FAKTOR -...
Transcript of FAKTOR -...
FAKTOR - FAKTOR DI BALIK KEKALAHAN CAGUB/CAWAGUB
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
PADA PILGUB DKI JAKARTA TAHUN 2012
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
FARHAN SALIMAN
NIM : 108045200002
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/1436 H
iv
ABSTRAK
FARHAN SALIMAN. NIM: 10804520002. Faktor-faktor di Balik
Kekalahan Cagub/Cawagub Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pada Pilgub DKI
Jakarta Tahun 2012. Strata Satu (S1) Prodi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah
Syar’iyyah ( Ketatanegaraan Islam ) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2015
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor di balik
kekalahan Cagub/Cawagub Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pilgub DKI
Jakarta 2012 dengan waktu penelitian Mei s/d Juli 2015. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik penelitian deskriptif dengan
data kualitatif yaitu hasil dari wawancara dan observasi juga dengan literatur yang
ada.
Penelitian dilakukan di Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan
Sejahtera ( DPW PKS ) DKI Jakarta dan telah melakukan wawancara dengan
Bapak Arif Priambodo, S.Psi. MM. ( Sekretaris Biro Perencanaan DPW PKS ).
Selain itu untuk melengkapi data hasil wawancara data diperoleh dari literatur
yang berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kekalahan PKS dalam
pilgub DKI Jakarta seperti studi pustaka, jurnal-jurnal dari intenet dan lain-lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, strategi DPW PKS DKI untuk
memenangkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada 2012
adalah capacity building, institution building dan social building, kedua, gerakan
politik Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta yaitu
memadukan antara politik dan dakwah. Berdasarkan gerakan tersebut terjadi
hubungan politik dan dakwah yang kolaboratif dan menjadikan politik tidak saja
berdimensi kekuasaan dan ketiga faktor-faktor kekalahan Partai Keadilan
Sejahtera pada Pilgub DKI tahun 2012 yaitu diajukannya cagub/cawagub dari internal
PKS yang dianggap belum merepresentasikan semua kalangan.
Saran yang dapat diberikan adalah, dengan adanya sekularisasi politik yang
terlihat menguat dengan makin merosotnya dukungan pada partai Islam di DKI
hendaknya PKS dapat menata ulang strategi dakwah dan gerakan politiknya,
sehingga PKS menjadi partai yang terbuka dapat diterima oleh masyarakat luas.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas
segala rahmat, hidayah dan Inayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rosul yang
berjasa besar kepada kita semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan.
Skripsi yang berjudul “Faktor-faktor Di Balik Kekalahan
Cagub/Cawagub Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pada Pilgub DKI Tahun
2012” Penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan
mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Jinayah Siyasah
Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah (Ketatanegaraan Islam) Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setulus hati, penulis sadari bahwa tidak akan sanggup menghadapi dan
mengatasi berbagai macam hambatan dan rintangan yang mengganggu lancarnya
penulisan skripsi ini, tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan yang berharga ini perkenankan penulis untuk
menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan mendalam kepada yang
terhormat:
1. Bapak. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, MA Selaku Ketua Program Studi Jinayah Siyasah
dan Ibu. Sri Hidayati,M.Ag Selaku Sekretaris Program Studi Jinayah
Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas waktu, bimbingan dan solusinya
selama ini.
3. Bapak Dr. Iding Rosyidin, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I penulis
yang senantiasa membimbing dan meluangkan waktunya untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Atep Abdurrofiq, M.Si,. sebagai Dosen Pembimbing II yang
senantiasa membimbing dan memberikan motivasinya, waktunya untuk
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
5. Segenap Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang memberikan berbagai
macam disiplin ilmu pengetahuan selama proses studi yang sangat berarti
bagi perkembangan pemikiran dan wawasan yang luas bagi penulis.
6. Segenap Pengelola Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
atas pelayanan referensi buku-bukunya.
7. Orang tua penulis Ibunda Maemunah S.Pd.I, Alm. Kakak Tercintaku
Nanang Sufriyadi, Adikku Helmi Ma’arif dan segenap keluarga Besarku
H. Nisan Jafat (Kakek), Ustd. Drs. Muhammad Rifai’e, Munawaroh, Siti
Rohmah, S.Pd., Nunung Suhaya, S.Pd. yang telah merawat dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan dengan selalu memberikan motivasi, dukungan,
saran dan do’a kepada penulis
vii
8. Keluarga Besar Jinayah Siyasah, Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah Tahun
2008, Iham Marullah, S.Sy., Ahmad Mahfudin, S,Sy., Ahmad Syarif, SE..
Keluarga IKPA BBPP (Ikatan Peneriman dan Alumni Bantuan Biaya
Penunjang Pendidikan) Bazis Provinsi DKI Jakarta, Keluarga KKN Tahun
2011 Garut.
9. Serta seluruh pihak yang telah berjasa namun tidak penulis sebutkan satu
per satu.
Semoga Allah SWT dengan ridha-Nya membalas segala kebaikan
dengan pahala yang berlipat ganda. Dengan segala kekurangan, besar
harapan penulis agar skripsi ini mampu memberikan manfaat serta
pengetahuan bagi penulis pribadi dan para pembaca lainnya.
Jakarta, 08 Juli 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERESETUJUAN PEMBIMBING………………………… ... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ........................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 8
D. Kerangka Pemikiran ................................................................ 10
E. Kerangka Konseptual ............................................................... 11
F. Langkah-langkah Penelitian ..................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 16
BAB II : TINJAUAN TEORITIS TENTANG GERAKAN POLITIK DAN
SIYASAH DUSTURIYAH
A. Pengertian dan Model-model Gerakan Politik ........................ 17
1. Pengertian Gerakan Politik ................................................. 17
2. Model-model Gerakan Politik ............................................. 23
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah ............... 27
1. Pengertian Siyasah Dusturiyah .......................................... 27
ix
2. Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah................................... 32
BAB III : SEJARAH PARTAI KEADILAN SEJAKTERA (PKS)
A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ............... 42
1. Munculnya Fenomena Gerakan Dakwah ............................. 43
2. Tahapan Strategi Gerakan Dakwah ...................................... 45
3. Gerakan Dakwah dalam Pentas Seni ................................... 45
B. Karakteristik Gerakan Politik Partai Keadilan Sejahtera ........ 47
C. Prinsip-prinsip Kebijakan dalam Gerakan Politik
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ............................................. 78
D. Profil Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI Jakarta ................ 50
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Strategi Pemenangan PKS dalam Pemilihan Cagub
dan Cawagub DKI Jakarta Tahun 2012 ................................ 60
2. Gerakan Politik DPW PKS DKI Jakarta dalam
Pemenangan Pilgub ............................................................. 66
3. Faktor-faktor Kekalahan PKS dalam Pemilihan Cagub dan
Cawagub DKI Jakarta Tahun 2012 ..................................... 68
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 77
B. Saran ......................................................................................... 79
x
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan kelanjutan dari Partai
Keadilan (PK) yang didirikan di Jakarta 9 Jumadil Ula 1423 H yang
bertepatan pada tanggal 20 April 2002 lahir dari sekumpulan anak-anak muda
terdidik yang senantiasa melakukan aktivitas pengajian di kampus-kampus.
Aktivitas mengkaji itu kemudian diikuti dengan keinginan menerapkan atau
mengimplementasikan dalam realitas kehidupan. Dan tampil sebagai sebuah
kekuatan sosial politik di Indonesia adalah sebagai bukti nyata implementasi
gerakannya. Dengan kata lain, eksistensi gerakan sosial politik kelompok ini
merupakan konsekuensi logis dari sebuah eksistensi ideologis yang teruji
ketangguhannya dalam kurang lebih 20 tahun kehadirannya di Indonesia.
Sebelum mewujud ke dalam sebuah partai, orang-orang PKS adalah
orang-orang yang lebih bergelut di seputar kegiatan dakwah. Sesuai dengan
kondisi Orde Baru yang sangat represif dan "anti Islam", gerakan mereka
bersifat bawah tanah karena kegiatan mereka relatif tertutup dan terbentuk
dalam kelompok-kelompok kecil (gerakan usroh atau tarbiyyah). Mereka
relatif mengisolasi diri untuk bersentuhan dengan kegiatan politik karena jika
mereka tampil dalam wacana ini maka yang akan terjadi adalah kegagalan
dengan ditangkap, diintimidasi, dimatisosialkan, dan akhirnya lebur ke dalam
suasana mayoritas yang diam terhadap represi dan ketidakadilan Orde Baru.
Walau mengisolasi diri, bukan berarti mereka adalah sekumpulan orang-orang
yang asing dan berjarak dengan negara Indonesia. Mereka mengisolasi diri
untuk membentuk masyarakat yang solid untuk melawan kediktatoran.
Terbukti ketika Orde Baru mulai melemah, mereka segera ambil
posisi, meskipun pada awalnya aktivitas mereka hanra mengambil tema-tema
Dunia Islam Internasional seperti soal Palestina ataupun Bosnia. Walau demo-
demo yang mereka gelar diikuti massa yang sangat besar, namun mereka
2
aman dari represi pemerintah pada saat itu. Hal itu sebenarnya dijadikan ajang
pelatihan karena massa mereka merupakan yang paling efektif, berdisiplin,
dan damai. Saat gerakan reformasi Mei 1998, saat itulah mereka benar-benar
menghadapkan diri ke publik, sehingga publik pun menyadari ada kekuatan
yang besar yang terorganisasi dengan rapi yang sebelumnya berada di bawah
permukaan.1
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lahir sebagai gerakan sosial
keagamaan, karena dari awal pertumbuhan gerakan ini di kampus-kampus,
agama Islam lebih tepatnya esensi atau nilai dari lslam itu sendiri menjadi
nilai utama yang selalu dikedepankan, bukan hanya sekedar wacana belaka,
tetapi juga implementasi praksisnya. Islam adalah agama yang sempurna"
mencakup seluruh urusan kehidupan manusia yang terdiri dari kehidupan
individu, keluarga, masyarakat, dan negara" serta segala aktivitas yang
meliputinya, seperti ekonomi (al-Iqtishadiyah), politik (as-Siyasiyah),
pendidikan (at-Tarbawiyah), hukum (al-hukniah) dan sebagainya. Islam tidak
memilah antara kehidupan dunia dan akhirat, karenanya dalam setiap aktivitas
mengandung unsur dunia dan akhirat sekaligus.
Politik termasuk di dalamnya karena politik adalah bagian dari
keuniversalan Islam, maka setiap muslim harus meyakini bahwa Islam
memiliki sistem politik yang bersumber dari Allah, dicontohkan oleh
Rasulullah SAW, dan dikembangkan oleh para sahabat dan salafusshalih,
sesuai dengan dinamika perkembangan hidup manusia setiap masa.
Karenanya, merupakan sebuah kewajiban bagi setiap Muslim untuk siap
menjalankan sistem itu, dan tidak akan menjalankan sistem lain. 2
Hal serupa diungkapkan pula oleh Hasan Al-Banna bahwa Islam
adalah sistem yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah Negara dan
tanah air, pemerintah dan umat, akhlaq dan kekuatan, kasih sayang dan
keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan
1 Sekjen PKS Bid. Arsip dan Sejarah, Dari Kader untuk Bangsa, (Bandung: Fitrah
Rabbani, 2007), hlm. x 2 Nasir Fahmi, Menegakkan Syari‟at Islam Ala PKS, (Solo: Era Intermedia, 2008), hlm.
24
3
sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan
pemikiran, sebagaimana ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar,
tidak kurang dan tidak lebih. Karenanya, Dia mengkritik pemisahan antara
agama dan politik. Dia menjelaskan bahwa setiap gerakan Islam yang
menjauhkan politik tidak tepat untuk dikatakan sebagai gerakan lslam dengan
pemahaman yang universal terhadap ajaran agama ini.
Penyatuan agama dan politik untuk menghadirkan kesejatian ajaran
Islam bagi perbaikan kualitas kehidupan manusia selalu saja menarik untuk
diwacanakan, dikaji, diteliti, bahkan diwaspadai. Terlebih ketika hal ini
menyangkut wilayah publik dan kekuasaan. Bentuk perhatian orang
dikemukakan sesuai dengan posisi dan kepentingan masing-masing.
Karenanya, hubungan antara agama dengan politik sejak dahulu kala selalu
difahamkan sebagai dua karakter yang terpisah. Agama adalah sesuatu yang
diyakini suci, oleh karena itu harus dijauhkan dari aktivitas politik yang penuh
intrik licik dan kotor. Sehingga jelas, posisi pengdikotomian ini telah menjadi
mind set atau cara berfikir banyak kalangan.
Di Indonesia yang merupakan negara dunia ketiga sekaligus negeri
dengan penganut Islam terbesar, proses modernisasi dalam berbagai lapangan
kehidupan khususnya politik dilakukan dengan sangat efektif oleh kekuasaan
Orde Baru. Orientasi pembangunan politik Orde Baru menghendaki
terciptanya tatanan yang dapat mendukung terciptanya sistem yang kuat, stabil
dan demokratis pasca kegagalan Orde Lama. Dalam batasan tersebut,
modernisasi politik kemudian dilirik sebagai acuan untuk mewujudkan
suasana politik yang sehat dan berguna bagi proses demokratisasi.
Pendapat Hutington yang dikutip oleh Ali Said Damanik,3 berkenaan
dengan modernisasi politik yang dimaksud di atas memiliki tiga pengertian,
yaitu:
(l) Melibatkan Rasionalitas Otoritas. dengan mengganti sejumlah
sumber otoritas politik tradisional, keagamaan, kekeluargaan dan etnik
dengan otoritas politik yang benar-benar sekuler dengan bendera
kebangsaan. (2) Diferensiasi fungsi-fungsi politik baru dan
3 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan, (Jakarta: Teraju, 2002), hlm. 11
4
pembangunan struktur yang menekankan aspek-aspek pengkhususan
agar lebih berfungsi. (3) Peningkatan partisipasi politik bagi kelompok
sosial seluruh masyarakat.
Dalam kasus orde Baru ini, para pengamat umumnya sepakat bahwa
proses modernisasi yang berlangsung di bawah naungan politik Orde Baru
telah mendorong dilakukannya upaya-upaya penafsiran ulang dan
penyesuaian-penyesuaian diri dalam tubuh umat Islam, sehingga mereka
setidaknya tetap dapat eksis dalam gejolak perubahan yang berlangsung. Ini
terutama dirasakan dalam wacana dan kiprah politik yang sejak dini
mengagendakan dan melancarkan restrukturisasi mendasar yang kemudian
dipergunakan untuk menopang proses akselerasi modernisasi dan
pembangunan ekonomi.
Ada sebagian pengamat yang mencatat bahwa restrukturisasi politik
yang dilakukan oleh Orde Baru telah menghasilkan sebuah format politik baru
yang ciri-ciri umumnya adalah: 4
(l) Munculnya negara sebagai aktor atau agen otonom yang posisinya
"mengatasi" masyarakat yang sebetulnya merupakan asal-usul
eksistensinya. (2) Menonjolnya peran dan fungsi birokrasi serta
teknokrasi dalam proses rekayasa sosial, ekonomi dan politik. (3)
Semakin terpinggirkannya sektor-sektor popular dalam masyarakat
termasuk kaum inteleklual. (4) Diterapkannya model politik
eksklusioner melalui jaringan korporatis untuk menangani berbagai
kepentingan politik. (5) Penggunaan secara efektif hegemoni ideologi
untuk memperkokoh dan melestarikan legitimasi sistem politik yang
ada.
Dengan format politik seperti itu, pemerintah Orde Baru berhasil
melakukan konsolidasi ke dalam yang hasilnya adalah tersingkirkannya
kekuatan-kekuatan politik yang cenderung bersikap oposisi dalam ruang
politik resmi versi Orde Baru. Termasuk dalam hal ini adalah keberhasilan
Orde Baru dalam menjinakkan kiprah politik kelompok umat Islam yang
dinilai akan menghambat proses stabilisasi politik seperti penyederhanaan
partai-partai politik dan kebijakan masa mengambang (floating mass),
marginalisasi tokoh-tokoh Islam yang dianggap menganut garis keras, represi
4 Damanik, Fenomena……………., hlm. 11
5
terhadap gerakan-gerakan Islam, kooptasi para pemimpin Islam yang dianggap
berpengaruh dan popular, kontrol birokrasi terhadap lembaga-lembaga Islam
baik milik negara maupun swasta.
Merupakan sejarah yang tertunda karena pasca tumbangnya kekuasaan
yang pongah tepatnya pada tanggal 2l Mei 1998, kembali memberikan banyak
harapan menuju pintu pentas politik Indonesia yang baru. Salah satunya
adalah partai-partai politik yang pada saat itu hanya terpusat pada tiga partai
politik saja karena mengalami penyederhanaan, kini dibiarkan untuk
menyelenggarakan kampanye dan berorganisasi secara bebas. Ini memberikan
banyak peluang kepada partai-partai politik termasuk partai politik Islam
untuk berkiprah kembali, di mana sebelumnya pada era itu, rezim Soeharto
sangat represif dengan kebijakan deideologisasi dan depolitisasinya.
Jangankan untuk menyuarakan gagasan Islam sebagai dasar negara,
menjadikan Islam sebagai asas dan simbol partai pun tidak diperbolehkan.
Oleh karena itu, pada rezim ini wacana tentang ideologi politik lslam relatif
sepi di permukaan. Siapapun yang ingin menyuarakan gagasan mengenai
politik Islam atau Islam ideologi yang berbeda dengan arus utama pandangan
politik keislaman versi Orde Baru, harus melakukannya secara sembunyi-
sembunyi. Kenyataan seperti ini telah mendorong banyak orang untuk menilai
bahwa pemerintahan Orde Baru memberlakukan kebijakan depolitisasi Islam.
Namun terbatasnya ruang untuk mengembangkan wacana politik keislaman
khususnya, dan politik secara keseluruhan pada umumnya telah mendorong
para pemikir dan aktivis lslam untuk mencari alternatif-altematif yang
memungkinkan. Salah satunya ada yang mengembangkan gagasan mengenai
diversifikasi makna politik Islam dan ada pula yang merancang agenda dalam
jangka panjang yaitu dengan meningkatkan kajian-kajian terhadap Islam
dalam spektrum yang lebih dalam dan luas. 5
Kajian-kajian ini dilakukan dengan cara melakukan pembinaan
(tarbiyyah) secara intensif kepada umat secara keseluruhan dengan
5 Sekjen DPP PKS, Mereka Bicara PKS: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Fitrah
Rabbani, 2006), hlm. 32
6
memberikan kesadaran dan pencerahan tentang hakikat kesempurnaan lslam.
Dilakukan dengan berupaya untuk membangun ruh keislaman melalui tabligh,
seminar, aktivitas sosial, ekonomi, dan juga pendidikan. Sementara dalam
bidang politik mereka mencoba menyadarkan masyarakat muslim khususnya,
serta pemuda dan mahasiswa akan tanggungjawabnya terhadap masa depan
bangsa Indonesia.
Dalam konteks ini, kampus, masjid, forum-forum studi menjadi
alternatif yang dinilai strategis. Di situlah kajian demi kajian dilakukan. Lebih
dari sekedar keinginan untuk menambah wawasan tentang Islam semata, tetapi
pendalaman aqidah dan praktik keagamaan yang menyeluruh. Alhasil, Islam
menjadi buku atau text yang terbuka di negeri ini, yang mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia termasuk politik, yang siapa pun bisa membacanya.
Di awal telah dibahas bahwa agama adalah suatu hal yang diyakini
sakral atau suci, karenanya harus dijauhkan dari politik yang cenderung kotor.
Sangatlah jelas, dalam pernyataan ini posisi pemisahan antara agama dan
politik telah menjadi cara berfikir banyak kalangan. Demikian pula apa yang
disampaikan oleh Presiden Cheko, Vaclav Havel, politik itu kotor, dan puisi
yang membersihkannya. Selain itu, banyak pula orang yang mencibir kepada
hal yang bernama politik, karena dandanan politikus yang meriah, saling sikut
menyikut yang gentar dan pengkhianatan. Seperti itulah anomali dunia
politikus, setiap celah akan dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan,
maksimal bagi kepentingan kekuasaan dan penguasa.
Tetapi tidak dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai yang
merupakan transformasi gerakan tarbiyyah atau gerakan dakwah kampus yang
sebagian menjadikan dirinya sebagai Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI), kemudian pasca momentum reformasi, tepatnya pada
tanggal 09 Agustus 1998, gerakan dakwah tarbiyyah ini justru melakukan
langkah yang lebih berani untuk memunculkan dirinya ke hadapan publik
dengan mengumumkan secara legal formal sebagai gerakan yang berkekuatan
politik pula.
7
Transformasi dari gerakan tarbiyyah menjadi partai politik dilakukan
karena seperti apa yang dikatakan oleh Hasan Al-Banna dalam sebuah
Konfrensi pelajar Ikhwanul Muslimin pada bulan Muharram 1357 H, yaitu:
"Dapat aku sampaikan dengan tegas bahwa seorang Muslim tidak akan
sempurna agamanya kecuali jika ia menjadi politisi, memiliki
pandangan yang jauh tentang problemotika umatnya, memperhatikan
urusan-urusan mereka dan bersedia untuk membantu mencari jalan
keluarnya. Karenanya pembatasan dan pembuangan terhadap agama ini
adalah sikap yang tidak diakui oleh agama Islam. Maka kepada setiap
organisasi Islam agar menjadikan prioritas programnya adalah
memperhatikan urusan politik umat Islam, kalau tidak maka ia sendiri
perlu untuk memahami kembali makna Islam." 6
Dengan mentransformasi dari gerakan tarbiyah menjadi gerakan politik
tersebut, ternyata menjelaskan bahwa PKS dalam gerak politiknya memainkan
dua peran, yaitu legal formalis dan subtansialis. Formalis berarti gerakannya
terpusat pada usaha menjadikan salah satu aspek hukum Islam dalam hukum
positif lndonesia.
Islam di Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah agama yang dianut
oleh mayoritas penduduk provinsi ini. Sensus BPS tahun 2010 menyebutkan
85,36% atau sebanyak 8.200.796 jiwa penduduk Jakarta menganut agama
Islam.7
Islam berkembang di Jakarta sekitar awal abad ke-15, yaitu saat
wilayah ini masih bernama Sunda Kelapa dan berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Sunda Pajajaran. Menurut budayawan Betawi Ridwan Saidi,
penyebar agama Islam pertama di wilayah ini adalah Syekh Hasanuddin
(Syekh Quro) yang datang dari Champa. Ia menikah dengan penduduk
setempat dan mendirikan pondok pesantren Quro pada tahun 1428 di
Tanjungpura, Karawang.8 Selanjutnya penyebaran juga dilakukan oleh para
menak Pajajaran yang telah memeluk Islam, serta para pendatang baik dari
6 M. Abd. Qadir Abu Faris, Fiqh Politik Hasan Al-Banna, (Solo: Media Insani Press,
2003), hlm. 27 7 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Agama yang Dianut: Provinsi DKI Jakarta,
Sensus Penduduk 2010, www.bps.go.id. Diakses 10 Nopember 2012 8 Kiki, Rakhmad Zailani, Genealogi Intelektual Ulama Betawi, © 2006 Hak Cipta oleh
Republika Online, Jumat, 13 April 2007. Diakses 21 Nopember 2012
8
wilayah Nusantara lainnya maupun para pedagang muslim asal Cina, Gujarat,
atau Arab.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dikenal sebagai partai dakwah
ini memiliki basis terbesar di Ibu Kota. Pada Pemilu legislatif 2004 PKS
behasil medapat 24 % suara sekaligus menjadi partai terbesar di DKI Jakarta.
Perolehan tersebut tentu tergolong fenomenal mengingat PKS sebagai partai
baru yang berlaga dalam belantara politik Indonesia. Bahkan pada pilgub DKI
2007, Kandidat yang diusung sendiri oleh PKS berhasil meraih lebih dari 44%
suara sah, bersaing ketat dengan “partai sekutu” yang mengusung Foke.
Walaupun kalah dalam pilkada, namun opini publik justru menganggap PKS
sebagai partai yang fenomenal dengan melihat perolehan suara yang sangat
fantastis walau “dikeroyok” oleh partai-partai lain.
Bercermin dari Pilkada DKI 2007, para pembesar PKS menjadi sangat
percaya diri dengan menargetkan 50% suara di DKI pada pemilu legislatif
2009. Rasa percaya diri itu di perkuat dengan kemenangan PKS di beberapa
Pilkada seperti Jabar, Sumut, dan NTB menjadikan para elit PKS semakin
optimis untuk dapat meraih 20% suara nasional dan 50% suara di Ibu Kota.
Namun kenyataan berkata lain. PKS gagal total untuk mencapai targetnya,
baik di Jakarta ataupun di tingkat nasional. PKS hanya berhasil memperoleh
18% suara di Ibu Kota dan menjadi partai kedua terbesar di Jakarta setelah
Partai Demokrat. Ini adalah untuk kali pertama trafik PKS turun dalam sejarah
politik PKS di Ibu Kota.
Pada Pilkada DKI 2012 PKS masih sangat percaya diri untuk maju
sendiri. Tidak tanggung-tanggung, kandidat yang diusung adalah kader terbaik
PKS sekaligus mantan Presidennya, Hidayat Nurwahid. Kemunculan Hidayat
Nurwahid dalam bursa Pilkada DKI 2012 mengejutkan banyak pihak,
pasalnya nama Hidayat justru muncul pada detik-detik terakhir. Para
pengamat politik bahkan menganalisa Hidayat akan menjadi kuda hitam dan
menjadi ancaman serius bagi pasangan incumbent. Apalagi dikuatkan dengan
mesin politik PKS yang sudah sangat mengakar hingga tingkat RT/RW dan
militansi kader PKS yang dianggap paling loyal tentu akan semakin berapi-api
9
karena yang diusung adalah tokoh sekaligus kader terbaiknya. Melihat dari
modal politik itu, para elit PKS yakin akan dapat memenangkan Pilkada DKI,
atau setidaknya, memperoleh angka yang signifikan.
Namun sekali lagi, ternyata kenyataan berkata lain. Hasil perhitung
perolehan suara calon gubernur, menunjukan PKS hanya berada di posisi
ketiga. Perolehan suara calon yang diusung PKS hanya sekitar 11%
merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Padahal PKS sudah
mengerahkan kekuatan penuh dan segenap tenaganya dengan sangat maksimal
pada Pilkada DKI. Setidaknya kekuatan penuh itu terlihat dari dua hal:
Pertama, karena DKI adalah basis masa PKS terbesar di Indonesia, dan kedua
karena kandidat yang diusung PKS adalah public figur sekaligus kader
terbaiknya. Jika dengan kekuatan penuh PKS hanya mendapat 11% di
kandang sendiri, hal ini menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji, meneliti
dan mengetahui lebih jauh mengenai gerakan politik PKS. Dengan demikian
penulis menentukan judul skripsi ini adalah "FAKTOR-FAKTOR DI BALIK
KEKALAHAN CAGUB/CAWAGUB PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
(PKS) PADA PILGUB DKI JAKARTA TAHUN 2012.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis mengemukakan
bahwa fokus masalah dalam penelitian ini akan berkisar pada hal-hal berikut:
1. Bagaimana strategi pemenangan pemilu yang dilakukan oleh PKS di DKI
Jakarta ?
2. Bagaimana gerakan politik Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan
Sejahtera DKI Jakarta?
3. Apa saja faktor-faktor kekalahan Partai keadilan Sejahtera pada Pilgub
DKI tahun 2012?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian penulis dari rumusan masalah
di atas yaitu:
10
1. Untuk mengetahui strategi pemenangan pemilu yang dilakukan oleh PKS
di DKI Jakarta.
2. Untuk menggambarkan gerakan politik Dewan Pengurus Wilayah Partai
Keadilan Sejahtera DKI Jakarta.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor kekalahan Partai keadilan Sejahtera pada
Pilgub DKI tahun 2012.
D. Kerangka Pemikiran
Dalam pemikiran politik Islam modern, hubungan agama (Islam)
dengan politik telah menjadi bahan perdebatan yang sebelumnya tidak pernah
terjadi. Perdebatan itu muncul setelah kolonialisme Barat berhasil
menancapkan penjajahan fisik dan perang pemikirannya di dunia Islam dalam
waktu yang cukup lama.
Akibatnya terjadi pengubahan pola pemikiran pada sebagian umat
Muslim. Sebagian dari mereka mulai meragukan keabsahan hubungan agama
dan politik dan sebagiannya lagi bahkan mengalami pergeseran ke arah
pemikiran politik yang telah lama berkembang di Barat, yaitu sekulerisme
dalam arti memisahkan antara agama dan negara (politik).
Paham sekulerisme dalam dunia siyasah yang umumnya lahir dari
kajian-kajian dan pengalaman manusia yang bersiyasah secara pragmatis itu
telah memasuki kalangan cendekiawan dan para pemimpin di dunia Islam.
Secara umum, kelompok yang mempertahankan sekulerisme adalah orang-
orang yang jahil tentang Islam, atau dikarenakan belum adanya negara Islam
modern yang dapat dijadikan contoh, atau dikarenakan pula sisi-sisi positif
siyasah Islam sengaja tidak dimunculkan baik dalam tataran wacana atau
dalam aplikasi siyasah kontemporer. Sehingga dalam praktiknya, faham
sekuler secara tidak langsung menjadi sebuah paksaan untuk dianut oleh umat
Muslim sebagai model gerakan politiknya.
Aqidah dan syari'ah telah menetapkan dasar siyasah dan kedudukannya
dalam agama. Islam juga telah memastikan bahwa setiap muslim harus
bersiyasah dengan cara yang Islami, yaitu bagaimana memperjuangkan
implementasi tuntutan Islam itu melalui cara yang demokratis, yang kita kenal
11
sebagai produk Barat. Dan bagaimana pula sebuah ketentuan Allah harus
dikonsultasikan dengan berbagai kalangan manusia yang notabene sebagai
makhluk Allah, tetapi memiliki cara pandang yang berbeda.
Demokrasi memang bukan sistem Islam, tapi inilah sistem politik
modern yang lebih dekat kepada Islam karena dalam sistem demokrasi
terdapat unsur-unsur implementatif yang mempunyai kesesuaian dengan
Islam. Dalam hal ini, tentu dapat menjadi sarana untuk merealisasikan
gagasan, wacana serta implementasi penegakkan syari' at Islam.
Berkaitan dengan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa
sesungguhnya Islam adalah suatu agama yang komprehensif. bersifat integral
yang tidak mengenal pemisahan, yang menyatukan berbagai persoalan moril
dan materil, serta mencakup berbagai kegiatan manusia dalam kehidupan
dunia dan akhiratnya9, termasuk kehidupan politik.
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara untuk mewujudkan kebaikan bersama, sehingga
dalam pelaksanaan program atau gerakan politiknya, kemaslahatan bersama
yang menjadi prioritas gerakan politiknya. 10
Dalam buku Miriam Budiarjo, 11
secara teori, politik dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu (l) Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan
yang menentukan norma-norma politik (norms for political behavior), (2)
Teori-teori yang menggambarkan dan membahas fenomena dan fakta-fakta
politik dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai.
E. Kerangkan Konseptual
1. Partai Politik dan Kekuasaan
Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi
tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah
kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah
9 Yusuf Qordhawi, Fiqh Negara, (Jakarta: Rabbani Press, 1999), hlm. 23
10 http://id.wikipedia.org
11 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm. 30-32
12
untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik -
(biasanya) dengan cara konstitusionil -untuk melaksanakan kebijakan-
kebijakan mereka. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), partai
politik berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi
politik tertentu.
Sedangkan kekuasaan adalah adalah kemampuan yang mungkin
untuk memaksa orang lain. Kekuasaan sangat berkaitan erat dengan
wewenang. Perbedaan antara kekuasaan dengan wewenang adalah bahwa
setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan
kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada
seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau
mendapat pengakuan dari masyarakat. Oleh karena itu, kekuasaan sangat
menarik perhatian para ahli ilmu pengetahuan kemasyarakatan.Kekuasaan
dapat menciptakan kelas-kelas sosial di masyarakat, adapun yang
menciptakan kelas-kelas sosial dan ketimpangan kekuasaan adalah
pembagian kerja dalam kegiatan produksi dan hubungan sosial dalam
produksi. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang
masih bersahaja, maupun yang sudah besar atau rumit susunannya.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk bertindak atau memerintah
sehingga dapat menyebabkan orang lain bertindak, pengertian disini harus
meliputi kemampuan untuk membuat keputusan mempengaruhi orang lain
dan mengatasi pelaksanaan keputusan itu. Biasanya dibedakan antara
kekuasaan yang berarti dalam kemampuan untuk mempengaruhi orang
lain sehingga dapat menyebabkan orang lain tersebut bertindak dan
wewenang yang berarti hak untuk memerintah orang lain. Kekuasaan
dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang
pemimpin. Keberhasilan seorang pemimpin banyak ditentukan oleh
kemampuannya dalam memahami situasi serta ketrampilan dalam
menentukan macam kekuasaan yang tepat untuk merespon tuntutan
situasi.
13
2. Pemilihan Kepala Daerah Langsung
Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD
1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur,
Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah
diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah.
Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik)
bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik
berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran
kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang
benar sesuai nuraninya.
Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi
daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh
pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam
pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam
mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan
aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.
F. Langkah-langkah penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa langkah penelitian, yaitu:
1. Penentuan Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan
Sejahtera DKI Jakarta. Alasan penulis menjadikan lokasi tersebut sebagai
lokasi penelitian adalah, di lokasi tersebut terdapat data-data langsung
berkaitan dengan judul skripsi penulis.
2. Penentuan Metode penelitian
Penelitian ini diarahkan pada salah satu partai politik yaitu Partai
Keadilan Sejahtera dengan menggunakan metode penelitian studi kasus
dengan teknik penelitian deskriptif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
14
untuk mendeskripsikan suatu satuan analisis secara utuh sebagai suatu
kasatuan yang terintegrasi.12
Yaitu menggambarkan kembali faktor-faktor
kekalahan Partai Keadilan Sejahtera dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2012.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan
sekunder.
a. Sumber data primer ialah data yang diperoleh langsung yang berhubungan
dengan penelitian yang berfungsi dapat dijadikan rujukan pokok tentang
variabel-variabel dalam penelitian studi kasus.13
b. Sumber data sekunder ialah data pendukung dan pelengkap dari data
primer, 14
yaitu data yang diperoleh dari literatur yang berkenaan dengan
factor-faktor yang mempengaruhi kekalahan PKS dalam pilgub DKI
Jakarta seperti studi pustaka jurnal-jurnal dari intenet dan lain-lain.
4. Jenis Data
Jenis data adalah jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan
terhadap masalah yang dirumuskan dan pada tujuan yang telah ditetapkan. 15
Jenis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah kualitatif
yaitu hasil dari wawancara dan observasi juga dengan literatur yang ada.
5. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah penentuan metode pengumpulan data-data
yang tergantung pada jenis dan sumber data yang diperlukan. 16
Tehnik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Studi lapangan: yaitu mengumpulkan, meneliti dan menyeleksi data yang
tersedia di lokasi penelitian yang sesuai dengan pembahasan penelitian
dengan cara:
1) Observasi, yaitu suatu studi sengaja dan sistematis tentang fenomena
sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan, sehingga
12
Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2001, hlm. 62 13
Hasan Basri, Penuntun……………….., hlm. 64 14
Hasan Basri, Penuntun……………….., hlm. 64 15
Hasan Basri, Penuntun……………….. hlm. 63 16
Hasan Basri, Penuntun………………… hlm. 65
15
dapat diamati dan dapat diukur sampai informasi yang didapat
menjadi sangat abstrak. 17
Tehnik penelitian ini dilakukan dengan
mengadakan penelitian langsung ke sekretariat Dewan Pengurus
Wilayah Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta.
2) Interview, yaitu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk
memperoleh informasi dari yang diwawancara. Ini digunakan untuk
memperoleh informasi dari pengurus Dewan Pengurus Wilayah Partai
Keadilan Sejahtera DKI Jakarta mengenai faktor-faktor kekalahan
Partai Keadilan Sejahtera dalam Pilgub DKI Jakarta.
3) Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan mencari data
mengenai hal-hal atau veriabel yang berkaitan dengan faktor-faktor
kekalahan Partai Keadilan Sejahtera pada Pilgub di DKI Jakarta.
b. Studi Pustaka: yaitu mempelajari teori-teori atau informasi lain dari buku,
surat kabar, dan literatur lain, terutama untuk mendapatkan data tentang
Gerakan Politik.
6. Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data "mengorganisasikan data memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.18
Atau penguraian data melalui tahapan-tahapan
seperti kategorisasi, dan klasifikasi, serta pencarian hubungan antar data yang
secara spesifik tentang hubungan antar peubah. 19
Dalam penelitian yang dilakukan di DPW PKS DKI Jakarta, maka
analisa-analisa data dilakukan dengan:
a. Membuat daftar pertanyaan
b. Mengumpulkan data melalui wawancara
c. Mengumpulkan data melalui studi dokumentasi
17
Hasan Basri, Penuntun……………….., hlm. 66 18
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), hlm. 248. 19
Hasan Basri, Penuntu……………….. h. 63
16
d. Setelah data terkumpul kemudian dikelompokkan untuk mengetahui mana
data yang dibutuhkan dan mana data yang tidak dibutuhkan
e. Setelah mengetahui data yang dibutuhkan, maka penulis menghubungkan
atau mencari hubungan antara data yang satu dengan data yang lain,
kemudian diolah menggunakan kerangka berfikir yang sudah ditulis
f. Menafsirkan data-data yang dianalisis dengan memperhatikan rumusan
masalah
g. Setelah menafsirkan data-data yang dianalisis, kemudian ditarik menjadi
sebuah kesimpulan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai
berikut.
Bab Pertama, Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka pemikiran, kerangka konseptual,
langkah-langkah penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, menggambarkan secara umum tentang Gerakan Politik dan
Siyasah Dusturiyah.
Bab Ketiga, Menjelaskan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang
mencakup Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Karekteristik Gerakan Politik
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Prinsip-prinsip Kebijakan dalam Gerakan Politik
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Profil Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI
Jakarta.
Bab Keempat, Hasil Penelitian dan pembahasan yang mengenai strategi
pemenangan PKS dalam Pemilihan Cagub dan Cawagub DKI Jakarta tahun 2012,
Gerakan politik DPW PKS DKI Jakarta dalam pemilihan Pilgub dan faktor-faktor
kekalahan PKS dalam pemilihan Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Tahun 2012.
Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
penulisan skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.
17
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG
GERAKAN POLITIK DAN SIYASAH DUSTURIYAH
A. Pengertian dan Model-model Gerakan Politik
1. Pengertian Gerakan Politik
Secara teori, politik adalah bahasan dan generalisasi dari berbagai
fenomena yang bersifat politik. Dengan kata lain teori politik adalah bahasan
dan renungan atas tujuan dari kegiatan politik, cara-cara mencapai tujuan,
kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang ditimbulkan oleh
situasi politik yang tertentu dan kewajiban-kewajiban (obligations) yang
diakibatkan oleh tujuan politik tersebut. Adapun konsep-konsep yang dibahas
dalam teori politik mencakup antara lain masyarakat, kelas sosial, negara,
kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan, lembaga-lembaga
negara, perubahan sosial, pembangunan politik (political development),
modernisasi dan lain-lain.
Menurut pendapat Thomas P. Jenkin yang dikutip oleh Miriam
Budiarjo,20
teori-teori politik dapat dibedakan menjadi dua macam, meskipun
perbedaan diantara keduanya bersifat mutlak. Adapun perbedaan tersebut
adalah:
a. Teori-teori yang mempunyai dasar moril dan yang menentukan norma-
norma politik (norms for political behavior). Teori ini disebut juga dengan
valuational (mengandung nilai) karena memiliki unsur norma-norma dan
nilai.
b. Teori-teori yang menggambarkan dan membahas fenomena dan fakta-
fakta politik dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau nilai. Teori-
teori ini dapat dinamakan dengan non-valuational (value free).
Teori-teori politik yang mempunyai dasar moril fungsinya menentukan
pedoman dan patokan yang bersifat moral dan sesuai dengan norma-norma
moral. Semua fenomena politik ditafsirkan dalam rangka tujuan dan pedoman
moral ini. Dianggap bahwa dalam kehidupan politik yang sehat diperlukan
pedoman dan patokan ini. Teori-teori semacam ini mencoba mengatur
20
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia, 2000), hlm. 30
18
hubungan-hubungan antara anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga di
satu pihak memberi kepuasan perorangan, dan dipihak lain dapat
membimbingnya menuju ke suatu struktur masyarakat politik yang dinamis
dan stabil. Untuk keperluan itu, teori-teori politik semacam ini
memperjuangkan suatu tujuan yang bersifat moral dan atas dasar itu
menetapkan suatu kode etik atau tata cara yang harus dijadikan pegangan
dalam kehidupan berpolitik. Fungsi utama dari teori-teori politik ini adalah
untuk mendidik warga masyarakat mengenai norma-norma dan nilai-nilai itu.
Dalam teori politik moral, terdapat beberapa golongan yaitu golongan
filsafat politik, golongan teori politik sistematis dan golongan ideologi politik.
Golongan ideologi politik merupakan himpunan nilai-nilai, ide, norma-norma,
kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang
atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap kejadian dan problema
politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politiknya.
Karena nilai-nilai dan ide-ide tersebut merupakan suatu sistem yang saling
berpautan. Dan yang menjadi dasar dari ideologi politik adalah keyakinan
adanya suatu pola tata tertib sosial politik yang ideal.
Ideologi politik mencakup pembahasan dan diagnosa, serta saran-saran
mengenai bagaimana mencapai tujuan yang ideal tersebut. Ideologi yang
berkembang luas mau tidak mau dipengaruhi oleh kejadian-kejadian dan
pengalaman-pengalaman dalam masyarakat di mana dia berada dan harus
sering mengadakan kompromi dan perubahan-perubahan secara luas.21
Berdasarkan penjelasan tentang teori politik di atas, cara untuk
mencapai tujuan politik yang diinginkan tidak terlepas dari bagaimana dia
sebagai pelaku yang melakukan kegiatan politik baik secara personal atau
komunal melakukan gerakan politiknya dengan dipengaruhi oleh kejadian atau
pengalaman-pengalaman dalam masyarakat di mana dia berada. Oleh karena
itu, secara sederhana, gerakan dapat difahami sebagai suatu tindakan terencana
21
Mariam, Dasar-dasar……………….., hlm. 32
19
yang dilakukan oleh kelompok masyarakat disertai program terencana yang
ditujukan untuk suatu perubahan ke arah yang lebih baik.22
Dalam buku Fiqh Responsibilitas, gerakan atau pergerakan lebih
cenderung ke dalam masalah amal atau perbuatan, baik dalam bidang akhlak,
hukum, nilai-nilai dan etika bagi seluruh manusia. Karenanya, pergerakan ini
memiliki beberapa ciri khas dan asas-asas yang masyhur. Adapun ciri khas
tersebut antara lain sebagai berikut: 23
(1) Senang bergaul dengan manusia, hidup bersama dan bergabung
dengan mereka pada saat kesusahan dan sabar terhadap hal-hal yang
meletuhkan, (2) Cinta dan kasih sayang terhadap sesama manusia,
menghormatinya, dan cinta kepada Allah serta agama Islam dengan
mengikuti petunjuk Nabi SAW, (3) Cinta kebenaran kepada manusia
dan menolongnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah,
(4) Memiliki kemampuan gerak untuk mempengaruhi orang lain untuk
beramal baik dan konsisten pada Islam, (5) Memiliki kemampuan gerak
untuk mengumpulkan manusia dan memiliki kemampuan untuk
mengatur mereka sesuai dengan kebutuhan amal gerakannya.
Sedangkan politik, ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
(1) Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles), (2) Politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan
negara, (3) Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat, (4)
Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan
kebijakan publik.24
Dari pengertian dua variabel di atas, dapat dipahami bahwa gerakan
politik baik itu gerakan yang dilakukan oleh pergerakan Islam ataupun bukan
adalah suatu tindakan terencana yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
disertai program terencana yang ditujukan untuk suatu perubahan ke arah yang
lebih baik dalam hal yang berkaitan dengan kekuasaan ataupun yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.
22
“Gerakan Politik Islam” tersedia online di http://hidayatulloh.com diakses tgl. 12
Januari 2013 23
Ali A. Halim Mahmud, Fiqh Responsibilitas: Tanggung Jawab Muslim dalam Islam,
(Jakarta: Gema Insasi Press, 1998), hlm. 315 24
“Pengertian Politik” tersedia online http:///id.wikipedia.org diakses, Tanggal 12 Januari
2013
20
Pada dasarnya politik adalah suci, yaitu untuk kesejahteraan,
kemakmuran dan keamanan umat manusia (social welfare). Kotoran politik
muncul ketika proses bagaimana memperoleh kekuasaan, menjalankan
kekuasaan, dan mempertahankan kekuasaan tersebut dilaksanakan dengan
cara atau metode yang salah, kotor, penuh kecurangan dan pengkhianatan,
sehingga kekuatan nilai atau moral dalam beraktivitas politik tidak menjadi
patokan utama.
Politik lahir akibat proses sosial yang dialami sekelompok manusia,
sehingga patronase kehidupan politik masyarakat akan sangat khas dan
heterogen antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Begitu pula
dalam hal ini, gerakan politik yang dilakukan antara kelompok gerakan politik
yang satu akan berbeda pula dengan kelompok gerakan politik yang lain, baik
itu dari segi karakter, cara, ideologi, dan tujuannya.
Gerakan politik biasanya merupakan upaya kolektif untuk membangun
tatanan kehidupan yang baru, upaya kolektif untuk mengubah tatanan politik,
upaya kolektif untuk mengubah norma dan nilai, tindakan kolektif yang
berkelanjutan untuk mendorong atau menghambat perubahan dalam
masyarakat atau dalam kelompok politik yang menjadi bagian dalam
masyarakat itu, dan upaya kolektif untuk mengendalikan perubahan atau untuk
mengubah arah perubahan.25
Dari penjelasan tentang gerakan politik di atas, bisa diambil kesimpulan
bahwa gerakan politik yang dimaksud adalah upaya-upaya atau tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh kelompok gerakan politik yang bertindak
bersama dan memiliki tujuan bersama dalam tindakannya.
Kelompok gerakan politik yang dimaksud, salah satunya bisa
diidentikkan dengan partai politik. Partai politik disefinisikan sebagai suatu
kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-
nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan partai politik adalah memperoleh
25
Piotr Sztomka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2007), hlm. 325
21
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik yang biasanya dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan partai.26
Adapun fungsi partai politik, menurut Sigmund Neumann (1981),27
ada
4 (empat) yaitu:
a. Fungsi agregasi, yaitu Partai menggabungkan dan mengarahkan kehendak
umum masyarakat yang kacau.
b. Fungsi edukasi. Partai mendidik masyarakat agar memahami politik dan
mempunyai kesadaran politik berdasarkan ideologi partai.
c. Fungsi artikulasi. Partai merumuskan dan menyuarakan
(mengartikulasikan) berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu
usulan kebijakan yang disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan
suatu kebijakan yang disampaikan kepada pemerintah agar dijadikan suatu
kebijakan umum (public policy).
d. Fungsi rekrutmen. Ini berarti partai melakukan upaya rekrutmen, baik
rekrutmen politik dalam arti mendudukan kader partai ke dalam parlemen
yang menjalankan peran legislasi dan koreksi maupun ke dalam lembaga-
lembaga pemerintahan, maupun rekrutmen partai dalam arti menarik
individu masyarakat untuk menjadi kader baru ke dalam partai. Rekrutmen
politik dilakukan dengan jalan pemilihan umum dalam segala tahapannya
hingga proses pembentukan kekuasaan.
Dilihat dari fungsi di atas, maka upaya-upaya yang dilakukan haruslah
bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat umum. Memberikan pendidikan
politik merupakan upaya yang wajib untuk dilakukan sehingga masyarakat
pun memiliki kesadaran, kepribadian dan identitas politik untuk berpartisipasi
dalam kehidupan politik. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa dalam kehidupan bernegara ada yang harus mengurus
masyarakat yaitu pemerintah yang memang dipilih sebagai wakilnya, dan ada
26
Miriam Budianrdjo, Dasar-Dasar…………………..hlm. 161 27
Miriam Budianrdjo, Dasar-Dasar…………………..hlm. 163
22
yang harus diurus oleh pemerintah yaitu masyarakat, yang keduanya sama-
sama memiliki hak dan kewajiban terhadap keduanya.
Kesadaran politik berarti sesuatu yang dimiliki oleh individu yang
meliputi wawasan politik tentang berbagai persoalan, lembaga, dan
kepemimpinan politik baik dalam skala regional, nasional maupun
internasional. Kesadaran politik ini bisa dicapai dengan arahan politik
langsung baik secara formal ataupun nonformal, pengalaman politik yang
didapatkan melalui partisipasi politik, kesadaran yang muncul dari belajar
secara mandiri atau yang lahir melalui dialog-dialog kritis.
Kesadaran politik yang baik akan melahirkan partisipasi politik yang
baik pula. Partisipasi politik bisa diartikan sebgagai keikutsertaan warga
negara dalam bentuk yang terorganisir dalam membuat keputusan-keputusan
politik, dengan keikutsertaan yang bersifat sukarela dan atas kemauannya
sendiri, didasari oleh rasa tanggung jawab terhadap tujuan-tujuan sosial secara
umum dan dalam koridor kebebasan berfikir, bertindak dan kebebasan
mengemukakan pendapat.
Partisipasi politik memiliki peranan yang penting dalam kehidupan
politik, diantaranya adalah ia menyebabkan terbentuknya oposisi yang kuat
dan kokoh dalam melawan autokrasi, merupakan media yang fundamental
untuk memperdalam rasa tanggung jawab pada diri penguasa maupun rakyat,
dan merupakan sarana untuk memperkokoh pemerintahan kolektif. Selain itu,
partisipasi politik merupakan media yang efektif agar para partisipan merasa
dihormati dan dihargai, karena ia menyadarkan para partisipan akan hak dan
kewajiban mereka, serta memperluas koridor kesadaran politik melalui
berbagai pengalaman dan wawasan politik yang lahir darinya.
Hal ini pun dipengaruhi pula oleh faktor keyakinan agama atau ideologi
yang dimilikinya, jenis kultur politik, karakter lingkungan politik, dan faktor-
faktor personal. Pengaruh ini akan memberikan jawaban terhadap partisipasi
politik yang dilakukan baik itu akan aktif berpolitik atau tidak, kemana arah
atau orientasi aktifitas politiknya, dan bagaimana tingkat keikutsertaan dalam
23
aktivitas politiknya, apakah temporal, terus menerus, moderat ataukah
revolusioner.28
Dari bahasan di atas, biasanya untuk memiliki kesadaran agar
berpartisipasi dalam politik, masyarakat dipengaruhi pula oleh lingkungan
atau kelompok yang melakukan berbagai gerakan politik. Sehingga sedikit
banyaknya masyarakat tertarik atas apa yang telah dilakukan oleh kelompok
pergerakan tersebut, terlebih apabila gerakan politiknya berorientasi untuk
perubahan ke arah yang lebih baik dan bertujuan untuk kemaslahatan bersama.
Gerakan politik adalah gerakan sosial kemasyarakatan di bidang politik.
Gerakan politik dapat bekisar disekitar satu masalah atau dari rerangkaian isu
permasalahan atau sekitar timbunan keprihatinan bersama dari sekelompok
sosial. Berbeda dengan partai politik, gerakan politik tidak terorganisir dan
memiliki keanggotaan, bukan pula gerakan pada saat pemilu atas jabatan
politik pada kantor-kantor pemerintah akan tetapi lebih merupakan gerakan
politik yang berdasarkan kesamaan dalam kesatuan pandangan politik untuk
tujuan tertentu antara lain untuk meyakinkan atau menyadarkan publik atau
masyarakat termasuk pula para pejabat pemerintahan untuk mengambil
tindakan pada persoalan dan masalah yang merupakan fokus penyebab dari
gerakan tersebut.
2. Model-model Gerakan Politik
Untuk memahami gerakan politik, maka secara karakteristik gerakan
hal ini dapat dikategorisasikan dalam tiga varian, yaitu:
a. Model Konservatif.
Ciri yang menonjol dari model ini adalah adanya aksioma
ideologis yang dibangun berdasarkan ajaran-ajaran Islam bahwa Islam
adalah agama yang sempurna, lengkap, komprehensif, dan berlaku
universal untuk seluruh umat manusia di semua tempat dan waktu. Asumsi
ini membawa implikasi pada keharusan untuk menerima superioritas
28
Usman A. Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo: Era Intermedia,
2001), hlm. 94
24
bahwa Islam sebagai satu-satunya ideologi guna mengkonstruksi sistem
politik dan kenegaraan.
Dengan kata lain, model berfikir gerakan kelompok ini adalah
integralistis (unified paradigm), yaitu bahwa agama dan negara menyatu.
Tokoh-tokoh utama dari kelompok ini antara lain Hasan Al-Banna dengan
Al-Ikhwanul Muslimunnya, Sayyid Qutub, Hasan Ath-Thurabi dan Abul
A‟la Al-Maududi dengan Jami‟at Al-Islaminya.
Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh Hasan Al-Banna, yaitu:
Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi
kehidupan. Ia adalah Negara dan Tanah air, pemerintah dan umat, akhlaq
dan kekuatan, kasih sayang dan sumber daya alam, penghasilan dan
kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia
adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak
lebih.
b. Model Modernis.
Pemikir yang menonjol dari kelompok gerakan ini adalah
Jamaluddin Al-Agghani dan Muhammad Abduh. Model gerakan ini
mengajukan upaya reformasi dalam rangka menemukan kembali
rasionalisme, saintisme, dan progresivisme dalam islam. Artinya,
kelompok ini berpandangan bahwa agama dan nehagar berhubungan
secara simbiotis, yakni bersifat timbal balik dan saling mememrlukan.
Model gerakan ini memerlukan reformasi politik melalui
sosialisasi ajaran-ajaran Islam tentang musyawarah (syura) dalam dewan-
dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan rakyat, pembatasan
kekuasaan dan kewenangan pemerintahan dengan konstitusi dan undang-
undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung
reformasi politik sekaligus membebaskan Dunia Islam dari penjajahan dan
dominasi Barat.
Keyakinan kelompok gerakan modernis bahwa Islam merupakan
agama yang selaras dengan humanisme dan rasionalisme modern
merangsang mereka untuk melakukan dua hal sekaligus, yaitu keharusan
25
untuk berijtihad dan menganggap pintu ijtihad tetap terbuka untuk
selamanya. Selain itu, menguji kembali validitas politik Sunni periode
klasik dan abad pertengahan dengan tetap mengambil beberapa
subtansinya yang dianggap relevan dengan tuntutan dan semangat dunia
modern.
Dengan paradigma tersebut, modernisme sebagai gerakan politik
sangat menentang dominasi dan hegemoni Barat atas Dunia Islam, karena
kolonialisme Barat sesungguhnya merupakan eksploitasi terhadap harkat
dan martabat manusia yang paling keji. Namun, sebagai gerakan
pemikiran yang humanistis-rasiona, yang dikategorisasikan sebagai
kondusif bagi upaya pencerahan dan penguatan basis politik, ekonomi, dan
kultural umat Islam termasuk gagasan demokrasi Barat.
c. Model Liberal.
Pada intinya, kelompok ini ingin melihat perubahan radikal-
fundamental dalam pola pikir umat Islam yang mereka anggap stagnan,
dengan mengedepankan semangat dekonstruksi pemikiran Islam yang
telah mapan. Paradigma dekonstruksi ini diimplementasikan sebagai
kerangka pemikiran untuk menginterprestasikan nilai-nilai Islam agar
selaras dengan perubahan masyarakat dunia yang berlangsung sangat
cepat.
Islam dalam kerangka paradigma dekonstruksi dilihat sebagai
agama yang hanya berurusan pada persoalan individu, mencakup
hubungan manusia dengan Tuhannya semata, sedangkan persoalan
keduniaan adalah hak penuh manusia untuk mengurusnya dengan segala
kemampuan yang dimiliki secara proporsional tanpa harus membuat
justifikasi dan diintervensi oleh doktrin-doktrin keagamaan. Model berfikir
seperti ini biasanya disebut sebagai model paradigma sekularistis
(secularistic paradigm).
Tokoh dari aliran ini adalah Ali Abdurraziq dan Thaha Husein.
Menurut Taha Husein, kejayaan dan kemakmuran Islam dapat terwujud
kembali bukan dengan kembali kepada ajaran Islam yang lama, juga bukan
26
dengan mengadakan reformasi dan perubahan pemikiran Islam, tetapi
dengan perubahan-perubahan total yang bernafas liberal dan sekuler
dengan berkiblat pada Barat.
Sementara Ali Abdurraziq, menolak bahwa Nabi Muhammad
pernah berusaha melaksanakan misi politik, dan dia menegaskan bahwa
misi Nabi Muhammad hanya sebatas spiritual. Menurutnya, sebagai bukti
bahwa nabi pernah mendirikan misi negara Islam adalah kenyataan bahwa
nabi tidak menentukan pemerintahan permanen setelah meninggal.
Khalifah pertama Abu Bakar dilantik dengan tugas di mana pada dasarnya
merupakan kekuatan politik dan kerajaan atas dasar kekuatan negaranya
(Arab) yang dibangun atas dasar dakwah Islam. Tidak disangsikan bahwa
negara itu membantu penyebaran Islam. Baginya, agama tidak
menentukan bentuk pemerintahan tertentu, dan dalam Islam tidak ada
larangan bagi umat untuk meninggalkan sistem politik lama dan
membangun sistem politik baru atas dasar konsepsi terbaru dan spirit
kemanusiaan dan pengalaman bangsa-bangsa di dunia.29
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
gerakan dan strategi politik adalah suatu gerakan merupakan kelompok
atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada
lembaga-lembaga politik atau kadang-kadang malahan ingin menciptakan
suatu tata masyarakat yang baru sama sekali, dengan memakai cara-cara
politik. Dibanding dengan partai politik, gerakan mempunyai tujuan yang
lebih terbatas dan fundamentil sifatnya dan kadang-kadang malahan
bersifat ideologi. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat di antara
anggota-anggotanya dan dapat menumbuhkan suatu identitas kelompok
(group identity) yang kuat. Organisasinya kurang ketat dibanding dengan
partai politik. Berbeda dengan partai politik, gerakan sering tidak
mengadukan nasib dalam pemilihan umum.
29
Nashir Fahmi, Menegakkan Syari‟at Islam ala Partai Keadilan Sejahtera (PKS), (Solo:
Era Intermedia, 2006), hlm. 98
27
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah
1. Pengertian Siyasah Dusturiyah
Secara harfiyah, siyasah yang berasal dari kata “ sasa-yasusu-siyaasah”
dapat diartikan sebagai mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat
keputusan. Oleh karena itu, berdasarkan pengertian harfiyah kata as-siyasah
berarti pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan,
pengurusan, pengawasan, perekayasaan.30
Secara tersirat, dalam pengertian as-siyasah terkandung dua dimensi
yang berkaitan satu sama lain, yaitu: (1) Tujuan, yang hendak dicapai melalui
proses pengendalian, (2) Cara, pengendalian menuju tujuan tersebut. Oleh
karena itu as-siyasah dapat diartikan pula memimpin sesuatu dengan cara yang
membawa kemaslahtan.31
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, siyasah adalah suatu perbuatan yang
membawa manusia dekat kepada kemaslahatan dan terhindar dari kebinasaan,
meskipun perbuatan tersebut tidak ditetapkan oleh Rasulullah SAW atau
diwahyukan oleh Allah SWT. Pendapat lain diungkapkan oleh Abdul Wahhab
Khallaf bahwa siyasah adalah pengaturan perundang-undangan yang
diciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur
keadaan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, fiqh siyasah merupakan
salah satu aspek hukum Islam yang membicarakan pengaturan dan pengurusan
kehidupan manusia dalam bernegara demi mencapai kemaslahatan bagi
manusia itu sendiri.32
Sedangkan siyasah syar‟iyyah secara istilah bisa diartikan sebagai
pengelolan masalah-masalah umum bagi pemerintahan Islam yang menjamin
terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kemadharatan dari masyarakat
Islam dengan tidak bertentangan dengan ketentuan syari‟at Islam dan prinsip-
prinsip pada umumnya. Pendapat serupa telah dikemukakan oleh Bahansi,
30
A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam RAmbu-rambu
Syari‟ah, (Bandung: Sunan Gunung Djati Press, 2003), hlm. 40 31
A. Djazuli, Fiqh Siyasah……………… hlm. 41 32
M. Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), hlm. 4
28
bahwa siyasah syar‟iyyah adalah batasan pengaturan kemaslahatan umat
manusia sesuai dengan tuntutan syara.
Dari definisi-definisi di atas, dapat ditemukan bahwa hakikat dari
siyasah syar‟iyyah adalah (a) Bahwa siyasah syar‟iyyah berhubungan dengan
pengurusan dan pengaturan kehidupan manusia; (b) Bahwa pengurusan dan
pengaturan ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan (ulil amri); (c) Bahwa
tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan
menolak kemadharatan; (d) Bahwa pengaturan tersebut tidak boleh
bertentangan dengan ruh atau semangat syari‟at Islam yang universal.33
Berdasarkan hakikat tersebut disimpulkan bahwa sumber-sumber pokok
siyasah syar‟iyyah adalah Al-Qur‟an dan sunnah, dan kedua sumber inilah
yang menjadi acuan bagi pemegang pemerintahan untuk menciptakan
peraturan perundang-undangan dalam mengatur kehidupan bernegara. Selain
dua sumber tadi, dikarenakan perkembangan masyarakat yang selalu dinamis,
maka sumber atau acuan untuk menciptakan perundang-undangan juga
berlaku pada manusia dan lingkungannya sendiri selama tidak bertentangan
dengan syari‟at Islam (siyasah syar‟iyyah).
Dalam hal ini, untuk mengukur bahwa suatu kebijakan politik yang
dikeluarkan oleh manusia atau tepetnya oleh pemegang kekuasaan haruslah
sesuai dengan semangat syari‟at. Dengan kata lain, bagaimana sumber hukum
yang berasal dari manusia dan lingkungannya itu menjadi bagian dari siyasah
syar‟iyyah. Untuk mengukurnya, setidaknya perlu diperhatikan prosedur dan
substansi dari kebijakan tersebut. Dari segi prosedur, pembuatan peraturan
perundang-undangan tersebut haruslah dilakukan dengan musyawarah,
sebagaimana diperintah Allah dalam QS. Ali Imron 159.
33
M. Iqbal, Fiqh Siyasah………………….,hlm. 6
29
“Maka berkat rahmat Allh engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah
mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah
mencintai orang yang bertawakkal”. (QS. Ali Imron: 159)34
Sedangkan dari segi subtansinya harus memenuhi kriteria-kriteria
sebagai berikut, yaitu (a) Sesuai dan tidak bertentangan dengan syari‟at Islam;
(b) Meletakkan persamaan kedudukan manusia di depan hukum dan
pemerintahan (al-musawah); (c) Tidak memberatkan masyarakat yang akan
melaksanakannya („adam al-haraj); (d) Menciptakan rasa keadilan dalam
masyarakat (tahqiq al-„adalah); (e) Menciptakan kemaslahatan dan menolak
kemadharatan (jalb al-masalih wa daf al-mafasis).35
Seperti apa yang telah dibahas sebelumnya, begitu pula dengan hakikat
dan siyasah syar‟iyyah bahwa pengaturan dan pengurusan manusia untuk
menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudharatan dilakukan oleh
pemegang kekuasaan (ulil amri), sehingga dalam praktiknya, fiqh siyasah akan
membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan, siapa pelaksana kekuasaan,
apa dasar dan bagaimana cara-cara melaksanakan kekuasaan yang telah
diberikan kepadanya, dan kepada siapa pelaksana kekuasaan yang telah
diberikan kepadanya, dan kepada siapa pelaksana kekuasaan mempertanggung
kekuasaannya.
34
Departemen Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya 35
M. Iqbal, Fiqih Syiyayah……………………. hlm. 9
30
Secara global hukum Islam dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu
hukum yang mengatur hubungan manusia kepada Tuhannya (ibadah) dan
hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dalam masalah-
masalah keduniaan secara umum (muamalah). Hasbi ash-Shiddieqy membagi
hukum Islam secara sistematis menjadi enam utama. Pertama, yang berkaitan
dengan masalah ibadah kepada Allah seperti sholat, zakat dan haji; kedua,
yang berkaitan dengan keluarga seperti nikah, thalaq dan rujuk; ketiga, yang
berkaitan dengan perbuatan manusia dalam hubungannya dengan sesama
dalam bidang kebendaan seperti jual beli dan sewa menyewa; keempat, yang
berkaitan dengan perang damai dan jihad (syiar); kelima, yang berkaitan
dengan hukum acara di peradilan (murafa‟ah); keenam, yang berkaitan
dengan akhlak (adab).36
Dalam buku fiqh siyasah karangan Muhammad Iqbal, enam kelompok
ini sebenarnya masih bersifat global. Masih ada lagi beberapa bidang
kehidupan manusia yang diatur oleh hukum Islam, yang diantaranya adalah
Fiqh Ibadah, Fiqh Muamalah, Fiqh Jinayah, Fiqh Murafa‟ah atau hukum
acara, Fiqh Munakahat, Fiqh Mawaris, Fiqh Siayasah.37
Seperti penjelasan sebelumnya, dari sistematika ini dapat ditarik benang
merah kedudukan fiqh siyasah dalam sistematika hukum Islam memegang
peranan dan kedudukan penting dalam penerapan dan aktualisasi hukum Islam
secara keseluruhan. Dalam fiqh siyasah-lah diatur bagaimana sebuah
ketentuan hukum Islam bisa berlaku secara efektif dalam masyarakat Islam.
Tanpa keberadaan Negara dan pemerintahan, ketentuan-ketentuan hukum
Islam akan sulit terjamin keberlakuannya.
Bila dilihat dari pengertian secara etimologis maupun terminologis,
objek kajian fiqh siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan antara warga
Negara dengan warga Negara, hubungan antara warga negara dengan lembaga
negara, dan hubungan antara lembaga negara dengan lembaga negara, baik
hubungan yang bersifat intern suatu negara maupun hubungan yang bersifat
36
M. Iqbal, Fiqih Syiyayah……………………., hlm. 9 37
M. Iqbal, Fiqih Syiyayah……………………., hlm. 9-12
31
ekstern antar negara, dalam berbagai bidang kehidupan.38
Dan dari sumber
lain dikatakan bahwa objek kajian fiqh siayasah adalah tentang hubungan
antara pemerintah dan rakyatnya dalam upaya menciptakan kesejahteraan dan
kemaslahatan bersama.39
Dari pemahaman tersebut, tampak bahwa kajian fiqh siyasah
memusatkan perhatian pada aspek pengaturan. Adapun untuk lebih
mengetahui tentang siyasah dusturiyah yang menjadi salah satu topik dalam
pembahasan bab ini, tidak akan terlepas dari penjelasan berkenaan dengan
luasnya objek kajian fiqh siyasah.
Menurut Al-Mawardi, objek kajian fiqh siyasah mencakup
kebijaksanaan pemerintah tentang peraturan perundang-undangan (siyasah
dusturiyah), ekonomi dan moneter (siyasah maliyah), peradilan (siyasah
qadhaiyyah), hukum perang (siyasah harbiyah) dan administrasi negara
(siyasah idariyah). Sedangkan Ibn Taimiyah meringkasnya menjadi empat
bidang kajian, yaitu peradilan, administrasi negara, moneter serta hubungan
internasional. Sementara Abdul Wahhab Khallaf lebih mempersempitnya
menjadi tiga bidang kajian saja, yaitu peradilan, hubungan internasional dan
keuangan negara.40
Berkenaan dengan pola hubungan antar manusia menuntut pengaturan
siyasah, pembagian fiqh siyasah dapat disederhanakan menjadi tiga bagian
pokok, yaitu (1) politik perundang-undangan (siyasah dusturiyah) yaitu yang
mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga negara yang satu
dengan warga negara dan lembaga negara yang lain dalam batas-batas
administrasi suatu negara; (2) politik luar negeri (siyasah
kharijiyyah/dauliyah) yaitu yang mengatur antara warga negara dengan
lembaga negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga
negara dari negara lain; (3) politik keuangan dan moneter (siyasah maliyah)
yaitu yang mengatur tentang pemasukan, pengelolaan, dan pengeluaran uang
milik negara.
38
A. Jazuli, Fiqih Siyasah…………………..., hlm. 46 39
M. Iqbal., Fiqih Siyasah………………….,. hlm. 15 40
M. Iqbal., Fiqih Siyasah…………………., hlm. 13
32
Berdasarkan pengertian siyasah dusturiyah di atas, di mana pengaturan
hubungan antara warga negara dengan lembaga negara yang satu dengan
warga negara dan lembaga negara yang lain diatur dalam batas-batas
administrasi suatu negara. Karenanya, permasalahan di dalam fiqh siyasah
dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di
pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya.
Oleh karena itu, di dalamnya biasanya dibatasi hanya membahas pengaturan
dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi
persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi
kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.
2. Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyah
Fiqh siyasah dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas
dan kompleks. Sekalipun demikian, secara umum, disiplin ini meliputi hal-hal
sebagai berikut: (1) Persoalan imamah, hak dan kewajibannya; (2) Persoalan
rakyat, status dan hak-haknya; (3) Persoalan bai‟at; (4) Persoalan waliyul ahdi,
sumber kekusaan dan kriteria imam; (5) Persoalan perwakilan; (6) Persoalan
ahlul halli wal aqdi; (7) Persoalan wuzaroh dan perbandingannya.41
Berkenaan dengan konsep siyasah dusturiyah kaitannya dengan
pelaksanaan pemilihan umum kepala Daerah (pilkada) di DKI Jakarta, dibatasi
pada konsep imamah, hak dan Persoalan Waliy Al-Ahdi, Sumber Kekuasaan
dan kriteria Imam. Lebih lanjut dua konsep tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a. Imamah, Hak dan Kewajibannya
Al-Mawardi menta‟rifkan bahwa Imamah adalah suatu kedudukan atau
jabatan yang diadakan untuk mengganti tugas kenabian di dalam memelihara
agama dan mengendalikan dunia. Pendapat lain dikemukakan oleh Yusuf
Musa dengan mensitir pendapat Ibn Kholdun menjelaskan bahwa khalifah
atau imamah adalah yang membawa atau memimpin masyarakat sesuai
dengan kehendak agama dalam memenuhi kemaslahatan akhirat dan dunianya
yang kembali kepada keakhiratan itu, karenanya hal ihwal keduniaan kembali
41
A. Djazuli, Fiqih Siyasah………………….., hlm. 74
33
seluruhnya menurut Allah untuk kemaslahatan akhirat. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa nabi Muhammad SAW mempunyai dua
fungsi sekaligus dalam menjalankan misi dakwahnya, yaitu menyampaikan
risalah dari Allah dan menegakkan peraturan-peraturan duniawi berdasarkan
risalah yang dibawanya.
Sedangkan imam yang menjalankan tugas kepemimpinan atau
kekhilafan tersebut. Kata-kata imam menunjukkan kepada bimbingan yang
menuju ke arah kebaikan. Oleh karena itu, seperti yang dikenal Islam, imam
adalah seorang khalifah yang mengatur umat, sebagai pengganti dari
Rasulullah SAW dalam menegakkan agama dan mengatur dunia dengan
agama itu. Dia adalah pemimpin tertinggi daulah Islam yang bersatu.42
Berbicara tentang hak imam, Al-Mawardi menyebutkan dua hak imam,
yaitu hak untuk ditaati dan hak untuk dibantu. Akan tetapi, bila mempelajari
sejarah, layaknya seperti apa yang terjadi pada Abu Bakar, ternyata ada hak
lain yang diperuntukkan untuk imam yaitu hak untuk mendapat imbalan dari
harta baitul mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya secara patut,
sesuai dengan kedudukannya sebagai imam. Hak-hak imam ini sangat erat
sekali kaitannya dengan kewajiban rakyat. Hak untuk ditaati dan dibantu
adalah kewajiban rakyat untuk mentaati dan membantu, seperti tersurat dalam
QS. An-Nisa 59, yaitu:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu.
Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah (Al-Quran), dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada
42
Yusuf al-Qardhawy, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Pustaka al-
Kautsra, 2003), hlm. 50
34
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.”43
Islam sebagai agama amal adalah sangat wajar apabila meletakkan
kewajiban sebagai focus interest-nya, karena hak itu datang apabila kewajiban
telah dilaksanakan dengan baik. Adapun kewajiban-kewajiban seorang imam
meski dalam hal ini tidak ada kesepakatan yang pasti dari para ulama dalam
hal perinciannya, sebagai contoh akan dikemukakan kewajiban-kewajiban
imam menurut Al-Mawardi, yaitu:44
1) Memelihara agama, dasar-dasarnya yang telah ditetapkan dan apa-apa
yang telah disepakati oleh ulama salaf.
2) Mentahfidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang bersengketa,
dan menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan terlaksana secara
umum.
3) Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan tenteram
dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat bepergian dengan
aman, tanpa ada gangguan terhadap jiwa dan hartanya.
4) Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani melanggar
hukum dan memelihara hak-hak hamba dari kebinasaan dan kerusakan.
5) Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh tidak berani
menyerang dan menumpahkan darah muslim atau nonmuslim yang
mengadakan perjanjian damai dengan muslim (mu‟ahid).
6) Memerangi orang yang menentang Islam setelah dilakukan dakwah
dengan baik-baik tetapi mereka tidak mau masuk Islam dan tidak pula jadi
kafir dzimmi.
7) Memungut zakat dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan syara
atas dasar nash atau ijtihad tanpa ragu-ragu.
8) Menetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang yang
berhak menerimanya dari baitul mal dengan wajar serta membayarkannya
pada waktunya.
9) Menggunakan orang-orang yang dapat dipercaya dan jujur di dalam
menyelesaikan tugas-tugas serta menyerahkan kepengurusan kekayaan
negara kepada mereka. Agar pekerjaan dapat dilaksanakan oleh orang-
orang yang ahli, dan harta negara diurus oleh orang yang jujur.
10) Melaksanakan sendiri tugas-tugasnya yang langsung di dalam membina
umat dan menjaga agama.
43
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya 44
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2000), hlm. 37
35
Apabila kewajiban-kewajiban ini dikaitkan dengan maqoshidu asy-
syari‟ah, maka tugas dan kewajiban imam tidak terlepas dari hal-hal sebagai
berikut: 45
1) Yang dharuri, yaitu yang meliputi hifdzu al-din, hifdzu al-nafs, hifdzu al-
„aql, hifdzu al-nasl/iridl, dan hifdzu al-maal serta hifdzu al-ummah, dalam
arti seluas-luasnya, seperti dalam hifdzu al-maal termasuk di dalam
mengusahakan kecukupan sandang, pangan dan papan, disamping menjaga
agar jangan terjadi gangguan terhadap kekayaan.
2) Hal-hal yang bersifat haaji, yang mengarah kepada kemudahan-
kemudahan di dalam melaksanakan tugas.
3) Hal-hal yang taksini, yang mengarah kepada terpeliharanya rasa keindahan
dan seni dalam batas-batas ajaran Islam.
Dengan kata lain, yang terpenting ulil amri harus menjaga dan
melindungi hak-hak rakyat dan mewujudkan hak asasi manusia, seperti hak
milik, hak hidup, hak mengemukakan pendapat dengan baik dan benar, hak
mendapatkan penghasilan yang layak melalui kasb al-halal, hak beragama dan
lain-lain.
b. Persoalan Waliy Al-Ahdi, Sumber Kekuasaan dan kriteria Imam.
Imamah atau pemerintahan dapat terjadi dengan dua cara, yaitu dengan
cara pemilihan ahl al-hall wa al-„aqd dan cara lain adalah dengan janji
(penyerahan kekuasaan) imam yang sebelumnya.46
Dalam buku Fiqh Siyasah A. Djazuli, cara yang kedua adalah cara yang
dimaksud dengan waliyul ahdi. Cara ini bisa dilakukan atas dasar:
1) Abu Bakar menunjuk Umar yang kemudian kaum muslimin menetapkan
keimanan atau pemerintahan Umar atas penunjukkan Abu Bakar tersebut.
2) Umar menunjuk menyerahkan pengangkatan khalifah kepada ahlu syura
(imam orang sahabat) yang kemudian disetujui atau dibenarkan oleh
sahabat yang lain.
Jadi, di dalam kasus ini bukan menunjuk seseorang tetapi menyerahkan
pengangkatan khalifah kepada sekelompok orang (ahlu syura yang
45
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara………………………. hlm. 37 46
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara……………..., hlm. 19
36
berwenang). Sedangkan pendapat Qadli Abu Ya‟la yang dikutip oleh A.
Djazuli menjelaskan bahwa wilayah al-ahd dapat pula dilaksanakan kepada
orang yang mempunyai hubungan nasab, baik garis lurus ke atas atau garis
lurus ke bawah dengan syarat orang yang ditunjuk itu memenuhi persyaratan
imam, karena imamah tidaklah terjadi karena semata penunjukkan akan tetapi
imamah terjadi karena persetujuan kaum muslimin.
Dari keterangan di atas, bahwa anak seorang khalifah bisa saja jadi
khalifah dengan syarat memenuhi persyaratan sebagai seorang khalifah serta
pengangkatannya disetujui oleh setidak-tidaknya mayoritas ahl al-hall wa al-
„aqd. Tetapi seseorang yang tidak memiliki hubungan nasab pun dapat
menjadi khalifah, apabila dia yang paling memenuhi syarat serta disetujui oleh
ahl al-hall wa al-„aqd.
Berdasarkan pemenuhan syarat dan mendapatkan persetujuan, maka
wilayah al-ahdi ini kembali kepada dua masalah poko yaitu siapa yang harus
memiliki atau memegang kekuasaan dan apa syarat-syarat yang harus dimiliki
iamam yang memegang kekuasaan tersebut.
Perbedaan pendapat para ulama baik ulama terdahulu atau ulama
sekarang tidak hanya dalam masalah siapa yang akan memegang kekuasaan
saja, untuk masalah syarat-syarat bagi si pemegang kekuasaan ternyata ada
para ulama yang memberikan persyaratan yang sangat ketat dan ada pula yang
memberi persyaratan yang longgar. Sebagai contoh, Al-Mawardi memberikan
tujuh persyaratan sebagai berikut:47
1) Adil dengan segala persyaratannya, yaitu (a) benar tutur katanya, (b) dapat
dipercaya, (c) terpelihara dari segala yang haram, (d) menjauhi segala
yang dosa dan hal-hal yang meragukan, (e) memegang muru‟ah; yang
mengurangi keadilan itu adalah al-fasqu, yang terdiri dari dua hal, yaitu (1)
mengikuti syahwat, yang berhubungan dengan anggota badan yaitu
melakukan yang haram dan kemungkaran, (2) yang berhubungan dengan
syubhat.
2) Memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk ijtihad di dalam hukum dan
kasus-kasus hukum yang harus dipecahkan.
3) Sehat panca inderanya baik pendengaran, penglihatan, dan lisannya agar
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
47
Mawardi, Hukum Tata Negara……………., hlm. 18
37
4) Sehat anggota badannya dari kekurangan-kekurangan yang dapat
mengganggu geraknya.
5) Kecerdasan dan kemampuan di dalam mengatur rakyat dan kemaslahatan.
6) Kebenaran dan punya tanggung jawab, serta tabah di dalam
mempertahankan negara dan memerangi musuh.
7) Nasab imam itu orang Quraisy atas dasar nash dan ijma.
Sedangkan Abu Ya‟la al-Hanbali menyabut empat syarat bagi si
pemegang kekuasaan, yaitu:
1) Haruslah orang Quraisy (keturunan Nadlar bin Kinanah bin Huzaimah bin
Mudzrikah bin Ilyas bin Mudlar bin Nasar bin Zaad bin adnan).
2) Memiliki syarat-syarat sseorang hakim, yaitu merdeka, baligh, berakal,
berilmu dan adil.
3) Mampu memegang kendali di dalam masalah-masalah peperangan,
siyasah dan pelaksanaan hukuman.
4) Orang yang paling baik atau utama dalam ilmu dan agama.
Namun demikian, Ibn Taimiyah tidak mengharuskan seseorang
penguasa memiliki kualitas yang lebih banyak dari seorang saksi yang dapat
dipercayai. Tetapi meskipun demikian, Ibn Taimiyah memberikan syarat
tambahan yaitu amanah dan memiliki kekuatan. Amanah itu antara lain takut
kepada Allah, tidak menjual ayat-ayat Allah dan tidak takut kepada manusia.
Sedangkan kekuatan itu sesuai dengan tugas yang disandangnya. Untuk
seorang panglima, kekuatan itu berarti memiliki keberanian, pengalaman
berperang, tahu taktik dan strategi perang. Kekuatan dalam memutuskan
perkaraadalah memiliki ilmu tentang keadilan yang ditunjukkan oleh al-Kitab
dan sunnah, serta mampu melaksanakan hukum.
Dalam literatur lain48
dijelaskan bahwa Menurut Islam, tugas pemimpin
itu mengatur urusan dunia dan memelihara Agama. Bagaimana mungkin kita
bisa mengharapkan seorang pemimpin yang tidak beragama dapat memelihara
Agama. Karena itu, kriteria pertama menjadi pemimpin haruslah orang yang
beriman. Hal inilah yang disebutkan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 144,
yaitu.
48
Tersedia online di http://www.waspada.co.id , diakses, tgl. 12 Januari 2013
38
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang
kafir menjadi pemimpinmu dengan meninggalkan orang Mukmin. Apakah
kamu ingin memberi alasan yang jelas bagi Allah (untuk menghukummu)?”49
Kriteria kedua bahwa pemimpin haruslah seorang yang mempunyai visi
dan program kerja untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan diri
sendiri atau kelompok tertentu. Dalam hadits sahih riwayat Bukhari dan
Muslim disebutkan sabda Rasul SAW yang artinya, “Barang siapa yang tidak
mementingkan urusan kaum Muslim maka ia bukan dari golongan mereka.”
Kriteria ketiga bahwa pemimpin harus seorang yang mampu dalam
menjalankan tugasnya. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dan
Muslim Nabi bersabda yang artinya, “Apabila suatu perkara kepada orang
yang bukan ahlinya, tunggulah kehancuran.”
Kriteria keempat bahwa pemimpin haruslah seorang yang diterima di
tengah-tengah warganya. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Muslim
disebutkan yang artinya, “Sebaik-baik pemimpinmu adalah orang yang kamu
cintai dan yang mencintaimu, yang mendoakan kamu dan yang kamu
doakan.”
Kriteria kelima pemimpin tidak diktator dan takabbur. Dalam Al-Quran
banyak disebutkan kisah Firaun dan raja Namrud sebagai pebguasa diktator
dan zalim. Mereka memerintah sekehendak hatinya semata-mata untuk
kenikmatan sendiri. Perintah mereka tidak boleh dibantah. Siapa yang
membantahnya dibunuh atau dihukum berat. Kisah-kisah ini dikemukakan
dalam A-Quran sebagai celaan terhadap pemimpin yang zalim.
Berdasarkan istilah tersebut, Hasan Al-Banna membaginya dalam tiga
kelompok, yaitu: 50
49
Departemen Agama RI., al-Qur‟an dan Terjemahnya. 50
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17
39
1) Para ahli fiqh dan para mujtahid yang pendapat-pendapat mereka dijadikan
sebagai pegangan dalam mengeluarkan fatwa maupun mengambil suatu
keputusan hukum.
2) Orang-orang yang memiliki keahlian dalam urusan-urusan yang bersifat
umum.
3) Orang-orang yang memiliki sifat kepemimpinan dan kepeloporan di
tengah-tengah masyarakat seperti para pemimpin rumah tangga dan
keluarga, pemimpin kabilah atau ketua-ketua kelompok masyarakat.
Masih menurutnya, mereka dapat dipilih melalui sistem pemilihan yang
terencana dengan dibuat syarat-syarat atau kualifikasi-kualifikasi yang jelas,
sehingga orang-orang yang memenuhi persyaratan tersebut bisa dicalonkan
dan orang-orang yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak bisa dicalonkan
dan dipilih.
Al-Mawardi menyebut orang-orang yang memilih khalifah ini dengan
ahl al-ikhtiyar harus memenuhi tiga syarat, yaitu: pertama, keadilan yang
memenuhi segala persyaratannya; kedua, memiliki ilmu pengetahuan tentang
orang yang berhak menjadi imam dan persyaratan-persyaratannya ketiga,
memiliki kecerdasan dan kearifan yang menyebabkan dia mampu memilih
imam yang paling maslahat dan paling mampu serta tahu tentang kebijakan-
kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat.51
Dari uraian para ulama tentang ahl al-hall wa al-„aqd tampak hal-hal
sebagai berikut: 52
1) Ahl al-hall wa al-„aqd adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang
mempunyai wewenang untuk memilih dan membai‟at imam.
2) Ahl al-hall wa al-„aqd mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan
masyarakat kepada yang maslahat.
3) Ahl al-hall wa al-„aqd mempunyai wewenang membuat undang-undang
yang mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang diatur secara
tegas oleh Al-Quran dan Hadits.
4) Ahl al-hall wa al-„aqd adalah tempat konsultasi imam di dalam
menentukan kebijakannya.
5) Ahl al-hall wa al-„aqd mengawasi jalannya pemerintahan. Wewenang
nomor 1 dan 2 mirip dengan wewenang MPR, wewenang nomor 3 dan 5
adalah wewenang DPR, dan Wewenang nomor 4 adalah wewenang DPA
di Indonesia.
51
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17 52
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara…………….., hlm. 17
40
Berdasarkan penjelasan di atas, fiqh siayasah dusturiyah berarti
pengaturan hubungan antara warga negara dengan lembaga negara yang satu
dengan warga negara dan lembaga negara yang dalam batas-batas administrasi
suatu negara, atau dengan kata lain yaitu pengaturan tentang hubungan antara
pemerintah dengan rakyatnya dalam upaya untuk menciptakan kesejahteraan
dan kemaslahatan. Karenanya, permasalahan di dalam fiqh siayasah
dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di
pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya.
Oleh karena itu, di dalamnya biasanya dibatasi hanya membahas pengaturan
dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi
persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi
kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.
Sama halnya dengan gerakan-gerakan politik yang dilakukan oleh
partai-partai politik, termasuk PKS, kajiannya termasuk dalam kajian siyasah
dusturiyah. Karena secara perundang-undangan, partai politik adalah
organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik
Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara
melalui pemilihan umum.53
Dalam hal ini, partai politik melalui fungsi pendidikan politik,
sosialisasi politik, perumusan dan penyaluran kepentingan serta komunikasi
politik yang secara riil akan meningkatkan kesadaran dan partisipasi politik
masyarakat, merekatkan berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat,
mendukung integrasi dan persatuan nasional, mewujudkan keadilan,
menegakkan hukum, menghormati hak asasi manusia, serta dapat menjamin
terciptanya stabilitas keamanan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan ada empat bagian
konsep-konsep dalam siayasah dusturiyah, yaitu konsep-konsep konstitusi
(undang-undang dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-undangan dalam
53
Undang-undang RI, No. 31 Tahun 2002, tentang Partai Politik, hlm. 3
41
suatu negara), legislasi yaitu mengenai proses perumusan undang-undang),
dan demokrasi dan syura yang merupakan pilar penting dalam perundang-
undangan negara serta ummah yang menjadi pelaksana undang-undang
tersebut.
42
BAB III
SEJARAH PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
A. Sejarah Berdirinya Partai Keadilan Sejahtera (PKS)54
Secara historis peranan kaum Muslimin dalam perjuangan Indonesia
begitu besar dan menentukan, tetapi tidak dapat dipungkiri adanya kenyataan
bahwa Islam sering dikesankan sebagai sebuah momok yang kerap
membangkitan kecurigaan para penguasa di Indonesia.
Dalam pentas politik Orde Lama, Presiden Soeharto telah membuka
peluang demokrasi bagi perjuangan Islam di Indonesia. Namun, pada tahun
1959, dengan dekritnya, Soekarno menutup kembali peluang tersebut dengan
diterapkannya Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya adalah sebuah
bentuk diktatorisme. Akibatnya, setahun kemudian, Masyumi sebagai partai
umat Islam terbesar pada saat itu secara inkonstitusional dibubarkan.
Lebih dari itu, dalam pentas politik Orde baru, Soeharto justru
mengembangkan sikap apriori terhadap umat Islam. Pemerintah Orde baru
selalu menebar semangat kecurigaan dan kebencian dengan apa yang disebut
sebagai „ekstern kanan‟ dan kemudian memunculkan isu SARA (Suku,
Agama, Ras, dan Antargolongan). Upaya-upaya untuk mengeliminasi peran
umat Islam pun dilakukan dengan sistematis melalui penyederhanaan partai
dan penetapan asas tunggal. Sementara itu, permohonan untuk merehabilitasi
Masyumi tidak pernah berhasil dilakukan.
Selanjutnya, tekanan-tekanan umat Islam, khususnya kebebasan
berpendapat dan berekspresi keyakinan secara sempurna selalu dibungkam.
Apalagi setelah dunia perguruan tinggi terkena pula oleh imbas
otoritarianisme pemerintah dengan diterapkannya konsep NKK/BKK, para
aktivis intelektual Muslim semakin merasakan sempitnya ruang gerak
kebebasan bagi dakwah dalam menebar kebenaran dan kebaikan di Indonesia.
Namun demikian, justru dengan adanya kebijakan seperti itu, para aktivis
54
Nashir Fahmi, Menegakkan Syari‟at Islam ala Partai Keadilan Sejahtera (PKS),( Solo:
Era Intermedia, 2006), hlm. 103
43
pergerakan yang pada awalnya bergerak dari kampus ke kampus, pada
perkembangan berikutnya melebarkan sayap pergerakannya di luar kampus.
1. Munculnya Fenomena Gerakan Dakwah
Keberadaan Partai Keadilan Sejahtera yang merupakan kelanjutan dari
Partai Keadilan tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial politik era Orde Baru
dan situasi dunia Islam pada umumnya. Seperti telah difahami sebelumnya,
pada era itu, rezim Soeharto sangat represif dengan kebijakan deideologisasi
dan depolitisasinya. Umat Islam adalah kelompok besar yang mendapatkan
tekanan latrar biasa. Menghadapi kenyataan itu, umumnya, organisasi Islam
cenderung akomodatif, meski hal itu dilakukan dengan setengah hati.
Di lain pihak, pada akhir tahun 1970-an, atau bertepatan waktunya
menjelang masuknya abad 15 H, di negeri-negeri Muslim berkumandang isu
kebangkitan Islam. Revolusi Iran, terlepas dari permasalahan aliran di
dalamnya, sering dijadikan petunjuk penting kebangkitan itu. Pengaruhnya
memang cukup besar. Hal ini membuktikan bahwa negeri-negeri Islam
mampu bangkit dari keterpurukan, khususnya yang berkaitan dengan dominasi
Barat. Dan kelompok yang siap untuk menyambut isu kebangkitan Islam itu
adalah kalangan muda, khususnya yang berbasis di kampus-kampus.
Maka pada awal tahun 1980-an, gerakan-gerakan keislaman yang
mengambil masjid-masjid sebagai basis operasional dan strukturalnya,
terutama masjid kampus, mulai bersemi. Gerakan dakwah ini merebak dari
tahun ke tahun mewarnai suasana keislaman di kampus-kampus dan
masyarakat umum, bahkan menjalar pula ke kalangan pelajar dan mahasiswa
di luar negeri, baik di Eropa, Amerika maupun Timur Tengah. Gejolaknya
muncul dalam pemikiran keislaman dalam berbagai bidang dan juga praktik-
praktik pengamalan sehari-hari. Hingga akhirnya gejala dakwah semakin
membesar dan mengental terutama di kalangan pemuda mahasiswa dan
akademisi.
Di antara gerakan dakwah itu adalah munculnya aktivitas yang sering
kali dilakukan dengan cara melakukan pembinaan (tarbiyyah) secara intensif
kepada umat secara keseluruhan dengan memberikan kesadaran dan
44
pencerahan pada mereka tentang hakikat kesempumaan Islam. Di kancah
masyarakat mereka berupaya membangun ruh keislaman melalui tabligh,
seminar, aktivitas sosial, ekonomi dan pendidikan. Sementara dalam bidang
politik, mereka mencoba menyadarkan masyarakat Muslim, khususnya
kalangan pemuda dan masyarakat akan tanggung jawabnya terhadap masa
depan lndonesia. Karena aktivitas pembinaan yang terus berkelanjutan secara
intensif, kelompok ini kemudian sering disebut dengan kelompok tarbiyyah.
Dalam hal ini, seorang Murabbi (Pembina) harus sadar bahwa dalam
membina para mutarabbi (anak binaan/anak didik) berurusan dengan fitrah
manusia secara keseluruhan. Sehingga tarbiyyah Islamiyah adalah proses
manpersiapkan manusia sholeh yang seimbang dalam potensi, tujuan, ucapan
dan tindakan. Dalam pendekatannya, hal yang sering kali dilakukan adalah
pendekatan pada aspek intelektual, emosional, spiritual dan fisik, di mana
setiap peserta tarbiyyah diperkenalkan dengan materi-materi dasar keislaman
seperti ma'rifatullah, ma'rifaturrasul, ma'na syahadat, al-wala wa al-bara',
ghazwul fikri, dan materi-materi lainnya.
Dari sumber akademis, tidak begitu jelas tentang siapa yang pertama
kali memunculkan gerakan ini. Tapi, kalau ditilik secara seksama, pemikiran-
pemikiran kelompok tarbiyyah tampak amat dipengaruhi oleh pemikiran
Ikhwanul Muslimin, sebuah gerakan Islam internasional yang didirikan oleh
Hasan Al-Banna pada tahun 1928 di Mesir. Hal ini terlihat dari paradigma
tokoh-tokoh sentral kelompok ini seperti Rahmat Abdullah, Ihsan Tanjung,
Abu Ridha, Hidayat Nurwahid, Anis Matta dan lain-lain. Selain itu, buku-
buku rujukan yang digunakan dalam setiap aktivitas tarbiyyahnya adalah
buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin, seperti Hasan
Al-Banna, Said Hawwa, Sayyid Qutub, Yusuf Qaradhawi, dan lain-lain.
Bahkan salah satu buku terpenting lkhwanul Muslimin yaitu Majmu'atur
Rasail, secara tidak langsung diterjemahkan oleh tokoh kelompok ini meski
hal tersebut bukan merupakan indikasi utama.
45
2. Tahapan Strategi Gerakan Dakwah
Sebagaimana Hasan Al-Banna yang berpandangan bahwa Islam
pedoman hidup dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam bernegara
secara khusus dan politik secara umum, maka tujuan kelompok tarbiyyah
dalam proyek dakwah jangka panjangnya adalah membangun sebuah
kehidupan yang Islami. Dengan kata lain, mewujudkan Negara dan bangsa
Indonesia yang adil dan sejahtera dan diridhai Allah SWT. Itulah sebabnya,
pada perkembangan selanjutnya, isu dan gerak aktivitas yang seringkali
diusung adalah gerak dakwah amar ma'ruf nahyi munkar.
3. Gerakan Dakwah dalam Pentas Politik
Secara umum, di kalangan kaum Muslimin, terutama di kalangan
aktivis pergerakan dakwah, muncul kesadaran bahwa kehidupan kontemporer
mereka menuntut pembaharuan orientasi di bidang gerakan dakwah.
Pembaharuan orientasi itu meliputi arah dan model dakwah yang sesuai
dengan tuntutan dan problem masyarakat kontemporer, serta sesuai dengan
tantangan kontemporer yang dihadapi.
Di samping itu, gerakan dakwah tetap dituntut untuk senantiasa
melakukan perbaikan pada seluruh bidang kemasyarakatan yang semakin
mengalami pembusukan, serta memelihara kelangsungan dakwah di kalangan
masyarakat Muslim yang berwujud pada perbaikan, amar ma'ruf nahyi
munkar, dan penegakkan sistem Islam dalam seluruh bidang kehidupan. Maka
orientasi dakwah selanjutnya menuntut keberanian kaum pergerakan Muslimin
untuk memasuki wilayah politik (siyasah), yaitu sebuah wilayah publik yang
sampai saat ini kurang dijamah oleh gerakan dakwah.
Senin 26 Rabiul Awal l4l9 H bertepatan dengan 20 Juli 1998, partai
Keadilan (PK) didirikan di Jakarta Tepat pada hari Minggu, 15 Rabiuts
Tsaniyah 1419 H atau 9 Agustus 1998, para aktivis dakwah yang tergabung
dalam kelompok tarbiyyah sepakat mengukuhkan dan mendeklarasikan
sebuah partai politik yang diberi nama Partai Keadilan (PK).
Pada awal kemunculannya, keikutsertaan para aktivis dakwah dalam
politik dengan bendera PK sering dicurigai sebagai kelompok radikal yang
46
kolot dan tidak kenal kompromi. Tapi seiring berjalannya waktu, kecurigaan
dan tudingan itu berangsur-angsur hilang. Hingga pada akhimya, pergerakan
dan pemikiran dakwah kelompok ini disambut oleh kalangan muda terpelajar
dan dengan cepat menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Melalui pola
pembinaan (tarbiyyah), perlahan tapi pasti, masyarakat kembali menemukan
jati diri keislaman mereka. Artinya, kesadaran masyarakat terhadap kehidupan
Islami berdampak pada penerimaan dan dukungan mereka terhadap PK.
Sebab, dukungan dan simpati yang diberikan mereka disadari oleh alasan pada
umumnya para aktivis dakwah dikenal mempunyai kepribadian yang sholeh,
pintar, berprestasi dalam semua bidang, menunjukkan nilai yang bagus, serta
aktif dalam kegiatan sosial dan organisasi. Dengan persiapan yang cukup
singkat, tidak genap setahun untuk mensosialisasikan gerakan dakwah dalam
wujud partai Politik kepada masyarakat bersama dengan 47 Partai Politik
lainnya, akhirnya PK mengikuti ajang pemilihan umum pada tanggal 7 Juni
1999.
Dalam pemilihan umum yang pertama perolehan PK tidak memenuhi
ketentuan electoral threshold, walaupun masuk ke dalam sepuluh besar dari
48 partai Politik peserta pemilu 1999. Partai Keadilan hanya memperoleh total
suara 1.436.563 yang setara dengan 6 kursi DPR RI, 26 kursi di DPRD I, dan
l5 kursi di DPRD II, atau setara dengan 1,2 %. Sedangkan syarat untuk
mengikuti pemilu berikutnya yaitu pada tahun 2004, minimal harus
memperoleh suara 2%.
Karena minimnya perolehan suara Partai Keadilan pada pemilihan
umum 1999 yang tidak mencapai 3 %, sebagai syarat minimal agar dapat
mengikuti pemilihan umum berikutnya pada tahun 2004, para tokoh Partai
Keadilan kemudian merumuskan wadah politik baru bernama Partai Keadilan
Sejahtera yang kita kenal sekarang dengan PKS. 17 April 2003, mereka
kemudian memberikan rekomendesi berupa penggabungan Partai Keadilan
dengan Partai Keadilan Sejahtera pada Musyawarah Nasional Istimewa PK.
Akhirnya, Ahad 20 April 2003, bertempat di lapangan parkir Senayan Jakarta
dideklarasikanlah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
47
B. Karakteristik Gerakan Politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS)55
Terdapat perbedaan antara PKS dengan Partai Politik Islam lainnya.
Meski memiliki persamaan, yaitu Islam, untuk menghindari kamuflase politik
dalam rangka menarik simpati atau emosi massa Islam, PKS memaknai asas
Islam tersebut dalam karakteristik berikut.
1. Moralis. Artinya, PKS berupaya menampilkan sisi moralitas yang
bersumber pada nilai-nilai Islam sebagai basis serta keteladanan, tonggak
dalam program dan aktivitas yang digulirkan.
2. Profesional. Artinya, keprofesionalan sebuah partai dapat dilihat dari
akrivitasnya yang berkesinambungan. yakni tidak hanya menjelang dan
saat pemilu saja. Selain itu, juga dapat dilihat dari program kerjanya yang
strategis dan berjangka panjang, serta didukung sarana yang memadai
untuk menjalankan progam tersebut.
3. Patriotik. Artinya, PKS sadar bahwa kehidupan partai adalah kehidupan
perjuangan dan sarana untuk bekerja menuju kebaikan, bukan sebuah
badan legitimasi kebaikan itu sendiri.
4. Moderat. Artinya, sikap moderat adalah refleksi dari pandangan yang
menggambarkan jalan tengah, sehingga dalam menghadapi persoalan
penting akan tetap menonjolkan sikap adil dan seimbang.
5. Demokratis. Artinya, PKS mendukung tegaknya demokrasi. Karena
dengan demokrasi, amar ma'ruf nahyi munkar dapat lebih leluasa
dilakukan. Selain itu, dengan demokrasi, kebebasan mengemukakan
pendapat yang dijunjung tinggi dalam Islam lebih terjamin
pelaksanaannya. Disadari atau tidak, bahwa salah satu substansi demokrasi
adalah bentuk partisipasi rakyat dalam menyelenggarakan kekuasaan yang
tidak bertentangan dengan nilai-nilai syura
6. Reformis. Artinya, PKS akan selalu menempatkan posisinya sebagai partai
reformis, yaitu membawa misi penyelamatan manusia dari kehancuran dan
mengantarkannya pada keadaan yang lebih baik, serta konsisten menjauhi
segala karakter dan sifat-sifat yang menimbulkan kerusakan.
55
Fahmi, Menegakkan……………………., hlm. 121
48
7. Independen. Artinya, PKS memiliki semangat kemandirian dalam
membaca persoalan dan kemudian merumuskan sikap telah menjadi
komitmen yang menandai seluruh proses pengambilan keputusan.
Kepercayaan pada Islam sebagai referensi dan kekuatan kolektif anggota
PKS merupakan modal utama dalam bersikap.
C. Prinsip-prinsip Kebijakan dalam Gerekan Politik Partai Keadilan
Sejahtera (PKS)56
Dalam menyusun pandangan dan kebijaksanaan partai untuk menyikapi
berbagai isu dan persoalan yang terus berkembang, terdapat beberapa prinsip
pokok yang menjadi pijakan utama dari keseluruhan cara pandang PKS dalam
bersikap.
1. Asy-syumuliyah (komprehensif). Yaitu, kebijakan selalu dirumuskan
dengan mempertimbangkan berbagai aspek, perspektif dan menyinkronkan
satu aspek dengan aspek yang lain. PKS tidak memilah-milah dalam
menyikapi suatu persoalan, tetapi akan berusaha menyoroti berbagai
persoalan mulai dari persoalan sosial, HAM, keamanan, politik, ekonomi,
hukum sampai masalah luar negeri.
2. Al-ishlah (reformasi). Yaitu kebijakan yang berorientasi pada perbaikan
individu, masyarakat ataupun berkaitan dengan perbaikan pemerintahan
dan Negara dalam rangka untuk menegakkan syari'at dan daulah-Nya
yang berdasarkan pada prinsip amar ma' ruf nahyi munkar.
3. Asy-syari'ah (konstitusional). Yaitu, dalam mengambil kebijakan selalu
mempertimbangkan aspek kefleksibelan dan legalitas formal yang tidak
bertentangan dengan syari'at Islam, sehingga semua peraturan yang ada
dalam al-quran menjadi dasar konstitusi bagi seluruh kebijakan, program
dan perilaku politik.
4. Al-wasath (moderat). Yaitu, bersikap adil dan seimbang dalam
menghadapi berbagai persoalan, tetapi tetap berada dalam posisi
pertengahan yang sejalan dengan watak masyarakat Muslim (ummatan
56
Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP-PKS), Sikap Kami (Kumpulan
Sikap Dakwah Politik PKS Periode 2000-2005)
49
wasathan) dan selalu menyeru kepada kemudahan selama tidak
bertentangan dengan nilai kebenaran lslam.
5. Al-istiqomah (konsisten). Yaitu, kebijakan, program dan langkah-langkah
operasional partai harus taat asas, konsisten dan berkesinambungan.
6. An-numuww wal istimrar (kebijakan yang selalu berkembang dan
berkesinambungan). Yaitu, program dan langkah-langkah operasionalnya
harus tetap concern kepada pengembangan potensi SDM hingga mampu
melakukan akselerasi mobilisasi vertical dan horizontal.
7. At-tadaruj wa tawazun (bertahap dan seimbang). Yaitu, kiprah partai,
baik individu fungsionaris dan pendukungnya ataupun kolektif lekat
dengan kebertahapan dan keseimbangan sesuai dengan sunnatullah yang
berlaku.
8. Taqdimu al-awlawiyat wal mashlahah al-'ammah (mengutamakan skala
prioritas dan kepentingan umum). Yaitu, kebijakan, program dan langkah-
langkah operasionalnya didasarkan pada visi dan misi partai sehingga
dapat melahirkan efisiensi dan efektifitas gerakan. Karena, gerak politik
harus dapat mengedepankan prinsip kemaslahatan umat di mana
kepentingan umat harus diletakkan di atas kepentingan pribadi atau
kelompok.
9. Al-mustaqbaliyyah (orientasi masa depan). Yaitu, kebijakan dan program
selalu dikaitkan dengan dimensi waktu, yakni masa lalu sebagai pelajaran,
kini sebagai realitas, dan hari yang akan datang sebagai harapan, sehingga
melahirkan sikap optimis dan penuh perhitungan.
10. Al-'alamiyah (globalisasi). Yaitu, kebijakan yang diambil dan program
yang dicanangkan selaras dengan kebijakan dakwah yang bersifat
mendunia, tunduk pada sunnah ad-da'wah dengan tidak melikuidasi
persoalan khas yang dihadapi di masing-masing wilayah.
Prinsip-prinsip kebijakan dalam gerakan politik PKS tersebut senantiasa
dijadikan rujukan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan praktis dan taktis
partai, baik dalam skala nasional maupun internasional, sehingga dengan
50
prinsip-prinsip tersebut dapat difahami kearah mana pemikiran dan gerakan
PKS dibangun.
D. Profil Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI Jakarta
1. Pengurus DPW PKS DKI Jakarta
a. Visi
Visi Umum : "sebagai partai da‟wah penegak keadilan dan kesejahteraan
dalam bingkai persatuan ummat dan bangsa”.
Visi Khusus : ”partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi,
maupun opini dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani”.
b. Misi
Terdapat tujuh misi dari Partai Keadilan Sejahtera yakni : Pertama,
menyebarluaskan da'wah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai
anashir taghyir; Kedua, mengembangkan institusi-institusi kemasyarakatan
yang Islami di berbagai bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi;
Ketiga, membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung
bagi penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat; Keempat,
membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan,
pelayanan dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya; Kelima,
menegakkan amar ma'ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara
konsisten dan kontinyu dalam bingkai hukum dan etika Islam; Keenam,
secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah
dengan berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terwujudnya
ukhuwah Islamiyah dan wihdatul-ummah, dan dengan berbagai komponen
bangsa lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merealisir agenda
reformasi; Ketujuh, ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan
keadilan dan menolak kedhaliman khususnya terhadap negeri-negeri
muslim yang tertindas.
51
Dalam anggaran rumah tangga Partai Keadilan Sejahtera, bab III
pasal 8 mengenai keanggotaan dijelaskan siapa saja yang berhak menjadi
anggota Partai Keadilan Sejahtera adalah sebagai berikut :
1) Warga negara Indonesia, laki-laki maupun perempuan
2) Berusia tujuh belas tahun ke atas, atau sudah menikah
3) Berkelakuan baik
4) Setuju dengan tujuan-tujaun partai
5) Mengajukan permohonan menjadi anggota partai kepada sekretariat
pusat melalui DPD (Dewan Pimpinan Daerah)
6) Melaksanakan dan disiplin dengan kewajiban-kewajiban keanggotaan
7) Mengucapkan ikrar kesetiaan pada prinsip-prinsip dan disiplin partai
Jenjang Keanggotaan PKS
JENIS KEANGGOTAAN PENGERTIAN
Anggota Pemula Mereka yang mengajukan permohonan untuk
menjadi anggota partai dan terdaftar dalam
keanggotaan partai yang dicatat oleh Dewan
Pimpinan Cabang (DPC) setelah lulus mengikuti
training orientasi partai I (satu).
Anggota Muda Mereka yang terdaftar dalam keaggotaan partai
yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan cabang
(DPC) dan telah lulus pelatihaan kepartaian
tingkat dasar satu.
Anggota Madya Mereka yang terdaftar dalam keaggotaan partai
yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan cabang
(DPC) dan telah lulus pelatihaan kepartaian
tingkat dasar dua.
Anggota Dewasa Mereka yang terdaftar dalam keaggotaan partai
yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan cabang
(DPC) dan telah lulus pelatihaan kepartaian
52
tingkat lanjutan
Anggota Ahli Mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai
yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan pusat
(DPP) dan telah lulus pelatihan kepartaian
tingkat tinggi.
Anggota Purna Mereka yang terdaftar dalam keanggotaan partai
yang dikeluarkan oleh dewan pimpinan pusat
(DPP) dan telah lulus pelatihan kepartaian
tingkat ahli.
Anggota Kehormatan Mereka yang berjasa dalam perjuaangan partai
dan dikukuhkan oleh Majelis Pertimbangan
Partai.
Jenjang keanggotaan ini merupakan jenjang kaderisasi para
aktivis Partai Keadilan Sejahtera. Jika telah memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan, maka jenjang keanggotaannya pun berubah.
Susunan Pengurus DPW PKS DKI Jakarta periode 2010 – 2015
ditetapkan melalui sidang paripurna musyawarah wilayah (muswil) yang
dilakukan secara musyawarah mufakat yang diadakan di Hotel Atlet
Century Park, Jakarta, Minggu 17 Oktober 2010. Adapun Susunan
lengkapnya kepengurusan DPW PKS DKI Jakarta Periode 2010-2015
adalah sebagai berikut :57
a. Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW)
Ketua : Ir. Triwisaksana, MSc.
Sekretaris : Igo Ilham, SST
Ketua Komisi Legislasi, Organisasi,
dan Kewilayahan : Wasito Al Wasith, S.Ag
Ketua Komisi Pembinaan Kader
dan Perempuan : Ir. Eko Ihsanto, MSc.
Ketua Komisi Kebijakan Publik
57
Sumber: Tim Kesekretariatan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Parta Keadilan
Sejahtera DKI Jakarta
53
dan Kajian Strategis : Nurmansjah Lubis, SE, Ak, MM
b. Dewan Syariah Wilayah (DSW)
Ketua : Abdurrahman Suhaemi, MA
Sekretaris : Ahmad Yani, BA
Ketua Lajnah Hisbah dan Disiplin
Syar‟i : Abdullah Qomarudin, Lc.
Ketua Lajnah Arbitrase : Mahbub, Lc.
Ketua Lajnah Sumber Daya Insani : Ahmad Adnan, Lc.
Lajnah Kerjasama Keummatan : Syu‟aib Zainal, Lc.
c. Dewan Pengurus Wilayah (DPW)
Ketua Umum : Selamat Nurdin, S.Sos, MM
Wakil Ketua Umum : Ahmad Zairofi, Lc
Sekretaris Umum : Tubagus Arif, S.Ag
Bendahara Umum : Drs. Nasrullah HN
Sek. Biro Humas dan Media : Ikhsan Fadilla, ST, MM
Sek. Biro Perencanaan : Arif Priambodo, S.Psi, MM
Ka. Bid. Kaderisasi : Tolhah Nuhin, Lc.
Ka. Bid. Pembangunan Keummatan : Hidayat Rohim
Ka. Bid. Kebijakan Publik : Rois Hadayana, SH
Ka. Bid. Kepanduan dan Olah Raga : Zainal Hasyim
Ka. Bid. Generasi Muda dan Profesi : Fitra Arsil, SH, MH
Ka. Bid. Perempuan : Dra. Iceu Hernawati
Ka. Bid. Peng, Ekonomi dan
Kewirausahaan : Adi Susilo, MM.
Ka. Bid. Kelembagaan Sosial : Israyani, SP
Kantor DPW PKS Jakarta berada di Jalan R. Soeprapto,
Kemayoran, Jakarta Pusat. Berbeda dengan kantor sebelumnya di jalan
Kramat Kwitang Raya yang masih mengontrak, kantor baru ini sudah
menjadi milik sendiri. Hal ini merupakan cerminan pusat pemerintahan
yang harus lebih baik dari wilayah lain di Indonesia.
54
2. Data perolehan suara PKS 3 kali pemilu di DKI Jakarta
Dari hasil penghituangan suara untuk DPRD DKI yang
memperebutkan 75 kursi, pada pemilu tahun 1999 Partai Keadilan
Sejahtera telah mendapatkan 24 persen dari total suara, dengan perolehan
sebanyak 18 kursi. Menyusul di tempat kedua, Partai Demokrat yang
mendapatkan 16 kursi dengan persentase 21,33 persen suara. Di tempat
ketiga, PDI Perjuangan mendapatkan 10 kursi dengan persentase 13,33
persen. Adapun Partai Golkar dan PPP, masing-masing memperoleh 7
kursi dengan persentase 9,33 persen. Sedangkan di urutan kelima, PAN
memproleh enam kursi dengan persentase suara sebesar 8
persen. Selanjutnya, Partai Damai Sejahtera memperoleh 4 kursi dengan
persentase 5,33 persen. Menyusul Partai Bintang Reformasi, yang
mendapatkan 3 kursi dengan 4 persen suara.
Pada pemilu tahun 2004, PKS merupakan partai kedua terbanyak
setelah partai Demokrat dalam meraih kursi DPRD. Dari 94 kursi DPRD
DKI, Demokrat meraih 32 kursi, PKS 18 kursi, PDIP 11 kursi, Golkar 7
kursi, PPP 7 kursi, Gerindra 6 kursi, PAN 4 kursi, PDS 4 kursi, Hanura 4
kursi, dan PKB 1 kursi. Sedangkan syarat partai bisa mengusung calon
dalam Pilkada DKI adalah memiliki minimal 15 kursi. Dengan demikian
hanya partai Demokrat dan PKS yang bisa mengusung pasangan calon
tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Sedangkan pada pemilu tahun 2009 di DKI Jakarta, yang menjadi
barometer politik nasional, suara PKS menurun. Hal lini bisa
dibandingkan dari hasil pemilu 2004, di mana PKS mendapatkan 18 kursi
(24 persen) dari 75 kursi DPRD DKI Jakarta. Sedangkan pada pemilu
2009, PKS mendapatkan 18 kursi dari 94 kursi DPRD. Artinya jumlah
perolehan kursi di DKI antara tahun 2004 dengan 2009, tidak berubah atau
jumlah kursi PKS tetap.
Ini hanya menggambarkan para pemilih di Jakarta, yang kritis,
sudah dapat membaca arah PKS, yang tidak seperti yang diharapkan
mereka, ketika awal berdiri. PKS perlahan-lahan mengalami transformasi
55
politik, dan menuju partai terbuka dengan visi "Keindonesiaan", yang
cenderung menjadi sekuler.
Perubahan itu, mulai terjadi ketika berlangsung Munas di Bali,
yang akan menjadikan PKS menjadi sebuah partai yang terbuka. Tetapi,
waktu itu gagal, karena sebagian anggota majelis syuro, menolak gagasan
partai terbuka. Langkah-langkah yang ingin diwujudkan menjadikan PKS
sebagai partai terbuka, hanya bagian dari kecenderungan para pemimpin
elite PKS, yang sudah sangat terobsesi dengan kekuasaan.
3. Jumlah Anggota DPRD dari PKS dalam 3 kali pemilu
Sebaga sebuah partai politik yang berusaha meraih dukungan
masyarakat pemilih dan memperjuangkan aspirasinya di parlemen, tentu
saja PKS (dan di era sebelumnya melalui PK) mengalami jatuh bangun
dalam kancah perpolitikan nasional. Hal yang sama tentu juga terjadi di
Jakarta yang menjadi barometer politik nasional. Sejak Pemilu pertama
yang diikuti yaitu tahun 1999, PKS yang masih bernama PK sudah
berhasil menempatkan wakilnya di DPRD DKI Jakarta dan membentuk
fraksi sendiri dengan 4 orang anggota.
Jika dihitung dari pengalaman sebagai fraksi yang bekerja penuh
dalam satu periode, berarti sudah tiga periode Fraksi PKS menjalankan
misi memperjuangkan aspirasi warga Jakarta selama 5 tahun yaitu periode
1999-2004, periode 2004-2009 dan periode 2009-2014. Selama tiga
periode itu pula banyak hal yang sudah diperjuangkan fraksi PKS bagi
warga Jakarta dan pembangunan Jakarta yang lebih, tanpa atau dengan
posisi strategis yang dipegang anggota Fraksi PKS di DPRD DKI Jakarta.
Masyarakat juga sudah merasakan keberadaan dan manfaat dari kiprah
Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta.
Perjuangan gigih di DPRD DKI Jakarta yang didukung aksi-aksi
nyata para kadernya di masyarakat, menghantarkan PKS meraih dukungan
publik dengan meraih suara terbanyak di Jakarta pada Pemilu 2004 dengan
18 kursi. Pemilu 2009 PKS Jakarta juga meraih 18 kursi meskipun dari
persentase raihan suara mengalami penurunan. Pada Pemilu 2014, raihan
56
suara PKS di Jakarta meraih 11 kursi DPRD. Selengkapnya, berikut adalah
perolehan suara Parpol di DKI Jakarta pada masing-masing Daerah
Pemilihan:
Tabel 1
Jumlah Kursi di DPRD DKI Jakarta 2004-2009
No Partai Politik Jumlah
Kursi Persentase
1 DEMOKRAT 32 34,04
2 PKS 18 19,15
3 PDIP 11 11,70
4 GOLKAR 7 7,45
5 PPP 7 7,45
6 GERINDRA 6 6,38
7 PAN 4 4,26
8 PDS 4 4,26
9 HANURA 4 4,26
10 PKB 1 1,06
TOTAL 94
Pada periode 2004-2009, sebagai partai pemenang Pemilu di
Jakarta dan peraih kursi terbanyak di DPRD, PKS semakin memperkuat
peran dan posisinya dalam memperjuangkan kepentingan warga Jakarta
dan mewujudkan Jakarta yang lebih baik. Perjuangan ini dilakukan
melalui para anggota di fraksi maupun di posisi-posisi strategis Komisi-
Komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya. Anggota FPKS yang menjadi
Walil ketua Komisi D menginisiasi pembentukan Kaukus Lingkungan
yang melibatkan LSM dan akademisi di bidang lingkungan untuk
mendorong perbaikan lingkungan di Jakarta khususnya polusi udara.
Fraksi PKS melalui kaukus ini berhasil mendorong lahirnya Perda No. 2
Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Perda ini
kemudian terkenal denga Perda rokok karena berhasil memasukan
57
pengaturan tentang kawasan bebas asap rokok di ruang publik. Perda ini
juga "memaksa" Pemda DKI melakukan upaya-upaya untuk mengurangi
polusi dari asap kendaraan bermotor diantaranya melalui Hari Bebas
Kendaraan Bermotor.
Pada pemilu 2009, PKS memperoleh suara sebanyak 8.206.955
suara atau 7,9 persen dan mendapat 57 kursi di DPR (10 persen).
Sedangkan perolehan kursi di DPRD DKI Periode 2009-2014 sebagai
berikut:
Table 2
Jumlah Kursi di DPRD DKI Jakarta 2009-2014
No Partai Politik Jumlah Kursi Persentase
1 PDIP 28 26,42
2 GERINDRA 15 14,15
3 PKS 11 10,38
4 DEMOKRAT 10 9,43
5 HANURA 10 9,43
6 PPP 10 9,43
7 GOLKAR 9 8,49
8 PKB 6 5,66
9 Nasional Demokrat 5 4,72
10 PAN 2 1,89
TOTAL 106 100
Dengan suara tersebut menjadikan PKS Salah satu partai yang
dominan di DPRD DKI Jakarta 2009-2014. Dengan berbekal suara
tersebut menjadi salah satu pertimbangan mengusung calon pada
Pemilukada DKI 2012 dengan mencalonkan Hidayat Nur Wahid menjadi
Gubernur DKI. "Kita berhasil mempertahankan suara kita saat
Pemilukada, kader-kader sudah maksimal bekerja, tapi namanya politik ya
sangat dinamis, partai yang besar bisa menurun, kami ucapkan selamat
kepada PDI Perjuangan DKI Jakarta," ujar Ketua Komisi B DPRD DKI
ini. PKS juga digempur isu korupsi dengan ditangkapnya mantan Presiden
PKS Luthfi Hasa Ishaaq. Peran PKS di DPRD DKI juga semu. Mereka
58
lebih condong diam melihat karut marutnya Jakarta akibat banjir dan
macet.
4. Prolehan suara pilgub untuk PKS dua kali pilkada
Berdasarkan Pengumuman Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta
pada tanggal 20 Juli 2012 Hasil pemilukada DKI Jakarta putaran pertama
dan hasil pemilukada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan pada Sabtu, 29
September 2012. Berikut perolehan suara Pemilihan Cagub dan Cawagub
DKI Jakarta Putaran pertama dan putaran kedua.
No Calon Gubernur-Wakil
Gubernur Partai Politik
Putaran 1 Putaran 2
Pemilih % Pemilih %
3 Joko Widodo dan Basuki
Tjahaja Purnama PDIP dan Gerindra 1.847.157 42,60% 2.472.130 53,82%
1 Fauzi Bowo dan Nachrowi
Ramli
PD, PAN, Hanura, PKB,
PBB, PMB, dan PKNU 1.476.648 34,05% 2.120.815 46,18%
4 Hidayat Nur Wahid
dan Didik J. Rachbini PKS 508.113 11,72%
5 Faisal Batubara dan Biem
Triani Benjamin Independen 215.935 4,98%
6 Alex Noerdin dan Nono
Sampono
Golkar, PPP, PDS, PP,
PKPB, PKDI, Republika,
PPIB, Partai Buruh,
PPNUI, PNI
Marhaenisme
202.643 4,67%
2 Hendardji Soepandji
dan Ahmad Riza Patria Independen 85.990 1,98%
Jumlah suara sah 4.336.486 4.592.945
Jumlah suara tidak sah 93.047
Golput 2.555.207 36,60% 2.349.657
Jumlah seluruh suara 4.429.533
Jumlah Total DPT 6.962.348 100% 6.996.951 100%
Dalam Pemilukada Gubenur dimenangkan oleh Joko Widodo-
Basuki. Pasangan ini mengalahkan pasangan incumbent dengan perolehan
suara 53.82% sedangakan Fauzi-Nara mendapatkan 46.18% suara. Dalam
59
pemilukada ini bisa dilihat bahwa dukungan dari banyak partai bukan
menjadi suatu jaminan akan memenangkan pilkada tetapi dalam pilkadaa
ini sosok sangat mempengaruhi pemilih DKI Jakarta.
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Strategi Pemenangan PKS dalam Pemilihan Cagub dan Cawagub
DKI Jakarta Tahun 2012
Membicarakan percaturan pilkada Jakarta tidak bisa lepas dari
membicarakan peta elemen kekuatan politik di Jakarta. Salah satu elemen
politik yang cukup dominan yang akan bertarung adalah Partai Keadilan
Sejahtera (PKS). PKS merupakan partai kedua terbanyak setelah partai
Demokrat dalam meraih kursi DPRD. Dari 94 kursi DPRD DKI, Demokrat
meraih 32 kursi, PKS 18 kursi, PDIP 11 kursi, Golkar 7 kursi, PPP 7 kursi,
Gerindra 6 kursi, PAN 4 kursi, PDS 4 kursi, Hanura 4 kursi, dan PKB 1 kursi.
Sedangkan syarat partai bisa mengusung calon dalam Pilkada DKI adalah
memiliki minimal 15 kursi. Dengan demikian hanya partai Demokrat dan PKS
yang bisa mengusung pasangan calon tanpa harus berkoalisi dengan partai
lain. Bagaimana sistem penentuan calon gubernur dan calon wakil gubernur
oleh PKS serta bagaimana strategi pemenangan yang dilakukan oleh PKS.
Tujuan keikutsertaan PKS dalam Pilkada adalah untuk menegakkan
prinsip ishlahunafs (perbaikan individu) dan ishlahulmujtama‟ (perbaikan
masyarakat). Dengan demikian, maka nilai-nilai Islam yang universal akan
tegak di masyarakat, bangsa dan negara.
Adapun yang melatar belakangi PKS maju pada pilkada di DKI
Jakarta pada tahun 2007 yaitu modal kemenangan PKS di Jakarta dimana PKS
menjadi partai pemenang ke-3. Disamping itu PKS menduduki DPRD
sebanyak 24 kursi dari 75 kursi, sedangkan ketentuan minimal mengusung
calon sebanyak 20%, berarti PKS telah melampaui ketentuan tersebut
sehingga PKS mengajukan calon gubernur dan calon wakil gubernur tanpa
61
dukungan dari partai lain. Menurut Arif Priambodo, saat itu PKS merupakan
partai yang bergengsi.58
Berbekal pada pengalaman tersebut, maka pada tanggal 26 Maret
2007 dideklarasikan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dari Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) untuk maju dalam Pilgub DKI Jakarta bulan
Agustus 2007. Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dari PKS untuk
masa jabatan 2007-2012 adalah Komisaris Jendral Pol Drs. H. Adang
Daradjatun dan H. Dani Anwar. Adang Daradjatun adalah Mantan Wakil
Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), sedangkan Dani Anwar
saat ini menjabat Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta. Faktor lain yang
mendasari PKS maju dengan mengusung calon juga didasarkan hasil survey,
bahwa PKS bisa memperoleh suara 85% dari suara pemilih.
Sedangkan untuk pemilikada DKI Jakarta tahun 2012 adalah
pengalaman dari pemilihan-pemilihan sebelumnya. Kekalahan tipis Adang
Daradjatun pada Pilgub DKI Jakarta 2007 lalu, memotivasi PKS untuk
memenangi kontestasi tahun ini. Pada awalnya PKS mengusung Triwisaksana
alias Bang Sani, PKS yakin mendapat suara terbanyak dalam pemungutan
suara pada Pemilukada DKI Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Juli 2012.
Keyakinan ini disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKS
DKI Jakarta, Selamat Nurdin. Berkaca pada hasil tipis perolehan suara dengan
Fauzi Bowo lima tahun lalu, PKS meyakini akan menguasai Jakarta. "Kita
punya mesin politik kuat, kawan dan lawan mengakui jika ingin menang harus
berkoalisi dengan PKS. Partai dengan jaringan yang terbukti kokoh," kata
Nurdin dalam pidato sambutannya di acara 'Deklarasi Jaringan Dukung Bang
Sani' di Sport Mall Kelapa Gading, Jakarta, Minggu (4/3/2012).59
Prosedur penentuan atau penetapan Cagub/Cawagub DKI Jakarta
yang diusung PKS pada pemilukada yaitu dengan mempertimbangkan adanya
kader yang terbaik yang telah memberikan kontribusi untuk kemajuan partai.
Namun demikian, PKS juga membuka diri untuk kandidat dari luar parta
58
Wawancara pribadi dengan Arif Priambodo, S. Psi, MM tanggal 24 Mei 2015 59
http://health.detik.com/read/2012/03/04/105329/1857324/10/
62
dengan pertimbangan dapat saling melengkapi dan sudah barang tentu yang
memiliki kesamaan pemikiran atau platform dengan PKS.
Kriteria yang buat sebagai penetapan Cagub/Cawagub DKI Jakarta
yang diusung PKS pada pemilukada mengacu kepada pedoman pemilihan
langsung kepala daerah propinsi, kabupaten dan kota BAB III
PERSYARATAN CALON KEPALA/WAKIL KEPALA DAERAH sebagai
berikut: 60
Pasal 1
Syarat Umum
1) Diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
memperoleh 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15% dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilu (pasal 59 ayat 1 dan 2, UU no 32).
2) Menyerahkan surat pencalonan, kesepakatan tertulis antar parpol
pendukung, dll (pasal 59 ayat 5, UU no 32).
3) Memenuhi beberapa persyaratan (pasal 58, UU no 32), diantaranya:
a) bertaqwa kepada Tuhan YME
b) setia kepada Pancasila dan Dasar Negara
c) berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas
dan/atau sederajat
d) berusia sekurang-kurangnya 30 tahun
e) sehat jasmani dan rohani
f) tidak pernah dijatuhi pidana penjara
g) tidak sedang dicabut halk pilihnya
h) mengenal daerahnya
i) menyerahkan daftar kekayaan
j) tidak sedang memiliki utang
k) tidak sedang pailit
l) tidak melakukan perbuatan tercela
m) memiliki NPWP
n) menyerahkan daftar riwayat hidup
o) belum pernah menjabat sebagai kepala daerah selama dua kali
dalam jabatan yang sama
p) tidak sebagai pejabat kepala daerah.
60
DPP PKS, Pedoman Pemilihan Langsung Kepala Daerah Propinsi, Kabupaten dan
Kota PKS, Jakarta, 2012
63
Pasal 2
Syarat Khusus
1) Memiliki akhlak mulia dalam hubungannya dengan hablumminallah
dan hablumminanas
2) Tidak sedang terkena sanksi kepartaian, selama 3 tahun terakhir
3) Pengalaman Organisasi/Kerja: memiliki kriteria minimal salah satunya
dari hal ini
a) Pernah menjabat sebagai pimpinan Partai di tingkat minimal DPD.
b) Pernah menjabat sebagai pimpinan di Organisasi
Pelajar/Mahasiswa/ LSM/Ormas
c) Pernah memiliki pengalaman kerja/jabatan karir yang relevan
dengan jabatan kepemimpinan daerah, misalnya kerja di birokrasi
dan legislatif
4) Memiliki kedudukan yang terhormat di tengah masyarakat.
5) Dikenal dan aktif dalam berbagai kegiatan kedaerahan dan masyarakat.
6) Kesehatan: kondisi baik yang memungkinkannya bekerja secara
optimal. (dibuktikan dengan general check up)
7) Dukungan rumah tangga: rukun dan kondusif baginya untuk
menjalankan tugas secara optimal dan memiliki qowam di rumah
tangganya.
8) Citra diri di lingkungan masyarakat: dikenal baik dan diakui figur
kepemimpinannya
9) Dukungan masa: memiliki basis dukungan yang memadai dan
rekomendasi dari berbagai elemen masyarakat untuk memenangkan
Pilkada.
10) Dukungan dana: memiliki ketersediaan dana yang memadai untuk
kampanye selama Pilkada berlangsung
11) Dukungan politik : memiliki dukungan salah satu parpol, dan atau
memiliki basis masa yang memungkinkannya untuk memenangkan
Pilkada.
12) Memiliki kemampuan leadership
13) Disetujui oleh Tim Optimalisasi Musyarokah (TOM) PKS.
Pasal 3
Syarat Tambahan
1) Calon Eksternal adalah bukan kader dan bersedia menandatangani
kontrak politik
2) Calon Internal adalah Kader.
Penetapan cagub dan cawagub dalam DKI Jakarta tahun 2012
diputuskan melalui Musyawarah Wilayah. Pihak-pihak yang terlibat dalam
penetapan Cagub/Cawagub dari PKS pada pemilukada di DKI Jakarta adalah
64
seluruh pengurus DPW. Disamping itu proses penjaringan cagub/cawagub
juga melalui berdasarkan hasil survei. Salah satunya adalah hasil jajak
pendapat publik seputar pemilukada DKI jakarta 2012 yang dilakukan oleh
Lembaga Survey Nasional. Terjadi pergeseran Partai Pemenang di DKI
Jakarta bila Pemilu dilakukan saat ini, yaitu:
- Partai Keadilan Sejahtera 16.7%
- Partai Demokrat 15.08%
- PDIP 9.77%
- Golkar 7.11 %
- Gerindra 6.54%
- PPP 5.24%
- Nasdem 3.33%
- PAN 2.09%
- Hanura 1.37%
- PKB 0.67%
- Belum Menentukan 32%
Dengan melihat hasil survei dirilis Lembaga Survey Nasional
(Median), PKS disebut sebagai partai paling tinggi yang mempunyai
soliditas konstituen. Disusul PPP, PAN dan Hanura.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengusung slogan ”Bersih,
Peduli, dan Profesional”. Tema ”Bersih dan Peduli” pada Pemilu 2004
telah membangkitkan semangat kader pada masyarakat untuk memberikan
dukungan. PKS di Jakarta kemudian bisa menjadi partai unggulan.
Tentang tema sentral kampanye PKS, Presiden PKS Tifatul Sembiring
(saat itu) mengingatkan semua calon anggota legislatifnya untuk tetap
berpegang pada tema sentral yang sudah menjadi keputusan bersama.
Untuk itu, PKS sudah menerbitkan buku putih yang menjadi
panduan tentang elaborasi dari tema sentral itu. Meskipun PKS sadar akan
pencitraan, Tifatul dengan penuh kerendahan mengakui kekurangannya
sebagai manusia. Menurut dia, PKS bukanlah ”partai malaikat”, tetap saja
65
ada kekurangannya, meskipun sudah dibuat berbagai mekanisme internal
untuk mengatasi kekurangan itu.
Di tingkat DKI, PKS yang mengusung HNW-Didik untuk
membidik posisi DKI 1 dengan jargon "Ayo Beresin Jakarta", jargon yang
secara makna sangat pas dengan kondisi Jakarta saat ini. Tetapi jargon
ideal tersebut kurang berhasil memikat rakyat DKI karena perilaku kader-
kader PKS yang "overacting" dan bahkan melawan etika dan estetika
dalam memasarkan jargon tersebut.
Poster-poster, sapnduk dan stiker-stiker gambar pasangan HNW-
Didik yang dipasang secara semerawut di seantero DKI mempertontonkan
keangkuhan para kader PKS. Alih-alih menjadikan warga DKI tertarik
untuk mendukung pasangan HNW-Didik, yang terjadi poster-poster
tersebut justru membuat warga kurang simpatik. Padahal akan sangat pas
bila jargon "Ayo Beresin Jakarta" disosialisakan dengan cara para kader
PKS mengajak warga bersama-sama membersihkan sampah yang
berserakan, merapihkan trotoar, mengecat pagar-pagar, tembok atau
jembatan yang kusam, menanam pohon di lingkungan yang gersang dan
sejenisnya. Perilaku kader PKS yang tidak mengindahkan etika sosial dan
66
estetika dalam memasarkan jargon "Ayo Beresin Jakarta" di pilkada DKI
2012 menjadi bumerang karena ketidak sinkronannya di tataran realita.
2. Gerakan Politik DPW PKS DKI Jakarta dalam Pemenangan Pilkada
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DKI Jakarta menyiapkan tiga
strategi untuk memenangkan Pilkada pada 2012 yang diungkapkan ketua
DPW PKS DKI Jakarta Selamet Nurdin. Ketiga strategi pemenangan PKS
pada pilkada dan pemilu mendatang adalah capacity building, institution
building dan social building.61
Lebih lanjut strategi tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
Capacity building adalah mempersiapkan sumber daya manusia
melalui program-program pembinaan dan pelatihan kepemimpinan untuk
mempersiapkan kepemimpinan PKS di ranah publik. Institution building
adalah melakukan konsolidasi besar-besaran struktur PKS dari tingkat
wilayah hingga tingkat ranting, agar program-program partai dapat
langsung diserap oleh kader-kader PKS di tingkat struktur paling bawah,
sehingga pelaksanaan program tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat.
Social building adalah melakukan komunikasi sosial ke semua lapisan
masyarkat baik tokoh, organisasi massa dan LSM. Apabila ke tiga strategi
tersebut dilaksanakan dengan baik,PKS yakin akan memenangkan pilkada
dan pemilu mendatang.
Target memenangkan pemilihan Pilgub/Pilwagub DKI sangat
penting bagi PKS, oleh karena itu menurut Selamet Nurdin, PKS tidak
akan mengulangi kekalahan, seperti 2009 lalu. Karena itu, pada Pilkada
2012, PKS menargetkan untuk memimpin Ibukota dan juga kemenangan
pada pemilu 2014. Kemenangan di kedua perhelatan akbar tersebut sangat
penting bagi PKS untuk bisa menjalankan pemerintahan secara optimal.
Pemerintah akan berjalan lebih efektif jika gubernur dan legislative dapat
berjalan bersama dalam satu visi. Bila salah satunya tidak dalam satu visi,
mau tidak mau akan terjadi ketidaksinkronan. Ibarat burung sayapnya dua,
61
Tiga Strategi PKS Menangkan Pilkada 2012, http://www.beritabatavia.com/detail/
2010/10/29/4/4490/tiga.strategi.pks.menangkan.pilkada.2012#.VYe8zvmqqko
67
jadi lebih efektif kalau dua-duanya berjalan, papar Nurdin yang juga
menjabat sebagai Ketua Komisi B DPRD Jakarta.
Sementara itu, cara lain yang dilakukan oleh PKS yang
mengusung pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik Rachbini dengan
menggunakan strategi teritorial. Menurut Rico Marbon Direktur Eksekutif
Media Survei Nasional (Median) PKS mendominasi dalam penggunaan
strategi teritorial. Antara lain dengan memasang spanduk, menempel
poster, membagikan stiker dan selebaran serta mensosialisasikan diri
hingga ke rukun tetangga (RT) hingga Kecamatan.
"Kader PKS di Jakarta sangat banyak, inilah yang menjadi
keputusan HNW-Didik untuk memanfaatkan kadernya mempromosikan
langsung ke warga,” ujarnya. Pasangan Hidayat-Didik juga dianggap
memiliki program unik yaitu „Ketuk Sejuta Pintu‟ yang tidak dimiliki oleh
pasangan lain. "Pasangan Foke-Nara, menurut saya, berusaha untuk
menang satu putaran. Jika tidak, trauma Foke lima tahun silam akan
terulang kembali. Foke akan kembali berhadapan dengan PKS,” Rico
menambahkan. “Pokoknya Semakin dekat dengan pencoblosan, publik
akan semakin aktif mencari tahu. Kebutuhan masyarakat terhasil.62
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menggunakan strategi lain
untuk memenangkan pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini
dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Hal ini seperti
diungkapkan oleh Ketua DPC PKS Pesanggrahan Mohammad Yamin,
menyatakan selain melakukan kegiatan bakti sosial, bazar sembako murah,
senam sehat, pelayanan kesehatan, PKS Pesanggrahan juga intens
menggelar sosialisasi secara internal dan direct selling. PKS, menurut
Yamin, punya trik unik untuk mengkampanyekan pasangan Hidayat-Didik
ke masyarakat, yakni direct selling.
“Dengan kegiatan ini setiap kader dan relawan PKS yang bertugas
sebagai tim relawan turun langsung ke rumah-rumah warga untuk
62
Mengintip Strategi Pemenangan Cagub & Cawagub DKI, teresedia online di
http://news.okezone.com/read/2012/05/01/505/621884/mengintip-strategi-pemenangan-cagub-
cawagub-dki
68
melakukan sosialisasi dan memperkenalkan pasangan Hidayat-Didik,”
selanjutnya Yamin mengatakan, “Fokus sosialisasi pasangan Hidayat-
Didik tidak hanya di basis-basis pendukung PKS tetapi juga di basis
pasangan lainnya,”.
Kegiatan direct selling sendiri bukan hal baru bagi PKS, karena
kegiatan ini merupakan kegiatan penggerak bagi masyarakat untuk melihat
calon yang diusung PKS. Secara umum metode kampanye ini
dilaksanakan di seluruh kelurahan di Jakarta. Kegiatan sosialisasi yang
dilaksanakan PKS sejauh ini menunjukkan hasil yang signifikan.
Bentuk lain dari strategi PKS dalam memenangkan pemilukada
DKI Jakarta tahun 2012 adalah dengan gerakan sosial berupa bantuan dana
pendidikan bagi kader dan masyarakat lainnya. Melalui program ini kader
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahu membahu memberikan solusi bagi
kader dan masyarakat yang membutuhkan dana untuk biaya sekolah anak.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Selamat Nurdin, "Selain itu,
program ini juga berisi pemberian modal usaha dan advokasi kesehatan
secara berkelanjutan,”. Dalam periode yang sama, PKS juga akan
melakukan survei di setiap kecamatan secara bertahap untuk merumuskan
pemenangan Pilkada Jakarta 2012 berbasis teritorial.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Majelis Pertimbangan
Wilayah (MPW) PKS DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, program
Takaful Kader meningkatkan semangat kader PKS untuk melayani warga
Jakarta dan menjadikan Jakarta penuh kebaikan dan menuju kesejahteraan.
“Kondisi kader yang nyaman dan solid akan melahirkan kerja-kerja nyata
untuk kebaikan Jakarta, dan dari itu kita siap memenangkan Pilkada 2012
dan Pemilu 2014,” tutupnya. Takaful Kader merupakan salah satu program
kampanye pemilihan gubernur DKI Jakarta.
3. Faktor-faktor Kekalahan PKS dalam Pemilihan Cagub dan Cawagub
DKI Jakarta Tahun 2012
Beberapa analisis dilakukan untuk mengetahu faktor kekalahan
PKS (parta Islam) dalam pemilihan Cagub/cawagub DKI Jakarta. Secara
69
umum faktor kekalahan dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu factor
internal dan factor ekternal.
a. Faktor Internal Partai
Faktor internal kekalahan PKS dalam pilkada di DKI Jakarta
yaitu:
1) Terpaan Badai Korupsi
Korupsi oleh pengurus partai merupakan penyebab turunnya
elektabilitas PKS yang berakibat pada kekalahan calon gubernur dan calon
wakil gubernur yang diusung pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 yaitu
kasus yang menimpa salah satu petinggi PKS (Presiden Partai), Luthfi
Hasan Ishaq (LHI) yang ditahan oleh KPK karena diduga menerima suap
kuota impor daging sapi, meskipun peristiwa penetapannya sebagai
tersangka dan penahanannya menyimpan banyak keganjilan.
Masalah korupsi ini melahirkan beberapa analisis para pengamat
politik didasarkan pada kekalahan PKS pada Pemilukada DKI Jakarta
tahun 2012 yang hanya mendapatkan 11% suara – padahal sudah
menurunkan tokoh nasional Hidayat Nur Wahid, jauh dari perolehan suara
pada Pemilukada sebelumnya tahun 2007, yaitu 44%. Tren menurunnya
perolehan suara PKS pada Pemilukada terakhir diprediksikan oleh para
pengamat bahwa PKS akan semakin terpuruk menghadapi Pemilu tahun
2014 mendatang, sebab DKI Jakarta adalah barometer eksistensi dan
elektabilitas sebuah partai politik. Bahkan sebagian pengamat
memprediksikan PKS tidak mampu mencapai batas electoral
threshold 3,5%, artinya PKS akan tidak bisa ikut Pemilu, bisa jadi bubar
dan tidak ada lagi kelanjutan sejarah partai fenomenal ini atau kembali
kepada habitat semula; menjadi gerakan sosial.
2) Kurang efektifnya Komunikasi Politik yang dibangun
Buruknya komunikasi politik PKS juga diduga memberikan
kontribusi terhadap kekalahan tersebut. Komunikasi politik memiliki peran
penting dalam proses dan gerakan politik.
70
Kurang efektifnya PKS dalam komunikasi politik ini misalnya
didasarkan pada analisis salah satu Kedernya Sapto Waluyo dalam
pernyataan berikut ini:63
“Manuver dan pernyataan elite PKS yang memancing kontroversi.
PKS berperilaku bak debt collector yang main ancam demi
mencapai kepentingan politiknya. Setiap pernyataan dan manuver
elite PKS ternyata tak diukur manfaat dan mudharatnya terlebih
dulu. Karena itu, PKS mengusulkan figur nonpartai. Ini seperti
merendahkan posisi PKS sendiri, betapa manuver berkoalisi tanpa
daya tawar yang memadai. Ketiga contoh itu mencerminkan
betapa buruknya komunikasi politik sebagian elite PKS. Kapasitas
PKS sebagai learning organization mulai diragukan.
Sesungguhnya, PKS telah „dihukum‟ publik dan pemilih yang kritis
dengan „kekalahan‟ di Jakarta, Depok, Bekasi, Bandung, dan kota-
kota besar lain. „Jurus dewa mabuk‟ sebagian elite PKS dan iklan
yang warna-warni. Target nasional 20 persen suara masih terlalu
jauh dari jangkauan karena kesalahan strategi. Bahkan, prediksi
yang realistik 12-15 persen suara pun tak tercapai.
b. Faktor Ekternal Partai
Hasil analisis tersebut dilakukan abaik oleh pihak internal PKS
mapun oleh pihak ekternal PKS. Hasil analisis yang dikalukan oleh pihak
internal partai seperti dikemukakan oleh Ketua DPP PKS, Jazuli Juwaeni
yang dimuat di detik.com. "Mesin PKS sudah bekerja maksimal. Pak
Hidayat sebagai cagub juga telah bekerja dan berikhtiar secara maksimal.
Namun perolehan suara sementara lewat hitungan cepat menempati urutan
ke-3. Dibanding Pilgub sebelumnya, terkesan suara PKS menurun, tapi itu
tidak bisa serta merta kita simpulkan gembos," 64
63
Sapto Waluyo, Evaluasi untuk PKS: antara Rakus dan Kepercayaan Diri Berlebihan
http://www.itoday.co.id/politik-nasional/politik/evaluasi-untuk-pks-antara-rakus-dan-
kepercayaan-diri-berlebihan 64
Lima Analisis PKS Atas Kegagalan di Pilgub DKI, tersedia online di
http://news.detik.com/berita/1963384/5-analisis-pks-atas-kegagalan-di-pilgub-dki
71
Jazuli memberikan penjelasan mengapa suara PKS kali ini
menurun dari sebelumnya. Dia memberikan 5 analisis penyebabnya:65
1) Pilgub sebelumnya hanya diikuti 2 kandidat, suara tidak terlalu pecah-
pecah.
2) Semakin sering Pilkada dilaksanakn di Indonesia, masyarakat
terpolarisasi secara pragmatis.
3) Persoalan DPT juga menjadi penyebab yang sangat signifikan. Karena
besar kemungkinan by design. Dimana potensi pemilih kandidat
tertentu tidak terdaftar di DPT. Daerah-daerah basis PKS pada Pilgub
dan Pemilu sebelumnya banyak yang tidak terdafar.
4) Netralitas PNS dan birokrasi masih sangat menyedihkan. Banyak
timses Hidayat diintimidasi. Bahkan atribut malam dipasang besoknya
sudah hilang.
5) PKS tidak melakukan money politics karena bertentangan dengan UU.
Berdasarkan lima faktor penyebab kekalahan HNW-Didik yang
dilontarkan oleh Jazuli Zuwaeni keempatnya adalah faktor eksternal,
hanya satu faktor dari internal yaitu PKS menurutnya bersih dari politik
uang. Tentunya kajian mendalam tentang kekalahan PKS tidak diungkap
semua yang sebagian dikonsumsi oleh internal, tetapi saya sendiri
memiliki beberapa analisis faktor penyebab kemerosotan PKS.
Pilkada DKI Jakarta adalah mercusuar dari demokrasi di
Indonesia, sebagai pusat pemerintahan partai secara cermat harus
menyadari bahwa menjadi kontestan di DKI Jakarta bukan dalam kapasitas
mengumpulkan logistik atau merebut basis kekuasaan daerah sebagaimana
orientasi parpol pada pilkada di daerah lain. Pilkada DKI Jakarta hadir
dalam sorot media yang begitu besar, sehingga masyarakat memperoleh
banyak informasi yang berimbang, terutama melalui jejaring sosial dan
koran online dan televisi. Semestinya kesempatan ini dimanfaatkan parpol
65
Jazuli Juwaeni, 5 Analisis PKS Atas Kegagalan di Pilgub DKI, tersedia online di
http://news.detik.com/berita/1963384/5-analisis-pks-atas-kegagalan-di-pilgub-dki
72
untuk benar-benar membangun citra dan menunjukkan keberpihakannya
pada selera publik yang memasyarakat.
Ketika awal penjaringan bakal calon Gubernur langkah PKS ingin
mempersunting Fauzi Bowo sebagai gubernur dan Triwicaksana sebagai
wakil gubernur jadi titik lemahnya, pada pilkada DKI Jakarta sebelumnya
PKS menjadi anti-tesa Fauzi Bowo, sehingga memperoleh suara 42%
sendirian melawan banyak partai. Namun ketika PKS bersikap balik
mendukung Fauzi Bowo publik melihat ini sebagai bentuk ketidak
konsistenan PKS, hal inilah yang perlu dipahami betul sebelum PKS pada
putaran kedua berlabuh ke Jokowi-Ahok atau Fauzi Bowo-Nahrowi
Ramli.
Namun demikian Jazuli menyadari bahwa dalam demokrasi selalu
ada menang dan kalah. Mengomentari hasil kekalahan PKS pada Plikada
DKI Jakarta ia mengatakan.
"Setelah bekerja keras dan maksimal tanpa kita melakukan
kecurangan dan pelanggaran, apapun hasilnya kita harus bangga.
Kami yakin warga DKI masih tetap setia pada PKS pada pemilu
2014 nanti. Asal PKS terutama teman-teman DPRD DKI trus
menjaga dan menyuarakan aspirasi warga sesuai dengan
kewenanganya. Karena itu kami tetap dan terus berterimakasih
pada warga DKI yang selalu setia pada PKS,"
Sekularisasi politik ini terlihat menguat dengan makin
merosotnya dukungan pada partai Islam di DKI, dan terakhir kekalahan
Hidayat Nurwahid yang punya kridensial politisi Islam dalam Pilkada
putaran pertama yang lalu. Juga kekalahan PKS dalam Pilkada 2007.
Apakah faktor utama yang menyebabkan kekalahan tersebut.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pertarungan di Pilkada DKI Jakarta merupakan pertarungan terbuka,
artinya rakyat dengan calon gubernur memiliki arus informasi yang lancar,
bisa dibilang dalam Pilkada pemilih tidak lagi melihat calon berdasarkan
rekomendasi elit, tetapi publik memiliki pengetahuannya sendiri tentang
informasi yang bisa diakses dengan mudah. Cara berkampanye dengan gaya
elitis justru menambah „gap‟ komunikasi politik, seperti dengan deklarasi
73
dukungan dari elit parpol, artis, elit-elit kelompok, ormas dan juga tokoh
masyarakat. Elitisme kampanye politik ini tidak sama sekali menunjukkan
pemilih real di lapangan, misalnya saja elit dari tokoh masyarakat yang
melakukan klaim memiliki pengikut ribuan orang, karena komunikasi antara
calon dengan pemilih sudah lancar maka tidak dibutuhkan lagi referral,
bahkan masyarakat dengan mudah menilai bahwa dukung mendukung elitnya
kepada calon tertentu ada harganya. Bisa jadi malah menghilangkan
kredibilitas partai.
Seperti pada putaran pertama, dukung-mendukung calon tertentu
berdasarkan elitisme tidak akan berpengaruh signifikan pada perolehan suara
Jokowi-Ahok atau Fauzi Bowi-Nahrowi Ramli. Tetapi tetap saja PKS
sekarang menjadi gula yang manis, Suara PKS menjadi rebutan karena dikenal
solid dan berada pada angka yang cukup berpengaruh. Akan banyak godaan
bagi PKS untuk melengkapi logistik ataupun menambah jaring kekuasaannya
di DKI Jakarta, tetapi kalau ini bisa dijadikan titik balik PKS untuk
meneguhkan citra bersih, peduli, profesional secara real bukan tidak mungkin
massa PKS akan bersimpati kembali. Pemilih PKS di Jakarta merupakan
pemilih rasional, yang perlu diingat bahwa pemilih rasional kritis dan cair.
Sehingga sekuat apapun PKS membangun citra tetapi tidak membangun
karakter yang kuat label sebagai partai pragmatis tidak akan hilang. Masalah
yang dihadapi PKS untuk masa depan adalah bagaimana mengklarifikasi
tuduhan bahwa mereka memiliki ide kelompok yang sempit. Selanjutnya
dengan ide ini PKS mencari dukungan di ceruk politik yang kecil dan harus
bersaing dengan parpol lain yang juga mencari dukungan pemilih yang sama.
Kekalahan PKS di Pilgub DKI 2012 yang mengusung Hidayat –
Didik, tentunya di luar ekspektasi para kader PKS. Pasalnya, ekspektasi ini
nampak dari kepercayaan diri PKS untuk tetap maju seorang diri mengulang
kejayaan 2007. Tidak hanya itu, tokoh yang dimajukan PKS kali ini juga
merupakan orang yang populer, sama populernya dengan ketika Adang
Daradjatun diusung pada 2007 yang lalu. Beberapa hipotesis yang dapat
74
jadikan evaluasi dan diskursus untuk menyikapi fenomena “anjlok”-nya suara
PKS yaitu:
1) Euphoria Masa Lalu
Hipotesis pertama yang perlu ditelaah adalah adanya euforia masa
lalu. Pilgub DKI 2007 meskipun secara suara memberikan kekalahan pada
PKS, namun nyatanya hal itu tetap membawa kabar gembira bagi PKS.
Betapa tidak, PKS seorang diri bisa meraih hingga 42%, jika dibandingkan
dengan 20 partai lainnya yang hanya meraih 58%.Tentunya euforia masa lalu
inilah yang menjadi referensi utama PKS dalam memajukan Hidayat – Didik.
Begitu juga dengan apa yang terjadi di tataran kader grassroot. Mereka begitu
yakin bahwa suara PKS sudah sedemikian kuatnya di Jakarta.
Ada fakta bahwa pada pemilihan legislatif untuk DPRD DKI Jakarta
tahun 2009 PKS menempati juara dua (di bawah Partai Demokrat) dengan
perolehan 17%, namun hal ini nampaknya tidak banyak diingat. Memang pada
awalnya PKS sempat mendekati Fauzi Bowo untuk berkoalisi, dimana PKS
waktu itu mengajukan Triwisaksana sebagai cawagub. Namun, pada akhirnya
PKS memajukan Hidayat – Didik dengan harapan kedua tokoh nasional ini
dapat mendongkrak perolehan suara 17% ini menjadi minimal urutan kedua
agar masuk ke putaran kedua.
2) Figure Calon
Hipotesis kedua mengenai faktor figur calon. Euforia 2007 yang
memajukan tokoh juga kembali diulang dengan memajukan tokoh yang juga
populer, dengan harapan akan membuahkan hasil yang tidak jauh berbeda.
Namun, meskipun Hidayat – Didik merupakan tokoh yang sudah berkapasitas
nasional, tetap ada perbedaan dengan Adang Daradjatun. Adang Daradjatun
merupakan mantan Wakil Ketua Polri, dan sedari awal memang merupakan
tokoh yang bukan dibesarkan atau ditokohkan oleh PKS. Figur ini juga yang
membuat Adang Daradjatun lebih terasa dimiliki oleh semua kalangan, mulai
dari kaum agamis, preman, ormas, para pengusaha, hingga floating mass.
Berbeda dengan Hidayat. Walaupun merupakan tokoh yang populer, namun
masih dimiliki hanya kalangan tertentu saja, terutama dari kalangan muslim
75
dan agamis. Sementara Didik juga masih dimiliki hanya oleh kalangan muslim
dan akademisi.
Melihat kondisi ini, wajar jika dengan Hidayat – Didik suara PKS
tidak dapat terdongkrak jauh. Hal ini membuktikan bahwa ternyata, fenomena
besarnya suara PKS pada 2007 lebih banyak ditopang oleh
keberadaan floating mass. Mereka tidak lagi setia dan loyal untuk memilih
PKS karena figur yang tidak seperti Adang Daradjatun.
Kunci pertarungan PKS pada hampir di semua pilkada adalah
keberadaan kelas menengah. Selama ini jika kita amati, kader PKS dan basis
sosialnya memang dari kalangan kelas menengah dan kalangan intelektual.
Namun, untuk kali ini PKS nampaknya hanya bisa merebut suara dari
kalangan intelektual. Sementara suara dari kalangan kelas menengah beralih
kepada calon-calon lainnya.
3) Dominasi Status Quo
Hipotesis terakhir yang menyebabkan suara PKS anjlok adalah kelas
menangah yang sudah jenuh akan status quo. Sudah dikatakan bahwa karakter
kelas menengah di antaranya adalah mempunyai mobilitas tinggi dan padat
aktivitas. Hal ini –disadari atau tidak– membuat kelas menengah selalu
menemukan hal-hal baru dan mengejutkan, seperti yang diungkapkan Bullock
(1990). Fenomena-fenomena yang berkelebat secara cepat dalam pikiran dan
pandangan kelas menengah membuatnya “ketagihan”, menerka-nerka sesuatu
yang baru, dan cenderung mengabaikan fenomena yang sedang berkelebat ini
kecuali hanya melihatnya sebatas permukaan. “Apa fenomena selanjutnya?”
Begitu kira-kira pertanyaan yang menyeruak di imaji kelas menengah yang
menjadi floating mass ini. Dampaknya, status quo adalah hal yang sangat
dihindari.
Hidayat – Didik memang tidak mempunyai track record buruk selama
pengalaman kepemimpinan dan karyanya, namun sekaligus juga tidak ada
sesuatu yang “mengejutkan” yang dilihat kelas menengah. Inilah poin
utamanya. Masyarakat kelas menengah tidak menemukan karakter “kejutan”
dalam diri Hidayat – Didik, melainkan akan tetap pada status quo. Bahkan hal
76
ini juga mungkin terhadap PKS yang dianggap tetap pada status quo.
Meskipun sempat membawa isu “partai terbuka”, namun toh nyatanya
masyarakat lupa terhadap “kejutan” yang dibuat oleh PKS ini.
Itulah empat hipotesis yang dapat kita jadikan bahan telaah dan
diskursus. PKS memang sudah mempunyai basis massa dari kalangan agamis,
intelektual, dan pemuda. Namun, PKS harus lebih bisa memainkan peran
media dalam mengambil simpati kelas menengah, yang notabene
merupaka floating mass dan biasanya mempunyai massa dalam jumlah besar.
Caranya, dengan melakukan “kejutan-kejutan” secara berkala, dan membuat
pemantiknya pada masa-masa mendekati momentum pemilihan umum.
Mungkin hal ini bisa dilakukan untuk Pilwalkot Bekasi, Pilgub Jawa Barat,
dan Pilwalkot Bandung yang sebentar lagi akan datang.
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil kajian pustaka dan lanpangan dari uraian yang telah penulis
kemukakan. pada bagian akhir peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan
terkait dengan rumusan masalah skeipsi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Strategi pemenangan pemilu yang dilakukan oleh PKS di DKI Jakarta.
Strategi DPW PKS DKI untuk memenangkan pemilihan gubernur dan
wakil gubernur DKI Jakarta pada 2012 dengan melakukan strategi kedalam
dan strategi keluar. Strategi ke dalam adalah penguatan internal PKS,
memaksimalkan kerja struktur PKS untuk bekerja sesuai bidangnya masing-
masing dengan semangat perbaikan. Atau bisa dikatakan strategi kedalam
yakni meningkatkan kapasitas internal. Sedangkan strategi keluar adalah PKS
memberikan kemanfaatan kepada masyarakat secara umum.
2. Gerakan politik Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera DKI
Jakarta.
Gerakan politik DPW PKS DKI Jakarta yaitu memadukan antara politik
dan dakwah. Berdasarkan gerakan tersebut penulis menemukan bahwah
hubungan politik dan dakwah di dalam PKS dan kader PKS tidak dapat
dipiasahkan. kegiatan politik harus dikaitkan secara ketat dengan prinsip
dakwah dan Ukhuwah yakni persaudaraan di antara sesama umat manusia.
Ukhuwwah dalam arti luas melampaui batas-batas etnik, rasial, agama, latar
belakang sosial, keturunan dan lain sebagainya. Masalahnya, setiap orang
terlepas dari latar belakang manapun ia datang, jika dipukul pasti sakit, jika
tidak makan pasti lapar dan seterusnya. Oleh karena itu, perbuatan politik
yang berkualitas tinggi akan menghindari gaya politik konfrontatif yang penuh
dengan konflik dan melihat pihak lain sebagai pihak yang harus dieliminasi.
78
Sebaliknya, gaya politik yang diambil adalah yang penuh dengan ukhuwwah,
mencari saling pengertian dan membangun kerjasama keduniaan seoptimal
mungkin dalam menunaikan tugas-tugas kekhilafahan.
Model baru gerakan PKS DPW DKI Jakarta adalah dengan gerakan
sosial berupa bantuan dana pendidikan bagi kader dan masyarakat lainnya.
Melalui program ini kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahu membahu
memberikan solusi bagi kader dan masyarakat yang membutuhkan dana untuk
biaya sekolah anak dan pemberian modal usaha dan advokasi kesehatan secara
berkelanjutan. Strategi dakwah yang yang unik dengan melalui pendekan
individu maupun sacara jam‟i dalam aktivitas politiknya sebagai media
dakwah kader PKS tidak selalu mencari politik baru dalam rangka
meningkatkan perkembangan PKS untuk kekuatan politiknya. Maka PKS
melakukan terobosan dalam aktvitas sehariharinya, seperti pemberian alat
sekolah dan makanan ringan.
3. Faktor-faktor kekalahan Partai keadilan Sejahtera pada Pilgub DKI Tahun
2012.
Faktor-faktor terkait kekalahan PKS pada Pilgub DKI Jakarta dapat
dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal yaitu: 1) Issu korupsi yang meninpa kader partai,
dugaan korupsi yang melibatkan unsur pimpinan partai menjadikan
elektabilitas partai turun secara drastis, sehingga berakibat pada kekalahan
dalam pilkada di DKI Jakarta, 2) Adanya euforia masa lalu sehingga tidak
memperhatikan dengan kondisi yang terjadi di tataran kader grassroot.
Euphoria tersebut menjadikan PKS begitu yakin bahwa suara sudah
sedemikian kuatnya di Jakarta. 3) Calon yang diajukan PKS pada pilkada
DKI Tahun 2012 dianggap tidak merepresentasikan semua kalangan.
Meskipun dua tokoh yang diajukan merupakan tokoh yang sudah
79
berkapasitas nasional, tetap ada perbedaan dengan tokoh sebelumnya yang
merupakan mantan Wakil Ketua Polri, dan sedari awal memang
merupakan tokoh yang bukan dibesarkan atau ditokohkan oleh PKS. Figur
itulah yang membuat tokoh tersebut lebih terasa dimiliki oleh semua
kalangan, mulai dari kaum agamis, preman, ormas, para pengusaha,
hingga floating mass. Berbeda dengan pilkada tahun 2012 merupakan
tokoh yang populer, namun masih dimiliki hanya kalangan tertentu saja,
terutama dari kalangan muslim dan agamis serta akademisi.
b. Faktor Eksternal
Sedangkan faktor ekternalnya adalah: Pilgub sebelumnya hanya
diikuti 2 kandidat, suara tidak terlalu pecah-pecah, b) Semakin sering
Pilkada dilaksanakn di Indonesia, masyarakat terpolarisasi secara
pragmatis, c) Persoalan DPT juga menjadi penyebab yang sangat
signifikan. Karena besar kemungkinan by design. Dimana potensi pemilih
kandidat tertentu tidak terdaftar di DPT. Daerah-daerah basis PKS pada
Pilgub dan Pemilu sebelumnya banyak yang tidak terdafar, d) Netralitas
PNS dan birokrasi masih sangat menyedihkan.
B. Saran-saran
Berlandaskan pada kesimpulan di atas, peneliti dapat memberikan
beberapa saran-sarannya terkait dengan pembahasan sebagaimana berikut:
1. Bagi segenap peneliti setelah ini, supaya melanjutkan kajian tentang Partai
Poltik Sebagai media dakwah yang telah penulis lakukan ini terutama
dalam mengkaji area-area DKI Jakarta belum bisa penulis jangkau secara
lebih mendalam. Akan tetapi penulis menemukan perbedaan aktivitas PKS
dengan aktivitas partai lainya di DKI Jakarta.
2. Bagi segenap umat Islam, supaya memberikan perhatian yang lebih
terhadap jalannya PKS di DKI Jakarta khususnya yang berhubungan
langsung dengan politik sebagai media dakwah supaya mendapatkan
80
pelajaran berharga dari peristiwa-peristiwa aktivitas PKS dalam menyikapi
segala bentuk perbedaan.
3. Dengan adanya sekularisasi politik yang terlihat menguat dengan makin
merosotnya dukungan pada partai Islam di DKI hendaknya PKS dapat
menata ulang strategi dakwah dan gerakan politiknya.
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam,
Jakarta: Gema Insani Press, 2000
Amal, Ichlasul, (ed). 1996. Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Bisri, Cik Hasan, Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan
Skripsi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Budiardjo, Miriam, DAsar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia, 2000
Damanik, Ali Said, Fenomena Partai Keadilan, Jakarta: Teraju, 2002
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya
Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP-PKS), Sikap Kami
(Kumpulan Sikap Dakwah Politik PKS Periode 2000-2005)
Djazuli, A., Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam RAmbu-
rambu Syari‟ah, Bandung: Sunan Gunung Djati Press, 2003
Fahmi, Nashir, Menegakkan Syari‟at Islam ala PKS, Solo: Era Intermedia, 2006
Faris, M. Abd. Qadir Abu, Fiqh Politik Hasan Al-Banna, Solo: Media Insani
Press, 2003
Iqbal, M., Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001
Kiki, Rakhmad Zailani, Genealogi Intelektual Ulama Betawi, © 2006 Hak Cipta
oleh Republika Online, Jumat, 13 April 2007. Diakses 21 Nopember
2012
Mahmud, Ali A. Halim, Fiqh Responsibilitas: Tanggung Jawab Muslim dalam
Islam, Jakarta: Gema Insasi Press, 1998
Matta, M. Anis, 2007. Menikmati Demokrasi. Jakarta : Insan Media.
________________2010. Dari Gerakan ke Negara. Bandung : Fitrah Rabbani.
Moleong, Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005
82
MPP PKS. 2008. Memperjuangkan Masyarakat Madani. Jakarta : Departemen
Litbang DPP PKS
Nasiwan. 2003. Diskursus Antara Islam dan Negara Suatu Kajian Tentang Islam
Politik Di Indonesia. Pontianak Kalimantan Barat. Yayasan Insan
Cinta Kalimantan Barat
Qordhawi, Yusuf, Fiqh Negara, Jakarta: Rabbani Press, 1999
al-Qardhawy, Yusuf, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, Jakarta:
Pustaka al-Kautsra, 2003
Rahmat, Imdadun, 2008. Ideologi Politik PKS dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen. Yogyakarta: LKIS
Ruslan, Usman A. Muiz, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, Solo: Era
Intermedia, 2001
Sekjen DPP PKS, Mereka Bicara PKS: Sebuah Bunga Rampai, Jakarta: Fitrah
Rabbani, 2006
Sekjen PKS Bid. Arsip dan Sejarah, Dari Kader untuk Bangsa, Bandung: Fitrah
Rabbani, 2007
Sztomka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada, 2007
Undang-undang RI, No. 31 Tahun 2002, tentang Partai Politik
Sumber Internet:
Gerakan Politik Islam” tersedia online di http://hidayatulloh.com diakses tgl. 12
Januari 2013
Pengertian Politik” tersedia online http:///id.wikipedia.org diakses, Tanggal 12
Januari 2013
Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Agama yang Dianut: Provinsi DKI
Jakarta, Sensus Penduduk 2010, www.bps.go.id. Diakses 10
Nopember 2012
Tersedia online di http://www.waspada.co.id , diakses, tgl. 12 Januari 2013
Tiga Strategi PKS Menangkan Pilkada 2012,
http://www.beritabatavia.com/detail/2010/10/29/4/4490/tiga.strategi.p
ks.menangkan.pilkada.2012#.VYe8zvmqqko
83
Mengintip Strategi Pemenangan Cagub & Cawagub DKI, teresedia online di
http://news.okezone.com/read/2012/05/01/505/621884/mengintip-
strategi-pemenangan-cagub-cawagub-dki
Sapto Waluyo, Evaluasi untuk PKS: antara Rakus dan Kepercayaan Diri
Berlebihan http://www.itoday.co.id/politik-nasional/politik/evaluasi-
untuk-pks-antara-rakus-dan-kepercayaan-diri-berlebihan
Lima Analisis PKS Atas Kegagalan di Pilgub DKI, tersedia online di
http://news.detik.com/berita/1963384/5-analisis-pks-atas-kegagalan-
di-pilgub-dki
Jazuli Juwaeni, 5 Analisis PKS Atas Kegagalan di Pilgub DKI, tersedia online di
http://news.detik.com/berita/1963384/5-analisis-pks-atas-kegagalan-
di-pilgub-dki
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Telp. (62-21) 747 11 537, 7401 925 Fax. (62-21) 7491 821 Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412 Indonesia Website : www.uinjkt.ac.id E-mail : syar-hukuin@yahoo,con
Nomor : UN.01IF4 /KM.01.031991/2015
Lampiran :
Hal : Permohonan DataNVawancara
Jakarta, 21 April 2015
Kepada Yth. Dewan Fimpinan Wilayah
Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta
di Tempat
Assalarnrnu'alaikurn, Wr. Wb. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan
bahwa :
Nama : FARHAN SALIMAN TempatITanggal : JAKARTA / 21 Oktober 1989 NIM ' 108045200002 Semester 1 14 Program Studi : Jinayah Siyasah (Hukum Pidana & Tata Negara Islam) Alamat : JI. H. Ahyar No. 30 Rt.007IC5 Duren Saivit Jakarta Timur
Adalah benar yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul:
Faktor-Faktor Di Balik Kekalahan CagubKawagub Partai Keadilan Sejahtera ( P K S ) Pada Pilgub DKI Jakarta Tahun 2012
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapakllbu dapat menerima yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas kerjssama dan bantuanfiya, kami ucapkan terima kasih.
Ternbusan : 1. Dekan F a k ~ l t a s Syariah dan Hukurn U!N Syarif ~ i d a ~ a t u i i a i i Jakarta 2. KalSekprodi Jinayah Siyasah (Hukurn Pidana 8 Tata Negaia Islam) 1 Ketatanegaraan Islam
SURAT KETERANGAN PENELlTIAN
Nomor : 012/Eks-05/V/2015
Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta menerangkan bahwa:
Nama : Farhan Saliman
NIM : 108045200002
Fakultas : Syariah dan Hukum
Universitas : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bahwa yang bersangkutan telah datang ke Dewan Pimpinan Wilayah Partai Keadilan
Sejahtera (DPW PKS) DKI Jakarta dan telah melakukan wawancara dengan Bapak Arif
Priambodo, S.Psi. MM. (Bidang Perencanaan DPW PKS), pada tanggal 27 Mei 2015 untuk
keperluan penulisan Skripsi dengan Judul :
"Faktor-Faktor di Balik Kekalahan Cagub/Cawagub Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada
Pilgub DKI Jakarta tahun 2012"
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk diketaui dan dimaklumi sebagaimana
mestinya.
Jakarta, 27 Mei 2015
Ketua DPW PKS DKI Jakarta
4 Selamat Nurdin, S.Sos, MM.
Dewan Pengurus Wilayah Partai Keadilan Sejahtera DKI Jakarta Jl. Letjen R. Soeprapto No. 17, Kelurahan Cempaka Baru, Kemayonn - Jakam Pusat 10640
Telp. (02 1) 4257030 Fax (02 1) 4259523 website : w.pkr-jakara.or.id email : [email protected]
Hasil Wawancara skripsi
Nama Responden : Arif Priambodo, S. Psi, MM Jabatan : Sekr. Biro Perencanaan DPW PKS DKI Jakarta Tanggal : 15 Mei 2015 Waktu : 09.00 sld 12.00 Tempat : Kantor DPW PKS DKI Jakarta
1. Apa yang melatar belakangi PKS maju pada pilkada di DKI Jakarta tahun 2007 dan tahun 2012? Pengalaman pilgublpilwagub sebelum ikut mempengaruhi PKS dalam kontestasi pada pilkada tahun 2012. Bahkan kekalahan tipis pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar pada Pilgub DKI Jakarta 2007 lalu, memotivasi PKS untuk memenangi kontestasi pada pilkada tahun 2012. Partai merasa yakin memiliki mesin politik kuat, kawan dan lawan mengakui jika ingin menang harus berkoalisi dengan PKS. Partai dengan jaringan yang terbukti kokoh. Saya justru melihat pada saat itu pasangan calon dari PKS memiliki peluang yang cukup besar dalam memenangkan Pilgub DKI. Tentu saja PKS belajar dari kekalahan Pilgub sebelurnnya dan bisa meramu strategi kampanye dengan jitu agar tidak mengalami kembali kekalahan. Faktor-faktor yang mendasari PKS mengusung calon dalam pilgublpilwagub DKI Jakarta yaitu: - Modal sebagai partai pemenang pada peilu-pemilu sebelumnya - PKS merupakan partai kedua terbanyak setelah partai Demokrat dalam
meraih kursi DPRD. Dari 94 kursi DPRD DKI, Demokrat meraih 32 kursi, PKS 18 kursi, PDIP 11 kursi, GoIkar 7 kursi, PPP 7 kursi, Gerindra 6 kursi, PAN 4 kursi, PDS 4 kursi, Hanura 4 kursi, dan PKB 1 kursi. Sedangkan syarat partai bisa mengusung calon dalam Pilkada DKI adalah memiliki minimal 15 kursi. Dengan demikian hanya partai Demokrat dan PKS yang bisa mengusung pasangan calon tanpa hams berkoalisi dengan partai lain.
- Dalam konteks nasional, PKS adalah partai papan tengah. Di beberapa daerah PKS marnpu memenangkan Pilkada. PKS juga merupakan partai yang memiliki konstituen yang memiliki perilaku memilih yang unik, ha1 ini didasarkan pada pengalaman pilkada di beberapa daerah.
2. Bagaimana prosedur penentudpenetapan CagubICawagub DKI Jakarta yang diusung PKS pada dua pemilukada? Prosedur penentuan atau penetapan CagubICawagub DKI Jakarta yang diusung PKS pada pemilukada yaitu dengan mempertimbangkan adanya kader yang terbaik yang telah memberikan kontribusi untuk kemajuan partai. Namun demikian, PKS juga membuka diri untuk kandidat dari luar partai dengan pertimbangan dapat saling melengkapi dan sudah barang tentu yang memiliki kesamaan pemikiran atau platform dengan PKS. Knteria yang buat sebagai penetapan CagubICawagub DKI Jakarta yang diusung PKS pada pemilukada mengacu kepada pedoman pemilihan langsung
kepala daerah propinsi, kabupaten dan kota BAB I11 tentang Persyaratan Calon KepaldWakil Kepala Daerah. Apa saja kriteria yang buat sebagai penetapan CagubICawagub DKI Jakarta yang diusung PKS pada dua pemilukada? Kriteria penetapannya adalah - Memiliki akhlak mulia dalam hubungannya dengan
hablumrninallah dan hablurnrninanas - Tidak sedang terkena sanksi kepartaian, selama 3 tahun terakhir - Perrgdaman OrganisasiKerja: memiliki kiteria minimal sdah satunya
dari ha1 ini: Pernah menjabat sebagai pimpinan Partai di tingkat minimal DPD. Pemah menjabat sebagai pimpinan di Organisasi Pelajarhfahasiswd LSMlOrmas. Pernah memiliki pengalaman kerjaljabatan karir yang relevan dengan jabatan kepemimpinan daerah, misalnya kerja di birokrasi dan legislatif
- Memiliki kedudukan yang terhormat di tengah masyarakat. - Dikenal dan aktif dalam berbagai kegiatan kedaerahan dan masyarakat. - Kesehatan: kondisi baik yang memungkinkannya bekerja secara optimal.
(dibuktikan dengan general check up) - Dukungan rumah tangga: rukun dan kondusif baginya untuk menjalankan
tugas secara optimal dan memiljkj qowarn dj rumah tangganya. - Citra diri di lingkungan masyarakat: dikenal baik dan diakui figur
kepemimpinannya - Dukungan masa: memiliki basis dukungan yang memadai dan
rekomendasi dari berbagai elemen masyarakat untuk memenangkan Pilkada.
- Dukungan dana: memiliki ketersediaan dana yang memadai untuk kampanye selama Pilkada berlangsung
- Dukungan politik : memiliki dukungan salah satu parpol, dan atau memiliki basis masa yang memungkinkannya untuk memenangkan Pilkada.
- Memiliki kemarnpuan leadership - Disetujui oleh Tim Optimalisasi Musyarokah (TOM) PKS.
4. Siapa saja yang terlibat dalam penentuanlpenetapan CagublCawagub dari PKS pada pemilukada di DKI Jakara? Penetapan cagub dan cawagub dalam DKI Jakarta tahun 2012 diputuskan melalui Musyawarah Wilayah. Pihak-pihak yang terlibat ddam penetapan CagubKawagub dari PKS pada pemilukada di DKI Jakara adalah seluruh pengurus DPW. Disamping itu proses penjaringan cagublcawagub juga melalui berdasarkan hasil survei.
5. Bagaimana langkah-langkah penetapan CagubICawagub DKI Jakarta yang diusung PKS pada dua pemilukada? Langkah-langkah penetapan melalui beberapa tahapan mulai dari menentukan dukungan kemudian meminta pendapat dari semua struktur, menyerap aspirasi dari masyarakat. Melakukan komunikasi dengan calon-calon yang muncul. Langkah berikutnya dengan melakukan ha i l uji public. Hasil uji public akan
dijadikan acuan bagi partai. Kenapa kami melakukan prosedur demikian, kerna politik inikan dinamis, PKS akan hati-hati dalam menentukan calon dan atau menentukan dukungan. Selanjutnya DPW mengusulkan ke DPP, kemudian DPP yang menetapkan siapa yang diusung.
6. Bagaimana strategi yang dibuat PKS pada CagubICawagub DKI Jakarta? Strategi yang dibuat PKS dalam pernenangan pada pilkada DKI Jakarta yaitu: - Pertama, pembuatan tim sukses. Tim sukses akan mengorganisir segala
kebutuhan pencalonan kandidat, pemetaan kekuatan politik, perencanaan pencalonan, dan marketing kandidat. Tim sukses terbagi dalarn beberapa bagian yang penting 1) survei popularitas kandidat dan perencanaan kampanye, 2) penggalangan dana, 3) hukum dan pemantauan pilkada, 4) pencitraan kandidat, 5) penguatan mesin politik (training), 6) kampanye dan media massa
- Kedua, survei untuk pemetaan kekuatan politik. Tim sukses semestinya membuat survei untuk:l) memetakan posisi kandidat di mata masyarakat, 2) memetakan keinginan pemilih, 3) mendefinisikan mesin politik yang paling efektif digunakan sebagai vote getter, 4) mengetahui media yang paling efektif untuk kampanye.
- Ketiga, follow up hasil survei. Follow up hasil survei menjadi agenda kerja tim sukses yaitu: 1) Penguatan mesin politik. Riset dapat mengetahui mesin politik yang
paling dekat dengan massa, lembaga keagamaan, lembaga kemasyarakatan, Ism dll. Tugas tim sukses khususnya bagian training adalah melakukan penguatan terhadap mesin politik tersebut agar menjadi vote getter yang efektif.
2) Candidat positioning. Riset dapat menggambarkan citra kandidat yang diharapkan, dan agenda kerja yang diinginkan. Dari hasil riset ini tim sukses, khususnya bagian pencitraan, dapat merencanakan citra dan posisi kandidat agar sesuai dengan keinginan pemilih.
3) Marketing. Riset dapat mengetahui posisi kandidat di mata masyarakat, citra gubernur yang diinginkan masyarakat, agenda kerja yang diinginkan masyarakat. Tim sukses (bagian kampanye dan media massa) hams memfollow-up dengan membuat visi misi, membuat rnateri kampanye, strategi kampanye, dan merencanakan media kampanye.
Apa saja faktor-faktor yang menjadikan penyebab kekalahan PKS dalam CagubICawagub DKI Jakarta? Ada beberapa ha1 yang dapat menjadi penyebab bahwa partai berbasi pendukung umat islam ditinggalkan simpatisannya : - Adanya isu korupsi di beberapa kementerian yang menyangkut simpatisan
dari salah satu partai bahkan menyangkut Ketua Umumnya, seperti yang terjadi di Kemenakertrans yang menyerembet Ketua Umum DPP PKB, kasus dugaan korupsi pengadaan Al-Qur'an di Kementerian Agama yang dipimpina oleh Ketua Umum DPP PPP, dikasuskannya Misbakhun salah seorang kader PKS. Tentunya dengan adanya kasus-kasus tersebut yang
terjadi di Kementerian yang dipirnpin oleh Ketua Umum dari partai berbasis pendukung umat Islam mempengaruhi kepercayaan umat Islam terhadap partai-partai tersebut.
- Partai berbasis pendukung umat Islam tidak mempunyai media untuk publikasi. Media disaat kampanye modern menjadi sangat penting peranannya. Kemenangan kandidat lain yang tidak diusung oleh PKS tidak terlepas dari peranan media, bahkan dapat dikatakan merupakan kemenangan media. Media pada saat ini dapat digunakan untuk pencitraan dan penggiringan opini masyarakat, apalagi media - media di Indonesia sebagian besar telah dimiliki oleh simpatisan dan kader partai. Dengan dikuasainya media oleh simpatisan dan kader partai tidak menjamin pemberitaan media akan berimbang tentunya kepentingan si pemilik media tersebut juga ikut disampaikan.
8. Bagaimana usaha PKS dalam mengurangi dampak dari kekalahan pada pemilihan CakubICawagub DKI Jakarta pada tahun 20 12? Menang dan kalah merupakan bagian dari perjalanan dakwah dari mulai para nabi hingga generasi-generasi Islam berikutnya. Meski PKS mengalami kekalahan dalam Pilkada DKI Jakarta 201 2 dan perolehan suara pemilu yang h a n g signifikan pada tahun 2009, namun ha1 tersebut merupakan pembelajaran bagi PKS agar lebih h a t dan tangguh untuk menyongsong kemenangan dakwah pada masa yang akan datang. Mungkin dawah kalah pada satu masa, tapi tidak pernah ada kata menyerah dalam kamus dakwah. Kita diingatakan pada sebuah fakta bahwa perjuangan belum selesai. Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan oleh partai dalam mengurangi dampak dari kekalahan tersebut yaitu:
- Membangkitkan semangat kader agar lebih kuat dan lebih tangguh karena "lawan-lawan" politik juga membangun strategi yang h a t .
- Tidak terlena dengan kekalahan yang berakibat pada timbulnya rasa rendah dan bersedih dengan menanarnkan suatu keyakinan bahwa setiap muslim adalah orang yang tinggi di sisi Allah dan Insya Allah di sisi manusia.
- Melakukan konsolidasi terus menerus untuk memperkokoh struktur dan merapatkan barisan. Struktur yang h a t merupakan modal untuk meraih kemenangan.
9. Muslim DKT yang proporsinya 85% dari total penduduk, cenderung sekuler dalam politik. Apa yang menyebabkan mereka salah secara personal dan sosial tapi tidak secara politik?
Lepas dari masalah keberpihakan dan pilihan kita, fenomena PKS ini membuktikan beberapa hal:
- Sebuah partai akan menjadi kuat bila punya konsep kaderisasi yang profesional. Tidak didasarkan pada kekuatan figurnya, atau impian kenangan kejayaan masa lalu. Keduanya terbukti tidak efektif.
- Partai yang mengusung isu keIslaman atau berbasis umat Islam bukan hanya PKS. Tetapi yang berhasil menggalang kekuatan besar pemilih adalah PKS. Setidaknya untuk ukuran DKI Jakarta dari hasil pilkada lalu.
- Ini mebuktikan bahwa sekedar mengusung isu keIslaman dan berbasis umat Islam, belum tentu bisa menangguk kemenangan. Yang lebih berperan adalah mesin karnpanye yang kuat, bisa bergerak tanpa harus mengajukan proposal dana dan anggaran. Di PKS, mesin itu adalah jutaan kader yang menjadi SDM yang tidak ada habisnya. Mereka umurnnya masih muda, berpendidikan, berpenghasilan tetap bahkan sebagiannya lurnayan, enerjik, dinamis dan punya wawasan politik yang semakin hari semakin baik.
- Kesiapan untuk menerima tokoh dari luar kader sedikit banyak telah memberi kesan bahwa partai ini terbuka dan bisa bekerja sama dengan siapa saja. Adang Daradjatun tidak pernah ikut ngaji halaqoh di DPP PKS, juga tidak pernah ikut tatsqif mingguan dan tidak diwajibkan menghafal juz 'amma atau doa rabithah. Walaupun banyak kader PKS sendiri yang semula ragu dengan sosoknya, setelah ditetapkan oleh syuro internal, maka semua kader suka atau tidak suka harus menjadi mesin 'perang' yang efektif.
- Kalau di partai lain ada kebijakan yang kurang populer seperti ini munglun partai itu sudah pecah jadi lima atau enam partai. Tapi nyatanya di PKS tidak pernah muncul PKS Perjuangan, atau PKS kubu A, kubu B dan kubu C. Hal itutidak terjadi, setidaknya tidak terlihat di hadapan publik. Mereka masih terlihat kompak, akur, rukun dan bersatu.
- Padahal para tokoh umat Islam yang menjadi pendahulu dan senior mereka di partai Islam lain jarang yang lulus dalam ujian persatuan, meski nama partainya menggunakan istilah persatuan. Tapi hobinya bikin pecahan baru. Dan fenomena inicukup menggelikan hati sekaligus menyedihkan.
Jakarta, 24 Mei 20 15
SEKRETARIS BIRO PERENCANAAN DPW PKS DIU Jakartjl