EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI...
Transcript of EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI...
i
EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2011-2017
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN
UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun oleh:
BAGUS WAHYU DEWANTORO
NIM: 11140820000059
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
ii
EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2011-2017
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN
UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
BAGUS WAHYU DEWANTORO
NIM: 11140820000059
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing
Dr. Rini., Ak., CA
NIP. 19760315 200501 2 002
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2018 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Kamis, 04 April 2018 telah dilakukan Ujian Komprehensif atasm mahasiswa:
1. Nama : Bagus Wahyu Dewantoro
2. NIM : 1114082000059
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2011-2017
Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan
ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 04 April 2018
1. Atiqah, SE, M.S.AK
NIP. 19820120 200912 2 004 Penguji I
2. Zuwesty Eka Putri M.Ak
NIP. 19800416 200901 2 006 Penguji II
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Rabu, 29 Agustus 2018 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Bagus Wahyu Dewantoro
2. NIM : 1114082000059
3. Jurusan : Akuntansi
4. Judul Skripsi : Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2011-2017
Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses Ujian Skripsi maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Agustus 2018
1. Yessi Fitri, S.E., M.Si.Ak. ( )
NIP. 19760924200604 2 002 Ketua Penguji
2. Drs. Abdul Hamid Cebba, MBA., Ak., CPA ( )
NIP. 19620502199303 1 003 Penguji Ahli
3. Dr. Rini., Ak., CA ( )
NIP. 19760315 200501 2 002 Pembimbing
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Bagus Wahyu Dewantoro
No. Induk Mahasiswa : 11140820000059
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Akuntansi
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatllah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, agar dipergunakan
sebagaimana mestinya
Jakarta, Agustus 2018
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Bagus Wahyu Dewantoro
2. Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 1 Juni 1996
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Alamat : Perum Jatimulya Jl. Nusa Indah II J-145
Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat 17510
5. Telepon : 0857-8200-8011
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. TK Islam Azizah Tahun 2000-2002
2. SDN 09 Jatimulya Tambun Selatan Tahun 2002-2008
3. SMPN 4 Tambun Selatan Tahun 2008-2009
4. SMPN 157 Jakarta Tahun 2009-2011
5. SMAN 62 Jakarta Tahun 2011-2014
6. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014-2018
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Sunaryo
2. Ibu : Suparmini
3. Kakak : Danang Wahyu Pratomo
4. Anak ke- : Kedua dari Dua bersaudara
vii
EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2011-2017
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGARAAN HAJI DAN
UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
ABSTRACT
The objective of this research evaluates Hajj year 2011-2016 in the Directorate
General Hajj and Umrah Ministry of Religion of The Republic of Indonesia. This
publication uses descriptive method with evaluation of hajj pilgrimage by giving
survey of customers satisfaction by the Statistic Center and The result of the
Finencial Audit of the Republic of Indonesia.
This research uses purposive sampling method. The data collected in form of
word, images, the data derived direct research to the object with direct interview
techniques. This study evaluates the direct pilgrimage, quality of financial
statement, optimal of hajj fund management, hajj investment for long waiting
congregation and constraints in pilgrimage.
The results of this research indicate the index of congregation satisfaction
according to the survey of the survey statistical center is always satisfactory, the
quality of Financial report according BPK auditor always increases with
unqualified opinion (WTP) in 2016. The intial potensial deposito fund of the
congregation is invested so that the retrun is used for operational (indirect cost).
Key words : The Directorat General of Hajj and Umrah, hajj, satisfaction
of congregation satisfaction, unqualified opinion of BPK.
viii
EVALUASI PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI TAHUN 2011-2017
PADA DIREKTORAT JENDERAL PENYELENGGRAAN HAJI DAN
UMRAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji
tahun 2011-2017 pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan evaluasi penyelenggaraan ibadah haji dengan berpedoman pada
survey kepuasan jemaah oleh Badan Pusat Statistik dan hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, dan gambar. Data tersebut berasal dari penelitian
langsung kepada objek dengan teknik wawancara langsung. Penelitian ni
mengevaluasi penyelenggaraan haji secara umum, kualitas laporan keuangan,
optimalisasi pengelolaan dana haji, investasi haji bagi jemaah yang lama menunggu
dan kendala-kendala dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Hasil penelitian ini menunjukkan indeks kepuasan jemaah menurut survey
Badan Pusat Statistik selalu memuaskan, kualitas laporan keuangan menurut
pemeriksaan BPK selalu meningkat dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) di tahun 2016, Dana setoran awal jemaah diinvestasikan sehingga mendapat
imbal hasil yang digunakan untuk biaya operasional haji.
Kata Kunci : Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah,
Penyelenggaraan Ibadah Haji, Indeks Kepuasan Jemaah, opini BPK.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya
kepada penulis, sehingga dapat menyelasikan skripsi ini yang berjudul “Evaluasi
Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2011-2017 Pada Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”.
Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, Sang Teladan yang telah membawa kita ke aman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat, guna
meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah
penulis hanturkan atas karunia Allah SWT skripsi ini dapat diselesaikan. Selain
itu, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua Orang Tuaku Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dukungan-
dukungan dengan penuh perhatian, kasih sayang, semangat dan doa yang tiada
henti kepada penulis.
2. Kakak Danang Wahyu Pratomo dan Kakak Ipar saya Mbak Pintha yang telah
membantu penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Rini., Ak., C.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia
menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing penulis
selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna
penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah diberikan
selama ini.
4. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
6. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., Ak., MM., CA. selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Dosen dan Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Alm. Mbak Teti Yana Eka Lestari yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Mbak Teti Yana Dwi Lestari yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Kiki Afita Andriyani dan keluarganya yang selalu sabar memberikan
dukungan, perhatian dan semangat kepada penulis dalam proses penyusunan
skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat penulis di kampus Rizky, Irweng, Barry, Rizza, Ryan,
Handiko, Atinio, Dll. yang selalu memberikan support, selalu setia menemani,
berbagi suka duka, berbagi cerita, berbagi ilmu dan perhatian terbaiknya
kepada penulis.
13. Teman-teman Akuntansi angkatan 2014 terutama Akuntansi B
14. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena
itu, penulis mengaharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, Agustus 2018
(Bagus Wahyu Dewantoro)
xi
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 7
D. Perumusan Masalah .................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
F. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10
A. Tinjauan Literatur ..................................................................................... 10
1. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah ....................... 10
2. Investasi Syariah ................................................................................. 16
3. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah ............................................. 20
4. Badan Pengelola Keuangan Haji ......................................................... 24
5. Badan Pemeriksa Keuangan ................................................................ 27
B. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 30
C. Kerangka Penelitian .................................................................................. 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 35
A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 35
xii
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................................ 35
C. Objek Penelitian ........................................................................................ 36
D. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 38
E. Metode Analisis Data ................................................................................ 39
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 45
A. Hasil dan Pembahasan............................................................................... 45
1. Deskripsi Penyelenggaraan Haji ......................................................... 45
2. Optimalisasi dan investasi dana Haji .................................................. 51
3. Optimalisasi dan investasi dana haji terhadap dana jamaah yang cukup
lama menunggu ................................................................................... 59
4. Kualitas laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji Tahun 2011
sampai Tahun 2017 ............................................................................. 70
5. Faktor–faktor yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan
penyelenggaraan Haji dan kendala dalam menyusun laporan keuangan
penyelenggaraan ibadah haji ............................................................... 76
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 96
A. Kesimpulan ............................................................................................... 96
B. Saran .......................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 98
LAMPIRAN ....................................................................................................... 101
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Hasil Opini Pemeriksaan BPK Terhadap Laporan Keuangan PIH ................ 6
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya ....................................................................... 30
Tabel 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 34
Tabel 4.1 Data Besaran BPIH ....................................................................................... 55
Tabel 4.2 Data Embarkasi Haji Tahun 2015 ................................................................. 56
Tabel 4.3 Data Nilai Hasil Inventasi /Nilai Manfaat/Nilai Optimalisasi Dana Setoran
Awal BPIH .................................................................................................... 58
Tabel 4.4 Data Biaya Haji Per Jemaah.......................................................................... 58
Tabel 4.5 Ringkasan Laporan Operasional ................................................................... 66
Tabel 4.6 Analisis Kualitas Laporan Keuangan Tahun 2011-201 ................................ 71
Tabel 4.7 Perbandingan Peningkatan Pelayanan Kepada Jemaah Haji ........................ 87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Penempatan dan Investasi Dana Haji .................................................. 64
Gambar 4.2 Sasaran Nilai Dana Kelola Tahun 2017-2022 ..................................... 65
Gambar 4.3 Sasaran Nilai Manfaat Dana Haji Tahun 2017-2022 .......................... 65
Gambar 4.4 Distribusi Program Kemaslahatan ....................................................... 67
Gambar 4.5 Pelayanan Jemaah Haji........................................................................ 67
Gambar 4.6 Proses Internal .................................................................................... 68
Gambar 4.7 Target Virtual Account........................................................................ 69
Gambar 4.8 Sumber Pengembangan BPKH ........................................................... 69
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi kaum Muslim, khususnya di Indonesia ibadah haji memiliki makna
sangat penting. Ibadah haji dilihat tidak hanya sebagai salah satu rukun Islam
yang wajib dilaksanakan kaum Muslim (khususnya mereka yang mampu), tapi
juga memiliki arti sosiologi dan historis sangat berarti (Saleh, 2008). Ibadah
haji memiliki makna yang sangat penting karena tidak seperti ibadah wajib
lainnya.
(Basyuni, 2008) berpendapat bahwa ibadah haji merupakan kegiatan
keagamaan yang bersifat akbar, sebuah fenomena yang telah ditunjukkan oleh
Sang Maha Pencipta kepada para hamba-Nya. Haji dikatakan sebagai
fenomena yang ditunjukkan oleh Sang Maha Pencipta karena didalam haji
tidak membedakan antara kasta dan suku bangsa, tidak ada diskriminasi warna
kulit, maupun status kekayaan. Haji merupakan rukun islam yang ke lima,
dimana setiap orang wajib melaksanakannya jika mampu, dan Allah SWT telah
memberikan tempat bagi orang-orang muslim untuk melaksanakan tawaf dan
beribadah lainnya.
Kegiatan ibadah haji di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak abad ke-12
saat pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan Anak Benua India datang ke
nusantara untuk kepentingan perdagangan sekaligus penyebaran agama Islam
di nusantara. Kemudian pada abad selanjutnya, yakni pada abad ke-14 dan ke-
2
15 jumlah jemaah haji di Indonesia mengalami peningkatan ketika pada saat
itu hubungan ekonomi, politik, dan sosial keagamaan antar negara Muslim
Timur Tengah dengan nusantara semakin meningkat. Namun sejak Indonesia
merdeka penyelenggaraan ibadah haji belum terorganisir dengan baik, karena
masih bergantung pada pihak swasta.
Pada tahun 2008 tanggung jawab penyelenggaraan ibadah haji di
Indonesia menjadi tanggung jawab pemerintah dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008. Undang-Undang tersebut
menjelaskan bahwa kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah
haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah (pasal
8 ayat 2). Atas dasar itu maka pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas, kemudahan,
keamanan, dan kenyamanan yang diperlukan setiap warga negara (Umat Islam)
yang akan menunaikan ibadah haji.
Pemerintah sebagai penyelenggara ibadah haji berkewajiban mengelola
dan melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji. Pelaksana penyelenggaaran
ibadah haji berkewajiban menyiapkan dan menyediakan segala hal yang terkait
dengan pelaksanaan ibadah haji, yaitu sebagai berikut:
1. Pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air,
diperjalanan, maupun di Arab Saudi;
2. Pelayanan akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pelayanan kesehatan
yang memadai, baik di tanah air, selama diperjalanan, maupun di Arab
Saudi;
3
3. Perlindungan sebagai Warga Negara Indonesia;
4. Penggunaan paspor haji dan dokumen lainnya yang diperlukan untuk
pelaksanaan ibadah haji; dan
5. Pemberian kenyamanan transportasi dan pemondokan selama di tanah air,
di Arab Saudi, dan saat kepulangan ke tanah air (Pasal 7 UU No 13 Tahun
2008).
Pembinaan kepada jemaah haji dapat dilakukan oleh pemerintah maupun
oleh masyarakat. Dalam rangka pembinaan dimaksud pemerintah mengatur
prosedur dan mekanisme pembinaan, serta membuat pedoman pembinaan,
tuntunan manasik, serta panduan perjalanan ibadah haji.
Selain pembinaan, Pemerintah juga berkewajiban memberikan pelayanan
transportasi kepada jemaah haji. Pelayanan tersebut wajib memperhatikan
faktor keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan efisiensi dalam
penyelenggaraannya. Pelayanan transportasi dimaksud meliputi pelayanan
transportasi sejak dari tanah air maupun pelayanan transportasi selama berada
di Arab Saudi.
Pelayanan lain yang penting untuk diberikan kepada jemaah haji adalah
pelayanan pemondokan. Agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah haji
dengan baik, maka pelayanan akomodasi kepada jemaah haji harus baik, yaitu
perlu memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan kepada jemaah, termasuk pelayanan terhadap barang bawaannya.
Pemerintah, selaku penyelenggara ibadah haji disamping bertugas
melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji, juga berkewajiban membuat
4
laporan hasil penyelenggaraan ibadah haji. Laporan tersebut, baik berupa
laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji maupun laporan operasional
penyelenggaraan ibadah haji.
(Pasal pasal 25 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2008)
menyatakan bahwa Laporan Keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
disampaikan kepada Presiden dan DPR paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
penyelenggaraan ibadah haji selesai. Meskipun Pemerintah berkewajiban
menyampaikan laporan keuangan kepada DPR RI, namun tidak diatur secara
spesifik bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan laporan keuangan
penyelenggaraan ibadah haji kepada Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI). Meskipun demikian, sebagai bentuk akuntabilitas dan
transparansi kepada masyarakat, setiap akhir tahun Pemerintah selalu
menyampaikan Laporan Keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji (LK PIH)
kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan.
(Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945) menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara dibentuk suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Dengan
ketentuan tersebut, maka secara kelembagaan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan laporan
keuangan Pemerintah, diantaranya Laporan Keuangan Penyelenggaraan
Ibadah Haji (LK PIH) yang disusun oleh Pemerintah (Kementerian Agama RI).
Menteri sebagai Pengguna Anggaran, berkewajiban menyusun laporan
keuangan pada lembaga yang dipimpinnya. Laporan keuangan tersebut baik
5
yang bersumber dari APBN maupun yang bersumber dari dana Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Laporan Keuangan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dimaksud berupa Neraca, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan. Pedoman penyusunan Laporan Keuangan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dimaksud diatur dalam Peraturan
Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji, yang telah diperbaharui dengan Peraturan
Menteri Agama Nomor 47 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Dana Haji.
Dengan adanya Peraturan Menteri Agama tersebut, maka dalam penyusunan
laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji tersebut telah mempunyai
standar yang baku.
Pemerintah terus selalu berupaya melakukan perbaikan dalam
penyelenggaraan ibadah haji, termasuk didalamnya perbaikan dalam
penyusunan Laporan Keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Namun upaya tersebut masih belum optimal, hal tersebut terlihat dari opini
BPK atas Laporan Keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 opini BPK atas Laporan
Keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), masih belum bisa
mencapai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sehingga masih perlu terus
dilakukan perbaikan dari waktu ke waktu, mengingat sorotan masyarakat
terhadap penyelenggaraan ibadah haji semakin tinggi, dan opini BPK menjadi
salah satu ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Berikut ini
6
ditampilkan hasil opini terhadap laporan keuangan penyelenggaraan ibadah
haji dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2017.
Tabel 1.1
Hasil Opini Pemeriksaan BPK Terhadap Laporan Keuangan
Penyelenggaraan Ibadah Haji
Tahun Hasil Opini
2010 Disclaimer
2011 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2012 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2013 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2014 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2015 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
2016 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
2017 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
Sumber:http://www.bpk.go.id/assets/files/lkpp/2015/lkpp_2015_1465543119
Permasalahan yang menjadi penyebab belum diperolehnya opini WTP
BPK atas laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2015 adalah terkait dengan besaran nilai utang
pemerintah kepada jemaah haji yang menunggu berangkat, serta penyajian aset
berupa Barang Milik Haji (BMH) yang belum dapat diyakini kewajarannya.
Terdapat faktor lain yang juga menjadi permasalahan dalam
penyelenggaraan ibadah haji, meskipun faktor ini tidak menjadi penyebab
belum diperolehnya opini WTP, yaitu terkait dengan belum optimalnya
pengelolaan dana haji. Menurut (Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun
2011) dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan dana haji, selama ini
Pemerintah hanya menginvestasikan dalam bentuk giro, deposito, dan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN). Hal tersebut dilakukan mengingat
kewenangan yang diberikan kepada Kementerian Agama oleh Pemerintah
7
hanya kepada tiga instrumen tersebut. Dengan kondisi tersebut, maka dirasa
perlu ada upaya yang lebih maksimal untuk meningkatkan imbal hasil dari
investasi, sehingga dapat memberikan pelayanan kepada jemaah haji dengan
lebih optimal.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka identifikasi masalah yang hendak
diteliti dalam penelitian ini adalah terkait permasalahan-permasalahan yang
terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji, antara lain:
1. Belum maksimalnya optimalisasi pengelolaan dan investasi dana haji.
2. Terbatasnya fasilitas tenda serta toilet di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
3. Jauhnya letak pemondokan dengan Masjidil Haram.
4. Terbatasnya armada bus untuk pelayanan kepada jemaah haji.
5. Terbatasnya volume makan (catering) di Makkah.
6. Lamanya waktu tunggu jemaah haji.
7. Kualitas laporan keuangan yang masih perlu peningkatan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka
penulis membatasi masalah yang hendak diteliti hanya sebatas pada kualitas
laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji, dan opini auditor terhadap
laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2011 – 2017, serta
optimalisasi pengelolaan dan investasi dana haji.
8
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian terhadap latar belakang diatas maka rumusan
permasalahan yang hendak diteliti oleh penulis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran umum penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia pada
tahun 2011 sampai dengan tahun 2017.
2. Bagaimana pengelolaan dan investasi dana haji.
3. Bagaimana optimalisasi pengelolaan dan investasi dana haji dikaitkan
dengan masa tunggu keberangkatan haji.
4. Bagaimana kualitas laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji sejak
tahun 2011 sampai dengan tahun 2017.
5. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala dalam penyusunan laporan
keuangan penyelenggaraan ibadah haji.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana penyelenggaraan ibadah haji oleh
Kementerian Agama RI pada tahun 2011 sampai dengan 2017.
2. Untuk mengetahui upaya optimalisasi pengelolaan dan investasi dana haji.
3. Untuk mengetahui besaran dana optimalisasi haji per jemaah haji yang
masih menunggu berangkat haji.
9
4. Untuk mengetahui opini auditor terhadap laporan keuangan
penyelenggaraan ibadah haji Indonesia.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penyusunan
laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
1. Akademisi, yaitu penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
teoritis dan dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan mengenai
penyelenggaraan ibadah haji yang ideal.
2. Praktisi/Masyarakat, dapat memberikan gambaran dan informasi kepada
masyarakat umum tentang upaya optimalisasi pengelolaan dan investasi
dana haji dan kualitas laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji
Indonesia.
3. Penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai analisis penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia, serta sebagai
upaya dalam menyelesaikan studi di perguruan tinggi.
4. Pemerintah khususnya Kementerian Agama dan BPKH, menjadi bahan
evaluasi dalam melaksanakan penyelenggaraan ibadah haji dan
pengelolaan dana haji.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama adalah kementerian yang bertugas
menyelenggarakan pemerintahan dalam bidang agama. Pada saat ini,
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, Kementerian Agama terdiri
dari 11 unit eselon 1 yaitu: Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal,
Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan serta 7
Direktorat Jenderal yang membidangi Pendidikan Islam, Penyelenggaraan
Haji dan Umrah, Bimbingan Masyarakat Islam, Bimbingan Masyarakat
Kristen, Bimbingan Masyarakat Katolik, Bimbingan Masyarakat Hindu,
Bimbingan Masyarakat Buddha, dan Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal (BPJPH) (Kemenag.go.id).
Dari ke sebelas unit eselon 1 tersebut, yang khusus menangani urusan
haji adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dalam
(perpres no. 63 Tahun 2005) menjelaskan bahwa tugas Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah merumuskan, serta
melaksanakan kebijakan, dan standarisasi teknis dibidang
penyelenggaraan haji dan umrah. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyelenggarakan fungsi:
11
a. Perumusan kebijakan dibidang penyelenggaraan haji dan umrah.
b. Pelaksanaan kebijakan dibidang penyelenggaraan haji dan umrah.
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dibidang
penyelenggaraan haji dan umrah.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan
umrah.
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah.
Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali disampaikan
oleh Mr. Muhammad Yamin dalam Rapat Besar (Sidang) Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),
tanggal 11 Juli 1945.
Namun demikian, realitas politik menjelang dan masa awal
kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama
memerlukan perjuangan tersendiri. Pada waktu Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang hari Ahad, 19
Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan
kementerian/departemen, usulan tentang Kementerian Agama tidak
disepakati oleh anggota PPKI. Salah satu anggota PPKI yang menolak
pembentukan Kementerian Agama ialah Mr. Johannes Latuharhary.
Usulan pembentukan Kementerian Agama kembali muncul pada
sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945. Dalam sidang pleno
12
KNIP tersebut usulan pembentukan Kementerian Agama disampaikan
oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas
yaitu K.H Abu Dardiri, K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso
Wirjosaputro. Mereka adalah anggota KNI dari partai politik Masyumi.
Melalui juru bicara K.H.M Saleh Suaidy, utusan KNI Banyumas
mengusulkan, “Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini
janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi
hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri”.
Zakaria (2008) berpendapat dengan dibentuknya Kementerian Agama
sebagai salah satu unsur kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan,
maka seluruh beban Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) ditanggung
pemerintah dan segala kebijakan tentang pelaksaan ibadah haji semakin
terkendali. Dengan semakin membaiknya tatanan kenegaraan Indonesia,
pada tahun 1964 pemerintah mengambil alih kewenangan dalam PIH
dengan membubarkan PPPHI yang kemudian diserahkan kepada Dirjen
Urusan Haji (DUHA) dibawah koordinasi Menteri Urusan Haji.
Pada masa orde baru, tugas awal penguasa sebagai pucuk pimpinan
negara pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan.
Pembenahan sistem pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH
dengan di bentuknya Departemen Agama yang merubah struktur dan tata
kerja organisasi Menteri Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawah
wewenang Dirjen Urusan Haji, termasuk penetapan biaya, sistem
13
manajemen dan bentuk organisasi yang kemudian ditetapkan dalam
Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105 tahun 1966. Pada tahun 1967
melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92 tahun 1967, penetapan
besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri Agama (Zakaria, 2008).
Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali
ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun
1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab
secara penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan
ibadah haji, serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan
pada tahun 1970. Pada tahun tersebut biaya perjalanan ditetapkan oleh
presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-
tahun berikutnya PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan
kebijakan dan keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui
Keputusan Presiden. (Zakaria, 2008).
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan
struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji (BIUH). Sebagai panitia Pusat, Dirjen BIUH melaksanakan
koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam
hal ini sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh
Dirjen BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin
koordinasi dengan Badan Koordinasi Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal
ini dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk
pelaksanaan operasional PIH.
14
Setelah tahun 1967, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan
ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah
kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak
swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah.
Dalam perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah
orientasi pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal
dengan istilah PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan
keputusan tentang PIH dan Umroh Nomor 22 Tahun 1987 yang
selanjutnya disempurnakan dengan mengeluarkan peraturan PIH dan
Umroh Nomor 245 tahun 1991 yang lebih menekankan pada pemberian
sanksi yang jelas kepada pihak swasta yang tidak melaksanakan tugas
sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pembatasan jemaah haji yang lebih, dengan pembagian kouta haji
diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerasi Haji
Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang
terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan
kegelisahan di masyarakat, khususnya calon jemaah haji yang telah
terdaftar pada tahun tersebut namun tidak dapat berangkat. Mulai tahun
2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan
Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari jumlah
penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi, kecuali
untuk jemaah haji khusus diberikan porsi tersendiri. (Zakaria, 2008).
15
Pada masa pasca orde baru, melalui Keputusan Presiden Nomor 119
Tahun 1998, pemerintah menghapus monopoli angkutan haji dengan
mengizinkan kepada perusahaan penerbangan lain selain PT. Garuda
Indonesia untuk melaksanakan angkutan haji. Dibukanya kesempatan
tersebut disambut hangat oleh sebuah perusahaan asing, Saudi Arabian
Airlines untuk ikut serta dalam angkutan haji dengan mengajukan
penawaran kepada pemerintah dan mendapat respon yang positif. Sejak
era reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek keterbukaan
dan transparansi, jika tidak akan menuai kritik dari masyarakat.
Pemerintah dituntut untuk terus menyempurnakan sistem penyelenggaraan
haji dengan lebih menekankan pada pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan secara optimal.
Penyelenggaraan haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang
dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktual dan teknis fungsional
dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji (BPIH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 165 tahun 2000. Dalam perkembangan terakhir
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2005, Ditjen BPIH
direstrukturasi menjadi dua unit kerja eselon 1, yaitu Ditjen Bimbingan
Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah (PHU). Dengan demikian mulai operasional haji tahun 2007
pelaksanaan teknis PPIH dan pembinaan umroh berada dibawah Ditjen
16
PHU (Zakaria, 2008).
2. Investasi Syariah
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan
penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian. Investasi tidak hanya untuk memaksimalkan output, tetapi
untuk menentukan distribusi tenaga kerja dan distribusi pendapatan,
pertumbuhan dan kualitas penduduk serta teknologi (Sukirno, 2005).
Sedangkan (Tandelilin, 2001) berpendapat investasi diartikan sebagai
komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan
pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa
datang. Jadi, pada dasarnya sama yaitu penempatan sejumlah kekayaan
untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.
Investasi syariah adalah kegiatan mengembangkan uang melalui
pemanfaatan berbagai sumber daya dengan motivasi untuk mendapatkan
keuntungan yang sejalan dengan prinsip syariah Islam. Islam sangat
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan yang memiliki gradasi (tadrij), dari
tahapan diskursus (‘ilmu alyaqin), implementasi (‘ain al yaqin), serta
hakikat akan sebuah ilmu (haqq al yaqin). (Scheller dalam trichotomy
pengetahuan) menjelaskan ada tiga jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan
instrumental (herrschafswissen), pengetahuan intelektual
(beldungswissen), dan pengetahuan spiritual (erlosungswissen)
17
sebagaimana dituangkan oleh Rich dalam bukunya the knowledge cycle.
Investasi merupakan salah satu ajaran dari konsep Islam yang
memenuhi proses tadrij dan trichotomy pengetahuan tersebut. Hal tersebut
dapat dibuktikan bahwa konsep investasi selain sebagai pengetahuan juga
bernuansa spiritual karena menggunakan norma syariah, sekaligus
merupakan hakikat dari sebuah ilmu dan amal, oleh karena itu investasi
sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Hal tersebut dijelaskan dalam Al-
Qur’an surat al-Nisa ayat 9 sebagai berikut:
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakangnya mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang jujur”.
Ayat tersebut menganjurkan untuk berinvestasi dengan
mempersiapkan generasi yang kuat, baik aspek intelektualitas, fisik,
maupun aspek keimanan sehingga terbentuklah sebuah kepribadian yang
utuh dengan kapasitas:
a. Memiliki akidah yang benar
b. Ibadah dengan cara yang benar
18
c. Memiliki akhlak yang mulia
d. Intelektualitas yang memadai
e. Mampu untuk bekerja/mandiri
f. Disiplin atas waktu
g. Dan bermanfaat bagi orang lain.
Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara dengan
populasi muslim terbesar di dunia. Dengan mayoritas penduduknya yang
beragama Islam, untuk memberikan kenyamanan dalam berinvestasi maka
dibutuhkan produk-produk investasi yang memenuhi prinsip-prinsip
Islam. Investasi dalam Islam atau disebut juga investasi syariah tidak
hanya membicarakan persoalan duniawi. Ada unsur lain yang sangat
menentukan berhasil tidaknya suatu investasi dimasa depan, yaitu
ketentuan dan kehendak Allah Swt. Islam memadukan dua unsur yaitu
dunia dan akhirat. Maka dari itu, dalam investasi syariah sangat
diperhatikan apakah investasi yang dilakukan sudah sesuai prinsip-prinsip
syariah atau ketentuan-ketentuan yang diatur agama Islam.
Prinsip dasar transaksi menurut syariah dalam investasi keuangan
yang ditawarkan menurut Pontjowinoto (2003) sebagai berikut:
a. Transaksi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan
menghindari setiap transaksi yang zalim.
b. Setiap transaksi yang memberikan manfaat akan dilakukan bagi hasil.
19
c. Uang sebagai alat pertukaran bukan komoditas perdagangan dimana
fungsinya adalah sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan
daya beli suatu barang atau harta.
d. Setiap transaksi harus tranparan, tidak menimbulkan kerugian atau
unsur penipuan disalah satu pihak baik sengaja maupun tidak sengaja.
e. Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak
menimbulkan risiko yang besar atau melebihi kemampuan
menanggung risiko.
f. Dalam Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia
menanggung resiko.
Tujuan investasi adalah mendapatkan sejumlah pendapatan
keuntungan. Dalam konteks perekonomian, menurut Tandelilin (2001) ada
beberapa motif mengapa seseorang melakukan investasi, antara lain
adalah:
a. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dimasa yang akan
datang.
b. Menggurangi tekanan inflasi.
c. Sebagai usaha untuk menghemat pajak.
d. Untuk mencapai tujuan investasi membutuhkan suatu proses dalam
pengambilan keputusan.
Adapun macam-macam bentuk investasi syariah antara lain:
a. Deposito syariah
b. Pasar modal syariah
20
c. Saham syariah
d. Obligasi syariah
e. Reksadana syariah
f. Tabungan bagi hasil (mudharabah)
g. Deposito bagi hasil
3. Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah
Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik
dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan
akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik (seperti: pemerintah
pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen dan lembaga-
lembaga negara). Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan
perlunya dilakukan transparansi dan pemberian informasi kepada publik
dalam rangka pemenuhan hak-hak publik (Mardiasmo: 2009:20).
Menurut Mardiasmo (2009:20) akuntabilitas publik adalah
kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada
pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan
untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik
terdiri atas dua macam, yaitu: (1) akuntabilitas vertikal (vertical
accuntability), dan (2) akuntabilitas horizontal (horizontal
accountability).
Pertanggung jawaban vertikal (vertical accountability) adalah
21
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih
tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada
pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada
pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada MPR.
Pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability) adalah
pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Dalam konteks organisasi
pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan
disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-
pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik
pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subyek pemberi informasi
dalam rangka pemenuhan hak-hak publik (Mardiasmo:2009:21).
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
“Laporan keuangan daerah disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan
oleh pemerintah daerah selama satu periode pelaporan”. Menurut
Mahmudi (2007:11) definisi laporan keuangan adalah: “Informasi yang
disajikan untuk membantu stakeholders dalam membuat keputusan
sosial, politik dan ekonomi sehingga keputusan yang diambil bisa lebih
berkualitas”.
Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran
normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga
dapat memenuhi tujuannya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun
2010, Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif
22
yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi
kualitas yang dikehendaki, yaitu:
a. Relevan.
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat didalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau
masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka dimasa lalu. Dengan demikian,
informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan
maksud penggunaannya. Informasi yang relevan, yaitu:
1) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value). Informasi
memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi
ekspektasi mereka dimasa lalu.
2) Memiliki manfaat prediktif (predictive value). Informasi dapat
membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang
berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini.
3) Tepat waktu. Informasi disajikan tepat waktu sehingga dapat
berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.
4) Lengkap. Informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan
selengkap mungkin, mencakup semua informasi akuntansi yang
dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dengan
memperhatikan kendala yang ada. Informasi yang melatar
belakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam
23
laporan keuangan diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan
dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
b. Andal.
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara
jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika
hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan
informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi
yang andal memenuhi karakteristik, yaitu:
1) Penyajian jujur. Informasi menggambarkan dengan jujur
transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau
yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan.
2) Dapat diverifikasi (verifiability). Informasi disajikan dalam
laporan keuangan dapat diuji, dan apabila pengujian dilakukan
lebih dari sekali oleh pihak yang berbeda, hasilnya tetap
menunjukkan simpulan yang tidak berbeda jauh.
3) Netralitas. Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak
berpihak pada kebutuhan pihak tetentu.
c. Dapat dibandingkan.
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih
berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode
sebelumnya atau laporan keuangan entitas laporan lain pada
umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan
24
eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila entitas
diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari
tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila
entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang
sama. Apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi
yang lebih baik dari pada kebijakan akuntansi sekarang diterapkan,
perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan.
d. Dapat dipahami.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami
oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang
disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu,
pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas
kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya
kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud.
4. Badan Pengelola Keuangan Haji
Badan Pengelola Keuangan Haji yang kemudian disebut BPKH
adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji. Payung
hukum dalam pembentukan BPKH adalah Undang-Undang nomor 34
Tahun 2014. BPKH dinilai sangat perlu untuk dibentuk karena
peningkatan jumlah Jemaah Haji tunggu mengakibatkan terjadinya
penumpukan akumulasi dana haji, padahal akumulasi dana haji berpotensi
ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung penyelenggaraan ibadah
haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif,
25
efisien, transparan, akuntabel, dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Badan Pelaksana BPKH memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan,
serta pertanggungjawaban, dan pelaporan Keuangan Haji. Dalam
menjalankan fungsinya, BPKH mempunyai tugas-tugas antara lain:
a. Merumuskan kebijakan.
b. Menyiapkan rencana strategis.
c. Menyiapkan rencana kerja dan anggaran tahunan, pengelolaan
keuangan haji.
d. Melaksanakan program pengelolaan keuangan haji yang telah
ditetapkan, serta rekomendasi atas hasil pengawasan dan pemantauan
dari Dewan Pengawas.
e. Melakukan penatausahaan pengelolaan keuangan haji dan asset
BPKH sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Menetapkan ketentuan teknis pelaksanaan operasional BPKH.
g. Menyelenggarakan administrasi pengelolaan keuangan haji sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Menyusun laporan kinerja dan laporan keuangan secara bulanan,
triwulan, semester, dan tahunan.
i. Menyusun laporan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
keuangan haji.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Badan
Pelaksana BPKH mempunyai wewenang sebagai berikut:
26
a. Menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji sesuai dengan
prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat.
b. Melakukan kerja sama dengan lembaga lain dalam rangka pengelolaan
keuangan haji.
c. Menetapkan struktur organisasi beserta tugas dan fungsi, tata kerja
organisasi, dan sistem kepegawaian.
d. Menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPKH, termasuk
mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan pegawai BPKH
serta menetapkan penghasilan pegawai BPKH.
e. Mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri mengenai penghasilan
bagi Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana.
f. Menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam
rangka penyelenggaraan tugas BPKH dengan memperhatikan prinsip
transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas (perpres nomor
110 tahun 2017).
Jika kita melihat ke negara Malaysia, mereka sejak dahulu sudah
mempunyai badan yang khusus untuk mengelola keuangan haji yang
disebut Tabung Haji (TH). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Habibah, 2016) di Malaysia juga ada Tabung Haji (TH) yang dimulai dari
tahun 1963 dengan tujuan untuk memfasilitasi muslim Malaysia untuk
melakukan haji dengan penggabungan dan inventasi dari tabungan mereka.
Lembaga ini sukses dalam bidang keuangan syariah dan perbankan.
Kegiatan Tabung Haji dibagi menjadi tiga fokus utama: (1) menyediakan
27
jasa tabungan yang berdasarkan syariah kepatuhan. (2) layanan haji di
Malaysia dan Mekkah. (3) investasi.
5. Badan Pemeriksa Keuangan
(Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945) menetapkan bahwa untuk
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu
Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan
Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Oleh sebab itu, perlu dibentuk satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri. Berdasarkan amanat yang tercantum
dalam UUD tahun 1945 tersebut, kemudian dikeluarkan Surat Penetapan
Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 yang berisi tentang
pembentukan Badan Pemeriksaan Keuangan. Pada awalnya BPK mulai
bekerja pada tanggal 1 Januari 1947 dan memiliki kedudukan sementara
di Magelang. Pada saat pembentukan ini, BPK memiliki 9 orang pegawai
yang diketuai oleh R. Soerasno. Badan Pemeriksa Keuangan yang
kemudian disingkat BPK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Tugas dan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan disebutkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara
terpisah, yaitu pada BAB III bagian kesatu dan kedua. Tugas BPK menurut
UU tersebut masuk dalam bagian kesatu, isinya antara lain:
28
a. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang
dilakukan oleh BPK terbatas pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Bank Indonesia, Lembaga Negara lainnya, BUMN, Badan
Layanan Umum, BUMD, dan semua lembaga lainnya yang mengelola
keuangan negara.
b. Pelaksanaan pemeriksaan BPK tersebut dilakukan atas dasar undang-
undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
c. Pemeriksaan yang dilakukan BPK mencakup pemeriksaan kinerja,
keuangan, dan pemeriksaan dengan adanya maksud tertentu.
d. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK harus dibahas sesuai
dengan standar pemeriksaan keuangan negara yang berlaku.
e. Hasil pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
diserahkan kepada DPD, DPR, dan DPRD, dan juga menyerahkan hasil
pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, dan
Bupati/Walikota.
f. Jika terbukti adanya tindakan pidana, maka BPK wajib melapor pada
instansi yang berwenang paling lambat 1 bulan sejak diketahui adanya
tindakan pidana tersebut.
Selain mempunyai fungsi, BPK juga mempunyai wewenang yang
tercantum dalam UU Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 secara
terpisah, yaitu pada BAB III bagian kesatu dan kedua, antara lain:
29
a. Dalam menjalankan tugasnya, BPK memiliki wewenang untuk
menentukan objek pemeriksaan, merencanakan serta melaksanakan
pemeriksaan. Penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta
menyusun maupun menyajikan laporan, juga menjadi wewenang dari
BPK tersebut.
b. Semua data, informasi, berkas dan semua hal yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara hanya bersifat
sebagai alat untuk bahan pemeriksaan.
c. BPK juga berwenang dalam memberikan pendapat kepada DPR, DPD,
DPRD, dan semua lembaga keuangan negara lain yang diperlukan
untuk menunjang sifat pekerjaan BPK.
d. BPK berwenang memberi nasihat atau pendapat berkaitan dengan
pertimbangan penyelesaian masalah kerugian negara.
B. Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
2.1
30
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Sebelumnya
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Abdus Somad
(2013)
Evaluasi
Penyelenggaraan
Ibadah Haji oleh
Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan
Haji dan Umroh
Kementerian Agama
Republik Indonesia
Tahun 2010-2011
Menggunakan Variabel
yang Sama yaitu
Evaluasi
Penyelenggaraan
Ibadah Haji
Lebih Memfokuskan
pada Evaluasi
Laporan Keuangan
Penyelenggaraan
Ibadah Haji
Pelaksanaan ibadah haji pada tahun
2010 dan 2011 berlangsung cukup baik
walaupunmasih adanya beberapa
kendala teknis antara lain
keterlambatan penerbangan, katering
yang masih belum layak dll.
Bentuk sistem pengawasan yang lebih
baik menghasilkan sebuah penilaian
untuk mengukur tingkat keberhasilan
PIH di setiap aspeknya.
31
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
2. Lukman
Hidayat
(2013)
Evaluasi Penetapan
Biaya
Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPIH)
Oleh Direktorat
Jenderal
Penyelenggaraan
Haji dan Umroh
Kemenag RI dalam
Penyelenggaraan
Ibadah Haji Tahun
2012.
Menggunakan
Variabel yang Sama
yaitu Evaluasi
Penyelenggaraan
Ibadah Haji
Lebih Memfokuskan
pada Evaluasi
Laporan Keuangan
Penyelenggaraan
Ibadah Haji
Evaluasi penetapan biaya
penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)
dilakukan setelah operasional haji
selesai. Mekanisme penetapan biaya
penyelenggaraan ibadah haji (BPIH)
dilakukan melalui kegiatan sesuai
tahapan yang ada dalam SOP.
32
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
3. Habibah
Yahaya
(2013)
Tabung Haji
Malaysia as a World
Role Model of
Islamic Management
Institutions
Membahas
pengelolaan serta
investasi dana haji
Dilakukan di negara
Malaysia
Lembaga Tabung Haji Malaysia
adalah lembaga pertama yang khusus
mengelola keuangan haji dan
menyediakan tabungan dan investasi
sesuai dengan syariah. Dengan
adanya tabungan haji ini terdapat
peningkatan yang signifikan jumlah
orang-orang muslim yang
menginginkan dan mampu
melaksanakan haji
33
No. Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
4. Nurhasanah
(2011)
Tabung Haji
Malaysia dalam
Perspektif Ekonomi
Membahas
pengelolaan serta
investasi dana haji
Dilakukan di negara
Malaysia
Entitas Islam dikalangan muslim
melayu memberikan kesadaran yang
tinggi untuk mengamalkan ajaran
Islam, Ibadah Haji sebagai rukun
Islam yang kelima menjadi prioritas
agenda kerajaan sejak awal abad
XIX. Pengurusan Ibadah Haji pada
awalnya menjadi kompetisi Sultan di
tanah melayu
34
C. Kerangka Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka secara
skematis dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Tabel 2.2
Kerangka Pemikiran Penelitian
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
dilakukan untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik yang diteliti dalam
suatu situasi (Sekaran, 2014). Data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut berasal dari penelitian langsung
kepada objek dengan teknik wawancara langsung, Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, buku-buku, media elektronik,
dan tulisan karya ilmiah lainnya.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek dalam penelitian adalah
Penyelenggaraan Ibadah Haji di Kementerian Agama, serta Badan Pengelola
Keuangan Haji (BPKH). Dalam studi kualitatif (Qualitative study) dapat
menggunakan sampel yang kecil. Dalam penelitian ini metode penentuan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel
yang dilakukan oleh peneliti untuk tujuan tertentu dengan pengambilan sampel
berdasarkan pertimbangan tertentu (Sekaran, 2014).
Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling sesuai
kriteria-kriteria sebagai berikut:
36
1. Badan atau instansi yang menyelenggarakan ibadah haji di Indonesia.
2. Badan atau instansi yang terlibat didalam pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
3. Badan atau instansi yang melakukan audit terhadap laporan keuangan
penyelenggaraan ibadah haji.
C. Objek Penelitian
Dalam mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji, penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif sama seperti yang telah dilakukan oleh
penelitian-penelitian terdahulu. Namun terdapat perbedaan dengan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya, dalam penelitian ini lebih memfokuskan
evaluasi terhadap laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini hanya dibatasi pada evaluasi
penyelenggaraan ibadah haji dari tahun 2011-2017 dan lebih memfokuskan
evaluasi terhadap laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.
Berikut ini disajikan deskripsi singkat mengenai objek penelitian:
1. Penyelenggaraan haji
Undang-undang nomor 34 tahun 2014 pasal 1 menyatakan bahwa
penyelenggaraan ibadah haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan
pelaksanaan ibadah haji yang meliputi pelaksanaan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan Jemaah haji yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Jemaah haji adalah warga negara Indonesia yang
beragama islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah
37
haji sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Untuk melaksanakan
haji Jemaah haji dikenakan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Biaya
Penyelenggaraan haji yang selanjutnya disingkat BPIH adalah
sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara yang akan
menunaikan ibadah haji.
2. Pengelolaan dana haji
Pengelolaan dana haji adalah pengelolaan dana setoran biaya
penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaran haji, dan
abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka
penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk
kemaslahatan umat. Pengelolaan dana haji selama ini dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh dan mulai
tanggal 12 Januari 2018 dilimpahkan kepada Badan Pengelolaan
Keuangan Haji (BPKH).
3. Investasi dana haji
(Tandelilin, 2001) berpendapat investasi diartikan sebagai
komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana lainnya yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan dimasa yang akan datang. Dana haji yang telah disetorkan
oleh Jemaah haji kepada Bank Penerima Setoran agar memperoleh
nilai manfaat perlu diinvestasikan oleh Badan Pengelolaan Keuangan
Haji dengan mempertimbangkan prinsip syariah, kehati-hatian,
keamanan dan nilai manfaat.
38
4. Masa tunggu
Pengertian masa tunggu adalah tenggang waktu calon Jemaah haji
dari mulai mendaftarkan diri dengan membayar setoran awal dan
sudah mendapatkan porsi sampai dengan penentuan keberangkatan ke
tanah suci. Besarnya animo masyarakat untuk melaksanakan ibadah
haji tidak sebanding dengan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah
Arab Saudi. Jemaah haji yang sudah mendaftar tidak semua dapat
berangkat ditahun yang sama dengan pendaftaran, ada yang menunggu
2 (dua) sampai 20 (dua puluh) tahun.
5. Laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji
Dana penyelenggaraan ibadah haji yang berasal dari setoran awal
Jemaah, dana optimalisasi, dana operasional dan dana pelunasan dari
jemaah harus dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan
transparan.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang
menggunakan metode observasi partisipasi, peneliti terlibat sepenuhnya dalam
kegiatan perolehan informasi kunci yang menjadi subjek penelitian dan sumber
informasi penelitian (Ardianto, 2010).
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini
diharapkan mampu menghasilkan suatu uraian mendalam tentang ucapan,
39
tulisan dan tingkah laku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok
masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu yang dikaji
dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holistic (Ruslan, 2003). Oleh
karena itu, pendekatan kualitatif ini dipilih oleh penulis berdasarkan tujuan
penelitian yang ingin mendapatkan gambaran proses dari pelayanan
penyelenggaraan ibadah haji, serta optimalisasi pengelolaan dana haji. Dimana
untuk mendapatkan hasil dari penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan
data yang diperlukan secara intensif dan kemudian menguraikan fakta-fakta
yang terjadi secara ilmiah disertai pengujian kembali atas semua yang telah
dikumpulkan.
E. Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang diperoleh
adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata dan bukan
rangkaian angka serta tidak dapat disusun dalam kategori-kategori/struktur
klasifikasi. Data bisa saja dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi,
wawancara, intisari dokumen, pita rekaman) dan biasanya diproses terlebih
dahulu sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan,
penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan
kata-kata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas, dan tidak
menggunakan perhitungan matematis atau statistika sebagai alat bantu analisis.
Menurut miles dan Huberman, kegiatan analisis terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
40
penarikan kesimpulan/verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang
saling jalin menjalin merupakan proses siklus dan interaksi pada saat sebelum,
selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar yang membangun
wawasan umum yang disebut “analisis” (Ulber Silalahi, 2009: 339).
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kualitatif mencakup
transkip hasil wawancara, reduksi data, analisis, interpretasi data dan
triangulasi. Dari hasil analisis data yang kemudian dapat ditarik kesimpulan.
berikut ini adalah teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti:
1. Reduksi Data
Reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi
data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data
berlangsung terus-menerus, terutama selama proyek yang berorientasi
kualitatif berlangsung atau selama pengumpulan data. Selama
pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi, yaitu membuat
ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi, dan menulis memo.
2. Triangulasi
Selain menggunakan reduksi data peneliti juga menggunakan teknik
Triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana
dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
41
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil
wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330).
Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang
berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen.
Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga
dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu
triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti
terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.
Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang
berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen.
Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga
dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu
triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti
terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif.
Denzin (dalam Moloeng, 2004), membedakan empat macam
triangulasi diantaranya dengan memanfaatkan penggunaan sumber,
metode, penyidik, dan teori. Pada penelitian ini, dari keempat macam
triangulasi tersebut, peneliti hanya menggunakan teknik pemeriksaan
dengan memanfaatkan sumber.
Triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton,1987:331).
Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai
42
berikut:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Sementara itu, dalam catatan Tedi Cahyono dilengkapi bahwa dalam
riset kualitatif triangulasi merupakan proses yang harus dilalui oleh
seorang peneliti disamping proses lainnya, dimana proses ini menentukan
aspek validitas informasi yang diperoleh untuk kemudian disusun dalam
suatu penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lain. Model triangulasi
diajukan untuk menghilangkan dikotomi antara pendekatan kualitatif dan
kuantitatif sehingga benar-benar ditemukan teori yang tepat.
Murti B (2006) menyatakan bahwa tujuan umum dilakukan
triangulasi adalah untuk meningkatkan kekuatan teoritis, metodologis,
43
maupun interpretatif dari sebuah riset. Dengan demikian triangulasi
memiliki arti penting dalam menjembatani dikotomi riset kualitatif dan
kuantitatif, sedangkan menurut (Yin R. K., 2003) menyatakan bahwa
pengumpulan data triangulasi melibatkan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Penyajian data merupakan kegiatan terpenting yang kedua dalam
penelitian kualitatif. Penyajian data yaitu sebagai sekumpulan informasi
yang tersusun member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan (Ulber Silalahi, 2009: 340). Penyajian data yang
sering digunakan untuk data kualitatif pada masa yang lalu adalah dalam
bentuk teks naratif dalam puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan halaman.
Akan tetapi, teks naratif dalam jumlah yang besar melebihi beban
kemampuan manusia dalam memproses informasi. Manusia tidak cukup
mampu memproses informasi yang besar jumlahnya; kecenderungan
kognitifnya adalah menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam
kesatuan bentuk yang disederhanakan dan selektif atau konfigurasi yang
mudah dipahami.
Penyajian data dalam kualitatif sekarang ini juga dapat dilakukan
dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya
dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu
bentuk yang padu padan dan mudah diraih. Jadi, penyajian data merupakan
bagian dari analisis.
3. Menarik Kesimpulan
44
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan dan verifikasi.
Ketika kegiatan pengumpullan data dilakukan, seorang penganalisis
kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan
proposisi. Kesimpulan yang mula-mulanya belum jelas akan meningkat
menjadi lebih terperinci. Kesimpulan-kesimpulan “final” akan muncul
bergantung pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan,
pengkodeannya, penyimpanan, dan metode pencarian ulang yang
digunakan, kecakapan peneliti, dan tuntutan pemberi dana, tetapi sering
kali kesimpulan itu telah sering dirumuskan sebelumnya sejak awal.
45
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyelenggaraan Haji di
Direkrotar Penyelenggaraan Haji dan Umroh kementerian agama Republik
Indonesia tahun 2011 sampai dengan tahum 2017. Selanjutnya untuk dapat
menguraikan hal tersebut secara berturut turut akan dibahas mengenai: (1)
Deskripsi penyelenggaraan Haji, (2) Optimalisasi pengelolaan dan investasi
dana Haji, (3) Optimalisasi dan investasi dana haji terhadap dana jemaah yang
cukup lama menunggu (4) Kualitas laporan keuangan penyelenggaraan ibadah
Haji Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2017, (5) Faktor–faktor yang menjadi
kendala dalam menyusun laporan keuangan penyelenggaraan ibadah Haji.
1. Deskripsi penyelenggaraan Haji
Penyelenggaraan ibadah Haji merupakan tugas nasional karena
melibatkan berbagai instansi dan lembaga baik dalam negeri maupun luar
negeri yang berkaitan dengan bimbingan, transportasi, kesehatan,
akomodasi dan keamanan. Disamping itu, penyelenggaraan ibadah Haji
dilaksanakan di negara lain yang waktunya tertentu dan sangat terbatas
serta menyangkut nama baik dan martabat bangsa Indonesia di luar negeri,
khususnya Arab Saudi.
Saat mewawancarai Bapak Suratman, beliau berpendapat bahwa
dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab tersebut menteri
46
agama membentuk satuan kerja dibawahnya. Pemerintah sebagai
penyelenggara Ibadah Haji wajib menyiapkan pengelolaan dan
pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji dan segala hal yang terkait
dengan pelaksanaan ibadah Haji yang meliputi penetapan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), pembinaan ibadah Haji, penyediaan
akomodasi yang layak, penyediaan transportasi yang nyaman, penyediaan
konsumsi, pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi dan dokumen
yang diperlukan.
Menteri agama membentuk panitia penyelenggaraan Ibadah Haji
ditingkat pusat, di daerah yang memiliki bandar udara embarkasi dan di
Arab Saudi. Rangkaian penyelenggaraan ibadah Haji secara umum di
Indonesia meliputi: (1) Pendaftaran Ibadah haji, (2) Penetapan kuota
jemaah Haji, (3) Penetapan besaran setoran awal dan penyelenggaraan
ibadah Haji, (4) Bimbingan Jemaah Haji, (5) Pembentukan panitia
penyelenggaraan ibadah Haji, (6) Pelayanan Administrasi, dokumentasi
dan transportasi, (7) Pelayanan akomodasi, konsumsi, pembinaan dan
kesehatan dan (8) Perlindungan jemaah, petugas Haji, dan koordinasi.
a. Pendaftaran Ibadah Haji
Semua warga negara Republik Indonesia berhak melaksanakan
ibadah Haji dengan mendaftarkan diri di kantor kementerian agama
sesuai dengan prosedur dan persaratan yang ditetapkan oleh menteri
agama.
Pendaftaran haji dapat dilaksanakan sepanjang tahun dengan
47
prinsip pelayanan berdasarkan nomor urut pendaftaran yang akan
digunakan sebagai dasar dalam pelayanan pemberangkatan calon
jemaah haji.
b. Penetapan kuota Jemaah Haji
Penetapan kuota jemaah haji berdasarkan pada kebijakan
Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Menteri agama menetapkan kuota
ke dalam kuota nasional dan kuota provinsi dengan memperhatikan
prinsip adil dan proporsional yang berdasarkan pertimbangan proporsi
jumlah penduduk muslim di setiap provinsi; dan/atau proporsi jumlah
daftar tunggu jemaah haji di setiap provinsi
c. Penetapan besaran setoran awal dan penyelenggaraan ibadah haji
Besaran setoran awal dan pembayaran BPIH di tetapkan oleh
menteri agama. Setoraan awal BPIH dibayarkan oleh calon jemaah
haji pada saat pendaftaran. Besaran BPIH ditetapkan oleh presiden
atas usul Menteri Agama setelah mendapat persetujuan DPR,
sedangkan pelunasan BPIH dilakukan setelah ditetapkan besaran
BPIH oleh Presiden.
d. Bimbingan Jemaah Haji
Sebelum berangkat ke Arab Saudi, selama perjalanan dan selama
berada di Arab Saudi semua jemaah mendapat bimbingan yang
dilakukan oleh petugas yang memenuhi persyaratan dan standar yang
ditetapkan oleh Menteri Agama. Bimbingan jemaah Haji tersebut
meliputi bimbingan pelaksanaan ibadah haji atau manasik haji,
48
bimbingan perjalanan ibadah haji dan bimbingan kesehatan jemaah
haji.
e. Pembentukan panitia penyelenggaraan ibadah Haji
Panitia penyelenggaraan ibadah haji yang dibentuk Menteri
Agama meliputi panitia ditingkat pusat, panitia di daerah yang
memiiliki bandar udara embarkasi dan di Arab saudi. Panitia
penyelenggaraan ibadah Haji sudah terbentuk paling lambat 3 bulan
sebelum pemberangkatan jemaah.
Panitia penyelenggara ibadah Haji dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh petugas Haji yang menyertai kemah haji selama
pelaksanan Ibadah Haji. Petugas Haji tersebut terdiri atas aparatur
kementerian agama, kementerian instansi terkait, pemerintah daerah
dan / atau unsur masyarakat sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.
f. Pelayanan administrasi, dokumen Haji dan transportasi
Pelayanan administrasi, dokumen haji diberikan kepada jemaah
Haji di Tanah Air maupun di Arab Saudi. Pelayanan administrasi,
dokumen Haji meliputi pelayanan pendaftaran, pelunasan, dan
pemanggilan masuk asrama.
Pelayanan dokumen Haji meliputi penggunaan paspor, visa,
dokumen perjalanan ibadah haji dan dokumen lain yang diperlukan.
Pelayanan akomodasi, konsumsi, pembinaan dan kesehatan.
Pelayanan akomodasi dan konsumsi Jemaah Haji diberikan
kepada jemaah Haji di Asrama Haji bandar udara embarkasi dan di
49
Arab Saudi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Menteri
Agama.
Pembinaan dan pelayanan kesehatan wajib diberikan sebelum
keberangkatan, selama perjalanan penyelenggaraan ibadah Haji dan
14 (empat belas) hari setelah kembali ke Tanah air.
g. Perlindungan Jemaah, petugas Haji dan koordinasi
Perlindungan jemaah dan petugas Haji diberikan berupa asuransi
dan perlindungan lain yang diperlukan. Biaya asuransi dan
perlindungan lain yang diperlukan bagi jemaah dan petugas haji dapat
dibebankan kedalam komponen BPIH.
Koordinasi penyelenggaraan ibadah Haji dilakukan oleh Menteri
Agama dengan menteri/pimpinan instansi terkait dalam
penyelenggaraan ditingkat Nasional, sedangkan gubernur
berkoordinasi dengan pimpinan instansi vertikal ditingkat provinsi.
h. Indeks Kepuasan Jemaah Haji Indonesia
Survei kepuasan Jemaah Haji. Sejak tahun 2010, Badan Pusat
Statistik melekukan survei kepuasan jemaan haji Indonesia. Survey
kepuasan jemaah dihitung dari Indeks Kepuasan Jemaah Haji
Indonesia (IKJHI). IKJHI adalah total skor tingkat kepuasan terhadap
total skor kepentingan. BPS menetapkan kriteria dibawah 50% sangat
buruk, 50 – 65 % buruk, 65-75 % sesuai, 75-85 % memuaskan dan
diatas 85 % sangat memuaskan. Hasil survey BPS atas indeks
kepuasan jemaah Haji Indonesia sejak tahun 2010 sampai tahun 2017
50
adalah sebagai berikut:
1. Tahun 2010 : 81,45 %
2. Tahun 2011 : 83,31%
3. Tahun 2012 : 81,32%
4. Tahun 2013 : 82,69%
5. Tahun 2014 : 82,52%
6. Tahun 2015 : 82,67 %
7. Tahun 2016 : 83,33%
8. Tahun 2017 : 84,85%.
Survey kepuasan jemaah yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik
dilaksanakan di Mekkah dan Madinah pada setiap pelaksanaan musim
haji dengan indikator pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah ketua kloter selalu memberikan penyuluhan kepada
jemaah untuk selalu menaati peraturan?
2. Apakah ketua kloter selalu memberikan bimbingan kepada
jemaah?
3. Apakah petugas kesehatan selalu melakukan pengecekan
kesehatan?
4. Apakah petugas non kloter (Bandara) selalu memberikan
pelayanan dengan baik?
5. Apakah petugas non kloter (hotel) selalu memberikan pelayanan
yang baik sampai dengan mendapatkan kunci kamar?
51
6. Apakah kualitas makanan dan ketepatan jadwal pembagian
makanan selalu diawasi?
7. Apakah pelayanan terhadap jemaah yang kesasar, kehilangan
barang, dan sakit dibantu sampai tuntas?
8. Apakah semua jemaah mendapatkan akses yang mudah dari hotel
ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi?
9. Apakah kelengkapan hotel di Mekkah dan Madinah sudah sesuai
dengan Harapan?
10. Apakah keadaan kloset hotel di Mekkah dan Madinah dalam
keadaan yang layak?
11. Apakah pemberian makan siang dan malam di Madinah sudah
layak?
12. Apakah pemberian jatah makanan sudah tepat waktu?
13. Bagaimana pelayanan dan kelayakan bus shalawat?
14. Bagaimana pelayanan dan kelayakan bus antar kota?
15. Bagaimana sosialisasi kegiatan haji secara keseluruhan?
2. Optimalisasi dan investasi dana Haji
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan persentase
penduduk muslim terbesar di dunia, demikian juga keinginan masyarakat
untuk menjalankan ibadah Haji dari tahun ke tahun semakin menunjukkan
peningkatan yang sangat signifikan, sementara Pemerintahan kerajaan
Arab Saudi telah menetapkan kuota jemaah Haji setiap tahunnya untuk
setiap negara. Besarnya kuota yang ditetapkan oleh pemerintahan kerajaan
52
Arab Saudi tidak sebanding dengan animo calon jemaah Indonesia.
Untuk menjamin penyelenggaraan ibadah haji yang adil profesional
dan akuntabel dengan mengedepankan kepentingan jemaah perlu adanya
pengaturan dalam pemberangkatan calon jemaah haji. Prinsip pelayanan
pemberangkatan calon jemaah haji berdasarkan nomor urut pendaftaran
disesuaikan kuota yang ditetapkan oleh kerajaan Arab Saudi.
Agar waiting list pendaftar Haji tidak meningkat secara tajam dan
pada hakekatnya melaksanakan Haji hanya bagi orang yang mampu maka
pada tahun 2010 M setoran awal jemaah haji reguler sebesar 25 juta rupiah
yang disetorkan ke Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji yang disingkat BPS BPIH.
Peningkatan jumlah jemaah haji tunggu mengakibatkan terjadinya
penumpukan akumulasi dana Haji. Dana Haji yang berasal dari setoran
awal jemaah dikelola oleh pemerintah, untuk itu pemerintah mengeluarkan
Peraturan Menteri Agama no 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji. Menurut Peraturan Menteri Agama nomor
23 tahun 2011, pengelolaan biaya penyelenggaraan ibadah haji bertujuan
untuk menjamin keamanan, meningkatkan nilai manfaat, akuntabilitas dan
efisiensi biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Menteri Agama sebagai pengguna anggaran menetapkan Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan umroh sebagai entitas
penyelenggaraan Ibadah Haji dan sebagai satuan Kerja penyelenggara haji
tingkat pusat. Pengelolaan biaya penyelenggaraan Haji dilaksanakan
53
dengan menyusun perencanaan yang mencakup pemenfaatan dan
penggunaan setoran awal, setoran lunas dan penggunaan nilai manfaat.
Menurut pasal 11 ayat 1 peraturan menteri agama no 23 Tahun 2011
pengembangan Biaya penyelenggaraan ibadah Haji dilakukan untuk
memperoleh nilai manfaat dengan prinsip: (a) Jaminan keamanan, (b) nilai
manfaat dan (c) likuiditas. Dana Haji yang berasal dari setoran awal
jemaah haji selama ini oleh direktorat penyelenggara Haji dan umroh
dikembangkan untuk memperoleh nilai manfaat dengan cara:
a. Membeli Surat Berharga Syariah negara (SBSN);
b. Membeli Surat Utang Negara (SUN); dan
c. Menempatkan dalam bentuk deposito berjangka.
Bapak Yayon menyatakan bahwa selama ini Kementerian Agama
sudah cukup maksimal dalam mengelola dana optimalisasi dengan
menempatkan dana pada tiga bentuk investasi diatas. Sehingga, Jemaah
haji tunggu tidak perlu khawatir tentang keuangan yang telah disetorkan
kepada Bank, karena bank yang dipilih oleh Kementerian Agama untuk
penempatan deposito adalah Bank bank yang memenuhi kriteria:
a. Sehat menurut Bank Indonesia
b. Menjadi anggota Lembaga Penjamin Simpanan
c. Memiliki kemampuan untuk membayar kembali semua kewajiban
pada saat jatuh tempo
Biaya penyelenggaraan Ibadah haji (BPIH) terdiri dari dua komponen
yaitu direct cost dan indirect cost. Direct cost merupakan komponen biaya
54
yang harus dibayar oleh calon jemaah haji, sedangkan indirect cost
merupakan komponen biaya yang sumber pembiayaanya berasal dari nilai
optimalisasi (nilai manfaat dari setoran awal calon jemaah haji).
Rancangan komponen BPIH ditetapkan pada saat rapat kerja Menteri
Agama dengan komisi VIII DPR RI. Rancangan BPIH yang telah disetujui
DPR kemudian diusulkan kepada presiden untuk ditetapkan menjadi
besaran BPIH melalui peraturan presiden. BPIH ditetapkan berdasarkan
US Dollar dan atau sesuai dengan kebijakan Pemerintah Indonesia yang
besarnya berbeda antara masing- masing embarkasi.
Proses penyusunan BPIH ditetapkan melalui perdebatan yang panjang
antara pemerintah dengan DPR RI, berikut ini adalah tahapan penetapan
BPIH:
a. Dirjen penyelenggaraan haji dan umroh Kemenag RI menyusun detail
kebutuhan pembiayaan haji (draft)
b. Draft BPIH dipaparkan dalam rapat terbatas internal kementerian
agama
c. Pemerintah membentuk kelompok kerja internal kementerian agama
(POKJA BPIH) untuk mendetailkan draft BPIH agar berkesesuaian
dengan pasar saat ini
d. POKJA BPIH mengajukan RDP ke DPR (komisi VIII), dimulailah
proses pembahasan antara pemerintah dengan DPR RI yang
melibatkan seluruh stakeholder terkait
55
e. DPR RI membentuk tim ahli (ekonomi, transportasi, dsb) untuk
memberikan masukan atas Draft BPIH yang diajukan pemerintah
f. Proses pembahasan BPIH dinyatakan selesai jika pihak pemerintah,
DPR RI dan tim ahli telah sepakat atas BPIH yang diusulkan
g. Usulan BPIH yang telah disepakati seluruh pihak dinyatakan dalam
keputusan bersama untuk diajukan kepada Presiden sebagai dasar
penetapan kepres BPIH
h. Setelah kepres BPIH ditanda tangani dan diumumkan, minimal satu
minggu setelahnya pelaksanaan pelunasan tahap 1 dimulai, dan nama
nama calon jemaah haji diumumkan
Besaran BPIH bervariasi setiap tahunnya sesuai dengan fluktuasi nilai
tukar valuta asing dan kondisi perekonomian. Data besaran BPIH selama
6 (enam) tahun terakhir.
Tabel 4.1
Data Besaran BPIH
Tahun BPIH Dasar penetapan Keterangan
2011 3,533 USD Perpres No 51 / 2011 Kurs jual BI berjalan
2012 3,612 USD Perpres No 81 / 2012 Kurs jual BI berjalan
2013 3,528 USD Perpres No 31 / 2013 Kurs jual BI berjalan
2014 3,276 USD Perpres No 49 / 2014 Kurs jual BI berjalan
2015 2,717 USD Perpres No 64 / 2015 Kurs jual BI berjalan
2016 34.641.000 Kepres No 21 / 2016 Kurs Rupiah
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
Biaya transportasi haji dari daerah asal ke bandar udara embarkasi dan
dari bandar udara embarkasi ke daerah asal di tetapkan dalam peraturan
daerah setempat, sedangkan transportasi darat jemaah Haji antar kota
jedah, Makkah dan Madinah serta antara Arofah, Muzdhalifah dan Mina
56
di selenggarakan oleh Menteri agama bekerjasama dengan pemerintahan
Kerajaan Arab Saudi. Embarkasi haji yang ada sampai dengan tahun 2015
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Data Embarkasi Haji Tahun 2015
Sumber: Laporan penyelenggaraan ibadah haji
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) bagi jemaah haji khusus
ditetapkan minimal sebesar USD 8.000 yang ditetapkan berdasarkan
keputusan menteri agama. Setiap jemaah haji melakukan pembayaran
BPIH reguler dan BPIH khusus dengan mata uang dolar AS atau mata uang
rupiah sesuai kurs jual transaksi Bank Indonesia yang berlaku pada hari
No. Embarkasi Mencakup Provinsi/ kab/Kota
1 Aceh Aceh
2 Medan Sumatera Utara
3 Batam
Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,jambi
(Kabupaten tanjung, Jabung barat, kota jambi,
Muaro Jambi, batang hari, dan tanjung Jabung
Timur)
4 Padang Sumatera Barat, Bengkulu, jambi (Kab. Merangin,
Kerinci, sorolangun, Bungo dan tebo)
5 Palembang Sumatera Selatan dan Bangka Belitung
6 Jakarta DKI Jakrta, Jawa Barat, Banten dan Lampung
7 Solo Jawa Tengah, D.I Yogyakarta
8 Surabaya Jawa Timur, Bali dan NTT
9 Banjarmasin Kalimantan Selatan dan kalimantan Tengah
10 Balik Papan Kalimantan Timur, Sulawesi tengah dan Sulawesi
Utara
11 Makasar
Sulawesi Utara, gorontalo, selawesi tenggara,
Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara,papua dan
Papua Barat
12 Lombok Nusa tenggara Barat
57
dan tanggal pembayaran pelunasan BPIH.
Untuk menentukan besaran BPIH harus disetujui oleh DPR RI,
dengan pembahasan bersama komisi VIII DPR RI. Pembahasan besaran
BPIH lebih awal akan memberikan waktu yang cukup bagi calon jemaah
Haji untuk melakukan pelunasan BPIH, dan persiapan operasional dapat
dilakukan secara lebih dini.
Keseluruan komponen biaya penyelenggaraan ibadah Haji (BPIH)
sampai dengan tahun 2006 dibebankan langsung kepada jemaah haji
(Direct Cost). Namun sejalan dengan peningkatan kualitas pengelolaan
keuangan yang semakin baik, dana haji yang semula ditempatkan dalam
giro, maka untuk mengoptimalkan nilai manfaatnya ditempatkan
direkening deposito dan Surat Berharga Syariah Negara Sukuk.
Dengan meningkatnya hasil optimalisasi setoran awal BPIH,
diharapkan komponen BPIH yang dibebankan langsung kepada jemaah
haji (Direct Cost) menjadi semakin menurun karena adanya pembiayaan
yang dibebankan dari nilai manfaaat setoran awal BPIH (Indirect Cost).
Sejak musim haji tahun 1435H/2014M jemaah Haji tidak lagi
membayar biaya pemondokan di Madinah. Pembiayaan sepenuhnya dari
dana optimalisasi pengelolaan setoran awal BPIH atas persetujuan DPR
RI, mengingat hasil optimalisasi yang berasal dari dana setoran awal
semakin besar sebagai komponen Indirect Cost BPIH. Data nilai hasil
investasi/nilai manfaat/nilai optimalisasi dana setoran awal BPIH.
58
Tabel 4.3
Data Nilai Hasil Investasi/Nilai Manfaat/Nilai Optimalisasi Dana
Setoran Awal BPIH
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
Tabel 4.4
Data Biaya Haji Per Jemaah
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
Sejak tahun buku 2011, untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan
BPIH, kementerian agama telah melakukan beberapa langkah, yaitu
rekrutmen tenaga akuntan, menerbitkan Peraturan Menteri Agama nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji
dengan menggunakan referensi utama Peraturan Pemerintah no 71 Tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Sosialisasi dan pelatihan
akuntansi keuangan.
No Tahun
Direct Cost
(Dibayar
Jemaah)
Indirect Cost
(Tidak Dibayar
Jemaah)
Total Biaya Haji
Per Jemaah
(1) (2) (3) (4) (5=3-4)
1 2013 33,859,200 15,136,548 48,995,748
2 2014 33,799,500 17,910,589 51,710,089
3 2015 39,937,500 21,869,153 61,806,653
4 2016 34,641,304 25,399,410 60,040,714
5 2017 34,890,312 26,896,478 61,786,790
No Tahun
Jumlah Hasil Investasi/Nilai Manfaat/Nilai Optimalisasi
Penggunaan Hasil Investasi Untuk
Biaya Operasional Haji
Sisa Dana Hasil Investasi
Jumlah Jemaah
Berangkat Haji (Haji Reguler)
Nila
i Manfaat
Per Jemaah
1 2013 2.723.492.931.106 2.349.192.292.460 374.300.638.646 155.200 15.136.548 2 2014 3.565.280.076.073 2.779.723.354.556 785.556.721.517 155.200 17.910.589 3 2015 4.372.515.158.960 3.394.092.598.630 978.422.560.330 155.200 21.869.153 4 2016 4.625.672.065.016 3.941.988.381.348 683.683.683.668 155.200 25.399.410 5 2017 4.914.797.339.477 5.486.881.475.537 -572.084.136.060 204.000 26.896.478
59
3. Optimalisasi dan investasi dana haji terhadap dana jemaah yang cukup
lama menunggu
Jumlah warga negara Indonesia yang mendaftar untuk menunaikan
ibadah Haji terus meningkat, sedangkan kuota haji terbatas sehingga
jumlah jemaah Haji tunggu meningkat. Peningkatan Jumlah jemaah haji
tunggu mengakibatkan terjadinya penumpukan akumulasi dana Haji.
Akumulasi dana Haji perlu di tingkatkan nilai manfaatnya guna
mendukung penyelenggaraan ibadah Haji yang lebih berkualitas melalui
pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, akuntabel dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan undangan yang berlaku.
Dalam rangka peningkatan pengelolaan dana Haji yang efektif,
efisien, transparan dan akuntabel presiden Republik Indonesia
mengeluarkan Undang-Undang no 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji. Selama ini dana Haji dari setoran awal jemaah Haji
dikelola oleh kementerian agama yang bekerjasama dengan Bank
Penerima Setoran (BPS). Menurut pasal 2 UU no 34 Tahun 2014
pengelolaan keuangan haji harus berdasarkan prinsip syariah, kehati-
hatian, manfaat, nirlaba, trsnparan dan akuntabel. Untuk melaksanakan
amanat pasal 2 UU no 34 Tahun 2014 tersebut perlu dibentuk BPKH
sebagai badan hukum publik yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab
kepada presiden melalui Menteri.
BPKH berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan
dapat memiliki kantor perwakilan di Provinsi dan kantor cabang di
60
Kabupaten/Kota. Organ BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan
Pengawas.
BPKH bertugas mengelola keuangan Haji yang meliputi penerimaan,
pengembangan, pengeluaran dan pertanggunggjawaban keuangan Haji.
BPKH juga berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan
Haji sesuai prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, nilai manfaat, dan
likuiditas. Selain itu BPKH juga berwenang melakukan kerjasama dengan
lembaga lain. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BPKH
berkewajiban:
a. Mengelola Keuangan Haji secara transparan dan akuntabel untuk
sebesar besarnya kepentingan Jemaah Haji dan kemaslahatan umat
Islam
b. Memberikan informasi melalui media mengenai kinerja, kondisi
keuangan serta kekayaan, dan hasil pengembanganya secara berkala
setiap 6 (enam) bulan
c. Memberikan informasi kepada jemaah haji mengenai nilai manfaat
BPIH dan/atau BPIH khusus melalui rekening virtual setiap jemaah
haji
d. Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akutansi yang berlaku
e. Melaporkan pelaksanaan pengelolaan keuangan Haji secara berkala
setiap 6 (enam) bulan kepada menteri dan DPR
f. Membayar nilai manfaat setoran BPIH dan/atau BPIH khusus secara
berkala ke rekening virtual setiap jemaah Haji
61
g. Mengembalikan selisih saldo setoran BPIH dan/atau BPIH khusus dari
penetapan BPIH dan/atau BPIH khusus tahun berjalan kepada jemaah.
Organ BPKH terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas.
Badan pelaksana terdiri atas 7 (tujuh) bidang yaitu:
a. Hukum dan Kepatuhan
b. Rencana Pengembangan
c. Keuangan
d. Investasi
e. Sumber daya Manusia dan kemaslahatan
f. Operasional
g. Manajemen Resiko
Dana haji yang terdata dari Kementerian Agama dialihkan ke BPKH
sebesar Rp 93,5 triliun yang terdiri dari setoran awal jemaah dan nilai
manfaat, dan Rp 3,1 triliun merupakan dan abadi umat, angka tersebut data
sebelum diaudit oleh BPK.
Dana setoran awal jemaah haji tersebut saat ini ditempatkan di bank
umum syariah dan bank pemerintah daerah. Penempatan dana setoran awal
tersebut dengan persentase 90% tersimpan di bank umum syariah yang
meliputi:
a. Bank Syariah Mandiri
b. BRI Syariah
c. BNI Syariah
d. Bank Muamalat
62
e. Bank Mega Syariah
f. Bank Panin Dubai Syariah
g. BTN Unit Usaha Syariah
h. Bank Permata Syariah
i. Bank CIMB Niaga Syariah UUS
Selain tersimpan di Bank umum Syariah 10 % dana setoran awal
tersimpan di Bank Pemerintah Daerah yang meliputi:
a. BPD Aceh unit Usaha Syariah
b. BPD Sumut Unit Usaha Syariah
c. BPD Nagari Unit Usaha Syariah
d. BPD Riau Unit Usaha Syariah
e. BPD Sumsel Babel Unit Usaha Syariah
f. BPD DKI Unit Usaha Syariah
g. BPD Jateng
h. BPD Jatim.
Dalam pasal 15 Peraturan Pemarintah No 5 Tahun 2018 tentang
pelaksanaan Undang-Undang no 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
keuangan Haji disebutkan bahwa nilai manfaat keuangan Haji ditempatkan
direkening nilai manfaat atas nama BPKH pada BPS BPIH yang ditunjuk
oleh BPIH.
Penunjukkan BPS BPIH harus melalui proses pemilihan dan
penetapan. Persyaratan Bank Penerima setoran BPIH harus memenuhi
syarat diantaranya:
63
a. Kesehatan Bank
b. Kemampuan teknologi informasi
c. Menfasilitasi Jemaah Haji dan Umroh
d. Penjaminan LPS
e. Akad wakalah
f. Virtual Account
g. Pengembangan Produk
h. Memiliki jaringan yang terjangkau oleh Jemaah
Strategi yang akan ditempuh BPKH dalam peningkatan efisiensi dan
Rasional pengelolaan Keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji
meliputi:
a. Target Finansial
Penempatan dan investasi dana Haji bisa dioptimalkan dan dapat
dikembangkan melalui berbagai investasi, pengembangan dana haji
tersebut dapat dilihat dalam penempatan investasi yaitu tahun 2017
penempatan dan investasi dana Haji ditempatkan melalui 65%
ditempatkan dalam BUS/UUS dan 35% SUKUK sedangkan
penempatan dan investasi dana haji tahun 2018 dalam bentuk: 50%
BUS/ UUS, 20% SUKUK, 5% emas, 15% Investasi langsung, dan
10% investasi lainnya.
64
Gambar 4.1
Penempatan dan Investasi Dana Haji
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
Pengelolaan dana Haji akan diprogramkan untuk kemaslahatan
umat yang terencana dan bermanfaat umat. Penempatan dana di Bank
Umum Syariah yang dapat memprogram dengan virtual account dan
bank yang meliliki LPS sehingga dana dapat di kelola secara efisian
serta diinvestasikan secara optimal tetapi juga memiliki resiko rendah.
Keuangan Haji merupakan titipan dari jemaah Haji sehingga
harus dikelola secara berhati-hati oleh pengelola yang profesional dan
amanah. Besarnya dana kelola dalam lima tahun kedepan yang
dikelola oleh BPKH diproyeksikan akan meningkat signifikan.
Sasaran Nilai dana kelola biaya penyelenggaraan ibadah haji
Tahun 2017 sampai 2022 adalah sebagai berikut:
65
Gambar 4.2
Sasaran Nilai Dana Kelola Tahun 2017 - 2022
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
Mandat Badan Pengelola Keuangan Haji adalah memberikan
nilai manfaat yang optimal bagi jemaah haji dan kemaslahatan umat,
BPKH harus mampu memberikan imbal hasil yang tinggi dengan
mengalokasikan keuangan Haji pada tingkat pengelolaan investasi di
atas rata-rata tetapi beresiko rendah.
Sasaran nilai manfaat dana haji Tahun 2017 sampai tahun 2022
adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2
Sasaran Nilai Manfaat Dana Haji Tahun 2017 - 2022
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
66
Badan Pengelola Keuangan Haji juga harus memastikan
ketersediaan likuiditas yaitu setara 2 kali biaya musim Haji, dana haji
ditempatkan dengan persentase 80% untuk penempatan investasi dan
20% untuk ditempatkan investasi yang likuiditas.
Dana haji nilai manfaat dari dana setoran awal jemaah
digunakan untuk program program kemaslahatan yang meliputi:
1) 5% untuk kesehatan
2) 5% untuk sosial keagamaan
3) 10% untuk ekonomi umat
4) 20% untuk Pendidikan dan dakwah
5) 30% untuk prasarana ibadah
6) 30% untuk pelayanan ibadah Haji
Tabel 4.5
Ringkasan Laporan Operasional
Uraian 30 Juni 2018 (unaudited)
Jumlah Pendapatan 2.538.515.495.981
Jumlah Beban 20.219.197.708
Surplus (deficit) Tahun
Berjalan 2.518.296.298.273
Sumber: Laporan Keuangan BPKH 2018
Sejak pengelolaan dana dilakukan oleh BPKH, jumlah
pendapatan sampai dengan 30 Juni 2018 sebesar Rp
2.538.515.495.981,- berasal dari pendapatan nilai manfaat sebesar Rp
2.538.487.169.671,- dan pendapatan lainnya sebesar Rp 28.326.310,-
. Jumlah beban sampai dengan 30 Juni 2018 sebesar Rp
20.210.197.708,- terdiri dari beban pegawai, beban pengkajian dan
67
pengembangan, beban IT, admin dan kantor, beban pajak, dan beban
lain-lain. Pada Triwulan 1 tahun 2018 terdapat surplus sebelum audit
sebesar Rp 2.518.296.298.273.-
Gambar 4.4
Distribusi Program Kemaslahatan
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
b. Pelayanan Kepada Jemaah Haji
Badan pengelola keuangan Haji terlibat meningkatkan pelayanan
ibadah haji dan kemaslahatan umat.
Gambar 4.5
Pelayanan Jemaah Haji
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
68
c. Proses Internal
Peningkatan kerjasama strategis dengan pemangku kepentingan
dengan parameter kunci jumlah kerjasama yang dijalin dan kajian
pengembangan syariah yang di adakan bersama dengan pelaku usaha
perhajian dan pemangku kepentingan, khususnya universitas dan
lembaga pengkajian keuangan syariah.
Gambar 4.6
Proses Internal
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
Peningkatan kualitas pelayanan informasi dengan pemanfaatan
virtual account, target dalam program virtual account ini adalah
pencapaian cakupan pelayanan rekening bayangan.
69
Gambar 4.7
Target Virtual Account
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
d. Sumber pengembangan
Pengembangan atau learning growith dengan fokus pada proses
pembelajaran dan pengembangan pegawai BPKH, upaya yang dicapai
adalah peningkatan produktivitas pegawai dengan melakukan
program rekrutmen yang selektif dengan tetap menjaga rasio
produktivitas.
Gambar 4.8
Sumber Pengembangan BPKH
Sumber: Renstra BPKH 2017-2022
70
4. Kualitas laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji Tahun 2011
sampai Tahun 2017
Dalam rangka mewujudkan akuntabilitas publik laporan keuangan
penyelenggaraan ibadah Haji setiap tahun selalu dilakukan pengawasan
oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Agama maupun oleh BPK. Menteri
sebagai pengguna anggaran yang bersumber dari Biaya Penyelenggaraaan
Ibadah Haji (BPIH) mempunyai tugas menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebagai
wujud pertanggungjawaban pemerintah atas penyelenggaraan ibadah haji.
Berikut ini peneliti akan menguraikan analisis kualitas laporan
keuangan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2011 sampai tahun 2017
berdasarkan pemeriksaan BPK.
71
Tabel 4.6
Analisis Kualitas Laporan Keuangan Tahun 2011-2017
Tahun Hasil temuan BPK Opini
2011
1. Laporan keuangan, saldo aset tetap
per 31/12/11 dan per Januari 2011
masing-masing sebesar
Rp991.010.229.926,00 dan
Rp981.318.4545.769,00. Saldo aset
tetap tersebut merupakan aset tetap
hasil inventarisasi dan penilaian
kembali pada kantor pusat, 14
embarkasi dan kantor teknis urusan
Haji serta penambahan aset tetap
selama tahun berjalan.
Penyelenggara ibadah Haji belum
menyajikan seluruh aset tetap yang
di kuasai dan bersumber dari dana
BPIH pada 19 kantor wilayah dan
497 kantor kementerian agama yang
belum di nilai dan di inventarisir
kembali.
2. Laporan keuangan saldo utang
BPIH terikat per tanggal 31
Desember 2011 dan Per Januari
2011 masing masing di sajikan
sebesarRp37.752.350.736.000,00
dan Rp27.012.716.634.841,00.
Utang BPIH terikat merupakan
kewajiban yang muncul dari setoran
awal calon jemaah Haji baik biasa
maupun haji khusus yang masih
daftar tunggu. Saldo tersebut
termasuk calon jemaah yang
menunda dan membatalkan
keberangkatanya.
3. penyelenggara Haji tidak memiliki
sistem yang dapat menghasilkan
informasi yang valid dan akurat
mengenai jumlah haji khusus yang
melunasi dan yang berangkat.
Wajar
Dengan
Pengecualian
(WDP)
72
Tahun Hasil temuan BPK Opini
2012 1. Saldo aset tetap per 31/12/12 sebesar
Rp1.018,83 miliar, saldo tersebut
belum mencakup aset tetap yang
bersumber dari dana BPIH yang
berada pada 19 Kantor wilayah dan
497 kantor kementerian agama yang
belum di inventarisasi dan di nilai
kembali, selain itu perhitungan
akumulasi penyusutan aset tetap juga
belum dilakukan.
2. Laporan keuangan saldo utang beban
per 31 Deswmber 2012 disajikan
sebesar Rp229,05 miliar saldo
tersebut termasuk didalamnya utang
beban operasional kantor pusat
sebesar Rp3,34 miliar yang tidak
memenuhi karakteristik sebagai
utang.
3. Laporan keuangan, saldo kas dan
setoran kas awal per 31 desember di
sajikan sebesar Rp8.206,34 miliar
atau sebesar setoran awal calon haji
tunggu per 31/12/12. Hasil
rekonsiliasi data setoran awal antara
siskohat dan Bank Penerima Setoran
menunjukkan kekurangan dan
kelebihan kas dan setara kas setoran
awal masing masing sebesar0,27
miliar dan sebesar Rp1,16 miliar.
4. Laporan keuangan pendapatan
setoran BPIH khusus untuk tanggal
yang berakhir pada tanggal 31
Desembar 2012 disajikan sebesar
Rp45,96 miliar atau sebesar setoran
calhaj khusus yang berangkat
berdasarkan data dari laporan
penyelenggaraan ibadah Haji khusus
(PIHK) kepada Subdirektorat
pembinaan haji Khusus dikalikan
beban general service.
5. Penyelenggara ibadah Haji tidak
memiliki sistem yang dapat
menghasilakn informasi yang valid
dan akurat mengenai jumlah calon
Haji khusus yang berangkat.
Wajar Dengan
Pengecualian
(WDP)
73
Tahun Hasil Temuan BPK Opini
2013 1. Neraca Penyelenggaraan ibadah Haji
per 31 Desember 2013 menyajikan
saldo aset tetap sebesar Rp
1.390.163. 367.408,00 dan akumulasi
penyusutan sebesar Rp
29.122.889.20,00. Penyajian aset
tetap yang bersumber dari anggaran
BPIH tidak dapat diyakini
kewajarannya.
2. Sisa hutang BPIH terikat tidak dapat
diyakini kewajaranya. Saldo akun
hutang BPIH terikat per 31 Desember
2013 dan 2012 masing-masing
sebesar Rp
61.812.609.480.023 dan Rp
52.205.306.120.000.
3. Pelaporan keuangan BPIH di kantor
wilayah dan kantor Kemenag belum
sesuai dengan Peraturan Menteri
Agama Republik Indonesia No. 23
Tahun 2011.
4. Pengelolaan data calon jemaah haji
khusus tidak memadai.
Wajar Dengan
Pengecualian
(WDP)
2014 1. Saldo aset tetap per 31/12/14
disajikan sebesar 1.13 triliun,
penyajian aset tetap belum memadai
yaitu: (1) Aset tetap PIH pada 497
kantor kemenag belum diinventrisir
dan disajikan dalam laporan
keuangan. (2) Saldo aset tetap yang
disajikan dalam laporan keuangan
PIH kantor wilayah (kanwil)
Kemenag tidak seseuai dengan daftar
rincianya. (3) Hasil inventarisasi dan
penilaian aset tetap tahun 2013 pada
20 kanwil tidak dapat di yakini
kewajaranya karena masih terdapat
perbedaan antara jumlah saldo aset
tetap dengan daftar rincianya yang
belum dapat di jelaskan. (4)
Perhitungan penyusutan aset tetap
PIH pada kantor pusat dan kanwil
belum dilakukan sehingga belum
disajikan dalam laporan keuangan.
Wajar Dengan
Pengecualian
(WDP)
74
Tahun Hasil Temuan BPK Opini
2014 2. Laporan keuangan, saldo utang
BPIH terikat tanggal 31 Desember
2014 disajikan sebesar Rp 69,87
triliun yang terdiri dari utang BPIH
Biasa- Terikat sebesarRp 66,01
Triliun dan utang BPIH Khusus-
Terikat sebesar Rp3,86 triliun
Utang BPIH-terikat merupakan
kewajiban dari setoran awal calon
jemaah Haji baik calon jemaah Haji
biasa maupun calon jemaah haji
khusus dalam daftar tunggu. Saldo
utang tersebut tidak didasarkan atas
hasil rekonsiliasi antara sistem
komputerisasi haji Terpadu (
Siskohat) dan data Bank Penerima
Setoran (BPS), sehingga saldo
laporan keuangan tersebut berbeda
dengan data Siskohat maupun data
investasi yang bersumber dari data
setoran awal.
2015 1. Saldo aset tetap pada neraca per 31
Desember 2015 sebesar Rp
1.134.903.904.690,00 tidak dapat
diyakini kewajarannya.
2. Saldo utang Biaya Penyelenggaraan
ibadah haji Terikat sebesar Rp
77.828.074.334.345,00 tidak dapat
diyakini kewajarannya.
3. perhitungan sisa dana operasional
sesuai dengan Peraturan Menteri
Agama No. 23 Tahun 2011 tidak
mengakomodir resiko perubahan
nilai tukar mata uang.
4. Biaya pemondokan jemaah haji di
Madinah melebihi pagu awal yang di
tetapkan oleh DPR sebesar
SAR28.297.447,00 ekuivalen sebesar
Rp 94.450.6652.647,66.
5. Biaya pemondokan jemaah haji di
Madinah melebihi pagu awal yang di
tetapkan oleh DPR sebesar
SAR28.297.447,00 ekuivalen sebesar
Rp 94.450.6652.647,66.
Wajar Dengan
Pengecualian
(WDP)
75
Tahun Hasil Temuan BPK Opini
2016 1. Laporan keuangan yang disajikan
secara wajar dalam semua hal yang
mengenai material, posisi keuangan
Penyelenggaraan Ibadah Haji tanggal
31 Desember 2016, realisasi
anggaran operasional, arus kas serta
perubahan ekuaitas untuk tahun yang
berakhir pada tanggal tersebut sesuai
dengan Standar akuntansi
Pemerintahan.
Wajar Tanpa
Pengecualian
(WTP)
2017 1. Penatausahaan asset tetap sebesar Rp.
2.864.805.057,65 belum tertib
2. Terdapat perbedaan antara data
siskohat dengan data akuntansi utang
BPIH terikat regular sebesar Rp.
911.793.340.000,00
3. Perhitungan dan penyelesaiaan
kekurangan imbal hasil deposito dana
haji sebesar Rp. 19.411.551.362,49
belum disepakati seluruhnya oleh
bank penerima setoran
4. Dana milik jemaah haji batal
berangkat belum seluruhnya
tersalurkan dan masih tersimpan di
BPS sebesar Rp. 6.482.859.250,00
Wajar Tanpa
Pengecualian
(WTP)
Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan oleh BPK
Secara umum hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
tentang pengelolaan keuangan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Direktorat
Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah selalu terjadi peningkatan.
Temuan yang masih terjadi setiap tahunnya terdapat pada inventarisasi
asset haji yang kurang dapat diyakini keberadaannya. Hal ini disebabkan
karena satuan kerja Penyelenggaraan Ibadah Haji cukup banyak, baik
Kankemenag kab/kota, Kanwil Provinsi, kantor pusat, dan Kantor Urusan
Haji Arab Saudi sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan
inventarisasi Barang Milik Haji (BMH).
76
5. Faktor–faktor yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan
penyelenggaraan Haji dan kendala dalam menyusun laporan keuangan
penyelenggaraan ibadah haji
Melihat luasnya bahasan ini maka dalam uraian ini peneliti mencoba
untuk membagi bahasan ini menjadi 2 yaitu: (a) Potensi, kelemahan,
peluang dan tantangan dalam penyelenggaraan Haji. dan (b) Kendala
dalam menyusun laporan keuangan penyelenggaraan Ibadah Haji.
a. Potensi, kelemahan, peluang dan tantangan Penyelenggaraan Haji
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh telah
melakukan analisis lingkungan strategis berkaitan dengan kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman/tantangan yang harus diidentifikasi
dan dimanfaatkan untuk menetapkan strategi dalam menetapkan
program dan kegiatan yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap.
1) Kekuatan
Kondisi interenal meliputi keadaan objektif yang terdapat
atau berkembang di lingkungan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh. Kekuatan merupakan modal
dasar yang secara potensial dapat digunakan untuk
mengembangkan berbagai program, yakni:
a) Landasan hukum konstitusional dan peraturan perundangan
lainnya. Landasan hukum ini berupa dasar negara yang
termaktub dalam sila KeTuhanan Yang Maha Esa dan
77
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta berbagai peraturan
perundang undangan lainnya yang ada.
b) Standar Pelayanan Minimal sesuai ISO 9001: 2008. Standar
pelayanan Minimal sesuai ISO 9001:2008 ini telah dimiliki
dan menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
setiap unit kerja
c) Pembentukan Satker Misi Haji di Arab Saudi. Keberadaan
satuan kerja Kantor Misi Haji di Arab Saudi sangat
membantu dalam kelancaran penyelenggaraan Haji dan
Umroh bagi Jemaah Indonesia
d) Kerja sama Antar Staf. Tidak dapat diabaikan bahwa kerja
sama antar staf di lingkungan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh adalah merupakan suatu
kekuatan yang sangat menentukan kelancaran
penyelenggaraan Haji dan Umroh. Kerja sama antar staf
disetiap unit kerja akan menjadi kekuatan yang besar.
e) Siskohat. Keberadaan sarana ini sangat membantu
kelancaran penyelenggaraan Haji dan umroh. Ketersediaan
perangkat lunak dan keras sangat membantu dalam
aksesbilitas, penyebarluasan dan untuk memperoleh data dan
informasi dari dan ke tingkat lapangan.
2) Kelemahan/Kendala
Kelemahan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
78
Umroh perlu dikurangi dan jika memungkinkan dihilangkan
sehingga tidak menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan.
Kelemahan tersebut antara lain:
a) Koordinasi Eksternal dan Internal Departemen. Lemahnya
koordinasi eksternal dengan berbagai kementerian dan
lemahnya koordinasi internal di lingkungan direktorat
menjadi salah satu kelemahan.
b) Pemanfaatan Sistem Informasi Haji. Masih rendahnya
pemanfaatan sistem informasi Haji baik di lingkungan
internal maupun jemaah menjadi salah satu kelemahan yang
perlu mendapat perbaikan. Untuk mengurangi kelemahan ini
perlu melakukan sosialisasi ke masyarakat dan
mengingatkan seluruh jajaran Dirjen PHU secara terus
menerus.
c) Kualitas dan kuantitas SDM. Masih rendahnya kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia dilingkungan Direktorat
Jenderal Penyelenggaran Haji dan Umroh merupakan
kelemahan yang secara bertahap harus ditangani.
d) Tugas dan fungsi organisasi di Tanah Air dan di Arab Saudi.
Masih adanya kekurang jelasan dan tumpang tindihnya tugas
dan fungsi unit kerja serta organisasi penyelenggaraan haji
baik di Tanah Air maupun di Arab Saudi yang menyebabkan
keadaan kurang sinergi.
79
e) Struktur organisasi penyelenggara haji hanya ditingkat
Kabupaten/Kota. Kegiatan persiapan dan operasional
penyelenggaraan haji pada kenyataanya lebih banyak
ditingkat pedesaan/kelurahan dan kecamatam. Namun
struktur organisasi penyelenggaraan haji hanya sampai
tingkat Kabupaten/Kota, sehingga hal ini kurang mendukung
sinergisitas.
3) Peluang
Kondisi lingkungan eksternal baik dari aspek sosial, politik,
ekonomi, budaya, sosial keagamaan, maupun aspek lainnya
secara manajerial dapat menjadi peluang sekaligus tantangan
yang perlu dicermati secara serius dalam upaya peningkatan
kualitas penyelenggaraan haji dan umroh. Peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan haji
dan umroh diantaranya:
a) Komitmen nasional. Sebagai suatu negara yang mengakui
dan menetapkan adanya berbagai macam agama yang
dipeluk oleh warga negaranya, maka sebagai
konsekuensinya pemerintah dan negara sepakat untuk
melakukan berbagai dukungan terhadap pelaksanaan ibadah
yang dilakukan para pemeluknya, oleh karenanya
pemerintah dan negara secara nasional mempunyai
komitmen untuk itu.
80
b) Ibadah haji sebagai rukun Islam. Salah satu rukun Islam yang
menjadi bagian dari syarat dan harus dilakukan pemeluknya
adalah Ibadah Haji. Selama Ibadah Haji menjadi rukun Islam
maka penyelenggaraan Ibadah Haji oleh pemerintah dan
negara tetap akan berlangsung.
c) Teknologi informasi dapat membantu penyelenggaraan haji.
Majunya pengetahuan dan aplikasi dari teknologi informasi
pada kenyataanya sangat membantu kelancaran
penyelenggaraan haji. Oleh karena itu kemajuan dibidang
teknologi informasi menjadi peran yang sangat besar dalam
penyelenggaraan Haji.
d) Peran media cetak dan elektronik. Secara tidak langsung
peran media cetak dan elektronik sangatlah besar. Dengan
adanya kegiatan penyebarluasan informasi tentang
penyelenggaraan haji uang dilakukan oleh media massa
sampai ke pelosok tanah air, maka semakin terbuka lebar
pengetahuan dan kesempatan masyarakat untuk berhaji.
e) Jumlah umat Islam yang besar di Indonesia. Jumlah umat
Islam di Indonesia adalah yang terbesar, bahkan setiap
tahunnya merupakan jemaah paling besar yang datang ke
Arab Saudi. Besarnya jumlah umat islam di Indonesia
tersebut merupakan peluang yang juga besar dalam
penyelenggaraan haji.
81
f) Kesejahteraan umat Islam terus meningkat. Sebagai salah
satu syarat melaksanakan ibadah haji adalah tersedianya
dana yang harus disiapkan oleh para jemaah. Pembangunan
nasional yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun
membawa berkah dalam peningkatan kesejahteraan bagi
warga negara. Oleh karena itu kesejahteraan yang meningkat
akan meningkatkan finansial umat sehingga mampu dalam
menyiapkan dana yang diperlukan.
g) Kesadaran umat beragama terus meningkat. Kesadaran
masyarakat Indonesia dalam mengamalkan ajaran agama
yang dianutnya kian hari kian meningkat juga merupakan
peluang besar dalam penyelenggaraan haji oleh pemerintah.
h) Partisipasi masyarakat. Keikutsertaan/partisipasi menjadi
sinergi masyarakat dalam penyelenggaraan haji antara lain
merupakan modal atau peluang yang perlu di syukuri
pemerintah. Partisipasi masyarakat terwujud dalam berbagai
bentuk yang merupakan pelengkap sehingga
penyelenggaraan Ibadah Haji berjalan dengan lancar.
i) Dana Penyelenggaraan haji. Bagaimana baiknya kebijakan
penyelenggaraan haji, jika pemerintah kurang mendukung
pendanaanya maka pelaksanaannya sudah dapat
diperkirakan kurang sukses. Oleh karena itu dukungan dana
82
pemerintah melalui Kementerian Keuangan sangat
menentukan kelancaran penyelenggaraanya.
4) Tantangan atau Ancaman.
Berbagai tantangan atau ancaman yang harus disikapi
diantaranya:
a) Reformasi birokrasi. Semangat reformasi selain berdampak
positif bagi perkembangan kehidupan didalam organisasi
juga tidak dapat dihindari munculnya perubahan krusial
yang membutuhkan solusi. Persoalan krusial antara lain
adalah suasana kehidupan yang meresahkan sejumlah
pegawai dilingkungan Direktorat Jenderal. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan karena adanya proses penataan
berbagai standar prosedur sesuai tuntutan reformasi.
b) Otonomi daerah. Adanya Undang undang tentang otonomi
daerah dan Undang-undang tentang perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah akan mempengaruhi kebijakan dan
efektifitas program yang dilaksanakan Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh.
c) Kebijakan pemerintah Arab Saudi yang dinamis (berubah-
ubah). Ketergantungan penyelenggaraan haji dan umroh
terhadap pemerintah Arab Saudi merupakan sesuatu yang
sulit diprediksi. Hal ini merupakan tantangan tersendiri
sehingga membutuhkan suatu keuletan bagi para pejabat
83
yang diberi tugas untuk melakukan perundingan dengan
pemerintah arab saudi.
d) Oknum dalam penyelenggaraan haji di luar DJPHU. Pada
kenyataanya masih ada saja individu dan institusi yang
memanfaatkan kesempatan mengambil keuntungan pribadi
dalam penyelenggaraan haji. Karena ulah mereka, citra
pemerintah menjadi kurang baik di mata masyarakat.
e) Tingkat pendidikan masyarakat. Tingkat pendidikan
masyarakat Indonesia masih rendah dan bermukim di
pedesaan. Oleh karenanya, pemahaman jemaah dan
aksesbilitas informasi dalam penyelenggaraan haji menjadi
tantangan tersendiri bagi masyarakat. Tingkat pendidikan
jemaah haji 34,4% hanya berpendidikan sampai tingkat
Sekolah Dasar.
f) Usia rata-rata jemaah haji di atas 40 Tahun. Kegiatan berhaji
banyak menguras tenaga dan pikiran. Sedangkan pada
kenyataannya rata rata jemaah haji berusia diatas 40 tahun,
Semakin tinggi usia jemaah Haji semakin mengalami
kendala dalam menunaikan ibadah yang berkaitan dengan
aktifitas fisik tersebut.
g) Sosial budaya masyarakat Arab Saudi. Masyarakat Arab
Saudi yang memiliki perbedaan dengan Bangsa Indonesia,
sehingga segala sesuatu yang ada di Arab Saudi tidaklah
84
tersedia sebagaimana yang diperlukan oleh jemaah di
Indonesia. Selain itu perilaku masyarakatnya juga berbeda
sehingga keadaan ini cukup menjadi hambatan tersendiri
bagi jemaah Indonesia.
h) Fluktuasi nilai tukar rupiah. Keadaan ekonomi yang tidak
stabil mengakibatkan fluktuasi tukar rupiah selalu kurang
menguntungkan bagi jemaah haji Indonesia. Dengan
mengadakan analisis kekuatan/kelemahan/ancaman dan
tantangan tersebut Menteri Agama menfokuskan perhatian
pada beberapa hal dalam penyelenggaraan ibadah haji, fokus
yang menjadi perhatian tersebut di antaranya:
Ibadah Haji memiliki karakteristik sendiri yang
aktivitasnya begitu beragam
Animo masyarakat yang ingin berhaji makin besar dan
tidak sebanding dengan kuota yang ada sehingga antrian
semakin panjang.
Mayoritas mereka yang berangkat haji 69,74%
berpendidikan di bawah SMA, artinya perlu kerja keras
bagi penyelenggara haji untuk melakukan sosialisasi
berbagai aturan dan kebijakan yang terkait dengan
jemaah haji, perlu adanya pengkoordinasian dan
pengorganisasian karena menyangkut 200 ribu jemaah.
85
Ibadah haji sepenuhnya mengandalkan ketahanan fisik
yang prima, sementara mayoritas antrian yang semakin
panjang ini kebanyakan para lansia. Data haji tahun 2015
ada 38,7% berusia di bawah 50 tahun. Sedangkan yang
berusia 60 tahun keatas ada 27% sedangkan yang
beresiko tinggi karena penyakit ada 66, 97%.
Seluruh rangkaian ibadah haji dilaksanakan di negara lain
yang memiliki kultur yang berbeda dengan Indonesia, hal
ini akan menjadi kendala bagi beberapa jemaah haji.
b. Kendala dalam menyusun laporan keuangan penyelenggaraan ibadah
haji
Penyusunan laporan keuangan Haji merupakan bentuk
akuntabilitas penyelenggaraan ibadah haji sehingga perlu dikelola
secara profesional, untuk mencapai tujuan tersebut dituntut kesamaan
pemahaman dari seluruh personil di lingkungan organisasi. Dalam
penyusunan laporan keuangan haji di Direktorat Jenderal Haji masih
ada kendala kendala untuk menyajikan laporan keuangan yang
akuntabel. Kendala kendala yang ada di sebabkan karena:
a. Satuan kerja penyelenggaraan Ibadah Haji cukup banyak yakni
meliputi 5 (lima) unit eselon 2 pusat, 34 kantor wilayah, 9 Unit
pelaksana Teknis asrama Haji, 497 kantor kementerian agama
kabupaten/kota dan 1 kantor urusan haji di Arab Saudi,
86
mengingat banyaknya satuan kerja tersebut perlu waktu untuk
proses kompilasi ditingkat provinsi dan tingkat nasional.
b. Sumber Daya Manusia yang tersedia yang berlatar belakang
akuntansi belum memadai sehingga yang menyusun laporan
keuangan belum semua satuan kerja memiliki tenaga tenaga
akuatansi yang berkualitas.
c. Laporan keuangan yang disusun masih menggunakan aplikasi
sederhana dalam bentuk Excel dan manual (belum memiliki
aplikasi dalam penyusunan laporan keuangan).
87
Tabel 4.7
Perbandingan Peningkatan Pelayanan Kepada Jemaah Haji
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
1 Besaran BPIH
Yang Dibayar
Jemaah (Direct
Cost)
Dalam USD Untuk
menghilangkan/mengurangi
risiko nilai tukar. Belajar dari
kasus krisis ekonomi tahun
1999
Dalam Rupiah Sejak tahun 2016 BPIH dibayar
dalam mata uang rupiah karena
melaksanakan UU Nomor 7
Tahun 2011 tentang Mata Uang
dan Peraturan BI Nomor 7
Tahun 2015 tentang Mata Uang
Dalam Peraturan tersebut diatur
bahwa setiap pembayaran di
dalam negeri harus dilakukan
dalam mata uang Rupiah
2 Besaran BPIH
Yang Dibayar
Pemerintah/Subsidi
Dana Optimalisasi
(Indirect Cost)
Tahun 2011, dari
11 komponen
biaya operasional
haji : 7 jenis biaya
gratis, 3 jenis
biaya sharing, dan
2 jenis biaya
sepenuhnya
dibayar jemaah.
Nilai Indirect
Cost Tahun 2011
sebesar Rp.
202.420.708.262
Dana hasil optimalisasi atas
dana setoran awal jemaah
yang menunggu belum
optimal, sehingga subsidi
yang dapat diberikan tidak
begitu besar
Tahun 2017, dari
11 komponen biaya
operasional haji : 9
jenis biaya gratis, 1
jenis biaya sharing,
dan 2 jenis biaya
sepenuhnya
dibayar jemaah.
Nilai Indirect Cost
Tahun 2017
sebesar Rp.
5.486.881.475.537
Pengelolaan dana haji,
khususnya dana setoran awal
jemaah daftar tunggu sudah
semakin baik, sehingga, dana
hasil optimalisasi yang
digunakan untuk memberikan
subsidi kepada jemaah haji
semakin besar.
88
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
3 Indeks Kepuasan
Pelanggan (Hasil
Survey BPS)
Nilai Indeks
Kepuasan jemaah
sebesar 81,32 %
Pada Tahun 2012.
Penilaian indeks kepuasan
jemaah baru dilakukan pada
tahun 2012.
Nilai Indeks
Kepuasan Jemaah
sebesar 84,85 %
pada Tahun 2017.
Penilaian indeks kepuasan
jemaah baru dilakukan setiap
tahun sejak tahun 2012, dan
target tahun 2018 sebesar 85 %.
4 Kuota Haji Kuota haji tahun
2011 sebanyak
211.000
Kuota ini terbagi ke dalam
kuota haji reguler 194.000 dan
kuota haji khusus 17.000
Kuota haji tahun
2017 sebanyak
221.000
Kuota ini terbagi ke dalam kuota
haji reguler 204.000 dan kuota
haji khusus 17.000
5 Tahapan
Pendaftaran Haji
Melalui 4 tahap
pada tahun 2011
Sistem pendaftaran, jemaah
datang ke bank untuk
membuka tabungan, kemudian
datang ke Kankemenag untuk
melakukan pendaftaran,
kemudian jemaah ke bank
untuk membayar setoran awal,
dan terakhir jemaah ke
Kankemenag untuk melapor
kembali dan menyerahkan
lembar pebayaran setoran
awal.
Melalui 2 tahap
sejak tahun 2016
Sistem pendaftaran, jemaah
datang ke bank untuk membuka
tabungan dan membayar setoran
awal, kemudian datang ke
Kankemenag untuk melakukan
pendaftaran dan menyerahkan,
lembar pebayaran setoran awal
6 Sertifikasi
Pembimbing Haji
Pada tahun 2011
belum ada
sertifikasi
pembimbing haji.
Pada tahun 2011 pembimbing
jemaah haji belum disyaratkan
untuk bersertifikat.
Sejak tahun 2015
belum ada
sertifikasi
pembimbing haji.
Setiap pembimbing haji
diwajibkan yang telah memiliki
sertifikat sebagai pembimbing
ibadah haji.
89
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
8 Pelayanan
Transportasi Dari
Indonesia ke
Madinah
Pada tahun 2011
perjalanan jemaah
haji dari
Indonesia menuju
Madinah (untuk
gelombang 1)
yang dilayani
Garuda masih
mendarat di
Jedah. Setelah itu
dari jedah, jemaah
diangkut
menggunakan bus
menuju Madinah.
Pelayanan ini dilakukan
karena pada saat itu maskapai
Garuda belum mendapat ijin
untuk melayani penerbangan
langsung dari Indonesia ke
Madinah karena bandara
Madinah masih dalam proses
rehabilitasi. Sehingga
perjalanan jemaah haji dari
Jedah ke Madinah
menggunakan bis.
Pada tahun 2014
perjalanan seluruh
jemaah haji dari
Indonesia menuju
Madinah (untuk
gelombang 1)
sudah dapat
langsung mendarat
di Madinah.
Pelayanan ini dapat dilakukan
karena pada saat itu rahabilitasi
bandara madinah sudah selesai,
sehingga kapasitas bandara
sudah bertambah, serta maskapai
Garuda sudah mendapat ijin
untuk mendarat langsung di
Madinah. Kondisi ini dapat
mengurangi waktu perjalanan
dan kelelahan jemaah haji.
9 Pelayanan
Transportasi
Kepulangan dari
Madinah ke
Indonesia
Pada tahun 2011
perjalanan
kepulangan
jemaah haji dari
Madinah menuju
Indonesia (untuk
gelombang 1)
yang dilayani
Garuda masih
take off dari
bandara di Jedah.
Pelayanan ini dilakukan
karena pada saat itu maskapai
Garuda belum mendapat ijin
untuk melayani penerbangan
langsung dari Madinah ke
Indonesia dan bandara
Madinah masih dalam proses
rehabilitasi. Sehingga saat itu
perjalanan jemaah dari
Madinah ke Jedah dilayani
dengan bus.
Pada tahun 2014
perjalanan seluruh
jemaah haji dari
Madinah menuju
Indonesia (untuk
gelombang 1)
sudah dapat
langsung take off
dari bandara
Madinah Madinah.
Pelayanan ini dapat dilakukan
karena pada saat itu rahabilitasi
bandara madinah sudah selesai,
sehingga kapasitas bandara
sudah bertambah, serta maskapai
Garuda sudah mendapat ijin
untuk terbang langsung dari
bandara Madinah. Kondisi ini
dapat mengurangi waktu
perjalanan dan kelelahan jemaah
haji, sehingga pelayanan
90
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
Sehingga jemaah
haji dari Madinah
menuju Jeddah
diangkut
menggunakan
bus.
Untuk mengurangi kelelahan
jemaah, maka sebelum
terbang ke Indonesia jemaah
diinapkan semalam di hotel di
Jedah.
penginapan jemaah di Jeddah
dapat ditiadakan (menghemat
biaya penginapan di Jeddah).
10 Pelayanan
Transportasi
Jemaah dari
Madinah ke
Makkah, dari
Makkah ke
Madinah, dan dari
Makkah ke Jeddah.
Pelayanan
transportasi ini
pada tahun 2011
hanya
menggunakan bus
yang kondisinya
sesuai standar
ketentuan
Naqabah
(Organda).
Pelayanan ini adalah
pelayanan standar oleh
Naqabah (Organda), dan
berlaku untuk semua Negara.
Konsekuensi dari kondisi ini
adalah kadangkala kondisi
bisnya tidak bagus (mogok,
AC tidak berfungsi, bagasi
terbatas).
Pada tahun 2013
dilakukan upaya
berupa upgrade bus
angkutan antar kota
perhajian. Dengan
upgrade ini maka
bus yang
digunakan jemaah
haji kondisi nya
bagus.
Pelayanan ini dilakukan dengan
tujuan untuk meningkatkan
kenyamanan jemaah selama
dalam perjalanan. Upgrade
angkutan antar kota perhajian
dilakukan dengan melakukan
kontrak dengan perusahaan
pemilik bus untuk memilih bus
yang bagus. Dengan upgrade ini
maka pemerintah mengeluarkan
anggaran tambahan untuk
melakukan kontrak bus, diluar
biaya layanan (general service
fee) yang telah dibayar kepada
pemerintah Arab Saudi. Dengan
tambahan layanan ini, maka
jemaah semakin nyaman.
91
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
11 Layanan Bus dari
pemondokan di
Makkah menuju
Masjidil Haram
(Layanan
Shalawat)
Pelayanan
transportasi ini
pada tahun 2011
hanya untuk
jemah yang
tinggal di
pemondokan
dengan jarak
2.000 meter dari
Masjidil Haram
Mengingat adanya pelebaran
areal Masjidil Haram, maka
jarak pemondokan jemaah haji
menjadi semakin jauh dari
Masjidil Haram. Untuk
mengurangi kelelahan jemaah,
maka disediakan bus yang
beroperasi 24 jam untuk
mengantarkan jemaah dari
pemondokan menuju Masjidil
Haram baik saat berangkat
maupun pada saat kepulangan
(PP). Pada tahun 2011 jarak
yang dilayani adalah untuk
jarak minimal 2.000 meter
dari Masjidil Haram.
Pelayanan
transportasi ini
pada tahun 2016
sudah dapat
melayani untuk
jemah yang tinggal
di pemondokan
dengan jarak 1.500
meter dari Masjidil
Haram.
Mengingat adanya pelebaran
areal Masjidil Haram, maka
jarak pemondokan jemaah haji
menjadi semakin jauh dari
Masjidil Haram. Untuk
mengurangi kelelahan jemaah,
maka disediakan bus yang
beroperasi 24 jam untuk
mengantarkan jemaah dari
pemondokan menuju Masjidil
Haram baik saat berangkat
maupun pada saat kepulangan
(PP). Pada tahun 2017 jarak
yang dilayani adalah untuk jarak
minimal 1.500 meter dari
Masjidil Haram. Dengan
perubahan jarak ini, maka
jumlah jemaah yang dilayani bus
shalawat menjadi semakin
bertambah.
12 Layanan Tenda di
Arafah
Sebelum tahun
2017 layanan
tenda jemaah haji
di Arafah berupa
tenda model lama
Pelayanan tenda arafah
diberikan agar jemaah haji
tidak kepanasan atau
kehujanan pada saat berada di
Arafah. Sebelum tahun 2017
Sejak tahun 2017
layanan tenda
jemaah haji di
Arafah
menggunakan
Pelayanan tenda arafah
diberikan agar jemaah haji tidak
kepanasan atau kehujanan pada
saat berada di Arafah. Sejak
tahun 2017 jenis tenda yang
92
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
(yang kain
sampingnya dapat
digulung ke atas).
jenis tenda yang digunakan
menggunakan model tenda
lama yang kain sampingnya
dapat digulung/dilipat ke atas.
model tenda yang
bagus (semi
permanen) dengan
menggunakan
kerangka dari baja.
digunakan menggunakan model
tenda baru dengan model tenda
yang bagus (semi permanen)
dengan menggunakan kerangka
dari baja. Dengan model tenda
ini, maka pada saat dipasang AC
udara dinginnya tidak keluar
ruangan.
13 Upgrade Karpet
Pada Tenda Arafah
Sebelum tahun
2015 layanan
karpet pada tenda
jemaah haji di
Arafah berupa
karpet model
lama (hambal)
yang kondisinya
cukup tipis.
Pelayanan karpet pada tenda
arafah diberikan agar jemaah
haji merasa nyaman pada saat
duduk di tenda (pakaian tidak
kotor kena pasir/tanah).
Sebelum tahun 2017 jenis
karpet tenda yang digunakan
menggunakan model karpet
lama yang kondisinya tipis
dan mudah sobek.
Sejak tahun 2015
layanan karpet
tenda jemaah haji
di Arafah
menggunakan
model karpet yang
bagus dan tebal
sehingga pada saat
jemaah haji duduk
di tenda tidak
terkena pasir/tanah.
Pelayanan karpet pada tenda
arafah diberikan agar jemaah
haji merasa nyaman pada saat
duduk di tenda (pakaian tidak
kotor kena pasir/tanah).
Setelah tahun 2015 jenis karpet
tenda yang digunakan
menggunakan model karpet baru
yang kondisinya tebal dan tidak
mudah sobek, sehingga jemaah
haji merasa nyaman.
14 Karpet Pada Tenda
di Muzdalifah
Sebelum tahun
2016 layanan
mabit jemaah haji
di Muzdalifah
berupa tikar platik
Pelayanan karpet pada saat
mabit di muzdalifah diberikan
agar jemaah haji merasa
nyaman pada saat duduk di
lapangan saat mabit di
Sejak tahun 2016
layanan karpet saat
mabit di
muzdalifah jemaah
haji menggunakan
model karpet yang
Pelayanan karpet pada saat
mabit di muzdalifah diberikan
agar jemaah haji merasa nyaman
pada saat duduk lapangan saat
mabit di muzdalifah.
Setelah tahun 2016 jenis karpet
93
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
yang kondisinya
licin dan dingin
pada saat malam
hari.
muzdalifah. Sebelum tahun
2016 jenis karpet yang
digunakan hanya
menggunakan model karpet
plastik yang kondisinya licin
dan dingin pada saat malam
hari.
bagus dan tebal
sehingga pada saat
jemaah haji duduk
di lapangan merasa
nyaman.
yang digunakan menggunakan
model karpet baru yang
kondisinya tebal dan tidak
mudah sobek, sehingga jemaah
haji merasa nyaman.
15 Layanan Pendingin
Udara di Tenda
Arafah
Sebelum tahun
2015 untuk
mendinginkan
udara di tenda
Arafah, dipasang
kipas angin.
Dalam rangka mengurangi
udara yang cukup panas di
arafah, disediakan layanan
berupa pemasangan kipas
angin. Pemasangan kipas
angin ini dilakukan sejak
dahulu.
Sejak tahun 2015
untuk
meningkatkan
upaya
mendinginkan
udara di tenda
Arafah, dipasang
Mist Fan (Fan yang
keluar air campur
udara). Layanan ini
ditingkatkan lagi
pada tahun 2017
berupa pemasangan
Mist fan dan air
cooler.
Dalam rangka mengurangi udara
yang cukup panas di arafah,
disediakan layanan berupa
pemasangan kipas angin.
Kemanpuan kipas angin untuk
menyejukkan udara teryata
belum maksimal, sehingga pada
tahun 2017 dipasang Mist fan
dan air cooler. Kondisi ini
diupayakan dapat meningkatkan
kenyamanan jemaah haji.
16 Layanan Katering
di Makkah
Sebelum tahun
2015 setiap
jemaah haji tidak
Tidak diberikannya layanan
catering kepada jemaah haji
selama berada di Makkah
Sejak tahun 2015
setiap jemaah haji
mendapat layanan
Diberiberikannya layanan
catering kepada jemaah haji
selama berada di Makkah
94
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
mendapat layanan
catering (makan)
selama berada di
Makkah.
dengan pertimbangan bahwa
jemaah haji telah diberikan
bekal berupa Living Cost
sebesar SAR 1.500 per
jemaah.
catering (makan)
selama berada di
Makkah.
dengan pertimbangan bahwa
jemaah haji semakin sulit
mendapatkan makanan karena
dengan kondisi hotel yang
semakin baik, maka jemaah
tidak dapat lagi memasak di
pemondokan. Selain itu penjual
makanan (orang Indonesia) yang
ada di sekitar pemondokan
semakin jarang.
Dengan kondisi tersebut, maka
pemberian makan kepada
jemaah menjadi hal yang cukup
mendesak, sehingga sejak tahun
2015 setiap jemaah haji
mendapat makan selama berada
di Makkah, yaitu 12 kali pada
tahun 2015, 24 kali pada tahun
2016, 25 kali pada tahun 2017.
17 Konsultan Ibadah Sebelum tahun
2015 tidak
disediakan
layanan berupa
pembimbing
Setiap jemaah haji sebelum
berangkat ke tanah suci telah
mendapat layanan berupa
manasik haji yang dilakukan
di KUA dan Kankemenag
Setelah tahun 2015
kepada jemaah haji
disediakan layanan
berupa
pembimbing
Meskipun setiap jemaah haji
sebelum berangkat ke tanah suci
telah mendapat layanan berupa
manasik haji yang dilakukan di
KUA dan Kankemenag
95
No Uraian
Sistem Lama Sistem Baru
Jenis Pelayanan Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan Jenis Pelayanan
Alasan/Uraian Jenis
Pelayanan
ibadah kepada
jemaah haji.
Kab/Kota. dengan bekal
manasik tersebut diharapkan
jemaah telah mampu untuk
melaksanakan ibadah haji
secara mandiri.
ibadah yang
tujuannya untuk
membantu kepada
jemaah haji yang
masih merasa ragu
saat melaksanakan
prosesi haji.
Kab/Kota, namun rupanya masih
ada beberapa jemaah haji yang
masih ragu dalam melaksanakan
prosesi haji. Dalam rangka
membantu jemaah haji yang
megalami kendala tersebut,
maka pemerintah memberikan
tambahan layanan berupa
bimbingan manasik kepada
jemaah haji selama beada di
Arab Saudi.
Sumber: Laporan operasional 2011-2017
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara umum hasil evaluasi terhadap Kementerian Agama, baik Direktorat
Penyelenggaraan Haji dan Umroh maupun Inspektorat Jenderal, evaluasi
penyelenggaraan Haji dinyatakan membaik dari pendaftaran, penyetoran
setoran awal, pengumuman kuota, manasik haji, seleksi petugas,
pemeriksaann kesehatan, pelayanan asrama haji, keberangkatan,
pelayanan Arab Saudi, pelayanan Arafah, Musdalifah dan Mina hingga
kepulangan Jemaah haji.
2. Dana optimalisasi haji selama dikelola oleh Kementerian Agama hanya
diinvestasikan dalam bentuk giro, deposito syariah dan sukuk, sehingga
imbal hasil yang didapatkan kurang maksimal. Pemerintah berupaya untuk
meningkatkan imbal hasil dengan membentuk Badan Pengelola Keuangan
Haji (BPKH).
3. Dana imbal hasil yang dahulu dikelola oleh Kementerian Agama tidak
dapat dihitung secara terperinci besarannya per jemaah, dengan dikelola
oleh BPKH akan dioptimalkan nilai manfaatnya dengan program virtual
account sehingga masing-masing jemaah bisa mengetahui besaran imbal
hasil yang didapatkan sesuai dengan lamanya menunggu keberangkatan.
4. Kualitas laporan keuangan haji menurut hasil pemeriksaan BPK semakin
meningkat. Peningkatan kualitas laporan keuangaan tersebut dapat dilihat
97
dari opini BPK yang selalu meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari
disclaimer pada tahun 2010, meningkat menjadi Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), dan dalam dua tahun terakhir ini mendapatkan opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
5. Penyusunan laporan keuangan penyelenggaraan Ibadah Haji tidak terlepas
dari kendala-kendala yang ada, namun Kementerian Agama dalam hal ini
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh selalu berupaya
meminimalisiasi kendala yang ada dengan cara memilih Sumber Daya
Manusia yang berkompetensi dibidangnya.
B. Saran
Setelah melakukan beberapa pengamatan tentang berbagai macam
masalah ibadah haji, penulis dapet memberikan beberapa saran, yaitu sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan ibadah haji harus meningkatkan pelayanan kepada
jemaah haji, sehingga indeks kepuasan jemaah menjadi sangat memuaskan.
2. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah agar tetap
mempertahankan opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian dengan
meningkatkan kualitas laporan keuangan.
3. Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) hendaknya mengemban tugas
secara professional sehingga dapat menjadi lembaga keuangan haji yang
terpercaya dan memberikan nilai manfaat yang optimal bagi jemaah haji
serta kemaslahatan umat.
98
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Gusti, Rai. 2008. Audit Kinerja Pada Sektor Publik: Konsep Praktik Studi
Kasus. Penerbit: Salemba Empat.
Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta : Salemba
Empat
Boynton, William C. et al. 2001. Modern Auditing. Seventh Edition, John Wiley
and Sons, inc.
Dwiyanti, Rini. 2010. "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketepatan
Waktu Pelaporan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia". Universitas Diponegoro. Semarang
Gerry Armando. 2013. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan
Pengawasan Keuangan Daerah Terhadap Nilai Informasi Laporan
Keuangan Pemerintah (Studi Empiris Pada SKPD di Kota Bukittinggi).
Jurnal Akuntansi. Vol. 1, No.1 (2013): Seri C
Hadri Kusuma. 2006. Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi
Akuntansi : Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
VOL. 8, NO. 1, MEI 2006: 1-12
Hall, James A. 2007. Accounting Information System: Sistem Informasi Akuntansi.
Jakarta: Salemba Empat.
I Gusti Agung Rai. 2010. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta : Selemba
Empat.
Indra Bastian. 2011. Audit Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Jama’an. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Dan Kualitas
Kantor Akuntan Publik Terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan
(Studi Pada Perusahaan Publik di BEJ), Tesis Strata-2, Program Studi
Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro, Semarang.
Liu C, Tianbin C, Lin J, Chen H, Chen J, Lin S, et al. 2014. Evaluation of the
performance of four methods for detection of hepatitis B surface antigen and
their application for testing 116,455 specimens. J Virol Methods
Mabruri, Havidz dan Jaka Winarna. (2010). “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Hasil Audit di Lingkungan Pemerintah Daerah”.
Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.
99
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP STIM
YKPN.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Standar Akuntansi Pemerintahan.
Fokusmedia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008. Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Nuansa Aulia.
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal
Ross, S.A., 1977. "The Determination of Finacial Structure:The Incentive
Signalling Approach", Journal ofEconomics, Spring, 8, pp 23-40.
Sari, dan Zuhrotun, “Keinformatifan Laba Di Pasar Obligasi dan Saham: Uji
Liquidation Option Hypothesis”, Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang,
2006
Sukriah, Ika, Akram dan Biana Adha Inapty. 2009. Pengaruh Pengalaman Kerja,
Independensi, Obyektifitas, Integritas, dan Kompetensi Terhadap Kualitas
Hasil Audit. Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang.
Tuti Herawati. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan (Survei Pada Organisasi Perangkat Daerah Pemda
Cianjur). Star-Study & Accounting Research Vol Xi No 1 2014 ISSN:
1693-4482
Antonio, Syaf’i. (1999). Bank syariah wacana dan cendekiawan, Tazkia Institute
Jakarta.
Halim Abdul. (2003). Analisis Investasi. Salemba Empat, Jakarta.
Huda, Nurul (2007). Investasi pada pasar modal syariah. Kencana, Jakarta.
Husnan, Suad.(2001). Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. UPP
AMP YKPN,Yogyakarta.
Satrio, Saptono Budi. (2005). Optimasi Portofolio Saham Syariah ( Studi Kasus
Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2004). Tesis Program Passcasarjana
PSKTTI-UI, Jakarta.
Sharpe, William F.dkk. (1995). Investasi. (Edisi Bahasa Indonesia), Vol/ I,
Prenhallindo, Jakarta
100
Wirasasmita Rivai. (1999). Kamus Lengkap Ekonomi. Pionir Jaya, Bandung
http://makalahkuliahstai.blogspot.co.id/2014/12/manajemen-investasi-
syariah.html
http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-investasi-syariah.html
Permenhub nomor PM 1 Tahun 2013 tentang standar pelayanan penumpang
angkutan udara haji
www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/18/04/10/p6x241366-
pesawat-jamaah-haji-2018-gunakan-sistem-carter
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 Tentang pelaksanaan Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Peraturan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji
101
LAMPIRAN-LAMPIRAN
102
103
104
105
106
107
108
109
110