evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

21
. ISSN: 2088-6241 [Halaman 1 21] . Jurnal Review Politik Volume 05, Nomor 01, Juni 2015 EVOLUSI GERAKAN HTI DAN ANCAMAN TERHADAP GENERASI MUDA ISLAM Libasut Taqwa Universitas Indonesia [email protected] Abstract After the fall of Soeharto‟s regime, Indonesia has experienced changes in many aspects of such social life as politics, economy, and education. Soon, transnational-religious party has emerged. Hizbut-Tahrir Indo- nesia (HTI) has started its new agenda and mission, namely enforcing the Islamic Caliphate and Shari'a and changing the Indonesia‟s Consti- tution with the new constitution they propose. This article a conceptual writing which deals with three objectives, are: analyzing the extent of the movement, the evolution of transnational Islamic religion, and how HTI has successfully gained sympathy and support from the Indone- sian young Muslims who subsequently become it loyal followers with strong militancy. The writer concludes that HTI along with its propaganda has, in fact, threatened national concept of Indonesia‟s constitution. Therefore, it is important to protect the young generation from such ideological propaganda as discussion, organization, mass media, and other means employed by HTI in order to influence them. Key Words: Young generation, HTI, movement Abstrak Setelah jatuhnya rezim Soeharto, banyak perubahan di beberapa area kehidupan. Seperti politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Setelah itu, muncul partai agama yang bersifat transnasional. Hizbut Tahrir memulai agenda baru atau misi untuk menegakkan Khilafah dan syariat Islam, dan mengubah konstitusi negara. Tulisan ini menyang- kut tiga tujuan khusus; menganalisis sejauh mana gerakan, serta evolusi agama Islam transnasional, bagaimana HTI memenangkan simpatisan dan pengikut terutama di kalangan generasi muda dengan militansi yang kuat. Juga, bagaimana organisasi ini melancarkan propaganda politik atas dasar gerakan sosial. Artikel ini menyim- pulkan bahwa HTI dengan semua derivasi propaganda, telah meng- ancam konsep nasional konstitusi Indonesia. Dengan demikian, generasi muda harus dilindungi dari propaganda ideologi baik lewat diskusi, organisasi, media massa, dan perangkat lainnya. Kata Kunci: Generasi muda, HTI, gerakan

Transcript of evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Page 1: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

. ISSN: 2088-6241 [Halaman 1 – 21] .

Jurnal Review Politik Volume 05, Nomor 01, Juni 2015

EVOLUSI GERAKAN HTI DAN ANCAMAN TERHADAP GENERASI MUDA ISLAM

Libasut Taqwa

Universitas Indonesia

[email protected]

Abstract

After the fall of Soeharto‟s regime, Indonesia has experienced changes

in many aspects of such social life as politics, economy, and education.

Soon, transnational-religious party has emerged. Hizbut-Tahrir Indo-

nesia (HTI) has started its new agenda and mission, namely enforcing

the Islamic Caliphate and Shari'a and changing the Indonesia‟s Consti-

tution with the new constitution they propose. This article a conceptual

writing which deals with three objectives, are: analyzing the extent of

the movement, the evolution of transnational Islamic religion, and how

HTI has successfully gained sympathy and support from the Indone-

sian young Muslims who subsequently become it loyal followers with

strong militancy. The writer concludes that HTI along with its

propaganda has, in fact, threatened national concept of Indonesia‟s

constitution. Therefore, it is important to protect the young generation

from such ideological propaganda as discussion, organization, mass

media, and other means employed by HTI in order to influence them.

Key Words: Young generation, HTI, movement

Abstrak

Setelah jatuhnya rezim Soeharto, banyak perubahan di beberapa area

kehidupan. Seperti politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Setelah itu,

muncul partai agama yang bersifat transnasional. Hizbut Tahrir

memulai agenda baru atau misi untuk menegakkan Khilafah dan

syariat Islam, dan mengubah konstitusi negara. Tulisan ini menyang-

kut tiga tujuan khusus; menganalisis sejauh mana gerakan, serta

evolusi agama Islam transnasional, bagaimana HTI memenangkan

simpatisan dan pengikut terutama di kalangan generasi muda dengan

militansi yang kuat. Juga, bagaimana organisasi ini melancarkan

propaganda politik atas dasar gerakan sosial. Artikel ini menyim-

pulkan bahwa HTI dengan semua derivasi propaganda, telah meng-

ancam konsep nasional konstitusi Indonesia. Dengan demikian,

generasi muda harus dilindungi dari propaganda ideologi baik lewat

diskusi, organisasi, media massa, dan perangkat lainnya.

Kata Kunci: Generasi muda, HTI, gerakan

Page 2: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

2

Pendahuluan

Setelah Soeharto lengser, pergeseran peta demokratisasi di

Indonesia terus berkembang ke arah tak menentu. Alih-alih

mencapai cita-cita reformasi, bangsa Indonesia kian terpuruk

dengan ragam permasalahan yang hingga kini belum

menemukan solusi bagi terselesainya konsolidasi demokrasi.

Meskipun usaha-usaha telah dilakukan oleh berbagai kalangan

demi perbaikan sektor-sektor penting yang ada di seluruh

pranata masyarakat dan negara. Permasalahan-permasalahan

seperti korupsi, penegakkan hukum, isu mayoritas-minoritas,

atau bahkan konflik politik-agama seakan tak menghasilkan

jalan temu.

Di tengah ketidakmenentuan itu, situasi perkembangan

negara bahkan tergerus dengan munculnya berbagai kelompok

keagamaan baru yang mengancam stabilitas negara. Sebagai

justifikasi gerakan demokratisasi, kelompok-kelompok keaga-

maan yang bermunculan sebenarnya tidak memberikan

dampak negatif terhadap keadaan negara, namun persoalan-

nya menjadi lain ketika yang menjadi basis propaganda

gerakan adalah perubahan total konstitusi yang bahkan sudah

selesai saat sebelum negara ini berwujud Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Salah satu gerakan keagamaan baru yang lahir adalah

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hizbut Tahrir yang secara

literal berarti Partai Pembebasan, mulai menampakkan secara

terang benderang wajahnya dalam kancah sosial-politik Indo-

nesia di tengah ketidakmenentuan demokratisasi pasca-

Soeharto. Sebagai gerakan revivalis (Hilmy, 2001: 39), HTI

menggalang simpati gerakan mereka dengan semboyan “wujud-

kan Khilafah Islam, dan implementasi Syariah”. Gerakan ini

terus meluas ke wilayah-wilayah Indonesia, hal ini diperparah

dengan kesejahteraan masyarakat yang tak kunjung mapan,

sehingga membuka jalan bagi setiap pendukung fanatik untuk

terus menggugat negara dalam hal-hal demikian.

Page 3: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

3

Setelah sekian lama diresmikan, HTI melangsungkan

Konferensi Internasional pertamanya di Indonesia pada 28 Mei

2000 di lapangan Tenis Indoor Senayan Jakarta dengan

ratusan pendukung dan simpatisan. Tujuh tahun setelah itu,

Konferensi Internasional kedua terselenggara dengan kurang

lebih 100.000 peserta pendukung dan simpatisan HTI. Melihat

modus perjalanannya, Gerakan HTI bukan saja gerakan

revolusioner, akan tetapi gerakan evolutif yang terus bergerak

lamban tapi pasti mengembangkan doktrin kekhilafahan

transnasional yang mengancam keutuhan NKRI. Apabila

diperhatikan, ini menjadi sangat riskan terhadap pertumbuhan

generasi masa depan Indonesia karena akan mencipta generasi

yang meragukan konsensus yang dibuat bersama oleh para

pendiri bangsa. Bukannya melahirkan kesejahteraan nasional,

malah semakin memperkeruh persemaian ikatan kebhinekaan

di Indonesia.

Dalam hal ini, penulis secara khusus membatasi penulisan

dengan menganalisis sejauh mana perangkat gerakan, serta

evolusi transnasional keagamaan Islam seperti HTI meraih

simpatisan dan pengikut yang semakin banyak khususnya di

kalangan generasi muda dengan militansi yang kukuh.

Demikian pula, bagaimana organisasi ini melancarkan

propaganda politik dengan basis gerakan sosial.

Embrio Awal Gerakan

Hizbut Tahrir didirikan pada tahun 1952 di al-Quds

berdasarkan aqidah Islam oleh Taqiyyuddin An Nabhani (1905-

1978). Dia seorang ulama, mujtahid, hakim pengadilan (qadi)

di Palestina dan lulusan Al Azhar, dan hafalal-Qur‟an sejak

usia 15 tahun. Sebagai seorang cucu dari ulama besar pada

masa Khilafah Utsmaniyah, Syeikh Yusuf An-Nabhani,

Taqiyuddin tumbuh sebagai seorang penggerak massa yang

pada saat itu kehilangan jati diri setelah kehancuran dinasti

Utsmani di Turki. Pasca pendeklarasian itulah Hizbut Tahrir

berkembang ke seluruh pelosok dunia, hingga Indonesia.

Hizbut Tahrir menjadi gerakan transnasional yang menurut

Page 4: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

4

Masdar Hilmy, bertransformasi pada tiga unsur utama, yaitu:

pergerakan demografis, lembaga keagamaan transnasional,

serta perpindahan gagasan atau ide. Jika pada gerakan

pertama gerakan terfokus pada gerakan orang per orang, atau

kelompok tertentu dari suatu negara ke negara lainnya, maka

gerakan kedua lebih merupakan perangkat jejaring antar

negara atau tempat tertentu, sedang pada gerakan ketiga,

merupakan transformasi ide antar kelompok atau individu dan

negara tertentu dan sebaliknya. Pergerakan ini, lanjut Hilmy,

merupakan perangkat globalisasi yang tak terbendung, dengan

meningkatnya teknologi komunikasi dan informasi era modern.

Gerakan ini menuai simpati masyarakat muslim, disebab-

kan pandangan bahwa kemunduran masyarakat muslim dalam

bernegara disebabkan mereka meninggalkan sistem kekha-

lifahan universal yang mampu mengatur ruang hidup masya-

rakat sehingga sejahtera dan makmur seperti masa lalu.

Konsep politik ini diklaim didasarkan pada al-Qur‟an, sunnah,

dan telah diwujudkan dalam sejarah kerajaan Islam yang

panjang, sejak Nabi Muhammad hingga kejatuhan imperium

Utsmani (Mujani, 2007: 78).

Di Indonesia sendiri, sebelum meraih momentum dengan

konferensi umat di tahun 2000, embrio gerakan HTI telah

mulai muncul sejak awal 80-an. Abdurrahman al-Baghdadi

yang membangun bibit gerakan sejak awal 1982. Al-Baghdadi,

seorang Lebanon yang berimigrasi ke Australia sejak muda,

diundang oleh Abdullah bin Nuh, salah seorang petinggi agama

di Bogor, Jawa Barat yang juga salah seorang dosen sastra di

Universitas Indonesia. Inilah cikal-bakal basis gerakan di

mana al-Baghdadi mendapat kesempatan merekrut mereka

yang mayoritas mahasiswa IPB (Institut Pertanian Bogor)

sebagai penyebar paham gerakannya (Fahlesa, 2010: 177).

Dari universitas inilah, gerakan itu terus meluas dan

bergerak ke universitas-universitas di Jawa dalam bentuk LDK

(Lembaga Dakwah Kampus) tempat HTI berjuang menye-

barkan dan mempertahankan idenya. Selama era Orde Baru,

Page 5: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

5

lembaga dakwah ini bergerak secara klandestin dan memilih

untuk tidak menampakkan diri dalam ranah sirkulasi politik

nasional. momentum ini menjadikannya relatif aman dari

tindakan represif penguasa waktu itu, dibanding beberapa

ormas Islam lain yang secara vis a vis berhadapan dengan

pemerintah.

Dengan gencarnya demokratisasi pasca kejatuhan Soeharto,

HTI perlahan tapi pasti muncul meramaikan kebebasan

pembentukan partai politik dengan menyelenggarakan konfe-

rensi pertama sebagai introduksi awal di tahun 2000 kepada

seluruh masyarakat Indonesia. HTI menandaskan, solusi satu-

satunya dari krisis multidimensi di Indonesia adalah

mengembalikan kekhalifahan yang sempat ditinggalkan umat

Islam. Walaupun HTI hanya cabang dari Hizbut Tahrir pusat,

dan masih sangat baru jika dibandingkan misalnya dengan

Muhammadiyah dan NU, namun gerakannya cukup memikat

bagi para pengikutnya di Indonesia, mengingat Indonesia

adalah penduduk muslim terbesar di dunia dengan muslim

“KTP” yang signifikan. Ini membuat perangkat propaganda

HTI meraup banyak simpatisan hingga ke pelosok negeri.

Walaupun gerakan ini mencuat ke permukaan akibat

gelombang demokratisasi pasca Orde Baru, tidak hanya

menolak gagasan negara-bangsa seperti dianut Indonesia,

namun juga jelas-jelas menolak demokrasi. Bagi HTI, kata

khilafah dan negara digunakan secara bergantian. Bangsa

dalam konsep negara-bangsa adalah “Islam” yang wilayahnya

didefinisikan sebagai “wilayah Islam” (dar al-Islam), dan

“wilayah Kafir” (dar al-kufr). Dalam dar al-Islam, Syariah

diterapkan, sementara dalam dar al-kufr hukum orang kafir

diterapkan (www.hizb-ut-tahrir.info/en/constitusi.htm). Diba-

wah kekhalifahan Islam, syariah ditetapkan kepada semua

warga negara tanpa mempertimbangkan agama mereka,

kecuali dalam wilayah peribadatan di mana non-muslim dapat

dan dibolehkan menjalankan ibadah menurut keyakinan

mereka.

Page 6: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

6

Dalam konstitusinya, Khilafah didirikan atas empat hal:

1)kekuasaan adalah milik hukum Allah dan bukan milik

rakyat; 2) otoritas dalah milik rakyat, yakni umat; 3) penun-

jukan khalifah sebagai pejabat adalah kewajiban bagi setiap

muslim; 4) hanya Khalifah yang mempunyai hak untuk meng-

adopsi hukum-hukum syariah dan dengan demikian menjalan-

kan undang-undang dasar dan berbagai hukum. Keempat hal

di atas, menjadi common goals bagi partisipan dan anggota HTI

dalam mewujudkan khilafah universal di dunia tanpa sekat

kebangsaan atau negara.

Pendapat berlawanan datang dari Syafi‟i Ma‟arif yang

meyakini, bahwa gagasan Islam sebagai din wa dawlah (agama

dan negara) mengaburkan esensi kenabian Muhammad

(Abdillah, 1999: 65). Gagasan tentang negara Islam sebenarnya

didasarkan pada keyakinan bahwa kekuasaan hanya di tangan

Allah, dan kekuasaan ini (Allah) dibandingkan dengan kekua-

saan rakyat. Menurut Ma‟arif, penafsiran ini meredusir

kekuasaan Allah, karena kedua kekuasaan tersebut tidak

dapat dibandingkan. Politik di dunia ini, lanjut Ma‟arif, adalah

urusan manusia karena Allah telah memberi mereka tanggung

jawab politik dengan memilih atau dipilih untuk jabatan politik

(Ma‟arif, 1985: 169).

Perdebatan sejak kemunculan HTI sampai menjadi salah

satu organisasi besar di Indonesia kian memperbaharui

perdebatan dasar dan bentuk negara yang dianggap final di

Indonesia. Ini juga antara lain disebabkan tidak mampunya

unsur-unsur kenegaraan dalam hal ini pemerintah

mewujudkan kesejahteraan bagi warga negaranya karena

banyak sekali kasus sebagai penyakit demokrasi mencuat ke

permukaan seakan tak menemukan solusi.

Gerakan Politik HTI

HTI tidak sama dengan partai-partai politik lain di

Indonesia, karena keengganan organisasi ini mengikuti sistem

pemerintahan yang dianggap telah kafir dan tidak sesuai

dengan syariat Islam. Gerakannya juga memungkinkan untuk

Page 7: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

7

tidak mengikuti kontestasi politik nasional dengan ikut andil

dalam pemilihan umum. Model gerakan semacam ini, menurut

Tony Fitzpatrick sebagai kegiatan ekstra-parlementer, yang

menekankan politik sebagai medan perjuangan estetika, yakni

kultur tandingan parlementer karena mengarah penuh pada

masyarakat (centrifugal process) (Fitzpatrick, 1995).1

Gerakan seperti ini tidak akan terjun dalam pemilihan

umum, karena menganggap sistem sekarang telah melakukan

deviasi dari yang benar. Selaras dengan pengertian Fitzpatrick,

gerakan HTI secara nyata telah mengakomodir isu-isu tunggal

serta memobilisasi massa untuk mendirikan negara khilafah.

Di sini terlihat bahwa aktivis HTI memandang terjun dalam

ranah politik sepenuhnya mulia dan wajib, sebagai lawan dari

muslim kontemporer yang cenderung menganggap politik

sebagai kotor, dan karenanya perlu dihindari.

Sikap ini juga sama halnya terhadap partai politik

kebanyakan, HTI keluar menentang aktifitas politik

mainstream dengan menjalankan aktifitas politik nonrutin,

yaitu aktifitas politik yang mengekspresikan keyakinan bahwa

ada sesuatu yang salah dalam struktur politik dan kondisi

sosial-ekonomi yang ada, dan/atau dalam kebijakan, dan/atau

dalam diri para pejabat dan perilaku mereka. Aktifitas politik

ini, sebagai rival dari aktifitas politik rutin -sebagaimana

umum di Indonesia- bertujuan melakukan perubahan dengan

mengecilkan arti penting aktifitas politik rutin karena

anggapan tidak banyak merubah keadaan dan situasi politik

dalam suatu masyarakat secara signifikan (Wasburn, 1982:

195-204).

1 Tony Fitzpatrick membagi kehidupan dunia politik menjadi dua proses yang saling bertentangan satu sama lain namun juga saling memperkuat, yaitu proses yang mengarah ke pusat (centripetal process); dan proses yang mengarah ke pinggir (centrifugal process). Dalam konteks oposisi, proses pertama merupakan oposisi yang mengarah pada kekuasaan pemerintah dalam hubungannya terkait tuntutan dan kepentingan rakyat, sedangkan yang kedua, merupakan oposisi baru yang diarahkan individu atau kelompok tertentu untuk memobilisasi massa di seputar isu tunggal.

Page 8: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

8

Secara umum, keberadaan HTI sebagai sebuah partai dapat

diuraikan sebagai berikut (Abdullah, 2005: 134-136): Pertama,

tidak seperti lazimnya partai politik yang ada, kepemimpinan

dan struktur partai dalam HTI bersifat tertutup untuk publik

karena hanya bisa diketahui dan diakses oleh anggota.

Ketertutupan ini dinyatakan secara tegas dengan fakta bahwa

seluruh pengurus HTI baik tingkat pusat, wilayah, maupun

daerah-tidak memilik kantor atau sekretariat (namun,

sekarang telah mengalami banyak perubahan).

Kedua, HTI tidak menjalankan fungsi penyediaan calon-

calon pemimpin atau wakil rakyat karena ia menolak

berpartisipasi dalam pemilu. HTI juga tidak melakukan koalisi

dengan kekuatan politik manapun, melainkan hanya mela-

kukan pendekatan dan komunikasi dakwah agar kekuatan-

kekuatan politik tersebut menerima dan memasukkan gaga-

san-gagasannya dalam program politik mereka. Selain itu, HTI

juga mengeluarkan pernyataan sikap, terkait isu-isu lokal,

nasional, bahkan internasional terutama apabila terkait

dengan kepentingan Islam dan kaum muslim.

Ketiga, meski pada awalnya didominasi kaum muda dan

mahasiswa dari kampus sekuler, tetapi basis HTI kini semakin

beragam, baik dari sisi usia, profesi, maupun latar-belakang

sosial ekonomi. Upaya untuk memperluas basis dukungan dari

beragam lingkungan kesibukan kini terus dilakukan HTI.

Walaupun ada beberapa hal yang masih tidak jelas, seperti

bagaimana menentukan taraf keislaman seorang pengikut,

lingkungan profesi yang tidak sesuai dengan syariat Islam,

serta lainnya.

Keempat, setiap anggota HTI adalah kader yang sangat

ideologis. Dalam berinteraksi dengan kelompok lain, mereka

selalu memegang teguh pandangan-pandangan normatif

kelompok dan menghendaki agar gagasan dan solusi-solusi HTI

diterima sebagai kata-pemutus untuk berbagai persoalan yang

ada.

Page 9: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

9

Melihat keempat ciri HTI di atas, dapat disampaikan

bahwa posisi HTI mengalami ambiguitas.Di satu sisi mengaku

sebagai partai politik, namun di sisi lain menafikan segala

bentuk sistem partai politik modern. Padahal, dengan segala

perangkatnya, HTI merupakan entitas modern yang juga turut

memberdayakan beragam bentuk dan upaya yang muncul

dalam realitas hidup modern seperti media massa, media

elektronik, dan sebagainya. Tampaklah bahwa HTI lebih

merupakan sesuatu gerakan dan organisasi sosial, dan bukan

merupakan sebuah partai politik.2

Perangkat Propaganda Gerakan

Lazim diketahui, HTI merupakan organisasi massa Islam

yang sangat memahami manfaat dan fungsi berbagai

perangkat komunikasi dan teknologi modern dalam menjaring

dan menyebarkan dakwahnya ke seluruh Indonesia. Sejak

merambah ke berbagai kalangan di Indonesia, media pertama

yang digunakan HTI untuk menyosialisasikan pemikiran dan

gerakannya adalah buletin Jumat al-Islam, buletin ini

diterbitkan sejak 1994 dan disebarkan setiap Jumat di berbagai

kota besar di Indonesia. Hingga Desember 2004, memasuki

edisi ke-231 (Tahun XI) al-Islam telah meraih oplah sebesar

200.000 eksemplar. Selain dalam bentuk cetak, buletin ini juga

ditampilkan pada situs www.al-islam.or.id.

Selain buletin, HTI juga mengeluarkan majalah bulanan al-

Wa’ie yang hingga tahun 2004 meraup oplah 15.000 eksemplar.

Peluang mengkampanyekan gagasan mendapat respon bak

gayung bersambut bagi sebagian masyarakat menengah

perkotaan. Sejak November 2008, HTI kembali mengeluarkan

media tabloid dwi-mingguan dengan nama “Media Umat” yang

merupakan media lanjutan dari buletin al-Misykah di Jawa

2 Menurut Heberle, perbedaan paling tegas dari partai politik dan gerakan sosial adalah bahwa partai politik hanya berada dalam suatu negara atau sistem politik, sementara gerakan sosial tidak terbatas dalam suatu negara tertentu atau masyarakat nasional tertentu. Partai terlembaga dalam sistem politik, sementara gerakan sosial merupakan alat partisipasi non-elit yang terlembaga di luar sistem (Arnold K. Sherman, Aliza Kolker, 1987: 239).

Page 10: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

10

Tengah, juga al-Miqyas di Yogyakarta. Ketiga media ini tidak

hanya menjadi corong utama penyebaran isu khilafah dan

syariat Islam, akan tetapi juga getol mengampanyekan

berbagai macam isu-isu yang sedang hangat terjadi dalam

negara.

Perkembangan beberapa media ini semakin mengemuka

seperti diutarakan juru bicara HTI bahwa HTI memiliki sarana

membina umat dengan buletin mingguan Al Islam dengan tiras

1,3 juta exemplar dan Media Umat dengan oplah 30 ribu

exemplar, juga dengan media online yang link up ke Hizbut

Tahrir di seluruh dunia. Tentu dengan cabang yang tersebar di

30 propinsi dan proses pembinaan umat yang dilakukan tiap

minggu dan tiap bulan sekali yang jumlahnya ribuan oleh

kader-kader Hizbut Tahrir (khabarislam.wordpress.com, 2009).

Di luar dua media rutin tersebut, sejauh ini HTI telah

mengeluarkan kurang lebih 23 jenis buku yang harus menjadi

pegangan setiap anggota dengan tiga buku pokok yang harus

mereka kaji serius, yaitu Nidzam al-Islam (peraturan hidup

dalam Islam), Mafahim Hizb al-Tahrir (Pokok-pokok Pikiran

Hizbut Tahrir), dan al-Takatul Hizbi (Pembentukan Partai

Politik) dan lain-lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_

Tahrir.or.id).

Di samping beragam media cetak yang dihasilkan, HTI juga

secara rutin meng-update berita di website al-Islam.or.id yang

merupakan situs pertama sejak 2002. Fungsinya menampilkan

tulisan-tulisan yang termuat dalam buletin al-Islam yang

disebar setiap hari Jumat. Seiring dengan berkembang

pesatnya akses internet pasca 2000-an, pada maret 2004, HTI

kembali meluncurkan situs keduanya dan yang paling terkenal,

hizbut-tahrir.or.id. Selain sebagai masterpiece media, situs

kedua ini juga menampilkan ragam tulisan dan laporan

internasional tentang pelbagai usaha-usaha Hizbut Tahrir

Internasional lainnya.

Tidak berhenti di situ, HTI melancarkan berbagai macam

pelatihan yang memompa semangat mulai dari siswa sekolah

Page 11: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

11

sampai dengan perguruan tinggi untuk mengikuti kegiatan

kerohanian baik tingkat lokal hingga Internasional. Dari hasil

pelatihan yang diadakan, jaringan radio juga berkembang di

beberapa pusat Islam di Indonesia, seperti Oz FM, Real FM,

dan Indralaya FM di Sumatera Selatan, yang memberikan slot

khusus kepada HTI Sumatera Selatan untuk mengisi kajian

keagamaan. Di Yogyakarta, Unisi FM memberikan kesempatan

setiap Sabtu sore kepada HTI untuk mengisi program “Tanya

Ustadz” yang dikhususkan bagi masyarakat guna konsultasi

keislaman. Walaupun berakhir di tahun 2005, tetapi jejak HTI

di Jogja sudah tidak bisa dianggap sebelah mata karena juga

kembali lagi dengan radio Stasiun Arma 11 sebagaimana

diungkap Tindiyo, Jubir HTI untuk Yogyakarta (Fahlesa, 2010:

190).

Evolusi Dukungan Generasi Muda

Melihat bonus demografi Indonesia pada tahun 2020-an

nanti, diakui bahwa Indonesia akan menjelma menjadi negara

dengan tingkat produktifitas luar biasa, khususnya di Asia

Tenggara. Ini tidak hanya karena membludaknya angkatan

muda produktif, tetapi juga sebagai konsekuensi logis tingkat

melek pendidikan yang terus berkembang.

Tentu saja melihat perkembangan tersebut, sebagai bangsa

akan merasa bangga melihat masa depan generasi muda

mendatang karena mampu mengemban misi kemajuan bangsa

yang hingga sekarang belum dirasakan. Namun, melihat

perkembangan pasca reformasi, pemuda seakan dihinggapi

disorientasi kebangsaan dengan berbagai derivasinya yang

dikhawatirkan, dan malah bisa menimbulkan disintegrasi

bangsa di masa depan. Disorientasi ini terlihat seperti tidak

ada keseimbangan antara pengetahuan keislaman dan

keindonesiaan. Bagi yang memperdalam Islam secara rigid,

mengetahui Indonesia sebagai realitas kebangsaan, harus

diakui menjadi sangat longgar untuk ditekuni.

Di satu sisi, mahasiswa yang cenderung tidak memiliki

akar keislaman kuat, menerima pelajaran Islam secara inheren

Page 12: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

12

di perguruan tinggi yang notabene “sekuler” menjadi terkupas

nilai-nilai keindonesiaannya, ketika dibenturkan dengan gaga-

san serba “ideal”. Hal ini menjadi momok menakutkan apabila

ditambah dengan beberapa fakta terkait bangsa yang belum

mampu keluar dari keterpurukan ekonomi dan politik.

Jaringan kampus yang dikenal sebagai LDK (Lembaga Dakwah

Kampus) di beberapa Universitas “sekuler” seperti UNPAD

Bandung, UI Jakarta, UGM Yogyakarta, UNAIR Surabaya,

atau UNHAS Makassar (Elizabeth Fuller Collins, dalam Hilmy,

2014: 38) dengan cepat dicapai oleh HTI. Mengenai pengaruh

dari masuknya HTI ini misalnya, terlihat dari pandangan salah

satu mahasiswa universitas terkenal di Yogyakarta yang

meragukan Pancasila dengan mengatakan bahwa kalau ada

orang Islam yang tidak sepakat dengan Khilafah, maka

Islamnya harus dipertanyakan (Wahid, 2009: 161).

Memang belum terdapat penelitian secara pasti mengenai

sejauhmana tergerusnya semangat kepemudaan dalam meng-

ejawantahkan Pancasila dalam kehidupannya. Namun fakta di

lapangan menunjukkan bahwa semakin banyak saja aktifis

pemuda yang kian meragukan eksistensi Pancasila sebagai

konsensus terbaik dalam negara Indonesia. Kristalisasi dari

pandangan tersebut terwakilkan oleh organisasi kemahasis-

waan Gerakan Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan).

Didirikan 28 Pebruari 2004 di Auditorium Pusat Studi Jepang

Universitas Indonesia, Gema Pembebasan menjelma sebagai

basis kampus sayap politik HTI yang cukup menjanjikan untuk

memobilisasi massa mahasiswa atau mahasiswi. Walaupun ini

kemudian dibantah, seperti ditulis dalam sejarah singkatnya.

“Mahasiswa dengan idealismenya memiliki potensi yang cukup

besar dalam proses perubahan sosial dan politik. Akan tetapi

selama ini mahasiswa banyak diwarnai oleh berbagai gerakan

yang tidak atau kurang berani dalam mengedepankan ideologi

Islam. Oleh karena itu diperlukan sebuah jaringan dakwah

kampus se-Indonesia untuk mengkampanyekan pemikiran-

pemikiran Islam dan solusi-solusi Islam atas segala permasalahan

Page 13: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

13

serta untuk melahirkan kader-kader dakwah mahasiswa yang

suatu saat akan terjun ke masyarakat.”(gemapembebasan.or.id)

Selain menjalankan beberapa kegiatan dan diskusi, Gema

Pembebasan telah meluas di Indonesia hingga ke tingkat

komisariat kampus dengan format pendaftaran sangat mudah,

yang menjadi salah satu poin penting menyebarnya organisasi

ini. Disebutkan dalam websitenya, bahwa pendaftaran cukup

dengan mengisi formulir secara online dan pihak Gema

Pembebasan akan menghubungi secara langsung pihak

pendaftar. Ini berbeda misalnya dengan organisasi Mahasiswa

seperti HMI atau PMII sebagai Organisasi Mahasiswa Islam

terbesar yang cenderung memilih perekrutan internal lokal,

dibanding pendaftaran anggota secara nasional seperti di atas.

Dalam perjalanannya, sebagai organisasi kemahasiswaan

baru yang menentang Ideologi Pancasila dan menggantinya

dengan khilafah internasional, Gema Pembebasan tak ayal

mengalami resistensi di beberapa kampus Islam yang

berhadapan dengan organisasi kemahasiswaan yang lebih dulu

eksis seperti HMI atau PMII. Seringkali diskusi-diskusi yang

diadakan dibubarkan paksa oleh aktivis nasionalis-religius di

atas, keadaan yang kemudian jarang ditemukan dikampus-

kampus sekuler.

Namun, dengan berbagai resistensi tersebut, Gema

pembebasan seolah tidak jera karena terus menggelar diskusi

rutin dalam tubuh anggota. Diskusi-diskusi ini disebut dengan

istilah halaqah dan menjadi ajang diskusi dan pembacaan

buku-buku utama HTI. Dalam diskusi-diskusi yang digelar,

demi pendalaman indoktrinasi kekhalifahan, setiap anggota

yang memiliki kecenderungan vokal dalam diskusi, akan

diundang ke dalam diskusi kecil yang lebih intens di sebuah

lokasi pelatihan privat dengan bimbingan langsung seorang

musyrif, mentor yang mendoktrin prinsip-prinsip utama HTI.

Terkhusus buku-buku seperti nidzam al-Islam, mafahim, atau

at-takatul hizbi.

Page 14: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

14

Proses doktrinasi memakan waktu sekitar lima tahun,

hingga seseorang yang telah terdidik secara khusus menjadi

musyrif yang menguasai betul prinsip-prinsip utama HTI.

Propaganda ini, tidak hanya berhenti di kampus sebagai pusat

berkembangnya intelektualisme kritis, tetapi juga merambah,

para siswa-siswi sekolah dengan mengadakan berbagai

kegiatan. Salah satu contohnya adalah muslim youth movement

dengan kedok memberdayakan siswa-siswi Islam. Mereka terus

merasuki pikiran para siswa dengan doktrinasi Khilafah Islam.

Kegiatan ini dilaksanakan secara kontinu di hampir 43 kota

seluruh Indonesia (http://hizbut-tahrir.or.id).3

Kader yang kemudian dibekali, dididik dalam suatu

suasana yang intensif, karena menerapkan sistem sel dalam

pembinaanya. Selain itu, pengkaderan menggunakan sistem

hierarki di mana posisi anggota dan calon anggota memiliki

rasio antara 1: 10. Hierarki ini kemudian terbagi menjadi

beberapa aktifitas penting; seorang calon anggota (daris) yang

telah diangkat menjadi anggota (hizbiyyun) akan memainkan

peranan internal sebagai musyrif pembimbing calon anggota,

dan peranan eksternal sebagai propagandis dalam masyarakat,

karib-kerabat, teman, atau publik melalui media dakwah HTI.

Proses panjang ini menjadi penting dalam pengkaderan

HTI karena menjadi tumpuan dakwah khilafah wa syari’ah

masyarakat khususnya generasi muda. Walaupun sekarang

sistem ini lebih terbuka bagi publik dan jarang dirahasiakan

karena kebebasan demokrasi, ternyata dalam perjalanannya,

3Pertama, menjadi muslim sejati yang giat menuntut ilmu, belajar sepanjang hayat. Kedua, menjadi muslim sejati yang berbakti kepada kedua orang tua, membahagian mereka dan membuat mereka bangga. Ketiga, menjadi muslim sejati yang selalu semangat untuk terus mengkaji Islam, mengamalkan dan memperjuangkannya dalam kehidupan. Keempat, menjadi muslim sejati yang bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah. Penekanan pada poin keempat harus diakui menjadi hal signifikan yang patut diperhatikan, bahwa seolah tidak ada syariah Islam tanpa khilafah, seperti yang diusung oleh HTI, lihat http://hizbut-tahrir.or.id/2015/02/23/sekitar-600-siswa-siswi-tegal-bertekad-jadi-muslim-sejati/, diakses pada 25/02/15, pukul 20:18.

Page 15: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

15

ini pernah berhasil di zaman Orde Baru sebagai taktik agar

terbebas dari represi berlebihan oleh pemerintah.

Dari ulasan di atas, jelas bahwa HTI memiliki sistem

perekrutan dan pengkaderan sistematis yang membuat

organisasi ini sulit dilacak dan diberantas. Di sinilah

diperlukannya peran pemuda-pemudi nasionalis guna meng-

counter segala bentuk gerakan yang mengancam keutuhan

kebangsaan di masa depan.

Ancamannya terhadap Masa Depan NKRI

Ada beberapa alasan mengapa gerakan transnasional

seperti HT semakin diminati (highly interested) dan mampu

menjaring jumlah partisipan yang tidak sedikit. Pertama, sejak

awal kemunculannya, HTI dengan mantap mengaktifkan

demonstrasi massa damai dengan concern utama problem

kenegaraan seperti kesenjangan ekonomi, kenaikan harga

bahan bakar minyak dan komoditas ekonomi yang melambung

tinggi, atau privatisasi aset-aset nasional yang dikuasai asing.

Jadi, pada tahapan ini, selain gerakan politik keagamaan,

kemampuan meraih simpati rakyat dengan isu-isu nasional

juga menjadi agenda utama.

Kedua, HTI mengklaim bahwa gerakan keagamaannya

terikat antara satu sama lain dengan gerakan serupa di

berbagai belahan dunia. Konsekuensinya, bagi partisipan,

gerakan yang dibangun tidak monoton dan berjalan sendiri,

tapi dibumbui klaim mendapatkan dukungan umat Islam

internasional yang kuat dengan total 27 negara di dunia.

Ketiga, HTI tidak menggunakan kekerasan sebagai

perangkat setiap demonstrasi yang diadakannya, ini yang

membedakan secara diametral dengan beberapa gerakan

fundamentalis Islam di Indonesia. Dengan rutin HTI

berkunjung ke setiap organisasi massa Islam dengan

menyebarkan pahamnya. Tak sedikit pula dengan basis

gerakan terpusat pada kampus modern-sekuler di pusat

pendidikan seperti di Jakarta, Yogyakarta, atau Malang.

Sebagai gerakan sosial yang memperjuangkan aspirasi politik

Page 16: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

16

sejak era reformasi, gerakan HTI memang dirasa unik, karena

tidak seperti organisasi sosial lain seperti Nasdem, atau

Perindo yang pada akhirnya bertransformasi menjadi partai

politik, HTI cenderung konsisten, dengan menggaet dukungan

unsur-unsur kelompok masyarakat dari berbagai segi demi

mendukung gagasan politiknya dan telah menjadi ciri khas

utama dari gerakan Hizbut Tahrir hampir di seluruh dunia.

Perbedaan ini juga menjadi platform HTI karena lebih

mengedepankan gerakan radikal baru yang terbatas pada

tuntutan dipenuhinya aspirasi Islam, seperti pemberlakuan

syariat Islam, dan belum sampai pada tataran menumbangkan

rezim penguasa (Zada: 2002).

Apabila dicermati, tuntutan HTI selalu terfokus pada

pelaksanaan khilafah dan pemberlakuan syariah Islam secara

kaffah di Indonesia dengan menafikan segala demokrasi dan

derivasinya. Pancasila, konstitusi, bahkan segala hal yang

terkait dengan sistem Indonesia. Menurut HTI, negara

haruslah dipimpin seorang khalifah yang memberlakukan

hukum dan perundangan Islam. Negara Islam tidak

menoleransi konsep demokrasi, misalnya untuk diadopsi dalam

pemerintahannya. Karena konsep demokrasi tidak berasal dari

Islam dan, bahkan bertentangan dengan akidah Islam. Negara

Islam harus memenuhi empat kriteria: 1) kedaulatan ada di

tangan Tuhan sebagai pemberi hukum; 2) kekuasaan adalah

milik umat; 3) hanya ada satu khalifah yang memimpin kaum

muslim di seluruh dunia; 4) hanya Khalifah yang berhak

memberlakukan hukum dan menyusun perundang-undangan

berdasarkan syariat yang telah diturunkan Tuhan (Abdullah,

2005: 127).

Di samping itu, hukum juga hanya ditetapkan Tuhan

dan manusia tidak memiliki wewenang untuk menetapkan

hukum. Hukum Islam merupakan hukum yang mencakup

segala hal sehingga agama lain pun harus menaati peraturan

dan hukum Islam walaupun tidak harus mengikuti agama

Islam. Keharusan ini dimaksudkan agar tidak ada hukum yang

Page 17: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

17

dipatuhi selain dari yang telah digariskan Tuhan. Hukum yang

ditetapkan Tuhan inilah yang menjadi metode untuk

menerapkan Islam secara keseluruhan, untuk itu, sebagai

misal, kaum muslim tidak boleh merubah hukum potong

tangan menjadi hukum penjara atau yang lainnya (Hasan,

2003: 12-16).

Hal yang tidak dapat dipungkiri adalah terbentuknya

negara sebagai sebuah konsensus manusia yang hidup secara

bersama, dan berkelompok dalam suatu wilayah. Ini menjadi

hal yang alamiah agar setiap kepentingan individu maupun

kelompok dapat terjamin dalam kehidupan bersama tersebut.

Ibnu Khaldun misalnya, membagi tipologi negara menjadi dua

jenis, yang salah satunya adalah negara nomokrasi Islam, yang

selain menggunakan hukum-hukum Tuhan juga menerapkan

hukum yang bersumber dari kaidah-kaidah hukum yang

ditetapkan manusia (Nafis, 2015, 138). Jadi, akan sangat sulit

menetapkan hukum Tuhan secara mutlak dari Tuhan sendiri

tanpa kemampuan manusia untuk mengejawantahkan hukum

tersebut ke dalam sisi kemanusiaan. Dalam sebuah negara dan

kehidupan modern, segala hukum yang bersumber dari Tuhan

memerlukan penafsiran bagi manusia, dengan penafsiran

bermacam ragamnya, karena harus pula disadari tidak ada

penafsiran tunggal lagi semenjak Rasulullah meninggal dunia,

sehingga sulit, untuk tidak mengatakan mustahil,

menyimpulkan satu macam penafsiran dalam hukum itu

sendiri apatah lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

paling majemuk di dunia seperti Indonesia.

Dapat diperhatikan, bahwa keinginan HTI untuk

membentuk satu kekhilafahan universal sungguh jauh

panggang daripada api, karena akan menimbulkan kejangga-

lan, bagaimana menunggalkan penafsiran setiap manusia di

dunia Islam, yang tidak bisa terlepas dari sisi sosiologis,

geografis, maupun antropologis dari sebuah kehidupan berbeda

dalam masyarakat tertentu. Menetapkan satu persepsi dari

keseluruhan dunia Islam sama saja dengan menafikan

Page 18: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

18

penafsiran perbedaan yang dianjurkan sebagai rahmat. Islam

masuk ke Indonesia sebagai akulturasi antara keislaman dan

keindonesiaan yang harus diakui berlaku bagi setiap tata

kehidupan keagamaan dan kebangsaan Indonesia.

Pancasila sebagai konsensus terbaik yang pernah

dihasilkan bangsa ini merupakan hal yang harus diakui ikut

mempersatukan beragam suku, budaya, dan agama di

Indonesia.Tanpa itu semua, dirasakan sangat sulit membangun

sebuah negara besar yang makmur dan bertahan hingga

sekarang. Indonesia juga sama sekali tidak sama dengan Arab,

atau negara-negara Timur Tengah lainnya, apalagi Eropa atau

Amerika. Indonesia dibentuk dengan memperhatikan per-

bedaan agama, suku, kebudayaan yang terpisah dari beragam

pulau dari Sabang sampai Merauke. Untuk itulah sebenarnya

gagasan HTI sangat bertentangan dengan semangat Pancasila

dan nilai luhur keindonesiaan, karena menjadi Indonesia

sejalan dengan menjadi seorang muslim. Umat muslim

seharusnya mencari titik temu dan bukan kesenjangan antara

keindonesiaan dan keislaman. Karena sebagai pendukung

nilai-keindonesiaan, umat Islam semakin diharapkan tampil

dengan tawaran kultural yang produktif dan konstruktif,

terkhusus dalam mengisi nilai-nilai keindonesiaan dalam

kerangka Pancasila dan UUD 1945 (Mas‟udi, 2010: VII).

Menurut Masdar Farid Mas‟udi, bagi setiap muslim,

kesetiaan terhadap konstitusi memerlukan usaha untuk

mengakhiri mentalitas „luar pagar‟, dengan cara menemukan

kesesuaian antara nilai-nilai substantif keislaman, dan nilai-

nilai dasar konstitusi. Bahwa nilai dan aturan dasar konstitusi

tidaklah bertentangan, sebaliknya justru sejalan dengan

substansi nilai keislaman, oleh sebab itu, tantangannya

bukanlah bagaimana memperjuangkan formalisasi negara

Islam, melainkan bagaimana merealisasikan nilai dan aturan

konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara

jujur, adil, dan konsekuen (Mas‟udi, 2010: VII-VIII).

Page 19: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

19

Penutup

Indonesia sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di

dunia memang menjadi salah satu destinasi berbagai aliran

dan paham keislaman mulai dari asal muasal Islam di Timur

Tengah, sampai negeri-negeri Barat seperti Amerika atau

Eropa. Tak ayal, dinamika perkembangan pemikiran di

Indonesia menjadi sangat unik dan beranekaragam apabila

dibandingkan dengan beberapa negara dengan penduduk

mayoritas muslim lainnya. Ini menjadi salah satu ciri khas

tersendiri bagi Islam Indonesia. Akan tetapi menjadi hal lain

apabila semua aliran-paham kepercayaan dalam Islam tersebut

masuk ke Indonesia dengan memaksakan kehendak dan

menunggalkan tafsir kebenaran bernegara yang seharusnya

dapat diklaim oleh yang lain, termasuk HTI sebagaimana

konsep kekhilafahan universalnya.

Dengan semakin majunya masyarakat modern, sehingga

bermacam aliran dan paham kebangsaan tumbuh tak

terbendung, harus diakui bahwa gerakan HTI telah merambah

jauh ke ulu hati kepemudaan generasi Indonesia, sehingga

berakibat pada melunturnya nilai-nilai kebangsaan dalam diri

dan pribadi pemuda. Bagi mayoritas masyarakat, memang ini

tidak berdampak singkat pada proses pengungkapan diri

maupun pikiran pemuda, karena proses ini memakan waktu

yang cukup lama, arah kepastian sistem yang terstruktur dan

teragendakan menjadi hal yang tidak bisa dielakkan oleh

siapapun di Indonesia. Perlahan namun pasti, HT akan terus

berusaha mengikis jiwa nasionalisme Islam bangsa Indonesia

yang majemuk. Untuk itulah kita harus mewaspadai evolusi

gerakan HTI yang semakin hari -dengan memanfaatkan segala

perangkat modern- semakin membahayakan cita-cita nasional-

isme Indonesia.

HTI, lebih jauh telah menafikan akulturasi antara

keislaman dan kebangsaan yang seharusnya terjadi di

Indonesia dengan mengimpor pemikiran dan budaya luar

Indonesia yang belum tentu mampu dan sesuai untuk diadopsi

Page 20: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Libasut Taqwa

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

20

dalam kehidupan majemuk kebangsaan. Lebih dari itu semua,

gerakan HTI patut selalu diwaspadai oleh para aktivis Islam,

khususnya oleh para aktivis ormas keagamaan yang “murni”

Indonesia, karena berkehendak mengganggu dan merubah

nilai-nilai kebangsaan Indonesia menjadi hal yang sama sekali

lain. Usaha-usaha ke arah demikian, semestinya menjadi

perhatian yang sangat jeli bagi para pemangku kekuasaan

maupun warga masyarakat di Indonesia, khususnya para

pemuda generasi bangsa agar tidak mudah terpengaruh oleh

gerakan-gerakan impor dari luar Indonesia, baik dari Timur

maupun Barat yang dapat mengancam eksistensi keindonesia-

an dan keislaman, karena telah lama tersemai damai di bumi

Indonesia.

Adapun ketika terjadi beragam hal dan belum sesuai

dengan cita-cita nasional kebangsaan seperti korupsi, kolusi,

nepotisme, kekerasan, diskriminasi, kejahatan, dan lain seba-

gainya di negara ini, bukanlah cara yang arif dengan

mengganti dasar dan konstitusi negara, tetapi dengan mena-

namkan sublimasi nilai-nilai keislaman sebagai prinsip-prinsip

dasar bernegara karena para founding fathers, telah menguras

keringat memperdebatkan masalah-masalah keislaman dan

kebangsaan sebagai puncak dari konsensus yang melahirkan

Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan lainnya yang memang sesuai

dan patut untuk diperjuangkan dalam masyarakat Indonesia

yang majemuk.

Daftar Rujukan Abdullah, Kurniawan. 2005. Hizbut Tahrir Indonesia (Gerakan Politik Islam

EkstraParlementer)”. Dalam Gerakan Keislaman Pasca Orde Baru: Upaya Merambah Dimensi Baru Islam. Ed. Tholkhah, Imam. Et al. Jakarta:Badan Litbang dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI

Abdillah, Masykuri. 1999. Demokrasi di Persimpangan Makna: Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Demokrasi (1966-1993). Yogyakarta: Tiara Wacana

Arnold K. Sherman, Aliza Kolker. 1987. The Social Bases of Politics. California: Wadsworth Publishing Company

Page 21: evolusi gerakan hti dan ancaman terhadap generasi muda islam

Evolusi Gerakan HTI dan Ancaman Generasi Muda Islam

Jurnal Review Politik

Volume 05, No 01, Juni 2015

21

Hasan, Mahmud Abdul Karim. 1993. Metode Perubahan Sosial Politik dengan Pertarungan Pemikiran dan Perjuangan Politik Menurut Sunnah Rasulullah SAW. Jakarta: PSKII

Hilmy, Masdar. 2014. Islam, Politik, & Demokrasi; Pergulatan antara Agama, Negara, dan Kekuasaan. Surabaya: Imtiyaz

Ma’arif, Ahmad Syafi’i. 1985. Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta: LP3ES

Mas’udi, Masdar Farid. 2010. Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Perspektif Islam. Jakarta: Pustaka Alvabet

Mujani, Saiful. 2007. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustak Utama

Munabari, Fahlesa. 2010. “Hizbut Tahrir Indonesia: The Rhetorical Struggle for Survival”. Dalam Islam in Contention: Rethinking Islam and State In Indonesia. Ed. Atsushi, Ota. Et al. First Edition. Jakarta-Kyoto-Taiwan: Wahid Institute-CSEAS-CAPAS

Nafis, Cholil M. Fikih Kebangsaan; Studi Historis dan Konseptual Perlindungan Kehidupan Beragama dalam Negara Bangsa. Jakarta: Mitra Abadi Press

Wahid, Abdurrahman, Ed. 2009. Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta: Desantara Utama Media

Wasburn, Philo C. 1982. Political Sociology: Approaches, Concepts and Hypotheses. New Jersey: Prentice-Hall

Zada, Khamami, 2002. Islam Radikal; Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia. Jakarta: Teraju

https://khabarislam.wordpress.com/2009/05/29/29-05-09-video-manifes-to-hizbut-tahrir-untuk-indonesia-tyasno-sudarto-manifesto-hti-layak-untuk-indonesia/, diakses pada 25/02/15, pukul 08:56

http://id.wikipedia.org/wiki/Hizbut_Tahrir.or.id)., diakses pada 23/02/15, pukul 09:45

http://hizbut-tahrir.or.id/2015/02/23/sekitar-600-siswa-siswi-tegal-ber-tekad-jadi-muslim-sejati/, diakses pada 25/02/15, pukul 20:18

http://www.gemapembebasan.or.id/, diakses pada 22/02/15, Pukul 09.35

Fitzpatrick, Tony. “Seeming Contradiction: Pariamentary and Extra-Parliamentary Politics of Opposition”, http://www.psa.ac.uk-/cps/1995, diakses pada 25/02/15, pukul 22:29