fadly referat

43
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit alergi memiliki pola perjalanan penyakit tersendiri yang menggambarkan dermatitis atopik pada periode bayi akan berlanjut menjadi rhinitis alergika, alergi makanan dan atau asma. Perjalanan penyakit alergi dipengaruhi oleh faktor genetik, dan faktor lingkungan mulai dari masa intrauterin sampai dewasa (Wahn, 2004). Manifestasi penyakit alergi dapat dicegah dengan melakukan deteksi dan intervensi dini, salah satunya adalah dengan identifikasi kelompok risiko tinggi atopi melalui riwayat atopi keluarga (Harsono, 2005). Penyakit alergi seperti dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma dan urtikaria adalah keadaan atopi yang cenderung terjadi pada kelompok keluarga dengan kemampuan produksi IgE yang berlebihan terhadap rangsangan lingkungan (Harsono, 2005). Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan pada kesehatan anak di masa yang akan datang. Kasus alergi pada anak belum banyak diperhatikan dengan baik dan benar baik oleh para orang tua.

description

LOL

Transcript of fadly referat

27

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakangPenyakit alergi memiliki pola perjalanan penyakit tersendiri yang menggambarkan dermatitis atopik pada periode bayi akan berlanjut menjadi rhinitis alergika, alergi makanan dan atau asma. Perjalanan penyakit alergi dipengaruhi oleh faktor genetik, dan faktor lingkungan mulai dari masa intrauterin sampai dewasa (Wahn, 2004). Manifestasi penyakit alergi dapat dicegah dengan melakukan deteksi dan intervensi dini, salah satunya adalah dengan identifikasi kelompok risiko tinggi atopi melalui riwayat atopi keluarga (Harsono, 2005).Penyakit alergi seperti dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma dan urtikaria adalah keadaan atopi yang cenderung terjadi pada kelompok keluarga dengan kemampuan produksi IgE yang berlebihan terhadap rangsangan lingkungan (Harsono, 2005).

Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan pada kesehatan anak di masa yang akan datang. Kasus alergi pada anak belum banyak diperhatikan dengan baik dan benar baik oleh para orang tua.

Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan pun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu dapat dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan Pertumbuhan dan perkembangan Anak secara optimal.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2. Definisi

Alergi berasal dari kata allos yang berarti suatu penyimpangan atau perubahan dari cara semula atau cara biasa. Benda asing yang masuk ke tubuh dan menyebabkan perubahan reaksi tersebut, dinamakan allergen ( Dian.H.Mahdi,1993)Alergi merupakan suatu perubahan reaksi (menyimpang) dari tubuh seseorang terhadap lingkungan berkaitan dengan peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E, suatu mekanisme sistem imun (Retno W.Soebaryo,2002)

Alergi merupakan respons sistem imun yang tidak tepat dan seringkali membahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen dan antibodi ( Brunner & Suddarth, 2002)

Alergi adalah suatu perubahan reaksi, atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap zat-zat yang sebenarnya tidak berbahaya (Robert Davies, 2003)Reaksi alergi tidak selalu di ikuti dengan peningkatan kadar Imunoglobulin E.Istilah tersebut dibedakan dengan sensitif, yaitu perubahan reaksi terhadap bahan yang secara normal aman. Istilah lain yang juga harus dibedakan ialah intoleransi, yaitu penyimpangan reaksi yang tidak berdasarkan reaksi imun. (Retno W.Soebaryo,2002)

Alergi adalah suatu reaksi kekebalan yang menyimpang atau berubah dan normal yang dapat menimbulkan gejala yang merugikan tubuh.

Alergi adalah perubahan spesifik di dapat pada reaktivitas hospes yang diperantarai oleh mekanisme imunologis dan menyebabkan respon fisiologis yang tidak menguntungkan.

Alergi adalah reaksi imunologis berlebihan dalam tubuh yang timbul segera atau dalam rentang waktu tertentu setelah eksposisi atau kontak dengan zat tertentu (alergen)

Penyakit alergi adalah suatu penyimpangan reaksi fisiologis yang diakibatkan oleh interaksi antigen dengan antibody humoral dan / sel limfoid

3. Klasifikasi alergi

Alergi dibagi menjadi 4 macam, macam I s/d IV berhubungan dengan antibodi humoral, sedangkan macam ke IV mencakup reaksi alergi lambat oleh antibodi seluler.

1. Macam/Type I (reaksi anafilaktis dini)

Setelah kontak pertama dengan antigen/alergen, di tubuh akan dibentuk antibodi jenis IgE (proses sensibilisasi). Pada kontak selanjutnya, akan terbentuk kompleks antigen-antibodi. Dalam proses ini zat-zat mediator (histamin, serotonin, brdikinin, SRS (Slow Reacting Substances of anaphylaxis) akan dilepaskan (released) ke sirkulasi tubuh. Jaringan yang terutama bereaksi terhadap zat-zat tersebut ialah otot-otot polos (smooth muscles) yang akan mengerut (berkontraksi). Juga terjadi peningkatan permeabilitas (ketembusan) dari kapiler endotelial, sehingga cairan plasma darah akan meresap keluar dari pembuluh ke jaringan. Hal ini mengakibatkan pengentalan darah dengan efek klinisnya hipovolemia berat. Gejala-gejala atau tanda-tanda dari reaksi dini anafilaktis ialah: - shok anafilaktis - urtikaria, edema Quincke - kambuhnya/eksaserbasi asthma bronchiale - rinitis vasomotorica2. Macam/type II (reaksi imun sitotoksis)

Reaksi ini terjadi antara antibodi dari kelas IgG dan IgM dengan bagian-bagian membran sel yang bersifat antigen, sehingga mengakibatkan terbentuknya senyawa komplementer. Contoh: reaksi setelah transfusi darah, morbus hemolitikus neonatorum, anemia hemolitis, leukopeni, trombopeni dan penyakit-penyakit autoimun.

3. Macam/Type III (reaksi berlebihan oleh kompleks imun = immune complex = precipitate)

Reaksi ini merupakan reaksi inflamasi atau peradangan lokal/setempat (Type Arthus) setelah penyuntikan intrakutan atau subkutan ke dua dari sebuah alergen. Proses ini berlangsung di dinding pembuluh darah. Dalam reaksi ini terbentuk komplemen-komplemen intravasal yang mengakibatkan terjadinya kematian atau nekrosis jaringan. Contoh: fenomena Arthus, serum sickness, lupus eritematodes, periarteriitis nodosa, artritis rematoida.4. Macam/Type IV (Reaksi lambat type tuberkulin)

Reaksi ini baru mulai beberapa jam atau sampai beberapa hari setelah terjadinya kontak, dan merupakan reaksi dari t-limfosit yang telah tersensibilisasi. Prosesnya merupakan proses inflamatoris atau peradangan seluler dengan nekrosis jaringan dan pengubahan fibrinoid pembuluh-pembuluh yang bersangkutan. Contoh: reaksi tuberkulin (pada tes kulit tuberkulosa), contact eczema, contact dermatitis, penyakit autoimun (poliarthritis, colitis ulcerosa) dll.)4. Macam-macam alergen

Alergen adalah bahan yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Alergen dapat dibagi menjadi :

a. Alergen inhalatif, yaitu alergen yang masuk melalui udara yang kita hirup dan masuk melalui saluran pernafasan, seperti bulu hewan, kapuk, serbuk sari tumbuh-tumbuhan (rumput, macam-macam pohon, dsb.), spora jamur (aspergillus, cladosporium, penicillium, alternaria dsb.), debu atau bubuk bahan-bahan kimia atau dari jenis padi-padian/gandum-ganduman (gandum, gandum hitam dsb.), uap formalin dll.

b. Alergen ingestif/makanan, yaitu alergen yang masuk melalui saluran pencernaan, seperti; susu, telur, ikan laut atau ikan air tawar, udang, makanan asal tumbuhan (kacang-kacangan, arbei, madu dsb.), obat-obat telan, dll.

c. Alergen kontak, yaitu alergen yang menimbulkan reaksi saat bersentuhan dengan kulit atau selaput lendir melalui kontak langsung, misalnya zat-zat kimia (obat gosok, salep, kosmetik, dll), zat-zat sintetik (plastik, obat-obatan, bahan desinfeksi dll.), bahan-bahan yang berasal dari hewan (sutera, woll dll.) atau dari tumbuh-tumbuhan (jamur, getah atau damar dsb.).

d. Alergen suntik atau sengatan, yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui sengatan atau disuntikkan dan biasanya dipakai pada prosedur pengobatan, misalnya antibiotik, serum, antitoksin, serta racun atau bisa dari serangga seperti lebah atau semut merah.

e. Alergen implant, yaitu alergen yang berasal dari bahan sintetik atau logam tertentu atau bahan yang digunakan dokter gigi untuk mengisi lubang di gigi

f. Auto alergen, yaitu zat dan organik itu sendiri yang keluar dari sel-sel yang rusak atau pada proses nekrosa jaringan akibat infeksi ( reaksi toksik)

5. Etiologi

Secara umum semua benda di lingkungan (pakaian, makanan, tanaman, perhiasan, alat pembersih, dsb) dapat menjadi penyebab alergi, namun faktor lain misalnya (a) perbedaan keadaan fisik setiap bahan, (b) kekerapan pajanan, (c) daya tahan tubuh seseorang, (d) adanya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi. (Retno W.Soebaryo,2002)

6. Manifestasi Klinis

Keluhan alergi terjadi secara berulang dan berubah-ubah. Ahli alergi modern berpendapat bahwa serangan alergi atas dasar target organ (organ sasaran). Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan oleh proses alergi dalam tubuh seorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh. (Widodo judarwanto,2007)Tabel 1. Manifestasi Alergi Pada bayi Baru lahir hingga 1 TahunORGAN/SISTEM TUBUHGEJALA DAN TANDA

1Sistem PernapasanBayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu Of The newborn), cold-like respiratory congestion (napas berbunyi/grok-grok).

2Sistem Pencernaansering rewel/colic malam hari, hiccups (cegukan), sering ngeden, sering mulet, meteorismus, muntah, sering flatus, berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia umbilikalis, scrotalis atau inguinalis.

3Telinga Hidung TenggorokBersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung berlebihan, cairan telinga berlebihan, tangan sering menggaruk atau memegang telinga.

3Sistem Pembuluh Darah dan jantungPalpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah

4KulitErthema toksikum, dermatitis atopik, diapersdermatitis, urticaria, insect bite, keringat berlebihan.

5Sistem Saluran Kemihberkemih, nyeri saat berkemih, bed wetting (ngompol) Frequent, urgent or painful urination, inability to control bladder; bedwetting, vaginal discharge, itching, swelling, redness or pain in genitals,painful intercourse.

6Sistem Susunan Saraf PusatSensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya, gemetar, bahkan hingga kejang.

7MataMata berair, mata gatal, kotoran mata berlebihan, bintil pada mata, conjungtivitis vernalis.

Tabel 2. Manifestasi Alergi Pada Anak Usia Lebih dari 1 tahun

ORGAN/SISTEM TUBUHGEJALA DAN TANDA

1Sistem PernapasanBatuk, pilek, bersin, hidung buntu, sesak(astma), sering menggerak-gerakkan /mengusap-usap hidung

2Sistem Pencernaan

Nyeri perut, sering buang air besar (>3 kali/perhari), sulit buang air besar (kotoran keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana, berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden), kembung, muntah, sulit berak, sering flatus, sariawan, mulut berbau.

3Telinga Hidung TenggorokHidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, post nasal drip, epitaksis, salam alergi, rabbit nose, nasal creases Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek (berdehem), Telinga : telinga terasa penuh/ bergemuruh/berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau normal, gangguan pendengaran hilang timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah, pusing, gangguan keseimbangan.

3Sistem Pembuluh Darah dan jantungPalpitasi, flushing (muka kemerahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah.

4KulitSering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.

5Sistem Susunan Saraf PusatNEUROANATOMIS :Sering sakit kepala, migrain, kejang gangguan tidur.

NEUROANATOMIS FISIOLOGIS: Gangguan perilaku : emosi berlebihan, agresif, impulsif, overaktif, gangguan belajar, gangguan konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif hingga autisme.

6MataMata berair, mata gatal, sering belekan, bintil pada mata (timbilan). Allergic shiner (kulit di bawah mata tampak ke hitaman).

7. Patofisiologi

Reaksi alergi yang kompleks dapat digambarkan sebagai berikut: reaksi diawali dengan pajanan terhadap alergen yang ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC), dipecah menjadi peptida-peptida kecil, diikat molekul HLA (MHC II), bergerak ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel Th-2 . Sel Th-2 diaktifkan dan memproduksi sitokin-sitokin antara lain IL-4 dan IL-13 yang memacu switching produksi IgG ke IgE oleh sel B, terjadi sensitisasi sel mast dan basofil, sedangkan IL-5 mengaktifkan eosinofil yang merupakan sel inflamasi utama dalam reaksi alergi. Antibodi IgE (antibody tersensitisasi) melekat pada sel mast dan basofil. Bila ada alergen masuk dalam tubuh maka akan terbentuk ikatan kompleks alergen dengan IgE. Ikatan tersebut menyebabkan masuknya ion Ca++ ke dalam sel mast dan terjadi perubahan pada membran sel mast dan basofil. Akibatnya terjadi degranulasi sel mast yang kemudian menimbulkan pelepasan histamin serta mediator peradangan lainnya. Selain itu sel residen juga melepas mediator dan sitokin yang juga menimbulkan gejala alergi.Mediator-mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembengkakan ruang intestinum sehingga permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi perembesan cairan dan protein plasma ke jaringan yang pada akhirnya menimbulkan oedem dan hipovolemik.

Pada sistem pernafasan histamin menyebabkan bronkokonstriksi yang menyebabkan dispnoe. Pada saluran pencernaan pengeluaran histamin pada fundus lambung mengaktifkan sel parietas yang meningkatkan produksi asam lambung dan menyebabkan mual muntah dan diare. Reseptor histamin juga terdapat di ujung saraf sensori yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan gatal, sedangkan pada mata menyebabkan mata gatal dan kemerahan.

Reaksi alergi yang berat dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, keadaan ini biasa disebut syok anafilaktik yang ditandai dengan gatal, kram abdomen, kulit kemerahan, gangguan saluran cerna dan sulit bernafas.

Gb. Mekanisme reaksi hipersensitifitas8. Penyakit Alergi Pada Anak1.Asma Bronkiale

Asma bronkial atau disebut juga bengek adalah suatu penyakit kronis yang di tandai adanya peningkatan kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsang dari luar (debu, serbuk bunga udara dingin, makanan, dll) yang menyebabkan penyempitan saluran napas yang meluas dan dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan. Keadaan ini dapat menyebabkan gejala sesak napas, napas berbunyi dan batuk yang sering di sertai lendir. Keadaan yang berat dapat menimbulkan kegagalan pernapasan sampai kematian. Sebagian besar asma pada anak adalah karena alergi.

Penyakit asma pada anak mempunyai dampak yang luas terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Kekurangan oksigen yang menahun pada anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuha badan maupun intelektualnya. Penyakit asma ini merupakan salah satu penyebab seringnya anak tidak masuk sekolah. Selain dampak terhadap ekonomi akibat besarnya biaya pengobatan, asma pada anak juga dapat mengganggu irama kehidupan keluarga akibat seringnya anak mendapat serangan asma.

Gejala klinis asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Gejala khas asma adalah adanya sesak napas yang berulang disetai napas berbunyi. Batuk kering merupakan gejala awal yang biasanya terjadi pada malam dan menjelang pagi hari. Selanjutnya batuk disertai dahak yang kental. Gejala ini sering disertai pilek-pilek (rinitis alergika). Gejala ini biasanya terjadi setelah 4-8 jam kontak dengan bahan alergen seperti debu rumah dan tungau nya, serbuk bunga, bulu binatang, dll. Gejala asma juga dapat di cetuskan oleh latihan fisik dan bila banyak tertawa. Penanganan asma yang terpenting adalah pencegahan terjadinya serangan asma.

2.Rinitis alergika

Rinitis alergika adalah suatu gejala alergi yang terjadi pada hidung. Angka ini bergantung kepada iklim dan letak geografis masing-masing negara. Kejadian rinitis alergi pada anak usia yang sangat muda rendah akan tetapi secara progresif meningkat pada anak usia yang lebih tua. Sekitar 57% penderita rinitis alergika mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya. Rinitis alergika yang timbul pada masa anak biasanya menetap sanpai usia dewasa dan akan berkurang pada usia lanjut. Sekitar 15-25% penderita akan sembuh spontan setelah 5-7 th.

Gejala rinitis alergika berupa bersin-bersin disertai gatal-gatal pada hidung dengan ingus yang encer sebanyak kurang lebih 20 ml setiap jam. Gejala ini sering disertai gejala hidung tersumbat yang menyebabkan anak rewel dan sulit tidur. Rasa gatal kadang-kadang terasa pada langit-langit dan telinga. Gejala-gejala gatal, merah dan berair pada mata sering menyertai gejala rinitis alergika. Kadang-kadang gejala rinitis alergika ini disertai gejala sinusitis yaitu peradangan sinus (rongga udara) di sekitar hidung. Prinsip pengobatan rinitis alergika juga sama dengan prinsip pengobatan penyakit alergi pada umumnya yaitu menghindari faktor penyebab (debu rumah, serbuk bunga, makanan tertentu, dll).

3.Urticaria

Urticaria (bidur, kaligata) merupakan suatu kelainan alergi pada kulit yang berbentuk bentol berwarna merah disertai rasa gatal dengan usuran diameter yang berfariasi dari 2 mm sampai beberapa cm. Urticaria ini dapat tersebar pada berbagai tempat di kulit. Urticaria akut ini juga dapat terjadi pada orang sehat akibat infeksi virus parasit atau tanpa sebab yang jelas. Pada penderita alergi, urticaria akut dapat terjadi akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan tertentu, bahan-bahan alergen seperti makanan, debu, tungau debu rumah, atau gigitan serangga. Selain oleh karena alergi,urticaria juga dapat disebabkan oleh suhu yang dingin, panas, tekanan, goresan, dll.

Gejala urticaria ini dapat terjadi segera atau beberapa hari setelah kontak dengan bahan penyebab. Sebagian besar yaitu sekitar 75 % urticaria yang kronik sulit diketahui sebabnya. Madang-kadang gejala urticaria dapat menjadi berat dengan gejala penyerta yaitu syok anafilaksis yang dapat menyebabkan kematian. Pengobatan pada urticaria umumnya sama dengan penyakit alergi lanilla yaitu menghindari factor penyebab.4.Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah status gejala eksim terutama timbul pada masa kanak-kanak. Gejala ini biasanya timbul pada usia sekitar 2 bulan sampai 1 tahun dan sekitar 85 % pada usia kurang dari 5 tahun. Pada keadaan akut, gejalanya berupa kulit kemerahan, kulit melenting berisi cairan, basah dan sangat gatal. Kadang-kadang disertai infeksi sekunder yang menimbulkan nanah.

Gejala dermatitis atopik pada bayi berupa kemerahan pada kulit bentol-bentol kemerahan, berisi cairan, keropeng disertai kulit pecah-pecah atau lecet. Gejala ini sering mengenai pipi, siku dan tepi pinggir kulit anggota gerak bawah dan selanjutnya dapat menyebar ke daerah selakangan. Pada usia selanjutnya, kelainan ini terdapat pada lipat siku, lipat lutut, tengkuk dan pergelangan tangan. Kulit menjadi lebih kering dan tebal, mengelupas dan pada penymebuhna meninggalkan warna yang lebih pucat atau kehitaman. Pada anak yang lebih tua kelainan ini dapat mengenai kulit kelopak mata, telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang dapat disertai katarak ( kekeruhan lensa mata ) serta radang mata. Infeksi sekunder dapat terjadi oleh kuman yang menimbulkan nanah.

Untuk mengobati penyakit ini yang paling penting adalah mengatasi rasa gatal dengan pemberian obat golongan antihistamin, menghindari udara yang terlalu panas dan kering serta mengurangi pengeluaran keringat. Garukan sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan kelainan yang lebih hebat dan infeksi sekunder. Untuk mencegah kekeringan dapat diberikan lanolin. Pada kelainan yang hebat dapat digunakan kasa steril untuk menutup kulit yang terkena. Antibiotika diberikan bila terjadi infeksi sekunder.

5.Konjungtiva alergika

Konjugntivitas alergika adalah suatu bentuk kelainan laergi pada mata yang mengenai kedua mata dan terjadi berulang. Gejala penyakit ini berupa gatal kemerahan,banyak keluar air mata dan penglihatan silau. Kadang-kadang penderita merasa ada sesuatu yang mengganjal pada mata. Kelainan ini sering mengenai anak usia 5 sampai 10 tahun, terutama pada anak laki-laki. Mengenai pengobatan alergi pada mata, untuk menghilangkan gejala biasanya diberikan obat tetes mata golongan steroid dosis rendah.6. Alergi makananAntigen makanan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Alergi makanan terutama disebabkan oleh glikoprotein yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan urutan kekerapan, jenis makanan yang berpotensi antigenik antara lain telur, kacang tanah, susu, kedelai, kacang polong, ikan, udang, dan gandum. Alergi terhadap telur, kedelai, susu, dan gandum( pada anak-anak) biasanya dapat dihilangkan setelah eliminasi ketat selama 1 tahun atau lebih, walaupun Ig E nya masih bertahan. Sedangkan alergi terhadap kacang tanah, kacang polong, udang dan ikan tetap bertahan dalam jangka waktu yang lama sehingga banyak dijumpai baik pada populasi anak maupun dewasa.7. Alergi Obat

Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi yang dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau setelah pemakaian obat.9. Pemeriksaan Penunjang9.1 Pemeriksaan Penunjang Alergi Susu Sapi

Selain dari manifestasi klinis yang ada, untuk mendiagnosis adanya alergi susu sapi pada anak dapat dilakukan beberapa tes penunjang atau tes diagnostik. Berikut ini adalah tes untuk menilai alergi terhadap susu sapi, yaitu :1. Skin Prick Test (SPT)

SPT merupakan tes yang cepat dan tidak mahal untuk mendeteksi sensitisasi mediasi kelainan IgE dan dapat dikerjakan pada bayi dengan baik. Nilai prediksi negatif adalah baik (>95%) dan dipastikan dengan tidak adanya reaksi mediasi IgE. Meskipun, hasil respon yang positif tidak pasti menunjukan bahwa makanan merupakan penyebabnya (kurang spesifik), dan hanya menunjukan sensitivitas terhadap makanan (atopi, pada keadaan tidak adanya gejala alergi).

SPT kurang begitu berguna pada kelainan alergi usus yang sensitif terhadap makanan daripada alergi yang dimediasi oleh IgE. Pada alergi mediasi non IgE, seperti Food protein-induced enterocolitis atau colitis akibat susu menghasilkan hasil tes yang negatif. Meskipun begitu, SPT bergunan dalam mengeluarkan diagnosis banding alergi mediasi IgE atau dalam keadaan patologi yang disebabkan mekanisme kombinasi, khususnya esofagitis eosinofilik dimana SPT dapat membantu mengetahui penyebab dari alergennya.

2. Atopy Patch Test

Pada tes ini, makanan diberikan selama 48 jam pada kulit menggunakan patch yang tertutup. Tes positif menunjukan terjadinya eritema, indurasi dan/atau lesi vesikulus yang muncul 24 -48 jam kemudian pada lokasi patch. Secara teoritis mekanismenya sama dengan mekanisme limfosit sel T yang serupa dengan terjadinya mekanisme enteropati. Meskipun begitu, sel T dari lokasi yang berbeda mengekspresikan marker awal yang berbeda, seperti CLA (Cutaneus Lymphocyte Antigen) untuk kulit dan 47-integrin untuk usus, yang mana dapat merubah sensitivitas dan spesifisitas dari tes. Tes ini telah diteliti pada kasus dermatitis yang parah dimana sensitivitasnya sekitar 65%. Telah ditunjukkan bahwa tes ini membantu untuk mengetahui penyebab makanan pada esofagitis pada anak-anak tetapi seringkali hasilnya negatif pada pasien dewasa. 3. Diet Eliminasi dan Tes Tantangan Pemberian Makanan

Bila diagnosis masih belum jelas, oral food challenge merupakan standar emas. Sebuah protokol diterbitkan oleh Bock SA pada tahun 1988 dan protokol standar telah diusulkan oleh European Academy of Allergy and Clinical Immunology pada tahun 2004. Pasien mencerna, lebih dari 2 jam, secara progresif meningkatkan jumlah dari makanan yang diduga membuat alergi. Prosedur dihentikan ketika muncul gejala klinis (tes positif) atau setelah jumlah makanan yang dimakan sudah mencapai batasnya dan reaksi alergi tidak muncul. Karena terdapat reaksi anafilaksis, tes ini harus dipimpin secara ketat, oleh tenaga medis yang terlatih, dan kesiapan peralatan resusitasi. Protokol ini lama, mahal, dan dapat menyebabkan kecemasan atau ketidaknyamanan reaksi klinis, namun pemeriksaan ini merupakan indikasi pasti pada pasien dengan diagnosis yang tidak jelas.

Dasar dari diagnosis food-induced gastrointestinal allergy ialah respon terhadap diet eliminasi, dengan timbulnya gejala yang berulang ketika diberikan makanan atau susu. Disebabkan reaksi alergi biasanya tertunda, diet eliminasi harus dilakukan untuk setidak-tidaknya 1 (satu) bulan sebelum diberikan tantangan makanan (food challenge). Namun, identifikasi penyebab makanan seringkali berat dan dokter kadang-kadang harus meresepkan diet ketat yang "oligo-antigen".

Pada beberapa sindrom alergi seperti food protein-induced enterocolitis, tantangan pemberian makanan dapat menyebabkan reaksi klinis berbahaya yang mengarah kepada syok hipovolemik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memasang jalur intravena dan memiliki supervisi medis dengan fasilitas resusitasi dan penatalaksanaan segera.4. Dosis Antibodi Serum IgE

Pemeriksaan kuantitif dari antibodi IgE spesifik terhadap makanan sering menjadi langkah yang berikutnya. Alergen yang diduga diikat ke matriks padat dan dipaparkan ke serum pasien. Antibodi IgE spesifik untuk alergen mengikat ke matriks protein dan dideteksi menggunakan antibodi spesifik sekunder pada bagian Fc dari IgE manusia. Hampir sama dengan skin test, sensitisasi dapat muncul tanpa reaksi klinis, dan tes tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis alergi makanan tanpa adanya riwayat klinis alergi makanan. Meskipun begitu, meningkatnya konsentrasi dari spesifik IgE akibat makanan berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan reaksi klinis. Meskipun memiliki sensitivitas yang baik, pada sebagian kecil pasien dengan reaksi gejala klinis alergi yang sesuai namun serum IgE spesifik akibat makanan tidak dapat dideteksi.9.2Pemeriksaan Alergi Obat

1.Uji invivo

Uji kulit yang tepat dilakukan memakai bahan yang bersifat imunogenik yaitu determinan antigen dari obat atau metabolitnya. Bahan uji kulit harus bersifat non iritatif untuk menghindari positif palsu. Uji ini manfaatnya sangat terbatas karena baru sedikit sekali determinan antigen obat yang sudah diketahui dan tersedia untuk uji kulit. Dengan uji kulit hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap makro molekul: insulin, antisera, ekstrak organ, sedang untuk mikromolekul sejauh ini hanya dapat diidentifikasi alergi terhadap penisilin saja.

Uji provokasi dapat memastikan diagnosis alergi obat, tetapi merupakan prosedur diagnostik terbatas karena mengandung resiko yang berbahaya yaitu terjadinya anafilaksis sehingga hanya dianjurkan dilakukan ditempat yang memiliki fasilitas dan tenaga yang memadai. Karena itu maka uji provokasi merupakan indikasi kontra untuk alergi obat yang berat misalnya anafilaksis, sindroma Steven Johnson, dermatitis eksfoliatif, kelainan hematology, eritema vesiko bulosa. Uji provokasi dilakukan setelah eliminasi yang lamanya tergantung dari masa paruh setiap obat.Uji intradermal Digunakan untuk mengetahui alergi pada obat yang diinjeksi. Alergen yang telah dalam bentuk ekstrak diinjeksikan ke lapisan dermis lengan bawah sebanyak 0,01-0,02 ml. Hasil uji dapat dibaca setelah 3 menit atau hingga muncul gelembung dengan diameter 3 mm. Di awal penginjeksian digunakan konsentrasi alergen terrendah yang dapat menimbulkan reaksi alergi kemudian konsentrasi ditambah secara bertahap sampai 10 kali lipat hingga kulit berindurasi 5-15 mm. Hasil uji dinyatakan positif bila respon alergi tersebut telah muncul. Kelebihan: Uji intradermal lebih sensitif daripada SPT dan umumnya dapat digunakan untuk mengetahui alergen spesifik, seperti penisilin atau racun dari sengatan lebah. Kekurangan: tidak direkomendasikan untuk pengujian alergi makanan karena berrisiko tinggi menyebabkan anafilaksis dan memperoleh hasil yang false-positive.2.Uji Invitro

Uji in vitro untuk alergi obat lebih lazim digunakan dalam penelitian. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain IgG dan IgM spesifik, uji aglutinasi dan lisis sel darah merah, RAST, uji pelepasan histamin,uji sensitisasi jaringan (basofil/lerkosit serta esai sitokin dan reseptor sel), sedangkan pemeriksaan rutin seperti IgE total dan spesifik, uji Coombs, uji komplemen dan lain-lain bukanlah untuk konfirmasi alergi obat.9.3 Pemeriksaan Alergi makananUji Provokasi Makanan

Dilakukan berdasarkan riwayat makanan yang dicurigasi sebagai alergen dan hasil uji kulit atau RAST terhadap makanan tersebut. Jika uji kulit hasilnya negatif dan riwayat makanan masih meragukan, maka pasien dapat menjalani (1) diet untuk mengeleminasi makanan penyebab selama 3 minggu dilanjutkan (2) uji provokasi makanan terbuka (uji paparan makanan yang dimulai secara bertahap dari dosis terkecil dan ditingkatkan per 15 menit hingga timbul gejala atau distop dsetelah mencapai 8-10 gr untuk makanan kering atau 60-100 gr makanan basah. Jika tidak timbul gejala negatif. Jika timbul gejala makanan dicatat sebagai suspek alergen)10 dan dilanjutkan uji lanjutannya, bisa secara:

Single-blinded : pasien tidak mengetahui makanan yang diberikan

Double-blinded : pasien, dokter dan staf tidak mengetahui makanan yang diberikan

Double-blind placebo-controlled/DBPC + menggunakan plasebo (Gold Standart)

Alergi makanan

Pemeriksaan DBPCFC (Double-blind placebo-controlled food challenge) adalah baku emas diagnosis alergi makanan. Langkahnya adalah melakukan diet eleminasi, uji provokasi terbuka, baru DBPCFC. Setelah diketahui hasilnya positif maka dapat dilanjutkan dengan DBPCFC. 50% uji provokasi terbuka dengan hasil positif memberi hasil negatif bila diulangi dengan metode DBPCFC. Dan bila uji provokasi terbuka hasilnya negatif, dapat dipastikan alergi makanan tersebut dapat dihilangkan. Pada metode ini makanan pasien maupun plasebo dibuat bubuk dan dimasukkan ke dalam kapsul yang serupa.

10. Tindakan pencegahan terjadinya alergiAda 3 hal utama dalam tindakan pencegahan terjadinya alergi yaitu :

1. Penghindaran

Tindakan penghindaran akan berhasil bila penyebab / pencetus terjadinya alergi diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui pencetus alergi ialah dengan melakukan uji kulit ( tes alergi ) di samping hasil pengamatan yang cermat sehari-hari oleh orang tua penderita. Dari hasil pemeriksaan tes alergi dapat diketahui zat-zat yang menimbulkan alergi. Beberapa zat terutama makanan kadang-kadang tidak ada hubungan yang jelas antara hasil tes dengan gejala alergi. Hal ini disebabkan anak yang mempunyai alergi terhadap makanan belum tentu karena alergi terhadap makanan itu sendiri, akan tetapi alergi terhadap zat-zat hasil pemecahan / metabolisme makanan dalam tubuh. Selain tes alergi pada kulit, juga dapat dilakukan pemeriksaan kadar immunoglobulin E yang spesifik dalam darah terhadap zat-zat tertentu yang dicurigai menimbulkan alergi.

Hindari makanan tambahan sebelum si kecil mencapai usia 4 bulan, karena untuk mengefektifkan ASI eksklusif untuk meningkatkan daya tahan tubuh si kecil.

2. Cara hidup yang baik

Cara hidup yang baik perlu diperhatikan pada penderita alergi yaitu cukup istirahat, olahraga teratur, disiplin dalam diet yang ditetapkan serta hidup dalam lingkungan dengan zat allergen yang minimal3. Pemakaian obat-obatan

Obat-obatan pencegahan diberikan pada penderita alergi yang kronis/berat atau yang sering kambuh. Pemberian imunoterapi/desensitisasi (pengebalan terhadap allergen) hanya berhasil bila penderita hanya mempunyai alergi terhadap satu zat saja. Ibu hamil yang mempunyai riwayat alergi dalam keluarga sebaiknya melakukan diet pencegahan terhadap makanan yang sering menimbulkan alergi untuk mencegah terjadinya reaksi alergi pada bayi yang dilahirkan. Diet ini dilakukan pada akhir triwulan kehamilan.10.1 Pencegahan primer penyakit Atopi Pencegahan primer terhadap alergi pada trimester pertama kehidupan bayi sangat penting, karena sekali respons IgE yang sudah dimulai, kaskade inflamasi alergi akan terus berlangsung sepanjang usia kehidupan bayi, dan sensitisasi terhadap allergen makanan yang lain akan terjadi. Beberapa intervensi yang bisa dilakukan antara lain : identifikasi populasi risiko tinggi, manipulasi lingkungan antara lain dengan diet eliminasi, pencegahan primer, dan pencegahan sekunder (Harsono, 2005).Telah diketahui bahwa alergi erat kaitannya dengan faktor genetik. Pada saat ini beberapa petanda pada region kromosom spesifik telah ditemukan dan berhubungan erat dengan dermatitis atopik atau asma, sedangkan region lain bertanggung jawab pada manifestasi alergi yang lain. Di masa yang akan datang, bila penelitian genetik ini membuahkan hasil, akan bermanfaat dalam berperan menentukan tindakan pencegahan primer, atau tindakan pengobatan yang tepat (Harsono, 2005).

Pencegahan primer ditujukan pada populasi dengan risiko tinggi, tetapi belum menunjukkan gejala alergi. Pencegahan primer sebaiknya : 1) dapat dilaksanakan pada keseluruhan populasi, 2) tidak beresiko, dan 3) murah (Wahn,2004). Pada umumnya disepakati bahwa pencegahan primer dimulai sedini mungkin sebelum terjadi sensitisasi (Harsono, 2005).1. Pemeriksaan IgE Tali Pusat

Produksi IgE dimulai di hepar fetus dan paru-paru pada minggu ke 11 kehidupan intrauterine, di cairan amnion pada minggu ke 13 dan di lien pada minggu ke 21. Akan tetapi, sel yang memproduksi IgE masih jarang sampai bayi berusia 9 bulan. Beberapa sel IgE + dapat dideteksi di plasenta tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan adanya produksi lokal IgE. Antibodi terhadap makanan yang dikonsumsi ibu hamil telah ditemukan di cairan amnion. Fetus tidak dapat merespon dengan antibodi IgE melawan antigen makanan yang dikonsumsi ibu. Beberapa antigen dapat melewati barier plasenta, yang bersifat permeabilitas selektif, dimana hanya IgG yang dapat melewatinya, karena arteri tali pusat tidak dapat mengangkut IgE ibu, IgA dan IgM (Cantani, 2008).

Beberapa penelitian mengenai kadar IgE tali pusat mengemukakan mengenai beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap kadar IgE tali pusat. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan kadar IgE tali pusat adalah riwayat atopi pada orang tua dan atau kadar IgE orang tua yang tinggi, umur kehamilan < 38 minggu, paparan intrauterin terhadap alkohol dan atau kafein, paparan intrauterin terhadap progesterone dan metoprolol, jenis kelamin laki-laki, riwayat atopi maternal, riwayat merokok selama kehamilan, faktor yang berhubungan dengan tali pusat seperti kontaminasi oleh darah ibu, tehnik pengambilan sampel darah tali pusat, musim ketika lahir dimana kadar IgE lebih tinggi pada musim semi dan musim dingin (Cantani, 2008).Pemeriksaan kadar IgE telah lama dikembangkan untuk menegakkan diagnosis penyakit alergi. Meskipun sensitif tetapi pemeriksaan kadar IgE tali pusat tidak dapat digunakan sebagai marker untuk memperkirakan perkembangan penyakit atopi dan bukan sebuah metode skrining untuk pencegahan primer alergi yang baik (Cantani, 2008).2. Nilai atopi keluargaPemeriksaan IgE tali pusat dianggap belum dapat digunakan sebagai marker untuk mendeteksi resiko penyakit atopik atau sebagai metode skrining untuk pencegahan primer alergi. Sambil menunggu tersedianya metode skrining atau marker yang sensitif dan spesifik serta mudah diaplikasikan, maka para peneliti sepakat untuk menggunakan riwayat atopi keluarga sebagai strategi dalam pencegahan penyakit alergi, salah satunya melalui metode dari Kjellman yaitu dalam bentuk skor nilai atopi keluarga (family atopy score) (Cantani, 2008).

Hubungan antara riwayat atopi keluarga dengan dermatitis atopik memiliki sensitifitas 80% dan spesifitias 85% (p