Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan...

16
1 EVALUASI PENUTUPAN TPA DI KAB. SIDOARJO DITINJAU DARI ASPEK TATA RUANG DAN REGULASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh VIVI RAHMATUL LAILI A. PENDAHULUAN Meningkatnya pembangunan akhir – akhir ini baik pembangunan perumahan maupun industri perdagangan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang ada. Konsekuensi dari kondisi ini adalah meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan. Jika masalah sampah tidak dikelola dengan baik, maka secara tidak langsung akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan dampak selanjutnya adalah menurunnya kesehatan masyarakat. Masalah persampahan yang dihadapi saat ini pada umumnya adalah pengelolaan yang kurang optimal dan keterbatasan lahan. Sebagai contoh adalah pengurangan volume sampah melalui program 3R ( Reduse, Reuse, Recycle) belum berjalan secara optimal dan akibatnya sampah-sampah yang ada tetap berakhir ke TPA tanpa adanya pengelolaan terlebih dahulu. Permasalahan sampah bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan saja, tetapi sudah menjadi masalah sosial yang mampu menimbulkan konflik. Lebih parah lagi hampir semua kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil , tidak mempunyai penanganan sampah yang baik. Umumnya kota di Indonesia memiliki manajemen sampah yang sama, yaitu dengan metode kumpul-angkut-buang. Sebuah metode manajemen persampahan klasik yang akhirnya berubah menjadi praktek pembuangan sampah secara sembarangan tanpa mengikuti ketentuan teknis dilokasi yang sudah ditentukan (open dumping). Hal ini mengakibatkan daya tampung TPA semakin berkurang dan dapat memperpendek umur TPA yang ada. Permasalahan persampahan yang ada saat ini dialami hampir oleh seluruh Kab/Kota di Indonesia, tidak terlepas juga Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu Kabupaten yang cukup besar di Jawa Timur baik secara luas wilayah, jumlah penduduk maupun jumlah lahan yang terbangun. Wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo terdiri atas wilayah daratan dan wilayah lautan. Luas wilayah daratan adalah sebesar 714,245 Km2 dan luas wilayah lautan berdasarkan perhitungan GIS sampai dengan 4 mil ke arah laut adalah sebesar 201,6868 Km². Berdasarkan data Kabupaten Sidoarjo dalam angka Tahun 2014 jumlah penduduk Kab. Sidoarjo pada

description

jnlk

Transcript of Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan...

Page 1: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

1

EVALUASI PENUTUPAN TPA DI KAB. SIDOARJO

DITINJAU DARI ASPEK TATA RUANG DAN REGULASI PENGELOLAAN

PERSAMPAHAN

Oleh

VIVI RAHMATUL LAILI

A. PENDAHULUAN

Meningkatnya pembangunan akhir – akhir ini baik pembangunan perumahan

maupun industri perdagangan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang

ada. Konsekuensi dari kondisi ini adalah meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan.

Jika masalah sampah tidak dikelola dengan baik, maka secara tidak langsung akan

menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan dampak selanjutnya adalah

menurunnya kesehatan masyarakat. Masalah persampahan yang dihadapi saat ini pada

umumnya adalah pengelolaan yang kurang optimal dan keterbatasan lahan. Sebagai

contoh adalah pengurangan volume sampah melalui program 3R ( Reduse, Reuse,

Recycle) belum berjalan secara optimal dan akibatnya sampah-sampah yang ada tetap

berakhir ke TPA tanpa adanya pengelolaan terlebih dahulu.

Permasalahan sampah bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan

saja, tetapi sudah menjadi masalah sosial yang mampu menimbulkan konflik. Lebih

parah lagi hampir semua kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil , tidak

mempunyai penanganan sampah yang baik. Umumnya kota di Indonesia memiliki

manajemen sampah yang sama, yaitu dengan metode kumpul-angkut-buang. Sebuah

metode manajemen persampahan klasik yang akhirnya berubah menjadi praktek

pembuangan sampah secara sembarangan tanpa mengikuti ketentuan teknis dilokasi

yang sudah ditentukan (open dumping). Hal ini mengakibatkan daya tampung TPA

semakin berkurang dan dapat memperpendek umur TPA yang ada.

Permasalahan persampahan yang ada saat ini dialami hampir oleh seluruh

Kab/Kota di Indonesia, tidak terlepas juga Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo

merupakan salah satu Kabupaten yang cukup besar di Jawa Timur baik secara luas

wilayah, jumlah penduduk maupun jumlah lahan yang terbangun. Wilayah administrasi

Kabupaten Sidoarjo terdiri atas wilayah daratan dan wilayah lautan. Luas wilayah

daratan adalah sebesar 714,245 Km2 dan luas wilayah lautan berdasarkan perhitungan

GIS sampai dengan 4 mil ke arah laut adalah sebesar 201,6868 Km². Berdasarkan data

Kabupaten Sidoarjo dalam angka Tahun 2014 jumlah penduduk Kab. Sidoarjo pada

Page 2: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

2

Tahun 2013 sebesar 2.090.619 jiwa sedangkan pada Tahun 2012 sebesar 2.053.467

jiwa (Kab. Sidoarjo dalam angka 2013). Hal ini menunjukkan adanya kenaikan 37.152

jiwa atau sebesar 1,81 persen. Tentunya kondisi ini akan berdampak pada jumlah

sampah yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Sidoarjo. Jumlah sampah yang

dihasilkan pada tahun 2012 sebesar 6.674 m3/hari dengan komposisi sampah yang

tidak terangkut ke TPS = 5817 m³/hari atau 87,15 % dimana dari jumlah ini sampah yang

dibakar sebesar 40 %, dibuang kesungai 3,45 %, dibuang ke lahan kosong 4,88 % serta

ditimbun sebesar 50,36 %. Sedangkan untuk sampah yang terangkut ke TPS sebesar

857 m³/hari = 12, 8 % dimana sampah yang dibakar di TPS sebesar 23,3 % dan sampah

yang dibuang ke TPA sebesar 76,6 % (Masterplan pengelolaan sampah Kab. Sidoarjo

Tahun 2013).

Dengan jumlah sampah yang masuk ke TPA hampir 80 % tentu ini akan semakin

menambah beban dari TPA yang ada, sehingga dari 7 TPA yang ada di Kabupaten

Sidoarjo, 6 diantaranya telah ditutup yaitu TPA Barengkrajan - Krian, TPA Tambak

Kalisogo - Jabon, TPA Bulu Sidokare - Sidoarjo, TPA Bluru Kidul - Sidoarjo, TPA

Ngelom - Taman, TPA Candi Pari – Porong. Dari kondisi diatas, penulis ingin mengkaji

tentang penutupan TPA yang ada ditinjau dari aspek regulasi dan kesesuaian teori lokasi.

B. KONSEP DASAR TEORI DAN KONSEP KEBIJAKAN SPASIAL DAN

PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN

1. Struktur Ruang Kota

a. Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1929)

Bahwa wilayah kota dibagi enam zona, yaitu :

• Zona Pusat Wilayah Kegiatan (Central Bussines Districts) -->didalamnya terdapat

pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, hotel, restoran,

dan sebagainya

• Zona Peralihan atau zona transisi --> zone peralihan merupakan konsentrasi

penduduk miskin. Sering ditemui wilayah kumuh (slum area)

• Zona Pemukiman Kelas Proletar--> didiami oleh para pekerja yang berpenghasilan

kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah. Ditandai oleh adanya rumah susun

sederhana.

• Zona Pemukiman Kelas Menengah (Residental Zone) -->merupakan kompleks

perumahan karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu.

• Wilayah Tempat Tinggal Masyarakat Berpenghasilan Tinggi ditandai dengan

kawasan elit. Sebagian besar penduduknya merupakan kaum eksekutif

Page 3: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

3

• Zona Penglaju (Commuters) -->merupakan wilayah yang memasuki wilayah

belakang (Hinterland) atau merupakan wilayah batas desa-kota. Penduduknya

bekerja di kota tetapi tinggal di pinggiran kota.

Gambar:

Keterangan model teori konsentrik menurut Teori Konsentris Dari Ernest W. Burgess (1929),

1. Zona pusat wilayah kegiatan 2. Zona peralihan 3. Zona permukiman kelas proletar. 4. Zona permukiman kelas menengah. 5. Zona penglaju.

• • • •

b. Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt

Bahwa kota tersusun sebagai berikut :

• Pada lingkaran dalam terletak pusat kota (CBD) yang terdiri dari atas bangunan

kantor, hotel, bank, dan pusat perbelanjaan

• Pada sektor tertentu terdapat kawasan industri ringan dan perdagangan

Dekat pusat kota dan dekat sektor pada nomor 2, terdapat sektor murbawisma,

yaitu tempat tinggal kaum buruh

• Agak jauh dari pusat kota dan sektor industri serta perdagangan, terletak sektor

madyawisma, yaitu permukiman golongan menengah

• Lebih jauh lagi terdapat sektor adiwisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan

atas

gambar :Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt :

Page 4: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

4

Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan. Zona 2: Zona dimana terdapat grossier dan manufactur. Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah. Zona 4: Zona permukiman kelas menengah. Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.

c. Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945)

Struktur ruang kota meliputi:

1. Pusat kota (CBD)

2. Kawasan niaga dan industri ringan

3. Kawasan murbawisma, tempat tinggal berkualitas rendah

4. Kawasan madyawisma, tempat tinggal berkualitas menengah

5. Kawasan adiwisma, tempat tinggal berkualitas tinggi

6. Pusat niaga berat

7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran

8. Upakota (suburban), untuk kawasan madyawisma dan adiwisma

9. Upakota (suburban), untuk kawasan industri

Gambar : Teori Inti Berganda (Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945)

Keterangan: • Zona 1: Zona pusat wilayah kegiatan. • Zona 2: Zona wilayah terdapat para grossier dan manufactur. • Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah. • Zona 4: Zona permukiman kelas menengah. • Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi. • Zona 6: Zona manufactur berat • Zona 7: Zona wilayah di luar pusat wilayah Kegiatan (PWK) • Zona 8: Zona wilayah permukiman suburb • Zona 9: Zona wilayah industri suburb

Page 5: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

5

2. Teori Lokasi

• Teori Christaller

Teori Christaller (1933) menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota,

dan distribusinya di dalam satu wilayah. Menurut Christaller, pusat-pusat pelayanan

cenderung tersebar di dalam wilayah menurut pola berbentuk heksagon (segi enam). Keadaan seperti

itu akan terlihat dengan jelas di wilayah yang mempunyai dua syarat. Pertama, topografi yang

seragam sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan

pengaruh alam lain dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi

yang homogen dan tidak memungkinkan adanya produksi primer, yang menghasilkan padi-

padian, kayu atau batu bara. Perkembangan tempat-tempat sentral tergantung konsumsi

barang sentral yang dipengaruhi faktor penduduk, permintaan dan penawaran serta harga, juga

kondisi wilayah dan transportasi seperti yang telah dikemukakan oleh Christaller dalam “

Central Place Theory ” . Suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah

memiliki kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang

mampu melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk akan

mendatangi wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Christaller menjelaskan bahwa teori

tempat pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan

daerah orang lain. Christaller mengatakan beberapa asumsi dalam penyusunan teori tersebut, seperti :

1. Konsumen yang menanggung ongkos angkutan.

2. Jangkauan suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.

3. Konsumen memilih tempat pusat yang paling dekat.

4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah sekitarnya.

5. Wilayah tersebut sebagai dataran yang rata, ciri ekonomis sama, dan penduduk

tersebar secara merata.

3. Penataan Ruang

Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyatakan : Penataan

ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

Page 6: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

6

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

• penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

• penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

• pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

• mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;

• penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

• penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Pemanfaatan Ruang Wilayah

Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dilakukan:

• perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah dan

rencana tata ruang kawasan strategis;

• perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola

ruang wilayah dan kawasan strategis; dan

• pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang wilayah

dan kawasan strategis.

Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan sesuai dengan:

• standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;

• standar kualitas lingkungan; dan

• daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui :

• penetapan peraturan zonasi,

• perizinan,

• pemberian insentif dan disinsentif, serta

• pengenaan sanksi.

4. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA)

Tempat pemrosesan sampah merupakan tempat dimana sampah mencapai

tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan,

pemindahan atau pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. Dalam menentukan

lokasi TPA dibutuhkan beberapa parameter, yaitu parameter umum, fisika tanah dan

parameter fisik dan lingkungan.

Page 7: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

7

a. Kriteria Regional dalam Pemilihan Lokasi TPA

Untuk mendapatkan lokasi TPA sampah yang memenuhi persyaratan perlu ditetapkan

beberapa kriteria teknis. Pendekatan kriteria teknis untuk penentuan lokasi sampah telah

diatur dalam persyaratan teknis yang dimuat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)

dengan Nomor SNI 03-3241-1994. Berdasarkan SNI 03-3241-1994. Lokasi TPA

Sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

• Kondisi Geologi

– Tidak terletak di zona Holocene fault

– Tidak boleh di daerah berbahaya geologi

• Kondisi Hidrogeologi

– Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter

– Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 106 cm/detik

– Jarak terhadap sumber air minum harus > 100 m di hilir

– Bila tidak ada zona yang memenuhi kriteria, maka harus ada masukan teknologi

� Kemiringan zona harus kurang dari 20%

� Jarak dari lapangan terbang (>3.000 meter untuk turbo jet atau 1.500 m untuk jenis

lain).

� Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam, dan daerah banjir (periode ulang 25

tahun).

� Agar keberadaan TPA tidak mencemari lingkungan, maka jarak TPA ke badan air

penerima > 100m, ke perumahan terdekat > 500 m, ke airport 1500 m (untuk

pesawat propeler) dan 3000 m (untuk pesawat jet). Selain itu muka air tanah harus >

4 m, jenis tanah lempung dengan nilai K < 10-6 cm/det.

� Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan controlled landfill (untuk

kota sedang dan kecil) dan sanitary landfill (untuk kota besar dan metropolitan)

dengan “sistem sel”

� Prasarana dasar minimal yang harus disediakan adalah jalan masuk, drainase

keliling dan pagar pengaman (dapat berfungsi sebagai buffer zone)

� Fasilitas perlindungan lingkungan yang harus disediakan meliputi lapisan dasar

kedap air, jaringan pengumpul lindi, pengolahan lindi dan ventilasi gas / flaring atau

landfill gas extraction untuk mngurangi emisi gas.

� Fasilitas operasional yang harus disediakan berupa alat berat (buldozer, excavator,

loader dan atau landfill compactor) dan stok tanah penutup

� Penutupan tanah harus dilakukan secara harian atau minimal secara berkala dengan

ketebalan 20 - 30 cm

Page 8: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

8

Selain itu pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang

sebagai berikut (dardak, 2007):

1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan

daerah perkotaan (Urbanized Area).

2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong

pengembangannya (Urban Promotion Area)

3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju

perkotaan/daerah padat.

4. Penentuan lokasi TPA sampah harus mengacu pada RTR dan ketentuan lainnya

yang terkait.

Berdasarkan UU RI Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah Pasal

9 Ayat 2 Menyatakan Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat

pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan

bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pasal 23 dijelaskan bahwa :

1) Dalam melakukan pemrosesan akhir sampah, pemerintah kabupaten/kota wajib

menyediakan dan mengoperasikan TPA.

2) Dalam menyediakan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah

kabupaten/kota:

a. melakukan pemilihan lokasi sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi

dan/atau kabupaten/kota;

b. menyusun analisis biaya dan teknologi; dan

c. menyusun rancangan teknis.

3) Lokasi TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit memenuhi

aspek:

a. geologi;

b. hidrogeologi;

c. kemiringan zona;

d. jarak dari lapangan terbang;

e. jarak dari permukiman;

f. tidak berada di kawasan lindung/cagar alam; dan/atau

g. bukan merupakan daerah banjir periode ulang 25 (dua puluh lima) tahun.

4) TPA yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) harus dilengkapi:

a. fasilitas dasar;

Page 9: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

9

b. fasilitas perlindungan lingkungan;

c. fasilitas operasi; dan

d. fasilitas penunjang.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/Prt/M/2013

Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan

Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga Pasal 61 ayat 1

Penutupan TPA dapat dilakukan jika memenuhi kriteria seperti:

a. TPA telah penuh dan tidak mungkin diperluas;

b. keberadaan TPA sudah tidak sesuai lagi dengan RTRW/RTRK kota/kabupaten;

dan/atau

c. dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka.

b. Metode Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir

Jenis pengolahan sampah di TPA perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi lokasi,

pembiayaan, teknologi, dan keamanannya. Berbagai cara pengelolaan sampah di TPA,

diantaranya dengan cara Open Dumping, Controlled Landfill dan Sanitary Landfill (

Buku Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi) :

1. TPA Open Dumping sampah dibuang begitu saja dalam sebuah tempat pembuangan

akhir tanpa ada perlakuan apapun. Tidak ada penutupan tanah.

2. TPA Controlled Landfill merupakan sarana pengurugan sampah yang bersifat antara,

sebelum mampu melaksanakan operasi sanitary landill. Penutupan tanah sel

sampah dengan tanahpenutup dilakukan setiap 7 hari sekali.

3. TPA Sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke lingkungan yang

disiapkan dan dioperasikan secara sistematis. Dengan penyebaran dan pemadatan

sampah pada area pengurugan dan penutupan sampah setiap hari. Penutupan sel

sampah dengan tanah penutup juga dilakukan setiap hari

C. ALASAN PEMILIHAN JUDUL DAN LOKASI

Pemilihan judul ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang

membuat adanya penutupan 6 TPA di Kabupaten Sidoarjo, terutama kaitannya dengan

rencana tata ruang dan kelembagaan yang ada. Apakah Lokasi yang dijadikan TPA

sebelumnya sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Sidoarjo atau tidak dan apakah TPA yang ada sudah menggunakan metode sanitary

landfill, control landfill ataukah masih open dumping. Dan apakah TPA yang telah ditutup

itu sudah sesuai dengan SNI yang ada atau tidak.

Page 10: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

10

Pola perkembangan di Gerbangkertasusila plus terjadi terutama pada koridor

antar kota dan pada beberapa bagian berfungsi sebagai suatu pusat ( nodal ). Pada

dasarnya antara Surabaya–Sidoarjo bukan lagi Menunjukkan pola koridor akan tetapi

sudah merupakan penyatuan dua kawasan dalam skala besar. Sedangkan ke arah

selatan Kota Surabaya memiliki perkembangan yang pesat, terutama berkembang

kegiatan jasa‐ perdagangan, industri, dan sebagian perumahan. Mengingat koridor ini

sudah sangat padat, maka perkembangan sepanjang jalan utama kota harus dibatasi,

membentuk kawasan industry di luar jalan utama kota. (RTRW Propinsi Jawa Timur

2020).

Dengan adanya perkembangan kearah selatan Surabaya dengan kata lain

adalah Kabupaten Sidoarjo maka dipastikan perkembangan baik industri,

perumahan/permukiman, perdagangan dan jasa , pergudangan dan sebagainya akan

berdampak terhadap pertambahan jumlah penduduk yang ada. Baik penduduk yang

berasal dari Kab.Sidoarjo sendiri maupun kaum urban dari daerah lain. Akibatnya adalah

semakin bertambahnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten

Sidoarjo setiap tahunnya. Jumlah sampah yang semakin banyak ini akan berdampak

pula pada kondisi TPA yang ada, terutama daya tampung dari TPA. Dengan adanya

kelebihan daya tampung ini, bisa dipastikan lama kelamaan akan menyebabkan TPA

ditutup apabila tidak ada teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah.

D. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

Faktor-faktor pendukung dalam penutupan TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo

( TPA Barengkrajan - Krian, TPA Tambak Kalisogo - Jabon, TPA Bulu Sidokare -

Sidoarjo, TPA Bluru Kidul - Sidoarjo, TPA Ngelom - Taman, TPA Candi Pari – Porong)

sebagai berikut :

1. Lokasi TPA tidak berada dijalur utama transportasi/jalan arteri sehingga kendaraan

pengangkut sampah agak mengalami kesulitan untuk keluar masuk.

2. Volume sampah yang ada di TPA tidak sebanding dengan daya tampung TPA yang

ada.

3. Belum ada teknologi yang digunakan untuk pengolahan sampah, sehingga sampah

yang ada hanya dibiarkan saja/open dumping. Akibatnya akan menimbulkan

pencemaran lingkungan.

Sedangkan faktor penghambatnya adalah TPA yang dioperasikan di Kabupaten

Sidoarjo saat ini hanya TPA Kupang – Jabon. Apabila TPA yang lainnya ditutup maka

dapat dipastikan TPA Kupang umur pemakaiannya juga tidak akan lama karena harus

menampung seluruh sampah yang ada di Kabupaten Sidoarjo.

Page 11: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

11

E. IMPLIKASI TEORI KEBIJAKAN SPASIAL TERHADAP PENGELOLAAN SANITASI

YANG DIPILIH

Berdasarkan data yang ada di Masterplan Pengelolaan Sampah kabupaten

Sidoarjo Tahun 2013, terdapat 6 TPA yang telah ditutup dari 7 TPA yang dimiliki, berikut

adalah nama-nama TPA yang sudah ditutup :

Lokasi Bekas Lahan TPA

NO. LOKASI TPA YANG TIDAK DIMANFAATKAN LUAS (M²)

1. Ds. Barengkrajan, Krian 24.625

2. Ds. Tambak kalisogo, Jabon 22.635

3. Ds. Bulu Sidokare, Sidoarjo 23.000

4. Ds, Bluru Kidul, Sidoarjo 20.000

5. Ds. Ngelom, Taman 20.064

6. Ds Candi Pari, Porong 20.000

Luas 130.324

Sumber : Masterplan pengelolaan sampah, 2013

Berdasarkan RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009-2029, Ds. Barengkrajan,

Krian terletak di SSWP IV dengan fungsi utama konservasi pertanian teknis, peternakan,

zona industry ditunjang dengan kegiatan permukiman kepadatan rendah. Ds. Tambak

kalisogo, Jabon terletak di SSWP III dengan fungsi utama sebagai Kawasan

Permukiman, Konservasi Geologi, industri, pertanian,dan perdagangan skala regional.

Ds. Bulu Sidokare dan Ds, Bluru Kidul, Sidoarjo terletak di SSWP II dengan fungsi utama

permukiman, pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa. Ds. Ngelom, Taman terletak

di SSWP I dengan fungsi utama Permukiman, Industri dan Perdagangan skala lokal,

regional, dan internasional. Ds Candi Pari, Porong terletak di SSWP V dengan fungsi

utama kawasan budidaya perikanan dan pariwisata.

Menurut Teori Konsentris dari Ernest W. Burgess, Teori Struktur Kota dibagi

menjadi 5 zona. Dimana TPA dikawasan krian, jabon, taman, porong merupakan zona

penglaju karena rata-rata masyarakatnya bekerja di Kota. Sedangkan untuk TPA di

kawasan sidoarjo kota, masuk dalam zona CBD atau pusat pelayanan. Berdasarkan

Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt, struktur kota juga terbagi menjadi 5

zona, Untuk TPA kawasan krian, jabon,porong dan taman termasuk dalam zona

Page 12: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

12

permukiman kelas menengah. Sedangkan untuk TPA yang berada di Kecamatan

Sidoarjo terletak di zona pusat wilayah kegiatan. Berdasarkan Teori Inti Berganda

(Multiple Nuclei) dari C. D. Harris dan E. L. Ullman (1945) TPA dikawasan porong

termasuk dalam Kawasan Zona wilayah permukiman suburb, sedangkan untuk TPA

yang terletak di kawasan sidoarjo kota termasuk kedalam zona pusat kegiatan wilayah.

Untuk TPA yang terletak dikawasan krian, jabon dan taman termasuk dalam wilayah

industry suburb.

Berdasarkan Teori Lokasi Christaller (1933) , pusat pelayanan cenderung

berada didalam wilayah dengan syarat yang pertama topografi yang seragam

sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh dari lereng dan pengaruh alam lain

dalam hubungan dengan jalur pengangkutan. Kedua, kehidupan ekonomi yang homogen

dan tidak memungkinkan adanya produksi primer. Dalam “ Central Place Theory ” christaller

dijelaskan suatu wilayah memiliki ketergantungan pada wilayah lain. Pada setiap wilayah memiliki

kelebihan dibanding yang lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu

melayani kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk akan mendatangi

wilayah tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka. Christaller menjelaskan bahwa teori tempat

pusat merupakan suatu tempat yang menyediakan barang dan jasa bagi daerah itu sendiri dan daerah

orang lain. Pusat pelayanan persampahan berupa TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo

tentunya mempunyai topografi yang berbeda tidak sesuai dengan teori christaller yang

menyatakan suatu daerah mempunyai keseragaman topografi. Berdasarkan data BPS (Kab.

Sidoarjo dalam angka) tahun 2014, topografi kawasan krian terletak 12 m diatas permukaan laut,

kawasan taman 9 m diatas permukaan laut,, sidoarjo dan porong 4 m diatas permukaan laut,, jabon 2

diatas permukaan laut. Kondisi yang ada ini jelas berbeda dengan pendapat christaller yang

menyatakan topografi daerah memiliki keseragaman. Untuk central place theory seluruh lokasi TPA di

Kabupaten Sidoarjo yang sudah ditutup bisa dikatakan teori ini dapat diterapkan karena 1 TPA yang ada

melayani beberapa kecamatan disekitarnya. Untuk TPA barengkrajan krian melayani wilayah di

Kabupaten Sidoarjo bagian barat, diantaranya krian, balongbendo, tarik, wonoayu, prambon. TPA

Ds.ngelom Taman melayani Wilayah Sidoarjo bagian utara diantaranya sukodono, taman, waru. TPA

Ds. Tambak kalisogo, Jabon melayani Sidoarjo bagian timur diantaranya tanggulangin

dan jabon . Ds. Bulu Sidokare, Sidoarjo melayani wilayah gedangan, sedati, buduran.

Ds, Bluru Kidul, Sidoarjo melayani candi dan kecamatan sidoarjo. Ds Candi Pari, Porong

melayani wilayah Sidoarjo bagian selatan diantaranya tulangan, krembung, porong.

(Hasil analisa, 2015).

Menurut SNI 03-3241-1994, Lokasi TPA Sampah yang sudah ditutup di Kab.

Sidoarjo, ada beberapa poin di SNI yang sudah diterapkan, diantaranya kemiringan

lahan kurang dari 20 %, di Kabupaten Sidoarjo rata-rata kemiringan lahan 5-15 %.

Page 13: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

13

Lokasi TPA tidak berada dicagar alam. Sedangkan untuk Kawasan yang sering

mengalami banjir atau genangan terbanyak adalah di wilayah Kota Sidoarjo dan

Kecamatan Waru, Di samping itu pada daerah hilir sungai atau sebelah Timur Jalan

Raya Surabaya Sidorjo Porong dan antara Jalan Tol dengan Jalan Raya sering terjadi

genangan. Beberapa daerah yang rawan dan sering terkena banjir/genangan antara

lain: Kawasan perkotaan Bluru Kidul, Rangka, Gebang, Kemiri, Suko dan daerah lainya

di luar kota Sidoarjo. Sehingga dari 6 TPA yang telah ditutup ada 1 TPA yang lokasinya

rawan banjir yakni TPA bluru kidul, sidoarjo.

Secara garis besar TPA di Kabupaten Sidoarjo yang sudah

mengalami penutupan ini masih banyak yang belum sesuai dengan SNI.

Diantaranya metode pembuangan akhir yang masih menggunakan open

dumping, dimana sampah-sampah yang ada hanya ditumpuk di TPA tanpa

adanya pengolahan lebih lanjut. Metode open dumping ini menyebabkan

kerusakan pada lingkungan. Di peraturan pemerintah tentang pengelolaan

sampah, metode ini sudah seharusnya ditinggalkan mulai tahun 2003, tetapi

kenyataannya metode ini masih tetap digunakan. TPA yang ada juga seharusnya

dilengkapi oleh zona penyangga (buffer zone) dan kolam leachate serta

penutupan tanah harus dilakukan secara harian atau minimal secara berkala dengan

ketebalan 20 - 30 cm. Tetapi pada kenyataannya hal ini pun tidak dilakukan di TPA yang

sudah di tutup.

Pembangunan prasarana dan sarana kebersihan/persampahan skala kabupaten

berdasarkan RTRW Kab. Sidoarjo Tahun 2009-2029 dilakukan dengan penyediaan

prasarana dan sarana penanganan sampah terpadu pada Tempat Pengelolaan Akhir

(TPA) di Jabon dan Tarik penanganan kebersihan dan persampahan skala Kabupaten

juga dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna.

yang ramah lingkungan dalam penanganan sampah. Pengembangan TPA di lokasi lain

harus sesuai dengan kajian teknis penentuan TPA. Menurut RTRW Kab. Sidoarjo

Tahun 2009-2029 dari 6 lokasi TPA yang sudah ditutup, hanya 1 lokasi TPA yang

sesuai dengan RTRW yaitu TPA Jabon. Sedangkan 5 TPA diantaranya tidak sesuai

dengan rencana pada RTRW Kab. Sidoarjo Tahun 2009-2029. Menurut undang-undang

No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, lokasi TPA harus disediakan oleh

pemerintah setempat dengan memperhatikan RTRW yang ada, berdasarkan dardak,

2007 pun demikian bahwa lokasi TPA harus sesuai dengan rencana tata ruang dan jauh

dari permukiman warga. Sementara Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik

Indonesia Nomor 03/Prt/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana

Page 14: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

14

Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga Pasal 61 ayat 1 menyatakan bahwa Penutupan TPA dapat

dilakukan jika memenuhi kriteria seperti:

1. TPA telah penuh dan tidak mungkin diperluas;

2. keberadaan TPA sudah tidak sesuai lagi dengan RTRW/RTRK kota/kabupaten;

dan/atau

3. dioperasikan dengan cara penimbunan terbuka.

Dari aspek regulasi, pendapat pakar dan hasil wawancara dengan aparat terkait,

dapat dijelaskan bahwa penutupan 6 TPA di Kabupaten Sidoarjo sudah memenuhi

syarat baik secara teknis persyaratan TPA berdasarkan SNI, rencana tata ruang dan

regulasi tentang pengelolaan sampah. Selain karena 5 dari 6 TPA yang ada tidak sesuai

dengan RTRW, juga karena TPA yang ada sudah penuh untuk TPA Krian dan Jabon

juga metode yang masih digunakan adalah open dumping dimana metode ini sudah

dilarang oleh pemerintah.untuk TPA. Disamping itu ada juga konflik sosial yang terjadi

seperti pada TPA Candipari, porong keberadaannya di tolak oleh warga.

Page 15: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

15

Lokasi TPA yang sudah ditutup :

F. Lesson Learned

1. Kesimpulan

Berdasarkan teori struktur kota, teori lokasi dan regulasi yang ada tentang pengelolaan

sampah dan RTRW Kab. Sidoarjo Tahun 2009-2029 dapat ditarik kesimpulan bahwa

secara struktur kota, 6 Lokasi TPA yang sudah ditutup 4 diantaranya (TPA Krian, TPA

Jabon, TPA Porong, dan TPA Taman) sudah sesuai karena tidak terletak di di daerah

CBD (Central Business Districts), sedangkan 2 Lokasi TPA yang terletak di Kecamatan

Sidoarjo secara teori struktur kota tidak sesuai untuk lokasi TPA. Berdasarkan Teori

Christaller, keseragaman topografi tidak bisa diterapkan untuk lokasi TPA, karena

topografi yang ada berbeda-beda. Sedangkan untuk Central place theory bisa

diterapkan untuk masing-masing TPA karena melayani kawasan di luar kawasannya

sendiri. Menurut RTRW Kab. Sidoarjo dan regulasi tentang pengelolaan sampah, 5 dari

6 lokasi TPA yang ada tidak sesuai dengan RTRW dan metode yang digunakan adalah

Page 16: Evaluasi Penutupan Tpa Di Kab. Sidoarjo Ditinjau Dari Aspek Tata Ruang Dan Regulasi Pengelolaan Persampahan

16

open dumping dan tidak terdapat zona penyangga serta kolam leachet (lindi) untuk

masing-masing TPA sesuai dengan yang dipersyaratkan di SNI 03-3241-1994 .

Sehingga kesimpulannya penutupan lokasi TPA yang ada di Kabupaten Sidoarjo secara

garis besar sudah tepat/sesuai untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

2. Lesson Learned

• Bagi Pemerintah

� Penetapan Lokasi pelayanan sampah terutama TPA harus mengacu pada

Regulasi perencanaan tata ruang yang ada (RTRW Kabupaten Sidoarjo).

� Membentuk tim teknis untuk mengawasi pengelolaan TPA di Kabupaten

Sidoarjo.

� Penerapan metode control landfill/sanitary landfill harus dijalankan di TPA untuk

mengurangi pencemaran lingkungan

� Untuk merencanakan TPA, tidak hanya memperhatikan lokasi saja tetapi juga

persyaratan teknis yang sesuai dengan SNI juga harus diterapkan.

• Bagi Swasta

� Swasta dapat bekerjasama dengan pemerintah untuk melakukan pengelolaan

sampah dengan menggunakan kesepakatan bagi hasil. Ini dikarenakan dana

yang digunakan untuk pengelolaan sampah sangat besar.

• Bagi bidang sanitasi

� Ahli sanitasi bisa membantu pemerintah untuk penerapan teknologi pengelolaan

sampah yang ramah lingkungan.

� Regulasi dan teknologi harus berjalan seimbang, sehingga tidak terjadi tumpang

tindih dalam penerapannya.