FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun...

76
FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU BALITA DI BKPM WILAYAH SEMARANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Nana Marlina Ekasari NIM. 6411412045 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

Transcript of FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun...

Page 1: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

FAKTOR – FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN

DENGAN KEJADIAN TB PARU BALITA

DI BKPM WILAYAH SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat

Oleh

Nana Marlina Ekasari

NIM. 6411412045

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

Page 2: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

ii

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang

Oktober 2016

ABSTRAK

Nana Marlina Ekasari

Faktor – Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru Balita

di BKPM Wilayah Semarang

xiv+ 130 halaman+ 36 tabel+ 3 gambar+ 16 lampiran

TB merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada anak-anak,

namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko yang berhubungan

dengan kejadian TB Paru Balita di BKPM Wilayah Semarang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain

penelitian case control. Jumlah sampel 33 kasus dan 33 kontrol. Analisis data

dilakukan secara univariat dan bivariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia pemberian

imunisasi BCG (p = 0,0048, OR = 5,812), pendidikan ibu (p = 0,038, OR = 0,218 dan

0,595), kepadatan hunian kamar (p = 0,03, OR = 4,126), pencahayaan kamar (p = 0,043,

OR = 2,864 dan 4,136), riwayat merokok orangtua (p = 0,042, OR = 3,32), dan riwayat

kontak dengan keluarga (p = 0,013, OR = 7,75). Sedangkan tidak ada hubungan antara

jenis kelamin, riwayat BBLR, status gizi, keberadaan scar BCG, riwayat pemberian ASI

eksklusif, pekerjaan ibu, status ekonomi, ventilasi kamar, dan riwayat kontak dengan

tetangga.

Saran yang diajukan adalah perlu adanya penyuluhan secara intensif dan

penemuan pasien TB Paru dewasa dengan BTA (+) sebagai penularan kejadian TB Paru

pada balita dengan melakukan screening baik secara aktif maupun pasif.

Kata Kunci : Balita, faktor risiko, TB Paru.

Kepustakaan : 73 (1995 – 2016)

Page 3: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

iii

Departement of Public Health Science

Faculty of Sport Sciens

Semarang State University

October 2016

ABSTRACT

Nana Marlina Ekasari

Risk Factors Related to the Incidence of Pulmonary Tuberculosis among

Children under-five in BKPM Semarang

xiv+ 130 pages+ 36 tables+ 3 images+ 16 attachments

Pulmonary Tuberculosis is one of major causes of childhood mordity and

mortality, however it is relatively a neglected disease in the epidemiologi of TB. The

purpose of this study was to determine the risk factors related to the incidence of

Pulmonary Tuberculosis among children under-five in BKPM Semarang.

This was an analytic observational research with case control design.

Number of sampel was 33 cases and 33 controls. Data were analyzed univariate

analysis and bivariate analysis.

The result showed that there were relationship between the age at BCG (p =

0,0048, OR = 5,812), mother’s education (p = 0,038, OR = 0,218 and 0,595), density of

room (p = 0,03, OR = 4,126), lighting of room (p = 0,043, OR = 2,864 and 4,136),

history of smoke parent (p = 0,042, OR = 3,32), and the history of household contact (p

= 0,013, OR = 7,75). Whereas weren’t relationship between gender, history of low birth

weight, the nutritional status, presence of BCG scar, history of exclusive breastfeeding,

mother’s occupation, economic status, ventilation of room, and the history of contact with

neighbors.

This research recommended that it is necessary to elucidation intensively and

invention of adult patient having Pulmonary Tuberculosis with BTA (+) as spread of

incidence of Pulmonary Tuberculosis among children under-five by screening either

trough active and also passive.

Keywords : Children under-five, risk factors, Pulmonary Tuberculosis,

Literature : 73 (1995 – 2016)

Page 4: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

iv

Page 5: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

v

Page 6: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“Yang penting bukan bagaimana caramu hidup, tapi hidup siapa yang kamu ubah

dengan hidupmu (Patricia Neal)”

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah

selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan

hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah:6-8)”

“There is scarcely any passion without struggle (Albert Camus)”

Persembahan:

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Orangtuaku tercinta, Ibu Ninik S dan Bapak Suroso

2. Kedua adikku tersayang, Frananda dan Tya

3. Saudara-saudaraku

4. Sahabat dan teman-temanku yang selalu membantu,

memotivasi dan menyemangatiku

5. Almamaterku, Universitas Negeri Semarang

Page 7: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Faktor –

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru Balita di BKPM

Wilayah Semarang” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Jurusan

Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri

Semarang.

Skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan kerjasama dari berbagai

pihak, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati disampaikan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr.

Tandiyo Rahayu, M.Pd., atas pemberian ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Irwan Budiono, S.KM., M.Kes (Epid), atas

persetujuan penelitian.

3. Pembimbing I, dr. Mahalul Azam, M.Kes., atas bimbingan, arahan, serta

masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Penguji I ujian skripsi, dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (Epid), atas arahannya.

5. Penguji II ujian skripsi, dr. Fitri Indrawati, M.P.H., atas arahannya.

6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu

pengetahuan yang diberikan selama di bangku kuliah.

Page 8: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

viii

7. Keluarga besar BKPM Wilayah Semarang atas ijin penelitian yang diberikan

dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

8. Kedua orangtuaku, Ibu Ninik dan Bapak Suroso atas pengorbanannya, doa,

motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua adikku, Frananda dan Tya atas perhatian, kasih sayang, serta motivasi

dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Saudara-saudaraku, terutama Teguh Santoso yang telah memberikan

dukungan serta bantuannya selama di bangku kuliah.

11. Sahabat-sahabatku yang selalu memberikan bantuan, dukungan, serta

motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan 2012 atas

bantuan serta motivasinya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu

kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna, sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan

demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan.

Semarang, Oktober 2016

Peneliti

Page 9: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

ABSTRAK ......................................................................................................... ii

ABSTRACT ........................................................................................................ iii

PERNYATAAN ................................................................................................. iv

PENGESAHAN ................................................................................................. v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 7

1.2.1 Rumusan Masalah Umum ..................................................................... 7

1.2.2 Rumusan masalah Khusus .................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8 1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 8

1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 9

1.4 Manfaat ...................................................................................................... 10 1.4.1 Bagi Peneliti Lain ................................................................................. 10

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan ...................................................................... 10

1.4.3 Bagi Masyarakat ................................................................................... 10

1.4.4 Bagi Pelayanan Kesehatan .................................................................... 10

1.5 Keaslian Penelitian .................................................................................... 11 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 14 1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ........................................................................ 14

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu .......................................................................... 14

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan ..................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 15

2.1 Landasan Teori .......................................................................................... 15

2.1.1 Tuberkulosis (TB) ................................................................................ 15

2.1.2 Faktor Risiko Penyebab TB Paru Balita ............................................... 29

2.2 Kerangka Teori .......................................................................................... 55

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 53

3.1 Kerangka Konsep....................................................................................... 53

3.2 Variabel Penelitian..................................................................................... 54

3.2.1 Variabel Bebas ...................................................................................... 54

3.2.2 Variabel Terikat .................................................................................... 54

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................... 54

Page 10: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

x

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel............................... 56

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 59

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................. 61

3.6.1 Populasi Penelitian ................................................................................ 61

3.6.2 Sampel Penelitian.................................................................................. 61

3.7 Sumber Data .............................................................................................. 64

3.7.1 Data Primer ........................................................................................... 64

3.7.2 Data Sekunder ....................................................................................... 65

3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data................................. 65

3.8.1 Instrumen Penelitian ............................................................................. 65

3.8.2 Teknik Pengambilan Data ..................................................................... 67

3.9 Prosedur Penelitian .................................................................................... 68

3.10 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 69

3.10.1 Pengolahan Data ................................................................................... 69

3.10.2 Analisis Data ......................................................................................... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 71 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 71

4.2 Hasil Penelitian .......................................................................................... 72

4.2.1 Analisis Univariat ................................................................................. 72

4.2.2 Analisis Bivariat.................................................................................... 81

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 97 5.1 Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 97

5.2 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ........................................................ 119

5.2.1 Hambatan Penelitian ............................................................................. 119

5.2.2 Kelemahan Penelitian ........................................................................... 120

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 121

6.1 Simpulan .................................................................................................... 121

6.2 Saran .......................................................................................................... 122

6.2.1 Bagi Masyarakat ................................................................................... 122

6.2.2 Bagi Instansi Kesehatan Terkait ........................................................... 123

6.2.3 Bagi Peneliti Lain ................................................................................. 123

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 125

LAMPIRAN ....................................................................................................... 131

Page 11: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Sebaran Kasus TB Paru Anak Berdasarkan Usia di BKPM

Wilayah Semarang ......................................................................... 5

Tabel 1.2 Keaslian Penelitian ........................................................................ 11

Tabel 2.1 Sistem Skoring (Scoring System) Gejala dan Pemeriksaan

Penunjang TB di Fasyankes .......................................................... 24

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ................... 56

Tabel 4.1 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Jenis Kelamin ............ 72

Tabel 4.2 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Riwayat BBLR .......... 73

Tabel 4.3 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Status Gizi ................. 73

Tabel 4.4 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Keberadaan Scar

BCG ............................................................................................... 74

Tabel 4.5 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Usia Pemberian

Imunisasi BCG ............................................................................... 74

Tabel 4.6 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Riwayat Pemberian

ASI Eksklusif ................................................................................. 75

Tabel 4.7 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Ibu .................................................................................................. 75

Tabel 4.8 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Pekerjaan Ibu ............. 76

Tabel 4.9 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Status Ekonomi ......... 76

Tabel 4.10 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Riwayat Merokok

Orangtua ......................................................................................... 77

Tabel 4.11 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Kepadatan

Hunian Kamar ................................................................................ 77

Tabel 4.12 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Ventilasi Kamar ........ 78

Tabel 4.13 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Pencahayaan Kamar .. 79

Tabel 4.14 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Riwayat Kontak

dengan Keluarga Penderita TB ...................................................... 79

Tabel 4.15 Distribusi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Riwayat Kontak

dengan Tetangga Penderita TB ...................................................... 80

Tabel 4.16 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian TB Paru

Balita .............................................................................................. 81

Tabel 4.17 Hubungan Antara Riwayat BBLR dengan Kejadian TB Paru

Balita .............................................................................................. 82

Tabel 4.18 Hubungan Antara Status Gizi dengan Kejadian TB Paru Balita ... 82

Tabel 4.19 Hubungan Antara Keberadaan Scar BCG dengan Kejadian TB

Paru Balita ...................................................................................... 83

Tabel 4.20 Hubungan Antara Usia Pemberian Imunisasi BCG dengan

Kejadian TB Paru Balita ................................................................ 84

Tabel 4.21 Hubungan Antara Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian TB Paru Balita ................................................................ 85

Page 12: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

xii

Tabel 4.22 Hubungan Antara Pendidikan Ibu dengan Kejadian TB Paru

Balita .............................................................................................. 86

Tabel 4.23 Hasil Analisis Chi Square Terhadap Pendidikan Ibu .................... 87

Tabel 4.24 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dengan Kejadian TB Paru

Balita .............................................................................................. 88

Tabel 4.25 Hubungan Antara Status Ekonomi dengan Kejadian TB Paru

Balita .............................................................................................. 88

Tabel 4.26 Hubungan Antara Riwayat Merokok Orangtua dengan

Kejadian TB Paru Balita ................................................................ 89

Tabel 4.27 Hubungan Antara Kepadatan Hunian Kamar dengan Kejadian

TB Paru Balita ............................................................................... 90

Tabel 4.28 Hubungan Antara Ventilasi Kamar dengan Kejadian TB Paru

Balita .............................................................................................. 91

Tabel 4.29 Hubungan Antara Pencahaan Kamar dengan Kejadian TB

Paru Balita ...................................................................................... 92

Tabel 4.30 Hasil Analisis Chi Square Terhadap Pencahayaan Kamar ............ 93

Tabel 4.31 Hubungan Antara Kontak dengan Keluarga Penderita TB

Dewasa dengan Kejadian TB Paru Balita ...................................... 94

Tabel 4.32 Hubungan Antara Kontak dengan Tetangga Penderita TB

Dewasa dengan Kejadian TB Paru Balita ...................................... 95

Page 13: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor – Faktor Risiko yang Berhubungan

dengan Kejadian TB Paru Balita ................................................... 52

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Faktor – Faktor Risiko yang Berhubungan

dengan Kejadian TB Paru Balita ................................................... 53

Gambar 3.2 Skema Desain Penelitian Case Control ......................................... 60

Page 14: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Penetapan Dosen Pembimbing........................................... 132

Lampiran 2. Ethical Clearance ........................................................................ 133

Lampiran 3. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas kepada Kesbangpol .............. 134

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas kepada BKPM Semarang ...... 135

Lampiran 5. Surat Rekomendasi Survey/ Riset dari Kesbangpol .................... 136

Lampiran 6. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek .................................... 138

Lampiran 7. Persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian ............................... 140

Lampiran 8. Kuesioner Penelitian .................................................................... 141

Lampiran 9. Lembar Observasi ........................................................................ 144

Lampiran 10. Lembar Dokumentasi .................................................................. 145

Lampiran 11. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................. 146

Lampiran 12. Rekapitulasi Data Kasus dan Kontrol.......................................... 148

Lampiran 13. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian .............................................. 150

Lampiran 14. Hasil Analisis Univariat .............................................................. 162

Lampiran 15. Hasil Analisis Bivariat ................................................................. 165

Lampiran 16. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 190

Page 15: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa anak-anak merupakan masa dimana pertumbuhan dan

perkembangan berlangsung dengan pesat, sehingga perlu diperhatikan upaya

pemeliharaan kesehatan anak yang ditujukan untuk membentuk generasi

mendatang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka

kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih

dalam kandungan hingga berusia 18 tahun. Sementara itu, anak pada usia 5 tahun

pertama kehidupan masih memiliki sistem imun yang rendah sehingga rentan

terhadap suatu penyakit termasuk penyakit TB Paru (Kemenkes RI, 2015;

Rakhmawati dkk, 2009).

Penyakit TB Paru merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

menjadi salah satu komitmen global dalam MDGs yang harus dikendalikan

(Depkes RI, 2010). TB Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan telah menyerang hampir sepertiga

penduduk dunia. Penyakit ini mudah ditularkan melalui droplet orang yang

terinfeksi basil TB (Kemenkes RI, 2015). TB Paru anak adalah penyakit TB yang

biasanya menyerang anak usia 0 – 14 tahun dengan kelompok umur 0 – 4 tahun

dan 5 – 14 tahun (Kemenkes RI, 2013).

TB merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas pada anak-

anak, namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam

Page 16: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

2

epidemiologi TB dikarenakan > 95% anak-anak dengan TB Paru memiliki sputum

BTA (-), sehingga tidak berkontribusi secara langsung dalam menularkan kejadian

TB Paru (Karim et al, 2012; Nguyen et al, 2009; Rie et al, 1999; Seddon dan

Shingadia, 2014). Dari 9 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia setiap

tahun, diperkirakan 1 juta (11%) diantaranya terjadi pada anak-anak dibawah 15

tahun (Rammohan dan Awofeso, 2015). Dari seluruh kasus anak dengan TB Paru,

75% terjadi di 22 negara dengan beban TB Paru tinggi (high burden countries).

Dilaporkan dari berbagai negara, persentase kasus TB Paru pada anak berkisar

antara 3% hingga >25% (Kartasasmita, 2009).

Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki proporsi kasus TB Paru

anak cukup tinggi. Proporsi kasus TB Paru di Indonesia tahun 2015 pada

kelompok umur 0 – 14 tahun mencapai 8,59% dan mengalami peningkatan

dibandingkan tahun 2014 yaitu sebesar 7,10% dan tahun 2013 yaitu sebesar

7,92% (Kemenkes RI, 2016). Jumlah kasus TB tertinggi dilaporkan terdapat di

provinsi dengan jumlah penduduk yang padat yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan

Jawa Tengah. Kasus TB di tiga provinsi tersebut sebesar 38% dengan kasus baru

BTA (+) mencapai 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia (Kemenkes

RI, 2015; 2016).

Berdasarkan data pada profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2014,

menunjukkan bahwa proporsi kasus TB anak diantara kasus TB Paru tercatat

sebesar 6,63%. Hal ini menunjukkan adanya penularan kasus TB Paru BTA (+)

kepada anak cukup besar, yaitu terdapat 1.386 anak yang tertular TB Paru BTA

Page 17: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

3

(+) dari penderita dewasa yang berhasil ditemukan dan diobati (Dinkes Provinsi

Jawa Tengah, 2015).

Berdasarkan data penemuan pasien TB yang tercatat di Jawa Tengah

pada tahun 2014, diketahui bahwa Kota Semarang menempati urutan tertinggi

dalam penemuan kasus TB Paru anak diantara Kabupaten/Kota lainnya di Jawa

Tengah yaitu terdapat 194 kasus pada usia 0 – 4 tahun dan 92 kasus pada usia 5 –

14 tahun (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2014). Sementara itu, pada tahun 2015

penemuan kasus TB Paru anak mengalami peningkatan yaitu sebesar 244 kasus

pada usia 0 – 4 tahun dan 153 kasus pada usia 5 – 14 tahun (Dinkes Provinsi Jawa

Tengah, 2015).

Salah satu upaya mencegah sang anak terhindar dari penyakit TB Paru

adalah dengan memberikan imunisasi BCG tepat waktu yaitu sebelum anak

berusia 3 bulan. Jika diberikan setelah usia 3 bulan, maka disarankan untuk

melakukan tes tuberkulin (mantoux) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah

anak sudah membawa kuman Mycrobacterium tuberculosis dalam tubuhnya.

Imunisasi diberikan apabila tes menunjukkan hasil negatif (IDAI, 2008: 98).

Hasil beberapa penelitian yang berhubungan dengan faktor risiko

kejadian TB Paru di Indonesia maupun di negara lain menunjukkan bahwa

kejadian TB Paru anak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan

faktor anak, faktor orangtua, faktor sosial ekonomi, faktor lingkungan dan adanya

kontak dengan penderita TB dewasa (Ajis dkk, 2009; Karim et al, 2012;

Kuswantoro, 2002; Haq et al, 2010).

Page 18: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

4

Berdasarkan penelitian Wiharsini (2013), faktor risiko yang

mempengaruhi kejadian TB Paru pada balita antara lain kontak dengan penderita

TB dewasa, karakteristik balita (jenis kelamin, status gizi, berat badan lahir

(BBL), riwayat ASI eksklusif, status imunisasi BCG, usia saat imunisasi BCG),

karakteristik orangtua (pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan) dan

kebiasaaan merokok orangtua (keberadaan perokok, tempat merokok). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kontak

dengan penderita TB dewasa, status gizi balita, status imunisasi BCG dan

pekerjaan ibu dengan kejadian TB Paru balita (Wiharsini, 2013).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan kejadian TB Paru.

Di tingkat global, telah dibentuk suatu kemitraan global yang bertujuan untuk

meningkatkan upaya pemberantasan TB, mempercepat penurunan angka kematian

dan kesakitan akibat TB serta penyebaran TB di seluruh dunia yaitu dalam bentuk

Stop TB Partnership. Stop TB Partnership telah merencanakan pengendalian TB

global untuk tahun 2011 – 2015 yang kemudian menetapkan target dalam

pencapaian tujuan pembangunan milenium untuk TB. Tujuan tersebut dapat

dicapai melalui strategi akselerasi pengembangan dan penggunaan metode yang

lebih baik dalam pengaplikasian rekomendasi Stop TB yang baru berdasarkan

strategi DOTS dengan standar pelayanan mengacu pada International Standard

for TB Care (ISTC) (Kemenkes RI, 2011).

Di Indonesia sendiri telah menerapkan strategi DOTS dalam

mengendalikan kejadian TB Paru sejak tahun 1995. Strategi DOTS telah efektif

menyembuhkan TB Paru sebesar 91% (Stalker, 2008). Dengan banyaknya

Page 19: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

5

pelayanan kesehatan yang telah melaksanakan srategi DOTS, pengendalian dan

penatalaksanaan TB anak dilakukan dengan meningkatkan diagnosis, mutu

pencatatan dan pelaporan kasus TB anak yang berkualitas dan sesuai standar

ISTC. Selain itu juga dapat dilakukan dengan meningkatkan standarisasi sistem

skoring TB anak, pelatihan bagi tenaga kesehatan serta pengadaan monitoring dan

validasi sistem skoring TB anak (Kemenkes RI, 2011).

Data dari Dinkes Kota Semarang tahun 2015, menunjukkan bahwa

BKPM Wilayah Semarang menempati urutan tertinggi kasus TB Paru anak

diantara pelayanan kesehatan lain di Kota Semarang yang tersebar luas di 16

Kecamatan. Kasus TB Paru anak di BKPM Wilayah Semarang menurut data pada

penemuan pasien TB di Kota Semarang tahun 2015 menunjukkan angka sebesar

152 kasus yang dikategorikan menjadi 99 kasus pada usia 0 – 4 tahun dan 53

kasus pada usia 5 – 14 tahun (Dinkes Kota Semarang, 2015). Sedangkan menurut

hasil pencatatan dan pelaporan pasien TB Paru anak yang diobati di BKPM

Wilayah Semarang didapatkan sebaran kasus TB Paru anak berdasarkan usia

dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1. Sebaran Kasus TB Paru Anak Berdasarkan Usia di BKPM Wilayah

Semarang

No. Tahun Kasus TB Paru Anak

0 – 4 Tahun 5 – 14 Tahun

1. 2012 30 11

2. 2013 45 28

3. 2014 49 33

4. 2015 99 53

5. 2016 48 (s.d bulan Mei 2016) 23 (s.d bulan Mei 2016)

Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 12 balita berusia 0 – 4

tahun di BKPM Wilayah Semarang menunjukkan bahwa, 8 balita berjenis

Page 20: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

6

kelamin laki-laki (67%), 3 balita memiliki riwayat BBLR (25%), 5 balita

memiliki status gizi kurang (42%), 5 balita tidak memiliki scar BCG (42%), 8

balita diberikan imunisasi >7 hari (67%), 10 balita memiliki riwayat tidak

diberikan ASI eksklusif (83%), 9 ibu memiliki tingkat pendidikan sedang (75%)

dan 3 ibu memiliki tingkat pendidikan rendah (25%), 7 ibu memiliki aktivitas

bekerja (58%), 8 keluarga memiliki status ekonomi yang rendah (67%), 10 balita

tinggal dalam rumah dengan ventilasi yang buruk/tidak memenuhi syarat (83%), 3

balita tinggal dalam rumah dengan pencahayaan yang tidak terang (25%) dan 6

balita tinggal dalam rumah dengan pencahayaan yang kurang terang (50%), 10

balita memiliki orangtua dengan riwayat merokok (83%), 7 balita memiliki

riwayat kontak dengan keluarga penderita TB (58%), dan 2 balita memiliki

riwayat kontak dengan tetangga penderita TB atau sebesar 17%.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa

proporsi terbanyak balita yang menderita TB Paru diakibatkan karena faktor

riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat merokok orangtua, dan ventilasi yang

buruk/tidak memenuhi syarat. Selain itu, hasil pengamatan juga menunjukkan

bahwa sebagian besar sampel bertempat tinggal di rumah dengan minimnya

cahaya matahari yang masuk dalam rumah, diakibatkan karena lingkungan tempat

tinggal yang saling berdekatan satu sama lain. Keadaan seperti ini mengakibatkan

rumah menjadi gelap dan lembab, sehingga mempermudah berkembangnya

mikroorganisme termasuk kuman TB (Fatimah, 2008).

Berdasarkan catatan rekam medis BKPM Wilayah Semarang, dapat

diketahui bahwa dari tahun 2012 sampai dengan awal tahun 2016 selalu terdapat

Page 21: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

7

kasus TB Paru anak dan cenderung mengalami peningkatan yang tajam pada usia

balita. Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor risiko lain terkait kejadian TB

Paru pada balita, maka perlu dilakukan studi mengenai faktor-faktor risiko apa

saja yang berhubungan dengan kejadian TB Paru balita, sehingga dapat dilakukan

upaya pencegahan yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Rumusan masalah umum dari penelitian ini adalah apakah faktor-faktor

risiko yang terdiri dari karakteristik balita, karakteristik orangtua, lingkungan fisik

rumah, dan riwayat kontak dengan penderita TB dewasa berhubungan dengan

kejadian TB Paru balita?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

Rumusan masalah khusus dari penelitian ini adalah:

1. Apakah karakteristik balita yang terdiri dari:

1) Jenis kelamin berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

2) Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah berhubungan dengan kejadian TB

Paru balita?

3) Status gizi berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

4) Keberadaan scar BCG berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

5) Usia pemberian imunisasi BCG berhubungan dengan kejadian TB

Paru balita?

Page 22: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

8

6) Riwayat pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian TB

Paru balita?

2. Apakah karakteristik orangtua yang terdiri dari:

1) Pendidikan ibu berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

2) Pekerjaan ibu berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

3) Status ekonomi berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

4) Riwayat merokok orangtua berhubungan dengan kejadian TB Paru

balita?

3. Apakah lingkungan fisik rumah yang terdiri dari:

1) Kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

2) Ventilasi berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

3) Pencahayaan berhubungan dengan kejadian TB Paru balita?

4. Apakah riwayat kontak dengan penderita TB dewasa yang terdiri dari:

1) Riwayat kontak dengan keluarga penderita TB berhubungan dengan

kejadian TB Paru balita?

2) Riwayat kontak dengan tetangga penderita TB berhubungan dengan

kejadian TB Paru balita?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

risiko yang terdiri dari karakteristik balita, karakteristik orangtua, lingkungan fisik

Page 23: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

9

rumah, dan riwayat kontak dengan penderita TB dewasa berhubungan dengan

kejadian TB Paru balita.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui karakteristik balita yang terdiri dari:

1) Jenis kelamin berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

2) Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah berhubungan dengan kejadian TB

Paru balita.

3) Status gizi berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

4) Keberadaan scar BCG berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

5) Usia pemberian imunisasi BCG berhubungan dengan kejadian TB Paru

balita.

6) Riwayat pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan kejadian TB

Paru balita.

2. Untuk mengetahui karakteristik orangtua yang terdiri dari:

1) Pendidikan ibu berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

2) Pekerjaan ibu berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

3) Status ekonomi berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

4) Riwayat merokok orangtua berhubungan dengan kejadian TB Paru

balita.

3. Untuk mengetahui lingkungan fisik rumah yang terdiri dari:

1) Kepadatan hunian berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

2) Ventilasi berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

Page 24: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

10

3) Pencahayaan berhubungan dengan kejadian TB Paru balita.

4. Untuk mengetahui riwayat kontak dengan penderita TB dewasa yang

terdiri dari:

1) Riwayat kontak dengan keluarga penderita TB berhubungan dengan

kejadian TB Paru balita.

2) Riwayat kontak dengan tetangga penderita TB berhubungan dengan

kejadian TB Paru balita.

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan di atas, maka penelitian ini bermanfaat bagi:

1.4.1 Bagi Peneliti Lain

Sebagai sumber informasi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya

yang berkaitan dengan TB Paru balita.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat bermanfaat dalam materi

pembelajaran dan sebagai sumber pustaka yang berhubungan dengan TB Paru

pada balita.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor-faktor risiko

apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya TB Paru pada balita, sehingga dapat

dilakukan upaya pencegahan dengan tepat.

1.4.4 Bagi Pelayanan Kesehatan

Dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas kesehatan dalam

penanggulangan penyakit menular khususnya TB Paru pada balita dan petugas

Page 25: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

11

penyuluhan pada pusat pelayanan kesehatan untuk lebih meningkatkan

penyuluhan kepada masyarakat.

1.5 Keaslian Penelitian

Berikut ini beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan

kejadian TB Paru balita:

Tabel 1.2. Keaslian Penelitian

No. Judul Penelitian Nama

Peneliti

Tahun dan

Tempat

Rancangan

Penelitian

Variabel

Penelitian Hasil

1

Risk of Latent

Tuberculosis

Infection in

Children Living

in Households

with Tubercu-

losis Patients: A

Cross Sectional

Survey in Remote

Northern Lao

People's

Democratic

Republic

Nguyen et

al

2009

Laos Utara

Studi

cross

sectional

Variabel bebas: umur, etnis mino-

ritas, jenis kelamin,

pendidikan orang-

tua, pengetahuan

orangtua, kepa-

datan hunian, jarak

ke pusat pelayanan

kesehatan, kebera-

daan scar BCG,

riwayat kontak

Variabel terikat:

kejadian LTBI pada

anak

Ada hubungan yang

signifikan antara

riwayat kontak (OR:

3,3, 95% CI: 1,4-7,7)

dan anak yang tinggal

di etnis minoritas (OR:

5,4, 95% CI: 2,2-13,6).

2 Risk Factors of

Childhood

Tuberculosis: A

Case Control

Study from Rural

Bangladesh

Karim et al 2012

Bangladesh

Studi case

control Variabel bebas:

umur, jenis

kelamin, pendi-

dikan, pekerjaan,

kepadatan hunian,

karakteristik rumah

tangga, status

ekonomi, kebia-

saan tidur, lokasi

dapur, kontak

dengan TB dewasa,

lamanya kontak

Variabel terikat:

Tuberkulosis pada

anak

Terdapat hubungan

yang signifikan antara

umur < 14 tahun (AOR:

0,25, 95% CI: 0,10-

0,66), pendidikan

(AOR: 0,28, 95% CI:

0,10-0,74), pekerjaan

(AOR: 0,24, 95% CI:

0,08-0,72) kepadatan

hunian (AOR: 0.32,

95% CI: 0,14-0,76),

lokasi dapur (AOR:

0.39, 95% CI: 0,16-

0,96) dan kontak

dengan penderita TB

(AOR: 0,28, 95% CI:

0,16-0,70) dengan

kejadian TB pada anak

BTA (+).

3 Risk Factors for

Mycobacterium

Tuberculosis

Infection Among

Children in

Greenland

Soborg et al 2011

Greenland

Studi

cross

sectional

Variabel bebas:

umur, jenis

kelamin, status

sosial ekonomi,

usia ibu saat

melahirkan, jumlah

anak dalam keluar-

ga, jarak dengan

Umur, jarak kelahiran

anak < 1 tahun,

kepadatan hunian dan

tingkat pendidikan ibu

merupakan faktor

risiko yang terkait

dengan kejadian infeksi

TB pada anak di

Page 26: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

12

saudara, pendidikan

orangtua, jenis

pemanas yang digu-

nakan, kontak

dengan penderita

TB, daerah tempat

tinggal, kepadatan

hunian

Variabel terikat:

infeksi

Mycobacterium

tuberculosis pada

anak

Greenland.

4 Risk Factors of

Tuberculosis in

Children

Haq et al 2010

Rumah

Sakit Anak,

Pakistan

Institute of

Medical

Sciences

(PIMS)

Studi

cross

sectional

Variabel bebas:

jenis kelamin,

pendidikan orang-

tua, status imuni-

sasi BCG, kontak

dengan penderita

TB dewasa, status

gizi anak, riwayat

measles, penggu-

naan terapi steroid,

status ekonomi,

kepadatan hunian.

Variabel terikat:

TB Paru anak

Ada hubungan yang

signifikan antara status

imunisasi BCG, kontak

dengan penderita TB

dewasa dan pendidkan

orangtua dengan

kejadian TB pada anak-

anak

5 Faktor-faktor

yang Berhubu-

ngan dengan

Kejadian

Tuberkulosis

pada Anak di

Kecamatan

Ngamprah

Kabupaten

Bandung Barat

Rakhmawati

dkk

2009

Kecamatan

Ngamprah

Kabupaten

Bandung

Barat

Studi case

control Variabel bebas: status gizi, status

imunisasi BCG,

riwayat kontak,

status ekonomi

Variabel terikat:

Tuberkulosis pada

anak

Ada hubungan yang

signifikan antara status

gizi (p value = 0,026),

riwayat kontak (p value

= 0,000), status

ekonomi (p value =

0,001) dengan kejadian

TB pada anak, sedang-

kan pada status

imunisasi BCG tidak

ada hubungan yang

signifikan (p value =

0,240).

6 Faktor-Faktor

yang Berhubu-

ngan dengan

Kejadian TB Paru

Primer pada

Anak Balita di

BP4 Purwokerto

Kuswantoro 2002

Balai

Pengobatan

Penyakit

Paru-Paru

(BP4)

Purwokerto

Studi case

control Variabel bebas:

jenis kelamin,

riwayat kontak,

status imunisasi

BCG, riwayat

kehamilan ibu,

faktor kebiasaan

tidur balita,

pengetahuan ibu,

tingkat ekonomi,

kepadatan

penghuni, kelemba-

ban rumah,

ventilasi rumah,

pencahayaan dan

suhu

Variabel terikat:

TB Paru primer

pada anak balita

Terdapat 5 variabel

yang menjadi faktor

risiko TB anak yaitu

riwayat kontak dengan

anggota keluarga

penderita TB Paru

(OR=9,5, CI 95%=3,0-

29,6, p=0,001), riwayat

kontak dengan tetangga

penderita TB Paru

(OR=7,3, CI 95%=2,1-

24,5, p=0,001), penge-

tahuan ibu (OR=2,7, CI

95%=1,1-6,2, p=0,001),

kepadatan penghuni

(OR=4,4, CI 95%=1,1-

16,6, p=0,02), suhu

rumah (OR=2,5, CI

95%=1,0-5,9, p=0,03).

Page 27: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

13

7 Faktor Risiko

Kejadian TB Paru

Anak di Wilayah

Kerja Puskesmas

Cempaka

Banjarbaru

Heriyani

Farida

2010 –

2012

Puskesmas

Cempaka

Banjarbaru

Studi case

Control

Variabel bebas:

status gizi, riwayat

imunisasi BCG,

status sosial

ekonomi, riwayat

kontak penderita

TB Paru dewasa,

dan kondisi

lingkungan rumah

Variabel terikat:

kejadian TB Paru

anak

Terdapat hubungan

antara riwayat kontak

dengan penderita TB

Paru dewasa, ventilasi

rumah, pencahayaan

rumah yang tidak

memenuhi syarat

dengan kejadian TB

Paru anak di wilayah

Puskesmas Cempaka.

8 Hubungan Faktor

Kontak,

Karakteristik

Balita dan

Orangtua dengan

Kejadian TB Paru

pada Balita di

RSPI. Prof. Dr.

Sulianti Saroso

Tahun 2012

Wiharsini

Wenny

2013

RSPI. Prof.

Dr. Sulianti

Saroso

Studi case

control Variabel bebas:

kontak, karakteris-

tik balita (jenis

kelamin, status gizi

anak, BBL, riwayat

ASI eksklusif,

status imunisasi

BCG, usia saat

imunisasi BCG),

karakteristik orang-

tua (pendidikan,

pekerjaan, pengha-

silan, pengetahuan),

kebiasaan merokok

orangtua (kebera-

daan perokok,

tempat merokok)

Variabel terikat:

TB Paru balita

Terdapat hubungan

yang signifikan antara

kontak dengan

penderita TB (OR =

3,23), status gizi (OR =

2,38), status imunisasi

(OR = 5,57), pekerjaan

ibu (OR = 0,28)

9 Hubungan Antara

Faktor-Faktor

Eksternal dengan

Kejadian

Penyakit

Tuberkulosis

pada Balita

Ajis dkk 2008

Kabupaten

Kuantan

Singingi,

Provinsi

Riau

Studi case

control Variabel bebas: kebiasaan merokok,

kontak, status sosial

ekonomi, status

imunisasi BCG,

keadaan ventilasi,

kelembaban,

kepadatan hunian

Variabel terikat:

Tuberkulosis pada

balita

Terdapat hubungan

yang bermakna antara

faktor kebiasaan mero-

kok dalam rumah (OR

= 2,436), adanya

riwayat kontak dengan

penderita BTA positif

(OR = 2,629) dan status

sosial ekonomi (OR =

2,458) dengan kejadian

Tuberkulosis pada

balita.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah:

1. Tahun dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di BKPM Wilayah Semarang, karena penelitian

tentang faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian TB Paru balita di

BKPM Wilayah Semarang masih jarang dilakukan.

Page 28: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

14

2. Variabel penelitian

Variabel bebas yang diduga berhubungan kejadian TB Paru balita dalam

penelitian ini lebih banyak. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian

Wiharsini (2013), perbedaannya adalah penelitian ini meneliti lingkungan fisik

rumah dan mengkategorikan adanya riwayat kontak dengan penderita TB dewasa

yang tidak diteliti dalam penelitian Wiharsini.

3. Rancangan penelitian

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian Nguyen et al (2009), Haq et

al (2010) dan Soborg et al (2011), yang membedakan adalah dalam penelitian ini

akan menggunakan desain penelitian case control untuk mengetahui faktor-faktor

risiko yang berhubungan dengan kejadian TB Paru balita, sedangkan pada

penelitian Nguyen et al (2009), Haq et al (2010) dan Soborg et al (2011)

menggunakan desain penelitian cross sectional.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Lokasi dan ruang lingkup penelitian ini dilakukan di BKPM Wilayah

Semarang.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016.

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Materi dalam penelitian ini termasuk dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat

khususnya dalam bidang epidemiologi penyakit menular.

Page 29: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasar Teori

2.1.1 Tuberkulosis (TB)

2.1.1.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi pada jaringan paru yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Sibuea dkk, 2009: 46).

Seseorang yang terinfeksi kuman TB tidak selalu menjadi sakit. Beberapa minggu

(2 – 12 minggu) setelah terinfeksi kuman akan menimbulkan respons imunitas

selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (IDAI, 2008: 131). Menurut

Brunner dan Sudart (2002), TB juga dapat ditularkan kebagian tubuh lainnya,

termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe (Efendi, 2012).

TB Paru anak adalah penyakit TB Paru yang mengenai anak berusia 0 –

14 tahun yang digolongkan dalam kelompok umur 0 – 4 tahun dan 5 – 14 tahun

(Kemenkes RI, 2013). Menurut WHO, terdapat lebih dari 8 juta kasus TB baru

dengan jumlah kematian sebesar 3 juta setiap tahun. Dari jumlah kematian

tersebut terdapat sekitar 1,4 juta kasus dengan 450.000 kematian yang terdiri dari

anak-anak (Widagdo, 2011: 167).

2.1.1.2 Epidemiologi

Epidemiologi TB adalah serangkaian informasi yang menjelaskan

beberapa hal yang berkaitan dengan orang, tempat, waktu dan lingkungan

(Kemenkes RI, 2013). Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium

Page 30: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

16

tuberculosis) yang hampir sebagian besar menyerang paru, namun dapat

ditemukan juga di organ tubuh selain paru (Mandal dkk, 2008: 220).

Penyakit TB harus diwaspadai, tidak hanya pada orang dewasa tetapi

juga anak-anak, terutama pada balita yang masih memiliki sistem imun rendah.

TB anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah

anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40 − 50% dari jumlah seluruh populasi

(Seddon dan Shingadia, 2014). Sekitar 500.000 anak menderita TB setiap tahun,

sementara 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak

meninggal setiap tahun akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui

secara pasti karena kurangnya alat diagnostik “child-friendly” dan tidak

adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak (Kemenkes RI, 2013).

Anak yang pernah terinfeksi TB mempunyai risiko menderita penyakit ini

sepanjang hidupnya sebesar 10% (Widoyono, 2008: 14).

TB Paru anak dapat ditularkan melalui droplet orang dewasa maupun

anak dengan BTA (+). Anak yang tertular kuman TB dapat mengembangkan

infeksi yang tergantung dari tingkat penularan, lamanya paparan, dan imunitas

anak (Kemenkes RI, 2013; Seddon dan Shingadia, 2014). Berbeda dengan TB

pada orang dewasa, anak yang terkena TB tidak selalu menularkan kuman kepada

orang lain kecuali anak tersebut BTA (+). Diperkirakan banyak anak menderita

TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan

ketentuan strategi DOTS. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan dampak negatif

pada data kesakitan dan kematian TB anak (Kemenkes RI, 2013).

Page 31: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

17

2.1.1.3 Etiologi

Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab terjadinya penyakit

TB yang termasuk dalam famili Mycobacteriaceae. Bakteri ini pertama kali

digambarkan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Bakteri ini juga

sering disebut Abasilus koch. Bakteri TB berbentuk basil dengan ukuran 0,5 – 4

mikron x 0,3 – 0,6 mikron. Dinding sel mengandung banyak lemak yang

bermanfaat sebagai penghambat bahaya bakterisida dari antibodi dan komplemen.

Basil TB mempunyai sifat tidak membentuk spora, non motil, pleomorf, gram

positif, termasuk dalam bakteri tahan asam dan tidak tahan terhadap panas (Naga,

2012; Widagdo, 2011: 167).

Dalam dahak bakteri ini dapat bertahan selama 20 – 30 jam, sedangkan

basil dalam percikan air ludah dapat bertahan hidup selama 8 – 10 hari. Sementara

itu, bakteri ini dapat mati pada pemanasan 100ºC selama 5 – 10 menit atau pada

pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan mengunakan alkohol 70 – 95% selama 15

– 30 detik (Naga, 2012; Widagdo, 2011: 167; Widoyono, 2008: 15).

2.1.1.4 Patogenesis

Kuman TB yang terhirup akan masuk kedalam alveoli paru-paru dan

mengembangkan lesi kecil yang dinamakan sebagai fokus primer (fokus Ghon).

Selanjutnya infeksi menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional. Penyebaran ini mengakibatkan inflamasi di saluran limfe (limfangitis)

dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang akan membentuk kompleks primer

(Kemenkes RI, 2013; Widagdo, 2011: 168).

Page 32: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

18

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuk

kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Pada saat

terbentuknya kompleks primer, maka TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah

terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang

dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu

uji tuberkulin positif (Kemenkes RI, 2013). Namun, pada 95% kasus, kompleks

primer dapat sembuh secara spontan dalam 1 – 2 bulan melalui pembentukan

jaringan fibrotik atau perkapuran (Mandal dkk, 2008: 222; Widagdo, 2011: 168).

Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru akan

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi (Kemenkes RI, 2013; Mandal dkk,

2008: 222). Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di

jaringan paru (Kemenkes RI, 2013).

Kompleks primer dapat mengalami komplikasi akibat fokus di paru yaitu

akan terjadi pneumonitis yang mengalir ke bronkus dengan meninggalkan suatu

kaverna (Widagdo, 2011: 168). Setelah itu akan terjadi hiperinflasi didalam lobus

medialis akibat pembesaran kelenjar di hilus dan pratakea (sindrom Brock), dapat

pula menimbulkan TB endobronkial akibat erosi dinding bronkus. Lesi dari

pneumonitis dan hiperinflasi dikatakan sebagai lesi segmental atau konsolidasi

kolap (Kemenkes RI, 2013; Widagdo, 2011: 169).

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat pula

terjadi penyebaran pada limfogen dan hematogen. Saat penyebaran limfogen,

Page 33: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

19

kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau

berlanjut menyebar secara limfohematogen. Selain itu, dapat terjadi penyebaran

hematogen secara langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh, sehingga menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik (Kemenkes RI, 2013).

Kuman TB dapat mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dalam

bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread) yang

kemudian akan bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, yaitu

paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu,

dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain.

TB luar paru dapat terjadi sekitar 25 – 35% dari kasus TB Paru anak (Kemenkes

RI, 2013; Widagdo, 2011: 169).

Bentuk penyebaran hematogen lain yaitu penyebaran hematogenik

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada penyebaran ini,

kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut untuk

menyebabkan lesi diseminata (Kemenkes RI, 2013; Mandal dkk, 2008: 222).

2.1.1.5 Tanda dan Gejala

Seseorang dapat dikatakan menderita penyakit TB Paru apabila

ditemukan gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama

pada seseorang yang terkena TB Paru, diantaranya yaitu:

1. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu.

2. Batuk dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah.

Page 34: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

20

3. Dada terasa sesak pada waktu bernapas.

4. Dada terasa sakit atau nyeri (Naga, 2012; Widoyono, 2008: 16).

Selain gejala utama, terdapat gejala lain seperti keringat pada malam

hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. Namun,

berdasarkan strategi yang baru (DOTS), gejala utama seseorang terkena TB Paru

adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih.

Berdasarkan keluhan tersebut, maka seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai

penderita TB, sedangkan gejala lainnya merupakan gejala tambahan (Widoyono,

2008; 16)

Menurut Kemenkes RI (2013), gejala sistemik/umum TB anak adalah

sebagai berikut:

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak

mengalami kenaikan dalam kurun waktu satu bulan setelah melalui upaya

perbaikan gizi yang baik.

2. Demam selama lebih dari 2 minggu dan/atau berulang tanpa sebab yang

jelas. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak

apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik lainnya.

3. Batuk lebih dari 3 minggu, batuk bersifat non-remitting.

4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, diikuti kegagalan

dalam pertumbuhan, perasaan lesu atau malaise, sehingga mengakibatkan

anak kurang aktif bermain.

5. Diare persisten selama lebih dari 2 minggu.

Page 35: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

21

Menurut Widagdo (2011: 169), TB pada sebagian anak tidak

menunjukkan gejala apapun. Sementara sebagian lainnya menunjukkan gejala

pada penyakit umumnya seperti demam ringan, batuk ringan, malaise, dan gejala

flu yang biasanya akan hilang selama seminggu. Lebih dari 50% bayi dan anak-

anak yang menderita TB primer akan menunjukkan adanya kelainan pada foto

toraks, namun tidak terlihat pada pemeriksaan fisik. Gejala yang sering ditemukan

adalah batuk, sesak nafas ringan, demam, keringat malam, anoreksia, berat badan

turun, dan anak kurang aktif saat bermain. Secara fisik dapat ditemukan adanya

takipnea, suara nafas melemah, mengi, dan disstres nafas.

2.1.1.6 Klasifikasi

Menurut Naga (2012), TB dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu TB

paru dan TB ekstra paru.

1. TB Paru

Penyakit ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar

80% dari semua penderita. TB yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan

satu-satunya bentuk dari TB yang mudah tertular kepada manusia yang kontak

dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis dari penderita.

2. TB Ekstra Paru

Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TB yang menyerang organ

tubuh lain selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang

belakang, saluran kemih dan kelamin, serta susunan saraf pusat (Mandal dkk,

2008: 220). Oleh karena itu penyakit TB ini disebut penyakit yang tidak pandang

Page 36: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

22

bulu, karena dapat menyerang seluruh organ dalam tubuh manusia secara

bertahap. Penyakit ini sering menimbulkan kematian bagi penderita.

2.1.1.7 Penemuan Pasien TB Paru

Menurut Kemenkes RI (2013), penemuan pasien TB Paru anak dapat

dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Anak yang kontak serumah dengan penderita TB menular

Anak yang menderita TB umumnya tinggal serumah atau sering bertemu

dengan penderita TB dewasa yang menular, ditandai dengan hasil pemeriksaan

sputum BTA (+).

2. Anak dengan tanda dan gejala klinis sesuai dengan TB anak

Anak dengan TB Paru biasanya menunjukkan gejala klinis yang tidak

khas, karena pada beberapa penyakit menunjukkan gejala yang serupa dengan TB.

Gejala sistemik TB anak meliputi berat badan turun tanpa sebab yang jelas,

demam lebih dari 2 minggu tanpa sebab yang jelas, batuk lebih dari 3 minggu,

anoreksia, malaise, diare persisten, dan keringat malam tanpa melakukan

aktivitas.

2.1.1.8 Diagnosis TB Paru

Menurut Widagdo (2011: 175), dalam menegakkan diagnosis TB Paru,

diperlukan beberapa hal diantaranya:

1) Anamnesis lengkap, meliputi: keluhan dan faktor risiko yang berpengaruh

sebagai sumber penularan seperti kontak dengan penderita dewasa, riwayat

imunisasi, kondisi lingkungan, dan sebagainya.

Page 37: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

23

2) Hasil pemeriksaan fisik yang tergantung pada jenis dan tingkat dari

penyakit yang diderita.

3) Pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan Kemenkes RI (2013), penegakan diagnosis TB anak dapat

dilakukan dengan melihat gejala klinis dan melakukan pemeriksaan penunjang

yang tepat. Sumber penularan utama TB Paru anak dapat dilihat dari riwayat

kontak erat dengan penderita TB menular. Selanjutnya, untuk membuktikan anak

telah tertular oleh kuman TB dengan melakukan beberapa tindakan, yaitu:

1. Uji tuberkulin/ mantoux test

Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya reaksi hipersensitifitas

terhadap antigen yang diberikan. Hal ini secara tidak langsung menandakan

bahwa pernah ada kuman yang masuk ke dalam tubuh anak atau anak sudah

tertular. Anak dengan uji tuberkulin positif tidak selamanya menderita TB karena

sistem imun yang masih cukup baik. Anak dengan sistem imun yang baik secara

klinis tampak sehat dan keadaan ini disebut sebagai infeksi TB laten. Namun anak

dengan sistem imun yang lemah tidak mampu mengendalikan kuman, sehingga

menimbulkan gejala TB anak.

2. Foto toraks

Penegakan diagnosis melalui gambaran foto toraks pada TB memiliki

kelemahan, yaitu tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.

3. Sistem skoring

Sistem skoring membantu tenaga kesehatan dalam mengumpulkan data

klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat

Page 38: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

24

mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular

mempunyai nilai tertinggi yaitu 3.

2) Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan

diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring.

3) Pasien dengan jumlah skor ≥ 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan

mendapat OAT.

Tabel 2.1 Sistem Skoring (Scoring System) Gejala dan Pemeriksaan Penunjang

TB di Fasyankes

Parameter 0 1 2 3 Skor

Kontak TB Tidak

jelas

- Laporan

keluarga,

BTA (-) / BTA

tidak

jelas/ tidak tahu

BTA (+)

Uji tuberkulin

(mantoux)

Negatif - - Positif (≥10

mm

atau ≥5

mm pada

imunokom-

promais)

Berat Badan/

Keadaan Gizi

- BB/TB<90%

atau

BB/U<80%

Klinis gizi

buruk

atau

BB/TB<70%

atau BB/U<60%

-

Demam yang

tidak diketahui

penyebabnya

- ≥ 2 minggu - -

Batuk penyerta - ≥ 3 minggu - -

Page 39: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

25

Pembesaran

kelenjar

limfe kolli,

aksila,

inguinal

- ≥1 cm, lebih

dari 1 KGB,

tidak nyeri

- -

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul,

lutut, falang

- Ada

pembengka-

kan

- -

Foto toraks

Normal/

kelainan

tidak

jelas

Gambaran

sugestif

(mendukung)

TB

- -

Skor Total

Sumber: Kemenkes RI, 2013

Menurut Kemenkes RI (2013), hal yang perlu diperhatikan dalam

parameter sistem skoring pada anak terdiri dari:

1. Kontak dengan pasien TB BTA (+) diberi skor 3 bila ada bukti tertulis

hasil laboratorium BTA dari sumber penularan.

2. Penentuan status gizi dilakukan dengan parameter BB/TB atau BB/U,

dengan merujuk pada buku KIA Kemenkes. Apabila BB kurang, diberikan

upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1 bulan.

3. Demam (≥2 minggu) dan batuk (≥3 minggu) yang tidak sembuh

setelah diberikan pengobatan.

4. Gambaran foto toraks menunjukkan gambaran mendukung kejadian TB

Paru anak.

Sementara pada catatan penegakan diagnosis terdiri dari:

1. Penegakan diagnosis dengan sistem skoring dilakukan oleh dokter atau

petugas kesehatan terlatih.

2. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 13).

Page 40: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

26

3. Anak dengan skor 6 yang kontak dengan pasien BTA (+), hasil uji

tuberkulin positif, dan tanpa gejala klinis harus diberi INH profilaksis.

4. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang

meragukan harus segera dirujuk ke rumah sakit.

5. Semua bayi dengan reaksi cepat saat imunisasi BCG dicurigai terinfeksi

TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak

6. Jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB

2.1.1.9 Pencegahan Penyakit TB Paru

Menurut Kemenkes RI (2013), beberapa hal yang perlu dilakukan untuk

mencegah kejadian TB Paru anak antara lain:

1. Imunisasi BCG pada Anak

BCG digunakan pada beberapa negara sebagai tindakan perlindungan

untuk infeksi mycobakterium. Berdasarkan pada Program Pengembangan

Imunisasi (PPI), imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur ≤ 2 bulan dengan

hasil uji tuberkulin negatif. Efek proteksi timbul 8 – 12 minggu setelah

penyuntikan. Imunisasi BCG hanya diberikan sekali dan tidak dianjurkan untuk

imunisasi ulang karena tidak terbukti memberikan perlindungan. Secara umum

perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti TB

milier dan TB meningitis yang sering terjadi pada anak-anak (IDAI, 2008: 132).

2. Skrining dan Manajemen Kontak

Skrining dan manajemen kontak merupakan suatu kegiatan investigasi

secara aktif dan intensif untuk menemukan anak yang mengalami paparan akibat

kontak dengan pasien TB BTA (+) dan orang dewasa yang menjadi sumber

Page 41: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

27

penularan bagi anak yang didiagnosis TB. Tujuan utama skrining dan manajemen

kontak adalah:

1) Meningkatkan penemuan kasus melalui deteksi dini dan melakukan

pengobatan.

2) Mengidentifikasi kontak pada semua kelompok umur yang berisiko

untuk mengembangkan penyakit TB.

3) Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB.

3. Pencegahan dengan Isoniazid

Anak yang kontak serumah dengan pasien TB Paru dewasa dengan BTA

(+) akan berisiko tertular TB. Infeksi TB Paru pada anak dapat mengakibatkan

kejadian TB berat, sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis sebagai upaya

pencegahan TB Paru pada anak.

Menurut Naga (2012), banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah

penyakit TB Paru. Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh

masyarakat khususnya ibu, maupun petugas kesehatan, yaitu:

1. Bagi masyarakat pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan

imunisasi BCG.

2. Bagi petugas kesehatan pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang penyakit TB dan bahayanya terhadap anak.

3. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi, seperti cuci tangan, menjaga kebersihan rumah, perhatian

khusus terhadap muntahan, atau ludah anggota keluarga yang terjangkit

Page 42: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

28

penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi

rumah dan sinar matahari yang cukup.

4. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang kontak, dan

melakukan pengobatan khusus bagi penderita TB aktif selama 6 – 12

bulan.

2.1.1.10 Pengobatan TB Paru

Prinsip pengobatan TB anak adalah menggunakan gabungan dari

beberapa obat dengan tujuan agar memiliki efek penyembuhan dan mencegah

timbulnya resistensi selama pengobatan. Pengobatan TB anak diberikan selama 6

– 12 bulan yang terdiri dari tahap intensif selama 2 bulan pertama dengan 3 jenis

obat dan tahap lanjutan selama 4 – 10 bulan selanjutnya. Paduan OAT Kategori

Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-

KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu

tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien (Kemenkes RI, 2013).

Pengobatan TB menggunakan INH dan RIF yang diberikan selama 6

bulan dengan tambahan PZA dalam 2 bulan pertama, alternatif pengobatan dapat

diberikan selama 9 bulan. Pada pengobatan ini tingkat penyembuhan hampir

mencapai 100% dan efek samping 2%. Pemberian obat sebaiknya diawasi

langsung oleh petugas kesehatan. Di daerah resistensi dengan tingkat 5 – 10%

direkomendasikan untuk menambah obat ke 4 (STM, EMB/ ETAHUN) saat awal

rejimen. Pemberian dapat diberikan selama 9 bulan dan dapat diperpanjang 12 –

18 bulan. Resistensi obat pada anak lebih banyak bersifat primer dibandingkan

Page 43: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

29

sekunder yang biasanya terjadi pada kasus orang dewasa (Widagdo, 2011: 178-

179).

2.1.2 Faktor Risiko Penyebab TB Paru Balita

Konsep “trial epidemiologi” dari John Gordon mengemukakan bahwa

terjadinya suatu penyakit disebabkan karena tidak seimbangnya ketiga faktor

yaitu agent (penyebab penyakit), host (pejamu), dan environment (lingkungan)

(Budioro, 2001: 38).

2.1.2.1 Agent

Agent (penyebab penyakit) merupakan semua unsur baik hidup atau mati

yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu penyakit (Muaz, 2014; Widoyono,

2008: 3; Budioro, 2001: 38). Agent penyebab penyakit terdiri dari bahan kimia,

nutrient, mekanik, alamiah, kejiwaan, dan biologis (Budioro, 2001: 38). Penyakit

menular biasanya disebabkan oleh agent biologis, seperti infeksi bakteri, virus,

parasit, atau jamur (Widoyono, 2008: 6). Agent yang menjadi penularan penyakit

TB adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis (Widoyono, 2008: 15).

Salah satu faktor yang mempengaruhi agent yaitu virulensi. Virulensi

merupakan kemampuan atau keganasan suatu agent penyebab penyakit dalam

menimbulkan kerusakan pada sasaran (Widoyono, 2008: 6). Berdasarkan sumber

yang sama virulensi kuman TB termasuk dalam tingkat tinggi (Fatimah, 2008).

2.1.2.2 Host

Faktor pejamu adalah manusia atau hewan hidup yang mempunyai

kemungkinan terpapar oleh agent penyakit (Fatimah, 2008; Muaz, 2014). Host

untuk kuman TB Paru adalah manusia dan hewan (Fatimah, 2008). Namun pada

Page 44: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

30

penelitian ini, host yang dimaksud adalah manusia. Beberapa faktor host yang

berhubungan dengan kejadian TB Paru pada balita terdiri dari:

2.1.2.2.1 Karakteristik Balita

1. Usia

Penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi,

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut >55

tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap

berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru (Naga, 2012).

Usia memainkan salah satu peran yang paling penting dalam menentukan

berkembangnya penyakit pada masa anak-anak. Bayi yang terinfeksi memiliki

risiko sebesar 50% terkena perkembangan penyakit. Sementara itu anak usia 1 – 2

tahun memiliki risiko 20% – 30%, untuk anak berusia 3 – 5 tahun memiliki risiko

5%, anak berusia 5 – 10 tahun berisiko 2% dan risiko terhadap orang dewasa

adalah 5%. Usia anak-anak juga lebih mungkin untuk mengembangkan bentuk

parah dari TB, seperti TB meningitis atau TB milier (Seddon dan Shingadia,

2014).

2. Jenis Kelamin

Menurut WHO sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta

perempuan yang meninggal akibat TB Paru. Dari fakta ini dapat disimpulkan

bahwa kaum perempuan lebih rentan terhadap kematian akibat serangan TB Paru

dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki penyakit ini

Page 45: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

31

lebih tinggi karena rokok dan minuman alkohol karena dapat menurunkan sistem

pertahanan tubuh (Naga, 2012).

Menurut WHO pada tahun 2007, terdapat sebanyak 5,5 juta kasus TB

dilaporkan dari 196 negara dengan kasus TB BTA (+) lebih tinggi terjadi pada

laki-laki daripada perempuan. Perbedaan jenis kelamin di dunia bervariasi pada

setiap usia. Di negara-negara industri, tidak terdapat perbedaan kasus TB di antara

anak-anak, remaja pria dan wanita, namun kasus yang tinggi terjadi pada

perempuan yang berusia 15 – 34 tahun. Sementara itu di negara berkembang,

tidak terdapat perbedaan kasus TB untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan

(Sabawoon dan Sato, 2012).

Meskipun secara fisik laki-laki cenderung lebih kuat dibandingkan

perempuan, namun sejak bayi hingga dewasa perempuan memiliki daya tahan

tubuh lebih kuat dibandingkan laki-laki, baik daya tahan akan rasa sakit maupun

daya tahan terhadap penyakit. Anak laki-laki lebih rentan terhadap berbagai jenis

penyakit dan cacat dibandingkan anak perempuan. Selain itu, secara neurologis

anak perempuan lebih matang dibandingkan anak laki-laki sejak lahir hingga

masa remaja, begitu juga dengan pertumbuhan fisik anak perempuan lebih cepat

daripada laki-laki (Friedman dkk, 2006 dalam Domili dkk, 2014).

Berdasarkan penelitian Madanijah dan Triana (2007), menunjukkan hasil

bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal jenis kelamin pada kelompok

TB dan non TB. Hasil ini sejalan dengan penelitian Herawati dkk (2005), yang

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan

kejadian TB Paru anak (p = 0,191). Sedangkan pada penelitian Kuswantoro

Page 46: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

32

(2002), anak balita dengan jenis kelamin laki-laki berisiko 1,26 kali lebih besar

terkena TB Paru primer dibandingkan anak balita dengan jenis kelamin

perempuan.

3. Riwayat Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah suatu keadaan dimana berat

badan bayi saat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan

(Kemenkes RI, 2015; Proverawati dan Sulistyorini, 2010: 1). Prevalensi BBLR

diperkirakan mencapai 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan kisaran 3,3% –

38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang dengan tingkat sosial

ekonomi yang rendah. Secara statistik, di negara berkembang bayi dengan BBLR

berisiko 35 kali lebih tinggi mengalami kematian dibandingkan bayi dengan berat

lahir lebih dari 2500 gram (Pantiawati, 2010: 3).

BBLR tidak hanya terjadi pada bayi yang lahir prematur, namun juga

pada bayi cukup bulan yang mengalami hambatan pertumbuhan selama kehamilan

(Kemenkes RI, 2015; Pantiawati, 2010: 4; Proverawati dan Sulistyorini, 2010: 1).

Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum bersifat multifaktoral, sehingga

sulit untuk menentukan upaya pencegahan yang tepat (Proverawati dan

Sulistyorini, 2010: 5).

BBLR merupakan salah satu faktor utama dalam peningkatan mortalitas,

morbiditas dan disabilitas pada neonatus, bayi dan anak serta memberikan

dampak jangka panjang terhadap kehidupan dimasa depan (Pantiawati, 2010: 3).

Bayi berat lahir rendah mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya

penyakit infeksi dan mudah terserang komplikasi. Masalah pada BBLR yang

Page 47: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

33

sering terjadi adalah susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro

intestinal, ginjal, termoregulasi, dan gangguan pada sistem pernafasan seperti TB

Paru (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan penelitian Wiharsini (2013),

menunjukkan bahwa balita dengan riwayat BBLR berisiko 0,88 kali lebih besar

menderita TB Paru daripada balita dengan riwayat berat lahir normal.

4. Status Gizi

Kekurangan karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan zat gizi lainnya

akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap

berbagai penyakit, termasuk TB Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang

berpengaruh di negara berkembang, baik pada orang dewasa maupun anak-anak

(Naga, 2012).

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh

cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan

pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara

umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2009: 9). Sementara itu, balita

dengan keadaan gizi buruk biasanya memiliki tubuh lemah sehingga mudah

terinfeksi dan diserang penyakit terutama kuman TB. Malnutrisi sering tejadi pada

penderita TB Paru yang lama sekitar 70% (Efendi, 2012).

Salah satu penentuan status gizi balita adalah melalui klasifikasi menurut

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 920/Menkes/SK/VIII/2002 untuk keperluan

Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita dengan mengukur berat badan

terhadap umur. Status gizi diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

1) Gizi lebih : bila Z_Skor terletak > +2 SD

Page 48: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

34

2) Gizi baik : bila Z_Skor terletak diantara ≥ -2 SD s/d +2 SD

3) Gizi kurang : bila Z_Skor terletak pada < -2 SD s/d ≥ - 3 SD

4) Gizi buruk : bila Z_Skor terletak < -3 SD.

Hasil penelitian Rakhmawati dkk (2008), menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian TB Paru anak. Anak

dengan status gizi kurang mempunyai peluang untuk terkena TB 7,11 kali lebih

besar dibandingkan anak dengan status gizi baik. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Wiharsini (2013), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara status gizi dengan kejadian TB Paru balita (p value = 0,03).

5. Keberadaan Scar BCG

BCG adalah vaksin hidup berasal dari Mycobacterium bovis yang telah

dilemahkan, namun masih mempunyai imunogenitas (IDAI, 2008: 132).

Pemberian imunisasi bertujuan untuk mencegah atau bahkan menghilangkan

terjadinya suatu penyakit tertentu pada kelompok masyarakat (IDAI, 2008: 10).

Pemberian imunisasi BCG akan menghasilkan kekebalan aktif terhadap penyakit

TB. Imunisasi ini hanya diberikan sekali seumur hidup yaitu sebelum anak

berumur dua bulan dan tidak dianjurkan untuk pemberian imunisasi ulang

(Lisnawati, 2011: 56). Vaksin BCG memberikan efek perlindungan sebesar 80%

selama 10 – 15 tahun dan merupakan upaya pencegahan penyakit diseminata pada

anak yang paling baik (Mandal dkk, 2008: 227).

Keberhasilan imunisasi BCG ditandai dengan timbulnya scar (benjolan

merah) minimal setelah 1 – 2 minggu setelah penyuntikan. Kemudian scar ini

membentuk ulserasi dan sembuh setelah 2 – 3 bulan dan akan meninggalkan parut

Page 49: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

35

bulat berdiameter 4 – 8 mm (IDAI, 2008: 133; Lisnawati, 2011: 57). Berdasarkan

penelitian Wiharsini (2013), menunjukkan bahwa balita yang tidak memiliki scar

BCG berisiko 5,57 kali lebih besar menderita TB Paru dibandingkan balita yang

memiliki scar BCG (CI 95% 2,48 – 12,54). Dalam penelitian Wiharsini (2013),

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara imunisasi BCG dengan

kejadian TB Paru balita. Hasil ini berbeda dengan penelitian Rakhmawati dkk

(2009), yang menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara imunisasi BCG

dengan kejadian TB Paru anak (p value = 0,240).

6. Usia Pemberian Imunisasi BCG

Salah satu upaya untuk mencegah sang anak terhindar dari penyakit TB

Paru adalah dengan memberikan imunisasi BCG tepat waktu. Berdasarkan jadwal

IDAI (2008), imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada anak sebelum berusia 3

bulan. Namun menurut Depertemen Kesehatan, imunisasi BCG sebaiknya

diberikan pada anak umur 0 – 12 bulan guna mencapai cakupan yang lebih luas.

Jika diberikan setelah usia 3 bulan, maka disarankan untuk melakukan tes

tuberkulin (mantoux) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah anak sudah

membawa kuman Mycobacterium tuberculosis dalam tubuhnya. Vaksinasi

diberikan apabila tes menunjukkan hasil negatif (IDAI, 2008: 98). Sementara itu

apabila anak kontak erat dengan penderita TB maka imunisasi harus diberikan

segera setelah lahir yaitu kurang dari 7 hari. Hal ini dilakukan untuk menghindari

sang anak terkena TB sebelum mendapat imunisasi BCG (Asuke et al, 2015;

Wammanda et al, 2004).

Page 50: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

36

Usia pemberian imunisasi BCG banyak mengalami perdebatan. Beberapa

ahli mengemukakan bahwa imunisasi BCG sebaiknya diberikan pada usia 0 bulan

(3 hari pertama setelah kelahiran). Namun pendapat lain menyatakan bahwa

imunisasi BCG dapat diberikan pada usia 2 – 3 bulan, dikarenakan jika diberikan

pada usia 0 bulan tubuh anak belum dapat membentuk antibodi dengan baik.

Menurut hasil penelitian Suardi (2002), menunjukkan bahwa respon terhadap uji

tuberkulin dan scar BCG yang timbul lebih baik pada vaksinasi yang diberikan

pada 3 bulan pertama dibandingkan imunisasi yang diberikan 3 hari pertama

setelah lahir (Rakhmawati dkk, 2009).

Menurut Pizzo dan Wilfert (1994) mengemukakan bahwa sel-sel

imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, oleh

karena itu dengan memberikan imunisasi BCG lebih dini akan menimbulkan

respon imun yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler dibandingkan

respon imun humoral. Hal ini dikarenakan respon imun berkaitan erat dengan

kemampuan tubuh dalam melawan penyakit, sehingga pemberian imunisasi BCG

sejak lahir akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap penyakit TB, dengan

demikian dapat mencegah TB Paru lebih awal (Murniasih dan Livana, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Wiharsini (2013), menyatakan bahwa balita

yang tidak diimunisasi BCG tepat waktu berisiko 1,08 kali lebih besar menderita

TB Paru dibandingkan dengan balita yang diimunisasi tepat waktu. Hasil berbeda

ditunjukkan oleh penelitian Setyowati (2007) yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara waktu pemberian imunisasi ≤ 1 minggu dengan

kejadian TB Paru anak di Puskesmas Cebongan Salatiga (p value = 0,038).

Page 51: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

37

7. Riwayat Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta merupakan suatu penyakit yang menyertai penyakit

lain atau sebagai komplikasi dari penyakit yang diderita. Seseorang akan lebih

mudah untuk menderita TB apabila disertai dengan adanya suatu penyakit yang

mengakibatkan rendahnya sistem imun dalam tubuh, seperti adanya penyakit

infeksi HIV/AIDS, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, Diabetes Mellitus, gagal

ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama (Kemenkes RI,

2013; Ketut, 2013).

TB merupakan infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada

anak yang terinfeksi HIV dan menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan

kematian. Meningkatnya jumlah kasus TB pada anak dengan infeksi HIV

disebabkan tingginya transmisi Mycobacterium tuberculosis dan kerentanan anak.

Sementara itu, meningkatnya kasus HIV pada orang dewasa telah berdampak

terhadap peningkatan jumlah anak yang terinfeksi HIV pada umur yang rentan

sehingga anak tersebut sangat mudah terkena TB terutama TB berat, seperti TB

milier dan meningitis (Kemenkes RI, 2013).

Haq et al (2010), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa dari total 200

kasus anak, 27 anak (13,5%) memiliki riwayat penggunaan kortikosteroid jangka

panjang dan 86 anak (43,0%) memiliki riwayat menderita penyakit campak.

Campak dapat melemahkan sistem imun dalam tubuh dan menyebabkan

kambuhnya penyakit TB. Selain itu, campak juga menyebabkan kejadian

malnutrisi pada anak-anak yang mengakibatkan anak rentan terhadap infeksi TB.

Page 52: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

38

8. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

33 Tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama

enam bulan lamanya, tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan lain

(kecuali obat, vitamin dan mineral) (Kemenkes RI, 2015). ASI mengandung

kolostrum yang kaya akan zat antibodi karena mengandung protein yang dapat

membentuk daya tahan tubuh dan sebagai pembunuh kuman dalam jumlah tinggi

sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi.

ASI mengandung zat-zat makanan dan zat penyerap berupa enzim tersendiri yang

tidak akan mengganggu enzim di usus. Kelebihan ASI dibandingkan susu formula

yaitu dalam susu formula tidak terkandung enzim sehingga mengganggu

penyerapan makanan pada enzim yang terdapat di usus bayi (Kemenkes RI, 2015;

Arisman, 2009: 50).

Efektivitas ASI dalam mengendalikan penyakit infeksi dapat dibuktikan

dengan berkurangnya beberapa penyakit spesifik pada bayi yang mendapat ASI

dibanding bayi yang mendapat susu formula (Masela dkk, 2015). Berdasarkan

hasil penelitian Wiharsini (2013), menunjukkan bahwa balita yang tidak diberikan

ASI eksklusif berisiko 1,42 kali lebih besar menderita TB Paru dibandingkan

balita yang diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan, dengan p value = 0,54 yang

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara ASI eksklusif dengan

kejadian TB Paru pada balita.

Page 53: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

39

2.1.2.2.2 Karakteristik Orangtua

1. Pendidikan Ibu

Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang dalam bidang

kesehatan. Selain itu juga, pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan.

Semakin rendah pendidikan maka pengetahuan dibidang kesehatan semakin

berkurang yang secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan

kesehatan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terjadinya penyakit TB

(Muaz, 2014).

Menurut Soetjiningsih (1995), pendidikan ibu merupakan salah satu

faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak karena dengan pendidikan yang

baik, maka mudah bagi ibu untuk menerima segala informasi dari luar terutama

tentang cara pengasuhan anak yang baik dan benar, bagaimana menjaga kesehatan

anak, menentukan pendidikan anak, dan sebagainya (Hamidi, 2011). Di negara

berkembang hampir 50% penderita TB adalah masyarakat yang berpendidikan

rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi (Crofton dalam Efendi 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Herawati dkk (2005), menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian TB Paru

anak, hal ini dikarenakan orangtua dalam kelompok anak yang tidak diimunisasi

BCG mempunyai tingkat pendidikan tinggi (58%) lebih banyak daripada orangtua

dalam kelompok anak yang diimunisasi BCG sehingga akan berpengaruh kepada

perilaku orangtua dalam mencegah sang anak terkena penyakit TB Paru.

Sementara itu hasil penelitian Wiharsini (2013), menunjukkan bahwa ibu dengan

pendidikan rendah berisiko 1,33 kali lebih besar menyebabkan balita menderita

Page 54: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

40

TB Paru daripada ibu dengan pendidikan yang tinggi. Berbeda dengan penelitian

Karim et al (2012), yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara

pendidikan ibu dengan kejadian TB Paru anak dengan p value = 0,001.

2. Pekerjaan Ibu

Status pekerjaan merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian

TB Paru anak. Hal ini dikarenakan pada umumnya ibu yang bekerja memiliki

waktu yang lebih sedikit untuk bersama dengan anak-anaknya sehingga kurang

memperhatikan kesehatan anaknya (Nugroho, 2012)

Berdasarkan hasil penelitian Wiharsini (2013), menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan kejadian TB Paru

balita (p value = 0,020) dengan nilai OR = 0,28 yang berarti balita dengan ibu

yang bekerja memiliki risiko 0,28 kali lebih besar menderita TB Paru

dibandingkan balita dengan ibu yang tidak bekerja. Pada penelitian ini, ibu yang

bekerja dihubungkan dengan adanya riwayat kontak dalam mempengaruhi

kejadian TB Paru balita. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang

bekerja tidak menyadari bahwa keluarga yang membantu mengasuh balita mereka

menderita TB Paru. Sedangkan pada ibu yang tidak bekerja, balita tertular TB dari

interaksi dengan kakek/nenek dan orangtua baik ibu maupun ayah.

3. Status Ekonomi

Status ekonomi erat kaitannya dengan pendapatan keluarga yang secara

tidak langsung dapat mengakibatkan mudahnya penularan TB Paru anak. Hal ini

dikarenakan pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak yang

memenuhi syarat-syarat kesehatan (Naga, 2012). Selain itu keadaan ekonomi juga

Page 55: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

41

dapat mempengaruhi kemampuan orangtua dalam mencukupi kebutuhan gizi sang

anak serta upaya untuk memberikan imunisasi BCG guna mencegah terjadinya

penyakit TB Paru (Pernanda, 2013).

Masyarakat dengan status ekonomi yang rendah cenderung kurang

memperhatikan kualitas hidup mereka, dan lebih sering mengalami kesulitan

dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Hal ini disebabkan karena

kesibukan mereka yang lebih fokus untuk mencari nafkah untuk menghidupi

keluarganya (Priyadi, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Rakhmawati dkk (2009)

menunjukkan bahwa anak dengan latar belakang status ekonomi keluarga yang

rendah berisiko 7,65 kali lebih besar terkena TB Paru dibandingkan anak dengan

latar belakang status ekonomi keluarga yang tinggi, dengan nilai p = 0,001 yang

berarti terdapat hubungan yang bermakna antara status ekonomi keluarga dengan

kejadian TB Paru anak. Hal ini dikarenakan status ekonomi yang rendah dapat

mempengaruhi kemampuan orangtua untuk memenuhi kebutuhan gizi sang anak

yang berisiko mempengaruhi terjadinya TB Paru.

4. Perilaku

Menurut Skiner, perilaku kesehatan merupakan suatu respons seseorang

terhadap rangsangan dari luar yang berkaitan dengan kesehatan (Notoadmojo

dalam Putra, 2011). Teori Blum menyatakan bahwa faktor perilaku merupakan

komponen kedua terbesar yang mempengaruhi derajat kesehatan. Penularan

penyakit TB Paru dapat disebabkan karena perilaku yang kurang memenuhi

kesehatan, seperti: kebiasaan membuka jendela dan kebiasaan membuang dahak

Page 56: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

42

penderita yang tidak benar. Alasan inilah yang menyebabkan penularan penyakit

TB Paru dalam keluarga (Agus S. dan Arum P. dalam Hamidi, 2011).

Seseorang dapat menerima perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3

tahap yang terdiri atas: pengetahuan, sikap, dan tindakan.

1) Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan proses awal mula terbentuknya

perilaku. Pengetahuan ibu dari penderita TB yang kurang tentang cara penularan,

bahaya, dan cara pencegahan akan mempengaruhi sang anak untuk tertular TB

Paru dari orang disekelilingnya (Astuti, 2013). Berdasarkan hasil penelitian

Kuswantoro (2002), menyatakan bahwa anak balita yang memiliki ibu dengan

tingkat pengetahuan rendah berisiko 2,70 kali lebih besar terkena TB Paru primer

dibandingkan anak balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi.

2) Sikap

Menurut Notoadmojo (2002), sikap merupakan respon seseorang yang

dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu pengalaman, sosial budaya, agama dan

emosi dalam diri seorang individu dalam membentuk sikap (Putra, 2011). Hasil

penelitain Hamidi (2011) dalam skripsinya menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara sikap mengenai pencegahan TB Paru dengan

kejadina TB Paru anak usia 0 – 14 tahun.

3) Tindakan

Tindakan merupakan tahap akhir dalam pembentukan perilaku seseorang,

sehingga hasil dari tindakan adalah pengaruh dari pengetahuan dan sikap

responden. Berdasarkan hasil penelitai Putra (2011) dalam skripsinya

Page 57: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

43

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tindakan

pencegahan dengan kejadian TB Paru di Kota Solok.

Perilaku buruk dari penderita TB dewasa dengan BTA (+) sangat

mempengaruhi terjadinya penularan kuman TB kepada balita. Kebiasaan batuk

tanpa menutup mulut dan meludah sembarangan akan menyebabkan kuman TB

mudah menyebar, sehingga kontak fisik harus dihindarkan dari balita.

Berdasarkan penelitian Madanijah dan Triana (2007), menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara perilaku sumber penularan dengan kejadian TB

Paru anak.

Salah satu perilaku yang berperan penting dalam menyumbangkan

penyakit TB Paru balita adalah kebiasaan merokok orangtua. Prevalensi merokok

di semua negara berkembang mencapai lebih dari 50% yang terjadi pada laki-laki

dewasa, sedangkan pada wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya

kebiasaan merokok pada orangtua, maka semakin mempermudah terjadinya

infeksi penyakit pada balita yang memiliki sistem imun lemah (Astuti, 2013).

Sebuah data di Amerika menunjukkan bahwa terdapat 34,4% anak tinggal

serumah bersama dengan minimal satu perokok, sehingga paparan asap rokok

yang ditimbulkan menyebabkan tingginya prevalensi TB Paru anak (Halim dkk,

2015).

Paparan asap rokok dalam ruangan dapat menyebabkan udara

mengandung nitrogen oksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Nitrogen

oksida yang masuk ke saluran nafas akan berkembang menjadi makrofag dan

menimbulkan infeksi, sehingga dapat menurunkan sistem imun dalam tubuh

Page 58: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

44

(Sidhi, 2010). Sementara itu menurut Suradi (1996), partikulat yang terdapat

dalam asap rokok akan menimbulkan dampak yang besar terhadap pembersihan

oleh sistem mukosilier, dimana sebagian partikulat tersebut mengendap pada

lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga menghambat aktivitas

silia. Selain itu juga, berkurangnya pergerakan cairan yang melapisi mukosa

bronkus mengakibatkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa bronkus.

Dengan adanya gangguan refleks pada saluran napas, fungsi silier dan produksi

mukus tersebut akan mengakibatkan penurunan sistem imun dalam tubuh,

sehingga tubuh rentan terkena suatu penyakit (Purnamasari, 2010).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunani dan Ratifah (2014),

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok

orangtua dengan kejadian TB Paru pada balita (p = 0,001). Balita yang tinggal

serumah dengan anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok berisiko

5,09 kali lebih besar terkena TB Paru dibandingkan balita yang tinggal serumah

dengan anggota keluarga tanpa kebiasaan merokok.

2.1.2.3 Environment

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar manusia

baik fisik yang bersifat tidak bernyawa, biologis yang bersifat hidup, dan sosial

serta pengaruh-pengaruh luar yang dapat mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan manusia (Fatimah, 2008; Muaz, 2014). Beberapa faktor

lingkungan yang berhubungan dengan kejadian TB Paru pada balita terdiri dari:

Page 59: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

45

1. Lingkungan Fisik Rumah

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang berfungsi

sebagai tempat tinggal untuk melindungi diri dari gangguan iklim dan makhluk

hidup lainnya. Sementara itu rumah sehat adalah rumah yang dapat menjadi

tempat yang baik untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani dan

sosial. Kondisi rumah sehat sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat. Rumah dikatakan sehat apabila telah memenuhi empat syarat pokok

berikut ini:

1) Memenuhi kebutuhan fisiologis, seperti: suhu, cahaya, udara, kebisingan,

dan kepadatan.

2) Memenuhi kebutuhan psikologis, seperti: terdapat pembagian ruang yang

baik serta aman untuk ditempati.

3) Terhindar dari penularan atau terjadinya penyakit, seperti: terdapat sarana

air bersih, tempat pembuangan tinja dan air limbah, bebas dari vektor

penyakit, dll.

4) Melindungi/mencegah terjadinya bahaya kecelakaan baik dari dalam

maupun luar rumah, seperti: kuat, tidak mudah terbakar, safety

(Kepmenkes RI, 1999).

Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

merupakan faktor risiko sumber penularan penyakit TB. Sumber penularan

penyakit TB erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang meliputi

penyediaan air bersih dan pengolahan limbah. Faktor risiko dan lingkungan pada

bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan

Page 60: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

46

antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian, kelembaban ruangan,

binatang penular penyakit, penyediaan air bersih, limbah rumah tangga, hingga

penghuni dalam rumah (Fahreza dkk, 2012).

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa parameter

fisik rumah yang mengakibatkan terjadinya penularan penyakit TB Paru, yaitu:

1) Kepadatan Hunian

Semakin padat suatu hunian, maka penularan penyakit melalui udara

akan semakin cepat dan mudah. Keadaan ini semakin diperparah apabila terdapat

anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA (+). Kepadatan hunian tempat

tinggal pada penderita TB Paru anak biasanya berada pada tingkat yang rendah

(Halim dkk, 2015; Sidhi, 2010). Kepadatan penghuni akan berpengaruh terhadap

kadar oksigen, kadar uap air, dan suhu udara dalam ruang tersebut (Kuswantoro,

2002).

Persyaratan kepadatan hunian dapat dinyatakan dengan satuan m2/orang

dengan luas minimum per orang tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas

yang tersedia (Putra, 2011). Berdasarkan pada Kepmenkes RI (1999), kepadatan

hunian rumah dapat diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan

jumlah penghuni rumah yaitu minimal 10 m2/orang. Sementara untuk luas kamar

tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur

dalam satu kamar tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Berdasarkan penelitian Kuswantoro (2002), menunjukkan bahwa anak

balita yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan yang tidak memenuhi

syarat berisiko 4,4 kali lebih besar terkena TB Paru primer dibandingkan dengan

Page 61: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

47

anak balita yang tinggal di rumah dengan tingkat kepadatan yang memenuhi

syarat. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ajis dkk

(2009) dan Halim dkk (2015), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru pada balita.

2) Ventilasi

Ventilasi bermanfaat sebagai tempat pergantian udara, mengurangi

kelembaban, dan masuknya sinar matahari dalam ruangan (Adnani dan Mahastuti,

2006; Fatimah, 2008). Ventilasi dapat mengurangi jumlah kuman TB dalam

ruangan yang terbawa oleh aliran udara, sehingga dapat memperkecil

kemungkinan penularan TB Paru pada penghuni rumah tersebut (Heriyani, 2012).

Dalam penilaian rumah sehat, luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah ≥ 10% dari luas lantai dan luas ventilasi yang tidak memenuhi

syarat kesehatan adalah < 10% dari luas lantai (Depkes RI, 2007; Kepmenkes RI,

1999). Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan

timbulnya bau pengap, suhu udara dalam ruangan naik, kelembaban ruangan

bertambah, berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi

karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya (Fatimah, 2008; Halim dkk,

2015).

Berdasarkan penelitian Heriyani (2012), menunjukkan bahwa anak yang

tinggal di rumah dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat berisiko 35,44 kali

lebih besar menderita TB Paru dibandingkan anak yang tinggal di rumah dengan

ventilasi yang memenuhi syarat. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kuswantoro

Page 62: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

48

(2002) dalam analisis bivariat, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara

ventilasi dengan kejadian TB primer pada anak balita (p = 0,004).

3) Pencahayaan

Pencahayaan secara alami di dalam rumah dapat mempengaruhi

keberadaan kuman penyebab TB. Hal ini dikarenakan kuman penyebab TB tidak

tahan terhadap panas dan dapat mati oleh sinar matahari langsung (Halim dkk,

2015; Heriyani, 2012). Selain itu, pencahayaan erat kaitannya dengan tingkat

kelembaban. Pencahyaan yang kurang akan menyebaban kelembaban yang tinggi

di dalam rumah dan berpotensi sebagai tempat berkembang biaknya kuman TB

(Putra, 2011).

Pencahayaan harus menerangi seluruh ruangan dan mempunyai intensitas

minimal 60 lux dan tidak menyilaukan, baik alami maupun buatan (Kepmenkes

RI, 1999; Keman, 2005). Sementara itu menurut Depkes RI (2007), dalam

pedoman teknis penilaian rumah sehat yang dilakukan terhadap kelompok

komponen rumah mengkategorikan pencahayaan menjadi 3 kategori, yaitu tidak

terang, kurang terang dan terang dengan mangacu kepada mudah tidaknya

membaca tulisan dalam ruangan tersebut (Depkes RI, 2007).

Pencahayaan yang kurang terang dapat meningkatkan perkembangan

kuman TB Paru dikarenakan cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang

dapat membunuh kuman TB Paru, sehingga jika pencahayaan bagus maka

penularan dan perkembangbiakan kuman bisa dicegah. Oleh karena itu rumah

yang sehat sebaiknya memiliki pencahayaan alami sinar matahari yang

mengandung sinar ultraviolet dan dapat menurunkan kadar jasad renik (Halim

Page 63: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

49

dkk, 2015; Putra, 2011). Agar diperoleh intensitas cahaya yang cukup, maka

pencahayaan diutamakan dapat menerangi ruang keluarga dan kamar tidur,

mengingat pada tempat tersebut merupakan tempat yang sering digunakan

anggota keluarga dalam menjalin aktifitasnya di dalam rumah (Ayunah, 2008).

Hasil penelitian Putra (2011), menunjukkan bahwa responden yang

memiliki kondisi pencahayaan yang kurang berisiko 5,95 kali lebih besar tertular

TB Paru dibandingkan responden yang mempuyai pencahayaan baik. Hasil ini

sejalan dengan penelitian Heriyani (2012), menunjukkan bahwa anak yang tinggal

di rumah dengan pencahayaan alami yang tidak memenuhi syarat mempunyai

risiko 11,98 kali untuk terinfeksi TB dibandingkan dengan anak yang tinggal di

rumah dengan pencahayaan alami yang memenuhi syarat.

4) Suhu dan Kelembaban Udara

Menurut Kepmenkes (1999), kelembaban udara dalam rumah minimal

40% – 70% dan suhu ruangan yang ideal antara 22°C – 30°C. Hal ini perlu

menjadi perhatian karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah

berkembangnya mikroorganisme seperti: bakteri, ricketsia dan virus. Kuman TB

Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, namun dapat bertahan

hidup selama beberapa jam di tempat gelap dan lembab (Fatimah, 2008; Putra,

2011). Hasil penelitian Putra (2011), yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kelembaban terhadap kejadian TB Paru.

2. Kontak dengan Penderita TB Dewasa

Pasien TB menular adalah pasien TB dengan hasil pemeriksaan sputum

BTA (+) dan umumnya terjadi pada pasien TB dewasa (Kemenkes RI, 2013).

Page 64: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

50

Kemenkes RI (2014), menyebutkan bahwa sumber penularan TB berasal dari

droplet atau percikan dahak dari penderita TB dengan BTA (+) yang

menyebarkan kuman ke udara sewaktu bersin atau batuk. Peluang peningkatan

terjadinya penularan kuman TB ditentukan dengan adanya kedekatan kontak

dengan sumber penularan. Riwayat kontak erat dengan pasien TB menular

merupakan salah satu informasi penting untuk mengetahui adanya sumber

penularan pada TB Paru anak.

Anak-anak sering kali terinfeksi melalui orang-orang disekitarnya baik

orang dewasa, remaja, orangtua, kakek, nenek, saudara, maupun pembantu rumah

tangga. Hampir semua bayi dan balita tertular penyakit TB karena kontak serumah

dengan orang yang telah terinfeksi. Orang dewasa dengan penyakit aktif

kemoterapi jarang menginfeksi anak-anak, namun yang lebih berbahaya adalah

orang-orang dengan penyakit TB penyerta yang tidak dapat dikenali karena

pengobatan yang kurang atau kambuh akibat daya tahan tubuh menurun (Efendi,

2012). Menurut Kemenkes RI (2013), balita dikatakan memiliki kontak serumah

dengan penderita TB Paru dewasa apabila telah tinggal bersama-sama selama 3

bulan sebelum diagnosis atau mulai terapi TB.

Dalam penelitian Karim et al (2012), riwayat kontak dibagi menjadi dua

kategori, yaitu kontak dengan anggota keluarga dan kontak dengan

kerabat/tetangga yang menderita TB. Menurut Nguyen et al (2009), riwayat

kontak dengan penderita TB didefinisikan memiliki hubungan erat jika pasien TB

dan anak-anak memiliki kebiasaan berbagi makanan yang sama, tidur secara

bersama-sama dengan penderita TB, dan tinggal serumah dengan penderita.

Page 65: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

51

Hasil penelitian Sidhi (2010), menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara riwayat kontak dengan kejadian TB Paru pada anak yang

ditandai dengan hasil tes tuberkulin positif pada anak di Kota Semarang. Anak

yang pernah kontak dengan penderita TB BTA (+) memiliki peluang 3,90 kali

lebih besar untuk terkena TB dibandingkan anak yang tidak pernah kontak dengan

penderita TB BTA (+). Sementara itu, menutut penelitian Kuswantoro (2002)

dalam tesisnya menyebutkan bahwa balita yang memiliki riwayat kontak dengan

tetangga penderita TB berisiko 7,30 kali lebih besar terkena TB Paru

dibandingkan anak balita yang tidak memili riwayat kontak dengan tetangga

penderita TB Paru.

Page 66: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

52

2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan

Kejadian TB Paru Balita

(Sumber: Modifikasi Haq et al (2010); Heriyani (2012); Karim et al

(2012); Kuswantoro (2002); Nguyen et al (2009); Rakhmawati dkk

(2009); Soborg et al (2011); Wiharsini (2013))

Kejadian TB

Paru balita

Agent

Paparan Mycobacterium tuberculosis

Host

Karakteristik balita

- Umur

- Jenis kelamin

- Status gizi

- Keberadaan scar BCG

- Usia pemberian imunisasi BCG

- Penyakit penyerta

- Riwayat pemberian ASI eksklusif

- Riwayat BBLR

Karakteristik orangtua

- Pendidikan

- Pekerjaaan

- Status ekonomi

- Perilaku:

a. Pengetahuan

b. Sikap

c. Tindakan

- Riwayat merokok orangtua

Environment

- Lingkungan fisik rumah:

a. kepadatan hunian

b. ventilasi

c. pencahayaan

d. suhu dan kelembaaban

- Kontak dengan penderita TB

dewasa

Page 67: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

121

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor risiko yang berhubugan

dengan kejadian TB Paru balita di BKPM Wilayah Semarang, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian

TB Paru balita.

2. Tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat Bayi Berat Lahir

Rendah (BBLR) dengan kejadian TB Paru balita.

3. Tidak ada hubungan yang bermakana anatara status gizi dengan kejadian

TB Paru balita.

4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara keberadaan scar BCG dengan

kejadian TB Paru balita.

5. Ada hubungan yang bermakna antara usia pemberian imunisasi BCG

dengan kejadian TB Paru balita.

6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian TB Paru balita.

7. Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian TB

Paru balita.

8. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan kejadian

TB Paru balita.

Page 68: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

122

9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan

kejadian TB Paru balita.

10. Ada hubungan yang bermakna antara riwayat merokok orangtua dengan

kejadian TB Paru balita.

11. Ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian dengan kejadian

TB Paru balita.

12. Tidak ada hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian TB

Paru balita.

13. Ada hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian TB

Paru balita.

14. Ada hubungan yang bermakna antara riwayat kontak dengan keluarga

penderita TB dengan kejadian TB Paru balita.

15. Tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat kontak dengan

tetangga penderita TB dengan kejadian TB Paru balita.

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Masyarakat

1. Diharapkan agar masyarakat khususnya ibu yang memiliki anak balita,

hendaknya melakukan upaya pencegahan terhadap kejadian TB Paru pada

balita, seperti memberikan imunisasi BCG tepat waktu, memberikan

asupan makanan yang bergizi, menciptakan lingkungan rumah yang sehat,

menjauhkan sang anak dari paparan asap rokok, dan menghindari kontak

dengan penderita TB dewasa, sehingga dapat memperkecil kemungkinan

terjadinya TB Paru pada balita.

Page 69: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

123

2. Perlu mengenali gejala-gejala awal terjadinya TB Paru pada balita,

sehingga apabila balita ibu mengalami gejala TB Paru dapat segera

memeriksakan anaknya ke pelayanan kesehatan.

6.2.2 Bagi Instansi Kesehatan Terkait

1. Perlu dilakukan upaya penyuluhan secara intensif kepada pengunjung

BKPM Wilayah Semarang khususnya di ruang tunggu maupun saat

melakukan pemeriksaan tentang penyakit TB Paru balita, mengenai:

gejala, cara penularan, faktor-faktor risiko penyebab TB Paru balita, upaya

pencegahan dan pengobatannya.

2. Meningkatkan peran aktif petugas dalam penemuan pasien TB Paru

dewasa dengan BTA (+) sebagai penularan kejadian TB Paru pada balita

dengan melakukan screening baik secara aktif dilapangan maupun secara

pasif saat melakukan pemeriksaan dan segera ditindaklanjuti dengan

pengobatan yang adekuat.

3. Memberikan informasi tentang TB Paru balita melalui beberapa media

cetak seperti pamflet, poster, dan lain-lain.

6.2.3 Bagi Peneliti Lain

1. Melakukan penelitian dengan desain studi yang lebih baik misalnya

dengan studi case control yang dilengkapi dengan studi kualitatif dengan

metode wawancara mendalam untuk mengetahui adanya riwayat kontak

dengan tetangga penderita TB Paru baik pada responden maupun tetangga

yang menderita TB Paru.

Page 70: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

124

2. Melakukan penelitian dengan menggunakan alat yang memadai seperti

luxmeter untuk mengukur cahaya dan metlin untuk mengukur bekas/scar

imunisasi BCG, sehingga didapatkan data yang valid.

3. Perlu kajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

efektivitas imunisasi BCG untuk mengetahui tingkat protektifitasnya

terhadap penyakit TB Paru.

Page 71: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

125

DAFTAR PUSTAKA

Adnani H dan Mahastuti A, 2006, Hubungan Kondisi Rumah dengan Penyakit

TBC Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmojo II Kabupaten

Gunung Kidul Tahun 2003-2006, Jurnal Kesehatan Surya Medika

Yogyakarta.

Ajis E, Nenny SM, Pramono D, 2009, Hubungan Antara Faktor-Faktor Eksternal

dengan Kejadian Penyakit Tuberkulosis pada Balita, Berita Kedokteran

Masyarakat, Vol. 25, No. 3, Hal. 109-116.

Almatsier S, 2009, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Arisman, MB, 2009, Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi Ed. 2,

EGC, Jakarta.

Astuti S, 2013, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa

Jakarta Utara, Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Jakarta.

Asuke S, Ibrahim J, Ibrahim, Asuke UA, 2015, Survey on Coverage and Factors

Influencing Delays in BCG Immunization in Hayin Mallam Zango, Zaria,

North Western Nigeria, Tropical Medicine & Surgery, Vol. 3, No. 3, hal.

1-4.

Ayunah Y, 2008, Hubungan Antara Faktor-Faktor Kualitas Lingkungan Fisik

Rumah dengan Kejadian TB Paru BTA Positif di Kecamatan Cilandak

Kotamadya Jakarta Selatan Tahun 2008, Skripsi, Universitas Indonesia

Depok.

Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan, 2010, Laporan Nasional Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010, Departemen Kesehatan RI.

Budiarto E, 2001, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,

EGC, Jakarta.

Budioro, 2001, Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,

Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.

Page 72: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

126

Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2015, Laporan Penemuan Kasus TB Kota

Semarang, Semarang.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014, Buku Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2013, Semarang.

_____________, 2015, Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun

2014, Semarang.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2002,

Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

_____________, 2011, Stop TB, Terobosan Menuju Akses Universal, Strategi

Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014, Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

_____________, 2013, Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak, Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

_____________, 2014, Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis: Indonesia

Bebas Tuberkulosis, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Domili MFH, Nontji W, Kasim VNA, 2014, Faktor-Faktor yang Berhubungan

dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Global Mongolato.

Efendi M, 2012, Hubungan Kontak dengan Penderita Dewasa dan Imunisasi

BCG dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Poli Anak RSUD Dr.

M. Yunus Bengkulu Tahun 2012, Skripsi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Dehasen, Bengkulu.

Fahreza EU, Waluyo H, Novitasari A, 2012, Hubungan Antara Kualitas Fisik

Rumah dan Kejadian Tuberkulosis Paru dengan Basil Tahan Asam

Positif di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang, Jurnal

Kedokteran Muhammadiyah, Vol. 1, No. 1, hal. 9-13.

Fatimah, S, 2008, Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan

dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan: Sidareja,

Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun

2008, Tesis, Universitas Diponegoro Semarang.

Halim, Naning R, Satrio DB, 2015, Faktor Risiko Kejadian TB Paru pada Anak

Usia 1-5 Tahun di Kabupaten Kebumen, Jurnal Penelitian Universitas

Jambi Seri Sains, Vol. 17, No. 2, hal. 26-39.

Page 73: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

127

Hamidi, H, 2011, Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu

Tentang Pencegahan Penyakit TB Paru dengan Kejadian TB Paru Anak

Usia 0-14 Tahun di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru Kota Salatiga

Tahun 2010, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Haq, S, Hussain M, Krishin J, Abbasi S, 2010, Risk Factors of Tuberculosis in

Children, Ann. Pak. Inst. Med. Sci, Vol. 6, No. 1, hal. 50-54.

Herawati MH, Rohayoe NN, Tarigan LH, Adisasmita AC, 2005, Kejadian

Tuberkulosis Pada Anak Setelah Imunisasi Bacillus Calmette Et Guerrin

di 5 Wilayah Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur Tahun

2000 – 2002, Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 3, No. 1, hal. 32-40.

Heriyani, F, 2012, Faktor Risiko Kejadian TB Anak di Wilayah Kerja Puskesmas

Cempaka Banjarbaru, Universitas Lambung Mangkurat.

IDAI, 2008, Pedoman Imunisasi di Indonesia, Satgas Imunisasi IDAI, Jakarta.

Karim MR, Rahman MA, Mamun S, Alam MA, Akhter S, 2012, Risk Factors of

Childhood Tuberculosis: A Case Control Study From Rural Bangladesh.

WHO South-East Asia Journal of Public Health, Vol. 1 No. 1, hal. 76-84.

Kartasasmita, CB, 2009, Epidemiologi Tuberkulosis, Vol. 11 No. 2, hal. 124-129.

Keman, S, 2005, Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman, Jurnal

Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1, 29 -42.

Kemenkes RI, 2015, Profil Kesehatan Indonesia 2014, Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia.

_____________, 2016, Profil Kesehatan Indonesia 2015, Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia.

Kepmenkes RI, 1999, Persyaratan Kesehatan Perumahan, Jakarta.

Kepmenkes RI, 2002, Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita),

Jakarta.

Keputusan Gubernur Jawa Tengah, 2015, Upah Minimun Pada 35 (Tiga Puluh

Lima) Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016, Gubernur

Jawa Tengah.

Ketut, Ni LS, 2013, Faktor Risiko Kejadian Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Karang Taliwang Kota Mataram Provinsi NTB Tahun 2013, Tesis,

Universitas Udayana.

Kuswantoro, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru

Primer pada Anak Balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru

(BP4) Purwokerto, Tesis, Universitas Diponegoro Semarang.

Page 74: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

128

Lisnawati, L, 2011, Generasi Sehat Melalui Imunisasi, Trans Info Media, Jakarta

Madanijah S dan Triana N, 2007, Hubungan Antara Status Gizi Masa Lalu Anak

dan Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Kejadian Tuberkulosis pada

Murid Taman Kanak-Kanak, Jurnal Gizi Dan Pangan, Vol. 2, No.1, hal.

29-41.

Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT, 2008, Lecture Note:

Penyakit Infeksi, Erlangga, Jakarta.

Masela HR, Kawengian S, Mayulu N, 2015, Hubungan Antara Pemberian ASI

Eksklusif dengan Riwayat Penyakit Infeksi pada Anak Umur 1-3 Tahun

di Desa Mopusi Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang, Mongondow

Induk, Jurnal E-Biomedik (Ebm), Vol. 3, No. 3, hal. 757-762.

Muaz, F, 2014, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru

Basil Tahan Asam Positif di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang

Kota Serang Tahun 2014, Laporan Penelitian, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Murniasih dan Livana, 2007, Hubungan Pemberian Imunisasi BCG dengan

Kejadian Tuberkulosis Paru pada Anak Balita di Balai Pengobatan

Penyakit Paru-Paru Ambarawa Tahun 2007, Jurnal Kesehatan Surya

Medika, Yogyakarta.

Murti, B, 1997, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Gadjah Mada University

Press, Yogjakarta.

Naga SS, 2012, Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam, Diva Press,

Yogjakarta.

Nguyen TH, Odermatt P, Slesak G, Barennes H, 2009, Risk of Latent

Tuberculosis Infection in Children Living in Households with

Tuberculosis Patients: A Cross Sectional Survey in Remote Northern Lao

People's Democratic Republic, BMC Infectious Diseases.

Nugroho PJ, 2012, Hubungan Tingkat Pengetahuan, Usia dan Pekerjaan Ibu

dengan Status Imunisasi Dasar Bayi di Desa Japanan Kecamatan Cawas

Kabupaten Klaten Tahun 2012, Naskah Publikasi, Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Pantiawati I, 2010, Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), Nuha

Medika, Yogyakarta.

Pernanda, S, 2013, Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian

Tuberkulosis Paru pada Anak Balita di RSUD Panembahan Senopati

Bantul.

Page 75: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

129

Priyadi, S, 2003, Analisis Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

TB Paru BTA (+) di Kabupaten Wonosono, Tesis, Universitas

Diponegoro Semarang.

Proverawati A dan Sulistyorini CI, 2010, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah),

Nuha Medika, Yogyakarta.

Purnamasari Y, 2010, Hubungan Merokok dengan Angka Kejadian Tuberkulosis

Paru di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Skripsi, Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Putra, NR, 2011, Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah dengan

Kejadian TB Paru di Kota Solok Tahun 2011, Skripsi, Universitas

Andalas.

Rahmawati RO, 2015, Perbedaan Kejadian Tuberkulosis pada Anak dengan

Pemberian ASI Eksklusif Dibandingkan Non Asi Eksklusif di Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta, Naskah Publikasi,

Universita Muhammadiyah Surakarta.

Rakhmawati W, Fatimah S, Nurhidayah I, 2008, Hubungan Status Gizi, Imunisasi

& Riwayat Kontak dengan Kejadian Tuberkulosis pada Anak di Wilayah

Kerja Puskesmas Ciawi Kabupaten Tasikmalaya, Laporan Akhir

Penelitian Peneliti Muda, Universitas Padjadjaran.

_____________, 2009, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

Tuberkulosis pada Anak di Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung

Barat, Laporan Akhir Penelitian Peneliti Muda, Universitas Padjadjaran.

Ramachandran R, Indu PS, Anish TS, Nair S, Laurence T, Rajasi RS, 2011,

Determinants of Childhood Tuberculosis - A Case Control Study Among

Children Registered Under Revised National Tuberculosis Control

Programme in A District Of South India, Indian Journal of

TuberculosisI, 58: 204-207

Rammohan A dan Awofeso N, 2015, District-Level Variations in Childhood

Immunizations in India: The Role of Socio-Economic Factors and Health

Infrastructure, Social Science & Medicine, 145: 163-172.

Rie V, Beyers, Gie, Kunneke, Zietsman, Donald, 1999, Childhood Tuberculosis in

An Urban Population in South Africa: Burden and Risk Factor, Arch Dis

Child, 80: 433–437.

Sabawoon W dan Sato H, 2012, Sex Difference in Tuberculosis in Afghanistan: A

National Cohort Study, Mycobacterial Diseases, Vol. 2, No. 3.

Sastroasmoro S dan Ismael S, 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,

Binarupa Aksara, Jakarta.

Page 76: FAKTOR FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN …lib.unnes.ac.id/28316/1/6411412045.pdf · namun kejadian TB Paru pada anak kurang mendapat perhatian dalam epidemiologi TB. Tujuan

130

Seddon JA dan Shingadia, 2014, Epidemiology and Disease Burden of

Tuberculosis in Children: A Global Perspective, Infection and Drug

Resistance, 7: 153-165.

Setyowati, DL, 2007, Hubungan Antara Waktu dan Tempat Pemberian Imunisasi

BCG dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Anak di Puskesmas Cebongan

Salatiga, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang.

Sibuea WH, Panggabean MM, Gultom SP, 2009, Ilmu Penyakit Dalam, Rineka

Cipta, Jakarta.

Sidhi, DP, 2010, Riwayat Kontak Tuberkulosis sebagai Faktor Risiko Hasil Uji

Tuberkulin Positif (History of TB Contact a Risk factor of Positive

Tuberculin Test in Children, Case Study in Semarang Regency, Tesis,

Universitas Diponegoro Semarang.

Soborg B, Andersen AB, Melbye M, Wohlfahrt J, Andersson M, Biggar RJ,

Ladefoged K, Thomsen VO, Koch A, 2011, Risk Factors for

Mycobacterium Tuberculosis Infection Among Children in Greenland,

Bull World Health Organ, 89: 741–748E.

Stalker, P, 2008, Millennium Development Goals, Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Sunani A dan Ratifah, 2014, Analisa Determinan yang Berhubungan dengan

Penyakit Tuberkulosis (TBC) di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo,

Bidan Prada: Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 5 No. 1, hal. 103-110.

Wammanda RD, Gambo MJ, Abdulkadir I, 2004, Age at BCG Administration

During Routine Immunization, Journal of Community Medicine &

Primary Health Care, Vol. 16, No. 1, hal. 33-35.

Widagdo, 2011, Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak, Agung

Seto, Jakata.

Widoyono, 2008, Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya, Erlangga, Jakarta.

Wiharsini, W, 2013, Hubungan Faktor Kontak, Karakteristik Balita dan

Orangtua dengan Kejadian TB Paru pada Balita di RSPI. Prof. Dr.

Sulianti Saroso Tahun 2012, FKM UI, (Online), Diakses 9 Februari 2016

(http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S45646-Wenny_Wiharsini).