam penelitiannya bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara peran dengan stres kerja. Penelitian
yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015) pun membuktikan terdapat hubungan
yang signifikan antara peran dengan stres kerja dengan pvalue 0,042. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015) membuktikan tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara peran dengan stres kerja dengan
nilai pvalue > 0,05.
f. Perubahan Dalam Organisasi
Perubahan sistem kerja, waktu kerja, dan cara berkerja mungkin dapat
terjadi dalam sebuah organisasi. Perubahan yang baik akan membuat pekerja
dapat bekerja dengan lebih produktif dan terhindar dari stres kerja. Penelitian
yang dilakukan oleh Rahardian (2013) membuktikan terdapat korelasi yang
signifikan antara perubahan dalam organisasi dengan stres kerja dengan nilai
korelasi -0,430 yang artinya semakin baik perubahan dalam organisasi maka
stres kerja akan semakin rendah.
Meskipun demikian apabila perubahan ini tidak dikomunikasikan dan
tidak di pahami dengan baik oleh pekerja maka akan berdapampak
mengingkatnya risiko stres kerja. Namun sebaliknya apabila perubahan ini
dapat dikomunikasikan dan dipahami oleh pekerja maka stres kerja akan
semakin rendah. Perubahan yang terjadi ini pun sebaiknya melibatkan pekerja
dalam setiap prosesnya agar pekerja dapat memberikan pendapat terkait
perubahan tersebut.
24
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerr dkk (2009)
membuktikan bahwa perubahan dalam pekerjaan berhubungan secara
signifikan dengan stres kerja dengan pvalue< 0,001. Houdmont (2012) dalam
Brookes dkk (2013) membuktikan dalam penelitiannya bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara perubahan dalam pekerjaan dengan stres
kerja.Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oelah
Rahardian (2013) juga membuktikan terdapat hubungan yang signifikan
antara perubahan dalam organisasi dengan stres kerja dengan nilai pvalue
0,000. Namun penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015)
membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan
dalam pekerjaan dengan stres kerja dengan nilai pvalue > 0,05.
g. Shift Kerja
Shift kerja banyak menyebabkan pekerja kekurangan waktu istirahatnya
karena harus bekerja pada waktu yang berlawanan dari waktu istirahat pada
umumnya. Pekerjaan shift khususnya malam hari akan mendapatkan tekanan
yang besar bagi tubuh. Hal ini disebabkan bekerja pada malam hari akan
menyebabkan perubahan kerja dimana pekerja harus lebih aktif pada waktu
malam hari yang seharusnya di gunakan untuk istirahat. Nuryati (2007)
dalam penelitiannya menemukan bahwa pekerja shift malam memiliki tingkat
stres paling tinggi dibandingkan dengan shift kerja lainnya. Penyesuaian
terhadap shift juga bukanlah perkara mudah karena selain berkaitan dengan
aktivitas juga berkaitan dengan proses sirkardian dalam tubuh serta aktivitas
sosialnya (Karima, 2014). Jam kerja yang lebih dari 8 jam perhari juga
sebaiknya dihindari. Shift yang baik yaitu shift pagi-siang-malam dan setiap
25
shift tersebut berakhir maka tubuh akan membutuhkan waktu sekitar 11 jam
untuk beristirahat. Kurangnya istirahat akan memberikan efek negatif dari
stres dengan munculnya gangguang kesehatan (Authority, 2006). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Wijono (2006) diketahui bahwa pekerja yang
bekerja 41-60 jam seminggu mengalami stres kerja yang lebih tinggi di
banding pekerja yang bekerja kurang dari 41 jam setiap minggunya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Firmana dan Widodo (2013)
membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan
stres kerja. Serupa dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan
oleh Urip dkk (2015) membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara
shift kerja dengan stres kerja dengan pvalue 0,041. Penelitian yang dilakukan
oleh Febriandini (2016) pun membuktikan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara shift kerja dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0.,038.
Penelitian yang dilakukan oleh Eryuda (2017) membuktikan terdapat
hubungan antara shift kerja dengan stres kerja dengan pvalue 0,001, selain itu
dibuktikan juga bahwa shift malam memiliki risiko lebih besar mengalami
stres kerja dibandingkan shift pagi atau pun sore.
3. Faktor Diluar Pekerjaan
Berdasarkan modifikasi model stres kerja Cooper (1989) oleh Munandar
(2001) diketahui bahwa faktor diluar pekerjaan juga berperan dalam menimbulkan
stres kerja. faktor ini mencakup segala unsur kehidupan individu melalui peristiwa
dan interaksi yang terjadi dalam hidupnya yang dapat menyebabkan timbulnya
tekanan pada individu. Faktor diluar pekerjaan ini meliputi isu-isu dalam keluarga
26
dan masyarakat yang dapat memberikan tekanan pada individu dalam
pekerjaannya (Munandar, 2001).
2.4. Pencegahan dan Penatalaksanaan Stres Kerja
Cooper dalam Stranks (2005) membagi strategi pencegahan dan
penatalaksanaan stres kerja yang menjadi tiga yang terdiri dari primer, sekunder
dan tersier. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Primer
Strategi pertama ini diawali dengan penilaian risiko untuk selanjutnya
dilakukan modifikasi lingkungan kerja untuk mengurangi stresor di tempat kerja.
Cara yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah mendesain ulang pekerjaan,
perubahan budaya, memperkuat partisipasi manajeman, membuat pekerjaan lebih
fleksibel, membuat kebijakan yang mampu menyeimbangkan antara pekerjaan
dan kehidupan pribadi, merubah struktur organisasi, meningkatkan komunikasi
dalam organisasi.
2. Sekunder
Strategi kedua ini berfokus pada peningkatan kesadaran dan kemampuan
coping dari individu itu sendiri. Adapun kegiatannya meliputi training
manajemen stres tentang bagaimana mengenali gelaja stres, memberikan
informasi kesehatan dan kegiatan promosi kesehatan yang aktif, dan gaya
manajemen yang beorientasi pekerjaan.
3. Tersier
Strategi ketiga ini menekankan pada perlakuan dan rehabilitasi pada pekerja
yang sudah mengalami tekanan agar kembali ke keadaan semulanya. Kegiatan ini
diantaranya adalah konseling dan pengembangan kebijakan.
27
2.5. Jenis Pengukuran Stres Kerja
Pengukuran stres kerja dapat dilakukan dengan tiga cara yang terdiri dari Self
Report Measure, Physiological Measure, dan Biochemical Measure. Berikut
adalah penjelasan dari ketiga cara tersebut (Eysenck, 2002) :
1. Self Report Measure
Cara pengukuran stres ini adalah dengan menggunakan kuesioner untuk
mengukur gejala stres kerja yang meliputi psikologi, fisiologi, dan perilaku. Cara
ini adalah yang paling sering di gunakan karena mudah, cepat, dan murah..
Namun demikian terdapat kekurangan dari pengukuran ini yakni mungkin untuk
terjadi bias karena individu dapat memberikan jawaban yang berlebihan atau
bertolak belakang dengan yang sebenarnya dialami.
2. Physiological Measure
Terdapat beberapa pengukuran psikologi yang mengindikasikan level dari
saraf sistem saraf simpatik. Pengukuran ini meliputi deyut nadi, tekanan darah,
suhu kulit, perubahan pola EEG, kecepatan nafas, dan ketegangan otot.
Pengukuran ini biasnya dilakukan di laboratorium karena membutuhkan alat-alat
khusus. Hasil pengkuran ini juga sangat bergantung pada alat yang digunakan
yang mana harus valid dan reliabel.
3. Biochemical Measure
Pengukuran ini dilakukan dengan menilai perubahan respon biokimia.
Perubahan biokimia yang paling banyak dilakukan adalah pengkuran hormon
adrenalin dan non adrenalin. Pengukurannya dapat dilakukan dengan aliran darah
dan urin. Masalah yang sering muncul pada pengukuran ini adalah apabila
menggunakan darah perlu bantuan tenaga medis dan apabila menggunakan urin
28
adalah hanya mengindikasi stres yang terjadi dalam beberapa jam sebelum
pengukuran.
Berdasarkan ketiga pengukuran di atas, maka di pilihlah pengukuran self
report measure dikarenakan penggunaannya yang cukup sering digunakan,
mudah dan biaya yang relatif murah.
2.6. Instrumen Pengukuran Stres Kerja
Dalam beberapa literature diketahui terdapat beberapa instrumen yang
dapat digunakan dalam mengukur stres kerja. Adapun kekurangan dan kelebihan
instrumen pengukuran stres kerja dapat di lihat di tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Instrumen Pengukuran Stres Kerja
No Nama
Instrumen Penyusun Kelebihan Kekurangan
1 An
Organisational
Stres
Screening Tool
(ASSET)
Cartwright
dan Carry
L. Cooper
(2002)
- Menilai potensi sumber
stres dari pekerjaan,
individu, dan luar
pekerjaan
- Tidak
dipublikasi
resmi oleh
Catwright dan
Cooper serta
tidak dapat
digunakan
secara bebas
2 Job Content
Questionnare
(JQC)
Karasek R.
A (1985) - Dapat digunakan untuk
mengukur stres yang
berhubungan dengan
kondisi lingkungan
kerja, terutama yang
berkaitan dengan
kejadian penyakit
jantung koroner
- Relevan dalam
mengukur motivasi
pekerja, kepuasan kerja,
absentisme dan turnover
pekerja.
- Validitas dan reliabilitas
sudah teruji
- Hanya berfokus
pada penilaian
psikologi dan
sosial di
lingkungan
kerja
- Tidak
dipublikasi
resmi oleh
Karasek dan
tidak dapat
digunakan
secara bebas
3 HSE
Management
Standart
Health,
Safety, and
Executive
- Dapat digunakan untuk
menanggulangi faktor
risiko stres yang
- Hasil temuan
periu di
diskusikan
29
No Nama
Instrumen Penyusun Kelebihan Kekurangan
Indicator
Tools
(2004) berhubungan dengan
pekerjaan
- Penggunaannya dapat
digunakan sebagai
instrument tunggal atau
digabungkan dengan
instrument lainnya
- Validitasnya sudah teruji
- Tersedia dalam berbagai
bahasa
- Dipublikasi resmi oleh
HSE dan dapat
digunakan secara bebas
kembali dengan
pekerja serta
dilengkapi
dengan data
pendukung
seperti turn
over pekerja,
tingkat
absentisme, dan
data
pemeriksaan
kesehatan
4 The Glazer-
Stress Control
Life-Style
Questionnaire
Dr Howard
Glazer
(1978)
- Kuesioner ini dapat
digunakan untuk
mengukur tipe
kepribadian A dan tipe B
secara bersamaan
- Mudah digunakan
- Tersedia secara resmi
oleh Philip Goldberg‟s
Executive Health dan
dapat digunakan secara
bebas
- Bentuk
kuesioner tidak
menggunakan
skala likert
sehingga perlu
penjelasan
lebih detail
sebelum
mengerjakanny
a
5 Depression
Anxiety Stress
Scale
42(DASS-42)
Lovibond &
Lovibond
(1995)
- Kuesioner ini menilai
perubahan emosi yang
melipiuti depresi,
kecemasan, dan stres
secara bersamaan
- Untuk mengukur stres
kerja dapat
menggunakan
keseluruhan pernyataan
karena item yang dinilai
masih
berkesinambungan
dengan depresi dan
kecemasan
- Tersedia dalam berbagai
bahasa
- Dipublikasi secara resmi
oleh psychology
foundation australia
- Pernyataannya
cukup banyak
Sumber :HSE dalam Karima (2013), Marccato dkk (2014), Airmayati (2010),
HSE (2004), Lovibond & Lovibond (1995).
30
Berdasarkan penjelasan di atas maka pada penelitian kali ini dipilihlah
Depression Anxiety Stress Scale 42(DASS-42) untuk mengukur tingkat stres kerja.
Serta HSE management standart indicator tools dan The Glazer-Stress Control
Life-Style Questionnaire untuk mengukur faktor pekerjaan yang berhubungan
dengan stres kerja. Hal ini dikarenakan faktor yang diteliti cukup beragam dan
analisisnya yang mudah, validitas dan reliabilitasnya sudah teruji, serta dapat
digunakan dengan bebas (tidak berlisensi). Selain itu HSE management standart
indicator tools dan The Glazer-Stress Control Life-Style Questionnaire
merupakan instrumen baku dan banyak digunakan pada penelitian stres kerja
sehingga validitas dan reliabilitasnya sudah teruji.
31
2.7. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Cooper C.L (1989) dalam Munandar (2001),
Febriandini dkk (2016) dan Health, Safety, and Executive (2004)
STRES KERJA
Faktor Individu:
1. Tipe kepribadian
2. Jenis Kelamin
3. Masa Kerja
4. Umur
5. Tingkat Pendidikan
Faktor Diluar Pekerjaan :
1. Keluarga
2. Masyarakat
Faktor Pekerjaan :
1. Tuntutan Pekerjaan
2. Kontrol terhadap pekerjaan
3. Dukungan sosial
4. Hubungan interpersonal
5. Peran
6. Perubahan dalam organisasi
7. Shift Kerja
32
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dibuat untuk menjelaskan keterkaitan antara
variabel independen atau yang mempengaruhi dengan variabel dependen atau
yang dipengaruhi. Kerangka konsep dalam penelitian ini diambil dari kerangka
teori pada bab sebelumnya. Namun variabel jenis kelamin dan faktor di luar
pekerjaan tidak di teliti. Jenis kelamin tidak diteliti untuk menghindari
homogenitas data karena pekerja teknisi pesawat di PT X mayoritas adalah laki-
laki. Sedangkan faktor di luar pekerjaan tidak diteliti karena fenomena dalam
keluarga dan masyarakat berasal dari saat individu kecil hingga besar, yang
meliputi hubungan dengan pasangan hidup, orang tua, anak, kerbat, dan
masyarakat luas sehingga sulit di ubah dan diintervensi oleh perusahaan karena
sifatnya terlalu pribadi. Selain itu tidak ditemukannya kuesioner baku yang dapat
digunakan untuk mengukur faktor ini secara valid dan reliabel membuat faktor
diluar pekerjaan tidak diteliti.
Sementara itu variabel yang diteliti meliputi variabel independen berupa
tipe kepribadian, masa kerja, umur, tingkat pendidikan, tuntutan pekerjaan,
kontrol terhadap pekerjaan, dukungan sosial, hubungan interpersonal, peran,
perubahan dalam organisasi, dan shift kerja. Sedangkan variabel dependen adalah
stres kerja. Adapun kerangka konsep penelitian dapat di lihat pada gambar 3.1
33
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
STRES KERJA
Faktor Individu:
1. Tipe Kepribadian
2. Masa Kerja
3. Umur
4. Tingkat Pendidikan
5. Tingkat Pendidikan
Faktor Pekerjaan :
1. Tuntutan Pekerjaan
2. Kontrol terhadap pekerjaan
3. Dukungan sosial
4. Hubungan interpersonal
5. Peran
6. Perubahan dalam
organisasi
7. Shift Kerja
34
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
No Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Stres Kerja Suatu keadaan yang timbul
dalam interaksi antara
manusia dengan
pekerjaannya yang
ditandai dengan
munculnya
gejala fisiologi, psikologi,
dan dan perilaku
Kuesioner
Depression, Anxiety,
Stress Scale 42
(DASS-42)
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Stres Kerja Sangat
Berat, jika total skor >
33
1. Stres Kerja Berat, jika
total skor 26-33
2. Stres Kerja Sedang,
jika total skor 19 – 25
3. Stres Kerja Ringan,
jika total skor 15-18
4. Tidak Stres Kerja, jika
total skor 0-14
(Lovibond & Lovibond,
1995)
Ordinal
2 Tipe kepribadian Kepribadian responden
yang tercermin dari pola
perilaku yang dimikinya
The Glazer-Stress
Control Life-Style
Questionnaire
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Tipe kepribadian A,
jika total skor ≥
mean/median
1. Tipe kepribadian B,
jika total skor <
mean/median
Ordinal
3 Masa Kerja Lamanya responden
bekerja pada PT. X
terhitung sejak awal masuk
kerja hingga pada saat
Kuesioner Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baru, jika ≤ 4 tahun
1. Lama, jika > 4 tahun
Ordinal
35
No Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
penelitian
4 Umur Lamanya responden hidup
yang di hitung dalam
tahun, semenjak responden
lahir hingga saat penelitian
Kuesioner Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Muda, jika 15 – 24
tahun
1. Dewasa, jika ≥ 25
(ILO, 2003)
Ordinal
5 Tingkat Pendidikan Keterangan mengenai
jenjang/ tingkat responden
belajar dalam lingkup
formal
Kuesioner Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Menengah, jika SMA
dan Sederajat
1. Tinggi, jika Perguruan
Tinggi
( UU No. 20 tahun 2003)
Ordinal
6 Tuntutan Pekerjaan Presepsi responden
mengenai pekerjaannya
yang meliputi beban
kerja, pola kerja, dan
lingkungan pekerjaan
Kuesioner HSE
management
standart indicator
tools
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baik, jika total skor ≥
mean/median
1. Buruk, jika total skor <
mean/median
Ordinal
7 Kontrol Terhadap
Pekerjaan
Otoritas besar responden
dalam mengatur sendiri
pekerjaanya
Kuesioner HSE
management
standart indicator
tools
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baik, jika total skor ≥
mean/median
1. Buruk, jika total skor <
mean/median
Ordinal
8 Dukungan Sosial Dukungan terhadap
pekerjaan yang berasal
dari atasan dan rekan kerja
Kuesioner HSE
management
standart indicator
tools
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baik, jika total skor ≥
mean/median
1. Buruk, jika total skor <
mean/median
Ordinal
9 Hubungan
Interpersonal
Kualitas hubungan yang
dialami responden dengan
atasan dan rekan kerjanya
Kuesioner HSE
management
standart indicator
tools
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baik, jika total skor ≥
mean/median
1. Buruk, jika total skor <
mean/median
Ordinal
36
No Nama Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
10 Peran Responden mengerti
perannya dalam
pekerjaannya di
perusahaan
Kuesioner HSE
management
standart indicator
tools
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baik, jika total skor ≥
mean/median
1. Buruk, jika total skor <
mean/median
Ordinal
11 Perubahan Dalam
organisasi
Segala perubahan dalam
pekerjaan yang
dikomunikasikan dalam
organisasi
Kuesioner HSE
management
standart indicator
tools
Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Baik, jika total skor ≥
mean/median
1. Buruk, jika total skor <
mean/median
Ordinal
12 Shift kerja Pembagian waktu kerja
berdasarkan jam kerja
yang dibedakan atas shift
pagi dan shift malam
Kuesioner Mendistribusikan
dan Mengisi
Kuesioner
0. Shift malam
1. Shift pagi
Ordinal
37
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara tipe kepribadian dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
3. Ada hubungan antara umur dengan stres kerja pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
5. Ada hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
6. Ada hubungan antara kontrol terhadap pekerjaan dengan stres kerja pada
teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
7. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja pada teknisi
pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
8. Ada hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada
teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
9. Ada hubungan antara peran dengan stres kerja pada pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
10. Ada hubungan antara perubahan dalam organisasi dengan stres kerja pada
teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
11. Ada hubungan antara shift kerja dengan stres kerja pada teknisi pesawat
terbang unit base maintenance di PT. X Tahun 2017.
38
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross
Sectional dimana variabel independen dan variabel dependennya di ukur pada
waktu yang bersamaan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun
2017.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi dan tempat pelaksaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Lokasi Penelitian : Unit Base Maintenance PT. X
Waktu Penelitian : Juli 2017 – Desember 2017
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh teknisi pesawat terbang di unit
base maintenance sebanyak 867 orang. Data lengkap populasi berdasarkan lokasi
kerja teknisi pesawat terbang di unit base maintenance dapat di lihat pada tabel
4.1.
Tabel 4. 1 Daftar Jumlah Tenaga Kerja Unit Base Maintenance Di PT. X
Berdasarkan Lokasi Kerja Tahun 2017
Lokasi Kerja Jumlah Tenaga Kerja
Hanggar 1 136
Hanggar 3 89
Hanggar 4 642
Jumlah 867
Sumber : PT.X (2017).
39
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari elemen populasi yang dihasilkan dari strategi
sampling. Sampel yang baik adalah sampel yang dapat mewakili populasi atau
representative. Dalam memilih sampel terdapat beberapa kriteria inklusi dan
ekslusi yang harus terpenuhi. Adapun kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
a. Responden merupakan teknisi pesawat terbang resmi dan tetap PT.X.
b. Menangani secara langsung perbaikan pesawat dilapangan secara teknis.
c. Tidak sedang mengalami stres atau bebas dari stresor sebelum bekerja.
d. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
2. Kriteria ekslusi
a. Pekerja tidak tetap, pihak ke-3, dan mahasiswa magang atau training
b. Pekerja adiministrasi atau yang tidak behubungan dengan perbaikan pesawat
secara langsung.
c. Responden sedang dalam kondisi stres atau sudah mendapatkan stresor
sebelum mulai bekerja.
d. Tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Sementara itu besar sampel di tentukan dengan menggunakan rumus
perhitungan sampel untuk uji beda dua proporsi (hypothesis test for two
population proportion), dengan rumus sebagai berikut (Swarjana, 2012):
n = [Z1-α/2 √2P(1-P)+Z1-β√P1(1- P1)+ P2(1- P2)]2
(P1- P2)2
n = [1,96 √2.0,095(1-0,095) + 0,84√0,09(1- 0,09)+ 0,29(1- 0,29)]2
(0,09- 0,29)2
40
n = 59
n x 2= 118
n total (+10% cadangan) = 130
Keterangan :
n = Jumlah Sampel
Z1- α /2 = 1,96 CI (Derajat Kepercayaan) 95%
Z1-β = 0,84 Kekuatan Uji 80%
P = 0,095 Rata-rata proporsi populasi ( )
P1 = 0,09 Prakiraan proporsi di populasi 1 (jumlah orang yang
mendapatkan paparan/exposure positive dan mengalami stres
kerja/dieases positive pada penelitian sebelumnya)
(Ambarwati, 2013)
P2 = 0,29 Prakiraan proporsi di populasi 2 (jumlah orang yang
mendapatkan tidak paparan/exposure negative dan mengalami
stres kerja/dieseas positive pada penelitian sebelumnya)
(Ambarwati, 2013)
Berdasarkan perhitungan diatas maka jumlah sampel yang dibutuhkan
pada penelitian ini sebanyak 130 orang. Jumlah ini dia ambil berdasarkan
perhitungan sampel pada faktor dukungan sosial, dikarenakan pada penelitian
Ambarwati (2013) tersebut didapatkan nilai r sebesar -0,725 yang artinya terdapat
hubungan yang kuat antara variabel independen dan dependen pada penelitiannya.
Selain itu dalam memilih sampel digunakan metode Simple Random
Sampling dengan merandom pupulasi sebayak 867 pekerja untuk selanjutnya
41
dipilih 130 sampel. Metode ini digunkan karena populasi penelitian homogen,
sebaran populasi tidak terlalu luas, dan terdapat kerangka sampel.
4.4. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner depression,
anxiety, stress scale 42 (DASS-42) untuk mengukur tingkat stres kerja. Serta HSE
management standart indicator tools dan The Glazer-Stress Control Life-Style
Questionnaire untuk mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan stres
kerja.
Kuesioner DASS-42 yang terdiri dari 42 pernyataan untuk mengukur gejala
emosional negatif dari stress. DASS adalah seperangkat skala subjektif yang
dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status
emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian,
dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosional, secara signifikan
biasanya di gambarkan sebagai stres (Ardiansyah et.al, 2013)
Adapun kuesioner ini menggunakan 4 skala dalam hasil ukurnya dengan
bobot skor meliputi 0 “tidak pernah”, 1 “kadang-kadang”, 2 “sering”, 3 “sering
sekali”. Hasil ukur didapatkan secara baku berdasarkan Lovibond & Lovibond
(1995) yakni dengan indikator sebagai berikut :
a. Stres Kerja Sangat Berat, jika total skor >33
b. Stres Kerja Berat, jika total skor 26-33
c. Stres Kerja Sedang, jika total skor 19-25
d. Stres Kerja Ringan, jika total skor 15-18
e. Tidak Stres Kerja/Normal, jika total skor 0-14
42
Kuesioner HSE management standart indicator tools merupakan
kuesioner baku yang digunakan untuk mengukur faktor risiko pekerjaan yang
terdiri dari 35 pernyataan mengenai tuntutan pekerjaan, kontrol terhadap
pekerjaan, dukungan sosial, hubungan interpersonal, peran, dan perubahan dalam
organisasi. Kuesioner ini menggunakan 5 skala likert yang mana contoh
pemberian skoringnya dapat di lihat pada tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Contoh Pemberian Skoring dengan 5 Skala Likert
Contoh
Variabel
Tidak
pernah Jarang
Kadang-
kadang Sering
Sangat
sering
Skor Item
Pernyataan
Positif
1 2 3 4 5
Skor Item
Pernyataan
Negatif
5 4 3 2 1
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui pemberian skoring dimulai dari pada item
pernyataan positif skala tidak pernah diberikan skor 1 “tidak pernah”, 2 “jarang”,
3 “kadang-kadang”, 4 “sering”, dan 5 “sangat sering”. Sedangkan untuk skor item
pernyataan negatif pemeberian skornya dibalik menjadi 5 “tidak pernah”, 4
“jarang”, 3 “kadang-kadang”, 2 “sering”, dan 1 “sangat sering”.
Berdasarkan manual user HSE management standart indicator tools hasil
skoring kuisioner ini ditentukan bedasarkan batas nilai persentilnya yakni sangat
buruk (total skor < persentil ke-20), buruk (persentil ke-20 ≤ total skor ≤ persentil
ke-50), baik (persentil ke-50 < total skor ≤ persentil ke-80), dan sangat baik,
(total skor > persentil ke 80). Namun setelah di uji secara statistik ditemukan
catatan kaki yakni terlalu banyak cell yang memiliki nilai harapan kurang dari 5.
Oleh karena itu maka dilakukan modifikasi hasil skoring menjadi 2 kategori yakni
buruk dan baik yang mengacu pada nilai mean atau mediannya. Penentuan baik
43
dan buruk ini pilih berdasarkan hasil skoring sebelumnya yang mana menunjukan
semakin tinggi total skor dari setiap variabel maka akan semakin baik, dan
semakin sedikit total skor dari setiap variabel makan akan semakin buruk. Adapun
ketentuan hasil skoring kuisoner ini menjadi :
a. Baik, jika total skor ≥ mean/median
b. Buruk, jika total skor < mean/median
Sedangkan kuesioner The Glazer-Stress Control Life-Style Questionnaire
digunakan untuk mengukur tipe kepribadian yang terdiri dari 20 pernyataan. Pada
kuesioner ini terdapat 2 pernyataan yang menggambarkan karakteristik tipe
kepribadian A dan Tipe B. Responden diminta menjawab kecenderungannya
antara dua pernyataan tersebut. Kuesioner ini menggunakan skala 1-7. Apabila
penyataan kepribadian tipe B lebih banyak dialami responden maka jawaban akan
cenderung ke angka 1. Namun apabila penyataan tipe kepribadian A lebih banyak
dialami responden maka jawaban responden cenderung ke angka 7.
Glazer (1978) telah memiliki hasil ukur secara baku yakni tipe kepribadian
A tinggi (total skor 109-140), tipe kepribadian A rendah (total skor 80-108),
Netral (total skor 60-79), tipe kepribadian B rendah (total skor 30-59), tipe
kepribadian B tinggi (total skor 20-29). Namun setelah di uji secara statistik
ditemukan catatan kaki yakni terlalu banyak cell yang memiliki nilai harapan
kurang dari 5. Oleh karena itu maka dilakukan modifikasi hasil skoring menjadi 2
kategori yakni kerpibadian tipe A dan tipe B yang mengacu pada nilai mean atau
mediannya. Penentuan tipe keprbadian A dan B ini berdasarkan teori dasarnya
yang dikemukan oleh Rosenman dan Friedman (1974) yang meggolongkan
44
individu kedalam dua pola perilaku yaitu individu tipe A dan individu tipe B
(Munandar, 2001). Adapun ketentuan hasil skoring kuisoner ini menjadi :
a. Tipe kepribadian A, jika total skor ≥ mean/median
b. Tipe kepribadian B, jika total skor < mean/median
4.5. Validitas dan Reliabilitas Instumen Penelitian
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran
dalam melakukan fungsi ukurnya (Mantondang, 2009). Sedangkan reliabilitas
adalah suatu ukuran yang menunjukan sejauh mana hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama dan dengan alat ukur yang sama (Hastono, 2006). Pada penelitian ini
menggunakan 3 kuesioner baku yakni DASS 42, HSE management standart
indicator tools, dan The Glazer-Stress Control Life-Style Questionnaire. Adapun
penjelasan validitas dan reliabilitas masing-masing kuesioner dapat dilihat pada
tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Validitas dan Reliabilitas Kuesinoner Penelitian
Kuesioner Validitas Reliabilitas Keterangan
DASS-42 Terbukti valid
dalam bahasa
Indonesia
(Damanik, 2014)
Terbukti reliabel
dalam bahasa
Indonesia dengan
conbac alpa 0,948
(Damanik, 2014)
Diuji kembali
validitas dan
reliabilitasnya
karena
populasinya
berbeda
HSE management
standart indicator
tools
Terbukti valid
dalam bahasa
inggris (Kerr,
2009)
Terbukti reliabel
dalam bahasa
inggris (Kerr,
2009)
Diuji kembali
validitas dan
reliabilitasnya
The Glazer-Stress
Control Life-Style
Questionnaire
Belum ditemukan
validitasnya dalam
bahasa inggris
Belum ditemukan
reliabilitasnya
dalam bahasa
inggris
Diuji kembali
validitas dan
reliabilitasnya
45
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa kuesioner DASS 42, HSE
management standart indicator tools dan The Glazer-Stress Control Life-Style
Questionnaire masih perlu untuk di uji validitas dan realibilitasnya.
4.5.1. Validitas
Uji validitas kuesioner ini menggunakan uji korelasi pearson product
moment digunakan (Hastono, 2006) dengan rumus :
Kuesioner dikatakan valid apabila,
- r hitung lebih besar dari r tabel (0,3610) maka Ho ditolak, artinya
variabel valid
- r hitung lebih kecil dari r tabel (0,3610) maka Ho gagal ditolak, artinya
variabel tidak valid
Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan kepada 30 orang pekerja unit
base maintenante PT.X diketahui bahwa seluruh pernyataan pada kuesioner DASS
42, HSE management standart indicator tools dan The Glazer-Stress Control Life-
Style Questionnaire terbukti valid dengan nilai r hitung > r tabel (0,3610).
4.5.2. Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas dengan menggunakan nilai
conbach alpha sebagai tolak ukurnya. Berdasarkan Nunnaly & Bernstein (1996)
dalam Swarjana (2016) diketahui suatu instrumen di anggap reliabel apabila
memiliki nilai Conbach alpha yang direkomendasikan pada penelitian yakni
sebesar 0,70 atau 0,80. Hasil uji reliabilitas yang dilakukan kepada 30 orang
pekerja unit base maintenante PT.X dapat di lihat di tabel 4.4.
46
Tabel 4. 4 Hasil Uji Reliabilitas Kulisioner Penelitian si PT. X tahun 2017
No Variabel Penelitian Kode Variabel Nilai Conbach Alpha
1 Stres kerja H1-H42 0,852 s.d 0,857
2 Tuntutan pekerjaan B1-B8 0,854 s.d 0,860
3 Kontrol terhadap pekerjaan C1-C6 0,853 s/d 0,859
4 Dukungan sosial D1-D9 0,853 s/d 0,861
5 Hubungan interpersonal E1-E4 0,861 s/d 0,864
6 Konflik peran F1-F5 0,856 s/d 0,857
7 Perubahan dalam pekerjaan G1-G3 0,857 s/d 0,859
8 Tipe kepribadian I1-I20 0,850 s/d 0,865
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa kuesioner DASS 42, HSE
management standart indicator tools dan The Glazer-Stress Control Life-Style
Questionnaire terbukti reliabel dengan nilai Conbach alpha pada masing-masing
pernyataan yang melebihi nilai yang direkomendasikan yakni > 0,70.
4.6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di unit base maintenance PT. X dengan cara
menyebarkan kuisioner kepada 130 pekerja teknisi pesawat terbang yang tersebar
di 3 hanggar. Adapun prosedur pengumpulan datanya adalah sebagai berikut :
1. Mendapatkan izin penelitian di PT. X, kemudian mendapatkan persetujuan
untuk melakukan pengambilan data di lapangan oleh pembimbing skripsi.
2. Menentukan responden dengan mengunakan metode simple random
sampling.
3. Peneliti mengadakan pendekatan kepada calon responden yang terpilih
untuk memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian, manfaat, serta
prosedur penelitian. Serta memberitahukan bahwa sebelum mengisi
kuesioner responden diharapkan tidak mendapatkan stresor dari luar
pekerjaan sebelum bekerja.
47
4. Responden yang telah memenuhi kriteria , mendapatkan penjelasan
penelitian dan bersedia mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela,
maka responden dipersilahkan untuk menandatangani lembar pernyataan
persetujuan (Informed Concent).
5. Peneliti memberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner
sebelum responden mengisi kuesioner.
6. Responden yang telah mengerti tentang cara pengisian kuesioner, lalu
dibagikan kuesioner untuk kemudian di isi. Responden juga
diperkenankan untuk bertanya apabila terdapat pertanyaan yang belum
jelas atau tidak di pahami.
7. Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner penelitian tersebut setelah
semua pernyataan dalam kuesioner diisi oleh responden dan dicek kembali
apakah semua pernyataan sudah terisi, sehingga dapat diklarifikasi di
lapangan kepada responden.
4.7. Pengolahan Data
1. Mengkode Data (Coding)
Memberikan kode merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan
memberikan kode untuk jawaban pada kuesioner yang mewakili setiap variabel
dalam penelitian. Kode ini diberikan pada setiap pernyataan yang berjumlah 101
pernyataan. Tujuan memberikan kode pada setiap pertanyaan adalah untuk dapat
mempermudah pada pengolahan data selanjutnya pada jawaban responden.
Adapun kode yang diberikan pada setiap variabel dapat di lihat pada tabel 4.5.
48
Tabel 4. 5 Kode Variabel
No Variabel Kode Jumlah
Pernyataan
1 Stres kerja H1-H42 42
2 Tipe kepribadian I1-I20 20
3 Umur A5 1
4 Masa Kerja A6 1
5 Tingkat Pendidikan A7 1
6 Tuntutan pekerjaan B1-B8 8
7 Kontrol terhadap
pekerjaan C1-C6 6
8 Dukungan sosial D1-D9 9
9 Hubungan interpersonal E1-E4 4
10 Konflik peran F1-F5 5
11 Perubahan dalam
pekerjaan G1-G3 3
12 Shift Kerja A8 1
TOTAL 101
2. Menyunting Data (Editing)
Menyunting data adalah kegiatan memeriksa kembali kelengkapan dan
ketepatan dari kuesioner yang telah diisi oleh responden saat berada di lapangan.
Dengan tujuan agar tidak ada pertanyaan yang terlewatkan saat pengisian
kuesioner di lapangan.
3. Memasukan Data (Entry)
Memasukan data yang telah diisi oleh responden pada kuisoner kedalam
komputer dengan menggunakan aplikasi pengolah data untuk selanjutnya
dilakukan pengolahan data. Sebelum memasukan data, skor pada kuisioner di
sesuaikan terlebih dahulu dengan membalik skor dari penyataan negatif.
Selanjutnya apabila sudah sesuai maka skor tersebut dimasukan kedalam apliklasi
pengolah data. Skor yang telah dimasukan kemudian dilakukan transformasi data
untuk mendapatkan total skor dan dikategorikan sesuai dengan kategori variabel
yang telah ditentukan.
49
4. Membersihkan Data (Cleaning)
Membersihkan data adalah proses yang dilakukan setelah data di masukan
dalam software pengolah data. Tujuan dari membersihkan data adalah pengecekan
kembali kelengkapan data yang sudah dimasukan dan memastikan kembali bahwa
data tidak ada yang salah, untuk menghindari kesalahan dalam melakukan
analisis.
4.8. Analisis Data
4.8.1. Analisa Univariat
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan
bivariat. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik
masing-masing variabel yang di teliti. Dikarenakan pada penelitian kali ini semua
variabel dikategorikan, maka dimunculkan nilai proporsi dan persentase dari
setiap variabel penelitian yang meliputi stres kerja, tuntutan pekerjaan, kontrol
terhadap pekerjaan, dukungan sosial, hubungan interpersonal, peran, perubahan
dalam organisasi, shift kerja, tipe kepribadian, masa kerja, umur, dan tingkat
pendidikan.
4.8.2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat untuk menguji hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dikarenakan
variabel independen dan dependen dalam penelitian ini merupakan data
kategorik. Dengan menggunakan CI 95% dan derajat kemaknaan 5% hubungan
antara dua variabel dilihat berdasarkan nilai pvalue, jika pvalue ≥ 0,05 maka tidak
ada hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel independen dan
50
variabel dependen. Sebaliknya jika pvalue < 0,05 maka ada hubungan yang
bermakna secara statistik antara variabel independen dan dependen.
4.9. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan agar dapat menampilkan data dengan
sesederhana mungkin, sehingga hasil penelitian dapat dengan mudah dipahami
dan disimpulkan oleh peneliti dan pembaca. Dalam penelitian ini data disajikan
dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan secara singkat tentang isi dari
data pada tabel tersebut.
51
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum PT. X
5.1.1. Profil Perusahaan
PT. X bergerak di bidang penyediaan jasa perawatan dan perbaikan
pesawat terbang yang mencakup rangka pesawat, mesin, komponen dan jasa
pendukung lainnya secara intergrasi atau di kenal dengan bisnis Maintenance,
Repair And Overhaul (MRO). PT X mampu melaksanakan perawatan pesawat
mulai dari Line Maintenance sampai Overhaul, perawatan dan perbaikan mesin
serta komponen, proses modifikasi dan cabin refurnishment.
Seiring dengan bertambahnya tahun PT. X mengalami perkembangan
yang pesat diantaranya pada tahun 2012 PT.X mulai memberikan jasa perawatan
Industrial Gas Turbine Engine (IGTE) serta perawatan Industrial Generator
Overhaul. Sedangkan pada tahun 2015 PT.X telah meraih sertifikat dari 24
authority berbagai negara untuk melakukan maintenance pesawat, serta 4
sertifikat authority untuk melakukan pelatihan maintenance pesawat .
Disamping itu PT. X juga memiliki hangar narrow body terbesar di dunia
setelah di resmikannya hangar 4 pada tahun 2015. PT. X juga memiliki peralatan
yang canggih dan tenaga ahli yang handal sehingga proses perbaikan dan
perawatan pesawat yang dilakukan dengan lebih.
5.1.2. Visi dan Misi Perusahaan
a. Visi 2020
52
Sejalan dengan RJPP 2011-2015, PT. X membagi tahapan visi yang akan di
capai kedalam 3 tahap selama 17 tahun yang di kenal dengan ―Global
Challenge‖. Saat ini visi tersebut telah berada pada tahap ketiga yang akan
dijalankan selama 2016 – 2020 . Adapun visi tersebut adalah―Top 10 MROs In
The World‖(10 besar MRO dunia).
b. Misi
Adapun misi PT. X adalah ―To Provide Integrated And Reliable Aircraft
Maintenance Solution For Safer Sky And Secured Quality Of Life Of
Mandkind‖(menyediakan solusi perawatan pesawat terbang yang terpadu dan
handal sebagai kontribusi dalam mewujudkan lalu lintas udara yang aman dan
menjamin kualitas hidup umat manusia).
1.1.3. Proses Kerja Unit Base Maintenance
Tidak ada satupun pesawat terbang yang layak terbang tanpa melewati
proses perbaikan dan perawatan secara baik dan rutin. Proses perbaikan dan
perawatan ini akan dipengaruhi oleh usia dan kerusakan yang alami pesawat
tersebut. Dalam melakukan perawatan dan perbaikan PT. X memiliki beberapa
unit kerja, salah satu unit tersebut adalah unit base maintenance (heavy
maintenance).
Base maintenance merupakan unit yang bertanggung jawab dalam
perbaikan berat (heavy maintenance) dan terdiri dari tugas-tugas yang umumnya
lebih mendalam dan bertahan lebih lama namun lebih jarang untuk dilakukan.
Perusahaan MRO harus memiliki fasilitas, peralatan, dan staf khusus untuk
melakukan perawatan dasar dan khusus (Skybrary, 2017). Adapun kegiatan di unit
ini terdiri dari (PT.X, 2017):
53
a. Cek Berat Biasa
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang dilakukan secara rutin dan terjadwal
untuk setiap pesawat terbang, yang bergantung dari jam terbang dan siklus
penerbangan atau waktu kalender. Aktifitas ini sering dilambangkan dengan huruf
yakni A check, C check, dan D check. Sebagai gambaran misal satu pesawat akan
dilakukan Achecek setelah 200 jam terbang, lalu setelah 600 jam terbang pesawat
tersebut akan melakukan C check, dan begitu seterusanya sampai jam terbang
maksimalnya pesawat tersebut akan melakukan D check (OoverhaulI) dimana
pesawat akan diatur ulang dan diperbaikan secara menyeluruh untuk selanjutkan
beroperasi kembali seperti pesawat baru.
b. Koreksi Cacat Utama
Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa dan memastikan tidak ada kecacatan
sedikitpun baik di dalam maupun di luar pesawat yang dapat mennggagu fungsi
pesawat secara keseluruhan.
c. Penguraian Eksterior Pesawat Hingga Penyelesaian Dekoratif
Pada D check pesawat akan dibongkar ulang dan di cat ulang. Pada proses
penguraian exterior ini sebelumnya cat pesawat akan dikelupas untuk selanjutnya
dieselesaikan dekoratifnya dengan cara dicat ulang dan didesain sebagaimana
permintaan customer.
d. Modifikasi
Kegiatan ini dilakukan untuk memodifikasi setiap bagian dari pesawat sesuai
dengan perkembangan teknologi dan permintaan customer.
e. Perbaikan Dan Rekonfigurasi Kabin
54
Kegiatan ini dilakukan untuk memeperbaiki dan mengatur ulang kabin di
dalam pesawat terbang. Untuk menunjang kenyamanan dan ciri khas dari setiap
maskapai.
f. Hubungan Dalam Penerbangan
Kegiatan ini berhubungan dengan perbaikan hubungan dalam penerbangan
seperti radio yang digunakan pilot untuk berkomunikasi dengan crew cabin dan
juga dengan menara.
g. Perbaikan Struktur Berat
Kegiatan ini dilakukan untuk memperbiki struktur-struktur yang penting dan
utama dalam sebuah pesawat terbang.
h. Konversi cargo
Kegiatan ini merupakan perubahan fungsi dan desain pesawat dari pesawat
penumpang menjadi pesawat cargo.
5.2 Analisa Univariat
5.2.1. Stres Kerja
Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Stres kerja pada Teknisi Pesawat Terbang
Unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
No Kategori Stres Kerja Jumlah Presentase (%)
1 Stres Kerja Sangat Berat 21 16,2
2 Stres Kerja Berat 16 12,3
3 Stres Kerja Sedang 17 13,1
4 Stres Kerja Ringan 17 13,1
5 Tidak Stres Kerja 59 45,4
Jumlah 130 100
Berdasarkan tabel 5.1. diketahui bahwa stres kerja masih menjadi masalah,
hal ini ditandai dengan distribusi responden yang mengalami stres kerja sebanyak
71 orang (54,6%) lebih besar dari pada tidak mengalami stres kerja sebanyak 59
55
orang (45,4%). Sementara itu responden yang mengalami stres kerja sendiri
terbagi lagi ke dalam empat kategori, dengan kategori stres terbanyak adalah stres
kerja sangat berat sebanyak 21 orang (16,2%).
5.2.2. Faktor Individu
Pendistribusian faktor individu yang berhubungan dengan stres kerja
meliputi empat variabel yang meliputi Tipe kepribadian, umur, masa kerja, dan
tingkat pendidikan. Hasil analisis univariat untuk faktor individu dapat dilihat
pada tabel 5.2.
Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Faktor Individu pada Teknisi Pesawat
Terbang Unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
Faktor Individu Kategori Jumlah Presentase (%)
Tipe kepribadian Kepribadian tipe A 68 52,3
Kepribadian tipe B 62 47,7
Umur Muda 43 33,1
Dewasa 87 66,9
Masa Kerja Baru 73 56,2
Lama 57 43,8
Tingkat Pendidikan Menengah 75 57,7
Tinggi 55 42,3
a. Tipe kepribadian
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa distribusi tipe kepribadian
responden terbagi menjadi 2 yakni tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B,
dengan distribusi responden paling besar adalah responden dengan tipe
kepribadian A sebanyak 68 orang (52,3%). Sedangkan yang paling sedikit adalah
responden dengan tipe kerpibadian B sebanyak 62 orang (47,7%).
b.Umur
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa distribusi umur responden terbagi
menjadi dua kategori yakni muda dan dewasa, dengan distribusi paling besar
56
adalah responden dengan umur dewasa sebanyak 87 orang (66,9%). Sedangkan
yang paling sedikit adalah responden dengan umur muda sebanyak 43 orang
(33,1%).
c. Masa Kerja
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa distribusi masa kerja responden
terbagi menjadi dua kategori yakni baru dan lama, dengan distribusi paling besar
adalah responden dengan masa kerja baru sebanyak 73 orang (56,2%). Sedangkan
yang paling sedikit adalah responden dengan masa kerja lama sebanyak 57 crang
(43,8%).
d. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tabel 5.2. diketahui bahwa distribusi tingkat pendidikan
responden terbagi menjadi dua kategori yakni menengah dan tinggi, dengan
distribusi paling besar adalah responden dengan tingkat pendidikan menengah
sebanyak 75 orang (57,7%). Sedangkan yang paling sedikit adalah responden
dengan tingkat pendidikan tinggi sebanyak 55 orang (42,3%).
5.2.3. Faktor Pekerjaan
Pendistribusian faktor pekerjaan yang beruhubungan dengan stres kerja
meliputi tujuh variabel yang meliputi tuntutan pekerjaan, kontrol terhadap
pekerjaan, dukungan social, hubungan interpersonal, peran, perubahan dalam
pekerjaan, dan shift kejra. Hasil analisis univariat untuk faktor pekerjaan di PT.X
dapat dilihat pada tabel 5.3.
57
Tabel 5. 3 Distribusi Frekuensi Faktor Pekerjaan pada Teknisi Pesawat
Terbang Unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
Faktor Pekerjaan Kategori Jumlah Presentase
(%)
Tuntutan Pekerjaan Buruk 56 43,1
Baik 74 56,9
Kontrol terhadap
pekerjaan Buruk 56 43,1
Baik 74 56,9
Dukungan sosial Buruk 61 46,9
Baik 69 53,1
Hubungan interpersonal Buruk 57 43,8
Baik 73 56,2
Peran Buruk 51 39,2
Baik 79 60,8
Perubahan dalam
organisasi Buruk 46 35,4
Baik 84 64,6
Shift kerja Pagi 80 61,5
Malam 50 38,5
a. Tuntutan Pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi tuntutan pekerjaan
terbagi menjadi dua kategori yakni buruk dan baik, dengan distribusi paling besar
adalah responden dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 74 orang (56,9%).
Sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan tuntutan pekerjaan buruk
sebanyak 56 orang (43,1%).
b. Kontrol terhadap pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi kontrol terhadap
pekerjaan terbagi menjadi dua kategori yakni buruk dan baik, dengan distribusi
paling besar adalah responden dengan kontrol terhadap pekerjaan baik sebanyak
74 orang (56,9%). Sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan
kontrol terhadap pekerjaan buruk sebanyak 56 orang (43,1%).
58
c. Dukungan sosial
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi dukungan sosial terbagi
menjadi dua kategori yakni buruk dan baik, dengan distribusi paling besar adalah
responden dengan dukungan sosial baik sebanyak 69 orang (53,1%). Sedangkan
yang paling sedikit adalah responden dengan dukungan sosial buruk sebanyak 61
orang (46,9%).
d. Hubungan Interpersonal
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi hubungan interpersonal
terbagi menjadi dua kategori yakni buruk dan baik, dengan distribusi paling besar
adalah responden dengan hubungan interpersonal baik sebanyak 73 orang
(56,2%). Sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan hubungan
interpersonal buruk sebanyak 57 orang (43,8%).
e. Peran
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi peran terbagi menjadi
dua kategori yakni buruk dan baik, dengan distribusi paling besar adalah
responden dengan peran baik sebanyak 79 orang (60,8%). Sedangkan yang
paling sedikit adalah responden dengan peran buruk sebanyak 51 orang (39,2%).
f. Perubahan dalam organisasi
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi perubahan dalam
organisasi terbagi menjadi dua kategori yakni buruk dan baik, dengan distribusi
paling besar adalah responden dengan perubahan dalam organisasi baik sebanyak
84 orang (64,6%). Sedangkan yang paling sedikit adalah responden dengan
perubahan dalam organisasi buruk sebanyak 46 orang (35,4%).
59
g. Shift Kerja
Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa distribusi shift kerja terbagi
menjadi dua kategori yakni pagi dan malam, dengan distribusi paling besar adalah
responden dengan shift kerja pagi sebanyak 80 orang (61,5%). Sedangkan yang
paling sedikit adalah responden dengan shift kerja malam sebanyak 60 orang
(38,5%).
5.3 Analisa Bivariat
5.3.1. Hubungan Faktor Individu Dengan Stres Kerja
Faktor individu merupakan karakteristik individu yang mempengaruhi
dan berhubungan dengan stres kerja . adapun lima faktor individu yang diteliti
meliputi Tipe kepribadian, umur, masa kerja, dan tingkat pendidikan. Hasil uji
bivariat hubungan faktor individu dengan stres kerja adalah seba gai berikut:
a. Tipe kepribadian
Tabel 5. 4 Distribusi Responden Menurut Tipe kepribadian Terhadap Stres
Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun
2017
Tipe
kepribadian
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Kepribadian
tipe A 11 16,2 9 13,2 11 16,2 8 11,8 29 42,6 68 100
0,814 Kepribadian
tipe B 10 16,1 7 11,3 6 9,7 9 14,5 30 48,4 62 100
Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
tipe kepribadiannya didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling
besar terdapat pada responden dengan tipe kepribadian A sebanyak 11 orang
(16,2%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden
60
dengan tipe kepribadian A sebanyak 9 orang (13,2%) , untuk kategori stres kerja
sedang paling besar terdapat pada responden dengan tipe kepribadian A
sebanyak 11 orang (16,2%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat
pada responden dengan tipe kepribadian B sebanyak 9 orang (14,5%), dan untuk
kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan tipe
kepribadian B sebanyak 30 orang (48,4%). Sedangkan berdasarkan hasil uji
bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,814 yang artinya pada α=5% disimpulkan
tidak ada hubungan antara tipe kepribadian dengan stres kerja.
b. Masa Kerja
Tabel 5. 5 Distribusi Responden Menurut Masa KerjaTerhadap Stres Kerja
Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
Masa
Kerja
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Baru 13 17,8 7 9,6 13 17,8 7 9,6 33 45,2 73 100 0,224
Lama 8 14 9 15,8 4 7,0 10 17,5 26 45,6 57 100
Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
masa kerja didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar
terdapat pada responden dengan masa kerja baru sebanyak 13 orang (17,8%),
untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan
masa kerja lama sebanyak 9 orang (15,8%), untuk kategori stres kerja sedang
paling besar terdapat pada responden dengan masa kerja baru sebanyak 13 orang
(17,8%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden
dengan masa kerja lama sebanyak 10 orang (17,5%), dan untuk kategori tidak
stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan masa kerja baru sebanyak
33 orang (45,2%). Sedangkan berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan Pvalue
61
sebesar 0,224 yang artinya pada α=5% disimpulkan tidak ada hubungan antara
masa kerja dengan stres kerja.
c. Umur
Tabel 5. 6 Distribusi Responden Menurut Umur Terhadap Stres Kerja Pada
Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
Umur
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Muda 8 18,6 2 4,7 8 18,6 7 16,3 18 41,9 43 100 0,241
Dewasa 13 14,9 14 16,1 9 10,3 10 11,5 41 47,1 87 100
Berdasarkan tabel 5.6. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
umur didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat
pada responden dengan umur dewasa sebanyak 13 orang (14,9%), untuk kategori
stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan umur dewasa
sebanyak 14 orang (16,1%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar
terdapat pada responden dengan umur dewasa sebanyak 9 orang (10,3%), untuk
kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan umur
dewasa sebanyak 10 orang (11,5%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling
besar terdapat pada responden dengan umur dewasa sebanyak 41 orang (47,1%).
Sedangkan berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,241 yang
artinya pada α=5% disimpulkan tidak ada hubungan antara umur dengan stres
kerja.
d. Tingkat Pendidikan
Tabel 5. 7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terhadap
Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X
Tahun 2017
62
Tingkat
Pendidikan
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Menenggah 11 14,7 12 16 11 14,7 11 14,7 30 40,0 75 100 0,403
Tinggi 10 18,2 4 7,3 6 10,9 6 10,9 29 52,7 55 100
Berdasarkan tabel 5.7. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
tingkat pendidikan didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling
besar terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 11
orang (14,7%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada
responden dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 12 orang (16%), untuk
kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan tingkat
pendidikan menengah sebanyak 11 orang (14,7%), untuk kategori stres kerja
ringan paling besar terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan menengah
sebanyak 11 orang (14,7%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar
terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 30 orang
(40%). Sedangkan berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,403
yang artinya pada α=5% disimpulkan tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan stres kerja.
5.3.2. Hubungan Faktor Pekerjaan Dengan Stres Kerja
Faktor pekerjaan merupakan faktor yang terdapat dalam pekerjaan yang
mempengaruhi dan berhubungan dengan stres kerja . adapun tujuh faktor
pekerjaan yang diteliti meliputi tuntutan pekerjan, kontrol terhadap pekerjaan,
dukungan sosial, hubungan interpersonal, peran, perubahan dalam organisasi, dan
shift kerja. Berikut hasil uji bivariat hubungan faktor pekerjaan dengan stres kerja
adalah sebagai berikut:
63
a. Tuntutan Pekerjaan
Tabel 5. 8 Distribusi Responden Menurut Tuntutan Pekerjaan Terhadap
Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X
Tahun 2017
Tuntutan
Pekerjaan
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Buruk 10 17,9 6 10,7 12 21,4 5 8,9 23 41,1 56 100 0,120
Baik 11 14,9 10 13,5 5 6,8 12 16,2 36 48,6 74 100
Berdasarkan tabel 5.8. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
tuntutan pekerjaan didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling
besar terdapat pada responden dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 11 orang
(14,9%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden
dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 10 orang (13,5%), untuk kategori stres
kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan tuntutan pekerjaan
buruk sebanyak 12 orang (21,4%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar
terdapat pada responden dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 12 orang
(16,2%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden
dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 36 orang (48,6%). Sedangkan
berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,120 yang artinya pada
α=5% disimpulkan tidak ada hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan stres
kerja.
64
b. Kontrol terhadap pekerjaan
Tabel 5. 9 Distribusi Responden Menurut Kontrol Terhadap Pekerjaan
Terhadap Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance
PT.X Tahun 2017
Kontrol
Terhadap
Pekerjaan
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Buruk 6 10,7 10 17,9 11 19,6 5 8,9 24 42,9 56 100 0,063
Baik 15 20,3 6 8,1 6 8,1 12 16,2 35 47,3 74 100
Berdasarkan tabel 5.9. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
kontrol terhadap pekerjaan didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat
paling besar terdapat pada responden dengan kontrol terhadap pekerjaan baik
sebanyak 15 orang (20,3%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat
pada responden dengan kontrol terhadap pekerjaan buruk sebanyak 10 orang
(17,9%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada responden
dengan kontrol terhadap pekerjaan buruk sebanyak 11 orang (19,6%), untuk
kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan kontrol
terhadap pekerjaan baik sebanyak 12 orang (16,2%), dan untuk kategori tidak
stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan kontrol terhadap
pekerjaan baik sebanyak 35 orang (47,3%). Sedangkan berdasarkan hasil uji
bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,063 yang artinya pada α=5% disimpulkan
tidak ada hubungan antara kontrol terhadap pekerjaan dengan stres kerja.
65
c. Dukungan sosial
Tabel 5. 10 Distribusi Responden Menurut Dukungan Sosial Terhadap Stres
Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun
2017
Dukungan
Sosial
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Buruk 15 24,6 10 16,4 7 11,5 11 18 18 29,5 61 100 0,004
Baik 6 8,7 6 8,7 10 14,5 6 8,7 41 59,4 69 100
Berdasarkan tabel 5.10. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
dukungan sosial didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling
besar terdapat pada responden dengan dukungan sosial buruk sebanyak 15 orang
(24,6%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden
dengan dukungan sosial buruk sebanyak 10 orang (16,4%), untuk kategori stres
kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan dukungan sosial baik
sebanyak 10 orang (14,5%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat
pada responden dengan dukungan sosial buruk sebanyak 11 orang (18%), dan
untuk kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan
dukungan sosial baik sebanyak 41 orang (59,4%). Sedangkan berdasarkan hasil
uji bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,004 yang artinya pada α=5%
disimpulkan tidak ada hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja.
66
d. Hubungan interpersonal
Tabel 5. 11 Distribusi Responden Menurut Hubungan Interpersonal
Terhadap Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance
PT.X Tahun 2017
Hubungan
Interpersonal
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Buruk 18 31,6 10 17,5 7 12,3 6 10,5 16 28,1 57 100 0,000
Baik 3 4,1 6 8,2 10 13,7 11 15,1 43 58,9 73 100
Berdasarkan tabel 5.11. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
hubungan interpersonal didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat
paling besar terdapat pada responden dengan hubungan interpersonal buruk
sebanyak 18 orang (31,6%%), untuk kategori stres kerja berat paling besar
terdapat pada responden dengan hubungan interpersonal buruk sebanyak 10 orang
(17,5%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada responden
dengan hubungan interpersonal baik sebanyak 10 orang (13,7%), untuk kategori
stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan hubungan
interpersonal baik sebanyak 11 orang (15,1%), dan untuk kategori tidak stres kerja
paling besar terdapat pada responden dengan hubungan interpersonal baik
sebanyak 43 orang (58,9%). Sedangkan berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan
Pvalue sebesar 0,000 yang artinya pada α=5% disimpulkan ada hubungan antara
hubungan interpersonal dengan stres kerja.
67
e. Peran
Tabel 5. 12 Distribusi Responden Menurut Peran Terhadap Stres Kerja
Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
Peran
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Buruk 11 21,6 6 11,8 7 13,7 8 15,7 19 37,3 51 100 0,520
Baik 10 12,7 10 12,7 10 12,7 9 11,4 40 50,6 79 100
Berdasarkan tabel 5.12. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
peran didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat
pada responden dengan peran buruk sebanyak 11 orang (21,6%%), untuk kategori
stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan peran baik
sebanyak 10 orang (12,7%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar
terdapat pada responden dengan peran baik sebanyak 10 orang (12,7%), untuk
kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan peran baik
sebanyak 9 orang (11,4%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar
terdapat pada responden dengan peran baik sebanyak 40 orang (50,6%).
Sedangkan berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,520 yang
artinya pada α=5% disimpulkan ada hubungan antara peran dengan stres kerja.
68
f. Perubahan dalam organisasi
Tabel 5. 13 Distribusi Responden Menurut Perubahan Dalam Organisasi
Terhadap Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance
PT.X Tahun 2017
Perubahan
Dalam
Organisasi
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Buruk 10 21,7 6 13 4 8,7 7 15,2 19 41,3 46 100 0,564
Baik 11 13,1 10 11,9 13 15,5 10 11,9 40 47,6 84 100
Berdasarkan tabel 5.13. diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan
perubahan dalam organisasi didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat
berat paling besar terdapat pada responden dengan perubahan dalam organisasi
baik sebanyak 11 orang (13,1%), untuk kategori stres kerja berat paling besar
terdapat pada responden dengan perubahan dalam organisasi baik sebanyak 5
orang (11,9%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada
responden dengan perubahan dalam organisasi baik sebanyak 13 orang (15,5%),
untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan
perubahan dalam organisasi baik sebanyak 10 orang (11,9%), dan untuk kategori
tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan perubahan dalam
organisasi baik sebanyak 40 orang (47,6%). Sedangkan berdasarkan hasil uji
bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,564 yang artinya pada α=5% disimpulkan
tidak ada hubungan antara perubahan dalam organisasi dengan stres kerja.
69
g. Shift Kerja
Tabel 5. 14 Distribusi Responden Menurut Shift Kerja Terhadap Stres Kerja
Pada Teknisi Pesawat Terbang unit Base Maintenance PT.X Tahun 2017
Shift
Kerja
Stres Kerja
Total Pvalue
Sangat
Berat Berat Sedang Ringan
Tidak
Stres
N % N % N % N % N % N %
Malam 6 12 10 20 6 12,0 6 12,0 22 44,0 50 100 0,292
Pagi 15 18,8 6 7,5 11 13,8 11 13,8 37 46,2 80 100
Berdasarkan tabel 5.14. distribusi responden berdasarkan shift kerja
didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat pada
responden dengan shift kerja pagi sebanyak 15 orang (18,8%), untuk kategori
stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan shift kerja malam
sebanyak 10 orang (20%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat
pada responden dengan shift kerja pagi sebanyak 11 orang (13,8%), untuk
kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan shift kerja
pagi sebanyak 11 orang (13,8%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar
terdapat pada responden dengan shift kerja pagi sebanyak 37 orang (46,2%).
Sedangkan berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan Pvalue sebesar 0,292 yang
artinya pada α=5% disimpulkan tidak ada hubungan antara shift kerja dengan
stres kerja.
70
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menyadari masih terdapat keterbatasan. Namun
demikian penulis harapkan keterbatasan penelitian ini dapat menjadi evaluasi dan
bahan perbaikan untuk penelitian selanjutnya. Adapun keterbatasan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional, yang mana desain studi
ini hanya dapat mencari hubungan antara variabel independen dan dependen.
Kelemahan dari desain penelitian ini adalah tidak diketahuinya hubungan
sebab akibat antara variabel independen dan dependennya.
2. Metode pengukuran stres kerja
Pengukuran stres kerja hanya menggunakan metode self report measure
dengan bantuan kuisioner sehingga kemungkinan terjadi bias cukup tinggi
karena semua jawaban bergantung pada presepsi responden. Sedangkan
metode physiological measure dan biochemical measure tidak dilakukan
karena keterbatasan alat dalam penelitian.
3. Kriteria Inklusi
Dalam memilih responden terdapat keriteria inklusi salah satunya adalah
responden tidak sedang megalami stres atau bebas dari stresor sebelum
bekerja. Dalam menskrining hal tersebut peneliti hanya bertanya secara
langsung kepada responden yang bersangkutan tanpa menggunakan
71
instrumen apapun. Sehingga dimungkinkan responden tidak berkata jujur saat
ditanya secara langsung.
6.2. Gambaran Stres Kerja Pada Teknisi Pesawat Terbang Unit Base
Maintenance Pt. X Tahun 2017
Stres adalah suatu kondisi individu yang disertai dengan keadaan waspada
dan tegang yang dirasakan terus – menerus serta mudah sedih atau frustasi
(Lovibond & Lovibond,1995). Sedangkan stres kerja merupakan suatu keadaan
yang timbul dalam interaksi antara manusia dengan pekerjaannya (Behr &
Newman, 1978). Adapun keadaan yang timbul tersebut terlihat dari keluhan
fisiologi, psikologi, dan perilaku. Pada penelitian ini keluhan stres kerja dapat
diketahui berdasarkan berapa banyak keluhan yang dirasakan oleh responden
melalui kuisioner. Semakin banyak keluhan yang dirasakan oleh responden, maka
semakin besar kemungkinan responden mengalami stres kerja. Stres kerja
klasifikasikan menjadi lima berdasarkan Lovibond & Lovibond (1995) yakni stres
kerja sangat berat, stres kerja berat, stres kerja sedang, stres kerja ringan, dan tidak
stres kerja.
Hasil penelitian menunjukan distribusi responden yang mengalami stres
kerja sebanyak 71 orang (54,6%) lebih besar dari pada tidak mengalami stres
kerja sebanyak 59 orang (45,4%). Jumlah responden yang mengalami stres kerja
sendiri terbagi lagi ke dalam empat kategori, dengan kategori stres terbanyak
adalah stres kerja sangat berat sebanyak 21 orang (16,2%). Dengan distribusi
keluhan yang timbul rata-rata seimbang antara keluhan fisiologi, psikologi, dan
perilaku.
72
Tinggnya tingkat stres kerja yang dialami responden dapat disebabkan
karena berdasarkan hasil studi pendahuluan sebelumnya responden yang
mengalami stres kerja memang lebih banyak dari pada yang tidak mengalami stres
kerja. Selain itu beberapa faktor risiko yang diteliti menujukan hubungan secara
signifikan terhadap stres kerja yakni dukungan sosial dan hubungan interpersonal.
Apabila faktor risiko tersebut tidak dikendalilan dengan baik maka akan
menyebabkan munculnya berbagai gangguan kesehatan yang lebih buruk lagi.
Studi yang dilakukan oleh Monika/Kora di Jerman menunjukan bahwa pekerja
sehat yang mengalami paparan stres kerja ditempat kerja secara signifikan
mengalami peningkatan teknan darah dan menghadapi risiko penyakit jantung dua
kali lebih besar. Selain itu, penelitian lain membuktikan bahwa stres kerja dapat
memicu dampak psikologi yang berbahaya seperti depresi, gangguang tidur, dan
berbagai perilaku tidak sehat lainnya (Emeny, 2013).
Selain berdampak terhadap perubahan kondisi kesehatan pekerja, stres kerja
juga sangat berpengaruh bagi kelangsungan perusahaan, yakni tingginya
kecelakaan kerja, kerugian material, keuangan, dan menurunnya citra perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kragiven (1999) membuktikan bahwa stres kerja
berhubungan secara signifikan dengan kecelakaan kerja dengan pvalue <0,005.
Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Putri (2008) juga
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara risiko kecelakaan
kerja dengan stres kerja, yang mana semakin tinggi stres kerja maka semaikin
tinggi juga tingkat kecelakaan kerjanya. Khusus pada teknisi pesawat terbang
berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lin (2007) kepada teknisi pesawat terbang
di Hongkong, diketahui bahwa stres kerja merupakan faktor pencetus yang
73
terbukti secara signifikan menyebabkan cidera kerja dan penurunan kesehatan
fisik dengan nilai pvalue <0,001.
Tingginya kecelakaan ini menyebabkan meningkatnya komplain asuransi
kesehatan. Di Amerika Serikat setiap tahunnya industri mengalami kerugian lebih
dari 300 miliar US sebagai akibat dari kecelakan, absenteisme, turnover pekerja,
dan kompensasi asuransi akibat stress kerja yang di alami pekerjanya (AIS, 2013).
Serupa dengan AS, pada tahun 2005 pekerja Eropa pun juga mengalami stres
kerja dengan total rata-rata 22% dari seluruh pekerja di eropa mengalami stres
kerja dengan biaya penanggulanganya mencapai EUR 20.000.000 (European
Agency for Safety and Health at Work, 2009).
6.3. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Teknisi
Pesawat Terbang Unit Base Maintenance Pt. X Tahun 2017
6.3.1. Faktor Individu
a. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian adalah kepribadian responden yang tercermin dari pola
perilaku yang dimikinya. Pada penelitian ini tipe kepribadan dikategorikan
menjadi dua mengacu pada Rosenman dan Friedman (1974) dalam Munandar
(2001) yakni tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di PT.X diketahui distribusi responden berdasarkan tipe
kepribadiannya didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling
besar terdapat pada responden dengan tipe kepribadian A sebanyak 11 orang
(16,2%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden
dengan tipe kepribadian A sebanyak 9 orang (13,2%) , untuk kategori stres kerja
sedang paling besar terdapat pada responden dengan tipe kepribadian A
74
sebanyak 11 orang (16,2%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat
pada responden dengan tipe kepribadian B sebanyak 9 orang (14,5%), dan untuk
kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan tipe
kepribadian B sebanyak 30 orang (48,4%).
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa responden yang banyak
memiliki keluhan stres kerja adalah responden dengan Tipe kepribadian rendah
dengan proporsi terbesar mengalami stres kerja sedang. Dan yang responden yang
paling banyak tidak menderita stres kerja adalah responden dengan kepribadian
netral. Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang menyatakan seseorang
dengan kcpribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe
B. Hal ini berkaitan dengan sifat individu dengan tipe kepribadian A yakni
agresif, , memiliki keinginan yang kuat dan harus tercapai, sering merasa diburu-
buru dalam menjalankan pekerjaannya, konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan
pada waktu yang sama, tidak sabar , dan cenderung berkompetisi dengan orang
lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. (Glazer, 1978).
Walaupun pekerjaan relatif bebas dari sumber-sumber stres, individu dengan Tipe
kepribadian membawa stres mereka sendiri dalam bentuk pola perilakunya.
Sehingga stres selalu timbul pada saat bekerja maupun pada waktu senggang
mereka (Leila, 2002). Dan tipe kepribadian yang paling baik dalam menghadapi
stres kerja adalah responden dengan kepribadian netral yang artinya Tipe
kepribadian dan Bnya seimbang (Glazer, 1978).
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara tipe kepribadian dengan stres kerja dengan pvalue sebesar 0,814.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wijono
75
(2006) yang membuktikan bahwa tipe kepribadian A berhubungan secara
signifikan dengan stres kerja dengan pvalue 0.045. Penelitian lain juga
membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian A
dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,025 (Tejasurya, 2012). Hal serupa
dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Amartiwi (2017) dengan
pvalue 0,000 membuktikan terdapat hubungan yang disignifikan antara tipe
kepribadian dengan stres kerja.
Tidak berhubungnya tipe kepribadian dan stres kerja dikarenakan
beradasarkan uji crostab didapatkan hasil proporsi responden yang memiliki
keluhan stres kerja antara kepribadian tipe A dan tipe B tidak terlalu berbeda
secara signifikan. Responden dengan kepribadian tipe A dan mengalami strres
kerja berat sebanyak 11 orang dan kepribadian tipe B sebanyak 10, responden
dengan tipe kepribadian A dengan stres kerja berat sebanyak 9 orang dan
kepribadian tipe B sebanyak 7 orang, responden dengan kepribadian tipe A
dengan stres kerja sedang sebanyak 11 dan kerpibadian tipe B sebanyak 6 orang,
dan responden dengan kerpribadain tipe A dengan stres kerja ringan sebanyak 8
orang dan kepribadian tipe B sebanyak 9 orang. Sehingga tidak ditemukannya
kecenderungan yang berlebihan yang membuat tipe kepribadian berhubungan
dengan stres kerja.
b. Masa Kerja
Masa kerja berkait dengan lamanya individu bekerja dalam sebuh organisasi
atau perusahaan dalam hitungan tahun. Dalam penelitian ini masa kerja
dikategorikan menjadi dua yakni “baru” ≤ 4 tahun dan “lama” > 4 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT.X diketahui distribusi
76
responden berdasarkan masa kerja didapatkan hasil untuk kategori stres kerja
sangat berat paling besar terdapat pada responden dengan masa kerja baru
sebanyak 13 orang (17,8%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat
pada responden dengan masa kerja lama sebanyak 9 orang (15,8%), untuk
kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan masa
kerja baru sebanyak 13 orang (17,8%), untuk kategori stres kerja ringan paling
besar terdapat pada responden dengan masa kerja lama sebanyak 10 orang
(17,5%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden
dengan masa kerja baru sebanyak 33 orang (45,2%).
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan masa kerja baru dengan proporsi
terbesar mengalami stres kerja sangat berat dan sedang. Namun responden yang
banyak tidak mengalami stres kerja juga adalah responden dengan masa kerja
baru. Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang menyebutkan individu yang
memiliki masa kerja yang lama cenderung memiliki tingkat stres yang rendah. Hal
ini dikarenakan pekerja dengan masa kerja lebih lama cenderung mempunyai
kemampuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaannya
dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai masa kerja lebih pendek (suska,
2012). Penelitian yang dilakukan oleh Irkhami (2015) menyebutkan bahwa
semakin tinggi masa kerja seseorang maka semakin rendah tingkat stresnya.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dengan pvalue sebesar 0,224. Hal
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rivai (2014) yang
menyebutkan bahwa masa kerja tidak berhubungan dengan stres kerja dengan
77
pvalue 0,277. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Vierdelia (2008) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara masa kerja dan stres kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Friska (2011)
juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja
dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,042.
Tidak berhubungannya masa kerja dengan stres kerja ini dikarenakan
berdasarkan pemaparan general manager K3 di PT.X yang dulunya juga
seorang teknisi diketahui bahwa semua responden melakukan pekerjaan yang
serupa dan tidak adanya perbedaan tuntutan pekerjaan yang diterima oleh pekerja
baru dan lama juga membuat tidak adanya hubungan signifikan antara masa kerja
dan stres kerja.
c. Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup (KBBI) mulai dari individu lahir
hingga ulang tahun terakhirnya. Pada penelitian kali ini umur diklasifikasikan
menjadi dua berdasarkan ILO (2003) umur yakni “muda” 15 – 24 tahun dan
“dewasa” ≥ 25. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT.X diketahui
distribusi responden berdasarkan umur untuk kategori stres kerja sangat berat
paling besar terdapat pada responden dengan umur muda sebanyak 9 orang
(20,9%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden
dengan umur dewasa sebanyak 12 orang (13,8%), untuk kategori stres kerja
sedang paling besar terdapat pada responden dengan umur dewasa sebanyak 9
orang (10,3%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada
responden dengan umur dewasa sebanyak 10 orang (11,5%), dan untuk kategori
78
tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan umur dewasa
sebanyak 41 orang (47,1%).
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan umur dewasa dengan proporsi
terbesar mengalami stres kerja berat. Namun responden yang banyak tidak
mengalami stres kerja juga adalah responden dengan umur dewasa. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh irhkhami (2015) membuktikan
bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin rendah pula tingkat stresnya.
Hal ini dimungkinkan karena jumlah responden dengan kategori umur dewasa
lebih banyak dibandingkan responden dengan kategori umur muda. Perbedaan
jumlah responden ini dipengaruhi oleh tehnik pengambilan sampel dengan metode
simple random sampling sehingga tidak didapatkan jumlah responden berdasarkan
umur secara proporsional.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan stres kerja dengan pvalue sebesar
0,186. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rivai
(2014) yang menyebutkan bahwa umur tidak berhubungan dengan stres kerja
dengan nilai pvalue 0,490. Namun tidak sejalan dengan penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Zardiff University (2000) dalam Suprapto (2008) yang
mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor individu yang
mempengaruhi timbulnya stres kerja. Pendapat tersebut dibuktikan juga melalui
penelitian yang dilakukan oleh Iqbal (2009) yang menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dan stres kerja dengan pvalue 0.048. Hal
serupa juga dikemukakan oleh Aulya (2013) melalui penelitiannya yang
79
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signikan antara umur dan stres kerja
dengan pvalue 0,012. Hubungan signifikan anatara umur dan stres kerja juga
dibuktikan oleh Astuti (2015) melalui penelitannya dengan nilai pvalue 0,016.
Tidak berhubungannya umur dengan stres kerja ini dikarenakan
berdasarkan pemaparan general manager K3 di PT.X yang dulunya juga
seorang teknisi diketahui bahwa semua responden melakukan pekerjaan yang
serupa dan tidak adanya perbedaan tuntutan pekerjaan yang diterima oleh pekerja
muda dan dewasa juga membuat tidak adanya hubungan signifikan antara umur
dan stres kerja.
d. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah keterangan mengenai jenjang/ tingkat
responden belajar dalam lingkup formal. Pada penelitian ini tingkat pendidikan
diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional yakni, pendidikan “dasar” SD-SMP, pendidikan “menengah”
SMA dan sederajat, dan pendidikan “tinggi” perguruan tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di PT.X diketahui distribusi responden berdasarkan
tingkat pendidikan untuk kategori stres kerja sangat berat baik tingkat pendidikan
menangah dan tinggi sama banyaknya dengan masing-masing sebanyak 12 orang
(16% dan 21,8%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada
responden dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 11 orang (14,7%),
untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan
tingkat pendidikan menengah sebanyak 11 orang (14,7%), untuk kategori stres
kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan
menengah sebanyak 11 orang (14,7%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling
80
besar terdapat pada responden dengan tingkat pendidikan menengah sebanyak 30
orang (40%). Selain itu banyaknya responden dengan tingkat pendidikan
menengah yang tidak mengalami stres kerja dimungkinkan karena jumlah
responden dengan tingkat pendidikan menengah lebih banyak dibandingkan
responden dengan tingkat pendidikan tingi. Perbedaan jumlah responden ini
dipengaruhi oleh tehnik pengambilan sampel dengan metode simple random
sampling sehingga tidak didapatkan jumlah responden berdasarkan tingkat
pendidikan secara proporsional.
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan tingkat pendidikan menengah dengan
proporsi terbesar mengalami stres kerja berat. Namun responden yang banyak
tidak mengalami stres kerja juga adalah responden dengan tingkat pendidikan
menengah. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin rendah tingkat stres kerjanya
(Irkhami, 2015). Hal ini dikarenakan orang yang memiliki pendidikan yang lebih
tinggi cenderung memiliki ilmu yang lebih banyak. Hal ini membuat individu
dapat mengerti dan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik dibandingkan
dengan individu dengan tingkat pendidikan yang lenih rendah.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan stres kerja dengan pvalue sebesar
0,181.Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Febriandini dkk (2016) diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan
anatara tingkat pendidikan dan stres kerja dengan nilai pvalue 0,004. Penelitian
yang dilakukan oleh Ummamah (2011) juga membuktikan bahwa terdapat
81
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan stres kerja. Hal
serupa juga dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Friska (2011)
dengan nilai pvalue 0,036 membuktikan terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan stres kerja.
Tidak berhubungannya tingkat pendidikan dan stres kerja dapat terjadi
dikarenakan kemampuan teknisi dalam melakukan pekerjaannya bukan hanya
didapatkan dari pendidikan formal di sekolah, tetapi juga di tempat kerja.
Berdasarkan pemaparan manajer di salah satu line diketahui bahwa setiap teknisi
pesawat terbang di PT.X apabila hendak menangani pesawat terbang haruslah
memiliki lisensi mulai dari general license, AMEL, dst. Untuk mendapatkan
sertifikasi tersebut mereka harus melakukan pendidikan dan ujian selama kurun
waktu tertentu di perusahaan. Pengetahuan saat melakukan pendidikan di
perusahaan lebih bersifat teknis dan spesifik, sehingga pengetahuan responden
dalam menangangi pekerjaan sangat di mungkinkan lebih banyak didapatkan dari
tempat kerjanya.
6.3.2. Faktor Pekerjaan
a. Tuntutan Pekerjaan
Tuntutan pekerjaan merupakan presepsi responden mengenai
pekerjaannya yang meliputi beban kerja, pola kerja, dan lingkungan pekerjaan.
Pada penelitian ini tuntutan pekerjaan diklasifikasikan menjadi dua yakni tuntutan
pekerjaan buruk dan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. X
diketahui distribusi responden berdasarkan tuntutan pekerjaan didapatkan hasil
untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat pada responden
dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 11 orang (14,9%), untuk kategori stres
82
kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan tuntutan pekerjaan baik
sebanyak 10 orang (13,5%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar
terdapat pada responden dengan tuntutan pekerjaan buruk sebanyak 12 orang
(21,4%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden
dengan tuntutan pekerjaan baik sebanyak 12 orang (16,2%), dan untuk kategori
tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan tuntutan pekerjaan
baik sebanyak 36 orang (48,6%).
Hasil penelitian tersebut menunjukan responden yang banyak
mengalami keluhan stres kerja adalah responden dengan tuntutan pekerjaan baik
dengan proporsi terbesar mengalami stres kerja ringan. Sementara responden yang
banyak tidak mengalami stres kerja juga adalah responden dengan tuntutan
pekerjaan baik. Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang mengatakan beban
kerja yang berlebih dan beban kerja yang terlalu sedikit merupakan pembangkit
stres. Beban kerja berlebih menimbulkan kebutuhan untuk bekerja dalam waktu
yang sangat panjang sehingga dapat menjadi sumber tambahan dari stres
(Munandar, 2001).
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue sebesar
0,120. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Kerr dkk (2009) membuktikan bahwa tuntutan pekerjaan berhubungan secara
signifikan dengan stres kerja dengan pvalue < 0,001. Penelitian yang dilakukan
oleh Kazi dan Haslam (2013) juga membuktikan terdapat hubungan yang
signifikan antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue <0,01. Hal
serupa juga dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan oleh Marcatto dkk
83
(2014) yang diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara tuntutan
pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalure <0,001. Penelitian yang dilakukan
oleh Bridger dkk (2015) pun membuktikan terdapat hubungan yang signifikan
antara tuntutan pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue <0,001.
Tidak terdapatnya hubungan antara tuntutan pekerjaan dan stres kerja ini
dikarenakan berdasarkan penjelasan dari manajer salah satu line di base
maintenance diketehui bahwa untuk menangangi kelebihan beban kerja yang
dialami oleh masing-masing personilnya biasanya line yang besangkutan akan
mengambil teknisi dari line lain sebagai personil tembahan untuk melakukan
perbaikan pesawat di linenya. Namun demikian cara ini akan sedikit terkendala
apabila semua line sedang terisi penuh oleh pesawat yang akan diperbaiki. Selain
itu beliau juga menjelaskan bahwa waktu kerja di hanggar relatif lebih lama
dibandingkan dengan waktu kerja di apron bandara yang mana di hanggar pekerja
memiliki waktu 1 sampai 5 minggu untuk memperbaiki satu buah pesawat.
Sedangkan di apron bandara pekerja hanya memiliki waktu sekitar 15 sampai
dengan 25 menit untuk memperbaiki 1 buah pesawat, namun demikian tingkat
kesulitan pekerjaan di hanggar tentu saja lebih besar dari pada di apron bandara
karena harus melakukan perawatan menyeluruh, sehingga seringkali pekerja harus
lembur untuk bisa menyelesaikan target waktu perbaikan pesawat terbang. Namun
demikian apabila beban kerja sedang tidak terlalu banyak maka beberapa pekerja
cenderung terlihat bersantai-santai saat bekerja dan duduk-duduk di sekeliling
tempat kerjanya.
84
b. Kontrol Terhadap Pekerjaan
Kontrol terhadap pekerjaan berkaitan dengan seberapa besar toritas
responden dalam mengatur sendiri pekerjaanya dan bagaimana cara responden
bekerja. Pada penelitian ini kontrol terhadap pekerjaan di klasifikasikan menjadi
dua yakni kontrol terhadap pekerjaan buruk dan baik. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di PT. X diketahui distribusi responden berdasarkan kontrol
terhadap pekerjaan didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling
besar terdapat pada responden dengan kontrol terhadap pekerjaan baik sebanyak
15 orang (20,3%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada
responden dengan kontrol terhadap pekerjaan buruk sebanyak 10 orang (17,9%),
untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan
kontrol terhadap pekerjaan buruk sebanyak 11 orang (19,6%), untuk kategori
stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan kontrol terhadap
pekerjaan baik sebanyak 12 orang (16,2%), dan untuk kategori tidak stres kerja
paling besar terdapat pada responden dengan kontrol terhadap pekerjaan baik
sebanyak 35 orang (47,3%).
Hasil penelitian tersebut menunjukan responden yang banyak
mengalami keluhan stres kerja adalah responden dengan kontrol terhadap
pekerjaan baik dengan proporsi terbesar mengalami stres kerja sangat berat.
Sementara responden yang banyak tidak mengalami stres kerja juga adalah
responden dengan kontrol terhadap pekerjaan sangat baik. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa kurangnya kontrol
(kontrol yang buruk) dari individu yang bersangkutan dapat memicu timbulnya
85
stres kerja karena invidivu tersebut tidak mampu mengatur dirinya sendiri
(Cardwell dan Flanagan, 2005 dalam Karima, 2014).
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara kontrol terhadap pekerjaan dengan stres kerja dengan pvalue
sebesar 0,063. Hal sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Bridger dkk (2015) yang membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara kontrol terhadap pekerjaan dengan stres kerja dengan nilai pvalue > 0,05.
Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kerr dkk (2009) yang
membuktikan bahwa kontrol terhadap pekerjaan berhubungan secara signifikan
dengan stres kerja dengan pvalue< 0,001. Houdmont (2012) dalam Brookes dkk
(2013) membuktikan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kontrol terhadap pekerjaan dengan stres kerja.
Tidak berhubungannya kontrol terhadap pekerjaan dan stres kerja dapat
terjadi dikarenakan berdasarkan pemaparan dari general manger K3 yang dulunya
adalah teknisi pesawat terbang diketahui bahwa semua pekerjaan khusunya
pebaikan dan perawatan pesawat terbang sudah memiliki SOP baku yang
mengatur bagaimana langkah dan aturan dalam melakukan pekerjaannya, selain
itu setiap pekerjaan produksi yang dilakukan memiliki target waktu yang harus di
capai sehingga pekerja tidak dapat mementukan kapan waktu mereka dapat
bekerja dan istirahat dengan sesuka hati, pada saat bekerja pun pekerja selalu
dimonitor oleh manajer produksi yang sering kali ikut turun lapangan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Hal tersebut tentu saja tidak dapat dirubah dan
sudah menjadi kebiasaan bagi para pekerja teknisi pesawat terbang, maka hal
86
inilah yang dapat membuat pekerja terbiasa dengan pekerjannya sehingga tidak di
anggap sebagai masalah sehingga tidak dapat menimbulkan stres kerja.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah dukungan terhadap pekerjaan yang berasal dari
atasan dan rekan kerja. Pada penelitian ini dukungan sosial di klasifikasikan
menjadi dua yakni dukungan sosial buruk dan baik. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di PT. X diketahui distribusi responden berdasarkan dukungan
sosial didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat
pada responden dengan dukungan sosial buruk sebanyak 15 orang (24,6%), untuk
kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan dukungan
sosial buruk sebanyak 10 orang (16,4%), untuk kategori stres kerja sedang paling
besar terdapat pada responden dengan dukungan sosial baik sebanyak 10 orang
(14,5%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden
dengan dukungan sosial buruk sebanyak 11 orang (18%), dan untuk kategori tidak
stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan dukungan sosial baik
sebanyak 41 orang (59,4%).
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan dukungan sosial buruk dengan
proporsi terbesar mengalami stres kerja sangat berat. Sementara responden yang
banyak tidak mengalami stres kerja adalah responden dengan dukungan sosial
baik. Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang menyatakan bahwa dukungan
merupakan salah satu strategi terpenting yang terlibat dalam menanggulangi
terjadinya stress (Collins dalam Dodiansyah, 2014). Pekerja dengan dukungan
sosial tinggi memiliki keluhan gangguan kesehatan yang lebih sedikit
87
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki dukungan sosial rendah (Murphy dan
Schoenborn, 1987).
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa terdapat
hubungan antara dukungan sosial dengan stres kerja dengan pvalue sebesar 0,004.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kerr dkk
(2009) yang membuktikan bahwa dukungan sosial berhubungan secara signifikan
dengan stres kerja dengan pvalue< 0,001. Penelitian yang dilakukan oleh
Almasitoh (2011) juga membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan sosial dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,000. Hal yang
serupa juga dibuktikan oleh Ambarowati (2013) melalui penelitiannya yang
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial
dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0,000. Penelitian yang dilakukan oleh
(Bridger dkk, 2015) pun membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial dengan stres kerja dengan pvalue 0,038.
Berhubungannya dukungan sosial dengan stres kerja dapat terjadi
dikarenakan berdasarkan observasi di lapangan diketahui bahwa dalam melakukan
pekerjaannya responden selalu mendapatkan bantuan dan dukungan kerja yang
cukup baik dari rekan dan atasan. Pemaparan dari beberapa responden diketahui
bahwa dalam melakukan pekerjaannya apabila mereka mendapatkan kendala
dalam pekerjaan mereka dapat berdiskusi dengan manajer atau rekan kerjanya
untuk sama-sama menemukan solusi dalam menyelesaikan masalah pekerjaannya.
Selain itu dalam melakukan pekerjaannya tidak jarang manajer produksi ikut serta
secara langsung untuk memperbaiki pesawat terbang dan mengkontrol pekerjaan
anak buahnya. Sehingga dukungan sosial yang baik ini dapat menjadi salah satu
88
faktor yang mampu mengurangi stres pada pekerja. Namun demikian kondisi
seperti ini cenderung hanya terjadi pada crew/tim yang sama sedangkan jika
berbeda crew tingkat dukungan dan kepeduliannya tidak sebesar crew/tim sendiri.
Saran yang dapat diberikan terkait dukungan sosial ini adalah perusahaan
dapat terus meningkatkan dukungan sosial dengan menciptakan budaya saling
memberi motivasi dalam bentuk lisann dan bantuan dalam bentuk perbuatan
dalam hal pekerjaan, baik antara pekerja dan pekerja maupun pekerja dan
atasannya baik antara sesama crew dan juga crew lain. Selain itu pekerja
diharapkan mampu mengkomunikasikan segala kendala dan kesulitannya dalam
bekerja agar baik rekan kerja maupun atas dapat ikut membantu mecarikan solusi
atas pernasalahan kerjanya sehingga pekerja terhindar dari stres kerja.
d. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah kualitas hubungan yang dialami
responden dengan atasan dan rekan kerjanya. Pada penelitian ini hubungan
interpersonal di klasifikasikan menjadi dua yakni hubungan interpersonal buruk
dan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. X diketahui
distribusi responden berdasarkan hubungan interpersonal didapatkan hasil untuk
kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat pada responden dengan
hubungan interpersonal buruk sebanyak 18 orang (31,6%%), untuk kategori stres
kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan hubungan interpersonal
buruk sebanyak 10 orang (17,5%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar
terdapat pada responden dengan hubungan interpersonal baik sebanyak 10 orang
(13,7%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden
dengan hubungan interpersonal baik sebanyak 11 orang (15,1%), dan untuk
89
kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan hubungan
interpersonal baik sebanyak 43 orang (58,9%).
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan hubungan interpersonal buruk
dengan proporsi terbesar mengalami stres kerja sangat berat. Sementara
responden yang banyak tidak mengalami stres kerja adalah responden dengan
hubungan interpersonal baik. Hal ini sejalan dengan teori sebelumnya yang
mengatakan semakin baik hubungan interpersonal, maka semakin terbuka orang
untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan
persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara
komunikan (Andi dkk. 2012). Komunikasi yang efektif tersebut dapat membantu
mengurangi risiko stres kerja.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa terdapat
hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dengan pvalue sebesar
0,000. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kerr dkk
(2009) yang membuktikan bahwa hubungan interpersonal berhubungan secara
signifikan dengan stres kerja dengan pvalue < 0,001. Penelitian yang dilakukan
oleh Kazi dan Haslam (2013) juga membuktikan terdapat hubungan yang
signifikan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dengan pvalue <0,05.
Serupa dengan penelitian sebelumnya Marcatto dkk (2014) membuktikan
berdasarkan hasil penelitiannya diketahui terdapat hubungan yang signifikan
antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dengan pvalue <0,001. Serupa
dengan Penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015) pun membuktikan
90
terdapat hubungan yang signifikan antara hubungan interpersonal dengan stres
kerja dengan pvalue <0,001.
Berhubungannya hubungan interpersonal dengan stres kerja dapat
terjadi dikarenakan berdasarkan observasi dilapangan diketahui bahwa pekerja
sudah mengenal baik satu sama sama lain. Baik rekan kerja ataupun atasannya,
selain itu suasana yang di bangun dalam tempat kerja pun sangat nyaman dan
kekeluargaan serta mendukung untuk terjalinnya hubungan yang baik di tempat
kerja. Sehingga kondisi tersebut mampu mengurangi risiko stres kerja yang
dialami responden. Namun demikian hubungan interpersonal yang baik ini sering
kali hanya dirasakan pada satu crew atau line yang sama, sedangkan jika berbeda
crew atau line cenderung komunikasi yang dijalin tidak sebaik dan sesering
crewnya sendiri.
Oleh karena itu saran yang dapat diberikan agar hubungan interpesnonal
ini tetap berjalan dengan baik dan lebih baik lagi adalah perlu ditingkatkannya
komunikasi dan hubungan interpersonal antar pekerja dengan pekerja atau pekerja
dengan atasan, baik sesama crew atau line maupun lain crew atau line. Adapun
salah satu bentuk kegiatannya dengan gathring dan lomba bersama yang
dilakukan di hari-hari besar. Selain itu pekerja sendiri harus menumbuhkan sikap
dan sifat terbuka satu sama lain dan tidak memilih-milih teman dalam bekerja
sehingga dapat terjalin hubungan interpersonal yang baik.
e. Peran
Peran adalah keadaan responden mengerti perannya dalam pekerjaannya
di perusahaan. Pada penelitian ini peran di klasifikasikan menjadi dua yakni peran
buruk dan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. X diketahui
91
distribusi responden berdasarkan peran didapatkan hasil untuk kategori stres kerja
sangat berat paling besar terdapat pada responden dengan peran buruk sebanyak
11 orang (21,6%%), untuk kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada
responden dengan peran baik sebanyak 10 orang (12,7%), untuk kategori stres
kerja sedang paling besar terdapat pada responden dengan peran baik sebanyak
10 orang (12,7%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada
responden dengan peran baik sebanyak 9 orang (11,4%), dan untuk kategori tidak
stres kerja paling besar terdapat pada responden dengan peran baik sebanyak 40
orang (50,6%).
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan peran baik dengan proporsi terbesar
mengalami stres kerja berat dan sedang. Sementara responden yang banyak tidak
mengalami stres kerja juga adalah responden dengan peran baik. Individu yang
memiliki peran baik artinya terhindar dari konflik peran di tempat kerja. Hal ini
tidak sejalan dengan teori sebelumnya yang mengatakan konflik peran
merupakan salah satu sumber stres (Katz dan Khan, 1978) namun individu dengan
peran baik justru mengami stres lebih banyak. Hal ini mungkin dikarenakan
keluhan stres kerja pada responden bukan berasal dari peran saja namun juga
faktor lain seperti dukungan sosial dan hubungan interpersonal sehingga
responden dengan peran baik tetap dapat mengalami stres kerja.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara peran dengan stres kerja dengan pvalue sebesar 0,520. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015) yang
membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peran dengan stres
92
kerja dengan nilai pvalue > 0,05. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kerr dkk (2009) yang membuktikan bahwa peran berhubungan
secara signifikan dengan stres kerja dengan pvalue<0,001. Penelitian yang
dilakukan oleh Wijono (2006) yang membuktikan terdapat hubungan yang
signifikan antara peran dan stres kerja dengan nilai pvalue 0,000. Serupa dengan
penelitian sebelumnya Houdmont (2012) dalam Brookes dkk (2013)
membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peran dengan stres
kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Bridger dkk (2015) pun membuktikan
terdapat hubungan yang signifikan antara peran dengan stres kerja dengan pvalue
0,042. Namun hasil penelitian ini tidak
Tidak berhubunganya peran dengan stres kerja dapat terjadi dikarenakan
berdasarkan pemaparan manajer salah satu line diketahui bahwa PT. X sudah
memiliki sistem pendidikan di tempat kerja guna memastika setiap perja mengerti
dan paham dalam melakukan pekerjaannya. Pada sistem pendidikan ini pekerja
akan diberikan pendidikan dan ujian selama kurun waktu tertentu untuk menguji
dan memastikan bahwa pekerjanya memiliki ilmu yang sama memperbaiki
pesawat terbang baik pekerja lama ataupun baru, baik yang berlater belakang
teknisi pesawat terbang atau teknik lainnya. Sehingga pekerja dapat mengerti
perannya dengan lebih baik di tempat kerja sehingga tidak menjadikan peran
sebagai salah satu faktor yang dapat menimbulkan stres kerja.
f. Perubahan Dalam Organisasi
Perubahan dalam organisasi adalah segala perubahan dalam pekerjaan
yang dikomunikasikan dalam organisasi. Pada penelitian ini perubahan dalam
organisasi diklasifikasikan menjadi dua yakni perubahan dalam organisasi buruk
93
dan baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT. X diketahui
distribusi responden berdasarkan perubahan dalam organisasi didapatkan hasil
untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat pada responden
dengan perubahan dalam organisasi baik sebanyak 11 orang (13,1%), untuk
kategori stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan perubahan
dalam organisasi baik sebanyak 5 orang (11,9%), untuk kategori stres kerja
sedang paling besar terdapat pada responden dengan perubahan dalam organisasi
baik sebanyak 13 orang (15,5%), untuk kategori stres kerja ringan paling besar
terdapat pada responden dengan perubahan dalam organisasi baik sebanyak 10
orang (11,9%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar terdapat pada
responden dengan perubahan dalam organisasi baik sebanyak 40 orang (47,6%).
Hasil penelitian tersebut menujukan responden yang banyak mengalami
keluhan stres kerja adalah responden dengan perubahan dalam organisasi baik
dengan proporsi terbesar mengalami stres kerja sedang. Sementara responden
yang banyak tidak mengalami stres kerja juga adalah responden dengan
perubahan dalam organisasi baik. Hal ini tidak sejalan dengan teori sebelumnya
yang mengatakan perubahan yang baik akan membuat pekerja dapat bekerja
dengan lebih produktif dan terhindar dari stres kerja. Penelitian yang dilakukan
oleh Rahardian (2013) membuktikan terdapat korelasi yang signifikan antara
perubahan dalam organisasi dengan stres kerja dengan nilai korelasi -0,430 yang
artinya semakin baik perubahan dalam organisasi maka stres kerja akan semakin
rendah. Meskipun demikian apabila perubahan ini tidak dikomunikasikan dan
tidak di pahami dengan baik oleh pekerja maka akan berdapampak
mengingkatnya risiko stres kerja. Namun sebaliknya apabila perubahan ini dapat
94
dikomunikasikan dan dipahami oleh pekerja maka stres kerja akan semakin
rendah. Perubahan yang terjadi ini pun sebaiknya melibatkan pekerja dalam setiap
prosesnya agar pekerja dapat memberikan pendapat terkait perubahan tersebut.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara perubahan dalam organisasi dengan stres kerja dengan pvalue
sebesar 0,564. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Bridger dkk (2015) yang membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara perubahan dalam pekerjaan dengan stres kerja dengan nilai pvalue > 0,05.
Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan olah Kerr
dkk (2009) yang membuktikan bahwa perubahan dalam pekerjaan berhubungan
secara signifikan dengan stres kerja dengan pvalue< 0,001. Houdmont (2012)
dalam Brookes dkk (2013) juga membuktikan dalam penelitiannya bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan dalam organisasi dengan
stres kerja. Penelitian yang dilakukan oelah Rahardian (2013) juga membuktikan
terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan dalam organisasi dengan
stres kerja dengan nilai pvalue 0,000.
Tidak terdapatnya hubungan antara perubahan dalam organisasi dengan
stres kerja dapat terjadi karena berdasarkan observasi dilapangan diketahui bahwa
perubahan dalam organisasi dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pekerja
saat briefing pagi sehingga faktor ini tidak menjadi masalah yang dapat
menyebabkan stres kerja. Adapun briefing tersebut dipimpin oleh supervisior
atau atasannya yang kemudian selanjutnya terlebihdahulu menjelaskan pekerjaan
apa yang akan dilakukan di hari itu dan apa saja perubahan yang terjadi dalam
perusahaan dan pekerjaannya juga di komunikasikan saat briefing tersebut,
95
sehingga semua pekerja mengetahui perubahan apa yang terjadi dan bagaimana
melakukan pekerjaanya jika perubahan tersebut berdampak terhadap
pekerjaannya.
Meskipun demikian sering kali pekerja tidak banyak memberikan
tanggapan terhadap perubahan dalam pekerjaannya. Dan tidak banyak
berkomentar tentang keluhan mereka selama bekerja pada briefing berlangsung,
saran yang dapat diberikan adalah pekerja lebih aktif lagi dalam menanggapi
peubahan diperusahaannya dan berani untuk mengutarakan pemikiran dan
keluhannya dalam bekerja khususnya yang mempengaruhi stres kerja.
g. Shift Kerja
Shift kerja adalah pembagian waktu kerja berdasarkan jam kerjanya. Pada
penelitian ini responden diklasifikasikan menjadi dua yakni shift pagi (07.00-
15.00) dan shift malam (15.00-23.00). Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di PT.X diketahui distribusi responden berdasarkan shift kerja
didapatkan hasil untuk kategori stres kerja sangat berat paling besar terdapat pada
responden dengan shift kerja pagi sebanyak 15 orang (18,8%), untuk kategori
stres kerja berat paling besar terdapat pada responden dengan shift kerja malam
sebanyak 10 orang (20%), untuk kategori stres kerja sedang paling besar terdapat
pada responden dengan shift kerja pagi sebanyak 11 orang (13,8%), untuk
kategori stres kerja ringan paling besar terdapat pada responden dengan shift kerja
pagi sebanyak 11 orang (13,8%), dan untuk kategori tidak stres kerja paling besar
terdapat pada responden dengan shift kerja pagi sebanyak 37 orang (46,2%).
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa responden yang banyak memiliki
keluhan stres kerja adalah responden dengan shift kerja pagi dengan proporsi
96
terbesar mengalami stres kerja sangat berat. Sementara yang responden yang
paling banyak tidak menderita stres kerja juga adalah responden dengan shift kerja
pagi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa
pekerja shift malam memiliki tingkat stres paling tinggi di bandingkan dengan
shift kerja lainnya Nuryati (2007). Hal ini dimungkinkan karena jumlah responden
dengan kategori shift kerja pagi lebih banyak dibandingkan responden dengan
kategori shift kerja malam. Perbedaan jumlah responden ini dipengaruhi oleh
tehnik pengambilan sampel dengan metode simple random sampling sehingga
tidak didapatkan jumlah responden berdasarkan shift kerja secara proporsional.
Sementara itu berdasarkan hasil uji bivariat diketahui bahwa tidak terdapat
hubungan antara shift kerja dengan stres kerja dengan pvalue sebesar 0,292. Hal
ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Firmana dan
Widodo (2013) yang membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara shift
kerja dengan stres kerja. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Urip dkk (2015)
juga membuktikan terdapat hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan
stres kerja dengan pvalue 0,041. Penelitian yang dilakukan oleh Febriandini
(2016) pun membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara shift
kerja dengan stres kerja dengan nilai pvalue 0.,038. Penelitian yang dilakukan
oleh Eryuda (2017) membuktikan terdapat hubungan anatara shift kerja dengan
stres kerja dengan pvalue 0,001, selain itu dibuktikan juga bahwa shift malam
memiliki risiko lebih besar mengalami stres kerja dibandingkan shift pagi atau
pun sore.
Tidak berhubungannya shift kerja dengan stres kerja dikarenakan shift kerja
yang dihadapi responden berada pada standar jam kerja yakni delapan jam setiap
97
shiftnya, dan hanya bekerja lembur apabila penyelesaian pesawat terbang harus
selesai dalam kurun waktu yang lebih cepat atau kerusakannya lebih parah. Selain
itu waktu kerja responden hanya dibagi menjadi dua yakni pagi dan malam, dan
shift malam berakhir pada pukul 23.00. Sehingga perbedaan waktu kerja tidak
terlalu signifikan di rasakan oleh responden. Karena responden tidak bekerja pada
tengah malam hingga pagi. Selain itu dimungkinkan juga responden sudah
mampu beradaptasi dengan jadwal pekerjaan yang harus bergilir sehingga
responden tidak menjadikan shift kerja sebagai faktor yang mempu menimbulkan
stres kerja.
Meskipun tidak terbukti berhubungan sengan stres kerja perusahan sebaikanya
tetap melakukukan pengendalian guna mencegah shift kerja menjadi faktor yang
menyebabkan gangguan kesehatan khususnya sres kerja. Adapun pengendalian
tersebut diantaranya adalah tetap mempertahankan shift pagi dan malam dengan
tidak mengurangi waktu istirahat pekerja, hanya mempekerjakan pekerja dengan
kondisi fit untuk mengikuti lembur malam, upayakan agar pekerja yang sudah
mendekati usia lansia tidak lagi bekerja secara shift, karena pekerja dengan yang
berumur tua lebih berisiko terkena gangguan irama sirkandian dibandiangkan
dengan pekerja berumur muda (Barling dalam Karima, 2014), selain itu gaji
lembur jangan sampai telat dibayarkan.
98
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PT.X maka dapat disimpulkan :
1. Proporsi responden yang memiliki keluhan stres kerja sebanyak 71 orang
(54,6%) lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki
keluhan stres kerja sebanyak 59 orang (45,4%). Adapun keluhan stres kerja
yang paling banyak dikeluhkan oleh responden adalah stres kerja sangat
berat sebanyak 21 orang (16,2%).
2. Analisis univariat mendapatkan hasil:
a. Tipe kepribadian, responden mayoritas memiliki tipe kepribadian A
sebanyak 68 orang (52,3%).
b. Masa kerja, responden mayoritas memiliki masa kerja baru sebanyak 73
orang (56,2%).
c. Umur, responden mayoritas memiliki umur dewasa sebanyak 87 orang
(66,9%).
d. Tingkat pendidikan, responden mayoritas memiliki tingkat pendidikan
menengah sebanyak 75 orang (57,7%).
e. Tuntutan pekerjaan, responden mayoritas memiliki tuntutan pekerjaan
baik sebanyak 74 orang (56,9%).
f. Kontrol terhadap pekerjaan, responden mayoritas memiliki kontrol
terhadap pekerjaan baik sebanyak 47 orang (56,9%).
99
}
g. Dukungan sosial, responden mayoritas memiliki dukungan sosial baik
sebanyak 69 orang (53,1%).
h. Hubungan interpersonal, responden mayoritas memiliki hubungan
interpersonal baik sebanyak 73 orang (56,2%).
i. Peran, mayoritas responden memiliki peran baik sebanyak 79 orang
(60,8%).
j. Perubahan dalam pekerjaan, responden mayoritas memiliki perubahan
dalam pekerjaan baik sebanyak 84 orang (64,6%).
k. Shift kerja responden mayoritas memiliki shift kerja pagi sebanyak 80
orang (61,5%).
3. Analisis bivariat mendapatkan hasil:
a. Terdapat dua faktor yang terbukti memiliki pvalue<0,05 yang artinya
berhubungan secara signifikan dengan stres kerja. Adapun faktor
tersebut adalah dukungan sosial dan hubungan interpersonal.
b. Sedangkan sembilan faktor lainnya terbukti memiliki pvalue>0,05 yang
artinya tidak berhubungan secara signifikan dengan stres kerja. Adapun
faktor tersebut adalah tipe kepribadian, masa kerja, umur, tingkat
pendidikan, tuntutan kerja, kontrol terhadap pekerjaan, peran,
perubahan dalam organisasi, dan shift kerja.
7.2. Saran
7.2.1. Bagi Perusahaan
1. Perusahaan dapat terus meningkatkan dukungan sosial dengan
menciptakan budaya saling memberi motivasi dalam bentuk lisann dan
bantuan dalam bentuk perbuatan dalam hal pekerjaan, baik antara pekerja
100
}
dan pekerja maupun pekerja dan atasannya baik antara sesama crew dan
juga crew lain.
2. Peningkatan komunikasi dan hubungan interpersonal antar pekerja dengan
pekerja atau pekerja dengan atasan, baik sesama crew atau line maupun
lain crew atau line. Adapun salah satu bentuk kegiatannya dengan gathring
dan lomba bersama yang dilakukan di hari-hari besar.
3. Perusahaan dapat tetap mempertahankan shift pagi dan malam dengan
tidak mengurangi waktu istirahat pekerja, hanya mempekerjakan pekerja
dengan kondisi fit untuk mengikuti lembur malam, upayakan agar pekerja
yang sudah mendekati usia lansia tidak lagi bekerja secara shift, karena
pekerja dengan yang berumur tua lebih berisiko terkena gangguan irama
sirkandian dibandiangkan dengan pekerja berumur muda (Barling dalam
Karima, 2014), dan gaji lembur jangan sampai telat di bayarkan.
7.2.2. Bagi Pekerja
1. Pekerja mampu mengkomunikasikan segala kendala dan kesulitannya
dalam bekerja agar baik rekan kerja maupun atas dapat ikut membantu
mecarikan solusi atas pernasalahan kerjanya.
2. Pekerja dapat menumbuhkan sikap dan sifat terbuka satu sama lain dan
tidak memilih-milih teman dalam bekerja sehingga dapat terjalin
hubungan interpersonal yang baik.
3. Pekerja lebih aktif lagi dalam menanggapi perubahan diperusahaannya dan
berani untuk mengutarakan pemikiran dan keluhannya dalam bekerja
khususnya yang mempengaruhi stres kerja.
101
}
7.2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya
1. Penelitian ini hanya meneliti faktor individu dan faktor pekerjaan, dan
tidak meneliti faktor lain yang mungkin berhubungan seperti keluarga dan
masyarakat. Sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat
meneliti faktor lain yang lebih luas untuk lebih mendalam terkait faktor-
faktor yang berhubungan dengan stres kerja.
2. Stres kerja merupakan keluhan kesehatan yang umum di alami oleh semua
orang, namun untuk dapat memastikan apakah seseorang benar-benar
mengalami stres kerja pada penelitia ini hanya menggunakan self report
assesment, sehingga kemungkinan biasanya cukup tinggi. Maka
disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menggunakan metode yang
lebih detail dan klinis untuk membuktikan apakah seseorang benar-benar
mengalami stres kerja atau tidak.
102
}
DAFTAR PUSTAKA
AIS. 2013. Workplace Stres. Diakses pada 15 Desember 2016 dari
http://www.stress.org/workplace-stress/
Almasitoh, Ummu Hany. 2011. Stres Kerja Ditinjau Dari Konflik Peran Ganda
Dna Dukungan Sosial Pada Perawat.
Amartiwi. 2017. Hubungan Tipe kepribadian Dan Tipe B Dengan Stres Kerja
Pada Perawat Pelaksana Rsup Dr. Hasan Sadikin.
Ambarwati, Bayu. 2013. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Stres Pada
Keluarga Pasien Yang Di Rawat Di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RS
PKU Muhammadyah Yogyakarta.
American Institute of Stres (AIS). 2013. Workplace Stres. Diakses pada 15
Desember 2016 dari http://www.stres.org/workplace-stres/
Andi dkk. 2012. Hubungan Interpersonal (Pengertian, Teori, Tahap, Jenis, dan
Faktor yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal).
Anggraeni, Daily Lintang. 2015. Gambaran Pelaksanaan Prosedur Manajemen
Alat Pelindung Diri (APD) Pada Bagian Produksi Di PT X Tahun 2015.
Ardiansyah, et. al. 2013. Pengaruh intensitas kebisingan terhadao tekanan darah
dan tingkat stres kerja. JTI Vo. 1, No. 1.
Arimayanti, Diah. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada
Pekerja Bagian Produksi PT. ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung
Priok Jakarta Utara Tahun 2009.
Astuti, Galuh Dwi. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Stres Kerja Pada Pengemudi Taksi New Atlas Semarang Tahun 2015.
103
}
Aulya, Diana. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada
Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Agustus
2013.
Beehr, Terry A & John E. Newman. 1978. Job Stress, Emplotee Health, And
Organizational Effectiveness : A Facet Analysis, Model, And Literature
Review.
Besral & Winnie Widiantini. 2015. Determinan Stres pada Pegawai Kementerian
Kesehatan Indonesia.
Bridger, RS Dkk. 2015.Using The HSE Stres Indicator Tool In A Millitary
Context.
Brookes, K dkk. 2013. Systematic Review: Work-Related Stress And The HSE
Management Standards.
Damanik, Evelina Debora. 2014. The Measurement of Reliability, Validity, Items
Analysis and Normative Data of Depression Anxiety Stress Scale (DASS).
Dodiansyah, Khafidh Athma. 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan
Stres Kerja Pada Karyawan Solopos.
Emeny, R. 2013. Workplace Stress Poses Risk to Health. Brain, Behavoir, and
Immunity and Psychosomatoc Medicine.
Eryuda, Fadiah. 2017. Hubungan Shift Kerja Dan Kelelahan Kerja Dengan Stres
Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.
European Agency for Safety and Health at Work. 2009. European Risk
Observatory Report EN 9: Stres At Work — Facts And Figures.
Eysenck, ,Ichael. 2002. Simply Psychology. UK : Psychology Press.
104
}
Febriandini, Ekin Akhsa dkk. 2016. Analisis Faktor Individu, Faktor Organisasi
dan Kelelahan Kerja Terhadap Stres Kerja Pada Perawat.
Federal Aviation Administration (FAA). 2004. Accidents Caused By
Maintenance. Diakses Pada 13 Agustus 2017 Dari
https://www.faa.gov/about/initiatives/maintenance_hf/library/documents/
media/aviation_maintenance/accidents_caused.pdf
Federal Aviation Administration (FAA). 2008. Aviation Maintenance Technician
Handbook – General. Oklahoma City : U.S. Department of
Transportation.
Firmana, Andri Dan Widodo Haryono. 2013. Hubungan Shift Kerja Dengan Stres
Kerja Pada Karyawan Bagian Operation PT. Newmont Nusa Tenggara Di
Kabupaten Sumbawa Barat.
Fitri, Azizah Musliha. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Stres Kerja Pada Karyawan Bank (Studi Pada Karyawan Bank
Bmt). UNDIP Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 2, Nomor 1.
Friska, Fifin. 2011. Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Stres Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT. Perkebunan Nusantara V
Glazer, Howard. 1978. The Glazer-Stress Control Life-Style Questionnaire.
Greenberg, J. 2002. Comperhensive stres management 7th
edition. Washington
DC: Mc Graw-Hill.
Griffiths, Amanda, dkk. 2012. Ageing, Work-Related Stres and Health. TAEN-
The Age and Employment Network.
Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Analisis Data.
105
}
Health, Safety , and Executive (HSE). 2017. Notes on HSE Management
Standards Indicator Tool. Diakses Pada 21 Mei 2017 dari
http://www.hse.gov.uk/stres/standards/notesindicatortool.htm
Health, Safety , and Executive (HSE). 2004. Psychosocial Working Conditions in
Great Britain in 2004.
Health, Safety , and Executive (HSE). 2004. HSE Management Standards
Analysis Tool.153 User Manual.
Health, Safety , and Executive (HSE). 2004. HSE Manegement Standar Indicator
Tools.
Isriyadi, Budi. 2015. Hubungan Masa Kerja dengan Kecemasan Perawat di
Ruang Akut Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
International Labour Organization (ILO). 2003. Key Indicators of the Labour
Market Third Edition. New York : Routledge.
Iqbal, Muhammad. 2009. Hubungan Antara Stres Kerja, Umur, Dan Masa Kerja
Dengan Stres Kerja Pada Penjaga Jalan Perlintasan Kereta Api Di
Yogyakarta.
Irkhami, Faris Lazwar. 2015. Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja
Pada Penyelam Di PT.X.
Juliyati, Riri dkk. 2014. Hubungan Shift Kerja dan Kebisingan dengan Stres
Kerja Pada Karyawan Bagian Produksi Gilingan PT. Riau Crumb Rubber
Factory Pekanbaru.
Karagiven, M Hilya Inal. 1999. The Relationships Between Work Accident,
Educational Backgrounds and Stress Levels of Textile Workers.
106
}
Karima, Asri. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada
Pekerja Di PT. X Tahuin 2014.
Katz, D & Kahn, R.L. 1978. The Social Psychology Of Organizatio. New York
:Wiley.
Kazi, A dan C.O. Haslam. 2013. Stress Management Standards: A Warning
Indicator For Employee Health
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2016. Umur. Dikases Pada 4 November
2016 Dari http://kbbi.web.id/umur
Kerr, Robert Dkk. 2009.HSE Management Standards And Stres-Related Work
Outcomes. London:Occupational Medicine.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes). 2013. Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2013.
Leila, Gustiarti. 2002. Stres dan Kepuasan Kerja.
Lestari, Pratiwi Puji. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja
Pada Wanita Bekerja Sector Formal Di Wilayah Kecamatan Ciputat
Timur Tahun 2013.
Lin, Ng Yuk. 2007. Occupational Stress, Personality, and Coping Strategies
among Aircraft Maintenance Personnel in Hong Kong.
Lovibond, S.H. & Lovibond, P.F. (1995). Manual for the Depression Anxiety &
Stress Scales. (2nd Ed.)Sydney: Psychology Foundation.
Marcatto, F dkk. 2014. The HSE Management Standart Indicator Tool Concurent
and Construct Validity.
Mantondang, Zulkifli. 2009. Validitas Dan Reliabilitas Suatu Instrument
Penelitian.
107
}
Marks, D.F., Murray M., Evens B., Dan Wiling C. 2002. Health Phychology.
London: Sage Publication.
Mochtar, Sartika Dewi DKK. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres
Kerja Pada Pedagang Tradisional Pasar Daya Kota Makassar Tahun
2013.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi.Jakarta :
Penerbit Universitas Indonesia.
Murphy, Lawrence R dan Theodore F Schoenborn. 1987. Stres Management In
Work Setting. US: NIOSH Publication No. 87-111.
Nuryati, K. 2007. Tingkat Stres Kerja Pada Karyawan SPBU Bagian Operator Di
Tinjau Dari Shift Kerja.
Panegah, Yogi Inggit. 2012. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja
Pada Pekerja Di Sentra Industri Gamelan Wirun Sukoharjo.
PT.X. 2014. Safety Report PT.X Tahun 2014.
PT.X. 2015. Safety Report PT.X Tahun 2015.
PT.X. 2016. Safety Report PT.X Tahun 2016.
PT.X. 2017. Base Maintenance. diakses pada 28 Mei 2017 dari http://www.PT.X-
aeroasia.co.id/services/#openModal
Putri, Prasti Hapsari Suprapto. 2008. Hubungan antara stres kerja dengan risiko
kecelakaan kerja pada karyawan.
Rahardian, Bagus Ryan (2013) Korelasi Antara Perubahan Organisasi Dengan
Stres Kerja Di Divisi Munisi PT. Pindad (Persero) Turen Malang.
Ratna, Dwi. 2010. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil
Pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
108
}
Rivai, Ahmad. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada
Pekerja Pertolongan Pertama Penerbangan Dan Pemadam Kebakaran
(PKP-PK) Di Bandar Udara Sorkarno Hatta Jakarta Tahun 2014.
Robbins, Stephen P dan Timothy A Judge. 2014. Essentials of Organizational
Behavior.
Rozikin, Zainur. 2006. Pengaruh Konflik Peran dan Stres Kerja terhadap Kinerja
Karyawan pada Bank Pemerintah di Kota Malang. Jurnal Aplikasi
Manajemen, Vol 4. No. 2 Agustus.
Sari, Andina Novita dan L. Meily Kurnaiwidjaja. 2014. Kajian Stres Kerja
Pekerja Kantor Di PT. Alfa Transjaya Tahun 2014.
Skybrary. 2017. Aircraft Maintenance. Diakses pada 18 Desember 2017 dari
https://www.skybrary.aero/index.php/Aircraft_Maintenance
Suhendar, Iin M. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Di Ruang ICU
Pelayanan Jantung Terpadu Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Suhendra. 2016. Catatan Kecelakaan Penerbangan Indonesia. Diakses pada 4
Oktober 2017 dari https://tirto.id/catatan-kecelakaan-penerbangan-
indonesia-b6ra
Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas Di Kawasan Puncak-Cianjur
Tahun 2008.
Suska, Y Yudhia. 2012.Hubungan Beban Kerja, Umur Dan Masa Kerja Dengan
Stres Kerja Perawat Shift Malam Di Ruang Rawat Inap Kelas III Rsup Dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Thesis. 2011.
109
}
Swarjana, I Ketut.2012. Metodelogi Penelitian Kesehatan- Tuntunan Praktis
Pembuatan Proposal Penelitian.Yogyakarta : CV ANDI OFFSET.
Swarjana, I Ketut. 2016. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET.
Stark, Jeremy. 2005. Stres At Work: Management and Prevention. Oxford:
Elsevier.
Tejasurya, Michael Arviano. 2012. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Stres Kerja Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pra Purna
Karya Di Damatex Salatiga.
Tsuno dkk. 2009. Intragroup And Intergroup Conflict At Work, Psychological
Distres, And Work Engangement In A Sample Of Employees In
Japan.Industrial Health.
Ummamah, Ummi. 2011. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Masa Bekerja Dan
Beban Kerja Terhadap Tingka Stres Kerja Perawat Di Rumah Sakit Jiwa
Pemerintah Aceh.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Urip, Entin dkk. 2015. Hubungan Shift Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat
Di Ruang Interna RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.
Vierdelia, Nadya. 2008. Gambaran Stres Kerja Dengan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan pada Pengemudi Bus Pats 9B Jurusan Bekasi Barat-
Cililitan Jakarta.
Way, Kïrsten A. 2012. Psychosocial Hazards And Occupational Stres. Australia :
Safety Institute Of Australia Ltd.
110
}
Wildani, Andi Amalia. 2012. Gambaran Tingkat Stres Kerja Pada Pegawai
Dinas Kesehatan Kota Depok.
Wijono, Sutarto. 2006. Pengaruh Kepribadian Type A dan Peran Terhadap Stres
Kerja Manajer Madya.
World Health Organisation (WHO). 2003. Work Organization & Stres. UK :
Institute Of Work, Health & Organizations.
111
}
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN
Yth. Bapak/Ibu/Saudara/I
Teknisi Pesawat Terbang PT. X
Assalamualaikum Wr.Wb
Saya Mega Saraswati mahasiswa semester 8 peminatan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya akan melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
teknisi pesawat terbang unit base maintenance di PT. X tahun 2017. Hasil
penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk mendapatkan gelar
sarjana kesehatan masyarakat (SKM). Untuk itu, saya mengharapkan partisipasi
Saudara untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap. Pengisian
kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan Saudara. Mohon maaf
jika terdapat kesalahan dalam penulisan .Atas kerja sama dan perhatian Saudara,
saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
Wassallamu‟alaikum Wr. Wb.
Lembar Persetujuan Responden
Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian ini dan saya memahami dan menyadari bahwa penelitian ini
bersifat rahasia dan tidak akan menmpengaruhi atau mengakibatkan hal yang
merugikan saya. Oleh karena itu saya bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
Tangerang, Agustus 2017
Responden
( TTD )
Petunjuk Pengisian :
Bacalah setiap pertanyaan dan pilihan jawaban dengan seksama
Isilah setiap pertanyaan pada titik-titik yang telah tersedia
Berikan tanda (X) pada pilihan jawaban yang tersedia untuk tipe pernyataan
dengan 4 & 5 skala yakni tidak pernah – sangat sering
Berikan tanda (X) pada pernyataan yang paling menggambarkan diri anda, dengan
mulai dari 1-7
112
}
A. IDENTITAS DIRI
A1 No (Di isi oleh peneliti)
A2 Nama atau Inisial
A3 No Hp
A4 Jenis Kelamin 0. Perempuan
1. Laki-laki
A5 Tempat / Tanggal lahir ________________/_____________
A6 Masa kerja ______ Tahun _____ Bulan
A7 Pendidikan Terakhir 0. SD
1. SMP
2. SMA
3. Perguruan Tinggi
A8 Shift Kerja 0. Shift Malam
1. Shift Pagi
*Keterangan 5 Skala:
TP: Tidak pernah KK: Kadang-kadang SS : Sangat sering
J : Jarang S : Sering
B. TUNTUTAN PEKERJAAN
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
B1
Berbagai kelompok di tempat kerja menuntut
sesuatu dari saya yang sulit untuk
digabungkan
B1 [ ]
B2 Saya memiliki tenggat waktu kerja
(deadlines) yang tidak dapat di raih
B2 [ ]
B3 Saya harus bekerja secara terus-menerus B3 [ ]
B4 Saya harus mengabaikan beberapa pekerjaan
karena saya harus melakukan banyak hal
B4 [ ]
B5 Saya tidak dapat beristirahat dengan cukup B5 [ ]
B6 saya dituntut untuk bekerja dalam waktu
berjam-jam
B6 [ ]
B7 Saya harus bekerja dengan sangat cepat B7 [ ]
B8 Saya memiliki tekanan waktu yang tidak
wajar
B8 [ ]
C. KONTROL TERHADAP PEKERJAAN
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
C1 Saya bisa memutuskan kapan saya bisa
istirahat
C1 [ ]
C2 Saya bisa menentukan kecepatan saya dalam
bekerja
C2 [ ]
C3 Saya memiliki pilihan untuk menentukan
bagaimana cara saya bekerja
C3 [ ]
113
}
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
C4 Saya memiliki pilihan untuk menentukan apa
yang saya lakukan di tempat kerja
C4 [ ]
C5 Saya dapat menentukan cara saya bekerja C5 [ ]
C6 Waktu kerja saya fleksibel C6 [ ]
D. DUKUNGAN SOSIAL
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
D1 Saya diberi umpan balik yang mendukung
atas pekerjaan yang saya lakukan
D1 [ ]
D2 Saya dapat mengandalkan manajer saya untuk
membantu mengatasi masalah pekerjaan
D2 [ ]
D3
Saya dapat berbicara dengan manajer saya
jika ada sesuatu yang membuat saya tidak
nyaman
D3 [ ]
D4 Saya mendapatkan dukungan manajer dari
pekerjaan yang menuntut emosi
D4 [ ]
D5 Manajer saya mendukung saya dalam bekerja D5 [ ]
D6 Jika pekerjaan menjadi sulit, maka rekan
kerja saya akan membantu
D6 [ ]
D7 Saya mendapatkan bantuan dan dukungan
yang saya butuhkan dari rekan kerja saya
D7 [ ]
D8 Saya menerima rasa hormat yang pantas saya
dapatkan di tempat kerja dari rekan kerja saya
D8 [ ]
D9 Rekan-rekan saya bersedia mendengarkan
masalah pekerjaan saya
D9 [ ]
E. HUBUNGAN INTERPERSONAL
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
E1 Saya adalah sasaran pelecehan dalam bentuk
kata-kata dan tindakan tidak baik
E1 [ ]
E2 Ada konflik yang terjadi antar rekan kerja di
tempat kerja saya
E2 [ ]
E3 Saya adalah sasaran bully di tempat kerja
saya
E3 [ ]
E4 Hubungan di tempat kerja saya terasa
menegangkan
E4 [ ]
F. PERAN
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
F1 Saya mengerti apa yang diharapkan dari diri
saya saat bekerja
F1 [ ]
F2 Saya mengetahui bagaimana cara F2 [ ]
114
}
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
menyelesaikan pekerjaan saya
F3 Saya mengerti tugas dan tanggung jawab saya F3 [ ]
F4 Saya mengerti tentang tujuan dan sasaran
departemen saya
F4 [ ]
F5
Saya mengerti bagaimana menyesuaikan
pekerjaan saya dengan tujuan perusahaan
saya
F5 [ ]
G. PERUBAHAN DALAM ORGANISASI
No. Pernyataan TP J KK S SS Di isi oleh
peneliti
G1
Saya memiliki kesempatan untuk bertanya
kepada manajer saya tentang perubahan yang
terjadi di tempat kerja saya
G1 [ ]
G2 pekerja selalu dilibatkan untuk berkonsultasi
tentang perubahan di tempat kerja saya
G2 [ ]
G3
Ketika terjadi perubahan di tempat kerja, saya
mengerti bagaimana perubahan tersebut harus
dilakukan.
G3 [ ]
*Keterangan 4 Skala :
TP: Tidak pernah KK: Kadang-kadang S : Sering SS : Sangat
sering
H. KELUHAN STRES KERJA
No Pernyataan TP KK S SS Di isi oleh
peneliti
H1 Saya merasa bahwa diri saya menjadi marah karena
hal-hal sepele [ ] H1
H2 Saya merasa bibir saya sering kering [ ] H2
H3 Saya sama sekali tidak dapat merasakan perasaan
positif [ ] H3
H4 Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya:
seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernafas
padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya)
[ ] H4
H5 Saya sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan
suatu kegiatan [ ] H5
H6 Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu
situasi [ ] H6
H7 Saya merasa goyah (misalnya, kaki terasa mau
‟copot‟) [ ] H7
H8 Saya merasa sulit untuk bersantai [ ] H8
H9 Saya menemukan diri saya berada dalam situasi
yang membuat saya merasa sangat cemas dan saya
akan merasa sangat lega jika semua ini berakhir
[ ] H9
115
}
H10 Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di
masa depan [ ] H10
H11 Saya menemukan diri saya mudah merasa kesal [ ] H11
H12 Saya merasa telah menghabiskan banyak energi
untuk merasa cemas [ ] H12
H13 Saya merasa sedih dan tertekan [ ] H13
H14 Saya menemukan diri saya menjadi tidak sabar
ketika mengalami penundaan (misalnya: kemacetan
lalu lintas, menunggu sesuatu)
[ ] H14
H15 Saya merasa lemas seperti mau pingsan [ ] H15
H16 Saya merasa saya kehilangan minat akan segala hal [ ] H16
H17 Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai
seorang manusia
[ ] H17
H18 Saya merasa bahwa saya mudah tersinggung [ ] H18
H19 Saya berkeringat secara berlebihan (misalnya:
tangan berkeringat), padahal temperatur tidak panas
atau tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya
[ ] H19
H20 Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas [ ] H20
H21 Saya merasa bahwa hidup tidak bermanfaat [ ] H21
H22 Saya merasa sulit untuk beristirahat [ ] H22
H23 Saya mengalami kesulitan dalam menelan [ ] H23
H24 Saya tidak dapat merasakan kenikmatan dari
berbagai hal yang saya lakukan
[ ] H24
H25 Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya
tidak sehabis melakukan aktivitas fisik (misalnya:
merasa detak jantung meningkat atau melemah)
[ ] H25
H26 Saya merasa putus asa dan sedih [ ] H26
H27 Saya merasa bahwa saya sangat mudah marah [ ] H27
H28 Saya merasa saya hampir panik [ ] H28
H29 Saya merasa sulit untuk tenang setelah sesuatu
membuat saya kesal
[ ] H29
H30 Saya takut bahwa saya akan „terhambat‟ oleh tugas-
tugas sepele yang tidak biasa saya lakukan
[ ] H30
H31 Saya tidak merasa antusias dalam hal apapun [ ] H31
H32 Saya sulit untuk sabar dalam menghadapi gangguan
terhadap hal yang sedang saya lakukan
[ ] H32
H33 Saya sedang merasa gelisah [ ] H33
H34 Saya merasa bahwa saya tidak berharga [ ] H34
H35 Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang
menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang
sedang saya lakukan
[ ] H35
H36 Saya merasa sangat ketakutan [ ] H36
H37 Saya melihat tidak ada harapan untuk masa depan [ ] H37
H38 Saya merasa bahwa hidup tidak berarti [ ] H38
H39 Saya menemukan diri saya mudah gelisah [ ] H39
H40 Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya
mungkin menjadi panik dan mempermalukan diri
[ ] H40
116
}
sendiri
H41 Saya merasa gemetar (misalnya: pada tangan) [ ] H41
H42 Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif
dalam melakukan sesuatu
[ ] H42
*Keterangan :
Berikan tanda (X) pada pilihan jawaban di poin kecenderungan
berdasarkan pernyataan yang paling menggambarkan diri anda. Pernyataan I dan
II adalah penyataan yang berkebalikan. Jika pernyataan I lebih menggambarkan
diri anda maka anda dapat memilih kecenderung ke angka 1. Sebaliknya jika
pernyataan II lebih menggambarkan diri anda maka anda dapat memilih
kecernderungan ke angka 7.
I. TIPE KEPRIBADIAN
No Pernyataan I Kecenderungan Penyataan II Di isi oleh
peneliti
I1 Tidak masalah
meninggalkan suatu
hal untuk sementara
waktu
1 2 3 4 5 6 7
Harus menyelesaikan
suatu hal dengan
sesegera mungkin
[ ] I1
I2 Tenang dan tidak
terburu-buru dalam
memenuhi janji
1 2 3 4 5 6 7
Tidak pernah terlambat
dalam memenuhi janji
[ ] I2
I3 Tidak kompetitif 1 2 3 4 5 6 7 Sangat kompetitif [ ] I3
I4 Pendengar yang
baik, membiarkan
orang lain
menyelesaikan
pembicaraannya
1 2 3 4 5 6 7
Bukan pendengar yang
baik, cenderung hanya
mengangguk, menyela,
dan menyelesaikan
pembicaraan
[ ] I4
I5 Tidak pernah
terburu-buru
meskipun dalam
tekanan
1 2 3 4 5 6 7
Selalu terburu-buru jika
dalam tekanan
[ ] I5
I6 Dapat menunggu
dengan sabar /
tenang
1 2 3 4 5 6 7
Tidak merasa nyaman
saat menunggu
[ ] I6
I7 Santai dan tidak
terburu-buru dalam
menyelesaikan
pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7
Tergesa-gesa dan ingin
cepat selesai dalam
bekerja
[ ] I7
I8 Mengerjakan satu
hal dalam satu
waktu 1 2 3 4 5 6 7
Mencoba mengerjakan
banyak hal dalam satu
waktu, dan berfikir apa
lagi yang harus di
kerjakan
[ ] I8
I9 Pelan dan tenang
saat berbicara dan
berpidato
1 2 3 4 5 6 7
Penuh semangat dalam
berbicara dan berpidato
serta banyak
[ ] I9
117
}
No Pernyataan I Kecenderungan Penyataan II Di isi oleh
peneliti
menggunakan gestur
tubuh
I10 Mengutamakan
kepuasan 1 2 3 4 5 6 7
Mengutamakan dikenal
orang dan
mengesampingkan
kepuasan
[ ] I10
I11 Lambat dalam
melakukan sesuatu 1 2 3 4 5 6 7
Cepat dalam melakukan
sesuatu
[ ] I11
I12 Tidak suka
memaksakan
kehendak
1 2 3 4 5 6 7
Suka memaksakan
kehendak
[ ] I12
I13 Mengungungkapkan
perasaan secara
terbuka
1 2 3 4 5 6 7
Menyimpan perasaan
dalam-dalam
[ ] I13
I14 Memiliki banyak
ketertarikan 1 2 3 4 5 6 7
Memiliki sedikit
ketertarikan selain
kewajibannya
[ ] I14
I15 Puas dengan nilai
yang telah di capai 1 2 3 4 5 6 7
Ambisius, ingin
mencapai nilai setinggi-
tingginya
[ ] I15
I16 Tidak pernah
menetapkan
deadline untuk diri
sendiri
1 2 3 4 5 6 7
Sering menetapkan
deadline untuk diri
sendiri
[ ] I16
I17 Merasa memiliki
tanggung jawab
sedikit
1 2 3 4 5 6 7
Selalu merasa
bertanggung jawab
dalam banyak hal
[ ] I17
I18 Tidak pernah
menilai hasil kerja
dalam persentase
atau uang
1 2 3 4 5 6 7
Selalu menilai hasil kerja
dalam persentase atau
uang
[ ] I18
I19 Santai dalam hal
pekerjaan 1 2 3 4 5 6 7
Bekerja dengan sangat
serius
[ ] I19
I20 Tidak terlalu tepat
atau tidak detail 1 2 3 4 5 6 7
Sangat tepat atau detail [ ] I20
118
}
LAMPIRAN 2
OUTPUT SPSS
a. Distribusi Frekuensi Data Studi Pendahuluan
b. Uji Normalitas Data Faktor Individu (kecuali shift kerja) Descriptives
Statistic Std. Error
skor_tuntutan_kerja Mean 22.0154 .33232
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 21.3579
Upper Bound 22.6729
5% Trimmed Mean 21.9231
Median 22.0000
Variance 14.356
Std. Deviation 3.78898
Minimum 13.00
Maximum 35.00
Range 22.00
Interquartile Range 4.25
Skewness .357 .212
Kurtosis .723 .422
skor_kontrol_kerja Mean 17.9462 .44283
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 17.0700
Upper Bound 18.8223
5% Trimmed Mean 17.7863
Median 18.0000
Variance 25.493
119
}
Std. Deviation 5.04908
Minimum 6.00
Maximum 61.00
Range 55.00
Interquartile Range 4.00
Skewness 4.567 .212
Kurtosis 40.775 .422
skor_dukungan_sosial Mean 33.2385 .42811
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 32.3914
Upper Bound 34.0855
5% Trimmed Mean 33.1239
Median 33.0000
Variance 23.826
Std. Deviation 4.88123
Minimum 23.00
Maximum 45.00
Range 22.00
Interquartile Range 6.00
Skewness .341 .212
Kurtosis .015 .422
skor_hub_interpersonal Mean 16.5154 .27110
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 15.9790
Upper Bound 17.0518
5% Trimmed Mean 16.7436
Median 17.0000
Variance 9.554
Std. Deviation 3.09096
Minimum 8.00
Maximum 20.00
Range 12.00
Interquartile Range 5.00
Skewness -.799 .212
Kurtosis -.039 .422
skor_peran Mean 20.0923 .36095
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 19.3782
Upper Bound 20.8065
5% Trimmed Mean 19.8632
Median 20.0000
Variance 16.937
120
}
Std. Deviation 4.11548
Minimum 14.00
Maximum 58.00
Range 44.00
Interquartile Range 2.00
Skewness 6.059 .212
Kurtosis 55.824 .422
skor_perub_organisasi Mean 10.3692 .18246
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 10.0082
Upper Bound 10.7302
5% Trimmed Mean 10.3889
Median 10.0000
Variance 4.328
Std. Deviation 2.08032
Minimum 4.00
Maximum 15.00
Range 11.00
Interquartile Range 3.00
Skewness -.169 .212
Kurtosis .131 .422
121
}
Descriptives
Statistic Std. Error
skor_kepribadian_A Mean 78.1077 1.24960
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 75.6353
Upper Bound 80.5801
5% Trimmed Mean 78.1795
Median 78.0000
Variance 202.996
Std. Deviation 1.42477E1
Minimum 24.00
Maximum 111.00
Range 87.00
Interquartile Range 17.00
Skewness -.216 .212
Kurtosis 1.353 .422
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skor_tuntutan_kerja .085 130 .023 .980 130 .050
skor_kontrol_kerja .211 130 .000 .651 130 .000
skor_dukungan_sosial .073 130 .083 .979 130 .037
skor_hub_interpersonal .146 130 .000 .907 130 .000
skor_peran .228 130 .000 .559 130 .000
skor_perub_organisasi .122 130 .000 .967 130 .003
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
skor_kepribadian_A .062 130 .200* .975 130 .018
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
122
}
c. Uji Validitas dan Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.857 97
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
B1 229.4667 676.602 .370 .857
B2 229.1333 668.464 .380 .854
B3 229.4000 689.559 .391 .860
B4 229.1667 693.523 .383 .860
B5 229.4667 684.120 .412 .858
B6 229.7667 693.978 .363 .861
B7 230.6333 684.930 .405 .858
B8 229.6667 677.126 .429 .857
C1 229.6667 680.092 .388 .857
C2 228.8667 681.292 .435 .857
C3 228.9000 664.921 .598 .853
C4 229.3000 672.838 .459 .855
C5 229.0000 676.414 .457 .856
C6 229.9000 683.817 .507 .859
D1 229.9333 696.133 .428 .861
D2 229.5667 661.978 .457 .853
D3 229.2000 664.441 .392 .854
D4 229.5333 669.430 .363 .855
D5 229.0333 673.895 .364 .855
D6 228.5000 673.845 .445 .856
D7 228.7000 668.769 .538 .855
D8 229.0000 672.000 .397 .855
D9 228.9667 665.620 .377 .854
E1 228.7333 709.720 .449 .864
E2 228.6333 696.516 .460 .861
E3 228.6333 704.102 .369 .863
E4 228.6000 696.800 .363 .861
F1 228.8333 682.833 .527 .857
F2 228.9000 680.300 .408 .856
F3 228.7333 680.823 .452 .856
F4 228.7667 683.771 .368 .857
F5 228.9333 681.030 .547 .857
G1 229.1667 683.040 .532 .857
123
}
G2 229.5667 687.978 .595 .859
G3 229.5333 692.395 .385 .859
H1 232.0000 677.724 .419 .856
H2 231.3333 674.368 .438 .856
H3 232.2333 670.323 .426 .854
H4 232.6000 679.834 .371 .856
H5 232.6000 684.731 .402 .857
H6 232.1667 676.489 .380 .856
H7 232.1667 665.454 .534 .853
H8 231.8000 673.269 .398 .855
H9 232.0333 657.551 .624 .852
H10 232.5333 677.223 .385 .856
H11 232.1000 679.541 .370 .856
H12 231.7667 662.047 .554 .853
H13 232.4333 662.530 .614 .853
H14 231.3667 664.171 .471 .853
H15 232.5000 675.707 .371 .855
H16 232.0667 667.099 .445 .854
H17 232.5667 675.633 .376 .855
H18 232.1667 663.454 .634 .853
H19 232.0000 666.000 .396 .854
H20 232.2000 683.269 .415 .863
H21 232.6333 677.137 .350 .856
H22 232.0000 662.000 .682 .852
H23 232.5333 675.913 .383 .855
H24 232.3667 671.137 .373 .855
H25 232.3333 670.713 .379 .855
H26 232.7333 679.513 .421 .856
H27 232.1667 671.799 .426 .855
H28 232.2000 664.166 .662 .853
H29 231.9333 666.754 .490 .854
H30 231.9000 666.921 .538 .854
H31 232.3333 668.368 .446 .854
H32 232.0667 663.720 .656 .853
H33 232.4333 665.013 .546 .853
H34 232.6333 674.447 .396 .855
H35 232.2333 670.116 .470 .854
H36 232.6000 673.214 .490 .855
H37 232.5667 671.082 .404 .855
H38 232.7000 677.528 .385 .856
H39 232.4000 668.041 .597 .854
H40 232.3667 675.964 .390 .855
H41 232.1000 666.783 .437 .856
H42 232.0667 672.616 .384 .855
I1 227.7333 705.582 .459 .865
I2 227.7333 655.444 .419 .854
I3 226.8667 682.464 .400 .858
I4 230.4667 645.913 .495 .851
I5 229.7667 637.495 .524 .850
I6 229.2000 631.752 .515 .850
124
}
d. Deskripsi Frekuensi Per Variabel Penelitian(Univariat)
1. Stres kerja kat_streskerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid stres kerja sangat berat 21 16.2 16.2 16.2
stres kerja berat 16 12.3 12.3 28.5
stres kerja sedang 17 13.1 13.1 41.5
stres kerja ringan 17 13.1 13.1 54.6
tidak stres kerja 59 45.4 45.4 100.0
Total 130 100.0 100.0
2. Tipe kepribadian
kat_baru_tipeKepribadian
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid keribadian tipe A 68 52.3 52.3 52.3
keribadian tipe B 62 47.7 47.7 100.0
Total 130 100.0 100.0
3. Umur
kat_umur
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid muda 43 33.1 33.1 33.1
dewasa 87 66.9 66.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
I7 229.5000 623.707 .661 .847
I8 228.1667 643.937 .430 .852
I9 228.6667 634.437 .525 .850
I10 229.8667 662.257 .435 .856
I11 227.6333 678.585 .564 .859
I12 229.6333 644.447 .500 .851
I13 229.3333 676.368 .465 .860
I14 230.2000 667.476 .446 .856
I15 228.4000 641.007 .469 .851
I16 228.4000 672.110 .501 .860
I17 227.4333 666.599 .511 .856
I18 228.8000 652.441 .370 .854
I19 228.0000 696.828 .450 .864
I20 227.2667 689.168 .481 .860
125
}
4. Masa kerja
kat_masa_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid baru 73 56.2 56.2 56.2
lama 57 43.8 43.8 100.0
Total 130 100.0 100.0
5. Tingkat pendidikan
6. Tuntutan pekerjaan
kat_baru_tuntutan_kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid buruk 56 43.1 43.1 43.1
baik 74 56.9 56.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
7. Dukungan Sosial
kat_baru_dukungan_sosial
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 61 46.9 46.9 46.9
baik 69 53.1 53.1 100.0
Total 130 100.0 100.0
126
}
8. Kontrol terhadap pekerjaan
kat_baru_kontrol_kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 56 43.1 43.1 43.1
baik 74 56.9 56.9 100.0
Total 130 100.0 100.0
9. Hubungan interpersonal kat_baru_hub_interpersonal
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 57 43.8 43.8 43.8
baik 73 56.2 56.2 100.0
Total 130 100.0 100.0
10. Peran kat_baru_peran
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 51 39.2 39.2 39.2
baik 79 60.8 60.8 100.0
Total 130 100.0 100.0
11. Perubahan dalam organisasi kat_baru_perub_organisasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid buruk 46 35.4 35.4 35.4
baik 84 64.6 64.6 100.0
Total 130 100.0 100.0
12. Shift kerja
127
}
e. Crosstabs Variabel Independen dan Variabel Dependen (Bivariat)
1. Tipe kepribadian
*Sebelum dimodifikasi
128
}
*Setelah dimodifikasi
2. Umur
3. Masa kerja
129
}
4. Tingkat pendidikan
5. Tuntutan pekerjaan
*Sebelum dimodifikasi
130
}
*Setelah dimodifikasi
6. Dukungan Sosial
*Seebelum dimodifikasi
131
}
*Setelah dimodifikasi
7. Kontrol terhadap pekerjaan
*Sebelum dimodifikasi
132
}
*Setelah dimodifikasi
8. Hubungan interpersonal
*Sebelum dimodifikasi
133
}
*Setelah dimodifikasi
9. Peran
*Sebelum dimodifikasi
134
}
*Setelah dimodifikasi
10. Perubahan dalam organisasi
*Sebelum dimodifikasi
135
}
*Setelah dimodifikasi
11. Shift kerja