EVAPRO!!!!

31
LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS Permasalahan target Balita Timbang yang Tak Tercapai Pada Program KIA Di Puskesmas Jatilawang Disusun Oleh Ndaru Kartyka Sari K1A004023 Arga Ilyasa K K1A005051 Riky widiaresa N K1A005093 Pembimbing : dr. Diah Krisnansari KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURUSAN KEDOKTERAN

Transcript of EVAPRO!!!!

LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS

Permasalahan target Balita Timbang yang Tak Tercapai Pada Program KIA

Di Puskesmas Jatilawang

Disusun Oleh

Ndaru Kartyka Sari K1A004023Arga Ilyasa K K1A005051Riky widiaresa N K1A005093

Pembimbing :

dr. Diah Krisnansari

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2010

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS

Permasalahan Target Balita Timbang yang Tak Tercapai Pada Program KIA

Di Puskesmas Jatilawang

Disusun untuk memenuhi sebgian syarat dariKepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas/

Ilmu Kesehatan MasyarakatJurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu KesehatanUniversitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh :

Ndaru Kartyka Sari K1A004023Arga Ilyasa K K1A005051Riky widiaresa N K1A005093

Telah dipresentasikan dan disetujui

Tanggal……

Preceptor Lapangan Preceptor Fakultas

dr. Zaenal Arifin dr. Diah Krisnansari

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan kepaniteraan klinik muda tentang

“Evaluasi program Puskesmas” di Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas.

Laporan ini merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kepaniteraan

klinik Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu

Kesehatan Masyarakat di Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu

Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, yang dilaksanakan selama 6 minggu di

Puskesmas Jatilawang, Kabupaten Banyumas..

Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis

ingin mengucapkan rasa terima kasih atas saran, masukkan, dan bimbingan dalam

penyusunan Laporan ini kepada:

1. dr. Zaenal Arifin, selaku dokter puskesmas yang telah memberikan bimbingan

dan pengarahan dalam penyusunan laporan ini

2. TIM IKK/IKM Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

3. Para petugas Kesehatan Puskesmas Jatilawang yang telah banyak memberikan

bantuan dan pengetahuan bagi kami

4. Rekan-rekan Koas IKK/IKM Unsoed.

5. Keluarga, yang tiada henti memberikan dukungan dalam pendidikan kami

6. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat kami sebutkan satu per

satu.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini banyak terdapat

kekurangan, sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

perbaikan. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat sebaik-baiknya bagi

semua pihak.

Jatilawang, februari 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………............

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...............

A. LATAR BELAKANG …………………………………………………….B. TUJUAN PENULISAN …………………………………………………..C. MANFAAT PENULISAN ………………………………………………..

BAB II ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGISA. SWOT ………………………………………………………………………B. IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS DARI HASIL ANALISIS SWOT....

BAB III PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF YANGDAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGANTISIPASI ISU STRATEGIS TERSEBUT.................................................................................................................

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….......

A. KESIMPULAN ……………………………………………………..B. SARAN ………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….LAMPIRAN …………………………………………………………………………

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting

dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan

kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

optimal. Keberhasilan pembangunan berperan penting dalam meningkatkan

mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Berdasarkan Kepmenkes no. 128 tahun 2004 Puskesmas adalah

penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat

pertama. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/

kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di

suatu wilayah kerja. Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan

memegang peranan yang penting karena fungsi dari puskesmas adalah

mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan

pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat dalam bentuk

kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas

adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Misi

pembanguan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembanguan kesehatan nasional, yaitu:

menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya;

mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya; memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan, dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas;

memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat beserta lingkungannya.

Menuju terlaksananya visi dan misi tersebut perlu dilakukan analisis

situasi kesehatan khususnya di Puskesmas Jatilawang sebagai puskesmas

rawat inap satu-satunya di wilayah Jatilawang dan sekitarnya. Disamping

letaknya sangat strategis, dukungan lintas sektoral dan dukungan wilayah

sekitar Rawalo menjadikan pengembangan Puskesmas Jatilawang diharapkan

mampu melaksanakan misi tersebut dan menjadi kebangggaan bagi

masyarakat Jatilawang dan sekitarnya dibidang kesehatan.

Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat, dalam

pelaksanaan kegiatannya dijalankan dalam bentuk 6 program pokok

Puskesmas. Namun pada umumnya program pokok Puskesmas ini belum

dapat dilaksanakan secara optimal. Adanya keterbatasan dan hambatan baik di

Puskesmas maupun masyarakat dalam pelaksanaan program pokok Puskesmas

maka untuk mengatasinya harus berdasarkan skala prioritas sesuai

permasalahan yang ada, dengan memanfaatkan potensi yang ada di

masyarakat dengan melakukan pemberdayaan masyarakat.

Pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan,

telah diakui semua pihak. Untuk itu, Puskesmas melakukan koordinasi

terhadap semua upaya dan sarana pelayanan yang ada di wilayah kerjanya

sesuai dengan kewenangannya serta melaksanakan pembinaan terhadap peran

serta masyarakat dalam upaya meningkatkan status kesehatan.

Dalam tatanan Otonomi Daerah di bidang Kesehatan, Sistim Informasi

Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat penting artinya bagi suatu wilayah

itu sendiri misalnya di Kecamatan Jatilawang, yaitu sebagai sarana penyedia

indikator-indikator yang menunjukkan tercapai atau tidaknya kegiatan-

kegiatan yang telah dilaksanakan.

Tujuan pelaksanaan program posyandu yang salah satunya adalah

mempertahankan posyandu dan meningkatkan status gizi kesehatan pada ibu

dan anak maka pemasyarakatan posyandu diharapkan partisipasi masyarakat

meningkat ditandai dengan kedatangan ibu ke Posyandu secara rutin tiap

bulan. (Depkes RI. 1994)

Diantara kegiatan sistem informasi posyandu yaitu ketrampilan dalam

pengisian KMS, KMS adalah suatu pencatatan lengkap tentang kesehatan

seorang anak. KMS harus dibawa ibu setiap kali ibu menimbang anaknya atau

memeriksa kesehatan anak dengan demikian pada tingkat keluarga KMS

merupakan laporan lengkap bagi anak yang bersangkutan, sedangkan pada

lingkungan kelurahan bentuk pelaporan tersebut dikenal dengan SKDN.

Pengertiannya S adalah jumlah balita yang ada diwilayah posyandu, K adalah

jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS, D adalah jumlah balita

yang datang ditimbang bulan ini, N adalah jumlah balita yang naik berat

badanya. Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat cakupan

kegiatan penimbangan (K/S), kesinambungan kegiatan penimbangan

posyandu (D/K), tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan (D/S),

kecenderungan status gizi (N/D), efektifitas kegiatan (N/S). (Suhardjo. 1996)

Dari enam program pokok yang telah dijalankan, salah satu program

yaitu KIA dengan gizi Berdasarkan data yang ada pada tahun 2009 jumlah

angka kunjungan balita yang ditimbang belum memenuhi target yang

diharapkan sebesar 80%.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Mampu menganalisis masalah kesehatan dan berbagai metode

pemecahan masalah kesehatan masyarakat

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum keadaan kesehatan di wilayah Kecamatan

Jatilawang.

b. Mengenal dan mengetahui gambaran umum Puskesmas Jatilawang

sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.

c. Mengetahui secara umum program dan cakupan program Puskesmas

Jatilawang.

d. Mengetahui pelaksanaan dan keberhasilan program-program kesehatan

di Puskesmas Jatilawang Kabupaten Banyumas.

e. Menerapkan cara identifikasi masalah

f. Menentukan prioritas dan penyebab masalah kesehatan

g. Menentukan alternatif pemecahan masalah kesehatan masyarakat

h. Menganalisis kekurangan dan kelebihan pelaksanaan program-program

Puskesmas Jatilawang

C. MANFAAT PENULISAN

a. Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk memperbaiki kekurangan

yang mungkin masih ada dalam 6 program pokok Puskesmas

Jatilawang.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas untuk melakukan evaluasi

dalam kinerja Puskesmas.

c. Sebagai bahan untuk perbaikan Puskesmas kearah yang lebih baik guna

mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat pada umumnya

dan individu pada khususnya.

d. Sebagai bahan untuk memperbaiki kekurangan yang masih dimiliki

oleh Puskesmas.

II. ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. Analisis SWOT

Puskesmas Jatilawang yang wilayah kerjanya membawahi 11 desa saat ini

hanya dibantu oleh dua Puskesmas Pembantu (PUSTU) di desa Gentawangi dan

desa Bantar. Kondisi ini sebenarnya dirasa pihak Puskesmas sangat memberatkan,

mengingat wilayah kecamatan Jatilawang sangat luas, bahkan ada beberapa

daerah perbukitan yang sulit dijangkau alat transportasi. Data tahun 2009

menunjukan jumlah tenaga medis, paramedis, dan non-medis.

Berdasarkan data yang ada pada tahun 2009 jumlah angka kunjungan

balita yang ditimbang belum memenuhi target yang diharapkan sebesar 80%.

Puskesmas Jatilawang yang memiliki wilayah kerja sebanyak 11 desa,

berdasarkan dari data sekunder yang ada menunjukan jika desa Bantar merupakan

desa yang paling rendah dalam pencapaian target yang diharapkan. Target yang

tercapai hanya 62,7% ini jauh dari SPM sebesar 80%.

Apabila kita menggunakan analisa SWOT mengenai masalah Gizi pada

progaram penimbangan balita didapat informasi sebagai berikut :

a. Strength

Puskesmas Jatilawang memiliki letak yang strategis, yaitu di tepi jalur

utama Purwokerto-Jakarta-Bandung, sehingga memudahkan akses layanan

kesehatan. Memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang cukup lengkap,

seperti laboratorium dan instalasi gawat darurat dengan peralatan yang

cukup memadai.

Memiliki sarana non kesehatan yang cukup memadai, yaitu dua sepeda

motor kantor dan satu mobil Puskesmas Keliling.

Memiliki tenaga kesehatan yang loyal dan mau bekerja keras untuk

kemajuan Puskesmas.

b. Weakness

Kurangnya pemberian informasi melalui tenaga kesehatan dan

pemasangan poster yang menunjukkan tentang pentingnya penimbangan

balita di posyandu.

c. Opportunity

Warga Jatilawang kurang perhatian khususnya orang tua balita, hal ini

dilihat dari masih kurangnya anka kunjungan balita dalam kegiatan

posyandu sehingga jumlah balita yang ditimbang sedikit.

Banyak warga Jatilawang yang mudah dijadikan kader kesehatan, saat ini

sudah terbentuk kader kesehatan di bidang Imunisasi, KB, dan Posyandu,

baik balita maupun lansia.

Kurangnya keikutsertaan tokoh masyarakat dalam memajukan kegiatan

posyandu.

Kurangnya

d. Threat

Wilayah di Jatilawang tidak semua mudah dijangkaau dan ada yang

jaraknya sangat jauh, sehingga mengakibaatkan sulit untuk melakukan

koordinasi.

Tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikan orang tua di wilayah

Jatilawang berbeda-beda, selain itu tingkat usia juga dalam berbagai

tingkat hal inilah yang membuat pemahaman serta pengertian juga

berbeda.

B. Identifikasi Aspek Isu Strategis dari Hasil Analisis SWOT

Dari hasil analisis SWOT, dapat disimpulkan permasalahan yang terjadi

rendanya angka balita yang ditibang. Kurangnya edukasi dan pengetahuan dari

orangtua inilah yang mengakibatkan rendahnya angka balita yang ditibang.

Sementara itu, jika kita melihat ke masyarakat Jatilawang yang lebih

banyak kekuatan yang dapat dioptimalkan. Kondisi ini terlihat dari kurang

antusiasme warga terhadap masalah kesehatan, mereka kurang aktif dalam

penyuluhan kesehatan. Kurangnya keikutsertssn tokoh masyarakat dalam

memajukan posyandu.

Jika dilihat kekuatan dan kelemahan yang telah dianalisis, baik dari dalam

dan luar Puskesmas, kader-kader dapat dibimbing untuk memaksimalkan

informasi pentingnya menimbangkan balita secara rutin di posyandu diseluruh

wilayah Jatilawang.

BAB III

PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN

MASALAH

A. Tinjauan Teoritis

Balita

Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia

dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Menurut Persagi

(1992), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang

dikenal dengan “ batita “ dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima

tahun yang dikenal dengan usia “ prasekolah”.Anak usia 1-3 tahun

merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang

disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak balita

diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa

batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah

makanan yang relatif lebih besar.

Usia dibawah 5 tahun atau balita merupakan usia penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan

dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Secara

psikologis, rentang usia ini sangat menentukan karakter anak. Jika anak

sering diejek atau dicemooh, kemungkinan besar akan tumbuh menjadi anak

yang tidak mempunyai kepercayaan diri. Anak yang selalu dimanja akan

tumbuh menjadi anak yang selalu bergantung kepada orang lain. Demikian

juga anak yang selalu ditekan dengan ancaman, anak akan tumbuh dengan

ketakutan bahkan sampai depresi. Sebaliknya, anak yang dididik dengan

pujian dan arahan yang benar, akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri

karena sejak kecil dia merasa dihargai oleh lingkungan terdekatnya, yaitu

keluarga.

Posyandu

Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknnologi dalam

pelayanan kesehatan masyarakat dari keluarga berencana dari masyrakat,oleh

masyrakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta

pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana. Salah satu

kegiatan pisyandu adalah KIA. Dalam kegiatan posyandu hendaknya

dipersiapkan 5 meja yang terdiri dari

a. Meja pendaftaran balita, ibu hamil, ibu menyusui.

b. Menimbang balita

c. Mencatat hasil penimbangan

d. Meberikan penyuluhan berdasarkan hasil penimbangan dan

memberikan pelayanan terhadap ibu balita dan ibu hamil.

e. Pelayanan kesehatan dan KB

Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau

pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dilakukan setiap

bulan mulai umur 1bulan sampai 5 tahun di Posyandu. Setelah bayi dan balita

dtimbang, catat hasil penimbangan di Buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)

atau Kartu Menuju Sehat (KMS) maka akan terlihat berat badannya naik atau

tidak naik (lihat perkembangannya).

Dalam kartu KMS dikatakan naik jika :

Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna pada KMS.

Garis pertumbuhannya pindah ke pita warna di atasnya.

tidak naik jika :

Garis pertumbuhannya menurun.

Garis pertumbuhannya mendatar.

Garis pertumbuhannya naik tetapi pindah ke pita warna yang lebih

muda.

Penimbangan dilakukan setiap bulan dan  diukur berat badan tidak

naik 1 (T1), tidak naik 2 (T2), tidak naik 3 (T3), selama 3 bulan berturut-

turut, dan naik 1 (N1), naik 2(N2).

Manfaat Penimbangan

sistem pencatatan dan pelaporan

Pencatatan adalah mencatat semua data yang diperlukan untuk mengetahui

kesehatan balita dalam masa tumbuh kembang dengan menggunakan kartu ibu

atau anak yang tersedia. Pelaporan adalah melapor semua data yang terdapat pada

balita tersebut untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya dengan

menggunakan formulir dan pelaporan lain yang berlaku.

Evaluasi yaitu merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menilai

hasil dari program yang dilaksanakan, karena dengan evaluasi akan diperoleh

umpan balik (feed back) terhadap program atau pelaksanaan kegiatan. Tanpa

adanya evaluasi sulit rasanya untuk mengetahui sejauh mana tujuan – tujuan yang

direncanakan itu telah mencapai tujuan atau belum (Notoatmojo, 2003).

Untuk mendapatkan evaluasi yang tepat, adekuat dan sesuai dengan tujuan

evaluasi, dapat digunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah dengan

pendekatan sistem. Pendekatan sistem dapat dilakukan untuk suatu program

kesehatan dimana penilaian secara komprehensif dapat dilakukan dengan menilai

input, proses, dan output. Tujuan adalah untuk memberikan informasi data

posyandu. Tahap-tahap pencatatan dan pelaporan

a. Pencatatan dari posyandu oleh kader posyandu

b. Pencatatan dari desa ke Puskesmas dikoordinasi kader posyandu

SKDN merupakan indikator pokok dalam mengukur keberhasilan kegiatan

penimbangan. Definisi SKDN

S Yaitu jumlah balita yang ada diwilayah posyandu.

K Yaitu jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS.

D Yaitu jumlah balita yang ditimbang bulan ini.

N Yaitu jumlah balita yang naik berat badannya.

Adapun penggunaan data SKDN sebagai berikut :

a Cakupan Program (K/S)

Cakupan program (K/S) adalah : Jumlah Balita yang memiliki Kartu

Menuju Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu

kemudian dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah

balita diwilayah tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan

program di daerah tersebut telah tercapai.

b Cakupan Kelangsungan Penimbangan (D/K)

Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K) adalah : Jumlah Balita yang

ditimbang di Posyandu dalam dibagi dengan jumlahbalita yang telah memiliki

KMS kemudian dikali 100%. Persentase D K disini, menggambarkan berapa besar

kelangsungan penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai.

c Cakupan Partisipasi Masyarakat (D/S)

Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah : Jumlah Balita yang

ditimbang di Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja

Posyandu kemudian dikali 100 %. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa

besar jumlah partisipasi masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai.

d. Cakupan Hasil Penimbangan (N/D).

Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) adalah : Rata – rata jumlah Balita yang

naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di

Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase N/ D disini, menggambarkan berapa

besar hasil penimbangan didaerah tersebut yang telah tercapai.

e. Cakupan efektifitas kegiatan (N/S)

Cakupan efektifitas kegiatan (N/S) adalah : Rata-rata jumlah balita yang

naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah

Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase N/S disini, menggambarkan berapa

besar hasil efektifitas kegiatan didaerah tersebut yang telah tercapai.

Sistem pelaporan yang ada sekarang belum sesui, karena pencatatan dan

pelaporan berat badan hanya dilaporkan timbang (T), padahal yang diharapkan

pelaporan mulai dari T, T1,T2,T3 dan N1, N2 secara teratur sehingga bisa dinilai

status gizi dari balita. Maka dari itu penimbangan yang rutin setiap bulan sangant

diperlukan.

Faktor-faktor yang berperan dalam angka kunjungan balita yang ditimbang antara

lain :

a. Peran orang tua

Peran ibu balita dalam kegiatan posyandu dinilai masih rendah. Ibu balita

yang tidak mau datang ke posyandu karena tidak mengetahui manfaat

posyandu. Alasan ibu balita tidak membawa ke posyandu karena faktor

anak sakit atau sedang tidur atau anak takut ditimbang. Alasan lain ibu

balita enggan berkunjung ke posyandu, khususnya ibu balita kelompok

menengah ke atas karena merasa telah membawa anaknya ke dokter.

Selain ibu balita dari kelompok menengah ke atas, ibu-ibu balita

pendatang kurang aktif mengikuti kegiatan posyandu.

Faktor pekerjaan ibu balita merupakan salah satu faktor

penghambat ibu balita memanfaatkan penimbangan balita di posyandu.

Ibu yang bekerja tidak membawa anaknya ke posyandu kemungkinan

karena posyandu diselenggarakan pada hari kerja dan jam kerja. Kegiatan

posyandu diselenggarakan mulai jam 9.00 hingga 12.00 pada hari kerja.

Selain ibu bekerja, ibu balita pendatang merupakan ibu balita yang kurang

aktif dalam kegiatan posyandu. Bagi ibu balita dari keluarga yang mampu

merasa sudah membawa anaknya ke dokter, sehingga menganggap tidak

perlu dibawa ke posyandu untuk penimbangan.

b. Peran Kader

Peran kader menjadi kader di setiap posyandu sangat bervariasi.

Sebagian posyandu memiliki kader yang bermotivasi tinggi dan sebagian

lagi kurang motivasinya. Menurut petugas kesehatan tidak semua kader

menyadari perannya. Peran kader di posyandu setiap posyandu berbeda.

Ada yang bagus sekali, ada yang sedang-sedang, tergantung masing-

masing kadernya. Tugas kader dalam kegiatan posyandu adalah belum

sepenuhnya menjalankan program 5 meja. Kader hanya melakukan

pencatatan, penimbangan dan memberikan makanan tambahan.

Kader di beberapa posyandu sangat jarang melakukan penyuluhan.

Penyuluhan dilakukan oleh petugas kesehatan baik dari puskesmas

maupun dinas kesehatan. Tugas lain kader adalah mengunjungi ibu balita

yang tidak berkunjung ke posyandu untuk memberikan pembinaan. Peran

kader tidak optimal kerena hubungan antara kader dengan tokoh

masyarakat yang kurang harmonis. Ketidak harmonisan tersebut timbul

anggapan, sehingga hanya kader yang menjadi motor penggerak dalam

kegiatan posyandu.

c. Peran Tokoh Masyarakat

Tokoh masyrakat sangat berperan dalam kegiatan posyandu Kepala

desa bisa menanyakan kepada bidan atau kader tentang perkembangan

posyandu di wilayahnya, terutama pada saat program pekan imunisasi

nasional dan pemberian tablet vitamin A.

d. Peran pelayanan kesehatan

Peran petugas kesehatan cukup penting karena kehadiran petugas

kesehatan menjadi salah satu daya tarik bagi ibu-ibu balita untuk

berkunjung ke posyandu. Masyarakat mengharapkan keterlibatan petugas

kesehatan ditingkatkan, karena masyarakat menginginkan posyandu

memiliki pelayanan kesehatan yang lengkap. Peran petugas kesehatan

dinilai kader cukup baik, namun kehadiran petugas kesehatan pada saat

hari buka posyandu dinilai masih kurang. Hal ini dipengaruhi oleh

kegiatan petugas pelayanan kesehatan yang bersamaan dengan kegiatan

lain, sehingga waktu kadang berbenturan.

Penyuluhan dari kader diharapkan dapat meningkatkan

pengetahuan ibu balita tentang manfaat penimbangan balita di posyandu

setiap bulan, sehingga tercipta partisipasi masyarakat yang bersifat

mandiri. Partisipasi masyarakat yang bersifat mandiri adalah setiap

individu melakukan kegiatannya atas inisiatif dan keinginan dari individu

yang bersangkuta karena rasa tanggung jawabnya untuk mewujudkan

kepentingannya ataupun kepentingan kelompoknya.

Kurangnya kemampuan kader dalam memberikan penyuluhan

kemungkinan menyebabkan ibu balita kurang berminat untuk

mengunjungi posyandu. Ibu balita yang mampu lebih memilih untuk

mengunjungi dokter untuk memantau pertumbuhan balitanya.

Posyandu yang memiliki kader yang berpersepsi baik terhadap

peran tokoh masyarakat dan petugas kesehatan serta dukungan sumber

dana yang banyak dan dukungan sarana yang lengkap mempunyai angka

capaian D/S yang cukup tinggi.

Untuk meningkatkan pemanfaatan posyandu perlu koordinasi lintas

sektoral, karena jajaran pemerintah yang terlibat dalam posyandu masih terbatas

dari petugas puskesmas. Instansi lain seperti petugas kecamatan ataupun instansi

yang lainnya belum terlibat dalam kegiatan posyandu. Instansi lain di kecamatan

yang tergabung dalam tim Pokjanal sangat dibutuhkan keterlibatannya dalam

pembinaan posyandu baik melalui lembaga PKK maupun melalui pembinaan

terhadap kepala desa/lurah, kepala dusun ataupun kelian banjar. Tim Pokjanal

Posyandu juga perlusecara aktif terlibat dalam kegiatan posyandu, serta dapat

memfasilitasi kegiatan posyandu dan penentuan jadwal posyandu. Tim pokjanal

juga dapat menjadi jembatan ibu balita dari pendatang untuk terlibat secara aktif

di posyandu.

Kebutuhan sarana yang memadai cukup mendesak karena menjadi salah

satu faktor penghambat pemanfaatan pelayanan posyandu. Ibu balita tidak

membawa anaknya ke posyandu karena anaknya takut ditimbang karena

menggunakan timbangan gantung. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

dengan melengkapi sarana posyandu dengan timbangan yang membuat anak

senang dan lebih nyaman saat ditimbang. Misalnya dengan memodifikasi tempat

gantungan timbangan tersebut. Alat permainan juga dibutuhkan agar anak dapat

bermain pada saat menunggu giliran untuk ditimbang.

Hasil korelasi parsial juga menunjukkan bahwa motivasi kader mampu

meningkatkan pemanfaatan penimbangan balita di posyandu (D/S), namun

peningkatan motivasi harus ditunjang dengan kelengkapan sarana. Motivasi kader

dalam kegiatan posyandu sangat diperlukan. Hal tersebut dikarenakan kader

merupakan komponen yang penting dalam kegiatan posyandu. Motivasi sebagai

suatu proses yang menghasilkan suatu intensitas, arah dan ketekunan individual

dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan.

Kader yang mempunyai motivasi tinggi akan berupaya untuk mencapai

tujuan kegiatan posyandu. pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh

faktor predisposisi untuk menggunakan layanan, faktor-faktor yang

memungkinkan atau menghalangi pemanfaatan dan faktor kebutuhan perawatan.

Pemanfaatan penimbangan balita di posyandu dipengaruhi oleh faktor predisposisi

dan faktor kebutuhan kader sebagai motor penggerak dalam kegiatan posyandu

dan ibu balita sebagai kelompok sasaran posyandu serta dukungan dari petugas

dan tokoh masyarakat diperlukan untuk menjalankan kegiatan tersebut. Faktor

predisposisi yang berhubungan dengan tingkat pemanfaatan penimbangan balita

di posyandu (D/S) hanya umur dan pengetahuan kader. Pengetahuan kader

tentang kegiatan posyandu berhubungan positif dengan tingkat pemanfaatan

penimbangan balita di posyandu (D/S).

Permasalahan yang dihadapi pada masalah ini adalah kurang kesadaran

oarang tua dalam menimbangkan anak balitanya ke posyandu, padahal dari

penimbangan di posyandu itu nantinya pertumbuhan dan perkembangan balita

dapat dinilai setiap bulan.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan,

yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan pemanfaatan

pelayananan kesehatan bergantung pada faktor-faktor sosiodemografis, tingkat

pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi jender, status

perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta

sistem pelayanan kesehatan.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh

peran kader sebagai motor penggerak dan mendapatkan dukungan oleh tokoh

masyarakat (TOMA). Hal tersebut dikarenakan salah satu tugas utama kader

adalah menggerakkan masyarakat untuk datang ke posyandu. Peran pemerintah,

termasuk petugas kesehatan, hanya sebagai fasilitator untuk lebih memberdayakan

masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu dikatakan meningkat

jika peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan program

kesehatan seperti imunisasi, pemantauan tumbuh kembang balita, pemeriksaan ibu

hamil, dan KB yang meningkat.

B. Alternatif Pemecahan Masalah

Jika diperoleh hasil D/S nya rendah maka diadakan penyuluhan

a) Mengajak sasaran setiap bulan datang ke Posyandu. Dalam setiap

kunjungan, kader pendamping hendaknya selalu menghimbau dan mengajak

keluarga sasaran agar mau membawa anaknya ditimbang setiap bulan di

Posyandu. Untuk meyakinkan keluarga sasaran, perlu disampaikan manfaat

menimbang berat badan balita setiap bulan terhadap pertumbuhannya.

b) Mengusahakan agar seluruh anak balita di wilayah tugasnya memiliki

KMS. Setiap balita harus mempunyai KMS sebagai alat monitoring pertumbuhan.

Oleh karena itu kader pendamping harus mengusahakan agar seluruh anak balita

dari keluarga sasaran yang didampingi dapat memperoleh KMS, dengan cara

mengajukan usulan permintaan KMS kepada Bidan Poskesdes atau TPG

Puskesmas.

c) Peran kader pendamping sangat penting untuk memfasilitasi supaya

keluarga yang mempunyai balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-

turut, BGM dan balita gizi buruk bersedia dirujuk. Rujukan dilaksanakan oleh

Kader Pendamping ke Poskesdes/Puskesmas. Bagi keluarga miskin biaya

perawatan gizi buruk di Puskesmas atau Rumah Sakit ditanggung pemerintah

melalui Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin). Di samping itu, kader

pendamping agar menindaklanjuti pelayanan pasca rujukan, misalnya:

memberikan konseling sesuai dengan masalah.

d) Kader pendamping menjalin kerjasama dengan Tokoh masyarakat, Tokoh

Agama, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dengan mengacu pada Profil Kesehatan Puskesmas Jatilawang pada

tahun 2009dan melihat hasil pencapaian pembangunan kesehatan serta kinerja

pembangunan sektor kesehatan maupun sektor terkait ditambah beberapa

permasalahan yang berhubungan dengan derajat kesehatan, perilaku

masyarakat, lingkungan dan pelayanan kesehatan serta kinerja sektor

kesehatan ditemukan beberapa masalah antara lain: Wilayah di Jatilawang

tidak semua mudah dijangkau dan ada yang jaraknya sangat jauh, sehingga

mengakibatkan sulit untuk melakukan koordinasi. Tingkat pengetahuan dan

tingkat pendidikan orangtua balita di wilayah Jatilawang berbeda-beda, selain

itu tingkat usia juga dalam berbagai tingkat hal inilah yang membuat

pemahaman serta pengertian juga berbeda.

B. SARAN

1. Untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan adalah dengan

melaksanakan sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat yang

dilaksanakan oleh petugas Puskesmas bekerja sama dengan lintas program dan

lintas sektoral.

2. Monitoring dan evaluasi kegiatan secara rutin untuk dapat diketahui

perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan dan segera mengetahui

permasalahan yang ditemukan dalam bentuk laporan.

3. Adapun kegiatan yang perlu disusun dalam Rencana Tindak Lanjut (RTL)

dalam kegiatan Penyusunan Profil Kesehatan antara lain: validasi data, koordinasi

lintas program dan sektoral dan penguasaan data bagi masing-masing pemegang

program, sehingga dalam pemecahan masalah dan penyusunan rencana kegiatan

bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. A.Harryanto Reksodiputro, Nugroho Prayogo, Eritropoesis, dalam Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2001:

hal 493-496.

2. Arthur C Guyton,M.D, dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 7,

Bagian I, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 1993, hal 53-61.

3. Cathrine M. Baldy, Sel Darah Merah, dalam Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, Sylvia A.Price, Wilson, Lorraine M, alih bahasa Peter

Anugraha, Buku 1,Edisi 4, Penerbit Buku Kedikteran, EGC, 2001, hal 231-238.

4. Thom J.Mansen and Kathryn L.McCance, Alteration of Hematologic

Function, Http://www.Mosby.com/merlin/Hueter .

5. Anemia, Http://.Anemia.e.medicinehealth.com .

6. A.V. Hoffbrand MA, J.E. Petit MD, Kapita Selekta Haematologi, Edisi 2,

Jakarta: EGC, 1987

7. Mansjoer A. Triyanti K, savitri R, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,

Jilid 1, Jakarta: Media Aesculapus; 2000: hal 547-553.

8. Hans Salonder, Anemia Aplastik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Jilid II, Edisi 3, Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2001: Hal 501-507.

9. Bunn HF. Anemia, dalam: Isselbacher, Braundwald,Wilson et al (eds).

Harrison’s principles of Internal Medicine, Edisi 13. Jakarta: EGC, 1999:

hal 358-362.