Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus...

8
Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember 2016|36 Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus dengan TB Paru Fadia Nadila, Dian Isti Anggraini Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu bentuk malnutrisi, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor. KEP merupakan keadaan yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Pada kasus dilaporkan An. M, laki- laki, usia 5 tahun, dengan gizi buruk tipe marasmus dengan tuberkulosa paru. Dilakukan analisa penyebab berupa underlying disease atau faktor risiko lain yang menyebabkan penyakit pasien. Terdapat hubungan antara gizi buruk terhadap infeksi (TB paru) maupun sebaliknya. Selanjutnya, penyakit diberikan penatalaksanaan awal gizi buruk, terapi non-medikamentosa berupa diet serta medikamentosa secara tepat. Selain itu, perlu dilakukan intervensi keluarga untuk perubahan perilaku sehat, intervensi komunitas dan perbaikan sistem pelayanan kesehatan seperti revitalisasi posyandu. Kata kunci: gizi buruk, gizi kurang, KEP, malnutrisi, marasmus, tuberkulosis paru Management of Severe Wasting Children Type Marasmus with Pulmonary Tuberculosis Abstract Malnutrition Energy Protein (MEP) is a form of malnutrition, namely wasting and severe wasting include marasmus and kwashiorkor. MEP is a condition caused by low consumption of energy and protein in a daily diet or disorders caused by certain diseases, so the nutritional intake was inadequate. In this case, a child, male, 5 years old, severe wasting type marasmus with pulmonary tuberculosis. Causes of the disease were analyzed, such as underlying disease or other risk factors that cause patient’s disease. There is a related between severe wasting and infection (pulmonary tuberculosis) or vice versa. Furthermore, given the initial management of malnutrition, non-medical therapy such as diet and medical therapy appropriately. Moreover, it is necessary to give family interventions for healthy behaviour changes, community intervention and improvement of the health care system such as the revitalization of posyandu. Keywords: malnutrition, malnutrition deficiency energy protein, pulmonary tuberculosis, severe wasting, wasting Korespondensi: Fadia Nadila, S.Ked., alamat Kampus Hijau Residen blok G. 19, Kampung Baru - Bandar Lampung, HP 081273655306, e-mail [email protected] Pendahuluan Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. 1 Sedangkan menurut Jellife (1966) 2 KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor. Pada tahun 2013, terdapat 51 juta balita di dunia menderita gizi kurang dan 17 juta gizi buruk. Secara global, prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 diperkirakan hampir 8% dan hampir sepertiga dari itu adalah gizi buruk, sebesar 3%. 3 Di Indonesia, jumlah balita gizi kurang dan buruk menurut Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 masih sebesar 4,5 juta. 4 Gambaran kasus gizi buruk di Provinsi Lampung sejak tahun 2003-2012 terlihat berfluktuasi atau turun naik dimana jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2012 sebanyak 203 kasus. Kasus gizi buruk pada balita setiap tahun selalu ada namun semua kasus gizi buruk tersebut telah dilakukan perawatan (100%). 5 Penyebab KEP terbagi menjadi dua yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh. 6 Kurang energi protein bisa terjadi karena adanya beberapa faktor, antara lain ialah faktor sosial dan ekonomi seperti kemiskinan dan faktor lingkungan yaitu tempat tinggal yang padat dan tidak bersih.

Transcript of Fadia dan Dian | Manajemen Anak Gizi Buruk Tipe Marasmus...

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|36

ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

FadiaNadila,DianIstiAnggrainiFakultasKedokteran,UniversitasLampung

Abstrak

Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu bentuk malnutrisi, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasukmarasmusdankwashiorkor.KEPmerupakankeadaanyangdisebabkanolehrendahnyakonsumsienergidanproteindalammakanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit tertentu, sehingga tidakmemenuhi angka kecukupan gizi.

Pada kasus dilaporkan An. M, laki- laki, usia 5 tahun, dengan gizi buruk tipe marasmus dengan tuberkulosa paru.Dilakukananalisapenyebabberupaunderlyingdiseaseataufaktorrisikolainyangmenyebabkanpenyakitpasien.Terdapathubungan antara gizi buruk terhadap infeksi (TB paru) maupun sebaliknya. Selanjutnya, penyakit diberikanpenatalaksanaan awal gizi buruk, terapi non-medikamentosa berupa diet sertamedikamentosa secara tepat. Selain itu,perludilakukanintervensikeluargauntukperubahanperilakusehat,intervensikomunitasdanperbaikansistempelayanankesehatansepertirevitalisasiposyandu.Katakunci:giziburuk,gizikurang,KEP,malnutrisi,marasmus,tuberkulosisparu

ManagementofSevereWastingChildrenTypeMarasmuswithPulmonaryTuberculosis

Abstract

Malnutrition Energy Protein (MEP) is a formofmalnutrition, namelywasting and severewasting includemarasmus andkwashiorkor.MEP isaconditioncausedby lowconsumptionofenergyandprotein inadailydietordisorderscausedbycertain diseases, so the nutritional intake was inadequate. In this case, a child, male, 5 years old, severe wasting typemarasmus with pulmonary tuberculosis. Causes of the disease were analyzed, such as underlying disease or other riskfactors thatcausepatient’sdisease.There isa relatedbetweenseverewastingand infection (pulmonarytuberculosis)orvice versa. Furthermore, given the initial management of malnutrition, non-medical therapy such as diet and medicaltherapy appropriately.Moreover, it is necessary to give family interventions for healthy behaviour changes, communityinterventionandimprovementofthehealthcaresystemsuchastherevitalizationofposyandu.Keywords:malnutrition,malnutritiondeficiencyenergyprotein,pulmonarytuberculosis,severewasting,wastingKorespondensi: Fadia Nadila, S.Ked., alamat Kampus Hijau Residen blok G. 19, Kampung Baru - Bandar Lampung, HP081273655306,[email protected]

Kekurangan Energi Protein (KEP)merupakan keadaan kurang gizi yangdisebabkan oleh rendahnya konsumsi energidan protein dalam makanan sehari-hari ataudisebabkan oleh gangguan penyakit tertentu,sehingga tidak memenuhi angka kecukupangizi.1 Sedangkan menurut Jellife (1966)2 KEPmerupakan istilah umum yang meliputimalnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruktermasukmarasmusdankwashiorkor.

Padatahun2013,terdapat51jutabalitadiduniamenderitagizikurangdan17jutagiziburuk. Secara global, prevalensi gizi kurangpadatahun2013diperkirakanhampir8%danhampir sepertiga dari itu adalah gizi buruk,sebesar 3%.3 Di Indonesia, jumlah balita gizikurang dan buruk menurut Riskesdas (RisetKesehatan Dasar) 2013 masih sebesar 4,5juta.4 Gambaran kasus gizi buruk di ProvinsiLampung sejak tahun 2003-2012 terlihat

berfluktuasi atau turun naik dimana jumlahkasus gizi buruk pada tahun 2012 sebanyak203kasus.Kasusgiziburukpadabalita setiaptahun selalu ada namun semua kasus giziburuk tersebut telah dilakukan perawatan(100%).5

PenyebabKEPterbagimenjadiduayaitumalnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.Malnutrisi primer adalah keadaan kurang giziyangdisebabkanolehasupanproteinmaupunenergi yang tidak adekuat. Malnutrisisekunder adalah malnutrisi yang terjadikarena kebutuhan yang meningkat,menurunnya absorpsi dan/atau peningkatankehilangan protein maupun energi daritubuh.6

Kurang energi protein bisa terjadikarena adanya beberapa faktor, antara lainialah faktor sosial dan ekonomi sepertikemiskinan dan faktor lingkungan yaitutempat tinggal yang padat dan tidak bersih.

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|37

Selain itu, pemberiaan Air Susu Ibu (ASI) danmakanan tambahan yang tidak adekuat jugamenjadi penyebabkan terjadinya masalahKEP.6

Gejala klinis KEP berat/gizi buruk yangdapat ditemukan pada marasmus yaitutampaksangatkurus,wajahsepertiorangtua,cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambuttipis, jarang dan kusam, tulang iga tampakjelas (iga gambang), pantan kendur dankeriput (baggy pants) serta tekanan darah,detakjantungdanpernafasanberkurang.Padakwashiorkor yaitu adanya edema diseluruhtubuh terutama kaki, tangan atau anggotabadan lain, wajah membulat dan sembab,pandangan mata sayu, rambut tipis,kemerahansepertirambutjagung,perubahanstatus mental: cengeng, rewel, pembesaranhati, otot mengecil, kelainan kulit berupabercak merah muda yang meluas, diare,anemia. Gambaran klinik marasmus-kwarshiorkor merupakan campuran daribeberapa gejala klinik kwashiorkor danmarasmus disertai dengan edema yang tidakmencolok.1,7

Beberapa jenis indikator antropometriyang dapat digunakan untuk identifikasimasalah KEP, diantaranya adalah beratbadan(BB),tinggibadan(TB),lingkarlenganatas (LILA), lingkar kepala (LP), lingkar dada,lapis lemak bawah kulit (LLBK). Untuk lebihmemberikan makna maka indikator tersebutdikombinasikanmenjadi indeks antropometri.Diantara beberapa macam indeksantropometri tersebut yang paling seringdigunakan adalah BB/U, TB/U dan BB/TB.BB/TB merupakan indikator yang baik untukmenyatakanstatusgiziKEP.8

Banyak dampak merugikan yangdiakibatkan oleh KEP, antara lain yaitumenurunnya mutu kehidupan, terganggunyapertumbuhan, gangguan perkembanganmental anak, serta merupakan salah satupenyebab dari angka kematian yang tinggi.9AnakyangmenderitaKEPapabilatidaksegeraditangani sangat berisiko tinggi, dan dapatberakhir dengan kematian anak.10 Kurang gizijugaakanmenyebabkantimbulnyainfeksidansebaliknya penyakit infeksi akanmemperburuk kekurangan gizi.11 Hubunganantara KEP dengan penyakit infeksi dapatdijelaskan melalui mekanisme pertahanantubuh.12

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit

menular kronik yang disebabkan olehMycobacterium tuberculosis yang telahmenginfeksi hampirsepertigapenduduk duniadan merupakan penyebab kematian keduasetelah Human Immunodefficiency Virus( HIV).13

TB menyerang seluruh usia, termasukanak-anak. Presentase semua kasus TB padaanak berkisar antara 3-25% dari seluruhpresentase kasus TB paru. Mayoritas anaktertular TB dari pasien TB dewasa sehinggadalampenanggulangan TBanakpentinguntukmengerti gambaran epidemiologi TB padadewasa. Diagnosis TB pada dewasa mudahditegakkan dari pemeriksaan sputum yangpositif. Pada anak diagnosis TB sulitdikonfirmasi. Sulitnya konfirmasi diagnosis TBpada anak mengakibatkan penanganan TBanakterabaikan.14

Timbulnyapenyakit TBparu tidak lepasdari peranan faktor risiko. Status gizi sangatberperanpenting.Anakdengangiziburukakanmengakibatkan kekurusan, lemah dan rentanterserang infeksi TB. Hal ini dikarenakansistem kekebalan tubuh yangberkurangpadaanak.14

Status gizi yang buruk dapatmemengaruhi tanggapan tubuh berupapembentukan antibodi dan limfosit terhadapadanya kuman penyakit. Pembentukan inimemerlukan bahan baku protein dankarbohidrat, sehingga pada anak dengan giziburuk produksi antibodi dan limfositterhambat. Gizi buruk dapat menyebabkangangguan imunologi danmemengaruhi prosespenyembuhanpenyakit.14

Diagnosis TB pada KEP sangat sulitdibedakan dengan klinis pneumonia, namundiketahuiangkakematianTBpadaKEPtinggi.15

Pada penelitian yang dilakukan diMolakalmuru didapatkan 386 anak usia 0-6tahun KEP, dimana usia 3-6 tahun sebanyak6,5% terinfeksi TB, dengan8,17%diantaranyaadalahanakperempuan.16

Kasus

Kasus diambil dari bangsal AlamandaRumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek(RSUDAM) pada tanggal 28 Juli 2015. Datadiambil dari data primer yaitu alloanamnesisdari keluarga dan pemeriksaan fisik pasienserta data sekunder yaitu pemeriksaanpenunjangpasien.

Pasien laki-laki,usia5 tahun,BB10kg,

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|38

datang diantar keluarganya dengan keluhanberatbadantidakkunjungnaiksejak±7bulanSMRS.Ibupasienmengeluhkanbahwapasientidak nafsu makan, demam sejak ±1 bulanyang lalu berlangsung terus menerussepanjang hari, tidak terlalu tinggi, namundemam turun dengan pemberian obatpenurun panas tetapi demam akan kembalimuncul jika tidak diberi obat penurunpanas.Keluhan mual, muntah, pilek disangkal,namun sesekali batuk dengan dahak sulitdikeluarkan sejak1bulan yang lalu. Tigaharisebelum masuk rumah sakit (SMRS), terlihatsangat lemas sehingga keluarga membawapasien ke RSUDAM. Sebelum masuk rumahsakit pasien tidak dibawa berobat dan hanyadiberi obat penurun panas serta istirahat dirumah.

Riwayat saudara kandung pasiendengan lemas badan serta riwayat beratbadan yang tidak meningkat disangkal.Riwayat kontakdengan tetanggapasien yangsedang menjalani pengobatan tuberkulosisdisangkal. Riwayat kehamilan dan persalinanpasien normal. Riwayat imunisasi pasienlengkap.

Gambar1.An.M,Laki-LakidenganGiziBurukdan

Tuberkulosis

Pada usia 0-6 bulan pasien diberi AirSusu Ibu (ASI) sejak lahir. Frekuensipemberian tergantung permintaan bayi ±6kali/hari.Padausia6-9bulanpasiendiberiASI±6x/hariditambahdenganbuburnasidenganpemberian 3x/hari. Pada usia 9-12 bulanpasien diberi ASI ±6/hari, sebanyak 100 mltiap pemberian serta bubur nasi diberikan3x/hari sebanyak100ml.Padaumur1 tahunpasien diberi makanan yang sama denganorangdewasa.

Pada pemeriksaan fisik ditemukanHeart Rate (HR) 61x/menit, Respiration Rate(RR) 28x/menit, suhu badan 35,5 °C, Berat

Badan (BB) 10 kg, Tinggi Badan (TB) 106 cm,BB/U<-3SD(giziburuk),TB/U-1SD(pendek),BB/TB <-3 SD (sangat kurus). Padapemeriksaanfisikdidapatkanmatacekung(+),konjungtiva anemis (-/-), kelenjar getahbening (KGB) submandibular membesar, igagambang, paru dan jantung dalam batasnormal, hepar dan lien tidak teraba, akralhangat, ekstremitas pallor (+). Padapemeriksaan penunjang laboratorium darahlengkap didapatkan hasil hemoglobin (Hb)10,2 gr/dl, hematokrit (Ht) 29%, leukosit20.300 /uL, eritrosit 3,8 juta/uL, laju endapdarah (LED)10%,neutrofil segmen90%, guladarah sewaktu (GDS) 86mg/dL. Pemeriksaantuberkulin ataumantoux didapatkan negatif.Hasilrontgendadadidapatkaninfiltratperiferdan pericordis dengan limfadenopati hillusbilateralsesuaigambarandenganTBanak.

Gambar2.IgaGambangAn.M

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang didiagnosisdengan KEP tipe marasmus + TB Paru Anakditatalaksanadenganpemberian IntraVenousFluidDripRingerLactat(IVFDRL)20tpm,obatanti tuberkulosis (OAT) (isoniazid (1x100mg),rifampisin (1x150 mg), pirazinamid (1x300mg)), ambroxol sirup (3x2,5 ml), injeksiceftriaxone(500mg/12jam),parasetamol(3x5ml) dengan penatalaksanaan gizi buruk danpengelolaan awal (fase stabilisasi), pasien inidiberikan50mlglukosa/larutangulapasir10%secara per oral. Dua jam pertama diberikanlarutan F75, padapasien ini larutan F75 yangdiberikansebanyak110ml/2 jam.Pada2 jampertamadiberikan28mllarutanF75setiap30menit, kemudian untuk 10 jam berikutnyasetiap 2 jam diberikan 110 ml larutan F75.Selama dilakukan pemberian F75, dipantautanda-tandavitalberupanadi,pernafasandankesadaranpasien.

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|39

PembahasanKEP merupakan istilah umum yang

meliputimalnutritionyaitugizikurangdangiziburuk termasuk marasmus dan kwashiorkor.2Kuranggizi jugaakanmenyebabkantimbulnyainfeksi dan sebaliknya penyakit infeksi akanmemperburuk kekurangan gizi. Hal ini akanbertambahburuk bila keduanya terjadi dalamwaktuyangbersamaan.11

Penegakkan diagnosis didapatkan darianamnesis,pemeriksaanfisikdanpemeriksaanpenunjang. Pada pasien ini didapatkan pasienlaki-laki, usia 5 tahun datang dengan keluhanberatbadantidakkunjungnaiksejak±7bulanSMRS.Keluhanlainsepertitidaknafsumakan,batuknamundahaksulitdikeluarkan (+) sejak1bulanyanglaludandemam(+)sejak1bulanyang lalu. Riwayat kontak dengan tetanggapasien yang sedang menjalani pengobatantuberkulosis (-). Pada pemeriksaan fisikditemukan HR 61 x/menit, RR 28 x/menit, T35,5°C,BB10kg,TB106cm,BB/U<-3SD(giziburuk), TB/U -1 SD (pendek), BB/TB <-3SD(sangat kurus). Pada mata: mata cekung (+),KGB submandibular membesar, iga gambang.Pada pemeriksaan penunjang laboratoriumdarah lengkap didapatkan hasil Leukosit20.300/uL,LED10%,Neutrofilsegmen90%.Pemeriksaan tuberkulin didapatkan negatif.Hasil rontgendadadidapatkan infiltratperiferdan pericordis dengan limfadenopati hillusbilateralsesuaigambarandenganTBanak.

Hal ini sesuaidengangejalaklinisgejalaklinisKEPberat/giziburuktipemarasmusyaitutampaksangatkurus,wajahsepertiorangtua,cengeng, kulit keriput, perut cekung, rambuttipis,jarangdankusam,tulangigatampakjelas(iga gambang), pantat kendur dan keriput(baggy pants) serta tekanan darah, detakjantungdanpernafasanberkurang.1,7

Padaanamnesistidakditemukanadanyariwayatkontakantarapasiendengantetanggayang sedang menjalani pengobatantuberkulosis. Berdasarkanhasil penelitian dariHaq (2010), riwayat antara kontak pasientuberkulosis dewasa merupakan faktor risikoyangbiasanyamenyebabkantuberkulosispadaanak. Pada penelitian tersebut dari 200penderita tuberkulosis anak terdapat 80%kontak yang erat dengan pasien dewasa yangmenderita tuberkulosis dikarenakanpenyebarantuberkulosisyangsecaralangsungmelalui aerosol.12 Beberapa faktor tidak

ditemukannya riwayat kontak, mungkinberkaitandenganparadigmamasyarakat yangmasihsalahmaupundenialdarikeluarga.

Pada pemeriksaan fisik ditemukanadanya pembesaran KGB submandibula. Darihasil rontgen toraks AP, terlihat adanyainfiltrat perifer dan pericordis sertalimfadenopati hillus bilateral mengarah padagambaran tuberkulosis paru. Hal ini terjadikarena adanya penyebaran kumantuberkulosis dari fokusprimermelalui saluranlimfe menuju ke kelenjar limfe regional, jikafokus primer terletak di lobus bawah atautengah, kelenjar limfe yang terlibat adalahkelenjar limfe parahilus, pembesaran KGBsubmandibulaakanmenyebabkanpembesarandariKGB(limfadenitis).8

Dari penelitian yang dilakukanNursyamsi dan Rajid (2011)17-18, didapatkandari 179 anak gizi buruk dengan gejala klinistuberkulosis yang dilakukan test mantouxdidapatkan85,71%testmantouxnegatif.Padapasien ini juga didapatkan test mantouxnegatif, hal ini dikarenakan tubuh pasienmengalami kondisi anergi yaitu keadaanpenekanan sistem imun oleh berbagaikeadaan, sehingga tubuh tidak memberikanreaksi terhadap tuberkulin walaupunsebenarnyasudahterinfeksituberkulosis.

Pada anamnesis didapatkan riwayatkontakTB(skor0),ujituberkulin negatif(skor0), status gizi tampak sangat kurus giziburuk (skor 2), demam tanpa sebabjelas≥2minggu(skor1),batuk≥3minggu(skor 1), pembesaran KGB (skor 1),pembengkakan senditidakditemukan(skor0), foto thorax menunjukkan gambaran TBanak (skor 1),sehinggadidapatkanskorTB:6.Hal ini,merupkan indikasiuntukpemberianOAT pada anak. Dosis OAT yang diberikansesuaidenganberatbadanpasienyaitu10kg.Dosis isoniazid 5-15 mg/kgBB/hari, dosismaksimal 300 mg/hari; rifampisin 10-20mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari;pirazinamid 15-30 mg/kgBB/hari, dosismaksimal 2000 mg/hari. Sehinggapenatalaksanaanpadapasien ini yaitudenganisoniazid 1x100 mg, rifampisin 1x150 mg,pirazinamid1x300mg.19

Pemberian antibiotik menurut WorldHealth Organization (WHO) pada anak giziburuk penting diberikan dikarenakan rentanterkena infeksi bakteri. WHO

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|40

merekomendasikan antibiotik spektrum luasseperti kotrimoksazol 2x1 hari selama 5 hari,untuk gizi buruk tanpa komplikasi. Sedangkanpemberian amoksisilin, serta gabunganampisilin dan gentamisin untuk gizi burukdengankomplikasi.Berdasarkanpenelitiandandataepidemiologipadapasiengiziburuktanpakomplikasi lebih baik diberikan antibiotikseftriakson dan kotrimoksazol selama 5 hari.

Pada pasien ini diberikan 500 mg/12 jamkurang tepat, dikarenakan pasien merupakangiziburukdengankomplikasiTB.20-21

Terapisimtomatikpemberianantipiretikdapat diberikan parasetamol untukmenurunkan suhu tubuh anak dengan dosisyang diberikan pada pasien ini 3x5ml, sesuaidengan dosis parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali,dengansediaansirup120/5ml.22

Terapi simtomatik lain yang diberikanpada pasien adalah ambroksol, golonganmukolitik yang bekerja mengencerkan sekretsaluran pernafasan dengan jalan memecahbenang-benang mukoprotein danmukopolisakarida dari sputum. Pada pasiendiberikan ambroksol sirup 3x5 ml sesuaidengan dosis yang dianjurkan yaitu 1,2-1,6mg/kgBB/hari setiap 8-12 jam, sediaanambroksolsirup15mg/5ml.23

Penanganan gizi buruk pasien,umumnyaterdapat10 langkah tata laksanagizi buruk, yaitu mencegah dan mengatasihipoglikemia, mencegah dan mengatasihipotermia, mencegah dan mengatasidehidrasi, memperbaiki gangguan elektrolit,mengobati infeksi, memperbaiki kekuranganzat gizi mikro, memberikan makanan untukstabilisasi, memberikan makanan untuktransisi dan rehabilitasi, stimulasi sensorikdan dukungan emosional pada anak, dantindaklanjutdirumah.24-25

Pengaturan diet pada gizi buruk dibagimenjadi 4 fase yaitu fase stabilisasi, transisi,rehabilitasi dan tindak lanjut. Pada fasestabilisasi, peningkatan jumlah formuladiberikan secara bertahap dengan tujuanmemberikanmakananawalsupayaanakdalamkondisistabil.Formulahendaknyahipoosmolarrendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap100mlmengandung75 kalori dan protein 0,9gram.Diberikanmakanan formula 75 (F-75).24-25 Pada fase stabilisasi, pasien ini diberikan50ml glukosa/larutan gula pasir 10% secaraperoral. Dua jam pertama diberikan larutan

F75,padapasieninilarutanF75yangdiberikansebanyak 110 ml/2 jam. Pada 2 jam pertamadiberikan 28 ml larutan F75 setiap 30 menit,kemudian untuk 10 jam berikutnya setiap 2jam diberikan 110 ml larutan F75. Selamadilakukan pemberian F75, pantau tanda-tandavital berupa nadi, pernafasan dan kesadaranpasien. Pengaturandiet padapasien ini sudahcukuptepat.

Pada fase transisi, anakmulai stabil danmemperbaiki jaringan tubuh yang rusak (cath-up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100mengandung 100 kal dan protein 2,9 gram.

Pada fase rehabilitasi, bertujuan untukmengejarpertumbuhananak.Diberikansetelahanak sudah bisa makan. Makanan padatdiberikanpadafaserehabilitasiberdasarkanBB<7 kg diberi MP-ASI dan BB ≥7 kg diberimakanan balita. Diberikan makanan formula(F- 135) dengan nilai gizi setiap 100 ml F-135 mengandung energi 135 kal dan protein3,3gram.24-25

Pada fase tindak lanjut, dilakukan dirumah setelah anak dinyatakan sembuh, bilaBB/TBatauBB/PB≥-2SD,tidakadagejalaklinisdan memenuhi kriteria selera makan sudahbaik, makanan yang diberikan dapatdihabiskan,adaperbaikankondisimental,anaksudah dapat tersenyum, duduk, merangkak,berdiri atau berjalan sesuai umurnya, suhutubuh berkisar antara 36,5-37,7 oC, tidakmuntahataudiare, tidakadaedema, terdapatkenaikanBBsekitar50g/kgBB/mingguselama2 minggu berturut-turut. Mineral mix dapatdigunakan sebagai bahan tambahan untukmembuat Rehydration Solution forMalnutrition(ReSoMal)danFormulaWHO.24-25

Pada kasus KEP apabila tidak segeraditangani sangat berisiko tinggi dan dapatberakhir dengan kematian anak.10 Pada kasusKEP anak dengan penyulit seperti TB Paruseharusnya di tatalaksana secara holistikdikarenakan TB Paru yang terjadi pada anakmerupakanhasilpenularandariorangdewasa.Oleh karena itu, orang dewasa yang tertulartersebut sebaiknya diobati agar terputusnyarantaiinfeksi.

Beberapa faktor resiko gizi buruk yaituasupan makanan, status sosial ekonomi,pendidikan ibu, penyakit penyerta,

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|41

pengetahuan ibu, berat badan lahir rendah(BBLR), kelengkapan imunisasi, ASI (Air Susu

Ibu).26

Gambar3.MandalaofHealth

Asupan makanan yang kurangmerupakan faktor resiko gizi burukdikarenakan kebutuhan gizi anak yang tidaktercukupi.26 Rendahnya pendidikan Ibumemengaruhi faktor resiko dikarenakankualitas dan kuantitas pangan yang seadanyadan cenderung tidak diperhatikan.27Rendahnya pengetahuan Ibu berpengaruhterhadap kurangnya keanekaragamanmakanansehinggapolakonsumsiterbatasdankurangnya penerapan informasi gizi dalamkehidupansehari-hari.26

Berat badan lahir rendah (BBLR)merupakan faktor resiko terjadinyagiziburukdikarenakan antibodi yang terbentuk kurangsempurna sehingga lebih besar kemungkinanterserang penyakit yang menyebabkanpenurunannafsumakan.28Kuranglengkapnyaimunisasi, maka balita akan lebih rentanterkena imunisasi.26 Pada kasus, pasien tidakBBLRsertariwayatimunisasipasienlengkap.

PadaTBParuanak3,91kali lebihbesartertular setelah kontak dengan penderita TBdewasa dibanding yang tidak kontak dengan

penderita TB.29 Namun pada pasien ini tidakdidapatkan riwayat kontak dengan penderitaTB. Hal ini mungkin dikarenakan paradigmamasyarakatmengenai penyakit TB Paru yaitupenyakit yang menular dan berbahaya yangsangat memalukan sehingga harusdirahasiakan, penyakit yang biasa dan tidakberbahaya atapun sebagai penyakit guna-guna. Hal ini yang menyebabkan masyarakattidakmauberobatkefasilitaskesehatan.30

Rendahnyastatusekonomi,merupakansalah satu faktor yang menyebabakan giziburuk, dikarenakan asupan gizi pasien yangmungkin kurang tercukupi.26 Pemukimanpadat, tempat tinggal yang belummemenuhikriteria rumahsehatmerupakan faktor resikotersebarnya penyakit infeksi seperti TB paru,dikarenakansemakinsempitnyaluanglingkupyangmenyebabkanprosespenularanpenyakitlebihbesar.31

Pada kasus An. M, pengobatandiberikan untuk terapi gizi buruk danpengobatan TB Paru. Sedangkan intervensipengetahuan kedua orangtua mengenai gizi

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|42

buruk dan TB Paru di berikan agar terjadipeningkatan pengetahuanmengenai penyakitdan perubahan perilaku agar keluargamengatur polamakan anak dengan gizi yangsesuaisertamenjagakebersihanmakanandanlingkungan.

Dari kondisi-kondisi tersebut, pasiendapat dikategorikan menderita gizi burukdenganTBParudanmemilikiprognosisquoadvitam: dubia, quo ad funtionam: dubia, danquo ad sanationam: dubia karena pasiendapat menyembuhkan TB Paru denganpengobatan dan edukasi yang tepat,sedangkan pada gizi buruk dibutuhkankesabaran, ketelatenan dari orangtua untukpengaturandietpasien.

Berdasarkan kasus diatas disarankanbagi pemerintah untuk membuka peluanglapangan pekerjaan yang lebih banyak agarpemenuhan kebutuhan primer di setiapkeluarga lebih layak serta alokasi anggaranyang relevan untuk pelatihan kader danpenyuluhan kepada masyarakat mengenaipenyakittuberkulosisparu.

Bagi tenaga kesehatan (Nakes)diperlukan adanya revitalisasi posyandudengan cara memberdayakan dan melatihkader sebagai upaya deteksi dini untuk kasusgizi kurang/gizi buruk dan penyakit menularterlebih pada anak-anak dengan keadaansosio-ekonomi rendah, merencanakanpelatihan Nakes untuk meningkatkan angkapenemuan kasus batuk lama yang salahsatunyadenganpemeriksaandahak.Simpulan

Telah ditegakkan diagnosis KEP tipeMarasmus + TB Paru pada pasien laki-lakiusia 5 tahun berdasarkan anamnesa,pemeriksaan fisik danpenunjang serta telahdiberi penatalaksanaan sesuai denganevidencebasedmedicine(EBM).

DaftarPustaka1. Depkes RI. Pedoman tata laksana

KEPpadaanakdiPuskesmasdan RumahTangga.Jakarta;1999.

2. Nevin S, Scrimshaw, Fernando E, Viteri.INCAP studies of kwashiorkor and

marasmus. Food and Nutrition Bulletin.2010;31(1):34-41.

3. UNICEF, WHO and the World Bank. Anupdated joint dataset on childmalnutritionindicators(stunting,wasting,severe wasting, overweight andunderweight) and new global & regionalestimates for 2013. USA: World HealthOrganization;2013.

4. Kementrian Kesehatan RepublikIndonesia.Risetkesehatandasar.Jakarta:Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan;2013.

5. Depkes. Profil kesehatan ProvinsiLampung tahun 2012. Lampung: BadanPenelitian dan PengembanganKesehatan;2012.

6. Depkes RI. Petunjuk teknis tatalaksanaanakgiziburukbukuI.Jakarta:DirektoratJenderalBinaGiziMasyarakat;2013.

7. LiansyahTM.Malnutrisipadaanakbalita.STKIP Bina Bangsa Getsempena. 2015;2(1):1-12.

8. IDAI. Pedoman nasional tuberkulosisanak. Jakarta: UKK Pulmonologi PP IDAI;2005.

9. Bernal.Treatmentofseveremalnutritionin children: experience in implementingin WHO guideline in Turbo, Colombia. JPed Gastroenterol Nutrition. 2009;46(3):322-8.

10. Barakat. Prevalence and determiningfactors of anemia and malnutritionamong egyptian children. Indian J MedSci.2013;6(7):168-77.

11. GladerB.Anemia:general consideration.Dalam: Greer JP, Foerster J, Lukens JN,Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B,editors. Wintrobe's clinical hematology.Edisi ke-11. Philadelphia: LippincottWilliams&Wilkins;2004.

12. Haq. Risk Factors of tuberculosis inchildren. Ann Pak Inst Med Sci. 2010;6(1):50-4.

13. World Health Organization. GlobalTuberculosisReport2015.Geneva:WorldHealthOrganization;2015.

14. Husna CA, Yani FF, Masri M. Gambaranstatus gizi pasien tuberkulosis anak diRSUPdr.M.DjamilPadang.JKesAndalas.2016;5(1):228-32.

15. Chisti MJ, Ahmed T, Shahunja KM,Bardhan PK, Faruque AS, Das SK, et al.Sociodemographic,epidemiological,and

FadiadanDian|ManajemenAnakGiziBurukTipeMarasmusdenganTBParu

JMedulaUnila|Volume6|Nomor1|Desember2016|43

clinical risk factors for childhoodpulmonary tuberculosis in severelymalnourished children presenting withpneumonia: observation in an urbanhospital in Bangladesh. Global PediatrHealth.2015;1(1):1-6.

16. Payghan BS, Kadam SS, Kotresh M. Theprevalence of pulmonary tuberculosisamong severely acute malnourishedchildren – a cross sectional study. IJSRP.2013;3(7):1-5.

17. Nursyamsi, Rasjid. TBC dengan tesmantoux di bagian ilmu kesehatan anakRSUprof.dr.R.D.KandouManadoperiode2001-2006.Inspirasi.2011;14(1):65-90.

18. Jaganath D, Mupere E. Childhoodtuberculosisandmalnutrition. J InfectDis.2012;206(1):1809-15.

19. Kemenkes RI. Pedoman nasionalpelayanan kedokteran tata laksanatuberkulosis. Jakarta: KementrianKesehatanRepublikIndonesia;2013.

20. WHO. Management of severemalnutrition: amanual for physicians andothersseniorhealthcareworkers.Geneva:WorldHealthOrganization;1999.

21. Dubray. Treatment of severemalnutritionwith2-day intramuscularceftriaxonevs5-day amoxicilin. Annals tropic ped. 2008;28(13):13-22.

22. Diniyanti NIL, Panusunan C. Penanganandemampadaanak.SariPediatri.2011;12(6):1-10.

23. Yosmar R, AndaniM, Arifin H. Kajian regimendosis penggunaan obat asma pada pasienpediatrirawatinapdibangsalanakRSUPdr.M.Djamil Padang. J Sains Farmasi& Klinis. 2015;2(1):22-9.

24. Krisnansari D. Nutrisi dan gizi buruk.MandalaofHealth.2010;4(1):1-9.

25. Depkes RI. Petunjuk teknis tatalaksana anakgizi buruk buku I. Jakarta: Direktorat JenderalBinaGiziMasyarakat;2013.

26. NovitasariD. Faktor-faktor resiko kejadian giziburuk pada balita yang dirawat di RSUD dr.KaryadiSemarang.Semarang:FKUNDIP;2012.

27. Depkes RI. Analisis situasi dan kesehatanmasyarakat.Jakarta:DepkesRI;2004.

28. Sholeh KM. Buku ajar neonatologi. Edisi ke-I.Jakarta:IDAI;2010.

29. Yulistyaningrum, Sarwani D. Hubungan rawatkontak penderita tuberkulosis paru dengankeadaan TB paru anak di balai pengobatanpenyakit paru-paru (BP4) Purwekerto. KESMAS.2010;4(1):1-6.

30. Media Y. Pengetahuan, sikap dan perilakumasyarakattentangpenyakittuberkulosisparudi Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten TanahDatar Provinsi Sumatera Barat.Media LitbangKesehatan.2010;2(21):1-7.

31. Suharyo. Determinasi penyakit tuberkulosis didaerahpedesaan.JKEMAS.2013;9(1):85-9.